Bagian Utama
-
Upload
ngakak-bin-cakep -
Category
Documents
-
view
345 -
download
10
Transcript of Bagian Utama
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Hutan-
hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut data, potensi dan luas
hutan rakyat yang dihimpun dari berbagai dinas yang menangani Kehutanan di Kabupaten seluruh
Indonesia diperkirakan mencapai 39.416.557 m3 dengan luas 1.568.415,63 ha1. Sedangkan
menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan di Indonesia menghasilkan lebih dari 14 miliar ton
biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia, dan setara dengan sekitar 20
persen biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini, secara kasar menyimpan
sekitar 3,5 miliar ton karbon. Banyaknya pepohonan juga diharapkan mampu melindungi tanah
dan kawasan disekitarnya seperti bila terjadi hujan deras, kawasan disekitarnya dapat terlidungi.
Selain itu, banyaknya pohon berfungsi sebagai paru-paru dunia karena dapat menghasilkan gas
oksigen yang berguna bagi kehidupan manusia.
Namun, kondisi ideal tersebut, ternyata berbeda pada tataran realita. seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk kurang lebih berjumlah 240 juta jiwa, saat ini Indonesia justru
bisa dikatakan memiliki masalah hutan yang sangat mengkhawatirkan. Sebab, mengingat
penebangan hutan saat ini sudah menjadi rahasia umum dan masih berlangsung secara ekstensif
di Indonesia. Sementara itu, proses reboisasi/penghijauan (pepohonan yang ditanami kembali)
masih sedikit atau sangat terbatas. Kondisi lahan hutan dan pepohonan yang sudah
mengkhawatirkan ini tentu akan berdampak negatif bagi kelangsungan kehidupan dan kelestarian
lingkungan. Beragam masalah hutan muncul diantaranya: pembalakan liar yang mengakibatkan
terjadinya penurunan luas dan kualitas tanah, menurunnya cadangan & kualitas air, polusi udara,
sampah dan berbagai penyakit.
1 Dikutip dari http://www.dephut.go.id/search.php?domains=dephut.go.id Pada tanggal 30 Agustus 2010 1
Dampak dari kerusakan hutan akibat pencurian dan illegal logging yang menyebabkan
perubahan tutupan lahan hutan, justru akan lebih banyak menghasilkan karbon daripada
menyimpannya sehingga dampaknya akan memberikan andil terhadap pemanasan global (global
warming)2. Efek dari pemanasan global salah satunya adalah suhu global yang cenderung
meningkat dan cuaca yang tidak menentu pada bulan April-Oktober. Biasanya cuaca yang terjadi
adalah musim kemarau, dan pada bulan Oktober-April adalah musim penghujan. Namun pada
kenyataan saat ini yang terjadi adalah pada saat musim kemarau, justru terjadi hujan, dan pada
saat musim penghujan malah tidak terjadi hujan. Hal ini merupakan dampak cuaca yang sangat
terasa sangat aneh pada kita yang berada pada kondisi tropis seperti di Indonesia. Bahkan,
beberapa dampak nyata telah kita alami dan cermati yaitu terjadinya banjir dan kekeringan di
mana‐mana. Bahkan, menurut para ahli dalam kurun waktu dua puluh tahun ke depan panas
bumi cenderung kian meningkat (efek pemanasan global).
Untuk wilayah Yogyakarta sendiri yang merupakan lokus penelitian ini, suhu udara pada
siang hari meningkat, sudah semakin panas seperti membakar kulit. Hal ini terlihat sangat jelas
pada tingkat kenaikan suhu udara di Yogyakarta. Menurut catatan Stasiun Meteorologi Bandara
Adisucipto, suhu udara rata-rata di Yogyakarta tahun 2003 menunjukkan angka 26,340.C,dengan
suhu maksimum 34,600.C3. Pada tahun 2010, suhu udara di DIY mencapai 34,00.C4.
Peningkatan suhu yang sangat tinggi ini, yaitu sekitar 4,00.C menunjukkan bahwa selama 7
tahun terakhir ini terlihat adanya dampak pemanasan global. Hal ini disebabkan oleh menipisnya
jumlah pohon dan tumbuhan yang ada di Yogyakarta karena adanya penebangan pohon secara
liar, pembangunan perumahan, pembangunan gedung-gedung, pabrik dan proyek pemerintah
lainnya.
Berikut luas Hutan Negara Berdasarkan Fungsi Hutan Per Kabupaten di Provinsi
D.I.Yogyakarta5 (Tabel 1.1 Luas Hutan Negara Berdasarkan Fungsi Hutan Per Kabupaten di
Provinsi D.I.Yogyakarta):
2 Dikutip dari www. pdf.wri.org/indoforest_chap1_id.pdf. diunduh tanggal 9 Oktober 20103Dikutip dari http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20DIY%202005.pdfdiaksestanggal 29 Agustus 20104 Dikutip dari http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/07/104642/DIY-Diperkirakan-Alami-Kemarau-Terburuk- diakses tanggal 29 Agustus 2010 5 Dikutip dari http://dishutbun-diy.org/index.php? Pada tanggal 30 Agustus 2010 pukul 07.49 pm.
2
No Jenis Kawasan
Luas (Ha)
KeteranganJumlah
Lokasi
Gunungkidul Bantul Kulon Progo Sleman
1
Hutan Produksi
(a+b+c) : 13,411.7000 12,810.1000 - 601.6000 -
a. Hutan Produksi AB
1,773.0000 1,773.0000 - - -
SK Menhut No.
197 Th. 2000
b. HDTK (i + ii) :
700.3000 700.3000 - - -
('i) Wanagama
599.7000 599.7000 - - -
SK Menhut No.
757 Th. 1989
(ii) Ht. Penelitian
Playen
100.6000 100.6000 - - -
c. Hutan Produksi
10,938.4000 10,336.8000 - - -
2 Hutan Lindung 2,312.8000 1,016.7000 1,041.2000 254.9000 -
SK Menhut No.
171 Th 2000
3
Hutan Konservasi
(a+b+c+d+e) : 2,990.5640 1,068.7000 11.4000 181.0000 1,729.4640
a. Taman Nasional
1,728.3800 - - - 1,728.3800
SK Menhut No.
134 Th. 2004
b. Taman Hutan Raya
634.1000 634.1000 - - -
SK Menhut No.
353 Th. 2004
c. Suaka Marga Satwa
615.6000 434.6000 - 181.0000 -
('i) Paliyan
434.6000 434.6000 - - -
(ii) Sermo, Kulon Progo
181.0000 - - 181.0000 -
d. Cagar Alam 11.4375 - 11.4000 - 0.0375
e. Taman Wisata Alam 1.0465 - - - 1.0465
Total Luas (1+2+3) 18,715.0640 14,895.5000 1,052.6000 1,037.5000 1,729.4640
3
Tabel 1 Luas Hutan Negara Berdasarkan Fungsi Hutan Per Kabupaten di Provinsi
D.I.Yogyakarta
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Melihat data luas hutan, ternyata hal ini justru berbanding lurus dengan kerusakan hutan
akibat pencurian yang marak terjadi di wilayah provinsi D.I.Yogyakarta. Berikut tabel kerugian
akibat kerusakan hutan dari dinas kehutanan dan perkebunan propinsi D.I.Yogyakarta pada tahun
20052
No BDH KEBAKARAN PENCURIANBENCANA
ALAMHAMA
PENYAKIT JUMLAH (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)1 2 3 4 5 6 7
1 Panggang - 4,173,000 - - 4,173,000
2 Paliyan - 45,030,000 295000 - 45,32
5,000
3 Playen - 3,300,000 173520 - 3,47
3,520
4 Karang Mojo - 6,545,000 387000 - 6,93
2,000
5 Kulon Progo - 2,584,000 - - 2,58
4,000
6 Yogyakarta - 3,819,000 - - 3,81
9,000 Tabel 2 Kerugian Akibat Kerusakan Hutan Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Propinsi
D.I.Yogyakarta Tahun 2005
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Melihat dari kondisi hutan di DI Yogyakarta, Lembaga Ecolabel Indonesia (LEI) dan
Forest Stewardship Council (FSC) sebagai LSM yang memiliki concern pada lingkungan
berupaya mengeluarkan program sertifikasi pohon. Program Sertifikasi pohon ini dilakukan
dengan maksud dan tujuan agar melindungi hutan dari penebangan dan eksploitasi secara
berlebihan. Program ini juga salah satu cara untuk mengurangi dampak dari pemanasan global.
4
Salah satu wilayah yang dilaksanakan program sertifikasi pohon adalah daerah kecamatan
Samigaluh, kabupaten Kulon Progo. Banyaknya pepohonan yang berada di Samigaluh,
menyebabkan banyak masyarakat yang memiliki pohon-pohon melakukan penebangan secara
liar dan tanpa ijin pada pemerintah setempat.
Gambar 1 Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I.Yogyakarta
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Penerapan kebijakan sertifikasi pohon ini sudah dilaksanakan di kecamatan Samigaluh,
Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DI.Yogyakarta. Alasan mengapa daerah ini pula menjadi
daerah penelitian ini adalah daerah tersebut merupakan daerah pegunungan yang masih hijau
kurang lebih 120 hektar berupa hutan dan berbatasan langsung dengan kabupaten Magelang,
Jawa Tengah. Daerah ini merupakan masih minim air, karena di waktu musim kemarau susah
untuk mendapatkannya sehingga dikhawatirkan bila terjadi pembalakan liar terus menerus, maka
dapat mengancam ekosistem lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitarnya.
Diharapkan dengan adanya sertifikasi pohon ini diharapkan mampu menghentikan
kemungkinan hal tersebut terjadi. Sebab sesuai dengan tujuan kebijakan sertifikasi pohon
tersebut selain untuk mencegah adanya illegal logging juga untuk melindungi pohon-pohon
5
tersebut dari kepunahan. Hal ini sesuai dengan maksud dari program sertifikasi pohon agar
pohon yang tumbuh di sekitar kecamatan tersebut dapat diberi sertifikat sebagai standard pohon
yang baik. Apabila pohon tersebut milik perseorangan yang nantinya akan dijual pohon tersebut
sudah mempunyai standar kualitas yang sesuai dengan standar nasional kualitas pohon.
Namun, beberapa warga Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, pada
wawancara tanggal 30 Juli 2009 mengatakan bahwa adanya program sertifikasi pohon ini,
ternyata masyarakat masih sulit untuk ikut menerapkan program tersebut. Ditambah pula setiap
hari masih saja terjadi penebangan pohon secara liar (illegal loging) di daerah ini walaupun
terdapat sertifikat pohon. Kajian mengenai isu lingkungan semacam program sertifikasi pohon
ini tentu sangat menarik untuk diperdalam. Sebab bila keadaan hutan yang mengkhawatirkan
seperti sekarang ini terus dibiarkan dan tanpa ada langkah antisipatif yang baik, maka dampak
buruk dari masalah hutan akan merusak ekosistem dan kehidupan manusia. Bila kondisi ini terus
dibiarkan, maka tentu hal ini jelas akan berpotensi meningkatkan dampak pemanasan global.
Rumusan Masalah
Bagaimana sikap masyarakat serta dampak apakah yang ditimbulkan dari Program
Sertifikasi Pohon di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo?
