Bagian Utama

82
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Hutan- hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut data, potensi dan luas hutan rakyat yang dihimpun dari berbagai dinas yang menangani Kehutanan di Kabupaten seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 39.416.557 m 3 dengan luas 1.568.415,63 ha 1 . Sedangkan menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan di Indonesia menghasilkan lebih dari 14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia, dan setara dengan sekitar 20 persen biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini, secara kasar menyimpan sekitar 3,5 miliar ton karbon. Banyaknya pepohonan juga diharapkan mampu melindungi tanah dan kawasan disekitarnya seperti bila terjadi hujan deras, kawasan disekitarnya dapat terlidungi. Selain itu, banyaknya pohon berfungsi sebagai paru- paru dunia karena dapat menghasilkan gas oksigen yang berguna bagi kehidupan manusia. Namun, kondisi ideal tersebut, ternyata berbeda pada tataran realita. seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kurang lebih berjumlah 240 juta jiwa, saat ini Indonesia justru bisa dikatakan memiliki masalah hutan yang sangat mengkhawatirkan. Sebab, mengingat penebangan hutan saat ini sudah menjadi rahasia umum 1 Dikutip dari http://www.dephut.go.id/search.php?domains=dephut.go.id Pada tanggal 30 Agustus 2010 1

Transcript of Bagian Utama

Page 1: Bagian Utama

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Hutan-

hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut data, potensi dan luas

hutan rakyat yang dihimpun dari berbagai dinas yang menangani Kehutanan di Kabupaten seluruh

Indonesia diperkirakan mencapai 39.416.557 m3 dengan luas 1.568.415,63 ha1. Sedangkan

menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan di Indonesia menghasilkan lebih dari 14 miliar ton

biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia, dan setara dengan sekitar 20

persen biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini, secara kasar menyimpan

sekitar 3,5 miliar ton karbon. Banyaknya pepohonan juga diharapkan mampu melindungi tanah

dan kawasan disekitarnya seperti bila terjadi hujan deras, kawasan disekitarnya dapat terlidungi.

Selain itu, banyaknya pohon berfungsi sebagai paru-paru dunia karena dapat menghasilkan gas

oksigen yang berguna bagi kehidupan manusia.

Namun, kondisi ideal tersebut, ternyata berbeda pada tataran realita. seiring dengan

meningkatnya jumlah penduduk kurang lebih berjumlah 240 juta jiwa, saat ini Indonesia justru

bisa dikatakan memiliki masalah hutan yang sangat mengkhawatirkan. Sebab, mengingat

penebangan hutan saat ini sudah menjadi rahasia umum dan masih berlangsung secara ekstensif

di Indonesia. Sementara itu, proses reboisasi/penghijauan (pepohonan yang ditanami kembali)

masih sedikit atau sangat terbatas. Kondisi lahan hutan dan pepohonan yang sudah

mengkhawatirkan ini tentu akan berdampak negatif bagi kelangsungan kehidupan dan kelestarian

lingkungan. Beragam masalah hutan muncul diantaranya: pembalakan liar yang mengakibatkan

terjadinya penurunan luas dan kualitas tanah, menurunnya cadangan & kualitas air, polusi udara,

sampah dan berbagai penyakit.

1 Dikutip dari http://www.dephut.go.id/search.php?domains=dephut.go.id Pada tanggal 30 Agustus 2010 1

Page 2: Bagian Utama

Dampak dari kerusakan hutan akibat pencurian dan illegal logging yang menyebabkan

perubahan tutupan lahan hutan, justru akan lebih banyak menghasilkan karbon daripada

menyimpannya sehingga dampaknya akan memberikan andil terhadap pemanasan global (global

warming)2. Efek dari pemanasan global salah satunya adalah suhu global yang cenderung

meningkat dan cuaca yang tidak menentu pada bulan April-Oktober. Biasanya cuaca yang terjadi

adalah musim kemarau, dan pada bulan Oktober-April adalah musim penghujan. Namun pada

kenyataan saat ini yang terjadi adalah pada saat musim kemarau, justru terjadi hujan, dan pada

saat musim penghujan malah tidak terjadi hujan. Hal ini merupakan dampak cuaca yang sangat

terasa sangat aneh pada kita yang berada pada kondisi tropis seperti di Indonesia. Bahkan,

beberapa dampak nyata telah kita alami dan cermati yaitu terjadinya banjir dan kekeringan di

mana‐mana. Bahkan, menurut para ahli dalam kurun waktu dua puluh tahun ke depan panas

bumi cenderung kian meningkat (efek pemanasan global).

Untuk wilayah Yogyakarta sendiri yang merupakan lokus penelitian ini, suhu udara pada

siang hari meningkat, sudah semakin panas seperti membakar kulit. Hal ini terlihat sangat jelas

pada tingkat kenaikan suhu udara di Yogyakarta. Menurut catatan Stasiun Meteorologi Bandara

Adisucipto, suhu udara rata-rata di Yogyakarta tahun 2003 menunjukkan angka 26,340.C,dengan

suhu maksimum 34,600.C3. Pada tahun 2010, suhu udara di DIY mencapai 34,00.C4.

Peningkatan suhu yang sangat tinggi ini, yaitu sekitar 4,00.C menunjukkan bahwa selama 7

tahun terakhir ini terlihat adanya dampak pemanasan global. Hal ini disebabkan oleh menipisnya

jumlah pohon dan tumbuhan yang ada di Yogyakarta karena adanya penebangan pohon secara

liar, pembangunan perumahan, pembangunan gedung-gedung, pabrik dan proyek pemerintah

lainnya.

Berikut luas Hutan Negara Berdasarkan Fungsi Hutan Per Kabupaten di Provinsi

D.I.Yogyakarta5 (Tabel 1.1 Luas Hutan Negara Berdasarkan Fungsi Hutan Per Kabupaten di

Provinsi D.I.Yogyakarta):

2 Dikutip dari www. pdf.wri.org/indoforest_chap1_id.pdf. diunduh tanggal 9 Oktober 20103Dikutip dari http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20DIY%202005.pdfdiaksestanggal 29 Agustus 20104 Dikutip dari http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/07/104642/DIY-Diperkirakan-Alami-Kemarau-Terburuk- diakses tanggal 29 Agustus 2010 5 Dikutip dari http://dishutbun-diy.org/index.php? Pada tanggal 30 Agustus 2010 pukul 07.49 pm.

2

Page 3: Bagian Utama

No Jenis Kawasan

Luas (Ha)

KeteranganJumlah

Lokasi

Gunungkidul Bantul Kulon Progo Sleman

1

Hutan Produksi

(a+b+c) : 13,411.7000 12,810.1000 - 601.6000 -  

  a. Hutan Produksi AB

1,773.0000 1,773.0000 - - -

SK Menhut No.

197 Th. 2000

  b. HDTK (i + ii) :

700.3000 700.3000 - - -  

  ('i) Wanagama

599.7000 599.7000 - - -

SK Menhut No.

757 Th. 1989

 

(ii) Ht. Penelitian

Playen

100.6000 100.6000 - - -  

  c. Hutan Produksi

10,938.4000 10,336.8000 - - -  

               

2 Hutan Lindung 2,312.8000 1,016.7000 1,041.2000 254.9000 -

SK Menhut No.

171 Th 2000

               

3

Hutan Konservasi

(a+b+c+d+e) : 2,990.5640 1,068.7000 11.4000 181.0000 1,729.4640  

  a. Taman Nasional

1,728.3800 - - - 1,728.3800

SK Menhut No.

134 Th. 2004

  b. Taman Hutan Raya

634.1000 634.1000 - - -

SK Menhut No.

353 Th. 2004

  c. Suaka Marga Satwa

615.6000 434.6000 - 181.0000 -  

  ('i) Paliyan

434.6000 434.6000 - - -  

  (ii) Sermo, Kulon Progo

181.0000 - - 181.0000 -  

  d. Cagar Alam 11.4375 - 11.4000 - 0.0375  

  e. Taman Wisata Alam 1.0465 - - - 1.0465  

               

  Total Luas (1+2+3) 18,715.0640 14,895.5000 1,052.6000 1,037.5000 1,729.4640  

3

Page 4: Bagian Utama

Tabel 1 Luas Hutan Negara Berdasarkan Fungsi Hutan Per Kabupaten di Provinsi

D.I.Yogyakarta

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Melihat data luas hutan, ternyata hal ini justru berbanding lurus dengan kerusakan hutan

akibat pencurian yang marak terjadi di wilayah provinsi D.I.Yogyakarta. Berikut tabel kerugian

akibat kerusakan hutan dari dinas kehutanan dan perkebunan propinsi D.I.Yogyakarta pada tahun

20052

No BDH KEBAKARAN PENCURIANBENCANA

ALAMHAMA

PENYAKIT JUMLAH  (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)1 2 3 4 5 6 7

             

1 Panggang - 4,173,000 - - 4,173,000

       

2 Paliyan - 45,030,000 295000 - 45,32

5,000            

3 Playen - 3,300,000 173520 - 3,47

3,520            

4 Karang Mojo - 6,545,000 387000 - 6,93

2,000            

5 Kulon Progo - 2,584,000 - - 2,58

4,000  

6 Yogyakarta - 3,819,000 - - 3,81

9,000 Tabel 2 Kerugian Akibat Kerusakan Hutan Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Propinsi

D.I.Yogyakarta Tahun 2005

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Melihat dari kondisi hutan di DI Yogyakarta, Lembaga Ecolabel Indonesia (LEI) dan

Forest Stewardship Council (FSC) sebagai LSM yang memiliki concern pada lingkungan

berupaya mengeluarkan program sertifikasi pohon. Program Sertifikasi pohon ini dilakukan

dengan maksud dan tujuan agar melindungi hutan dari penebangan dan eksploitasi secara

berlebihan. Program ini juga salah satu cara untuk mengurangi dampak dari pemanasan global.

4

Page 5: Bagian Utama

Salah satu wilayah yang dilaksanakan program sertifikasi pohon adalah daerah kecamatan

Samigaluh, kabupaten Kulon Progo. Banyaknya pepohonan yang berada di Samigaluh,

menyebabkan banyak masyarakat yang memiliki pohon-pohon melakukan penebangan secara

liar dan tanpa ijin pada pemerintah setempat.

Gambar 1 Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I.Yogyakarta

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Penerapan kebijakan sertifikasi pohon ini sudah dilaksanakan di kecamatan Samigaluh,

Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DI.Yogyakarta. Alasan mengapa daerah ini pula menjadi

daerah penelitian ini adalah daerah tersebut merupakan daerah pegunungan yang masih hijau

kurang lebih 120 hektar berupa hutan dan berbatasan langsung dengan kabupaten Magelang,

Jawa Tengah. Daerah ini merupakan masih minim air, karena di waktu musim kemarau susah

untuk mendapatkannya sehingga dikhawatirkan bila terjadi pembalakan liar terus menerus, maka

dapat mengancam ekosistem lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitarnya.

Diharapkan dengan adanya sertifikasi pohon ini diharapkan mampu menghentikan

kemungkinan hal tersebut terjadi. Sebab sesuai dengan tujuan kebijakan sertifikasi pohon

tersebut selain untuk mencegah adanya illegal logging juga untuk melindungi pohon-pohon

5

Page 6: Bagian Utama

tersebut dari kepunahan. Hal ini sesuai dengan maksud dari program sertifikasi pohon agar

pohon yang tumbuh di sekitar kecamatan tersebut dapat diberi sertifikat sebagai standard pohon

yang baik. Apabila pohon tersebut milik perseorangan yang nantinya akan dijual pohon tersebut

sudah mempunyai standar kualitas yang sesuai dengan standar nasional kualitas pohon.

