BAGIAN V PELABELAN, PENYIMPANAN DAN …kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/04/bag5p... ·...

16
Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8 Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.1 BAGIAN V PELABELAN, PENYIMPANAN DAN PENGANGKUTAN 1 UMUM Untuk memberikan gambaran tentang aspek penyimpanan sampai pengangkutan bahan berbahaya, maka aturan-aturan yang diberlakukan di USA, khususnya dalam mengatur transportasi bahan berbahaya yang diatur dalam Hazardous Materials Transportation Act, dapat digunakan. Menurut US Department of Transportation (USDOT), bahan berbahaya adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan, keselamatan dan harta benda bila diangkut. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang berarti dalam menyimpan dan mengangkut B3 atau limbah B3. Namun terlihat bahwa pengaturan limbah B3 terkesan lebih ketat dibandingkan pengaturan B3, karena pengaturan B3 sudah dilaksanakan sejak lama, dan menjadi standar baku secara universal, khususnya dalam menangani bahan kimia dan bahan bakar. Dalam Diktat ini juga diuraikan tata-cara yang berlaku di Indonesia dalam menanangani limbah B3 yang berasal dari beberapa regulasi yang dikeluarkan sebelum PP 74/2001 dikeluarkan. Penyimpanan, pengumpulan dan pengangkutan merupakan komponen-komponen teknik operasional pengelolaan limbah B3 seperti diatur dalam PP 19/1994 dan PP12/1995, yang kemudian diganti menjadi PP 18/99 dan PP 85/1999. Pengaturan teknis tentang aspek ini sejak tahun 1995 diatur dalam: a) Kep.Kepala Bapedal No.01/Bapedal/09/1995: tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 b) Kep.Kepala Bapedal No.02/Bapedal/09/1995: tentang Dokumen Limbah B3 c) Kep.Kepala Bapedal No.05/Bapedal/09/1995: tentang Simbol dan Label Limbah B3 2 DOKUMEN Bahan-bahan berbahaya tersebut bila akan diangkut ke tempat lain, harus dilengkapi dengan dokumen resmi, yang merupakan legalitas kegiatan pengelolaan sehingga dokumen ini akan merupakan sarana/alat pengawasan dalam konsep cradle-to-grave. Dokumen ini dikenal pula sebagai shipping papers, dengan format yang telah dibakukan dengan Keputusan Kepala Bapedal No.02/Bapedal/09/1995, yang antara lain terdiri dari: a) Bagian yang harus diisi oleh penghasil atau pengumpul limbah B3, antara lain berisi: Nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah B3 Nomor identifikasi (identification number) UN/NA Kelompok kemasan (packing group), Kuantitas (berat, volume dan sebagainya) Kelas 'bahaya' dari bahan itu (hazard class), Tanggal penyerahan limbah Tanda tangan pejabat penghasil atau pengumpul, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbahnya telah sesuai dengan keterangan yang ditulis serta telah dikemas sesuai peraturan yang berlaku Bila pengisi dokumen adalah pengumpul yang berbeda dengan penghasil, maka dokumen tersebut dilengkapi dengan salinan penyerahan limbah tersebut dari penghasil limbah. b) Bagian yang harus diisi oleh pengangkut limbah B3, antara lain berisi : Nama dan alamat pengangkut limbah B3 Tanggal pengangkutan limbah Tanda tangan pejabat pengangkut limbah c) Bagian yang harus diisi oleh pengolah atau pengumpul atau pemanfaat limbah B3, antara lain berisi: Nama dan alamat pengolah atau pengumpul atau pemanfaat limbah B3 Tanda tangan pejabat pengolah, pengumpul atau pemanfaaat, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbah yang diterima sesuai dengan keterangan dari penghasil dan akan diproses sesuai peraturan yang berlaku d. Apabila limbah yang diterima ternyata tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat, maka limbah tersebut dikembalikan lagi kepada penghasil, disertai keterangan: Jenis limbah dan jumlahnya

Transcript of BAGIAN V PELABELAN, PENYIMPANAN DAN …kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/04/bag5p... ·...

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.1

BAGIAN V PELABELAN, PENYIMPANAN DAN PENGANGKUTAN

1 UMUM Untuk memberikan gambaran tentang aspek penyimpanan sampai pengangkutan bahan berbahaya, maka aturan-aturan yang diberlakukan di USA, khususnya dalam mengatur transportasi bahan berbahaya yang diatur dalam Hazardous Materials Transportation Act, dapat digunakan. Menurut US Department of Transportation (USDOT), bahan berbahaya adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan, keselamatan dan harta benda bila diangkut. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang berarti dalam menyimpan dan mengangkut B3 atau limbah B3. Namun terlihat bahwa pengaturan limbah B3 terkesan lebih ketat dibandingkan pengaturan B3, karena pengaturan B3 sudah dilaksanakan sejak lama, dan menjadi standar baku secara universal, khususnya dalam menangani bahan kimia dan bahan bakar. Dalam Diktat ini juga diuraikan tata-cara yang berlaku di Indonesia dalam menanangani limbah B3 yang berasal dari beberapa regulasi yang dikeluarkan sebelum PP 74/2001 dikeluarkan. Penyimpanan, pengumpulan dan pengangkutan merupakan komponen-komponen teknik operasional pengelolaan limbah B3 seperti diatur dalam PP 19/1994 dan PP12/1995, yang kemudian diganti menjadi PP 18/99 dan PP 85/1999. Pengaturan teknis tentang aspek ini sejak tahun 1995 diatur dalam: a) Kep.Kepala Bapedal

No.01/Bapedal/09/1995: tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3

b) Kep.Kepala Bapedal No.02/Bapedal/09/1995: tentang Dokumen Limbah B3

c) Kep.Kepala Bapedal No.05/Bapedal/09/1995: tentang Simbol dan Label Limbah B3

2 DOKUMEN Bahan-bahan berbahaya tersebut bila akan diangkut ke tempat lain, harus dilengkapi dengan dokumen resmi, yang merupakan legalitas kegiatan pengelolaan sehingga dokumen ini akan merupakan sarana/alat pengawasan dalam konsep cradle-to-grave.

