Bagian Utara Selat Makassar

31
Bagian Utara Selat Makassar : Apa Yang Berada Dibawahnya ? Robert Hall1,*, Ian R. Cloke1,2, Siti Nur’aini1,3, Sinchia Dewi Puspita1,4, Stephen J. Calvert1,5 and Christopher F. Elders1 SE Asia Research Group, Department of Earth Sciences, Royal Holloway University of London, Egham, Surrey TW20 0EX, UK 2Tullow South Africa, 7 Coen Steytler Avenue, Cape Town 8001,South Africa 3ConocoPhillips Indonesia, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 9-11, Jakarta 12930, Indonesia 4Chevron, Jl. Asia Africa No. 8, Jakarta 10270, Indonesia 5Marathon Oil Company, Jalan TB Simatupang No. 41, Jakarta 12550, Indonesia *Corresponding author (e-mail: [email protected] ) ABSTRAK : Telah diterima selama beberapa tahun bahwa Kalimantan timur dan Sulawesi Barat terletak berdekatan selama zaman Kapur Akhir tetapi mekanisme dan usia pembentukan Selat Makassar kini memisahkan mereka dan telah menjadi subyek dari banyak perdebatan. Studi Geologi pada pembentukan selat dibentuk oleh rifting pada Eosen. Namun, sifat dari kepaparan yang berada dibawahnya masih kontroversial. Bagian selatan kemungkinan akan didasari oleh kepaparan benua tetapi, di Selat Makassar bagian utara, lebih sulit untuk menentukan. Kedalaman perairan yang sampai 2500 m, dan terdapat penutup sedimen yang sangat tebal,Kondisi bawah permukaan tidak baik dicitpaparanan dengan seismik dan tidak ada cara melakukan sampling secara langsung. Studi lapangan dari wilayah perperairanan Kalimantan dan Sulawesi telah memberikan dasar untuk merekonstruksi pengembangan selat makassar, dan mereka menyarankan didasari oleh kepaparan samudera. Pemekaran daerah perperairanan berbentuk asimetris dan lebar, sampai 400 km membentang dari sisi Kalimantan dan sekitar 200 km di sisi Sulawesi, dipisahkan oleh sekitar 200 km dari kepaparan terdalam di Selat Makassar bagian utara. Data gravitasi dan flexural model di Borneo menyarankan pertemuan antara kepaparan benua dan kepaparan samudera di bawah delta Mahakam. Kepaparan samudera disimpulkan memiliki umur eosen tengah, mirip dengan Laut Sulawesi di sebelah utara; struktur kerucut terlihat jelas pada garis seismik telah ditafsirkan sebagai daerah vulkanik. Namun, awalnya Studi ini 1

description

Bagian Utara Selat Makassar

Transcript of Bagian Utara Selat Makassar

Bagian Utara Selat Makassar : Apa Yang Berada Dibawahnya ?Robert Hall1,*, Ian R. Cloke1,2, Siti Nuraini1,3, Sinchia Dewi Puspita1,4,Stephen J. Calvert1,5 and Christopher F. Elders1SE Asia Research Group, Department of Earth Sciences, Royal Holloway University of London, Egham,Surrey TW20 0EX, UK2Tullow South Africa, 7 Coen Steytler Avenue, Cape Town 8001,South Africa3ConocoPhillips Indonesia, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 9-11, Jakarta 12930, Indonesia4Chevron, Jl. Asia Africa No. 8, Jakarta 10270, Indonesia5Marathon Oil Company, Jalan TB Simatupang No. 41, Jakarta 12550, Indonesia*Corresponding author (e-mail: [email protected])

ABSTRAK : Telah diterima selama beberapa tahun bahwa Kalimantan timur dan Sulawesi Barat terletak berdekatan selama zaman Kapur Akhir tetapi mekanisme dan usia pembentukan Selat Makassar kini memisahkan mereka dan telah menjadi subyek dari banyak perdebatan. Studi Geologi pada pembentukan selat dibentuk oleh rifting pada Eosen. Namun, sifat dari kepaparan yang berada dibawahnya masih kontroversial. Bagian selatan kemungkinan akan didasari oleh kepaparan benua tetapi, di Selat Makassar bagian utara, lebih sulit untuk menentukan. Kedalaman perairan yang sampai 2500 m, dan terdapat penutup sedimen yang sangat tebal,Kondisi bawah permukaan tidak baik dicitpaparanan dengan seismik dan tidak ada cara melakukan sampling secara langsung. Studi lapangan dari wilayah perperairanan Kalimantan dan Sulawesi telah memberikan dasar untuk merekonstruksi pengembangan selat makassar, dan mereka menyarankan didasari oleh kepaparan samudera. Pemekaran daerah perperairanan berbentuk asimetris dan lebar, sampai 400 km membentang dari sisi Kalimantan dan sekitar 200 km di sisi Sulawesi, dipisahkan oleh sekitar 200 km dari kepaparan terdalam di Selat Makassar bagian utara. Data gravitasi dan flexural model di Borneo menyarankan pertemuan antara kepaparan benua dan kepaparan samudera di bawah delta Mahakam. Kepaparan samudera disimpulkan memiliki umur eosen tengah, mirip dengan Laut Sulawesi di sebelah utara; struktur kerucut terlihat jelas pada garis seismik telah ditafsirkan sebagai daerah vulkanik. Namun, awalnya Studi ini menginterpretasikan terjadi penipisan pada kepaparan benua di selat makassar dan ini telah didukung oleh interpretasi data seismik dari lepas pantai wilayah barat Sulawesi. Half graben dan graben diinterpretasikan bawah tebal sedimen, terdapat sesar extensional dengan sudut yang rendah, dan kelurusan yang memeotong pada basement dapat menjadi jejak pada kedalaman di selat makassar. Struktur ini menunjukkan rifting dari kepaparan benua di mana struktur kerucut jelas diartikan sebagai karbonat build-up blok sesar..

1

PENDAHULUANSelat Makassar (Gbr. 1) terpisah dengan Borneo dari Sulawesi di Indonesia dan terletak dalam wilayah tektonik yang kompleks di tepi lempeng Eurasia. Utara Selat terdalam, dengan kedalaman perairan hampir 2,5 km, dan mereka terbuka ke utara Laut Sulawesi. Bagian selatan selat yang dangkal, dengan kedalaman perairan terutama kurang dari 2 km dan terus ke selatan daerah laut dangkal Jawa Timur. Saat ini Selat Makassar menjadi bagian utama dalam pertukaran perairan dan panas dari Pasifik ke Samudera Hindia, Melintasi Indonesia, yang diduga memainkan peranan penting dalam sistem iklim global modern dan telah menjadi pengaruh penting pada pola biogeografi.

Gambar 1. Geografi dari Borneo dan Sulawesi dan beberapa wilayah sekitarnya. Segitiga hitam kecil menandakan jejeran gunung api oleh Smithsonian Institusion, Global Volcanism Program (Siebert & Simkin 2002), dan zona batimetri yang dijelaskan oleh GEBCO (2003) pada atlas digital. Kontur dari zona batimetri berkisar 200 m, 2000 m, 4000 m, dan 6000 m. Garis Wallace sebagai garis penanda. Garis ini merupakan garis batas original biogeografi yang ditentukan dari garis wallace (1860) tetapi sebuah alternative telah meninggalkan jejak dari utara sampai barat Mindanao hingga Utara selat makasar oleh Huxley (1868). Dinamai garis wallace oleh Huxley (1868) hasil diskusi dengan Mayr (1944) Wallace (1869) menunjukkan garis Selat Makassar, mulai dari antara pulau Bali dan Lombok, dan kemudian melintasi Laut Celebes , yang dipisahkan fauna Asia dan Australia dan sekarang dikenal sebagai Garis Wallace. Ada dua cekungan di selat (Gbr. 2). yaitu Cekungan Makassar bagian Utara dibatasi ke selatan dengan tepi utara dari Paternoster Platform, sering ditampilkan sebagai NW-SE-sesar, dengan aliran yang dalam dan sempit yang menghubungkan ke Basin Makassar bagian Selatan. Di sebelah timur adalah sesar Palu-Koro, sesar sinistral strike-slip berjalan berarah utama NNW-SSE dari Sulawesi Barat ke laut Celebes, dan di utara adalah Semenanjung Mangkalihat yang juga sering ditampilkan sebagai batasi aktif sesar NW-SE-trending. Di sisi barat Selat Makassar Utara adalah Kutai Basin, yang terbesar dan terdalam (15 km) cekungan di Indonesia (Rose & Hartono 1978) dan salah satu yang terkaya hidrokarbon di Indonesia. Pertama dalam produksi minyak dan gas di Indonesia berasal dari tepi timur Cekungan Kutai, di sisi barat dari Selat Makassar , di kaki delta Mahakam.

