Bagian- 1 Profil dan Arahan Investasi Agropolitan
Transcript of Bagian- 1 Profil dan Arahan Investasi Agropolitan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 1 dari 106
Bagian- 1 Profil dan Arahan InvestasiAgropolitan
1.1 Gambaran Umum Konsep Kawasan Ekonomi Agropolitan
Perkembangan dan sejarah konsep pembangunan wilayah mengalami perubahan yang
dinamis. Pertama, dimulai dengan konsep teori centralplace dari Christaller pada
tahun 1933. Konsep ini bertujuan ingin menjelaskan pilihan-pilihan lokasi untuk
sektor-sektor publik dan pribadi, serta di mana posisi pemerintah mengambil
keputusan sehingga menghasilkan alokasi yang optimal bagi berbagai fungsi layanan
ekonomi. Kedua, konsep neoklasik. Konsep ini menyatakan bahwa penggunaan
sumberdaya dapat menjadi optimum dan distribusi pendapatan dan pertumbuhan antar
wilayah akan merata apabila mekanisme pasar berfungsi sebagaimana mestinya.
Ketiga, teori growth pole. Konsep ini berkembang di Perancis pada tahun 1950 di
mana suatu industri tertentu perlu dikembangkan dengan berbagai fasilitas
pendukungnya sehingga menstimulasi berbagai aktivitas ekonomi di wilayah
sekitarnya. Keempat, teori export base. Teori berkembang di Amerika Serikat pada
awal dekade lima puluhan, di mana pertumbuhan wilayah dipicu oleh permintaan
eksternal. Selanjutnya, pendapatan yang diterima dari ekspor digunakan untuk
menstimulasi permintaan internal dan pertumbuhan wilayah. Kelima, centre-
periphery-models. Model dicetuskan oleh Gunard Myrdal pada tahun 1957 sebagai
pertanyaan terhadap penerapan model neoklasik di negara berkembang. Myrdal
mengatakan bahwa negara berkembang tidak mungkin berdampingan dengan negara
maju dalam kerangka mekanisme pasar, karena akan menghasilkan kesenjangan yang
makin parah. Model Myrdal baru diakui pada awal tujuh puluhan sebagai paradigma
baru pembangunan. Myrdal menginginkan feri-feri harus memperoleh perhatian yang
proporsional agar kesenjangan dapat dihentikan.
Konsep pembangunan agropolitan diangkat dari pemikiran Myrdal dalam konteks
yang lebih spesifik, yakni keadaan negara-negara Asia yang umumnya berpenduduk
padat, serta sistem pertaniannya labor intensive dalam skala usaha kecil. Friedmann
and Douglas (1978) dalam Mercado (2002) mengimplementasikan gagasan Myrdal ke
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 2 dari 106
dalam konsep pembangunan agropolitan. Agropolitan merupakan pendekatan
perencanaan pembangunan tipe bottom-up yang berkeinginan meneapai kesejahteraan
dan pemerataan pendapatan lebih tepat dibanding strategi growth pole. Karakteristik
agropolitan meliputi:
1. Skala geografi relatif kecil;
2. Proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang bersifat otonom dan
mandiri berdasarkan partisipasi masyarakat lokal
3. Diversifikasi tenaga kerja pedesaan pada sektor pertanian dan non pertanian,
menekankan kepada pertumbuhan industri kecil;
4. Adanya hubungan fungsional industri pedesaan-perkotaan dan linkages
dengan sumberdaya ekonomi lokal;
5. Pemanfaatan dan peningkatan kemampuan sumberdaya dan teknologi lokal.
Selanjutnya, Friedmann and Weaver (1979) menyempurnakannya sebagai strategi
pembangunan wilayah (pedesaan maupun perkotaan) yang bertumpu pada
sumberdaya lokal dengan dukungan Implementasi dalam aspek politik, ekonomi dan
sosial untuk mencapai sasaran :
1. Diversifikasi aktifitas ekonomi;
2. Mendorong ekspansi pasar regional (bahkan dengan substitusi impor);
3. Mendorong perputaran modal (recirculation) di dalam masyarakat;
4. Mendorong proses pembelajaran.
Friedmann dalam Syahrani (2001), menyatakan bahwa di dalam wilayah agropolitan
disediakan berbagai fungsi layanan untuk mendukung berlangsungnya kegiatan
agribisnis. Fasilitas pelayanan meliputi sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan,
peralatan), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik), serta
sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi). Dalam konsep
agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan distrik, yakni suatu daerah
perdesaan dengan radius pelayanan 5 hingga 10 km dan dengan jumlah penduduk 50
hingga 150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa per km2. Jasa-jasa dan
pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan
sosial budaya setempat.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 3 dari 106
Sekalipun konsep Friedmann dan kawan-kawan dapat dianggap sebagai definisi baku,
namun muncul pula tafsiran, varian atau yang berdekatan dengan definisi agropolitan.
Misalnya, model selective spatial closure. Model ini menjelaskan. bahwa
pembangunan dapat dilakukan secara selektif terhadap wilayah-wilayah tertentu dan
dengan alasan tertentu pula. Misalnya, industri pada wilayah feri-feri dapat diberi
perhatian, atau harns dilindungi dari kompetisi dengan industri yang sama di wilayah
center. Oleh sebab itu infrastruktur lokal harus diperkuat sebagai antisipasi dan
dampak ekonomi yang lebih global.
Kebijakan diarahkan secara spesifik kepada pemenuhan kebutuhan dasar dari
masyarakat lokal dalam berproduksi (basic need and target group-oriented)bukan
dengan pendekatan teknis untuk masyarakat secara umum. Model lain sebagai bagian
dari agropolitan adalah yang disebut dengan locally integrated economic circuit atau
(LIEC), yakni sistem ekonomi wilayah lokal yang terdiversifikasi dan terintegrasi,
mandiri, dinamis, didominasi aktifitas ekonomi skala usaha kecil, yang menjalankan
proses alokasi sumberdaya secara harmonis dan berkesinambungan. Model LIEC
menuntut pendefinisian batasan wilayah yang relevan, potensi sumberdaya wilayah,
kapasitas industri, teknologi lokal tepat guna, dan dukungan kelembagaan.
Konsep lainnya adalah apa yang disebut dengan Sustainable Integrated Planning
(SIP). Pembangunan agropolitan menurut model SIP menjelaskan sisi-sisi praktis dari
implementasi pembangunan berkelanjutan. Dalam pandangan SIP, pembangunan
dapat dilaksanakan jika landasan perencanaan dicukupi. Perencanaan menjadi
panduan pelaksanaan pembangunan pada semua level, nasional, propinsi dan wilayah.
Menurut Scrimgeour, Chen and Hughes (2002), pembangunan agropolitan yang
disebutnya sebagai self-centred development memerlukan intervensi pemerintah
dalam bentuk regulasi untuk memotong hambatan-hambatan struktural. Upaya
tersebut bertujuan agar terjadi integrasi sosial ekonomi di dalam wilayah dengan
budaya, sumberdaya, lansekap dan iklim tertentu. Lebih jauh, kebutuhan investasinya
dapat didatangkan dari luar wilayahj ika kemampuan lokal relatifrendah. Dengan kata
lain, alokasi sumberdaya wilayah merupakan komponen penting pembangunan
agropolitan bersama-sama dengan aspek ekologi dan sosial.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 4 dari 106
Secara umum pendekatan dari pembangunan agropolitan telah dapat diterima.
Berbagai negara sudah menerapkan sekalipun dengan istilah yang beragam.
Pemerintah Cina menerapkannya dalam istilah walkingon the legs. Satu kaki berpijak
kepada kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dengan mengandalkan industri skala
besar, sementara kaki lainnya menerapkan konsep agropolitan untuk mengembangkan
aktivitas ekonomi wilayah lokal.
Sementara Afrika Selatan menerapkan kebijakan Growth with Equity and
Redistribution (GEAR) pada tahun 1996 (Simon, 2000). Demikian pula, pendekatan
ini juga telah menjadi program baku Bank Dunia di dalam kerangka community base
development untuk pengentasan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi masyarakat
pedesaan (usaha kecil), atau pengembangan kredit mikro.
Definisi baku mengenai pembangunan agropolitan di Indonesia belum jelas
dinyatakan. Menurut Depkimpraswil, program agropolitan mengandung pengertian
pengembangan suatu wilayah tertentu yang berbasis pada pertanian. Depkimpraswil
memiliki kepentingan dalam penyediaan sarana dan prasarana wilayah sementara
Deptan bertanggungjawab terhadap aspek produksi pertanian. Sementara itu,
pemerintah kabupaten Kutai Timur (www.kutaitimur.go, id/web/agropolitan. htm)
mendefinisikan Agropolitan sebagai sistem manajemen dan tatanan terhadap suatu
wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian
(agribisnis/agroindustri). Wilayah agropolitan diharapkan akan menarik
pengembangan ekonomi berbasis agri di wilayah hinterland, dan oleh karenanya perlu
diciptakan suatu Linkage dan keterpaduan antara kawasan Agropolitan dengan
kawasan hinterland.
Dalam kerangka pembangunan Nasional, kawasan ekonomi agropolitan Kutai Timur
semakin mendapat angin segar terutama dengan adanya rencana pada Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pengembangan Ekonomi Nasional (MP3EI). Pengembangan
masterplan ini dilakukan dengan pendekatan terobosan bukan business as usual
melalui: pertama, pihak swasta akan diberikan peran penting dalam pengembangan
master plan ini, dibantu oleh pihak pemerintah yang akan bertindak sebagai regulator,
fasilitator dan katalisator. Kedua, penguatan koordinasi lintas kementerian sektor dan
antara kementerian sektor dan pemerintah daerah. Dalam pelaksanaannya, dunia usaha
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 5 dari 106
akan menjadi aktor utama dalam kegiatan investasi, produksi dan distribusi. Strategi
penyusunan masterplan meliputi 3 (tiga) elemen utama yaitu: (a) mengembangkan 6
(enam) koridor ekonomi Indonesia, dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan
disetiap koridor dengan mengembangkan klaster industri dan atau kawasan ekonomi
khusus yang berbasis sumber daya unggulan (komoditi); (b) memperkuat konektivitas
nasional, yang meliputi konektivitas intra dan inter pusat-pusat pertumbuhan, intra
pulau (koridor), dan pintu perdagangan internasional; (c) mempercepat kemampuan
iptek nasional untuk mendukung pengembangan program utama. Koridor Ekonomi
Indonesia (KEI) diharapkan akan menjadi mesin pertumbuhan dan penciptaan
lapangan kerja yang dapat mendorong banyak perubahan positif bagi pengembangan
wilayah, melalui:
1. KEI tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan ekspor sumber daya alam,
namun lebih pada penciptaan nilai tambah. Dalam hal ini pelaku swasta akan
menjadi aktor utama dalam kegiatan hilirisasi.
2. KEI tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi ekonomi pada daerah
tertentu namun lebih pada pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif.
Hal ini memungkinkan semua wilayah di Indonesia untuk berkembang sesuai
potensinya masing-masing.
3. KEI tidak menekankan pembangunan ekonomi yang dikendalikan oleh pusat,
namun lebih ditekankan pada upaya sinergi pembangunan sektoral dan wilayah
untuk meningkatkan keuntungan komparatif dan kompetitif secara nasional dan
global.
4. KEI tidak menekankan pembangunan transportasi darat saja, namun pada
pembangunan transportasi yang seimbang antara darat, laut, dan udara
5. KEI tidak menekankan pada pembangunan infrastruktur yang mengandalkan
anggaran pemerintah semata, namun juga pembangunan infrastruktur yang
menekankan kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS).
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 6 dari 106
Gambar 1 Persebaran Wilayah Koridor Ekonomi Per Sektor Unggulan
Sumber : Dokumen Rencana MP3EI
Kebijakan MP3I ( Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia ) yang terkait untuk wilayah Kalimantan umumnya dan Kalimantan Timur
pada khususnya. Untuk KEI Koridor Kalimantan di fokuskan untuk pusat produksi
dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional, untuk wilayah
Kalimantan Terdiri dari 4 hub yaitu Pontianak, Palangka Raya, Balikpapan dan
Samarinda Koridor diestimasikan dapat meningkatkan PRDB sebesar ~2.6x dari $59
milyar di 2008 ke $152 milyar di 2030 dengan estimasi laju pertumbuhan koridor
sebesar 3.6% dibandingkan estimasi baseline sebesar 5.8%,
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 7 dari 106
Gambar 2 Rencana Induk Koridor Ekonomi Indonesia Untuk Masing– MasingKoridor
Sumber : Dokumen Rencana MP3EI
Serta yang menjadi fokus sektor saat ini
1. Migas --- Eksplorasi lebih banyak untuk memastikan pertumbuhan produksi
yang stabil
2. Minyak Kelapa Sawit --- Meningkatkan produksi panen, beralih ke produk
dgn nilai tambah tinggi dan produk hilir.
3. Batubara --- Meningkatkan produksi dgn membangun infrastruktur yg dapat
mencapai tambang di pedalaman
Industri Berkelanjutan di Masa Depan
1. Perikanan --- Memperluas industri akuakultur udang
2. Kayu --- Membangun industri hutan yang berkelanjutan & memperluas ke
produksi bernilai tambah tinggi (kertas)
3. Karet --- Meningkatkan industri karet
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 8 dari 106
Gambar 3 Koridor Ekonomi Kalimantan
Sumber : Dokumen Rencana MP3EI
Untuk mendukung semua rencana yang sudah ada diatas butuh suatu alat dukung baik
untuk sektor yang difokuskan saat ini atau untuk sektor masa deapan, salah satunya
harus ada infrastruktur kunci yang dibutuhkan seperti pelabuhan sungai untuk Fasilitas
Barge Loading Pelabuhan yang menghubungkan Rel Kereta Api untuk membawa
batubara melalui sungai; Sungai Barito dan Mahakam, yang rencananya lokasi yang
sesuai dan cocok untuk mendukung rencana yang sudah ada di Kabupaten Kaliorang
pelabuhan Maloy yang berada di Kabupaten Kutai Timur. Selain itu dibutuhkan juga
rel kereta api dibutuhkan untuk membuat pertambangan batubara di pedalaman layak
secara ekonomi .
1.2 Profil Ekonomi Wilayah
Profil ekonomi wilayah didasarkan atas besaran nilai PDRB yang diciptakan di tingkat
kecamatan, potensi komoditi, ketersediaan infrastruktur dan hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dengan kondisi wilayah sendiri. Dengan unit analisis di tingkat
kecamatan, akan tergambarkan kondisi dan perkembangan ekonomi wilayah di
Kabupaten Kutai Timur. Berdasarkan hasil analisis kondisi dan pertumbuhan ekonomi
sektoral Kutai Timur, gambaran perekonomian Kutai TImur adalah sebagai berikut
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 9 dari 106
1. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan relatif pesat di Provinsi Kalimantan
Timur dan memiliki keunggulan lokasional di Kabupaten Kutai Timur: sektor
pertambangan dan penggalian; serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
(paling bagus)
2. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan relatif pesat di Provinsi Kalimantan
Timur tetapi tidak memiliki keunggulan lokasional di Kabupaten Kutai Timur;
cenderung tertekan namun berpotensi untuk terus tumbuh: sektor bangunan;
pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; jasa-
jasa; listrik, gas, dan air; serta industri.
3. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan relatif lambat di Provinsi Kalimantan
Timur tapi memiliki keunggulan lokasional di Kabupaten Kutai Timur;
pertumbuhannya tertekan tapi cenderung berkembang karena memiliki daya
saing : sektor pertanian. (bagus)
4. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan relatif lambat di Provinsi Kalimantan
Timur dan tidak memiliki keunggulan lokasional di Kabupaten Kutai Timur;
tidak punya daya saing dan cenderung tertekan.
Terlihat bahwa sektor pertanian dalam analisis pertumbuhan perekonomian wilayah
Kutai Timur merupakan sektor yang memiliki keunggulan lokasional, artinya bahwa
Kutai Timur memiliki spesialisasi sebagai penghasil nilai tambah pertanian dalam
lingkup wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor
pertanian di Kutai Timur cukup layak untuk dikembangkan, karena posisinya yang
bagus dalam memberikan nilai tambah saat ini.
Berikut akan dipaparkan kondisi dan profil ekonomi wilayah dari masing-masing
kecamatan yang menjadi wilayah studi dan diarahkan untuk perkembangan
agropolitan Kutai Timur ke depannya.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 10 dari 106
1.2.1 Profil Ekonomi Wilayah Sangatta Utara
Kecamatan Sangatta Utara sebagai ibukota kabupaten memiliki pertumbuhan
ekonomi yang cukup dominan di Kabupaten Kutai Timur Jika dibandingkan
hasil produksi antara subsektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan,
perdagangan, industri logam, industri kulit, industri kayu, industri anyaman,
industri kain.tenun, industri makanan, dan industri lainnya di Kecamatan
Sangatta Utara terhadap hasil produksi rata-rata seluruh kecamatan di
Kabupaten Kutai Timur, terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4 Profil Ekonomi Sangatta Utara
Sumber: Hasil Analisis, 2011
Terlihat bahwa Kecamatan Sangatta Utara unggul dalam sektor tersier, yakni di
bidang perdagangan, di mana dominasi kegiatan perdagangan, jauh diatas
sektor ekonomi lainnya. Selain itu sektor lain yang juga unggul adalah pada
subsektor tanaman pangan, yang sedikit berada di atas rata-rata.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada dasarnya didominasi oleh
subsektor perdagangan, baik besar, menengah maupun eceran. Sangatta Utara
sebagai ibukota kabupaten memiliki keunggulan sebagai pusat koleksi dari
berbagai barang di kabupaten Kutai Timur. Keunggulan tersebut dapat diamati
dalam table berikut ini, yang menggambarkan besaran jumlah jenis
perdagangan di Kutai Timur.