Dokumen ini dikenal pula sebagai shipping papers, dengan format yang telah dibakukan dengan Keputusan Kepala Bapedal No.02/Bapedal/09/1995, yang antara lain terdiri dari: a) Bagian yang harus diisi oleh penghasil atau

pengumpul limbah B3, antara lain berisi: − Nama dan alamat penghasil atau

pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah B3

− Nomor identifikasi (identification number) UN/NA

− Kelompok kemasan (packing group), − Kuantitas (berat, volume dan

sebagainya) − Kelas 'bahaya' dari bahan itu (hazard

class), − Tanggal penyerahan limbah − Tanda tangan pejabat penghasil atau

pengumpul, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbahnya telah sesuai dengan keterangan yang ditulis serta telah dikemas sesuai peraturan yang berlaku

Bila pengisi dokumen adalah pengumpul yang berbeda dengan penghasil, maka dokumen tersebut dilengkapi dengan salinan penyerahan limbah tersebut dari penghasil limbah.

b) Bagian yang harus diisi oleh pengangkut limbah B3, antara lain berisi : − Nama dan alamat pengangkut limbah

B3 − Tanggal pengangkutan limbah − Tanda tangan pejabat pengangkut

limbah c) Bagian yang harus diisi oleh pengolah atau

pengumpul atau pemanfaat limbah B3, antara lain berisi: − Nama dan alamat pengolah atau

pengumpul atau pemanfaat limbah B3 − Tanda tangan pejabat pengolah,

pengumpul atau pemanfaaat, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbah yang diterima sesuai dengan keterangan dari penghasil dan akan diproses sesuai peraturan yang berlaku

d. Apabila limbah yang diterima ternyata tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat, maka limbah tersebut dikembalikan lagi kepada penghasil, disertai keterangan: − Jenis limbah dan jumlahnya

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.2

− Alasan penolakan − Tanda tangan pejabat pengolah atau

pemanfaat dan tanggal pengembalian Surat-surat dokumentasi pengangkutan tersebut ditempatkan di kendaraan angkut sedemikian rupa sehingga cepat didapat dan tidak tercampur dengan surat-surat lain. Penghasil limbah B3 akan menerima kembali dokumen limbah B3 tersebut dari pengumpul atau pengolah selambat-lambatnya 120 hari sejak limbah tersebut diangkut untuk dibawa ke pengumpul atau pengolah atau pemanfaat. Nomor identifikasi mempunyai kode UN (United Nation) atau NA (North America) diikuti oleh 4 digit angka, yang secara cepat akan dapat memberikan informasi bila terjadi kecelakaan. Diharapkan Tim yang bertanggungjawab dalam menangani kecelakaan, secara cepat dapat mengidentifikasi sifat bahan berbahaya itu serta cara penanggulangannya. 2 SIMBOL DAN LABEL Label Versi US-DOT: Guna keamanan dan memudahkan pengenalan secara cepat bahan berbahaya tersebut, maka United States - Department of Transportation (US-DOT) digunakan tanda-tanda dalam bentuk simbul dan label. Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat. Pada keempat sisi belah ketupat tersebut dibuat garis sejajar yang menyambung sehingga membentuk bidang belah ketupat dalam ukuran 95 persen dari ukuran belah ketupat bahan. Warna garis yang membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna simbol. pada bagian bawah simbol terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatar dari sudut terlancip terhimpit dengan garis sudut bawah belah ketupat bagian dalam. Simbol yang dipasang pada kemasan minimal berukuran 10 cm x 10 cm, sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut tempat penyimpanan minimal 25 cm x 25 cm. Sedang label merupakan penandaan pelengkap yang berfungsi memberikan informasi dasar mengenai kondisi kualitatif dan kuantitatif dari suatu bahan yang dikemas. Simbol atau label tersebut pada dasarnya dibagi berdasarkan kelas ‘bahaya’ dari limbah yang akan diangkut. Terdapat 9 klasifikasi bahan berbahaya menurut versi USDOT yaitu: a) Kelas-1: bahan yang mudah meledak

(explosive), terbagi lagi menjadi 5 divisi

dengan nomor 1.1 sampai 1.5 sesuai dengan jenis akibat yang dapat ditimbulkan oleh eksplosif tersebut. Definisi eksplosif menurut USDOT adalah setiap senyawa kimia, campuran atau peralatan, yang penggunaannya adalah dengan memfungsikan ledakannya.

b) Kelas-2: gas, terbagi menjadi 3 divisi

dengan nomor 2.1 sampai 2.3 sesuai dengan sifat-sifatnya, yaitu: − Divisi 2.1: flammable gas (gas mudah

terbakar) yaitu bahan berupa gas yang pada temperatur -20 °C dan tekanan 1 atmosfir akan terbakar bila bercampur dengan udara sekitar 13 % volume atau kurang

− Divisi 2.2: nonflammable compressed gas yaitu setiap bahan atau campuran yang dikemas pada tabung gas dengan tekanan dan tidak termasuk ke dalam divisi 2.1 dan 2.

− Divisi 2.3: poisonous gas (gas beracun) yaitu bahan berupa gas yang pada temperatur -20 °C dengan tekanan 1 atmosfir akan merupakan bahan toksik pada manusia, atau dianggap toksik pada manusia dengan adanya pengujian pada binatang di

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.3

laboratorium dengan harga LC50< 5000 ppm.

c) Kelas-3: cairan mudah terbakar

(flammable). Kriteria cairan yang mudah terbakar adalah setiap cairan dengan titik nyala (flash point) tidak lebih dari 60,5 °C.

d) Kelas-4: padatan mudah terbakar atau

berbahaya bila lembab, terbagi menjadi 3 divisi dengan nomor 4.1 sampai 4.3 sesuai dengan sifat-sifatnya, yaitu : − Divisi 4.1: flammable solid yaitu bahan

padat, bukan peledak, yang bila pada kondisi normal terjadi kecelakaan akan menyebabkan terbentuknya api akibat gesekan dan sebagainya, atau bila dibakar akan menyala segera dan cepat.