Gambar 2. A Setting fisik dan zona batimetri dari cekungan makasar utara memperlihatkan topografi umum dari Digital Elevation Model (DEM) oleh Becker & Sandwell (2007). B Data Seismik 2 dimensi alasan penggunaan pada studi ini (NurAini et al 2005; Puspita et al 2005) dengan ketebalan sedimen pada lepas garis pantai pada cekungan kutai dari Moss & Chambers (1999), yang dimodifikasi pada bagian tengah dari selat yang dipakai menggunakan data seismik.Di sisi timur adalah Sulawesi Barat, sejauh ini belum terbukti sumber hidrokarbon, tapi di mana rembesan minyak telah dikenal selama bertahun-tahun (lihat Calvert & Hall 2007). lipatan mudadi wilayah dalam perairan hanya terdapat pada lepas pantai Sulawesi Barat dan sekarang menjadi target eksplorasi aktif. Kapaparanter di bawah Selat Makassar penting bagi minyak bumi karena sistem yang akan menentukan sejarah subsidence, termal sejarah dan, akibatnya, pematangan sourcerock, serta perangkap. Jika benua, kemungkinan ada endapan danau sebagai batuan sumber pada eosen, blok sesar oblique dan karbonat serta material klastik. Jika ada kepaparan samudera di bawah selat Makassar, bahan organik miosen diangkut ke dalam perairan mungkin akan diperlukan untuk sistem petroleum.

MODEL PEMBENTUKANKalimantan Timur dan Sulawesi Barat adalah bagian dari wilayah tunggal di Akhir Mesozoikum (Katili 1978; Hamilton 1979) tetapi dipisahkan selama Kenozoikum dengan pemekaran pada selat makassar. Ada perdebatan tentang usia pembentukan selat (Katili 1978; Hamilton 1979; Hutchison 1989) Miosen pemisahan Sulawesi dan Borneo) tapi usia Eosen sekarang berlaku umum. mekanisme pembukaan juga telah menjadi subyek kontroversi dan penyebabnya masih belum jelas. Sebagian penulis telah memilih asal ekstensional untuk selat (Katili 1978; Hamilton 1979; Situmorang 1982a, b; Wissmann 1984; Cloke 1997; Guntoro 1999), dengan Eosen Tengah sebagai usia rifting (Situmorang 1982a, b; Balai 1996; Moss et al. 1997; Guntoro 1999; Moss & Chambers 1999; Calvert & Hall 2003, 2007) tetapi tidak ada kesepakatan tentang jenis basement. Hamilton (1979) menunjukkan kelautan menyebarkan seluruh pusat bawah selat ditafsirkan terdapat beberapa sesar dengan arah NW-SE mengubah. Hall (1996) yang diusulkan bahwa menyebar di Laut Sulawesi selama Eosen Tengah ke arah barat daya ke Selat utara. Fraser & Ichram (2000) diartikan menjadi kepaparan samudera di bawah utara selat dan selatan selat sejauh lintang 6? S. Selat Makassar juga telah ditafsirkan sebagai sisa cekungan samudera (Malecek et al. 1993), sebuah back-arc basin (Parkinson 1998), dan Guntoro (1999) menyarankan ekstensional yang disebabkan palung rollback.beberapa berpendapat lain bahwa rifting pernah mencapai tahap penyebaran laut (misalnya Burollet & Salle 1981; Situmorang 1982a, b). Inversi di sisi barat dari selat di Kalimantan Timur (Moss et al 1997;. Moss & Chambers 1999) dari awal Miosen, dan progradasi ke arah timur dari lipatan, beberapa ahli telah menyarankan bahwa selat memiliki material asal yang lentur. Di sisi timur ada pembangunan dari lipatan dan dorongan -di Sulawesi Barat selama Miosen (Coffield et al 1993;. Bergman et al 1996;. Guritno et al. 1996) atau yang lebih baru (Calvert 2000a, b; Calvert & Hall 2003, 2007) dan, dengan demikian, selat telah ditafsirkan sebagai cekungan tanjung yang terbentuk setelah Miosen awal terjadi benua-benua tabpaparanan di Sulawesi (Coffield et al 1993;. Bergman et al 1996.) Dalam menanggapi yang mendorong pemikiran pada salah satu atau kedua belah pihak.Pada selatan Selat Makassar hampir pasti didasari oleh kepaparan benua. kedalaman relatif sempit dan marine terutama kurang dari 2 km. Ada bagian dengan sedimen tipis menutupi diatas basement di sebelah timur dan barat. granit dan batuan metamorf pra-Kenozoikum diketahui dari lubang bor yang mencapai basement. Meskipun Hamilton (1979) diartikan sebuah penyebaran pusat kelautan, ternyata berdasarkan bentuk dan morfologi cekungan, seperti yang dilakukan Fraser & Ingram (2000), back-stripping dan pemodelan gravitasi oleh Situmorang (1982 a, b) menunjukkan kepaparan benua jauh lebih mungkin, dan ini sekarang berlaku umum. Garis seismik terbaru juga menunjukkan hingga 7 s dari sedimen di atas blok sesar dan half graben di pusat bagian dari selat (Johansen et al. 2007), dengan tebal Paleogen urutan syn-rift di atas mungkin batuan pra-Eosen.Di sini, kita fokus pada utara Selat Makassar di mana sifat basement jauhlebih kurang jelas. Sejak kepaparan bawah Laut Sulawesi, hanya bagian utara,laut, masuk akal bahwa utara selat Makassar didasari oleh kepaparan samudera (misalnya Cloke et al. 1999b; Guntoro 1999) tetapi yang lain telah dikemukakan argumen yang mendukung dilemahkanya kepaparan benua (misalnya Burollet & Salle 1981; Situmorang 1982a, b). Kami merangkum pengamatan dari sample di setiap sisi selat, yang menjelaskan usia dan kapaparanter dari margin, dan garis besar interpretasi basement di Selat Makassar berdasarkan pengamatan sample dan pemodelan gravitasi. Kami kemudian menguraikan pengamatan wilayah lepas pantai terutama didasarkan pada seismik Data dari tengah selat dan bagian timur perperairanan. Kami kemudian mencoba untuk memberikan penilaian obyektif argumen utama untuk samudera dan kepaparan benua di bawah utara selat Makassar.