Tujuan penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu menganalisis terkait dengan kebijakan sertifikasi pohon
yang dilakukan pemerintah kabupaten Kulon progo dan stakeholders terkait. Penelitian ini juga
diharapkan mampu mengetahui seberapa besar dampak positif ataupun negatif dari program
sertifikasi pohon terhadap masyarakat, khususnya disekitar kawasan tersebut. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang positif bagi pemerintah Kabupaten Kulon
Progo usaha mengurangi dampak pemanasan global. Selain menambah khasanah ilmu
pengetahuan tentang lingkungan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu dan cara
kepada mahasiswa terkait dengan cara dan proses penelitian.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Publik
Kebijakan (policy) adalah solusi atas suatu masalah. Kebijakan seringkali tidak efektif
akibat tidak cermat dalam merumuskan masalah. Dengan kata lain, kebijakan sebagai obat
seringkali tidak manjur bahkan mematikan, akibat diagnosa masalah atau penyakitnya keliru
(Dunn, 2003).6
Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981) adalah apapun pilihan pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan (publik policy is whatever governments choose to do or not to
do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak di
lakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah
menghadapi suatu masalah publik.
David Easton mengemukakan ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu
pula pemerintah mengalokasikan nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan
mengandung seperangkat nilai di dalamnya (dikutip Dye 1981). Harrold Laswell dan Abraham
Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-
praktika social yang ada dalam masyarakat (dikutip Dye 1981).
Menurut Hughes (1994) studi kebijakan publik terdapat dua pendekatan, yakni:
1. Analisis kebijakan (policy analysis)
2. Kebijakan publik politik (political publik policy).
Subarsono (2009) kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan oleh beberapa
variabel sebagai berikut:
1. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan dicapai.
2. Prefrensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.
3. Sumberdaya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan
oleh sumberdaya finansial, material, dan infrastruktur lainnya.
4. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari suatu
kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang terlibat dalam proses
penempatan kebijakan.6 Dikutip dari http://pustaka.pu.go.id/new/artikel-detail.asp?id=284 pada 29 Agustus 2010
7
5. Lingkungan yang mencakup lingkungan social, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks social, ekonomi, politik
tempat kebijakan itu di implementasikan.
6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan untuk
mengiplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja dari suatu
kebijakan.
James Anderson (1979) menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut:
1. Formulasi masalah (problem formulation)
2. Formulasi kebijakan (formulation)
3. Penetapan kebijakan (adoption)
4. Implementasi (implementation)
5. Evaluasi (evaluation)
Atmosoeprapto (2002) menyatakan efektivitas adalah melakukan hal yang benar,
sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar, atau efektivitas adalah sejauh mana kita
mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara
cermat. Sedangkan Emerson dalam Handayaningrat (1994) mengatakan bahwa Efektivitas
adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan. Jadi apabila
tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektif.
Pembuatan suatu kebijakan dapat diukur terkait dengan ketercapaian dari tujuannya.
Dimana tujuannya dapat tercapai dengan baik maupun tidak dapat tercapai dengan baik. Dilain
pihak hasil-hasil dari kebijakan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
2.3 Sertifikat pohon/surat pohon
Menurut Bass (1999), dikutip dari Indufor (1997) dan ISO/IEC Guide, sertifikasi
(manajemen) hutan didefinisikan sebagai prosedur verifikasi yang ditetapkan dan dikenal yang 8
menghasilkan sertifikat mengenai kualitas pengelolaan hutan dalam hubungannya dengan satu-
set kriteria dan indikator. Disebutkan pula bahwa pelaksanaan penilaiannya dilakukan oleh pihak
ketiga yang independen (independent third party).7
Ghazali and Simula (1994) mendefinisikan sertifikasi hutan sebagai "A process which
results in a written statement which is a certificate attesting the origin of wood raw material, and
its status and/or qualifications following validation by an independent third party". Sertifikasi
hutan sebenarnya adalah permasalahan ekolabel atau sertifikasi yang menjelaskan tentang
kualitas lingkungan tertentu bagi produk pada tahapan tertentu dari daur produksinya atau
komponen khusus dari produk tersebut.
Berdasarkan objek sertifikasi, menurut Ghazali dan Simula menyebutkan bahwa secara
umum sertifikasi dan/atau pelabelan terdiri atas tiga macam, yaitu:
1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari/PHPL (Forest Resource Certification):
memberikan informasi bahwa dalam pengelolaan hutan produksi telah dilakukan upaya-
upaya yang menjamin kelestarian produksi/ekonomi, kelestarian fungsi
ekologi/lingkungan dan kelestarian fungsi sosial hutan. Dalam hal ini sertifikasi PHPL
yang dimaksud adalah pada tingkat unit manajemen.
2. Lacak Balak (Timber Tracking): memberikan informasi bahwa balak yang digunakan
sebagai bahan baku industri tertentu berasal dari hutan yang telah memenuhi syarat
sertifikasi PHPL.
3. Ekolabel hasil hutan (Forest Product Labeling): memberikan informasi bahwa selain
telah memenuhi syarat sertifikasi PHPL dan Lacak Balak, proses pengolahan produk
tersebut tidak menimbulkan dampak penting negatif terhadap lingkungan.
Sertifikat pohon atau surat pohon adalah semacam obligasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan yang mempunyai nilai pada saat jatuh tempo. Secara fisik, pohon yang dimaksud
wujud atau ada, yaitu yang sedang tumbuh. Nilai tumbuh atau Potential Stumpage Value inilah
yang mendasari pertambahan nilai dari sebuah surat pohon.7
Sebelum pohon di beri sertifikat, pohon tersebut harus lolos dari beberapa tahap
diantaranya ialah8 " sertifikasi Chain of Custody" (COC) atau sertifikasi lacak balak. Dimana
sertifikasi lacak balak sendiri adalah suatu metode sertifikasi untuk menelusuri perjalanan bahan
7 Dikutip dari www.lei.or.id pada tanggal 2 September 20108 Dikutip dari http://www.lei.or.id/id/sertifikasi-lacak-balak-lei pada tanggal 1 September 2010
9
baku kayu dari hutan ke pabrik, yang dalam prosesnya melewati proses pengangkutan,
pengapalan, dan pembuatan produk hingga menjadi produk siap pakai. Perusahaan yang telah
memperoleh sertifikat lacak balak akan diberhak diberi logo. Logo ini memberikan jaminan
bahwa produk ini legal dan bisa ditelusuri sampai ke asalnya yaitu hutan yang sebelumnya telah
tersertifikasi.
Penelusuran dan pengujian dilakukan terhadap kemampuan sistem documentasi alur kayu
di perusahaan yang dapat melacak asal bahan baku ke lokasi di hutan. Bila bahan bakunya dapat
dilacak dan sesuai dengan standard yang ada, perusahaan itu diberikan sertifikat lacak balak.
Sedangkan yang melakukan penelusuran dan pengujian adalah Lembaga Sertifikasi yang telah
diakreditasi oleh LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia).
Sertifikasi lacak Balak merupakan alat komunikasi bisnis yang mempertemukan antara
produk yang berasal dari hutan lestari dengan keinginan pasar. Sertifikasi lacak balak juga alat
yang mempertemukan kepentingan lingkungan dengan selera konsumen. Tanpa sertifikasi lacak
balak, produk yang berasal dari hutan lestari tidak bisa diberi label. Tanpa label, perusahaan
tidak bisa menunjukkan kepada publik dan konsumen bahwa produknya berasal dari hutan yang
dikelola secara lestari. Akibatnya, konsumen yang memiliki selera atas produk-produk hijau juga
tidak melihat produk itu sebagai pilihan. Dengan sendirinya mengurangi akses pasar atas produk
tanpa label ini, walaupun produk ini baik. Sertifikasi pohon dengan skema LEI dikembangkan
dengan sistem dan standar sertifikasi untuk hutan alam, hutan tanaman, dan pengelolaan hutan
berbasiskan masyarakat (Community Based Forest Management). Sertifikasi "Chain of
Custody" (COC) atau lacak balak oleh Lembaga Ekolabel Indonesia akan menjamin asal usul
produk kayu dan non-kayu yang hanya berasal dari hutan rakyat lestari dan diperoleh secara
legal.9
Berdasarkan pemaparan diatas sertifikasi pohon sangat erat hubungannya dengan
pengelolaan hutan dimana lebih difokuskan terhadap hutan-hutan yang dipanen kayunya. Hal ini
berdasarkan bahwa hutan sebagai kumpulan tumbuhan yang didominasi pohon-pohon, pohon-
pohon itulah yang memegang peran utama bagi terbentuknya fungsi ekologis dari hutan. Maka
9 Dikutip dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/lg/laporan_khusus/2010/06/100614_hutansertifikasi.shtml pada tanggal 2 September 2010
10
keberadaan dari sertifikasi pohon ini memiliki peran yang penting dalam menjaga kelestarian
hutan.
2.3.1 Tahap Proses Sertifikasi
Proses Sertifikasi Menurut Lembaga Ekolabel Indonesia10
Untuk menjaga betul kredibilitas hasil sertifikasi maka proses sertifikasi yang di lakukan
oleh pihak terkait yakni SFC yang bekerjasama dengan LEI (Lembaga Ekologi Indonesia) dibagi
menjadi 5 tahapan, yang memisahkan antara proses pengambilan data dengan proses
pengambilan keputusan. Di setiap proses yang krusial selalu melibatkan stakeholder di
dalamnya.
1.Mengirimkan aplikasi sertifikasi kepada Lembaga Sertifikasi yang sudah diakreditasi
oleh LEI/SFC.
2.Pra-penilaian lapangan.
Penilaian atas dokumen pengusahaan hutan, pelingkupan lapangan, dan rekomendasi
dari panel pakar untuk meneruskan atau menghentikan proses sertifikasi. Rekomendasi
untuk meneruskan dapat berupa rekomendasi untuk menempuh proses sertifikasi
bertahap atau langsung ke tahap penilaian lapangan.
3.Penilaian Lapangan dan Masukan Publik.
Lembaga Sertifikasi melakukan penilaian lapangan dan memfasilitasi masukan publik
sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan bagi panel pakar.
4.Evaluasi Kinerja dan Pengambilan Keputusan Sertifikasi.
Panel Pakar mengevaluasi kinerja unit pengelola hutan berdasarkan dokumen yang
dikumpulkan, laporan penilaian lapangan, dan masukan dari publik. Panel Pakar
merumuskan rekomendasi atas evaluasi kinerja unit pengelola hutan.
5.Keputusan Sertifikasi.
Lembaga Sertifikasi menetapkan keputusan sertifikasi untuk diumumkan kepada
publik. Lembaga Sertifikasi juga menetapkan periode penilikan atas unit pengelola
hutan yang bersangkutan. Jika ada keberatan ataupun claim atas keputusan sertifikasi,
keberatan dapat diajukan kepada Lembaga Sertifikasi.10 Dikutip dari http://www.lei.or.id/id/5-tahap-proses-sertifikasi-lei pada tanggal 1 September 2010
11
Proses Penilaian Sertifikasi SmartWood11
Proses penilaian sertifikasi dimulai dengan penyerahan permohonan kepada SmartWood
dari calon unit manajemen sertifikasi. Berdasarkan informasi dalam permohonan, ruang lingkup
wilayah yang akan disertifikasi dan proses diskusi dengan calon unit manajemen tersertifikasi,
SmarWood akan mengajukan proses sertifikasi yang meliputi tahapan pra-penilaian terlebih
dahulu dan kemudian diikuti oleh tahapan penilaian, atau langsung menuju tahapan penilaian.
