bagian diar.doc
-
Upload
marsha-maulina -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of bagian diar.doc
-
7/22/2019 bagian diar.doc
1/8
2.3 Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik,
dan Produk Komplemen
Bidang pengujian Teranokoko merupakan salah satu bidang yang terdapat pada
struktur organisasi Balai Besar POM di Bandung berdasarkan pasal 1 ayat 2 Peraturan Badan
POM RI No. HK 00.05.21.3592 tahun 2007 yang merupakan perubahan kedua atas
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM tahun
2001 tentang Organisasi dan Tata Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
BBPOM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis BPOM dalam melakukan fungsi
pengawasan mutu serta keamanan obat melalui salah satu bidangnya yaitu Bidang Pengujian
Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen (Teranokoko).
Bidang ini bertugas dalam melaksanakan penyusunan rencana dan program, pengujian secara
laboratorium (fisika dan kimia) dan penilaian mutu, serta evaluasi terhadap produk terapetik,
narkotik, obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan
produk komplemen, dan juga melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BPOM.
Bidang Teranokoko didukung oleh laboratorium yang telah terakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN) Indonesia sebagai laboratorium penguji sesuai dengan SNI-19-
17025-2000. Selain itu, kegiatan pengujian dilakukan berdasarkan metode yang telah
tervalidasi, tenaga yang terlatih, dan peralatan yang terkalibrasi. Hal ini dapat menjamin
bahwa hasil pengujian dapat dipercaya.
2.4 Sarana dan Ruang Lingkup Pengujian Laboratorium Teranokoko
2.4.1 Sarana Laboratorium Teranokoko
Laboratorium pengujian Teranokoko terakreditasi oleh komite Akreditasi Nasional
Indonesia sebagai Laboratorium penguji sesuai SNI -19-17025-2000 dengan nomor akreditasi
: LP-173-IDN sejak 25 Juli 2003.Ruangan yang terdapat di Laboratorimu Teranokoko terbagi atas ruangan staff dan
ruangan untuk pengujian (laboratorium). Letaknya terpisah untuk mencegah kontaminasi dari
ruangan satu ke ruangan yang lainnya. Laboratorium terdiri atas ruangan untuk preparasi
pengujian, ruang timbang, ruang pemeriksaan sampel narkotik, ruang penyimpan reagen,
ruang instrumen 1 (terdapat GC dan AAS), ruang instrumen 2 (terdapat KCKT dan
Spektrofotometer UV-Vis), gudang, dapur, dan toilet. Laboratorium Teranokoko dilengkapi
pula dengan lemari penyimpanan arsip dan dokumen.
-
7/22/2019 bagian diar.doc
2/8
Alat atau instrumen di laboratorium Teranokoko berfungsi sebagai pendukung
berbagai kegiatan pengujian baik fisika maupun kimia. Alat tersebut antara lain lemari asam,
sentrifugator, lampu UV, Shaker, waterbath, oven, desikator, alat-alat gelas, timbangan
analitik, spektrofotometer UV/Vis, KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi), GC (Gas
Chromatography), chamber untuk KLT, pH meter, alat Karl fischer, alat disolusi, dll.
2.4.2 Ruang Lingkup Pengujian Laboratorium Teranokoko
Ruang lingkup pengujian produk di laboratorium Teranokoko dibagi menjadi tiga
bagian besar, yaitu :
a) Pengujian Terapetik
b) Pengujian Obat Tradisional dan Kosmetik
c) Pengujian NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Aditif) dan PKRT (Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga)
Jenis sampling ada dua jenis, yaitu sampling compliance dan sampling surveillance.