Namun, beberapa warga Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, pada

wawancara tanggal 30 Juli 2009 mengatakan bahwa adanya program sertifikasi pohon ini,

ternyata masyarakat masih sulit untuk ikut menerapkan program tersebut. Ditambah pula setiap

hari masih saja terjadi penebangan pohon secara liar (illegal loging) di daerah ini walaupun

terdapat sertifikat pohon. Kajian mengenai isu lingkungan semacam program sertifikasi pohon

ini tentu sangat menarik untuk diperdalam. Sebab bila keadaan hutan yang mengkhawatirkan

seperti sekarang ini terus dibiarkan dan tanpa ada langkah antisipatif yang baik, maka dampak

buruk dari masalah hutan akan merusak ekosistem dan kehidupan manusia. Bila kondisi ini terus

dibiarkan, maka tentu hal ini jelas akan berpotensi meningkatkan dampak pemanasan global.

Rumusan Masalah

Bagaimana sikap masyarakat serta dampak apakah yang ditimbulkan dari Program

Sertifikasi Pohon di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo?

Tujuan penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menganalisis terkait dengan kebijakan sertifikasi pohon

yang dilakukan pemerintah kabupaten Kulon progo dan stakeholders terkait. Penelitian ini juga

diharapkan mampu mengetahui seberapa besar dampak positif ataupun negatif dari program

sertifikasi pohon terhadap masyarakat, khususnya disekitar kawasan tersebut. Penelitian ini juga

diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang positif bagi pemerintah Kabupaten Kulon

Progo usaha mengurangi dampak pemanasan global. Selain menambah khasanah ilmu

pengetahuan tentang lingkungan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu dan cara

kepada mahasiswa terkait dengan cara dan proses penelitian.

6

Page 7: Bagian Utama

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) adalah solusi atas suatu masalah. Kebijakan seringkali tidak efektif

akibat tidak cermat dalam merumuskan masalah. Dengan kata lain, kebijakan sebagai obat

seringkali tidak manjur bahkan mematikan, akibat diagnosa masalah atau penyakitnya keliru

(Dunn, 2003).6

Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981) adalah apapun pilihan pemerintah untuk

melakukan atau tidak melakukan (publik policy is whatever governments choose to do or not to

do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak di

lakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah

menghadapi suatu masalah publik.

David Easton mengemukakan ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu

pula pemerintah mengalokasikan nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan

mengandung seperangkat nilai di dalamnya (dikutip Dye 1981). Harrold Laswell dan Abraham

Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-

praktika social yang ada dalam masyarakat (dikutip Dye 1981).

Menurut Hughes (1994) studi kebijakan publik terdapat dua pendekatan, yakni:

1. Analisis kebijakan (policy analysis)

2. Kebijakan publik politik (political publik policy).

Subarsono (2009) kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan oleh beberapa

variabel sebagai berikut:

1. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan dicapai.

2. Prefrensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.

3. Sumberdaya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan

oleh sumberdaya finansial, material, dan infrastruktur lainnya.

4. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari suatu

kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang terlibat dalam proses

penempatan kebijakan.6 Dikutip dari http://pustaka.pu.go.id/new/artikel-detail.asp?id=284 pada 29 Agustus 2010

7

Page 8: Bagian Utama

5. Lingkungan yang mencakup lingkungan social, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks social, ekonomi, politik

tempat kebijakan itu di implementasikan.

6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan untuk

mengiplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja dari suatu

kebijakan.

James Anderson (1979) menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut:

1. Formulasi masalah (problem formulation)

2. Formulasi kebijakan (formulation)

3. Penetapan kebijakan (adoption)

4. Implementasi (implementation)

5. Evaluasi (evaluation)

Atmosoeprapto (2002) menyatakan efektivitas adalah melakukan hal yang benar,

sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar, atau efektivitas adalah sejauh mana kita

mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara

cermat. Sedangkan Emerson dalam Handayaningrat (1994) mengatakan bahwa Efektivitas

adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan. Jadi apabila

tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektif.

Pembuatan suatu kebijakan dapat diukur terkait dengan ketercapaian dari tujuannya.

Dimana tujuannya dapat tercapai dengan baik maupun tidak dapat tercapai dengan baik. Dilain

pihak hasil-hasil dari kebijakan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik dan lancar.

2.3 Sertifikat pohon/surat pohon

Menurut Bass (1999), dikutip dari Indufor (1997) dan ISO/IEC Guide, sertifikasi

(manajemen) hutan didefinisikan sebagai prosedur verifikasi yang ditetapkan dan dikenal yang 8

Page 9: Bagian Utama

menghasilkan sertifikat mengenai kualitas pengelolaan hutan dalam hubungannya dengan satu-

set kriteria dan indikator. Disebutkan pula bahwa pelaksanaan penilaiannya dilakukan oleh pihak

ketiga yang independen (independent third party).7

Ghazali and Simula (1994) mendefinisikan sertifikasi hutan sebagai "A process which

results in a written statement which is a certificate attesting the origin of wood raw material, and

its status and/or qualifications following validation by an independent third party". Sertifikasi

hutan sebenarnya adalah permasalahan ekolabel atau sertifikasi yang menjelaskan tentang

kualitas lingkungan tertentu bagi produk pada tahapan tertentu dari daur produksinya atau

komponen khusus dari produk tersebut.

Berdasarkan objek sertifikasi, menurut Ghazali dan Simula menyebutkan bahwa secara

umum sertifikasi dan/atau pelabelan terdiri atas tiga macam, yaitu:

1. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari/PHPL (Forest Resource Certification):

memberikan informasi bahwa dalam pengelolaan hutan produksi telah dilakukan upaya-

upaya yang menjamin kelestarian produksi/ekonomi, kelestarian fungsi

ekologi/lingkungan dan kelestarian fungsi sosial hutan. Dalam hal ini sertifikasi PHPL

yang dimaksud adalah pada tingkat unit manajemen.

2. Lacak Balak (Timber Tracking): memberikan informasi bahwa balak yang digunakan

sebagai bahan baku industri tertentu berasal dari hutan yang telah memenuhi syarat

sertifikasi PHPL.

3. Ekolabel hasil hutan (Forest Product Labeling): memberikan informasi bahwa selain

telah memenuhi syarat sertifikasi PHPL dan Lacak Balak, proses pengolahan produk

tersebut tidak menimbulkan dampak penting negatif terhadap lingkungan.

Sertifikat pohon atau surat pohon adalah semacam obligasi yang dikeluarkan oleh

perusahaan yang mempunyai nilai pada saat jatuh tempo. Secara fisik, pohon yang dimaksud

wujud atau ada, yaitu yang sedang tumbuh. Nilai tumbuh atau Potential Stumpage Value inilah

yang mendasari pertambahan nilai dari sebuah surat pohon.7

Sebelum pohon di beri sertifikat, pohon tersebut harus lolos dari beberapa tahap

diantaranya ialah8 " sertifikasi Chain of Custody" (COC) atau sertifikasi lacak balak. Dimana

sertifikasi lacak balak sendiri adalah suatu metode sertifikasi untuk menelusuri perjalanan bahan

7 Dikutip dari www.lei.or.id pada tanggal 2 September 20108 Dikutip dari http://www.lei.or.id/id/sertifikasi-lacak-balak-lei pada tanggal 1 September 2010

9

Page 10: Bagian Utama

baku kayu dari hutan ke pabrik, yang dalam prosesnya melewati proses pengangkutan,

pengapalan, dan pembuatan produk hingga menjadi produk siap pakai. Perusahaan yang telah

memperoleh sertifikat lacak balak akan diberhak diberi logo. Logo ini memberikan jaminan

bahwa produk ini legal dan bisa ditelusuri sampai ke asalnya yaitu hutan yang sebelumnya telah

tersertifikasi.

Penelusuran dan pengujian dilakukan terhadap kemampuan sistem documentasi alur kayu

di perusahaan yang dapat melacak asal bahan baku ke lokasi di hutan. Bila bahan bakunya dapat

dilacak dan sesuai dengan standard yang ada, perusahaan itu diberikan sertifikat lacak balak.

Sedangkan yang melakukan penelusuran dan pengujian adalah Lembaga Sertifikasi yang telah

diakreditasi oleh LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia).

Sertifikasi lacak Balak merupakan alat komunikasi bisnis yang mempertemukan antara

produk yang berasal dari hutan lestari dengan keinginan pasar. Sertifikasi lacak balak juga alat

yang mempertemukan kepentingan lingkungan dengan selera konsumen. Tanpa sertifikasi lacak

balak, produk yang berasal dari hutan lestari tidak bisa diberi label. Tanpa label, perusahaan

tidak bisa menunjukkan kepada publik dan konsumen bahwa produknya berasal dari hutan yang

dikelola secara lestari. Akibatnya, konsumen yang memiliki selera atas produk-produk hijau juga

tidak melihat produk itu sebagai pilihan. Dengan sendirinya mengurangi akses pasar atas produk

tanpa label ini, walaupun produk ini baik. Sertifikasi pohon dengan skema LEI dikembangkan

dengan sistem dan standar sertifikasi untuk hutan alam, hutan tanaman, dan pengelolaan hutan

berbasiskan masyarakat (Community Based Forest Management). Sertifikasi "Chain of

Custody" (COC) atau lacak balak oleh Lembaga Ekolabel Indonesia akan menjamin asal usul

produk kayu dan non-kayu yang hanya berasal dari hutan rakyat lestari dan diperoleh secara

legal.9

Berdasarkan pemaparan diatas sertifikasi pohon sangat erat hubungannya dengan

pengelolaan hutan dimana lebih difokuskan terhadap hutan-hutan yang dipanen kayunya. Hal ini

berdasarkan bahwa hutan sebagai kumpulan tumbuhan yang didominasi pohon-pohon, pohon-

pohon itulah yang memegang peran utama bagi terbentuknya fungsi ekologis dari hutan. Maka

9 Dikutip dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/lg/laporan_khusus/2010/06/100614_hutansertifikasi.shtml pada tanggal 2 September 2010

10

Page 11: Bagian Utama

keberadaan dari sertifikasi pohon ini memiliki peran yang penting dalam menjaga kelestarian

hutan.

2.3.1 Tahap Proses Sertifikasi

Proses Sertifikasi Menurut Lembaga Ekolabel Indonesia10

Untuk menjaga betul kredibilitas hasil sertifikasi maka proses sertifikasi yang di lakukan

oleh pihak terkait yakni SFC yang bekerjasama dengan LEI (Lembaga Ekologi Indonesia) dibagi

menjadi 5 tahapan, yang memisahkan antara proses pengambilan data dengan proses

pengambilan keputusan. Di setiap proses yang krusial selalu melibatkan stakeholder di

dalamnya.

1.Mengirimkan aplikasi sertifikasi kepada Lembaga Sertifikasi yang sudah diakreditasi

oleh LEI/SFC.

2.Pra-penilaian lapangan.

Penilaian atas dokumen pengusahaan hutan, pelingkupan lapangan, dan rekomendasi

dari panel pakar untuk meneruskan atau menghentikan proses sertifikasi. Rekomendasi

untuk meneruskan dapat berupa rekomendasi untuk menempuh proses sertifikasi

bertahap atau langsung ke tahap penilaian lapangan.

3.Penilaian Lapangan dan Masukan Publik.

Lembaga Sertifikasi melakukan penilaian lapangan dan memfasilitasi masukan publik

sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan bagi panel pakar.

4.Evaluasi Kinerja dan Pengambilan Keputusan Sertifikasi.

Panel Pakar mengevaluasi kinerja unit pengelola hutan berdasarkan dokumen yang

dikumpulkan, laporan penilaian lapangan, dan masukan dari publik. Panel Pakar

merumuskan rekomendasi atas evaluasi kinerja unit pengelola hutan.

5.Keputusan Sertifikasi.