Para penilai dari SmartWood diberi petunjuk secara rinci, termasuk penjelasan pra-penilaian dan
akses terhadap SmartWood tertulis untuk penilaian hutan. Tujuannya adalah untuk menjamin
bahwa mereka mengikuti proses sertifikasi yang konsisten dan menyeluruh. Terdapat tiga cara
yang di gunakan oleh SmartWood untuk menjamin akurasi dan keadilan dalam sertifikasi, yakni:
1. Penilaian tersebt harus melibatkan individu yang sangat paham kawasan tertentu dan
jenis pengelolaan hutan dengan evaluasi tersebut.
2. Anggota tim harus familiar dengan prosedur sertifikasi SmartWood.
3. Penilaian tersebut harus menggunakan pedoman evaluasi yang khas wilayah (kriteria
dan indicator lokal), jika ada, atau mengadaptasi Pedoman Umum SmarWood dengan
situasi lokal. Dari ketiga cara/pedoman tersebut merupakan dokumen publik.
Proses penilaian sertifikasi diantaranya adalah:
1. Penentuan tim dan Perencanaan, semua anggota tim dapat memberikan input pada
setiap kategori informasi, tetapi yang terpenting adalah adanya tanggung jawab yang jelas
11 Dikutip dari Gunawan, Irwan. 2007. Rainforest Alliance/SmartWood Interim Standard for Assessing Forest Management in Indonesia. Rainforest Alliance. Indonesia.
12
untuk pengumpulan dan analisis data serta pelaporan untuk setiap subyek dan semua
kriteria yang ditugaskan.
2. Pemberutahuan kepada Steakholder, minimal 30 hari sebelum pelaksanaan penilaian
hutan, SmartWood akan memberitahukan kepada steakholder mengenai penilaian yang
akan dilaksanakan, dan meminta observasi atau masukan dari steakholder mengenai
kesesuaian antara kegiatan dengan kegiatan yang akan dinilai dengan standar sertifikasi.
3. Kunjungan lapangan dan pengumpulan data, penilaian kesesuaian dengan standar
dilakukan berdasarkan data-data yang dikumpulkan oleh para auditor melalui tinjauan
komprehensif terhadap kondisi dan kegiatan Unit Management (pengelola hutan),
wawancara dengan staf dan steakholder, serta pengamatan dan pengukuran di lapangan.
4. Analisa Data dan Pengambilan Keputusan, selama penilaian tim mengadakan pertemuan
secara independen untuk membahas mengenai perkembangan informasi-informasi yang
diperoleh dan temuan-temuan awal.
5. Penulisan laporan, setelah evaluasi lapangan tim akan mempersiapkan laporan penilaian
sertifikasi.
6. Pemeriksaan Laporan Penilaian oleh Unit Management, pemeriksa independen, dan
pemeriksa dari SmartWood.
Keputusan Sertifikasi, apabila tahapan-tahapan tersebut telah selesai, Kantor Pusat
SmartWood akan menyusun proses keputusan sertifikasi. Apabila keputusan sertifikasi telah
disetujui, sebuah kontrak sertifikasi berjangka waktu lima tahun akan diterbitkan dan
mensyaratkan audit lapangan tahunan. Apabila Unit Management tidak disetujui sertifikasinya,
keputusan sertifikasi akan menyusun hal-hal yang harus dilaksanakan oleh Unit Management
untuk dapat memperoleh status sertifikasinya.
2.4 Manajemen Lingkungan Dalam Mengurangi Global Worming
2.4.1 Manajemen Lingkungan13
Manajemen lingkungan bisa diartikan sekumpulan aktifitas merencanakan,
mengorganisasikan, dan menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk
mencapai tujuan kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan.12 Manajemen lingkungan adalah
aspek-aspek dari keseluruhan fungsi manajemen (termasuk perencanaan) yang menentukan
dan membawa pada implementasi kebijakan lingkungan (BBS 7750, dalamISO 14001 oleh
Sturm, 1998)6.
Sistem Manajemen Lingkungan adalah suatu kerangka kerja yang dapat diintegrasikan ke
dalam proses-proses bisnis yang ada untuk mengenal, mengukur, mengelola dan mengontrol
dampak-dampak lingkungan secara efektif, dan oleh karenanya merupakan risiko-risiko
lingkungan. Sistem Manajemen Lingkungan juga menciptakan alat untuk meningkatkan
prestasi kinerja dan bergerak menuju ke kelestarian lingkungan melalui praktek terbaik seperti
ISO14001.13
2.4.2 Global Warming (Pemanasan Global)
Global Warming atau pemanasan global merupakan kejadian meningkatnya temperature
rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh aktivitas manusia atau proses
alam. Sedangkan peneliti senior dari Center for International Forestry Reseacrh (CIFOR)
menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang
matahari yang disebut juga sebagai gelombang panas atau inframerah yang dipancarkan bumi
oleh gas-gas rumah kaca. Gas-gas ini secara alami terdapat di udara.14
Efek rumah kaca atau dalam bahasa asingnya dikenal dengan istilah green house effect
adalah suatu fenomena dimana gelombang pendek readiasi matahari menembus atmosfer dan
berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi.Setelah mencapai
permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer.Namun,
tidak seluruh gelombang yang dipantulkan itu dilepaskan ke angkasa luar.Sebagian
gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah kaca di atmosfer ke
permukaan bumi.Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan 12Dikutip dari Adie T. Purwanto. Manajemen Lingkungan: Dulu, Sekarang, dan Masa Depan. http://andietri.tripod.com/index.htm. Hlm. 1. Diakses pada tanggal 1September 2010 13Dikutip dari http://www.saiglobal.com/assurance/ManagementSystems/Environmental/default.htm?ccode=ID diakses pada tanggal 1 September 2010 14 Dikutip dari Abu Fatiah Al-Adnani, 2008, GLOBAL WARMING : SEBUAH ISYARAT DEKATNYA AKHIR ZAMAN DAN KEHANCURAN DUNIA, Surakarta, Granada Mediatama.
14
untuk menyerap radiasi matahari yang di pantulkan oleh bumi sehingga bumi menjadi
semakin panas.15
Abu Fatiah Al-Adnani (2008) menerangkan zat-zat yang memiliki kontribusi
terbentuknya gas rumah kaca diantaranya adalah
1. Energi, sumber energi yang paling utama adalah berbagai macam bahan bakar fosil atau
BBM. Sumber energi ini memberi kontribusi besar terhadap naiknya konsentrasi gas
rumah kaca terutama karbondioksida.
2. Kerusakan hutan, salah satu fungsi hutan adalah sebagai penyerap emisi gas rumah kaca.
Karena hutan dapat mengubah karbondioksida menjadi oksigen sehingga kerusakan hutan
akan memberi kontribusi terhadap naiknya efek rumah kaca.
3. Pertanian dan peternakan, pada sektor peternakan emisi gas rumah kaca bisa terbentuk dari
pemanfaatn pupuk, pembusukan sisa pertanian, pembusukan kotoran-kotoran ternak, dan
pembakaran sabana.
4. Sampah, dengan semakin banyak penduduk mengakibatkan semakin banyak pula sampah-
sampah yang ada, baik itu sampah organik maupun non organik.
5. Asap industri dan kendaraan, semakin banyaknya manusia mengakibantkan semakin
banyaknya industri-industri dan kendaraan-kendaraan pribadi yang mengakibatkan
semakin banyak pula asap-asap dari industri dan kendaraan.
Dampak pemanasan global
Dampak pemanasaan global diantaranya adalah:
1. Pencemaran udara dan kesehatan, dalam hal ini udara akan tercemar dapat membahayakan
kesehatan manusai, hewan, dan tumbuhan.15Ibid. Hlm. 31-32.
15
2. Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu
pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain; klorosis, nekrosisi, dan binyik hitam.
Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.
Manajemen lingkungan memiliki peran penting, salah satunya dalam mengatasi
pemasnasan global (global warming). Dalam manajemen lingkungan itu sendiri lebih
menerapkan terkait dengan suatu kebijakan maupun keputusan terkait dengan lingkungan itu
sendiri. Dimana dalam keputusan/kebijakan tersebut memiliki peran pada sektor lingkingan.
Apabila sektor lingkungan dapat dikelola dengan baik maka pemanasan global yang memiliki
dampak yang sangat luas dapat diminimalisir bahkan di cegah.
2.5 Teori Governance
Tascereu dan Campos (Thoha, 2003) mengatakan bahwa tata pemerintahan yang baik
merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi dan
keseimbangan peran serta, adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen yaitu
pemerintahan (government), rakyat (citizen) atau civil society dan usahawan (business) yang
berada di sektor swasta. Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama dan
sederajat. Jika kesamaan hubungan itu tidak sebanding atau tidak terbukti maka akan terjadi
pembiasan dari tata pemerintahan yang baik.
Pemerintah
Civil Society Swasta
16
Gambar 3 Hubungan Antara Pemerintah, Civil Society, dan Swasta.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Oleh karena itu, dalam konteks good governance, pemerintah ditempatkan sebagai
fasilitator atau katalisator, sementara tugas untuk memajukan dan mengawal proses pelaksanaan
pembangunan terletak pada semua komponen negara, meliputi kelompok-kelompok private
(dunia usaha) dan civil society yang meliputi kelompok-kelompok infrastruktur politik (Lembaga
Swadaya Masyarakat—LSM, kelompok penekan, partai politik, Perguruan Tinggi dan organisasi
kemasyarakatan lainnya. Atas dasar tersebut, untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik
maka harus membangun kemitraan dan komunikasi yang baik antara ketiga aktor tersebut.16
Civil society maupun swasta memiliki hak untuk ikut membangun daerah. Untuk
melahirkan kebijakan publik yang “pro” dan “sensitif” terhadap rakyat, lembaga informal ini
harus diajak bersama-sama merumuskan kebijakan publik di daerah. Pemerintah harus
membangun transparansi kepada publik. Karena hanya dengan jalan tersebut konsep good
governance dapat terwujud. Koalisi tiga aktor (pemerintah, swasta dan civil society) dalam
proses formulasi kebijakan harus mulai diciptakan untuk suatu pemerintahan yang bersih dalam
melahirkan kebijakan publik yang dapat memecahan masalah masyarakat dan menghindari
kebijakan yang bersifat elistis. Karena tanggungjawab untuk menentukan arah pembangunan di
daerah bukan saja tanggungjawab pemerintah tapi tanggungjawab semua komponen di daerah.14
Begitu pula dengan adanya Lembaga Ekologi Indonesia, dimana tugasnya berkaitan
dengan permasalahan-permasalahan pada sektor alam (kehutanan). Adanya lembaga ini, dimana
organisasi mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait dengan lingkungan. Dengan kebijakan yang
telah dikeluarkannya tersebut memiliki dampak yang sangat luas, baik itu pada konservasi hutan,
keadaan lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat.