0
1
2
3
4
5TANAMAN PANGAN
PERKEBUNAN
PETERNAKANINDUSTRI TOTAL
PERDAGANGAN
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 11 dari 106
Gambar 5 Perbandingan Perdagangan Sangatta Utara dan Kecamatan Lainnya
Sumber: Hasil Analisis, 2011
Terlihat bahwa dari besaran jumlah perdagangan di Kecamatan Sangatta Utara,
jumlah yang ada setelah dibandingkan dengan jumlah rata-rata perdagangan di
seluruh kecamatan Kutai Timur (indeks rata-rata = 1), berada di atas rata-rata
kecamatan, yang menunjukkan spesialisasi Sangatta Utara sebagai pusat
koleksi dan distribusi barang pada tingkat kabupaten. Sementara untuk
subsektor tanaman pangan, berdasarkan produksi yang dihasilkan, tampak
sebagai berikut subsektor unggulan di kecamatan Sangatta Utara, yakni seperti
ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 6 Keunggulan Tanaman Pangan Sangatta Utara dan KecamatanLainnya
Sumber: Hasil Analisis, 2011
02468
10Mikro
Kecil
Menengah
Besar
0
1
2
3
4
5Padi
Jagung
Kedelai
Ubi KayuKacang Hijau
Kacang Tanah
Ubi Jalar
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 12 dari 106
Terlihat bahwa untuk subsektor tanaman pangan yang terkait dengan sektor
pertanian, Kecamatan sangatta utara unggul pada komoditi kacang kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar, dengan subsektor yang
paling dominan dalam nilai produksinya adalah pada subsektor kacang kedelai,
kacang tanah, dan ubi kayu
1.2.2 Profil Ekonomi Kecamatan Sangatta Selatan
Lokasinya yang berada dengan Sangatta Utara sebagai pusat dari kabupaten,
maka Sangatta Selatan juga merupakan wilayah pengembangan dari pusat
kegiatan di kabupaten, sekaligus sebagai pintu masuk menuju ibukota
kabupaten. Sangatta Selatan juga menunjukkan ciri keberadaan sektor tersier
(perdagangan dan jasa), namun juga dikombinasikan dengan kemajuan sektor
primer pula (pertanian). Berikut perhitungan keunggulan sektor perekonomian
di Sangatta Selatan.
Gambar 7 Profil Ekonomi Sangatta Selatan
Sumber : hasil analisis, 2011
Dari hasil analisis, tampak bahwa sektor perdagangan mendominasi
perekonomian di Kecamatan Sangatta Selatan, sementara sektor lainnya yang
juga mendominasi adalah peternakan, dan juga sektor industri total. Sektor
perdagangan yang dibagi berdasarkan besaran sektor perdagangan yang ada di
Sangatta Selatan, dimana sektor perdagangan mikro dan kecil lebih
0
0,5
1
1,5
2TANAMAN PANGAN
PERKEBUNAN
PETERNAKANINDUSTRI TOTAL
PERDAGANGAN
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 13 dari 106
mendominasi keberadaan perdagangan dibandingkan dengan perdagangan
besar dan menengah.
Gambar 8 Perbandingan Perdagangan Sangatta Selatan dan KecamatanLainnya
Sumber : hasil analisis, 2011
Sementara untuk sektor pertanian dan industri kecil (UKM), kondisi di
Sangatta Selatan adalah sebagai berikut.
Gambar 9 Perbandingan Komoditas Peternakan Sangatta Selatan DanKecamatan Lainnya
Sumber : hasil analisis, 2011
Terlihat bahwa subsektor peternakan adalah pada komoditas telur dan sapi. Di
mana tingkat produksinya berada di atas rata-rata kecamatan dalam Kabupaten
0
0,5
1
1,5
2
2,5Mikro
Kecil
Menengah
Besar
0
1
2
3Sapi
Ker-bau
Kam-bing
BabiAyam
Itik
Telur (kg)
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 14 dari 106
Kutai Timur. Sementara untuk subsektor industri kecil, industri yang paling
dominan adalah industri makanan/minuman.
1.2.3 Profil Ekonomi Kecamatan Rantaupulung.
Wilayah Kecamatan Rantau Pulung merupakan salah satu wilayah yang
terdekat dengan ibukota kabupaten. Wilayah Kecamatan ini termasuk dalam
jalur Poros Kabupaten (wilayah tengah) yang dapat menghubungkan Sangatta
dengan Batu Ampar maupun jalur menuju Muara Wahau.
Kecamatan Rantau Pulung adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur
dengan luas wilayah 143,82 km2 yang merupakan hasil pemekaran Kec.
Sangatta pada akhir tahun 2005 menjadi 4(empat) kecamatan yaitu Kec.
Sangatta Utara, Kec. Sangatta Selatan, Kec. Teluk Pandan dan Kec. Rantau
Pulung.
Untuk sektor perekonomian Rantaupulung, gambaran kondisinya dapat diamati
pada gambar berikut.
Gambar 10 Profil Sektor Ekonomi Rantaupulung
Sumber : hasil analisis, 2011
Bahwa sektor peternakan adalah sektor yang paling dominan, walaupun masih
berada di bawah rata-rata kecamatan keseluruhan. Untuk komoditas
peternakan, dapat dilihat pada gambar berikut.
00,20,40,60,8
1TANAMAN PANGAN
PERKEBUNAN
PETERNAKANINDUSTRI TOTAL
PERDAGANGAN
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 15 dari 106
Gambar 11 Perbandingan Komoditas Peternakan Rantaupulung dan KecamatanLainnya
Sumber : hasil analisis, 2011
Terlihat bahwa komoditas unggulan peternakan di Rantaupulung adalah pada
komoditas kerbau dan kambing.
1.2.4 Profil Ekonomi Kecamatan Bengalon
Kecamatan Bengalon adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur
dengan luas wilayah 3.972,60 km2 yang merupakan hasil pemekaran Kec.
Sangatta. Keseluruhan wilayah Kec. Bengalon yang cukup luas terdapat di
daratan dan juga langsung dengan laut dengan pantai yang indah dan potensi
kelautannya. Potensi ini memberikan keunggulan Bengalon pada sektor-sektor
terkait dengan pertanian. Di mana secara umum kondisi perekonomian
Bengalon adalah sebagai berikut.
Gambar 12 Profil Sektor Ekonomi Bengalon
Sumber : hasil analisis, 2011
0
1
2
3Sapi
Ker-bau
Kam-bing
BabiAyam
Itik
Telur (kg)
0
0,5
1
1,5
2TANAMAN PANGAN
PERKEBUNAN
PETERNAKANINDUSTRI TOTAL
PERDAGANGAN
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 16 dari 106
Terlihat bahwa sektor peternakan dan juga perdagangan memiliki keunggulan
lokasional di kecamatan Bengalon. Untuk subsektornya sendiri pada sektor
peternakan:
Gambar 13 Perbandingan Komoditas Peternakan Bengalon Dan KecamatanLainnya
Sumber: hasil analisis, 2011
Komoditas ayam, itik, kerbau, dan kambing merupakan komoditas unggulan di
kecamatan Bengalon.di mana komoditas itik dan kerbau memiliki populasi
tertinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Sementara untuk sektor
perdagangan dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 14 Perbandingan Komoditas Perdagangan dan Kecamatan Lainnya
Sumber: hasil analisis, 2011
0
2
4
6
8Sapi
Ker-bau
Kam-bing
BabiAyam
Itik
Telur (kg)
0
0,5
1
1,5
2Mikro
Kecil
Menengah
Besar
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 17 dari 106
Perdangangan skala mikro di Bengalon memiliki keunggulan bidang
perdagangan mikro saja, sementara jenis perdagangan lainnya masih di bawah
rata-rata kecamatan. Hal ini menunjukkan bahwa skala pelayanan perdagangan
di Bengalon hanyalah pada skala rumah tangga saja.
1.2.5 Profil Ekonomi Kecamatan Kaliorang
Kecamatan Kaliorang adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur
dengan luas wilayah 472 km2 yang merupakan hasil pemekaran Kec.
Sangkulirang pada akhir tahun 2000 menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kec.
Sangkulirang, Kec.Kaliorang dan Kec. Sandaran. Pada akhir tahun 2005,
Kecamatan Kaliorang dimekarkan menjadi 2 (dua) kecamatan, yaitu
Kecamatan Kaliorang dan Kecamatan Kaubun.
Sektor perekonomian di Kaliorang, di dominasi oleh sektor pertanian,
khususnya subsektor pertanian tanaman pangan. Di mana nilai produksinya
jauh berada di atas rata-rata kecamatan yang ada di Kabupaten Kutai Timur.
Sementara sektor lainnya yang juga dominan adalah sektor perkebunan
meskipun besarannya masih sama dengan kecamatan.
Gambar 15 Profil Ekonomi Kaliorang
Sumber : hasil analisis, 2011
Untuk sektor tanaman pangan sendiri, subsektor yang dominan dapat dilihat
dari grafik berikut.
012345
TANAMAN PANGAN
PERKEBUNAN
PETERNAKANINDUSTRI TOTAL
PERDAGANGAN
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 18 dari 106
Gambar 16 Perbandingan Komoditas Tanaman Pangan Kaliorang DenganKecamatan Lainnya
Sumber : hasil analisis, 2011
Terlihat bahwa rata-rata seluruh jenis tanaman pangan, memiliki tingkat
produksi tinggi dan dominan di Kecamatan Kaliorang dibandingkan dengan
kecamatan-kecamatan lainnya. Hanya komoditas jagung saja yang nilai
produksinya di bawah rata-rata kecamatan, sementara jenis komoditas lainnya
memiliki keunggulan lokasional dalam lingkup Kabupaten Kutai Timur.
1.2.6 Profil Ekonomi Kecamatan Kaubun
Kecamatan Kaubun adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur
dengan luas wilayah 153,38 km2 yang merupakan hasil pemekaran Kec.
Kaliorang pada akhir tahun 2005 menjadi 2 (dua) kecamatan yaitu Kec.
Kaliorang, dan Kec. Kaubun. Distribusi sektor perekonomian di kecamatan
Kaubun adalah sebagai berikut.
Gambar 17 Profil Ekonomi Kaubun
0
2
4
6Padi
Jagung
Kedelai
Ubi KayuKacang Hijau
Kacang Tanah
Ubi Jalar
0
0,5
1
1,5
2TANAMAN PANGAN
PERKEBUNAN
PETERNAKANINDUSTRI TOTAL
PERDAGANGAN
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 19 dari 106
Kaubun memiliki keunggulan pada sektor tanaman pangan dan peternakan, di
mana untuk masing-masing komoditas dari dua sektor tersebut dapat diamati
pada gambar berikut ini.
Gambar 18 Perbandingan Komoditas Tanaman Pangan Kaubun DenganKecamatan Lainnya
Sumber : hasil analisis, 2011
Gambar 19 Perbandingan Komoditas Peternakan Kaubun dengan KecamatanLainnya
Sumber : hasil analisis, 2011
0
0,5
1
1,5
2
2,5Padi
Jagung
Kedelai
Ubi KayuKacang Hijau
Kacang Tanah
Ubi Jalar
0
0,5
1
1,5
2Sapi
Ker-bau
Kam-bing
BabiAyam
Itik
Telur (kg)
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 20 dari 106
Untuk komoditas pada tanaman pangan Kaubun memiliki keunggulan pada
komoditas padi dan kedelai, sementara untuk komoditas peternakan, kecamatan
ini unggul pada produksi kambing, sapi, telur, dan itik.
1.2.7 Profil Ekonomi Kecamatan sangkulirang
Kecamatan Sangkulirang adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur
dengan luas wilayah 3522, 58 km2 yang telah dimekarkan sejak akhir tahun
2000 menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kec. Sangkulirang, Kec.Kaliorang dan
Kec. Sandaran dan pada tahun 2005 dimekarkan kembali menjadi 2 (dua)
Kecamatan yaitu Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Karangan.
Gambar 20 Profil Ekonomi Sangkulirang
Sumber : hasil analisis, 2011
Sangkulirang sendiri memiliki keunggulan lokasional dari seluruh sektor
perekonomian yang dianalisis di mana perekonomian masing-masing sektornya
berada di atas rata-rata sektor perekonomian seluruh kecamatan. Namun sektor
dengan nilai keunggulan tertinggi adalah perkebunan dan peternakan.
Komoditas dari masing-masing subsektor tersebut dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
0
2
4
6TANAMAN PANGAN
PERKEBUNAN
PETERNAKANINDUSTRI TOTAL
PERDAGANGAN
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 21 dari 106
Gambar 21 Perbandingan Komoditas Perkebunan Sangkulirang DenganKecamatan Lainnya
Gambar 22 Perbandingan Komoditas Peternakan Sangkulirang DenganKecamatan Lainnya
Sumber : hasil analisis, 2011
Terlihat bahwa untuk subsektor perkebunan, komoditas paling dominan di
Sangkulirang adalah kelapa dan coklat, dengan nilai produksi yang jauh
melebihi produksi rata-rata kecamatan. Semenatra untuk peternakan,
Sangkulirang unggul pada semua jenis hewan ternak kecuali babi. Namun
komoditas hewan yang paling dominan adalah pada telur, sapi, dan kerbau.
012345
Karet (ton)
Kelapa (ton)
Kopi (ton)
Lada (ton)
Coklat (ton)
Kelapa Sawit (ton)
0369
1215
Sapi
Ker-bau
Kambing
BabiAyam
Itik
Telur (kg)
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 22 dari 106
1.2.8 Sektor dan Komoditas Unggulan Kecamatan
Berdasarkan hasil analisis keunggulan sektor ekonomi dan komoditas
kecamatandi Kabupaten Kutai Timur, berikut dipetakan keunggulan dari
masing-masing sektor dan subsektor ekonomi tujuh kecamatan terkait dengan
pengembangan agropolitan, yakni sebagai berikut.
Tabel 1 Profil Sektor dan Komoditas Unggulan Kecamatan
No. Kecamatan SubsektorUnggulan
StatusUnggulan Komoditi Unggulan
1.Sangatta
Utara
Tanaman
Pangan**
Padi, Kedelai, Ubi Kayu,
Kacang Hijau, Kacang
Tanah, Ubi Jalar
Perdagangan ***Mikro, Kecil, Menengah,
Besar
2.Sangatta
Selatan
Perdagangan ** Mikro, Kecil
Industri kecil
(UKM)* Makanan
Perkebunan * Lada
3. Rantaupulung Peternakan *Kambing, Kerbau, Dan
Ayam
4. Bengalon
Tanaman
Pangan**
Jagung, Kedelai, Ubi Kayu,
Kacang Tanah, Kacang
Hijau, Ubi Jalar
Peternakan **Sapi, Kerbau, Kambing,
Ayam, Itik
Perdangan * Mikro
Industri kecil
(UKM)* Kayu, Logam
5. Kaliorang
Tanaman
Pangan***
Padi, Kedelai, Ubi Kayu,
Kacang Tanah, Kacang
Hijau, Ubi Jalar
Perkebunan * Karet, Kelapa
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 23 dari 106
No. Kecamatan SubsektorUnggulan
StatusUnggulan Komoditi Unggulan
Peternakan * Kambing, Itik
6. Kaubun
Tanaman
Pangan** Padi, Kedelai
Perkebunan * Kopi
Peternakan ** Sapi, Kambing, Itik
Industri kecil
(UKM)* Kulit
7. Sangkulirang
Perkebunan *** Kelapa, Kopi, Lada, Coklat
Peternakan ***Sapi, Kerbau, Kambing,
Ayam, Itik
Perdagangan ***Mikro, Kecil, Menengah,
besar
Industri kecil
(UKM)** Makanan, Lain-Lain
Catatan:***) sangat unggul dari rata-rata kecamatan**) cukup unggul dari rata-rata kecamatan*) sedikit unggul dari rata-rata kecamatan
Keunggulan pada sektor produksiKeunggulan pada sektor pengolahKeunggulan pada sektor pemasaran
Berdasarkan klasifikasi sektor yang dibagi dari tiga jenis sektor ekonomi dari
produksi hingga ke pemasaran, dapat kita lihat secara nyata kondisi yang
terbentuk pada tujuh kecamatan yang terkait dengan agropolitan di wilayah
Kutai Timur. Hal ini menggambarkan bahwa kemajuan sektor tersebut dapat
saling dikaitkan membentuk sistem agropolitan yang membentuk alur produksi
hingga ke pemasaran kepada konsumen. Kecendrungan dan keunggulan
lokasional akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan konsep agropolitan,
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 24 dari 106
pengembangan infrastruktur terkait agropolitan dan arahan investasi sektoral
pada sektor-sektor terkait dalam pengembangan agropolitan secara terintegrasi.
Namun yang harus diperhatikan selain pembagian peran dari keunggulan
lokasional adalah pada tingkat keunggulan daerah tersebut. Daerah yang masih
berada pada level sedikit unggul (dinyatakan dalam *) perlu dipacu untuk
peningkatan pada subsektor ekonominya tersebut. Karena pada level ‘*’
tersebut, keunggulan belum menjadi dominasi dibandingkan dengan daerah-
daerah di sekitarnya, sehingga memerlukan peningkatan kuantitas dari besaran
kegiatan.
1.3 Skenario Investasi Agropolitan
Dalam subbab berikut akan dipaparkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi (LPE),
berdasarkan investasi yang dilakukan dalam dua scenario, yakni investasi pada sektor
pertanian di luar wilayah agropolitan dan investasi pada sektor pertanian di wilayah
agropolitan.
1.3.1 Skenario Investasi Sektor Pertanian
Pemetaan skenario investasi didasarkan atas dua wilayah spasial dalam
pemanfaatan dan peningkatan agropolitan, yakni:
- Tujuh kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah pengembangan
agropolitan; yakni Kec. Sangatta Utara, Sangatta Selatan, Bengalon,
Kaubun, Kaliorang, Sangkulirang, dan Bengalon sebagai satu unit
wilayah investasi.
- Sebelas kecamatan selain tujuh kecamatan sebelumnya sebagai unit
wilayah investasi yang lain.
Dengan pembagian kedua wilayah tersebut akan diketahui efektivitas
penanaman modal dalam indicator PDRB yang dihasilkan dan juga Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE), dengan membandingkan besaran PDRB dan
LPE yang dihasilkan dari proses investasi yang berlangsung dalam dua unit
wilayah investasi yang disebutkan tersebut.