Lembaga Sertifikasi menetapkan keputusan sertifikasi untuk diumumkan kepada

publik. Lembaga Sertifikasi juga menetapkan periode penilikan atas unit pengelola

hutan yang bersangkutan. Jika ada keberatan ataupun claim atas keputusan sertifikasi,

keberatan dapat diajukan kepada Lembaga Sertifikasi.10 Dikutip dari http://www.lei.or.id/id/5-tahap-proses-sertifikasi-lei pada tanggal 1 September 2010

11

Page 12: Bagian Utama

Proses Penilaian Sertifikasi SmartWood11

Proses penilaian sertifikasi dimulai dengan penyerahan permohonan kepada SmartWood

dari calon unit manajemen sertifikasi. Berdasarkan informasi dalam permohonan, ruang lingkup

wilayah yang akan disertifikasi dan proses diskusi dengan calon unit manajemen tersertifikasi,

SmarWood akan mengajukan proses sertifikasi yang meliputi tahapan pra-penilaian terlebih

dahulu dan kemudian diikuti oleh tahapan penilaian, atau langsung menuju tahapan penilaian.

Para penilai dari SmartWood diberi petunjuk secara rinci, termasuk penjelasan pra-penilaian dan

akses terhadap SmartWood tertulis untuk penilaian hutan. Tujuannya adalah untuk menjamin

bahwa mereka mengikuti proses sertifikasi yang konsisten dan menyeluruh. Terdapat tiga cara

yang di gunakan oleh SmartWood untuk menjamin akurasi dan keadilan dalam sertifikasi, yakni:

1. Penilaian tersebt harus melibatkan individu yang sangat paham kawasan tertentu dan

jenis pengelolaan hutan dengan evaluasi tersebut.

2. Anggota tim harus familiar dengan prosedur sertifikasi SmartWood.

3. Penilaian tersebut harus menggunakan pedoman evaluasi yang khas wilayah (kriteria

dan indicator lokal), jika ada, atau mengadaptasi Pedoman Umum SmarWood dengan

situasi lokal. Dari ketiga cara/pedoman tersebut merupakan dokumen publik.

Proses penilaian sertifikasi diantaranya adalah:

1. Penentuan tim dan Perencanaan, semua anggota tim dapat memberikan input pada

setiap kategori informasi, tetapi yang terpenting adalah adanya tanggung jawab yang jelas

11 Dikutip dari Gunawan, Irwan. 2007. Rainforest Alliance/SmartWood Interim Standard for Assessing Forest Management in Indonesia. Rainforest Alliance. Indonesia.

12

Page 13: Bagian Utama

untuk pengumpulan dan analisis data serta pelaporan untuk setiap subyek dan semua

kriteria yang ditugaskan.

2. Pemberutahuan kepada Steakholder, minimal 30 hari sebelum pelaksanaan penilaian

hutan, SmartWood akan memberitahukan kepada steakholder mengenai penilaian yang

akan dilaksanakan, dan meminta observasi atau masukan dari steakholder mengenai

kesesuaian antara kegiatan dengan kegiatan yang akan dinilai dengan standar sertifikasi.

3. Kunjungan lapangan dan pengumpulan data, penilaian kesesuaian dengan standar

dilakukan berdasarkan data-data yang dikumpulkan oleh para auditor melalui tinjauan

komprehensif terhadap kondisi dan kegiatan Unit Management (pengelola hutan),

wawancara dengan staf dan steakholder, serta pengamatan dan pengukuran di lapangan.

4. Analisa Data dan Pengambilan Keputusan, selama penilaian tim mengadakan pertemuan

secara independen untuk membahas mengenai perkembangan informasi-informasi yang

diperoleh dan temuan-temuan awal.

5. Penulisan laporan, setelah evaluasi lapangan tim akan mempersiapkan laporan penilaian

sertifikasi.

6. Pemeriksaan Laporan Penilaian oleh Unit Management, pemeriksa independen, dan

pemeriksa dari SmartWood.

Keputusan Sertifikasi, apabila tahapan-tahapan tersebut telah selesai, Kantor Pusat

SmartWood akan menyusun proses keputusan sertifikasi. Apabila keputusan sertifikasi telah

disetujui, sebuah kontrak sertifikasi berjangka waktu lima tahun akan diterbitkan dan

mensyaratkan audit lapangan tahunan. Apabila Unit Management tidak disetujui sertifikasinya,

keputusan sertifikasi akan menyusun hal-hal yang harus dilaksanakan oleh Unit Management

untuk dapat memperoleh status sertifikasinya.

2.4 Manajemen Lingkungan Dalam Mengurangi Global Worming

2.4.1 Manajemen Lingkungan13

Page 14: Bagian Utama

Manajemen lingkungan bisa diartikan sekumpulan aktifitas merencanakan,

mengorganisasikan, dan menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk

mencapai tujuan kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan.12 Manajemen lingkungan adalah

aspek-aspek dari keseluruhan fungsi manajemen (termasuk perencanaan) yang menentukan

dan membawa pada implementasi kebijakan lingkungan (BBS 7750, dalamISO 14001 oleh

Sturm, 1998)6.

Sistem Manajemen Lingkungan adalah suatu kerangka kerja yang dapat diintegrasikan ke

dalam proses-proses bisnis yang ada untuk mengenal, mengukur, mengelola dan mengontrol

dampak-dampak lingkungan secara efektif, dan oleh karenanya merupakan risiko-risiko

lingkungan. Sistem Manajemen Lingkungan juga menciptakan alat untuk meningkatkan

prestasi kinerja dan bergerak menuju ke kelestarian lingkungan melalui praktek terbaik seperti

ISO14001.13

2.4.2 Global Warming (Pemanasan Global)

Global Warming atau pemanasan global merupakan kejadian meningkatnya temperature

rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh aktivitas manusia atau proses

alam. Sedangkan peneliti senior dari Center for International Forestry Reseacrh (CIFOR)

menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang

matahari yang disebut juga sebagai gelombang panas atau inframerah yang dipancarkan bumi

oleh gas-gas rumah kaca. Gas-gas ini secara alami terdapat di udara.14

Efek rumah kaca atau dalam bahasa asingnya dikenal dengan istilah green house effect

adalah suatu fenomena dimana gelombang pendek readiasi matahari menembus atmosfer dan

berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi.Setelah mencapai

permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer.Namun,

tidak seluruh gelombang yang dipantulkan itu dilepaskan ke angkasa luar.Sebagian

gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah kaca di atmosfer ke

permukaan bumi.Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan 12Dikutip dari Adie T. Purwanto. Manajemen Lingkungan: Dulu, Sekarang, dan Masa Depan. http://andietri.tripod.com/index.htm. Hlm. 1. Diakses pada tanggal 1September 2010 13Dikutip dari http://www.saiglobal.com/assurance/ManagementSystems/Environmental/default.htm?ccode=ID diakses pada tanggal 1 September 2010 14 Dikutip dari Abu Fatiah Al-Adnani, 2008, GLOBAL WARMING : SEBUAH ISYARAT DEKATNYA AKHIR ZAMAN DAN KEHANCURAN DUNIA, Surakarta, Granada Mediatama.

14

Page 15: Bagian Utama

untuk menyerap radiasi matahari yang di pantulkan oleh bumi sehingga bumi menjadi

semakin panas.15

Abu Fatiah Al-Adnani (2008) menerangkan zat-zat yang memiliki kontribusi

terbentuknya gas rumah kaca diantaranya adalah

1. Energi, sumber energi yang paling utama adalah berbagai macam bahan bakar fosil atau

BBM. Sumber energi ini memberi kontribusi besar terhadap naiknya konsentrasi gas

rumah kaca terutama karbondioksida.

2. Kerusakan hutan, salah satu fungsi hutan adalah sebagai penyerap emisi gas rumah kaca.

Karena hutan dapat mengubah karbondioksida menjadi oksigen sehingga kerusakan hutan

akan memberi kontribusi terhadap naiknya efek rumah kaca.

3. Pertanian dan peternakan, pada sektor peternakan emisi gas rumah kaca bisa terbentuk dari

pemanfaatn pupuk, pembusukan sisa pertanian, pembusukan kotoran-kotoran ternak, dan

pembakaran sabana.

4. Sampah, dengan semakin banyak penduduk mengakibatkan semakin banyak pula sampah-

sampah yang ada, baik itu sampah organik maupun non organik.

5. Asap industri dan kendaraan, semakin banyaknya manusia mengakibantkan semakin

banyaknya industri-industri dan kendaraan-kendaraan pribadi yang mengakibatkan

semakin banyak pula asap-asap dari industri dan kendaraan.

Dampak pemanasan global

Dampak pemanasaan global diantaranya adalah:

1. Pencemaran udara dan kesehatan, dalam hal ini udara akan tercemar dapat membahayakan

kesehatan manusai, hewan, dan tumbuhan.15Ibid. Hlm. 31-32.

15

Page 16: Bagian Utama

2. Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu

pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain; klorosis, nekrosisi, dan binyik hitam.

Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.

Manajemen lingkungan memiliki peran penting, salah satunya dalam mengatasi

pemasnasan global (global warming). Dalam manajemen lingkungan itu sendiri lebih

menerapkan terkait dengan suatu kebijakan maupun keputusan terkait dengan lingkungan itu

sendiri. Dimana dalam keputusan/kebijakan tersebut memiliki peran pada sektor lingkingan.

Apabila sektor lingkungan dapat dikelola dengan baik maka pemanasan global yang memiliki

dampak yang sangat luas dapat diminimalisir bahkan di cegah.

2.5 Teori Governance

Tascereu dan Campos (Thoha, 2003) mengatakan bahwa tata pemerintahan yang baik

merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi dan

keseimbangan peran serta, adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen yaitu

pemerintahan (government), rakyat (citizen) atau civil society dan usahawan (business) yang

berada di sektor swasta. Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama dan

sederajat. Jika kesamaan hubungan itu tidak sebanding atau tidak terbukti maka akan terjadi

pembiasan dari tata pemerintahan yang baik.

Pemerintah

Civil Society Swasta

16

Page 17: Bagian Utama

Gambar 3 Hubungan Antara Pemerintah, Civil Society, dan Swasta.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Oleh karena itu, dalam konteks good governance, pemerintah ditempatkan sebagai

fasilitator atau katalisator, sementara tugas untuk memajukan dan mengawal proses pelaksanaan

pembangunan terletak pada semua komponen negara, meliputi kelompok-kelompok private

(dunia usaha) dan civil society yang meliputi kelompok-kelompok infrastruktur politik (Lembaga

Swadaya Masyarakat—LSM, kelompok penekan, partai politik, Perguruan Tinggi dan organisasi

kemasyarakatan lainnya. Atas dasar tersebut, untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik

maka harus membangun kemitraan dan komunikasi yang baik antara ketiga aktor tersebut.16

Civil society maupun swasta memiliki hak untuk ikut membangun daerah. Untuk

melahirkan kebijakan publik yang “pro” dan “sensitif” terhadap rakyat, lembaga informal ini

harus diajak bersama-sama merumuskan kebijakan publik di daerah. Pemerintah harus

membangun transparansi kepada publik. Karena hanya dengan jalan tersebut konsep good

governance dapat terwujud. Koalisi tiga aktor (pemerintah, swasta dan civil society) dalam

proses formulasi kebijakan harus mulai diciptakan untuk suatu pemerintahan yang bersih dalam

melahirkan kebijakan publik yang dapat memecahan masalah masyarakat dan menghindari

kebijakan yang bersifat elistis. Karena tanggungjawab untuk menentukan arah pembangunan di

daerah bukan saja tanggungjawab pemerintah tapi tanggungjawab semua komponen di daerah.14

Begitu pula dengan adanya Lembaga Ekologi Indonesia, dimana tugasnya berkaitan

dengan permasalahan-permasalahan pada sektor alam (kehutanan). Adanya lembaga ini, dimana

organisasi mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait dengan lingkungan. Dengan kebijakan yang

telah dikeluarkannya tersebut memiliki dampak yang sangat luas, baik itu pada konservasi hutan,

keadaan lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat.