Kriteria produk yang disampling dan diuji di laboratorium Teranokoko ditetapkan
berdasarkan profil obat yang beredar di wilayah BBPOM dengan mempertimbangkan :
a. Obat yang banyak beredar
b. Bentuk sediaan yang beredar
c. Obat essensial
d. Obat program
e. Obat yang tidak memenuhi syarat pada tahun sebelumnya
f. Obat yang sering dipalsukan
g. Khususnya narkotika, psikotropika, bahan kimia obat dalam obat tradisional
Metode pengujian yang dilakukan sesuai dengan parameter uji yang tercantum dalam
pustaka acuan. Untuk produk terapetik, pustaka yang digunakan adalah Farmakope Indonesia
dan Suplemen, USP, BP, Buku standar resmi lain, dan metode analisis PPOMN. Metodepengujiannya diantaranya reaksi warna, reaksi pengendapan, titrasi, gravimetri, KLT, HPLC,
GC, AAS, Spektrofotometri UV/Vis.
Parameter uji untuk produk terapetik dan NAPZA diantaranya :
a) Uji Identifikasi
b) Penetapan Kadar
c) Uji Disolusi
d) Uji Keragaman Bobot atau Keseragaman Kandungan
e) Uji pH
-
7/22/2019 bagian diar.doc
3/8
f) Uji Volume terpindahkan
g) Uji parameter lain sesuai monografi, termasuk uji secara mikrobiologi (dilakukan oleh
Bidang Pengujian Mikrobiologi)
Parameter uji untuk produk obat tradisional diantaranya :
a) Penentuan volume atau keragaman bobot
b) Uji Bahan Kimia Obat sesuai indikasi obat tradisional
c) Uji pengawet
d) Uji parameter lain sesuai ketentuan, termasuk pengujian secara mikrobiologi
(dilakukan oleh Bidang Pengujian Mikrobiologi).
Parameter uji produk kosmetik diantaranya :
a) Penentuan Volume/Bobot Isi
b) Uji Bahan yang Dilarang Ditambahkan (merkuri, pewarna jingga, merah, tretinoin,
dll)
c) Uji Batas Kandungan Tertentu (hidrokuinon, metanol, dll)
d) Uji Pengawet
e) Uji Parameter lain sesuai ketentuan, termasuk pengujian secara mikrobiologi
(dilakukan oleh Bidang Pengujian Mikrobiologi).
Parameter uji untuk produk suplemen makanan (komplemen) diantaranya :
a) Penentuan Volume/Keragaman Bobot
b) Uji Identifikasi
c) Penetapan Kadar
f) Uji Parameter lain sesuai ketentuan, termasuk pengujian secara mikrobiologi
(dilakukan oleh Bidang Pengujian Mikrobiologi).
2.5 Tugas, Peran, dan Fungsi Apoteker di Badan POM
Menurut PP No. 51 tahun 2009, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulussebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Badan POM merupakan
institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam melaksanakan
fungsi pengawasan terhadap komoditi obat dan makanan yang beredar di masyarakat. Selain
pengawasan terhadap obat dan makanan, pengawasan juga dilakukan terhadap kosmetik,
suplemen, narkotik, bahan berbahaya, dan obat tradisional. Tugas tersebut dapat terlaksana
dengan baik jika ditunjang dengan adanya sumber daya manusia yang memadai dan
kompeten.
-
7/22/2019 bagian diar.doc
4/8
Berdasarkan UU No 23 Bab I pasal 1 tahun 1992, pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat dan obat tradisional dan sediaan farmasi.
Pekerjaan kefarmasian tersebut dapat dilakukan baik itu di instansi/perusahaan pemerintahan
maupun di instansi/ perusahaan swasta.
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di instansi pemerintahan, apoteker memiliki
peranan yang sangat penting dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pengawas
peredaran obat dan makanan di Indonesia melalui instansi Badan/ Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan. Fungsi pengawasan tersebut tidak hanya menyangkut komoditi obat dan
makanan saja tetapi juga meliputi komoditi obat tradisional, produk komplemen, produk
pangan, dan bahan kimia bebahaya yang bersifat vital dan merupakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dengan pendekatan
pemeliharan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan
pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan,
seperti halnya yang tercantum dalam UU No. 23 Bab V Pasal 10 dan 11. Apoteker di BPOM
dapat berperan sebagai Kepala ataupun Pelaksana Teknis Bidang dengan tugas spesifik sesuai
bidang keahliannya.
