Bagian IV - KontraS · 2019-06-19 · A. 1. Putusan Pengadilan Negeri Pembuktian unsur dakwaan...

87

Transcript of Bagian IV - KontraS · 2019-06-19 · A. 1. Putusan Pengadilan Negeri Pembuktian unsur dakwaan...

Bagian IVVONIS BEBAS UNTUK KAUM

BERSENJATA

A. Mengadili Butar-Butar

Setelah menjalani 120 hari persidangan, akhirnya pada 30 April2004, Majelis Hakim Pengadilan Ad Hoc HAM menghukum R.A.Butar Butar dengan vonis 10 tahun penjara. Saat peristiwa Priok terjadiButar Butar menjabat sebagai komandan pada Komando DistrikMiliter (Kodim) 0502/Jakarta Utara. Dalam putusannya MajelisHakim menyatakan terdakwa Butar Butar terbukti tidak melakukanpengendalian yang patut terhadap anak buahnya sehinggamengakibatkan jatuhnya korban. Sebagai atasan, Butar-Butar dinilaitidak menghentikan penembakan Regu III Arhanudse 06 terhadapmassa pimpinan Amir Biki, meskipun mendengar suara tembakan.Namun terdakwa dibebaskan dari dakwaan ketiga (perampasankemerdekaan secara sewenang-wenang).

131

Ruang PersidanganTerdakwa, RA. Butar-Butar sedang berbincang-bincang dengan penasehathukumnya (2003, dok. Kontras)

A. 1. Putusan Pengadilan Negeri

Pembuktian unsur dakwaan dalam persidangan pengadilanHAM Ad Hoc kasus Priok terungkap pada persidangan berdasarkanfakta-fakta yang diperoleh dari para terdakwa, saksi-saksi dan barangbukti berupa Surat Keputusan KASAD No. SKEP-198-IV-1983tanggal 26 April 1983. Dalam persidangan Butar Butar juga mengakuibahwa pada saat kejadian pada 12 September 1984 itu dirinya masih menjabat sebagai Komandan Kodim (Dandim) 0502/Jakarta Utara.Dari fakta yang terungkap dalam persidangan itu dapatdisimpulkan bahwa kejahatan HAM telah terjadi, yakni:

a. Yang dilakukan oleh pasukan (yang berada) di bawah komando danpengendalian efektif atau di bawah kekuasaan dan pengendalian yang efektif

Berdasarkan fakta yang terungkap di dalam persidangan, terbuktibahwa terdakwa selain menjabat sebagai dandim juga menjabatdansubgar dan komandan Satuan Pengaman Wilayah Jakarta Utarayang mempunyai komando dan pengendalian efektif terhadap

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

132

Tabel XIDakwaan atas Terdakwa R.A. Butar-Butar

Dakwaan locus dan tempus delicti KorbanKesatu : Pembunuhan. Pasal 42ayat 1 huruf a dan b jis pasal 7huruf b, pasal 9 huruf a, pasal37 UU No 26/2000.Kedua : Penganiayaan. Pasal 42ayat 1 huruf a dan b jis pasal 7huruf b, pasal 9 huruf h, pasal40 UU No 26 tahun 2000.Ketiga : Perampasankemerdekaan secara sewenang-wenang. Pasal 42 ayat 1 hurufa dan b jis pasal 7 huruf b, pasal9 huruf e UU No 26/2000.

Jalan Yos Sudarso, depan MapolrsJakarta Utara pada tanggal 12September 1984.

Jalan Yos Sudarso, depanMapolres Jakarta Utara padatanggal 12 September 1984.

Makodim 0502/Jakarta Utara.Pada tanggal 10-18 September1984

23 orang.

4 orang

4 orang

pasukannya. Terdakwa juga terbukti sudah mengetahui beritakedatangan massa dan meminta bantuan langsung kepada Arhanudseuntuk di-BKO-kan ke Markas Kodim (Makodim) 0502/Jakarta Utara.

b. Komandan militer atau seseorang yang secara efektif atau seorang bertindaksebagai komandan militer tidak melakukan pengendalian secara patut

Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan dan keteranganpara saksi -Try Sutrisno, Sriyanto, A Ratono dan Sutrisno Mascung--terbukti bahwa sebagai dandim, terdakwa juga memegang jabatansebagai dansubgar dan komandan pengamanan wilayah. Sebagaiseorang komandan terdakwa mempunyai anak buah dan pada 12September 1984 terdakwa juga menjadi komandan regu III dariBatalyon Arhanudse yang di-BKO-kan ke Makodim 0502. Sebagaikomandan, terdakwa berhak memerintah sekaligus bertanggung jawabatas perbuatan pasukan yang berada di bawah kendalinya, baik pasukanorganik maupun pasukan yang di-BKO-kan ke Makodim 0502.

c. Mengetahui atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwapasukannya sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaranHAM berat

Sesudah menerima informasi/laporan tentang massa yang akanmendatangi Makodim 0502, terdakwa telah mengantisipasi massadengan meminta bantuan pasukan ke Arhanudse 06. Selanjutnya pasukan bantuan itu dibagi menjadi tiga regu yaitu Regu I, dengantugas mengamankan Makodim, Regu II mengamankan instansiPertamina di Plumpang, dan Regu III membantu mengamankanPolres Jakarta Utara.

Setelah pasukan Regu III tiba di Mapolres, Sriyantomelaporkan jatuhnya korban, yakni sebanyak 23 orang meninggaldan beberapa orang terluka. Sebagai komandan militer, seharusnyaterdakwa mengetahui bahwa pasukannya sedang melakukan atau barusaja melakukan pelanggaran HAM-berat dan segera mengambillangkah-langkah antisipatif.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

133

Keterangan para saksi seperti Husen Syafe dan Boddy Biki,menyebutkan bahwa pada 12 September 1984 Regu III Arhanudse06 langsung menembak setelah menyuruh massa berhenti dan padapagi harinya terdapat banyak bekas ceceran darah. Berdasar hasilpemeriksaan laboratorium forensik, para korban pada umumnyamengalami kekerasan baik karena tembakan maupun kekerasan lainyasebagaimana tertuang dalam berita acara pemotretan Nomor:PolBAP/01/IX/2000/PUSIDEN dan Pol: BAP/02/IX/2000/PUSIDEN tanggal 8 September 2000.

Alibi bahwa pasukan menembaki massa karena membela dirijuga tidak dapat dipertahankan. Berdasarkan keterangan tiga orangsaksi, yakni Husen Syafe, Syaiful Hadi dan Nur Cahya diperolehfakta bahwa para peserta pengajian tidak membawa senjata. Alasanmembela diri juga tidak memenuhi asas proporsionalitas dansubsidiaritas berdasarkan fakta yang menunjukkan bahwa para korbanpada pihak massa jauh lebih besar yaitu, 23 orang meninggal dan 50orang lebih luka-luka. Fakta tersebut juga menunjukkan bahwaterdapat kesengajaan (opzet) dari pasukan Regu III untukmenghilangkan nyawa massa yang menjadi korban penembakan.

Persidangan juga menunjukkan fakta bahwa terdakwa, selakukomandan militer, telah mengetahui atau atas dasar keadaan saat itumengetahui bahwa anak buahnya telah melakukan pelanggaran HAM-berat. Pada saat kejadian terdakwa melakukan komunikasi dengansaksi Sriyanto. Komunikasi itu mengalir melalui HT (handy talky) dansaat itu terdakwa mendengar suara tembakan.

d. Tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkupkekuasaanya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut ataumenyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukanpenyelidikan, penyidikan dan penuntutan

Dalam persidangan terdakwa terbukti tidak pernahmengambil tindakan yang patut, seperti (1) mencegah orang-orang

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

134

yang ditahan di Makodim tersebut untuk dilepaskan dan diserahkankepada aparat kepolisian; (2) menarik pasukan Regu III yang ditugasimengamankan Mapolres, yang ternyata tidak diserang massapengajian; (3) tidak menyerahkan Regu III yang di-BKO-kan keMakodim 0502 kepada aparat yang berwenang untuk diberlakukantindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

e. Berupa pembunuhan

Dalam kasus R.A. Butar Butar dapat dibuktikan bahwa telah terjadipembunuhan yang dilakukan secara sistematis atau meluas. Akibatperbuatan tersebut 23 orang warga sipil tewas dan sebanyak 53 oranglainnya mengalami luka-luka akibat tembakan. Butar Butar jugaterbukti telah membiarkan terjadinya aksi penganiayaan terhadapanggota massa yang ditahan atas kerusuhan tersebut.

Dengan fakta di atas Majelis Hakim menjatuhkan hukuman10 tahun penjara. Majelis Hakim juga memutuskan agar pemerintah memberikan kompensasi dan rehabilitasi terhadap para korbanperistiwa Tanjungpriok. Putusan kompensasi dan rehabiltiasi ini,entah sengaja atau tidak, justru tidak dimasukkan ke dalam tuntutanJPU. Menurut Majelis Hakim ganti rugi dan rehabilitasi itu akan diatursesuai dengan undang-undang (UU) yang berlaku. Tentang prosesdan besarnya pemberian kompensasi ditetapkan berdasarkanPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2002.

Dari seluruh fakta-fakta yang terungkap di dalampersidangan, Majelis Hakim memutuskan bahwa terdakwa RA Butar-butar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalahmelakukan tindak pidana pelanggaran HAM-berat dalam suratdakwaan kesatu dan kedua. Terdakwa dinyatakan tidak terbuktibersalah dalam dakwaan ketiga dan membebaskan terdakwa daridakwan tersebut. Untuk itu Majelis Hakim memutuskan menghukumterdakwa RA Butar-Butar dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh)tahun. Membebankan perkara kepada terdakwa untuk membayar biaya

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

135

perkara sebesar Rp. 5000 (lima ribu rupiah). Sementara untuk parakorban dan ahli warisnya, majelis hakim memutuskan untukmemberikan kompensasi, yang proses serta jumlahnya ditetapkansesuai dengan ketentuan yang berlaku.

A.2. Putusan Pengadilan Tinggi

Pada 6 Juli 2005, Kontras bersama para korban dan keluargakorban mempertanyakan kelanjutan perkara pelanggaran HAMTanjung Priok di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kepala HumasPengadilan Tinggi DKI Jakarta, Husain Andin Kasim, menyatakanbahwa perkara dengan terdakwa R.A. Butar-Butar telah diputus pada8 Juni 2005. Putusan tersebut merupakan tindak lanjut dari timpenasihat hukum terdakwa yang mengajukan permintaanpemeriksaan dalam tingkat banding pada 28 Desember 2004. Sementara pihak kejaksaan mengajukan kontra memori banding kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 18 Februari 2005.Dalam pertimbangan putusan akhir, Pengadilan Tinggi DKI Jakartatidak sependapat dengan Majelis Hakim HAM Ad Hoc tentangpertimbangan hukum maupun amar putusannya dan karena ituPengadilan Tinggi HAM Ad Hoc memberikan pertimbangantersendiri.

Dalam kedua dakwaan tersebut terdakwa didakwa melakukantindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (1) UU No. 26Tahun 2000, yang memiliki beberapa unsur pokok. (1) Adanyakomandan atau atasan yang bertanggung jawab atas pengendalianyang efektif, terhadap pasukan atau bawahanya. (2) Komandan atauatasan tersebut mengetahui bahwa pasukan atau bawahannya sedangmelakukan pelanggaran HAM-berat. (3) Komandan atau atasantersebut tidak berupaya mencegah atau menghentikan perbuatantersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenangmelakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan atau pemutusan

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

136

Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa unsur kesatu dan keduaadalah faktor paling esensial dan menentukan untuk dapat dinyatakanbahwa tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 42 UUNo. 26 Tahun 2000 terbukti. Tegasnya, harus dibuktikan adanyapasukan atau bawahan dari terdakwa yang melakukan pelanggaranHAM-berat.

Menurut Pengadilan Tinggi dalam hal pertanggungjawabankomando, garis komando bisa ditarik ke atas apabila memenuhi unsur-unsur berikut. (1) Harus terbukti lebih dulu adanya pelanggaran HAM-berat yang dilakukan oleh anggotanya, kalau tidak ada, maka tidakada pertanggungjawaban komando. (2) Ada hubungan subordinasiantara komandan dan pelaku baik secara langsung maupun tidaklangsung.

Menurut Pengadilan Tinggi, sebagai komandan, Butar Butardapat bertanggung jawab atas perbuatan bawahannya yang harusmeliputi tiga unsur. (1) Adanya hubungan atasan-bawahan yang beradadalam pengadilan efektif. (2) Atasan mengetahui bawahan sedangatau akan melakukan kejahatan. (3) Atasan gagal mencegah ataumenghukum bawahannya.

Majelis Hakim berpendapat bahwa berdasarkan keteranganTry Sutrisno, tidak terbukti bahwa terdakwa Butar Butar sebagaidandim harus bertanggungjawab atas aksi pelanggaran HAM-beratyang dilakukan oleh para anggotanya dalam peristiwa Tanjungpriokpada 12 September 1984. Oleh sebab itu dalam peristiwa tersebut tidak terbukti unsur-unsur esensial pelanggaran HAM-berat, sehinggaunsur kesatu dari tindak pidana yang didakwakan tidak terpenuhi olehperbuatan terdakwa.

Sementara itu pada unsur dakwaan kedua, tentangtanggungjawab komando dari tindak pidana yang didakwakan,terdapat fakta-fakta yang membuktikan adanya hubungan komandoyang terkait dengan terdakwa Butar Butar.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

137

Berdasarkan keterangan saksi Try Sutrisno dan kesaksian paraanggota TNI telah terbukti adanya hubungan subordinasi antarakomandan (terdakwa) dengan pasukan Regu III. Akan tetapi menurutPengadilan Tinggi HAM Ad Hoc, terdakwa selaku komandan atauatasan tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatanbawahannya. Alasannya, karena salah satu unsur esensial yang perludibuktikan yaitu “atasan gagal mencegah atau menghukumbawahannya” tidak terbukti. Karena pada saat peristiwa terjaditerdakwa yang sedang bermain tenis di Pluit, Jakarta Utara sekitarpukul 22.00, telah mendapat laporan melalui HT dari Sriyanto. Segerasetelah menerima laporan, terdakwa kembali ke Makodim 0502 dankemudian memerintahkan “Hentikan tembakan” dan perintahterdakwa dilaksanakan berdasar laporan kasiop.

Dari dalam persidangan juga diperoleh fakta bahwa pada 13September 1984 terdakwa bersama Dan Satgas Intel Laksusda Jayatelah melakukan pemeriksaan terhadap Regu III dan Kasiop Kodim0502/Jakarta Utara di mana hal tersebut sudah terbukti secara sahdalam persidangan. Menurut Pengadilan Tinggi teoripertanggungjawaban komandan yaitu “asas personalitas” sebagaimanadalam Code of conduct for law enforcement officials general assembly resolution34/169 tanggal 17 Desember 1979, tidak dapat diterapkan kepadaterdakwa karena terdakwa telah memerintahkan penghentianpenembakan yang ditaati oleh bawahannya (melakukan pencegahan)dan pemeriksaan (penyelidikan).

Majelis Hakim Banding selanjutnya berpendapat bahwakarena unsur-unsur delik tindak pidana pelanggaran HAMsebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 42 UU No. 26/2000 tentangPengadilan HAM yang tercantum dalam dakwaan kesatu dan keduatidak terbukti, maka terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secarasah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yangdidakwakan kepadanya, oleh karena itu terdakwa harus dibebaskandari dakwaan-dakwaan tersebut (vrijspraak). Pengadilan Tinggi HAM

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

138

Ad Hoc DKI Jakarta membatalkan putusan Pengadilan HAM AdHoc pada PN Jakarta Pusat pada 30 April 2004.

Berdasar uraian di atas, Pengadilan Tinggi HAM Ad Hocpada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berpendapat bahwa putusanputusan PN HAM pada PN Jakarta Pusat tanggal 30 April 2004No:03/PID.B/HAM/AD.HOC/2003/PN.JKT.PST tidak dapatdipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan PengadilanTinggi HAM Ad Hoc pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akanmengadili sendiri perkara tersebut.

Pada pokoknya Majelis Hakim Tinggi menerima permintaanpemeriksaan dalam tingkat banding dari terdakwa atas putusan selaPengadilan HAM Ad Hoc pada PN Jakarta Pusat tanggal 22 Oktober2003 No. 03/PID.B/HAM/AD.HOC/2003/PN.JKT PST, maupunpermintaan pemeriksaan dalam tingkat banding terdakwa atas putusanakhir Pengadilan HAM Ad Hoc pada PN Jakarta Pusat tanggal 30April 2004 No. 03/PID.B/HAM/AD.HOC/2003/PN.JKTPSTtersebut. Membatalkan putusan Pengadilan HAM Ad Hoc pada PNJakarta Pusat No. 03/PID.B/HAM/AD.HOC/2003/PN JKT PST.

Dalam putusan yang dibacakan pada 28 Maret 2005 dengannomor: 39/Pen/02/PID.HAM/AD.HOC/2005/PT.DKI tersebutmengadili sendiri dengan kesimpulan berikut: (1) Menyatakanterdakwa RA Butar Butar tersebut di atas tidak terbukti secara sahdan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai tersebutdalam dakwaan kesatu dan kedua. (2) Membebaskan terdakwa olehkarena itu dari dakwaan kesatu dan kedua tersebut (vrijspraak). (3)Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan-harkatserta martabatnya. (4) Menyatakan barang bukti sebagaimana tersebutdalam daftar barang bukti dan surat-surat bukti yang diajukan dimuka persidangan, tetap bersama dan berada dalam berkas perkaraini.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

139

Terhadap putusan diatas, Kontras bersama para korbanperistiwa Tanjung Priok 1984 telah mempertanyakan kredibilitasputusan pengadilan tinggi yang membebaskan para terdakwa. Putusanini dipandang bisa mengembalikan penegakan HAM ke titik nolkarena tak satupun ada yang bertanggungjawab. Jaksa Agung dituntutsegera mengajukan kasasi ke MA. Kontras juga menuntut Presidenmemerintahkan Jaksa Agung membuka kembali kasus ini denganmengajukan tersangka baru sesuai rekomendasi Komnas HAM. Lebihdari itu, Kontras meminta Presiden dan DPR mengambil keputusanpolitik berupa rehabilitasi, dan kompensasi sebagai agenda paraleldemi keadilan bagi korban, agar pengadilan tidak digunakan sebagaisarana membebaskan para tertuduh pelanggaran berat hak asasimanusia.

Fakta ini membuktikan, proses peradilan kian kehilanganorientasi untuk membuktikan bahwa keadilan dapat ditegakkan.Bahkan memutus tuntutan publik bagi dibongkamya kejahatan-kejahatan masa lalu. Kemandirian peradilan menjadi tidak ada karenapengaruh kuat militer, bukan saja di dalam persidangan, tapi telahmempengaruhi seluruh struktur negara maupun pelaku politik, gunamemastikan tidak ada penghukuman atas pelanggar hak-hak asasi.Disini, arena kepolitikan dan hukum didominasi keinginan militermempertahankan kekebalannya untuk bertanggungjawab ataskejahatan.44

A. 3 Putusan Mahkamah Agung

MA membebaskan R. Butar-butar pada 2006. DokumenPutusan MA tidak bisa didapt

44 Pernyataan terbuka Kontras dan Keluarga Korban Tanjung Priok, Putusan Bebas KasusPriok : Penegakan HAM Kembali ke Titik Nol.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

140

B. Mengadili Sutrisno Mascung dkk

Dalam pemidanaan terhadap Sutrisno Mascung dkk., duaanggota majelis hakim, yaitu Amirudin Aburaera dan Heru Susantomengajukan dissenting opinion. Mereka mengakui bahwa peristiwatersebut telah mengakibatkan korban meninggal maupun luka-lukaserta kerugian bagi keluarganya. Akan tetapi menurut kedua hakimini, korban yang terjadi tetap merupakan kesalahan (culpa lata) daripara terdakwa, tetapi bukan dalam bentuk kejahatan terhadapkemanusiaan. Karena itu Pengadilan HAM Ad Hoc tidak berwenangmemeriksa kesalahan para terdakwa tersebut.