Untuk mengetahui keunggulan tujuh kecamatan yang masuk dalam wilayah
pengembangan agropolitan, dapat diketahui dengan membandingkan besaran
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 25 dari 106
PDRB subsektor pertanian yang dihasilkan oleh tujuh kecamatan agropolitan
dengan PDRB subsektor pertanian pada 11 kecamatan lainnya di luar wilayah
pengembangan agropolitan. Hal ini dilakukan sebagai pendekatan untuk
mengisolasi besaran perekonomian yang dihasilkan tujuh kecamatan utama
yang menjadi wilayah studi dengan wilayah lainnya di luar wilayah kajian.
Dari data dan informasi yang diperoleh dengan kedua kelompok wilayah
tersebut, dihasilkan gambaran berupa tabel berikut.
Tabel 2 Perbandingan PDRB Subsektor Pertanian Pada Wilayah Kajian DenganKecamatan di Luar Wilayah Kajian
Komponenpengamatan
Besaran PDRB (dalam juta rupiah)Tanamanpangan
Perkebu-nan Peternakan Kehutanan Perikanan Total
PDRB 7kecamatanagropolitan
79.776,60 51.737,89 33.727,17 37.429,80 62.409,37 265.080,84
rata-rata 7kec
11.396,66 7.391,13 4.818,17 12.476,60 8.915,62 37.868,69
PDRB 11kecamatanlainnya
51.237,02 110.967,27 20.616,74 104.321,75 24.527,23 311.670,01
rata-rata 11kec. Lainnya
4.657,91 10.087,93 1.874,25 13.040,22 2.229,75 28.333,64
kesimpulanUnggulkecama-tan agro
Unggulkecamatanlain
Unggulkecamatanagro
Unggulkecamatanlain
Unggulkecamatanagro
Unggulkecamatanagro
Sumber: hasil analisis, 2011
Dengan pendekatan yang dilakukan tersebut, didapatkan bahwa ketujuh
kawasan agropolitan secara umum memiliki produktivitas subsektor pertanian
yang lebih unggul dibandingkan non-agropolitan. Dengan membandingkan
PDRB per kecamatan untuk subsektor pertanian pada wilayah kajian dengan
wilayah di luar tujuh kecamatan kawasan agropolitan, dapat diamati bahwa
tujuh kecamatan tersebut secara umum memiliki keunggulan pada komoditas
tanaman pangan, peternakan, dan yang paling besar dan utama adalah
perikanan. Sementara untuk sektor kehutanan dan perkebunan, konsentrasi
kegiatan ekonomi masih didominasi di luar wilayah tujuh kecamatan tersebut.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 26 dari 106
Namun kesimpulan secara umum yang dihasilkan dari nilai PDRB kecamatan
untuk pertanian, tujuh kecamatan yang menjadi fokus pengembangan
agropolitan memiliki keunggulan dibandingkan dengan kecamatan lainnya di
Kabupaten Kutai Timur. Hal ini mengindikasikan tingkatan produktivitas
pembentukan nilai tambah (PDRB) dari dua unit wilayah wilayah investasi
yang telah kita bagi sebelumnya.
1.3.2 Pemetaan kondisi Infrastruktur Pertanian
Selain dalam konteks sektor ekonomi, investasi juga dilakukan dalam
penyediaan infrastruktur. Walaupun tidak terkait langsung dengan proses
produksi, namun keberadaan infrastruktur menjadi prasyarat berjalannya proses
ekonomi suatu wilayah. Dengan keberadaan infrastruktur proses produksi,
distribusi, dan konsumsi dapat berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena
itulah keberadaan infrastruktur juga harus diperhatikan dan direncanakan
pengembangannya dalam kerangka pengembangan ekonomi wilayah Kutai
Timur, khususnya untuk kepentingan agropolitan.
Pemetaan kondisi infrastruktur dilakukan untuk mengetahui keunggulan dan
kekurangan infrastruktur pertanian di kecamatan-kecamatan yang
terkonsentrasi dalam pengembangan kawasan pertanian. Dari sekian banyak
infrastruktur dalam pengembangan ekonomi maupun pertanian, beberapa
infrastruktur yang terkait dalam pengembangan pertanian, antara lain :
1. Infrastruktur Jalan
2. Jaringan irigasi
3. KUD dan pasar
4. Kelistrikan.
Analisis yang dilakukan adalah dengan analisis kuadran, yakni dengan
perbandingan antara kondisi perekonomian, khususnya pertanian dengan
ketersediaan infrastruktur. Nilai referensi yang digunakan adalah kondisi
infrastruktur terbaik dalam kecamatan sebagai titik yang harus dicapai untuk
peningkatan perekonomian. Namun khusus untuk infrastruktur jalan,
pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan aksesibilitas dan mobilitas
penduduk menggunakan standar pelayanan minimal dari depattemen Pekerjaan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 27 dari 106
Umum. Ilustrasi analisis kuadran terhadap ketersediaan infrastruktur adalah
sebagai berikut.
Gambar 23 Analisis Infrastruktur Berdasarkan Kuadran
Sumber: hasil analisis, 2011
Namun khusus untuk infrastruktur jalan, pendekatan yang digunakan adalah
berdasarkan Standar Pelayanan Minimal yang dikeluarkan oleh Menteri
Pekerjaan Umum.
1.3.2.1 Infrastruktur Jalan
Infrastruktur jalan, merupakan infrastruktur yang paling banyak berperan
dalam kegiatan manusia. Tidak hanya dalam peningkatan perekonomian,
kebutuhan sosial dan kebutuhan lainnya yang bahkan tidak terkait dengan
perekonomian membutuhkan keberadaan infrastruktur jalan sebagai
penghubung wilayah. Dalam perekonomian, jaringan jalan menjadi satu
komponen penting dalam penciptaan nilai tambah; sebagai tempat
berpindahnya barang dan jasa, pergerakan tenaga kerja, dsb.
Untuk standar pelayanan minimal jalan sendiri telah dimuat dalam peraturan
Menteri pekerjaan Umum dengan Nomor: 14/PRT/M/2010, mengenai
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Dalam peraturan tersebut dipaparkan bahwa untuk jaringan jalan, standar
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 28 dari 106
pelayanan minimal yang harus dicapai dibagi atas beberapa klasifikasi, yakni
sebagai berikut.
Tabel 3 Standar Pelayanan Minimal Infrastruktur JalanKlasifikasi SPM
infrastruktur jalan Jenis pelayanan dasar
Jaringan
Aksesibilitas; yakni Tersedianya jalan yang
menghubungkan pusat – pusat kegiatan dalam
wilayah kabupaten/kota.
Mobilitas; yakni Tersedianya jalan yang
memudahkan masyarakat per individu melakukan
perjalanan.
Keselamatan; Tersedianya jalan yang menjamin
pengguna jalan berkendara dengan SELAMAT.
Ruas
Kondisi jalan : Tersedianya jalan yang menjamin
kendaraan dapat berjalan dengan SELAMAT dan
NYAMAN.
Kecepatan : Tersedianya jalan yang menjamin
perjalanan dapat dilakukan sesuai dengan
KECEPATAN rencana.
Sumber: Permen PU No. 14/PRT/M/2010
Berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan, ada lima jenis indicator untuk SPM
jaringan jalan yang ditetapkan, dan kelima indicator tersebut terkait dengan
ketrersediaan jaringan jalan untuk pelayanan kegiatan.
Terkait dengan pengembangan perekonomian, dalam hal ini agropolitan hal
yang harus dipenuhi dari ketersediaan infrastruktur jalan yang dikaitkan dengan
standar pelayanan minimal dalam ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya
adalah terkait pada aksesibilitas dan juga mobilitas. Aksesibilitas terkait dengan
keterkaitan pusat kegiatan dengan wilayah sekitarnya dan mobilitas terkait
dengan pergerakan masyarakat pada wilayah yang bersangkutan.
Perhitungan terkait dengan kedua hal tersebut, dapat dilihat sebagai berikut ini:
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 29 dari 106
1. Aksesibilitas ∑ ∑ Di mana pembilang merupakan jumlah panjang jalan penghubungan
pusat-pusat kegiatan yang dihitung berdasarkan keberadaan tahun
terakhir, semenatra penyebut, yakni jumlah seluruh panjang jalan
penghubung yang harusnya ada di wialyah tersebut.
2. Mobilitas Angka mobilitas dihitung berdasarkan angka yang ditargetkan pada akhir
waktu pencapaian SPM dengan angka mobilitas yang ditentukan.
Sementara angka mobilitas yang ditentukan didasarkan atas tabel berikut
ini.
Tabel 4 SPM Mobilitas
KategoriKerapatan Penduduk (KP)
Jiwa/km2Angka Mobilitas(km/10.000 jiwa)
I <100 18,50II 100≤KP≺500 11,0III 500≤KP≺1000 5,00IV 1000≤KP≺5000 3,00V ≥5000 2,00
Sumber: Permen PU No. 14/PRT/M/2010
Ketersediaan jalan didasarkan atas kepadatan penduduk, di mana semakin
padat penduduk suatu kota/kabupaten maka panjang jalan yang disediakan
juga harus semakin tinggi untuk mengakomodasi kebutuhan pergerakan
masyarakat dalam suatu wilayah. Dari kedua pendekatan tersebut, maka
akan dianalisis ketersediaan panjang jalan pada tujuh kecamatan yang
termasuk dalam pengembangan kawasan agropolitan di Kutai Timur.
Ketersediaan jalan tersebut, dimaksudkan sebagai prasyarat bagi
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 30 dari 106
pertumbuhan perekonomian di kawasan agropolitan yang akan
dikembangkan. Dengan menganalisis ketersediaannya hingga saat ini,
maka akan diketahui apakah ketersediaan jalan tersebut sudah layak bagi
pengembangan agropolitan ke depannya.
Aksesibilitas
Berdasarkan pendekatan aksesibilitas, di mana akan dihubungkan antara pusat
kecamatan dengan pusat kecamatan, dan pusat kecamatan dengan pusat
kabupaten, maka diperkirakan kebutuhan panjang jalan sebagai berikut ini :
Tabel 5 Kebutuhan Panjang Jalan Berdasarkan Pendekatan AksesibilitasKecamatan
No Kecamatan Kebutuhan panjangjalan (km)
1 Sangatta Utara 502 Sangatta Selatan 503 Rantau Pulung 1504 Bengalon 2505 Kaubun 1206 Kaliorang 1107 Sangkulirang 220Sumber: hasil analisis peta, 2011
Dari data dan informasi yang didapatkan mengenai panjang jalan kecamatan di
Kutai Timur, didapatkan data mengenai ketujuh kecamatan tersebut, sebagai
berikut.
Tabel 6 Panjang Jalan Kecamatan (Tanpa Mempertimbangkan Perkerasan)
No Kecamatan Panjang jalan dikecamatan (km)
1 Sangatta Utara 832 Sangatta Selatan 353 Rantau Pulung 1704 Bengalon 2915 Kaubun 686 Kaliorang 777 Sangkulirang 216
Sumber: hasil analisis peta, 2011
Dari kedua data dan informasi tersebut, dilakukan perbandingan antara
ketersediaan sarana jalan dengan kebutuhan panjang jalan di ketujuh
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 31 dari 106
kecamatan tersebut. Untuk tingkat aksesibilitas hasilnya dapat diketahui lewat
gambar berikut ini.
Gambar 24 Rasio Aksesibilitas Jalan di Kecamatan
Sumber: hasil analisis, 2011
Didapatkan hasil bahwa empat dari tujuh kecamatan memiliki aksesibilitas
yang baik, di mana artinya kebutuhan panjang jalan sudah terpenuhi dari sisi
penyediaan, dan bahkan cenderung berlebih. Hanya perlu peningkatan
aksesibilitas yang signifikan pada setidaknya tiga kecamatan, yakni Kaubun,
Kaliorang, dan Sangatta Selatan.
Namun kondisi tersebut, merupakan hasil tanpa mempertimbangkan jenis
perkerasan tanah. Jika diasumsikan hanya jalan dengan perkerasan aspal saja
yang termasuk untuk criteria aksesibilitas maka rasio aksesibilitas jalan di tujuh
kecamatan tersebut adalah sebagai berikut.
0
0,5
1
1,5
2Sangatta Utara
Sangatta Selatan
Rantau Pulung
BengalonKaliorang
Kaubun
Sangkulirang
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 32 dari 106
Gambar 25 Rasio Aksesibilitas Jalan di Kecamatan (Hanya Perkerasan Aspal)
Sumber: hasil analisis, 2011
Tampak bahwa dengan hanya memasukkan unsur perkerasan aspal saja, hanya
ada dua kecamatan saja yang nilai aksesibilitasnya bagus, yakni Sangatta Utara
dan Bengalon, sementara yang lainnya masih berada pada kondisi yang jauh
dari pemenuhan kebutuhan minimal aksesibilitas. Ini membuktikan bahwa
selain pemenuhan dari kuantitas, perlu juga diperhatikan dari kualitas jalannya
Mobilitas
Pada pendekatan mobilitas yang menjadi bahan pertimbangan adalah kepadatan
penduduk, dari data yang ada diperoleh hasil sebagai berikut ini.
Tabel 7 Rasio Ketersediaan Jalan Berdasarkan Faktor Mobilitas
KecamatanKepadatanpenduduk(jiwa/km2)
Jumlahpenduduk
(jiwa)
Panjangjalan(km)
Angkamobilitas
(km/10.000jiwa)
Kebutuhanpanjang
jalanberdasarkan
mobilitas
Rasiomobilitas
Sgt Utara 54 67.849 83 18,5 125,52 0,66Sgt Selatan 542 77.993 35 5 39,00 0,90RantauPulung 28 70.741 170 18,5 130,87 1,30
Bengalon 57 46.986 291 18,5 86,92 3,35Kaliorang 85 37.374 68 18,5 68,14 1Kaubun 29 7.356 77 18,5 13,61 5,66Sangkulirang 24 77.993 216 18,5 144,29 1,50
Sumber: hasil analisis, 2011
Mencukupi
Tidak mencukupi
0
0,5
1
1,5
2Sangatta Utara
Sangatta Selatan
Rantau Pulung
BengalonKaliorang
Kaubun
Sangkulirang
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 33 dari 106
Untuk rasio mobilitas diketahui bahwa lima kecamatan memiliki hasil yang
baik, di mana kebutuhan untuk pergerakan masyarakat telah terpenuhi dengan
baik. Hanya pada kecamatan Sangatta Utara dan Selatan saja yang masih belum
dipenuhi, hal ini dikarenakan memang kepadatan penduduk pada dua
kecamatan tersebut yang cukup tinggi dan jumlah penduduk yang besar
membutuhkan ketersediaan jalan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah
sekitarnya.
Untuk pemenuhan kebutuhan aksesibilitas maupun mobilitas, maka akan
diambil masing-masing nilai tertinggi sebagai standar yang harus dipenuhi
untuk menjamin ketersediaan infrastruktur jalan
Tabel 8 Kebutuhan Penyediaan Jalan Tujuh Kecamatan Kawasan Agropolitan
KecamatanKebutuhan jalan
(faktor aksesibiltas danmobilitas)
Ketersediaanjalan
Kekuranganjalan (km)
Sangatta Utara 125,52 83 42,52
Sangatta Selatan 50 35 15
Rantau Pulung 150 170 -
Bengalon 86,92 291 -
Kaliorang 110 68 42
Kaubun 50 77 -
Sangkulirang 220 216 4
Sumber: hasil analisis, 2011
Kebutuhan jalan terbesar berada di kecamatan Sangatta Utara sebagai ibukota
kabupaten yang juga harus memiliki ketersediaan yang mencukupi sebagai
pusat kegiatan Kutai Timur, selain itu kecamatan Kaliorang juga memiliki
kekurangan panjang jalan yang cukup signifikan. Penambahan panjang jalan
diperlukan untuk peningkatan perekonomian wilayah dan pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Namun selain pemenuhan kebutuhan secara fisik, hal
lain yang juga harus diperhatikan adalah mengenai peningkatan kualitas
permukaan jalan, di mana hampir 50 % panjang jalan yang ada di tujuh
kecamatan tersebut masih terdiri dari perkerasan tanah dan kerikil.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 34 dari 106
1.3.2.2 Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi, merupakan salah satu faktor penting dalam produksi pertanian.
Keberadaan jaringan irigasi akan menjamin proses produksi yang lancar dan
tingkat produktivitas lahan yang tinggi. Berdasarkan satu studi yang pernah
dilakukan oleh LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat) UI
pada tahun 2005, didapatkan hubungan antara penambahan 10 % dari stock
infrastruktur terhadap pertumbuhan PDB wilayah di Indonesia, di mana irigasi
merupakan infrastruktur dengan nilai dampak terbesar bagi PDB (dalam
tingkatan nasional)
Tabel 9 Dampak Investasi Infrastruktur Terhadap PDRBInfrastruktur % Pertumbuhan PDB
Irigasi 1,26
Jalan 0,88
Listrik 0,61
Telepon 0,61
Pelabuhan 0,26
Air 0,22Sumber: LPEM UI, 2005
Dengan pendekatan terebut, diketahui bahwa peningkatan irigasi akan semakin
menumbuhkan PDRB dan LPE lebih tinggi. Metode analisis dalam menilai
kondisi ketercukupan infrastruktur irigasi di Kabupaten Kutai Timur adalah
dengan membandingkan antara ketersediaan irigasi dengan produksi padi.
Kecamatan yang memiliki keunggulan dalam produksi padi diprioritaskan
untuk dibangun lebih banyak prasarana irigasi sehingga semakin meningkatkan
produksinya.
Untuk kondisi Kutai Timur sendiri, luasan lahan sawah beririgasi dapat diamati
berdasarkan data berikut ini:
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 35 dari 106
Tabel 10 Luas Lahan BeririgasiNo Kecamatan lahan irigasi Normalisasi ketersediaan lahan irigasi
1 Muara Ancalong 0 02 Busang 0 03 Long Mesangat 59 0,5233170984 Muara Wahau 73 0,6549080915 Telen 17 0,0673834156 Kombeng 48 0,366310457 Muara Bengkal 58 0,4733629838 Batu Ampar 2 0,0086894359 Sangatta Utara 3 0,587623013
10 Bengalon 74 0,47265329311 Teluk Pandan 48 2,35049205112 Sangatta Selatan 106 2,35049205113 Rantau Pulung 630 1,03264295114 Sangkulirang 29 0,73294913415 Kaliorang 1304 2,30108230916 Sandaran 28 0,3636120317 Kaubun 1335 2,08915238918 Karangan 149 0,801426352
TOTAL 3963 1Sumber: Hasil Analisis 2011
Selanjutnya pada data di bawah ini disajikan produksi padi di Kecamatan-
kecamatan di Kutai Timur.