GEOLOGI BAGIAN TIMUR DAN BARAT DARI SELATObservasi lapangan tidak bisa langsung menunjukkan sifat basement di bagian terdalam dari tengah selat, tapi mereka mengungkapkan sejarah dan dimensi zona pemekaran cekungan, yang secara luas mendukung saran yang dikemukakan dari relatif sempit daerah kepaparan samudera dengan pasive margin ke barat dan timur (Gbr. 3).Bagian barat: KutaiDi Kalimantan pada bawah permukaan terdiri dari metamorf, sedimen dan granit untuk batuan gabbroic dari umur Devon Kapur (Van Bemmelen 1949; Pieters et al 1987;. Van de Weerd & Armin 1992; Balai et al. 2008). Batuan kontinental luas di barat dan, ke timur, ada batu ophiolitic, grafik sedimen yang terkait pada laut dalam usia Kapur. Dengan barat dari Utara selat Makassar Cekungan adalah Cekungan Kutai (Pieters et al 1987, 1993;. Wain & Berod 1989; van de Weerd & Armin 1992; Cloke 1997; Moss et al. 1997; Moss & Chambers 1999), yang mulai terbentuk di Eosen Tengah, dan Batuan Kenozoikum t selaras pada Kapur turbidites dan ophiolites. Kemungkinan Paleocene-Eocene batuan vulkanik dilaporkan dari sumur di selatan Mangkalihat yang berada pada Semenanjung (Sunaryo et al. 1988). Rifting membentuk serangkaian graben di utara-timurlaut dan berorientasi setengah-graben (Cloke et al. 1997; Moss & Chambers 1999) yang mengandung endapan teresterial di bagian terdalam, dan lulus melalui marjinal laut ke endapan laut. The depocentres Barat umumnya menjadi laut kemudian lebih jauh ke timur. Akhir Eosen sebagian besar cekungan Kutai didominasi oleh laut tenang endapan lempung dengan kawanan foraminifera dan karbonat lainnya membangun di puncak-puncak dangkal laut pada blok sesar. Fase ekstensional berhenti pada akhir Eosen dan ada subsidence regional dengan deposisi luas basinal serpih selama Oligosen, sedangkan endapan karbonat lokal menerus hingga lke wilayah tinggian basement dan dekat dengan cekungan margin. Ada ketidakselarasan penting dalam Oligosen, atas diartikan sebagai akibat pengangkatan di Kalimantan Tengah pada sekitar 25 Ma (Moss & Chambers 1999) dan kemungkinan fase ekstensional diperbaharui di lembah (Cloke et al. 1997, 1999a, c). Di awal Miosen jumlah besar sedimen klastik yang ditumpahkan ke dalam Kutai Basin karena erosi dari dataran tinggi Borneo ke barat dan kemudian dan oleh inversi bagian yang lebih tua dari margin basin untuk utara dan barat (van de Weerd & Armin 1992; Chambers & Daley 1997; Ferguson & McClay 1997; Moss et al. 1998). Inversi bermigrasi dari barat ke timur selama awal dan Miosen Tengah (Ferguson & McClay 1997;. Moss et al 1997; McClay et al. 2000). Di Akhir Miosen ada lagi fase inversi, ke arah barat progradation dari delta Mahakam dan anticlines dekat dengan pantai ini, menghapus sampai 3000 m dari bagian. Di bawah mulut ini delta adalah pusat dari depocentre Mahakam m ada ketebalan sedimen diperkipaparanan lebih dari 14 km (Moss & Chambers 1999).Bagian Timur: Sulawesi BaratBagian Timur dari utara Cekungan Makassar adalah wilayah Lariang dan Karama Sulawesi Barat di mana ada dua ketidakselarasan utama: satu antara batuan dasar dan paparan sedimen Eosen , dan satu yang lebih muda antara paparan sedimen Pliosen bawah dan Plio-Pleistosen syn-orogenic sedimen (Sukamto 1973; Hadiwijoyo et al 1993;. Ratman & Atmawinata 1993; Calvert 2000a, b; Calvert & Hall 2003, 2007). Basement Mesozoikum terdiri dari batuan metamorf yang selaras ditindih oleh deformasi bagian Atas Cretaceous serpih dan batuan vulkanik. minimal ketebalan 1000 m dan dianggap lateral setara dengan bawah permuykaan di bagian lain dari Sulawesi Barat, dan diinterpretasikan menjadi endapan dari Muka busur cekungan yang terletak di sebelah barat dari subduksi(van Leeuwen 1981; Hasan 1991), atau margin pasif (Hall 2009). Sedimen non-laut yang terletak di dasar yaitu Bagian Kenozoikum bisa setua Paleocene, tapi yang paling tua sedimen laut merekam transgresi di Eosen Tengah yang inisiasi rifting di wilayah tersebut. Sedimen Eosen diendapkan di graben dan half graben di kedua laut marjinal dan lingkungan laut. Pasca-rift fase penurunan telah dimulai oleh Akhir Eosen. Dalam karbonat Eosen Akhir dan paparan mudstones dikembangkan di kedua pinggiran Selat Makassar dan, pada akhir Oligosen, sebagian Sulawesi Barat adalah daerah paparan karbonat dan endapan batulempung. Pada paling bawah Miosen belum ditemukan, tapi ada sedikit bukti di bagian barat Sulawesi baik itu ketidakselarasan regional yang signifikan, atau sumber material sedimen orogenic. Sebaliknya, seluruh Miosen Awal dan di tempat-tempat sampai Tengah atau Miosen Akhir, karbonat dan mudstones diendapkan pada laut dangkal marjin. Lebih jauh ke selatan, di selatan tidak ada bukti untuk pasokan yang signifikan dalam endapan laut.Hanya selama Pliosen kapaparanter sedimentasi di seluruh Sulawesi barat, tengah dan timur berubah secara signifikan. Uplift dan erosi diikuti oleh pengendapan klastik kasar berasal dari orogenic bagian Timur. Untuk sebelah barat orogenic ada syn-orogenic sedimentasi, inversi dan lipatan di atas Paleogen half graben, dan pengembangan ketidakslelarasan intra-cekungan dan mini-cekungan, yang telah disebarkan pada barat selat Makassar . Di Akhir Pliosen daerah Lariang dan Karama Sulawesi Barat berubah dari margin pasif untuk sebuah setting cekungan dan tingkat sedimentasi dua kali lipat.

Gambar 3. Penampang melintang pada selat makassar yang membandingkan antara keadaan sekarang dengan akhir paleogene, dimodivikasi oleh chalvert & Hall (2007)Lebar Dari Celah Retakan Interpretasi berdasarkan investigasi darat memiliki kepaparan samudera di bagian tengah dari utara selat Makassar. Penampang kepaparan skala (Gambar. 3) ditafsirkan dari pengamatan lapangan dan data seismik, pertama dengan Cloke (1997) untuk Kutai Basin di Kalimantan timur dan, kemudian, oleh Calvert (2000b) untuk Lariang dan Karama cekungan Sulawesi Barat, menunjukkan bahwa selat Makassar Eosen sangat asimetris dan rift yang sangat luas. Zona fase ekstensional Margin Barat (Kalimantan) sampai dengan lebar 400 km, dan dari margin timur (Sulawesi) lebar sekitar 200 km , dan dua margin direkonstruksi dipisahkan oleh zona dalam perperairanan lebar sekitar 200 km . Biasanya lebar zona diperpanjang kepaparan benua 50-150 km (Louden & Chian 1999), meskipun dapat memiliki ukuran 400-500 km (misalnya Orphan Basin, Tertarik et al. 1987; Teluk utara Thailand, Chandraprasert 2000). Moss & Chambers (1999) menyarankan lebar besar zona rift basin mungkin mencerminkan litosfer yang hangat dan lemah, mungkin karena tabpaparanan Cretaceous di wilayah tersebut. Tapi lebar bidang extension di Kalimantan dan Sulawesi, ditambah lebar tambahan bagian terdalam perperairanan selat, memperkuat saran dari Cloke (1997) dan Cloke et al. (1999b) bahwa utara Selat Makassar yang didasari oleh kepaparan samudera.Gravitasi dan back strippingGravitasi free-perairan (Gbr. 4) menunjukkan ada gravitasi rendah yang luasbagian bawah Basin Utara Makassar. memanjang timur laut dari Paternoster platform palung sempit yang menghubungkan Utara dan Selatan cekungan Makassar, tidak teratur antara delta Mahakam dan Semenanjung Mangkalihat. Ada gravitasi tinggi besar di bawah depocenter delta Mahakam . Cloke et al. (1999b) ditafsirkan data gravitasi untuk menunjukkan bahwa kepaparan samudera di bawah selat. didukung dengan penyelidikan menggunakan pemodelan gravitasi dan lentur kembali mengupas dengan model kepaparan ditafsirkan dari bagian seismik dari Kutai Basin.