2.6 Kebijakan Sertifikasi Pohon dalam Penanggulangan Dampak Pemanasan Global.
16 Dikutip dari http://www.kompasiana.com/canal/polhukam diakses pada tanggal 2 September 201017
Pengambilan keputusan yang dikeluarkan oleh pihak-pihak yang terkait dalam
pembuatan sertifikasi pohon, dalam hal ini adalah Lembaga Ekologi Indonesia (LEI). Dimana
LEI yang semula berbadan hukum Yayasan mengubah bentuk organisasinya menjadi organisasi
berbasiskan konstituen (LEI-CBO/Constituent Based Organisation). Organisasi ini menjadi
pemegang mandat para konstituennya yang terdiri dari masyarakat adat, petani hutan, para
pelaku bisnis seperti pemegang HPH/HTI, pengelola industri hasil hutan, pemerhati lingkungan,
akademisi, dan para tokoh lingkungan.
Kebijakan dalam memberikan sertifikasi pada pohon yang siap untuk ditebang
merupakan tindakan yang tepat salah satunya dalam hal menanggulangi pemanasan global yang
ada saat ini. Dengan memberikan sertifikat pohon, tindakan yang dilakukan oleh beberapa pihak
yang terkait dengan ilegal loging (penebangan hutan secara liar) dapat dikendalikan. Dilain
penjual pohon yang pohonnya tidak memiliki label terkait dengan sertifikat pohon penjualan
pohon tersebut tidak laku/tidak dapat di perjual-belikan. Begitupula yang terjadi di Kecamatan
Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Yogyakarta kasus ilegal loging sering terjadi.
Maka dari itu pihak Lembaga Ekologi Indonesia mengeluarkan kebijakan terkait dengan
sertifikasi pohon yang memiliki dampak yang kompleks.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kualitatif, yang mana pengumpulan
informasi didapat dari suatu gejala atau fenomena yang terjadi. Dengan menggunakan metode
ini, diharapkan peneliti mengetahui terjadinya masalah, menganalisa serta menemukan jalan
keluarnya. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen kunci (key instrument)17, serta
dalam pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan)18 antara kualitatif dan
kuantitatif. Dalam hal ini, penelitian kualitatif tidak mengesampingkan data kuantitatif
meskipun dalam menganalisis data dilakukan teknik analisis kualitatif.
1.2 Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah sumber dimana peneliti menemukan data penelitian. Pada
kasus sertifikasi pohon sebagai upaya penanggulangan pemanasaan global. Sumber penelitian
dibagi menjdi dua jenis, yaitu :
1.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung dari lapangan penelitian.Data primer yang digunakan peneliti adalah wawancara secara langsung dan Observasi. Data yang akan dicari diperoleh dari informan. Dalam penelitian ini, informan penelitian diantaranya:No Informan Data yang ingin diperoleh
1 Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Periakan dan Kehutanan (KP4K)
Peran pemerintah dalam pelaksanaan sertifikasi pohon
2 Forest Stewardship Council (FSC) Perannya sebagai lembaga pensertifikasi pohon 3. Koperasi Wana Lestari Menoreh
(KWLM)Pelaksanaan kebijakan Sertifikasi di Kabupaten Samigaluh (Data pohon yang telah tersertifikasi, jumlah, lokasi, serta pelaksanaan sertifikasi pohon)
4. Masyarakat yang menjadi anggota KWLM
Dampak setelah adanya kebijakan sertifikasi pohon
17 Dikutip dari Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. 18 Ibid
19
5. Masyarakat yang bukan anggota KWLM
Sikap tentang adanya sertifikasi pohon
Tabel 3 Data Informan Yang Memberikan Informasi.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
1.2.2 Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari selain data primer, dapat berwujud dokumen atau arsip
dari objek penelitian atau dari luar, misalnya: data statistik, media massa, internet, dsb.
1.3 Teknik Pengumpulan Data
1.3.1 Wawancara
Wawancara atau interview adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan antara dua orang atau lebih dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi
atau keterangan-keterangan. Tujuan wawancara adalah untuk mengumpulkan data yang benar,
akurat dan lengkap. Berikut daftar wawancara, diantaranya ialah:
No Yang diwawancara Keterangan1 Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (KP4K) di tingkat Kabupaten Kulon Progo dan Kecamatan Samigaluh
Pegawai-tenaga penyuluh (sebanyak empat orang)
2 LSM Telapak Anggota (sebanyak satu orang)3. Koperasi Wana Lestari Menoreh
(KWLM)Ketua dan anggota (sebanyak dua orang)
4. Masyarakat yang menjadi anggota KWLM
Sebanyak dua orang
5. Masyarakat yang bukan anggota KWLM
Sebanyak lima orang
Tabel 4 Daftar Pihak Yang Wawancara.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
1.3.2 Observasi
Observasi atau pengamatan adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Teknik observasi yang
20
digunakan adalah teknik non-partisipan, dimana peneliti dalam pengamatannya tidak terlibat
dalam objek penelitian. Metode ini digunakan untuk mengeksplorasi informasi agar lebih
objektif. Observasi dilakukan di Desa Ngargosari, Desa Pagerharjo, Desa Gerbosari, dan Desa
Sidoharjo.
1.3.3 Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah berupa menganalisis data yang telah diperoleh baik berupa
dokumentasi, arsip, tabel, berita dan hal lain yang berkaitan dengan sumber data sekunder. Data
sekunder yang diperoleh berasal dari sumber dan informasi media cetak yakni dari dokumen
resmi/buku, dan internet.
Dokumen resmi yang di gunakan diantaranya 1. Rainforest Alliance/SmartWood Interim Standard for Assessing Forest
Management in Indonesia (data dari FSC);
2. Brosur profil Koperasi Wana Lestari Menoreh;
3. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Hutan Koperasi Wana Lestari
Menoreh Tahun 2009-2014
Dari internet diantaranya adalah
1. http://www.dephut.go.id/search.php?domains=dephut.go.id tentang
jumlah hutan yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo.
2. http://www. pdf.wri.org/indoforest_chap1_id.pdf. tentang dampak global
warming.
3. http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20DIY%202005.pdf
tentang dampak global warming.
4. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/07/104642/
DIY-Diperkirakan-Alami-Kemarau-Terburuk- tentang dampak global warming.
5. http://dishutbun-diy.org/index.php ? tentang kehutanan Provinsi
Yogyakarta.
6. http://pustaka.pu.go.id/new/artikel-detail.asp?id=284 tentang kebijakan
publik.
7. www.lei.or.id tentang Lembaga Ekolabel Indonesia.
8. http://www.bbc.co.uk/indonesia/lg/laporan_khusus/
2010/06/100614_hutansertifikasi.shtml tentang penerapan sertifikasi pohon.21
9. http://andietri.tripod.com/index.htm . tentang sistem manajemen
lingkungan
10. http://www.saiglobal.com/assurance/ManagementSystems/
Environmental/default.htm?ccode=ID tentang global warming.
11. http://www.kompasiana.com/canal/polhukam tentang Good Governance.
12. http://www.kulonprogokab.go.id/v2/index.php?pilih=hal&id=6 tentang
Kabupaten Kulon Progo.
1.4 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa kualitatif-verifikatif. Teknik analisa ini
merupakan sebuah upaya analisa induktif terhadap data penelitian yang dilakukan pada seluruh
proses penelitian yang dilakukan. Format penelitian kualitatif-verifikatif mengkonstruksi format
penelitian dan strategi untuk lebih awal memperoleh data sebanyak-banyaknya di lapangan tanpa
mengesampingkan peran teori19.
1.5 Lokasi Penelitian
Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah bagian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang terletak paling barat dengan batas sebelah barat dan utara adalah Propinsi Jawa Tengah dan
sebelah selatan adalah Samudera Indonesia . Secara geografis terletak antara 7 o 38'42" - 7 o
59'3" Lintang Selatan dan 110 o 1'37" - 110 o 16'26" Bujur Timur. Luas area adalah 58.627,5
Ha.20 Secara administratif, kabupaten Kulon Progo terbagi menjadi 12 kecamatan yaitu Temon,
Wates, Panjatan, Galur, Lendah, Sentolo, Pengasih, Kokap, Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang,
Samigaluh. Penggunaan tanah di Kabupaten Kulon Progo, meliputi sawah 10.732,04 Ha
(18,30%); tegalan 7.145,42 Ha (12,19%); kebun campur 31.131,81 Ha (53,20%); perkampungan
seluas 3.337,73 Ha (5,69%); hutan 1.025 Ha (1,75%); perkebunan rakyat 486 Ha (0,80%); tanah
tandus 1.225 Ha (2,09%); waduk 197 Ha (0,34%); tambak 50 Ha (0,09%); dan tanah lain-lain
seluas 3.315 Ha (5,65%)21.
19 Lihat Burhan Bungin, 2008, Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal 14720Dikutip dari http://www.kulonprogokab.go.id/v2/index.php?pilih=hal&id=9 diakses pada tanggal 4 September 201021 Dikutip dari http://www.kulonprogokab.go.id/v2/index.php?pilih=hal&id=6 diakses pada tanggal 4 September 2010
22
Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kulon Progo.
Kecamatan ini terletak paling utara kabupaten Kulon Progo, sebelah barat berbatasan dengan
kecamatan Kaligesing, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Kalibawang,dan selatannya
berbatasan dengan kecamatan Girimulyo. Luas wilayah kecamatan samigaluh sebagian besar
berupa hutan, di kecamatan ini juga banyak ditemukan kasus penebangan hutan secara
sembarangan atau disebut juga dengan istilah illegal loging. Banyaknya kasus penebangan hutan
secara sembarangan, kemudian muncul kebijakan sertifikasi pohon di kecamatan ini.
Peta Kabupaten Kulon Progo
Gambar 4 Peta Kabupaten Kulon Progo.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
23
1.5 Time Schedule
Sebelum perubahan jadwal
No KegiatanAgustus September Oktober November
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Penyerahan Proposal
2 Seleksi Proposal
3 Pengumuman
4 Penelitian
a. Pengurusan Perijinan
b. Survey Pertama
meliputi (Dinas
Kehutanan, LEI,
Pengusaha,
Masyarakat, dan NGO)
c. Pengolahan Data
d. Survey Kedua
e. Pengolahan Data
f. Penyusunan Laporan
Akhir
5
Pengumpulan Laporan
Akhir
Pada realita di lapangan, penelitian ini tidak bisa dijalankan sesuai waktu yang telah
direncanakan. Keterbatasan penelitian ini terjadi karena pada bulan Oktober akhir – awal
November 2010, terjadi bencana hujan abu vulkanik akibat meletusnya Gunung Merapi di
Yogyakarta. Bencana ini berdampak pada berkurangnya waktu untuk turun ke lapangan. Hal
tersebut dapat dilihat pada table berikut.
24
Sesudah perubahan jadwal
No KegiatanAgustus September Oktober November
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Penyerahan Proposal
2 Seleksi Proposal
3 Pengumuman
4 Penelitian
a. Pengurusan Perijinan
b. Survey Pertama
meliputi (Dinas
Kehutanan, LEI,
Pengusaha,
Masyarakat, dan NGO)
c. Pengolahan Data
d. Survey Kedua
e. Pengolahan Data
f. Penyusunan Laporan
Akhir
5
Pengumpulan Laporan
Akhir
25
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH
A. Kecamatan Samigaluh
Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kulon Progo.