Perbedaan mencolok tampak dari cara pandang majelis hakimmelihat isi kesaksian korban yang mencabut BAP di dalampersidangan. Untuk persidangan terdakwa R.A. Butar Butar danSutrisno Mascung dkk., majelis hakim lebih mendasarkanpertimbangannya pada kesaksian korban yang tidak menyepakati islah(perdamaian). Pada persidangan terdakwa Mascung dkk., majelishakim menyatakan bahwa atas pencabutan keterangan BAP penyidikdi dalam persidangan ataupun mengubahnya, sepanjang pencabutanketerangan BAP penyidikan oleh saksi-saksi tanpa alasan yang jelasdan meyakinkan. Perubahan atau pencabutan keterangan itu dilakukansetelah kesepakatan islah. Lagi pula ketika dalam persidanganketerangan para saksi ini tidak dapat dibuktikan bahwa prosespemeriksaan yang berlangsung di muka penyidik dalam keadaantertekan, dipaksa, atau bebas. Pencabutan atau perubahan tersebutdijadikan sebagai bukti “petunjuk” sementara penilaiannya tergantungkepada hubungan dan persesuaiannya dengan alat-alat bukti lainnyayang sah.

Pada tingkat banding, majelis hakim membebaskanterdakwa Butar Butar dan Mascung, karena tidak adanya peristiwakejahatan terhadap kemanusiaan. Namun demikian salah seoranganggota majelis hakim pada terdakwa Mascung, Sri Handoyo

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

141

mengajukan desenting opinion yang menyatakan alasan-alasan,pertimbangan dan putusan majelis hakim yang dimohonkan bandingsudah benar dan tepat.

Pada tingkat kasasi, Majelis Hakim membebaskan terdakwaButar Butar dan Mascung dkk. MA menilai tindakan yang dilakukanMascung dkk bukanlah kejahatan terhadap kemanusiaan, sehinggatidak dapat diadili oleh Pengadilan HAM Ad Hoc.

JPU mendakwa Mascung bersama 10 anak buahnya (Asrori,Siswoyo, Abdul Halim, Zulfatah, Sumitro, Sofyan Hadi, Prayogi,Winarko, Idrus, dan Muchson) telah melakukan pelanggaran HAM-berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai bagian dariserangan yang sistematis dan meluas. Serangan ditujukan secaralangsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, sehinggaperbuatan terdakwa Mascung beserta anak buahnya telah melanggarketentuan Pasal 7 Huruf b jis Pasal 9 Huruf a, Pasal 37 UU No. 26Tahun 2000, Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

JPU juga mendakwa Mascung dkk. telah melakukan kejahatanterhadap kemanusiaan berupa percobaan pembunuhan yang diancamdengan Pasal 7 Huruf b jis Pasal 9 Huruf a, Pasal 41, Pasal 37 UUNo. 26 Tahun 2000, Pasal 55 ayat (1) ke-1, Pasal 53 Ayat 1 KUHP. Disamping itu Mascung dkk juga didakwa telah melakukan kejahatankemanusiaan berupa penganiayaan yang diancam dengan Pasal 7Huruf b jis Pasal 9 Huruf h, Pasal 40 UU No. 26 Tahun 2000, Pasal55 Ayat (1) ke-1 KUHP.[1]

Dalam dakwaan pertama para terdakwa terbukti telahmelanggar UU No. 26 Tahun 2000, khususnya Pasal 7 Huruf b mengenai “pelanggaran HAM yang berat” yang menyangkut“kejahatan terhadap kemanusiaan” dan Pasal 9 Huruf a, yangmenyatakan “kejahatan terhadap kemanusiaan” sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 Huruf b adalah salah satu perbuatan yangdilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluas atau sistematik

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

142

yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsungterhadap penduduk sipil, berupa pembunuhan.

Terdakwa juga terbukti bersalah berdasarkan Pasal 37 UUNo. 26 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa “setiap orang yangmelakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Hurufa, b, d, e, atau j dipidana dengan pidana mati atau pidana penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (duapuluh lima)tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.” Para terdakwa jugaterbukti bersalah berdasarkan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP yangmenyatakan “Dipidana sebagai pembuat delik mereka yangmelakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut sertamelakukan perbuatan.”

Sementara dalam dakwaan kedua primer para terdakwadidakwa telah melanggar UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 7 Huruf bmengenai “pelanggaran hak asasi manusia yang berat,” menyangkut“kejahatan terhadap kemanusiaan”. Terdakwa didakwa dengan Pasal9 Huruf e UU N0. 26 Tahun 2000, yang menyatakan bahwa“Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal7 Huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagiandan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwaserangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil,berupa ‘perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisiklain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuanpokok hukum intemasional’”.

Terdakwa juga dianggap melanggar Pasal 37 UU NO. 26/2000 yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang melakukanperbuatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 9 Huruf a,b,d,eatau j dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup ataupidana penjara paling lama 25 tahun dan paling singkat 10 tahun.Jaksa juga mendakwa tersangka dengan Pasal 53 Ayat 1, “mencoba

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

143

melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah nyata dariadanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itubukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.”

Dalam dakwaan ketiga subsider, JPU mendakwa paraterdakwa telah melanggar UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 7 Hurufb mengenai “pelanggaran hak asasi manusia yang berat,”mengyangkut “kejahatan terhadap kemanusiaan.” Para terdakwa jugadidakwa dengan Pasal 9 Huruf h, yang menyatakan bahwa “kejahatanterhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Hurufb adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian danserangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwaserangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil,berupa “penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atauperkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan,etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakuisecara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukuminternasional” (Huruf h).

Para terdakwa juga dikenakan Pasal 40 UU No. 26 Tahun2000 yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan perbuatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, h, atau i dipidanadengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan palingsingkat 10 (sepuluh) tahun.” Terakhir terdakwa juga dapat dikenakan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang menyatakan, ”Barang siapamelakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yangdiberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

144

B.1. Pemeriksaan

Persidangan kasus Tanjung Priok 1984 dimulai pada 15September 2003 dengan pembacaan tuntutan oleh JPU. SutrisnoMascung bersama 10 anak buahnya dituntut bersalah “melakukandan atau turut serta melakukan pelanggaran HAM yang berat berupakejahatan kemanusiaan, yang merupakan salah satu perbuatan yangdilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematikyang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsungterhadap penduduk sipil berupa pembunuhan dan percobaanpembunuhan.” Mereka dituntut masing-masing 10 tahun penjaradengan menyatakan barang bukti berupa 1 truk Reo dan 13 pucuksenjata SKS.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

145

Tabel XIIDakwaan atas Terdakwa Sutrisno Mascung

Terdakwa Dakwaan Locus Tempus Jumlahdelicti delicti korban

Dakwaan I: PembunuhanPasal 7 huruf b jis Pasal 9huruf a, Pasal 37 UU No 26/2000Pasal 55 ayat 1 ke-1KUHP

Dakwaan II Primer :Percobaan Pembunuhan

Pasal 7 huruf b jis Pasal 9huruf a, Pasal 41, Pasal 37 UUNo 26/2000Pasal 55 ayat 1 ke-1, Pasal 53 ayat 1 KUHP

Dakwaan III Subsider :Penganiayaan

Pasal 7 huruf b jis Pasal 9huruf h, Pasal 40 UU No 26/2000Pasal 55 ayat 1 ke-1KUHP

SutrisnoMascung dkk.

(Asrori,Siswoyo, AbdulHalim,Zulfata,Sumitro,Sofyan Hadi,Prayogi,Winarko,Idrus,Muhson)

Jl Yos Sudarso,depanMapolresJakarta Utara

Jl Yos Sudarso,depanMapolresJakarta Utara

12September1984

12September1984

12September1984

23 Orang

64 Orang

64 Orang

Jaksa juga mengajukan tuntutan pemenuhan hak-hak korbandan keluarga korban menyangkut kompensasi, restitusi danrehabilitasi. Sesuai dengan PP No. 3 Tahun 2002 tanggal 13 maret2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi. Jaksamendasarkan pada surat Kontras sebagai kuasa hukumnya, keluargakorban dan korban mengajukan pemenuhan hak tersebut pada 18Juni 2004. Dalam permohonan tersebut hak-hak korban meliputi hak-hak material maupun non-material diajukan oleh 15 korban denganjumlah Rp 19.358.997.295 dan immaterial Rp 14.000.000.1000.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

146

Pemeriksaan SenjataKorban bersama Kontras melakukan pemeriksaan senjata di Gudang senjata,TNI -AD, Sidoarjo, Jatim untuk melihat senjata yang dipakai oleh pelakudalam peristiwa Priok. (Th. 2004. Dok. Kontras).

B.2. Putusan Pengadilan Negeri

Majelis Hakim dalam putusannya No. 01/PID.HAM/ADHOC/2003/PN JKT PST menjatuhkan pidana kepada para terdakwadengan pidana penjara untuk terdakwa I (Sutrisno Mascung) selamatiga tahun dan terdakwa II dampai terdakwa XI masing-masing duatahun.

Untuk kasus pencabutan keterangan BAP penyidikan didalam persidangan ataupun pengubahannya, majelis hakimberpendapat, bahwa pencabutan keterangan BAP penyidikan olehpara saksi tersebut tidak didukung oleh alasan yang jelas danmeyakinkan. Selain itu perubahan atau pencabutan keterangan parasaksi tersebut juga dilakukan setelah para saksi melakukan islah(perdamaian) dengan para pelaku. Di dalam persidangan para saksijuga tidak dapat membuktikan bahwa pemeriksaan terhadap merekadi muka penyidik dalam keadaan tertekan, dipaksa atau bebas. Majelishakim menganggap pencabutan atau perubahan tersebut hanya dapat

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

147

Pemeriksaan SenjataKorban Tanjung Priok Husein Safe memperlihatkan luka tembak dikakinya di Gudang Senjata TNI-AD di Sidoarjo, Jatim.

dijadikan sebagai bukti “petunjuk” dan penilaiannya, tergantung padahubungan dan persesuaianya dengan alat-alat bukti lainya yang sah.

Terhadap dakwaan pertama, yaitu kejahatan terhadapkemanusiaan “yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yangmeluas atau sistematis”, majelis hakim berpendapat bahwa seranganyang dilakukan terdakwa dilatarbelakangi oleh adanya kebijakanDandim 0502/Jakarta Utara, yaitu pada saat Dandim meminta di-BKO-kannya pasukan kepada satuan Arhanudse-6 untukdiperbantukan menjaga keamanan Mapolres, Makodim danPertaminan Plumpang. Dandim Jakarta Utara memerintahkan kepadaKapten Sriyanto (Kasiop) untuk mengantar Regu III guna melakukanpengadangan terhadap massa. Akibat pengadangan tersebut, massamarah dan terdakwa secara serentak melakukan aksi penembakan kearah massa sehingga mengakibatkan korban meninggal dan luka-luka.Berdasar fakta di atas, para terdakwa telah terbukti melakukan“serangan” terhadap penduduk sipil.

Sementara atas dakwaan “serangan yang meluas atausistematis,” Majelis Hakim berpendapat bahwa Dandim Jakarta Utaralebih cenderung melakukan pendekatan kekuasaan/otoritas militerdaripada pendekatan persuasif. Ketika berlangsungnya pengajian diJalan Sindang pada 12 September 1984, tidak ada satu pun petugaskemanan, baik sipil maupun militer, melakukan pengamanan danpengawasan. Padahal sebagaimana diketahui eskalasi politik di TanjungPriok pada itu sedang memanas, sehingga menuntut jajaran Kodimbersikap waspada. Adanya rencana membagi regu menjadi tiga danmemberikan arahan menunjukkan adanya suatu kebijakan terencanadalam menghadapi ancaman di lapangan. Kebijakan terencanatersebut menyebabkan timbulnya banyak korban meninggal dan luka-luka. Penguburan para korban meninggal yang berlangsung padatengah malam tanpa disertai identitas, juga tidak adanyapemberitahuan kepada keluarga korban perihal tempatpenguburannya, menimbulkan pandangan bahwa aparat berusaha

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

148

menutup-nutupinya. Berdasar fakta di atas, maka elemen seranganmeluas atau sistematik terpenuhi.

Majelis hakim juga memandang serangan yang ditujukankepada kelompok massa di sekitar Mapolres Jakarta Utara merupakanrangkaian dari kelanjutan kebijakan Dandim Jakarta Utara selakupenguasa wilayah territorial dan diantarkannya secara langsung ReguIII oleh kapten Sriyanto, menunjukkan bahwa sebelumnya terdakwadan Kapten Sriyanto serta Dandim 0502 telah memperhitungkantarget untuk menghadang kelompok massa yang berkumpul di JalanSindang. Berdasarkan fakta tersebut, maka elemen “serangan yangdiketahui dan ditunjukkan secara langsung terhadap penduduk sipilyang merupakan kelanjutan kebijakan penguasa” telah terpenuhi.

Terhadap tindak pembunuhan yang diatur dalam KUHP Pasal340 “barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulumerampas nyawa orang lain”, majelis hakim berpendapat bahwasemua unsur telah terpenuhi. Unsur-unsur itu meliputi (1) unsurdengan sengaja; (2) dengan rencana terlebih dahulu; (3) sertamerampas nyawa orang lain. Kesimpulan ini didasari fakta bahwasejak adanya lonceng apel di Markas Batalyon Arhanudse 06 kemudianpengambilan senjata SKS serta 10 peluru tajam, dilanjutkan perjalananmenuju Kodim dan pembagian pasukan menjadi tiga regu sertatindakan penembakan terhadap massa mengakibatkan banyaknyaorang meninggal dan terluka. Seluruh kegiatan tersebut menunjukkanbahwa tembakan tersebut bukanlah sekadar peringatan untukmelumpuhkan atau membela diri, melainkan terdakwa memangmenghendaki kematian korban, sehingga elemen dengan sengaja dandirencanakan telah terpenuhi.

Adapun tentang penyertaan (delneming) sesuai Pasal 55 Ayat 1ke-1 KUHP, Majelis Hakim berpendapat bahwa bentuk kerjasamaterdakwa terlihat pada persatuan pasukan Arhanudse-06 yangtergabung ke dalam Regu III yang ditugaskan mengadang massa;terdakwa juga membawa senjata SKS semiotomatis; juga tindakan

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

149

pengadangan tersebut diketahui oleh para terdakwa; yang langsungdilanjutkan dengan meletuskan senjatanya secara bersama-samakepada massa yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal danluka-luka. Dari rangkaian tersebut telah terpenuhi kualifikasi Pasal55 Ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu mereka yang melakukan dan turutserta melakukan perbuatan.

Untuk dakwaan kedua primer, karena pembahasan Pasal 7Huruf b, Pasal 9 Huruf a sudah dipertimbangkan dalam dakwaankesatu, maka secara mutatis-mutandis majelis mengambil alih danmenjadikannya pertimbangan pembahasan terhadap Pasal 7 Hurufb Pasal 9 Huruf b dalam dakwaan kedua. Adapun yangdipertimbangkan ialah elemen percobaan menurut Pasal 41 UU No.26 Tahun 2000 jo Pasal 53 (1) KUHP. Elemen tersebut meliputibeberapa unsur, yakni adanya niat, permulaan pelaksanaan dan tidakselesainya bukan karena kehendaknya sendiri. Berdasar seluruhrangkaian kegiatan yang dilakukan terdakwa di atas, syarat-syarattersebut terpenuhi.

Hal yang menjadi persoalan bagi majelis hakim itu ialah hal-hal yang berkaitan dengan pertangungjawaban atas perbuatanterdakwa menurut hukum, karena para terdakwa sebagai anggotamiliter yang di-BKO-kan pada Kodim 0502 Jakarta Utara. BerdasarkanPasal 10 Ayat 2 UU No. 26 Tahun 1997 tentang Hukum DisiplinPrajurit ABRI dan PP No. 24 tahun 1949 disebutkan bahwa dalammelaksanakan tugas, asas pertanggungjawaban melekat pada pelakuyang melakukan perbuatan material. Perbuatan bawahan yangmenyimpang dari perintah atasan diartikan sebagai perbuatan yangdilakukan atas kemauan sendiri sehingga menjadi tanggungjawabbawahan yang bersangkutan.

Alasan terdakwa membela diri karena keadaan terdesakhanyalah keterangan sepihak para terdakwa. Buktinya tidak seorangpun di antara terdakwa yang meninggal atau luka-luka berat. Justruyang berjatuhan menjadi korban ialah pihak massa .

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

150

Restitusi juga menjadi pertimbangan majelis hakim.Sekalipun pada saat itu belum berlaku UU No. 26 Tahun 2000 tentangPengadilan HAM jo PP No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi danRehabilitasi terhadap Para Korban Pelanggaran HAM yang berat,pemberian dari pihak kedua (islah dengan Try Sutrisno) maupunTommy Suharto (Hutomo Mandala Putra, putra mantan Presiden RISoeharto) dapat dikategorikan sebagai restitusi dari pihak terdakwa.

Pada pokoknya putusan Majelis Hakim Pengadilan HAM AdHoc yang dibacakan pada 24 Agustus 2004 menyimpulkan bahwatelah terjadi pelanggaran HAM-berat berupa pembunuhan danpercobaan pembunuhan yang dilakukan secara sistematis dan meluas.

Pemenuhan hak-hak korban juga termaktub dalam putusanini. Para korban dan ahli waris mereka berhak mendapatkankompensasi. Akan tetapi dari 15 korban yang diajukan JPU, hanya13 korban yang mendapatkannya. Majelis menetapkan bahwa dari 85orang yang telah melakukan islah dengan Try Sutrisno, hanya 13 orangtersebut yang belum pernah mendapatkan bantuan. Sejumlah Rp.1.015.500.000,00 (satu miliar lima belas juta limaratus ribu rupiah)diberikan kepada 13 korban sebagai bentuk ganti rugi yang harusdiberikan oleh negara sesuai dengan mekanisme dan tata carapelaksanaan yang telah diatur oleh PP No. 3 Tahun 2002.

Akan tetapi dari rapat musyawarah hakim terjadi dissentingopinion. Dua anggota Majelis Hakim, yaitu Amirudin Aburaera danHeru Susanto, berpendapat bahwa perbuatan para tedakwa tidaktergolong atau bukan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaandan harus dibebaskan (vrijspraak). Putusan pembebasan dilakukanapabila tindakan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbuktisecara sah dan meyakinkan. Perbuatan yang dilakukan terdakwa bukanmerupakan tindak pidana atau perbuatan terdakwa tidak mencakupperbuatan yang dilakukan oleh terdakwa .

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

151

Dissenting opinion sendiri merupakan suatu mekanisme yangtelah diatur dalam Pasal 19 Ayat 5 UU No. 4 Tahun 2004 tentangKekuasaan Kehakiman. Aburaera dan Susanto melakukan dissentingopinion karena tidak tercapai permufakatan bulat di antara para anggotamajelis hakim.

Kedua hakim yang melakukan dissenting opinion pada intinyaberpendapat bahwa (1) peristiwa yang terjadi pada malam hari Rabupada sekitar pukul 23.00, tanggal 12 September 1984, di Jalan YosSudarso adalah berdasar prosedur tetap, diatur oleh hukum dan tidakbersifat melawan hukum; (2) tujuan pengiriman pasukan juga dalamrangka diperbantukan untuk melakukan pengamanan, jadi tidak satupun yang bersifat melawan hukum; (3) perbuatan massa bertindakbringas dapat dibuktikan sebanyak 27 orang massa yang telah dijatuhivonis antara satu hingga dua tahun oleh Pengadilan Negeri JakartaUtara pada 1985 dengan kualifikasi melawan petugas; (4) perbuatanyang dilakukan para terdakwa adalah (tindakan yang bersifat) spontan;(5) para terdakwa tidak mempunyai niat melakukan kejahatan terhadapkemanusiaan, tetapi mereka hanya melaksanakan prosedur tetap dalammelakukan pengamanan; (6) dari semua perbuatan di atas dandihubungkan dengan kondisi atau situasi yang sesungguhnya saat itu,maka jelas perbuatan dari para terdakwa tidak terbukti memenuhirumusan kejahatan terhadap kemanusiaan. Bahkan para terdakwa tidakterbukti bersama-sama mempunyai niat atau maksud melakukankejahatan terhadap kemanusiaan. Para terdakwa hanyalah sekedarmelaksanakan prosedur tetap untuk di-BKO-kan dalam melakukanpengamanan, jadi bukan suatu perbuatan yang dilarang UU.

Aburaera dan Susanto mengakui bahwa akibat peristiwatersebut telah timbul korban meninggal maupun luka-luka sertakerugian bagi para keluarga mereka. Tetapi timbulnya korban tetapmerupakan kesalahan (culpa lata) para terdakwa, tetapi bukan dalambentuk kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalamPasal 9 UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Karena

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

152

itu Pengadilan HAM Ad Hoc tidak berwenang memeriksa kesalahanpara terdakwa.