Tabel 11 Produksi Tanaman Padi Pertanian
Kecamatan Produksi Padi(Lahan basah dan kering) Normalisasi
Muara Ancalong 4.766.296.500 0,74Busang 8.844.160.500 1,38Long Mesangat 2.592.607.500 0,40Muara Wahayu 5.103.189.000 0,79Telen 3.456.810.000 0,54Kombeng 6.699.766.500 1,04Muara Bengkal 7.684.078.500 1,20Batu Ampar 90.814.500 0,01Sengatta Utara 9.301.162.500 1,45Teluk Pandan 3.017.385.000 0,47Sengatta Selatan 1.743.052.500 0,27Rantau Pulung 3.480.246.000 0,54
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 36 dari 106
Kecamatan Produksi Padi(Lahan basah dan kering) Normalisasi
Bengalon 4.206.762.000 0,65Kaliorang 32.886.567.000 5,12Kaubun 13.071.429.000 2,03Sangkuliang 6.887.254.500 1,07Karangan 597.618.000 0,09Sandaran 1.224.531.000 0,19TOTAL 115.653.730.500Sumber: Hasil Analisis 2011
Dengan membandingkan antara tabel pertama mengenai ketersediaan
infrastruktur irigasi dengan tingkat produksi padi maka dapat kita lihat matriks
yang menggambarkan kedudukan kecamatan-kecamatan yang menjadi
masukan bagi usulan penambahan infrastruktur irigasi. Dapat kita lihat matriks
tersebut pada gambar di bawah ini.
Gambar 26 Indeks Share PDRB tanaman pangan dan Irigasi
Sumber: Hasil Analisis 2011Keterangan
Kecamatan unggulanKecamatan potensialKecamatan berkembangKecamatan tertinggal
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 37 dari 106
Tampak dari hasil analisis bahwa kedua kecamatan yang berada pada skala unggulan
adalah Kaliorang dan Kaubun, yang artinya sektor pertanian tanaman pangan di kedua
kecamatan tersebut telah cukup maju dan baik. Sementara kecamatan rantau Pulung
dan sangatta selatan menunjukkan nilai ketersediaan lahan irigasi yang berlebih,
sehingga perlu dioptimalkan ke depannya.
Kecamatan yang berada pada kuadran berkembang yakni Sangkulirang dan Sangatta
utara menunjukkan nilai optimasi dari keberadaan lahan irigasi yang baik, sementara
Bengalon diperhitungkan merupakan kecamatan tertinggal dari sektor tanaman
pangan. Adapun kebutuhan tambahan lahan irigasi adalah sebagai berikut:
Tabel 12 Kebutuhan Penambahan IrigasiKecamatan Kebutuhan tambahan irigasi (Ha)
Sangatta Utara 2,1 Ha
Sangatta Selatan -
Rantau Pulung -
Bengalon 82,5
Kaliorang -
Kaubun -
Sangkulirang 10,5
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 38 dari 106
1.3.2.3 Jaringan Energi Listrik
Infratruktur lain yang juga berkaitan dengan pengembangan ekonomi adalah
jaringan listrik. Keberedaaan listrik sebagai sumber energi bagi aktivitas akan
juga menetukan aejauh mana pengembangan perekonomian dan masyarakat
dalam satu wilayah. Energi listrik digunakan dalam proses produksi ekonomi
dan juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Indicator yang digunakan untuk mengetahui kecukupan energi listrik adalah
dengan mengidentifikasi rasio elektirifikasi di tujuh kecamatan tersebut,
dikaitkan dengan nilai PDRB per kecamatan yang dihasilkan. Rasio
elektrifikasi menunjukan kemajuan suatu wilayah di mana energi listrik telah
dipenuhi bagi masyarakat, sementara PDRB menunjukkan produktivitas
wilayah dalam menciptakan nilai tambah bagi perekonomian Kabupaten.
Berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui kondisi rasio elektrifikasi dan
share PDRB pertanian wilayah sebagai berikut.
Tabel 13 Rasio Elektrifikasi-Indeks Share PDRB Pertanian
No KecamatanRasio Elektrifikasi
(%)
Indeks share PDRB
pertanian (nilai rata-
rata =1)
1 Sangatta Utara 100 0,93847869
2 Sangatta Selatan 75 1,29345534
3 Rantau Pulung 29 0,4378615
4 Bengalon 72 1,26848591
5 Kaliorang 32 1,40618834
6 Kaubun 54 0,69576047
7 Sangkulirang 66 2,23599909
Sumber : hasil analisis, 2011
Berdasarkan perbandingan kedua komponen tersebut, berikut akan dipaparkan
hasil dari analisis kuadran yang dilakukan, yakni :
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 39 dari 106
Gambar 27 Analisis Kuadran Perbandingan Rasio Elektrifikasi dan SharePDRB
KeteranganKecamatan unggulanKecamatan potensialKecamatan berkembangKecamatan tertinggal
Tampak dari hasil bahwa dominasi kecamatan di dalam kawasan
pengembangan agropolitan beraada pada kondisi berkembang, di mana artinya
walaupun rasio elektrifikasi masih berada di bawah rata-rata seluruh
kecamatan, namun produksi pertaniannya melebihi nilai rata-rata kecamatan
dalam lingkup kabupaten Kutai Timur. Kecamatan Sangatta utara sebagai pusat
kabupaten berada dalam kondisi potensial, yang artinya kebutuhan listrik telah
terpenuhi namun produksi pertaniannya masih di bawah rata-rata, hal ini
dimungkinkan karena Sangatta Utara sebagai pusat pengumpul memang
dikhususkan sebagai pusat distribusi barang dan jasa, yang tidak hanya terkait
dengan sektor pertanian saja.
Untuk empat kecamatan yang ada dalam kondisi berkembang, penambahan
energi listrik dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (untuk
peningkatan kesejahteraan dan produktivitas) dan juga sebagai pengembangan
pada sektor pendukung pertanian (industri) agar nilai tambah lebih meningkat
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 40 dari 106
lagi, sebab nilai tambah yang dihasilkan dari pertaniannya telah tinggi, jika
dilanjutkan dengan proses yang terjadi pada industri maka akan semakin
meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang dihasilkan pada empat
kecamatan tersebut.
Untuk kecamatan yang berada pada kondisi tertinggal, perlu peningkatan
ketersediaan listrik bagi masyarakat, karena selain bagi kesejahteraan
masyarakat masuknya listrik nantinya juga dapat dimanfaatkan untuk proses
pengolahan pertanian yang pada akhirnya akan semakin meningkatkan
produktivitas sehingga bisa bergerak dari kuadran tertinggal menjadi
berkembang atau potensial.
Sementara untuk Sangatta Utara, ketersediaan listrik yang telah mapan harus
dibarengi dengan strategi pengembangan sektor pendukung pertanian lainnya,
misalnya pada pemasaran, perdagangan, maupun industri pengolah hasil
pertanian. Dengan kebutuhan yang didasarkan atas nilai tengah indeks rasio
elektrifikasi, dan kebutuhan listrik sebesar 450 W/RT (standar ukuran
perdesaan), maka kekurangan daya listrik yang dibutuhkan pada kecamatan-
kecamatan tersebut dapat dilihat dari diagram berikut:
Tabel 14 Kebutuhan Tambahan Daya Listrik (Kw)
No KecamatanKebutuhan tambahan
daya (KW)1 Sangatta Utara -2 Sangatta Selatan 289,953 Rantau Pulung 1099,224 Bengalon 564,215 Kaliorang 1006,886 Kaubun 35,287 Sangkulirang 555,72
TOTAL 3,55 MWSumber : hasil analisis, 2011
Kebutuhan tersebut masih pada angka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
pada tujuh kecamatan yang menjadi wilayah studi.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 41 dari 106
1.3.2.4 Koperasi
Salah satu faktor infrasturktur lain yang terkait dengan pengembangan
agropolitan adalah keberadaan koperasi, karena melalui koperasi hasil
pertanian dikumpulkan dan juga melalui koperasi juga terjadi penjualan alat-
alat produksi pertanian, yang menjadi modal dalam proses produksi pertanian.
Dalam analisis kuadran, sama dengan analisis ketenagalistrikan, yang
dibandingkan adalah nilai share PDRB (yang diolah dalam bentuk indeks)
dengan jumlah toko yang menjual sarana pertanian pada tujuh kecamatan studi.
Tabel 15 Indeks Share PDRB-Ketersediaan Toko Sarana Pertanian
Kecamatan Indeks share PDRBpertanian (normalisasi =1)
Jumlah Tokosarana pertanian
Sangatta Utara 0,93847869 13
Sangatta Selatan 1,293455341 7
Rantau Pulung 0,437861495 16
Bengalon 1,268485913 2
Kaliorang 1,406188339 12
Kaubun 0,695760469 19
Sangkulirang 2,235999089 1
rata-rata kecamatan 6,11
Sumber: hasil analisis, 2011
Berdasarkan perbandingan kedua komponen tersebut, berikut akan dipaparkan
hasil dari analisis kuadran yang dilakukan, yakni:
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 42 dari 106
Gambar 28 Analisis Kuadran Perbandingan Ketersediaan Toko SaranaPertanian dan Share PDRB
Sumber: hasil analisis, 2011
KeteranganKecamatan unggulanKecamatan potensialKecamatan berkembangKecamatan tertinggal
Dari hasil perbandingan, tampak bahwa secara umum tidak ada kecamatan
yang berada dalam kuadran tertinggal (yang berarti nilai tambah kecil dan
kekurangan toko sarana pertanian), hal ini membuktikan bahwa jumlah toko
yang menjual sarana pertanian telah mencukupi untuk ketujuh kecamatan
tersebut, hanya ada beberapa interpretasi yang terkait dengan hal tersebut,
yakni:
1. Untuk kecamatan dalam kuadran unggulan (Kaliorang dan Sangatta
Selatan), telah terjadi hubungan yang positif antara keberadaan toko
sarana pertanian dengan produksi pertaniannya sendiri. di mana jumlah
prasarana toko telah cukup dalam menciptakan nilai tambah pertanian
di kedua kecamatan tersebut.
2. Untuk kecamatan dalam kuadran potensial, jumlah ketersediaan
prasarana toko tersebut jauh melebihi nilai tambah yang dihasilkan.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 43 dari 106
Sehingga perlu dilakukan optimasi keberadaan prasaran pertokoan
tersebut dalam menciptakan nilai tambah pertanian tersebut.
3. Untuk kecamatan dalam kuadran berkembang, keberadaan prasarana
pertokoan yang kecil mampu menciptakan nilai tambah yang besar dan
melebihi rata-rata di kedua kecamatan tersebut. Maka diharapkan
dengan penambahan jumlah prasarana toko dikedua kecamatan tersebut
akan mampu meningkatkan besaran nilai tambah pertanian menjadi
lebih tinggi lagi ke depannya. Adapun kebutuhan tambahan prasarana
toko di kedua kecamatan tersebut, adalah
Kaliorang : 4 unit
Sangkulirang : 5 unit
1.3.2.5 Kebutuhan Agregat
Berdasarkan hasil analisis terhadap empat jenis infrastruktur dalam proses
pertanian, berikut akan dipaparkan hasil agregat kebutuhan infrastruktur pada
kecamatan yang menjadi wilayah studi, yakni :
Tabel 16 Kebutuhan Agregat Infrastruktur
Kecamatan Kekuranganjalan (km)
Saranairigasi(Ha)
KebutuhanListrik(KW)
KebutuhanToko(unit)
Sangatta Utara 42,52 2,1 - -SangattaSelatan 15 - 289,95 -
Rantau Pulung - - 1099,22 -
Bengalon - 82,5 564,21 -
Kaliorang 42 - 1006,88 4
Kaubun - - 35,28 -
Sangkulirang 4 10,5 555,72 5Sumber: hasil analisis, 2011
Dari banyaknya jenis infratruktur yang dibutuhkan, maka muncul kebutuhan
prioritas berdasarkan kecamatan, untuk pengembangan sarana prasarana
pertanian diurutkan berdasarkan yang paling prioritas, yakni :
1. Kaliorang
2. Sangkulirang
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 44 dari 106
3. Rantau Pulung
4. Sangatta Selatan
5. Bengalon
6. Kaubun
7. Sangatta Utara
Meskipun Sangatta utara memiliki kebutuhan panjang jalan terbesar, namun ia
tidak menjadi prioritas pengembangan dalam konteks pengembanga pertanian,
dikarenakan panjang jalan yang dibutuhkan lebih kepada mobilitas masyarakat
dan bukan dalam rangka pengembangan pertanian pada kecamatan tersebut.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 45 dari 106
Bagian- 2 Konsep Pengembangan Agropolitan
Konsep agropolitan diartikan sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian yang
tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem usaha agribisnis, yang diharapkan
dapat melayani dan mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di
wilayah sekitarnya. Oleh karena itu suatu kawasan agropolitan tidak akan terlepas dari
kawasan agribisnis. Kawasan agropolitan yang memiliki fungsi sebagai penghasil dan
pengolah hasil pertanian, sedangkan kawasan agribisnis yang memiliki fungsi sebagai
pasar.
Definisi konsep agropolitan menurut Departemen Pekerjaan Umum berbasis RTRWN
adalah:
1. Kawasan agropolitan diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang
ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat
agropolitan dan desa-desa di sekitarnya membetuk Kawasan Agropolitan.
2. Produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat
kawasan agropolitan sebelum di jual (ekspor) kepasar yang lebih luas sehingga
nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan.
Konsep pengembangan agropolitan pada dasarnya merupakan konsep pengembangan
suatu wilayah dengan basis pembangunan ekonomi sektor pertanian. Konsep ini
merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah yang bottom-up, artinya
masyarakat tidak hanya sebagai objek melainkan juga memiliki peran penting dalam
pengembangan wilayahnya. Konsep ini kebalikan dari konsep top-down, dimana aktor
utama dalam pengembangan wilayah adalah pemerintah.
Pelaksanakan konsep agropolitan adalah dengan mensinergikan berbagai potensi
lokal/wilayah, yang berbasis kerakyatan, dan digerakkan juga oleh sumber daya
manusia lokal. Pada konsep ini, dengan adanya peran aktif dari masyarakat, bukan
berarti pemerintah tidak memilki andil. Fungsi dari pemerintah dalam konsep ini
adalah sebagai fasilitator dan juga memegang fungsi pengawasan.
Karakteristik agropolitan antara lain:
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 46 dari 106
1. Skala geografi relatif kecil
2. Proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang bersifat otonom dan
mandiri berdasarkan partisipatif masyarakat lokal
3. Diversifikasi tenaga kerja pedesaan pada sektor pertanian dan non pertanian
menekankan pada pertumbuhan industri kecil
4. Adanya hubungan fungsional industri pedesaan-perkotaan dan linkage dengan
sumberdaya ekonomi lokal
5. Pemanfaatan dan peningkatan kemampuan sumberdaya dan teknologi lokal.
2.1 Kelembagaan Pengelolaan Agropolitan
Pembangunan wilayah agropolitan berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, maupun
lingkungan. Di dalam aspek sosial salah satu faktor pendukungnya adalah
kelembagaan. Kelembagaan merupakan landasan bagi berbagai fungsi layanan dan
aliran manfaat untuk mendukung pembangunan agropolitan. Keterkaitan antara
pembangunan agropolitan dan kelembagaan terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 29 Kelembagaan dalam Konsep Pengembangan Agropolitan
Sumber : www.kutaitimur.go.id; dalam Iwan Nugroho, 2006
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 47 dari 106
Menurut Williamson, 1995, unsur penting dalam kelembagaan adalah made of
organization dan uncertainty. Mode of organization berhubungan dengan alternatif
dalam sistem produksi, antara lain membuat atau membeli (produk antara),
menggunakan modal sendiri atau utang (dalam pasar kredit), tingkat upah (dalam
pasar tenaga kerja), dan dukungan regulasi (dalam privatisasi). Uncertainty
berhubungan dengan risiko-risiko, yang menyertai kontrak termasuk pula
administration cost (korupsi dan rent seeker), beragam policy jangka pendek dan
jangka panjang (seperti pajak, pricing policy, kuota, atau pembatasan lainnya) yang
menyebabkan distorsi dan depresiasi aset.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan aspek kelembagaan
dalam pengembangan suatu kawasan agropolitan menjadi sangat penting. Oleh karena
itu, pada subbab ini dilakukan kajian rencana aspek kelembagaan yang mendukung
konsep pengembangan agropolitan di Kabupaten Kutai Timur. Rencana kelembagaan
ini merupakan hasil desk study berbagai rencana kelembagaan di wilayah lain yang
telah menerapkan konsep pengembangan agropolitan.
Fungsi kelembagaan menjadi salah satu aspek utama yang mendukung pelaksanaan
pembangunan suatu wilayah. Peran dari kelembagaan adalah sebagai perencana,
pelaksana, dan pengawas program pembangunan. Kelembagaan dalam pembangunan
suatu wilayah terdiri dari pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Dalam pembangunan daerah, kelembagaan merupakan pelaku utama dalam
merencanakan dan membangun wilayah meliputi berbagai pengelolaannya, serta
membangun masyarakat dan sumber daya agar pembangunan daerah dapat
berkesinambungan dan berkelanjutan. Hal ini berarti, kelembagaan mengatur dua
elemen pokok, yaitu potensi dan fisik kota, serta pemberdayaan masyarakat.
Sebelum dapat merencanakan kelembagaan agropolitan di Kabupaten Kutai Timur,
terlebih dahulu akan dijelaskan kelembagaan yang telah ada di Kabupaten Kutai
Timur yang mendukung konsep agropolitan. Pada subbab selanjutnya, dilakukan
rencana kelembagaan yang dapat diterapkan di Kabupaten Kutai Timur untuk
mendukung konsep agropolitan. Kajian kelembagaan agropolitan yang akan
direncanakan menggunakan hasil identifikasi konsep kelembagaan dalam
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 48 dari 106
pengembangan wilayah agropolitan di Kecamatan Pangalengan sebagai role model,
namun hasilnya akan disesuaikan kembali dengan kondisi di Kabupaten Kutai Timur.