2.6 Kebijakan Sertifikasi Pohon dalam Penanggulangan Dampak Pemanasan Global.

16 Dikutip dari http://www.kompasiana.com/canal/polhukam diakses pada tanggal 2 September 201017

Page 18: Bagian Utama

Pengambilan keputusan yang dikeluarkan oleh pihak-pihak yang terkait dalam

pembuatan sertifikasi pohon, dalam hal ini adalah Lembaga Ekologi Indonesia (LEI). Dimana

LEI yang semula berbadan hukum Yayasan mengubah bentuk organisasinya menjadi organisasi

berbasiskan konstituen (LEI-CBO/Constituent Based Organisation). Organisasi ini menjadi

pemegang mandat para konstituennya yang terdiri dari masyarakat adat, petani hutan, para

pelaku bisnis seperti pemegang HPH/HTI, pengelola industri hasil hutan, pemerhati lingkungan,

akademisi, dan para tokoh lingkungan.

Kebijakan dalam memberikan sertifikasi pada pohon yang siap untuk ditebang

merupakan tindakan yang tepat salah satunya dalam hal menanggulangi pemanasan global yang

ada saat ini. Dengan memberikan sertifikat pohon, tindakan yang dilakukan oleh beberapa pihak

yang terkait dengan ilegal loging (penebangan hutan secara liar) dapat dikendalikan. Dilain

penjual pohon yang pohonnya tidak memiliki label terkait dengan sertifikat pohon penjualan

pohon tersebut tidak laku/tidak dapat di perjual-belikan. Begitupula yang terjadi di Kecamatan

Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Yogyakarta kasus ilegal loging sering terjadi.

Maka dari itu pihak Lembaga Ekologi Indonesia mengeluarkan kebijakan terkait dengan

sertifikasi pohon yang memiliki dampak yang kompleks.

18

Page 19: Bagian Utama

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kualitatif, yang mana pengumpulan

informasi didapat dari suatu gejala atau fenomena yang terjadi. Dengan menggunakan metode

ini, diharapkan peneliti mengetahui terjadinya masalah, menganalisa serta menemukan jalan

keluarnya. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen kunci (key instrument)17, serta

dalam pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan)18 antara kualitatif dan

kuantitatif. Dalam hal ini, penelitian kualitatif tidak mengesampingkan data kuantitatif

meskipun dalam menganalisis data dilakukan teknik analisis kualitatif.

1.2 Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian adalah sumber dimana peneliti menemukan data penelitian. Pada

kasus sertifikasi pohon sebagai upaya penanggulangan pemanasaan global. Sumber penelitian

dibagi menjdi dua jenis, yaitu :

1.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung dari lapangan penelitian.Data primer yang digunakan peneliti adalah wawancara secara langsung dan Observasi. Data yang akan dicari diperoleh dari informan. Dalam penelitian ini, informan penelitian diantaranya:No Informan Data yang ingin diperoleh

1 Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Periakan dan Kehutanan (KP4K)

Peran pemerintah dalam pelaksanaan sertifikasi pohon

2 Forest Stewardship Council (FSC) Perannya sebagai lembaga pensertifikasi pohon 3. Koperasi Wana Lestari Menoreh

(KWLM)Pelaksanaan kebijakan Sertifikasi di Kabupaten Samigaluh (Data pohon yang telah tersertifikasi, jumlah, lokasi, serta pelaksanaan sertifikasi pohon)

4. Masyarakat yang menjadi anggota KWLM

Dampak setelah adanya kebijakan sertifikasi pohon

17 Dikutip dari Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. 18 Ibid

19

Page 20: Bagian Utama

5. Masyarakat yang bukan anggota KWLM

Sikap tentang adanya sertifikasi pohon

Tabel 3 Data Informan Yang Memberikan Informasi.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

1.2.2 Data Sekunder

Adalah data yang diperoleh dari selain data primer, dapat berwujud dokumen atau arsip

dari objek penelitian atau dari luar, misalnya: data statistik, media massa, internet, dsb.

1.3 Teknik Pengumpulan Data

1.3.1 Wawancara

Wawancara atau interview adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung

secara lisan antara dua orang atau lebih dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi

atau keterangan-keterangan. Tujuan wawancara adalah untuk mengumpulkan data yang benar,

akurat dan lengkap. Berikut daftar wawancara, diantaranya ialah:

No Yang diwawancara Keterangan1 Badan Ketahanan Pangan dan

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (KP4K) di tingkat Kabupaten Kulon Progo dan Kecamatan Samigaluh

Pegawai-tenaga penyuluh (sebanyak empat orang)

2 LSM Telapak Anggota (sebanyak satu orang)3. Koperasi Wana Lestari Menoreh

(KWLM)Ketua dan anggota (sebanyak dua orang)

4. Masyarakat yang menjadi anggota KWLM

Sebanyak dua orang

5. Masyarakat yang bukan anggota KWLM

Sebanyak lima orang

Tabel 4 Daftar Pihak Yang Wawancara.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

1.3.2 Observasi

Observasi atau pengamatan adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan

pengamatan dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Teknik observasi yang

20

Page 21: Bagian Utama

digunakan adalah teknik non-partisipan, dimana peneliti dalam pengamatannya tidak terlibat

dalam objek penelitian. Metode ini digunakan untuk mengeksplorasi informasi agar lebih

objektif. Observasi dilakukan di Desa Ngargosari, Desa Pagerharjo, Desa Gerbosari, dan Desa

Sidoharjo.

1.3.3 Telaah Dokumen

Telaah dokumen adalah berupa menganalisis data yang telah diperoleh baik berupa

dokumentasi, arsip, tabel, berita dan hal lain yang berkaitan dengan sumber data sekunder. Data

sekunder yang diperoleh berasal dari sumber dan informasi media cetak yakni dari dokumen

resmi/buku, dan internet.

Dokumen resmi yang di gunakan diantaranya 1. Rainforest Alliance/SmartWood Interim Standard for Assessing Forest

Management in Indonesia (data dari FSC);

2. Brosur profil Koperasi Wana Lestari Menoreh;

3. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Hutan Koperasi Wana Lestari

Menoreh Tahun 2009-2014

Dari internet diantaranya adalah

1. http://www.dephut.go.id/search.php?domains=dephut.go.id tentang

jumlah hutan yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo.

2. http://www. pdf.wri.org/indoforest_chap1_id.pdf. tentang dampak global

warming.

3. http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20DIY%202005.pdf

tentang dampak global warming.

4. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/07/104642/

DIY-Diperkirakan-Alami-Kemarau-Terburuk- tentang dampak global warming.

5. http://dishutbun-diy.org/index.php ? tentang kehutanan Provinsi

Yogyakarta.

6. http://pustaka.pu.go.id/new/artikel-detail.asp?id=284 tentang kebijakan

publik.

7. www.lei.or.id tentang Lembaga Ekolabel Indonesia.

8. http://www.bbc.co.uk/indonesia/lg/laporan_khusus/

2010/06/100614_hutansertifikasi.shtml tentang penerapan sertifikasi pohon.21

Page 22: Bagian Utama

9. http://andietri.tripod.com/index.htm . tentang sistem manajemen

lingkungan

10. http://www.saiglobal.com/assurance/ManagementSystems/

Environmental/default.htm?ccode=ID tentang global warming.

11. http://www.kompasiana.com/canal/polhukam tentang Good Governance.

12. http://www.kulonprogokab.go.id/v2/index.php?pilih=hal&id=6 tentang

Kabupaten Kulon Progo.

1.4 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa kualitatif-verifikatif. Teknik analisa ini

merupakan sebuah upaya analisa induktif terhadap data penelitian yang dilakukan pada seluruh

proses penelitian yang dilakukan. Format penelitian kualitatif-verifikatif mengkonstruksi format

penelitian dan strategi untuk lebih awal memperoleh data sebanyak-banyaknya di lapangan tanpa

mengesampingkan peran teori19.

1.5 Lokasi Penelitian

Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah bagian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

yang terletak paling barat dengan batas sebelah barat dan utara adalah Propinsi Jawa Tengah dan

sebelah selatan adalah Samudera Indonesia . Secara geografis terletak antara 7 o 38'42" - 7 o

59'3" Lintang Selatan dan 110 o 1'37" - 110 o 16'26" Bujur Timur. Luas area adalah 58.627,5

Ha.20 Secara administratif, kabupaten Kulon Progo terbagi menjadi 12 kecamatan yaitu Temon,

Wates, Panjatan, Galur, Lendah, Sentolo, Pengasih, Kokap, Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang,

Samigaluh. Penggunaan tanah di Kabupaten Kulon Progo, meliputi sawah 10.732,04 Ha

(18,30%); tegalan 7.145,42 Ha (12,19%); kebun campur 31.131,81 Ha (53,20%); perkampungan

seluas 3.337,73 Ha (5,69%); hutan 1.025 Ha (1,75%); perkebunan rakyat 486 Ha (0,80%); tanah

tandus 1.225 Ha (2,09%); waduk 197 Ha (0,34%); tambak 50 Ha (0,09%); dan tanah lain-lain

seluas 3.315 Ha (5,65%)21.

19 Lihat Burhan Bungin, 2008, Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal 14720Dikutip dari http://www.kulonprogokab.go.id/v2/index.php?pilih=hal&id=9 diakses pada tanggal 4 September 201021 Dikutip dari http://www.kulonprogokab.go.id/v2/index.php?pilih=hal&id=6 diakses pada tanggal 4 September 2010

22

Page 23: Bagian Utama

Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kulon Progo.

Kecamatan ini terletak paling utara kabupaten Kulon Progo, sebelah barat berbatasan dengan

kecamatan Kaligesing, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Kalibawang,dan selatannya

berbatasan dengan kecamatan Girimulyo. Luas wilayah kecamatan samigaluh sebagian besar

berupa hutan, di kecamatan ini juga banyak ditemukan kasus penebangan hutan secara

sembarangan atau disebut juga dengan istilah illegal loging. Banyaknya kasus penebangan hutan

secara sembarangan, kemudian muncul kebijakan sertifikasi pohon di kecamatan ini.

Peta Kabupaten Kulon Progo

Gambar 4 Peta Kabupaten Kulon Progo.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

23

Page 24: Bagian Utama

1.5 Time Schedule

Sebelum perubahan jadwal

No KegiatanAgustus September Oktober November

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 Penyerahan Proposal                                        

2 Seleksi Proposal                                        

3 Pengumuman                                        

4 Penelitian                                        

  a. Pengurusan Perijinan                                        

  b. Survey Pertama                                        

  meliputi (Dinas

Kehutanan, LEI,

Pengusaha,

Masyarakat, dan NGO)

                                       

                                         

  c. Pengolahan Data                                        

  d. Survey Kedua                                        

  e. Pengolahan Data                                        

 

f. Penyusunan Laporan

Akhir                                        

5

Pengumpulan Laporan

Akhir                                        

Pada realita di lapangan, penelitian ini tidak bisa dijalankan sesuai waktu yang telah

direncanakan. Keterbatasan penelitian ini terjadi karena pada bulan Oktober akhir – awal

November 2010, terjadi bencana hujan abu vulkanik akibat meletusnya Gunung Merapi di

Yogyakarta. Bencana ini berdampak pada berkurangnya waktu untuk turun ke lapangan. Hal

tersebut dapat dilihat pada table berikut.