Kecamatan ini terletak paling utara di Kabupaten Kulon Progo, sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Kaligesing, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kalibawang,dan selatannya
berbatasan dengan Kecamatan Girimulyo. Terdapat 7 desa di kecamatan ini yaitu Desa
Kebonharjo, Desa Banjarsari, Desa Purwoharjo, Desa Sidoharjo, Desa Gerbosari, Desa
Ngargosari, Desa Pagerharjo22. Luas wilayah Kecamatan Samigaluh sebagian besar berupa hutan
dan perbukitan. Daerah ini mempunyai ketinggian di atas 500 m dpl, sehingga suhu udara di
Kecamatan Samigaluh cukup dingin23. Kecamatan ini juga kaya akan obyek wisata (Suroloyo,
Goa Seriti, dan lain-lain) dan mayoritas penduduk Samigaluh berprofesi sebagai petani.
Samigaluh merupakan salah satu sentra cengkeh di Yogyakarta. Tidak hanya cengkeh
sebagai rempah-rempah, tetapi juga minyak cengkeh yang disuling dari daun gugur dan
tangkai/gagangnya. Apa pun itu, Samigaluh tetaplah sebuah daerah yang kaya akan sumber daya
alam yang sedikit banyak turut berkontribusi terhadap kemajuan komoditas minyak atsiri di
Indonesia. Kecamatan Samigaluh sangat cocok untuk belajar dan mengaplikasikan ide-ide
kelimuan bagi kaum intelek terkait untuk membantu mengatasi permasalahan-permasalahan
penyuling di sana baik teknis maupun non-teknis dengan jargon “pengabdian masyarakat”. 24
B. Forest Stewardship Council (FSC)
22 http://www.kulonprogokab.go.id/v2/kecamatan-Samigaluh_87_hal dakses pada tanggal 11 Desember 201023Lihat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Samigaluh,_Kulon_Progo diakses pada tanggal 11 Desember 201024http://ferry-atsiri.blogspot.com/2007/07/samigaluh-kulonprogo-di-yogjakarta.html diakses pada tanggal 13 Desember 2010
26
Forest Stewardship Council (FSC) merupakan lembaga internasional yang berperan
sebagai pensertifikasi pohon. FSC akan memberikan akreditasi bagi setiap lembaga sertifikasi
untuk melakukan penilaian terhadap pengelolaan hutan melalui suatu program tertentu.
Kelompok kerja FSC telah tersebar di seluruh dunia. Saat ini, FSC memiliki 28 National
Initiative yang mengembangkan pedoman khas wilayah untuk sertifikasi hutan di hutan alam dan
hutan tanaman. Sebagai bagian dari proses FSC, standard-standard tingkat regional
dikembangkan, diuji lapangan, diperbarui dan disahkan oleh kelompok kerja di wilayah tersebut
untuk kemudian dikirimkan ke sekretariat FSC untuk disahkan. Hasil akhirnya, apabila telah
disahkan adalah sebuah standard yang terakreditasi FSC. Apabila telah terakreditasi, setiap
lembaga sertifikasi wajib menggunakan standard ini sebagai landasan bagi sertifikasi FSC di
negara/region tersebut. Acuan ini merupakan acuan minimum, artinya lembaga-lembaga
sertifikasi diperbolehkan memilih acuan yang lebih ketat daripada standard ini.
Gambar 5 Logo FSC
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Untuk konteks Indonesia, belum ada pedoman khas wilayah atatu pedoman secara resmi
yang didukung oleh FSC. Pada bulan Oktober 2001, antara FSC dan LEI (Lembaga Ekolabel
Indonesia) menyepakati bahwa setiap lembaga sertifikasi yang beroperasi di Indonesia sepakat
untuk menggunakan kriteria dan indikator yang disusun oleh LEI dalam rangka sertifikasi
pengelolaan hutan alam. Dalam Sidang Umum FSC di Manaus, Brazil pada Desember 2005, LEI
27
dan FSC menandatangani sebuah kesepakatan kerjasama baru dengan tujuan untuk saling
melengkapi satu sama lain dalam rangka mendukung pengelolaan hutan yang bertanggung
jawab, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. FSC dan LEI sepakat bahwa untuk hutan
alam di Indonesia, hanya unit pengelola huta yang dapat memenuhi persyaratan yang diminta
oleh kedua sistem (FSC dan LEI) yang dapat disertifikasi. Unit pengelola hutan tersebut,
selanjutnya akan menerima sertifikat FSC dan sertifikat LEI serta diperbolehkan untuk
menggunakan logo-logo FSC dan LEI.
Penetapan secara global untuk pengelolaan hutan skala kecil dalam rangka pelaksanaan
proses sertifikasi oleh pihak FSC di suatu kawasan tertentu yaitu jika luas hutannya telah
mencapai 100 hektar atau batasan-batasan lain yang ditentukan oleh FSC National Initiatives
setempat, sedangkan untuk skala besar jika luasnya lebih dari 50.000 hektar. Dalam
pengembangannya, FSC memiliki program-program khusus yang diterapkan untuk mampu
secara menyeluruh menyentuh lapisan masyarakat bawah agar bersedia mendukung pelaksanaan
kegiatan FSC dalam pensertifikasian pohon. Kelompok kerja FSC yang berada di setiap wilayah
kawasan hutan berperan strategis dalam melakukan program untuk mendukung, mendorong dan
turut serta sepenuhnya dalam setiap tahapan kegiatan sertifikasi. Penyusunan standard tingkat
regional/negara merupakan salah satu cara terbaik untuk melibatkan masyarakat umum dalam
sebuah diskusi yang penting dan berdampak luas bagi masa depan hutan dan komunitas manusia.
Dengan kata lain, proses penyusunan standard tingkat regional bukan semata-mata proses teknis
dalam menyusun sebuah standard regional, tetapi merupakan sebuah proses lanjutan yang lebih
mendalam dalam konteks pengelolaan hutan lestari25.
C. PROFIL KOPERASI WANA LESTARI MENOREH (KWLM)
25 Irwan Gunawan. 2008. Rainforest28
I. Dasar Pemikiran berdirinya KWLM
Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang berakumulasi di
udara yang terus bertambah membentuk seperti sistem rumah kaca. Hal tersebut disebabkan oleh
tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO² dan chlorofluorocarbon. Yang terutama
karbondioksida,yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi,gas dan
penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat yang dihasilkan oleh kendaraan dan
emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktifitas industri dan pertanian
chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan
pemanasan global. Karbondioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas
polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara hutan
dan vegetasi menangkap banyak CO², kemampuanya untuk menjadi”atap” akibat emisi. Ini
berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada diudara
bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.Apabila kita tidak melakukan tindakan
pencegahan, maka hal-hal tersebut akan membawa akibat yang merusak, seperti :
1. Kenaikan permukaan laut yang membawa dampak bagi manusia terutama penduduk di
dataran rendah, salah satu perkiraan tahun 2020, Negara miskin akan dilanda bencana
alam yang dahsyat, bahaya kekeringan dan banjir, terjadi perubahan iklim yang
mengakibatkan rawan pangan dan akan timbul berbagai penyakit tropis.
2. Penemuan baru menujukan sebagian besar penduduk pedesaan di Negara berkembang
( termasuk Indonesia ) akan mengalami kekurangan pangan, kelaparan dan gizi buruk.
II. Sejarah berdirinya Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM)
29
Gambar 6 Sejarah Berdirinya Koperasi Wana Lestari Menoreh.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
III. Visi dan Misi KWLM
Visi: Membangun Kulon Progo secara bersama untuk mewujudkan lingkungan alam sekitar yang
lestari , adil dan berkelanjutan.
Misi: Menciptakan lapangan pekerjaan dengan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan
pendapatannya dengan memperhatikan 3 fungsi aspek kelestarian.
1. Fungsi produksi, dengan mengelokla sumber daya alam, hasil hutan rakyat, dan usaha
produktif bidang: pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pembibitan dan home
industri.
2. Fungsi ekologi, dengan memperbaiki dan melestarikan ekosistem, serta melindungi
hewan langka dan hewan yang dilindungi undang-undang.
30
3. Fungsi sosial meliputi hak dan kewajiban anggota, hak kepemilikan tanah, perkembangan
ekonomi masyarakat, serta peran gender.
V. Hal-hal yang sudah dilaksanakan koperasi.
1. Mengurus legalitas .
Meliputi: Badan hukum koperasi dengan nomor 29/BH/XV.3/2009 tertanggal 3 April ,
2009, IMB kantor, SIUP, SITU, NPWP, HO.
2 Mengadakan pelatihan dan work shop untuk pengurus dan kader;
a. Pelatihan inventarisasi potensi hutan rakyat untuk pengurus dan kader.
b. Pelataihan pemetaan untuk pengurus dan kader.
c. Pelatihan manajemen keuangan untuk bendahara pusat dan bendahara unit.
d. Pelatihan tentang pembibitan untuk kader dan petugas pembibitan.
e. Pelatihan aplikasi komputer oleh petugas sekretariat.
3. Membuat data base potensi kayu tegakan milik semua anggota. (saat ini sudah
diinventarisasi potensi kayu di 88 anggota dari 166 anggota)
4. Membuat Kebun bibit dan sudah dikerjakan di 4 Blok : Pagerharjo, Ngargosari,
Banjarasri, Girimulyo.
5. Sedang disiapkan pembuatan kebun bibit induk seluas 3000 m di pagerharjo, Samigaluh..
Dan pengiriman permintaan bibit ke Semarang.
6. Pelayanan simpan pinjam anggota bekerjasama dengan Credit Union Karisma Taliasih
( CUKATA ).
7. Menjalin kerjasama dengan NGO membentuk PT PNU Jogjakarta ( Poros Nusantara
Utama Jogjakarta), untuk membangun industri kayu.
8. Penyiapan persyaratan administrasi koperasi dan lapangan untuk sertifikasi oleh FSC
( Forest Stewardship Counsil ).
9. Produksi Empon-empon melayani permintaan pabrik di Jakarta.
10. Distributor Beras Organik jenis Mentik Putih, Beras Merah dan kedele.
31
VI. Badan Pengurus Koperasi Wana Lestari Menoreh
Gambar 7 Struktur Organisasi Koperasi Wana Lestari Menoreh.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
32
VII. Keanggotaan
Grafik 1 Jumlah Anggota Koperasi Wana Lestari Menoreh
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Grafik 2 Luas Lahan Anggota Koperasi Wana Lestari Menoreh
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
33
VIII. Kerjasama dengan lembaga lain.
Gambar 8 Kerjasama Yang Dilakukan Oleh Koperasi Wana Lestari Menorah.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
34
PEMERINTAH
1. Dinas pertanian perkebunan dan
kehutanan kab. Kulon Progo.
2, Pemerinah Daerah Kulon Progo.
NGO1, Perkumpulan Telapak, Bogor.2, Komunitas “ Cah Ndeso “ Pagerharjo, Samialuh
3, Koperasi Hutan Jaya Lestari, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
4, Koperasi Universitas Atma Djaya Jakarta.
SWASTA
1, PT PNU Jogjakarta.
2, Credit Union Karisma Taliasih (CUKATA)
3, SPTN HPS , Jogjakarta.
4, Arupa Jogjakarta,Shorea Jogjakarta.
5, PT. HALDIN JAKARTA
6, PT. JAVA FURNI, Jogjakarta
7, PT. Mirota, Jogjakarta.