Sehingga diharapkan rencana aspek kelembagaan yang dihasilkan dapat sesuai dengan
konsep agropolitan yang dapat diterapkan di Kabupaten Kutai Timur.
2.1.1 Kelembagaan Terkait Agropolitan di Kabupaten Kutai Timur
Konsep agropolitan di berbagai wilayah di Indonesia mungkin belum banyak
direncanakan secara langsung. Namun, sebenarnya lembaga atau program yang
terkait secara langsung ataupun tidak langsung dengan konsep agropolitan telah
banyak terdapat di berbagai wilayah di Indonesia (Syahrani, 2001; dalam
Nugroho, 2006). Misalnya keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD) dan Badan
Usaha Unit Desa (BUDD), yang dapat dipandang sebagai lembaga yang
mendukung konsep agropolitan. Peran yang dilakukan kedua lembaga tersebut
adalah meningkatkan aktifitas ekonomi di wilayah pedesaan melalui
penyediaan sarana produksi (Saprodi) serta menampung hasil panen dari para
petani.
Selain itu terdapat program pendukung lainnya, seperti keberadaan Puskesma,
Listrik Masuk Desa, dan pembangunan infrastruktur jalan. Program-program
tersebut menjadi faktor pendukung secara langsung ataupun tidak langsung
konsep agropolitan. Saat ini, konsep agropolitan berkembang menjadi sasaran
yang lebih spesfifik. Misalnya untuk tujuan pemerataan kepadatan, maka
dilakukan program transmigrasi. Untuk mempercepat ketertinggalan beberapa
provinsi, dilakukan program Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu
(KAPET). Program yang mendorong keunggulan komparatif adalah program
Pengembangan Kawasan sentra Produksi (KSP). Program-program tersebut
sebenarnya merupakan bagian dari konsep agropolitan, namun dengan sasaran
yang lebih detail.
Seperti halnya di Kabupaten Kutai Timur, sebenarnya telah terdapat program-
program maupun lembaga yang secara langsung ataupun tidak langsung yang
mendukung konsep agropolitan. Misalnya keberadaan Dai Pembangunan, PPL,
Petani inti, kader koperasi, dan pembentukan Koperasi Unggul di kecamatan.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 49 dari 106
Lembaga-lembaga tersebut sebenarnya menjadi potensi dan sekaligus kekuatan
Kabupaten Kutai Timur dalam pengembangan wilayahnya dengan konsep
agropolitan.
Namun, seperti wilayah lain di Indonesia, keberadaan KUD dan lembaga
lainnya tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa pengawasan, organisasi yang
baik, pelaksanaan kegiatan yang profesional, dan lain-lain. Selain itu, masih
diperlukan beberapa lembaga lainnya yang dapat semakin mendukung
pengembangan wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan konsep agropolitan.
Penjelasan mengenai rencana kelembagaan yang dapat diterapkan di
Kabupatenn Kutai Timur dijelaskan pada subbab selanjutnya.
2.1.2 Pengembangan Kelembagaan Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Kunci utama dalam konsep agropolitan adalah kegiatan penghasil dan
pengolahan hasil pertanian guna menambah nilai gunanya, baru kemudian
dipasarkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penguatan lembaga-lembaga
kelompok tani, industri kecil yang mengolah hasil tani, dan juga penguatan
koperasi yang menjual hasil pertanian maupun hasil olahannya, Penguatan
kelembagaan yang dilakukan seharusnya bertujuan utama untuk meningkatkan
profesionalisme dan posisi tawar petani.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menguatkan kelembagaan dalam
pengembangan agropolitan, antara lain:
1. Mengadakan dan mengorganisasikan kelompok tani
Pembenahan organisasi kelompok tani perlu dilakukan, misalnya dengan
mengelompokkan kelompok petani berdasarkan hasil komoditasnya yang
anggotanya berasal dari lintas desa. Dengan demikian, diharapkan akan
lebih dapat mengoptimalisasi hasil produksi pertanian dan menumbuhkan
persaingan yang sehat. Adanya kegiatan petani yang dilakukan secara
berkala di dalam organisasi/kelompok tani akan meningkatkan jalinan
kerjasama antar petani.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 50 dari 106
2. Meningkatkan kemampuan para petani dan kelompok tani
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani secara
personal adalah dengan pelatihan atau sosialiasi mengenai bibit unggul,
pemupukan, dan pelatihan lainnya guna meningkatkan kualitas dan
produktivitas hasil pertanian para petani. Selain itu perlu juga dilakukan
pengembangan fungsi kelompok tani menjadi kelompok usaha koperasi.
Untuk mengintegrasikan berbagai kelompok tani yang ada, maka perlu
dilakukan pengembangan organisasi kelompok tani yang lebih besar,
misalnya dengan mengadakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
3. Mengembangkan kemitraan usaha
Setelah dilakukan penguatan organisasi kelompok tani dan peningkatan
kualitas dan produktivitas hasil produksi petani, yang perlu dilakukan
selanjutnya adalah dengan mengembangkan kemitraan antara para petani
dengan pelaku agribisnis (swasta). Biasanya dalam penjualan hasil produksi
pertanian yang tanpa diolah, dan dengan keberadaan tengkulak, maka para
petani menjadi pihak yang dirugikan. Oleh karena itu untuk dapat
meningkatkan nilai tambah, hasil produksi pertanian perlu diolah terlebih
dahulu menjadi produk setengah jadi atau produk jadi, baru kemudian
dijual. Namun, pengaturan harga jual dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan penjualan lebih baik menjadi tanggung jawab Gapoktan atau
asosiasi lain yang dibentuk para petani. Dengan demikian, diharapkan akan
mengurangi atau menghilangkan fungsi tengkulak.
Dalam melakukan kemitraan, perlu diperhatikan prinsip-prinsip kemitraan,
yakni:
Terdapat pelaku kemitraan, yaitu petani, kelompok tani, pengusaha, dan
pemerintah
Terdapat kebutuhan dan kepentingan bersama dari para pelaku
agribisnis
Terdapat kerjasama dan kemitraan yang seimbang dan saling
menguntungkan.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 51 dari 106
Selain lembaga-lembaga yang telah disebutkan diatas, dalam
mengembangkan kawasan agropolitan terdapat beberapa lembaga
pendukung lainnya yang menentukan. Lembaga-lembaga pendukung
tersebut antara lain pemerintah, lembaga pembiayaan, lembaga pemasaran
dan distribusi, koperasi, lembaga pendidikan formal dan informal, lembaga
penyuluhan pertanian lapangan, dan lembaga penjamin dan penanggungan
risiko. Peran dan fungsi masing-masing lembaga adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah
Dengan kewenangan regulasi yang dimiliki pemerintah, maka peran dari
pemerintah adalah menentukan kebijakan arah dan strategi
pengembangan agropolitan dan agribisnis. Pemerintah memegang
peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan usaha
agribisnis yang kondusif dan memihak pada para petani lokal. Misalnya,
pemerintah menjadikan kawasan agropolitan sebagai lumbung suatu
komoditas tertentu ataupun dengan membatasi impor hasil pertanian
yang sama dengan yang dihasilkan kawasan agropolitan.
Berbagai regulasi pemerintah yang mendukung kawasan agropolitan,
antara lain:
a. Regulasi untuk menjamin terciptanya lingkungan bisnis yang
kompetitif dan mencegah monopoli dan kartel.
b. Regulasi untuk mengontrol kondisi-kondisi monopoli yang
diizinkan, seperti Bulog yang menangani komoditas stratgeis dan
beberapa badan usaha milik negara (BUMN) yang mengelola usaha
utilitas publik.
c. Regulasi untuk fasilitas perdagangan, termasuk ekspor dan impor.
d. Regulasi dalam penyediaan pelayanan publik, terutama untuk
fasilitas layanan yang terkait, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan agribisnis.
e. Regulasi untuk proteksi, baik proteksi terhadap konsumen maupun
produsen.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 52 dari 106
f. Regulasi yang terkait langsung dengan harga komoditas agribisnis,
input-input agribisnis, dan berbagai peralatan agribisnis.
g. Regulasi terhadap peningkatan ekonomi dan kemajuan sosial.
h. Regulasi terhadap sistem pembiayaan agribisnis, seperti pemodalan
dari perbankan, pasar modal, modal ventura, leasing, dan lain-lain.
i. Regulasi terhadap sistem penanggungan risiko agribisnis, seperti
keberadaan asuransi pertanian dan bursa komoditas dengan berbagai
instrumennya, seperti future contract, hedging, option market, dan
lain-lain.
2. Lembaga Pemasaran dan Distribusi
Dalam konsep agropolitan, lembaga pemasaran dan distribusi menjadi
perantara antara para petani yang menghasilkan produk pertanian
dengan para konsumen pengguna yang membutuhkan produk. Karena
lembaga ini menjadi penentu utama besarnya marjin antara harga di
tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen, maka diperlukan
adanya pembinaan terhadap lembaga pemasaran dan distribusi agar
tercipta pembagian keuntungan yang adil dari semua nilai tambah yang
tercipta.
Lembaga pemasaran dan distribusi yang paling umum adalah pedagang
di pasar kecamatan ataupun pasar induk. Alur pemasaran yang umum
dilakukan digambarkan seperti gambar di bawah.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 53 dari 106
Gambar 30 Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian dengan Pasar
Sumber : Iwan Setiajie Anugrah, 2004
Lembaga lainnya yang dapat berperan sebagai lembaga pemasaran dan
distribusi adalah pasar lelang. Alur pemasaran yang dilakukan jika
terdapat pasar lelang adalah hasil produksi dari para petani dikoordinir
ketua kelompok tani. Ketua kelompok tani akan memiliki data dan
sampel produk yang akan ditawarkan pada pembeli melalui pasar lelang.
Setelah menyerahkan sampel tersebut ke petugas lelang, ketua
kelompok tani mengetahui harga pasar yang terbentuk.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 54 dari 106
Gambar 31 Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian dengan Pasar Lelang
Sumber : Iwan Setiajie Anugrah, 2004
Fungsi pasar lelang adalah untuk mempertemukan antara pedagang
(dalam hal ini sebagai pembeli) dengan komoditas yang ditawarkan oleh
kelompok tani. Peran yang paling penting dari pasar lelang berkaitan
dengan informasi harga pasar yang terjadi dengan patokan di tingkat
pasar induk. Oleh karena itu jumlah luas tanam (pola tanam) dan
perkiraan produksi di daerah produksi harus didata dan diketahui
sebelumnya, sehingga para pedagang memperoleh informasi yang jelas.
3. Koperasi
Dalam pengembangan konsep agropolitan, peran koperasi adalah
sebagai penyalur input-input pertanian dan lembaga pemasaran hasil-
hasil pertanian. Koperasi yang berkaitan dengan usaha pertanian yang
terdapat di Indonesia adalah Koperasi Unit Desa (KUD). KUD
sebenarnya dapat berpotensi untuk menggantikan peran pemerintah
sebagai sumber informasi pertanian pedesaan. Oleh karena itu perlu
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 55 dari 106
dilakukan penguatan dan pemberdayaan kembali KUD di Kabupaten
Kutai Timur agar dapat mendukung konsep agropolitan.
Selain KUD, sebenarnya terdapat jenis koperasi lain yang berperan
dalam pengembangan konsep agropolitan, seperti koperasi susu,
koperasi tahu tempe, dan lain-lain. Dapat menjadi suatu kekuatan
pendukung pengembangan konsep agropolitan jika KUD dan koperasi-
koperasi lainnya yang terdapat di Kabupaten Kutai Timur dapat
diberdayakan kembali.
Di Indonesia, hampir setiap desa yang terdapat kegiatan pertanian
memiliki KUD. Keberadaan KUD yang terdapat di hampir seluruh desa
ini menjadi salah satu kekuatan distribusi dan komunikasi yang efektif
dalam jaringan pengembangan agropolitan di Kabupaten Kutai Timur.
Namun, keberadaan KUD yang banyak tidak menjadi ukuran
keberhasilan kegiatan pertanian di seluruh wilayah. Hal ini karena
banyak KUD yang tidak berdaya untuk membantu pengembangan
agropolitan. Dari hasil desk study, diketahui beberapa hal yang menjadi
penghambat berkembanganya KUD antara lain:
KUD banyak dibentuk hanya untuk memenuhi program pemerintah,
bukan karena kesadaran anggota sendiri.
Pemodalan KUD sangat terbatas, apalagi akses pada lembaga
pembiayaan yang sangat kecil.
Masyarakat di daerah kurang merasa memiliki dan kurang
partisipatif dalam operasional usaha KUD.
Banyak KUD yang hanya membawa slogan sebagai badan ekonomi
rakyat, namun dalam operasinya kurang didukung oleh partisipasi
rakyat.
Para pengurus dan pagawai KUD tidak profesional dalam
menjalankan usaha, sehingga banyak KUD yang tidak berjalan sama
sekali.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 56 dari 106
4. Lembaga Pendidikan Formal dan Informal
Aspek sumber daya manusia merupakan aspek utama dalam berbagai
kegiatan yang dilaksanakan pada konsep agropolitan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa pada dasarnya konsep agropolitan
merupakan konsep pengembangan wilayah yang bertumpu pada
pengembangan dan pengoptimalisasian sumber daya alam lokal dengan
sumber daya manusia lokal sebagai aktor utamanya. Oleh karena itu
peran pendidikan dan latihan menjadi sangat penting. Dengan adanya
lembaga pendidikan formal dan informal yang baik dan sesuai
kebutuhan, maka diharapkan masyarakat dapat lebih meningkatkan nilai
tambah hasil pertaniannya, dapat mengelola dan memiliki kemampuan
manajerial, serta mampu menjadi usahawan untuk memasarkan hasil
produksinya dengan baik.
5. Lembaga Penyuluhan Pertanian Lapangan
Lembaga penyuluh pertanian lapangan memiliki peran sebagai penyuluh
pada para petani mengenai cara bertani yang baik, juga sebagai
fasilitator dan konsultan pertanian bagi masyarakat. Salah satu bentuk
keberhasilan dari lembaga ini adalah swasembada beras di Indonesia
selama kurun waktu 10 tahun, yakni dari tahun 1983 hingga 1992.
Penyuluh pertanian lapangan (PPL) pada program tersebut dengan
konsisten memperkenalkan berbagai program peningkatan produksi
pangan yang dicanangkan oleh pemerintah dan membimbing dalam
pelaksanaannya, seperti bimas, inmas, insus, supra insus, dan lain-lain.
Namun perananan lembaga penyuluh pertanian lapangan tersebut saat
ini menurun. Oleh karena itu perlu adanya penataan dan pemberdayaan
kembali, serta mendeskripsikan kembali tugas lembaga tersebut. Dengan
demikian, diharapkan lembaga ini dapat meningkatkan hasil
produktivitas pertanian.
6. Lembaga Riset
Peran dari lembaga riset dalam pengembangan agribisnis, misalnya pada
usaha diversifikasi olahan komoditas ekspor. Hampir seluruh wilayah di
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 57 dari 106
Indonesia sebenarnya memiliki anugerah alam yang melimpah. Namun
kekayaan tersebut tidak akan bermanfaat banyak jika disertai
penanganan khusus dan kejelian untuk melihat peluang. Peran dari
lembaga riset ini ternyata belum menggembirakan dan jauh ketinggalan
dibandingkan negara lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan
pemberdayaan lembaga riset dalam pengembangan agribisnis dalam
upaya meraih keunggulan bersaing produk-produk agropolitan yang
dihasilkan.
7. Lembaga Penjamin dan Penanggungan Risiko
Pada setiap kegiatan ekonomi, pasti terdapat risiko. Termasuk di bidang
agribisnis, juga terdapat risiko. Untuk dapat mengatasi dan
menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran para pelaku bisnis dalam
bidang agribisnis, maka diperlukan lembaga penjamin risiko. Contoh
dari lembaga penjamin risiko agribisnis adalah asuransi pertanian.
Pengadaan lembaga ini sangat tepat dilakukan di Kabupaten Kutai
Timur, guna memberikan sarana penjaminan berbagai risiko dalam
agribisnis dan industri pengolahannya.
8. Kelompok Kerja Pertanian
Pada konsep agropolitan, diperlukan adanya kerjasama antara
masyarakat (termasuk para petani), swasta, maupun pemerintah, baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (SKPD). Perlu adanya
sinkronisasi program-program terkait pertanian yang dilaksanakan oleh
berbagai stakeholder tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya
kelompok kerja yang mempersatukan dan mensinkronisasikan program
pertanian dari masing-masing stakeholder tersebut. Kedudukan
Kelompok Kerja Pertanian tersebut dapat berada di dalam institusi
Bappeda.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 58 dari 106
2.2 Faktor Utama Pengembangan Konsep Agropolitan di Kutai Timur
Untuk menentukan faktor utama yang menentukan pengembangan konsep agropolitan
di Kabupaten Kutai Timur, metode yang dilakukan adalah dengan kuesioner pada para
ahli, yang dalam hal ini adalah instansi terkait di Kabupaten Kutai Timur. Instansi
terkait tersebut antara lain Bappeda, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kelautan
dan Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Badan Ketahanan Pangan
Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Badan Penanaman Modal
Daerah, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Dalam konsep Pengembangan
Ekonomi Lokal, terdapat enam faktor utama pendorong, yakni :
1. Kelompok sasaran
Prinsip dari pelibatan kelompok sasaran adalah harus mempertimbangkan
stakeholders kunci pelaku usaha yang ada dalam kegiatan ekonomi lokal
tersebut, yang mencakup pelaku usaha lokal, pelaku usaha baru, dan
investor luar.
2. Faktor lokasi
Mengacu berdasarkan kedalaman ruang lingkup ekonominya, terdapat tiga
faktor lokasi utama yaitu :
a. Faktor lokasi terukur, Indikator: akses ke dan dari lokasi, akses ke
pelabuhan laut dan udara, sarana transportasi, infrastruktur komunikasi,
infrastruktur energi, ketersediaan air bersih, tenaga kerja terampil, dan
jumlah lembaga keuangan lokal.
b. Faktor lokasi tidak terukur pelaku usaha, Indikator:peluang kerjasaman
dan lembaga Penelitian.
c. Faktorlokasi tidak terukur individual, Indikator: kualitas permukiman,
lingkungan, fasilitas pendidikan dan pelatihan, pelayanan kesehatan,
fasos dan fasum, serta etos kerja SDM.