24

Page 25: Bagian Utama

Sesudah perubahan jadwal

No KegiatanAgustus September Oktober November

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 Penyerahan Proposal                                        

2 Seleksi Proposal                                        

3 Pengumuman                                        

4 Penelitian                                        

  a. Pengurusan Perijinan                                        

  b. Survey Pertama                                        

  meliputi (Dinas

Kehutanan, LEI,

Pengusaha,

Masyarakat, dan NGO)

                                       

                                         

  c. Pengolahan Data                                        

  d. Survey Kedua                                        

  e. Pengolahan Data                                        

 

f. Penyusunan Laporan

Akhir                                        

5

Pengumpulan Laporan

Akhir                                        

25

Page 26: Bagian Utama

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

A. Kecamatan Samigaluh

Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kulon Progo.

Kecamatan ini terletak paling utara di Kabupaten Kulon Progo, sebelah barat berbatasan dengan

Kecamatan Kaligesing, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kalibawang,dan selatannya

berbatasan dengan Kecamatan Girimulyo. Terdapat 7 desa di kecamatan ini yaitu Desa

Kebonharjo, Desa Banjarsari, Desa Purwoharjo, Desa Sidoharjo, Desa Gerbosari, Desa

Ngargosari, Desa Pagerharjo22. Luas wilayah Kecamatan Samigaluh sebagian besar berupa hutan

dan perbukitan. Daerah ini mempunyai ketinggian di atas 500 m dpl, sehingga suhu udara di

Kecamatan Samigaluh cukup dingin23. Kecamatan ini juga kaya akan obyek wisata (Suroloyo,

Goa Seriti, dan lain-lain) dan mayoritas penduduk Samigaluh berprofesi sebagai petani.

Samigaluh merupakan salah satu sentra cengkeh di Yogyakarta. Tidak hanya cengkeh

sebagai rempah-rempah, tetapi juga minyak cengkeh yang disuling dari daun gugur dan

tangkai/gagangnya. Apa pun itu, Samigaluh tetaplah sebuah daerah yang kaya akan sumber daya

alam yang sedikit banyak turut berkontribusi terhadap kemajuan komoditas minyak atsiri di

Indonesia. Kecamatan Samigaluh sangat cocok untuk belajar dan mengaplikasikan ide-ide

kelimuan bagi kaum intelek terkait untuk membantu mengatasi permasalahan-permasalahan

penyuling di sana baik teknis maupun non-teknis dengan jargon “pengabdian masyarakat”. 24

B. Forest Stewardship Council (FSC)

22 http://www.kulonprogokab.go.id/v2/kecamatan-Samigaluh_87_hal dakses pada tanggal 11 Desember 201023Lihat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Samigaluh,_Kulon_Progo diakses pada tanggal 11 Desember 201024http://ferry-atsiri.blogspot.com/2007/07/samigaluh-kulonprogo-di-yogjakarta.html diakses pada tanggal 13 Desember 2010

26

Page 27: Bagian Utama

Forest Stewardship Council (FSC) merupakan lembaga internasional yang berperan

sebagai pensertifikasi pohon. FSC akan memberikan akreditasi bagi setiap lembaga sertifikasi

untuk melakukan penilaian terhadap pengelolaan hutan melalui suatu program tertentu.

Kelompok kerja FSC telah tersebar di seluruh dunia. Saat ini, FSC memiliki 28 National

Initiative yang mengembangkan pedoman khas wilayah untuk sertifikasi hutan di hutan alam dan

hutan tanaman. Sebagai bagian dari proses FSC, standard-standard tingkat regional

dikembangkan, diuji lapangan, diperbarui dan disahkan oleh kelompok kerja di wilayah tersebut

untuk kemudian dikirimkan ke sekretariat FSC untuk disahkan. Hasil akhirnya, apabila telah

disahkan adalah sebuah standard yang terakreditasi FSC. Apabila telah terakreditasi, setiap

lembaga sertifikasi wajib menggunakan standard ini sebagai landasan bagi sertifikasi FSC di

negara/region tersebut. Acuan ini merupakan acuan minimum, artinya lembaga-lembaga

sertifikasi diperbolehkan memilih acuan yang lebih ketat daripada standard ini.

Gambar 5 Logo FSC

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Untuk konteks Indonesia, belum ada pedoman khas wilayah atatu pedoman secara resmi

yang didukung oleh FSC. Pada bulan Oktober 2001, antara FSC dan LEI (Lembaga Ekolabel

Indonesia) menyepakati bahwa setiap lembaga sertifikasi yang beroperasi di Indonesia sepakat

untuk menggunakan kriteria dan indikator yang disusun oleh LEI dalam rangka sertifikasi

pengelolaan hutan alam. Dalam Sidang Umum FSC di Manaus, Brazil pada Desember 2005, LEI

27

Page 28: Bagian Utama

dan FSC menandatangani sebuah kesepakatan kerjasama baru dengan tujuan untuk saling

melengkapi satu sama lain dalam rangka mendukung pengelolaan hutan yang bertanggung

jawab, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. FSC dan LEI sepakat bahwa untuk hutan

alam di Indonesia, hanya unit pengelola huta yang dapat memenuhi persyaratan yang diminta

oleh kedua sistem (FSC dan LEI) yang dapat disertifikasi. Unit pengelola hutan tersebut,

selanjutnya akan menerima sertifikat FSC dan sertifikat LEI serta diperbolehkan untuk

menggunakan logo-logo FSC dan LEI.

Penetapan secara global untuk pengelolaan hutan skala kecil dalam rangka pelaksanaan

proses sertifikasi oleh pihak FSC di suatu kawasan tertentu yaitu jika luas hutannya telah

mencapai 100 hektar atau batasan-batasan lain yang ditentukan oleh FSC National Initiatives

setempat, sedangkan untuk skala besar jika luasnya lebih dari 50.000 hektar. Dalam

pengembangannya, FSC memiliki program-program khusus yang diterapkan untuk mampu

secara menyeluruh menyentuh lapisan masyarakat bawah agar bersedia mendukung pelaksanaan

kegiatan FSC dalam pensertifikasian pohon. Kelompok kerja FSC yang berada di setiap wilayah

kawasan hutan berperan strategis dalam melakukan program untuk mendukung, mendorong dan

turut serta sepenuhnya dalam setiap tahapan kegiatan sertifikasi. Penyusunan standard tingkat

regional/negara merupakan salah satu cara terbaik untuk melibatkan masyarakat umum dalam

sebuah diskusi yang penting dan berdampak luas bagi masa depan hutan dan komunitas manusia.

Dengan kata lain, proses penyusunan standard tingkat regional bukan semata-mata proses teknis

dalam menyusun sebuah standard regional, tetapi merupakan sebuah proses lanjutan yang lebih

mendalam dalam konteks pengelolaan hutan lestari25.

C. PROFIL KOPERASI WANA LESTARI MENOREH (KWLM)

25 Irwan Gunawan. 2008. Rainforest28

Page 29: Bagian Utama

I. Dasar Pemikiran berdirinya KWLM

Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang berakumulasi di

udara yang terus bertambah membentuk seperti sistem rumah kaca. Hal tersebut disebabkan oleh

tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO² dan chlorofluorocarbon. Yang terutama

karbondioksida,yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi,gas dan

penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat yang dihasilkan oleh kendaraan dan

emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktifitas industri dan pertanian

chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan

pemanasan global. Karbondioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas

polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara hutan

dan vegetasi menangkap banyak CO², kemampuanya untuk menjadi”atap” akibat emisi. Ini

berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada diudara

bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.Apabila kita tidak melakukan tindakan

pencegahan, maka hal-hal tersebut akan membawa akibat yang merusak, seperti :

1. Kenaikan permukaan laut yang membawa dampak bagi manusia terutama penduduk di

dataran rendah, salah satu perkiraan tahun 2020, Negara miskin akan dilanda bencana

alam yang dahsyat, bahaya kekeringan dan banjir, terjadi perubahan iklim yang

mengakibatkan rawan pangan dan akan timbul berbagai penyakit tropis.

2. Penemuan baru menujukan sebagian besar penduduk pedesaan di Negara berkembang

( termasuk Indonesia ) akan mengalami kekurangan pangan, kelaparan dan gizi buruk.

II. Sejarah berdirinya Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM)

29

Page 30: Bagian Utama

Gambar 6 Sejarah Berdirinya Koperasi Wana Lestari Menoreh.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

III. Visi dan Misi KWLM

Visi: Membangun Kulon Progo secara bersama untuk mewujudkan lingkungan alam sekitar yang

lestari , adil dan berkelanjutan.

Misi: Menciptakan lapangan pekerjaan dengan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan

pendapatannya dengan memperhatikan 3 fungsi aspek kelestarian.

1. Fungsi produksi, dengan mengelokla sumber daya alam, hasil hutan rakyat, dan usaha

produktif bidang: pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pembibitan dan home

industri.

2. Fungsi ekologi, dengan memperbaiki dan melestarikan ekosistem, serta melindungi

hewan langka dan hewan yang dilindungi undang-undang.

30

Page 31: Bagian Utama

3. Fungsi sosial meliputi hak dan kewajiban anggota, hak kepemilikan tanah, perkembangan

ekonomi masyarakat, serta peran gender.

V. Hal-hal yang sudah dilaksanakan koperasi.

1. Mengurus legalitas .

Meliputi: Badan hukum koperasi dengan nomor 29/BH/XV.3/2009 tertanggal 3 April ,

2009, IMB kantor, SIUP, SITU, NPWP, HO.

2 Mengadakan pelatihan dan work shop untuk pengurus dan kader;

a. Pelatihan inventarisasi potensi hutan rakyat untuk pengurus dan kader.

b. Pelataihan pemetaan untuk pengurus dan kader.

c. Pelatihan manajemen keuangan untuk bendahara pusat dan bendahara unit.

d. Pelatihan tentang pembibitan untuk kader dan petugas pembibitan.

e. Pelatihan aplikasi komputer oleh petugas sekretariat.

3. Membuat data base potensi kayu tegakan milik semua anggota. (saat ini sudah

diinventarisasi potensi kayu di 88 anggota dari 166 anggota)

4. Membuat Kebun bibit dan sudah dikerjakan di 4 Blok : Pagerharjo, Ngargosari,

Banjarasri, Girimulyo.

5. Sedang disiapkan pembuatan kebun bibit induk seluas 3000 m di pagerharjo, Samigaluh..

Dan pengiriman permintaan bibit ke Semarang.

6. Pelayanan simpan pinjam anggota bekerjasama dengan Credit Union Karisma Taliasih

( CUKATA ).

7. Menjalin kerjasama dengan NGO membentuk PT PNU Jogjakarta ( Poros Nusantara

Utama Jogjakarta), untuk membangun industri kayu.

8. Penyiapan persyaratan administrasi koperasi dan lapangan untuk sertifikasi oleh FSC

( Forest Stewardship Counsil ).

9. Produksi Empon-empon melayani permintaan pabrik di Jakarta.

10. Distributor Beras Organik jenis Mentik Putih, Beras Merah dan kedele.

31

Page 32: Bagian Utama

VI. Badan Pengurus Koperasi Wana Lestari Menoreh

Gambar 7 Struktur Organisasi Koperasi Wana Lestari Menoreh.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

32

Page 33: Bagian Utama

VII. Keanggotaan

Grafik 1 Jumlah Anggota Koperasi Wana Lestari Menoreh

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Grafik 2 Luas Lahan Anggota Koperasi Wana Lestari Menoreh

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

33

Page 34: Bagian Utama

VIII. Kerjasama dengan lembaga lain.

Gambar 8 Kerjasama Yang Dilakukan Oleh Koperasi Wana Lestari Menorah.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

34

PEMERINTAH

1. Dinas pertanian perkebunan dan

kehutanan kab. Kulon Progo.

2, Pemerinah Daerah Kulon Progo.