Selain itu, Apoteker juga memiliki peranan dalam pelaksanaan tugas Badan POM
sesuai dengan yang digariskan oleh WHO. Peran apoteker dikenal dengan istilah Seven Stars
Plus of Pharmacist, yang meliputi :
1. Care giver :pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai
peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus
berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok. Apoteker harus
mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara
berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2. Decision maker : pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan
mengefektifkan sumber daya.
3. Communicator : mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.
Komunikasi tersebut meliputi komunikasi lisan dan tulisan
4. Leader : memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, memiliki keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif serta kemampuan mengkomunikasikan
dan mengelola hasil keputusan.
-
7/22/2019 bagian diar.doc
5/8
5. Manager: kemampuan mengelola sumber daya dan informasi secara efektif. Tanggap
terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat
dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6. Long Life Learner : belajar terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan.
7. Teacher : Bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan pelatihan.
8. Researcher: Berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan ilmu
kefarmasian.
Secara lebih spesifik, peranan apoteker di bidang pemerintahan antara lain sebagai
berikut:
a. Penyusunan Kebijakan dalam Bidang Obat dan Makanan
Apoteker harus memiliki kemampuan dalam melakukan koordinasi dan berkontribusi
dalam penyusunan kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan, seperti dalam hal pemilihan,
pengadaan, dan distribusi obat untuk kebutuhan nasional. Kebijakan dalam bidang obat dan
kesehatan meliputi berbagai hal, seperti dalam hal pemilihan, produksi, dan distribusi obat
untuk kebutuhan nasional, serta adanya persyaratan dan peraturan yang harus dipatuhi oleh
industri farmasi dan makanan dalam proses produksi agar produk yang dihasilkan selalu
aman, bermutu, dan berkhasiat.
Sesuai dengan visi dan misi BPOM, maka apoteker di BPOM harus memiliki
kemampuan dalam menentukan obat-obatan, perbekalan kesehatan, dan makanan yang tepat
dan sesuai untuk masyarakat sehingga masyarakat tidak dirugikan. Obat-obatan, perbekalan
kesehatan, dan makanan yang dipilih tersebut merupakan produk yang telah teregistrasi
dengan sah dan meyakinkan serta telah terjamin kualitas dan keamanannya. Dengan demikian
kebijakan-kebijakan yang disusun BPOM diarahkan terutama pada kegiatan prioritas yang
memiliki efek sinergi dan daya ungkit yang besar terhadap tujuan perlindungan masyarakat
luas, yang mencakup antara lain:
1. Evaluasi mutu, keamanan, dan khasiat produk beresiko oleh tenaga ahli berdasarkan
bukti-bukti ilmiah.
2. Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus meningkatkan daya
saing menghadapi era pasar bebas.
3. Pelaksanaan cara-cara produksi dan distribusi yang baik sebagai built in control.
4. Operasi pemeriksaan dan penyelidikan terhadap proses produksi, distribusi, dan
peredaran narkotik, psikotropik serta produk-produk ilegal lainnya.
5. Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan organisasi profesi.
9
-
7/22/2019 bagian diar.doc
6/8
6. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat, dan keamanan suatu produk.
b. Pengelolaan Obat secara Nasional
Apoteker harus mampu mengelola obat secara nasional (pemilihan obat esensial
nasional, persyaratan obat, dan distribusinya) termasuk pengumpulan data untuk kebutuhan
nasional maupun internasional. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) adalah daftar yang
berisi obat-obatan yang paling banyak dibutuhkan dan digunakan dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi diagnosis, terapi, dan rehabilitasi. DOEN
merupakan acuan obat-obatan yang dibutuhkan secara nasional sehingga dalam
penyusunannya perlu diketahui epidemiologi dan pola penyakit yang diderita masyarakat
melalui proses pengumpulan data.