− Divisi 4.2: spontaneously combustible materials yaitu bahan yang bila pada kondisi normal terjadi kecelakaan secara spontan akan menjadi panas akibat berkontak dengan udara misalnya bahan yang termasuk pyrophoric.

− Divisi 4.3: dangerous when wet materials yaitu bahan yang secara spontan menyala atau memberikan gas bila berkontak dengan air.

e) Kelas-5: pengoksidasi dan peroksida organik, terbagi menjadi 2 divisi. Oksidator adalah bahan kimia seperti khlorat, permanganat, peroksida organik, nitrat dan sebagainya yang dapat mengoksidasi materi organik, sedang peroksida organik adalah senyawa yang mengandung struktur - O - O - .

f) Kelas-6: bahan racun dan menular, terbagi

menjadi 2 divisi. Kelompok berikutnya adalah bahan beracun (di luar gas) yang diketahui toksik pada manusia, dan bahan menular baik berupa mikroorganisme atau toxin yang dapat mendatangkan penyakit pada manusia.

g) Kelas-7: bahan radioaktif. Bahan radioaktif

(termasuk kelas-7) menurut versi USDOT adalah setiap materi atau kombinasi materi

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.4

yang secara spontan mengionisasi radiasi dengan aktivitas spesifik lebih besar dari 0,002 microcurie per-gram. Plakat yang digunakan berlabelkan Radioactive white-I, Radioactive yellow-II dan Radioactive yellow-III. Radioactive white-I dengan bahaya minimum, dengan plakat warna putih dan simbol hitam. Radioactive Yellow-III adalah dengan bahaya maksimum. Plakat Radioactive yellow-II dan Radioactive yellow-III berwarna kuning di atas, dan putih di bawah dengan simbol hitam, sedang tulisan I, II atau III dengan warna merah.

h) Kelas-8: bahan korosif. Bahan korosif

(kelas-8), baik cair atau padat, menurut versi USDOT didefinisikan sebagai bahan yang dapat menyebabkan kerusakan visibel ke materi yang kontak dengannya.

i) Kelas-9: lain-lain. Kelompok lain-lain

(kelas-9) adalah bahan yang yang dapat menyebabkan bahaya, tetapi belum termasuk dalam katagori kelas sebelumnya, seperti obat bius dan sebagainya.

Disamping itu, terdapat bahan yang tidak termasuk dalam kelas tersebut (tertulis 'none'), yaitu: − Bahan-bahan terlarang − Bahan-bahan eksplosif terlarang − Bahan-bahan dengan aturan lain, dengan

kode ORM (other regulated materials) ORM-D: komuditas konsumer seperti hair spray

ORM-E: lain-lain yang diatur oleh USDOT Label Versi NFPA: Disamping US-DOT, maka di Amerika Serikat the National Fire Protection Association (NFPA) mengembangkan pula label berwarna dengan kode, untuk mengindikasikan bahaya bahan kimia terhadap kesehatan, flammabilitas, dan reaktivitas. Label dibutuhkan dipasang pada seluruh bahan kimia yang ada di sebuah laboratorium, bila belum mencantumkan label yang sesuai, maka label NFPA ini merupakan label yang perlu dipasang. Bentuk belah ketupat yang dibagi empat, dengan warna masing-masing kotak berbeda. Untuk menujukkan derajad bahaya maka digunakan angka: o Setiap kotak diberi warna: biru (bahaya

terhadap kesehatan), merah (fbahaya terhadap kebakaran), kuning (bahaya terhadap reaktivitas), dan putih (bahaya khsusus)

o Angka dan notasi yang terdapat pada masing-masing kotak adalah: a. Bahaya terhadap kesehatan: o 0 = minimal, artinya tidak terdapat

bahaya toksisitas o 1 = ringan, artinya mempunyai karakter

dapat menyebabkan iritasi, tetapi hanya berakibat minor bahkan tanpa perawatan, dan/atau tidak berbahaya bila digunakan secara hati-hati dan bertanggung jawab

o 2 = moderat, artinya artinya mempunyai karakter yang dapat menyebabkan bahaya bila paparan berlanjut, dan mungkin menyebabkan luka atau kerusakan kecuali dilakukan pengobatan

o 3 = serius, artinya mempunyai karakter yang dapat menyebabkan luka atau kerusakan pada paparan yang singkat walau dilakukan pengobatan, dan/atau diketahui mempunyai efek karsinogen, mutagen atau teratogen pada binatang

o 4 = ekstrim, merupakan bahan yang sangat toksik, yang dapat menyebabkan kematian atau

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.5

kerusakan dalam paparan yang sangat singkat, dan dilakukan pengobatan

b. Bahaya terhadap timbulnya kebakaran: o 0 = minimal, artinya tidak terbakar,

tidak menyebabkan flash point, tidak terbakar di udara bila terpapar pada 815,5oC selama 5 menit.

o 1 = ringan, artinya baru dapat terbakar bila dipanaskan terlebih dahulu, dan/atau akan terbakar di udara terbuka bila terpapar pada 815,5oC selama 5 menit, dan/atau mempunyai flash point di bawah 93,4oC

o 2 = moderat, artinya bahan tidak mudah terbakar yang mempunyai karakter dapat terbakar bila terpapar panas terlebih dahulu, atau perlu terpapar pada temperatur tinggi agar kebakaran terjadi, dan/atau bahan padat yang menghasilkan uap mudah terbakar, dan/atau mempunyai flash point di atas 37,8oC tetapi lebih kecil dari 93,4oC

o 3 = serius, artinya bahan mudah terbakar yang mempunyai karakter menghasilkan uap yang mudah terbakar dalam kondisi biasa, dan/atau dapat membentuk ledakan yang terbakar dengan cepat di udara, dan/atau siap terbakar dengan sendirinya akibat kandungan oksigen di dalamnya, dan/atau mempunyai flash point di atas 22,8oC, tetapi di bawah 37,8oC

o 4 = ekstrim, merupakan bahan yang mudah terbakar dengan flash point di bawah 22,8oC

c. Bahaya terhadap adanya air (reaktif terhadap air):

o 0 = minimal, artinya bahan yang stabil, dan tidak reaktif terhadap air.