NGO1, Perkumpulan Telapak, Bogor.2, Komunitas “ Cah Ndeso “ Pagerharjo, Samialuh

3, Koperasi Hutan Jaya Lestari, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

4, Koperasi Universitas Atma Djaya Jakarta.

SWASTA

1, PT PNU Jogjakarta.

2, Credit Union Karisma Taliasih (CUKATA)

3, SPTN HPS , Jogjakarta.

4, Arupa Jogjakarta,Shorea Jogjakarta.

5, PT. HALDIN JAKARTA

6, PT. JAVA FURNI, Jogjakarta

7, PT. Mirota, Jogjakarta.

8, Jaringan Usaha Hutan, Sulawesi Tenggara.

9. Carefour, Jogjakarta

Page 35: Bagian Utama

BAB V

ANALISIS DATA

Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kulonprogo,

dimana kecamatan ini sebagian besar wilayahnya berupa hutan dan perbukitan yang mayoritas

penduduknya berprofesi sebagai petani. Kecamatan Samigaluh juga terkenal sebagai daerah

penghasil cengkeh termasyur di Yogyakarta. Namun dengan banyaknya hutan di kecamatan ini

tidak heran jika banyak ditemukan kasus penebangan hutan secara semabarangan (ilegal

logging).

Forest Stewardship Council (FSC) merupakan lembaga internasional yang berperan

sebagai pensertifikasi pohon. Untuk mewujudkan perannya tersebut, FSC membentuk semacam

kelompok kerja yang ditempatkan di setiap wilayah kawasan hutan di suatu negara yang telah

bergabung menjadi anggota FSC. Kelompok kerja ini lah yang langsung terjun ke lapangan

untuk menjalankan proses pengelolaan hutan melalui program-program tertentu (misalnya

SmartWood). Kelompok kerja FSC akan melakukan program sertifikasi pohon berdasarkan

standard dan pedoman dari FSC.

Koperasi Wana Lestari Menoreh merupakan salah satu koperasi di Kecamatan

Samigaluh. Keinginan untuk mewujudkan Kabupaten Kulon Progo menjadi daerah dengan

lingungan lestari dan berkelanjutan, maka koperasi Wana Lestari Menoreh pun berinisiatif untuk

melakukan sertifikasi pohon yang mana maksud dan tujuan dari sertifikasi pohon untuk

meminimalisir penebangan secara sembarangan (illegal logging) serta penebangan yang tidak

sesuai dengan aturan. Untuk meralisasikan keinginan atau program tersebut, Koperasi Wana

Lestari Menoreh bekerja sama dengan Forest Stewardship Council (FSC) melalui program

Smartwood.

35

Page 36: Bagian Utama

Peran Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM/ private sector)

Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) terbentuk pada tanggal 2 Agustus 2008

dengan badan pendiri 20 orang dibalai desa Gerbosari26. Koperasi ini diinisiasi pada tahun 2007,

dimana pada waktu itu masih sebatas wacana di tingkat masyarakat di Samigaluh. Anggaran

Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dibuat secara swadaya dan telah resmi atau telah

mendapat persetujuan secara legal melalui Keputusan Bupati Kulon Progo No.29/BH-XV.3/2009

tertanggal 3 April 2009. Koperasi ini memiliki alamat sekretariat di desa Banjar Arum,

Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan terkait anggota saat ini telah

mencapai 319 orang yang tersebar di 15 desa di kecamatan Samigaluh, Kalibawang dan

Girimulyo. Menurut Windratmo, selaku ketua KWLM27, pada saat ini, setiap anggota KWLM

belum mendapatkan sertifikatnya, tetapi sudah pada tahapan mendapatkan accesment (acc) sejak

bulan Juli 2010 (telah resmi). Sedangkan untuk struktur kepengurusan, KWLM memiliki unit

manajemen yang lengkap dan ditambah adanya koordinator unit ditingkat desa serta adanya

sistem lacak balak. Dalam penerapan system lacak balak, KWLM telah menggunakan system

Jatah Tebang Tahunan (JTT) dan tahun 2010 JTT-nya telah mencapai 110 ha.

Gambar 9 Kantor Koperasi Wana Lestari Menoreh

Sumber: Dokumen Peneliti, diolah 2010.

26Dikutip dari brosur profil Koperasi Wana Lestari Menoreh27 Hasil wawancara dengan ketua KWLM, Windratmo tanggal 10 November 2010

36

Page 37: Bagian Utama

Program sertifikasi pohon sangat selaras dengan visi dan misi dari koperasi ini. Visi dari

KWLM adalah membangun Kulon Progo secara bersama untuk mewujudkan lingkungan alam

sekitar yang lestari dan berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara adil.

Sedangkan misi dari KWLM sendiri adalah menciptakan lapangan pekerjaan dengan

memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dengan memperhatikan 3 fungsi

aspek kelestarian: fungsi produksi, ekologi dan sosial. Dalam implementasi program sertifikasi

pohon, KWLM bekerjasama lembaga Smartwoord dalam hal accesment yang kemudian

sertifikasinya diserahkan kepada Forest Stewardship Council (FSC).

Kebijakan tentang sertifikasi pohon yang diterapkan oleh KWLM di Kecamatan

Samigaluh antara lain:

1. Jumlah pohon yang ditebang sudah sesuai jatah Tebangan Tahunan (JTT) yang telah

ditetapkan koperasi

2. Diameter kayu yang disertifikasi: untuk kayu jati dan mahoni minimal 30 cm atau

keliling 95 cm, untuk albasia diameter minimal 20 cm atau keliling minimal 62 cm

3. Harga kayu adalah harga kayu sesuai dengan daftar harga dengan keadaan kayu di

pinggir jalan yang bisa dilalui kendaraan truk

4. Biaya penebangan dan pengangkutan kayu ditanggung pemilik kayu

5. Setelah ada perhitungan prakiraan nilai kayu anggota akan menerima sebesar 60%

dari prakiraan nilai kayu

6. Setelah kayu sudah dipinggir jalan akan dihitung nilai kayu sebenarnya dan pemilik

kayu akan menerima 40% sisa pembayaran setelah dipotong biaya pemotongan dan

pengangkutan

Daftar harga pembelian kayu oleh koperasi Wana Lestari Menoreh:

No Jenis kayu Diameter Harga kayu/

meter kubik

1 Jati 13-15 550.000

16-19 990.000

20-29 1.760.000

37

Page 38: Bagian Utama

30-39 2.860.000

40-49 3.850.000

50-59 4.950.000

60-69 6.050.000

69 UP 7.150.000

2 Mahon

i

13-14 275.000

15-19 495.000

20-24 715.000

25-29 880.000

30-39 1.210.00

40-49 1.430.000

50 UP 1.705.000

3 Sengon

laut/albasia

13-15 330.000

16-19 440.000

20-29 687.500

30-39 935.000

40 UP 1.072.500

Tabel 4 Daftar Harga Kayu.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Harga kayu diatas di pinggir jalan termasuk biaya pemotongan, pengangkutan, ijin

tebang, iuran kas unit.

Untuk mengurangi dampak global warming, KWLM melakukan penebangan pohon yang

telah disertifikasi dengan cara menghitung JTT (Jatah Tebang Tahunan), yaitu dengan

menggunakan rumus :

2 x volume standing stock

Volume kayu38

Page 39: Bagian Utama

Selain itu, setiap kali koperasi melakukan penebangan koperasi mensuplai 10 bibit,

sehingga koperasi pun membentuk unit pembibitan.

Ada 4 Jenis kayu yang ikut tersertifikasi diantaranya :

1. Mahoni ( 10 m kubik JTT (Jatah Tebang Tahunan) per bulan)

2. Jati (6,5 m kubik JTT per bulan)

3. Sengon ( 10 meter kubik JTT per bulan)

4. Sonokeling (0,5 meter kubik JTT perbulan)

Pada saat penebangan dan siap dijual, sebagai tanda resminya, pohon tersebut diberi

nomor pohon dengan format : KWLM- kode dusun- no anggota (pangkat persil berapa),

contoh: KWLM-01-215 (pangkat 2). Pada nomor pohon ada cap warna tertentu sebagai

tanda sertifikasi/ belum tersertifikasi.

Gambar 10 Pohon Yang Diberi Nomor.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

39

Page 40: Bagian Utama

Gambar 11 Pohon Yang Diberi Nomor.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Gambar 12 Pohon Yang Diberi Nomor.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

40

Page 41: Bagian Utama

Berikut macam warna sebagai tanda legalitas pohon yang akan dijual:

: murni sertifikasi dan bisa dieksport

: 50% sertifikasi dan 50% VLK legalitas kayu (lacak balak), bisa dieksport

: 100% VLK

: 50% VLK dan illegal

: murni illegal

Pada level jaringan/ networking, KWLM dengan lembaga lain diantaranya:

1. PT Poros Nusantara utama (PNU),

PT ini merupakan industri pengolahan kayu di dusun Klepu, Banjar arum,

Kalibawang. Kepemilikan saham 60% milik KWLM dan 35% perkumpulan Telapak dan

5% Yabima. PT PNU ini bergerak dalam bidang penggerjajian kayu, pengolahan kayu

primer, eksplorasi pengolahan empon-empon, beras organik dan lain-lain.

Gambar 12 PT Poros Nusantara Utama dari Samping.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

2. Credit Union Karisma Taliasih (CUKATA)

41

Page 42: Bagian Utama

Badan ini merupakan pembantu KWLM dalam hal unit simpan pinjam kepada

anggoata KWLM yang akan meminjam dengan menggunakan jaminan kayu miliknya.

Prosesnya diantara lain: calon peminjam harus sudah menjadi anggota CU Karisma

Taliasih; harus mendapat rekomendasi dari ketua KWLM tentang jumlah kayu, lokasi

kayu, nomor pohon yang dijaminkan; calon peminjam harus menandatangani Surat

Perjanjian bermaterai cukup dengan menetapkan jumlah dan nomor pohon yang

dijaminkan.

3. Unit Kebun Pembibitan KWLM

Kebun ini milik koperasi dikelola Cah Ndeso Pagerharjo. Lokasi kebun di

Gegerbajing, Pagerharjo dengan luas 3000 m pada tahap I. pemberian bibit pohon

diberikan kepada anggota yang telah menjual pohon yang telah tersertifikasi pada

KWLM dengan sistem “tebang 1 pohon dapat 10 bibit untuk ditanam kembali”.

Dalam menjalankan programnya, KWLM juga melaksanakan sosialisasi yang dimana

bertujuan untuk menyampaikan program/kegiatan KWLM kepada para anggota /calon anggota

KWLM agar ada kesamaan pengetahuan tentang kegiatan KWLM dan rasa memiliki KWLM di

tingkat anggota28. Tidak terlupa materi pokonya adalah 10 prinsip yang disodorkan oleh Forest

Stewardship Council (FSC). Sampai November 2010, KWLM telah mensosialisasi programnya

di 12 desa di kecamatan Samigaluh dan 2 kecamatan lainnya (Kalibawang dan girimulyo).

Rencananya, pada rentang Desember 2010- Desember 2012, KWLM mentargetkan untuk

mensosialisasi program sertifikasi dusun di 215 dusun.