Kedua hakim itu juga mengakui telah terjadi kerugian yangdiderita oleh para korban. Tetapi karena tidak terjadi penggabunganperkara gugatan yaitu kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 98sampai dengan 1001 KUHAP, maka permintaan ganti rugi yang adadikesampingkan. Oleh sebab itu mereka berpendapat bahwaperbuatan para terdakwa tidak terbukti memenuhi rumusan kejahatanterhadap kemanusiaan, sehingga para terdakwa harus dibebaskan(vrijspraak).

Korban Tanjung Priok tentu menyesalkan putusan tersebut45.Irta Sumirta menyatakan :

“Kami sebagai korban sangat kecewa mendengar keputusan pengadilan, paraterdakwa 11 orang terdakwa SutrisnoMascung dkk. Ketika Majelis Hakimmemutuskan hanya divonis 2 tahun sampai 3 tahun, padahal perbuatan parapelaku sangat biadab dan tidak berprikemanusiaan”.

Rasa kecewa juga dinyatakan Husein Safe, yang kakinyatertembak dalam peristiwa Priok :

“Saya sebagai korban langsung di TKP menerima putusan Majelis bahwaterdakwa Sutrisno Mascung dkk terbukti melanggar HAM berat dalamperistiwa 12 September 1984, namun saya sangat kecewa atas vonis hukuman3 thn kepada Sutrisno Mascung dan 2 thn kepada 10 anak buahnya, karenapembunuhan yang dilakukannya itu sangat terencana. Karena penembakan inioleh karena kita ummat Islam pada waktu menolak RUU Asas TunggalPancasila. Jadi penembakan ini bukan bukan karena pembebasan ke 4 orangyang ditahan dan bukan karena massa melawan aparat TNI. Ini hanya dibikin-bikin oleh TNI untuk membela diri sebab kenyataan di TKP massa tidakmembawa senjata tajam dan melawan TNI”.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

153

45 Dalam siaran pers di kantor KontraS, 25 Agustus 2005

B.3. Putusan Pengadilan Tinggi

Menyikapi hasil keputusan Majelis Hakim PN HAM Ad Hoctersebut, penasihat hukum terdakwa mengajukan banding pada 25Agustus 2004 dan diberitahukan kepada JPU pada 2 Februari 2005.Pada 1 Desember 2004 JPU juga menyerahkan memori banding pada01 Desember 2004.

Pada pokoknya JPU sependapat dengan pertimbangan dalamputusan yang dimintakan banding a quo hanya berkeberatan atas pidanayang dijatuhkan karena kurang memenuhi rasa keadilan.

Sedangkan dalam memori banding, penasihat hukum paraterdakwa tidak sependapat dengan pertimbangan hukum dalamputusan a quo yang menyatakan para terdakwa terbukti melakukanperbuatan pidana dalam dakwaan kesatu dan kedua primer, serta tidaksependapat dengan pertimbangan hukum perihal pencabutanketerangan beberapa saksi dalam berita acara penyidikan.

Menurut Majelis Hakim Banding HAM Ad Hoc Kasus Priokini, ada beberapa fakta yang terungkap dalam persidangan, tetapibelum dicantumkan dalam putusan a quo. Dalam hal pencabutan beritaacara, Majelis Hakim banding sependapat dengan memori bandingpara terdakwa. Mereka beralasan bahwa pencabutan keterangan dalamBAP baru dapat dikatakan beralasan atau tidak beralasan bilamanatelah didengar keterangan dari penyidik yang melakukan penyidikanpara saksi di depan persidangan. Majelis melihat pencabutan beritaacara penyidikan oleh para saksi merupakan hal yang sah dan sesuaidengan ketentuan Pasal 185 (1) KUHAP.

Majelis Hakim Banding tidak sependapat dengan pernyataanhakim tingkat pertama yang dalam pencabutan atau perubahanketerangan para saksi dalam BAP penyidik tetap dapat dijadikansebagai bukti petunjuk, karena telah memenuhi ketentuan Pasal 188(2) KUHAP, dan hukum acara bersifat hukum yang memaksa dantidak dapat didampingi (dwingen recht)

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

154

Dalam hal pembuktian unsur sistematis atau meluasberdasarkan dakwaan kesatu dan kedua primer maupun subsider,Majelis Hakim Banding HAM Ad Hoc berpendapat bahwapermintaan pasukan untuk BKO adalah wewenang KomandanKodim selaku Dansatpamwil, dan hal tersebut bukanlah tindakanmelawan hukum.

Majelis juga berpendapat bahwa hal yang perlu dibuktikandalam kejahatan terhadap kemanusiaan bukanlah ada atau tidaknyapendekatan persuasif oleh Dandim terhadap masalah yang dihadapi,atau banyaknya korban, melainkan apakah kebijakan komandan kodimtersebut berupa rencana untuk melakukan serangan yang disengajaterhadap sekelompok penduduk sipil berupa pembunuhan, percobaanpembunuhan atau penganiayaan.

Selain itu majelis tersebut juga berpendapat bahwa selamapersidangan tidak terungkap adanya kebijakan Dandim untukmelakukan serangan. Hal yang terungkap adalah permintaan bantuandari Arhanudse 06 yang kemudian dibagi menjadi tiga regu. Bentrokanyang terjadi menurut majelis hakim banding itu karena pasukanmembela diri dari serangan massa dan aksi penembakan pasukanRegu III terjadi tanpa dikomandoi dan merupakan penembakanperingatan ke atas. Bentrokan tersebut juga hanya terjadi di tempatitu saja dan berlangsung antara lima hingga sepuluh menit.

Berdasarkan fakta tersebut, Majelis berpendapat bahwatindakan para terdakwa merupakan tindakan spontan, bukan tindakanyang telah direncanakan sebelumnya dan merupakan tindakanmembela diri sehubungan dengan adanya ancaman terhadapkeselamatan diri/nyawanya (Pasal 49 Ayat 1 dan 2 KUHAP).

Majelis juga mendasarkan kesimpulannya pada siaran persKomisi Penyelidik dan Pemeriksa Pelanggaran HAM Tanjungpriok(KP3T) Tanggal 16 Juni 2000 Butir 4e, bahwa tidak diketemukanbukti adanya pembantaian massal dengan sengaja atau direncanakan

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

155

maupun adanya pembunuhan massal. Penembakan yang terjadi daripara petugas kemanan adalah dalam keadaan terdesak (force majeur).Seluruh jenazah setelah dirawat dan dimakamkan oleh petugas RohaniIslam sesuai ajaran islam.

Lebih jauh Majelis juga menyatakan bahwa selama persidangan tidak terungkap adanya kebijakan negara atau organisasiuntuk melakukan penyerangan terhadap suatau kelompok penduduksipil, serta memperhatikan lokasi tempat kejadian hanya di satu tempat,dengan waktu relatif singkat dan tindakan sebagian terdakwamelepaskan tembakan/tembakan peringatan adalah tindakan spontandan merupakan pembelaan diri terhadap bahaya.

Karena itu Majelis Hakim Banding Ad Hoc menyimpulkanbahwa ketiga unsur pidana kejahatan terhadap kemanusiaan tidakterbukti secara sah dan majelis tidak pula mendapat keyakinan ataskesalahan para pembanding/para terbanding semula para terdakwa.Ketiga unsur pidana kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut,merupakan unsur tindak pidana pokok dari kejahatan terhadapkemanusiaan sehingga dakwaan kesatu dan kedua primer maupundakwaan subsider tidak terbukti dan terdakwa haruslah dibebaskan.

Salah satu anggota Majelis Hakim Banding Ad Hoc, yakniSri Handoyo, tidak sependapat dengan kesimpulan keempat hakimlain (dissenting oponion). Pada pokoknya Sri Handoyo berpendapatbahwa alasan-alasan, pertimbangan dan putusan Majelis HakimPengadilan HAM Ad Hoc tanggal 20 Agustus 2004 No 01/PID.HAM/AD.HOC/2003/PN. JKT.PST yang dimohonkanbanding tersebut sudah benar dan tepat, karenanya dapat dikuatkan.Dalam putusan tersebut telah dipertimbangkan semua unsur tindakpidana yang didakwakan kepada terdakwa dengan benar kecualipemberian kompensasi.

Dalam hal pemberian kompensasi dia berpendapat bahwapemberian tersebut apabila dibandingkan dengan restitusi hasil islah

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

156

para keluarga korban lainnya sangat mencolok perbedaan jumlahnya,sehingga hal tersebut dapat menimbulkan kecemburuan dan perluditinjau kembali. Karenanya pemberian kompensasi perludisebandingkan dengan pemberian restitusi dalam islah.

Dalam putusan (01/PID.HAM/AD.HOC/2005/PTDKI) yang dibacakan pada 31 Mei 2005 Majelis Hakim Pengadilan TinggiHAM Ad Hoc berpendapat, menerima permintaan banding paraterdakwa dan JPU, serta membatalkan putusan Pengadilan HAM ADHoc PN Jakarta Pusat (No 01/Pid.HAM/AD.HOC/2003/PN,JKT.PST) tanggal 20 Agustus 2004 tersebut.

Dalam amar putusannya Majelis Hakim Banding HAM AdHoc mengadili sendiri dan memutus (1) para terdakwa tidak terbuktisecara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana dalamdakwaan kesatu, kedua primer maupun subsider. (2) Membebaskanterdakwa dari segala dakwaan. (3) Memulihkan hak para pembanding.(4) Memerintahkan barang bukti berupa satu truk Reo dan 13 pucuksenjata SKS dipergunakan untuk perkara lain.

B.4. Putusan Mahkamah Agung

MA dalam putusannya tertanggal 09 Oktober 2006,membebaskan terdakwa. Pendapat Hakim Ketua Arbijoto, SHmenyatakan bahwa terlepas dari alasan-alasan kasasi tersebut, bahwaputusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, harus dibatalkanoleh karena dari fakta-fakta hukum tersebut terbukti bahwa tindakanpenembakan yang dilakukan oleh para Terdakwa anggota regu IIIArhanudse-6 yang dipimpin oleh Sutrisno Mascung dan kawan-kawantersebut terhadap kelompok pengajian tabligh akbar adalah tanpadidasari oleh perintah komandan. Bahwa tindakan tersebut oleh paaterdakwa atau anggota regu III Arhanudse-6 dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa komando, yang melepaskan tembakan ke atas dan kebawah.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

157

Bahwa penembakan tersebut adalah tindakan yang spontanitasbukan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya, karena manatindakan para terdakwa adalah tidaklah memenuhi unsure sebagaimana dalam dakwaan JPU HAM Ad Hoc tersebut karena bukanlahmerupakan serangan yang sifatnya meluas dan sistematik, namundemikian para terdakwa adalah tetap bertanggungjawab secara pribadi(individual responsibility) bukan superior responsibility, maka dengandemikian perbuatan para terdakwa tersebut bukan suatu kejahatanpelanggaran Hak Asasi Manusia, namun adalah kejahatan biasa(common crime), sementara dalam pengadilan HAM Ad Hoc tidakdiatur, dengan demikian ternyata adanya suatu kompetensi yang tidakjelas tentang ada perselisihan yuriusdiksi yaitu masalah kewenanganuntuk mengadili (praejudicieel geschile) apakah masuk common crimeatau pelanggara HAM berat (extra ordinary crime).

Jadi berdasarkan fakta-fakta hukum karena ini masih dubius(dipertanyakan), apakah masuk peradilan umum atau masuk peradilanmiliter dan berdasarkan fakta-fakta yang terbukti tersebut tidak dapat

Perjuangan KorbanAksi korban Tanjung Priok bersama keluarga korban pelanggaran HAMdan Mahasiswa di mahkamah Agung atas bebasnya pelaku pelanggaranHAM (Dok. Kontras)

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

158

dikategorikan pelanggaran HAM berat (extra ordinary crime), oleh karenamengabulkan kasasi JPU dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggidan Putusan pengadilan Negeri dan MA akan mengadili sendiridengan menyatakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak dapatditerima.

Majelis hakim mengabulkan permohonan kasasi daripemohon kasasi : Jaksa/penuntut umum Ad Hoc pada KejaksaanAgung RI. Dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi JakartaNo.01/PID/HAM/AD.HOC/2005/PT.DKI tanggal 31 Mei 2005dan putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Ad Hoc padaPengadilan negeri Jakarta Pusat No.01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.Jkt.PSt. tanggal 20 Agustus 2004. Mengadili sendiri, menyatakantuntutan Jaksa Penuntut Umum Ad Hoc pada Kejaksaan Agung RItidak dapat diterima.

C. Mengadili Kapten Sriyanto

Dalam pembacaan tuntutan pada 23 Oktober 2003,Jaksa Darmono, SH. mendakwa Kapten Sriyanto telah melakukankejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan sebagai bagian dariserangan yang sistematis dan meluas berupa pembunuhansebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 7 Huruf b jis Pasal 9Huruf a, Pasal 37 UU No. 26 Tahun 2000, Pasal 55 Ayat 1 ke-1KUHP, Percobaan Pembunuhan dan diancam pidana Pasal 7 Hurufb jis Pasal 9 Huruf a, Pasal 41, Pasal 37 UU No. 26 Tahun 2000,Pasal 55 Ayat 1 ke-1, Pasal 53 Ayat (1) KUHP, Penganiayaansebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 7 Huruf b jis Pasal 9Huruf h, Pasal 40 UU No. 26 tahun 2000, Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

159

Dalam dakwaan pertama atas terdakwa Kapten Sriyanto,Jaksa mendakwa Sriyanto telah melanggar UU No. 26 Tahun 2000Pasal 7 Huruf b mengenai “Pelanggaran hak asasi manusia yangberat,” menyangkut “kejahatan terhadap kemanusiaan.” Terdakwajuga dikenai Pasal 9 Huruf a. “Kejahatan terhadap kemanusiaansebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Huruf b adalah salah satuperbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluasatau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukansecara langsung terhadap penduduk sipil .” Fakta persidanganmenunjukkan bahwa terdakwa telah terbukti mengakibatkan puluhanpenduduk sipil terbunuh.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

160

Dakwaan I:PembunuhanPasal 7 huruf b jis Pasal 9huruf a, Pasal 37 UU No.26/2000 Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP

Dakwaan II Primer:Percobaan PembunuhanPasal 7 huruf b jis Pasal 9huruf a, Pasal 41, Pasal 37UU No 26 tahun 200, Pasal55 ayat 1 ke-1, Pasal 53 ayat(1) KUHP

Subsider :Penganiayaan Pasal 7 hurufb jis Pasal 9 huruf h, Pasal40 UU No 26 tahun 200,Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP

Jl Yos Sudarso,depan MapolresJakarta Utara

Jl Yos Sudarso,depan MapolresJakarta Utara

Jl Yos Sudarso,depan MapolresJakarta Utara

12 September1984

12 September1984

12 September19‘84

23 orang

64 orang

11 orang

Dakwaan Locus delicti Tempus delicti Korban

Tabel XIIIDakwaan untuk Terdakwa Sriyanto

Pada hari Rabu antara pukul 19.30 WIB sampai dengan 22.00WIB bertempat di Jalan Sindang Kelurahan Koja Selatan,Tanjungpriok, Jakarta Utara berlangsung pengajian umum atau tablighakbar dengan jumlah peserta lebih kurang 3.000 orang. Parapenceramah dalam acara tersebut antara lain Amir Biki, Salim Kadar,Syarifin Maloko SH, M. Nasir, Drs Yayan Hendrayana, dan Drs, ARatono. Selanjutnya, pada pukul 22.00 WIB penceramah terakhir AmirBiki mengatakan, “Bahwa kita menunggu sampai dengan pukul 23.00apabila ichwan kita yang ke-4 orang tersebut tidak diantar ke tempatini maka Tanjungpriok akan banjir darah.” Pernyataan Biki tersebutdidengar oleh para jemaah pengajian antara lain para remaja dan orangtua.

Pada hari Rabu pada pukul 22.00 WIB petugas piket Kodimmenerima telepon dari seseorang yang mengaku bernama Amir Biki.Dia ingin berbicara dengan Dandim Jakarta Utara atau apabila Dandimtidak ada, dia ingin berbicara dengan Kapten Mutiran selaku kasintel.Telepon tersebut kemudian diterima oleh saksi Kapten Sriyanto dan

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

161

Ruang PersidanganTerdakwa Sriyanto dengan membawa tongkat komandonya, saat dilakukanpemeriksaan terhadap dirinya di PN. Jakpus2003, dok. Kontras)

dijawab, “Kalau Bapak berkenan akan saya sampaikan pesan Bapakkepada Dandim atau kepada Bapak Mutiran”. Sang peneleponmenjawab, “Tolong sampaikan pesan saya kepadanya agar segeradikeluarkan empat kawan saya yang saat ini ditahan di Kodim atau diPolres pada jam 23.00 WIB nanti untuk dihadapkan di mimbar JalanSindang. Apabila tidak maka Cina-cina Koja akan dibunuh danpertokoannya akan dibakar.” Kapten Sriyanto pun kemudianmenjawab, “Apakah tidak kita koordinasikan dulu?”, tetapi jawabanKapten Sriyanto dipotong, “Ah sudah tidak ada waktu lagi”, katanyadan langsung menutup pembicaraan. Oleh terdakwa Kapten Sriyantoisi pesan tersebut langsung dilaporkan kepada Dandim 0502/ JakartaUtara R.A, Butar Butar melalui HT. Selanjutnya terdakwa Sriyantomelakukan koordinasi dengan Kasi Ops Yon Arhanudse 6 KaptenDarmanto untuk menyampaikan perlunya kesiapan pasukan.

Bahwa selanjutnya terdakwa Kapten Sriyanto melakukankoordinasi dengan Kasi Ops Yon Arhanudse 06 dari MarkasKomando Batalyon Arhanudse 6 Jakarta Utara untuk di-BKO-kanke Kodim 0502 Jakarta Utara sebanyak satu peleton, yang terdiri dari40 orang, yang masing-masing dilengkapi senjata jenis semiomatisSKS lengkap dengan bayonet dan 10 butir amunisi berupa pelurutajam.

Bahwa selanjutnya saksi Kapten Sriyanto membagi pasukanmenjadi tiga regu yaitu Regu I di bawah pimpinan Serda Nur Kayikdan bertugas siaga di Makodim 0502 Jakarta Utara. Regu II beradadi bawah pimpinan saksi Letda Sinar Naposo Harahap dan bertugasmengamankan Pertamina Plumpang. Regu III berada di bawahpimpinan saksi Kapten Sriyanto dan terdakwa komandan reguSutrisno Mascung, yang bertugas membantu mengamankan MapolresJakarta Utara.

Pada sekitar pukul 22.30 WIB Regu III yang berada di bawahkomandan regu Sutrisno Mascung yang terdiri dari 13 orang yaituSutrisno Mascung selaku Danru, Pratu Asrori, Prada Siswoyo, Prada

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

162

Abdul Halim, Prada Zulfattah, Prada Sumitro, Prada Sofyan Hadianggota, Prada Prayogi, Prada Winarko, Prada M Idrus, PradaMuchson, Pratu Kartidjo, dan Prada Parnu, dengan kendaraan trukReo berangkat menuju Mapolres Jakarta Utara di Jalan Yos SudarsoTanjung Priok.

Dalam perjalanan menuju mapolres itu dari kejauhan di sekitarstasiun pompa bensin di dekat PT. Berdikari dari arah Polres ke KodimJakarta Utara saksi Kapten Sriyanto melihat iring-iringan penduduksipil yang menggunakan sepeda motor. Sesampainya di depanMapolres, pasukan di bawah pimpinan terdakwa Kapten Sriyantomelihat adanya iring-iringan massa dalam jumlah besar berjalan kakidari arah Pelabuhan Tanjungpriok menuju Mapolres atau MakodimJakarta Utara. Truk yang membawa pasukan Regu III Yon Arhanudse06 berbelok di depan Mapolres dan diperintahkan oleh terdakwaKapten Sriyanto berhenti di pinggir jalan, sementara saksi SerdaSutrisno Mascung memerintahkan agar pasukan turun dari kendaraandan segera menyusun formasi bershaf.

Pada saat ke-13 anggota pasukan Arhanudse 06 dan saksiSerda Sutrisno Mascung selaku danru langsung menembakkansenjatanya beberapa kali atau setidak-tidaknya lebih dari sekali ke arahmassa, bahkan terhadap masa yang lari untuk menyelamatkan dirimasih dilakukan penembakan oleh pasukan tersebut.

Mendengar banyak tembakan massa pun bertiarap sementaraterdakwa Kapten Sriyanto berteriak kepada massa, “Tinggalkantempat, kalau tidak saya tembak!”, sehingga massa meninggalkantempat ke arah utara, barat dan timur, namun pasukan di bawahpimpinan Kapten Sriyanto masih melakukan penembakan-penembakan ke arah massa.

Akibat pebuatan terdakwa telah jatuh korban penduduk sipilsebanyak 23 orang atau setidak-tidaknya 10 orang meninggal, yaitu

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

163

Amir Biki, Romli bin Amran, Tukimin, Kasmoro, Zainal Amran, AndiSamsu, Kembar Abdul Kohar, Nana Sukarna, Bahtiar, dan Arkam.

Jaksa juga menuntut terdakwa dengan Pasal 37 yangmenyatakan, “Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9 Huruf a, b, d, e, atau j dipidana denganpidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjarapaling lama 25 (duapuluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh)tahun. Terdakwa juga dianggap melanggar Pasal 55 Ayat (1) ke-1KUHP. “Dipidana sebagai pembuat delik mereka yang melakukan,yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukanperbuatan.”

Dalam tuntutan kedua primer, terdakwa dianggap telahmelanggar UU No. 26 Tahun 2000. Pasal 7 Huruf b mengenai“pelanggaran hak asasi manusia yang berat,” menyangkut “kejahatanterhadap kemanusiaan.” Juga dituntut dengan Pasal 9 Huruf a yangmenyatakan bahwa “Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 Huruf b adalah salah satu perbuatan yangdilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluas atau sistematikyang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsungterhadap penduduk sipil.”

Terdakwa juga dapat dikenai pasal-pasal menyangkutpembunuhan, antara lain Pasal 41 yang menyatakan “Percobaan,permufakatan jahat, atau pembantuan untuk melakukan pelanggaransebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 atau Pasal 9 dipidana denganpidana yang sama dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40”. Pasal 37 yangmenyatakan, “Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9 Huruf a, b, d, e, atau j dipidana denganpidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjarapaling lama 25 (duapuluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh)tahun.” Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yang menyatakan “Dipidanasebagai pembuat delik mereka yang melakukan, yang menyuruh

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

164

melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Dan Pasal 53ayat 1 yang menyatakan “Mencoba melakukan kejahatan dipidana,jika niat untuk itu telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan,dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkankarena kehendaknya sendiri.”

Dalam dakwaan subsider, Jaksa menuntut terdakwadengan UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 7 Huruf b mengenai“pelanggaran hak asasi manusia yang berat”, menyangkut “kejahatanterhadap kemanusiaan”. Pasal 9 yang menyatakan “Kejahatanterhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Hurufb adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian danserangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwaserangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduksipil.” Akibatnya telah terjadi “penganiayaan terhadap suatukelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan pahampolitik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasanlain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarangmenurut hukum internasional.”

Jaksa juga menuntut terdakwa dengan Pasal 40 yangmenyatakan “Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9 Huruf g, h, atau i dipidana dengan pidanapenjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 10(sepuluh) tahun. Juga, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menyatakan,barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintahjabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidakdipidana.”

C.1. Putusan Pengadilan Negeri

Majelis Hakim pada pembacaan putusanya pada 12 Agustus2004 yang diketuai Herman Keler Hutapea bersama para anggotanya,yakni Amril SH, Rahmat Syafei SH, Amirudin Aburaera SH, Rudi M

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

165

Rizki SH, kembali menguatkan asumsi yang dibangun oleh pihakpenasihat hukum terdakwa. Yakni bahwa apa yang dilakukan olehpasukan yang dipimpin oleh Sriyanto merupakan tindakan spontan,dan penembakan tersebut adalah dalam rangka membela diri.

C.1. 1. Pandangan Majelis tentang Pencabutan BAPPara saksi yang mencabut BAP menyatakan mencabut

keterangan yang telah diberikan kepada penyidik karena pada saatdilakukan pemeriksaan mereka merasa dendam dan sakit hati,sehingga pada saat diperiksa oleh penyidik mereka memberikanketerangan yang tidak benar untuk menjerumuskan aparat.

Menimbang bahwa dari fakta sebagaimana diuraikan terbukti(bedari rasa dendam saksi-saksi mengakibatkan pemberian keterangantidak benar untuk menjerumuskan aparat pada saat dimintaiketerangan di tingkat penyidikan;

Menimbang bahwa oleh karena itu terbukti bahwa keterangansaksi diberikan dalam keadaan saksi sakit hati dan dendam merupakanketerangan yang berupa rekaan para saksi dan tidak benar isinya;

Menimbang menurut ketentuan Pasal 185 ayat 5 KUHAPbaik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari pemeriksaan sajabukan merupakan keterangan saksi, oleh karena itu keterangan saksiyang didasarkan pemikiran untuk menjerumuskan aparat karena rasasakit hati dan dendam merupakan rekaan dan bukan keterangan saksi,oleh karena saksi tersebut mencabut keterangan berdasarkan rekaanmereka sendiri dan pencabutan keterangan mereka itu, danmenyangkut hal itu dilakukan di persidangan, beralasan menuruthukum sehingga merupakan alasan yang logis;

Menimbang karena pencabutan keterangan saksi di depanpersidangan yang telah mereka berikan kepada penyidik sebagaimanaterangkum dalam BAP penyidik didasarkan alasan-alasan menuruthukum sedangkan alasan-alasan menurut hukum merupakan alasanyang logis, maka Mahkamah Agung tersebut atas pencabutan

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

166

keterangan saksi selama BAP penyidikan di atas tersebut sah dandibatalkan menurut hukum, sehingga menurut pendapat jaksapenuntut hukum dalam tuntutannya tersebut dapat dikesampingkan;

Menimbang oleh karena menurut ketentuan Pasal 185 ayat 1KUHAP sebagaimana disebutkan di atas keterangan saksi sebagaialat bukti ialah apa yang dinyatakan saksi di sidang pengadilan makaketerangan saksi yang sudah diberikan di persidanganlah yang menjadibukti dan dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkaraterdakwa tersebut;

C.1. 2. Putusan tentang DakwaanDakwaan pertama adalah bahwa menurut pendapat Majelis Hakim,fakta yang dikemukakan JPU atas peristiwa tanggal 12 September1984 yang terjadi di Jalan Yos Sudarso Tanjung Priok, sebagaimanadiuraikan di atas lebih menunjukkan bukti terjadinya bentrokanseketika atau spontan antara aparat dan massa.

C.1. 3. Unsur pelanggaran HAM-beratBahwa dengan demikian fakta yang diungkapkan oleh JPU yangdidasarkan bukti-bukti yang ditemukan di persidangan bukanmerupakan bukti tentang adanya unsur serangan yang sistematik ataumeluas sifatnya, yang merupakan unsur dari kejahatan kemanusiaankarena unsur tersebut hapus dengan sendirinya, dengan hilangnyasalah satu ciri khas bentuk kejahatan kemanusiaan atau bentukpelanggaran HAM-berat yaitu adanya bentrok yang sifatnya seketikaatau spontan.

Bentrokan yang terjadi spontan atau seketika menurutpendapat ahli antara lain Prof. Dr. Muladi, SH., sebagaimana yangdikemukakan di depan persidangan bukan merupakan ciri adanyakejahatan kemanusiaan atau ciri terjadinya pelanggaran HAM berat,karena bentrokan seketika atau spontan adalah salah satu ciri yangbiasa terjadi dalam kejahatan pada umumnya.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

167

Dengan demikian fakta yang diungkapkan oleh JPU yangdidasarkan bukti-bukti yang ditemukan dalam persidangan bukanmerupakan bukti tentang adanya unsur serangan yang sistematik ataumeluas sifatnya, yang merupakan unsur dari kejahatan kemanusiaankarena unsur tersebut hapus dengan sendirinya dengan hilangnya salahsatu ciri khas bentuk kejahatan kemanusiaan atau bentuk pelanggaranHAM berat yaitu adanya bentrok yang sifatnya seketika atau spontan.

Menurut pendapat Majelis Hakim, masalah pem-BKO-anpasukan maupun penggunaan fasilitas umum milik negara baik senjataSKS ataupun peluru tajam juga bukan merupakan instrumen yangdibuat untuk mempersiapkan pelaksanaan suatu kejahatankemanusiaan. Karena prinsip dasar pem-BKO-an pasukan berikutsegala fasilitasnya termasuk di dalamnya penggunaan fasilitas senjatadan peluru sebagaimana dikemukakan oleh ahli tidak dimaksudkanuntuk mempersiapkan serangan terhadap penduduk sipil.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, menurut penilaian MajelisHakim, terbukti bahwa permintaan pasukan oleh Kodim Arhanud06 sehingga terjadi pem-BKO-an pasukan Arhanud 06 ke Makodimsemata-mata dalam rangka pengamanan wilayah, yaitu untukmengamankan instalasi penting atau vital yang ada di wilayah JakartaUtara yaitu Polres, Kodim dan Pertamina Plumpang dan bukanpersiapan untuk menyerang massa yang mengikuti kegiatan tabligakbar yaitu pengajian di Jalan Sindang Tanjung Priok, Jakarta Utara,sehingga tidak dapat dikatakan pasukan Arhanud 06 Tanjung Prioktelah dipersiapkan secara matang untuk menyerang massa melaluiproses pem-BKO-an.

Majelis berpendapat berdasar fakta yang dikemukakan JPUatas peristiwa tanggal 12 September 1984 yang terjadi di Jalan YosSudarso Tanjung Priok, sebagaimana diuraikan di atas lebihmenunjukkan bukti terjadinya bentrokan seketika atau spontan antaraaparat dan masa. Bentrokan yang terjadi secara spontan atau seketikamenurut pendapat ahli, antara lain Prof. Dr. Muladi, SH., sebagaimana

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

168

dikemukakan di depan persidangan, bukan merupakan ciri adanyakejahatan kemanusiaan atau ciri terjadinya pelanggaran HAM-berat,karena bentrokan seketika atau spontan adalah salah satu ciri yangbiasa terjadi dalam kejahatan pada umumnya.

Menurut pendapat Majelis Hakim, masalah pem-BKO-anpasukan maupun penggunaan fasilitas umum milik negara baik senjataSKS ataupun peluru tajam juga bukan merupakan instrumen yangdibuat untuk mempersiapkan pelaksanaan suatu kejahatankemanusiaan karena prinsip dasar pem-BKO-an pasukan berikutsegala fasilitasnya, termasuk di dalamnya penggunaan fasilitas senjatadan peluru seperti dikemukakan oleh ahli, tidak dimaksudkan untukmempersiapkan serangan terhadap penduduk sipil.

Pem-BKO-an suatu pasukan telah diatur dalam aturan-aturanbaik itu dalam pengaturan pengamanan wilayah, instruksi Menhankammaupun Pangab maupun dalam KUHAP pidana militer sertamemakai prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan. Oleh karenaitu pem-BKO-an suatu pasukan bukan merupakan instrumen untukmelaksanakan persiapan bentuk kejahatan kemanusiaan sehingga tidakdapat dijadikan dasar untuk pemidanaan bahwa pem-BKO-anpasukan Arhanud 06 Tanjung Priok sebagai bagian dari persiapanyang matang untuk menyerang penduduk sipil.

Menurut penilaian Majelis Hakim, terbukti bahwa permintaan pasukan Arhanud 06 Tanjung Priok oleh Kodim sehingga terjadipem-BKO-an pasukan Arhanud 06 ke Makodim semata-mata dalamrangka pengamanan wilayah, yaitu untuk mengamankan instalasipenting atau vital yang ada di wilayah Jakarta Utara yaitu Polres, Kodimdan Pertamina Plumpang dan bukan persiapan untuk menyerangmassa yang mengikuti kegiatan tablig akbar yaitu pengajian di jalanSindang Tanjung Priok sehingga tidak dapat dikatakan pasukanArhanud 06 Tanjung Priok telah dipersiapkan secara matang untukmenyerang massa tersebut melalui proses pem-BKO-an.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

169

Oleh karena pasukan memakai pakaian kepegawaian lengkapdengan senjata dan peluru didasarkan pada protap yang berlaku dikesatuan batalyon Arhanud 06 Tanjung Priok, menurut penilaianMajelis Hakim bukan merupakan persiapan untuk melakukan suatutindak pidana atau kejahatan lainnya hingga tidak ada penyimpanganyang dilakukan oleh pasukan dalam menggunakan fasilitas umummilik negara berupa senjata dan peluru tajam.

Karena terdakwa tidak bersenjata dan karenanya tidak terbuktimelakukan perbuatan permulaan pelaksanaan maupun tindakanpelaksanaan penembakan terhadap massa dan atau penyeranganterhadap massa serta tidak terbukti pula adanya perintah dari terdakwauntuk melakukan penembakan dan justru terdakwa berusaha untukmenghentikan tindakan penembakan yang dilakukan oleh pasukanRegu III, maka unsur peserta secara bersama-sama telah melaksanakanperbuatan tindak pidana tidak terpenuhi dan karenanya tidak terbuktimenurut hukum.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimanadiuraikan di atas ternyata unsur antara peserta ada suatu kerjasamamaupun unsur para peserta bersama-sama telah melaksanakan sebagaisarat yang harus dipenuhi adanya delik penyertaan dalam bentuk turutserta melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal55 Ayat 1 ke-1 KUHAP pidana tidak pula terpenuhi karenanya tidakterbukti menurut hukum.

Oleh karena unsur-unsur kejahatan kemanusiaan dalamdakwaan pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Huruf b j, Pasal9 Huruf a, Pasal 37 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAMyang merupakan pasal pokok dakwaan kesatu, maupun unsurpenyertaan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Ayat 1 KUHAP tidakterpenuhi, maka terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkanbersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalamdakwaan kesatu, oleh karena itu terdakwa harus dibebaskan daridakwaan tersebut.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

170

C.1. 4. Dakwaan Kedua PrimerTerdakwa didakwa melakukan tindak pidana yang melanggar

Pasal 7 Huruf b j, Pasal 9 Huruf a, Pasal 41, Pasal 37 UU No. 26,Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHAP, Pasal 53 Ayat ke-1 KUHAP.Menimbang bahwa adapun pasal tersebut bunyi selengkapnya adalahsebagai berikut: Pasal 7 Huruf b UU No. 26 pelanggaran HAM yangberat meliputi: kejahatan terhadap kemanusiaan Pasal 9 Huruf a UUNo. 26 Tahun 2000 tentang Kejahatan terhadap Kemanusiaansebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Huruf b adalah salah satuperbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluasatau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukansecara langsung terhadap penduduk sipil berupa a) pembunuhan, Pasal41 No. 26 Tahun 2000 percobaan permufakatan jahat ataupembantuan untuk melakukan palanggaran sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8 atau Pasal 9 dipidana dengan pidana yang sama denganketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 36, 37, 38, 39 dan 40. Pasal37 UU No. 26 Tahun 2000 setiap orang yang dimaksudkansebagaimana dimaksud oleh Pasal 9 a,b,d,g, dipidana oleh pidana matiatau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 tahundan paling singkat 10 tahun. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, dihukumsebagai orang yang melakukan peristiwa pidana orang yang melakukan,menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu. Pasal 53Ayat 1 KUHP percobaan untuk melakukan kejahatan terancamhukuman bila maksud si pembuat sudah nyata dengan dimulainyaperbuatan itu dan perbuatan itu tidak jadi selesai hanyalah lantaranhal yang tidak tergantung dari kemauannya sendiri.

Unsur-unsur dari dakwaan kedua primer adalah (1) setiaporang; (2) melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan;(3) percobaan permufakatan jahat atau pembantuan; (4) pelanggaranhak asasi manusia yang berat; (5) berupa kejahatan terhadapkemanusiaan dalam bentuk serangan yang meluas atau sitematis yang

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

171

diketahuinya serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadappenduduk sipil; (6) dengan cara pembunuhan.

Oleh karena berdasarkan pertimbangan tersebut ternyataunsur ke 2; 4; 5 dan 6 dari dakwaan kedua primer sebagaimana telahdi pertimbangkan dalam mempertimbangkan dakwaan kesatu tidakterbukti, maka unsur-unsur dakwaan kedua primer lainnya yangmenurut Majelis Hakim tidak perlu di pertimbangkan lagi.

Karena unsur ke-2; 4; 5 dan 6 dakwaan kedua primer tidakterbukti dengan tidak perlu mempertimbangkan unsur-unsur dakwaankedua primer lainnya, haruslah terdakwa dinyatakan tidak terbuktipula melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalamdakwaan kedua primer oleh karena itu terdakwa haruslah dibebaskandari dakwaan tersebut.

C.1. 5. Dakwaan Kedua SubsiderTerdakwa didakwa telah melakukan tindak pidana yang

melanggar Pasal 7 Huruf b g, Pasal 9 Huruf h, Pasal 40 UU No. 26Tahun 2000 Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Pidana.

Adapun bunyi selengkapnya pasal-pasal dakwaan keduasubsider sebagai berikut, Pasal 7 Huruf b UU No 26 Tahun 2000tentang Pelanggaran HAM yang Berat meliputi kejahatan terhadapkemanusiaan Pasal 9 Huruf h, UU No 26 Tahun 2000 tentangKejahatan terhadap Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal7 Hruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagiandari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwaserangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipilberupa “penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atauperkumpulan yang didasari persamaan politik, ras, kebangsaan, etnis,budaya, agama, jenis kelamin yang atau alasan lain yang telah diakuisecara universal, sebagai hal yang dilarang menurut hukuminternasional, Pasal 40 UU No. 26 Tahun 2000, yakni setiap orang

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

172

yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Huruf b,h atau i dipidana dengan penjara paling lama 20 tahun, Pasal 55 Ayat1 ke-1 KUHAP dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwapidana, orang yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukanperbuatan itu.”

Dengan demikian unsur-unsur dari dakwaan keduasubsider adalah (1) setiap orang; (2) melakukan, menyuruhmelakukan, turut melakukan; (3) pelanggaran HAM yang berat; (4)berupa kejahatan terhadap kemanusiaan; dan (5) dengan carapenganiayaan.

Oleh karena unsur-unsur ke-2; 3 dan 4 dakwaan keduasubsider tidak terbukti, dan tidak perlu mempertimbangkan unsur-unsur dakwaan kedua subsider lainnya, haruslah terdakwa dinyatakantidak terbukti pula melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakandalam dakwaan kedua subsider, oleh karena itu terdakwa harus puladibebaskan dari dakwaan tersebut.

Berdasarkan seluruh pertimbangan sebagaimana telah MajelisHakim pertimbangkan di atas oleh karena ternyata tidak seluruh daripasal-pasal baik dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua primer dandakwaan subsider terpenuhi dan terbukti menyuruh, oleh karena ituMajelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa tidak terbukti secarasah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pelanggaranHAM berat baik yang didakwakan dalam dakwaan kesatu maupundalam dakwaan kedua primer serta dalam dakwaan subsider.

Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalahmelakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat baik yangdidakwakan dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua primairserta subsidair. Dikembalikan hak-haknya dalam kemampuankedudukan, harkat serta martabatnya

Sejumlah korban kembali menyatakan kekecewaannya.Abdul Bashir, menyatakan :

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

173

“Saya sangat sedih, marah, dan sangat memprihatinkan. Sebab,bagaimana tidak sedih dan marah, saya sebagai korban langsungyang merasakan penderitaan hampir 20 tahun ternyata terdakwadi bebaskan. Padahal kalau hakim mau masih banyak sumber-sumber yang bisa di gali. Tetapi ternyata jaksa menggigit hanyadengan bibir, lalu hakim menggigit terdakwa dengan lidah.Padahal mereka di bayar oleh rakyat. Sung guhmembosankan…..Sungguh menjijikkan……… Sungguhmemalukan bangsa Indonesia”.

Ratono menyatakan :

“Saya sebagai keluarga korban kasus Priok 1984, sangat kecewadan sakit hati atas Putusan Mahelis Hakim Ad Hoc yangmembebaskan orang terbukti dengan jelas melakukanPelanggaran HAM Berat. Majelis Hakim ternyata tidakmemihak kepada korban, Majelis Hakim berpihak kepadaterdakwa yang bersalah. Putusan Majelis itu tidak sesuai denganfakta-fakta di persidangan Penagadilan Negeri Jakarta Pusat.”

C.2. Putusan Mahkamah Agung

Dalam Dakwaan JPU (jaksa penuntut umum) Sriyantodituntut dengan dakwaan pertama, Pembunuhan dengan pasal 7 hurufb jis pasal 9 huruf a, pasal 37 UU No.26/2000 pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP. Dakwaan kedua Primer, dengan pasal 7 huruf b jis pasal 9huruf a, pasal 41, pasal 37 UU No 26/2000, pasal 55 ayat (1) ke-1,pasal 53 ayat (1) KUHP. Dan Subsider penganiayaan pasal 7 huruf bjis pasal 9 huruf h, pasal 40 UU No 26/2000, pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP. Dan terdakwa dituntut 10 tahun penjara. Terdakwa bersama-sama tutut melakukan tindak pidana pelanggaran berat HAM dalamkasus Tanjung Priok.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

174

Namun MA membebaskan kembali terdakwa Sriyanto padatanggal 29 September 2005. Putusan bebas ini menguatkan putusanpengadilan HAM Ad Hoc yang sebelumnya telah membebaskanterdakwa. Majelis hakim yang diketuai oleh Iskandar Kamil,menyatakan perkara ini Niet otvankelijkheid/NO atau perkaraSriyanto tidak dapat diterima. Pertimbangan yang dilakukan oleh MAadalah keliru, karena dari kesaksiaan korban dipersidangan, MAmendasarkan kepada kesaksian korban yang sudah melakukan islahdengan pelaku. Dalam pengambilan putusan atas perkara ini, terdapatperbedaan pendapat hakim (dissenting opinion), yaitu ArtidjoAlkostar, yang mengajukan pendapat berbeda. Diantaranyamenjelaskan, keberadaan regu Arhanudse 6 bukan dipergunakanuntuk berhadap-hadapan dengan rakyat sipil, melainkan untuk perang.Artidjo menyatakan bahwa Sriyanto terbukti bersalah dan dijatuhihukuman penjara 10 tahun.

Atas putusan bebas ini, korban dan keluarga korban TanjungPriok kecewa dengan Pengadilan HAM Ad Hoc. Karena daripengadilan tingkat pertama sudah membebaskan pelaku pelanggar

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

175

Perjuangan KorbanAksi korban Tanjung Priok dengan solidaritas korban pelanggaran HAM,ALm. Munir di Mahkamah (MA) (Th. 2004, Dok Kontras.

HAM berat. MA merupakan pengadilan yang terakhir yang menjadiharapan korban dan para pencari keadilan. Namun, yang terjadi MAmalah menciptakan rasa ketidakadilan terhadap para korbanpelanggaran HAM dengan membebaskan pelaku.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus HendarmanSupandji46 mengatakan, vonis bebas bagi terdakwa pelanggaran HAMoleh majelis hakim mungkin saja akibat perbedaan penafsiran salahsatu unsur dalam pelanggaran HAM47. Atas pernyataan ini, tentunyamembuat para korban merasa sakit hati. Karena bagaimana pun Jaksadituntut untuk membuat dakwaan yang cermat, sehingga unsure-unsur kejahatan pelaku harus jelas dirumuskan dalam dakwaan. Untukkesekian kalinya negara memberikan impunity (ketiadaan terhadappenghukuman) terhadap pelaku. Padahal terdakwa seharusnyadihukum dengan seberat-beratnya demi tegaknya sebuah keadilanbagi korban dan tidak terulangnya kembali kasus ini di massa yangakan datang.

IKAPRI bersama KontraS mengecam putusan bebasterhadap Sriyanto melalui pintu MA, ada suatu kualitas yang burukdi level JPU dan majelis hakim pengadilan HAM di Indonesia danmeminta MA melakukan evaluasi atas putusan hakim agung dalamperkara tersebut48. MA seharusnya berpihak pada kebenaran dan faktaperistiwa yang terjadi pada kasus Tanjung Priok tahun 1984. Padasaat itu, nilai-nilai kemanusiaan telah dirusak oleh pelaku. Denganmelakukan penembakan secara brutal terhadap korban, melakukanpenangkapan sewenang-wenang dan tindakan keji lainnya. MA harusmelakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap putusan kasuspelanggaran HAM yang berakhir dengan pembebasan terhadappelaku.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

176

46 Saat itu Hendarman Supandji menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak PidanaKhusus47 Kompas, 01/10/2005, Putusan MA Bebaskan Sriyanto Tuai Kecaman48 Ibid

D. Mengadili Pranowo

Pranowo (mantan Komandan Polisi Militer Kodam Jaya)didakwa telah melakukan kejahatan kemanusiaan berupa perampasankemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang dan diancam dengan Pasal 7 Huruf b jis Pasal 9 huruf ePasal 37 UU No. 26 Tahun 2000, Pasal 55 Ayat (1) KUHP, Pasal 64KUHP. Pranowo juga dianggap tidak melakukan pengendalian secarapatut terhadap pasukan yang berada di bawah pengendaliannya yangefektif atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif,yaitu terdakwa mengetahui atas dasar keadaan saat itu seharusnyamengetahui bahwa pasukanya sedang melakukan atau baru sajamelakukan pelanggaran HAM berat berupa penyiksaan yang diancamdengan Pasal 42 Ayat (1) Huruf a dan b jis Pasal 7 Huruf b, Pasal 9,Huruf f, Pasal 39 UU No. 26 Tahun 2000, dan Pasal 64 KUHP.

Kesatu

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidanaPasal 7 Huruf b jls Pasal 9 Huruf e, Pasal 37 UU No. 26 Tahun 2000

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

177

Di Ruang PersidanganTerdakwa kasus Tanjung Priok, kolonel CPM Pranowo memberikankesaksian di Pengadilan Negeri Jak-pus. (Th. 2003, Dok Kontras)

Pasal 55 Ayat (1) ke-1, Pasal 64 KUHP. Pasal 7 Huruf b jis Pasal 9Huruf e UU No. 26 Tahun 2000, Pelanggaran HAM-berat yangdilakukannya berupa kejahatan terhadap kemanusian berupaperampasan kemerdekaan dan perampasan kebebasan fisik.

Bahwa pada sekitar pukul 09.00 Pranowo berdasarkan SuratKeputusan KSAD No. SKEP/77/II/1983 tanggal 21 Februari 1983menerima telepon dari Sampurna (Komandan Satuan Tugas IntelLaksusda Jaya) agar terdakwa menerima titipan tahanan kasusTanjungpriok.

Setelah menerima telepon tersebut terdakwa memerintahkanKasi Logistik untuk mempersiapkan segala sesuatu dalam rangkapenampungan para tahanan di Mapomdam V Jaya Jalan Sultan AgungGuntur, sedangkan kepada para kasi lain terdakwa memerintahkanuntuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Pada sekitar pukul 10.30, 8 Oktober 1984, Pranowo selakuTim Pemeriksa Daerah Jaya menerima titipan tahanan secara bertahapsebanyak 169 orang atau setidak-tidaknya 125 orang, antara lain :• Tanggal 13 September 1984 pukul 10.30 WIB menerima sebanyak

43 orang, atas nama Aan bin Turi dkk• Tanggal 13 September 1984 pukul 23.00 WIB menerima empat

orang, atas nama Mawardi Noor, dkk• Tanggal 14 September 1984 pukul 03.30 WIB menerima titipan

sebanyak tiga orang atas nama E Rizal, dkk• Tanggal 14 September 1984 pukul 11.00 WIB menerima 16 orang

atas nama Afriul bin Mansyur, dkk• Tanggal 15 September 1984 menerima empat orang atas nama

Mulyadi, dkk• Tanggal 16 Sepember 1984 pukul 03.10 WIB menerima delapan

orang atas nama Abdul Basir bin Tahir, dkk

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

178

• Tanggal 17 September 1984 pukul 00.30 menerima 19 orang atasnama M Solihin, dkk

• Tanggal 18 September 1984 pukul 18.40 menerima sebanyakdelapan orang, atas nama Agus Sutaryo Bin Kosim, dkk

• Tanggal 19 September 1984 menerima dua orang, atas nama AMFatwa dan Idrus Djamalulael, dkk

• Tanggal 19 September 1984 menerima delapan orang, atas namaAnwar Abbas, dkk

• Tanggal 28 September 1984 menerima empat orang• Tanggal 2 Oktober 1984 menerima dua orang• Tanggal 3 Oktober 1984 menerima tiga orang, atas nama Haris

Bin Abdul Wahab, dkk• Tanggal 6 Oktober 1984 menerima tujuh orang, atas nama Herla

Rochana Yunus, dkk• Tanggal 8 Oktober 1984 menerima 12 orang, atas nama Satia bin

RAsyid, dkk• Tanggal 8 Oktober 1984 menerima sebanyak dua orang, atas nama

KH. Drs. Rahmat Muslim, dkk

Pranowo lalu memerintahkan untuk memasukkan paratahanan titipan sebanyak 169 orang itu ke dalam sel tahanan yangsempit dan gelap di Pomdam Jaya Guntur selama 1 hingga 15 haritanpa dilengkapi surat perintah (SP) penahanan yang resmi dari pihakberwenang. Selanjutnya, karena kondisi dan daya tampung tidakmencukupi, maka atas perintah Pranowo, para tahanan dipindahkanuntuk ditahan dalam sel yang sempit di Rumah Tahanan Militer (RTM)Cimanggis selama satu hingga tiga bulan.

Pranowo juga mengetahui para tahanan yang diterimanyadi Pomdam V Jaya Guntur itu tanpa dilengkapi surat perintahpenahanan resmi setelah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu olehtim gabungan. Selama dilakukan penahanan di Pomdam maupunCimanggis, para tahanan tidak diperbolehkan keluar dari dalam sel.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

179

Pranowo juga mengetahui bahwa titipan tahanan tersebut adalahwarga sipil sehingga penahanan terhadap penduduk sipil harusberdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam KUHAP. Akibatperbuatan terdakwa, ada beberapa tahanan yang mengalami stressdan sulit menggerakkan anggota tubuhnya/lumpuh dan pihakkeluarga tidak diberitahukan tempat penahanan para tahanan itu.

Akibat perbuatan tersebut Jaksa menuntut Pranowo denganPasal 37 UU No. 26 Tahun 2000 yang menyatakan “Setiap orangyang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 9Huruf a,b,d,e atau j dipidana dengan pidana mati atau penjara seumurhidup atau pidana penjara paling lama 25 tahun dan paling singkat 10tahun. Juga dikenakan pasal Pasal 55 KUHP Ayat (1) “Dipidanasebagai pembuat sesuatu perbuatan pidana, ke-1 mereka yangmelakukan, yang menuruh melakukan dan yang turut serta melakukanperbuatan.”

Pranowo terbukti telah menyuruh anak buahnya melakukanpenahanan tanpa surat penahanan yang sah dari pejabat yangberwenang, di mana dalam penahanan ini terdakwa membiarkan anakbuahnya melakukan penyiksaan kepada tahanan dan tidak berusahamencegah tindakan penyiksaan tersebut. Ia juga telah memerintahkanuntuk memasukkan tahanan titipan sebanyak 169 orang kedalam seltahanan yang sempit dan gelap di POMDAM V Jaya Guntur selamasatu sampai dengan 15 hari tanpa dilengkapi surat penahanan yangresmi dari pihak yang berwenang. Kemudian atas perintah Pranowo,tahanan dipindahkan ke sel yang sempit di Rumah Tahanan Militer(RTM) Cimanggis Depok Jawa Barat selama satu hari sampai dengantiga bulan. Para tahanan yang ditahan di Pomdam V Jaya Gunturmaupun di RTM Cimanggis juga tidak diperbolehkan keluar daridalam sel. Akibat perbuatan terdakwa, ada beberapa tahanan yangmengalami stres dan sulit menggerakkan anggota tubuhnya/lumpuhdan pihak keluarga tidak diberitahukan tempat penahanan paratahanan tersebut.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

180

Kedua

Bahwa perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dandiancam dalam Pasal 42 Ayat (1) Huruf a dan b jls Pasal 7 Huruf b,Pasal 9 Huruf f, Pasal 39 UU No. 26 Tahun 2000 tentang PengadilanHak Asasi Manusia, Pasal 64 KUHP.

Terdakwa terbukti memenuhi fakta pelanggaran HAMsebagaimana tercantum dalam Pasal 42 ayat (1) Huruf a dan b.

(1) Komandan militer atau seseorang secara efektif bertindak sebagaikomandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindakpidana yang berada dalam yurisdiksi pengadilan HAM, yang dilakukanpasukannya yang berada di bawah komando dan pengendalianya yangefektif, atau di bawah kekuasaan dan pengendalianya yang efektifdan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukannyapengendalian pasukan secara patut.

a. Komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atasdasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebutsedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasimanusia yang berat; dan

b. Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukantindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannyauntuk mencegah atau menghentikanperbuatan tersebut ataumenyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenanguntukdilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Pranowo juga terbukti memenuhi syarat Pasal 7 Huruf b,Pasal 9 Huruf f UU No 26 Tahun 2000, Pasal 7 tentang “Pelanggaranhak asasi manusia yang berat meliputi “kejahatan kemanusiaan “ danPasal 9 huruf f yang menyatakan “Kejahatan terhadap kemanusiaansebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satuperbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluasatau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukansecara langsung terhadap penduduk sipil.”

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

181

Serangan meluas, sistematik dan ditujukan secara langsungterhadap penduduk sipil terbukti dengan adanya serangkaianpenyiksaan para tahanan oleh petugas Pomdam Jaya dan petugas RTMCimanggis itu antara lain :

• Saksi korban Rahmad, selama satu minggu di Pomdam Jaya Gunturhanya memakai celana dalam dan disuruh jalan merangkak, sertadijemur di tengah hari bolong.

• Saksi korban Budi Santoso selama satu hari di Pomdam JayaGuntur, ditendang tulang kering kaki kirinya sebanyak satu kalidan dipukul kepala belakang dengan tangan dari belakang.

• Saksi korban Wasjan bin Sukarna selama empat hari di PomdamJaya Guntur disuruh tidur di lapangan terbuka dan dijemur dibawah sinar matahari hanya dengan memakai celana dalam.

• Saksi korban Sofwan Sulaeman selama tiga hari di Pomdam JayaGuntur, dipukul badan dan kakinya dengan menggunakan tongkat.

• Saksi korban Ahmad Sahi selama tiga hari di Pomdam Jaya Gunturbersama kawan-kawannya disuruh merangkak dengan siku danlutut dari ruang depan melalui jalan yang penuh kerikil tajammenuju tengah lapangan oleh pengawal yang mengendarai motormenendang tubuhnya dari belakang.

• Saksi korban Syarifudin Rambe selama tiga hari dalam PomdamJaya Guntur, dipukul tulang kering, punggung, dan kepalanyadengan tongkat dan beberapa kawan lainnya disuruh merayap ketempat pemeriksaan di ruang belakang sambil dipukul kepala danmenginjak badan saksi korban dkk apabila badan mereka terangkat.

• Saksi korban Yayan Hendrayana selama satu hari di Pomdam JayaGuntur, dipukul, ditendang, dan diinjak badannya oleh petugasCPM dan di RTM Cimanggis disuruh jalan merangkakmengelilingi RTM.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

182

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

183

• Saksi korban Sardi selama satu minggu di Pomdam Jaya Guntur,dipukul kepalanya dan ditendang punggungnya oleh petugas CPMdan rambutnya dicukur sambil dijemur.

• Saksi korban Ratono selama berada di RTM Cimanggis danmenjalani pemeriksaan disuruh push up hingga 200 kali, disuruhkoprol di depan dan di belakang pada malam hari, scout jumpsebanyak 200 kali sambil tangan kanan memegang telinga kiri laluberputar dan ditendang oleh petugas, kemudian disuruh lari hinggamenabrak tembok dan pingsan

• Saksi korban Raharja selama 15 hari di Pomdam Jaya Guntur,disuruh push up setiap kali makan dan dipukul dengan besi hinggatulang hidungnya patah.

· Saksi korban Abdul Qadir Djaelani selama berada di tahanandipukul dan ditendang di tengah lapangan pada malam hari secaraberamai-ramai oleh petugas dan baru dikembalikan ke dalam selketika sudah berada dalam keadaan pingsan. Petugas tidakmemberinya makanan yang layak sebagai manusia.

• Saksi Sudarso selama diperiksa oleh petugas CPM di Pomdam VJaya diarahkan untuk mengakui bersalah, bilamana tidak ingindisiksa.

• Saksi Aminatun selama tiga hari dalam tahanan Pomdam V JayaGuntur, ditelanjangi oleh Kowad dan mendengar teriakan.

Menurut Jaksa, terdakwa Pranowo telah mengetahui bahwapasukan/anggotanya telah atau sedang melakukan pelanggaran HAM-berat berupa penyiksaan atau dengan sengaja dan melawan hukummenimbulkan kesakitan atau penderitaan yang berat baik fisik maupunmental dengan cara menendang, memukul, menjemur dan lain-lainterhadap tahanan atau orang yang berada di bawah pengawasanterdakwa, namun terdakwa tidak mencegah, atau menghentikanperbuatan pasukan/anggotanya atau menyerahkan pelakuknya kepada

D.1. Pemeriksaan

Dalam persidangan, para saksi yang telah melakukan islahmenyatakan bahwa apa yang tertera di dalam BAP tidak benarsebagian. Para saksi islah juga menyatakan bahwa mereka tidakmengalami penyiksaan/penganiayaan selama ditahan di RTM Guntur,RTM Cimanggis dan RTM-RTM lain. Kesaksian yang benar, menurutmereka, adalah kesaksian yang mereka ucapkan di bawah sumpah di

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

184

Dakwaan I : PerampasanKemerdekaan Sewenang-wenang.Pasal 7 huruf b jisPasal 9 huruf e, Pasal 37UU No 26 tahun 2000,Pasal 55 ayat 1 ke-1, Pasal64 KUHP

Dakwaan II:Penyiksaan. Pasal 42 ayat1 huruf a dan b jis Pasal 7huruf b, Pasal 9 huruf f,Pasal 39 UU No. 26 tahun2000, Pasal 64 KUHP

POMDAM V JayaGuntur Jl SultanAgung No 33 JakartaSelatan Rumahtahanan MiliterCimanggis, JakartaTimur POMDAM V JayaGuntur Jl SultanAgung No 33 JakartaSelatanRumahtahanan MiliterCimanggis, JakartaTimur

13 September1984 sampaidengan 8Oktober1984

13 September1984 sampaidengan 8Oktober 1984

169 orang

14 orang

Dakwaan Locus delicti Tempus delicti Korban

pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan,dan penuntutan.

Pranowo juga terbukti telah membiarkan anggota yang beradadi bawah komando dan pengendaliannya yang efektif melakukantindak pidana kejahatan terhadap kemanusian berupa “penyiksaan”terhadap para tahanan atau orang yang berada dibawahpengawasannya.

Tabel XIVDakwaan untuk Terdakwa Pranowo

depan persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalampemeriksaan saksi ini, kepada setiap saksi diperlihatkan di mukapersidangan surat penahanan dan penangkapannya dan para saksipunmembenarkan surat tersebut.

Pemeriksaan tidak berhasil membuktikan adanya perampasankemerdekaan dan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang.Dalam persidangan keberadaan tahanan di RTM Guntur danCimanggis ternyata didasari oleh SP Penahanan baik dari kepolisian(SP Penahanan pertanggal 11 September 1984 atas nama Safwanbin Sulaiman) maupun dari Kejaksaan Tinggi DKI (SP Penahananpertanggal 14 September 1984 atas nama Abdul Kadir Jailani dkk).Terdakwa hanya menerima titipan tahanan tersebut dari Polri,Kejaksaan dan Laksusda, sebagaimana dalam keterangan Try Sutrisnodan RA Butar-Butar dalam persidangan.

Dalam tuntutan yang dibacakan pada 2 Juli 2004, JPUmenuntut terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidanapelanggaran HAM berat sebagaimana dakwaan kesatu, Pasal 7 Hurufb jis Pasal 9 Huruf e, Pasal 37 UU No. 26 Tahun 2000 Pasal 55 Ayat(1) ke-1, Pasal 64 KUHP. Jaksa mengambil kesimpulan bahwakeberadaan para tahanan di RTM Guntur dan Cimanggis atas dasarsurat perintah penahanan baik dari kepolisian (SP Penahananpertanggal 11 September 1984 atas nama Soyafwan bin Sulaiman)maupun dari Kejaksaan Tinggi DKI (SP Penahanan pertanggal 14September 1984 atas nama Abdul Kadir Jailani dkk). Terdakwa hanyamenerima titipan tahanan tersebut baik dari Polri, Kejaksaan danLaksusda untuk ditempatkan di Ruang Tahanan Pomdam V JayaGuntur. Berdasar uraian tersebut, unsur melakukan perampasankemerdekaan dan perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang tidak terpenuhi.

Dalam tuntutannya, Jaksa kemudian mengambil kesimpulanbahwa keberadaan warga sipil yang terlibat kerusuhan Tanjungpriok

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

185

12 September 1984 tersebut atas dasar kebijakan pemerintah waktuitu, yaitu Laksusda V Jaya, Kejaksaan dan Kepolisian untukditempatkan di RTM Guntur dan RTM Cimanggis untuk disidik dandituntut di depan pengadilan negeri. Keberadaan mereka di sana untukdiprediksi/disidik dan diberkaskan, khususnya baik oleh Polri maupunKejaksaan Tinggi DKI Jakarta maupun jaksa-jaksa dari KejaksaanAgung RI.

Bahwa sebagian besar dari mereka telah mendapatkan putusanyang berkekuatan hukum tetap baik karena melakukan tindak pidanaumum (KUHP) maupun pelanggaran tindak pidana subversi.

JPU menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindakpidana pelanggaran HAM-berat sebagaimana dakwaan kedua, Pasal42 Ayat (1) Huruf a dan b jis Pasal 7 Huruf b, Pasal 9 Huruf f, Pasal39 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,Pasal 64 KUHP.

Menurut JPU, unsur dakwaan atas pertanggungjawabankomando terhadap perbuatan yang dilakuan anak buahnya sudah terpenuhi. Namun jaksa juga tidak bisa membuktikan adanya visum etrepertum terhadap penyiksaan yang dilakuan anggota polisi militertersebut. Atas perbuatan yang dilakukan terdakwa, JPU juga menuntutterdakwa Pranowo selama lima tahun penjara.

Dalam hal ini Jaksa tidak memiliki sikap konsisten ataskesaksian yang diberikan oleh beberapa saksi yang tidak islah. Dalamhal tuntutan, Jaksa justru banyak mengambil kesaksian dari para saksiyang mencabut BAP. Padahal seharusnya jaksa mempertahankanargumentasi hukum yang sudah dibangun sejak dakwaan dibuathingga tuntutan. Kesaksian para korban yang menyepakati islah justrudijadikan fakta hukum padahal kesaksian mereka jelas bertentangandengan BAP. Tuntutan tersebut berimplikasi tehadap lemahnya prosespembuktian yang sudah dikembangkan oleh JPU sendiri.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

186

D.2. Putusan Pengadilan Negeri

Majelis Hakim yang dipimpin Andriani Nurdin bersertaempat anggotanya yakni Rudi Rizky, Bukit Kalenong, Abdurahmandan Ridwan Mansur memutuskan bahwa Mayjen (Purn) Pranowotidak terbukti bersalah sebagaimana didakwakan dalam dakwaankesatu dan kedua. Majelis Hakim juga membebaskan terdakwa daridakwaan kesatu dan kedua.

Dalam hal dakwaan kesatu, Majelis berpendapat bahwa unsurmelakukan perampasan kemerdekaan dan perampasan kebebasan fisiklain secara sewenang-wenang tidak terpenuhi, sehingga tidak terbuktisecara sah menurut hukum. Hal tersebut dibuktikan dengan adanyasurat perintah penahanan dari Kepolisian maupun Kejaksaan TinggiDKI. Terdakwa hanya menerima titipan tahanan tersebut dari TeperdaJaya Laksusda untuk ditempatkan di ruang tahanan Pomdam V Jaya.Majelis juga mendasarkan pada keterangan saksi Ahsahi, Sulaiman,Muhtar Dewang dan saksi islah lainya bahwa saat mereka berada diRTM Guntur menerima Surat Penahanan dan memberitahukan hak-hak tersangka sesuai KUHAP namun mereka tidak menggunakannyadan keluarga mereka juga menjenguk.

Dalam putusannya Majelis Hakim mendasarkan bahwapenahanan yang dilakukan terdakwa sudah sesuai dengan protap(prosedur tetap). Sebanyak 125 tahanan tersebut merupakan titipantahanan dari pihak kejaksaan dan kepolisian. Berdasar SKPangkobkamtib Jaya, kedudukan Kapomdam V Jaya dalam Laksusdasebagai Katerperda Jaya di bawah dansatgas Intel Laksus. Dalampemeriksaan surat-surat di persidangan, di antaranya adalah suratpenahanan dan penangkapan saksi-saksi mengakui bahwa tandatanganpenahanan tersebut adalah benar.

Sedangkan dalam hal perampasan kemerdekaan atauperampasan fisik lain secara sewenang-wenang, Majelis Hakimberpendapat bahwa berdasar keterangan saksi, keterangan terdakwa

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

187

serta bukti surat yang diajukan, keberadaan para tahanan di Gunturdan Cimanggis atas dasar surat penahanan dari kepolisian dankejaksaan.

Pada 13 September 1984 terdakwa menerima perintah asintelLaksusda Jaya melalui HT untuk menerima tahanan. Tanggal 13September 1984 pukul 10.00 terdakwa menerima titipan tahanan dariKodim 0502/Jakarta Utara yang dilengkapi dengan surat pengantardan daftar nama sekitar 125 orang tahanan.

Majelis Hakim sependapat dengan JPU dan penasihat hukumterdakwa bahwa unsur melakukan perampasan kemerdekaan danperampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang tidakterpenuhi, sehingga tidak terbukti secara sah menurut hukum.

Dalam dakwaan kedua, Pasal 42 UU No. 26 Tahun 2000tentang pertanggungjawaban komando terhadap tindak pidana yangada di dalam yurisdiksi pengadilan HAM yang dilakukan oleh pasukanyang berada di bawah komando pengendalian yang efektif atau dibawah penguasaanya dan pengendaliannya yang efektif dan tindakpidana tersebut merupakan akibat tidak dilakukan pengendalianpasukan secara patut. Majelis Hakim tidak membuktikan langsungunsur dakwaan pertanggungjawaban komando tetapi menguraikandulu tentang 1) Apakah penyiksaan tersebut sebagai bagian seranganyang sistematis dan meluas? 2) Apakah terdakwa dapatdipertanggungjawabkan berdasar Pasal 42 Ayat 1 UU No. 26 Tahun2000 atas terjadinya peristiwa sesuai fakta yang terungkap dipersidangan? 3) Apakah terdakwa menurut hukum atau UU telahdiberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, menyerahkankepada penyidik, penuntut dalam kasus dugaan pelanggaran HAMberat?

Majelis berpendapat bahwa penyiksaan yang dilakukan anakbuahnya, berdasar keterangan saksi Syaifudin Rambe dkk., perlakuanpemukulan, penendangan, pemoporan dan tindakan tidak manusiawilainnya terjadi ketika mereka menjalani pemeriksaan. Akibat dari

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

188

perlakuan tersebut tidak menimbulkan rasa sakit yang mendalam dantidak disetai visum et repertum.

Dalam kesimpulanya Majelis Hakim berpendapat bahwatidaklah dapat dibuktikan telah terjadi penganiayaan sebagai akibatdari pengerahan kekuatan atau operasi terhadap penduduk sipiltertentu. Penganiayaan yang terjadi terhadap para saksi tersebut jugadisimpulkan sebagai bukan merupakan tindakan penganiayaan besar-besaran, yang dilakukan berulang-ulang, yang dilakukan secara kolektifdengan akibat yang sangat serius berupa jatuhnya korban nyawa atauluka-luka dalam jumlah besar. Dalam hal ini, serangan yang meluasdan sistematis terhadap penduduk sipil tidak terbukti. Sehingga,perlakuan yang diterima saksi bukanlah suatu penyiksaan dalamkonteks pelanggaran HAM-berat seperti yang dimaksud Pasal 9Huruf f UU No. 26 Tahun 2000.

Tetapi berdasarkan Pasal 351 KUHP, UU No. 39 Tahun 1999tentang HAM Pasal 5 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia(DUHAM), Pasal 7 ICC, CAT, perlakuan terhadap para saksi tersebutmerupakan pelanggaran HAM, termasuk perlakukan yang tidakmanusiawi dan merendahkan martabat, yang dalam konteks initermasuk kategori pelanggaran HAM biasa, sehingga bukanlahmerupakan yurisdiksi dari pengadilan HAM Ad Hoc ini.

Karena dalam dakwaan kedua permasalahan pertama tersebuttidak terbukti, Majelis Hakim mengesampingkan dan tidak membahaspermasalahan yang terkandung di dalam angka 2 dan 3.

Dalam putusan yang dibacakan pada 3 Agustus 2004, MajelisHakim memutus, menyatakan terdakwa tidak bersalah melakukantindak pidana yang di dakwakan dalam dakwaan kesatu dan kedua.Membebaskan terdakwa dari dakwaan kesatu dan kedua, sertamemulihkan hak-hak terdakwa.

Rasa kecewa muncul dari kalangan korban peristiwa TanjungPriok. Ishaka Bola menyatakan :

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

189

“Saya kecewa atas keputusan Hakim yang menyatakan tidakada pelanggaran HAM dan tidak meluas, sedangkan sayaditembak di rumah. Maka sampai hari ini saya tidak habis pikiratas keputusan Hakim”

Korban lainnya, Marullah menyatakan :

“Betapa menyakitkan hati ini, kecewa dunia akhirat. Mengapaseorang yang mengepalai rumah tahanan Guntur dan rumahtahanan Cimanggis bisa lolos dari dakwaan yang dianggap tidakmelanggar HAM. Padahal banyak diantara kami yang masihkecil-kecil dan dibawah umur, termasuk saya”.

Sementara Yudi Wahyudi, korban lain yang pada saat peristiwadianggap telah meninggal menyatakan :

“Saya sebagai korban sangat kecewa mengenai putusan yangditetapkan oleh Majelis Hakim atas terdakwa PRANOWO yangjauh dari nilai-nilai kebenaran dan keadilan, begitupun jugaPutusan Majelis Hakim terhadap SRIYANTO. Semoga saja,saya berharap agar kebenaran dan keadilan terungkap demitegaknya hukum dinegeri ini.”

D.3. Putusan Mahkamah Agung

Pasal 244 KUHAP menyatakan bahwa terhadap putusanpidana diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain, selainMahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukanpermintaan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali terhadapputusan bebas. Pembebasan tersebut bukanlah pembebasan murni,dan Mahkamah Agung harus menerima permohonan kasasi tersebut.

Pada 16 Agustus 2004 JPU mengajukan permohonan kasasi No 01/KAS.PID.HAM.AD HOC/2004/PN.JKT.PST dan diterima olehKepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan kasasimenyatakan antara lain:

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

190

• Judex factie telah melakukan kekeliruan, dengan alasan salah satuunsur pidana dalam dakwaan kedua, yaitu penyiksaan sebagaibagian dari serangan yang meluas dan sistematis tidak dapatdibuktikan/tidak terbukti, dan majelis hakim tidakmempertimbangkan beberapa alat bukti berupa keterangan saksi-saksi dan surat yang terungkap dalam sidang

• Majelis Hakim telah salah menghukum, tidak menerapkan ataumenerapkan hukum tidak sebagaimana seharusnya, yakni tidakmempertimbangkan sebagian alat bukti keterangan para saksi yangdisampaikan dalam persidangan maupun alat bukti surat. Majelishakim hanya berpatokan pada keterangan terdakwa dan para saksiyang menguntungkan terdakwa.

• Hakim tidak menerapkan Pasal 187 KUHAP tentang alat buktisurat yaitu berdasar Pasal 187 huruf a KUHAP, di mana surattersebut dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpahadalah: Berita Acara dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabatumum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya yangmemuat keterangan para saksi korban tentang kejadian atau

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

191

Perjuangan Korban :Elly Korban TanjungPriok berorasi di depanMahkamah Agung,menuntut MAmenghukum pelaku(Th. 2004, Dok. Kontras)

keadaan yang didengar, dilihat atau dialami sendiri, disertai alasanyang jelas dan tegas tentang keterangan itu. Berita AcaraPemeriksaan saksi Yayan Hendrayana, Ahmad Sahi dan SyarifudinRambe dibuat oleh penyidik HAM Ad Hoc yang berwenangsehingga memenuhi syarat untuk dijadikan alat bukti surat.

• Hakim tidak menerapkan Pasal 200 KUHAP bahwa surat putusanditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusanitu diucapkan. Ketika dibacakan, putusan belum ditandatanganibahkan belum diketik, baru merupakan hasil musyawarah. Hakimdan panitera belum dapat memberikannya dan alat buktinya punmenyulitkan penuntut umum untuk membuat memori kasasi. Atas dasar permintaan kasasi tersebut, pada 13 Januari 2006

terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) antara anggota majelishakim. Hakim Artidjo Alkotsar yang juga ketua majelis hakim berbedapendapat dengan empat hakim lain dan menyatakan terdakwa terbuktibersalah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM yang beratsebagaimana dakwaan kedua Pasal 42 Ayat (1) Huruf a dan b jisPasal 7 Huruf b, Pasal 9 Hruf f, Pasal 39 UU No. 26 Tahun 2000,Pasal 64 KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun.Mengenai keberatan-keberatan JPU, Hakim Artidjo berpendapatbahwa “judex factie ternyata salah dalam putusan dan pertimbanganhukumnya karena tidak mempertimbangkan hal-hal yang relevansecara yuridis bahwa terdakwa Mayjen TNI (Purn) Pranowo yangsaat itu (menjabat) sebagai Kapomdam V Jaya bertanggung jawabatas penyiksaan yang dilakukan bawahannya, yaitu petugas PomdamV jaya. Perbuatan penyiksaan yang dilakukan anak buah terdakwamempunyai hubungan kausal dengan yang dialami para tahanan, yaitusaksi-saksi di bawah sumpah yang mengalami dan menderita akibatpenyiksaan fisik dan mental.

Judex factie ternyata keliru dalam pertimbangan hukumnya,karena terdakwa selaku Kapomdam V Jaya mengetahui bahwa titipantahanan yang disiksa adalah warga sipil, padahal penahanan terhadap

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

192

penduduk sipil harus berdasarkan KUHAP. Penahanan danpenyiksaan terhadap penduduk sipil ini merupakan bagian dari sistempemerintahan Orde Baru yang represif pada dekade 1980-an.Penahanan di kantor terdakwa merupakan bagian dari perpanjanganatau perluasan dari tindakan yang terjadi di Tanjung Priok, pada Rabu,12 September 1984.

Seperti diketahui, rejim penguasa Orde Baru di bawahPresiden Soeharto melakukan praktik politik pemerintahan yangrepresif secara sistemik. Aksi massa ke Kodim Jakarta Utara dihadapidengan mengerahkan pasukan Arhanudse sebanyak satu peleton, yangterdiri dari 40 (empat puluh) orang yang dilengkapi senjata jenis semiotomatis SKS, bayonet dan 10 (sepuluh) butir amunisi peluru. Padagalibnya keberadaan pasukan Arhanudse adalah pasukan untuk perangbukan untuk menghadapi penduduk sipil.

Judex faxtie keliru dalam menerapkan hukum terhadap KolonelCPM Pranowo, bahwa terdakwa selaku Kapomdam V Jaya telah atausedang melakukan pelanggaran HAM-berat namun terdakwa tidakmencegah atau menghentikan perbuatan anggotanya ataumenyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untukdilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Judex factie salah menerapkan hukum karena penjatuhanputusan kurang memperhitungkan hal-hal yang relevan secara yuridis.Judex factie tidak memperhitungkan adanya perbedaan keterangan saksidalam BAP dengan keterangan di depan sidang pengadilan. Meskipunada beberapa saksi yang mencabut kesaksiannya dengan alasan sudahmelakukan islah dengan pihak TNI, pencabutan kesaksian tidakmemiliki alasan hukum, karena prosedur pembentukan lembaga islah,transparansi dan kosekwensi yuridsinya masih dipertanyakan.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

193

Judex factie salah dalam menerapkan hukuman karena hinggasaat ini kesepakatan islah yang dipraktikkan oleh beberapa anggotaTNI dengan para saksi yang mencabut keterangan dalam BAP, tidakdikenal dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

Tentang penyiksaan terhadap penduduk sipil yang terjadi diinstansi terdakwa, yaitu Polisi Militer, merupakan turunan atauperluasan dari peristiwa yang terjadi di Tanjung Priok pada 12September 1984. Peristiwa tersebut berkolerasi dengan kebijakanpolitik Pemerintah Orde Baru yang secara sistematis membasmikelompok masyarakat yang berbeda pendapat.

Dengan pertimbangan tersebut diatas telah terbukti putusanjudex factie bukanlah bebas murni melainkan sebuah kesalahan dalammenafsirkan aturan hukum yang diterapkan.

Dalam Putusan No. 02 K/PID.HAM AD HOC/2005, empathakim agung berpendapat bahwa kasasi JPU tidak dapat membuktikanbahwa putusan judex factie adalah putusan bebas tidak murni. MAmemutuskan permohonan kasasi JPU berdasar Pasal 244 UU No. 8Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)dinyatakan tidak diterima. Bahwa karena permohonan kasasi daripemohon kasasi/JPU telah dinyatakan tidak dapat diterima, sedangkanterdakwa pada peradilan tingkat pertama diputus bebas, maka biayaperkara dalam tingkat kasasi dibebankan kepada negara.Memperhatikan UU No 4 Tahun 2004, UU No. 8 Tahun 1981 danUU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan UUNo. 5 Tahun 2004 dan peraturan perundang-undangan lain yangbersangkutan. Menyatakan, tidak diterima permohonan kasasi daripemohon kasasi JPU Ad Hoc pada Kejaksaan Agung RI.

Empat orang anggota majelis hakim memberikan pendapatatas atas tidak diterimanya permohonan kasasi tersebut.

Menurut H. Dirwoto, keberatan tidak dibenarkan karena judex factie telah tepat dalam pertimbangan dan putusannya. Keberatan

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

194

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

195

kedua dan ketiga tidak dapat dibenarkan karena permohonan kasasiJPU tidak dapat mengajukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasarpertimbangan mengenai letak sifat tidak murni dari putusan bebastersebut.

Hakim Sumaryo Suryokusumo berpendapat mengenaidakwaan pertama dalam Pasal 7 (b) jis 9 (e) mengenai penyiksaan dan sepakat dengan putusan Pengadilan Negeri bahwa unsur seranganyang meluas dan sistematik tidak terbukti sehingga perlakuan yangdialami para saksi bukan suatu penyiksaan dalam kontek pelanggaranHAM-berat seperti tercantum dalam Pasal 9 Huruf f UU No. 26/2000. Menurutnya perlakuan terhadap para tahanan tersebut olehterdakwa dan anak buahnya merupakan pelanggaran kejahatan biasa. Jika dapat dibuktikan adanya penganiayaan, majelis hakim dapatmerekomendasikan kepada jaksa agar perkara tersebut diadili sebagaikejahatan biasa menurut Pasal 351-355 dan 357-358 KUHP dan UUNo. 5/1998 tentang pengesahan konvensi menentang penyiksaan.Mengenai dakwan kedua dalam Pasal 42 (1) a,b jis Pasal 7 b, Pasal 9 fPasal 39 UU No 26/2000 mengenai tanggung jawab komando.Menurut doktrin tanggung jawab komando jika terjadi kejahatan yangdilakukan anak buahanya belum terbukti maka perbuatan itu tidakdapat dipertanggng jawabkan kepada komandannya.

Sementara Hakim Ronald Zelfianus Titahelu menyatakanbahwa pada pokoknya keberatan ini tidak dapat dibenarkan karenajudex factie telah tepat dalam pertimbangan dan putusannya.

Hakim Sakir Ardiwinata menyatakan perihal keberatan ad.1,bahwa keberatan ini tidak dapat dibenarkan oleh karena judex factietelah tepat dalam pertimbangan dan putusannya. Mengenai keberatanad. 2, bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan karenamerupakan keberatan atas penilaian hasil pembuktian yang bersifatpenghargaan tentang suatu kenyataan. Pertimbangan tersebut tidakdapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi. Untukkeberatan ad 3, BAP saksi bukan bukti surat sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 187 KUHAP karena yang berlaku adalah hasilpemeriksaan di persidangan. BAP juga tidak mengikat hakim.