o 1 = ringan, artinya bahan yang stabil yang menjadi tidak stabil bila terpapar pada temperatur tekanan tinggi.

o 2 = moderat, artinya bahan yang tidak stabil dan akan cepat berubah tetapi tidak menimbulkan ledakan, dan/atau bahan yang akan berobah kompisisi kimianya dengan melepaskan enersi yang dikandungnya pada temperatur dan tekanan normal, dan/atau akan bereaksi dengan keras bila terdapat air, dan/atau akan menghasilkan ledakan bila bercampur dengan air.

o 3 = serius, artinya bahan yang dapat meledak namun membutuhkan penyulut yang kuat agar eterjadi, atau dapat menyimpan panas sebelum terjadi kebakaran, dan/atau bahan yang sensitive terhadap panas, atau terhadap kejutan mekanis pada temperatur tin gi, dan/atau bahan yang bereaksi dengan sendirinya dengan air tanpa membutuhkan panas terlebih dahulu.

o 4 = ekstrim, bahan yang dapat meledak dan terdekomposisi secara keras pada temperatur dan tekanan normal, dan atau bahan yang dapat menghasilkan reaksi eksotermis dengan sendirinya bila berkontak dengan bahan tanpa atau adanya biasa biasa, dan/atau bahan yang sensitive terhadap perubahan kejutan mekanis atau panas pada temperatur dan tekanan normal.

d. Bahaya spesial, yaitu: o Reaktif terahadap air (dengan kode: W) o Bahan oksidator (dengan kode: Ox) o Bahan radioaktif (dengan kode tanda

radioaktif) o Bahan racun (dengan kode tanda

racun)

Contoh:

4: jenis bahaya flammabilitas = ekstrim 4: jenis bahaya 4: jenis bahaya terhadap kesehatan terhadap reaktivitas = ekstrim = ekstrim

W: jenis bahaya yang spesifik = reaktif terhadap air

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.6

Label Versi KepBapedal 05/09/1995: Di Indonesia, berdasarkan keputusan Kepala Bapedal No.05/Bapedal/09/1995 terdapat delapan jenis simbol, yaitu (Gambar 1): o Simbol klasifikasi limbah B3 mudah

meledak : warna dasar oranye. Simbol berupa gambar berwarna hitam suatu materi limbah yang menunjukkan meledak, yang terdapat ditepi antara sudut atas dan sudut kiri belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan “MUDAH MELEDAK” berwarna hitam yang diapit oleh 2 garis sejajar berwarna hitam sehingga membentuk 2 buah bangun segitiga sama kaki pada bagian dalam belah ketupat.

o Simbol klasifikasi limbah B3 yang mudah terbakar : terdapat 2 (dua) macam simbol untuk klasifikasi limbah yang mudah terbakar, yaitu simbol untuk cairan mudah terbakar dan padatan mudah terbakar: − simbol cairan mudah terbakar: bahan

dasar merah. gambar simbol berupa lidah api berwarna putih yang menyala pada suatu permukaan berwarna putih. Gambar terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan “ CAIRAN..” dan dibawahnya terdapat tulisan “MUDAH TERBAKAR” berwarna putih. Blok segilima berwarna putih.

− simbol padatan mudah terbakar: dasar simbol terdiri dari warna merah dan putih yang berjajar vertikal berselingan. Gambar simbol berupa lidah apai berwarna hitam yang menyala pada satu bidang berwarna hitam. Pada bagian tengah terdapat tulisan “PADATAN” dan dibawahnya terdapat tulisan “MUDAH TERBAKAR” berwarna hitam. Blok segilima berwarna kebalikan dari warna dasar simbol.

o Simbol klasifikasi limbah B3 reaktif: bahan dasar berwarna kuning dengan blok segilima berwarna merah. Simbol berupa lingkaran hitam dengan asap berwarna hitam mengarah ke atas yang terletak pada suatu permukaan garis berwarna hitam. Di sebelah bawah gambar simbol terdapt tulisan “REAKTIF” berwarna hitam.

o Simbol klasifikasi limbah B3 beracun: bahan dasar putih dengan blok segilima berwarna merah. Simbol berupa tengkorak manusia dengan tulang bersilang berwarna hitam. Garis tepi simbol berwarna hitam.

Pada sebelah bawah gambar terdapt tulisan “BERACUN” berwarna hitam.

o Simbol klasifikasi limbah B3 korosif: belah ketupat terbagi pada garis horizontal menjadi dua bidang segitiga. Pada bagian atas yang berwarna putih terdapat 2 gambar, yaitu disebelah kiri adalah gambar tetesan limbah korosif yang merusak pelat bahan berwarna hitam, dan disebelah kanan adalah gambar lengan yang terkena tetesan limbah korosif. pada bagian bawah, bidang segitiga berwarna hitam, terdapat tulisan “KOROSIF” berwarna putih, serta blok segilima berwarna merah.

o Simbol klasifikasi limbah B3 menimbulkan infeksi: warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam berwarna hitam. Simbol infeksi berwarna hitam terletak di sebelah bawah sustu atas garis belah ketupat bagian dalam. pada bagian tengah terdapat tulisan “INFEKSI” berwarna hitam, dan dibawahnya terdapat blok segilima berwarna merah.

o Simbol limbah B3 klasifikasi campuran: warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam berwarna hitam. gambar simbol berupa tanda seru berwarna hitam terletak di sebelah bawah sudut atas garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah bawah terdapat tuliasan “CAMPURAN” berwarna hitam serta blok segilima berwarna merah.