8, Jaringan Usaha Hutan, Sulawesi Tenggara.
9. Carefour, Jogjakarta
BAB V
ANALISIS DATA
Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kulonprogo,
dimana kecamatan ini sebagian besar wilayahnya berupa hutan dan perbukitan yang mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai petani. Kecamatan Samigaluh juga terkenal sebagai daerah
penghasil cengkeh termasyur di Yogyakarta. Namun dengan banyaknya hutan di kecamatan ini
tidak heran jika banyak ditemukan kasus penebangan hutan secara semabarangan (ilegal
logging).
Forest Stewardship Council (FSC) merupakan lembaga internasional yang berperan
sebagai pensertifikasi pohon. Untuk mewujudkan perannya tersebut, FSC membentuk semacam
kelompok kerja yang ditempatkan di setiap wilayah kawasan hutan di suatu negara yang telah
bergabung menjadi anggota FSC. Kelompok kerja ini lah yang langsung terjun ke lapangan
untuk menjalankan proses pengelolaan hutan melalui program-program tertentu (misalnya
SmartWood). Kelompok kerja FSC akan melakukan program sertifikasi pohon berdasarkan
standard dan pedoman dari FSC.
Koperasi Wana Lestari Menoreh merupakan salah satu koperasi di Kecamatan
Samigaluh. Keinginan untuk mewujudkan Kabupaten Kulon Progo menjadi daerah dengan
lingungan lestari dan berkelanjutan, maka koperasi Wana Lestari Menoreh pun berinisiatif untuk
melakukan sertifikasi pohon yang mana maksud dan tujuan dari sertifikasi pohon untuk
meminimalisir penebangan secara sembarangan (illegal logging) serta penebangan yang tidak
sesuai dengan aturan. Untuk meralisasikan keinginan atau program tersebut, Koperasi Wana
Lestari Menoreh bekerja sama dengan Forest Stewardship Council (FSC) melalui program
Smartwood.
35
Peran Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM/ private sector)
Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) terbentuk pada tanggal 2 Agustus 2008
dengan badan pendiri 20 orang dibalai desa Gerbosari26. Koperasi ini diinisiasi pada tahun 2007,
dimana pada waktu itu masih sebatas wacana di tingkat masyarakat di Samigaluh. Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dibuat secara swadaya dan telah resmi atau telah
mendapat persetujuan secara legal melalui Keputusan Bupati Kulon Progo No.29/BH-XV.3/2009
tertanggal 3 April 2009. Koperasi ini memiliki alamat sekretariat di desa Banjar Arum,
Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan terkait anggota saat ini telah
mencapai 319 orang yang tersebar di 15 desa di kecamatan Samigaluh, Kalibawang dan
Girimulyo. Menurut Windratmo, selaku ketua KWLM27, pada saat ini, setiap anggota KWLM
belum mendapatkan sertifikatnya, tetapi sudah pada tahapan mendapatkan accesment (acc) sejak
bulan Juli 2010 (telah resmi). Sedangkan untuk struktur kepengurusan, KWLM memiliki unit
manajemen yang lengkap dan ditambah adanya koordinator unit ditingkat desa serta adanya
sistem lacak balak. Dalam penerapan system lacak balak, KWLM telah menggunakan system
Jatah Tebang Tahunan (JTT) dan tahun 2010 JTT-nya telah mencapai 110 ha.
Gambar 9 Kantor Koperasi Wana Lestari Menoreh
Sumber: Dokumen Peneliti, diolah 2010.
26Dikutip dari brosur profil Koperasi Wana Lestari Menoreh27 Hasil wawancara dengan ketua KWLM, Windratmo tanggal 10 November 2010
36
Program sertifikasi pohon sangat selaras dengan visi dan misi dari koperasi ini. Visi dari
KWLM adalah membangun Kulon Progo secara bersama untuk mewujudkan lingkungan alam
sekitar yang lestari dan berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara adil.
Sedangkan misi dari KWLM sendiri adalah menciptakan lapangan pekerjaan dengan
memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dengan memperhatikan 3 fungsi
aspek kelestarian: fungsi produksi, ekologi dan sosial. Dalam implementasi program sertifikasi
pohon, KWLM bekerjasama lembaga Smartwoord dalam hal accesment yang kemudian
sertifikasinya diserahkan kepada Forest Stewardship Council (FSC).
Kebijakan tentang sertifikasi pohon yang diterapkan oleh KWLM di Kecamatan
Samigaluh antara lain:
1. Jumlah pohon yang ditebang sudah sesuai jatah Tebangan Tahunan (JTT) yang telah
ditetapkan koperasi
2. Diameter kayu yang disertifikasi: untuk kayu jati dan mahoni minimal 30 cm atau
keliling 95 cm, untuk albasia diameter minimal 20 cm atau keliling minimal 62 cm
3. Harga kayu adalah harga kayu sesuai dengan daftar harga dengan keadaan kayu di
pinggir jalan yang bisa dilalui kendaraan truk
4. Biaya penebangan dan pengangkutan kayu ditanggung pemilik kayu
5. Setelah ada perhitungan prakiraan nilai kayu anggota akan menerima sebesar 60%
dari prakiraan nilai kayu
6. Setelah kayu sudah dipinggir jalan akan dihitung nilai kayu sebenarnya dan pemilik
kayu akan menerima 40% sisa pembayaran setelah dipotong biaya pemotongan dan
pengangkutan
Daftar harga pembelian kayu oleh koperasi Wana Lestari Menoreh:
No Jenis kayu Diameter Harga kayu/
meter kubik
1 Jati 13-15 550.000
16-19 990.000
20-29 1.760.000
37
30-39 2.860.000
40-49 3.850.000
50-59 4.950.000
60-69 6.050.000
69 UP 7.150.000
2 Mahon
i
13-14 275.000
15-19 495.000
20-24 715.000
25-29 880.000
30-39 1.210.00
40-49 1.430.000
50 UP 1.705.000
3 Sengon
laut/albasia
13-15 330.000
16-19 440.000
20-29 687.500
30-39 935.000
40 UP 1.072.500
Tabel 4 Daftar Harga Kayu.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Harga kayu diatas di pinggir jalan termasuk biaya pemotongan, pengangkutan, ijin
tebang, iuran kas unit.
Untuk mengurangi dampak global warming, KWLM melakukan penebangan pohon yang
telah disertifikasi dengan cara menghitung JTT (Jatah Tebang Tahunan), yaitu dengan
menggunakan rumus :
2 x volume standing stock
Volume kayu38
Selain itu, setiap kali koperasi melakukan penebangan koperasi mensuplai 10 bibit,
sehingga koperasi pun membentuk unit pembibitan.
Ada 4 Jenis kayu yang ikut tersertifikasi diantaranya :
1. Mahoni ( 10 m kubik JTT (Jatah Tebang Tahunan) per bulan)
2. Jati (6,5 m kubik JTT per bulan)
3. Sengon ( 10 meter kubik JTT per bulan)
4. Sonokeling (0,5 meter kubik JTT perbulan)
Pada saat penebangan dan siap dijual, sebagai tanda resminya, pohon tersebut diberi
nomor pohon dengan format : KWLM- kode dusun- no anggota (pangkat persil berapa),
contoh: KWLM-01-215 (pangkat 2). Pada nomor pohon ada cap warna tertentu sebagai
tanda sertifikasi/ belum tersertifikasi.
Gambar 10 Pohon Yang Diberi Nomor.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
39
Gambar 11 Pohon Yang Diberi Nomor.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Gambar 12 Pohon Yang Diberi Nomor.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
40
Berikut macam warna sebagai tanda legalitas pohon yang akan dijual:
: murni sertifikasi dan bisa dieksport
: 50% sertifikasi dan 50% VLK legalitas kayu (lacak balak), bisa dieksport
: 100% VLK
: 50% VLK dan illegal
: murni illegal
Pada level jaringan/ networking, KWLM dengan lembaga lain diantaranya:
1. PT Poros Nusantara utama (PNU),
PT ini merupakan industri pengolahan kayu di dusun Klepu, Banjar arum,
Kalibawang. Kepemilikan saham 60% milik KWLM dan 35% perkumpulan Telapak dan
5% Yabima. PT PNU ini bergerak dalam bidang penggerjajian kayu, pengolahan kayu
primer, eksplorasi pengolahan empon-empon, beras organik dan lain-lain.
Gambar 12 PT Poros Nusantara Utama dari Samping.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
2. Credit Union Karisma Taliasih (CUKATA)
41
Badan ini merupakan pembantu KWLM dalam hal unit simpan pinjam kepada
anggoata KWLM yang akan meminjam dengan menggunakan jaminan kayu miliknya.
Prosesnya diantara lain: calon peminjam harus sudah menjadi anggota CU Karisma
Taliasih; harus mendapat rekomendasi dari ketua KWLM tentang jumlah kayu, lokasi
kayu, nomor pohon yang dijaminkan; calon peminjam harus menandatangani Surat
Perjanjian bermaterai cukup dengan menetapkan jumlah dan nomor pohon yang
dijaminkan.
3. Unit Kebun Pembibitan KWLM
Kebun ini milik koperasi dikelola Cah Ndeso Pagerharjo. Lokasi kebun di
Gegerbajing, Pagerharjo dengan luas 3000 m pada tahap I. pemberian bibit pohon
diberikan kepada anggota yang telah menjual pohon yang telah tersertifikasi pada
KWLM dengan sistem “tebang 1 pohon dapat 10 bibit untuk ditanam kembali”.
Dalam menjalankan programnya, KWLM juga melaksanakan sosialisasi yang dimana
bertujuan untuk menyampaikan program/kegiatan KWLM kepada para anggota /calon anggota
KWLM agar ada kesamaan pengetahuan tentang kegiatan KWLM dan rasa memiliki KWLM di
tingkat anggota28. Tidak terlupa materi pokonya adalah 10 prinsip yang disodorkan oleh Forest
Stewardship Council (FSC). Sampai November 2010, KWLM telah mensosialisasi programnya
di 12 desa di kecamatan Samigaluh dan 2 kecamatan lainnya (Kalibawang dan girimulyo).
Rencananya, pada rentang Desember 2010- Desember 2012, KWLM mentargetkan untuk
mensosialisasi program sertifikasi dusun di 215 dusun.