Hutan dapat dikelola untuk berbagai kegiatan dan tujuan yang berbeda. Pengelolaan

tersebut dapat di lakukan secara manual maupun mekanis, oleh industri berskala besar/kecil,

masyarakat lokal, ataupun koperasi-koperasi yang mengelola hal tersebut. Maka dari itu perlu

adanya suatu mekanisme yang berfungsi untuk menilai besarnya dampak ekologi, sosioekonomi,

dan silviktur dari kegiatan pengelolaan hutan tersebut dengan cara yang jelas dan konsisten

berdasarkan pada kombinasi penelitian ilmiah dan pengalaman praktis. Melihat hal tersebut

Rainforest Alliance (RA) sebagai pengelola hutan melalui verivikasi independen yang kredibel

terhadap praktek-praktek kehutanan akhirnya membuat program SmartWood. Program tersebut

28 Dikutip dari Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Hutan Koperasi Wana Lestari Menoreh Tahun 2009-2014

42

Page 43: Bagian Utama

merupakan salah satu badan sertifikasi yang terakreditasi oleh Forest Stewardship Council

(FSC). Pada tahun 1991, Program SmartWood menerbitkan rancangan “Pedoman Umum untuk

Penilaian Pengelolaan Hutan Alam” sebagai sekumpulan kriteria penilaian yang luas. Hal

tersebut mulai berlaku di seluruh dunia yang dapat diterapkan pada level lapangan atau

operasional. Program SmartWood tersebut dalam pengembangan programnya selalu mengacu

pada persyaratan-persyaratan FSC, serta petunjuk-petunjuk pengelolaan hutan dan konservasi

biologis lainnya yang diterbitkan oleh World Conservation Union (IUCN) dan the International

Tropical Timber Organization (ITTO). Di lain pihak juga melibatkan jaringan mitra kerja

SmartWood (Imaflora di Brazil, NEPCon di Denmark, Skandinavia, Rusia, dan negara-negara

Eropa Barat), Center for International Forestry Research (CIFOR), Organisasi Buruh

Internasional (ILO), para peneliti, industry-industri kehutanan, lembaga-lembaga swadaya

masyarakat, dan kelompok kerja untuk FSC standards di setiap wilayah.

Program SmartWood dalam pengembangan indikator-indikator dan verifier dalam

standard interim terkait dengan pengelolaan hutan di Indonesia. Beberapa dokumen yang

disertakan dalam penyusunan standard interim tersebut antar lain:

- SmartWood Forest Management Evaluation Handbook, Rainforest Alliance, Januari

2005.

- RA/SmartWood Generic Standards for Assessing Forest Management, Rainforest

Alliance, Januari 2008.

- SmartWood Group Forest Management Certiffication Assessment and Reporting

Guidance, Rainforest Alliance, Januari 2005.

- SmartWood Interim Guidelines for Assessing Forest Management in Indonesia,

Rainforest Alliance, April 2003.

- SmartWood Generic Guidelines for Assessing the Management of Non-Timber Forest

Products, Rainforest Alliance, Januari 2000.

- SmartWood Certification Procedures Manual, Rainforest Alliance, March2006.

- SmartWood SLIMF Policy and Procedures, Rainforest Alliance, July 2005.

- SmartWood NON-Timber Forest Products Certification Standard Addendum,

Rainforest Alliance, January 2008.

43

Page 44: Bagian Utama

- LEI-V/5000-1/1, LEI Guideline 5000-1: System for Sustainable Natural Production

Forest Management, LEI 2003.

- LEI Document-01, Verifier and Verification Toolbox for Assessment Indicators in

Sustainable Planation Forest Management Certification System, LEI 2003.

- LEI 5000-2 Sustainable Forest Planation Management System (SPFM), LEI 2003.

- Principles and Criteria for Forest Stewardship, Forest Stewardship Council (FSC),

April 2004.

- Social Standards for Forest Workers in Forest Certification: The Application of

International Labour Organization (ILO) Conventions, International Federation pf

Bulding an Wood Workers (IFBWW).

- FSC forest certification guidelines for forest workwrs and their unions. da Silva, Ana

CN. and. Patricia Cota Gomes. 2004.IMAFLORA.

- Implementation of FSC Principles No. 2 and 3 in Indonesia, Obstacles and

Possibilities, Aman, WALHI, Rainforest Foundation, 2003.

- SmartWood Forest Certiffication Assessment Report for PT Erna Djuliawati,

Rainforest Alliance, July 2005.

- SmartWood Forest Certiffication Assessment Report for PT Xylo Indah Pratama,

Rainforest Alliance, June 2006.

- SmartWood Forest Certiffication Assessment Report for Koperasi Hutan Jaya Lestari,

Rainforest Alliance, May 2005.

- Pelaksanaan Kovensi CITES di Indonesia, (Implementation of CITES Conventation

in Indonesia). Soehartono, T and A. Mardiastuti. 2003. JICA. Jakarta.

- Inventarisasi Diversitas Flora untuk menunjang Pengelolaan Hutan Secara

Berkelanjutan: Struktur dan Komposisi Hutan Dipterocarpaceae Lahan Pamah pada

Berbagai Umur Tabangan, (Inventory of Flora Diversity in supporting sustainable

forest management: structure and composition of Dipterocarp Forest At varius level

of harvesting period). Partomihardjo, T and H. Suyatmo. 1999. Kerjasama Biro

Perencanaan Hutan, Mitra Linkungan, Duta Consult dan Puslitbang Biologi-LIPI.

44

Page 45: Bagian Utama

SmartWood dalam standard dan penggunaan standard interim melibatkan Lembaga

Ekoloabel Indonesia dan stakeholder lainnya untuk memperoleh masukan dan bertukar

pengalaman sertifikasi dan pengelolaan hutan di Indonesia. Sedangkan Pedoman Umum

SmartWood di dasarkan langsung kepada prinsip-prinsip dan kriteria FSC untuk pengurusan

hutan (FSC-STD-01-001) dan memasukkan indikator-indikator umum tertentu untuk

menciptakan standard SmartWood yang global. Standar ini dikelompokkan ke dalam 10 prinsip,

yakni sebagai berikut:

1. Ketaatan Pada Peraturan dan Prinsip-Prinsip FSC

2. Hak-Hak Kepemilikan dan Pemanfaatan Serta Kewajibannya

3. Hak-Hak Masyarakat Adat

4. Hubungan Masyarakat dan Hak-Hak Pekerja

5. Manfaat Dari Hutan

6. Dampak Lingkungan

7. Rencana Pengelolaan

8. Monitoring dan Evaluasi

9. Pengelolaan Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi

10. Hutan Tanaman

Pelaksanaannya, saat ini pihak FSC belum menyelesaikan tahapan pelaksanaan sertifikasi

pohon tersebut, dikarenakan pihak FSC masih mempertimbangkan beberapa aspek dalam

menentukan terbitnya sertifikat pohon tersebut. Saat ini, masyarakat yang telah mendaftarkan

pohonnya untuk di sertifikasi telah medapatkan assesment sebagai bukti kepemilikan pohon

bersertifikasi SmartWood. FSC sedang berusaha menyelesaikan tahapan sertifikasi ini sejak

bulan Juli 2010 dan sejauh ini belum ada kepastian tentang kapan penyelesaian sertifikat pohon

tersebut. Selama ini, masyarakat anggota KWLM melakukan transaksi penjualan pohon dengan

KWLM dengan menggunakan assesment tersebut.

Usaha yang dilakukan oleh KWLM ini banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak

pemerhati lingkungan, namun masyrakat kecamatan samigaluh sendiri kurang mendukung

program ini, dikarenakan masyarakat apriori terhadap koperasi yang seringkali bangkrut dan

tidak dapat menjamin uang simpanan masyarakat di koperasi tersebut. Masyarakat juga kurang

peduli terhadap kelestarian lingkungan, serta hambatan ekonomi yang membuat masyarakat

45

Page 46: Bagian Utama

terpaksa menjual pohon-pohonnya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa hal ini

membuat KWLM kurang diminati oleh masyarakat.

Sebagai upaya mengatasi berbagai hambatan tersebut, KWLM berusaha membuat usaha

tambahan kepada para petani agar mendapatkan penghasilan diluar penjualan kayu, yaitu usaha

penjualan empon-empon atau jamu-jamuan. Anggota KWLM yang mempunyai kebun tanaman

empon-empon bisa menjual empon-empon tersebut kepada KWLM sebagai tambahan

pengahasilan disaat petani belum mendapatkan hasil dari penjualan kayu. KWLM juga berusaha

membantu anggotanya yang membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari dengan cara

memberikan uang hasil penjualan kayu sebelum kayu tersebut dijual. Jadi, petani bisa

menjaminkan pohonnya ketika petani butuh uang dan kayu yang akan dijual belum mencapai

batas standar yang ditentukan oleh KWLM. Hal ini memudahkan petani untuk mendapatkan

uang dari hasil penjualan pohonnya.

Peran pemerintah kabupaten Kulon Progo (government)

Bila mengacu pada teori good governance, seharusnya ada pola kemitraan yang baik

antara pihak swasta, masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan suatu program demi tujuan

tertentu. Dalam realitanya, peran ketiga pihak tersebut seringkali tidak seimbang. Sama halnya

yang terjadi dengan program sertifikasi pohon di Samigaluh, Kulon Progo dimana pemerintah

kurang memberikan kontribusi besar. Pemerintah kurang memberikan kontribusi secara penuh

terhadap program ini. Sebab pretensi pemerintah adalah ingin menetapkan standard sertifikasi

pohon sendiri yang saat ini masih dalam penggodokan ditingkat pusat, bukan yang sudah

ditetapkan oleh FSC. Berikut kutipan dari hasil wawancara dengan Badan Ketahanan Pangan dan

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (KP4K) selaku stakeholders dari Pemerintah

Kabupaten Kulon Progo:

“Pemerintah Kabupaten Kulon Progo saat ini belum bisa banyak berperan dalam

program sertifikasi pohon di Samigaluh pada khususnya dan Kulon Progo pada

umumnya. Sebab, dari pemerintah pusat sendiri (dari Kementrian Kehutanan Republik

Indonesia) saat ini ada rencana untuk mencanangkan program sertifikasi pohon dengan

menetapkan standardisasi sendiri yang akan diterapkan di seluruh Indonesia. Oleh sebab

itu, saat ini dari pihak Pemda Kulon Progo sebatas men-support program sertifikasi

46

Page 47: Bagian Utama

pohon yang dilakukan oleh Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM). Support program

saat ini adalah dengan memberikan bantuan mesin open kayu dan layanan konsultasi

hutan/pohon kepada masyarakat. Besar harapan kami kedepannya pohon-pohon milik

masyarakat nantinya bisa disertifikasi mengingat besarnya manfaat dari program

sertifikasi yaitu untuk meningkatkan harga jual kayu dan mengurangi illegal logging.”

Peran Masyarakat Samigaluh (civil society)

Masyarakat Samigaluh yang tergabung dalam beberapa kelompok tani yang sekaligus

menjadi anggota KWLM, tentu perannya sangat penting dalam mensukseskan program

sertifikasi pohon. Sebab, masyarakat yang menjadi anggota KWLM bisa menjadi daya tarik bagi

masyarakat lainnya yang belum menjadi anggota KWLM (belum ikut sertifikasi pohon) untuk

ikut dalam program sertifikasi pohon. Kelebihan lainnya pengalaman selama ini, jika ada

transaksi jual beli antara masyarakat dan KWLM, maka masyarakat lain akan mudah tertarik.

Sebab harga kayu yang ditawarkan KWLM lebih tinggi dibandingkan dengan harga kayu dari

pembeli kayu pada umumnya (konvensional). Dari hasil wawancara dengan Mulyono selaku

anggota KWLM dan koordinator unit di desa Purwoharjo, mengatakan bahwa pohon yang

hendak dia jual pernah ditaksir oleh pedagang sebesar Rp. 7.000.000,-, tetapi ditawar lebih

tinggi oleh KWLM dengan harga Rp. 11.000.000,- selain itu, menjadi anggota KWLM juga

harus taat pada standart operating procedure (SOP) dari pihak Forest Stewardship Council

(FSC) dan taat pada peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yaitu tebang 1 pohon

wajib tanam 10 bibit pohon.