Menurut peraturan yang digunakan di Indonesia, terdapat 3 jenis label yang berkaitan dengan sistem pengemasan limbah B3, yaitu: o Label identitas limbah: berfungsi untuk

memberikan informasi tentang asal usul limbah, identitas limbah serta kuantifikasi limbah dalam suatu kemasan limbah B3. Label identitas limbah berukuran minimum 15 cm x 20 cm atau lebih besar, dengan warna dasar kuning dan tulisan serta garis tepi berwarna hitam, dan tulisan “PERINGATAN !” dengan huruf yang lebih besar berwarna merahdiisi dengan huruf cetak dengan jelas terbaca dan tidak mudah terhapus serta dipasang pada setiap kemasan limbah B3 yang disimpan di tempat penyimpanan, dengan mencantumkan antara lain: nama dan alamat penghasil, jumlah dan jenis limbah serta tanggal pengisian. Label identitas

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.7

dipasang pada kemasan di sebelah atas simbol dan harus terlihat dengan jelas.

o Label untuk penandaan kemasan kosong : bentuk dasar label sama dengan bentuk dasar simbol dengan ukuran sisi minimal 10 x 10 cm2 dan tulisan “KOSONG” berwarna hitam ditengahnya. Label harus dipasang pada kemasan bekas pengemasan limbah B3 yang telah dikosongkan dan atau akan digunakan untuk mengemas limbah B3.

o Label penunjuk tutup kemasan: berukuran minimal 7 x 15 cm2 dengan warna dasar putih dan warna gambar hitam. Gambar

terdapat dalam frame hitam, terdiri dari 2 (dua) buah anak panah mengarah ke atas yang berdiri sejajar di atas balok hitam. Label terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak karena goresan atau akibat terkena limbah dan bahan kimia lainnya. Label dipasang dekat tutup kemasan dengan arah panah menunjukkan posisi penutup kemasan. Label harus terpasang kuat pada setiap kemasan limbah B3, baik yang telah diisi limbah B3, maupun kemasan yang akan digunakan untuk mengemas limbah B3.

Gambar 1: Simbol Limbah B3 versi KepBapedal 05/09/1995 3 PENGEMASAN DAN PEWADAHAN Pengemas B3: Pengemasan (packaging) juga diatur dan perlu dicantumkan dalam surat pengangkutan. Alat pengemas dapat berupa: drum baja, kotak kayu, drum fiber, botol gelas dan sebagainya. Pengemasan yang baik mempunyai kriteria: − Bahan tersebut selama pengangkutan tidak

terlepas ke luar − Keefektifannya tidak berkurang − Tidak terdapat kemungkinan pencampuran

gas dan uap Terdapat 3 jenis kelompok pengemasan, yaitu: − Kelompok I: derajat bahaya besar − Kelompok II: derajat bahaya sedang − Kelompok III: derajat bahaya kecil. Menjamin keselamatan transportasi bahan berbahaya merupakan aktivitas yang kompleks. Kecelakaan akibat bahan berbahaya ini akan

menimbulkan masalah serius bagi manusia, hak milik dan lingkungan. Dengan demikian, aturan tata cara serta konstruksi dan penggunaan kontainer untuk bahan berbahaya harus ketat. Kecelakaan limpahan bahan berbahaya yang sering terjadi adalah karena kecelakaan lalu-lintas yang umumnya akibat kesalahan manusia dan atau alat/perlengkapan yang kurang sempurna. USDOT menggariskan bahwa kontainer yang digunakan untuk mengangkut bahan berbahaya dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga bila terjadi kecelakaan pada kondisi transportasi yang normal, maka: − Tidak menimbulkan penyebaran bahan

tersebut ke lingkungan sekitarnya − Keefektifan pengemasan tidak berkurang

selama perjalanan − Tidak terjadi pencampuran gas atau uap

dalam kemasan, yang dapat menimbulkan reaksi spontan (kenaikan panas atau

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.8

ledakan) sehingga mengurangi keefektifan pengemasan; pengemasan tersebut harus menjamin tidak terjadi reaksi kimiawi di dalamnya.

Kadangkala bahan berbahaya disimpan (diakumulasi) dalam drum atau kontainer. Drum yang biasa, biasanya korosif dan dapat menimbulkan masalah pada kesehatan manusia dan lingkungan. Oleh karenanya bahan berbahaya harus ditempatkan dalam drum dan kontainer yang kompatibel atau sesuai. Dibutuhkan inspeksi secara berkala. Banyak terjadi bahwa drum yang digunakan adalah drum bekas (walaupun kompatibel) untuk itu perlu diperhatikan efek jangka panjang dari drum tersebut. Ditinjau dari tonase, maka kemasan kecil di USA hanya merupakan sebagian kecil yang digunakan untuk menangani bahan berbahaya yang diangkut. Hampir setengah bahan berbahaya kemasan kecil ini diangkut melalui jalan darat serta sebagian lagi melalui udara. Bahan pengemasan yang digunakan adalah: fiberboard, plastik, kayu, kaca, fiberglass dan logam. Kombinasi container sering digunakan, misalnya botol- botol gelas dimasukkan dalam peti-peti fiberboard. Kemasan komposit seperti drum-drum dari plastik berlapis baja kadang digunakan. Kemasan dari satu jenis bahan juga banyak digunakan, seperti drum baja atau silinder untuk gas terkompres. Rancangan kontainer yang digunakan harus terkait dengan sistem transportasi terutama dimensi dan beratnya. Produk yang diproduksi dengan kuantitas kecil biasanya dikemas dalam kuantitas tersebut. Oleh karenanya kontainer yang digunakan dirancang untuk memudahkan loading, unloading, dan bagaimana menggunakan ruang transportasi yang efisien. Drum baja 55 gallon (208 liter) merupakan kapasitas terbesar yang biasa digunakan. Faktor kesalahan manusia pada pengemasan bahan berbahaya yang dikemas dalam kuantitas kecil relatif akan lebih tinggi, misalnya pengemasan yang tidak betul dan sebagainya. Beberapa temuan yang terdapat di USA adalah: − Ketidak tepatan dalam menayangkan label − Ketidak tepatan dalam mengelompokkan

kontainer berbahaya − Kebocoran pada valve − Tidak tepat dalam mendeskripsikan bahan

yang diangkut − Tidak tepat dalam pengisian shiping paper

− Radiasi berlebihan di kabin truk. Pengemas dan Pewadah Limbah B3 (Kep No.01/Bapedal/09/1995): Di Indonesia, ketentuan tentang pengemasan dan pewadahan limbah B3 diatur dalam Kep. No.01/Bapedal/09/1995. Ketentuan dalam bagian ini berlaku bagi kegiatan pengemasan dan pewadahan limbah B3 di fasilitas: a. Penghasil, untuk disimpan sementara di

dalam lokasi penghasil; b. Penghasil, untuk disimpan sementara di

luar lokasi penghasil tetapi tidak sebagai pengumpul;

c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah;

d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan;

Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkan. Apabila ada keragu-raguan dengan karakteristik limbahnya, maka harus dilakukan pengujian. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara terus menerus, maka pengujian dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila dalam perkembangannya terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan mengakibatkan berubahnya karakteristik limbah yang dihasilkan, maka terhadap masing-masing limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan pengujian kembali terhadap karakteristiknya. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi kemanan dan kemudahan dalam penanganannya. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HPDE, PP atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316, atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Kemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah B3 harus ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan mengenai penandaan pada kemasan limbah B3. Kemasan tersebut selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya, kemudian disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan limbah B3 serta mematuhi tata

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.9

cara penyimpanannya. Gambar 2 berikut adalah contoh drum pengemas limbah B3. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa drum/tong dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula berupa bak kontainer berpenutup dengan kapasitas 2 M3, 4 M3 atau 8 M3. Limbah yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah yang sama, atau dapat pula disimpan bersama-sama dengan limbah lain yang memiliki karakteristik yang sama atau saling cocok. Untuk mempermudah pengisian limbah

ke dalam kemasan, serta agar lebih aman, limbah dapat terlebih dahulu dikemas dalam kantong kemasan yang tahan terhadap sifat limbah sebelum kemudian dikemas dalam kemasan tersebut. Pengisian limbah dalam satu kemasan harus mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah, pengaruh pemuaian, pembentukan gas dan kenaikan tekanan selama penyimpanan. Untuk limbah yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak menyisakan ruang kosong dalam kemasan. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan dirancang tahan akan kenaikan tekanan.

Gambar 2: Penyimpan limbah B3 cair (A) dan limbah sludge (B) Drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu kali. Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru, dan tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 yang mempunyai karakteristik sama (kompatibel) dengan limbah B3 sebelumnya.

Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling cocok, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai kemasan limbah B3 dengan memenuhi ketentuan butir 1 di atas. Kemasan yang akan dikosongkan apabila akan digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 lain dengan karakteristik

yang sama, harus disimpan di tempat penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk menyimpan limbah B3 dengan karakteristik yang tidak saling sesuai dengan sebelumnya, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu dan disimpan dengan memasang “label KOSONG” sesuai dengan ketentuan penandaan kemasan limbah B3. Bentuk wadah berupa tangki biasa digunakan dalam pengemasan limbah B3. Sebelum melakukan pemasangan tangki penyimpanan limbah B3, pemilik atau operator harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kepala Bapedal dengan melampirkan laporan hasil evaluasi terhadap rancang bangun dan sistem tangki yang akan dipasang untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Laporan tersebut sekurang-kurangnya meliputi: – Rancang bangun dan peralatan penunjang

sistem tangki yang akan dipasang; – Karakteristik limbah B3 yang akan

disimpan;

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.10

– Jika sistem tangki dan atau peralatan penunjangnya terbuat dari logam dan kemungkinan dapat terkontak dengan air dan atau tanah, logam dan kemungkinan harus mencakup pengukuran potensi korosi yang disebabkan oleh faktor lingkungan serta daya tahan bahan tangki terhadap korosi tersebut

– Perhitungan umur operasional tangki; – Rencana penutupan sistem tangki setelah

masa operasionalnya berakhir; Jika tangki dirancang untuk dibangun di dalam tanah, maka harus dengan memperhitungkan dampak kegiatan di atasnya serta menerapkan rancang bangun atau kegiatan yang dapat melindungi sistem tangki terhadap potensi kerusakan. Selama masa konstruksi berlangsung, maka harus dipastikan agar selama pemasangan tangki dan sistem penunjangnya telah diterapkan prosedur penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kerusakan selama tahap konstruksi. Sistem tangki harus ditunjang kekuatan rangka yang memadai, terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah yang akan disimpan atau diolah, dan aman terhadap korosi sehingga tangki tidak mudah rusak. Tangki dan sistem penunjangnya harus terbuat dari bahan yang saling cocok dengan karakteristik dan jenis limbah B3 yang dikemas/disimpannya. Limbah-limbah yang tidak saling cocok tidak ditempatkan secara bersama-sama di dalam tangki. Apabila tangki akan digunakan untuk menyimpan limbah sebelumnya, maka tangki harus terlebih dahulu dicuci bersih. Tidak digunakan untuk menyimpan limbah mudah menyala atau reaktif kecuali : – Limbah tersebut telah diolah atau dicampur

terlebih dahulu sebelum/segera setelah ditempatkan di dalam tangki, sehingga olahan atau campuran limbah yang terbentuk tidak lagi berkarakteristik mudah menyala atau reaktif; atau

– Limbah disimpan atau diolah dengan suatu cara sehingga tercegah dari kondisi atau bahan yang menyebabkan munculnya sifat mudah menyala atau reaktif.

Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan penampung sekunder. Penampung sekunder dapat berupa pelapisan di bagian luar tangki, tanggul atau berdinding ganda. Persyaratan penampungan sekunder tersebut adalah: – Dibuat atau dilapisi dengan bahan yang

saling cocok dengan limbah yang disimpan

serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah kerusakan akibat pengaruh tekanan;

– Ditempatkan pada pondasi yang dapat mendukung ketahanan tangki terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang diakibatkan karena pengisian, tekanan atau uplift;

– Dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dioperasikan 24 jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan sekunder, dan lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan sekunder.

– Penampungan sekunder, dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat cairan-cairan yang berasal dari kebocoran, ceceran dan presipitasi.

Pemeriksaan rutin dilakukan sekurang-kurangnya 1 kali selama sistem tangki dioperasikan, khususnya terhadap peralatan pengendalian luapan/tumpahan, deteksi korosi atau lepasnya limbah dari tangki. Disamping itu, monitoring dilakukan terhadap bahan konstruksi dan areal seputar sistem tangki termasuk struktur pengumpul sekunder untuk mendeteksi pengikisan atau tanda-tanda terlepasnya limbah misalnya bintik lembab, kematian vegetasi. Bila sistem tangki atau sistem tangki pengumpul sekunder mengalami kebocoran atau gangguan yang menyebabkan limbah terlepas, maka harus segera melakukan: – Penghentian operasional sistem tangki dan

mencegah aliran limbah; – Memindahkan limbah B3 dari sistem tangki

atau sistem penampungan sekunder – Mewadahi limbah yang terlepas ke

lingkungan, mencegah terjadinya perpindahan tumpahan ke tanah atau air permukaan, serta mengangkat tumpahan yang terlanjur masuk ke tanah atau air permukaan.

– Membuat catatan dan laporan mengenai kecelakaan dan penanggulangan yang telah dilakukan.

4 PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN (Kep Bapedal No.01/Bapedal/09/1995) Penyimpanan kemasan menurut Keputusan Bapedal No.01/Bapedal/09/1995 dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan (Gambar 3), sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan. Dengan demikian jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.11

segera ditangani. Lebar gang antar blok minimal 60 cm untuk memudahkan petugas melaluinya, sedang lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet, dan setiap palet mengalasi 4 drum. Jika tumpukan lebih dan 3 lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak (Gambar 4). Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 m. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan diatur agar tidak ada kemungkinan bagi limbah-limbah tersebut jika terguling/tumpah akan tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain. Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan tangki (Gambar 5) dengan ketentuan sebagai berikut: o Disekitar tangki harus dibuat tanggul

dengan dilengkapi saluran pembuangan yang menuju bak penampung.

o Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal 110% dan kapasitas maksimum volume tangki

o Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain.

o Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan secara langsung.

Persyaratan bangunan penyimpanan kemasan limbah B3 adalah (Gambar 6): o Memiliki rancang bangun dan luas ruang

penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;

o Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung;

o Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk

mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan;

o Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan, sakelar harus terpasang di sisi luar bangunan;

o Dilengkapi dengan sistem penangkal petir; o Pada bagian luar tempat penyimpanan

diberi penandaan (simbol) sesuai dengan tata cara yang berlaku.

o Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir menjauhi bangunan penyimpanan.

Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1 karakteristik limbah B3, mempunyai beberapa persyaratan: o Terdiri dari beberapa bagian penyimpanan,

dengan ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan 1 karakteristik limbah B3, atau limbah-limbah B3 yang saling cocok.

o Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya dibuat tanggul atau tembok pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah ke bagian lainnya.

o Setiap bagian penyimpanan harus mempunyai bak penampung tumpahan limbah dengan kapasitas yang memadai.

o Sistem dan ukuran saluran yang ada dibuat sebanding dengan kapasitas maksimum limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah disediakan.

Sarana lain yang harus tersedia adalah: peralatan dan sistem pemadam kebakaran, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan, fasilitas pertolongan pertama, peralatan komunikasi, gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan, pintu darurat, dan alarm.

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.12

Gambar 3: Pola penyimpanan kemasan drum

Gambar 4: Pola penyimpanan kemasan drum dalam rak

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.13

Gambar 5: Tangki penyimpanan limbah B3 jumlah besar

Gambar 6: Contoh tata letak penyimpanan limbah B3 Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar: o Jika bangunan berdampingan dengan

gudang lain maka harus dibuat tembok pemisah tahan api, berupa tembok beton bertulang (tebal minimum 15 cm) atau tembok bata merah (tebal minimum 23 cm) atau blok-blok (tidak berongga) tak bertulang (tebal minimum 30 cm).

o Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api.

o Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka jarak minimum dengan bangunan lain adalah 20 meter.

o Untuk kestabilan struktur pada tembok

penahan api dianjurkan digunakan tiang-tiang beton bertulang yang tidak ditembusi oleh kabel listrik.

o Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah menyala. Konstruksi atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila ada kebakaran, sehingga asap dan panas akan mudah keluar.

o Menggunakan instalasi yang tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik

o Dilengkapi dengan: sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran, persediaan air untuk pemadam api, hidran pemadam api dan perlindungan terhadap hidran.

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.14

Rancang bangun untuk penyimpanan limbah B3 mudah meledak: o Konstruksi bangunan dibuat tahan ledakan

dan kedap air. Konstruksi lantai dan dinding dibuat lebih kuat dari konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat akan mengarah ke atas dan tidak ke samping.

o Suhu dalam ruangan harus tetap dalam kondisi normal. Desain bangunan sedemikian rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung masuk ke ruang gudang.

Rancang bangun khusus untuk penyimpan limbah B3 reaktif, korosif dan beracun: o Konstruksi dinding dibuat mudah dilepas

guna memudahkan pengamanan limbah dalam keadaan darurat.

o Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api.

Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki: o Tangki penyimpanan limbah B3 harus

terletak di luar bangunan tempat penyimpanan limbah

o Merupakan konstruksi tanpa dinding, memiliki atap pelindung dengan lantai yang kedap air

o Tangki dan daerah tanggul serta bak penampungannya terlindung dari penyinaran matahari secara langsung serta terhindar dari masuknya air hujan langsung maupun tidak langsung

Lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong, bangunan tempat penyimpanan bak kontainer dan bangunan tempat penyimpanan tangki: o Merupakan daerah bebas banjir, atau

diupayakan aman dari kemungkinan terkena banjir;

o Jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.

Dalam hal limbah B3 dikumpulkan terlebih dahulu di sebuah tempat di luar lokasi penghasil limbah B3, maka beberapa persyaratan adalah: o Luas tanah termasuk untuk bangunan

penyimpanan dan fasilitas lainnya sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar;

o Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir tahunan;

o Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu.

o Jarak terdekat yang diperkenankan adalah (a) 150 meter dari jalan utama atau jalan tol, (b) 50 meter dari jalan lainnya, (c) 300 meter dari fasilitas umum seperti daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, (d) 300 meter dari perairan, garis pasang tertinggi laut, sumber air , (e) 300 meter dari daerah yang dilindungi seperti cagar alam, hutan lindung, kawasan suaka

o Seperti halnya fasilitas penyimpanan yang telah diuraikan di atas, maka fasilitas pengumpulan merupakan fasilitas khusus yang harus dilengkapi dengan berbagai sarana untuk penunjang dan tata ruang yang tepat sehingga kegiatan pengumpulan dapat berlangsung dengan baik dan aman bagi lingkungan (gambar 7).

o Beberapa fasilitas tambahan yang diperlukan adalah laboratorium analisa, fasilitas pencucian peralatan, fasilitas bongkar muat dan fasilitas lain seperti diuraikan di atas.