Gambar 4 Peta grafiti pada cekungan selat makassar berdasarkan Smith & Sandwell (1997) Mereka berpendapat bahwa gravitasi bebas udara yang tinggi di bawah Mahakam delta diproduksi penipisan cepat kepaparan dari 30 km di bawah Basin Kutai di darat 14 km di utara pusat Selat Makassar, seperti yang juga disarankan oleh Guntoro (1999). Mereka kemudian menerapkan metode Watts (1988) untuk menentukan kontribusi terhadap gravitasi dengan menghitung anomali dari rifting (kepaparan dan mantel atas) dan sedimen beban (Gambar. 5A) yang mereka menyarankan mengindikasikan mendasari kepaparan dengan ketebalan elastis (Te) dari 20 km. ketebalan elastis mirip dengan kepaparan samudera dengan usia 48 Ma. Perbandingan anomali dihitung dengan model anomali untuk ketebalan elastis yang berbeda sesuai dengan kepaparan samudera dari berbagai usia yang menipis kepaparan benua dengan Te khas perpecahan (Gambar. 5B), menunjukkan bahwa besar atau lebih kecil nilai-nilai Te diproduksi anomali yang kurang baik dengan anomali yang diamati. Dari Cloke et al. (1999b) menyimpulkan bahwa Selat Makassar didasari oleh kepaparan samudera dengan pusat penyebaran terletak di sebelah timur.Lepas Pantai Utara dari Selat MakassarSampai saat ini hanya ada jalur seismik yang melintasi bagian dari Selat Makassar (Wissmann 1984; Bergman et al. 1996; Samuel et al. 1996) dan ini terutama kualitas yang buruk dan menunjukkan sedikit yang membantu untuk menafsirkan sifat dari bawah permukaan. Mereka menunjukkan sedimen yang tebal, pada bagian tengah undeformed dari selat, dan lipaan dan konvergen dari barat dan timur sisi. Namun, dalam beberapa tahun tepaparanhir lebih dari 10 000 km dari data baru telah diperoleh atau diolah kembali oleh TGS-NOPEC Geofisika Perusahaan selama survei seismik yang meliputi sebagian besar dari Utara selat Makassar (Gbr. 2). Data ini telah ditafsirkan dengan cara yang berbeda dan digunakan untuk menunjukkan kemungkinan struktur vulkanik (Baillie et al. 2000), bawah permukaan dari samudera (Fraser et al 2003.) Atau kepaparan benua (Nur'aini et al 2005.; Puspita et al. 2005).Batimetri dan MorfologiLingkungan batimetri di Utara Selat Makassar mencerminkan beberapa fitur yang jelas dari struktur yang lebih dalam. Dasar laut di Utara selat Makassar datar dan undeformed (Gbr. 6). Di utara kedalaman perairan hampir 2.500 m dan sekitarnya 200 m kurang di selatan. Kedalaman penurunan menuju karbonat didominasi Paternoster platform di selatan dan Mangkalihat Peninsula di utara. Untuk barat, dasar laut naik secara bertahap sangat dangkal pada paparan Kalimantan Timur, melintasi depan delta Mahakam. Di timur, dangkal dasar laut menuju barat Sulawesi, tiba tiba agak lebih dari di sisi barat, yang mencerminkan lipatan dan zona deformasi yang kini digambarkan sebagai lepas pantai Barat lipatan Sulawesi.

Gambar 5. Hasil dari model flexural dan back stripping, dimodifikasi dari Cloke et al (1999b). A Profil memperlihatkan perhitungan (a) ketebalan kerak dan (b) gangguan ketebalan sedimen sebagai pasokan (c) total gangguan dibandingkan terhadap (d) observasi anomali grafiti bouger yang didasari oleh ketebalan material klastik (T) 20km. B membandingkan observasi antara anomali bouger dengan perhitungan anomali yang diharapkan untuk perbedaan nilai dari T : tipe nilai dari pemekaran cekungan (T = 5 dan 10km) dan kerak samudr tua ( T=50km). Nilai terbaik ialah untuk T=20km, dimana hampir mendekati dengan yang diharapkan untuk 48 Ma dari kerak samudera. Tebal garis yang menunjukkan penurunan tektonik atau penaikan (TSU) dan back stripped Moho didasari dari T=20km.

Dari selatan ke utara, zona deformasi ini dapat dibagi menjadi tiga provinsi (Gambar 6.): Southern Struktural (SSP), Struktural Tengah (CSP) dan Northern Struktural (NSP) berdasarkan kapaparanteristik dasar laut, di bawah permukaan deformasi, khususnya kapaparanter dan posisi deformasi depan. SSP adalah selatan dari 1 30 S dan c. 40- 80 km lebar. CSP sangat sempit, sekitar 30 km lebar dan berada pada antara lintang 050 S dan 1 30 S. NSP adalah utara lintang 050 S dan antara 50 km dan 100 km lebar. batas utara tidak terlihat. Di tepi Utara selat Makassar adalah sesar Palu Koro-yang bisa ditelusuri lepas pantai tetapi terlihat hanya pada garis seismik di batas dataset kami.

Gambar 6. Bentuk 3 dimensi dari batimetri utara selat makassar dan topografi dari produksi barat sulawesi digabungkan data bathimetri dari data seismik dengan bathimetri global dari Smith & Sandwell (1997) dan SRTM. Data topografi pantai sulawesi. Tebing yang berada di timur lepas pantai dari lipatan barat sulawesi. Khususnya, disebelah SSP, bagian artefact dari lingkungan yang digabungkan. Namun setiap langkah mengangkat hingga ke paparan sampai saat ini sangat pendek pergerakannya antara 1000m dari kontur batimetri dan pantai. CSP, Central Structural Province; NSP Northern Structural Province.Daerah timur dari zona deformasi adalah di ujung garis seismik tapi ada penurunan cepat dalam kedalaman perairan. Menggabungkan data batimetri dari seismik garis dan topografi dari Topografi Radar Shuttle Misi (SRTM) menunjukkan paparan tepi curam dengan paparan sempit. Pada pantai, ada dataran pantai sempit dan, sebelah timur dari pantai, batu pra-Pliosen, termasuk pra-Kenozoikum basement, telah dibawa ke permukaan oleh sesar naik (Calvert 2000a, b). Sekitar 100 km sebelah timur dari pantai, pegunungan yang sampai 3000 m.dengan Kedalaman hampir 2.500 m di Utara selat Makassar dipisahkan dari pegunungan 3000 m kurang dari 200 km paparan horizontal.

Gambar 7. A Peta permukaan dari ketidakselarasan basal oleh Puspita et al (2005), menampakkan depresi belah ketupat yang memotong selat pada NW-SE. Rupanya punggungan keterusan tren NNE-SSW dan NW-SE mempunyai interpretasi sebagai struktur vulkanik dan kemiringan blok sesar. B persamaan kontur permukaan dengan kontur yang kedua TWT

STRUKTURUrutan sedimen Kenozoikum di bagian tengah dari Utara selat Makassar tidak terdefromasi dan terpisah dari Lepas pantai Sulawesi Barat Lipatan Belt oleh perubahan keobliquean di mana ada lipatan, dan sesar naik \ dan muncul dan sesar naik kembali, yang kami jelaskan sebagai depan deformasi sejak ekspresi bervariasi dari satu tempat ke tempat lain (Gambar. 6 dan 7). NSP dan SSP yang membajis sedimen dengan kapaparanteristik yang berbeda dipisahkan oleh tinggian bawah permukaan CSP, secara bertahap sejalur ke arah timur dengan penutup sedimen tipis yang sedikit deformasi.Dalam NSP ada reflektor terus menerus dengan jelas, dan sesar naik serta lipatan tidak berkembang dengan baik. Data seismik menyarankan deformasi didistribusikan, kecil struktural unit, graben kecil terkait dengan shale diapirism, dan curam deformasi tajam. Semua fitur ini menunjukkan relatif homogen sedimen kaya akan lumpur. Dalam SSP, sesar naik dan lipatan yang sangat jelas, dan strata pertumbuhan antara sesar sungkup dapat dibedakan. Ada lereng keseluruhan lembut ke sedimen membaji dan tidak ada deformasi depan curam. yang kuat dan reflektor amplitudo lemah dalam suksesi deformasi menyarankan pasir interbedded dan lumpur. Kapaparanteristik NSP dan SSP yang sama dengan yang di daerah deformasi dari Palung Timor selatan Timor (Karig et al. 1987) di mana variasi bersama-strike dalam kapaparanter dan keobliquean internal sudut yang telah ditafsirkan sebagai akibat perbedaan antara lumpur didominasi dan sikuen pasir yang didominasi.Ketidakselarasan BasalDi bagian tengah selat, dan di bawah terdapat dua sedimen yang membaji , struktur yang lebih dalam dapat dipetakan. Namun,tracing seismik dan menafsirkan struktur menjadi lebih sulit dengan meningkatnya kedalaman, karena ketebalan sedimen diatasnya di daerah tidak terdeformasi (hingga 4 s TWT), dan ketebalan dan deformasi dari irisan sedimen NSP dan SSP (hingga 7 s TWT). Sebuah reflektor sangat menonjol pada jalur seismik paling khas terdalam yang dapat dipetakan di sebagian besar daerah di sini disebut ketidakselarasan basal (Gbr. 7). Di atasnya, strata yang datar dan sebagian besar sejajar dengan sub-paralel di bagian tengah selat. Berbeda dengan batimetri tersebut, ketidakselarasan basal berada di selatan, dekat dengan Paternoster Platform. sayatan naik secara bertahap menuju Semenanjung Mangkalihat di utara, dan turun ke timur, menuju Sulawesi Barat.Guntoro (1999) mengidentifikasi reflektor ini sebagai akustik atas basement. Baillie et al. (2000) diartikan sebagai puncak kepaparan samudera atau kepaparan benua. Namun, meskipun ini menyerupai bagian atas basement, di banyak tempat ada struktur yang diamati di bawahnya yang i ditafsirkan sebagai bentukan bentukan vulkanik, atau-rift terkait topografi dengan karbonat build-up. Puspita et al. (2005) menyarankan bahwa ini merupakan puncak sikuen syn-rift.Fitur yang paling mencolok yaitu muncul dari pemetaan ketidakselarasan basal dan contouring permukaan berarah NW-SE dan Timurlaut-Baratdaya fitur (Gbr. 7). Di ujung selatan daerah adalah bagian depresi berbentuk belah ketupat, lebar sekitar 100 km, utara dari Paternoster Platform. ini meluas dari selat undeformed ke bawah deformasi belt, dan tetap pada kedalaman yang sama di sebagian besar selat. Utara depresi ini adalah daerah yang tidak teratur dimana lebih tinggi dari yang lebar.NW-SE fitur timurlaut-SSW tidak berhubungan dengan sesar dalam sedimen di atasnya. Namun, di utara dan ujung selatan Cekungan Makassar Utara Mangkalihat yang Semenanjung dan Paternoster Platform. Hal Ini sering ditampilkan untuk dibatasi oleh sesar NW-SE. Kedua struktur tertinggi selama Kenozoikum dengan perairanan dangkal hampir terus menerus diisi endapan karbonat, sedangkan dari Eosen Tengah Cekungan Kutai mereda ke kedalaman besar. Hal ini menunjukkan beberapa kontrol struktur mendalam dengan patahan normal pada Eosen. Ada fitur linear pada trending permukaan berkontur luas timurlaut-SSW. Karena japaparan dari garis seismik itu tidak mungkin untuk mengatakan dengan pasti bahwa fitur ini terus menerus, tetapi mereka menampakan bentukan asimetris, luas struktur terus menerus yang telah ditafsirkan sebagai blok sesar (Puspita et al. 2005) dan mungkin fitur yang ditafsirkan sebagai pusat ekstrusif (Fraser et al. 2003).Pemetaan dibawah ketidakselarasan basalTerutama di ujung selatan dari depresi belah ketupat selatan , adalah mungkin untuk memetakan struktur bawah basal yang tidak selaras (Nur'aini et al. 2005). Pola sesar (Gbr. 8) ditandai dengan sesar perbatasan dan rift pendek yang sangat tersegmentasi dan bentuk en-eselon sesar sejajar dengan zona rifting. Di daerah dekat tepi Paternoster Platform, en-eselon sesar menunjukkan zona tumpang tindih . Perubahan polaritas sesar juga dapat dilihat di beberapa daerah. tumpang tindih sesar menyarankan struktur estafet sepanjang yang polaritas sesar dibalik. Pensesaran telah menghasilkan serangkaian rangkaian terputus NNW-SSE, struktural rendah, daerah ditafsirkan dipisahkan oleh daerah landai dan zona akomodasi lainnya. Seiring-strike, sesar yang terputus dan terkait dengan kecil half graben dan graben.Di selatan daerah peta pada bagian atas basement menunjukkan topografi yang tidak teratur diartikan sebagai akibat pensesaran, didukung dengan jelas adanya membaji syn-rift pada dinding menggantung sesar ekstensional. Lebih jauh ke utara struktur di tingkat bawah tanah kurang menggambarkan hal yang baik karena kehadiran sedimen atasnya tebal, struktural yang kompleks, sedimen membaji. Namun, dengan analogi daerah gambar yang lebih baik lebih jauh ke selatan, basement topografi dapat juga ditafsirkan dalam sesar ekstensional.Pengamatan ini telah ditafsirkan menunjukkan ekstensi oblique dari basement dengan yang sudah ada (Nur'aini et al. 2005). Rifting oblique dari urutan di mana ada yang sudah ada sesar basement mengarah ke kompleks pola di mana sesar baru biasanya tidak tegak lurus dengan arah ekstensi. Dibandingkan dengan analog model McClay & White (1995), sistem sesar dalam Utara Makassar Selat tampaknya paling mungkin untuk mewakili oblique rifting dengan arah ekstensi pokok E-W, pada sudut sekitar 60? sesar pra-ada (Gbr. 8). arah ini berbeda dengan arah ekstensi NW-SE yang diusulkan oleh Hamilton (1979).DISKUSI: PAPARAN BENUA ATAU PAPARAN SAMUDERA ?Sifat basement untuk bagian tengah dari Makassar Selat dapat diartikan hanya secara tidak langsung, karena sangat tebal sedimen penutupnya dan memiliki kedalaman yang besar ke basement berarti bahwa tidak ada sampel langsung. ketidakselarasan jauh di dalam selat kemungkinan besar atas urutan syn-rift dan tanda awal fase sag subsidence termal dominan yang terus selama Oligosen (Situmorang 1982a, b; Bergman et al. 1996; Guritno et al. 1996).Interpretasi kepaparan samudera disokong oleh besar lebar zona diperpanjang dan, khususnya, lebar 200 km bagian terdalam dari selat di mana kedalaman yang dekat dengan Kedalaman perairan 2,5 km dan ada beberapa kilometer hampir terganggu sedimen di atas basement. Backstripping dan pemodelan lentur menunjukkan bahwa paling cocok untuk profil gravitasi yang diamati dicapai jika basement adalah kepaparan samudera dari sekitar usia 50 Ma, yang sangat mirip dengan yang menunjukkan untuk Laut Sulawesi di utara. Sebaliknya, biasanya membentang kepaparan benua di perpecahan seperti yang mendalam akan memiliki ketebalan yang elastis jauh lebih kecil. Pada tingkat basement, Struktur NW-SE-trending ditafsirkan mengubah offset dari sumbu menyebarkan, dan struktur segitiga yang terlihat di bawah yang tidak selaras basal ditafsirkan sebagai bentukan vulkanik. Di profil, fitur ini dan lainnya pada jalur seismik menyerupai kapal selam gunung berapi, sill dan dyke pada gambar dalam survei 3D pada margin Atlantik timur laut (Davies et al. 2002).Interpretasi kepaparan benua disokong oleh pengamatan bahwa struktur rifting dapat dilihat di bawah basal yang tidak selaras. half graben dan graben yang jelas di tempat, dan pola patahan dipetakan tidak selaras basal mirip dengan yang diharapkan dari ekstensi oblique dari basement dengan yang sudah ada NW-SE (Nur'aini et al. 2005). NW-SE kelurusan segmen cekungan yang ditafsirkan zaman Kapur atau Paleosen struktur, yang pada tempat mungkin telah diaktifkan. Margin utara Paternoster Platform adalah jelas sesar yang curam besar dengan sekitar 2 km normal offset Eosen dan perpindahan besar tidak konsisten dengan sesar transformasi. Kecuali untuk Paternoster sesar, tidak ada NW-SE fitur melintasi selat dalam dataset kami menunjukkan tanda-tanda yang telah sesar aktif selama Kenozoikum, meskipun di darat, pemetaan di West Sulawesi (Calvert, 2000b) menunjukkan struktur dengan orientasi yang sama yang terus menuju zona deformasi lepas pantai yang mungkin tersegmentasi daerah selama awal Kenozoikum dan yang diaktifkan sebagai strike-slip sesar selama Pliosen ke deformasi terbaru . Struktur segitiga terlihat di bawah basal yang ketidakselarasan ditafsirkan sebagai karbonat build-up di blok sesar oblique.Selat Makassar dan margin yang asimetris dengan wilayah yang lebih luas dari diperpanjang kepaparan di sisi barat (Borneo) dibandingkan dengan sisi timur (Sulawesi), seperti yang jelas terlihat dalam dipulihkan bagian kepaparan dari Gambar 3. ini menyerupai profil melintasi Labrador Laut selatan, di mana asimetris pasif margin dipisahkan oleh zona sempit laut kepaparan (Louden & Chian 1999). Asimetri tersebut, namun, juga dapat mengakibatkan i geser yang sederhana, dan wilayah diperpanjang dengan dimensi yang serupa diketahui untuk didasari oleh menipisnya kepaparan benua (misalnya Wernicke & Burchfiel 1982; Ebinger et al. 1991). Besar lebar daerah diperpanjang mungkin mencerminkan pemanasan dan melemahnya litosfer selama akresi Mesozoic (Moss & Chambers 1999) atau subduksi jangka panjang di bawah Sundaland (Hall & Morley 2004;. Hyndman et al 2005).Pemodelan lentur membuat kasus yang baik untuk kepaparan samudera, dan kekuatan yang tinggi litosfer samudera pusat disandingkan terhadap lemah kepaparan benua konsisten dengan zona deformasi di sisi barat dan timur selat. Namun, ketebalan elastis kepaparan benua jauh lebih bervariasi dan kurang dapat diprediksi dari kepaparan samudera (Burov & Diament tahun 1995, 1996; Watts 2001), dan hasil model dari Te = 20 km baik dalam rentang nilai dari benua dan margin mereka (misalnya Bechtel et al 1990;. Watts & Burov 2003; Prez-Gussiny et al. 2008). Ketebalan elastis bervariasi dengan suhu, reologi dan struktur litosfer, dan Te tinggi bisa mencerminkan reologi kaya olivin atau lapisan kuat karena Kapur pertambahan ofiolit. Struktur vulkanik ditafsirkan dari data seismik 3D oleh Davies et al. (2002) sekitar 1 km di, sedangkan di Selat Makassar biasanya antara 4 km dan 10 km. Lebar dan tinggi mereka akan menjadi biasa bagi gunung berapi basaltik, yang diperkipaparanan akan membentuk jauh lebih rendah dan gradien kecil gunung berapi, sedangkan dimensi yang sangat mirip dengan blok sesar oblique dari yang lain perpecahan. Struktur ini ditampilkan sengaja uninterpreted di Angka 9, 10 dan 11, sehingga pembaca dapat membandingkan alternatif interpretasi untuk diri mereka sendiri.