3. Kesinergian dan fokus kebijakan
Tiga prinsip utama yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
a. Perluasan ekonomi, Indikator kebijakan: iklim investasi, promosi,
persaingan usaha, peran Perusahaan Daerah, jaringan usaha, informasi
tenaga kerja dan pengembangan keahlian
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 59 dari 106
b. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan komunitas, Indikator
kebijakan: berbasis kemitraan swasta, dan keberpihakan pada
pengurangan kemiskinan.
c. Pembangunan wilayah, Indikator utama: kebijakan kawasan industri,
pusat pertumbuhan, pengembangan Komunitas, kerjasama antardaerah,
tataruang PEL, jaringan usaha antarsentra, dan sistem industri
berkelanjutan.
4. Pembangunan berkelanjutan
Konsepsi pembangunan berkelanjutan bertumpu pada tiga pondasi utama
yaitu :
a. Aspek ekonomi, Indikator: pengembangan Industri pendukung,
perusahaan dengan Business Plan, dan inovasi perusahaan.
b. Aspek lingkungan, Indikator: penerapan AMDAL, koservasi sumber
daya alam, dan kegiatan daur ulang.
c. Aspek sosial, Indikator : kontribusi PEL terhadap kesejahteraan
masyarakat, PEL dan adat / kelembagaan lokal.
5. Tata pemerintahan
Terdapat tiga indikator kunci dalam perwujudan tata kepemerintahan yaitu:
a. Kemitraan pemerintah dan dunia usaha, indikator: infrastruktur, promosi
dan perdagangan, serta pembiayaan.
b. Pengembangan organisasi, indikator: asosiasi industri yang mencakup
status, peran, dan manfaat.
c. Reformasi sektor publik, indikator: reformasi sistem insentif,
restrukturisasi organisasi pemerintahan, dan prosedur pelayanan publik.
6. Proses manajemen
Dalam proses manajemen PEL, hal mendasar yang perlu diperhatikan
adalah sejauh mana keterlibatan partisipatif masyarakat dalam berbagai
proses manajemen, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
hingga evaluasi.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 60 dari 106
a. Diagnosis partisipatif, indikator: analisis dan Pemetaan PEL yang
mencakup potensi ekonomi, daya saing, kondisi politis lokal, serta
identifikasi stakeholder.
b. Manajemen perencanaan dan pelaksanaan, indikator :jumlah
stakeholder, sinkronisasi (sektoral dan spasial), dan implementasi
perencanaan dalam hal pelibatan.
c. Monitoring dan evaluasi, indikator: frekuensi monitoring, evaluasi, dan
diskusi pemecahan masalah, dan rekomendasi hasil monitoring dan
evaluasi terhadap perencanaan yang akan datang.
Keenam faktor tersebut, kemudian ditanyakan tingkat kepentingannya dalam
pengembangan ekonomi lokal (dengan pengembangan konsep agropolitan) pada 8
dinas terkait yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk dapat menghasilkan hirarki
atau peringkat faktor utama penentu pengembangan ekonomi lokal dengan konsep
agropolitan, maka perlu diketahui hasil penilaian total untuk masing-masing faktor.
Namun, karena stakeholder yang memberikan penilaian beragam keterkaitannya dan
tupoksinya dengan konsep pengembangan ekonomi lokal, maka setiap stakeholder
dibobotkan. Pembobotan yang diberikan disesuaikan dengan tupoksi dan keterkaitan
dengan konsep pengembangan ekonomi lokal dengan agropolitan. Hasil persepsi dari
seluruh stakeholder kemudian dikalikan dengan bobot, sehingga dihasilkan nilai akhir
dari masing-masing faktor.
Hasil akhir penilaian masing-masing faktor kemudian di kategorikan. Kategori terdiri
dari 3, yakni sangat penting, sedang, dan tidak pending. Hasil penilaian kategori untuk
masing-masing faktor adalah sebagai berikut.
Tabel 17 Hasil Nilai dan Kategori Masing-masing FaktorFaktor Indikator Atribut Nilai
AkhirPembu-
latan Kategori
A.KelompokSasaran
PelakuUsaha Lokal
Ketersediaan Modal 1,325 1 sangat pentingPromosi 1,25 1 sangat pentingPeningkatanTeknologi 1,2875 1 sangat penting
Manajemen danKelembagaan 1,55 2 sedang
PelakuUsaha baru
pelatihankewirausahaan 1,25 1 sangat penting
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 61 dari 106
Faktor Indikator Atribut NilaiAkhir
Pembu-latan Kategori
pendampingan danmonitoring 2,5 2 sedang
insentif 2,15 2 sedangkecepatan ijin 1,2 1 sangat penting
investor
kemudahaninvestasi 1,2 1 sangat penting
informasi prospekbisnis 1,1 1 sangat penting
kapasitas berusahadan hukum 1,1 1 sangat penting
keamanan 1,1 1 sangat pentingkampanye 1,7 2 sedangpusat pelayananinvestasi 1,5 1 sangat penting
B. FaktorLokasi
Faktor lokasiterukur
akses ke dan darilokasi 1 1 sangat penting
akses ke pelabuhanlaut dan udara 1,05 1 sangat penting
sarana transportasi 1,1 1 sangat pentinginfrstrukturkomunikasi 1,65 2 sedang
infrastruktur energi 1,05 1 sangat pentingtenaga kerjaterampil 1,7 2 sedang
jumlah lembagakeuangan lokal 2,1 2 sedang
Faktor lokasitidak terukurpelaku usaha
peluang kerja sama 1,0501 1 sangat penting
lembaga penelitian 1,4 1 sangat penting
Faktor lolasitidak terukurindividual
kualitaspermukiman 2,15 2 sedang
lingkungan 1,55 2 sedangfasilitas pendidikandan pelatihan 1,65 2 sedang
pelayanankesehatan 1,35 1 sangat penting
fasos dan fasum 1,7 2 sedangetos kerja SDM 1,55 2 sedang
C.Kesinergiandan FokusKebijakan
PerluasanEkonomi
iklim investasi 1,3 1 sangat pentingpromosi 1,15 1 sangat pentingpersaingan usaha 1,7 2 sedangperan pemerintahdaerah 1,1 1 sangat penting
jaringan usaha 1,5 1 sangat pentinginformasi tenaga 1,675 2 sedang
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 62 dari 106
Faktor Indikator Atribut NilaiAkhir
Pembu-latan Kategori
kerjapengembangankeahlian 2,2 2 sedang
pemberdaya-an masyara-kat danpengembangan komunitas
kegiatan berbasiskemitraan swasta 1,05 1 sangat penting
keberpihakanpengurangankemiskinan
1,575 2 sedang
aspekpembangu-nan wilayah
kebijakan kawasanindustri 1,3 1 sangat penting
pusat pertumbuhan 1,5 1 sangat pentingpengembangankomunitas 1,95 2 sedang
kerjasama antardaerah 1,85 2 sedang
tata ruang PEL 1,15 1 sangat pentingjaringan usaha antarsentra 1,1501 1 sangat penting
sistem industriberkelanjutan 2 2 sedang
D.Pembangu-nanBerkelan-jutan
Ekonomi
pengembanganindustri pendukung 1,299 1 sangat penting
perusahaan denganbusiness plan 1,4 1 sangat penting
inovasi perusahaan 1,4 1 sangat penting
Lingkungan
penerapan AMDAL 1,05 1 sangat pentingkonservasi sumberdaya alam 1,05 1 sangat penting
kegiatan daur ulang 1,85 2 sedang
Sosial
Kontribusi PELterhadapkesejahteraanmasyarakat
1,466666667 1 sangat penting
keberadaanadat/kelembagaanlokal
1,575 2 sedang
E. TataKepemerin-tahan
kemitraanpemerintahdan swasta
infrastruktur 1,1 1 sangat pentingpromosi danperdagangan 1,1 1 sangat penting
pembiayaan 1,2 1 sangat penting
pengembangan organisasi
status asosiasiindustri 1,675 2 sedang
peran asosiasiindustri 1,675 2 sedang
manfaat aosiasi 1,725 2 sedang
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 63 dari 106
Faktor Indikator Atribut NilaiAkhir
Pembu-latan Kategori
industri
reformasisektor publik
sistem insentif 1,65 2 sedangrestrukturisasiorganisasipemerintahan
1,85 2 sedang
prosedur pelayananpublik 1,7 2 sedang
F. ProsesManajemen
Diagnosispartisipatif
analisis potensi dandaya saing ekonomi 1,425 1 sangat penting
pemetaan kondisipolitis lokal 1,35 1 sangat penting
identifikasistakeholders 1,6 2 sedang
perencanaandanpelaksanaanpartisipatif
jumlah stakeholders 1,4 1 sangat pentingsinkronisasi(sektoral danspasial)
1,25 1 sangat penting
Implementasiperencanaan yangmelibatkanmasyarakat
1,2 1 sangat penting
monitoringdan evaluasi
frekuensimonitoring danevaluasi
1,15 1 sangat penting
diskusi pemecahanmasalah 1,425 1 sangat penting
rekomendasi hasilmonitoring danevaluasi terhadapperencanan
1,15 1 sangat penting
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2011
Dari hasil pengkategorian masing-masing faktor seperti pada tabel diatas, selanjutnya
dilakukan analisis frekuensi masing-masing kategori untuk setiap faktor, Hasilnya
adalah berupa hirarki atau urutan antara 6 faktor tersebut dari yang paling dianggap
penting hingga kurang penting. Hasil perhitungan frekuensi adalah sebagai berikut.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 64 dari 106
Tabel 18 Frekuensi Kategori Masing-masing Faktor
No FaktorKategori Frekuensi
(%)Sgt Penting Sedang Tdk Penting1. Kelompok sasaran 10 4 0 71,428572. Faktor Lokasi 7 9 0 43,75
3.Kesinergian dan fokuskebijakan
9 7 0 56,25
4. Pembangunan berkelanjutan 6 2 0 755. Tata kepermintahan 3 6 0 33,333336. Proses manajemen 8 2 0 80
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
Hasil perhitungan frekuensi untuk masing-masing faktor, diketahui bahwa faktor
“proses manajemen” memiliki frekuensi jawaban kategori sangat penting yang lebih
tinggi, yakni 80%. Hal ini karena 8 jawaban menyatakan sangat penting, dan hanya 2
yang menjawab sedang. Sedangkan faktor ‘kelompok sasaran”, walaupun memiliki
jumlah jawaban kategori sangat penting lebih banyak dari faktor “proses manajemen”,
namun jumlah jawaban kategori sedang juga lebih banyak dibandingkan faktor
“proses manajemen”. Oleh karena itu perhitungan frekuensi pada faktor “kelompok
sasaran” lebih rendah dibandingkan faktor “proses manajemen”.
Gambar 32 Grafik Frekuensi Kategori pada Masing-masing Faktor
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Kelompok sasaran
Faktor Lokasi
Kesinergian dan fokus kebijakan
Pembangunan berkelanjutan
Tata kepermintahan
Proses manajemen
Sangat Penting Sedang
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 65 dari 106
Jika diurutkan berdasarkan frakuensi jawaban kategori sangat penting terhadap total
jawaban pada masing-masing faktor, adalah sebagai berikut:
1. Proses manajemen
2. Pembangunan berkelanjutan
3. Kelompok sasaran
4. Kesinergian dan fokus kebijakan
5. Faktor lokasi
6. Tata kepemerintahan
Hasil perhitungan frekuensi kategori masing-masing faktor menunjukkan bahwa
faktor yang dianggap paling penting dalam pengembangan konsep agropolitan di
Kabupaten Kutai Timur adalah faktor proses manajemen. Diagnosis partisipatif,
perencanaan dan pelaksanaan partisipatif, serta monitoring dan evaluasi merupakan
hal yang paling dianggap penting dan paling dipertimbangkan dalam pengembangan
konsep agropolitan di Kabupaten Kutai Timur. Sedangkan faktor tata kepemerintahan,
yang terdiri dari kemitraan pemerintah swasta, pengembangan organisasi, serta
reformasi sektor publik menjadi hal dianggap kurang penting dalam pengembangan
konsep agropolitan di Kabupaten Kutai Timur, jika dibandingkan dengan kelima
faktor utama lainnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa menurut stakeholder (dinas terkait), faktor yang paling
penting dalam pengembangan konsep agropolitan di Kabupaten Kutai Timur adalah
dimulai dari hal-hal yang berkaitan dengan partisipasi dan potensi SDM (masyarakat),
hal-hal yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan dan inovasi pengembangan
kegiatan ekonomi, hal-hal yang berkaitan dengan pendukung kegiatan ekonomi (yang
dilakukan swasta dan masyarakat), hal-hal yang berkaitan dengan infrastruktur, dan
yang terakhir adalah kelembagaan dan pembiayaan (kerjasama pemerintah dan
swasta).
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 66 dari 106
Bagian- 3 Program dan Indikasi Biaya
3.1 Sinkronisasi Program Sektoral
Dalam pengembangan agropolitan diperlukan sebuah sinergi antara program-program
yang dimiliki oleh pemerintah. Dalam arti luas, Kelembagaan pemerintah merupakan
landasan bagi berbagai fungsi layanan dan aliran manfaat untuk mendukung
pembangunan agropolitan. Unsur penting di dalam kelembagaan (Williamson, 1995)
adalah mode of organization dan uncertainty. Mode of organization, berhubungan
dengan altematif dalam sistem produksi antara lain membuat atau membeli (produk
antara), menggunakan modal sendiri atau utang (dalam pasar kredit), tingkat upah
(dalam pasar tenaga kerja), dan dukungan (de) regulasi (dalam privatisasi).
Uncertainty berhubungan dengan risiko-risiko (investment hazard), yang menyertai
kontrak termasuk pula administration cost (kompensasi dalam transaction cost),
demoralization cost (korupsi dan rent seeker), dan beragam policy jangka pendek dan
jangka panjang (seperti pajak, pricing policy, kuota, atau pembatasan lainnya) yang
menyebabkan distorsi dan depresiasi aset.
Lapangan studi untuk mendukung pengembangan kelembagaan ini sangat meluas
mengikuti sistem produksi yang ada dalam wilayah agropolitan, yang difokuskan
dalam analisis kebijakan.
Berdasarkan karakteristik kecamatan yang telah dilakukan pada laporan antara
maupun bagian ke 1 dapat kita lihat bahwa disamping dimensi-dimensi kebijakan
yang menjadi koridor dalam penyusunan program maka kebijakan-kebijakan tersebut
dapat dikelompokkan ke dalam pendekatan spasial. Arah pengembangan Agropolitan
Kabupaten Kutai Timur, dapat dikelompokkan kedalam tiga fungsi utama kluster,
yaitu (1) zona produksi, (2) zona distribusi dan perdagangan, dan (3) zona pengolahan
nilai tambah. Adapun ketiga kluster tersebut tampak sebagai berikut.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 67 dari 106
Gambar 33 Konsep Pengembangan Agropolitan Kutai Timur BerdasarkanPotensi dan Kondisi Kecamatan
Berdasarkan analisis rencana strategis dan rencana kerja pada dinas-dinas yang
diidentifikasikan memiliki kewenangan dan terkait dengan penyelenggaraan
agropolitan diperoleh matriks yang berisi sinkronisasi program terkait agropolitan
seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 68 dari 106
Tabel 19 Program - Program yang Terkait dengan Konsep Agropolitan
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
ZONAPRO-
DUKSI
Melakukandiversifikasipangan untukmenurunkanketergantu-ngan terhadapkonsumsiberas sertamengoptimal-kan bahanpanganlainnya.
Peningkataninvestasi danekspor nonmigas sertapeningkatandaya saing danrevitalisasipertaniandalam arti luas
ProgramPeningkatanKetahananPanganpertanian/perkebunan
Rehabilita-si hutan,lahan dankonservasisumberdaya hutan
ProgramPemanfaa-tan Ruang
Diversifi-kasi anekaprodukhasilperikanan
PeningkatanketahananpanganmasyarakatKutai Timuryang berbasispada sumberdaya alamyang dapatdiperbaharuidenganmemanfaat-kan potensisumber dayalokal danperwilayahankomoditaspertanian.
Penyeleng-garaanpendidikandan pelatihantenaga teknisdanmasyarakat
Penyeleng-garaanPromosiProdukUsahaMikro KecilMenengah
Peningkatankemampuan/kualitas SDMpertanian,Peningkatankemampuan
Programpemberda-yaan penyu-luh pertani-an/perkebu-nan lapa-
Perlindungan danpengama-nan hutan
ProgramPengenda-lianPemanfa-atan Ruang
Tersedianyacadanganpangansesuaidengan jenisdan jumlah
Fasilitasipermodalanbagi usahamikro kecildan menengahdi perdesaan
PelatihanTeknologiPasca Panen
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 69 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
petani secaraindividumaupunkelompok
ngan yangdiperlukan
Melindungikomoditashortikulturadari tekananimpormaupunperlindunganterhadap OPT
ProgramPengemba-nganAgribisnisPerkebunan
Pembinaankelompokmasyarakatpembangunandesa
Pemanfaatanperkaranganuntukpengemban-gan pangan
ProgramPeningka-tanPemanfa-atan PotensiLahan
Pemasyara-katan danpengemba-ngan kerja-sama pene-tapan teknolo-gi tepat guna(TTG) di ka-wasan perde-saan
Pengemba-ngan desamandiri
PeningkatanKapasitasSumber
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 70 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
panganPengemba-ngan pertani-an pada lahankering
DayaManusia
Pengemba-ngan sentra/kawasan pro-duksi horti-kultura sertapenetapankomoditasunggulanpada tiapsentra/ kawa-san pengem-bangan
Pengem-banganInformasiData Statis-tik danSistem Pe-laporan Per-kebunan
Meningkatkanketersediaanbenih ungulbermutu danpupuk/pesti-sida,
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 71 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
Penyediaansarana pro-duksi per-tanian danPengemba-ngan bibitunggul per-tanian sertaadanya Serti-fikasi bibitunggul per-tanianPenangananpasca panendan pengo-lahan hasilpertanian.Pengemba-ngan usahapertanian de-ngan konseppengemba-ngan agrobis-nis agar me-ningkatkan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 72 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
kelayakandalam pe-ngembanganpedesaan danperekonomiandaerah, dian-taranya pe-metaan poten-si hasil per-tanian.Pembangu-nan,Peningk-atan dan Re-habilitasi Iri-gasi/TAM
ZONAPENG-OLAH
Pengemban-gan usaha pertanian dengankonsep pe-ngembanganagrobisnis a-gar mening-katkan kela-yakan dalampengemba-
Peningkataninvestasi danekspor nonmigas sertapeningkatandaya saing danrevitalisasipertaniandalam arti luas
Programpeningkatanpenerapanteknologipertanian/perkebunan
Pengelola-an hutanlestari un-tuk kepen-tingan eko-nomi, pen-didikan danpenelitian
ProgramPemanfa-atan Ruang
Optmali-sasi Pe-ngelolaandan Pema-saran Pro-duksi Per-ikanan
Tata kerjadan kelemba-gaan penyu-luhan yangberorientasikepada Satu-an WilayahKerja Penyu-luhan danKebutuhan
Penyelengga-raan pendi-dikan danpelatihan te-naga teknisdan masyara-kat
Penyeleng-garaanPelatihanKewira-usahaan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 73 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
ngan perde-saan dan pere-konomian da-erah, diantara-nya pemetaanpotensi hasilpertanian
Petani setem-pat
Penyusunanlangkah-lang-kah untuk me-ningkatkandaya saingproduk per-tanian, misal-nya dorongandan insentifpasca panendan peng-olahan hasilpertanian danmelindungipetani daripersainganyang tidaksehat.