47

Page 48: Bagian Utama

Gambar 13 Wawancara Dengan Narasumber.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Namun, dalam pelaksanaan program Sertifikasi Pohon di Samigaluh juga ditemui

beberapa ada kendala yang dihadapi dan beberapa solusi yang diambil oleh KWLM, antara lain:

i. Masyarakat merasa “apriori dan trauma” dengan koperasi. Karena

pengalaman masyarakat di Samigaluh selama ini sering bangkrut dan uang yang

disetorkan masyarakat sering tidak dapat dikembalikan

ii. Karena alasan ekonomi, sebagian besar masyarakat Samigaluh ingin

segera menebang dan menjual pohonnya (menambah maraknya pembalakan liar).

Kondisi ini berbenturan antara masyarakat yang menjadi anggota KWLM dengan

KWLM, sebab ada syarat bahwa penebangan harus sesuai Jatah Tebang Tahunan (JTT).

Tetapi hal ini bisa disiasati dengan jaminan potensi kayu sehingga mempermudah

masyarakat yang ingin segera mendapatkan uang.

Gambar 14 Terkadi Penebangan Liar.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

48

Page 49: Bagian Utama

Gambar 14 Gundukan Kayu Yang Tidak Di Sertifikasi/Ilegal.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

Gambar 15 Proses Pengangkutan Kayu Yang Tidak Di Sertifikasi/Ilegal.

Sumber: Dokumen Peneliti Diolah 2010.

49

Page 50: Bagian Utama

iii. Koperasi Wana Lestari Menoreh berbeda dengan koperasi pada umumnya

yang lebih berorientasi pada social development. KWLM justru lebih berorientasi pada

capital development. Perbedaan persepsi ini sering ditemui pada masyarakat Samigaluh.

Kondisi ini disiasati oleh KWLM yang bekerja sama dengan Credit Union (CU) dalam

memberikan pelayanan simpan pinjam kepada anggota KWLM yang sekaligus menjadi

anggota CU.

iv. Adanya konflik antar masyarakat, seperti masyarakat Samigaluh yang

sering diprovokasi oleh para “bakul” (pembeli kayu ilegal) agar tidak menjual kepada

KWLM dengan isu bahwa penawaran harga yang lebih rendah dan tidak ikut dalam

program sertifikasi pohon. Untuk mengatasi kondisi ini, KWLM juga sudah membentuk

tim resolusi konflik.

v. Masyarakat merasa proses untuk ikut dalam program sertifikasi pohon

lama dan administrasi harus lengkap (hasil wawancara dengan Supangat, anggota

KWLM dan koordinator unit di desa Ngargosari).

50

Page 51: Bagian Utama

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penanggulangan dampak pemanasan global melalui kemitraan tiga sektor (governance)

program sertifikasi pohon di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo ternyata masih belum optimal.

Pada pihak masyarakat, sikap dari sebagian besar masyarakat masih belum menyadari benar

pentingnya menjaga hutan dan besarnya manfaat ikut dalam program sertifikasi pohon. Data di

lapangan menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Samigaluh yang tetap melakukan

penebangan liar, serta penebangan pohon milik pribadi yang sebenarnya tidak sesuai syarat

tebang / dibawah standard. Hal ini disebabkan oleh masalah ekonomi, dimana masyarakat

terpaksa menjual pohon-pohonnya yang belum siap untuk ditebang guna memenuhi beragam

kebutuhannya. Di lain pihak, pemerintah belum memberikan kontribusi besar kepada masyarakat

secara langsung terkait dengan program sertifikasi pohon, terutama permasalahan lemahnya

pengawasan terhadap realita di lapangan dimana masih sering ditemui masyarakat yang

melakukan penebangan pohon secara liar. Sedangkan dari pihak swasta yakni Koperasi Wana

Lestari Menoreh (KWLM), sejauh ini telah memberikan peran yang baik bagi masyarakat.

Beragam kendala atau permasalahan yang muncul di Samigaluh, koperasi ini diharapkan mampu

beradaptasi dan menyiapkan strategi menghadapi beragam kendala yang dihadapi agar program

sertifikasi pohon dapat terus berkembang di masa mendatang.

Dampak dari kekurangoptimalan peran dari tiga sektor (governance) dalam program

sertifikasi pohon di Samigaluh adalah hutan yang ada di Samigaluh tiap harinya sering terdengar

keras suara penggergajiaan pohon sehingga luas hutan cenderung berkurang dan tentunya

berdampak kepada suhu udara disekitar kecamatan tersebut semakin meningkat. Dampak lain

dari efek negatif adanya penebangan liar di Samigaluh adalah bertambahnya wilayah yang rawan

longsor.

51

Page 52: Bagian Utama

B. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan di atas, berikut beberapa rekomendasi terkait dengan

pelaksanaan program sertifikasi pohon di Kecamatan Samigaluh yang belum optimal. Pertama,

pihak Koperasi Wana Lestari Menoreh sebaiknya lebih menggiatkan kegiatan sosialisasi kepada

masyarakat bersama dengan relasinya (seperti Telapak, CU Karisma Tali Asih, pemerintah

desa/kecamatan, dan lain-lain) mengenai profil dan maksud dari adanya program sertifikasi

pohon. Materi sosialisasi selain materi utama yang disampaikan, hendaknya pula sosialisasi

memberikan pemahaman mengenai kemudahan registrasi masuk KWLM bagi calon anggota

(tidak berbelit-belit), mengurangi trauma persepsi warga yang masih takut dengan pengalaman

ikut koperasi sebelumnya, serta beragam manfaat ikut program tersebut (seperti mengurangi

dampak global warming dan harga kayu yang lebih tinggi).

Kedua, pemerintah daerah Kulon Progo sebaiknya bisa berkontribusi lebih besar dalam

bekerja sama dengan pihak Koperasi Wana Lestari Menoreh demi mensukseskan pelaksanaan

program sertifikasi pohon yang lebih optimal, misalnya dalam hal pendanaan, pegawai,

penyediaan infrastruktur pendukung, dan lain-lain yang mendukung keberlanjutan program

dengan membuat perda kehutanan daerah yang memudahkan pelaksanaan program sertifikasi

pohon itu sendiri.

Ketiga, diperlukan peranan 3 sektor (masyarakat, pemerintah dan swasta) yang lebih

optimal dalam hal pengawasan dan sanksi yang melekat kepada pelaku-pelaku yang

menyebabkan terjadinya illegal logging di Kulon Progo serta memberikan pendidikan

pentingnya menjaga hutan bagi kehidupan manusia.

52

Page 53: Bagian Utama

LAMPIRAN

A. Daftar Pertanyaan (interview guide)

1. Kepala Dinas :

1) Alasan yang mendasari untuk membuat kebijakan sertifikasi pohon.

2) Tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan sertifikasi pohon.

3) Manfaat yang dirasakan sampai sekarang ini dengan adanya kebijakan sertifikasi

pohon.

4) Dampak negatif dari kebijakan sertifikasi pohon.

5) Upaya yang sudah dilakukan pihak Dinas Kehutanan dalam mengelola hutan

untuk menggurangi pemanasan gobal (Global Warming).

6) Seberapa besar / jauh kebijakan ini memberikan kontribusi untuk menggurangi

pemanasan global (Global Warming).

2. Koperasi Wahana Lestari Menoreh (swasta pihak yang mensertifikasi) :

1) Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya sertifikasi pohon.

2) Kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan sertifikasi pohon.

3) Manfaat dari sertifikasi pohon.

4) Manfaat sertifikasi pohon dalam menggurangi pemanasan global (Global

Warming).

5) Waktu sertifikasi pohon.

6) Jumlah pohon yang sudah tersertifikasi.

7) Lokasi sertifikasi pohon.

8) Dampak yang ditimbulkan dengan adanya sertifikasi pohon.

3. Pengusaha :

1) Tanggapan dengan adanya sertifikasi pohon.

2) Keuntungan yang dipeoleh dengan adanya sertifikasi pohon.

3) Dampak dengan adanya kebijakan sertifikasi pohon terhadap kemajuan usaha.

4. Masyarakat :

1) Tanggapan masyarakat terhadap sertifikasi pohon di Kulon Progo.

2) Dampak dari kebijakan sertifikasi pohon.

53

Page 54: Bagian Utama

5. Non Governance Organization ( LSM Telapak) :

1) Tanggapan pelaksanaan mengenai sertifikasi pohon.

2) Tanggapan mengenai tujuan sertifikasi pohon.

3) Manfaat sertifikasi pohon.

4) Dampak sertifikasi pohon.

6. Kepala Kecamatan :

1) Alasan yang mendasari untuk membuat kebijakan sertifikasi pohon.

2) Tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan sertifikasi pohon.

3) Manfaat yang dirasakan sampai sekarang ini dengan adanya kebijakan sertifikasi

pohon.

4) Dampak negatif dari kebijakan sertifikasi pohon.

5) Upaya yang sudah dilakukan pihak Dinas Kehutanan dalam mengelola hutan

untuk menggurangi pemanasan gobal (Global Warming).

6) Seberapa besar / jauh kebijakan ini memberikan kontribusi untuk menggurangi

pemanasan global (Global Warming).

54

Page 55: Bagian Utama

DAFTAR PUSTAKA

Al-Adnani, Abu Fatiah. 2008. Global Warming : Sebuah Isyarat Dekatnya Akhir Zaman Dan

Kehancuran Dunia. Surakarta. Granada Mediatama.

Amsyari, Fuad. 1977. Masalah Pencemaran Lingkungan. Surabaya. Ghalia Indonesia.

A. R., Mustapadidjaja. 2003. Manajemen proses kebijakan publik : formulasi, implementasi, dan

evaluasi kinerja. Jakarta. Duta Pertiwi Foundation.

Atmosoeprapto, Kisdarto. 2002. Menuju SDM Berdaya: Dengan Kepemimpinan Efektif dan

Manajemen Efisien.PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Fardiaz, Srikandi. 1992.Polusi Air & Udara. Yogyakarta. Kanisius.

Ghazali, B.H. and M. Shimula. 1994. Certification System of All timber and Timber

ProductsRepot for he International Tropical Timber Organization. Kuala Lumpur,

Malaysia and Helsinki, Finland.

Handayaningrat, Soewarno. 1994. Pengantar Studi Ilmu dan Manajemen. Jakarta. Gunung

Agung.

http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20DIY%202005.pdfdiakses pada tanggal 29

Agustus 2010 pukul 10.01 pm

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/07/104642/DIY-Diperkirakan-Alami-

Kemarau-Terburuk- diakses pada tanggal 29 Agustus 2010 pukul 10.07 pm

http://pustaka.pu.go.id/new/artikel-detail.asp?id=284 diakses pada tanggal 1 September 2010

pukul 08.00 am

http://andietri.tripod.com/index.htm diakses pada tanggal 1September 2010 pukul 8.01 pm

http://www.saiglobal.com/assurance/ManagementSystems/Environmental/default.htm?ccode=ID

diakses pada tanggal 1 September 2010 pukul 07.45 pm.

http://id.wikipedia.org/wiki/Samigaluh,_Kulon_Progo diakses pada tanggal 11 Desember 2010

pukul 17.00 WIB.

http://www.kulonprogokab.go.id/v2/kecamatan-Samigaluh_87_hal dakses pada tanggal 11

Desember 2010pukul 17.16 WIB

Neolaka, Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta. PT Asdi Mahasatya.

Soemartono, Gatot P. 1991. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika

55

Page 56: Bagian Utama

Subarsono. 2009. Analisa Kabijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. pustaka

Pelajar.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Susilo, Rachmad K. Dwi. 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi:Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu

Lingkungan. Jakarta. UI Press.

Widaningrum, Ambar dan Suripto.2008, RPKPS mata Kuliah Metode Penelitian Adminsitrasi Negara.

Yogyakarta: JIAN FISIPOL UGM

Bungin, Burhan. 2008, Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

56