Gambar 8. A Pola sesar dan interpretasi struktur dari peta bagian atas basement oleh Nuraini et al (2005); B Produk sesar dianalogikan model ekstensional oblique (a=60) oleh McClay & White (1995) c Interpretasi 3 dimensi dari struktur dan kenampakan dibawah kerak.Graben tak terbantahkan dan half graben terlihat di bagian selat mengindikasikan diperpanjang kepaparan benua, dan pemetaan Selat menunjukkan kemungkinan basement samudera di bawah selat timur dan tengah rendah. Ini adalah daerah di mana Cloke et al. (1999b) terletak penyebaran pusat seharusnya. Di sini bagian dari Selat Utara Makassar kami telah mampu mengidentifikasi banyak pusat ekstrusif dipetakan oleh Fraser et al. (2003) di daerah yang dicakup oleh dataset seismik kami. Selanjutnya, kita merasa sulit untuk melihat apa pengamatan terputus menyebar pusat dan mengubah ditunjukkan oleh Fraser et al. (2003). Di bagian utara dari Makassar Utara Basin di mana mereka menunjukkan NE-SW-tren penyebaran pusat diimbangi oleh NW-SE mengubah sesar di bagian tengah dalam dari selat, kita menafsirkan menjadi sesar NNW-SSE-tren (Nur'aini et al. 2005) membentuk graben setengah-graben (Gbr. 8). Lebih jauh ke selatan, pusat penyebaran mengubah sesar dari Fraser et al. (2003) yang di beberapa kilometer kedalaman di bawah membaji sedimen Offshore Barat Sulawesi Foldbelt di mana kita tidak dapat memetakan basement dengan yakin. Bentuk cekungan samudera ditafsirkan oleh Fraser et al. (2003) juga dipertanyakan. Dalam rekonstruksi Eosen Akhir mereka menafsirkan cekungan samudera simetris di ujung utara dari Utara Makassar Basin dengan penyebaran pusat di tengah, sedangkan 200 km lebih jauh ke selatan pusat penyebaran diimbangi dengan timur dan bawah pantai ini Sulawesi Barat. Itu bagian timur cekungan samudera simetris mereka menunjukkan samudera kepaparan berbaring di bawah 38-42,5 Ma paparan tepi. Oceanic litosfer berikut hubungan diprediksi usia pada daerah dalam (Parsons & Sclater 1977) dan, bahkan memungkinkan untuk perbedaan pada cekungan marjinal kecil (Wheeler & White 2002), kepaparan laut diperkipaparanan akan berada pada kedalaman lebih dari 3 km dalam beberapa juta tahun dari pembentukan. Palaeogeographical rekonstruksi Fraser et al. (2003) karena itu menyiratkan beberapa kilometer dari Eosen sedimen dan besar ke arah barat progradation dari Sulawesi Eosen paparan tepi berpindah dari mereka disimpulkan Eosen lantai cekungan kipas domain 'di atas bekas penyebaran pusat untuk pengaruh delta 'dan' bara dan sedimen delta darat Sulawesi SW '. Untuk alasan ini kita menganggap bahwa rekonstruksi Fraser et al. (2003) adalah mustahil. Namun demikian, disepanjang paparan benua di timur dan Selat pusat tidak sesuai dengan kehadiran beberapa paparan samudera di bawah Mahakam depocentre pada sisi barat selat mana pemodelan lentur Cloke et al. (1999b) KESIMPULANSelat Makassar yang dibentuk oleh rifting. Fase ekstensional dimulai pada Eosen Tengah dan membentuk graben setengah-graben atas yang merupakan ketidakselarasan penting dari kemungkinan usia Eosen Akhir. Ketidakselarasan yang menandai puncak urutan syn-rift. Struktur dapat dilihat di bawah ketidakselarasan yang bisa menjadi karbonat build-up di blok sesar oblique atau vulkanik bentukan. Subsidence Thermal terus selama Oligosen.

Gambar 9. Tanpa interpretasi seismik menunjukan contoh dari struktur basemen yang mempunyai interpretasi struktur vulkanik dan kemiringan blok sesar.

Gambar 10. Tanpa interpretasi seismik menunjukan contoh dari struktur basemen yang mempunyai interpretasi struktur vulkanik dan kemiringan blok sesar.

Gambar 11. Tanpa interpretasi seismik menunjukan contoh dari struktur basemen yang mempunyai interpretasi struktur vulkanik dan kemiringan blok sesar.Subsidence lentur karena proses pada sisi barat dan timur mungkin telah memperdalam selat, seperti inversi di Kalimantan Timur bermigrasi timur dan delta Mahakam prograded ke timur sejak kekuatan daerah laut tengah mungkin penting di lokalisasi deformasi karena seluruh Kalimantan-Sulawesi wilayah bergerak ke kompresi pada awal Pliosen. Dari titik prospektivitas hidrokarbon, perbedaan lebih penting. Jika ada syn-rift luas urut di seluruh atau sebagian selat ada berpotensi lebih banyak target eksplorasi yang menarik di perairan yang lebih dalam. Jika selat yang berlantai terutama oleh paparan samudera, Keberhasilan akan bergantung pada bahan organik yang dibawa ke dalam perairan dan didistribusikan melalui pasir (Saller et al. 2006). Hasil pengeboran dan pengamatan berdasarkan 3D dalam perairan survei seismik dapat memperkuat argumen di satu sisi atau yang lain.Para penulis mengucapkan terima kasih kepada konsorsium perusahaan minyak yang memiliki proyek yang didukung di Asia Tenggara selama bertahun-tahun. rekan-rekan di Indonesia di Pusat Survei Geologi, Bandung dan Lemigas, Jakarta mengucapkan terima kasih untuk bantuan kerja lapangan, seperti Peter Baillie, TGS NOPEC Geofisika Perusahaan, dan MIGAS, izin untuk menggunakan Data seismik. Program MSc dari Siti Nur'aini dan Sincia Dewi Puspita didukung oleh Chevening Beasiswa dari British Council dan ENI.