c. Pengawasan dan Pengaturan
Apoteker harus mampu melaksanakan fungsi pengawasan dan pengaturan obat,
perbekalan kesehatan secara nasional seperti pengawasan pembuatan atau produksi, import,
distribusi, dan penjualan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan pengaturan obat,
perbekalan kesehatan, dan makanan secara nasional maka BPOM menerapkan suatu konsep
Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM). Prinsip dasar dari SISPOM adalah:
1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat, dan profesional.
2. Tindakan dilakukan berdasarkan tingkat risiko dan berbasis bukti ilmiah.
3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh proses.
4. Berskala nasional/ lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi
dengan jaringan global.
7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
d. Administrasi Produk
Apoteker mampu melaksanakan fungsi administrasi obat, salah satunya, yaitu tata
cara registrasi obat. Registrasi adalah suatu prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan izin edar suatu produk. Sedangkan izin edar adalah bentuk persetujuan
registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah tertentu. Registrasi dilakukan terhadap obat
jadi baru, obat jadi sejenis (obat tiruan), obat produksi dalam negeri, obat kontrak, obat
lisensi, dan obat impor.
Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria utama berikut:
10
12
-
7/22/2019 bagian diar.doc
7/8
1. Efikasi atau khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan
melalui uji preklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi, dan metode pengujian terhadap semua bahan
yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sah.
3. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.
4. Khusus untuk psikotropik baru harus memiliki keunggulan kemanfaatan dan
keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah disetujui beredar di
Indonesia.
5. Khusus kontrasepsi harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
e. Hubungan Internasional Dengan Institusi Pengawas Obat dan Makanan Negara Lain
Apoteker mampu berperan serta bukan hanya hubungan di dalam negeri tetapi juga
dalam hubungan internasional. BPOM merupakan instansi pemerintah yang memiliki
wewenang dalam pengawasan obat dalam upaya kesehatan kenegaraan. Salah satu contoh
kerjasama internasional yang dilakukan oleh BPOM adalah ikut serta dalam Harmonisasi
ASEAN di bidang kosmetik yang berlaku sejak tahun 2008. Dengan demikian regulasi
kosmetik se-ASEAN menjadi suatu standar, yaitu harus memenuhi persyaratan dalam Cara
Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB).
f. Kebijakan Dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan
Apoteker mampu berkontribusi dalam penetapan berbagai kebijakan nasional dalam
hal pendidikan di bidang farmasi. Kebijakan nasional mengenai pendidikan di bidang farmasi
perlu ditetapkan agar pendidikan farmasi dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan
lulusan-lulusan yang memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan di
bidang ilmu kefarmasian dan teknologi. Selain itu, apoteker memiliki peran dalam
memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun program pengembangan staf dan
karyawan serta penyuluhan pada masyarakat luas. Pendidikan dan Pelatihan yang dilakukan
meliputi :
a. Bidang Obat, obat tradisional, kosmetik melalui pelatihan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik (CPKB), dan Cara Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB).
b. Pendidikan dan pelatihan teknis bagi staf di BBPOM.
-
7/22/2019 bagian diar.doc
8/8
c. Praktek Kerja Lapangan bagi siswa farmasi dan pasca sarjana farmasi.
Salah satu kebijakan BPOM dalam bidang pendidikan khususnya farmasi adalah
menyediakan tempat pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker bagi calon apoteker
dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Pustaka
Keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1745 tahun 2003 tenteng
Kosmetik
Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat
Tradisional
Peraturan kepala BPOM Republik Indonesia, nomor HK. 00.05.42.1018 tahun 2008 tentang
Bahan Kosmetik
Keputusan Presiden No.3 Tahun 2002 tentang Perubahan atas keputusan Presiden No.103
Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.