Menyikapi hal ini, Ikatan Keluarga Korban Tanjung Priok(IKAPRI) dan KontraS menyatakan keprihatinannya. Hal inididasarkan pada : (1) vonis bebas tersebut sama denganmenyembunyikan kebenaran tentang fakta-fakta penyiksaan, danperlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkanmartabat manusia. Padahal fakta-fakta kejahatan itu terang adanya.(2) vonis ini sama dengan membolehkan pemerintahan siapapun, saatini dan ke depan, dapat menyiksa dan memperlakukan warga sipilseenaknya. Akibatnya, Mahkamah Agung justru melegalkan cara-caramenahan warga sipil di tahanan militer, dan menyiksanya dalam selsempit dan gelap.49

Ratono, salah seorang korban menerangkan,

“Pada saat di RTM Cimanggis, sebelum sidang pengadilan, saya danrekan didatangi Kolonel Sampurno dan Pranowo. Bahkan saya sempatberbicara langsung dengan Pranowo. Saya ditanya masalah umur dandia menjawab, ‘yah selamat, hukumanmu delapan tahun.’ Dan ternyatabenar, hukuman saya delapan tahun di Cipinang”.50

Kesaksian serupa juga diungkapkan Syaiful Hadi, korban lainnya yangtidak bisa menyembunyikan kekecewaanya,

“Saya waktu itu dijemput paksa bersama enam anggota keluarga.Seminggu saya ditelanjangi, disiksa, dan diintograsi di Guntur (PomdamV Jaya) bersama korban lain. Bagaimana bisa ada penyiksaan, tapitidak ada pelakunya” 51

49 Siaran Pers No.2/SP-KontraS/I/2006 Tentang Vonis Bebas Priok : Mahkamah AgungTidak Pantas Dipercaya, 16 Januari 2006.50 Korban Tanjung Priok kecewa, Pengadilan Indonesia hanya Sandiwara, Kompas, 13September 2006.51 Kasus Priok, Vonis MA kecewakan Korban, Kompas, 16 Januari 2006.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

196

Tabel XVPutusan Pengadilan HAM – Mahkamah Agung dalam

Perkara Pelanggaran HAMBerat di Tanjung Priok

PUTUSAN PENGADILAN HAM – MAHKAMAH AGUNGKASUS TANJUNG PRIOK

RA Butar Butar• Pembacaan dakwaan

tgl 30 september2003. No. perkara0 2 / H A M /Tj.PRIOK/09/2003

Dakwaan I:PembunuhanPasal 42 ayat 1 huruf adan b jis pasal 7 hurufb, pasal 9 huruf a, pasal37 UU No 26 tahun2000

Dakwaan II:PenganiayaanPasal 42 ayat 1 huruf adan b jis pasal 7 hurufb, pasal 9 huruf h, pasal40 UU No 26 tahun2000

Dakwaan III :p e r a m p a s a nkemerdekaan secarasewenang-wenang Pasal42 ayat 1 huruf a dan bjis pasal 7 huruf b, pasal9 huruf e UU No 26tahun 2000

Jaksa Penuntut Umum :1. Muhammad Yusuf,SH.MM2. parade nababan, SH

Vonis 10 tahun• Pebacaan putusan tgl

30 april 2004 ( No.03/PID/HAM/ADH O C / 2 0 0 3 / P NJKT PST)

Majelis Hakim :1. Cicut Sutiyarso2. Emong Komariah3. Winarso4. Ridwan Mansur5. Kabul Supriyadi

Dalam putusannya :1.Menyatakan terdakwa

RA butar Butarterbukti secara sahdan meyakinkanmenurut hukumbersalah melakukantindak pidanapelanggaran Hamyang berat dalamdakwaan kesatu dankedua

2. m e n y a t a k a nterdakwa tidakbersalah dalmdakwaan ketiga danm e m b e b a s k a nterdakwa daridakwaan

3. m e n g h u k u mterdakwa dengan

Perkara denganterdakwa Rudolf AdolfButar-butar di putuspada tanggal 8 Juni 2005

Majelis Hakim yangmemeriksa:1. Sri Handoyo, SH(Ketua)2. H. Rusdy As’ad,SH.MH3. Prof Muhamad AminSuma, SH 4. Prof Dr.Ahmad Sutarmadi, SHdan

5. Dr(HC)SPBRoeroe.SH.MBA No Perkara :0 2 / P I D / H A M / A dHoc/2005/PT DKImemutuskan:1. M e n e r i m a

p e r m i n t a a npemeriksaan dalamtingkat Banding dariTerdakwa atasputusan selaPengadilan HAM AdHoc pada PN Jakpustanggal 22 Oktober2003 No : 03 /PID.B/HAM/ADHoc/2003/ PN JktPst, maupunp e r m i n t a a n

01

No Terdakwa PN PT MA

Bebas.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

197

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

198

No Terdakwa PN PT MA

3. yusuf SH4. Agung Iswanto SH

pidana penjaraselama 10 tahun.

4. m e m b e r i k a nkompensasi kepadakorban atau ahliwarisnya yang prosesserta jumlahnyasesuai ketentuanyang berlaku

pemeriksaan dalamtingkat BandingTerdakwa atasputusan akhirPengadilan HAMpada PN Jakpustanggal 30 April 2004No: 03/PID.B/HAM/Ad Hoc/2003/PN Jkt Psttersebut.

2. Menguatkan putusansela PN Ad HocJakarta Pusat tanggal22 Oktober 2003/03/PID.B/HAM/AdHoc/2003/PN JktPst tersebut

3. M e m b a t a l k a nputusan PengadilanHAM Ad Hoc padaPN Jakpus tanggal 30April 2004 No 03/P I D. B / H A M / A dHoc/2003/PN JktPst yang dimintakanbanding tersebut.

Dibebaskan MApada tanggal 29september 2005.Majelis Hakimm e n y a t a k a nperkara ini Nietotvankelijkheid/NO

Majelis hakim yangmemeriksa:1. Iskandar Kamil(ketua)2. Artidjo Alkotsar3. Eddy Junaidi4. Ronald ZTitahelu5. Tomi Boestami

02 Sriyanto• Pembacaan dakwaantgl 23 oktober 2003 NoReg perkara 04/HAM/T J - P r i o k / 0 9 / 2 0 0 3

Dakwaan I:

PembunuhanPasal 7 huruf b jis pasal9 huruf a, pasal 37 UUNo. 26/2000Pasal 55ayat 1 ke 1 KUHP

Dakwaan II Primer:Percobaan PembunuhanPasal 7 huruf b jis pasal9 huruf a, pasal 41, pasal37 UU No 26 tahun 200,pasal 55 ayat 1 ke-1,pasal 53 ayat (1) KUHP

Sriyanto dinyatakanBebas ·Pebacaan putusan tgl 12agustus 2004

Majelis hakim yangmemeriksa:1. Herman Keler

hutapea SH (ketua)2. Amril SH3. Rahmat Syafei SH4. Amirudin Abu raeira

SH5. Rudi M rizki SH

Majelis hakimmemutuskan:

1. terdakwa tidakterbukti secara‘sah

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

199

Subsider :PenganiayaanPasal 7 huruf b jispasal 9 huruf h, pasal40 UU No 26 tahun200, pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP

Jaksa Penuntut Umum:1. Darmono SH2. K. Lere, SH,3. Herry karya BudiSH4. Diah Srikanti

dan meyakinkanbersalah melakukantindak pidanapelanggaran HAMberat baik angdidakwakan dalamdakwaan kesatumaupun dakwaankedua primer sertadalam dakwansubsider.

2. dikembalikan hak-haknya dalamk e m a m p u a nkedudukan, harkatserta martabatnya.

D i s s e n t i n gopinion dinyata-kan oleh artidjoAlkotsar, Dalamp e n d a p a t n y a ,A r t i d j om e m u t u s k a nSriyanto bersalahdan dihukumpenjara 10 tahun

No Terdakwa PN PT MA

PranowoPembacaan dakwaanpada tanggal 23September 2003No regperkara 03/HAM/TJ-Priok/09/2003

Dakwaan I :P e r a m p a s a nK e m e r d e k a a nSewenang- wenang.Pasal 7 huruf b jis pasal9 huruf e, pasal 37 UUNo 26 tahun 200, pasal55 ayat 1 ke-1, pasal 64KUHP

Dakwaan II:Penyiksaan.Pasal 42ayat 1 huruf a dan b jispasal 7 huruf b, pasal 9huruf f, pasal 39 UUNo. 26 tahun 2000,pasal 64 KUHP

Jaksa Penuntut Umum :1. Roesmanadi2. NS. Rambery3. Djoko Indra Setiawan4. Risma H Lada

Majelis hakimmemvonis BebasPranowo pada tanggal10 Agustus 2004.

Majelis hakim yangmemeriksa:1. Andriani Nurdin SH(ketua)2. Rudi Rizky3. Bukit kalenong4. Abdurrahman5. Ridwan mansur

Mengadili :1. menyatakan bahwamayjen TNI PurnPranowo tidak terbuktibersalah secara sah danmeyakinkan melakukantindak pidana sepertiyang didakwakan dalamdakwaan kesatu dankedua2 . m e m b e b a s k a nterdakwa dari dakwaankesatu dan kedua3. memulihkan hak-hakterdakwa

03 13 Januari 2006M Am e m b e b a s k a nPranowoMajelis Hakimm e n y a t a k a nperkara ini Nietotvankelijkheid/NO

Majelis hakimyang memeriksa:1. Artidjo alkotsar(ketua)2. Prof Sumaryo S3. Dirwoto4. Ronald T5. SakirArdiwinata

D i s s e n t i n go p i n i o ndinyatakan olehArtidjo Alkotsar.Dalam pendapat-nya, Artidjom e m u t u s k a nPranowo bersalahdan menjatuhkanpidana penjara 5tahun penjara

Perkara denganterdakwa SutrisnoMascung di putus bebaspada tanggal 31 Mei2005

Hakim yangmemeriksa:1. H. Basoeki, SH

(Ketua) H.2. Sri Handoyo, SH.3. Prof DR. Soejono ,

SH.4. Prof DR. Muh.

Amin Suma,.SH.5. Prof Dr. Ahmad

Sutarmadi. SH

Dalam putusannya:1. M e n e r i m a

permintaan bandingdari para terdakwadan JPU

2. M e m b a t a l k a nputusan pengadilanHAM Ad Hoc PNJKT PST No 01/Pid. HAM/Ah Hoc/2003/Jkt Pst tanggal20 Agustus 2004

Dissenting opiniondinyatakan oleh SriHandoyo yangmenyatakan alasan-alasan, pertimbangandan putusan majelishakim yangdimohonkan bandingsudah benar dan tepat,kecuali pemberiankompensasi.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

200

Sutrisno mascung CsNo 01/HAM/TJ-P r i o k / 0 8 / 2 0 0 3Pembacaan dakwaan tgl15 september 2003

Dakwaan I:Pembunuhan pasal 7huruf b jis pasal 9 hurufa, pasal 37 UU No 26/2000Pasal 55 ayat 1 ke-1KUHP

Dakwaan II Primer :Percobaan Pembunuhanpasal 7 huruf b jis pasal9 huruf a, pasal 41, pasal37 UU No 26/2000Pasal55 ayat 1 ke-1, pasal 53ayat 1 KUHP

Dakwaan III Subsider:Penganiayaan pasal 7huruf b jis pasal 9 hurufh, pasal 40 UU No 26/2000Pasal 55 ayat 1 ke-1KUHP

Jaksa Penuntut Umum :1. Widodo Supriyadi2. Hazran3. Akhmad Jumali

Vonis 2 dan 3 tahunpenjara PembacaanPutusan tgl 20 agustus2004

Majelis hakim:1. Andi samsam nganro

SH.MH (ketua)2. Binsar Gultom SH,

SE, MH3. Amirudin Aburaera

SH4. Sulaiman Hamid SH5. Heru Susanto SH,

M.Hum

Dalam putusannyamenyatakan:1. bahwa terdakwa 1.

sutrisno mascung, 2.asrori, 3. siswoyo, 4.abdul halim, 5.prayogi, 6. Muhson,7. zulfata 8. Sumitro,9 Sofyan hadi 10.Winarko secar sahdan meyakinkanm e l a k u k a npelanggaran beratHAM berupapembunuhan danp e r c o b a a npembunuhan

2. Menjatuhkan pidanakepada terdakwa 1selama 3 tahun danterdakwa II sampaiXI masing-masing 2tahun

3. M e m b e b a n k a nnegara membayarkompensasi berupamateril sebesar Rp.658 .000 .000 .00 , -(enam ratus limapuluh delapan jutarupiah) dan

04

No Terdakwa PN PT MA

Dalam putusannyamajelis Mahkamahagung menolakkasasi yangdiajukan jaksauntuk pelanggaranHAM padaperistiwa tanjungpriok. MA menilaiapa yang dilakukanSuyrisno mascungbukan merupakank e w e n a n g a npengadilan HAMAd Hoc.

Majelis terdiri dari:1. Arbijoto (ketua)2. Prof Sumaryo S,3. Mieke Komar,4. Mansyur efendi,5. Eddy djunaidi.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

201

No Terdakwa PN PT MA

immateril sebesarRp. 357.500.000.00,-(tiga ratus limapuluh tujuh juta limaratus ribu rupiah)kepada 13 orangkorban/ahli waris

4. menyatakan barangbukti berupa 1 buahtruk reo 13 pucuksenjata SKS

Disenting opiniondilakukan olehHeruSusanto danAmirudin Aburaerayangmengakui bahwadalam peristiwa terebutmengakibatkan korbanyang meninggal duniamaupun luka dan jugakerugian bagikeluarganya. Tetapi,korban yangter jadiadalah tetapm e r u p a k a nkesalahan(culpa lata)dari para terdakwa,tetapibukan dalambentuk kejahatanterhadap kemanusiaan.Karena itu pengadilanHAM Ad Hoc tidakberwenang memeriksakesalahan paraterdakwa tersebut.Mereka menilai bahwapermintaan ganti rugiyang ada harusdikesampingkan karenap e r b u a t a nparaterdakwa tidakterbukti memenuhirumusan kejahatanterhadap kemanusiaan,sehingga para terdakwaharus dibebaskan(vrijspraak).

E. Catatan Persidangan

E.1. Ketertutupan Akses terhadap Keadilan

Akses terhadap peradilan adalah sebuah jalan menuju keadilan.Melalui hak yang dimilikinya, seorang pencari keadilan bisamemperoleh informasi dan akses terhadapnya. Akan tetapiketerbukaan di pengadilan dan hak untuk memperoleh informasi yangdikelola oleh lembaga peradilan masih menjadi “menara gading”sehingga hanya orang-orang tertentulah yang dapat memperolehnya.Dalam Pasal 19 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia dinyatakan,“Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekpresi;hak ini mencakup kebebasan untuk menganut pendapat tanpa adatekanan dan untuk mencari, menerima dan memberikan informasidan gagasan melalui media apapun tanpa memperdulikan batasnegara”. Sebagai hak yang paling mendasar, judicial transparency jugamerupakan alat kontrol publik serta mendorong akuntabilitaspenyelenggara negara. Selama ini gelapnya sebuah perkara sangatterkait dengan sulitnya mengakses proses yang sedang berlangsung.

Sejumlah peraturan seperti KUHAP Pasal 226 telahmemberikan sejumlah hak terhadap para pihak yang berperkara (didalamnya termaktub hak korban). Akan tetapi hak tersebut tidak serta-merta bisa diperoleh begitu saja. Ketertutupan akses terlihat ketikakuasa hukum korban bermaksud meminta salinan/petikan putusandi pengadilan negeri. Sejumlah putusan yang diinginkan oleh parakorban tidak diberikan secara mudah dan cepat. Kontras tiga kalimelayangkan surat permohonan baru bisa mendapatkan putusantersebut. Itu pun dengan rentang waktu yang lama dan proses yangalot. Padahal dalam konteks korban akan sangat berkaitan denganadanya upaya hukum selanjutnya setelah mendapat informasiperkaranya.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

202

E.2. Akses Publik ke Persidangan

Pada prinsipnya persidangan terbuka untuk umum. Publikdan korban dapat mengakses informasi terhadap jalannya sidangdengan terang. Hak tersebut juga melekat pada media massa yangmewakili publik.

Akan tetapi selama proses persidangan pelanggaran HAM-berat kasus Priok peluang untuk mengakses hak tersebut jauh dariharapan. Sebaliknya dalam prosesnya hal yang terjadi malahpengerahan pasukan. Dalam sidang yang menampilkan terdakwaSriyanto --posisinya saat itu sebagai Komandan Kopasus-- terlihatjelas betapa publik tidak dapat memasuki ruang sidang. Pintu ruanganpengadilan dipenuhi oleh aparat Kopasus lengkap dengan atribut danpersenjataanya. Mereka berusaha menutupi akses tersebut. Di dalamruangan, mereka (aparat TNI) berbaris dan bersikap seakanmelakukan “operasi”.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

203

Di dalam ruang persidangan pengadilan HAM Ad Hoc kasus Tanjung Priokdi pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dipadati oleh anggota kopasus, sehinggatidak ada tempat untuk korban yang menyaksikan persidangan (Th. 2003,Dok. Kontras)

Ketika persidangan pertama dengan terdakwa Sriyantodigelar, pers juga dihalang-halangi untuk meliput peristiwa itu.Sejumlah wartawan media massa cetak dan elektronik hanya bisamendengarkan jalannya sidang di luar ruang sidang. Saat terdakwakeluar, para anggota TNI itu juga melakukan pemblokiran terhadapterdakwa. Sambil bernyanyi Mars Kopasus, mereka mengawal secaraketat terdakwa agar tidak diwawancarai wartawan.

Dalam prinsip court management, prinsip keterbukaan danadanya akses dan informasi terhadap keadilan menjadi prinsip yangpenting dan harus dipenuhi. Namun dalam peristiwa tersebuttanggung jawab lembaga penegak keadilan tidak serta-mertadilaksanakan. Di samping tidak adanya sistem pengaturan terhadapnyajuga persoalan “alerginya” aparat terhadap pihak yang menginginkaninformasi tersebut.

E.3. Akses terhadap Dokumen Pengadilan

Tidak adanya mekanisme yang baku mengenai cara publikmengakses dokumen dan informasi di pengadilan menyebabkan hakpublik untuk mendapatkan informasi telah diabaikan. Pihakadministrasi pengadilan seharusnya mempermudah publik untuk bisamendapatkan semua akses terhadap sebuah perkara. Dalam aturanKUHAP, hanya pihak yang berperkaralah yang bisa mendapatkandokumen sidang. Kalau ada pihak lain yang juga ingin mendapatkandokumen tersebut, maka pihak lain itu harus melewati birokrasi yangberbelit-belit. Pengalaman Kontras menunjukkan bahwa untukmendapatkannya, Kontras masih harus mengeluarkan “ongkosfotokopi” yang besar. Padahal tidak ada ketentuan berapa seseorangharus membayar berkas.

Selain itu, pengalaman Kontras juga menunjukkan bahwaketika mendatangi pengadilan harus “dipingpong” ke sana kemari dibeberapa bagian kantor pengadilan itu. Ketika sudah bertemu denganbagian panitera pidana, Kontras menghadapi sikap bawahan yang

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

204

menilai rekomendasi Ketua Pengadilan tidak jelas. Denganrekomendasi yang berbunyi “dipertimbangkan” pihak bawahan tidakberani melaksanakan permintaan tersebut. Hanya karena faktorkedekatan dengan beberapa paniteralah akhirnya Kontras bisamendapatkan putusan tersebut. Meski demikian, hingga saat inidokumen putusan Mahkamah Agung untuk terdakwa Butar-Butarbelum juga masih sulit untuk diakses.

Jika Kontras yang merupakan pihak yang berperkara sajasangat kesulitan mengakses putusan tersebut, bagaimanakah nasibpihak yang tidak berperkara? Ketertutupan seperti itu terjadi di semualevel pengadilan, jaksa, majelis hakim dan panitera. Padahal berkaitandengan pencabutan BAP, misalnya, sangat penting bagi pihak yangberperkara untuk mendapatkan BAP. Pengalaman Kontrasmenunjukkan bawa perbandingan kesaksian yang dibuat di kejaksaandan di pengadilan ternyata jauh berbeda.

E.4. Lemahnya Pembuktian

Prosedur pembuktian dalam Pengadilan HAM Ad Hoc inijuga menggunakan ketentuan dalam KUHAP. Dalam pasal-pasaltersebut, hal-hal yang dijadikan bukti adalah keterangan saksi,keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Padahaldalam pengadilan HAM-berat, hukum acara yang digunakanseharusnya komprehensif, yakni meliputi seluruh data yang bisadigunakan dalam pembuktian.

Keterbatasan tersebut juga terlihat pada tidak adanyaperlindungan terhadap saksi korban. Kondisi saksi dalam kasus Prioksangatlah memprihatinkan. Berbagai intimidasi dan teror kerap dialamipara saksi korban, tanpa perlindungan khusus dari pengadilan. Orang-orang yang akan bersaksi di persidangan selama berlansungnya prosespersidangan justru dimobilisasi untuk melakukan pencabutan BAP. Keberadaan saksi pelaku (terdakwa dalam kasus lain) jugamelingkupinya salama proses itu berlangsung.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

205

Selama persidangan beberapa pelanggaran telah dilakukanselama proses pemeriksaan meliputi:

E.5. Larangan saksi saling berhubungan

Ketentuan KUHAP menyatakan bahwa para saksi yang akandiperiksa dilarang saling berhubungan dan memasuki persidangan.Faktanya, Majelis Hakim Ad Hoc Kasus Priok membiarkan para saksisaling berhubungan dan memasuki persidangan sebelum maupunsesudah persidangan berlangsung. Majelis Hakim tidakmemerintahkan secara tegas kepada para saksi yang akan diperiksauntuk tidak berada di dalam ruang sidang. Berdasar pengamatanKontras, para saksi yang belum diperiksa berada di ruang sidang danmendengarkan semua yang dibahas oleh saksi-saksi sebelumnya. Parasaksi yang terlibat islah dan tergabung dalam Yayasan 12 Septemberjustru tampak bergerombol. Dikoordinasi oleh salah seorang korban,mereka bahkan berusaha membujuk korban yang tidak menyepaktiislah untuk mencabut BAP[2].

E.6. Terdakwa menjadi saksi bagi terdakwa lain

Ketentuan KUHAP Pasal 189 Ayat (3) menyatakan,keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri(terdakwa). Merujuk pada penjelasan Darwan Prinst, SH (2002),“dalam hal terdakwa lebih dari satu orang, maka keterangan darimasing-masing terdakwa hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Dengankata lain, keterangan terdakwa yang satu tidak boleh dijadikan alatbukti bagi terdakwa yang lainnya.”

Fakta persidangan menunjukkan bahwa Majelis Hakimmenggunakan keterangan terdakwa sebagaimana dimaksudkan dalampasal tersebut sebagai dasar putusan. Untuk membuktikanpertanggungjawaban komando, tentu saja sangat sulit bagi seorangbawahan untuk mengakui dan menjelaskan kesalahan atasannya.Terbukti bahwa para saksi dari TNI yang dihadirkan ke persidangan

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

206

JPU a charge yang seharusnya memberatkan dakwaan sebagian besarjustru meringankan terdakwa dalam kesaksiannya.

Selain itu KUHAP 168 Ayat 2 KUHAP menyatakan bahwapara saksi yang termasuk saudara terdakwa atau bersama-sama sebagaiterdakwa, tidak dapat didengar keterangannya dan dapatmengundurkan diri sebagai saksi. Faktanya, Majelis Hakimmembolehkan para saksi yang merupakan terdakwa bersama-bersamamenjadi terdakwa dalam kasus yang sama tetapi didengarketerangannya dalam persidangan berkas perkara yang berbeda(splitsing).

E.7. Pencabutan keterangan BAP

Pasal 163 KUHAP menyebutkan hal-hal yang berkaitandengan keterangan saksi dalam BAP diperoleh melalui tekanan ataupengaruh yang memungkinkan saksi memberikan keterangan yangberbeda dengan keterangan yang terdapat dalam BAP. Sejumlah saksidengan jelas menyebutkan bahwa mereka mencabut BAP karena padawaktu diperiksa oleh jaksa mereka belum melakukan islah. Saksi yangmencabut BAP juga meminta pembebasan terdakwa karena saksi danterdakwa telah melakukan islah.

Pencabutan BAP mempengaruhi kualitas persidangan.Pencabutan BAP maupun perbaikan keterangan BAP tanpa alasanyang jelas dapat menyesatkan jalannya proses peradilan (rechtpleging)karena bisa menyebabkan kesalahan pertimbangan dalammenjatuhkan putusan.

Ketentuan KUHAP juga mewajibkan saksi, sebelummemberikan keterangan untuk mengucapkan sumpah atau janjimenurut agamanya masing-masing dan memberikan keterangansebenar-benarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. Apabilaketerangan yang diberikan oleh seorang saksi berbeda denganketerangan yang terdapat dalam berita acara, sesuai kewenangannya,

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

207

hakim ketua sidang mengingatkan hal itu serta meminta keteranganpenjelasan mengenai perbedaan yang ada dan mencatatnya dalamberita acara pemeriksaan sidang. Apabila saksi melakukan keteranganpalsu dalam suatu persidangan dapat diancam dengan pidana palinglama sembilan tahun.

Memberikan keterangan palsu dalam persidangan merupakansebuah perbuatan pidana yang berdiri sendiri, yang bisa dimaksudkanuntuk mengganggu atau menghalangi proses pemeriksaan dipengadilan untuk mencari kebenaran.

Faktanya, setiap terjadi pencabutan BAP dalam persidangan,Majelis Hakim hanya memperingatkan saksi saja. Padahal pencabutanBAP berimplikasi pada pembuktian element of crimes dari pelanggaranHAM-berat yang diperiksa, yaitu kejahatan kemanusiaan (crimes againsthumanity) dan melemahkan dakwaan jaksa penuntut umum.

Pencabutan BAP dalam pemeriksaan di tingkat banding danMahkamah Agung justru dibenarkan oleh Majelis Hakim. Alasan yangdigunakan adalah Pasal 185 Ayat 1 KUHAP bahwa “keterangan saksisebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”.Tetapi majelis tidak melihat alasan mengapa mereka mencabut BAP.Semua saksi yang mencabut BAP dalam persidangan tersebut adalahpara saksi yang sudah melakukan islah dan telah menerima sejumlahuang dari para pelaku.

Sebenarnya terkait pencabutan keterangan saksi dalampersidangan sudah ada petunjuk dari JAMPIDUM No.B-254/E/5/1993 tanggal 5 Mei 1993. Petunjuk itu menyebutkan bahwapencabutan keterangan dalam persidangan tidak dapat diterima karenapencabutan tersebut tidak beralasan.

E.8 Pembuktian unsur-unsurEkplorasi pembuktian unsur meluas atau sistematis dalam

pemeriksaan saksi kurang memadai. Unsur-unsur meluas lebih banyak

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

208

ditujukan dengan jumlah korban yang jatuh, baik korban yang terjadiakibat pembunuhan, penganiayaan, penyiksaan maupun perampasankemerdekaan. Padahal banyak saksi korban yang telah menganulirkesaksiannya.

Sementara itu unsur sistematis diuraikan hanya semata-matapada keadaan-keadaan yang terjadi atau situasi sosial politik di wilayahKodim 0502 Jakarta Utara. Padahal, terdapat fakta kebijakanpemberlakuan asas tunggal Pancasila sebagai kondisi sosial politikyang bersifat nasional dan implikasinya terhadap peristiwa TanjungPriok. Termasuk di dalamnya ialah tindakan represi aparat sebagaipola yang berlanjut berdasarkan kebijakan keamanan pemerintahpusat, sehingga menjadi jelas keterkaitan antara tindakan represifaparat di lapangan sebagai kelanjutan kebijakan penguasa.

Rangkaian peristiwa penangkapan yang dilakukan aparatmiliter terhadap warga sipil dan penahanan mereka di tahanan militer,penyiksaan tahanan dan pemenjaraan tanpa proses hukum yang benarpasca 12 September 1984 seharusnya tidak dipisahkan dari peristiwapenembakan yang ter jadi pada 12 September 1984 yangmengakibatkan tewasnya sejumlah warga sipil, diikuti penguburanmayat atau penghilangan jenazah korban.

Ketidakmampuan Jaksa maupun Majelis Hakim dalammengekplorasi dan mendalami data-data dan kesaksian terlihat jelas.Pembuktian unsur sistematis dan meluas tidak digali secara mendalamoleh Jaksa dan Majelis Hakim.

E.9 Pembuktian tanggungjawab komando

Khusus untuk berkas perkara atas nama terdakwa Pranowo,Majelis Hakim kurang menunjukkan profesionalitasnya dalammemeriksa kasus pelanggaran HAM-berat. Sebagai komandanPomdam V Jaya, yang juga bertanggungjawab atas rumah tahananmiliter, Pranowo dalam persidangan tidak terbukti mengambiltindakan patut, layak dan diperlukan dalam lingkup kekuasaanya untuk

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

209

mencegah atau menghentikan pelanggaran HAM-berat yangdilakukan oleh anak buahnya, atau mengambil tindakan terhadapbawahannya yang melakukan penyiksaan dan pemenjaraan yang tidakbenar.

Terdakwa Pranowo mengetahui atau setidaknya memilikialasan untuk tahu (had reason to know) bahwa pasukannya telahmelakukan penyiksaan atau dengan sengaja dan melawan hukummenimbulkan kesakitan atau penderitaan yang berat baik fisik maupunmental. Terdakwa tidak mengambil tindakan yang layak, dan tidakberusaha melakukan pencegahan. Dalam pembuktian mengenaitanggung jawab komando ini, Majelis Hakim kurang menggali “bentukpengendalian yang efektif ”, unsur “mengetahui” maupun pada saatitu “seharusnya mengetahui” bahwa anak buahnya telah melakukanpelanggaran HAM-berat. Bahkan kegagalan untuk mencegah (failedto prevent) terjadinya pelanggaran HAM dan atau mengambil tindakanterhadap anak buahnya yang melakukan melalui penghukuman yanglayak sesuai dengan hukum. Ini semua tidak terwujud selama prosespersidangan berlangsung.

Dalam teori hukum internasional, pertanggungjawabanpidana bagi pelaku tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaanitu bukan hanya dapat dituntut secara individual (individual commandresponsibility) tetapi juga pertanggung jawaban komando (commandresponsibility), baik militer maupun sipil.52

Secara konseptual, konsep pertanggungungjawaban pidanaberarti:

52Telah menjadi bagian dari hukum positif internasional sejak pertama kali digelar padaMahkamah Militer Internasional (Pengadilan Nuremberg dan Tokyo) – prinsip Yamashita,dimana disebutkan bahwa dalam situasi yang sangat luar biasa sekalipun, dimanakomandan sama sekali tidak berhubungan dengan anak buahnya untuk memberi perintah,tanggung jawab atas tindakan anak buahnya tetap berada pada komando tertinggi sesuaidengan jalur komando yang ada.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

210

a. Pertanggungjawaban langsung (direct criminal responsibility), yaitukomandan langsung memberi perintah kepada pasukan yangberada di bawah pengendaliannya melakukan perbuatan salah satuatau beberapa dari kejahatan terhadap kemanusiaan.

b. Pertanggungjawaban karena kelalaian atau pembiaran (imputedcriminal responsibility), yaitu komandan dituntut pertanggung-jawabannya karena membiarkan atau tidak melakukan tindakanapapun terhadap pasukan di bawah pengendaliannya untuk :· mencegah perbuatan tersebut· menghentikan dilakukannya perbuatan tersebut· melaporkan atau menyerahkan kepada pihak berwenang agar

dilakukan penyelidikan· menyerahkannya ke pengadilan, dengan mensyaratkan :

- pelaku kejahatan berada di bawah komando pengendalianatasan tertuduh

- atasan pelaku mengetahui secara aktual (actual knowledge),yaitu mengetahui atau sepatutnya mengetahui (had reasonto know) tentang terjadinya tindak pidana yang dilakukanbawahannya

- atasan pelaku mengetahui adanya kejahatan tetapimembiarkan dan menunjukkan sikap tak acuh ataskonsekuensinya.

- atasan pelaku gagal melakukan tindakan pengendalian yangdiperlukan untuk mencegah atau menghukum sesuaidengan kewenangannya.

E. 10. Terdakwa tidak ditahan

Implikasi dari tidak ditahannya para terdakwa adalahmunculnya suasana bebas bagi para terdakwa untuk berkeliaran dan“berkolusi” dengan para saksi. Sementara status para terdakwa yangdalam berkas perkara lain saling berhubungan pekerjaan dalam satuinstansi membuka peluang besar untuk saling berhubungan dan

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

211

mengatur keterangan yang menguntungkan dalam persidangan. Haltersebut terungkap jelas dalam pemeriksaan terdakwa Sriyanto ketikaR.A. Butar Butar menjadi saksi. Dia mengungkapkan bahwa apa yangdilakukan terdakwa adalah tanggung jawab komandan Kodim JakartaUtara (saksi), sehingga terdakwa tidak dapat disalahkan .

Dalam proses pemeriksaan saksi, KUHAP mensyaratkanketerangan saksi merupakan keterangan dari seorang saksi atas suatuperistiwa tindak pidana, yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri.KUHAP juga mengatur bahwa saksi-saksi yang hendak dihadirkandipersidangan harus dicegah untuk saling berhubungan sebelummereka memberikan keterangan.

Menurut Majelis Hakim, terdakwa Sriyanto dan Pranowo,alasan yang secara umum dikemukakan oleh mereka yang mencabutketerangan yang sebelumnya diberikan kepada penyidik adalah karenapada saat dilakukan pemeriksaan mereka merasa dendam dan sakithati sehingga pada saat diperiksa oleh penyidik memberikanketerangan yang tidak benar untuk menjerumuskan aparat. Olehkarena itu pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari pemeriksaansaja bukan merupakan keterangan saksi sehingga pencabutanketerangan tersebut beralasan menurut hukum, berdasarkan Pasal185 Ayat 1 KUHAP.

E.11. Analisis atas Dakwaan dan Pemeriksaan

Dalam persidangan kasus pelanggaran HAM-beratTanjungpriok ini terdapat beberapa hal yang dapat diindikasikansebagai kelemahan JPU dalam membuat surat dakwaan. Dalam suratdakwaan JPU terdapat ketidakcermatan dalam pembuatannya, yaknimenyangkut uraian sistematis dan meluas yang tidak mengaitkannyadengan kebijakan penerapan asas tunggal Pancasila. Kebijakan asastunggal itu telah diwujudkan dalam semua struktur hirarki aparaturnegara dari pusat hingga ke desa-desa.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

212

Sejak awal peristiwa tindak pidana yang dilakukan terdakwajuga tidak dijelaskan secara baik dan rinci dalam surat dakwaan.Perbuatan terdakwa yang meliputi perencanaan pasukan, penahanan,dan bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh anak buahnya tidaktergambar dengan jelas.

Selain itu uraian fakta dalam kasus ini juga tidak dijelaskansecara rinci dan lengkap. Dengan adanya bukti yang melimpah,seharusnya JPU dapat menggunakannya untuk memperkuatkonstruksi dakwaannya. JPU dapat menghadirkan kesaksian penggalikubur, petugas rumah sakit dan para petugas yang memandikan sertapengubur jenazah.

Selama pemeriksaan Jaksa juga tidak selektif dalammengajukan saksi-saki. Para saksi yang seharusnya memberatkanjustru meringankan terdakwa. Saksi-saksi yang dihadirkan dari pihakkorban yang sudah melakukan islah justru melemahkan dakwaan.Mereka mencabut kesaksian dan berusaha mengaburkan dakwaan.

Jaksa juga tidak cermat dan jelas dalam mendakwakandakwaan ketiga, Pasal 42 Ayat 1 Huruf a dan b jis Pasal 7 Huruf b,Pasal 9 Huruf e UU No. 26 Tahun 2000 sehingga dalam tuntutanyatidak dibuktikan. Tidak dibuktikanya dakwaan tentang penyiksaantersebut menunjukkan kelemahan dan ketidakcermatan dalammenjeratnya.

E. 12. Analisis Putusan Pengadilan Tinggi

Pertimbangan tentang pertanggungjawaban komandoseharusnya tidak menggunakan logika pembuktian hukum pidanayang konvensional. Misalnya, dengan terbukti adanya pelanggaranHAM-berat yang dilakukan oleh sejumlah anggota TNI yang beradadi bawah kendali efektif seorang komandan, maka tanggungjawabpidana seorang komandan tidak harus dibuktikan dengan adanyaperintah langsung kepada bawahan untuk melakukan perbuatanpidana.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

213

Jika seorang komandan mengetahui perbuatan bawahanberdasarkan laporan, namun tidak mengambil tindakan yangdiperlukan untuk membawa pelakunya ke muka hukum, makakomandan itu bisa dikenakan sanksi pidana. Atau, meskipunkomandan itu tidak berada di lapangan, tetapi ia memiliki alasan untukmengetahui perbuatan pidana bawahannya, maka komandan tersebutjuga bisa dituntut tanggungjawab pidananya. Begitu pula jika seorangkomandan mengetahui, berupaya mengambil tindakan namun gagalmencegah perbuatan pidana dari bawahannya, maka komandan itubisa dikenai tanggungjawab pidana atas perbuatan pidana yangdilakukan bawahannya.

Dalam kasus ini, terdakwa yang dituntut tanggungjawabnyasebagai komandan beralasan pada saat peristiwa terjadi terdakwabermain tenis di Pluit, dan kemudian pada sekitar pukul 22.00 WIBmendapat laporan melalui HT dari bawahannya, yang bernamaSriyanto. Segera setelah menerima laporan itu, terdakwa kembali keMakodim 0502 dan kemudian memerintahkan “Hentikan tembakan”dan perintah terdakwa dilaksanakan berdasar laporan Kasi Ops.

Terlepas dari keberadaan dan posisi terdakwa pada saat itu,para korban menjadi pihak yang dirugikan. Majelis Hakim BandingAd Hoc dalam pertimbangan tersebut kurang melihat adanya korbanyang tewas dan terluka akibat peristiwa tersebut. Mengabaikan posisikorban yang demikian, dan mendasarkan pertimbangan hanya kepadaterdakwa merupakan pertimbangan yang kurang bijaksana dan tidakmelihat rangkaian keseluruhan peristiwa yang diakibatkan olehperbuatan, kelalaian atau kegagalan terdakwa. Padahal korban yangtewas berjumlah 23 orang dan yang terluka berjumlah 52 orang, suatukeadaan yang menunjukkan bahwa tembakan itu “tidak dihentikan”atau diabaikan oleh anak buahnya.

Kekeliruan di atas menunjukan betapa kurangnya perhatianterhadap seluruh unsur dakwaan kesatu dan hanyamempertimbangkan dakwaan Pasal 42 Ayat (1) UU No. 26 Tahun

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

214

2000. Seharusnya majelis hakim juga memberikan pertimbangan danpenjelasan yang cukup. Majelis juga keliru dalam menyimpulkanbahwa dengan tidak terbuktinya Pasal 42 Ayat 1 UU No 26 Tahun2000 secara otomatis tidak terbuktinya pelanggaran HAM-berat yangdilakukan terdakwa.

E. 13. Tidak dipertimbangkannya putusan tentangkompensasi

Putusan membatalkan putusan Pengadilan HAM Ad Hocpada PN Jakarta Pusat No 03/PID.B/HAM/AD.HOC/2003/ PNJKT PST, serta mengadili sendiri tersebut tenyata tidak disertai denganputusan tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi yang dalamputusan PN Jakarta Pusat termaktub jelas pada amar putusannya.Hal tersebut bertentangan dengan alasan membatalkan seluruhnya,yang tidak disertai alasan hukum yang pasti, yakni Pasal 241 KUHAP.

Pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak beralasan karenatidak ada laporan hasil pemeriksaan dari pihak POM saat itu. Kalaupunada, pemeriksaan itu hanya bersifat internal, berkaitan denganpelanggaran etik, bukan pelanggaran HAM yang telah dilakukan.Terdakwa tidak melakukan usaha yang patut meliputi (1) mencegahdengan jalan melepaskan orang-orang yang ditahan di makodimtersebut dan menyerahakannya kepada aparat kepolisian; (2) menarikpasukan Regu III yang ditugasi mengamankan Mapolres Jakarta Utarasementara pada kenyataanya mapolres tersebut tidak diserang massa;(3) terdakwa tidak menyerahkan Regu III yang di-BKO ke Makodim0502 kepada aparat berwenang untuk dilakukan penyelidikan,penyidikan dan penuntutan.

BAGIAN IV (VONIS BEBAS UNTUK KAUM BERSENJATA)

215