REFERENSIBaillie, P. Gilleran, P. Clark, W. Moss, S.J. Stein, A. Hermantoro, E. &Oemar, S. 2000. New insights into the geological development of thedeepwater Mahakam delta and Makassar Straits. In: Proceedings IndonesianPetroleum Association, 27th Annual Convention, 397402.Bechtel, T.D. Forsyth, D.W. Sharpton, V.L. & Grieve, R.A.F. 1990. Variationsin effective elastic thickness of the North American lithosphere.Nature, 343, 636638.Becker, J.J. & Sandwell, D.T. 2007. Global topography. Scripps Institution ofOceanography. World Wide Web Address: http://topex.ucsd.edu/WWW_html/srtm30_plus.html.Bergman, S.C. Coffield, D.Q. Talbot, J.P. & Garrard, R.J. 1996. Tertiarytectonic and magmatic evolution of Western Sulawesi and the MakassarStrait, Indonesia: Evidence for a Miocene continentcontinent collision. In:Hall, R. & Blundell, D.J. (eds) Tectonic Evolution of SE Asia. GeologicalSociety, London, Special Publications 106, 391430. Burollet, P.F. & Salle, C. 1981. Seismic reflection profiles in the MakassarStrait. In: Barber, A.J. & Wiryosujono, S. (eds) The Geology and Tectonics ofEastern Indonesia. Geological Research and Development Centre, Bandung,Indonesia, Special Publication, 2, 273276.Burov, E.B. & Diament, M. 1995. The effective elastic thickness (Te) ofcontinental lithosphere: What does it really mean? Journal of GeophysicalResearch, 100, 38953904.Burov, E.B. & Diament, M. 1996. Isostasy, equivalent elastic thickness, andinelastic rheology of continents and oceans. Geology, 25, 419422.Calvert, S.J. 2000a. The Cenozoic evolution of the Lariang and Karamabasins, Sulawesi. In: Proceedings Indonesian Petroleum Association, 27th AnnualConvention, 505511.Calvert, S.J. 2000b. The Cenozoic Geology of the Lariang and Karama regions, westernSulawesi, Indonesia. PhD thesis, University of London.Calvert, S.J. & Hall, R. 2003. The Cenozoic geology of the Lariang andKarama regions, Western Sulawesi: new insight into the evolution of theMakassar Straits region. In: Proceedings Indonesian Petroleum Association, 29thAnnual Convention, 501517.Calvert, S.J. & Hall, R. 2007. Cenozoic Evolution of the Lariang and Karamaregions, North Makassar Basin, western Sulawesi, Indonesia. PetroleumGeoscience, 13, 353368.Chambers, J.L.C. & Daley, T.E. 1997. A tectonic model for the onshoreKutai Basin, East Kalimantan. In: Fraser, A.J. Matthews, S.J. & Murphy,R.W. (eds) Petroleum Geology of Southeast Asia. Geological Society, London,Special Publications 126, 375393.Chantrapresert, S. 2000. Extensional faults and fault linkages, southern PattaniBasin, Gulf of Thailand. PhD thesis, University of London.Cloke, I.R. 1997. Structural controls on the basin evolution of the Kutei Basin andMakassar Straits, Indonesia. PhD thesis, University of London.Cloke, I.R. Moss, S.J. & Craig, J. 1997. The influence of basement reactivationon the extensional and inversional history of the Kutai Basin, EastKalimantan, SE Asia. Journal of the Geological Society, London, 154, 157161.Cloke, I.R. Craig, J. & Blundell, D.J. 1999a. Structural controls on thehydrocarbon and mineral deposits within the Kutai Basin, EastKalimantan. In: McCaffrey, K.J.W. Lonergan, L. & Wilkinson, J.J. (eds)Fractures, Fluid Flow and Mineralization. Geological Society, London, SpecialPublications 155, 213232.Cloke, I.R. Milsom, J. & Blundell, D.J.B. 1999b. Implications of gravity datafrom east Kalimantan and the Makassar Straits: a solution to the origin ofthe Makassar Straits? Journal of Asian Earth Sciences, 17, 6178.Cloke, I.R. Moss, S.J. & Craig, J. 1999c. Structural controls on the evolutionof the Kutai Basin, East Kalimantan. Journal of Asian Earth Sciences, 17,137156.Coffield, D.Q. Bergman, S.C. Garrard, R.A. Guritno, N. Robinson, N.M. &Talbot, J. 1993. Tectonic and stratigraphic evolution of the Kalosi PSC areaand associated development of a Tertiary petroleum system, SouthSulawesi, Indonesia. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 22nd AnnualConvention, 679706.Davies, R.J. Bell, B.R. Cartwright, J. & Shoulders, S. 2002. Three-dimensionalseismic imaging of Paleogene dike-fed submarine volcanoes from thenortheast Atlantic margin. Geology, 30, 223226.Ebinger, C.J. Karner, G.D. & Weissel, J.K. 1991. Mechanical strength ofextended continental lithosphere: Constraints from the Western RiftSystem, East Africa. Tectonics, 10, 12391256.Ferguson, A. & McClay, K. 1997. Structural modelling within the SangaSanga PSC, Kutei Basin, Kalimantan: its implication to paleochannelorientation studies and timing of hydrocarbon entrapment. In: Howes,J.V.C. & Noble, R.A. (eds) Proceedings of the International Conference onPetroleum Systems of SE Asia and Australia. Indonesian Petroleum Association,727743.Fraser, T.H. & Ichram, L.A. 2000. Significance of the Celebes Sea spreadingcentre to the Paleogene petroleum systems of the SE Sunda margin,Central Indonesia. In: Proceedings Indonesian Petroleum Association, 27th AnnualConvention, 431441.Fraser, T.H. Jackson, B.A. Barber, P.M. Baillie, P. & Myers, K. 2003. TheWest Sulawesi Fold Belt and other new plays within the North MakassarStraits a prospectivity review. In: Proceedings Indonesian Petroleum Association,29th Annual Convention, 431450.GEBCO 2003. IHO-UNESCO, General Bathymetric Chart of the Oceans, DigitalEdition 2003. World Wide Web Address: www.ngdc.noaa.gov/mgg/gebco.Guntoro, A. 1999. The formation of the Makassar Strait and the separationbetween SE Kalimantan and SW Sulawesi. Journal of Asian Earth Sciences, 17,7998.Guritno, N. Coffield, D.Q. & Cook, R.A. 1996. Structural development ofcentral South Sulawesi, Indonesia. In: Proceedings Indonesian PetroleumAssociation, 25th Annual Convention, 253266.Hadiwijoyo, S. Sukarna, D. & Sutisna, K. 1993. Geology of the PasangkayuQuadrangle, Sulawesi. 1:250,000. Geological Research and DevelopmentCentre, Bandung, Indonesia.Hall, R. 1996. Reconstructing Cenozoic SE Asia. In: Hall, R. & Blundell, D.J.(eds) Tectonic Evolution of SE Asia. Geological Society, London, SpecialPublications 106, 153184.Hall, R. 2009. Hydrocarbon basins in SE Asia: understanding why they arethere. Petroleum Geoscience, 15, 131146.Hall, R. & Morley, C.K. 2004. Sundaland Basins. In: Clift, P. Wang, P. Kuhnt,W. & Hayes, D.E. (eds) ContinentOcean Interactions within the East AsianMarginal Seas. Geophysical Monograph, 149, American Geophysical Union,Washington, D.C., 5585.Hall, R. van Hattum, M.W.A. & Spakman, W. 2008. Impact of IndiaAsiacollision on SE Asia: the record in Borneo. Tectonophysics, 451, 366369.Hamilton, W. 1979. Tectonics of the Indonesian region. US Geological SurveyProfessional Paper, 1078.Hasan, K. 1991. Upper Cretaceous flysch succession of the BalangbaruFormation, Southwest Sulawesi. In: Proceedings Indonesian PetroleumAssociation, 20th Annual Convention, 183208.Hutchison, C.S. 1989. Geological Evolution of South-East Asia. OxfordMonographs on Geology and Geophysics, Clarendon Press, Oxford.Huxley, T.H. 1868. On the classification and distribution of the Alectoromorphaeand Heteromorphae. Proceedings of the Zoological Society, London,1868, 269319.Hyndman, R.D. Currie, C.A. & Mazzotti, S. 2005. Subduction zone backarcs,mobile belts, and orogenic heat. GSA Today, 15, 49.Johansen, K.B. Maingarm, S. & Pichard, A. 