PeningkatanKapasitasSumberDayaManusia
ProgramPengenda-lianPemanfa-atan Ruang
Pelatihanketerampilanusaha pertani-an dan peter-nakan
PelatihanTekhnologiPasca Panen
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 74 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
Penangananpasca panendan pengola-han hasilpertanian.
Pengemba-ngan Infor-masi DataStatistik danSistem Pela-poran Per-kebunan
Pelatihan ke-terampilanmanajemenbadan usahamilik desa(BUMDES)
Pembangunanpusat-pusatpenampunganproduksi hasilpeternakanmasyarakat
pembinaansarana danprasaranaperdesaan,pengemba-ngan lembagaposyantekdes,
Penelitian danpengemba-ngan teknolo-gi bioteknolo-gi, teknologibudi daya, Pe-nelitian danpengemba-ngan teknolo-gi pasca pa-nen
Pengemba-ngan infra-struktur/sara-na-prasaranaperdesaan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 75 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
Koordinasiperumusankebijakanpertanahandan infrastru-ktur pertaniandan perdesa-an.
Pemasyara-katan danpengemba-ngan kerjasa-ma penetapanteknologi te-pat guna(TTG) di ka-wasan perde-saan
Peningkatankemampuan/kualitas SDMpertanian, Pe-ningkatan ke-mampuan pe-tani secara in-dividu mau-pun kelompokuntuk mampumemanfaat-kan fasilitasiPemerintah.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 76 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
Pengemba-ngan sisteminformasi pa-sar sertamembuatPengemba-ngan modeldistribusi pa-ngan yangefisien.Penangananpasca panendan pengola-han hasil per-tanianPembangunanpusat-pusatpenampunganproduksi hasilpertanian ma-syarakat yangakan dipasar-kan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 77 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
ZONAPEMASARAN
Penguatan sis-tem pemasa-ran dan mana-jemen usahauntuk menge-lola resiko u-saha pertanianserta untukmendukungpengemba-ngan agroin-dustri.
Peningkataninvestasi danekspor non mi-gas serta pe-ningkatan dayasaing dan revi-talisasi perta-nian dalam artiluas
ProgramPengem-banganAgribisnisPerkebunan
Pengelola-an hutanlestari un-tuk kepen-tingan eko-nomi, pen-didikan danpenelitian
ProgramPengem-bangan da-ta/informa-si
Mencipta-kan sistemkelemba-gaan eko-nomi ma-syarakatpesisir a-tas dasarkemitraandan kewi-rausahaa
Tata kerjadan kelem-bagaan pe-nyuluhanyang ber-orientasi ke-pada SatuanWilayah Ker-ja Penyulu-han dan Ke-butuhan Pe-tani setempat
Penyeleng-garaan pen-didikan danpelatihan te-naga teknisdan masyara-kat
Penyeleng-garaan Pela-tihan Kewi-rausahaan
Menghidup-kan dan mem-perkuat lem-baga pertani-an dan perde-saan untukmeningkatkanakses petaniterhadapsarana pro-duktif.
PeningkatanKapasitasSumber Da-ya Manusia
ProgramPemanfa-atan Ruang
Optmali-sasi Pe-ngelolaamdan Pema-saran Pro-duksi Per-ikanan
Pelatihan ke-terampilan u-saha pertaniandan peterna-kan
Penyeleng-garaan Pro-mosi ProdukUsaha Mi-kro KecilMenengah
Membangundelivery sys-
Pengembangan Infor-
ProgramPengenda-
Kerja sa-ma antara
Pelatihanketerampilan
PelatihanAkutansi
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 78 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
tem dukunganpemerintahuntuk sektorpertanian, danmeningkatkanskala pengu-sahaan yangdapat mening-katkan posisitawar petani.
masi DataStatistik danSistem Pe-laporan Per-kebunan
lian Pe-manfaatanRuang
usahapenangka-pan, pem-budidayasertapengola-han secarabermitra
manajemenbadan usahamilik desa(BUMDES)
Koperasi
Peningkatankemampuanpetani secaraindividu mau-pun kelompokuntuk mampumemanfaat-kan fasilitasiPemerintah
MencariInformasipasar/peluang pasarhasil pro-duksiperikanan
Pengembaganinfrastruktur/sarana-prasa-rana perde-saan
PenyuluhanKelemba-gaan DanManajemenPerkopera-sian
Meningkatkandinamika ke-lembagaanpetani menujukelompok u-saha
Pemasyaraka-tan dan pe-ngembangankerjasama pe-netapan tek-nologi tepat
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 79 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
guna (TTG) dikawasan per-desaan
Penelitian danpengemba-ngan pemasa-ran hasil pro-duksi perta-nianFasilitasi ker-jasama regi-onal/nasional/internasional,penyediaanhasil produksipertaniankomplementerPembangunansarana danprasaranapasar kecam-atan/perdesa-an produksihasil pertani-an
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 80 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
Promosi atashasil produksipertanian/per-kebunan ung-gul daerahPenyuluhanpemasaranproduksipertanian/perkebunanguna meng-hindari teng-kulak dan sis-tem ijonPembangunanpusat-pusatpenampunganproduksi hasilpertanian ma-syarakat yangakan dipasar-kanPengolahaninformasipermintaan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 81 dari 106
ZonaProgram Dinas / Instansi Terkait
Distannak BPMD Disbun Dishut Bappeda DKP BKPD Bappemas KUKM
pasar atashasil produksipertanian ma-syarakatPenyuluhandistribusi pe-masaran atashasil produksipertanianmasyarakatPenyuluhankualitas danteknis ke-masan hasilproduksi per-tanian yangakan dipasar-kan
Sumber : Hasil Analisis 2011
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 82 dari 106
3.2 Matriks Program dan Indikasi Biaya
Dalam subbab ini akan dijelaskan mengenai program – program disetiap zona untuk
kawasan agropolitan baik untuk zona produksi, zona pengolahan, zona pemasaran dan
infrastruktur pendukungnya, dalam tabel dibawah ini nanti dapat membantu
pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam mengambil kputusan atau kebijakan
program apa yang harus dilakukan setiap SKPD atau dinas – dinas yang terkait untuk
menunjang kegiatan agropolitan di Kabupaten Kutai Timur nantinya.
Dengan menggunakan asumsi periode pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
daerah yang menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan program-
programnya, maka dimensi waktu pada program dan indikasi biaya pengembangan
agropolitan juga menggunakan dimensi waktu 5 tahun. Disamping itu, program-
program tersebut juga harus diprioritisasi berdasarkan urgensi serta kapasitas
pembiayaan Pemerintah Daerah. Disini dapat kita lihat program apa yang harus kita
utamakan dilihat dari waktu pelaksananya, waktu pelaksanaan setiap programnya
dibagi menjadi 3 jenis yaitu : Cepat ( dilakukan pada 1 – 2 tahun awal ), Menengah
(dilakukan pada 3 – 4 kedepan) dan Panjang (dilakukan pada tahun ke-5).
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 83 dari 106
Tabel 20 Program Untuk Zona Produksi
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas YangBertanggung JawabIndikasi
BiayaWaktu
Cepat Menengah Panjang
1Programuntuk zonaproduksi
Melakukan diversifikasipangan untuk menurunkanketergantungan terhadapkonsumsi beras sertamengoptimalkan bahan panganlainnya, dan Diversifikasianeka produk hasil perikanan
9.196.681.200 X
1. Dinas Perkebunan
2. Dinas Pertanian danPeternakan
3. Dinas Perikanan dankelautan
Program PeningkatanKetahanan Panganpertanian/perkebunan(Pemanfaatan perkaranganuntuk pengembangan pangan)dengan Konsep Agrobisnis
3.839.802.500 X
1. Dinas Perkebunan
2. Dinas Pertanian DanPeternakan
3. BKPD
Pengembangan desa mandiripangan Pengembanganpertanian pada lahan keringdan Meningkatkanketersediaan benih ungulbermutu dan pupuk/pestisida
27.000.000.000 X
1. Dinas Perkebunan
2. Dinas Pertanian danPeternakan3. Dinas Perikanan danKelautan
4. Dinas KUKM
Melindungi komoditashortikultura dari tekanan impormaupun perlindungan terhadapOPT dan Pengembangansentra/ kawasan produksihortikultura serta penetapankomoditas unggulan pada tiap
757.994.750 X 1. Dinas Pertanian danPeternakan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 84 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas YangBertanggung JawabIndikasi
BiayaWaktu
Cepat Menengah Panjangsentra/ kawasanpengembangan
Penyediaan sarana produksipertanian dan Pengembanganbibit unggul pertanian sertaadanya Sertifikasi bibit unggulpertanian
2.980.795.450 X 1. Dinas Pertanian danPeternakan
membangun delivery systemdukungan pemerintah untuksektor pertanian, danmeningkatkan skalapengusahaan yang dapatmeningkatkan posisi tawarpetani
865.100.050 X
1. Dinas Perkebunan
2. Dinas Pertanian danPeternakan
3. Dinas Perikanan danKelautan
Pengembangan Informasi DataStatistik dan Sistem PelaporanPerkebunan, Pertanian, danperikanan
1.504.021.400 X
1. Dinas Perkebunan
2. Dinas Pertanian danPeternakan3.Dinas Perikanan danKelautan
Program PeningkatanPemanfaatan Potensi Lahandan Peningkatan KapasitasSumber Daya Manusia
2.433.308.850 X
1. Dinas Perkebunan
2.Dinas Pertanian danPeternakan3. Dinas Perikanan danKelautan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 85 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas YangBertanggung JawabIndikasi
BiayaWaktu
Cepat Menengah PanjangPembinaan kelompokmasyarakat pembangunan desadan Fasilitasi permodalan bagiusaha mikro kecil danmenengah di perdesaan
538.094.061 X Bapemas, KUKM
Peningkatan investasi danekspor non migas sertapeningkatan daya saing danrevitalisasi pertanian dalamarti luas
2.400.000.000 X BPMD
Program Pemanfaatan Ruangdan Rehabilitasi hutan, lahandan konservasi sumber dayahutan
901.482.600 X1.Dinas Kehutanan
2.BAPPEDA
TOTAL ANGGARAN 49.436.485.411 4 4 3
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 86 dari 106
Dari data diatas dapat kita ketahui untuk zona produksi terdapat 11 program yang
terkait di masing – masing SKPD, adapun program yang harus dilakukan dalam waktu
dekat atau cepat sebanyak 4 program yang dilakukan oleh 4 Dinas yaitu Dinas
Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Peternakan, dan Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten Kutai Timur, dengan total
anggaran yang harus dikeluarkan untuk program – program cepat sebesar
Rp31.597.797.250,-.
Program untuk jangkah menengah di Zona Produksi ada 4 program dan dinas yang
terakit adalah : Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan, dan Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Bappeda, BPMD ( Badan Penaman Modal
Daerah ), BAPEMAS (Badan Pemberdayaan Masyrakat dan Desa) dan Dinas
Kehutanan, dengan total anggaran sebesar Rp130.69.566.711,-, untuk program jangka
panjang di zona produksi terdapat 3 Program dan Dinas yang terkait untuk program
jangka panjang adalah Dinas BPMD , Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan
Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan di Kabupaten Kutai Timur dengan total
anggaran untuk program jangka panjang sebesar Rp4.769.121.450,-.
Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan mengenai program-program untuk Zona
Pengolahan.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 87 dari 106
Tabel 21 Matriks Program dan Indikasi Biaya untuk Zona Pengolahan
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yangBertanggung JawabIndikasi Biaya
WAKTUCepat Menengah Panjang
2Program untukzonapengolahan
Penyusunan langkah-langkah untukmeningkatkan daya saing produkpertanian, misalnya dorongan daninsentif pasca panen dan pengolahanhasil pertanian dan melindungipetani dari persaingan yang tidaksehat.
1.257.214.350 X1. Dinas Perkebunan,2. Dinas Pertaniandan Peternakan
Pembinaan sarana dan prasaranaperdesaan, pengembangan lembagaposyantekdes, dan Pengembaganinfrastruktur/sarana-prasaranaperdesaan
12.861.644.377X
1. Dinas Perkebunan,2. Dinas Pertaniandan Peternakan3.Dinas Perikanandan Kelautan
Penyelenggaraan pendidikan danpelatihan tenaga teknis ( UsahaPertanian, perikanan ) danmasyarakat dan PenyelenggaraanPelatihan Kewirausahaan sertapelatihan teknologi pasca produksikepada masyarakat desa / petani
1.050.543.493 X Bappemas, KUKM
Peningkatan investasi dan ekspornon migas serta peningkatan dayasaing dan revitalisasi pertaniandalam arti luas
2.400.000.000 X BPMD
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 88 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yangBertanggung JawabIndikasi Biaya
WAKTUCepat Menengah Panjang
Pembangunan pusat-pusatpenampungan produksi hasilpertanian, Peternakan, perkebunandan perikanan masyarakat yang akandipasarakan, dan Penanganan pascapanen dan pengolahan hasilpertanian
8.144.141.500 X
1. Dinas Perkebunan,2. Dinas Pertaniandan Peternakan3.Dinas Perikanandan Kelautan
Pengembangan sistem informasipasar serta membuat Pengembanganmodel distribusi pangan yangefisien.
957.994.750 X1. Dinas Perkebunan,2. Dinas Pertaniandan Peternakan
Penelitian dan pengembanganteknologi biotekhnologi, teknologibudi daya Penelitian danpengembangan teknologi pascapanen
8.230.946.500 X1. Dinas Perkebunan,2. Dinas Pertaniandan Peternakan
Pelatihan keterampilan manajemenbadan usaha milik desa (BUMDES)dan Pemasyarakatan danpengembangan kerjasama penetapanteknologi tepat guna (TTG) dikawasan perdesaan
1.948.000.000 X KUKM
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 89 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yangBertanggung JawabIndikasi Biaya
WAKTUCepat Menengah Panjang
Koordinasi perumusan kebijakanpertanahan dan infrastrukturpertanian dan perdesaan dan Tatakerja dan kelembagaan penyuluhanyang berorientasi kepada SatuanWilatyah Kerja Penyuluhan danKebutuhan Petani setempat
540.567.000 X1. Dinas Pertaniandan Peternakan2. BKPD
TOTAL ANGGARAN 37.391.051.970 5 2 2
Sumber : Hasil Analisis 2011
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 90 dari 106
Dari data diatas dapat kita ketahui untuk zona produksi terdapat 9 program yang
terkait di masing – masing SKPD, adapun program yang harus dilakukan dalam waktu
dekat atau cepat sebanyak 5 program yang dilakukan oleh 6 Dinas yaitu Dinas
Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan, Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, BKPD ( Badan Ketahanan Pangan Daerah ),
dan Bapemas ( Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa ) Di Kabupaten Kutai
Timur, dengan total anggaran yang harus dikeluarkan untuk program – program cepat
sebesar Rp12.940.466.343,- .
Program untuk jangkah menengah di Zona Produksi ada 2 program dan dinas yang
terakit adalah : Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Peternakan, Dinas
Perkebunan, dengan total anggaran sebesar Rp13.819.639.127,-, dan untuk program
jangka panjang di zona produksi terdapat 2 Program dan Dinas yang terkait untuk
program jangka panjang adalah Dinas BPMD , Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan
Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan di Kabupaten Kutai Timur dengan anggaran
sebesar Rp10.630.946.500,-.
Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan mengenai program-program untuk Zona
Pemasaran.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 91 dari 106
Tabel 22 Matriks Program dan Indikasi Biaya untuk Zona Pemasaran
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yang BertanggungJawabIndikasi Biaya
WaktuCepat Menengah Panjang
3Programuntuk ZonaPemasaran
Penguatan sistempemasaran dan manajemenusaha untuk mengelolaresiko usaha pertanianserta untuk mendukungpengembanganagroindustri.