Hutan dapat dikelola untuk berbagai kegiatan dan tujuan yang berbeda. Pengelolaan
tersebut dapat di lakukan secara manual maupun mekanis, oleh industri berskala besar/kecil,
masyarakat lokal, ataupun koperasi-koperasi yang mengelola hal tersebut. Maka dari itu perlu
adanya suatu mekanisme yang berfungsi untuk menilai besarnya dampak ekologi, sosioekonomi,
dan silviktur dari kegiatan pengelolaan hutan tersebut dengan cara yang jelas dan konsisten
berdasarkan pada kombinasi penelitian ilmiah dan pengalaman praktis. Melihat hal tersebut
Rainforest Alliance (RA) sebagai pengelola hutan melalui verivikasi independen yang kredibel
terhadap praktek-praktek kehutanan akhirnya membuat program SmartWood. Program tersebut
28 Dikutip dari Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Hutan Koperasi Wana Lestari Menoreh Tahun 2009-2014
42
merupakan salah satu badan sertifikasi yang terakreditasi oleh Forest Stewardship Council
(FSC). Pada tahun 1991, Program SmartWood menerbitkan rancangan “Pedoman Umum untuk
Penilaian Pengelolaan Hutan Alam” sebagai sekumpulan kriteria penilaian yang luas. Hal
tersebut mulai berlaku di seluruh dunia yang dapat diterapkan pada level lapangan atau
operasional. Program SmartWood tersebut dalam pengembangan programnya selalu mengacu
pada persyaratan-persyaratan FSC, serta petunjuk-petunjuk pengelolaan hutan dan konservasi
biologis lainnya yang diterbitkan oleh World Conservation Union (IUCN) dan the International
Tropical Timber Organization (ITTO). Di lain pihak juga melibatkan jaringan mitra kerja
SmartWood (Imaflora di Brazil, NEPCon di Denmark, Skandinavia, Rusia, dan negara-negara
Eropa Barat), Center for International Forestry Research (CIFOR), Organisasi Buruh
Internasional (ILO), para peneliti, industry-industri kehutanan, lembaga-lembaga swadaya
masyarakat, dan kelompok kerja untuk FSC standards di setiap wilayah.
Program SmartWood dalam pengembangan indikator-indikator dan verifier dalam
standard interim terkait dengan pengelolaan hutan di Indonesia. Beberapa dokumen yang
disertakan dalam penyusunan standard interim tersebut antar lain:
- SmartWood Forest Management Evaluation Handbook, Rainforest Alliance, Januari
2005.
- RA/SmartWood Generic Standards for Assessing Forest Management, Rainforest
Alliance, Januari 2008.
- SmartWood Group Forest Management Certiffication Assessment and Reporting
Guidance, Rainforest Alliance, Januari 2005.
- SmartWood Interim Guidelines for Assessing Forest Management in Indonesia,
Rainforest Alliance, April 2003.
- SmartWood Generic Guidelines for Assessing the Management of Non-Timber Forest
Products, Rainforest Alliance, Januari 2000.
- SmartWood Certification Procedures Manual, Rainforest Alliance, March2006.
- SmartWood SLIMF Policy and Procedures, Rainforest Alliance, July 2005.
- SmartWood NON-Timber Forest Products Certification Standard Addendum,
Rainforest Alliance, January 2008.
43
- LEI-V/5000-1/1, LEI Guideline 5000-1: System for Sustainable Natural Production
Forest Management, LEI 2003.
- LEI Document-01, Verifier and Verification Toolbox for Assessment Indicators in
Sustainable Planation Forest Management Certification System, LEI 2003.
- LEI 5000-2 Sustainable Forest Planation Management System (SPFM), LEI 2003.
- Principles and Criteria for Forest Stewardship, Forest Stewardship Council (FSC),
April 2004.
- Social Standards for Forest Workers in Forest Certification: The Application of
International Labour Organization (ILO) Conventions, International Federation pf
Bulding an Wood Workers (IFBWW).
- FSC forest certification guidelines for forest workwrs and their unions. da Silva, Ana
CN. and. Patricia Cota Gomes. 2004.IMAFLORA.
- Implementation of FSC Principles No. 2 and 3 in Indonesia, Obstacles and
Possibilities, Aman, WALHI, Rainforest Foundation, 2003.
- SmartWood Forest Certiffication Assessment Report for PT Erna Djuliawati,
Rainforest Alliance, July 2005.
- SmartWood Forest Certiffication Assessment Report for PT Xylo Indah Pratama,
Rainforest Alliance, June 2006.
- SmartWood Forest Certiffication Assessment Report for Koperasi Hutan Jaya Lestari,
Rainforest Alliance, May 2005.
- Pelaksanaan Kovensi CITES di Indonesia, (Implementation of CITES Conventation
in Indonesia). Soehartono, T and A. Mardiastuti. 2003. JICA. Jakarta.
- Inventarisasi Diversitas Flora untuk menunjang Pengelolaan Hutan Secara
Berkelanjutan: Struktur dan Komposisi Hutan Dipterocarpaceae Lahan Pamah pada
Berbagai Umur Tabangan, (Inventory of Flora Diversity in supporting sustainable
forest management: structure and composition of Dipterocarp Forest At varius level
of harvesting period). Partomihardjo, T and H. Suyatmo. 1999. Kerjasama Biro
Perencanaan Hutan, Mitra Linkungan, Duta Consult dan Puslitbang Biologi-LIPI.
44
SmartWood dalam standard dan penggunaan standard interim melibatkan Lembaga
Ekoloabel Indonesia dan stakeholder lainnya untuk memperoleh masukan dan bertukar
pengalaman sertifikasi dan pengelolaan hutan di Indonesia. Sedangkan Pedoman Umum
SmartWood di dasarkan langsung kepada prinsip-prinsip dan kriteria FSC untuk pengurusan
hutan (FSC-STD-01-001) dan memasukkan indikator-indikator umum tertentu untuk
menciptakan standard SmartWood yang global. Standar ini dikelompokkan ke dalam 10 prinsip,
yakni sebagai berikut:
1. Ketaatan Pada Peraturan dan Prinsip-Prinsip FSC
2. Hak-Hak Kepemilikan dan Pemanfaatan Serta Kewajibannya
3. Hak-Hak Masyarakat Adat
4. Hubungan Masyarakat dan Hak-Hak Pekerja
5. Manfaat Dari Hutan
6. Dampak Lingkungan
7. Rencana Pengelolaan
8. Monitoring dan Evaluasi
9. Pengelolaan Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi
10. Hutan Tanaman
Pelaksanaannya, saat ini pihak FSC belum menyelesaikan tahapan pelaksanaan sertifikasi
pohon tersebut, dikarenakan pihak FSC masih mempertimbangkan beberapa aspek dalam
menentukan terbitnya sertifikat pohon tersebut. Saat ini, masyarakat yang telah mendaftarkan
pohonnya untuk di sertifikasi telah medapatkan assesment sebagai bukti kepemilikan pohon
bersertifikasi SmartWood. FSC sedang berusaha menyelesaikan tahapan sertifikasi ini sejak
bulan Juli 2010 dan sejauh ini belum ada kepastian tentang kapan penyelesaian sertifikat pohon
tersebut. Selama ini, masyarakat anggota KWLM melakukan transaksi penjualan pohon dengan
KWLM dengan menggunakan assesment tersebut.
Usaha yang dilakukan oleh KWLM ini banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak
pemerhati lingkungan, namun masyrakat kecamatan samigaluh sendiri kurang mendukung
program ini, dikarenakan masyarakat apriori terhadap koperasi yang seringkali bangkrut dan
tidak dapat menjamin uang simpanan masyarakat di koperasi tersebut. Masyarakat juga kurang
peduli terhadap kelestarian lingkungan, serta hambatan ekonomi yang membuat masyarakat
45
terpaksa menjual pohon-pohonnya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa hal ini
membuat KWLM kurang diminati oleh masyarakat.
Sebagai upaya mengatasi berbagai hambatan tersebut, KWLM berusaha membuat usaha
tambahan kepada para petani agar mendapatkan penghasilan diluar penjualan kayu, yaitu usaha
penjualan empon-empon atau jamu-jamuan. Anggota KWLM yang mempunyai kebun tanaman
empon-empon bisa menjual empon-empon tersebut kepada KWLM sebagai tambahan
pengahasilan disaat petani belum mendapatkan hasil dari penjualan kayu. KWLM juga berusaha
membantu anggotanya yang membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari dengan cara
memberikan uang hasil penjualan kayu sebelum kayu tersebut dijual. Jadi, petani bisa
menjaminkan pohonnya ketika petani butuh uang dan kayu yang akan dijual belum mencapai
batas standar yang ditentukan oleh KWLM. Hal ini memudahkan petani untuk mendapatkan
uang dari hasil penjualan pohonnya.
Peran pemerintah kabupaten Kulon Progo (government)
Bila mengacu pada teori good governance, seharusnya ada pola kemitraan yang baik
antara pihak swasta, masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan suatu program demi tujuan
tertentu. Dalam realitanya, peran ketiga pihak tersebut seringkali tidak seimbang. Sama halnya
yang terjadi dengan program sertifikasi pohon di Samigaluh, Kulon Progo dimana pemerintah
kurang memberikan kontribusi besar. Pemerintah kurang memberikan kontribusi secara penuh
terhadap program ini. Sebab pretensi pemerintah adalah ingin menetapkan standard sertifikasi
pohon sendiri yang saat ini masih dalam penggodokan ditingkat pusat, bukan yang sudah
ditetapkan oleh FSC. Berikut kutipan dari hasil wawancara dengan Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (KP4K) selaku stakeholders dari Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo:
“Pemerintah Kabupaten Kulon Progo saat ini belum bisa banyak berperan dalam
program sertifikasi pohon di Samigaluh pada khususnya dan Kulon Progo pada
umumnya. Sebab, dari pemerintah pusat sendiri (dari Kementrian Kehutanan Republik
Indonesia) saat ini ada rencana untuk mencanangkan program sertifikasi pohon dengan
menetapkan standardisasi sendiri yang akan diterapkan di seluruh Indonesia. Oleh sebab
itu, saat ini dari pihak Pemda Kulon Progo sebatas men-support program sertifikasi
46
pohon yang dilakukan oleh Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM). Support program
saat ini adalah dengan memberikan bantuan mesin open kayu dan layanan konsultasi
hutan/pohon kepada masyarakat. Besar harapan kami kedepannya pohon-pohon milik
masyarakat nantinya bisa disertifikasi mengingat besarnya manfaat dari program
sertifikasi yaitu untuk meningkatkan harga jual kayu dan mengurangi illegal logging.”
Peran Masyarakat Samigaluh (civil society)
Masyarakat Samigaluh yang tergabung dalam beberapa kelompok tani yang sekaligus
menjadi anggota KWLM, tentu perannya sangat penting dalam mensukseskan program
sertifikasi pohon. Sebab, masyarakat yang menjadi anggota KWLM bisa menjadi daya tarik bagi
masyarakat lainnya yang belum menjadi anggota KWLM (belum ikut sertifikasi pohon) untuk
ikut dalam program sertifikasi pohon. Kelebihan lainnya pengalaman selama ini, jika ada
transaksi jual beli antara masyarakat dan KWLM, maka masyarakat lain akan mudah tertarik.
Sebab harga kayu yang ditawarkan KWLM lebih tinggi dibandingkan dengan harga kayu dari
pembeli kayu pada umumnya (konvensional). Dari hasil wawancara dengan Mulyono selaku
anggota KWLM dan koordinator unit di desa Purwoharjo, mengatakan bahwa pohon yang
hendak dia jual pernah ditaksir oleh pedagang sebesar Rp. 7.000.000,-, tetapi ditawar lebih
tinggi oleh KWLM dengan harga Rp. 11.000.000,- selain itu, menjadi anggota KWLM juga
harus taat pada standart operating procedure (SOP) dari pihak Forest Stewardship Council
(FSC) dan taat pada peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yaitu tebang 1 pohon
wajib tanam 10 bibit pohon.
47
Gambar 13 Wawancara Dengan Narasumber.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Namun, dalam pelaksanaan program Sertifikasi Pohon di Samigaluh juga ditemui
beberapa ada kendala yang dihadapi dan beberapa solusi yang diambil oleh KWLM, antara lain:
i. Masyarakat merasa “apriori dan trauma” dengan koperasi. Karena
pengalaman masyarakat di Samigaluh selama ini sering bangkrut dan uang yang
disetorkan masyarakat sering tidak dapat dikembalikan
ii. Karena alasan ekonomi, sebagian besar masyarakat Samigaluh ingin
segera menebang dan menjual pohonnya (menambah maraknya pembalakan liar).
Kondisi ini berbenturan antara masyarakat yang menjadi anggota KWLM dengan
KWLM, sebab ada syarat bahwa penebangan harus sesuai Jatah Tebang Tahunan (JTT).
Tetapi hal ini bisa disiasati dengan jaminan potensi kayu sehingga mempermudah
masyarakat yang ingin segera mendapatkan uang.
Gambar 14 Terkadi Penebangan Liar.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
48
Gambar 14 Gundukan Kayu Yang Tidak Di Sertifikasi/Ilegal.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
Gambar 15 Proses Pengangkutan Kayu Yang Tidak Di Sertifikasi/Ilegal.
Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.
49
iii. Koperasi Wana Lestari Menoreh berbeda dengan koperasi pada umumnya
yang lebih berorientasi pada social development. KWLM justru lebih berorientasi pada
capital development. Perbedaan persepsi ini sering ditemui pada masyarakat Samigaluh.
Kondisi ini disiasati oleh KWLM yang bekerja sama dengan Credit Union (CU) dalam
memberikan pelayanan simpan pinjam kepada anggota KWLM yang sekaligus menjadi
anggota CU.
iv. Adanya konflik antar masyarakat, seperti masyarakat Samigaluh yang
sering diprovokasi oleh para “bakul” (pembeli kayu ilegal) agar tidak menjual kepada
KWLM dengan isu bahwa penawaran harga yang lebih rendah dan tidak ikut dalam
program sertifikasi pohon. Untuk mengatasi kondisi ini, KWLM juga sudah membentuk
tim resolusi konflik.
v. Masyarakat merasa proses untuk ikut dalam program sertifikasi pohon
lama dan administrasi harus lengkap (hasil wawancara dengan Supangat, anggota
KWLM dan koordinator unit di desa Ngargosari).
50
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penanggulangan dampak pemanasan global melalui kemitraan tiga sektor (governance)
program sertifikasi pohon di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo ternyata masih belum optimal.
Pada pihak masyarakat, sikap dari sebagian besar masyarakat masih belum menyadari benar
pentingnya menjaga hutan dan besarnya manfaat ikut dalam program sertifikasi pohon. Data di
lapangan menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Samigaluh yang tetap melakukan
penebangan liar, serta penebangan pohon milik pribadi yang sebenarnya tidak sesuai syarat
tebang / dibawah standard. Hal ini disebabkan oleh masalah ekonomi, dimana masyarakat
terpaksa menjual pohon-pohonnya yang belum siap untuk ditebang guna memenuhi beragam
kebutuhannya. Di lain pihak, pemerintah belum memberikan kontribusi besar kepada masyarakat
secara langsung terkait dengan program sertifikasi pohon, terutama permasalahan lemahnya
pengawasan terhadap realita di lapangan dimana masih sering ditemui masyarakat yang
melakukan penebangan pohon secara liar. Sedangkan dari pihak swasta yakni Koperasi Wana
Lestari Menoreh (KWLM), sejauh ini telah memberikan peran yang baik bagi masyarakat.
Beragam kendala atau permasalahan yang muncul di Samigaluh, koperasi ini diharapkan mampu
beradaptasi dan menyiapkan strategi menghadapi beragam kendala yang dihadapi agar program
sertifikasi pohon dapat terus berkembang di masa mendatang.
Dampak dari kekurangoptimalan peran dari tiga sektor (governance) dalam program
sertifikasi pohon di Samigaluh adalah hutan yang ada di Samigaluh tiap harinya sering terdengar
keras suara penggergajiaan pohon sehingga luas hutan cenderung berkurang dan tentunya
berdampak kepada suhu udara disekitar kecamatan tersebut semakin meningkat. Dampak lain
dari efek negatif adanya penebangan liar di Samigaluh adalah bertambahnya wilayah yang rawan
longsor.
51
B. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan di atas, berikut beberapa rekomendasi terkait dengan
pelaksanaan program sertifikasi pohon di Kecamatan Samigaluh yang belum optimal. Pertama,
pihak Koperasi Wana Lestari Menoreh sebaiknya lebih menggiatkan kegiatan sosialisasi kepada
masyarakat bersama dengan relasinya (seperti Telapak, CU Karisma Tali Asih, pemerintah
desa/kecamatan, dan lain-lain) mengenai profil dan maksud dari adanya program sertifikasi
pohon. Materi sosialisasi selain materi utama yang disampaikan, hendaknya pula sosialisasi
memberikan pemahaman mengenai kemudahan registrasi masuk KWLM bagi calon anggota
(tidak berbelit-belit), mengurangi trauma persepsi warga yang masih takut dengan pengalaman
ikut koperasi sebelumnya, serta beragam manfaat ikut program tersebut (seperti mengurangi
dampak global warming dan harga kayu yang lebih tinggi).
Kedua, pemerintah daerah Kulon Progo sebaiknya bisa berkontribusi lebih besar dalam
bekerja sama dengan pihak Koperasi Wana Lestari Menoreh demi mensukseskan pelaksanaan
program sertifikasi pohon yang lebih optimal, misalnya dalam hal pendanaan, pegawai,
penyediaan infrastruktur pendukung, dan lain-lain yang mendukung keberlanjutan program
dengan membuat perda kehutanan daerah yang memudahkan pelaksanaan program sertifikasi
pohon itu sendiri.
Ketiga, diperlukan peranan 3 sektor (masyarakat, pemerintah dan swasta) yang lebih
optimal dalam hal pengawasan dan sanksi yang melekat kepada pelaku-pelaku yang
menyebabkan terjadinya illegal logging di Kulon Progo serta memberikan pendidikan
pentingnya menjaga hutan bagi kehidupan manusia.
52
LAMPIRAN
A. Daftar Pertanyaan (interview guide)
1. Kepala Dinas :
1) Alasan yang mendasari untuk membuat kebijakan sertifikasi pohon.
2) Tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan sertifikasi pohon.
3) Manfaat yang dirasakan sampai sekarang ini dengan adanya kebijakan sertifikasi
pohon.
4) Dampak negatif dari kebijakan sertifikasi pohon.
5) Upaya yang sudah dilakukan pihak Dinas Kehutanan dalam mengelola hutan
untuk menggurangi pemanasan gobal (Global Warming).
6) Seberapa besar / jauh kebijakan ini memberikan kontribusi untuk menggurangi
pemanasan global (Global Warming).
2. Koperasi Wahana Lestari Menoreh (swasta pihak yang mensertifikasi) :
1) Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya sertifikasi pohon.
2) Kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan sertifikasi pohon.
3) Manfaat dari sertifikasi pohon.
4) Manfaat sertifikasi pohon dalam menggurangi pemanasan global (Global
Warming).
5) Waktu sertifikasi pohon.
6) Jumlah pohon yang sudah tersertifikasi.
7) Lokasi sertifikasi pohon.
8) Dampak yang ditimbulkan dengan adanya sertifikasi pohon.
3. Pengusaha :
1) Tanggapan dengan adanya sertifikasi pohon.
2) Keuntungan yang dipeoleh dengan adanya sertifikasi pohon.
3) Dampak dengan adanya kebijakan sertifikasi pohon terhadap kemajuan usaha.
4. Masyarakat :
1) Tanggapan masyarakat terhadap sertifikasi pohon di Kulon Progo.
2) Dampak dari kebijakan sertifikasi pohon.
53
5. Non Governance Organization ( LSM Telapak) :
1) Tanggapan pelaksanaan mengenai sertifikasi pohon.
2) Tanggapan mengenai tujuan sertifikasi pohon.
3) Manfaat sertifikasi pohon.
4) Dampak sertifikasi pohon.
6. Kepala Kecamatan :
1) Alasan yang mendasari untuk membuat kebijakan sertifikasi pohon.
2) Tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan sertifikasi pohon.
3) Manfaat yang dirasakan sampai sekarang ini dengan adanya kebijakan sertifikasi
pohon.
4) Dampak negatif dari kebijakan sertifikasi pohon.
5) Upaya yang sudah dilakukan pihak Dinas Kehutanan dalam mengelola hutan
untuk menggurangi pemanasan gobal (Global Warming).
6) Seberapa besar / jauh kebijakan ini memberikan kontribusi untuk menggurangi
pemanasan global (Global Warming).
54
DAFTAR PUSTAKA
Al-Adnani, Abu Fatiah. 2008. Global Warming : Sebuah Isyarat Dekatnya Akhir Zaman Dan
Kehancuran Dunia. Surakarta. Granada Mediatama.
Amsyari, Fuad. 1977. Masalah Pencemaran Lingkungan. Surabaya. Ghalia Indonesia.
A. R., Mustapadidjaja. 2003. Manajemen proses kebijakan publik : formulasi, implementasi, dan
evaluasi kinerja. Jakarta. Duta Pertiwi Foundation.
Atmosoeprapto, Kisdarto. 2002. Menuju SDM Berdaya: Dengan Kepemimpinan Efektif dan
Manajemen Efisien.PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Fardiaz, Srikandi. 1992.Polusi Air & Udara. Yogyakarta. Kanisius.
Ghazali, B.H. and M. Shimula. 1994. Certification System of All timber and Timber
ProductsRepot for he International Tropical Timber Organization. Kuala Lumpur,
Malaysia and Helsinki, Finland.
Handayaningrat, Soewarno. 1994. Pengantar Studi Ilmu dan Manajemen. Jakarta. Gunung
Agung.
http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20DIY%202005.pdfdiakses pada tanggal 29
Agustus 2010 pukul 10.01 pm
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/07/104642/DIY-Diperkirakan-Alami-
Kemarau-Terburuk- diakses pada tanggal 29 Agustus 2010 pukul 10.07 pm
http://pustaka.pu.go.id/new/artikel-detail.asp?id=284 diakses pada tanggal 1 September 2010
pukul 08.00 am
http://andietri.tripod.com/index.htm diakses pada tanggal 1September 2010 pukul 8.01 pm
http://www.saiglobal.com/assurance/ManagementSystems/Environmental/default.htm?ccode=ID
diakses pada tanggal 1 September 2010 pukul 07.45 pm.
http://id.wikipedia.org/wiki/Samigaluh,_Kulon_Progo diakses pada tanggal 11 Desember 2010
pukul 17.00 WIB.
http://www.kulonprogokab.go.id/v2/kecamatan-Samigaluh_87_hal dakses pada tanggal 11
Desember 2010pukul 17.16 WIB
Neolaka, Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta. PT Asdi Mahasatya.
Soemartono, Gatot P. 1991. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika
55
Subarsono. 2009. Analisa Kabijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Susilo, Rachmad K. Dwi. 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi:Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu
Lingkungan. Jakarta. UI Press.
Widaningrum, Ambar dan Suripto.2008, RPKPS mata Kuliah Metode Penelitian Adminsitrasi Negara.
Yogyakarta: JIAN FISIPOL UGM
Bungin, Burhan. 2008, Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
56