2007. Hydrocarbon potential ofthe South Makassar Basin. In: SEAPEX 2007. South East Asia PetroleumExploration Society, Singapore. Published on CD.Karig, D.E. Barber, A.J. Charlton, T.R. Klemperer, S. & Hussong, D.M.1987. Nature and distribution of deformation across the BandaArcAustralian collision zone at Timor. Geological Society of America Bulletin,98, 1832.Katili, J.A. 1978. Past and present geotectonic position of Sulawesi,Indonesia. Tectonophysics, 45, 289322.Keen, C.E. Stockmal, G.S. Welsink, H. Qinlan, G. & Mudfod, B. 1987. Deepcrustal structure and evolution of the rifted margin northeast of Newfoundland:results from Lithoprobe East. Canadian Journal of Earth Science,24, 15371550.Louden, K.E. & Chian, D. 1999. The deep structure of non-volcanic riftedcontinental margins. Philosophical Transactions of the Royal Society of London,357A, 767804.Malecek, S.J. Reaves, C.M. & Atmadja, W.S. 1993. Seismic stratigraphy ofMiocene and Pliocene age outer shelf and slope sedimentation in theMakassar PSC, Offshore Kutei Basin. In: Proceedings Indonesian PetroleumAssociation, 22nd Annual Convention, 345371.Mayr, E. 1944. Wallaces Line in the light of recent zoogeographic studies. TheQuarterly Review of Biology, 19, 114.McClay, K.R. & White, M. 1995. Analogue modelling of orthogonal andoblique rifting. Marine and Petroleum Geology, 12, 137151.McClay, K. Dooley, T. Ferguson, A. & Poblet, J. 2000. Tectonic evolution ofthe Sanga Sanga Block, Mahakam Delta, Kalimantan, Indonesia. AmericanAssociation of Petroleum Geologists Bulletin, 84, 765786.Moss, S.J. & Chambers, J.L.C. 1999. Tertiary facies architecture in theKutai Basin, Kalimantan, Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences, 17,157181.Moss, S.J. Chambers, J. Cloke, I. Carter, A. Satria, D. Ali, J.R. & Baker, S.1997. New observations on the sedimentary and tectonic evolution of theTertiary Kutai Basin, East Kalimantan. In: Fraser, A.J. Matthews, S.J. &Murphy, R.W. (eds) Petroleum Geology of Southeast Asia. Geological Society,London, Special Publications 126, 395416.Moss, S.J. Carter, A. Baker, S. & Hurford, A.J. 1998. A Late Oligocenetectono-volcanic event in East Kalimantan and the implications fortectonics and sedimentation in Borneo. Journal of the Geological Society,London, 155, 177192.NurAini, S. Hall, R. & Elders, C.F. 2005. Basement architecture andsedimentary fills of the North Makassar Straits basin. In: ProceedingsIndonesian Petroleum Association, 30th Annual Convention, 483497.Parkinson, C. 1998. Emplacement of the East Sulawesi Ophiolite: evidencefrom subophiolite metamorphic rocks. Journal of Asian Earth Sciences, 16,1328.Parsons, B. & Sclater, J.G. 1977. An analysis of the variation of ocean floorbathymetry and heat flow with age. Journal of Geophysical Research, 82,803827.Prez-Gussiny, M. Lowry, A.R. Morgan, J.P. & Tassara, A. 2008. Effectiveto subduction geometry. Geochemistry Geophysics Geosystems, 9, Q02003,DOI:10.1029/2007GC001786.Pieters, P.E. Trail, D.S. & Supriatna, S. 1987. Correlation of Early Tertiaryrocks across Kalimantan. In: Proceedings Indonesian Petroleum Association, 16thAnnual Convention, 291306.Pieters, P.E. Abidin, H.Z. & Sudana, D. 1993. Geology of the Long Pahangai sheet,Kalimantan. 1:250,000. Geological Research and Development Centre,Bandung, Indonesia.Puspita, S.D. Hall, R. & Elders, C.F. 2005. Structural styles of the offshoreWest Sulawesi fold belt, North Makassar Straits, Indonesia. In: ProceedingsIndonesian Petroleum Association, 30th Annual Convention, 519542.Ratman, N. & Atmawinata, S. 1993. Geology of the Mamuju Quadrangle, Sulawesi.1:250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung,Indonesia.Rose, R. & Hartono, P. 1978. Geological evolution of the Tertiary KuteiMelawi Basin, Kalimantan, Indonesia. In: Proceedings Indonesian PetroleumAssociation, 7th Annual Convention, 225252.Saller, A. Lin, R. & Dunham, J. 2006. Leaves in turbidite sands: The mainsource of oil and gas in the deep-water Kutei Basin, Indonesia. AmericanAssociation of Petroleum Geologists Bulletin, 90, 15851608.Samuel, L. Purwoki, Purnomo, J. Bertagne, A.J. & Smith, N.G. 1996. Resultsfrom interpretation of regional transects in central Indonesia. The LeadingEdge, April, 261266.Siebert, L. & Simkin, T. 2002. Volcanoes of the World: an Illustrated Catalog ofHolocene Volcanoes and their Eruptions. Smithsonian Institution, GlobalVolcanism Program Digital Information Series, GVP-3. World Wide WebAddress: http://www.volcano.si.edu/world/.Situmorang, B. 1982a. The formation and evolution of the Makassar Basin, Indonesia.PhD thesis, University of London.Situmorang, B. 1982b. Formation, evolution, and hydrocarbon prospects ofthe Makassar Basin, Indonesia. In: Watson, S.T. (ed.) Transactions of the3rd Circum Pacific Energy and Mineral Resources Conference, Honolulu,Hawaii, 227232.Smith, W.H.F. & Sandwell, D.T. 1997. Global seafloor topography fromsatellite altimetry and ship depth soundings. Science, 277, 19561962.Sukamto, R. 1973. Reconnaissance geologic map of Palu Area, Sulawesi, scale1:250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung,Indonesia.Sunaryo, R. Martodjojo, S. & Wahab, A. 1988. Detailed geological evaluationof the hydrocarbon prospects in the Bungalun Area, East Kalimantan.In: Proceedings Indonesian Petroleum Association, 17th Annual Convention,423446.van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia. Government PrintingOffice, Nijhoff, The Hague.van de Weerd, A. & Armin, R.A. 1992. Origin and evolution of the Tertiaryhydrocarbon bearing basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia. AmericanAssociation of Petroleum Geologists Bulletin, 76, 17781803.van Leeuwen, T.M. 1981. The geology of southwest Sulawesi with specialreference to the Biru area. In: Barber, A.J. & Wiryosujono, S. (eds) TheGeology and Tectonics of Eastern Indonesia. Geological Research andDevelopment Centre, Bandung, Indonesia, Special Publication, 2, 277304.Wain, T. & Berod, B. 1989. The tectonic framework and paleogeographicevolution of the Upper Kutei Basin. In: Proceedings Indonesian PetroleumAssociation, 18th Annual Convention, 5578.Wallace, A.R. 1860. On the zoological geography of the Malay Archipelago.Journal of the Linnean Society, London, 4, 172184.Wallace, A.R. 1869. The Malay Archipelago. Periplus, Hong Kong.Watts, A.B. 1988. Gravity anomalies, crustal structure and flexure of thelithosphere at the Baltimore Canyon Trough. Earth and Planetary ScienceLetters, 89, 221238.Watts, A.B. 2001. Isostasy and Flexure of the Lithosphere. Cambridge UniversityPress, Cambridge.Watts, A.B. & Burov, E.B. 2003. Lithospheric strength and its relationship tothe elastic and seismogenic layer thickness. Earth and Planetary Science Letters,213, 113131.Wernicke, B. & Burchfiel, B. 1982. Modes of extensional tectonics. Journal ofStructural Geology, 4, 105115.Wheeler, P. & White, N. 2002. Measuring dynamic topography: An analysisof Southeast Asia. Tectonics, 21, DOI: 10.1029/2001TC900023.Wissmann, G. 1984. Makassar StraitsCelebes Sea survey data compilation andinterpretation of cruises Valdivia, 16/1977 and Sonne 16/1981. Bundesanstalt furGeowissenschaften und Rohstoffe, Hannover, BGR Technical Report MF0274 4.