6 PENGANGKUTAN Di Amerika Serikat, aturan-aturan yang dikeluarkan oleh DOT telah meliputi lebih dari 30.000 jenis bahan berbahaya. Bahan-bahan ini diangkut melalui udara, laut, darat (termasuk kereta api). Produk-produk berbahaya tersebut diangkut dengan berbagai container seperti : vessel, tank car, tank truck, intermodal portable tank, cylinder, drum, barrel, can, box, botle dan cask. Dalam hal ini Research and Special Programs Administration (RSPA) dari USDOT mengeluarkan dan bertanggungjawab untuk mengembangkan aturan-aturan, acuan-acuan teknik yang standar serta pengujian untuk itu. Transportasi bahan berbahaya yang bervolume besar (bulky) dapat dilakukan melalui segala jenis angkutan, seperti melalui darat, kereta api atau laut. Cargo tank merupakan sarana yang biasa digunakan di darat, dan biasanya terbuat dari baja atau campuran alumunium atau dapat pula dari bahan lain seperti titanium, nikel atau stainless steel. Kapasitas yang digunakan di USA adalah antara 4000 sampai 12000 gallon (15 sampai 50 m3). Beban kendaraan biasanya dibatasi sampai 80.000 pound (36 ton).

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.15

Gambar 6: Contoh tata ruang pengumpulan limbah B3 Sekitar 80 % dari pengangkutan bahan berkapasitas besar menggunakan tank car yang mempunyai masa layan 30 - 40 tahun. Kapasitas tank car ini dibatasi 34.500 gallon (130 m3) dengan berat kotor 236.000 pound (107 ton). Perbedaan utama dari rail tank car ini adalah ada yang menggunkan tekanan (untuk gas) dan tanpa tekanan (untuk cair). Hampir 90 % dari tank car ini terbuat dari baja, bahan berikutnya yang sering digunakan adalah alumunium. Sekitar 66 % (berat) bahan yang diangkut di USA adalah bahan kimia (sebagian korosif) sedang 23 % merupakan produk minyak (bahan bakar). Container bulky melalui air yang terbesar adalah dengan tanker dan tank-barges, yang mencakup sekitar 91 %. Tank-barges berkapasitas antara 300.000-600.000 gallon (1135-2270 m3) sedang tanker berkapasitas sampai 10 kali lebih besar. Lebih dari 90 % (berat) dalam transport laut ini terdiri dari

produk petroleum dan minyak mentah. Sisanya adalah bahan kimia semacam asam sulfat, pupuk, NaOH, alkohol, benzene, toluene dan sebagainya. Cara ini relatif memungkinkan pengangkutan dengan kapasitas yang besar. Secara statistik, cara ini adalah yang teraman, baik dari jumlah kecelakaan maupun banyaknya limpahan dalam satuan ton-mile, walaupun bila terjadi kecelakaan maka limpahannya akan menyebar secara luas. Aturan-aturan yang ada menyangkut kegiatan selama loading serta pelatihan bagi awak kapalnya. Kemungkinan kecelakaan yang mungkin terjadi di sektor transportasi ini perlu mendapat perhatian, karena dapat mencelakakan manusia atau lingkungan yang tidak terlibat langsung dengan kecelakaan. Peraturan-peraturan yang digunakan dalam transportasi hendaknya mengantisifasi kemungkinan timbulnya masalah ini. Bila terjadi kecelakaan

Diktat Pengelolaan B3 – Versi 2008 Bagian 5/8

Enri Damanhuri - FTSL ITB Halaman 5.16

lalu-lintas, maka respon aparat terkait (polisi, pemadam kebakaran dan sebagainya) akan tergantung pada apakah aparat tersebut terlatih untuk jenis kecelakaan itu, demikian juga kegiatan penanganan korban akibat terpapar dengan bahan berbahaya akan tergantung apakah paramedis terkait telah mendapat pelatihan menangani korban semacam itu. Sebagai contoh adalah kecelakaan lalu-lintas yang terjadi di USA pada bulan Desember 1981 yang menimpa sebuah truk pembawa 40.000 pound toluene diisocyanate (TDI) yang tergelincir dan menumpahkan sebagian isinya. Penanganannya adalah truk tetap dipanaskan dan diisolasi agar TDI ini tetap dalam kondisi cair. Pada saat truk dibalikkan, limpahan TDI

ternyata terpapar pada tanah yang dingin, mengkontaminasi daerah sekitarnya serta baju 2 orang petugas. Setelah mereka kembali ke kendaraan yang hangat, TDI yang melekat pada sepatu dan baju menguap dan terhiruplah gas toksik. TDI masuk de dalam sel jaringan, mengiritasi mata, dan dapat merusak paru- paru. Kedua petugas tersebut mengalami gangguan pernafasan yang permanen dan tidak dapat lagi aktif bekerja. Respons terhadap bentuk kecelakaan itu harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan agar dapat menangani masalah yang timbul secara cepat dan tepat. Demikian juga peralatan tim harus sesuai dengan kebutuhan/jenis bahan atau limbah yang diangkut.

Referensi Utama: o E. Meyer: Chemistry of Hazardous Materials, Prentice Hall Building, 1989 o Kep.Bapedal 01/Bapedal/09/1995: tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan

Pengumpulan Limbah B3 o Kep.Kepala Bapedal 02/Bapedal/09/1995: tentang Dokumen Limbah B3 o Kep.Kepala Bapedal 05/Bapedal/09/1995: tentang Simbol dan Label Limbah B3 o http://www.labelmaster.com (1 Maret 2008)