278.029.850 X
1. Dinas Perkebunan,2. Dinas Pertanian danPeternakan3.Dinas Perikanan dan
Kelautan
Menghidupkan danmemperkuat lembagapertanian dan perdesaanuntuk meningkatkan aksespetani terhadap saranaproduktif. Serta Tata kerjadan kelembagaanpenyuluhan yangberorientasi kepada SatuanWilatyah Kerja
4.144.084.950 X1. Dinas Pertanian dan
Peternakan2. BKPD
Pembangunan sarana danprasarana pasarkecamatan/perdesaanproduksi hasil pertanian
10.738.000.000 X
1.KUKM2. Dinas Pertanian danPeternakan3. BAPPEDA
Kerja sama antara usaha X 1. Dinas Kelautan dan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 92 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yang BertanggungJawabIndikasi Biaya
WaktuCepat Menengah Panjang
penangkapan,pembudidayaansertapengolahan secara bermitradan Pemasyarakatan danpengembangan kerjasamapenetapan teknologi tepatguna (TTG) di kawasanperdesaan
1.821.551.500 Perikanan2. Bapemas
Promosi atas hasil produksipertanian/perkebunanunggul daerah danPenyelenggaraan PromosiProduk Usaha Mikro KecilMenengah
2.333.591.000 X
1. Dinas Perkebunan2. Dinas Pertanian dan
Peternakan3. Dinas Kelautan dan
Perikanan4. KUKM
Penyuluhan pemasaranproduksipertanian/perkebunan gunamenghindari tengkulak dansistem ijon dan Penyuluhankualitas dan tekniskemasan hasil produksipertanian yang akandipasarkan
1.247.301.050 X
1. Dinas Perkebunan2. Dinas Pertanian dan
Peternakan3. Dinas Kelautan dan
Perikanan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 93 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yang BertanggungJawabIndikasi Biaya
WaktuCepat Menengah Panjang
Peningkatan kemampuanpetani secara individumaupun kelompok untukmampu memanfaatkanfasilitasi Pemerintah danpendidikan sertapengetahuan tentangteknologi pemasaran kemasyarakat / petani
899.285.150 X
1. Dinas Perkebunan2. Dinas Pertanian dan
Peternakan3. KUKM4. Bapemas
Peningkatan investasi danekspor non migas sertapeningkatan daya saingdan revitalisasi pertaniandalam arti luas
2.400.000.000 X 1. BPMD
Pengembangan InformasiData Statistik dan SistemPelaporan Perkebunanserta Pengolahan informasipermintaan pasar atas hasilproduksi pertanianmasyarakat
108.079.500 X1. Dinas Perkebunan2. Dinas Pertanian
Peternakan
Pengelolaan hutan lestariuntuk kepen-tinganekonomi, pen-didikan dan
175.000.000 X 1. Dinas Kehutanan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 94 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yang BertanggungJawabIndikasi Biaya
WaktuCepat Menengah Panjang
peneli-tian danpengendaian ruang agartetap terjaga
Pengembaganinfrastruktur/sarana-prasarana perdesaan
1.643.047.928 X 1. Bapemas
TOTAL ANGGARAN 25.787.970.928 5 4 2
Sumber : Hasil Analisis 2011
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 95 dari 106
Dari data diatas dapat kita ketahui untuk zona produksi terdapat 11 program yang
terkait di masing – masing SKPD, adapun program yang harus dilakukan dalam waktu
dekat atau cepat sebanyak 5 program yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan, Dinas
Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan, Dinas Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah dan Bapemas Di Kabupaten Kutai Timur, dengan total anggaran
yang harus dikeluarkan untuk program – program cepat sebesar Rp5.440.537.000,-.
Program untuk jangkah menengah di Zona Produksi ada 4 program dan dinas yang
terakit adalah: Dinas kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian,
Peternakan, dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Bappeda, BKPD ( Badan
Penaman Modal Daerah ), BAPEMAS ( Badan Pemberdayaan Masyrakat dan Desa),
dengan total anggaran sebesar Rp16.304.386.000,-, untuk program jangka panjang di
zona produksi terdapat 2 Program dan Dinas yang terkait untuk program jangka
panjang adalah Dinas BPMD , Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan ,
Dinas Pertanian, Peternakan di Kabupaten Kutai Timur dengan anggaran sebesar
Rp4.043.047.928,-.
Berdasarkan hasil analisis terhadap empat jenis infrastruktur dalam proses pertanian,
berikut akan dipaparkan hasil agregat kebutuhan infrastruktur pada kecamatan yang
menjadi wilayah studi, yakni :
Tabel 23 Perhitungan Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur Baru
Kecamatan Kekuranganjalan (km)
Saranairigasi(Ha)
KebutuhanListrik(KW)
KebutuhanToko(unit)
Sangatta Utara 42,52 2,1 - -SangattaSelatan 15 - 289,95 -
Rantau Pulung - - 1099,22 -
Bengalon - 82,5 564,21 -
Kaliorang 42 - 1006,88 4
Kaubun - - 35,28 -
Sangkulirang 4 10,5 555,72 5Sumber: hasil analisis, 2011
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 96 dari 106
Dari banyaknya jenis infratruktur yang dibutuhkan, maka muncul kebutuhan prioritas
berdasarkan kecamatan, untuk pengembangan sarana prasarana pertanian diurutkan
berdasarkan yang paling prioritas, yakni :
1. Kaliorang
2. Sangkulirang
3. Rantau Pulung
4. Sangatta Selatan
5. Bengalon
6. Kaubun
7. SangattaUtara
Berdasarkan urutan prioritas pengembangan infrastruktur tersebut menjadi masukan
dalam penentuan prioritas program pengembangan infrastruktur penunjang
agropolitan di Kabupaten Kutai Timur.
Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan mengenai program-program Pengembangan
Infrastruktur agropolitan.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 97 dari 106
Tabel 24 Program Pembangunan Infrastruktur Penunjang Agropolitan
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yang BertanggungJawabIndikasi Biaya
WaktuCepat Menengah Panjang
4
Pengemba-ngan Infra-strukturPenunjangAgropolitan
PengembanganInfrastruktur JalanKecamatan Sangatta Utara
8.504.000.000 X 1. Dinas Pekerjaan Umum
PengembanganInfrastruktur IrigasiKecamatan Sangatta Utara
210.000 X 1. Dinas Pekerjaan Umum
PengembanganInfrastruktur JalanKecamatan SangattaSelatan
3.000.000X 1. Dinas Pekerjaan Umum
PengembanganInfrastruktur Ketenagalistrikan KecamatanSangatta Selatan
8.698.500 X 1. PLN
PengembanganInfrastruktur Ketenagalistrikan KecamatanRantau Pulung
32.976.000 X 1. PLN
PengembanganInfrastruktur IrigasiKecamatan Bengalon
8.250.000 X 1. Dinas Pekerjaan Umum
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 98 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yang BertanggungJawabIndikasi Biaya
WaktuCepat Menengah Panjang
PengembanganInfrastruktur Ketenagalistrikan KecamatanBengalon
16.926.300X 1. PLN
PengembanganInfrastruktur JalanKecamatan Kaliorang
8.400.000.000 X 1. Dinas Pekerjaan Umum
PengembanganInfrastruktur KetenagaListrikan KecamatanKaliorang
30.206.400X 1. PLN
Pengembangan UnitPerdagangan KecamatanKaliorang
400.000.000X
1. Dinas KUKM2. BPMD
PengembanganInfrastruktur Ketenagalistrikan KecamatanKaubun
1.058.400 X 1. PLN
PengembanganInfrastruktur JalanKecamatan Sangkulirang
800.000.000 X 1. Dinas Pekerjaan Umum
PengembanganInfrastruktur IrigasiKecamatan Sangkulirang
1.050.000 X 1. Dinas Pekerjaan Umum
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 99 dari 106
No Program Sub ProgramIndikator
Dinas yang BertanggungJawabIndikasi Biaya
WaktuCepat Menengah Panjang
PengembanganInfrastruktur Ketenagalistrikan KecamatanSangkulirang
16.671.000 X 1. Dinas Pekerjaan Umum
Pengembangan UnitPerdagangan KecamatanSangkulirang
500.000.000 X1. Dinas KUKM2. BPMD
TOTAL ANGGARAN 18.723.046.600 7 5 3Sumber : Hasil Analisis 2011
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 100 dari 106
Bagian- 4 Kesimpulan dan Rekomendasi
Sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan kegiatan Studi Pengembangan Kawasan
Ekonomi Agropolitan, yang meliputi:
Menganalisa dampak pengembangan agropolitan terhadap perekonomian
wilayah;
Menganalisa tingkat partisipasi masyarakat sebagai pelaku pembangunan
dikawasan agropolitan;
Merumuskan strategi pembangunan yang dapat mendorong pengembangan
kawasan agropolitan.
Maka ada beberapa kesimpulan dan rekomendasi yang dapat diberkan dari kegiatan
studi ini yakni sebagai berikut:
1. Terkait dengan keunggulan share sektor-sektor pertanian dengan melakukan
komparasi antara kecamatan-kecamatan yang masuk ke dalam wilayah studi
dengan kecamatan-kecamatan yang tidak masuk ke dalam wilayah studi
maka diperoleh kesimpulan bahwasannya untuk ketujuh kawasan
agropolitan secara umum memiliki produktivitas subsektor pertanian yang
lebih unggul dibandingkan non-agropolitan. Dengan membandingkan PDRB
per kecamatan untuk subsektor pertanian pada wilayah kajian dengan
wilayah di luar tujuh kecamatan kawasan agropolitan, dapat diamati bahwa
tujuh kecamatan tersebut secara umum memiliki keunggulan pada komoditas
tanaman pangan, peternakan, dan yang paling besar dan utama adalah
perikanan. Sementara untuk sektor kehutanan dan perkebunan, konsentrasi
kegiatan ekonomi masih didominasi di luar wilayah tujuh kecamatan
tersebut.Dari temuan tersebut dapat diperoleh beberapa informasi sebagai
berikut:
a. Sektor Perkebunan yang memiliki share cukup tinggi bagi PDRB sektor
pertanian, kontribusi terbesarnya salah satunya diperoleh melalui
komoditas kako yang ada di Kecamatan Busang. Hal ini perlu menjadi
perhatian tersendiri untuk menjamin kelancaran arus rantai pasok serta
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 101 dari 106
peningkatan value added dari komoditas tersebut melalui
pengintegrasian infrastruktur ke sentra-sentra pengolahan maupun
pemasaran.
b. Pengklasifikasian 7 kecamatan menjadi wilayah studi jangan menjadi
dikotomi sehingga mengakibatkan terjadinya penganak emasan
kecamatan-kecamatan tersebut. Hasil kajian ini lebih ditekankan pada
pemetaan keunggulan dari masing-masing kecamatan sehingga bisa
disinergikan sesuai dengan perannya masing-masing. Tidak tertutup
kemungkinan bahwa fungsi pengolahan dan fungsi pemasaran
memfasilitasi komoditas dari kecamatan lain bahkan dari Kabupaten
lainnya.
2. Perlu pembagian peran antar kecamatan agar diperoleh pemanfaatan sumber
daya dan keunggulan masing-masing kecamatan secara optimal. Fungsi yang
diemban dari masing-masing kecamatan meliputi fungsi produksi, fungsi
pengolahan dan fungsi pemasaran. Fungsi produksi diarahkan pada
peningkatan produktifitas dalam menghasilkan komoditas. Kemudian fungsi
pengolahan diperoleh agar pemanfaatan komoditas ini diperoleh value added
serta tidak ada sumber daya yang terbuang sehingga pada akhirnya dapat
diperoleh keuntungan terbesar. Selanjutnya fungsi pemasaran diperuntukkan
untuk menjaga agar harga komoditas tidak jatuh serta membuka peluang
pasar yang lebih luas. Berdasarkan studi mengenai kondisi dan karakteristik
dari kecamatan yang dijadikan wilayah studi, maka peran dari tiap-tiap
kecamatan tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 25 Profil Sektor dan Komoditas Unggulan Kecamatan
No. Kecamatan SubsektorUnggulan
StatusUnggulan Komoditi Unggulan
1.Sangatta
Utara
Tanaman
Pangan**
Padi, Kedelai, Ubi Kayu,
Kacang Hijau, Kacang
Tanah, Ubi Jalar
Perdagangan ***Mikro, Kecil, Menengah,
Besar
2. Sangatta Perdagangan ** Mikro, Kecil
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 102 dari 106
No. Kecamatan SubsektorUnggulan
StatusUnggulan Komoditi Unggulan
Selatan Industri kecil
(UKM)* Makanan
Perkebunan * Lada
3. Rantaupulung Peternakan *Kambing, Kerbau, Dan
Ayam
4. Bengalon
Tanaman
Pangan**
Jagung, Kedelai, Ubi Kayu,
Kacang Tanah, Kacang
Hijau, Ubi Jalar
Peternakan **Sapi, Kerbau, Kambing,
Ayam, Itik
Perdangan * Mikro
Industri kecil
(UKM)* Kayu, Logam
5. Kaliorang
Tanaman
Pangan***
Padi, Kedelai, Ubi Kayu,
Kacang Tanah, Kacang
Hijau, Ubi Jalar
Perkebunan * Karet, Kelapa
Peternakan * Kambing, Itik
6. Kaubun
Tanaman
Pangan** Padi, Kedelai
Perkebunan * Kopi
Peternakan ** Sapi, Kambing, Itik
Industri kecil
(UKM)* Kulit
7. Sangkulirang
Perkebunan *** Kelapa, Kopi, Lada, Coklat
Peternakan ***Sapi, Kerbau, Kambing,
Ayam, Itik
Perdagangan ***Mikro, Kecil, Menengah,
besar
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 103 dari 106
No. Kecamatan SubsektorUnggulan
StatusUnggulan Komoditi Unggulan
Industri kecil
(UKM)** Makanan, Lain-Lain
Catatan:***) sangat unggul dari rata-rata kecamatan**) cukup unggul dari rata-rata kecamatan*) sedikit unggul dari rata-rata kecamatan
Keunggulan pada sektor produksiKeunggulan pada sektor pengolahKeunggulan pada sektor pemasaran
Peran dari masing-masing kecamatan yang menjadi wilayah studi tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 34 Pembagian Peran Kecamatan Berdasarkan Potensi dan Kondisi
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 104 dari 106
3. Prasyarat dalam rangka membentuk kelembagaan dalam pengelolaan
dan peningkatan peranserta masyarakat dalam pengelolaan agropolitan
yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
Mengadakan dan mengorganisasikan kelompok tani
Meningkatkan kemampuan para petani dan kelompok tani
Mengembangkan kemitraan usaha
Dalam rangka pemenuhan hal tersebut perlu diatur peran dan kedudukan
masing-masing stakeholder yang terkait dengan pengembangan
agropolitan yakni sebagai berikut:
a. Pemerintah, memiliki peran dalam menentukan kebijakan arah
dan strategi pengembangan agropolitan dan agribisnis, serta
menciptakan lingkungan usaha agribisnis yang kondusif dan
memihak pada para petani lokal. Pemerintah perlu mengeluarkan
regulasi terkait:- Regulasi untuk menjamin terciptanya lingkungan bisnis
yang kompetitif dan mencegah monopoli dan kartel.- Regulasi untuk mengontrol kondisi-kondisi monopoli yang
diizinkan, seperti Bulog yang menangani komoditas
stratgeis dan beberapa badan usaha milik negara (BUMN)
yang mengelola usaha utilitas publik.- Regulasi untuk fasilitas perdagangan, termasuk ekspor dan
impor.- Regulasi dalam penyediaan pelayanan publik, terutama
untuk fasilitas layanan yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan agribisnis.- Regulasi untuk proteksi, baik proteksi terhadap konsumen
maupun produsen.- Regulasi yang terkait langsung dengan harga komoditas
agribisnis, input-input agribisnis, dan berbagai peralatan
agribisnis.
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 105 dari 106
- Regulasi terhadap peningkatan ekonomi dan kemajuan
sosial.- Regulasi terhadap sistem pembiayaan agribisnis, seperti
pemodalan dari perbankan, pasar modal, modal ventura,
leasing, dan lain-lain.- Regulasi terhadap sistem penanggungan risiko agribisnis,
seperti keberadaan asuransi pertanian dan bursa komoditas
dengan berbagai instrumennya, seperti future contract,
hedging, option market, dan lain-lain.
b. Lembaga Pemasaran dan Distribusi, berperan sebagai
perantara antara para petani dengan para konsumen
c. Koperasi, berperan dalam menyalurkan input-input pertanian dan
lembaga pemasaran hasil-hasil pertanian.
d. Lembaga Pendidikan Formal dan Informal, berperan dalam
upaya peningkatan produktifitas petani melalui peningkatan
SDM.
e. Lembaga Penyuluhan Pertanian Lapangan, berperan sebagai
penyuluh pada para petani mengenai cara bertani yang baik, juga
sebagai fasilitator dan konsultan pertanian bagi masyarakat.
f. Lembaga Riset, Berperan dalam melakukan riset misalnya pada
usaha diversifikasi olahan komoditas ekspor.
g. Lembaga Penjamin dan Penanggungan Risiko, Berperan
dalam mengatasi dan menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran
para pelaku bisnis dalam bidang agribisnis,
h. Kelompok Kerja Pertanian
Berperan dalam melakukan sinkronisasi program-program terkait
pertanian yang dilaksanakan oleh berbagai stakeholder termasuk
swasta dan LSM. Kedudukan Kelompok Kerja Pertanian tersebut
dapat berada di dalam institusi Bappeda.
4. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada matriks program di
atas, kebutuhan investasi dalam rangka mendukung pengembangan
Laporan AkhirStudi Pengembangan Kawasan Ekonomi AgropolitanKabupaten Kutai Timur
Halaman 106 dari 106
agropolitan di Kabupaten Kutai Timur membutuhkan biaya sebesar
Rp131.338.554.909 dengan rincian sebagai berikut:
a. Untuk investasi di zona produksi membutuhkan biaya sebesar
Rp49.436.485.411,-.
b. Untuk investasi di zona pengolahan membutuhkan biaya sebesar
Rp37.391.051.970,-.
c. Untuk investasi di zona pemasaran membutuhkan investasi
sebesar Rp25.787.046.600
d. Untuk investasi infrastruktur penunjang agropolitan
membutuhkan biaya sebesar Rp18.723.046.600
Biaya tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Kutai Timur, dimana
sebagian besar merupakan indikasi biaya dari masing-masing SKPD.
Hal ini dilakukan mengingat program-program yang diusulkan memang
merupakan program yang tercantum dalam Renstra SKPD, sehingga
secara eksisting anggaran tersebut telah tersedia, bedanya di sini,
program-program tersebut telah disinkronkan dan justru meningkatkan
efektifitas dan efisiensi penggunaan biaya sebab menghindarkan saling
bertimpanya program-program SKPD. Program-program tersebut dapat
meliputi pembangunan fisik maupun non fisik seperti peningkatan
kualitas SDM maupun perbaikan sistem.
Untuk pengembangan infrastruktur dapat bersumber dari APBD akan
tetapi tidak menutup kemungkinan bersumber dari swasta dengan skema
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS).