BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR...

321
Pengembangan Pemikiran Kritis… (Anindita Trinura Novitasari) Page [1] BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN PEMIKIRAN KRITIS DAN KREATIF DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Anindita Trinura Novitasari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) [email protected] Abstrak Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Perubahan paradigma pendidikan yang dahulu berpusat pada guru perlu dilakukan reformasi menjadi berpusat pada siswa. Proses pembelajaran ekspositori yang banyak menekankan pada aspek pengetahuan dan pemahaman kini menuju metode pembelajaran yang inovatif, aktif, dan kreatif. Salah satu model pembelajaran yang mengaktifkan siswa adalah kontekstual teaching and learning (CTL). CTL sebagai model pembelajaran yang banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme. CTL adalah strategi pembelajaran yang menghubungkan pengetahuan pelajar dengan situasi kehidupan nyata. CTL menerapkan 7 komponen pembelajaran efektif, yaitu: Konstruktivistik, Inquiry, question, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian nyata. Melalui model pembelajaran CTL siswa diarahkan untuk berpikir kritis dan kreatif. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri materi yang dipelajari dan dihubungkan dengan kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dan terbentuk pengetahuan baru. Kata Kunci: Konstruktivistik, pemikiran kritis dan kreatif, CTL PENDAHULUAN Kemampuan berpikir kritis dan kreatif merupakan kemampuan yang sangat esensial dalam kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis merupakan berpikir secara beralasan, reflektif, dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan. Sedangkan berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus-menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Kiasan yang digunakan Thomas A. Edison dalam Sudarma (2013) hidup ini ibarat menabuh gendang. Banyak orang yang bisa menabuh gendang, tetapi tidak semua orang mampu memainkannya dengan irama yang merdu. Banyak orang yang menggunakan akal pikirannya, tetapi hanya sedikit orang yang mampu memainkan secara sehat dan kreatif. Maksud dari pernyataan ini bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki nilai kreatif. Namun tidak semua orang dapat mengembangkan kreativitasnya. Semua bergantung pada kemauan manusianya. Ada yang berusaha mengembangkan ada pula yang kurang peduli dengan kreativitasnya sehingga menjadi pribadi yang kurang berkualitas.

Transcript of BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR...

Page 1: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Pemikiran Kritis… (Anindita Trinura Novitasari)

P a g e [ 1 ]

BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN

PENGEMBANGAN PEMIKIRAN KRITIS DAN KREATIF

DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

Anindita Trinura NovitasariUniversitas Negeri Surabaya (UNESA)

[email protected]

AbstrakUpaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan denganpeningkatan mutu pendidikan. Perubahan paradigma pendidikan yang dahuluberpusat pada guru perlu dilakukan reformasi menjadi berpusat pada siswa.Proses pembelajaran ekspositori yang banyak menekankan pada aspekpengetahuan dan pemahaman kini menuju metode pembelajaran yang inovatif,aktif, dan kreatif. Salah satu model pembelajaran yang mengaktifkan siswaadalah kontekstual teaching and learning (CTL). CTL sebagai modelpembelajaran yang banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme. CTL adalahstrategi pembelajaran yang menghubungkan pengetahuan pelajar dengan situasikehidupan nyata. CTL menerapkan 7 komponen pembelajaran efektif, yaitu:Konstruktivistik, Inquiry, question, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi,penilaian nyata. Melalui model pembelajaran CTL siswa diarahkan untukberpikir kritis dan kreatif. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendirimateri yang dipelajari dan dihubungkan dengan kehidupan nyata, sehinggamendorong siswa untuk menerapkannya dan terbentuk pengetahuan baru.

Kata Kunci: Konstruktivistik, pemikiran kritis dan kreatif, CTL

PENDAHULUAN

Kemampuan berpikir kritis dan kreatif merupakan kemampuan yang sangat

esensial dalam kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek

kehidupan lainnya. Berpikir kritis merupakan berpikir secara beralasan, reflektif, dengan

menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan.

Sedangkan berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus-menerus

menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan.

Kiasan yang digunakan Thomas A. Edison dalam Sudarma (2013) hidup ini ibarat

menabuh gendang. Banyak orang yang bisa menabuh gendang, tetapi tidak semua orang

mampu memainkannya dengan irama yang merdu. Banyak orang yang menggunakan

akal pikirannya, tetapi hanya sedikit orang yang mampu memainkan secara sehat dan

kreatif. Maksud dari pernyataan ini bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki nilai

kreatif. Namun tidak semua orang dapat mengembangkan kreativitasnya. Semua

bergantung pada kemauan manusianya. Ada yang berusaha mengembangkan ada pula

yang kurang peduli dengan kreativitasnya sehingga menjadi pribadi yang kurang

berkualitas.

Page 2: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 2 ] P a g e

Kondisi siswa yang ada saat ini bisa dikategorikan sebagai kondisi yang tidak

secara maksimal menampakkan adanya tingkat kritis dan kreatif siswa dalam

pembelajaran. Jika itu pun ada masih dalam ukuran minoritas (lebih sedikit). Kondisi

yang cenderung ada adalah siswa pasif dalam proses pembelajaran di kelas. Mereka

cenderung untuk takut dalam menyampaikan pendapat atau pertanyaan kepada guru

yang mengajar. Ada anggapan dalam intrinsik mereka bahwa pertanyaan ataupun

pendapat mereka bukan seberapa, atau dikhawatirkan mereka salah dan lain sebagainya.

Hal ini yang menjadi salah satu penghambat siswa berpikir kreatif.

Kondisi siswa yang pasif dalam pembelajaran saat ini menjadi hasil penelitian

yang disampaikan oleh Astika, et.al (2013) yang menyatakan bahwa pada kenyataannya,

proses pembelajaran yang ada selama ini belum optimal karena siswa masih belum aktif

dalam mengikuti pelajaran siswa hanya duduk diam dan mendengarkan materi dari guru.

Pembelajaran yang sering dilakukan oleh guru adalah pembelajaran ekspositori

(expository learning) yang berpusat pada guru. Guru menjadi sumber dan pemberi

informasi utama sehingga guru sangat aktif dalam proses pembelajaran tetapi siswa

sangat pasif, menerima dan mengikuti penjelasan guru. Pembelajaran yang seperti ini

menyebabkan siswa tidak dapat berpikir ilmiah dan ketrampilan berpikir kritis siswa

kurang optimal.

Berikut ini ada beberapa alasan yang disampaikan oleh Filsaime (2008:27)

penulis ini menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak

mampu berpikir kritis dan kreatif yaitu: (1). Tidak dapat menghilangkan ketakutan akan

salah; (2). Prediksi akan kegagalan; (3). Kurangnya kepercayaan diri; (4). Kesulitan

berpikir; (5). Kurangnya motivasi intrinsik dan terlalu banyaknya motivasi ekstrinsik;

(6). Toleransi yang rendah pada ambiguitas.

Pembelajaran yang mengaktifkan siswa dalam interaksi sosial melalui penerapan

pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan nyata juga dibenarkan dalam tulisan Costa,

et.al (2013) menyatakan bahwa prinsip pengalaman belajar siswa sangat penting untuk

memperkenalkan tahap kegiatan yang mendekati realita kehidupan sosial yang dimulai

dari sesuatu yang telah mereka ketahui yaitu pemahaman awal, pengetahuan awal yang

mereka miliki. Metodologi yang mengembangkan dasar psikologi pendidikan akan

meningkatkan interaksi sosial siswa selama proses belajar dan tentunya dengan

bimbingan guru.

Dengan pembelajaran kontekstual ini, siswa akan memiliki pengetahuan yang

dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Akan

ada hubungan antara ide dengan aplikasi dalam konteks dunia nyata melalui

menemukan, memperkuat, dan menghubungkan antara pemahaman dengan pengalaman

sampai munculnya makna yang baru.

Melalui penjabaran dari latar belakang penulisan makalah ini di atas, maka

dirumuskan permasalahan apakah model pembelajaran Contextual Teaching And

Learning (CTL) dapat mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif siswa dalam

pembelajaran ekonomi?

Page 3: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Pemikiran Kritis… (Anindita Trinura Novitasari)

P a g e [ 3 ]

PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

Nurhadi (2002) dalam Rusman (2014: 190) menyampaikan suatu konsep bahwa

Contextual Teaching And Learning (CTL) dapat menjadi konsep belajar yang membantu

guru dalam mengaitkan apa yang disampaikan dengan situasi dunia nyata siswa yang

mendorong siswa untuk berpikir dengan mengaitkan menemukan dan menghubungkan

pengetahuan yang dimilikinya dengan kenyataan di sekitarnya. Siswa diberi kesempatan

untuk melakukan, mencoba dan mengalami sendiri (learning to do) untuk memperkuat

pemilikan pengalaman belajar yang aplikatif.

Mengenai pembelajaran yang dituntut untuk mengaktifkan siswa disampaikan

oleh Sudarma (2013:198) disampaikan bahwa model pembelajaran yang monoton atau

doktriner, bukanlah pendekatan yang dapat menyadarkan siswa bahwa memiliki

kemampuan dalam dirinya. Pendekatan pembelajaran yang monoton justru akan

membunuh potensi siswa.

Untuk memperkuat pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa diperlukan

pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk

melakukan, mencoba dan mengalami sendiri. Melalui pembelajaran kontekstual

mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru terhadap siswa tapi lebih

ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari materi kemudian

menghubungkannya dengan kehidupan nyata dan menerapkannya dalam keseharian

siswa.

Interaksi langsung siswa dalam pembelajaran juga dibenarkan dalam penelitian

Albers, C (2008) yang menyatakan bahwa ketika siswa memiliki kesempatan untuk

berinteraksi dengan orang lain, mereka berhasil menginterpretasikan solusi dalam

pengajaran. Pengalaman dalam berkomunikasi mampu memberikan sumber potensi

pengetahuan tentang pengajaran. Interaksi yang terjadi secara konstruktif yang

mencakup pengetahuan tentang tujuan dan panduan implementasi dapat membangun

peningkatan pemikiran seseorang (memunculkan pengetahuan baru).

Belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya (2014:260) adalah (1). Belajar bukan

menghafal, tetapi upaya mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang

mereka peroleh. (2). Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta tetapi berdasar

pengetahuan mengikuti pengalaman yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan seseorang

semakin efektif dalam berpikir. (3). Belajar adalah proses pemecahan masalah. Ini akan

menjadikan anak berkembang secara utuh bukan hanya intelektual, mental juga emosi.

(4). Proses pengalaman sendiri yang akan berkembang bertahap dari yang sederhana

menuju kompleks. Karena itu perkembangan setiap anak berbeda mengikuti irama

kemampuan masing-masing. (5). Belajar pada hakikatnya menangkap pengetahuan dari

kenyataan.

Untuk membangun aspek dari sikap ilmiah siswa, Astika (2013) menyatakan

paradigma dalam proses pembelajaran diharapkan mengalami perubahan proses

pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru (Teacher Centered) berubah menjadi

Page 4: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 4 ] P a g e

berpusat pada siswa (Student Centered). Untuk perubahan ini paradigma pembelajaran

tersebut diharapkan dapat mendorong siswa agar terlibat aktif dalam membangun

pengetahuan, sikap, serta perilaku.

Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, Marhaeni (2007) menyatakan

pendidikan harus memperhitungkan peserta didik sebagai unsur aktif dalam proses

inkuiri, yaitu proses pemecahan masalah yang dihadapinya sendiri (Student Centered). Di

bawah pengaruh perspektif pendidikan yang disebut Progressive Education yang

meyakini bahwa pengalaman langsung adalah inti dari belajar. Peran guru adalah sebagai

fasilitator dan pemandu dalam proses pemecahan masalah peserta didik

Dalam pembelajaran kontekstual dibutuhkan peran guru yang profesional. Guru

diharapkan untuk dapat mendesain lingkungan belajar yang betul-betul dapat

berhubungan dengan kehidupan nyata. Maksudnya guru dituntut untuk dapat mengatur

strategi pembelajaran agar makna dapat diperoleh siswa bukan sekedar memberi

informasi. Guru diharapkan dapat mengelola kelas sebagai fasilitator yang bekerjasama

dengan siswa dalam menemukan hal yang baru.

Profesionalisme guru dan metode penyampaian materi ajar kepada siswa di kelas,

sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Dameus,

et al (2004) menyatakan bahwa para pengajar tertarik untuk membuat para siswa bisa

memahami dan belajar lebih baik. Pengajar akan mengajar lebih baik terkait

penyampaian materi. Konsekuensi dari pengajaran yang tidak efektif sangat krusial jika

siswa tidak paham yang mereka pelajari. Mereka akan kesulitan saat lulus dan

mengaplikasikan ilmu mereka.

Berkaitan dengan kinerja guru, Sukidjo, et.al. (2013) menyatakan dalam

penelitiannya bahwa salah satu indikator pembelajaran dianggap berhasil apabila

mahasiswa merasa puas terhadap pelaksanaan pembelajaran. Partner (2009) dalam

Sukidjo (2013) menyampaikan bahwa keberhasilan proses pembelajaran sangat terkait

dengan minat, perhatian, dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kepuasan

siswa dalam proses pembelajaran dikaji dalam berbagai aspek yaitu materi, sarana,

metode pembelajaran, dan penyampaian materi serta media pembelajaran.

Menurut Brown & Saks (1987) dalam Maas & Meijen (1999) menyatakan bahwa

guru akan mencoba untuk memberikan siswanya kesempatan untuk mencapai hasil

pembelajaran menurut kemampuan mereka, bagaimanapun, tidak semua siswa memiliki

kemampuan yang sama dan guru mengatur perannya bagaimana memahami atas siswa-

siswanya. Pemahaman dan perhatian kepada siswa bagaimanapun, merupakan hal yang

butuh kesabaran dan merupakan hal yang tidak mudah bagi guru dalam menghadapi

karakter siswa yang beragam. Karenanya prestasi dari siswa-siswanya dapat dijadikan

tolak ukur bagi guru dalam memperlakukan siswa dan memahami kemampuannya.

Pentingnya metode pengajaran juga disampaikan dalam penelitian Link and

Rutledge (1975) dalam Dameus, et al (2004) yang menyatakan bahwa, ketika siswa

memiliki pemahaman lebih terhadap materi pelajaran, maka keuntungan akumulatif di

masa depan pada pihak individu maupun sosial akan lebih tinggi. Ini adalah tanggung

Page 5: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Pemikiran Kritis… (Anindita Trinura Novitasari)

P a g e [ 5 ]

jawab lembaga pendidikan serta pendidik untuk mencari metode pengajaran yang lebih

efektif untuk memenuhi ekspektasi individu dan masyarakat terhadap pendidikan.

Meningkatkan metode pengajaran bisa membantu sebuah lembaga pendidikan mencapai

target meraih hasil pembelajaran yang lebih baik.

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat kita pahami bahwa di dalam CTL tidak

hanya siswa yang dituntut memahami materi, tapi guru juga dituntut memiliki

kemampuan melaksanakan proses pembelajaran CTL yang baik. Melalui pemahaman

konsep yang benar dan mendalam terhadap CTL itu sendiri, kemampuan guru akan

terbekali karena memang sudah dibekali konsep materi pembelajaran yang sudah sangat

kuat.

BERPIKIR KRITIS

Definisi berpikir kritis dikonsepkan oleh Ernis (1986) dalam Filsaime (2008:58)

berpikir kritis sebagai hasil interaksi serangkaian dugaan terhadap berpikir kritis,

dengan serangkaian kecakapan untuk berpikir kritis. Dugaan-dugaan berpikir kritis yang

disampaikan Erni meliputi: (1). mencari pernyataan yang jelas atas pertanyaan. (2).

mencari alasan. (3). Mencoba untuk berpengetahuan luas; (4). Berusaha untuk tetap

relevan pada point utama.

Menurut Dewey dalam Fisher (2009) ia menamakan berpikir kritis sebagai

berpikir reflektif dan mendefinisikannya sebagai pertimbangan yang aktif, persistent

(terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang

diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya.

Berdasarkan definisi Dewey ini, ia menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai

sebuah proses aktif. Bagi Dewey jika informasi atau gagasan diterima begitu saja maka

terjadi proses berpikir yang pasif. Bagi Dewey memaknai proses berpikir kritis secara

esensial adalah sebuah proses aktif di mana kita mengajukan pertanyaan untuk diri kita

sendiri, menemukan informasi yang relevan untuk diri kita juga, akan lebih baik dari

pada menerima informasi mentah dari orang lain sehingga kita akan dikatakan pasif.

Kecakapan dalam berpikir kritis juga menjadi dasar dalam konsep berpikir kritis

yang disampaikan oleh Molan (2012: 12) yang menyatakan bahwa walaupun penting

dalan kehidupan sehari-hari, berpikir kritis menjadi sesuatu yang sangat penting bagi

dunia ilmu pengetahuan dan akademik. Karena ilmu pengetahuan selalu berkutat dengan

kebenaran-kebenaran ilmiah berupa tesis dan hipotesis yang akan dijadikan dasar

pengendalian. Kebenaran ini hanya bisa diuji melalui olah pikir yang kritis. Untuk bisa

melakukan pengujian dengan baik, dan akhirnya sampai pada kebenaran sejati, kegiatan

berpikir kritis harus berjalan melalui argumen, penalaran, dan penyimpulan.

Kecakapan siswa dalam berpikir kritis masih rendah, disampaikan oleh Astika

(2013) dalam hasil penelitiannya bahwa rendahnya berpikir kritis ini tampak dari

perilaku siswa yaitu rasa ingin tahu dalam mencari informasi masih rendah. Hal ini

terbukti dari siswa yang hanya menerima informasi dari guru. Sehingga pemahaman

siswa terhadap informasi tersebut masih lemah. Siswa yang cenderung pasif dan guru

Page 6: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 6 ] P a g e

yang hanya memberikan informasi serta model pembelajaran yang masih kurang tepat

dalam proses pembelajaran akan mempunyai dampak. Dampak tersebut yaitu siswa

tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya terutama kemampuan berpikir

kritis. Hal ini akan mengakibatkan ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah akan

susah untuk menyelesaikannya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kemampuan

siswa untuk mencari tahu dan mengembangkan informasi masih rendah sehingga dapat

dinyatakan kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah.

Ada beberapa penghalang untuk berpikir kritis menurut Browne dan Stuart

(1990) dalam Filsaime (2008:94) penghalang tersebut seperti: (1). Tidak mampu

menjaga sikap berpikir kritis, sikap berpikir kritis identik dengan mental yang kuat.

Seorang pemikir kritis tidak akan meninggalkan sikap: mencari sebab dan jawaban setiap

kesempatan (kecerdasan), mencari dan menghargai pandangan perspektif alternatif

(bersifat terbuka), aktif dalam bertanya dalam isu apapun (nalar kritis); (2). Pengalaman

pribadi yang kuat, semakin seseorang memiliki pengalaman akan terjadi banyak

persinggungan dengan fenomena, akan semakin kuat keinginannya untuk bertanya; (3).

Terlalu menyederhanakan, kebanyakan orang tidak mau berpikir kompleks lebih

memilih berpikir simpel. Hal ini mematikan berpikir kritis ketika terlalu

menyederhanakan dengan gagal mempertimbangkan bahwa ada perspektif-perspektif

lain, yang cukup potensial. Di sini berpikir kreatif orang tersebut akan mati; (4).

Kebutuhan psikologis yang kuat, ditandai dengan karakter seseorang yang tidak terbuka

dengan alternatif pendapat orang lain, selalu merasa kesimpulan sendiri yang paling

benar padahal sebaliknya, karakter orang yang seperti ini yang juga mematikan

ketrampilan berpikir kritis.

Penelitian yang dilakukan oleh Nixon-Ponder (1995) dalam Dameus, et al (2004)

menyatakan bahwa masalah yang ada merupakan alat untuk membangun dan

memperkuat skill berpikir kritis. Menurutnya, pertanyaan jenis induktif mendorong

terciptanya dialog dalam ruang kelas. Proses ini mencakup lima langkah termasuk

mendeskripsikan konten, mendefinisikan problem, mengenalinya, mendiskusikan dan

mencari alternatif pemecahannya.

Berpikir kritis dengan jelas menuntut interpretasi dan evaluasi terhadap

observasi, komunikasi, dan sumber-sumber informasi lainnya. Ia juga menuntut

keterampilan dalam memikirkan asumsi-asumsi dalam mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang relevan, dalam menarik implikasi-implikasi. Lebih lanjut, bahwa

berpikir kritis menggunakan jenis berpikir kritis dan reflektif.

BERPIKIR KREATIF

Torrance (1964) dalam Filsaime (2008: 3) menyatakan berpikir kreatif sebagai

salah satu perkembangan puncak dalam tahap pertumbuhan seseorang. Meskipun

pertumbuhan budaya mempengaruhi pertumbuhan puncak, namun anak-anak biasanya

mengalami pertumbuhan puncak di usia 4,5 tahun.

Page 7: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Pemikiran Kritis… (Anindita Trinura Novitasari)

P a g e [ 7 ]

Sudarma (2013) mengklasifikasi definisi kreativitas menjadi empat aspek yaitu:

(1). Kreativitas diartikan sebagai sebuah kekuatan atau energi yang ada dalam diri

individu. Energi ini menjadi dorongan bagi seseorang untuk melakukan yang terbaik. (2).

Kreativitas dimaknai sebagai sebuah proses dalam mengelola informasi, membuat

sesuatu, atau melakukan sesuatu. (3). Kreativitas adalah sebuah produk. Penilaian orang

lain terhadap kreativitas seseorang dikaitkan dengan kualitas produknya; (4). Kreativitas

dimaknai sebagai person, kreativitas dalam hal ini dimaknai pada individunya.

Ada 3 dorongan untuk menjadikan orang kreatif menurut Robert Franken (dalam

Sudarma (2013) yaitu: (1). Kebutuhan untuk memiliki sesuatu yang baru, bervariasi dan

lebih baik; (2). Dorongan untuk mengomunikasi nilai dan ide; (3). Keinginan untuk

memecahkan masalah. Dorongan inilah yang membuat seseorang ingin berkreasi.

Untuk dapat berpikir kreatif, kita harus menghilangkan penghalang-penghalang berpikir

kreatif. Menurut Crutchfield (1973) dalam Filsaime (2008:27) menemukan faktor

penghalang berpikir kreatif, yaitu: (1) Takut kegagalan, ketidaksesuaian atau aib,

ketakutan untuk merealisasikan pemikiran, ide, gagasan karena khawatir dikritik di

depan umum telah tumbuh dalam diri dan ini menghambat kreativitas; (2). Kurang

percaya diri : pengaruh negatif dari dalam diri dan dari luar diri; (3). Kesulitan berpikir;

(4). Kurangnya motivasi intrinsik (dari dalam diri : motivasi) dan terlalu banyaknya

motivasi ekstrinsik (dari luar diri : reinforcement); (5). Toleransi yang rendah pada

ambiguitas (terbuka terhadap banyak kemungkinan).

PEMBAHASAN

Pembelajaran pada umumnya dilaksanakan oleh guru banyak menekankan pada

aspek pengetahuan dan pemahaman. Untuk itu diperlukan metode pembelajaran yang

inovatif, aktif, dan kreatif salah satunya adalah pendekatan Contextual Teaching And

Learning (CTL). Pembelajaran ini dapat membantu siswa dalam menguasai materi

pembelajaran melalui pemikiran kritis dan kreatif dalam mengonstruksi pengetahuan

mereka melalui pengalaman.

Pembelajaran contextual teaching and learning – CTL yang merupakan salah satu

pendekatan pembelajaran, mempelajari pelajaran sesuai topik yang dipelajarinya dengan

aktif. Siswa dilibatkan langsung dalam pengalaman dan bukan hanya dalam proses

mencatat saja. Aplikasi diperkaya dengan pondasi teori yang dimiliki siswa. Diharapkan

siswa dapat berkembang secara utuh bukan aspek kognitif saja tetapi juga aspek afektif

dan psikomotor.

Konsep dan asas dari model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL),

ada tujuan ke arah menciptakan siswa yang kritis dan kreatif. Dalam CTL siswa diberi

kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri materi berdasarkan topik yang

sudah ditentukan. Kemudian siswa diharapkan mampu menghubungkan dari

pemahaman yang pernah diperoleh di sekolah dengan kejadian di sekitarnya.

Pengalaman yang diperoleh siswa sendiri ini akan menjadikan pemahaman siswa

terhadap materi yang diperoleh di sekolah dapat melekat kuat di ingatannya

Page 8: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 8 ] P a g e

(memorinya). Terakhir siswa diharapkan dapat menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari karena materi yang diperoleh di sekolah bukan hanya untuk dihafal tetapi

untuk diaplikasikan.

Melalui pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), siswa dapat

menggunakan pengetahuan awal yang sudah pernah dimiliki melalui proses

konstruktivistik dapat membangun pengetahuan baru yang memiliki makna. Kemudian

siswa mengkonstruksi hingga mereka dapat membangun pengetahuan baru bukan

sekedar menerima pengetahuan. Dalam proses inquiry, siswa melakukan perpindahan

dari pengamatan kondisi nyata disesuaikan dengan pemahaman terhadap suatu konsep

hingga muncul pemahaman baru. Di sini proses berpikir kritis siswa mulai bekerja di

mana mereka dengan berpikir kritis dapat menemukan solusi pemecahan masalah. Pada

komponen questioning menjadi kegiatan guru untuk membimbing, mendorong, dan

menilai kemampuan berpikir siswa, sehingga tercapai yang diharapkan siswa dapat

berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran. Dalam CTL juga terdapat komponen

Learning Community, memiliki makna bahwa dalam CTL terdapat sekelompok orang

yang terikat dalam kegiatan belajar, bertukar pengalaman, berbagi ide, dan bekerjasama

dengan orang lain dalam proses pembelajaran. Kemudian ada komponen modelling,

merupakan pemberian contoh langsung dalam proses pembelajaran. Pada komponen

Reflection, guru mengajak siswa untuk berpikir kembali tentang apa yang telah kita

pelajari, mencatat apa yang telah kita pelajari, dan membahas apa yang telah kita lakukan

untuk membangun suatu perbaikan. Terakhir komponen penilaian Authentic Assessment

memiliki makna pengetahuan dan kemampuan siswa menjadi tolak ukur bagi penilaian

guru melalui penilaian produk atau kinerja secara komprehensif.

Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses belajar yang bertujuan

membantu peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajari

dengan mengaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun karakteristik pembelajaran

berbasis CTL ini adalah kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, tidak

membosankan, belajar lebih bergairah, terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, dan

membudayakan siswa aktif.

Sesuai dari konsep model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL),

bahwa pengetahuan terhadap suatu objek diperoleh siswa melalui mengkonstruksi

sendiri pengalamannya secara aktif dan bertahap sampai muncul pemahaman baru, maka

di sini butuh peran guru yang profesional. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek

dalam pendidikan dengan segala keunikannya. Siswa adalah manusia yang aktif dalam

menggali potensinya sendiri. Kalaupun guru menyampaikan informasi kepada siswa,

guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi tersebut untuk lebih

bermakna dalam kehidupan mereka.

Melalui konsep dan asas pembelajaran TCL ini, dapat kita temui di beberapa

bagian pelaksanaannya (implementasinya) adalah mengembangkan ketrampilan berpikir

kritis dan kreatif pada siswa. Asumsi atau latar belakang yang mendasari dari konteks

CTL adalah: (1). Belajar bukan proses menghafal tapi mengkonstruksi pengetahuan

Page 9: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Pemikiran Kritis… (Anindita Trinura Novitasari)

P a g e [ 9 ]

berdasarkan pengalaman; (2) belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta, tapi ada

keterkaitan antar runtutannya jika siswa dapat menggunakan pola pikir; (3). Belajar

adalah proses pemecahan masalah; (4). Belajar adalah proses pengalaman sendiri dari

yang sederhana menjadi kompleks; (5). Belajar adalah menangkap pengetahuan dari

kenyataan.

Peningkatan berpikir kritis akan diikuti kecakapan berpikir kritis, satuan

pendidikan dapat mulai merumuskan pembelajaran yang tepat untuk

mengimplikasikannya. Seperti pendapat Olsen, 1990 (dalam Filsaime, 2008:78)

disampaikan dalam tulisannya bahwa dalam tahun-tahun terakhir, telah ada anjuran

untuk para pendidik agar memberi perhatian yang lebih pada perkembangan dan

evaluasi kecakapan-kecakapan berpikir kritis. Berpikir kritis juga dianggap sebagai

tujuan pendidikan atau tujuan utama dari semua usaha pendidikan.

Korelasi dari CTL dalam mengembangkan ketrampilan berpikir kreatif siswa,

dapat diserap melalui pemahaman empat aspek dalam kreativitas yaitu: (1). Kreativitas

dimaknai sebagai kekuatan atau energi; (2). Kreativitas dimaknai sebagai proses; (3).

Kreativitas dikenal sebagai sebuah produk; (4). Kreativitas dikenal sebagai person.

Berdasarkan informasi ini disimpulkan bahwa kreativitas adalah kecerdasan yang

berkembang dalam diri individu, dalam bentuk sikap, kebiasaan, dan tindakan dalam

melahirkan sesuatu yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah.

Asas konstruktivisme, inkuiri, dan refleksi sepertinya mencakup dalam kreativitas,

bahkan asas-asas yang lainnya. Seperti yang kita tau bahwa kreativitas adalah kecerdasan

dalam diri seseorang yang berkaitan dengan sikap, kebiasaan, dan tindakan dalam

melahirkan sesuatu yang orisinil. Dapat kita temukan juga hal ini dalam konstruktivisme

di mana siswa dijadikan aktif dalam mengonstruksi pengetahuannya berdasarkan

pengalaman. Dalam proses konstruktivisme ini terdapat ketrampilan kreatif. Siswa

dibentuk untuk menjadi pribadi yang memiliki sikap, kebiasaan, dan tindakan melalui

proses asimilasi dan akomodasi akomodasi hingga terbentuk pengetahuan atau

pemahaman yang baru.

Hasil penelitian yang mengajak siswa untuk mulai belajar bertanya dan berpikir

kritis di kelas seperti penelitian yang dilakukan oleh Sadia (2008: 4) yang menyatakan

Berdasarkan strategi-strategi pengembangan keterampilan berpikir kritis dan lima kunci

dalam menciptakan atau mengkreasi suasana belajar yang interaktif (mulai pembelajaran

dengan masalah kontroversi, gunakan keheningan untuk membangkitkan refleksi, atur

ruang kelas untuk membangun interaksi, perpanjang waktu pembelajaran, ciptakan

lingkungan belajar yang nyaman), maka model pembelajaran yang sesuai dalam upaya

mempromosikan keterampilan berpikir kritis siswa yaitu pembelajaran berbasis

masalah, pembelajaran kontekstual, siklus belajar, dan model pembelajaran sains-

teknologi-masyarakat.

Dalam siswa membangun pemikiran kritis dan kreatif mereka melalui

mengkonstruksi pemahamannya siswa dapat selalu meminta bimbingan dari guru

sebagai fasilitator. Hasil penelitian Qisthy, F, et al (2012) menyatakan bahwa pada proses

Page 10: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 10 ] P a g e

perkembangannya, berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan salah satunya

ditentukan oleh kompetensi guru. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator yang

bertugas untuk mengoptimalkan keaktifan dan kreativitas siswa.

Guru tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan teori saja tetapi

kemampuan untuk menyampaikan materi pelajaran agar pembelajaran menjadi hal yang

menyenangkan bagi siswa sehingga siswa dapat dengan mudah memahami materi yang

disampaikan oleh guru. Selain itu guru juga mengondisikan siswa dalam kelas untuk

berada dalam gaya belajar yang aktif. Sebagai tindakan menciptakan daya berpikir

kreatif, siswa dipancing untuk bertanya dengan memberi pertanyaan yang bersifat

rangsangan dan dapat berupa reinforcement ketika siswa menyampaikan pendapat atau

tanggapan.

CTL sebagai model pembelajaran yang dapat membantu guru mempermudah

pemahaman siswa dengan mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapan dalam kehidupan mereka dengan menerapkan tujuh komponen utama

pembelajaran yang efektif (konstruktivistik, inquiry, question, masyarakat belajar,

pemodelan, reflection, penilaian yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian paragraf di atas, bisa kita pahami bahwa pada intinya

pengembangan siswa melalui model pembelajaran CTL di situ siswa benar-benar

dikembangkan kecerdasan pola pikir untuk menjadi individu yang kritis dan kreatif.

Melalui tindakan aktif dalam mengonstruksi pengetahuan yang dimiliki berdasarkan

pengalaman untuk melahirkan pengetahuan dan pemahaman baru melalui bimbingan

dan arahan guru sebagai fasilitator. Proses mengonstruksi sebagai wadah untuk berpikir

kritis, sedangkan menghasilkan pengetahuan dan pengalaman baru sebagai wujud

ketrampilan berpikir kritis dan kreatif siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan penulisan di atas, maka perumusan masalah dalam makalah ini dapat

disimpulkan bahwa:

1. Melalui pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL), dapat melatih siswa

untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya secara optimal

melalui arahan dan bimbingan guru sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses

mencari dan menemukan materi, kemudian menghubungkannya, dan

menerapkannya dalam keseharian mereka.

2. Dalam pembelajaran ekonomi yang cenderung didominasi oleh konsep teoretis dan

pemahaman tentang kurva, dibutuhkan pembelajaran yang efektif untuk

meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi. CTL sebagai salah satu

pembelajaran efektif yang dapat diterapkan untuk siswa secara aktif berdiskusi dan

mengaitkan dengan kehidupan nyata sehingga dapat memperdalam pemahaman

siswa.

Page 11: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Pemikiran Kritis… (Anindita Trinura Novitasari)

P a g e [ 11 ]

3. Guru sebagai fasilitator dalam penerapan model pembelajaran CTL, diharapkan

menguasai materi tentang CTL selain materi pembelajaran yang sudah pasti

dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Albers, C. (Januari 2008). Improving Pedagogy Through Action Learning and ScholarshipOf Teaching and Learning. Journal of International Teaching Sociology, Page 79-86.

Astika, U. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap SikapIlmiah dan Keterampilan Berpikir Kritis. e-Jurnal Program Pasca SarjanaUniversitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA, Vol. 3.

Costa, R, et al. (September 2014). Effective Teaching Methods In The Master's Degree:Learning Strategies, Teaching-Learning Processess, Teacher Training. EuropeanScientific Journal, Edition Vol. 1.

Dameus, A. (September 2004; 48,3). Effectiveness of Inductive and Deductive TeachingMethods in Learning Agricultural Economics: A Case Study. ProQuest AgricultureJournals, Pg 7.

Filsaime, D. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: PreatasiPustaka.

Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Marhaeni. (2007). Pembelajaran Inovatif dan Asesmen Otentik Dalam RangkaMenciptakan Pembelajaran Yang Efektif dan Produktif. Makalah LokakaryaPenyusunan Kurikulum dan Pembelajaran Inovatif di Fakultas Teknologi PertanianUniversitas Udayana 8-9 Desember 2007, Denpasar.

Maas, C. and Maijen, G. (1999). Problem Student: A Contextual Phenomenon. SocialBehaviour and Personality; 1999; 27;4; ProQuest Sociology, Pg 387.

Molan, B. (2012). Logika (Ilmu dan seni berpikir kritis). Jakarta: P.T Indeks.

Rusman. (2014). Model-model pembelajaran (mengembangkan profesionalisme guru).Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sadia, I. (2008, April). Model Pembelajaran Yang Efektif Untuk MeningkatkanKeterampilan Berpikir Kritis (Suatu Persepsi Guru). Jurnal Pendidikan danPengajaran UNDIKSHA, No.2 Tahun XXXXI.

Sanjaya, W. (2014). Strategi Pembelajaran (berorientasi standart proses pendidikan).Jakarta: Kencana.

Sudarma, M. (2013). Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta:PT. RAJA GRAFINDO PERSADA.

Sukidjo, et al. (2013). Pengembangan Character Building dengan Contextual Teaching andLearning dalam Pembelajaran Perpajakan di Jurusan Pendidikan EkonomiFakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Pendidikan, Vol 22,Nomor 1, Maret 2013.

Page 12: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 12 ] P a g e

Qisty, F, et al. (2012). Efektivitas Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)Pokok Bahasan Permintaan, Penawaran, dan Terbentuknya harga Pasar TerhadapPeningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Cilacap Tahun Pelajaran2011 / 2012. Economic Education Analysis Journal I (2) (2012).

Page 13: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Winaika Irawati)

P a g e [ 13 ]

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

(CTL) PADA MATERI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DAN

BISNIS DI SMK

Winaika IrawatiUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakPembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankanpada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan pesertadidik secara nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan danmenerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melaluiproses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akanmerasakan pentingnya belajar, dan akan memperoleh makna yang mendalamterhadap apa yang dipelajarinya. Dengan diterapkannya model pembelajaranCTL siswa menjadi lebih kreatif dan kritis dengan kondisi perilaku konsumen.Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu gurumengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswadan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinyadengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkantujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: konstruktivisme(constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar(learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authenticassessment). Penggunaan model pembelajaran CTL perlu diberikan oleh pendidikdalam proses belajar, agar dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik. Belajardengan model pembelajaran CTL akan mampu mengembangkan kemampuanpeserta didik dalam menyelesaikan masalah-masalah serta mengambilkeputusan secara objektif dan rasional.

Kata Kunci: Pendekatan kontekstual, perilaku konsumen

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

dirinya dan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, sehingga manusia

mampu untuk menghadapi setiap perubahan yang terjadi, menuju arah yang lebih baik.

Pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan

maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran

merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai

pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid (Syaiful Sagala,

2006: 61).

Proses belajar-mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Dalam proses ini

siswa membangun makna dan pemahaman dengan bimbingan guru. Kegiatan belajar-

mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal-hal

secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan

siswa secara aktif. Di sekolah, terutama guru diberikan kebebasan untuk mengelola kelas

yang meliputi strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang efektif,

Page 14: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 14 ] P a g e

disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, guru, dan sumber

daya yang tersedia di sekolah.

Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan menggunakan

metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Dampak

yang lain adalah rendahnya kemampuan bernalar peserta didik dalam pembelajaran. Hal

ini disebabkan karena dalam proses peserta didik kurang dilibatkan dalam situasi

optimal untuk belajar, pembelajaran cenderung berpusat pada pendidik, dan klasikal.

Selain itu peserta didik kurang dilatih untuk menganalisis permasalahan, jarang sekali

peserta didik menyampaikan ide untuk menjawab pertanyaan bagaimana proses

penyelesaian soal yang dilontarkan guru.

Metode mengajar merupakan suatu komponen di dalam kurikulum pemasaran.

Agar suatu kurikulum pemasaran dapat tersusun menjadi suatu satuan yang utuh, maka

diperlukan cara bagaimana seorang pendidik menyampaikan struktur-struktur dan

konsep-konsep pemasaran kepada peserta didik sedemikian rupa sehingga mereka ikut

aktif berpartisipasi di dalam proses belajarnya yang diperoleh baik pengalaman praktis

maupun pengetahuan teori.

Materi perilaku konsumen dalam sekolah menengah kejuruan merupakan materi

yang mampu menjadikan dasar pengetahuan siswa dalam memahami pengertian dari

perilaku konsumen, pola konsumsi, watak konsumen serta perilaku konsumen dalam

pembelian. Namun untuk membuat pemahaman siswa terhadap materi prinsip-prinsip

bisnis ke dalam kehidupan sehari-hari perlu adanya pemahaman yang mendalam melalui

sebuah model pembelajaran.

Dari beberapa model pembelajaran, ada model pembelajaran yang menarik dan

dapat memicu peningkatan penalaran peserta didik yaitu model pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL). Pada dasarnya, pembelajaran CTL adalah suatu sistem

pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan

muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam

pembelajaran ini peserta didik harus dapat mengembangkan ketrampilan dan

pemahaman konsep pemasaran untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian penggunaan model pembelajaran CTL perlu diberikan oleh pendidik

dalam proses belajar, agar dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik. Belajar dengan

model pembelajaran CTL akan mampu mengembangkan kemampuan peserta didik

dalam menyelesaikan masalah-masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan

rasional. Di samping itu juga akan mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis,

logis, dan analitis. Karena itu peserta didik harus benar-benar dilatih dan dibiasakan

berpikir secara kritis dan mandiri.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan perbaikan proses belajar

dengan Penerapan Metode Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)Pada

Materi Perilaku Konsumen Untuk Meningkatkan Profesionalisme Pendidik Dalam

Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia2015.

Page 15: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Winaika Irawati)

P a g e [ 15 ]

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah

Untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching And

Learning (CTL) pada Materi Perilaku Konsumen dalam pembelajaran ekonomi dan bisnis

di SMK. Kajian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan wacana dalam mempelajari

ilmu kependidikan khususnya dalam bidang ekonomi dan juga sebagai bahan referensi

dalam menyusun tulisan serupa.

Pengertian dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning

(CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata

pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara

pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,

warga Negara dan tenaga kerja.

Pembelajaran kontekstual

Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep

belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan

melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: konstruktivisme

(constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning

community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic assessment).

Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen yaitu konstruktivisme, inkuiri,

bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Sebuah

kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut

dalam pembelajarannya. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi

apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas, 2002, dikutip dari buku

Trianto).

Dalam penerapan model pembelajaran CTL, terdapat tujuh komponen pendekatan

CTL yaitu:

a) Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam

struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme,

pengalaman itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari

dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengalaman terbentuk oleh dua faktor penting

yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk

menginterpretasikan objek tersebut.

b) Inkuiri

Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan

melalui proses berpikir secara sistematis. Proses inkuiri dilakukan dalam beberapa

langkah: Merumuskan masalah, Mengajukan hipotesis, Mengumpulkan data, Menguji

hipotesis berdasarkan data yang ditemukan dan Membuat kesimpulan.

c) Tanya Jawab

Page 16: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 16 ] P a g e

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat

dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab

pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Pertanyaan

pendidik digunakan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir peserta didik, sedangkan

pertanyaan peserta didik merupakan wujud keingintahuan. Dalam suatu

pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: Menggali

informasi dan kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran,

Membangkitkan motivasi peserta didik untuk belajar, Merangsang keingintahuan

peserta didik terhadap sesuatu, Memfokuskan peserta didik pada suatu yang

diinginkan dan Membimbing peserta didik untuk menemukan atau menyimpulkan

sesuatu.

d) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Masyarakat Belajar (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar hasil

pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, asas

ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.

e) Pemodelan (Modeling)

Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan

memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik.

Misalnya pendidik memberikan contoh bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat

asing dan lain sebagainya.

f) Refleksi (Reflection)

Yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang

bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum

diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan.

g) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan

sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada pembelajaran

seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada

diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil

tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan

ketrampilan yang diperoleh siswa.

Perilaku Konsumen

Menurut Philip Kotler dan Keller (2009:166) perilaku konsumen didefinisikan

sebagai: Studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,

menggunakan dan bagaimana barang dan jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan

kebutuhan keinginan mereka.

Menurut Zaltman dan Melanie Wallendorf (dalam A.A. Anwar Prabu

Mangkunegara, 2002:4) Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan

hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok dan organisasi dalam mendapatkan,

Page 17: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Winaika Irawati)

P a g e [ 17 ]

menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya

dengan produk, pelayanan, dan sumber-sumber lainnya.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang

berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan

barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler dan

Amstrong dalam Hurriyati (2009:166) terdiri atas:

1. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam terhadap

perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh budaya,

subbudaya, dan kelas sosial pembeli.

a) Budaya

Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan tingkah

laku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting

lainnya.

b) Sub budaya

Sub budaya termasuk nasionalitas, agama, kelompok ras, dan wilayah geografi.

c) Kelas sosial

Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan

para anggotanya menganut nilai-nilai dan tingkah laku yang serupa.

2. Faktor sosial

Faktor sosial yang mempengaruhi perilaku konsumen seperti kelompok kecil,

keluarga serta status sosial dari konsumen.

a) Kelompok

Kelompok meliputi dua faktor yaitu kelompok keanggotaan dan kelompok acuan.

Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan seseorang yang menjadi

anggotanya adalah kelompok keanggotaan. Kelompok acuan berfungsi sebagai

titik perbandingan atau acuan langsung (tatap muka) dan tidak langsung dalam

membentuk sikap atau tingkah laku seseorang.

b) Keluarga

Anggota keluarga sangat mempengaruhi tingkah laku pembeli. Keluarga adalah

organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan telah

diteliti secara mendalam.

c) Peran dan status sosial

Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dapat dilakukan seseorang. Orang

memilih produk yang mencerminkan dan mengkomunikasikan peran mereka

serta status aktual atau status yang diinginkan dalam masyarakat.

d) Faktor pribadi

Page 18: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 18 ] P a g e

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia dan

tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, kepribadian

dan konsep diri.

e) Usia dan tahap siklus hidup

Membeli juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang

mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Pemasar seringkali

menentukan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap.

f) Pekerjaan

Pekerjaan juga mempengaruhi pola konsumsi. Pemasar berusaha mengenali

kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan

jasa mereka.

g) Situasi ekonomi

Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi. Pemasar yang peka

terhadap pendapatan akan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi,

tabungan dan tingkat minat.

h) Gaya hidup

Gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam

psikografiknya. Gaya hidup mencakup sesuatu yang lebih dari sekedar kelas sosial

atau kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan

berinteraksi seseorang secara keseluruhan.

i) Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan

respons yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya

sendiri. Dasar pemikiran konsep diri adalah bahwa apa yang dimiliki seseorang

memberi kontribusi dan mencerminkan identitas mereka.

Profesionalisme

Guru sebagai pendidik merupakan tenaga professional. Mengacu pada Undang-

undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 42 ayat (1) bahwa “pendidik harus memiliki

kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat

jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional”. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan

menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau

kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan

pendidikan profesi.

Guru sebagai agen pembelajaran di Indonesia diwajibkan memenuhi tiga

persyaratan seperti dijelaskan oleh Muchlas Samani (2006), yaitu kualifikasi pendidikan

minimum, kompetensi, dan sertifikasi pendidik. Menurut Rice dan Bishoprik dalam Imam

Wahyudi (2012) guru professional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri

dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. profesionalisme yang dimaksud oleh

Page 19: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Winaika Irawati)

P a g e [ 19 ]

mereka adalah satu proses yang bergerak dari ketidaktahuan menjadi tahu, dan

ketidakmatangan jadi matang.

Kinerja Guru

Kinerja guru adalah prestasi yang diperlihatkan dalam bentuk perilaku. Menurut

Sudarmayanti dalam Imam Wahyudi (2012) kinerja erat hubungannya dengan masalah

produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana untuk

menentukan produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Kinerja guru merupakan

prestasi kerja guru sebagai hasil dorongan atau motivasi yang diperlihatkan dalam

bentuk perilaku. Kinerja guru adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang dibebankan kepadanya yang meliputi menyusun program pembelajaran,

pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan evaluasi dan analisis evaluasi.

PEMBAHASAN

Penerapan Model Pembelajaran CTL Pada Materi Perilaku Konsumen

Berdasarkan silabus Kurikulum 2013 mata pelajaran ekonomi dan bisnis untuk

kelas X semester satu (ganjil) pada kompetensi dasar 3.5 siswa diajak untuk memahami

perilaku konsumen dan produsen serta peranannya dalam kegiatan ekonomi. Dalam

pembahasan mengenai perilaku konsumen terdapat beberapa materi yang harus

disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik yaitu: 1) pengertian perilaku konsumen,

pola konsumsi, watak konsumen serta perilaku konsumen dalam pembelian.

Pembelajaran materi perilaku konsumen dengan menggunakan model pembelajaran CTL

memiliki 3 kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Untuk mencapai tujuan kompetensi, pendidik menerapkan strategi pembelajaran

sebagai berikut:

1. Pendidik menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses

pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari

2. Pendidik menjelaskan prosedur pembelajaran CTL.

3. Peserta didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah peserta

didik (tiap kelompok diberikan tugas yang sama).

4. Peserta didik berdiskusi dengan kelompok masing-masing.

5. Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi.

6. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.

7. Dengan bantuan pendidik, peserta didik menyimpulkan hasil diskusi sesuai dengan

indikator hasil belajar yang harus dicapai.

8. Penilaian.

Penerapan model pembelajaran CTL dalam kelas yaitu pada kegiatan

pendahuluan, guru membimbing peserta didik untuk berdo’a sesuai dengan agama dan

keyakinan masing-masing sebelum pelajaran dimulai, selanjutnya guru

menginformasikan garis besar tujuan pembelajaran materi perilaku konsumen yaitu: (1)

Page 20: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 20 ] P a g e

Guru membuka pelajaran dengan salam. (2) Guru memeriksa kehadiran siswa secara

komunikatif, disiplin, dan tanggung jawab. (3) Pendidik menginformasikan tujuan

pembelajaran perilaku konsumen yang akan dicapai oleh setiap peserta didik.

(4)Pendidik menginformasikan pembelajaran CTL. (5) Pendidik mengelompokkan

peserta didik secara heterogen.

Pada kegiatan inti pembelajaran materi perilaku konsumen, guru mengajak siswa

melaksanakan proses pertama dalam penerapan pembelajaran CTL dengan langkah-

langkah dalam kelas sebagai berikut: (1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan

belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan

mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya tentang perilaku

konsumen. Misalnya dengan cara membaca buku teks tentang pengertian perilaku

konsumen, selain itu guru juga dapat meminta siswa untuk mengamati sebuah fenomena

tentang kondisi perilaku konsumen (2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri

dalam pembelajaran perilaku konsumen (3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan

bertanya, dalam hal ini guru mencoba memancing siswa agar aktif bertanya (4) Setelah

itu ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok) untuk

mendiskusikan tentang materi perilaku konsumen.(5) Hadirkan model sebagai contoh

pembelajaran misalnya dengan model diskusi, guru membagi siswa ke dalam kelompok

dan diberi tugas untuk mengidentifikasi pengertian perilaku konsumen, pola konsumsi,

watak konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen. Pendidik

memberikan informasi materi pembelajaran dengan langkah-langkah penemuan

terbimbing melalui lembar kerja peserta didik yang telah disiapkan untuk didiskusikan

secara berkelompok. Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kemudian melakukan

presentasi hasil diskusi dengan menunjuk salah satu anggota kelompok untuk mewakili

kelompoknya. Pendidik memberikan kesimpulan, rangkuman dari hasil presentasi

kelompok. Pendidik mengecek pemahaman peserta didik dengan tanya jawab. Pendidik

memberikan kuis atau tes kepada peserta didik secara individual. Pendidik memberikan

penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar

individual maupun kelompok. (6) Lakukan penilaian yang sebenarnya pada saat proses

belajar maupun pada hasil belajar.

Di akhir pelajaran maka guru akan melaksanakan kegiatan penutupan. (7) Dalam

kegiatan penutupan ini guru dan siswa bersama-sama melakukan refleksi, (8) kemudian

guru melakukan penilaian yang dapat berupa tes lisan dengan beberapa pertanyaan,

siswa bersama guru memberikan kesimpulan materi pelajaran hari ini sehingga

diperoleh kesimpulan akhir. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut

pembelajaran.

Penilaian dalam Model Pembelajaran CTL Pada Materi Perilaku Konsumen

Penilaian yang dipakai dalam model pembelajaran CTL adalah Penilaian Nyata

(Authentic Assessment) yaitu prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan

(pengetahuan, ketrampilan dan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik

Page 21: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Winaika Irawati)

P a g e [ 21 ]

adalah pada pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari

sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai

tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan

dan ketrampilan yang diperoleh siswa.

Dalam pembelajaran berbasis CTL gambaran perkembangan belajar siswa perlu

diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar.

Focus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta

penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil. Karakteristik authentic assessment

menurut Depdiknas (2003) di antaranya dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar

berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan

dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan

dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang

dilaporkan seperti PR, kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa, laporan,

jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.

SIMPULAN

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan

pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik

secara nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan

kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan

kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya

belajar, dan akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipejarinya.

Dengan diterapkannya model pembelajaran CTL siswa menjadi lebih kreatif dan kritis

dengan kondisi perilaku konsumen. Berpikir kritis dan kreatif merupakan salah satu

faktor yang penting yang harus dimiliki siswa untuk menghadapi MEA 2015.

Proses pembelajaran materi model pembelajaran CTL menyentuh tiga ranah, yaitu

sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan

keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik dan manusia yang

memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak dari peserta didik yang

meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL) dalam pembelajaran, siswa diharapkan mampu mengaitkan antara materi

pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, agar peserta didik

mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan

sehari-hari. Guru sebagai fasilitator diharapkan mampu melaksanakan model

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan maksimal agar hasil

pembelajaran meningkat secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Bandono. 2008. Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).http://www. Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

Page 22: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 22 ] P a g e

(CTL) — Drs. Bandono, MM.htm diakses tanggal 07 april 2015.Trianto, 2009,Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif, Jakarta: Kencana PredanaMedia Group.

Davi, Iwa Umra. 2012. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan MotivasiBelajar Pada Materi Aljabar Bagi Siswa Kelas VIII-B Smp Negeri 10 Malang. Malang:Universitas Negeri Malang.

Hartini, Nanik. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning(Ctl) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas II SDN O2Gambirmanis Pracimantoro Wonogiri. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Kotler, Philip dan Kelvin Lane Keller (diterjemahkan oleh bob sabrana). 2009. ManajemenPemasaran. Edisi 13.Jilid 1. Jakarta:Erlangga

Permatasari, Indhah. 2013. Penerapan Media Mind Mapping Program pada ModelPembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Untuk MeningkatkanMotivasi Dan Hasil Belajar Fisika Pada Siswa Kelas Xi.A2 Sma Negeri 4 Surakarta.Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Rostiawati, Tita. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Ctl Pada Bahan AjarGeometri DanPengukuran Di Sekolah Dasar. Sumedang: UPI kampus Sumedang.

Rusmiati. 2012. Penerapan Model Contextual Teaching And Learning Untuk MeningkatkanAktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Kelas III Sdn 07 Sungai SogaBengkayang. Pontianak: Universitas Tanjungpura.

Sheva, Abraham. 2011. Makalah Pendekatan Kontekstual Learning (CTL).http://www.Abraham Sheva MAKALAH PENDEKATAN KONTEKSTUALLEARNING (CTL).htm diakses tanggal 08 april 2015.

Trianto, 2007, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta:Prestasi Pustaka.

Trianto, 2009, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif, Jakarta: KencanaPredana Media Group.

Wahyudi, Imam. 2012, Mengejar Profesionalisme Guru, Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.

Page 23: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Karakter Siswa… (Yulia Agustina)

P a g e [ 23 ]

PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING PADA PEMBELAJARAN AKUNTANSI DI SMK

(SUATU KAJIAN TEORI)

Yulia AgustinaProgram Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakTujuan nasional pendidikan yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber dayamanusia yang terwujud dalam pengembangan kemampuan, watak sertaperadaban bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pendekatanpembelajaran yang mampu memberikan makna dan membangun kebiasaan baikpada siswa. Contextual teaching and learning (CTL) ditawarkan sebagai sebuahpendekatan holistic terhadap pendidikan yang dapat digunakan oleh semuasiswa baik yang berbakat maupun siswa yang mengalami kesulitan belajar. CTLditawarkan sebagai satu strategi yang sangat menarik karena siswa dapatmengaitkan isi dari mata pelajaran dengan pengalaman sendiri sehingga merekaakan menemukan makna pembelajaran. Selain itu melalui CTL akan membentuksebuah karakter siswa di antaranya tanggung jawab, kedisiplinan, kemandirian,kejujuran, dermawan, suka menolong, gotong-royong/kerjasama, percaya diri,kreatif, pekerja keras, rela berkorban, toleransi, penegak hukum dan persatuan.Pelaksanaan pendidikan karakter yang diintegrasikan pada pembelajaran perlumenggunakan pendekatan CTL, karena proses pendidikan karakter menjadilebih konkret dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-masing.

Kata Kunci: pendidikan karakter, Contextual Teaching and Learning, akuntansi

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kehidupan pada abad ke 21 ini

begitu cepat dan menimbulkan perubahan pada berbagai bidang kehidupan. Begitu pula

di Negara Indonesia, perkembangan IPTEK telah merubah berbagai aspek kehidupan

bangsa Indonesia. Menyikapi hal tersebut maka perlu dipersiapkan kualitas sumber daya

manusia yang baik pula. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak tertinggal, mampu

bersaing di era global dan mampu mengikuti pesatnya perkembangan zaman.

Pada era globalisasi ini persaingan pada dunia kerja juga menjadi semakin ketat.

Ditambah lagi masuknya era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang mana akan

membuka batas-batas perdagangan di Negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Dengan

adanya MEA ini tidak saja perdagangan barang dan jasa yang semakin bebas, melainkan

juga pasar tenaga kerja antarnegara di kawasan Asia Tenggara. Pada era MEA ini Negara-

negara di kawasan Asia Tenggara bebas bersaing untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja

di seluruh kawasan Asia Tenggara. Sehingga nantinya akan banyak warga negara asing

yang akan masuk di perusahaan-perusahaan Indonesia dan juga sebaliknya masyarakat

Indonesia akan dikirim untuk bekerja di perusahaan luar negeri.

Oleh karena untuk menjaga eksistensinya dan mampu bersaing di kancah MEA,

masyarakat Indonesia harus memiliki kemampuan, kompetensi (hard skill) dan juga

Page 24: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 24 ] P a g e

karakter (soft skill) yang tangguh sehingga mampu bersaing di era global ini. Segala

upaya pembangunan sumber daya manusia sangatlah diperlukan untuk mencetak

sumber daya manusia Indonesia yang berdaya saing tinggi.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan dan berperan

dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana yang tercantum dalam

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang menjelaskan

bahwa pendidikan dilakukan agar mendapatkan tujuan yang diharapkan bersama.

Tujuan pendidikan nasional itu sendiri adalah untuk mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang

demokratis serta bertanggungjawab.

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, diperlukan suatu

usaha dan kerja keras sedini mungkin, sehingga timbul gagasan untuk memperbaiki dan

melakukan pembaharuan dari berbagai pihak terutama dari pihak-pihak yang menggeluti

dunia pendidikan.

Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dengan

adanya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, profesionalisme tenaga pendidik,

maupun peningkatan mutu anak didik. Sedangkan untuk mencetak peserta didik yang

mempunyai mutu tinggi maka diperlukan adanya sarana yang berupa lembaga yang

melaksanakan pendidikan formal atau yang lebih dikenal dengan pendidikan sekolah.

Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan potensi

yang dimiliki manusia karena melalui pendidikan manusia dapat teraktualisasi dengan

baik. Dalam wacana pendidikan terdapat dua hal yang sering dipertentangkan yaitu teori

dan praktik, akan tetapi teori pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang paling praktis.

Untuk memahami hubungan teori dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari

diperlukan strategi pembelajaran yang seyogyanya difasilitasi oleh staf pengajar

(guru/dosen).

Strategi pembelajaran yang bertujuan membantu siswa dalam menghubungkan

teori dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari merupakan sesuatu yang perlu

dikembangkan di dunia pendidikan, khususnya di Indonesia. Faktanya siswa-siswa

sekarang tiba di sekolah tanpa persiapan melakukan pembelajaran. Biasanya, mereka

dibatasi oleh pemahaman materi yang akan disampaikan sehingga mereka tidak mampu

memahami materi yang lebih rumit maupun menemukan hal-hal yang tersembunyi.

Mereka seringkali tidak mempunyai kerangka berpikir dalam memahami logika

dari suatu pendapat tertulis. Hal ini merupakan akibat dari keterbatasan pendidikan

tradisional yaitu biasanya siswa hanya menghabiskan waktu untuk mendengarkan

pengajaran dan menyelesaikan latihan-latihan yang membosankan dan akhirnya mereka

mengikuti ujian yang hanya bisa mengungkapkan pemahaman siswa dan mengukur

kemampuan siswa menghafalkan fakta tanpa mereka tahu bahwa sebenarnya bertanya,

diskusi, mencari tahu, berpikir kritis atau terlibat dalam proyek kerja nyata dan

Page 25: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Karakter Siswa… (Yulia Agustina)

P a g e [ 25 ]

pemecahan masalah adalah hal yang penting dari suatu proses pembelajaran (Johnson,

2006).

Begitu pula pada pembelajaran akuntansi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

akan lebih bermakna apabila peserta didik (siswa) itu mengalami apa yang dipelajarinya

bukan sekedar mengetahuinya. Pembelajaran akuntansi yang hanya berorientasi pada

target pencapaian materi (materi oriented) di mana proses kegiatannya dianggap selesai

apabila target bahasan materi dalam kurikulum itu sudah tuntas disajikan kepada

peserta didik diakui berhasil untuk kompetensi jangka pendek dan terbukti gagal untuk

memecahkan persoalan riil dalam kehidupan jangka panjang.

Karakteristik pelajaran akuntansi yang prosedural yaitu satu tahap berhubungan

dan menjadi syarat mengerjakan tahap berikutnya. Sebagai contoh materi persamaan

dasar akuntansi itu berhubungan dan merupakan syarat dalam mengerjakan materi

jurnal umum atau materi laporan keuangan. Oleh karena itu peserta didik dituntut untuk

menguasai setiap tahapan dalam materi akuntansi agar bisa mempelajari semua materi

pelajaran akuntansi dengan tuntas. Hal ini diperlukan untuk memberi keterampilan atau

pengetahuan kepada peserta didik secara komprehensif dan berkesinambungan. Hal ini

mengakibatkan peserta didik mengalami kebosanan atas pelajaran akuntansi. Akibatnya

prestasi belajar mereka juga mengalami penurunan dan kurang bersaing untuk

diterapkan di dunia usaha dan dunia industri.

Agar peserta didik dapat belajar akuntansi dengan berhasil dan menyenangkan,

maka guru diupayakan harus kreatif dan inovatif untuk memilih metode pembelajaran

dalam proses belajar mengajar akuntansi. Salah satu metode pembelajaran yang bisa

digunakan oleh guru akuntansi dalam proses belajar mengajar adalah metode contextual

teaching and learning.

Contextual teaching & learning merupakan suatu strategi pembelajaran yang dapat

membantu siswa dalam memaknai materi pelajaran dengan menghubungkannya pada

kehidupan kesehariannya dan guru sebagai fasilitatornya. Sehingga melalui contextual

teaching & learning guru akuntansi akan mengaitkan antara materi akuntansi yang

diajarkan dengan situasi dunia kerja yaitu dunia usaha dan dunia industri. Serta bisa

mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pembelajaran akuntansi di

sekolah dengan penerapannya di dunia usaha dan dunia industri. Proses pembelajaran

contextual teaching & learning ini berlangsung secara alamiah antara guru kepada

peserta didik, bukan hanya transfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Dalam

konteks ini, peserta didik perlu memahami apa sesungguhnya makna belajar akuntansi

bagi dirinya serta bagaimana mencapainya.

SMK merupakan lembaga vokasional yang memiliki visi dan misi pendidikan

untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil serta siap kerja, lembaga pendidikan ini

mengusung suatu program Praktik Kerja Industri (Prakerin) bagi siswanya yang

ditempatkan di berbagai industri, perusahaan, instansi pemerintah dan badan usaha.

Untuk itu pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching & learning dirasa akan

cocok dan mendukung visi-misi Sekolah Menengah Kejuruan ini.

Page 26: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 26 ] P a g e

Dilihat dari sisi lain, dampak globalisasi pada kehidupan masyarakat mengakibatkan

terjadinya perubahan perilaku dengan cara meniru perilaku dan budaya barat. Dewasa ini

banyak terjadi peristiwa yang menyedihkan antara lain perilaku anarkisme, individualisme,

korupsi dan lunturnya nilai moral. Sehingga mengacu pada UU No 20 tahun 2003 tentang

pendidikan nasional bahwa pendidikan tidak hanya membangun kemampuan melainkan juga

membentuk watak dan peradaban bangsa.

Selanjutnya menurut William Burton dalam Hamalik (2008) bahwa belajar merupakan

suatu proses usaha seseorang untuk memperoleh perubahan suatu tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Selain itu Gulo (2002) juga menyebutkan bahwa belajar merupakan proses berlangsung dalam

diri seseorang yang mengubah tingkah laku, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap dan

berbuat.

Berdasarkan dua teori diatas jelas bahwa tujuan sebuah pendidikan tidak hanya

bertambahnya ilmu pengetahuan melainkan juga perubahan tingkah laku dari karakter yang

kurang baik menjadi karakter yang baik yang akan tercermin dalam watak dan peradaban.

Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai upaya pengembangan karakter bangsa

melalui pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sehingga

pada akhirnya akan mencetak lulusan yang mempunyai karakter dan berdaya saing tinggi

sehingga mampu mengikuti era Masyarakat Ekonomi Asia.

PEMBAHASAN

Peningkatan di bidang pendidikan dirasa perlu dilakukan. Untuk itu diperlukan

sebuah pendekatan pembelajaran yang dapat memberdayakan siswa. SMK sebagai

lembaga vokasional yang tujuannya mempersiapkan tenaga terampil pada bidangnya

dirasa sangat membutuhkan suatu strategi pembelajaran yang dekat dengan dunia nyata

yaitu dunia usaha dan dunia industri.

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran

tentang belajar secara mandiri. Maksudnya adalah pada pembelajaran kontekstual ini

anak mengalami sendiri, mengkonstruk pengetahuan, kemudian memberi makna pada

pengetahuan itu. Anak harus mengetahui makna belajar dan menggunakan pengetahuan

dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.

Siswa sebagai pembelajar, artinya tugas guru mengatur strategi belajar, membantu

menghubungkan pengetahuan lama dan baru, dan memfasilitasi belajar. Lingkungan

belajar memegang peranan penting, artinya siswa aktif bekerja dan belajar di panggung,

sedangkan guru mengarahkan dari dekat.

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau disingkat CTL

menurut Johnson (2006) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong

para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara

menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian

mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, social, dan budaya mereka. Untuk

mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat

keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan

Page 27: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Karakter Siswa… (Yulia Agustina)

P a g e [ 27 ]

pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif,

membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan

menggunakan penilaian autentik.

Dari kutipan di atas menegaskan hakikat CTL yang dapat diringkas dalam tiga hal,

yaitu makna, bermakna, dan dibermaknakan. Setiap manusia, tidak terkecuali siswa

ataupun mahasiswa memiliki response potentiality yang bersifat kodrati. Keinginan untuk

menemukan makna adalah sangat mendasar bagi manusia. Tugas utama pendidik

(fasilitator) adalah memberdayakan potensi kodrati ini sehingga siswa/ mahasiswa

terlatih menangkap makna dari materi yang diberikan.

CTL disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

Dalam kelas kontekstual proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam

bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke

siswa, sebagaimana model pembelajaran konvensional. Tugas guru adalah membantu

siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai tim yang bekerja bersama untuk

menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru dating

dapat menemukan sendiri, bukan dari ungkapan guru. Begitulah peran guru di kelas yang

dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Dengan demikian secara garis besar CTL merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata

siswa sekaligus mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh

komponen pembelajaran yang efektif yaitu : konstruktivisme (constructivism), bertanya

(questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),

permodelan (modeling), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini dinilai mampu meningkatkan

pemahaman siswa tentang sebuah materi. Peningkatan pemahaman ini diukur melalui

peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siga pada tahun

2013. Menurut Siga (2013) dalam penelitiannya tentang penerapan pembelajaran

kontekstual yang menyebutkan bahwa pendekatan kontekstual dan metode problem

posing layak digunakan dalam meningkatkan hasil belajar penyusunan kertas kerja.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat peningkatan dari siklus ke siklus. Keunggulannya

dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan metode problem posing ini

adalah dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa dan dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Penelitian lain yang mendukung dilakukan oleh Deen dan Smith (2006)

yang menyatakan bahwa guru-guru memiliki level pengetahuan yang tinggi mengenai

pembelajaran kontekstual dan pembelajaran kontekstual merupakan hal yang serius di

Amerika Serikat, karena dianggap dapat meningkatkan kemampuan siswa.

Page 28: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 28 ] P a g e

Sedangkan Leksono (2010) menyebutkan bahwa penerapan CTL pada

pembelajaran Sosiologi kelas X di SMA Negeri Tanjung Kabupaten Brebes mendapat

respon positif dan respon negative dari siswa kelas X. Respon positifnya yaitu bahwa

model pembelajaran kontekstual yang diterapkan dalam pembelajaran Sosiologi

memberikan kemudahan siswa dalam memahami kajian sosiologi. Sedangkan respon

negatifnya yaitu banyaknya materi dan kurangnya alat peraga menjadi hambatan dalam

pelaksanaan pembelajaran kontekstual ini.

Sesuai dengan hasil penelitian Karniati dkk pembelajaran dengan pendekatan CTL

ini juga dapat melatih siswa untuk berpikir kritis. Penelitian ini mengkaji tentang

pengaruh penerapan pembelajaran CTL pada kemampuan berpikir kritis matematis

(MCTA) pada mahasiswa PGSD. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa peningkatan

MCTA mahasiswa yang memperoleh CTL lebih baik daripada mahasiswa yang

memperoleh TTL. Jadi pelaksanaan CTL yang dilakukan dengan tujuh komponen yaitu

konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry),

masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), dan penilaian yang

sebenarnya (authentic assessment) ini akan membantu siswa untuk dapat berpikir kritis,

mengeksplor dan mengaktualisasikan ide-ide kreatif mereka. Selain itu juga akan melatih

siswa untuk mandiri dan menumbuhkan sikap social baik antar siswa dengan siswa

maupun siswa dengan guru.

Pada sisi lain, selain kita harus memperhatikan peningkatan kemampuan

akademik siswa, kita sebagai pendidik juga harus memperhatikan kemampuan non

akademik siswa seperti kematangan emosi, perilaku dan juga keterampilan komunikasi

siswa. Namun beberapa orang terkadang masih percaya bahwa keberhasilan pendidikan

bagi anak ditentukan oleh kemampuannya membaca dan berhitung atau dalam sisi

akademik. Hal tersebut tentu tidak 100% benar. Menurut Ratna Megawangi (2010)

bahwa justru kematangan emosi yang terbentuk yang akan menentukan kesuksesan

anak. Banyak contoh di sekitar kita yang menunjukkan bahwa orang yang memiliki

kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia kerja

dan sukses di masyarakat. Sedyaningrum (2006) menggambarkan bahwa prestasi hidup

tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual, namun ia membutuhkan pula

kecerdasan pendorongnya (kecerdasan emosional). Jika kecerdasan intelektual tidak

disertai dengan daya dorong prestasi yang baik, maka kecerdasannya tidak berkembang

karena dibalut oleh lemahnya emosi seperti rasa takut berlebihan, minder, kurang tekun,

kurang ulet, atau karena kelemahan lainnya.

Keberhasilan seorang anak, siswa, mahasiswa, seseorang di sekolah, di tempat

kerja dan di masyarakat tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan otak saja. Bahkan Daniel

Goleman dalam Richard A. Bowell (2004) menyatakan bahwa ”IQ paling-paling

menyumbang 20% pada faktor-faktor yang menentukan sukses dan 80% ditentukan oleh

kecerdasan emosi”.

Menurut Robert K. Cooper dan Ayman dalam Ari Ginanjar (2005) dinyatakan

bahwa ”kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan, memahami, dan secara

Page 29: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Karakter Siswa… (Yulia Agustina)

P a g e [ 29 ]

efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energy, informasi,

koneksi dan pengaruh yang manusiawi”. Oleh karena itu kecerdasan emosi sangat

berkaitan erat dengan suara hati meliputi kejujuran, percaya diri, amanah, inisiatif,

empati, motivasi, optimis, ketangguhan, dan kemampuan beradaptasi di mana

komponen-komponen tersebut dapat dikategorikan sebagai karakter.

Selanjutnya Tim Peneliti dan Pengembangan Kemendiknas mengungkapkan

dalam buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) bahwa pendidikan

karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation)

sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah

menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus

melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good

(moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan

kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.

Pendidikan karakter sebagai usaha untuk menanamkan kebiasaan baik

(habituation) kepada siswa dengan melibatkan pengetahuan yang dimiliki (moral

knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik

(moral action) sehingga membentuk sebuah kecerdasan emosional sebagai wujud

kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik menjadi perhatian khusus bagi bangsa

Indonesia dalam rangka membentuk sumber daya manusia yang berkarakter dan

berdaya saing ini. Sumber daya manusia yang cerdas namun tidak diikuti dengan

karakter yang baik maka sudah pasti tidak akan mampu bersaing apalagi di kancah

regional kawasan Asia tenggara.

Pada tahap ini sekolah khususnya guru mempunyai peran yang sangat penting

untuk membentuk karakter peserta didik. Karena guru menjadi sosok yang bisa ditiru,

diteladani dan menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inspirasi dan

motivasi peserta didiknya. Sikap dan perilaku seorang guru akan sangat membekas

dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa.

Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar untuk menghasilkan generasi

yang berkarakter. Selain dari segi guru, kerjasama antara guru, orang tua dan masyarakat

juga mempunyai peran dalam pembentukan karakter siswa. Guru hendaknya melakukan

kerja sama dengan masyarakat dan orang tua dengan cara menempatkan orang tua dan

masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan pengembangan karakter

siswa.

Selain itu penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif juga akan menunjang

tumbuh dan berkembangnya karakter siswa. Lingkungan terbukti sangat berperan

penting dalam pembentukan pribadi manusia (siswa), baik lingkungan fisik maupun

lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-

fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan

pengembangan karakter siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat saja terintegrasi dalam

pembelajaran maupun dalam bentuk kegiatan pengembangan karakter tersendiri.

Page 30: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 30 ] P a g e

Namun pembelajaran yang berlangsung selama ini seringkali lebih berfokus untuk

mengajarkan sesuatu yang bersifat olah pikir atau kognitif saja yang berarti baru

mengolah keterampilan otak kiri saja. Sementara itu yang berkaitan dengan masalah hati

dan otak kanan belum banyak disentuh. Dalam pembelajaran yang bermuatan dengan

pembangunan karakter (character building) diterapkan secara bersamaan dengan

pembangunan atau pembenahan karakter yang dimiliki oleh pendidik selama ini. Artinya

guru/dosen mulai membenahi, menata dan mengelola dirinya dengan baik sekaligus

berusaha membelajarkan cara membenahi, menata dan mengelola diri kepada

siswa/mahasiswa.

Menurut Foster dalam Doni Kusuma (2010) menyebutkan ada empat ciri dasar

dalam pendidikan karakter yaitu: Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan

diukur berdasar hirarki nilai artinya nilai menjadi pedoman. Kedua, Koherensi yang

memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-

ambing pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar membangun rasa

percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.

Ketiga, otonomi. Seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-

nilai bagi pribadinya. Hal ini dapat dilihat melalui penilaian atas keputusan pribadi tanpa

terpengaruh atau desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan

merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Kesetiaan

merupakan dasar bagi penghormatan atau komitmen yang dipilih.

Selanjutnya Ratna Megawangi (2010) menyakatan tentang penerapan konsep

pendidikan holistik berbasis karakter yang mencakup sembilan pilar karakter yaitu (1)

Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya (2) Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian,

(3) kejujuran/amanah dan arif, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka menolong

dan gotong-royong/kerjasama, (6) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, (7)

kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, kedamaian dan

kesatuan.

Dalam pelaksanaannya pendidikan karakter ini dapat diintegrasikan dengan mata

pelajaran di sekolah. Di sini guru/pendidik dituntut untuk peduli, mau dan mampu

mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter dalam mata pelajaran yang diampunya.

Menurut Sukidjo dkk (2013) pelaksanaan pengembangan karakter yang diintegrasikan

dengan pembelajaran perpajakan mendapatkan respon yang memuaskan dan mampu

mengeksplorasi nilai-nilai karakter seperti rela berkorban, disiplin, penegakan

aturan/hokum, kesadaran pentingnya pajak, ketertiban, dan berbuat jujur atau tidak

berbuat curang dengan menggelapkan pajak. Jadi pendidikan karakter di sini tidak harus

dilaksanakan dengan kegiatan tertentu, mata pelajaran tersendiri atau dengan

guru/dosen pendidikan agama atau pendidikan moral saja, melainkan dapat dilakukan

oleh semua pihak yaitu dengan cara diintegrasikan pada proses pembelajaran.

Menurut Dwi (2007) guru berperan dalam membantu membentuk karakter siswa,

dengan mengajak siswa di kelas untuk peduli dengan lingkungan atau orang lain. Hal ini

dapat dilakukan dengan cara mengajak para siswa untuk melakukan penyuluhan

Page 31: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pengembangan Karakter Siswa… (Yulia Agustina)

P a g e [ 31 ]

pembukuan yang baik bagi koperasi-koperasi kecil dan usaha kecil menengah, maka para

siswa menjadi lebih memahami makna materi yang diperolehnya dan ungkapan terima

kasih dari peserta penyuluhan dapat menumbuhkan rasa bangga bagi para siswa yang

mana perasaan tersebut akan memotivasi para siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar.

Strategi pembelajaran dan pengembangan karakter yang diperkenalkan pada para siswa

ini dapat membuat aktivitas belajar mengajar di kelas menjadi mengasyikkan dan

bermakna.

Pembelajaran seperti yang disebutkan di atas merupakan pembelajaran dengan

pendekatan CTL. Sehingga pembelajaran dengan pendekatan CTL ini perlu

dikembangkan dalam rangka meningkatkan partisipasi dan prestasi siswa. Hal serupa

diungkapkan oleh Sukidjo dkk. Menurut Sukidjo dkk (2013) pembelajaran perpajakan

dengan pendekatan CTL dapat meningkatkan aktivitas, partisipasi karakter siswa dalam

proses pembelajaran. Pelaksanaan pendidikan karakter yang diintegrasikan pada mata

pelajaran juga perlu menggunakan pendekatan CTL sehingga proses pendidikan karakter

menjadi lebih konkret dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kebudayaan

masing-masing.

SIMPULAN

Contextual Teaching and Learning sangat bermanfaat sebagai masukan bagi

pengajar pada materi Akuntansi agar dapat memacu motivasi siswa dengan memaknai

setiap materi yang disampaikan oleh pengajar. Siswa dapat memahami pengembangan

pengetahuan akademik akuntansi pada dunia kerja dan usaha, karena pengajar telah

memberikan pemahaman pengkaitan teori-teori yang ada pada akuntansi dengan kondisi

konteks dunia nyata yang mereka alami sendiri.

CTL ini ditawarkan sebagai sebuah pendekatan holistic terhadap pendidikan yang

dapat digunakan oleh semua siswa baik yang berbakat maupun siswa yang mengalami

kesulitan belajar. CTL ditawarkan sebagai satu strategi yang sangat menarik di antara

metode pengajaran lainnya. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran

akademik misalnya akuntansi dengan pengalaman sendiri, maka mereka akan

menemukan makna dan makna memberikan alasan mereka untuk belajar.

Dalam merancang pembelajaran kita juga harus memperhatikan karakter yang

akan dibentuk setelah pembelajaran. Melalui CTL dalam pembelajaran mata pelajaran

akuntansi ini dipercaya akan membentuk sebuah karakter siswa di antaranya : tanggung

jawab, kedisiplinan, kemandirian, kejujuran/amanah, arif, hormat dan santun,

dermawan, suka menolong, gotong-royong/kerjasama, percaya diri, kreatif, pekerja

keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati, rela berkorban, toleransi,

penegak hokum serta kedamaian dan kesatuan. Pelaksanaan pendidikan karakter yang

diintegrasikan pada pembelajaran perlu menggunakan pendekatan CTL, karena proses

pendidikan karakter menjadi lebih konkret dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-

masing.

Page 32: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 32 ] P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Ari Ginanjar, Agustin. (2005). ESQ (Emotional Spiritual Quotient). Jakarta: Arga.

Deen, Ifraj Shamsid, Betty P. Smith. (2006). Contextual Teaching and Learning Practicesin the Family Consumer Sciences Curriculum. Journal of Family and ConsumerSciences Educatioan Vol 24 No 1, Spring / Summer, 14-27.

Dwi K.S, Crhistine dan Lidya Agustina. (2007). Contextual Teaching and Learning: Inovasidalam Strategi Pembelajaran di Bidang Pendidikan Akuntansi. Jurnal IlmiahAkuntansi, Vol 6 No. 1, 82-90.

Goleman, D. (2001). Kecerdasan Emosional (Terjemahan Hermaya, T.). Jakarta: Gramedia.

Gulo, W. (2002). Startegi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Leksono, A. B. (2010). Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalamProses Belajar Mengajar Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X Pada Pokok BahasanNilai dan Norma Sosial di SMA Negeri 1 Tanjung Kabupaten Brebes TahunAjaran2010/2011. Semarang.

Sedyaningrum, S. (2006). Tiga Potensi Besar Manusia. Surabaya: CV. Cerdas Inti Media.

Siga, R. R. (2013). Peningkatan Hasil Belajar Kertas Kerja Melalui Pendekatan Kontekstualdan Metode Problem Posing di SMA Negeri 3 Tarakan. Surabaya: Program PascaSarjana UNESA.

Sukidjo, Ali Muhson, Mustofa dan Maimun Sholeh. (2013). Pengembangan CharacterBuilding dengan Contextual Teaching and Learning dalam PembelajaranPerpajakan di Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas NegeriYogyakarta. Jurnal Pendidikan Volume 22 Nomor 1 , 1-13.

Page 33: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Ellyza Sri Widyastuti)

P a g e [ 33 ]

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

PADA MATERI KONSEP ILMU EKONOMI

Ellyza Sri WidyastutiUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakDalam menerapkan kurikulum 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RIsangat menyarankan model Discovery Learning untuk mengembangkan sikap,pengetahuan dan keterampilan siswa. Hal tersebut ditandaskan lagi dalampenguatan proses pembelajaran, siswa diarahkan untuk mencari tahu (discovery)bukan diberi tahu, Guru mata pelajaran ekonomi banyak yang belum memilikigambaran yang jelas tentang penerapan discovery learning dalam pembelajaran.Padahal ilmu ekonomi adalah studi tentang manusia dalam kehidupannyasehari-hari, yang mempelajari tindakan individu atau kelompok yang berkaitanerat dengan pencapaian atau pemenuhan alat kebutuhan materi bagikesejahteraan hidup. Dengan menggunakan model pembelajaran discoverylearning, diharapkan bahwa model pembelajaran ini dapat menjadi alternatifuntuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan siswa dalam memahamikonsep ilmu ekonomi serta meminimalisir tingkat kesulitan belajar ekonomi.

Kata Kunci: discovery learning, kesulitan belajar

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, sebab tanpa pendidikan

manusia akan sulit berkembang dan bahkan terbelakang. Dalam pendidikan,

perkembangan kurikulum menuntut siswa untuk selalu aktif, kreatif, dan inovatif dalam

menanggapi setiap mata pelajaran yang diajarkan. Sikap aktif, kreatif, dan inovatif dapat

terwujud dengan menempatkan siswa sebagai objek pendidikan. Peran guru adalah

sebagai fasilitator dan bukan sumber belajar yang paling benar. Seorang guru yang

profesional dituntut untuk dapat menampilkan keahlian di depan kelas. Salah satu

komponen keahlian itu adalah kemampuan untuk menyampaikan pelajaran kepada

siswa. Untuk dapat menyampaikan pelajaran dengan efektif dan efisien, guru perlu

mengenal berbagai jenis model pembelajaran sehingga dapat memilih model

pembelajaran manakah yang paling tepat untuk suatu bidang pengajaran.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 103

tahun 2014 tentang Pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah disebutkan

bahwa pada implementasi Kurikulum 2013 sangat disarankan menggunakan pendekatan

saintifik dengan model-model pembelajaran inquiry based learning, discovery learning,

project based learning dan problem based learning. (2014 : 638).

Selanjutnya pada proses pembelajaran karakteristik penguatannya mencakup:

a) menggunakan pendekatan scientific melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar,

dan mengkomunikasikan dengan tetap memperhatikan karakteristik siswa, b)

menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak pembelajaran untuk semua mata

pelajaran, c) menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberitahu (discovery learning),

Page 34: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 34 ] P a g e

dan d) menekankan kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi, pembawa

pengetahuan dan berpikir logis, sistematis, dan kreatif. (Depdikbud, 2014:13). Bertolak

dari latar belakang tersebut, jelaslah bahwa dalam proses pembelajaran siswa dituntut

untuk mencari tahu, bukan diberitahu. Sehingga model yang relevan adalah Discovery

Learning

Pada praktiknya sangat sedikit guru yang menerapkan model tersebut di dalam

pembelajaran. Begitu juga dalam pembelajaran Ekonomi. Menurut mereka, dalam

pembelajaran Ekonomi, model ini masih terasa asing dan jarang sekali digunakan

sebelumnya, sehingga sulit mendapatkan konsep yang tepat dalam merancang dan

melaksanakan pembelajaran dengan discovery learning tersebut. Di dalam makalah ini

penulis membatasi pembahasan model pembelajaran discovery learning pada materi

konsep ilmu ekonomi.

PEMBAHASAN

Model Pembelajaran

Dalam makalah ini, Discovery Learning dipandang sebagai suatu model

pembelajaran. Hal ini berangkat dari pernyataan yang ada pada lampiran IV Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 103 tahun 2014 BAB IV

tentang pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah disebutkan bahwa pada

implementasi Kurikulum 2013 sangat disarankan menggunakan based learning dan

problem based learning. Pada setiap model tersebut dapat dikembangkan sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. (2014: 554).

Selanjutnya pengertian model pembelajaran didapat juga dari Models of

Teachinghttp://thesecondprinciple.com/teaching-essentials/ models-teaching oleh Wilson

yang menyebutkan bahwa: models of teaching deal with the ways in which learning

environments and instructional experiences can be constructed, sequenced, or

delivered. They may provide theoretical or instructional frameworks, patterns, or examples

for any number of educational components—curricula, teaching techniques, instructional

groupings, classroom management plans, content development, sequencing, delivery, the

development of support materials, presentation methods, etc. Teaching models may even be

discipline or student-population specific.

Discovery Learning

Discovery Learning merupakan pembelajaran berdasarkan penemuan (inquiry-

based), konstruktivis dan teori bagaimana belajar. Model pembelajaran yang diberikan

kepada siswa memiliki skenario pembelajaran untuk memecahkan masalah yang nyata

dan mendorong mereka untuk memecahkan masalah mereka sendiri. Dalam

memecahkan masalah mereka; karena ini bersifat konstruktivis, para siswa

menggunakan pengalaman mereka terdahulu dalam memecahkan masalah. Kegiatan

mereka lakukan dengan berinteraksi untuk menggali, mempertanyakan selama

bereksperimen dengan teknik trial and error. (Bruner http://www.lifecircles- inc.com)

Page 35: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Ellyza Sri Widyastuti)

P a g e [ 35 ]

Children love being in charge of their own learning it gives them the sense of self

worth. It makes the learning more desirable and attainable. Teachers give a problem to

their students and set their students free to solve it on their own, discovering as they go.

Often these classroom can look unorganized or chaotic but, a discovery learning classroom

in fact is organized. It is set up in away for learning to happen with projects, real-life

problems and the learner figuring out.

Pernyataan yang terdapat dalam kutipan di atas menyebutkan bahwa para siswa

memiliki gairah dalam belajar. Guru memberikan masalah kepada para siswa dan

memfasilitasi siswa untuk memecahkannya sendiri. Memang bisa terjadi suasana kelas

agak gaduh karena seperti tidak terkendali, namun sebenarnya mereka dalam kegiatan

yang terorganisasi. Pembelajaran diarahkan sedemikian rupa supaya siswa

menyelesaikan suatu proyek tentang masalah nyata untuk dipecahkan oleh para siswa

sendiri.

Model pembelajaran discovery learning menurut Alma dkk (2010:59) yang juga

disebut sebagai pendekatan inkuiri bertitik tolak pada suatu keyakinan dalam rangka

perkembangan murid secara independen. Model ini membutuhkan partisipasi aktif dalam

penyelidikan secara ilmiah. Hal ini sejalan juga dengan pendapat yang menyatakan

bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas seperti yang terdapat pada

kutipan berikut. “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when

the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to

organize it himself” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103 dalam Depdikbud 2014).

Menurut Borthick dan Jones (2000) menyatakan bahwa dalam pembelajaran

discovery, peserta belajar untuk mengenali masalah, solusi, mencari informasi yang

relevan, mengembangkan strategi solusi, dan melaksanakan strategi yang dipilih. Dalam

kolaborasi pembelajaran penemuan, peserta tenggelam dalam komunitas praktek,

memecahkan masalah bersama-sama.

Hoffman (2000) Belajar discovery adalah ajaran instruktur strategi yang dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan keterlibatan dan relevansi siswa. Ada lima belajar

penemuan yang terdiri dari: pembelajaran berbasis kasus; belajar insidental; belajar

dengan menjelajahi; belajar dengan refleksi; dan pembelajaran simulasi berbasis sendiri,

atau dalam kombinasi, yang dapat diterapkan untuk kegiatan dan pengajaran

keterampilan.

Selanjutnya Depdikbud (2014: 14) juga menyebutkan bahwa Discovery Learning

mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang

prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada

ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.

Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan

kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri

masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran

dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui

proses penelitian.

Page 36: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 36 ] P a g e

Menurut Alma, dkk (2010:61) Model Discovery Learning ini memiliki pola strategi

dasar yang dapat diklasifikasikan ke dalam empat strategi belajar, yaitu penentuan

problem, perumusan hipotesis, pengumpulan dan pengolahan data, dan merumuskan

kesimpulan.

Sedangkan Dedikbud (2014:45) tahapan dalam pembelajaran yang menerapkan

Discovery Learning ada 6, yakni:

a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

b) Pertama-tama peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan

kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar

timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai

kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan

aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang

dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.

c) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

d) Pada tahap ini, guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan

bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk

hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

e) Data collection (Pengumpulan Data)

f) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta

didik untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini

berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)

berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara

dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

g) Data Processing (Pengolahan Data)

h) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah

diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu

ditafsirkan (Syah, 2004:244). Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi,

dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila

perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan

tertentu.

i) Verification (Pembuktian)

j) Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan

alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244).

k) Verifikasi menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar berjalan dengan baik dan

kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan

Page 37: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Ellyza Sri Widyastuti)

P a g e [ 37 ]

suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai

dalam kehidupannya.

l) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

m) Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan

yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah

yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan

hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

Penerapan Discovery Learning pada materi Konsep Ilmu Ekonomi

Kompetensi Dasar:

1. Mensyukuri sumberdaya sebagai karunia Tuhan YME dalam rangka pemenuhan

kebutuhan

2. Bersikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,kreatif, mandiri, kritis dan analitis

dalam mengatasi permasalahan ekonomi

3. Mendeskripsikan konsep ilmu ekonomi

4. Menyajikan konsep ilmu ekonomi

Materi Pokok: Konsep Ilmu Ekonomi

Tujuan Pembelajaran: Setelah pelaksanaan pembelajaran ini, siswa dapat:

1. Menjelaskan pengertian ilmu ekonomi melalui mengkaji refernsi

2. Menyebutkan pembagian ilmu ekonomi melalui diskusi dan mengkaji referensi

3. Menjelaskan pengertian ilmu ekonomi deskriptif dan pengertian ilmu ekonomi

terapan melalui diskusi dan mengkaji referensi

4. Membedakan teori ekonomi mikro dan ekonomi makro melalui diskusi dan mengkaji

referensi

5. Menyusun laporan analisis mengenai konsep ilmu ekonomi secara tertulis melalui

diskusi dan kerja kelompok

6. Menyajikan hasil pengamatan konsep ilmu ekonomi secara lisan melalui diskusi dan

kerja kelompok

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (2 jp )

Langkah-langkah Pembelajaran

Pada awalnya Guru menyampaikan garis besar materi dan penjelasan tentang

konsep ilmu ekonomi yang mencakup tentang pengertian ilmu ekonomi adalah suatu

ilmu yang mempelajari perilaku setiap individu atau segolongan masyarakat di dalam

memenuhi kebutuhannya dan pembagian ilmu ekonomi yang terdiri dari ekonomi

deskriptif, teori ekonomi mikro/makro, dan ekonomi terapan.

Sesudah itu Guru meminta siswa untuk belajar dari pengalaman individu perihal

jual beli barang melalui tanya jawab dan mengarahkan alur berpikir siswa bahwasannya

dalam ilmu ekonomi harus ada yang diprioritaskan dan dikorbankan.

Untuk lebih jelasnya Guru mengajak siswa untuk mengamati video upin ipin

episode beli, pakai, suka yang berdurasi 5 menit. Dalam video itu digambarkan

bagaimana perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Di mana keputusan

Page 38: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 38 ] P a g e

konsumen untuk membeli barang dapat disebabkan karena kebutuhan atau dapat juga

karena keinginan yang timbul dari ketertarikan. Barang yang dibeli biasanya disesuaikan

dengan daya beli tetapi tetap dengan mempertimbangkan kualitas barang tersebut.

Selanjutnya Guru membimbing siswa untuk:

Mengamati:

Mengamati video Upin Ipin “Edisi Beli, Pakai, Suka”

Menanya :

Mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan pengertian ilmu ekonomi

Mengeksplorasi:

Mengumpulkan data/informasi tentang pengertian ilmu ekonomi dari berbagai sumber

yang relevan

Mengasosiasi :

Mengamati video dan mengaitkan dengan informasi/data yang diperoleh dari berbagai

sumber

Mengomunikasikan:

Menyimpulkan tentang pengertian ilmu ekonomi dan memberikan contoh

Dengan demikian siswa dapat melakukan berbagai kegiatan dalam proses discovery

learning yaitu: menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,

mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan tentang konsep

ilmu ekonomi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran di atas.

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

StimulasiGuru memberi stimulasi untuk belajar daripengalaman individu siswa perihal jual belibarang melalui tanya jawab dan mengarahkanalur berpikir siswa, bahwasannya dalam ilmuekonomi harus ada yang diprioritaskan ataudikorbankan. Setelah itu mengajukanpertanyaan: Bagaimana perilaku setiapindividu dalam mencukupi kebutuhannya?

Problem statement(pernyataan/identifikasi masalah)Guru mengajak siswa membuat problemstatement tentang hal-hal yang harusdiperhatikan dalam pengaturan rumah tangga.

Data collection (Pengumpulan Data)Guru meminta siswa membuat kelompokterdiri atas 4 orang. Tugasnya adalahmengumpulkan data/informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalampengaturan rumah tangga dari berbagai

Siswa mendengarkan dan menjawabpertanyaan

Siswa bersama dengan gurumerumuskan problem statementtentang hal-hal yang berkaitandengan pengaturan rumah tangga

Siswa secara berkelompokmengumpulkan data/informasitentang hal-hal yang harusdiperhatikan dalam pengaturanrumah tangga dari berbagai sumber.

Page 39: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Ellyza Sri Widyastuti)

P a g e [ 39 ]

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

sumber yang relevan.

Data Processing(Pengolahan Data)Guru menyuruh siswa dalam kelompokmengolah data dan informasi yang telahdiperoleh para siswa dengan caramengklasifikasikan sesuai bidangnya.

Verification (Pembuktian)Guru menyuruh siswa melakukanpemeriksaan secara cermat untukmembuktikan benar atau tidaknya hipotesisyang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,dihubungkan dengan hasil data processingdengan cara melakukan verifikasi kekelompok lain.

Generalization (menarikkesimpulan/generalisasi)Guru meminta siswa membuat kesimpulanberdasarkan hasil verifikasi, danmerumuskannya untuk menjawab problemstatement tentang hal-hal yang harusdiperhatikan dalam pengaturan rumahtangga.

Dalam kelompok, siswamengklasifikasikan hasil data yangdiperoleh berdasarkan bidangnya.

Dalam kelompoknya, siswamemverifikasi data yang telahdikelompokkan sesuai bidangnyadengan cara melakukan verifikasi kekelompok lain.

Siswa menggeneralisasi hasilverifikasi dan merumuskannya untukmenjawab problem statementtentang hal-hal yang harusdiperhatikan dalam pengaturanrumah tangga.

KESIMPULAN

Discovery Learning diterapkan dengan 6 langkah:

1) Stimulasi, guru bisa mengajak siswa untuk mengingat pengalaman pribadi yang

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan berdasarkan skala prioritas dengan

mempertimbangkan antara pengorbanan dan kepuasan.

2) Merumuskan masalah (hipotesis), guru memaparkan hipotesis tentang hal-hal yang

harus diperhatikan dalam pengaturan rumah tangga.

3) Collecting information, siswa mengamati video upin dan ipin beli, pakai, suka dan

mengaitkannya dengan data/informasi dari berbagai sumber tentang hal-hal yang

harus diperhatikan dalam pengaturan rumah tangga.

4) Data processing. Setelah mengumpulkan informasi, siswa memprosesnya dengan

teman sekelompok.

5) Data verification. Setelah memproses data, para siswa melakukan verifikasi ke

kelompok lain apakah sesuai dengan pemikiran mereka tentang hal-hal yang harus

diperhatikan dalam pengaturan rumah tangga

6) Generalization. Siswa menggeneralisasi/membuat kesimpulan dan hasilnya

dipaparkan di depan kelas.

Page 40: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 40 ] P a g e

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Discovery Learning, Guru harus

selalu memantau dengan cara :

a) Batasi waktu dalam melakukan kegiatan. Supaya siswa benar-benar efektif

menggunakan waktu yang ada dan tidak melebar ke mana-mana.

b) Catatlah dan beri bimbingan kepada siswa yang pasif dan cenderung tidak mau

melakukan apapun.

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari, dkk. 2010. Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar.Bandung: Penerbit Alfabeta.

Borthick, F. dan Jones, Donald R. (2000) Motivation for Collaborative Online LearningInvention and Its Application in Information Systems Security Course. Issues inAccounting Education, Vol. 15, No. 2, pp. 181-210.

Tracy Bicknell-, Paul Seth Hoffman, (2000) "elicit, engage, experience, explore: discoverylearning in library instruction", Reference Services Review, Vol. 28 Iss: 4, pp.313 –322

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia nomor 103 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah

Page 41: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Kemampuan Analisis… (Nanik Sri Setyani)

P a g e [ 41 ]

PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS KONSEP EKONOMI KREATIF MELALUI

METODE PEMBELAJARAN RESITASI

Nanik Sri SetyaniSTKIP PGRI JOMBANG

[email protected]

AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan analisis konsepekonomi kreatif melalui metode pembelajaran resitasi. Penelitian ini termasukpenelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah peserta matakuliahPengantar Ilmu Ekonomi angkatan 2014 B, semester Gasal 2014/2015. Pada saatpra-siklus peneliti menggunakan metode diskusi kelompok, ternyata hasilnyarendah, tidak mencakup kemampuan merinci suatu informasi ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil dengan maksud untuk memperjelas maknanya. Untukmeningkatkan bobot komentar yang bertanggung jawab, peneliti menerapkansiklus pertama dengan metode pembelajaran resitasi. Hasil penelitianmenunjukkan ada 80% mahasiswa sudah menganalisis dengan baik. Saran yangdiberikan peneliti adalah sebaiknya pengajar menunjukkan sumber dasar datayang dipilih, agar kualitas jawaban mereka tidak meluas dan dapatdipertanggungjawabkan.

Kata Kunci: analisis, ekonomi kreatif, resitasi

PENDAHULUAN

Matakuliah Pengantar Ilmu Ekonomi (PIE) adalah matakuliah yang ditempuh

mahasiswa pada semester pertama (transisi masa SMA dan PT). Latar belakang

pendidikan mereka beraneka ragam (SMA, SMK, MA, D3), sehingga peneliti sebagai

pengajar harus mengkondisikan mereka menjadi memiliki dasar pemahaman ekonomi

relatif sama. Diawali dengan pemahaman Ekonomi Mikro di kegiatan sebelum dan

Ekonomi Makro setelah Ujian Tengah Semester (UTS). Untuk materi makro peneliti

mencoba mengkombinasikan pembahasan materi Ekonomi Kreatif melalui analisis

sederhana (kombinasi kurikulum dengan materi yang sedang ‘up to date’, agar

mahasiswa baru (semester I) sudah mencoba berlatih/peka pada permasalahan ekonomi

di masyarakat.

Mahasiswa sering kali berpendapat negatif (negative thinking) pada saat

mengkritisi kebijakan pemerintah, khususnya di bidang Ekonomi. Hal ini terjadi karena

mereka masih menggunakan emosi tanpa menyiapkan sumber data sebagai dasar

berpendapat. Berdasarkan masalah tersebut peneliti sebagai dosen matakuliah

Pengantar Ilmu Ekonomi memiliki pengalaman pada saat membahas masalah ekonomi

melalui media masa/internet. Mahasiswa disuruh berdiskusi kelompok untuk memberi

komentar sekaligus alasannya tentang masalah ekonomi kreatif..

Pada saat ditanyakan secara lisan mereka condong berpikir negatif yaitu

pemerintah belum melakukan langkah-langkah yang jelas untuk menghadapi masalah

Page 42: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 42 ] P a g e

ekonomi. Jika mereka ditanyakan alasannya tidak bisa menjawab/bertanggung jawab

atas pernyataannya, hanya sekedar menjawab tidak setuju. Kondisi inilah yang sering

terjadi, dalam diri/konsep pengetahuan mereka masih minim. Untuk itu perlu

pengembangan diri sendiri terlebih dahulu misalnya dengan metode pembelajaran

resitasi, sebelum mereka bertemu secara kelompok untuk menyatukan pendapat .

Dengan latar belakang tersebut peneliti berusaha meningkatkan kemampuan

menganalisis tentang konsep ekonomi kreatif melalui metode pembelajaran resitasi.

Menurut Koesoema (2007:224) Sekolah merupakan tempat istimewa bagi

penanaman nilai-nilai dan laboratorium bagi latihan pelaksanaan nilai yang membantu

mengembangkan individu menjadi pribadi yang semakin utuh, menghayati kebebasan

dan tanggung jawabnya sebagai individu dan makhluk sosial. Tujuan pendidikan adalah

untuk memajukan budi pekerti sehingga seorang individu menjadi manusia yang berbudi

pekerti luhur dan mampu mencapai kesempurnaan hidup sehingga mampu hidup selaras

dengan alam dan masyarakatnya. Menurut Sutoyo (2007:14) sikap mental positif pada

intinya mengajarkan kepada kita untuk berpikir sebelum bertindak.

Kemampuan mahasiswa dalam proses menganalisis tentunya harus dilakukan

berpikir sebelum bertindak. Adapun yang dimaksud kemampuan analisis dalam

penelitian adalah berdasarkan revisi taksonomi Bloom oleh Anderson and Krathwohl,

2001, pp. 67–68.

Tabel 1. The Cognitive Processes

lower order thinking skills higher order thinking skills

remember Understand apply Analyze evaluate create

recognizing• identifying

recalling• retrieving

interpreting• clarifying• paraphrasing• representing• translating

exemplifying• illustrating• instantiating

classifying• categorizing• subsuming

summarizing• abstracting• generalizing

inferring• concluding• extrapolating• interpolating• predicting

comparing• contrasting• mapping• matching

explaining• constructingmodels

executing• carrying out

implementing• using

differentiating• discriminating• distinguishing• focusing• selecting

organizing• finding coherence• integrating• outlining• parsing• structuring

attributing• deconstructing

checking• coordinating• detecting• monitoring• testing

critiquing• judging

generating• hypothesizing

planning• designing

producing• constructing

(Tabel 2: adapted from Anderson and Krathwohl, 2001, pp. 67–68.)

Page 43: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Kemampuan Analisis… (Nanik Sri Setyani)

P a g e [ 43 ]

Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa kemampuan analisis terdiri dari

tiga: (1) differentiating : discriminating, distinguishing, focusing, selecting; (2)

organizing: finding coherence, integrating, outlining, parsing, structuring, (3)

attributing: deconstructing. Ketiga kategori tersebut oleh Kawuryan didefinisikan sebagai

berikut: (1) membedakan (differentiating), dalam hal ini membedakan antarbagian

terutama dalam hal relevansi dan nilai masing-masing. Bentuk penilaiannya, misalnya

dengan meminta mahasiswa mengidentifikasi sesuatu yang lebih penting atau relevan

dari situasi yang diberikan. (2) mengorganisir (organizing), meliputi proses

mengidentifikasi bagian-bagian dari situasi atau komunikasi, dan bagaimana semuanya

masuk dalam satu kesatuan struktur. Ketika melakukan kegiatan ini, mahasiswa

membangun hubungan yang sistematis dan utuh antara bagian-bagian informasi yang

ada. (3) attributing, disebut juga proses dekonstruksi. Proses ini terjadi ketika

mahasiswa dapat mengetahui dengan pasti sudut pandang, penyimpangan-

penyimpangan, dan tujuan pokok

Pada matakuliah Pengantar Ilmu Ekonomi sub pokok bahasan Pendapatan

Nasional dan Daerah, perlu diselipkan pembahasan tentang Ekonomi Kreatif. Hal ini

dianggap penting karena keberadaan ekonomi kreatif sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 memerlukan para aktor dan berbagai faktor yang akan mengarahkannya

pada titik yang diharapkan oleh semua pihak. Ada tiga aktor utama dalam

pengembangan ekonomi kreatif, yaitu: pemerintah, bisnis dan cendekiawan.

Gambar 1. Tiga hal penting dalam Ekonomi Kreatif

Sumber: Departemen Perdagangan RI (2008)

Page 44: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 44 ] P a g e

Mahasiswa sebagai sasaran cendekiawan tentunya harus diajak berpikir tentang

ekonomi kreatif sejak dini. Minimal mengetahui dasar teori ekonomi kreatif yang ada

dalam Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia tahun 2025 yang

dirumuskan oleh Departemen Perdagangan RI yaitu penjelasan adanya evaluasi ekonomi

kreatif.

Menurut Teguh (2014:1) berdasarkan dokumen rencana ini dapat diketahui

bahwa adanya pergeseran dari era pertanian ke era industrialisasi lalu ke era

informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan di bidang teknologi informasi

dan komunikasi serta globalisasi ekonomi. Perkembangan industrialisasi menciptakan

pola kerja, pola produksi dan pola distribusi yang lebih murah dan efisien. Agar

mahasiswa dapat segera beradaptasi menjadi seorang cendikiawan, maka sejak semester

satu mereka harus diajak berpikir, meskipun masih dalam tataran teoretis untuk

memahami konsep ekonomi kreatif.

Matakuliah Pengantar Ilmu Ekonomi adalah matakuliah dasar yang harus dikuasai

mahasiswa dengan baik. Peneliti harus mampu mengkondisikan konsep dasar ekonomi

di masing-masing individu dalam bentuk tugas yang tepat yaitu tugas mandiri bukan

kelompok. Dalam kegiatan pembelajaran ada istilah metode tugas mandiri atau dapat

disamakan dengan metode resitasi untuk menguatkan kemampuan mahasiswa dalam

menganalisis masalah.

Dalam penelitian ini dipilih metode pembelajaran resitasi/tugas mandiri karena

model diskusi kelompok tidak akan berhasil dengan baik jika semua anggota kelompok

belum memiliki konsep. Seringkali akan terjadi debat ‘kusir’ yang berkepanjangan

dengan hasil diskusi yang tidak maksimal. Menurut Djamarah (2002) metode ini memiliki

kelebihan: (1) Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri akan

dapat diingat lebih lama; (2) Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan

keberanian, inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri. Sedangkan kelemahannya: (1)

Kadang peserta didik melakukan penipuan, yaitu peserta didik hanya sekedar meniru

hasil pekerjaan temannya, tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri; (2) Kadang

tugas dikerjakan orang lain tanpa pengawasan; (3) Sukar memberikan tugas yang dapat

membedakan hasil secara individual.

Berdasarkan kelebihan dan kelemahan tersebut dalam memberikan resitasi/tugas

mandiri pada mahasiswa dapat dikontrol ujian lisan untuk mempertanggungjawabkan.

Berdasarkan data/kondisi tersebut peneliti melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas

dengan judul Peningkatan Kemampuan Menganalisis Konsep Ekonomi Kreatif melalui

Metode Pembelajaran Resitasi.

METODE

Penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas/PTK individual, yakni guru

sebagai peneliti. PTK menurut Arikunto (2011: 3) merupakan suatu pencermatan

terhadap kegiatan belajar berupa sebuah kelas secara bersama. PTK pada hakikatnya

Page 45: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Kemampuan Analisis… (Nanik Sri Setyani)

P a g e [ 45 ]

merupakan rangkaian yang dilakukan secara siklus dalam rangka memecahkan masalah,

sampai masalah itu terpecahkan.

Masalah kemampuan analisis yang masih rendah dengan metode diskusi

kelompok dipecahkan pada Siklus Pertama dengan tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Perkuliahan untuk pertemuan 1 dan 2 pada

siklus I yang di sesuaikan dengan materi yang dikembangkan yaitu masalah dasar

ekonomi makro, sub bahasan peningkatan pendapatan nasional/daerah melalui

konsep ekonomi kreatif dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

atau ASEAN Economic Community (AEC)

b. Membuat tugas mandiri berupa tugas mengkritisi kesiapan Indonesia menghadapi

MEA melalui ekonomi kreatif.

2. Tahap pelaksanaan tindakan:

a. Pertemuan pertama: melakukan pembelajaran sesuai Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat yaitu menjelaskan Pendapatan Nasional

dan Pendapatan Daerah.

b. Pertemuan kedua: melanjutkan pembahasan Pendapatan Nasional/Daerah

melalui Ekonomi Kreatif

c. Melaksanakan Evaluasi hasil belajar: berupa tugas mandiri dan ujian lisan (secara

paralel).

3. Tahap Pengamatan:

Tahap pengamatan dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan ketika pelaksanaan

pembelajaran berlangsung di dalam kelas.

Subjek penelitian adalah mahasiswa angkatan 2014 B (berjumlah 54 mahasiswa),

peserta matakuliah Pengantar Ilmu Ekonomi semester Gasal 2014/2015. Teknik

pengumpulan data menggunakan tes (berupa tugas) dan wawancara kepada

mahasiswa/pada saat ujian lisan.

Data yang diperoleh dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dianalisis dengan

analisis deskriptif. Analisa deskriptif kualitatif akan dijadikan metode dalam menganalisa

data yang sudah terkumpul. Analisis pada siklus pertama hasilnya akan dipakai untuk

kegiatan pada siklus selanjutnya. Jenis data yang diperoleh dan dianalisis ialah data

kualitatif yang berupa informasi berbentuk kalimat yang terdiri atas hasil observasi,

wawancara, dan catatan-catatan di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada saat pra-siklus peneliti memberi materi, dengan menggunakan metode

diskusi kelompok, tentang kebijakan pemerintah dalam menghadapi MEA. Ternyata

hasilnya mahasiswa belum mampu menganalisis dengan baik. Belum mampu

membedakan, mengorganisasi dan attributing.

Page 46: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 46 ] P a g e

Peneliti melaksanakan siklus pertama untuk menjawab/menyelesaikan masalah

tersebut, perlakuan yang diberikan adalah memberikan permasalahan ekonomi yang

diberikan sebagai resitasi/tugas mandiri secara tertulis. Permasalahannya adalah

bagaimana komentar/pendapat mahasiswa tentang kegiatan pemerintah dalam

menghadapi MEA 2015 ini, jika dikaitkan dengan konsep ekonomi kreatif yang sudah

dikembangkan? Mahasiswa sudah dijelaskan melalui perkuliahan dan diberi softcopy

atau sumber resmi dari departemen perdagangan yang dapat diunduh (‘buku Menuju

AEC tahun 2015’ dan buku ‘Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025’).

Kedua buku tersebut dapat disinergikan, karena dengan program ekonomi kreatif

yang berhasil Negara kita tidak akan merasa ‘was was’ dengan datangnya pasar global.

ASEAN Economic Community 2015. Melalui pemahaman kedua buku tersebut

diharapkan mahasiswa bisa berpendapat positif dan akan perilaku mendukung program

ekonomi kreatif.

Metode pembelajaran Retasi/Tugas mandiri diberikan bertujuan untuk memupuk

‘positif thinking” mahasiswa dalam menghadapi/mensikapi permasalahan ekonomi yang

ada di masyarakat. Mahasiswa diwajibkan untuk mencari menyelesaikan tugas tersebut

minimal dua data/sumber wajib yang sudah diberikan. Seperti dijelaskan sebelumnya

mahasiswa diajak untuk berpikir positif, berpikir sebelum bertindak. Dengan fasilitas

internet tugas ini tidaklah sulit. Mahasiswa diuji kemampuannya untuk menulis

komentar dengan kemampuan komunikasi tulis mereka.

Metode Pembelajaran Resitasi/Tugas mandiri tersebut didiskusikan untuk

disimpulkan. Kegiatan ini merupakan proses penanaman karakter karena mahasiswa

menerima/mencari data persiapan pemerintah baru mengamati proses aktivitas yang

terjadi, ada data pendukung komentar mereka, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 80 % (43 mahasiswa) mampu

menganalisis secara baik (mampu membedakan, mengoranisir dan attributing (proses

dekonstruksi). Sedangkan 20 % mahasiswa (11 mahasiswa) masih berkomentar/

berpendapat sangat sederhana terutama proses attributing (proses dekonstruksi).

Mahasiswa dilatih melakukan proses analisis masalah ekonomi yang terjadi di

masyarakat, mereka diwajibkan dengan proses berpikir positif yaitu proses berpikir

sebelum bertindak. Sering orang sukar untuk berpikir sebelum bertindak. Mereka sering

menggunakan otot daripada otak. Kecenderungan ini muncul karena mereka dihadapkan

pada masalah yang mendadak harus dijawab lisan (di sisi lain ilmu pengetahuan tentang

masalah tersebut terbatas).

Mahasiswa sebelum diproses komunikasi lisan hendaknya diproses komunikasi

tulisnya. Mengapa demikian? Berdasarkan data dan pengalaman untuk komunikasi lisan

tidak ada waktu berpikir untuk mendapatkan data pendukung untuk komentarnya.

Mereka masih tergolong memiliki pengetahuan yang terbatas terutama untuk

menganalisis masalah ekonomi yang terjadi masyarakat. Pada saat proses komunikasi

tertulis kesempatan untuk mendapatkan data relatif lebih lama/cukup untuk berusaha

Page 47: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Kemampuan Analisis… (Nanik Sri Setyani)

P a g e [ 47 ]

mencari sumber data yang relevan. Pembiasaan berkomunikasi tertulis berdasarkan data

adalah proses berpikir untuk bertindak yang bertanggung jawab.

Jika mahasiswa sudah sering dilatih untuk berpikir baru bertindak (bertanggung

jawab) melalui tugas mandiri maka kecenderungan muncul selalu/terbiasa berpikir

positif. Pikiran positif terhadap pemerintah adalah penting. Berawal dari berpikir positif

terhadap pemerintah akan membawa tindakan mereka berupa tindakan/karakter cinta

tanah air. Pemerintah secara keilmuan/logika tentunya telah merancang kebijakan

mereka melalui proses berpikir sebelum bertindak, sehingga hasil kebijakan pemerintah

selalu/condong bertanggung jawab terutama untuk masyarakat.

Proses berpikir positif ini akan menghasilkan mahasiswa yang bertanggung jawab

dalam bertindak, arogansi, anarkhis tidak akan terjadi. Sebelum menuntut mahasiswa

menjadi mahasiswa yang jujur berkualitas, guru harus memilikinya. Bangsa kita akan

menjadi besar jika memiliki penerus bangsa yang jujur dan berkualitas, penyakit korupsi

yang masih gencar di telinga kita akan hilang dengan masyarakat yang berpikir sebelum

bertindak. Semua tindakan mereka dapat dipertanggungjawabkan. Mahasiswa lebih

dewasa bersikap/ berkomentar sehubungan dengan kejadian di masyarakat. Pihak

perguruan tinggi akan lebih mudah mengendalikan emosi mahasiswa dengan cara positif.

Kesiapan mahasiswa (apalagi mahasiswa ekonomi) lebih terbentuk khususnya dalam

menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun ini.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 80 % (43 mahasiswa) mampu

menganalisis secara baik. Sedangkan 20 % mahasiswa (11 mahasiswa) masih

berkomentar/berpendapat sangat sederhana. Implikasi hasil penelitian ini adalah

mahasiswa lebih dewasa bersikap/ berkomentar sehubungan dengan kejadian di

masyarakat, terutama masalah kebijakan Ekonomi. Pihak Perguruan Tinggi akan lebih

mudah mengendalikan emosi mahasiswa dengan cara positif. Kesiapan mahasiswa

(apalagi mahasiswa Ekonomi) lebih terbentuk khususnya dalam menghadapi Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) tahun ini.

Penelitian ini masih bersifat kajian teori (kebijakan pemerintah), belum mengarah

ke peran mahasiswa secara praktek dalam menghadapi MEA. Saran yang diberikan

peneliti adalah sebaiknya pengajar menunjukkan sumber dasar data yang dipilih, agar

kualitas jawaban mereka tidak meluas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ada sumber

data wajib dan tambahan adalah penting, agar kualitas jawaban mereka lebih dalam dan

tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, 2001, A Model of Learning Objectives based on A Taxonomy for Learning,Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of EducationalObjectives, 2001, diakses dari: http://www.celt.iastate.edu/pdfs-docs/teaching/Revised BloomsHandout.pdf. Tanggal : 12 Oktober 2014

Page 48: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 48 ] P a g e

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2011, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Bumi Aksara

Departemen Perdagangan RI, 2008, Pengembangan Industri Kreatif Menuju EkonomiKreatif 2025, Rencana Pengembangan14 subsektor industry kreatif 2009 ‐2015. Diakses dari:http://www.karokab.go.id/koperindag/images/stories/BluePrintEkonomiKreatifIndonesiaBuku2.pdf, tanggal 20 September 2014

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: RinekaCipta.

Kawuryan, Sekar Purbarini , Peningkatan Kemampuan Analisis Terhadap KebijakanPublik Melalui Model Pembelajaran Portofolio Pada Mata Kuliah Konsep DasarPKNDaiksesdari:http://eprints.uny.ac.id/4500/1/peningkatan_kemampuan_analisis_terhadap_kebijakan_publik.pdf. tanggal : 12 Oktober 2014

Koesoema, Doni, 2007, Pendidikan Karakter (Strategi mendidik anak di zaman global), PTGrasindo, Jakarta

Menuju ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC), tahun 2015’ . diakses pada :http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20ECONOMIC%20COMMUNITY%202015.pdf. tanggal 25September 2014

Sutoyo, Agus, 2000, Kiat Sukse Prof.Hembing, Prestasi Insan Indonesia, Jakarta

Page 49: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Dewi Fauziyah)

P a g e [ 49 ]

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INQUIRY

PADA MATA PELAJARAN EKONOMI POKOK BAHASAN PASAR

Dewi FauziyahUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaraninkuiri dengan guru mata pelajaran sebagai pengamat yang menilaipelaksanaan proses pembelajaran. Berdasarkan data hasil penelitian makadapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri efektif untukmeningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran ekonomi pokokbahasan pasar di kelas X SMA Negeri 1 Kebomas Gresik. Selain itu,berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa telah terjadipeningkatan kemampuan afektif dan psikomotorik siswa dalam melaksanakanmetode pembelajaran inkuiri berdasarkan perbandingan kemampuan afektifdan psikomotorik siswa. Diharapkan metode inkuiri dapat diterapkansebagai salah satu metode pembelajaran alternatif yang digunakan untukmeningkatkan prestasi belajar siswa. Agar pelaksanaan pembelajaran denganmetode inkuiri dapat dilaksanakan dengan baik, diharapkan guru melakukanpembimbingan dalam observasi lapangan yang dilaksanakan oleh siswa secaraberkelompok.

Kata kunci: Model Pembelajaran inkuiri, Pokok Bahasan Pasar

PENDAHULUAN

Globalisasi telah mempengaruhi setiap sendi kehidupan umat manusia. Dampak

globalisasi dalam bidang pendidikan adalah dijadikannya pendidikan sebagai komoditas

yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik sosial, ekonomi, bahkan

politik. Menurut Wahono, (dalam Chotim, 2002:312) pendidikan merupakan wahana

untuk mengalami pergeseran orientasi, visi maupun ideologi. Persoalan besar dunia

pendidikan di Indonesia adalah: pertama, kesalahan paradigma dan pendekatan, dan

yang kedua beratnya tanggungan dan seriusnya ketimpangan sosial ekonomi bangsa.

Selain sebagai wahana pergeseran orientasi, visi dan ideologi Wahono juga mengatakan

bahwa Pendidikan merupakan wahana untuk menyalurkan ilmu pengetahuan, alat

membentuk watak, alat keterampilan, alat menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran

agama, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat menguasai teknologi, dan lain

sebagainya.

Menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kepribadian

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Munib, 2004:33). Oleh karena

itu, agar tujuan pendidikan tersebut dapat dicapai diperlukan sebuah sistem pendidikan

yang baik. Salah satu faktor yang sangat penting dan menentukan adalah metode

Page 50: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 50 ] P a g e

pembelajaran yang diterapkan dalam proses pendidikan. Dengan metode yang tepat

diharapkan akan dicapai hasil pembelajaran yang optimal.

Proses kegiatan belajar mengajar di SMA seharusnya berlangsung menarik,

aktivitas siswa sebagai pembelajar selalu antusias dalam mengikuti pelajaran. Kegiatan

pembelajaran yang seharusnya menarik, penuh aktivitas dan ide-ide cemerlang itu tidak

ada, kelas yang ada hanyalah pasif di mana hanya terjadi pemberian informasi dari guru

ke siswa. Siswa hanya mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.

Sutrisno (2008) mengungkapkan bahwa pembelajaran inkuiri berupaya

menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses

pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam

memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar.

Peranan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah sebagai

pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan

kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan

dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber

belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru

masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah

harus dikurangi.

Dari berbagai metode pembelajaran yang ditawarkan akan diterapkan salah satu

komponen pendekatan kontekstual atau sering disebut CTL (Contextual Teaching and

Learning). Pendekatan CTL mempunyai tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme

(Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar

(Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang

sebenarnya (Authentic Assessment). Dengan ketujuh komponen CTL, salah satu

komponen yang akan diujicobakan adalah metode inkuiri. Secara keseluruhan metode

inkuiri menekankan pada keterampilan untuk meninjau lingkungannya secara lebih kritis

dan melatih siswa untuk dapat mengambil keputusan secara bertanggung jawab.

Secara garis besar metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang

mengkaitkan materi belajar dengan pengalaman siswa. Pengalaman dari masing-masing

siswa nantinya akan dirumuskan dan disimpulkan bersama-sama. Dengan metode

seperti ini diharapkan siswa akan menemukan materi secara mandiri sesuai dengan

pengalamannya serta siswa mampu berpartisipasi secara aktif dalam proses

pembelajaran yang dilakukan.

Pokok bahasan pasar dalam mata pelajaran Ekonomi sangat erat kaitannya

dengan pengalaman sehari-hari siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran pada

pokok bahasan pasar sangat tepat diterapkan dengan metode inkuiri. Dalam pokok

bahasan pasar terdapat beberapa sub pokok bahasan yaitu jenis-jenis pasar, transaksi,

dan penentuan harga.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di SMA, masih banyak guru yang

menggunakan metode konvensional sebagai satu-satunya metode yang diterapkan dalam

Page 51: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Dewi Fauziyah)

P a g e [ 51 ]

berbagai mata pelajaran, terutama mata pelajaran ekonomi, sehingga banyak siswa yang

mengalami kejenuhan. Guru masih kesulitan dalam menemukan metode yang tepat,

dengan waktu dan sarana yang terbatas, serta pemahaman siswa terhadap materi masih

kurang, ini menyebabkan banyak siswa yang mendapatkan hasil belajar di bawah standar

dan belum mencapai ketuntasan belajar. Untuk mengatasi hal itu, peran guru sangat

penting, ini tergantung pada metode pembelajaran apa yang digunakan oleh guru

sehingga dapat menarik dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Dari latar belakang yang dipaparkan diatas maka rumusan masalah adalah

bagaimana penerapan strategi pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran ekonomi pokok

bahasan pasar di kelas X SMA N 1 Kebomas Gresik? Adapun tujuan dari penulisan ini

adalah: 1) mengubah peranan yang dominan dalam pembelajaran, menjadi pembelajaran

yang berpusat pada siswa peran dosen sebagai pembimbing, motivator, fasilitator. 2)

Meningkatkan partisipasi siswa dalam membantu mengembangkan potensi intrinsik

dalam pembelajaran, 3) Mengetahui bagaimana penerapan strategi pembelajaran inkuiri

pada mata pelajaran ekonomi pokok bahasan pasar, dan 4) Mengetahui penerapan

strategi pembelajaran inkuiri agar dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran

ekonomi.

MODEL PEMBELAJARAN

Cara guru mengajar menjadi salah satu penentu keberhasilan proses belajar-

mengajar. Salah satu caranya adalah dengan penerapan model pembelajaran. Model

pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang

disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan

bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik

pembelajaran.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, model

pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model

pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery (Discovery

Learning), model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), dan model

pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning).

Untuk menentukan model pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kesesuaian model pembelajaran dengan kompetensi sikap pada KI-1 dan KI-2 serta

kompetensi pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan KD-3 dan/atau KD-4.

2. Kesesuaian model pembelajaran dengan karakteristik KD-1 (jika ada) dan KD-2 yang

dapat mengembangkan kompetensi sikap, dan kesesuaian materi pembelajaran

dengan tuntutan KD-3 dan KD-4 untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan

dan keterampilan.

Penggunaan pendekatan saintifik yang mengembangkan pengalaman belajar

peserta didik melalui kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning),

Page 52: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 52 ] P a g e

mencoba/mengumpulkan informasi (experimenting/collecting information),

mengasosiasi/menalar (associating), dan mengomunikasikan (communicating).

Inquiry Learning

Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara

maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda,

manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan.

Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini

adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan

sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Pembelajaran inkuiri merupakan

rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan

analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang

dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara

guru dan siswa. Pembelajaran ini sering juga dinamakan pembelajaran heuristic, yang

berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”.Wina

sanjaya,(2008:194)

Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat

bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan

suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus

pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi

dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta,

sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.

Adapun beberapa pengertian mengenai Metode Pembelajaran Inkuiri menurut paha

ahli sebagai berikut:

1. Phillips (dalam Arnyana, 2007:39) mengemukakan “inkuiri merupakan pendekatan

pembelajaran yang dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran

dengan pendekatan ini sangat terintegrasi meliputi penerapan proses sains yang

menerapkan proses berpikir logis dan berpikir kritis”.

2. Wina Sanjaya (2008:196) berpendapat bahwa “strategi pembelajaran inkuiri adalah

rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara

kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu

masalah yang dipertanyakan”.

3. Syaiful Sagala (2011:196), Metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang

berupaya menanam kan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa yang berperan

sebagai subjek belajar, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak

belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.

4. Aziz (Ahmad, 2011), Metode inkuiri adalah metode yang menempatkan dan

menuntut guru untuk membantu siswa menemukan sendiri data, fakta dan informasi

tersebut dari berbagai sumber agar dengan kegiatan itu dapat memberikan

Page 53: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Dewi Fauziyah)

P a g e [ 53 ]

pengalaman kepada siswa. Pengalaman ini akan berguna dalam menghadapi dan

memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya.

Strategi pembelajaran Inkuiri atau strategi pembelajaran inkuiri (SPI) merupakan

salah satu dari strategi pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam proses

pembelajaran di dalam kelas. Strategi pembelajaran ini menekankan pada proses

mencari dan menemukan (Wina Sanjaya, 2012:201). Di dalam proses pembelajaran,

materi pembelajaran tidak diberikan secara langsung oleh guru kepada siswa, akan tetapi

guru membimbing siswa dan menjadi fasilitator untuk membantu siswa dalam mencari dan

menemukan materi pembelajaran, dan peserta didik mencari dan menemukan sendiri jawaban

dari suatu masalah yang dipertanyakan secara kritis dan analitis.

Strategi pembelajaran inkuiri banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut

aliran ini, belajar adalah proses mental dan proses berpikir dengan memanfaatkan segala

potensi mental yang dimiliki setiap individu secara optimal. Belajar bukan hanya persoalan

menghafal materi yang diberikan oleh guru, akan tetapi belajar merupakan proses di mana

setiap individu memperoleh pengetahuan tersebut melalui ketrampilan berpikir individu,

dengan kata lain bahwa pengetahuan yang diperoleh tidak langsung dari guru, melainkan

peserta didik sendiri yang mencari dan menemukannya.

Strategi Pembelajaran Inkuiri adalah teori belajar konstruktivistik, di mana peserta

didik secara pribadi menyusun dan membangun pemahamannya dan pengetahuannya sendiri,

sehingga peserta didik sungguh dituntut untuk aktif dalam mencari dan menemukan

pengetahuan. Dalam proses seperti ini guru, berperan sebagai fasilitator yang membantu

jalannya proses pembelajaran.

Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Inkuiri

Di dalam pembelajaran inkuiri ini, terdapat beberapa keunggulan dan juga

kelemahan dalam penerapannya. Adapun keunggulan dan kelemahan tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Keunggulan

Keunggulan metode pembelajaran inkuiri yang diungkap Wina Sanjaya (2012:

208) ialah strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak

dianjurkan, oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:

a. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan

pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,

sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

b. Strategi pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar

sesuai dengan gaya belajar mereka.

c. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan

perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses

perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

Page 54: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 54 ] P a g e

d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa

yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki

kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

2. Kelemahan

Kelemahan metode pembelajaran inkuiri yang diungkap Wina Sanjaya, (2012:

208) menyatakan bahwa di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran inkuiri

mempunyai kelemahan, di antaranya:

a. Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol

kegiatan dan keberhasilan siswa.

b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan

kebiasaan siswa dalam belajar.

c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang

sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai

materi pelajaran, maka strategi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan

oleh setiap guru.

Secara umum Wina Sanjaya (2012: 201) mengemukakan bahwa proses

pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri dapat mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut:

2.MERUMUSKAN

MASALAH

3.MERUMUSKAN

HIPOTESIS

4.MENGUMPULKA

N DATA

5.MENGUJI

HIPOTESIS

6.MERUMUSKAN

KESIMPULAN

1.ORIENTASI

Page 55: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Dewi Fauziyah)

P a g e [ 55 ]

Secara umum, langkah-langkah model pembelajaran inkuiri sebagai berikut:

1. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran

yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan

proses pembelajaran. Guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir

memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting.

Keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas

menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah, tanpa kemauan dan

kemampuan maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan

yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang

menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki

dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu

ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses

mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu

melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga

sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji.

Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai

hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang

kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.

Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman

wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu

yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang

rasional dan logis.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk

menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data

merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.

Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam

belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan

potensi berpikirnya

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan

data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis

juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran

jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus

didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Page 56: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 56 ] P a g e

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh

berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat

sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INQUIRI PADA MATA PELAJARAN

EKONOMI POKOK BAHASAN PASAR

Contoh Penerapan Model Pembelajaran Penemuan (Inquiry Learning)

Pada penerapan model pembelajaran penemuan atau inquiry terdapat prosedur

yang harus dilakukan yang meliputi tahap 1. Orientasi , 2. merumuskan masalah

(identifikasi masalah) , 3. merumuskan hipotesis, 4. mengumpulkan data (Data collection

), 5. menguji hipotesis (pengolahan data), 6. (menarik kesimpulan/generalisasi).

Contoh penerapan model pembelajaran inkuiri pada materi Ekonomi tentang

pasar.

Kompetensi

Dasar

: 3.4 Mendeskripsikan konsep pasar dan terbentuknya

harga pasar dalam perekonomian

4.4 Melakukan penelitian tentang pasar dan terbentuknya

harga pasar dalam perekonomian

Topik : pasar

Sub Topik : Penelitian tentang pasar dan terbentuknya harga pasar dalam

perekonomian.

Tujuan : 1) Melalui pengamatan siswa dapat mengidentifikasi jenis

pasar.

2) Melalui kegiatan tanya jawab, siswa dapat mengetahui

permintaan barang dan jasa dengan tepat.

3) Melalui percobaan, siswa dapat mengetahui harga

keseimbangan dengan benar.

4) Melalui kegiatan presentasi, siswa dapat mengetahui

penawaran barang dan jasa dengan benar.

Alokasi Waktu : 1x pertemuan (3 JP)

SINTAK

PEMBELAJARANKEGIATAN PEMBELAJARAN

1. Orientasi (Pemberian

rangsangan)

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian

dapat memberikan konsep dasar, petunjuk atau

referensi yang diperlukan dalam pembelajaran.

2) Melakukan brainstorming dimana peserta didik

dihadapkan pada masalah hasil pengamatan tentang

terbentuknya harga pasar dalam perekonomian.

Page 57: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Dewi Fauziyah)

P a g e [ 57 ]

3) Mencatat data hasil pengamatan tentang pasar .

- Berdasarkan data pengamatan di lapangan peserta

didik akan mengumpulkan informasi tentang konsep

pasar dan terbentuknya harga pasar dalam

perekonomian

2. Merumuskan masalah

(pertanyaan/identifi

kasi masalah)

Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin konsep pasar yang

berkaitan dengan terbentuknya harga pasar dalam

perekonomian di lingkungan setempat sampai siswa

menentukan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab

melalui kegiatan belajar, contohnya

- Contoh apa saja di lingkungannya yang menjelaskan

tentang jenis-jenis pasar?

- Contoh apa saja di lingkungannya yang menjelaskan

permintaan barang dan jasa dengan tepat ?

- Contoh percobaan apa saja di lingkungannya yang

dapat mengetahui harga keseimbangan dengan benar?

- Bagaimana cara mengetahui kegiatan penawaran

barang dan jasa dengan benar ?

3. Data collection

(pengumpulan data)

Pada tahap ini peserta didik mengumpulkan informasi

yang relevan untuk menjawab pertanyaan yang telah

diidentifikasi melalui:

- Melakukan pengumpulan data tentang jenis-jenis

pasar.

- Melakukan pengumpulan data tentang permintaan

barang dan jasa yang belum diketahui dengan tepat.

- Melakukan pengumpulan data tentang permintaan

barang dan jasa yang belum diketahui dengan tepat.

4. Data processing

(pengolahan Data)

Pada tahap ini peserta didik dalam kelompoknya

berdiskusi untuk mengolah data hasil pengamatan dengan

cara:

- Mengolah data pengamatan dengan bantuan

pertanyaan-pertanyaan pada lembar kerja, misalnya

mengolah data tentang untuk membantu mencipta

hasil karya sesuai materi tentang pasar.

5. Verification

(pembuktian)

Menguji hipotesis

Pada tahap verifikasi peserta didik mendiskusikan hasil

pengolahan data dan memverifikasi hasil pengolahan

dengan teori pada buku sumber. Misalnya dengan cara:

- Mengkonfirmasikan data dengan teori yang

berhubungan dengan pasar di lingkungan setempat.

- Memverifikasi jawaban kelompok tentang hasil analisis

Page 58: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 58 ] P a g e

data masing-masing individu yang ada dalam

kelompok.

- Berdiskusi menentukan solusi atau penyelesaian dari

konsep pasar dan terbentuknya harga pasar tersebut di

atas..

6. Generalization

(menarik

kesimpulan)

Pada tahap ini peserta didik menyimpulkan hasil observasi

dan diskusi misalnya menyimpulkan :

- Penelitian tentang pasar dan terbentuknya harga pasar

dalam perekonomian.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang disajikan dalam pembahasan dapat ditarik

kesimpulan bahwa Strategi pembelajaran inkuiri dapat digunakan untuk meningkatkan

proses pembelajaran siswa, dan dapat disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh

pembelajaran pada berbagai mata pelajaran, khususnya ekonomi, yaitu meliputi aspek:

kemampuan mengemukakan pendapat, kemampuan menganalisa masalah, kemampuan

menuliskan pendapatnya setelah melakukan pengamatan, dan kemampuan

menyimpulkan.

Pembelajaran inkuiri melibatkan seluruh siswa secara aktif dalam pembelajaran

ekonomi dalam kelas sangat penting, karena melibatkan para siswa dalam berbagai

kegiatan belajar, dengan demikian siswa memperoleh hasil belajar yang lebih baik dan

peningkatan prestasi belajar ekonomi dalam tugas dan ujian.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti dapat memberikan saran-saran

sebagai berikut:

1. Guru

Guru hendaknya memberikan pengarahan kepada siswa mengenai sikap belajar

yang positif dengan latihan dan pengalaman dari keadaan yang tidak tahu menjadi

tahu yang diukur melalui toleransi, kebersamaan, gotong-royong, rasa setia kawan

dan kejujuran untuk menciptakan suatu pembelajaran yang efektif.

Guru memberikan motivasi, pembelajaran yang bervariasi agar siswa tidak bosan

dan merasa senang, tertarik dengan mata pelajaran, sehingga tumbuh minat

dalam belajar.

Guru lebih mempersiapkan secara matang cara membawa diri untuk menciptakan

suatu suasana kelas yang menyenangkan sehingga akan terwujud suatu proses

pembelajaran di dalam kelas yang baik sehingga dapat mempengaruhi prestasi

belajar siswa.

2. Siswa

Siswa hendaknya memperbaiki sikap belajarnya baik di dalam sekolah maupun di

luar sekolah yang akan membuat siswa mudah dalam menerima pelajaran dan

dapat meningkatkan prestasi.

Page 59: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Dewi Fauziyah)

P a g e [ 59 ]

Siswa hendaknya memiliki semangat belajar dengan cara berlatih terus menerus

dan berupaya untuk memahami ilmu yang disampaikan.

Siswa hendaknya lebih banyak mencari pengetahuan dari pengalaman yang

berhubungan dengan matematika agar lebih benar-benar memahami materi dan

bisa teringat lama dalam pikiran.

DAFTAR PUSTAKA

Chotim, Wahono.(2002). lembaran Ilmu Kependidikan. Semarang : UPT UNNES Press

Depdiknas. 2003. Undang-undang Sikdiknas ( UU Ri No 20 tahun 2003). Jakarta.Depdiknas

Munib, 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT MKK UNNES

Sutrisno, 2008.. Pembelajaran Inkuiri. www.Google.com

Sanjaya Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.jakarta: Kencana Perdana Media Group.

Gulo, Joyce. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : grasindo

Philips, Arnyana, 2007: methode Pebelajaran inkuiri . Tesis Pascasarjana TeknplogiPendidikan

Sagala, syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: alfabeta

Ahmad, Aziz. 2011. Hakikat Metode Inkuiri. Universitasas Negeri Makasar. Diakses darihttp://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/.../HAKIKAT METODE INKUIRI rtf. diaksespada tanggal 25 November 2012

Sanjaya Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Rawamangun-jakarta: Kencana Perdana Media Group

Kemendikbud, 2014. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan DANKebudayaan dan penjamin mutu pendidikan . Jakarta: Departemen Pendidikandan Kebudayaan

Page 60: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 60 ] P a g e

PROFESIONALISME GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR

SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

Ratna Fitri AstutiUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakDalam menghadapi MEA 2015 dunia dituntut untuk memiliki Sumber DayaManusia yang mampu bersaing. Hal ini harus didukung dari sektor pendidikandengan pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang berkualitas. Kualitasdari KBM ini tidak hanya dari lembaga sekolah tetapi diperlukan guru yangprofesional dan berkualitas, sehingga mampu memotivasi siswa untuk belajarmelalui penerapan model pembelajaran inkuiri. Penerapan model pembelajaranpada penulisan ini difokuskan pada mata pelajaran ekonomi, yang bertujuanuntuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran inkuiri mampumeningkatkan motivasi belajar siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar guruharus selalu berinovasi dalam model pembelajaran yang digunakan, hal inibertujuan agar siswa selalu termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Modelpembelajaran inkuiri dapat dijadikan alternatif dari inovasi yang dilakukan guru,di mana inkuiri merupakan salah satu model yang dapat digunakan untukmengembangkan kemampuan belajar siswa. Dengan model pembelajaran inkuiriyang menuntut siswa untuk menemukan sendiri permasalahan pada sebuahmateri, maka siswa akan termotivasi untuk mempersiapkan diri sebelum KBM.

Kata kunci: Profesionalisme guru, motivasi belajar, model pembelajaran

PENDAHULUAN

Dunia saat ini sedang dihadapkan pada era globalisasi, di mana batasan suatu

Negara semakin tak kentara dengan tingkat dinamika dan mobilitas yang semakin tinggi

dari masyarakatnya. Demikian pula globalisasi yang dalam perjalanannya menawarkan

sebuah fenomena baru di dalam sejarah perkembangan masyarakat. Saat ini, bukan saja

isu perekonomian dan perdagangan dunia yang kian menyatu, namun juga berbagai isu

lain seperti pada dunia pendidikan. Perkembangan global menunjukkan semakin

dibutuhkannya SDM berkualitas, di mana diharapkan tersedianya tenaga kerja yang

kompeten di bidangnya dan memiliki ketangguhan daya saing.

Pembentukan SDM yang berkualitas dari dunia pendidikan dapat dilakukan

dengan adanya kegiatan belajar mengajar (KBM) yang berkualitas pula, bukan hanya dari

segi siswanya tetapi kualitas guru yang profesional juga sangat diperlukan. Ace Suryadi

(1999:298) mengemukakan bahwa untuk mencapai taraf kompetensi, seorang guru

membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Status kompetensi yang

professional tidak diberikan oleh siapapun tetapi harus dicapai oleh masing-masing

individu. Semua mata pelajaran yang ada di sekolah harus di proses dengan baik agar

siswa dapat memperoleh ilmu secara maksimal, tidak terkecuali untuk mata pelajaran

ekonomi.

Page 61: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Profesionalisme Guru dalam… (Ratna Fitri Astuti)

P a g e [ 61 ]

Pada mata pelajaran ekonomi terdapat berbagai materi, mulai dari materi mikro

yang cukup mudah karena bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari siswa, hingga

materi makro yang akan sangat sulit untuk dipahami oleh siswa. Sehingga guru sebagai

pemberi informasi di dalam kelas harus mampu memotivasi dan merangsang siswa

untuk mampu menerima informasi dalam bentuk materi pelajaran dengan baik. Aqib

(2002) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang

yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi

berfungsi sebagai pendorong, pengarah dan penggerak tingkah laku. Dengan adanya

motivasi siswa dapat memiliki dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Usaha yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar

siswa adalah dengan memilih model pembelajaran yang tepat, namun tidak sedikit guru

yang masih mengabaikan pentingnya penerapan model pembelajaran.

Sering kita temui dalam realita kegiatan belajar mengajar sehari-hari,

pembelajaran masih bersifat konvensional, guru hanya memberikan penjelasan dan

siswa yang mendengarkan, ketika guru mencoba memberikan satu pertanyaan tidak

banyak siswa yang mau mengangkat tangan untuk menjawab. Dalam kegiatan

pembelajaran siswa memang dibiasakan dalam diskusi kelompok, namun kecenderungan

nilai yang diberikan hanya penilaian kelompok tanpa memberikan kesempatan pada

masing-masing siswa untuk mengasah kemampuannya, akibatnya pola belajar siswa

kurang efektif.

Pada pembelajaran ekonomi akan lebih baik apabila guru tidak hanya mengajar

dengan satu arah, tidak juga hanya dengan penerapan satu model, tetapi harusnya

bervariasi dalam model, metode maupun media pembelajaran. Dengan adanya variasi

model maupun metode, maka guru dapat melaksanakan perannya untuk menciptakan

suasana pembelajaran yang dapat memotivasi siswa agar senantiasa belajar dengan baik.

Salah satu model yang dapat digunakan dalam variasi pembelajaran ekonomi adalah

model pembelajaran inquiry. Gulo (2002) menyatakan strategi inkuiri berarti suatu

rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka

dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran

inkuiri dirancang untuk mengajak dan memberikan kesempatan pada siswa masuk ke

dalam proses berpikir ilmiah.

Dalam model pembelajaran ini pusat pembelajaran berada pada siswa dan guru

berkedudukan sebagai motivator, fasilitator, penanya, administrator, pengarah, manajer,

dan rewarder. Siswa harus berperan aktif untuk mencari informasi berupa fakta-fakta

yang kemudian dikaitkan dengan materi yang ada. Siswa harus memiliki kepercayaan diri

yang penuh untuk menyimpulkan hasil temuannya. Berdasarkan uraian di atas maka

dapat ditarik sebuah rumusan masalah, yaitu bagaimana pembelajaran dengan model

inkuiri dapat meningkatkan motivasi belajar siswa?

Page 62: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 62 ] P a g e

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profesionalisme Guru

Definisi yang kita kenal sehari-hari adalah bahwa guru merupakan orang yang

harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki wibawa hingga perlu untuk

ditiru atau diteladani. Hamzah B. Uno (2008:15) menjelaskan bahwa guru adalah orang

dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan

membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki

kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola

kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat

kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.

Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan

keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar

bidang pendidikan. Pidarta (2007) menjelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan

tidak dapat dilepaskan dari profesionalisasi pendidik karena yang menjadi

penyelenggara pendidikan adalah para pendidik juga. Jadi, penyelenggara pendidikan

dan pendidik sama-sama punya hak untuk memilih konsep, menentukan kebijakan, dan

cara-cara melaksanakan pendidikan. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang

telah sedemikian pesat, profesionalisme seorang guru dituntut untuk lebih baik. Seorang

guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukkan oleh pesrta

didiknya. Untuk itu, apabila seseorang ingin menjadi guru yang profesional maka sudah

seharusnya ia dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis

melalui jalur pendidikan berjenjang maupun pelatihan.

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru harus memiliki kompetensi

professional, yaitu seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar

ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Adapun kompetensi yang

harus dimiliki oleh seorang guru adalah: 1) kompetensi pribadi, 2) kompetensi sosial, 3)

kompetensi professional mengajar. Selain kompetensi profesional, sebagai pendukung

seorang guru juga harus kreatif dalam menyelenggarakan pendidikan, Latuconsina

(2014) menjelaskan bahwa guru yang kreatif adalah guru yang mampu menjadi orang

kreatif dalam hidupnya (creative teacher) dan guru yang mampu memberikan layanan

pembelajaran secara kreatif (creative teaching). Dengan profesionalisme yang dimiliki

seorang guru dan didukung kreativitas yang cukup maka output yang dihasilkan pun

akan optimal.

Terkait dengan pentingnya profesionalisme seorang guru, maka seorang guru

memiliki fungsi dan peranan tersendiri. Menurut Damsar (2012:156) fungsi dari guru

memiliki dua dimensi, yaitu laten dan manifest. Fungsi laten merupakan berbagai

konsekuensi dari praktik kultural yang tidak disengaja atau tidak disadari, membantu

penyesuaian atau adaptasi system. Fugsi laten dari guru trhadap masyarakat pada suatu

ruang terdiri dari: 1) Guru sebagai pelabel Secara tidak kita sadari, guru memiliki fungsi

sebagai pelabel bagi masa depan anak-anak. Fungsi guru tersebut akan sangat

berpengaruhpada pola perilaku peserta didik, label seperti apa yang diberikan oleh

Page 63: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Profesionalisme Guru dalam… (Ratna Fitri Astuti)

P a g e [ 63 ]

seorang guru, maka konsekuensinya akan berdampak pada masa depan seorang peserta

didik. 2) Guru sebagai “Penyambung Lidah Kelas Menengah Atas” Guru mensosialisasikan

nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat, apa yang dianggap baik dan

buruk, apa yang dipandang benar dan salah, dan apa yang dilihat tinggi atau rendah

merupakan konstruksi sosial tentang nilai dan norma di masyarakat. Guru dalam fungsi

ini telah menyebabkan para murid memiliki pandangan yang relative sama satu sama

lain, yaitu pandangan dari perspektif kelas menengah ke atas. Pandangan yang sama ini

di satu sisi memungkinkan peserta didik bisa bekerja sama satu dan yang lain, namun di

sisi lain, pandangan tentang nilai dan norma dipandang sebagai sesuatu yang tidak cocok

bagi kehidupan orang yang berpendidikan.

Fungsi lain yang dimiliki oleh seorang guru adalah fungsi manifest, yaitu berbagai

konskuensi dari praktik kultural yang disengaja atau disadarai, membantu penyesuaian

atau adaptasi system. Fungsi guru yang diharapkan, disengaja, dan disadari guru oleh

masyarakat pada suatu ruang terdiri dari: 1) Guru sebagai pengajar Pada masyarakat

manapun menyadari dan mengharapkan agar guru menjadi pengajar terhadap anak-anak

mereka. Masyarakat mengharapkan guru dapat memberikan pengetahuan dan

ketrampilan dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik. 2) Guru sebagai pendidik Dalam

masyarakat, guru tidak hanya diharapkan untuk sekedar mengajarkan pengetahuan dan

ketrampilan, tetapi lebih dari itu dengan mndidik segala sesuatu yang diperlukan murid

sehingga dalam beradaptasi dengan berbagai persoalan yang ada di tngah masyarakat.

Perbedaan mengajar dan mendidik dalam hal ini terletak pada kedalaman dan kualitas

dari aktivitas yang dilakukan. Meskipun sebagian guru di Indonesia sudah mengalami

sertifikasi, namun masih ada guru yang belum menjadi seorang pendidik dan hanya

sebagai pengajar. 3) Guru sebagai teladan Bagi peserta didik guru adalah seorang yang

mulia, oleh sebab itu apa saja yang dikatakan, dilakukan dan diperbuat oleh guru

dipandang sebagai suatu kebenaran. Jika guru tidak mampu memainkan peran dan

memenuhi fungsi seperti yang diharapkan masyarakat, maka akan sangat berdampak

pula bagi peserta didik. 4) Guru sebagai motivator Guru diharapkan mampu memberikan

dorongan, kekuatan, motivasi, dan energy yang besar kepada semua peserta didiknya

agar mereka mampu meraih cita-cita yang digantung setinggi langit.

Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry)

Model pembelajaran inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang

diterapkan dalam kurikulum 2013, model pembelajaran sendiri dapat didefinisikan

secara sempit dan secara luas atau umum. Dalam definisi secara sempit, model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru

dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Syaiful Sagala, 2005

dalam Indrawati dan Wawan Setiawan 2009: 27). Sedangkan secara luas, Joyce dan Weil

(2000: 13) dalam Indrawati dan Wawan Setiawan (2009: 27) mengemukakan bahwa

Page 64: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 64 ] P a g e

model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan

perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan

belajar, buku-buku pelajaran, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program

komputer.

Indrawati (1999: 9) dalam Trianto (2007: 134) menyatakan, bahwa suatu

pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-

model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan

model-model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir

dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Menurut Downey

(1967) dalam Joyce (1992: 107) dalam Trianto (2007: 134) menyatakan: The core of good

thinking is the ability to solve problems. The essence of problem solving is the ability to

learn in puzzling situations. Thus, in the school of these particular dreams, learning how to

learn pervades what is the taught, how it is taught, and the kind of place in which it is

taught.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa inti dari berpikir yang baik adalah

kemampuan untuk memecahkan masalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah

kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat

diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana belajar yang

meliputi apa yang diajarkan, bagaimana hal itu diajarkan, jenis kondisi belajar, dan

memperoleh pandangan baru. Salah satu yang termasuk dalam model pemrosesan

informasi adalah model inkuiri.

Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto (1993: 193) dalam Trianto (2007:

135), menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry

merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inkuiri yang

dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan.

Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau

memahami informasi.

Model pembelajaran inkuiri memiliki ciri-ciri yang lebih terpusat pada siswa,

Hosnan (2014:341) menjelaskan ciri-ciri pembelajaran inkuiri adalah: 1) Pembelajaran

inkuiri menekankan pada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan

menemukan, 2) Seluruh aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik diarahkan untuk

mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga

diharapkan dapat menimbulkan sikap percaya diri, 3) Tujuan dari penggunaan

pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis,

logis, dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses

mental.

Gulo (2002) dalam Trianto (2007: 135) menyatakan strategi inkuiri berarti suatu

rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka

dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama

kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam

Page 65: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Profesionalisme Guru dalam… (Ratna Fitri Astuti)

P a g e [ 65 ]

proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan

pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang

ditemukan dalam proses inkuiri. Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya

kegiatan inkuiri bagi siswa adalah: 1) Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang

mengundang siswa berdiskusi; 2) Inkuiri berfokus pada hipotesis; dan 3) Penggunaan

fakta sebagai evidensi (informasi, fakta).

Trianto (2007:136) menjelaskan bahwa untuk menciptakan kondisi yang

mendukung kegiatan inkuiri, peran guru sangatlah penting. Peran guru yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan

bergairah berpikir, 2) Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami

kesulitan, 3) Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat, 4)

Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas, 5) Pengarah,

memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan, 6) Manajer,

mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas, 7) Rewarder, memberi

penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa. Seorang guru yang kreatif akan mampu

melaksanakan model pembelajaran dan melakukan perannya secara maksimal.

Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam

proses ilmiah ke dalam waktu yang relatif singkat. Setelah kondisi di dalam kelas sudah

tercipta dengan baik, maka proses pembelajaran inkuiri sudah dapat diterapkan. Gulo

(2002) dalam Trianto (2007: 137) menyatakan, bahwa inkuiri tidak hanya

mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk

pengembangan emosional dan keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang

bermula dari perumusan masalah, merumuskan hipotesis, pengumpulan data,

menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

Gulo (2002) dalam Trianto (2007: 137) menyatakan, bahwa kemampuan yang

diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut: 1)

Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan

atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas,

pertanyaan tersebut dituliskan di papan tulis, kemudian siswa diminta untuk

merumuskan hipotesis. 2) Merumuskan Hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara

atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk

memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis

yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan

dengan permasalahan yang diberikan. 3) Mengumpulkan Data Hipotesis digunakan untuk

menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa table, matrik,

atau grafik. 4) Analisis Data Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah

dirumuskan dengan menganalisis data yang diperoleh. Faktor penting dalam menguji

hipotesis adalah pemikiran „benar‟ atau „salah‟. Setelah memperoleh kesimpulan, dari

data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata

hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri

Page 66: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 66 ] P a g e

yang telah dilakukannya. 5) Membuat Kesimpulan Langkah penutup dari pembelajaran

inkuiri adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Berdasarkan tahapan-tahapan pembahasan dan menurut para ahli di atas mengenai

model pembelajaran inkuiri maka dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran inkuiri

berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa

untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka

dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Motivasi Belajar

Motivasi belajar sangat diperlukan oleh setiap siswa agar tujuan dari kegiatan

belajar mengajar dapat tercapai. Aqib (2002) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu

perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan

reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah dan

penggerak tingkah laku. Dengan adanya motivasi siswa dapat memiliki dorongan dari

dalam diri untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki.

Prinsip-prinsip untuk mendorong motivasi belajar dapat dilakukan dalam bentuk

pemberian pujian, penguatan, penalaran, yang dilakukan kepada siswa dengan

menyesuaikan kondisi dalam pembelajaran. Dengan prinsip tersebut maka kebutuhan

psikologis siswa dapat terpenuhi dan siswa akan memiliki kesiapan dalam melakukan

kegiatan belajar mengajar.

Upaya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dapat dilakukan dengan

berbagai cara, antara lain: 1) Penggerakan dengan prinsip kebebasan, di mana guru

memberikan suasana belajar yang berpusat pada siswa dan pengajaran yang terprogram,

2) Pemberian harapan dengan merumuskan tujuan yang langsung dan tingkat aspirasi

dalam jangka panjang, 3) Pemberian insentif, dengan cara umpan balik pemberian hadiah

pada hasil tes, pemberian komentar dan adanya kerja sama, 4) Pengaturan tingkah laku

siswa dengan cara restitusi dan ripple effect. Pemberian motivasi secara umum dapat

dilakukan secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik motivasi dapat tumbuh dari

individu masing-masing siswa, individu harus mampu mengelola kreativitas dan

kemampuan yang dimiliki untuk memotivasi dirinya belajar. Sedangkan secara ekstrinsik

motivasi belajar dapat dilakukan oleh orang lain, dan salah satunya adalah guru yang

sangat berperan dalam pemberian motivasi ini. Namun secara umum, pemberian

motivasi secara intrinsik dirasa akan lebih baik karena berkaitan secara langsung dengan

tujuan pembelajaran itu sendiri.

Profesionalisme Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Model

Pembelajaran Inkuiri Pada Mata Pelajaran Ekonomi

Seorang guru tidak hanya berperan sebagai pemberi informasi yang berupa

materi pada suatu mata pelajaran, dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas guru

juga bertanggung jawab untuk membimbing siswa. Hamzah B. Uno (2008:15)

menjelaskan bahwa guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab

Page 67: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Profesionalisme Guru dalam… (Ratna Fitri Astuti)

P a g e [ 67 ]

dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Seorang guru harus memiliki

kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola

kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat

kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.

Mata pelajaran ekonomi memiliki beberapa materi yang cukup sulit untuk

dipahami oleh siswa, misalkan saja materi pembangunan ekonomi. Hanya dengan

melihat namanya materi ini dianggap sulit bagi siswa, karena siswa belum pernah

menjumpainya di lingkungan sekitar. Namun ada pula materi ekonomi yang cukup

mudah untuk dimengerti siswa karena mereka sudah sering menjumpai atau bahkan

melakukannya sendiri, misalkan saja materi kebutuhan. Dengan sedikit penjelasan dari

guru siswa sudah mampu memahami materi tersebut, karena siswa merasa sudah sering

menjumpai contoh nyata dari materi kebutuhan. Terkait banyaknya perbedaan pada tiap

materi, dalam setiap pembelajaran guru harus mampu untuk terlebih dulu menarik siswa

untuk mau belajar.

Guru harus selalu berinovasi dalam model pembelajaran yang diterapkan pada

masing-masing materi, hal ini bertujuan agar siswa selalu termotivasi untuk mengikuti

pembelajaran. Menurut Damsar (2012:156) fungsi dari guru memiliki dua dimensi, yaitu

laten dan manifest. Salah satu fungsi manifest seorang guru adalah sebagai motivator,

guru diharapkan mampu memberikan dorongan, kekuatan, motivasi, dan energy yang

besar kepada semua peserta didiknya agar mereka mampu meraih cita-cita yang

digantung setinggi langit. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh

guru untuk meningkatkan motivasi siswa adalah model pembelajaran inkuiri, merupakan

salah satu model yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan belajar

siswa. Memang kebanyakan guru menganggap model pembelajaran inkuiri sebagai model

yang sulit untuk diterapkan karena tidak sesuai dengan budaya pengajaran yang

dilakukan di sekolah. Untuk mengubah suatu kebiasaan memang tidak mudah, namun

perubahan tersebut perlu dilakukan demi tercapainya tujuan dari penyelenggaraan suatu

pendidikan. Perubahan model ini merupakan sebuah inovasi yang dapat dilakukan guru.

Model pembelajaran Inkuiri dapat dijadikan alternatif inovasi model

pembelajaran, karena inkuiri adalah suatu model yang mengajak siswa untuk

menemukan. Menurut Trianto (2007), Inquiry adalah sebagai suatu proses umum yang

dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Ketika siswa melakukan

pembelajaran melalui proses menemukan, daya ingat siswa akan lebih melekat jika

dibandingkan dengan belajar yang hanya sekedar mendengarkan informasi dari orang

lain yang lebih tau atau hanya sekedar menghafal dari buku saja. Dalam pembelajaran

inkuiri siswa bertindak kreatif untuk melakukan pengamatan berbagai fakta atau

fenomena, mengajukan pertanyaan tentang fenomena, mengajukan dugaan,

mengumpulkan data dan siswa harus mampu menyimpulkan apa yang diperoleh

berdasarkan dari data yang telah dianalisis. Dari serangkaian proses pembelajaran

inkuiri yang dilakukan di dalam kelas, akhirnya siswa dapat mempresentasikan atau

menyajikan hasil temuannya.

Page 68: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 68 ] P a g e

Gulo (2002) dalam Trianto (2007: 137) menyatakan, bahwa inkuiri tidak hanya

mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk

pengembangan emosional dan keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang

bermula dari perumusan masalah, merumuskan hipotesis, pengumpulan data,

menganalisis data, dan membuat kesimpulan. Dengan model pembelajaran inkuiri

banyak kemampuan siswa yang dapat dikembangakan secara bersamaan, baik

kemampuan secara akademik maupun kemampuan pribadi. Dengan model pembelajaran

ini siswa akan merasa memiliki tantangan untuk melakukan pemahaman pada sebuah

materi, dan adanya tantangan tersebut dapat merangsang minat siswa untuk ikut

berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Penerapan model pembelajaran inkuiri secara tidak langsung akan memacu siswa

untuk siap belajar, setiap pertemuan siswa akan selalu mempersiapkan diri untuk materi

yang akan dibahas pada hari itu. Pembelajaran tidak hanya berpusat pada teori atau

penjelasan dari guru saja, melainkan siswa diminta untuk mempelajari berbagai

fenomena dalam kehidupan di sekitarnya. Hosnan (2014) menjelaskan bahwa salah satu

ciri-ciri pembelajaran inkuiri adalah seluruh aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik

diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang

dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menimbulkan sikap percaya diri. Dalam hal

ini siswa akan selalu bertanya dalam diri, fenomena apa saja yang dapat mereka

kumpulkan, dan siswa akan memiliki rasa ingin tahu dan berusaha untuk menemukan

jawaban atas pertanyaan yang mereka miliki. Dengan kegiatan belajar mengajar yang

seperti itu dan dilakukan secara terus menerus, maka motivasi belajar siswa akan

semakin meningkat.

Aqib (2002) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam

diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai

tujuan. Motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah dan penggerak tingkah laku.

Dengan adanya motivasi siswa dapat memiliki dorongan dari dalam diri untuk terus

belajar dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Dengan motivasi atas dasar ingin

menemukan jawaban atas pertanyaan yang mereka miliki, maka belajar akan menjadi

sebuah kegiatan yang secara rutin dijalani oleh siswa.

Model pembelajaran inkuiri sangat cocok diterapkan pada mata pelajaran

ekonomi, dengan materi ekonomi yang sebenarnya ada di sekitar siswa maka siswa akan

termotivasi untuk mengumpulkan informasi-informasi tersebut. Bahkan contoh nyata

dari materi ekonomi bisa siswa temui baik melalui TV, radio, ataupun di sekitar rumah

mereka. Meskipun tidak semua materi ekonomi cocok dengan menggunakan model

pembelajaran inkuiri, tapi model ini memiliki tahapan yang bagus dan sangat tepat untuk

diterapkan.

Keberhasilan dari penerapan model pembelajaran inkuiri selain dari peran aktif

siswa, tentunya juga harus diimbangi dengan peran guru dalam pembelajaran, di mana

dalam model pembelajaran inkuiri guru berfungsi sebagai motivator, fasilitator, penanya,

administrator, pengarah, pengelola kelas dan rewarder. Afrischa dkk (2013) dalam

Page 69: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Profesionalisme Guru dalam… (Ratna Fitri Astuti)

P a g e [ 69 ]

penelitiannya menyimpulkan hasil belajar siswa yang menggunakan pendekatan inkuiri

sebesar 89,8 lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran

konvensional sebesar 80, 82. Dari hasil ini dapat kita lihat bahwa dengan penerapan

model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa, di mana hasil ini

juga sangat ditentukan oleh adanya motivasi belajar yang dimiliki siswa.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Haryati & Ahmad (2008) juga memiliki

kesimpulan yang sama, bahwa peningkatan prestasi belajar siswa ini dapat dilihat

perbandingan rata-rata prestasi belajar siswa sebelum dilaksanakannya metode

pembelajaran inkuiri dengan peningkatan rata-rata prestasi belajar siswa setelah

dilaksanakannya metode pembelajaran inkuiri. Dengan adanya beberapa penelitian yang

menunjukkan hasil positif terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri, hal ini dapat

menjadi dorongan bagi para guru agar tidak terlalu takut untuk melakukan perubahan

dalam model pembelajaran.

SIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa,

seorang guru tidak hanya berperan untuk memberikan informasi berupa materi

pelajaran saja, tetapi juga berperan untuk membimbing siswa untuk senantiasa belajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran ekonomi, guru harus

selalu berinovasi dalam model pembelajaran yang digunakan, hal ini bertujuan agar

siswa selalu termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran inkuiri

dapat dijadikan alternatif dari inovasi yang dilakukan guru, di mana inkuiri merupakan

salah satu model yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan belajar

siswa. Dengan penerapan model pembelajaran inkuiri siswa akan terpacu untuk belajar

sendiri, setiap pertemuan siswa akan selalu mempersiapkan diri untuk materi yang akan

dibahas pada hari itu. Dalam penerapan model inkuiri, pembelajaran tidak hanya

berpusat pada teori atau penjelasan dari guru saja, melainkan siswa diminta untuk

mempelajari berbagai fenomena dalam kehidupan di sekitarnya. Keberhasilan dari

penerapan model pembelajaran inkuiri selain dari peran aktif siswa, tentunya juga harus

diimbangi dengan peran guru dalam pembelajaran, di mana dalam model pembelajaran

inkuiri guru berfungsi sebagai motivator, fasilitator, penanya, administrator, pengarah,

pengelola kelas dan rewarder.

DAFTAR PUSTAKA

Afrischa, Wan Lady dkk. (2013). Perbedaan Hasil Belajar Siswa MenggunakanPendekatan Inkuiri Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Mata PelajaranEkonomi Kelas Xi Ips Sma N 14 Padang. Jurnal Mahasiswa Pendidikan EkonomiVol 2, No 2 (2013). (http://ejournal-s1.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/Ekonomi/issue/view/18, diakses tanggal 8 April 2015).

Aqib, Zaenal. (2002). Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: InsanCendekia.

Page 70: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 70 ] P a g e

B. Uno, Hamzah. (2008). Profesi Kependidikan problema, solusi, dan reformasi di Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara.

Damsar. (2012). Pengantar sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia

Haryati, Titik dan Ahmad, Fandi K. (2008). Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pada MataPelajaran Ekonomi Pokok Bahasan Pasar Dengan Menerapkan MetodePembelajaran Inkuiri. (Online). Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol 3 No.2 Juli, Tahun2008. (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/DP/article/view/390, diaksespada tanggal 8 April 2015).

Latuconsina, Hudaya. 2014. Pendidikan Kreatif Menuju Generasi Kreatif dan KemajuanEkonomi Kreatif di Indonesia. Jakarta: PT Gramdia Pustaka Utama.

M. Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.Bogor: Ghalia Indonesia.

Pidarta, Made. (2007). Landasan Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Suryadi, Ace. (1999). Pendidikan Investasi SDM dan Pembangunan isu Teori dan AplikasiJakarta: Balai Pustaka.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher.

Page 71: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Keefektifan Model Pembelajaran… (Sri Panca Setyawati)

P a g e [ 71 ]

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY BASED LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN SELF DIRECTED LEARNING MAHASISWA

Sri Panca SetyawatiUniversitas Nusantara PGRI Kediri

[email protected]

AbstrakMandiri merupakan salah satu tujuan pendidikan di Indonesia, oleh karena itukemandirian harus terus dikembangkan, khususnya dalam lembaga pendidikanformal tidak terkecuali di perguruan tinggi. Para pendidik belum dapatmelaksanakan tugas pembelajarannya secara optimal dan profesional untukmemandirikan mahasiswa. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan masihdigunakannya metode pembelajaran yang dicirikan dengan konsep one wayinformation, sehingga mengakibatkan mahasiswa hanya pasif. Oleh karena ituperlu adanya pembelajaran yang bisa memandirikan mahasiswa, terutama dalambelajar, salah satunya adalah dengan menerapkan model Inquiry Based Learning(IBL). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan modelpembelajaran IBL untuk meningkatkan Self Directed Learning (SDL) mahasiswa.Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desainpretest-posttest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran IBLefektif untuk meningkatkan SDL mahasiswa.

Kata kunci: Model pembelajaran Inquiry Based Learning, Self-Directed Learning

PENDAHULUAN

Untuk mewujudkan potensi maksimal peserta didik, penting bagi peserta didik

untuk memiliki self directed learning skills yang baik (Williamson, 2007) sebagaimana

dikemukakan oleh Galinsky (2010) bahwa salah satu keterampilan dasar yang harus

dimiliki oleh individu adalah keterampilan self directed learning, sehingga kata kunci

dalam pendidikan adalah kemandirian. Meningkatnya tantangan kehidupan di era

globalisasi (termasuk MEA) mengakibatkan pendidikan harus dapat memberi bekal hard

skill dan soft skill yang memadai kepada peserta didik agar dapat mengaktualisasi diri

secara positif di masyarakat, baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Salah satu soft skill yang penting dilatihkan adalah self directed learning. Individu

yang memiliki self directed learning yang tinggi, akan membuat mereka dapat secara

mandiri menambah pengetahuan dan wawasannya, melengkapi pengetahuannya,

memperbarui pengetahuannya, dan mengadaptasi pengetahuannya sesuai dengan

tuntutan kehidupan. Dengan dimilikinya wawasan dan pengetahuan yang tinggi, individu

akan memiliki kualitas yang lebih baik sehingga mampu bersaing dan bersanding sejajar

dengan bangsa lain.

Mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika sebuah perguruan tinggi yang

sudah dikategorikan dewasa, idealnya sudah menjadi individu yang memiliki

kemandirian dalam belajar. Namun faktanya mahasiswa yang memiliki kemandirian

belajar masih rendah, bahkan dikatakan oleh Wey (dalam Dettori & Persico, 2011) bahwa

kebanyakan mahasiswa Asian masih dipersepsikan sebagai mahasiswa pasif dan terbiasa

Page 72: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 72 ] P a g e

dengan lingkungan teacher-centered learning, sehingga mengakibatkan rendahnya

kualitas pendidikan di Indonesia.

Hampir semua komponen masukan dan komponen proses dalam

penyelenggaraan pendidikan di Indonesia kurang mendukung terciptanya pendidikan

yang berkualitas, dan hal ini terjadi di sebagian besar sekolah di Indonesia (Astuti, 2007),

termasuk di perguruan tinggi. Sekolah adalah lingkungan yang penting untuk mendidik

individu menjadi pribadi yang berkarakter. Sekolah seharusnya menanamkan nilai-nilai

karakter kepada warga sekolahnya, mengembangkan soft skill atau komponen non

akademik/nonkognitif, karena pada kenyataannya sekolah masih memusatkan perhatian

pada aspek kognitif dan akademik, baik secara nasional maupun secara lokal.

Para pendidik (dosen) belum dapat melaksanakan tugasnya secara optimal dan

profesional. Dalam pembelajaran, mereka masih menggunakan metode pembelajaran

yang bercirikan konsep one way information yang menjadikan dosen sebagai sumber

utama pengetahuan (teacher centered learning). Pembelajaran yang dilakukan dosen

hanya instruksi, bukan konstruksi atau rekonstruksi pengetahuan, bahkan tidak memberi

kesempatan pada mahasiswa untuk menentukan arah mana mahasiswa ingin

bereksplorasi dalam menemukan pengetahuan yang bermakna bagi dirinya (Purwanto,

2011).

Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya kemandirian belajar pada mahasiswa

sebagaimana dikemukakan oleh Alsa (2005) bahwa kemandirian belajar pelajar

Indonesia rendah, dan rendahnya ini disebabkan oleh lingkungan dan setting belajar

yang tidak banyak memberikan tantangan kepada pelajar seperti: standar kelulusan yang

ditetapkan oleh pemerintah sangat rendah, tidak menuntut pelajar untuk bekerja keras,

pelajar yang tidak belajar dengan baik, asal memenuhi syarat partisipasi dan kehadiran di

kelas, maka ia dapat naik kelas atau lulus ujian, tidak adanya tekanan agar pelajar belajar

dengan tekun dan giat, karena sekolah lebih berorientasi pada kuantitas lulusan.

Kemandirian belajar yang rendah juga tampak pada mahasiswa Universitas

Nusantara PGRI Kediri yang ditunjukkan dengan gejala berikut: malas mengerjakan

tugas, seringnya menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas, kurangnya inisiatif dan

tanggung jawab untuk belajar, kurangnya rasa keingintahuan mahasiswa terhadap

materi ajar, rendahnya inisiatif mahasiswa untuk mempelajari materi perkuliahan

terlebih dahulu sebelum dikaji di kelas, minat baca yang rendah, sangat tergantung pada

dosen dalam pembelajaran, tidak memahami kebutuhan dan strategi belajarnya, dan

jarang mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Dalam proses perkuliahan, jarang

mahasiswa yang berinisiatif untuk bertanya atau pun memberikan tanggapan.

Self directed learning merupakan faktor penting dalam pembelajaran (Reio, 2004)

yang dapat dikembangkan melalui intervensi pendidikan yang terencana (Candy, dalam

Williamson, 2007). Hubungan antara fasilitator dan peserta didik, pengaturan di mana

pembelajaran terjadi, dan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dipandang sebagai

hal utama dalam proses belajar mandiri bagi peserta didik (Richard, 2007).

Page 73: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Keefektifan Model Pembelajaran… (Sri Panca Setyawati)

P a g e [ 73 ]

Pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam memfasilitasi

berkembangnya self directed learning peserta didik. Dalam paradigma pembelajaran yang

mendidik, pendidik sebagai fasilitator dan sumber belajar tidak hanya mentransfer

pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi juga harus berusaha meningkatkan self

directed learning peserta didik. Self directed learning akan membuat peserta didik

bertanggung jawab untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi

pembelajaran mereka sendiri dan diharapkan untuk bekerja secara mandiri atau dengan

orang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hiemstra & Brookfield,

dalam Williamson, 2007).

Upaya meningkatkan Self directed learning tersebut dapat dilakukan melalui

penciptaan kondisi pembelajaran yang menyenangkan, yang memberi kebebasan pada

peserta didik untuk bertanya, berpikir, dan berpendapat. Salah satu upaya menciptakan

kondisi pembelajaran yang mendukung terwujudnya self directed learning adalah dengan

menerapkan model Inquiry Based learning (IBL).

Penerapan Inquiry Based Learning dalam pembelajaran diharapkan akan mampu

meningkatkan self directed learning mahasiswa karena dampak pengiring dari

pelaksanaan pembelajaran Inquiry Based Learning adalah terwujudnya kemandirian

belajar peserta didik (Joyce & Weil, 1996). Model pembelajaran ini menawarkan

pembelajaran yang aktif dan otonom, terutama pada saat peserta didik merumuskan

pertanyaan-pertanyaan dan menguji gagasan yang dihasilkan. Model ini juga bisa

meningkatkan keberanian peserta didik untuk mengajukan pertanyaan. Peserta didik

akan menjadi lebih terampil dalam ekspresi verbal seperti mendengarkan pendapat

orang lain dan mengingat apa yang telah diungkapkan (Joyce & Weil, 1996).

Berdasarkan pada latar belakang yang menggambarkan kondisi self directed

learning mahasiswa yang rendah, sementara di sisi lain digambarkan tentang pentingnya

self directed learning tersebut dikembangkan, maka diperlukan adanya upaya untuk

meningkatkannya. Upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan model Inquiry

Based learning dalam pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui keefektifan model Inquiry Based Learning untuk meningkatkan

Self Directed Learning mahasiswa.

Self Directed Learning adalah sebuah proses mental yang ditujukan secara pribadi

disertai dan didukung oleh kegiatan perilaku yang terlibat dalam mengidentifikasi dan

mencari informasi (Long, dalam Hoban & Hoban, 2004). Peserta didik memutuskan

bagaimana, di mana, dan kapan harus mempelajari konten yang mereka identifikasi

penting (Hammonds & Collin, dalam Kennedy, dkk., 2000). Knowles (dalam Hoban &

Hoban, 2004) mendefinisikan bahwa self directed learning adalah sebuah proses individu

mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain dalam mendiagnosis

kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber daya manusia

dan material untuk belajar, memilih dan menerapkan strategi belajar yang tepat, dan

mengevaluasi hasil belajar. Oleh karena itu peserta didik bertanggung jawab untuk

merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi belajar mereka sendiri dan diharapkan

Page 74: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 74 ] P a g e

untuk bekerja secara mandiri atau dengan orang lain dalam rangka mencapai tujuan

belajar (Hiemstra & Brookfield, dalam Williamson, 2007). Kunci dari belajar mandiri

adalah inisiatif atau proaktif seseorang untuk mengelola belajarnya (Hiemstra, 1988;

Knowles, 1975).

Jadi self directed learning adalah kemampuan mahasiswa mengambil inisiatif

untuk bertanggung jawab terhadap pelajarannya dengan atau tanpa orang lain yang

meliputi aspek: kesadaran, strategi belajar, kegiatan belajar, evaluasi, dan keterampilan

interpersonal.

Inquiry Based Learning adalah pembelajaran yang mendorong peserta didik

belajar melalui investigasi dan dipandu pertanyaan berpusat pada peserta didik (Lee,

dkk., dalam Justice, dkk., 2007). Inquiry adalah suatu strategi untuk membuat peserta

didik mengeksplorasi pengetahuan. Sebuah model untuk menemukan informasi yang

berhubungan dengan suatu topik, lebih khusus inquiry digunakan untuk pengembangan

pengetahuan bagi peserta didik (Joseph Schwab, dalam Johnson, 2005). Sebuah metode

pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk mengenal dan menyatakan

permasalahan, untuk mengajukan pertanyaan tentang masalah tersebut dengan cara

memberikan mereka kesempatan menjawab dan memberi penghargaan bahwa jawaban

tersebut adalah hasil akhir dan awal untuk studi selanjutnya (Herron, dalam Johnson,

2005).

Ash & Klein (dalam Johnson, 2005) menggambarkan inquiry learning sebagai

proses mempelajari ilmu pengetahuan yang sangat mirip dengan metode dan prosedur

pengetahuan yang benar. Metode ini akan membuat peserta didik secara aktif

mempelajari materi dan isi pelajaran, melaksanakan gagasan dan meminta pertanyaan

lebih lanjut ke dalam area pelajaran. Pendidik menjadi fasilitator, bukan expert (ahli) dari

semua materi, sehingga harus aktif dalam proses belajar yang melibatkan peserta didik

dalam merencanakan, mengorganisasikan materi, dan menanyakan berbagai pertanyaan

untuk mengarahkan. Peran pendidik adalah menyediakan keterbukaan dialog dalam

kelas antar peserta didik dan peserta didik diberi kesempatan untuk meneliti

pertanyaannya.

Richard Suchman (dalam Joyce & Weil, 1996) menjelaskan bahwa model

pembelajaran inquiry sangat penting untuk mengembangkan nilai, sikap, dan cara

berpikir ilmiah, seperti: (1) keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan

pengorganisasian data, termasuk merumuskan dan menguji hipotesis serta menjelaskan

fenomena, (2) kemandirian belajar, (3) keterampilan mengekspresikan secara verbal, (4)

kemampuan berpikir logis, dan (5) kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif.

Penerapan model Inquiry based Learning mempunyai dampak instruksional

(instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect). Dampak instruksional yang

dihasilkan adalah diperolehnya proses-proses ilmiah dan strategi penyelidikan kreatif,

dan dampak pengiringnya adalah: semangat kreativitas, kemandirian dan otonomi dalam

pembelajaran, toleran terhadap ambiguitas, dan sifat pengetahuan yang tentatif. Lim

(2004) menegaskan bahwa proses penyelidikan adalah faktor yang paling penting yang

Page 75: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Keefektifan Model Pembelajaran… (Sri Panca Setyawati)

P a g e [ 75 ]

mencirikan inquiry based learning dan telah dianggap bermanfaat dalam menambah

pembelajaran bermakna. Dalam pembelajaran inquiry peserta didik lebih banyak terlibat

dan mendapat kesempatan untuk berpikir, tidak hanya mendengarkan ceramah dari

pendidik. Peserta didik dapat merumuskan jawaban dari masalah yang disajikan dalam

diskusi.

Self Directed Learning dapat terbentuk melalui empat tahap (Gibbons, 2002).

Pertama, siswa berpikir secara mandiri, artinya siswa tidak menggantungkan

pemikirannya pada guru, tetapi pada pemikirannya sendiri. Kedua, siswa belajar

memanaj diri sendiri. Ketiga, siswa belajar perencanaan diri, bagaimana siswa akan

belajar mencapai program dan tujuan belajar yang sudah ditetapkan. Keempat,

terbentuknya self directed learning siswa memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari

dan bagaimana akan mempelajari.

METODE

Untuk melihat pengaruh treatment (independent variable) atau perlakuan

terhadap perubahan variable lain (dependent variable), metode penelitian yang

digunakan adalah quasi eksperimen dengan rancangan pretest-posttest. Perlakuan yang

diterapkan adalah model pembelajaran inquiry based learning dan yang akan

terpengaruh adalah self directed learning.

Subjek penelitiannya adalah mahasiswa prodi Bimbingan dan Konseling

Universitas Nusantara PGRI Kediri yang sedang menempuh mata kuliah Pengantar

Konseling. Subjek dipilih secara purposif yakni mahasiswa yang memiliki skor rendah

pada skala Self Directed Learning.

Instrumen pengumpul data yang digunakan adaptasi dari SRSSDL (Self Rating

Scale of Self Directed Learning) yang memiliki komponen awareness (kesadaran), learning

strategies (strategi belajar), learning activities (aktivitas belajar), evaluation (evaluasi),

dan Interpersonal skill (keterampilan interpersonal). SRSSDL ini dikembangkan oleh

Williamson (2007). Sebelum digunakan, alat ukur ini diujicobakan terlebih dahulu untuk

mengetahui tingkat validitas dan reliabilitasnya. Untuk menentukan tingkat self directed

learning, dilihat dari jumlah skor yang diperoleh subjek. Semakin rendah skor yang

diperoleh, semakin rendah tingkat self directed learning yang dimiliki. Kategori skor

skalanya dibagi atas tiga tingkatan: rendah (60-140), sedang (141-220), dan tinggi (221-

300).

Perlakuan dengan menerapkan model Inquiry Based Learning dilaksanakan

selama satu semester. Proses pemberian perlakuan sebagai berikut: (1) mahasiswa diberi

topik perkuliahan yang perlu dikaji, (2) mahasiswa mengembangkan topik tersebut

dalam bentuk makalah, (3) mahasiswa menyajikan topik tersebut di kelas, (4) mahasiswa

diberi kesempatan untuk bertanya, berdialog, berbagi pengetahuan terkait topik yang

sedang dikaji, (5) mahasiswa menyimpulkan hasil diskusinya sehingga terdapat

persamaan persepsi tentang topik yang dikaji. Dalam proses pembelajaran ini, dosen

berperan sebagai fasilitator.

Page 76: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 76 ] P a g e

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik

nonparametrik. Untuk mengukur perbedaan antara pretest dan posttest dengan teknik

analisis Wilcoxon dengan menggunakan bantuan program computer SPSS versi 17.0.

Hasil analisis selanjutnya dikonsultasikan dengan indeks table Wilcoxon. Jika statistic

hitung (angka z output) > statistic table (table z) atau nilai Sig. < α (0.05), maka H0

ditolak, berarti Inquiry Based Learning dianggap efektif untuk meningkatkan self directed

learning mahasiswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasar hasil pengumpulan data pretest tentang self directed learning

menunjukkan bahwa skor yang diperoleh mahasiswa termasuk kategori sedang dengan

skor terendah 167 dan skor tertinggi 208. Setelah diberi perlakuan dengan inquiry based

learning, perolehan skor self directed learning menunjukkan peningkatan. Skor yang

dihasilkan tiap mahasiswa bervariasi dalam kisaran skor terendah 232 dan skor tertinggi

267. Semua mahasiswa yang semula memiliki self directed learning sedang, berubah

memiliki self directed learning pada kategori tinggi.

Untuk mengetahui keefektifan inquiry based learning dalam meningkatkan self

directed learning, dilakukan analisis terhadap data yang sudah terkumpul dengan

menggunakan uji Wilcoxon. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

tingkat self directed learning mahasiswa sebelum dan sesudah diberi pembelajaran

dengan model inquiry based learning.

Tabel 1

Uji Wilcoxon terhadap tingkat Self Directed Learning Mahasiswa

N Mean Rank Sum of Ranks

Posttest-Pretest NegativeRanks

Positive Ranks

Ties

Total

0a

20b

0c

20

.00

6.50

.00

87.00

a. Posttest < Pretest

b. Posttest > Pretest

c. Posttest = Pretest

Test Statisticsb

Postest-Pretest

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

-3.064a

.002

a. Based on negative ranks

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 77: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Keefektifan Model Pembelajaran… (Sri Panca Setyawati)

P a g e [ 77 ]

Berdasar Tabel 1, dapat dilihat output untuk membandingkan dengan nilai tabel.

Dalam analisis ini, statistic hitung (angka z output) > statistic table (table z), maka H0

ditolak. Nilai Z table adalah ±1.96 dengan α = 0.05 (2 sisi), jadi 0.05/2. Karena nilai Z

hitung bernilai negative maka sebagai pembanding digunakan nilai Z table yang bernilai

negative, yaitu –Z hitung < -Z table = -3.064 < -1.96, maka H0 ditolak. Cara lain adalah

dengan melihat pada kolom asymp. Sig. (2-tailed)/asymptotic significance atau p-value

atau nilai peluang adalah 0.002. Jika nilai Sig. < α, nilai Sig. adalah 0.002 < α 0.05, maka H0

ditolak, artinya Inquiry Based Learning efektif untuk meningkatkan Self Directed Learning

mahasiswa.

Hasil penelitian ini bersesuaian dengan konsep yang dikemukakan oleh Joyce &

Weil (1996) bahwa penerapan model Inquiry Based Learning dalam pembelajaran

mempunyai dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant

effect). Dampak instruksional yang dihasilkan adalah diperolehnya proses-proses ilmiah

dan strategi penyelidikan kreatif, dan dampak pengiringnya adalah: semangat kreativitas,

kemandirian dan otonomi dalam pembelajaran, toleran terhadap ambiguitas, dan sifat

pengetahuan yang tentatif. Hasil penelitian ini juga bersesuaian dengan penelitian Kim

(2006) yang menyimpulkan bahwa mengajar berbasis inquiry meningkatkan prestasi

matematika dan berpengaruh pada sikap siswa terhadap matematika.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pembelajaran dengan model

inquiry based learning dapat meningkatkan self directed learning mahasiswa. Hal ini

dapat dilihat dari hasil uji statistik Wilcoxon yang menunjukkan adanya perbedaan self

directed learning sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran dengan model inquiry

based learning. Uji hipotesis juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model

inquiry based learning memberikan efek dalam meningkatkan self directed learning

mahasiswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inquiry

based learning efektif untuk meningkatkan self directed learning mahasiswa.

Mengingat pentingnya peran soft skill dalam menghadapi tantangan kehidupan

termasuk dalam menghadapi MEA, maka sudah saatnya lembaga pendidikan formal,

khususnya perguruan tinggi lebih meningkatkan pengembangan soft skill tersebut

melalui tindak pembelajaran. Salah satu yang harus dikembangkan adalah self directed

learning. Berdasar pada hasil penelitian ini, direkomendasikan agar (1) para dosen

menggunakan pembelajaran inquiry based learning untuk meningkat self directed

learning mahasiswa, (2) para dosen perlu mencoba menerapkan berbagai alternatif

model pembelajaran yang memungkinkan berkembangnya self regulated learning

mahasiswa, (3) para peneliti untuk mengembangkan penelitian sejenis lebih lanjut.

Page 78: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 78 ] P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Alsa, A. (2005). Program Belajar, Jenis Kelamin, Belajar Regulasi Diri, dan Prestasi BelajarPada Pelajar SMA Negeri di Yogyakarta. Disertasi. Psikologi UGM.

Dettori, G., & Persico, D., (201). Fostering Self Regulated Learning through ICT, USA, IGIGlobal

Galinsky, Ellen. (2010). Mind in the Making: The Seven Essential Life Skills Every ChildNeeds, USA., Harper Collins Publisher

Hiemstra, R., (2004). Is the Internet Changing Self Directed Learning Lexicon,International Journal Self Directed Learning, 1 (2), Fall, 1-16.

Hoban, J., dkk. (2004).The Self Directed Learning Readiness Scale: A Factor AnalysisStudy. Blackwell Publishing Ltd Medical Education, 39, 370-379.

Johnson, Duanne. (2005). Teaching and Learning Research Exchange: Challenges toImplementing Inquiry: In The Senior Science Classroom, Stirlling Mcdowell.

Joyce, Bruce & Weil, Marsha. (1996). Model of Teaching, Boston: Allyn and Bacon.Williamson, S.N. (2007). Development of A Self-Rating Scale of Self DirectedLearning. Nurse Researcher, 14 (2), 66-83

Justice, C.dkk., (2007). Inquiry in Higher Education: Reflections and Direction on CourseDesign an Teaching Methods. Journal Innov High Educ: , 31, 201-21.

Kennedy, Gregor, dkk., (2000). The Personal Learning Planner: A Software Support Tool forSelf Directed Learning, Australia: The University of Melbourne.

Kim, Taik Hee. (2006). Impact of Inquiry Based Teaching on Student MathematicAchievement and Attitude. Disertasi. The University of Cincinnati.

Knowles, M.S. (1975). Self Directed Learning: A Guide for Learners and Teachers,Engleewood Cliffs: Prentice Hall Regents.

Lim, Byung-RO. (2004). Challenges and Issue in Designing Inquiry on The Web, BritishJournal of Educational Technology, 35 (5), 627-643.

Reio, Thomas G., Jr. (2004). Prior Knowledge, Self Directed Learning Readiness, andCuriosity: Antecedent to Classroom Learning Performance, International Journal ofSelf Directed Learning, 1 (1), Spring, 18-25.

Richard, Virginia, B. (2007). Self Directed Learning Revisited: A Process Perspective,International Journal of Self Directed Learning, 4 (1), Spring, 40-49.

Page 79: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Quantum Learning… (Dian Anugrah Sanusi)

P a g e [ 79 ]

PENDEKATAN QUANTUM LEARNING PADA MATA PELAJARAN

KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKAN JIWA ENTREPRENEUR

Dian Anugrah SanusiUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakPerkembangan kurikulum ini difokuskan pada pembentukan kompetensi dankarakter peserta didik, berupa panduan pengetahuan, keterampilan, dan sikapyang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadapkonsep yang dipelajari secara kontekstual di mana proses pembelajarannyamenggunakan Pendekatan Quantum Learning. Tugas seorang pendidik dalampendekatan Quantum Learning adalah menciptakan proses pembelajaran yangnyaman dan mengarahkan. Sehingga dapat mendorong siswa lebih kreatif,inovatif dan menumbuhkan jiwa entrepreneur guna menghadapi masyarakatekonomi Asia 2015.

Kata Kunci: Pendekatan Quantum Learning, entrepreneur.

PENDAHULUAN

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk membantu

mengarahkan yang dicapainya sesuai dengan tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

Interaksi dalam proses pembelajaran dalam diperoleh dari dalam maupun luar individu.

Kenyataan yang sering kita hadapi ada sejumlah siswa yang memperoleh hasil belajar di

bawah rata-rata, atau dibandingkan dengan nilai rata-rata antara siswa yang satu dengan

yang lain di dalam kelas itu secara potensial diharapkan memperoleh hasil yang baik

akan tetapi memiliki prestasi dalam diri itu kurang. Sehingga salah satu pendekatan

pembelajaran yang digunakan yaitu Quantum Learning, di mana Quantum learning ini

merupakan metode yang mengedepankan unsur-unsur kebebasan, santai menyenangkan

dan menggairahkan, sedangkan peranan guru adalah bertindak sebagai fasilitator dan

moderator yang mengarahkan apa yang menjadi keinginan siswa dalam proses

pembelajaran. Selain itu dalam pembelajaran quantum bisa menggunakan media yang

lembut supaya mengurangi sedikit beban yang akan siswa hadapi saat belajar.

Bobby De Porter dan Mike Hernacki (1999: 16) menjelaskan bahwa: Quantum

learning merupakan gabungan dari sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP

(Neurolinguistik merupakan suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur

informasi) yang disesuaikan dengan teori, keyakinan dan metode tersendiri yang telah

disesuaikan. Berdasarkan pendapat tersebut, metode pembelajaran Quantum Learning

merupakan metode pembelajaran yang mencakup aspek global atau menyeluruh. Dalam

hal ini disebut juga sebagai global learning. Sehingga dalam kurikulum 2013 pendekatan

tersebut dapat membantu peserta didik bisa lebih memiliki inisiatif dalam proses

pembelajaran yang berlangsung dan mendorong peserta didik untuk lebih kreatif dan

memiliki jiwa entrepreneur.

Page 80: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 80 ] P a g e

Wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam

mutu wirausaha itu sendiri. Sekarang kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah

wirausahawan Indonesia masih sedikit dan mutunya belum bisa dikatakan hebat,

sehingga persoalan pembangunan wirausaha Indonesia merupakan persoalan mendesak

bagi suksesnya pembangunan. Wirausaha adalah seseorang pembuat keputusan yang

membantu terbentuknya system ekonomi perusahaan yang bebas. Karir kewirausahaan

dapat mendukung kesejahteraan masyarakat, menghasilkan imbalan financial yang nyata.

Wirausaha di berbagai industry membantu perekonomian dengan menyediakan

pekerjaan dan memproduksi barang dan jasa bagi konsumen dalam negeri maupun di

luar negeri. Meskipun perusahaan raksasa menarik perhatian banyak publik akan tetapi

bisnis kecil dan kegiatan kewirauasahaannya setidaknya memberikan andil nyata bagi

kehidupan sosial dan perekonomian dunia, sehingga untuk membangun suasana

intrapreneurship, maka sebuah organisasi harus menerapkan procedure yang menunjang.

Kadangkala perlu minta bantuan konsultasi untuk menciptakan suasana tersebut. Namun

yang penting adalah komitmen dari seluruh jajaran manajemen, dari top, upper dan

middle management.

Penerapan Quantum learning dalam pembelajaran kewirausahaan itu memiliki

hubungan yang saling terkait karena penerapan Quantum learning membantu siswa

untuk bisa lebih memiliki motivasi dan minat dalam berwirausaha. Sehingga penulis

tertarik untuk mengkaji tentang “Pendekatan Pembelajaran Quantum Learning Pada

Mata Pelajaran Kewirausahaan Sebagai Upaya Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur”.

Dengan tujuan menumbuhkan jiwa entrepreneur siswa dan menciptakan proses

pembelajaran yang menyenangkan.

Quantum learning ini berakar dari upaya Georgi Lozanov (2014; 32), pendidik

berkebangsaan Bulgaria, di mana Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi, dan

seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta

membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Quantum

Learning juga suatu hal tentang bagaimana otak mengatur informasi.

PENERAPAN QUANTUM LEARNING DALAM PEMBELAJARAN

Langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam pembelajaran melalui konsep

Quantum Learning dengan cara:

a) Kekuatan Ambak.

b) Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat

dan akibat-akibat suatu keputusan. Motivasi sangat diperlukan dalam belajar karena

dengan adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu ada. Pada langkah

ini siswa akan diberi motivasi oleh guru agar siswa dapat mengidentifikasi dan

mengetahui manfaat atau makna dari setiap pengalaman atau peristiwa yang

dilaluinya dalam hal ini adalah proses belajar.

c) Penataan lingkungan belajar.

Page 81: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Quantum Learning… (Dian Anugrah Sanusi)

P a g e [ 81 ]

d) Dalam proses belajar dan mengajar diperlukan penataan lingkungan yang dapat

membuat siswa merasa aman dan nyaman, dengan perasaan aman dan nyaman ini

akan menumbuhkan konsentrasi belajar siswa yang baik. Dengan penataan

lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan dalam diri siswa.

e) Memupuk sikap juara.

f) Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu dalam belajar siswa,

seorang guru hendaknya jangan segan-segan untuk memberikan pujian atau hadiah

pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya, tetapi jangan pula mencemoh siswa

yang belum mampu menguasai materi. Dengan memupuk sikap juara ini siswa akan

merasa lebih dihargai.

g) Bebaskan gaya belajarnya.

h) Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa, gaya belajar tersebut

yaitu: visual, auditorial dan kinestetik. Dalam quantum learning guru hendaknya

memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan janganlah terpaku pada

satu gaya belajar saja.

i) Membiasakan mencatat.

j) Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas kreasi ketika siswa tidak hanya

bisa menerima, melainkan bisa mengungkapkan kembali apa yang didapatkan

menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan sesuai gaya belajar siswa itu

sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan simbol-simbol atau

gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu sendiri, simbol-simbol tersebut dapat

berupa tulisan.

k) Membiasakan membaca.

l) Salah satu aktivitas yang cukup penting adalah membaca. Karena dengan membaca

akan menambah perbendaharaan kata, pemahaman, menambah wawasan dan daya

ingat akan bertambah. Seorang guru hendaknya membiasakan siswa untuk

membaca, baik buku pelajaran maupun buku-buku yang lain.

m) Jadikan anak lebih kreatif.

n) Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba dan senang bermain.

Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan mampu menghasilkan ide-ide yang

segar dalam belajarnya.

o) Melatih kekuatan memori.

p) Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar anak, sehingga siswa perlu dilatih

untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik.

Konsep Dasar Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan

sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil (Ahmad Sanusi,

1994).

Page 82: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 82 ] P a g e

Motivasi Berwirausaha

Salah satu kunci sukses untuk berhasil menjadi wirausahawan adalah motivasi

yang kuat untuk berwirausaha. Motivasi untuk menjadi seseorang yang berguna bagi diri

sendiri, keluarga, dan masyarakatnya melalui pencapaian prestasi kerja sebagai seorang

wirausahawan. Apabila seseorang memiliki keyakinan bahwa bisnis yang (akan)

digelutinya itu sangat bermakna bagi hidupnya, ia akan berjuang lebih keras untuk

sukses.

Berkaitan dengan motivasi untuk berwirausaha, setidaknya terdapat enam

“tingkat” motivasi berwirausaha yang masing-masing memiliki indikator kesuksesan

yang berbeda-beda, yaitu:

a) Motivasi material, mencari nafkah untuk memperoleh pendapatan atau kekayaan.

b) Motivasi rasional-intelektual, mengenali peluang dan potensialitas pasar,

menggagas produk atau jasa untuk meresponnya.

c) Motivasi emosional-ekosistemis, menciptakan nilai tambah serta kelestarian

sumber daya lingkungan.

d) Motivasi emosional-sosial, menjalin hubungan dengan atau melayani kebutuhan

sesama manusia.

e) Motivasi emosional-intrapersonal (psiko-personal), aktualisasi jati diri dan/atau

potensi-potensi diri dalam wujud suatu produk atau jasa yang layak pasar.

f) Motivasi spiritual, mewujudkan dan menyebarkan nilai-nilai transcendental,

memaknainya sebagai modus beribadah kepada tuhan.

Membangun Jiwa Kewirausahaan

Menurut Hisrich dan Peters (1992) adalah berbicara mengenai perilaku, yang

mencakup pengambilan inisiatif, mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme social

dan ekonomi terhadap sumber dan situasi ke dalam praktek, dan penerimaan risiko atau

kegagalan. Para ahli ekonomi mengemukakan bahwa wirausaha adalah orang yang dapat

meningkatkan nilai tambah terhadap sumber, tenaga kerja, alat, bahan dan asset lain,

serta orng yang memperkenalkan perubahan, inovasi dan cara-cara baru.

Membangun jiwa kewirausahaan berarti memadukan kepribadian, peluang,

keuangan, dan sumber daya yang ada di lingkungan sekolah guna mengambil

keuntungan. Kepribadian ini mencakup pengetahuan, keterampilan sikap, dan perilaku.

Dari Steinhoff (1993) dapat diidentifikasi karakteristik kepribadian wirausaha sebagai

berikut:

a) Memiliki kepercayaan diri (self confidence) yang tinggi, terhadap kerja keras, mandiri,

dan memahami bahwa risiko yang diambil adalah bagian dari keberhasilan. Dengan

modal tersebut mereka bekerja dengan tenang, optimis, dan tidak dihantui oleh rasa

takut gagal.

b) Memiliki kreativitas diri (self creativity) yang tinggi dan kemampuan mencari jalan

untuk merealisasikan berbagai kegiatan melalui kewirausahaan.

Page 83: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Quantum Learning… (Dian Anugrah Sanusi)

P a g e [ 83 ]

c) Memiliki pikiran positif (positif thinking), dalam menghadapi suatu masalah atau

kejadian, dan melihat aspek positifnya. Dengan demikian, mereka selalu melihat

peluang dan memanfaatkannya untuk mendukung kegiatan yang dilakukan.

d) Memiliki orientasi pada hasil (output oriented), sehingga hambatan tidak membuat

mereka menyerah, tetapi justru tertantang untuk mengatasi, sehingga mencapai hasil

yang diharapkan.

e) Memiliki keberanian untuk mengambil risiko, baik risiko terhadap kecelakaan,

kegagalan, maupun kerugian. Dalam melaksanakan tugas, pribadi wirausaha tidak

takut gagal atau rugi, sehingga tidak takut melakukan pekerjaan meskipun dalam hal

baru.

f) Memiliki jiwa pemimpin, yang selalu ingin mendayagunakan orang dan

membimbingnya, serta selalu terampil ke depan untuk mencari pemecahan atas

berbagai persoalan, dan tidak membebankan atau menyalahkan orang lain.

g) Memiliki jiwa orisinil, yang selalu punya gagasan baru, baik untuk mendapatkan

peluang maupun mengatasi masalah secara kreatif dan inovatif.

h) Memiliki orientasi ke depan, dengan tetap menggunakan pengalaman masa lalu

sebagai referensi, untuk mencari peluang dalam memajukan pekerjaannya.

i) Suka pada tantangan dan menemukan diri dengan merealisasikan ide-idenya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pembelajaran merupakan proses

belajar mengajar berlangsung antara peserta didik dan pendidik. Sehingga setelah

berlangsungnya proses belajar mengajar ini diharapkan tujuan dapat dicapai sesuai

dengan harapan yang telah ditentukan, akan tetapi tujuan tersebut dapat dicapai dengan

baik jika telah dilaksanakan dengan baik pula.

Dalam proses belajar mengajar bukan hanya sekedar pemberian materi untuk

peserta didik akan tetapi juga memberikan sesuatu yang lebih meluas baik secara

pembentukan karakter maupun hal-hal lain yang dapat mendidik, selain itu juga seorang

pendidik harus memiliki strategi dan metode-metode yang pantas digunakan di dalam

kelas agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien.

Metode pembelajaran yang dibahas dalam makalah tersebut yaitu metode

pendekatan pembelajaran Quantum Learning. Metode pembelajaran tersebut memiliki

tujuan yang sama dengan metode yang lain yaitu pencapaian tujuan belajar yang ingin

dicapai. Akan tetapi, sebelum menggunakan metode yang ingin digunakan terlebih dulu

seorang peserta didik harus memahami dan mengerti metode tersebut baik secara

strategi, prinsip dan juga pelaksanaanya.

Dalam suatu pendidikan tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat masalah-masalah

yang dihadapi baik pada peserta didik, pendidik, system maupun lembaga pendidikan itu

sendiri. Satu masalah yang terjadi pada pendidikan memberikan pengaruh besar

terhadap pendidikan yang ada di Indonesia. Sehingga dalam memecahkan suatu masalah

tersebut harus memiliki suatu pengambilan keputusan dalam menanggulangi masalah ini

agar tidak dapat terulang lagi.

Page 84: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 84 ] P a g e

Sebagai seorang pendidik tidak hanya bertugas atau bertanggung jawab atas

pemberian materi di dalam kelas akan tetapi juga bertanggung Jawa atas memberikan

contoh karakter yang baik, memiliki moral dan akhlak yang baik. Akan tetapi terkadang

seorang pendidik lupa akan tanggung jawab itu karena sifat yang egois dan

mementingkan diri sendiri (hal pribadinya).

Pendidik adalah salah satu fasilitator untuk membantu peserta didik mencapai

apa yang menjadi tujuan pembelajaran. Lanjut bahwa seorang pendidik itu dituntut

untuk bisa lebih berkembang dalam proses pembelajaran. Namun masih banyak

masalah-masalah yang belum teratasi, di mana metode-metode pembelajaran pada

pendidik sekarang ini belum berkembang masih menggunakan metode-metode yang

lama atau masih jalan di tempat sehingga peserta didik tidak terbiasa untuk bisa lebih

creative dalam mengambil sebuah keputusan atau pemikiran yang kritis. Jadi, seorang

pendidik harus bisa lebih berkembang agar memiliki strategi yang baik dalam

pembelajaran dan dapat membuat peserta didik terlatih untuk bisa creative dan inovatif.

Tindakan-tindakan di atas merupakan sesuatu yang mengabaikan tanggung jawabnya

sebagai pendidik yang tidak sesuai fungsinya yaitu mendidik, memimpin, membaur, dan

juga mengawasi. Hal-hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor-faktor yang

membuat seorang mendidik kaku dalam melangkah, bertindak dan menggunakan ide-ide

yang lebih menunjang dalam mencapai tujuan pembelajaran. Faktor-faktor tersebut

karena tuntutan yang siswa harus mencapai nilai standar yang telah ditentukan oleh

pemerintah, seseorang pemimpin atau kepala sekolah yang kurang bijak dalam

pengolahan lembaga pendidikan itu sendiri dan banyak faktor lainnya yang dapat

mempengaruhi hal itu terjadi.

Semua hal-hal di atas dapat menyebabkan rendahnya kinerja seorang pendidik

dan juga dapat memperburuk citra seorang pendidik. Sehingga mempengaruhi kualitas

pendidikan yang ada di suatu Negara, semakin tinggi keberhasilan pendidikan semakin

tinggi pula tingkat kesejahteraan suatu Negara.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa terdapat banyak faktor yang dapat

mempengaruhi proses pembelajaran tidak efektif dan efesien. Dapat dilihat dari

beberapa segi salah satunya yaitu pada sifat moral seorang pendidik, di mana dapat

memperburuk citra pendidikan walaupun masih ada pendidik yang menjalankan

tanggung jawabnya akan tetapi terkadang orang-orang yang menjadi seorang pendidik

hanya memiliki tujuan financial padahal seorang pendidik merupakan profesi yang

sangat special dipandangan masyarakat. Mengapa hal tersebut dikatakan special? karena

seorang pendidikan merupakan pekerjaan yang sangat mulia, di mana seorang pendidik

merupakan orang tua kedua yang dapat membimbing peserta didik untuk lebih baik

dalam segi moral maupun akademik nantinya bekal untuk peserta didik ketika menginjak

dewasa.

Sebagai seorang pendidik tidak dapat dipungkiri bahwa tuntutan untuk memiliki

jiwa yang kreatif dan inovatif itu diharuskan, hal ini disebabkan karena zaman semakin

berkembang sehingga khususnya pendidikan dituntut untuk bisa lebih maju dan

Page 85: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Quantum Learning… (Dian Anugrah Sanusi)

P a g e [ 85 ]

berkembang. Untuk meningkatkan mutu pendidikan tersebut. Seperti yang kita ketahui

bersama sekarang bahwa pembelajaran di SD itu pelajaran bahasa Inggris dihapuskan

padalah semestinya bahasa Inggris itu dipelajari sejak dini karena memiliki banyak

teknik seperti pronunciation jadi pembentukan dan perkenalan pelajaran itu harus

dimulai sejak dini bukan pada saat menginjak remaja agar dari menginjak anak-anak

sudah memiliki dasar dalam berbahasa Inggris, seperti halnya dengan mata pelajaran

kewirausahaan. Mata pelajaran kewirausahaan harus dibentuk sejak dini kenapa

demikian agar peserta didik bisa memiliki dasar jiwa entrepreneur. Nah, di sinilah letak

dan fungsi seorang pendidik untuk bisa lebih kreatif dan inovatif dalam proses

pembelajaran khususnya kewirausahaan, di mana agar peserta didik sekarang ini

memiliki peluang, semangat, minat, motivasi untuk dapat lebih bisa dan tahu strategi

dalam kewirausahaan upaya untuk menumbuhkan jiwa entrepreneur mereka. Sehingga

penulis tertarik menggunakan metode pembelajaran Quantum Learning pada mata

pelajaran kewirausahaan upaya menumbuhkan jiwa entrepreneur pada peserta didik

sekarang ini.

SIMPULAN

Quantum Learning merupakan metode pembelajaran yang berbeda pada

umumnya, di mana pada metode pembelajaran berfokus pada proses belajar mengajar

menyenangkan dan berhasil. Quantum Learning juga memiliki karakter, prinsip-prinsip,

konsep, dan pandangan-pandangan yang jauh lebih menyegarkan dibandingkan dengan

metodologi pembelajaran yang sudah ada.

Pembelajaran manajemen pada mata pelajaran kewirausahaan pada pendekatan

Quantum Learning membangkitkan semangat, motivasi, minat, kreativitas dan inovasi

terhadap peserta didik. Lanjut bahwa peserta didik lebih nyaman dan menyenangkan

dalam proses pembelajaran. Di zaman sekarang semakin meningkat dan berkembang

sehingga sebagai seorang pendidik harus bisa lebih creative agar menghasilkan siswa

yang creative dan kritis untuk menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asia.

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchary. (2011). Kewirausahaan untuk mahasiswa dan umum. Penerbit CVAlfabeta, Bandung.

DePorter, B. dan Mike Hernachi. 2009. Quantum Learning: membiasakan belajar nyamandan menyenangkan. (Terjemahan Alwiyah Abdurrahman). Bandung: Kaifa.

DePorter, B.. Reardon, Mark dan Sarah. 2014. Quantum teaching. Bandung: Kaifa.

Munir, MIT dan Drs,Enjang Ali Nurdin. Penerapan Model Pembelajaran Quantum LearningUntuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi InformasiDan Komunikasi (TIK) Dikdik. Jurnal Nasional (Study Quasi Experimental terhadapsiswa kelas VII SMP Negeri 4 Cimahi tahun ajaran 2010/2011). Jurnal Nasional.2014.

Page 86: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 86 ] P a g e

Hisrich, Robert D & Petter, Michael P, (1992), Enterpreneurship, Starting, Developing andManaging A New Entreprise. New York. Richcard D. Irwin, Inc.

Muhclisin, Fuat. 2014. Pengaruh metode pembelajaran quantum learning denganmendekatan peta pikiran (mind mapping) terhadap prestasi siswa pada matapelajaran teknologi motor diesel di SMK Muhammadiyah 3 Jogya. Jurnal Nasional

Mulyasa. 2014. Pengembangan dan implementasi kurikulum 2013. Bandung: PT RemajaRosdakarya Offset.

Rusdiana. (2014). Kewirausahaan teori dan praktik.Penerbit CV pustaka setia. Bandung.

Steinhoff, Dan & John F. Burgess. 1993. Small business management fundamentals. NewYork : Mcgraw-Hill

Susanto, Agung. 2011. Penggunaan metode Quantum Learning untuk meningkatkanpemahaman materi perjuangan kemerdekaan Indonesia pada mata pelajaran IPSsiswa kelas V SDN Ngoresan Surakarta tahun 2010/2011. Skripsi: UniversitasSebelah Maret Surakarta.

Uman, Cholil. Dan Afkar, Taulikhul. 2011. Modul kewirausahaan. Terbitan perpustakaannasional.

Page 87: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Experiential Learning… (Dumiyati)

P a g e [ 87 ]

PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PERKULIAHAN

KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI UNTUK MENGHADAPI

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (SUATU KAJIAN TEORETIS)

DumiyatiFKIP Unirow Tuban

[email protected]

AbstrakDalam upaya memasuki pasar global ASEAN 2015, kebutuhan akan kemampuanSDM yang kompetitif dan daya saing produk (barang dan jasa) tak bisa ditundalagi. Peran lembaga pendidikan tinggi menjadi sangat penting dalam mencetakSDM yang memiliki kemampuan adaptif, kreatif, inovatif, kritis dan memilikikemampuan memecahkan masalah melalui Pendidikan kewirausahaan. Kritikanyang sering muncul bahwa kuliah kewirausahaan di Perguruan tinggi cenderungteoretis, belum kontekstual dan kurang memberikan pengalaman nyataberwirausaha. Untuk itu perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaanyang konkret berdasarkan masukan empiris dan pengalaman langsung(experiential learning) untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan yangbermakna.

Kata kunci: experiential learning, pendidikan kewirausahaan, perguruan tinggi

PENDAHULUAN

ASEAN Economic Community (AEC) adalah upaya bersama untuk mencipta integrasi

ekonomi regional pada tahun 2015, dengan tujuan mewujudkan kawasan ekonomi

ASEAN yang stabil, makmur dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi

yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial

ekonomi. Kesepakatan pelaksanaan AEC diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN yang

memiliki total penduduk 600 juta jiwa. Sekitar 43% jumlah penduduk itu berada di

Indonesia. Artinya, pelaksanaan AEC ini sebenarnya akan menempatkan Indonesia

sebagai pasar utama baik untuk arus barang maupun arus investasi.

Tak ada satu pun negara yang bisa menghindar diri dari globalisasi.

Konsekuensinya, mau tidak mau setiap negara akan masuk dalam pusaran dinamika

dunia, baik dinamika budaya, politik, keamanan, termasuk dalam pusaran ekonomi

global. Kondisi ini tentunya akan menjadi suatu keharusan bagi Indonesia untuk terus

bekerja keras dan bersaing dengan negara lain seperti Thailand, Vietnam, Filiphina,

Brunei darussalam, dan Malaysia jika ingin bertahan. Upaya memasuki pasar global ini,

sebagai faktor utama adalah kemampuan SDM yang berdaya saing dan daya saing produk

(barang dan jasa) Indonesia dalam berkompetisi perlu diperkuat. Dalam hal ini peran

lembaga pendidikan tinggi menjadi sangat penting.

Ketika pendidikan tinggi terlibat menyambut datangnya pasar tunggal ASEAN 2015,

sejatinya adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang terampil, peka dan kritis.

Terampil bekerja, peka permasalahan dan kritis dalam berperan. Ketiga kecakapan ini

mutlak hadir dalam pasar tunggal ASEAN. Dalam menghadapi tantangan tersebut

Page 88: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 88 ] P a g e

pendidikan wirausaha secara formal maupun non formal memiliki peranan yang

signifikan. Pendidikan wirausaha mempersiapkan sumberdaya manusia untuk mandiri,

melatih keberanian bersaing, dan mempersiapkan keunggulan-keunggulan diri dan

produk.

Pentingnya peran perguruan tinggi dalam mencetak SDM yang memiliki

kemampuan bersaing dan memiliki jiwa wirausaha dikemukakan oleh Zimmerer (2009:

12), menyatakan bahwa faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan di suatu

negara terletak pada peranan universitas melalui penyelenggaraan pendidikan

kewirausahaan. Pihak universitas bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan

kemampuan wirausaha kepada para lulusannya dan memberikan motivasi untuk

berani memilih berwirausaha sebagai karir mereka.

Pihak perguruan tinggi perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan yang

konkret berdasarkan masukan empiris untuk membekali mahasiswa dengan

pengetahuan yang bermakna agar dapat mendorong semangat mahasiswa untuk

berwirausaha (Yohnson 2003, Wu & Wu, 2008). Persoalannya pendekatan

pembelajaran konkret yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan kompetensi

lulusan, mampu meningkatkan kesejahteraan hidup dan pengakuan eksistensi diri,

menjadi manusia yang berpartisipasi aktif dan siap menghadapi realitas secara kritis.

Kecakapan dan kompetensi yang dimiliki akan menjadi pisau analisis sekaligus jalan

keluar terhadap problematika yang dihadapi.

Pendidikan tinggi memiliki peran penting, dan tantangan yang dihadapi adalah

bagaimana menyiapkan manusia Indonesia yang qualified dan marketable, sehingga tidak

terpinggirkan dalam arus pasar tunggal. Pengembangan kurikulum pendidikan

kewirausahaan yang diterapkan pada perguruan tinggi, merupakan salah satu alternatif

untuk menghasilkan sarjana yang berjiwa wirausaha. Pentingnya implementasi

pendidikan kewirausahaan dan pengalaman kewirausahaan dikemukakan oleh Vesper

dkk (Vesper & McMullan, 1988; Kourilsky & Carlson, 1997; Gorman et al., 1997; Rasheed,

2000). Secara teori diyakini bahwa pembekalan pendidikan dan pengalaman

kewirausahaan pada seseorang dapat meningkatkan potensi seseorang untuk menjadi

wirausahawan. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang mendukung pernyataan

tersebut (Kourilsky & Walstad, 1998; Gerry et al., 2008). Sejumlah aktivitas belajar telah

dilakukan pada mata kuliah ini yaitu tentang teori-teori kewirausahaan, praktek

lapangan kewirausahaan. Dengan melakukan aktivitas itu semua, diharapkan dapat

membuat para mahasiswa mendorong untuk menjadi wirausaha yang sesungguhnya

setelah mereka lulus.

Pada kenyataannya masih banyak kritik yang diberikan pada perkuliahan

kewirausahaan di perguruan tinggi, antara lain: penyajian materi yang cenderung

teoretis dan menekankan pada aspek kognitif, belum kontekstual, kurangnya kegiatan

praktek wirausaha, kurangnya sarana dan prasarana untuk melatih keterampilan

wirausaha seperti inkubator bisnis. Hal ini diperkuat oleh penelitian Koesworo dan

Triwijayanti (2006), bahwa pelaksanaan kuliah belum efektif. Karena perkuliahan belum

Page 89: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Experiential Learning… (Dumiyati)

P a g e [ 89 ]

melibatkan pengalaman pelaku usaha, baik melalui kunjungan lapangan atau kuliah tamu

untuk mendekatkan mahasiswa dengan lingkungan riil dunia wirausaha. Meskipun hal

tersebut telah diminimalkan dengan penugasan wawancara, secara berkelompok, dengan

para pelaku usaha (wirausahawan)

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan model pembelajaran bersifat student

centered, proses pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan penalaran,

memberikan pengalaman langsung pada mahasiswa yaitu experiential learning.

Experiential Learning adalah suatu model pembelajaran yang mengaktifkan mahasiswa

dalam proses belajar mengajar untuk membangun pengetahuan dan ketrampilan melalui

pengalamannya secara langsung. Dalam model ini menggunakan pengalaman katalisator

untuk menolong mahasiswa mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam

proses pembelajaran.

Makalah ini akan membahas: konsep model Experiential Learning, dasar pemikiran

penggunaan experiential learning, mengapa experiential learning sesuai untuk pendidikan

kewirausahaan, prosedur dan tahapan penerapannya, faktor apa saja yang menjadi

pendukung dan penghambat penerapan Experiential Learning pada perkuliahan

kewirausahaan, serta solusi untuk mengantisipasi hambatannya.

PEMBAHASAN

Konsep Model Experiential Learning

Experiential learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model

pembelajaran experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an.

Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses

belajar. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses

belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori belajar lainnya. Istilah

“experiential” di sini untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderung

menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior yang

menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb, 1999).

Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai

sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna

meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah

untuk mempengaruhi mahasiswa dengan tiga cara, yaitu; 1) mengubah struktur kognitif

mahasiswa, 2) mengubah sikap, dan 3) memperluas keterampilan-keterampilan yang

telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi secara

keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka

kedua elemen lainnya tidak akan efektif.

Experiential learning menekankan pada keinginan kuat dari dalam diri mahasiswa

untuk berhasil dalam belajarnya. Motivasi ini didasarkan pula pada tujuan yang ingin

dicapai dan model belajar yang dipilih. Keinginan untuk berhasil tersebut dapat

meningkatkan tanggung jawab mahasiswa terhadap perilaku belajarnya dan mereka

akan merasa dapat mengontrol perilaku tersebut.

Page 90: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 90 ] P a g e

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, menunjukkan adanya orientasi belajar

aktif bagi mahasiswa/student centered. Hal ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan

cara konvensional dalam perkuliahan yang lebih berorientasi pada teacher centered.

Berikut ini disajikan perbedaan antara experiential learning dan content based learning.

Tabel 1. Perbedaan mendasar antara experiential learning dengan cara tradisional

Experiential Learning Tradisional Content-based Learning.Aktif PasifBersandar pada penemuan individu Bersandar pada keahlian mengajarPartisipatif, berbagai arah Otokratis, satu arahDinamis dan belajar dengan melakukan Terstruktur dan belajar dengan mendengarBersifat terbuka Cakupan terbatas dengan sesuatu yang

bakuMendorong untuk menemukan sesuatu Terfokus pada tujuan belajar yang khusus

Sumber: Daryanto (2013:45).

Tabel di atas menunjukkan bahwa metode experiential learning tidak hanya

memberikan wawasan pengetahuan konsep-konsep saja. Namun, juga memberikan

pengalaman yang nyata (belajar dengan melakukan) yang akan membangun

keterampilan melalui penugasan-penugasan nyata. Selanjutnya, metode ini akan

mengakomodasi dan memberikan proses umpan balik serta evaluasi antara hasil

penerapan dengan apa yang seharusnya dilakukan.

Dasar Pemikiran Penggunaan Experiential Learning

Pendekatan Experiential Learning didasarkan pada beberapa pendapat sebagai

berikut:

1. pembelajar dalam belajar akan lebih baik ketika mereka terlibat secara langsung

dalam pengalaman belajar,

2. adanya perbedaan-perbedaan secara individu dalam hal gaya yang disukai,

3. ide-ide dan prinsip-prinsip yang dialami dan ditemukan pembelajar lebih efektif

dalam pemerolehan bahan ajar,

4. komitmen peserta dalam belajar akan lebih baik ketika mereka mengambil tanggung

jawab dalam proses belajar mereka sendiri, dan

5. belajar pada hakikatnya melalui suatu proses.

Experiential learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan

mahasiswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup: keterlibatan mahasiswa

secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh mahasiswa sendiri dan adanya efek yang

membekas pada mahasiswa.

Mengapa Experiential Learning sesuai untuk Pendidikan Kewirausahaan?

Ciputra (2009), berpendapat bahwa wirausaha dapat terbentuk karena 3 hal,

yaitu: terlahir dalam lingkungan wirausaha; hidup dalam lingkungan wirausaha; dan

dididik menjadi wirausaha. Lupiyoadi (2007) mempercayai bahwa sikap kewirausahaan

Page 91: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Experiential Learning… (Dumiyati)

P a g e [ 91 ]

pada realitasnya dapat dibentuk melalui proses pembelajaran. Belajar dari pengalaman

negara maju dan proyek pembelajaran yang dilakukannya, Cieslik (2004), mengambil

kesimpulan bahwa: kewirausahaan tidak saja dapat diajarkan pada jenjang pendidikan

sarjana, tetapi juga dapat diajarkan pada jenjang master, dan bahkan pada jenjang doktor

dari semua jurusan. Secara khusus dia menyatakan bahwa: …Entrepreneurship not only

for business, but is also for non-business students (i.e., engineering, hard sciences, medical,

and arts).

Dalam hal ini Akbar (2007) juga berpendapat bahwa sifat-sifat kewirausahaan

dapat dimiliki oleh siapa saja dan apapun profesinya. Suyono (2009) setuju bahwa

wirausaha dapat dibentuk melalui proses pendidikan, namun demikian juga diakui

bahwa untuk membentuk budaya wirausaha memang merupakan hal yang tidak mudah.

Masalah cukup serius yang dihadapi dalam membentuk budaya wirausaha, atau

melahirkan wirausaha baru dari kalangan perguruan tinggi menurut Motik (2007) dalam

Siswoyo (2009) adalah: pertama mindset lulusan perguruan tinggi yang masih sebagai

pencari kerja bukan pencipta lapangan pekerjaan; kedua lemahnya kurikulum

kewirausahaan, dan; ketiga masih minimnya daya dukung pemerintah terhadap

kesempatan berwirausaha.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Motik, dalam Siswoyo (2009) mengambil

tiga kesimpulan penting terhadap kondisi pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi,

yaitu: sebagaian besar lulusan perguruan tinggi lebih siap sebagai pencari kerja daripada

pencipta lapangan pekerjaan; kurikulum kewirausahaan yang diberikan kurang sesuai

dengan bidang keilmuan, dan; perlu dukungan lembaga penyelenggara secara memadai.

Aspek kewirausahaan yang menekankan pada Knowledge (pengetahuan), Skills

(ketrampilan), dan Attitude (sikap), atau sering disingkat KSA, menurut Albornoz (2008)

dapat diajarkan melalui proses pendidikan, namun demikian tidak semua aspek

kewirausahaan dapat diajarkan dengan perspektif pembelajaran yang sama. Alasan

inilah yang memperkuat pentingnya model experiential learning (pengalaman langsung)

dalam perkuliahan kewirausahaan.

Hasil penelitian Riyanti (2007) menunjukkan bahwa pemberian praktek langsung

yang disesuaikan dengan bidang keahlian mahasiswa memudahkan mahasiswa

melakukan transfer of knowledge, oleh karenanya praktek langsung perlu diberikan porsi

yang lebih banyak dalam proses pendidikan kewirausahaan. Transfer of knowledge,

menurut Kellet (2006) adalah pengembangan latihan-latihan intuitif yang dapat

berlangsung dalam situasi yang ditetapkan, yang dapat memberikan ketrampilan-

ketrampilan dan dapat digunakan berkreasi dalam usahanya sendiri.

Terkait dengan perlunya praktek langsung, Kellet (2006: 10) berpendapat bahwa:

People develop skills, expertise and social contacts from their work, often as Employees

gaining experience, understanding and know-how of how an industry works. This learning

is social and relational, gained from interpersonal participation through discovery and

experience. It is often functional, technical and problem solving in nature, finding out how

Page 92: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 92 ] P a g e

things are done through the failures and experiences and mentoring of the more

experienced.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, menunjukkan bahwa penekanan-

penekanan pada pentingnya fasilitasi dalam proses pendidikan kewirausahaan yang

melibatkan kegiatan praktek langsung yang realistis, direkomendasikan oleh beberapa

peneliti.

Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Experiential Learning dalam Perkuliahan

Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu;

1) tahapan pengalaman nyata, 2) tahap observasi refleksi, 3) tahap konseptualisasi, dan

4) tahap implementasi. Tahapan ini sering disebut Model Kolb bahwa experiential

learning “consists of four elements namely, concrete experience, observation and reflection,

the formation of abstract concepts and testing in new situations” (Bhat, 2001), dapat

dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Siklus Experiential LearningSumber: Kolb, A.D. & Boyatzis, R.E. (1999:39)

Dalam tahapan di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang

dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam

proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang

dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-

prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan kemungkinan

aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Proses implementasi merupakan

situasi atau konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai.

Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian

direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Pengalaman

yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-

pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi

terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi

dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi

dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).

Page 93: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Experiential Learning… (Dumiyati)

P a g e [ 93 ]

Menurut experiential learning theory, agar proses belajar mengajar efektif,

seorang mahasiswa harus memiliki 4 kemampuan (Nasution dalam Baharudin dan Esa,

2010:167).

Tabel 2. Kemampuan Mahasiswa Dalam Proses Belajar Experiential Learning

Kemampuan Uraian Pengutamaan

ConcreteExperience(CE)

Mahasiswa melibatkan dirisepenuhnya dalam pengalaman baru

Feeling (perasaan)

ReflectionObservation(RO)

Mahasiswa mengobservasi danmerefleksikan atau memikirkanpengalaman dari berbagai segi

Watcing(mengamati)

AbstractConceptualization(AC)

Mahasiswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikanobservasinya menjadi teori yang sehat

Thinking (berpikir)

ActiveExperimentation(AE)

Mahasiswa menggunakan teori untukmemecahkan masalah-masalah danmengambil keputusan

Doing (berbuat)

Sumber: (Baharudin dan Esa, 2010:167)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran experiential

learning merupakan model pembelajaran yang memperhatikan atau menitikberatkan

pada pengalaman yang akan dialami mahasiswa. Mahasiswa terlibat langsung dalam

proses belajar dan mahasiswa mengkonstruksi sendiri pengalaman-pengalaman yang

didapat sehingga menjadi suatu pengetahuan.

Model pembelajaran semacam ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa

untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif. Lebih lanjut, Hamalik

menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan pengalaman memberi seperangkat atau

serangkaian situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang

dirancang oleh dosen (Hamalik,2001). Cara ini mengarahkan para mahasiswa untuk

mendapatkan pengalaman lebih banyak melalui keterlibatan secara aktif dan personal,

dibandingkan bila mereka hanya membaca suatu materi atau konsep. Dengan demikian,

belajar berdasarkan pengalaman lebih terpusat pada pengalaman belajar mahasiswa

yang bersifat terbuka dan mahasiswa mampu membimbing dirinya sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa penerapan model

experiential learning dapat membantu mahasiswa dalam membangun pengetahuannya

sendiri (Depdiknas, 2002). Seperti halnya model pembelajaran lainnya, dalam

menerapkan model experiential learning, dosen harus memperbaiki prosedur agar

pembelajarannya berjalan dengan baik. Hamalik (2001), mengungkapkan beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiential learning adalah sebagai

berikut:

1. Dosen merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat

terbuka (open minded) yang memiliki hasil-hasil tertentu.

2. Dosen harus bisa memberikan rangsangan dan motivasi.

Page 94: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 94 ] P a g e

3. Mahasiswa dapat bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil/keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman.

4. Para mahasiswa ditempatkan pada situasi-situasi nyata, maksudnya mahasiswa

mampu memecahkan masalah dan bukan dalam situsi pengganti. Contohnya, di dalam

kelompok kecil, mahasiswa mengungkap teknik dan kendala-kendala pemasaran

berdasarkan hasil praktek pemasaran, bukan menceritakan konsep hasil kajian

teoretis saja.

5. Mahasiswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat

keputusan sendiri, menerima konsekuensi berdasarkan keputusan tersebut.

6. Keseluruhan kelas menceritakan kembali tentang apa yang ada di lingkungan

sehubungan dengan mata kuliah tersebut untuk memperluas pengalaman belajar dan

pemahaman mahasiswa dalam melaksanakan pertemuan yang nantinya akan

membahas bermacam-macam pengalaman tersebut.

Selain beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran

experiential learning, dosen juga harus memperhatikan metode belajar melalui

pengalaman, yaitu meliputi tiga hal di bawah ini.

1. Strategi belajar melalui pengalaman berpusat pada mahasiswa dan berorientasi pada

aktivitas.

2. Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah proses belajar, dan

bukan hasil belajar.

3. Dosen dapat menggunakan strategi ini dengan baik di dalam kelas maupun di luar

kelas.

Faktor-Faktor Pendukung Model Experiential Learning

Faktor pendukung merupakan faktor-faktor yang turut mengoptimalkan

penerapan model experiential learning antara lain: (a) penyajian masalah yang lebih jelas

dan rinci oleh dosen sesuai dengan tujuan perkuliahan, (b) partisipasi mahasiswa yang

lebih aktif dalam pembelajaran, dan (c) suasana pembelajaran yang menyenangkan,

santai, dan bertanggung jawab dalam bentuk diskusi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Raharjo, bahwa metode-metode yang sesuai dengan model experiential learning adalah

1). Demonstrasi, 2). Tanya jawab, 3). Diskusi, 4). Kerja kelompok, 5). Curah pendapat

(brain storming), 6). Micro teaching

Faktor-Faktor Penghambat Model Experiential Learning

Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran Experiential Learning

adalah (a) waktu yang kurang efektif dan efisien, (b) kesulitan mahasiswa dalam

melakukan adaptasi terhadap metode Experiential Learning, (c) Kurangnya kemampuan

mahasiswa dalam memahami tugas yang harus dilakukan, dan (d) kurangnya rasa

percaya diri mahasiswa dalam melaksanakan aktivitas Feeling (perasaan), Wathcing

(mengamati), Thinking (berpikir), Doing (berbuat) untuk memperoleh kemampuan

Page 95: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Experiential Learning… (Dumiyati)

P a g e [ 95 ]

Concrete Experience (CE), Reflection Observation (RO), Abstract Conceptualization (AC),

Active Experimentation (AE).

Untuk mengantisipasi kelemahan tersebut maka: (1) Dosen: Hendaknya

menerapkan metode Experiential Learning agar menciptakan suasana belajar yang

nyaman, dan disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun dan waktu yang telah

disediakan, (2) Bagi Kaprodi hendaknya memotivasi dosen-dosen untuk dapat

menggunakan metode-metode pembelajaran yang efektif bagi mahasiswa, merintis suatu

wadah inkubator bisnis (3) Mahasiswa hendaknya lebih berani dalam mengemukakan

pendapat maupun argumen ketika metode pembelajaran berlangsung, dan meningkatkan

kemampuan inkuiri dan bereksplorasi untuk memperoleh pengalaman langsung.

SIMPULAN

Pendidikan tinggi memiliki peran penting dalam menyiapkan manusia Indonesia

yang berkualitas dan marketable, kreatif, inovatif dan memiliki kemampuan probem

solver, sehingga dapat bersaing dalam menghadapi pasar bebas ASEAN 2015. Upaya yang

dilakukan perguruan tinggi dengan mengembangkan kurikulum pendidikan

kewirausahaan.

Namun demikian juga diakui bahwa untuk membentuk budaya wirausaha

memang merupakan hal yang tidak mudah. Oleh karenanya penyelenggaraan kurikulum

perlu didukung dengan pendekatan experiential learning meliputi tahapan-tahapan

Concrete Experience (CE), Reflection Observation (RO), Abstract Conceptualization (AC),

Active Experimentation (AE). Tahapan pembelajaran dengan pemberian praktek langsung

yang disesuaikan dengan bidang keahlian mahasiswa memudahkan mahasiswa

melakukan transfer of knowledge, mengaplikasikan teori wirausaha yang telah dikuasai,

memperkuat sikap dan keterampilan wirausaha. Oleh karenanya praktek langsung perlu

diberikan porsi yang lebih banyak dalam proses pendidikan kewirausahaan dan

pelatihan mahasiswa melalui inkubator bisnis.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (2007). Pembelajaran Nilai Kewirausahaan dalam Perspektif Pendidikan Umum(Prinsip-prinsip dan Vektor-vektor Percepatan Proses Internalisasi NilaiKewirausahaan). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Albornoz, C. A. (2008). Toward A Set of Trainable Content on EntrepreneurshipEducation: A Review of Entrepreneurship Research From EducationalPrespective. J. Technol. Manag. Innov. 2008. Volume 3, Special Issue 1: 86-98.(online)(www.jotmi.org/index.php/GT/article/viewFile/rev5/131-),diaksestanggal 6 April 2014.

Baharuddin dan Esa, N W. (20100. Teori Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-RuzzMedia.

Cieslik, J. (2004). University Conferences -Level Entrepreneurship Education In Poland.(online) (www.upm.ro/proiecte/EEE/ /papers/S604.pdf), diakses tanggal 20Maret 2014.

Page 96: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 96 ] P a g e

Ciputra. (2009). Ciputra Quantum Leap. Entrepreneurship mengubah Masa Depan Bangsadan Masa Depan Anda. Cetakan ke 4. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Daryanto.(2013). Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung : Yrama Widya

Gerry. C.; Susana. C. & Nogueira. F.(2008). Tracking Student Entrepreneurial Potential:Personal Attributesand the Propensity for Business Start-Ups after Graduationina Portuguese University. International Research Journal Problems andPerspectivesin Management, 6(4): 45-53.

Gorman, G., Hanlon, D. & King, W. (1997). Some Research Perspectives onEntrepreneurship Education, Enterprise Education and Education for SmallBusiness Management: A Ten-Year Literature Review. International SmallBusiness Journal, 15(3): 56-77.

Kellet, S. (2006). A Picture of Creative Entrepreneurship: Visual Narrativein CreativeEntreprise Education. (online) (http://www.ncge.com/files/biblio 1002.pdf),diakses tanggal 4 April 2013.

Koesworo, Y., dan Triwijayanti, A. (2006). Penerapan Metode Problem based, Experiencedan Experiential Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata KuliahKewirausahaan. Jurnal Ekuitas Vol.10 No.2 Juni 2006: 246 – 262, ISSN 1411-0393

Kolb, A.D. & Boyatzis, R.E. (1999). Experiential Learning Theory, Previous Research andNew Direction. CaseWestern Reserve University. online pada:[http://www.d.umn.edu/~kgilbert/educ5165-731/Readings/experiential-learning-theory.pdf]

Kourilsky, M.L. & Walstad, W.B. (1998). Entrepreneurship and Female Youth: Knowledge,Attitudes, Gender Differences and Educational Practices. Journal of BusinessVenturing, 13(1): 77-88.

Kourilsky, M.L. &Carlson, S.R. (1997). Entrepreneurship Education for Youth: A CurricularPerspective, in Sexton, D.L. & Sanlow, R.W. (Eds.), Entrepreneurship 2000 (page193-213). Chicago: Upstart Publishing.

Lupiyoadi, R. (2007). Entrepreneurship – from mind set to strategy. Edisi 3. Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rasheed, H.S. (2000). Developing Entrepreneurial Potential in Youth: The Effects ofEntrepreneurial Education and Venture Creation,(http://USASEB2001proceedings063, diakses 3 April 2014).

Riyanti, BPD. (2007).Metode Experiential Learning Berbasis Pada Peningkatan Rasa DiriMampu, Kreatif & Berani Beresiko dalam pembelajaran Kewirausahaan untukSMK (Online) (www.unesco.or.id/images/pub/89_listofunescointhenewsoneducation.doc), diakses 16 maret 2012.

Siswoyo, B B. (2009). Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen danMahasiswa. Jurnal ekonomi bisnis | tahun 14 | nomor 2 | juli 2009. Hal. 114-123.(online) (fe.um.ac.id/wp- content/uploads/.../bambang_banu4.pdf), diaksestanggal. 20 Mei 2011.

Suyono, H. (2009). Membangun Budaya Kewirausahaan Entrepreneurship. Makalahdisampaikan pada Penandatanganan kerjasama antara Yayasan Damandiridengan Universitas Ciputra Jakarta – 7 Februari 2011

Page 97: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Pendekatan Experiential Learning… (Dumiyati)

P a g e [ 97 ]

Vesper, K.H. & McMullan, W.E. (1988). Entrepreneurship: Today Courses, Tomorrowdegrees?. Entrepreneurship Theory and Practice, 13(1): 7-13.

Wu, S. & Wu, L. (2008). The Impact of Higher Education on Entrepreneurial Intentions ofUniversity Students in China. Journal of Small Business and EnterpriseDevelopment, 15(4): 752–774.

Yohnson. (2003). Peranan Universitas dalam Memotivasi Sarjana Menjadi YoungEntrepreneurs. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 5(2): 97-111.

Zimmerer, T.W., & Scarborough, N.M., (2008). Essential of Entrepreneurship and SmallBusiness Management, Edition 5. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Page 98: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 98 ] P a g e

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MENGGUNAKAN

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

DedenUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakMenghadapi tantangan ekonomi global pada tahun 2015 Indonesia sudahberbenah diri melakukan berbagai perbaikan infrastruktur sarana dan prasaranatermasuk dalam pendidikan. Pergantian kurikulum dengan penyempurnaanyang lebih baik lagi diharapkan mampu mencetak peserta didik yang kreatif,mandiri dan cerdas. Salah satu faktor yang sangat mendukung yaitu denganpenggunaan pendekatan saintifik. Dalam mata pelajaran ekonomi yang memilikikarakteristik materi cukup sulit, model pembelajaran inkuiri dapat dijadikansalah satu alternatif. Artikel berupa hasil pemikiran ini bertujuan untukmengetahui bagaimana konsep penerapan pendekatan saintifik. Hasilpembahasan menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan saintifik melaluipembelajaran inkuiri akan sangat tepat, di mana tahapan-tahapan padapendekatan ini akan meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa.Dengan pendekatan saintifik yang didukung dengan pembelajaran inkuiri siswaakan lebih tertarik untuk belajar, dengan konsep menemukan sendiri makasiswa juga dapat lebih mengingat materi yang dibahas dalam proses kegiatanbelajar mengajar.

Kata kunci: pendekatan saintifik, model pembelajaran inkuiri

PENDAHULUAN

Saat ini Indonesia dihadapkan pada era perdagangan bebas untuk wilayah ASEAN

atau dikenal dengan nama (MEA) Masyarakat Ekonomi Asea, di mana rakyat Indonesia

harus siap untuk menghadapi tantangan ekonomi global. Dampak dari ekonomi global

terjadi pada beberapa sektor, selain berdampak pada sektor perdagangan ekonomi global

juga berdampak pada sektor pendidikan. Sektor pendidikan dituntut untuk mampu

menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang brkualitas, bukan hanya dari segi

siswanya tetapi juga dibutuhkan tenaga pendidik yang ahli dan profesional.

Pendidik atau guru sangat berperan dalam mencetak anak didik yang kreatif,

mandiri dan mempunyai jiwa entrepreneur. Hal ini diperlukan agar setelah menmpuh

pendidikan siswa dapat menjadi masyarakat berdaya saing tinggi dan mampu

menghadapi era perdagangan bebas. Guru di tuntut memberikan materi pelajaran yang

mudah dimengerti dan menarik minat siswa untuk senantiasa belajar. Di mana belajar

merupakan suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami oleh manusia

sejak dari dalam kandungan hingga masuk ke liang lahat sesuai dengan prinsip

pembelajaran sepanjang hayat.

Kualitas hasil belajar siswa akan sangat ditentukan oleh profesionalisme guru

yang dimiliki sekolah. Bagaimana cara mengajar seorang guru akan berdampak pada

penyerapan materi pelajaran yang disampaikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan

Page 99: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Deden)

P a g e [ 99 ]

nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia-manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.(UU RI

No. 20 Tahun 2003)

Untuk meningkatkan profsionalisme, seorang guru diharapkan mampu

menciptakan dan menrapkan suatu model pembelajaran yang inovatif, sehingga dalam

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) akan terjadi pembelajaran dua arah atau adanya

interaksi antara guru, siswa dan lingkungan sekitar. Dalam rangka peningkatan kualitas

belajar tersebut, pemerintah selalu melakukan perbaikan pada setiap kurikulum yang

diterapkan, dan untuk saat ini kurikulum 2013 menjadi pertimbangan bagi pemerintah,

di mana kurikulum 2013 merupakan pembaharuan dari kurikulum sebelumnya. Menurut

Hosnan (2013) menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran dalam kurikulum 2013

diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik agar mereka

dapat memiliki kompetensi yang diharapkan melalui upaya menumbuhkan serta

mengembangkan sikap/attitude, pengetahuan/knowledge, dan keterampilan/skill.

Dalam kurikulum 2013 pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan saintifik

(saintifik approach) atau pendekatan berbasis keilmuan, di mana dalam kegiatan inti

pembelajaran dngan menggunakan pendekatan ini peserta didik diharapkan mampu

melaksanakan 5 tahapan kegiatan. Lima kegiatan inti dalam pembelajaran dengan

pendekatan saintifik adalah kegiatan mengamati, menanya, megumpulkan informasi,

menalar dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik dilaksanakan dengan modus

pembelajaran langsung dan tidak langsung. Dalam kurikulum 2013 sebagai penerapan

dari pendekatan saitifik, maka dibentuklah model pembelajaran yang dapat dipilih oleh

guru yang nantinya akan dissuaikan dengan materi pelajaran. Model pembelajaran dalam

kurikulum ini merupakan kerangka konseptual dan operasional pembelajaran yang

memiliki nama, ciri, urutan, logis, pengaturan dan budaya. Model pembelajaran dalam

kurikulum 2013 antara lain discovery learning, project-based learning, problem-based

learning dan inquiry learning (permendikbud tahun 2014 no. 103)

Masing-masing model pmbelajaran memiliki tahap penerapan yang berbeda pada

masing-masing mata pelajaran. Guru harus mampu menyesuaikan model mana yang akan

cocok untuk diterapkan pada setiap mata pelajaran. Mata pelajaran ekonomi merupakan

pelajaran yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, dimana siswa dituntut untuk

mampu menalar masalah-masalah ekonomi bahkan yang ada di sekitar siswa. Sehingga

dibutuhkan model pembelajaran yang menarik, sehingga siswa tidak menganggap

Ekonomi sebagai pelajaran yang sulit. Dalam hal ini salah satu model pembelajaran yang

dapat dijadikan alternatif oleh guru adalah model pembelajaran inkuiri, dimana inkuiri

merupakan model pembelajaran yang berdasar dari fakta-fakta kemudian dirangkai

menjadi teori. Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran inkuiri, di mana

pada saat kita menemukan sesuatu akan lebih diingat dibandingkan bila ditemukan oleh

orang lain dan proses penemuan inilah yang menjadi penting dalam pembelajaran

inkuiri. Materi ekonomi mencakup sangat luas yaitu berkenaan dengan ekonomi mikro

Page 100: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 100 ] P a g e

dan makro. Bila penyampaian materi pembelajaran digunakan dengan metode inkuiri

diharapkan para siswa akan lebih tertarik dan memahami makna yang ada dari setiap

kegiatan pembelajaran.

Saat ini metode yang digunakan oleh para guru dalam pembelajaran khususnya

pembelajaran ekonomi sudah beragam dan menggunakan berbagai metode yang ada di

pembelajaran kurikulum 2013. Tetapi penerapannya belum maksimal sehingga para

siswa masih ada yang tidak aktif di kelas, jadi hanya beberapa anak saja yang terlihat

lebih menonjol. Oleh karena itu dalam pembelajaran dengan menggunakan metode

inkuiri dan dibarengi dengan menggunakan pendekatan saintifik diharapkan hasil yang

dicapai dapat maksimal. Berdasarkan uraian singkat di atas dapat ditarik sebuah

perumusan masalah yaitu, Bagaimana Konsep Penerapan Metode Pembelajaran Inkuiri

Melalui Pendekatan Saintifik Pada Mata Pelajaran Ekonomi?

KONSEP PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK

Konsep pendekatan saintifik diatur dalam kurikulum 2013 dan Implementasi

kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif

mengkonstruki konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati bentuk,

mengidentifikasi atau menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau

merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,

menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang

ditemukan.(Hosnan:2014:34). Pendekatan mengandung pengertian menurut KBBI atau

kamus besar bahasa Indonesia adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha

dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mengadakan hubungan dengan orang yang

diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan.

Adapun pengertian pendekatan pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) perspektif

(sudut pandang, pandangan) teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam

memilih model, metode dan teknik pembelajaran; (2) suatu proses atau perbuatan yang

digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran; (3) sebagai titik tolak atau sudut

pandang terhadap proses pembelajaran.

Pembelajaran pada kurikulum 2013 ini menggunakan pendekatan saintifik atau

pendekatan berbasis proses keilmuan dan dapat menggunakan beberapa strategi seperti

pembelajaran kontekstual. Salah satunya adalah dengan menggunakan modus

pembelajaran langsung (direct instructional) dan tidak langsung (indirect instructional).

Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan

berpikir dan keterampilan menggunakan pengetahuan peserta didik melalui interaksi

langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP. Dalam

pembelajaran langsung peserta didik melakukan kegiatan mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung, yang

disebut dengan pembelajaran (instructional effect) hal ini seperti yang dikutip dalam

Page 101: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Deden)

P a g e [ 101 ]

permendikbud no. 103 tahun 2014 lampiran pembelajaran pada pendidikan dasar dan

pendidikan menengah.

Adapun konsep rincian dalam proses pendekatan saintifik dan deskripsi langkah

pembelajaran meliputi lima pengalaman belajar yang tertuang dalam table sebagai

berikut:

Tabel 1. Deskripsi Langkah Pembelajaran

LangkahPembelajaran

Deskripsi Kegiatan Bentuk Hasil Belajar

Mengamati(observing)

Mengamati dengan indra(membaca, mendengar,menyimak, melihat,menonton dansebagainya) dengan atautanpa alat

Perhatian pada waktu mengamati suatuobjek/membaca suatu tulisan/mendengar suatu penjelasan, catatanyang dibuat tentang yang diamati,kesabaran, waktu (on task) yangdigunakan untuk mengamati

Menanya(questioning)

Membuat danmengajukan pertanyaan,Tanya jawab, berdiskusitentang informasi yangbelum dipahami,informasi tambahan yangingin diketahui, atausebagai klarifikasi

Jenis, kualitas, dan jumlah pertanyaanyang diajukan peserta didik(pertanyaan factual, konseptual,procedural dan hipotetik)

Mengumpulkaninformasi/mencoba(experimenting)

Mengeksplorasi mencobaberdiskusimendemonstrasikan,meniru bentuk/gerakmelakukan eksperimenmembaca sumber lainsebagai buku teks,mengumpulkan data darinara sumber melaluiangket, wawancara danmemodifikasi/menambahi/mengembangkan

Jumlah dan kualitas sumber yangdikaji/digunakan, kelengkapaninformasi, validitas informasi yangdikumpulkan, dan instrument/ alat yangdigunakan untuk mengumpulkan data

Menalar /mengasosiasi(associating)

Mengelola informasiyang sudah dikumpulkan,menganalisis data dalambentuk membuatkategori, mengasosiasiatau menghubungkanfenomena/informasiyang terkait dalamrangka menemukansuatu pola danmenyimpulkan

Mengembangkan interpretasi,argumentasi dan kesimpulan mengenaiketerkaitan informasi dari duafakta/konsep, interpretasiArgumentasi dan kesimpulan mengenaiketerkaitan lebih dari duafakta/konsep/teori, menyintesis danargumentasi serta kesimpulanketerkaitan antar berbagai jenisfakta/konsep/teori/pendapat;mengembangkan interpretasi, strukturbaru, argumentasi, dan kesimpulan yangmenunjukan hubunganfakta/konsep/teori dari dua sumber

Page 102: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 102 ] P a g e

atau lebih yang tidak bertentangan ;mengembangkan interpretasi, strukturbaru, argumentasi dan kesimpulan darikonsep/teori/pendapat yang berbedadari berbagai jenis sumber.

Mengkomunikasikan(communicating)

Menyajikan laporandalam bentuk bagan,diagram, atau grafik.Menyusun laporantertulis dan menyajikanlaporan melalui proses,hasil, dan kesimpulansecara lisan

Menyajikan kajian (dari mengamatisampai menalar) dalam bentuk tulisan,grafis, media elektronik, multi mediadan lain-lain

Tabel di atas menjelaskan tentang deskripsi langkah pembelajaran melalui

pendekatan saintifik, penerapannya terhadap deskripsi kegiatan dalam pembelajaran

dan bentuk hasil yang dicapai dalam proses pembelajaran. Deskripsi langkah

pembelajaran saintifik ini ditambahkan oleh Hosnan (2014) bahwa langkah-langkah

pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran pada kurikulum

2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah

(saintifik), meliputi : menggali informasi observing/ pengamatan, questioning/bertanya,

experimenting/percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data

atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, associating/menalar, kemudian

menyimpulkan dan mencipta serta membentuk jaringan.

Dari pembahasan di atas mengenai pendekatan saintifik dapat dilihat bahwa

pembelajaran pendekatan saintifik memiliki karateristik sebagai berikut : (1) berpusat

pada siswa; (2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep,

hukum atau prinsip; (3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam

merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berfikir tingkat tinggi

siswa; (4) dapat mengembangkan karakter siswa.(Hosnan:2014:37)

KONSEP MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang diterapkan

dalam kurikulum 2013 di mana pembelajaran tersebut menitikberatkan pada penemuan

yang dilakukan oleh peserta didik dalam pembelajaran yang selanjutnya dapat dibentuk

sebuah teori. Model pembelajaran sendiri dapat diartikan sebagai acuan pembelajaran

yang dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu secara sistematis.

Menurut La Iru dan Arihi (2012) dalam Prastowo menyatakan bahwa model

pembelajaran tersusun atas beberapa komponen yaitu: fokus, sintak, sistem sosial dan

sistem pendukung. Model pembelajaran umumnya memiliki cirri-ciri yaitu : (1) memiliki

prosedur yang sistematis, (2) hasil belajar diterapkan secara khusus, (3) penetapan

lingkungan secara khusus, (4) memiliki ukuran keberhasilan tertentu, (5) model belajar

Page 103: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Deden)

P a g e [ 103 ]

mengajar menetapkan cara yang memungkinkan siswa melakukan interaksi dan bereaksi

dengan lingkungan.

Indrawati (1999:9) dalam Trianto menyatakan bahwa suatu pembelajaran pada

umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran

yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model

pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana

dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Salah satu yang termasuk dalam

model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiri. Trianto (1997)

menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan

perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inkuiri yang dalam bahasa

inggris inquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu

proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi.

Gulo (2002) dalam Trianto menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian

kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk

mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan

pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses

kegiatan belajar, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan

pembelajaran, (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang

ditemukan dalam proses inkuiri.

Dalam menciptakan model pembelajaran inkuiri menurut Trianto (2007:135)

harus dibentuk kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi

siswa. Kondisi umum tersebut antara lain: (1) aspek social dan suasana kelas terbuka

yang mengundang siswa berdiskusi, (2) inkuiri berfokus pada hipotesis, (3) penggunaan

fakta sebagai evidensi (informasi fakta). Kondisi umum di atas dapat diciptakan melalui

adanya peran guru. Peran guru di sini adalah sebagai berikut: (1) sebagai motivator yaitu

memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah dalam berpikir, (2) sebagai

fasilitator, yaitu menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan, (3) sebagai

penanya, yaitu menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat, (4) sebagai

administrator, yaitu bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas, (5) sebagai

pengarah, yaitu memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan, (6)

sebagai manajer, yaitu mengelola sumber belajar, waktu dan organisasi kelas, (7) sebagai

rewander, yaitu member penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

Ciri-ciri pembelajaran inkuiri menurut Hosnan (2014:341) adalah : (1)

menekankan pada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan

menemukan, (2) aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari dan

menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga diharapkan dapat

menimbulkan sikap percaya diri, (3) tujuan dari penggunaan pembelajaran inkuiri

adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau

mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Setelah

melihat ciri-ciri dalam pembelajaran inkuiri di atas maka kita harus mengetahui langkah-

Page 104: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 104 ] P a g e

langkah dalam pembelajaran inkuiri di antaranya dengan melakukan orientasi,

merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis

dan merumuskan kesimpulan.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam konsep pembelajaran ekonomi adalah

sebagai berikut: (1) Orientasi, membina suasana atau iklim pembelajaran yang

responsive, (2) merumuskan masalah, merupakan langkah membawa peserta didik pada

suatu persoalan yang mengandung teka-teki di mana persoalan yang disajikan

menantang peserta didik untuk memecahkan teka-teki tersebut, (3) merumuskan

hipotesis, yaitu jawaban sementara dari suatu persoalan yang sedang dikaji, di sini

peserta didik diajak untuk berpikir logis dan rasional dalam mengembangkan hipotesis

yang ada, (4) mengumpulkan data merupakan aktivitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan, (5) menguji hipotesis, yaitu proses

menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data dan informasi yang

diperoleh berdasarkan pengumpulan data, (6) merumuskan kesimpulan, yaitu proses

mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

Dari penjelasan konsep model pembelajaran inkuiri dari beberapa ahli di atas

dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran inkuiri dilakukan dengan

menekankan pada proses mencari dan menemukan serta menyelidiki yang dilakukan

secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga dapat merumuskan sendiri temuannya

dengan rasa percaya diri. Dan dari hasil penelitian seperti yang dikutip oleh Trianto

(1997) menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains,

produktif dalam berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan

menganalisis informasi.

KONSEP PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

Penerapan kurikulum 2013 merupakan salah satu pertimbangan yang dilakukan

oleh pemerintah dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Penerapan

kurikulum 2013 ini tidak dapat langsung kita lihat hasilnya dalam jangka pendek, sering

kita temui masih banyak guru yang bingung untuk menerapkan kurikulum baru tersebut.

Namun guru yang profesional adalah guru yang mau menerima perubahan dan mau

melakukan perubahan tersebut. Dalam penerapannya tentu banyak tahapan dan faktor

yang mendukung, dan salah satunya adalah pendekatan saintik beserta model

pembelajarannya.

Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang dirancang untuk siswa agar

mampu belajar scara aktif dalam menyusun konsep teori melalui 5 tahapan yaitu

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar dan mengkomunikasikan.

Dalam penerapannya pendekatan ini diatur dalam permendikbud No 103 tahun 2014

tentang tahapan pendekatan saintifik. Hosnan (2014) menjelaskan bahwa penerapan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses, seperti

mengamati mengklasifikasikan, mengukur, meramalkan, menjelaskan dan

Page 105: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Deden)

P a g e [ 105 ]

menyimpulkan. Dalam pelaksanaan proses tersebut bantuan guru juga diperlukan,

namun bantuan tersebut harus berkurang dalam setiap pertemuannya. Tahapan atau

proses-proses tersebut bertujuan untuk membantu guru dalam memberikan materi

pelajaran yang akan diberikan, dalam hal ini adalah pada mata pelajaran ekonomi.

Pembelajaran ekonomi melalui pendekatan saintifik dengan melalui tahapan-

tahapan yaitu: 1) tahap mengamati, kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam tahap ini

adalah dengan membaca sumber-sumber tertulis, mendengar informasi lisan, melihat

gambar, menonton tayangan dan menyaksikan fenomena alam, social, budaya. Pada

tahap ini siswa akan terlatih dalam mencari informasi, menemukan fakta atau suatu

persoalan. Dalam tahap mengamati guru juga dapat memberikan model pembelajaran

inkuiri di mana para siswa telah menemukan persoalan, fakta dan informasi yang ada. 2)

Tahap menanya, pada pendekatan saintifik ini siswa dapat mengajukan pertanyaan

tentang hal-hal yang tidak dipahami dari sesuatu yang diamati dari pertanyaan ini

terlihat bahwa tahapan ini dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan sikap kritis. 3)

Tahap menalar, di mana kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan sejumlah

informasi yang ada dan informasi-informasi yang menjawab dari permasalahan yang

telah diajukan oleh siswa, cara yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara,

melakukan pengamatan lapangan. Hasil yang didapat pada tahap ini adalah siswa dapat

mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan

berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi dengan berbagai

cara. 4) Tahap mengasosiasi, tahap ini menerapkan pemahaman atas suatu persoalan lain

yang sejenis, di tahap ini siswa dapat mengembangkan kemampuan bernalar secara

sistematis dan logis. 5) Tahap terakhir dalam pendekatan saintifik adalah dengan

mengkomunikasikan kegiatan yang dilakukan kepada orang lain secara jelas dan

komunikatif, baik lisan ataupun tulisan. Tahapan ini dapat mengembangkan sikap jujur,

percaya diri, bertanggung jawab, dan toleran dalam menyampaikan pendapat kepada

orang lain dengan memperhatikan kejelasan, kelogisan dan kruntutan sistematikanya. Ke

lima tahapan tersebut di atas diterapkan dengan melihat beberapa ranah hasil

pembelajaran yang tertuang pada kegiatan pembelajaran di mana proses pembelajaran

dalam pendekatan saintifik ini menyentuh kepada tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan

dan keterampilan.

Ke tiga ranah dalam pembelajaran tersebut juga dibentuk dari model

pembelajaran inkuiri di mana model pembelajaran ini di dasarkan pada penemuan atau

pengamatan dari peserta didik. Pada model pembelajaran ini para siswa akan terbiasa

menjadi seorang saintifis atau ilmuan. Menurut kosasih (2014) bahwa model

pembelajaran inkuiri ini merupakan bagian dari kerangka pendekatan saintifik. Siswa

tidak hanya disodorkan oleh sejumlah teori (pendekatan deduktif) tetapi mereka pun

berhadapan dengan sejumlah fakta (pendekatan induktif) dari teori dan fakta itulah,

mereka diharapkan dapat merumuskan tujuan. Model pembelajaran inkuiri menekankan

pada kegiatan yang dilakukan oleh siswa dengan menciptakan situasi, pembahasan tugas

dan identifikasi masalah, melakukan observasi, pengumpulan data, pengolahan data dan

Page 106: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 106 ] P a g e

analisis, memverifikasi hasil temuannya dan terakhir mengeneralisasi. Pada model

pemelajaran inkuiri peran guru sebagai motivator, fasilitator, penanya, administrator,

pengarah, manajer, rewarder (Trianto:2007) sehingga pembelajaran inkuiri disini

dilakukan mengajak siswa untuk terlibat langsung di dalam proses ilmiah dalam waktu

relatif singkat.

Penerapan pendekatan saintifik melalui model pembelajaran inkuri pada mata

pelajaran ekonomi akan sangat tepat, dengan mempertimbangkan keragaman materi

yang ada. Materi ekonomi akan menarik untuk dipahami oleh siswa dengan cara

menemukan sendiri dari permasalahan atau pembahasan materi tersebut, yang

sebenarnya sudah ada dan terjadi di sekitar siswa. Dengan proses pendekatan saintifik

siswa dapat termotivasi untuk belajar agar tidak merasa tertinggal dari teman-temannya.

Dari hasil penelitian terdahulu mengenai penerapan pembelajaran inquiri dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa yang telah di teliti oleh Seran menyatakan bahwa

rata-rata siswa yang telah menggunakan metode pembelajaran inkuiri telah berhasil

dengan baik ini dilihat dari ketuntasan individu rat-rata mencapai 20,50 dengan

ketuntasan klasikal mencapai 95,65% hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan ketika

menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu yaitu ketuntasan individu sebesar

14 dan ketuntasan klasikal hanya 65,21%.

KESIMPULAN

Dari pemaparan mengenai pendekatan saintifik dan model pembelajaran inkuiri

dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan berbasis ilmiah,

di mana dalam pendekatan yang dilakuakan meliputi kegiatan 5 M yaitu mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menalar dan

mengkomunikasikan. Dengan pendekatan saintifik siswa dilatih untuk membahas sebuah

teori melalui proses menemukan dan menyusun sendiri informasi-informasi yang terkait

dengan materi. Dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran

ekonomi, penerapan model saintifik akan efektif jika diimbangi dengan penggunaan

model pembelajaran. Model pembelajaran inkuiri diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam melihat atau mengamati suatu informasi sehingga peserta didik

dapat berpikir logis, kritis, analitis sehingga terbentuk suatu kepercayaan diri.

Diharapkan pembelajaran pada mata pelajaran ekonomi menjadi lebih menyenangkan

sehingga timbul ketertarikan dari peserta didik untuk lebih menyukai mata pelajaran

ekonomi yang dikemas melalui pendekatan saintifik dan model pembelajaran inkuiri.

DAFTAR PUSTAKA

Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21kunci sukses implementasi kurikulum 2013. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Kosasih. (2014). Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013.Bandung: Yrama Widya.

Page 107: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Deden)

P a g e [ 107 ]

Permendikbud No. 103 tahun 2014 tentang lampiran pembelajaran pada pendidikandasar dan pendidikan menengah

Permendikbud tahun 2014 no. 59 lampiran 1 c mengenai kompetensi dasar pendidikanekonomi SMA.

Prastowo, Andi. (2014). Pembelajaran Konstruktivis-Scientific Untuk Pendidikan AgamaDisekolah/Madrasah. Jakarta: Rajawali Grapindo Persada.

Setyaningrum, yanur dan Husamah. (2013). Desain pembelajaran berbasis pencapaiankompetensi. Panduan merancang pembelajaran untuk mendukung implementasikurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisus.

Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar.Bandung: Remaja rosdakarya.

Seran, Ireine (2014). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dalam Meningkatkan HasilBelajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 2 Lamongan. JurnalPendidikan Ekonomi Universitas Negeri Manado. Volume 2 Nomor 8 tahun 2014diakses dari http://ejournal.unima.ac.id/index.php/jpe/article/view/4337 pada30 April 2015

Trianto. (2011). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka.

Page 108: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 108 ] P a g e

METODE PEMBELAJARAN MIND MAPPING SEBAGAI UPAYA

MENGEMBANGKAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI

Nuris SyahidahUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakPerkembangan zaman yang semakin modern terutama era Masyarakat EkonomiASEAN (MEA) 2015 saat ini mengharuskan dunia pendidikan dapat menciptakansumber daya manusia yang berkualitas tinggi sehingga mampu berdaya saing.Salah satu syarat agar sumber daya manusia bisa berdaya saing maka hal pokokyang dibutuhkan adalah kreativitas. Guru sebagai salah satu komponen pentingyang menentukan keberhasilan proses belajar siswa harus mampu menciptakansituasi dan kondisi belajar yang menarik yaitu menggunakan metodepembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif. Metode yangdapat digunakan yaitu mind mapping. Teknik mind mapping yangmenggabungkan gambar, warna, dan simbol dapat mengajak siswa untukmenggali potensi dirinya untuk lebih kreatif. Tujuan artikel kajian ini adalahuntuk mendeskripsikan penggunaan metode pembelajaran mind mapping yangdapat mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran ekonomi.Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penggunaanmetode mind mapping dapat menggabungkan kemampuan kedua belah otaksehingga dapat mengembangkan kreativitas siswa. Penggunaan mind mappingjuga mendorong siswa berpikir sinergis, mempertajam ingatan dan melakukanimajinasi melalui asosiasi.

Kata kunci: mind mapping, kreativitas

PENDAHULUAN

Perkembangan zaman yang semakin modern terutama era Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) 2015 seperti sekarang ini memberikan tantangan dan peluang yang

berlaku di segala bidang, termasuk bidang pendidikan. Untuk menyikapi MEA 2015,

maka dunia pendidikan harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang

berkualitas tinggi. Education systems should contribute towards the development of

creativity and creative problem solving Osborn, 1992; Craft, 2003 (dalam Zampetakis dan

Tsironis 2007). Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia dalam hal

peningkatan kreativitas, inovasi dan mampu berdaya saing menjadi sangat penting untuk

dilakukan.

Kreativitas sangat penting bagi perkembangan siswa, karena berpengaruh besar

terhadap totalitas kepribadian seseorang dan kesuksesan dalam pembelajarannya.

Menurut Andang Ismail (2003: 133) menjelaskan bahwa kreativitas dapat menjadi

kekuatan (power) yang menggerakkan manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, tidak

bisa menjadi bisa, bodoh menjadi cerdas, pasif menjadi aktif dan sebagainya.

Pentingnya masalah tentang kreativitas tersebut maka guru sebagai salah satu

komponen penting yang menentukan keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar

mengajar, harus mempunyai kemampuan mengajar secara profesional dan terampil

Page 109: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Metode Pembelajaran Mind… (Nuris Syahidah)

P a g e [ 109 ]

dalam menggunakan model, metode dan media pembelajaran yang tepat dalam proses

belajar mengajar tersebut. Guru selaku pengajar juga harus menguasai materi yang akan

disampaikan, pandai menciptakan situasi dan kondisi mengajar yang menarik, serta

kreatif dalam menyampaikan materi pembelajaran yaitu salah satunya dengan

menggunakan metode pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat merangsang siswa lebih tertarik pada

materi pelajaran yang disampaikan guru dan melatih siswa lebih kreatif yaitu mind

mapping. Menurut Tony Buzan (2012:4) Mind map adalah cara mencatat yang kreatif,

efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran kita. Mind Mapping merupakan suatu

teknik mencatat yang menggunakan kata-kata, warna, garis, simbol serta gambar dengan

memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang memudahkan seseorang

untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi. Selain itu cara ini juga

menenangkan, menyenangkan dan kreatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Zampetakis

dan Tsironis (2007) yang mengatakan bahwa mind mapping adalah alat yang bahkan

dapat membuat tugas yang membosankan menjadi yang paling menyenangkan dan

menarik, sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan daya ingat. Dengan

menggunakan mind mapping maka kemampuan untuk mengingat dan kreativitas akan

meningkat.

Dalam pembelajaran ekonomi dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh

(holistik) bagi siswa untuk dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga siswa diharapkan dapat memahami keseluruhan konsep dalam satu materi,

bukan hanya bagian-bagian kecil dari materi tersebut. Teknik mind mapping ini dapat

mengajak siswa untuk menggali potensi diri. Keseluruhan konsep dalam materi tersebut

dapat dirangkum menjadi sebuah bentuk peta pikiran yang membantu siswa mengingat

dan memahami keseluruhan materi pembelajaran ekonomi. Pembelajaran dengan

penggunaan mind mapping sangat menekankan kebermutuan proses pembelajaran.

Dengan pembelajaran seperti ini maka siswa dapat mengasah kemampuan kognitifnya

juga dapat mendapatkan pengalaman langsung, sehingga pembelajaran lebih bermakna

bagi siswa.

Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis ingin mengetahui bagaimana

metode pembelajaran mind mapping dapat mengembangkan kreativitas siswa dalam

pembelajaran ekonomi?

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mind Mapping

Menurut Jensen dan Makowitz (2002) mind mapping merupakan teknik visualisasi

verbal ke dalam gambar yang dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat

kembali informasi yang telah dipelajari. Sedangkan, menurut Andri Saleh (2009:100),

mind mapping adalah diagram yang digunakan untuk menggambarkan sebuah tema, ide,

atau gagasan utama dalam materi pelajaran. Dari kedua definisi di atas maka dapat

Page 110: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 110 ] P a g e

disimpulkan bahwa mind mapping adalah sebuah cara efektif untuk menyimpulkan suatu

materi pembelajaran dengan mengubah teknik verbal menjadi teknik visualisasi gambar.

Mind map adalah sebuah metode penyimpanan, pengaturan informasi berbentuk

jaringan yang menggunakan kata kunci dan gambar, dan akan menyimpan ingatan secara

spesifik serta mendorong pemikiran dan ide baru. Setiap kata kunci dalam sebuah mind

map merupakan fakta, ide dan informasi yang juga dapat membuka dan melepaskan

potensi yang sebenarnya dari pikiran seseorang. Mind mapping juga merupakan cara

mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran

individu (Buzan, 2007).

Mind mapping dapat dibuat dengan menggunakan tulisan tangan dengan

mengkombinasikan warna, gambar juga cabang-cabang melengkung sesuai yang

diinginkan, sehingga mind mapping menjadi tidak bosan untuk dilihat secara visual. Mind

mapping merekam seluruh informasi melalui simbol, gambar, garis, kata, dan warna.

Catatan yang dihasilkan menggambarkan pola gagasan yang saling berkaitan dengan

topik utama di tengah dan subtopik dengan rinciannya diletakkan pada cabang-

cabangnya. Oleh karena itu, catatan dalam bentuk mind mapping memungkinkan otak

dapat lebih mudah memahami ulang gagasan dalam wacana secara utuh dan menyeluruh.

Buzan (2007:5) menyatakan bahwa mind mapping dapat membantu individu dalam

banyak hal yaitu, mind mapping dapat memberikan pandangan menyeluruh terhadap

suatu pokok permasalahan, mendorong seseorang untuk memecahkan masalah dengan

menemukan penyelesaian yang kreatif, dan mind mapping dapat menjelaskan semua

informasi yang sudah dipeta-petakan.

Sedangkan manfaat mind mapping yang diambil dari (http://ikhs.wordpress.com )

yaitu:

1. Mempercepat pembelajaran karena mampu memahami konsep yang sama dengan

kerja otak ketika menerima pelajaran

2. Melihat koneksi antar topik yang satu dengan yang lain yang memiliki keterkaitan

3. Membantu brainstorming, mengasah kemampuan otak bekerja

4. Membantu ide serta gagasan yang mengalir karena tidak selalu ide serta gagasan

dapat mudah direkam

5. Melihat gambaran suatu gagasan secara luas dan besar, sehingga membantu otak

bekerja secara maksimal dan berpikir besar terhadap suatu gagasan

6. Menyederhanakan struktur ide dan gagasan

7. Memudahkan untuk mengingat ide dan gagasan

8. Meningkatkan daya kreativitas dan inovatif

Kreativitas

Munandar (2004), kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang

mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir,

serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci),

suatu gagasan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas memainkan

Page 111: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Metode Pembelajaran Mind… (Nuris Syahidah)

P a g e [ 111 ]

peranan penting dan sangat diperlukan dalam pembelajaran, karena kreativitas dapat

mengembangkan potensi anak. Kreativitas dapat dipandang sebagai bentuk intelejensi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner (dalam Beetlestone 2012:28) yang memandang

kreativitas sebagai salah satu dari multiple intelejensi yang meliputi berbagai fungsi otak.

Setiap anak yang dilahirkan pasti memiliki potensi kreatif. Ketika seorang anak

berusaha mengeksplorasi apapun yang ada di sekitarnya maka kita bisa melihat potensi

kreatif anak tersebut. Sehingga tidak ada anak yang sama sekali tidak mempunyai

kreativitas, tapi yang menjadi masalah adalah bagaimana potensi kreatif pada anak

tersebut dapat dikembangkan dengan baik. Untuk mengembangkan kreativitas, setiap

anak perlu diberi kesempatan bersibuk diri secara kreatif. Anak dalam hal ini siswa harus

terlibat terlebih dahulu dalam proses pembelajaran, dengan kata lain siswa harus

mempunyai motivasi yang cukup untuk memulai kemudian melakukan tugas dengan

tekun. Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan

dirinya dalam kegiatan kreatif, dengan membantu mengusahakan sarana dan prasarana

yang diperlukan. Dalam hal ini yang penting ialah memberi kebebasan kepada anak

untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif, tanpa merugikan orang lain atau

lingkungan (Munandar, 2004: 46).

Untuk menjadikan siswa menjadi kreatif tentunya tidak bisa dilakukan secara

instan, tapi membutuhkan sutu proses untuk mengasah potensi kreatif yang dimiliki oleh

setiap siswa tersebut. Menurut Lowenfeld dan Brittain (dalam Beetlestone 2012:100) ada

empat tahap perkembangan kreativitas yaitu:

1. Scribbling stage (tahap corat coret)

2. Pada tahap ini anak sibuk mengeksplorasi lingkungan melalui semua inderanya dan

mengekspresikannya melalui pola-pola yang acak. Eksplorasi warna, ruang dan

materi-materi tiga dimensi.

3. Pre-schematic (pra-skematik)

4. Pada tahap ini anak mengekspresikan pengalaman-pengalaman nyata ataupun

imajinasi dengan usaha pertamanya untuk mempresentasikan

5. Schematic (skematik)

6. Pada tahap ini anak menginvestigasi cara-cara dan metode baru, berusaha mencari

sebuah pola untuk menciptakan hubungan antara dirinya dan lingkungan. Di sini

simbol-simbol digunakan untuk pertama kalinya

7. Visual realism (realisme visual)

8. Pada tahap ini anak menyadari peran kelompok atau lingkungan sosial.

Metode pembelajaran mind mapping sebagai upaya mengembangkan kreativitas

siswa dalam pembelajaran ekonomi

Mind mapping merupakan cara belajar yang efektif karena dapat mengubah teknik

verbal ke dalam visualisasi gambar. Gambar dapat membantu menyampaikan pesan

secara konkret sehingga memudahkan siswa untuk memperkuat pemahaman terhadap

konsep materi pembelajaran. Menurut Sadiman, dkk (2011:29) gambar lebih realistis

Page 112: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 112 ] P a g e

menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata. Mind mapping

juga dapat dibuat dengan menggunakan warna. Warna merupakan media yang sangat

kuat tapi seringkali dipandang remeh. Hasil penelitian Robert Gerard (dalam Jensen

2008) mengemukakan bahwa setiap jenis warna memiliki panjang gelombang, setiap

panjang gelombang mulai dari ultraviolet ke inframerah dapat mempengaruhi otak dan

tubuh seseorang secara berbeda tergantung pada kepribadian dan kondisi pikiran

seseorang. Oleh karena itu penggunaan warna akan membuat mind mapping lebih hidup,

lebih merangsang secara visual, dan menambah energi kepada pemikiran kreatif

daripada metode pencatatan tradisional yang cenderung linier dan satu warna.

Penggunaan mind mapping oleh guru dalam pembelajaran dapat menjadikan

pembelajaran menjadi lebih efektif, semua konsep materi dapat disampaikan secara rinci

karena satu gambar mind mapping dapat menjelaskan keseluruhan materi. Hal ini sesuai

dengan pendapat Ariana (2012) yang mengatakan bahwa ketika siswa menggunakan

mind mapping siswa tidak hanya aktif dalam pembelajaran tapi mereka juga dapat

melihat hasil dari usaha mereka sehingga belajar menjadi menyenangkan, penuh arti dan

bermakna.

Mind mapping juga dapat digunakan sebagai metode untuk pra-pemaparan siswa

terhadap suatu topik. Penggunaan warna, gambar, informasi, dan kaitan antar informasi

dapat digambarkan dalam peta pikiran siswa. Penelitian yang dilakukan oleh M.O Weil

dan J. Murphy (dalam Jensen 2008) menunjukkan bahwa penggunaan pra-pemaparan

sangat bermanfaat karena siswa akan mempelajari konsep-konsep atau prinsip-prinsip

kunci dari subjek dan fakta-fakta terperinci serta potongan informasi yang ada pada

konsep ini. Hasil tinjauan 135 studi dari J. Luiten (dalam Jensen 2008) dapat diambil

sebuah kesimpulan bahwa dengan menggunakan mind mapping untuk pra-pemaparan

menunjukkan pengaruh positif secara konsisten pada kemajuan siswa. Memetakan ide

menjadi sebuah cara bagi siswa untuk mengonseptualisasikan ide, membentuk pikiran

mereka, dan menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang mereka ketahui.

Oleh karena itu penggunaan mind mapping oleh siswa juga dapat mengasah siswa untuk

menghasilkan ide-ide baru. Siswa akan berusaha menggali lebih dalam kemampuannya

untuk menghasilkan gambar mind mapping yang lebih bagus lagi dari yang sebelumnya.

Mind mapping merupakan sebuah tindakan lanjutan ketika ide dihasilkan dan kemudian

disusun untuk dapat digunakan dengan baik. Dalam menghasilkan ide ini dibutuhkan

imajinasi siswa untuk menentukan gambar mind mapping yang akan dibuat. Imajinasi ini

merupakan suatu hal yang efektif untuk mengembangkan kemampuan intelektual, sosial,

dan yang paling penting yaitu membangun kreativitas siswa. Dengan menggunakan

imajinasi maka siswa dapat mengembangkan daya pikir dan daya nalarnya tanpa dibatasi

oleh kenyataan sehari-hari. Imajinasi juga merupakan kekuatan atau proses

menghasilkan ide. Darwis (dalam Liu, et al, 2014) percaya bahwa tidak ada batasan pada

ide dan tidak ada aturan atau struktur ide. Dengan mengasah kemampuan pikiran kita

untuk bebas berimajinasi, kita dapat mengeksplorasi kemampuan otak untuk

menghasilkan ide dan gagasan cemerlang atau hal-hal kreatif.

Page 113: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Metode Pembelajaran Mind… (Nuris Syahidah)

P a g e [ 113 ]

Mengasah imajinasi ternyata dapat membangun kreativitas, tetapi hal ini dapat

menjadi tidak produktif apabila tidak disalurkan ke arah yang positif. Kenapa imajinasi

ini dapat membangun kreativitas siswa? Jawabannya adalah karena imajinasi itu

membuat siswa berpikir secara bebas tanpa adanya suatu batasan dalam berpikir.

Dengan demikian siswa akan memiliki daya asosiasi yang tinggi dengan kehidupan

sekelilingnya, hal inilah yang membuat anak-anak menjadi kreatif. Penggunaan mind

mapping dapat digunakan untuk melatih siswa agar siswa menjadi lebih kreatif, siswa

akan berusaha membuat gambar mind mapping sesuai dengan imajinasi mereka yang

dihubungkan dengan kehidupannya. Mind mapping merupakan proses alami yang

menghubungkan rangkaian koneksi antara gambar dan pengalaman, juga

menghubungkan antara ide, logika alami dan alasan yang digunakan oleh otak untuk

menafsirkan pengetahuan (Ariana, 2012). Di samping itu penggunaan mind mapping juga

memungkinkan siswa mengidentifikasi dengan jelas apa yang telah siswa pelajari atau

apa yang tengah siswa rencanakan.

Kreativitas tidak bisa muncul secara instan, tapi dibutuhkan proses untuk

membangunnya. Begitu juga dengan pembuatan mind mapping yang membutuhkan

proses. Ketika siswa membuat mind mapping hal awal yang dilakukan yaitu siswa akan

berusaha menggunakan inderanya untuk mengingat sesuatu yang pernah ditemuinya

bisa berupa gambar, warna, pola dan lain sebagainya. Melibatkan indera ini akan

membantu siswa menciptakan ingatan tiga dimensi dari dalam ingatnnya. Tahap ini

sesuai dengan perkembangan kreativitas yaitu scribbling stage. Tahap kedua yaitu pre-

schematic, setelah anak menggunakan inderanya untuk mengingat sesuatu yang

berhubungan dengan lingkungan, maka siswa akan menggunakan imajinasinya untuk

menghasilkan ide apa yang akan dibuatmya. Setelah ide sudah didapatkan maka siswa

akan membuat mind mapping dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol ini

dapat berupa gambar, warna, pola, cabang, lengkungan dan lain sebagainya. Penggunaan

gambar dalam mind mapping akan mendorong otak siswa membuat asosiasi dan

mendorong pemikiran sinergis, yaitu setiap cabang mengaitkan satu pikiran dengan

pikiran lainnya, tahap ini disebut dengan tahap schematic. Tahap yang terakhir yaitu

visual realism, pada tahap ini dibutuhkan peran kelompok dan lingkungan sosial. Siswa

dapat menggunakan mind mapping sebagai alat komunikasi kreatif misalnya digunakan

untuk presentasi, berbicara atau berpidato. Dengan menggunakan mind mapping maka

siswa dapat menyusun pikiran dengan cepat, sesuai dengan urutan yang benar, dan

memasukkan semua ide atau gambaran kunci yang dapat menyalakan imajinasi siswa

ketika siswa presentasi. Sehingga presentasi menjadi lebih menyenangkan. Dari

penjelasan di atas maka tahapan dalam membuat mind mapping dapat membangun

proses pembentukan kreativitas siswa.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zampetakis, et.al., (2007) menunjukkan

bahwa teknik mind mapping memberikan kontribusi yang signifikan untuk belajar siswa,

terutama dalam bidang pendidikan karena peta pikiran dapat mengajarkan teknik dan

menghubungkan peta pikiran dengan pelajaran mereka. Tentunya penggunaan metode

Page 114: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 114 ] P a g e

mind mapping ini akan lebih efektif jika dibandingkan dengan metode mencatat biasanya.

Dengan menggunakan mind mapping maka keseluruhan konsep materi pelajaran akan

terangkum menjadi sebuah bagan yang membantu menunjukkan hubungan antara

bagian-bagian informasi yang saling terpisah, memberi gambaran yang jelas pada

keseluruhan dan perincian, memungkinkan kita mengelompokkan konsep, membantu

kita membandingkannya, dan mensyaratkan kita untuk memusatkan perhatian pada

pokok bahasan atau materi yang membantu mengalihkan informasi tentang hal yang ada

dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang.

Hasil penelitian Saleh (2013) menunjukkan bahwa teknik mind mapping

memberikan sumbangan terhadap peningkatan kreativitas yang diukur dari empat faktor

yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi

(elaboration). Peningkatan kreativitas tersebut dapat dilihat dari peningkatan skor dari

pre-tes ke skor post-tes di mana peningkatan kreativitas siswa pada kelas eksperimen

lebih tinggi dibandingkan siswa pada kelas kontrol. Penelitian Priantini, dkk (2013)

menghasilkan bahwa dengan menggunakan metode mind mapping keterampilan berpikir

siswa pada rata-rata 66,94 dan prestasi belajar pada rata-rata 82,06, hal ini lebih baik

daripada keterampilan berpikir kreatif dengan pembelajaran konvensional yang rata-

ratanya hanya 59,12 dan prestasi belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran

konvensional sebesar 78,68. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir

kreatif siswa yang mengikuti metode pembelajaran mind mapping hasilnya lebih baik

daripada keterampilan berpikir kreatif siswa yang mengikuti model pembelajaran

konvensional. Dan hasil penelitian Silaban menunjukkan bahwa 95% metode mind

mapping dalam advance organizer berpengaruh secara signifikan terhadap kreativitas

siswa. Darusman (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa hasil analisis data awal

(pretest) perbandingan kemampuan awal siswa pada kemampuan berpikir kreatif pada

kelas eksperimen yaitu 6.15 dengan standar deviasi 1.83 sedangkan pada kelas kontrol

yaitu 6.42 dengan standar deviasi 1.71. hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal

siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol tidak terdapat perbedaan yang

signifikan, sedangkan pada data akhir (posttest) perbandingan kemampuan akhir siswa

pada kemampuan berpikir kreatif pada kelas eksperimen yaitu 10.9 dengan standar

deviasi 2.49 dan pada kelas kontrol yaitu 9.74 dengan standar deviasi 2.06. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan akhir siswa pada kemampuan berpikir kreatif pada

kelas eksperimen lebih baik pada kelas kontrol. Berdasarkan penjabaran tentang hasil

penelitian di atas, penggunaan mind mapping ternyata dapat membangun kreativitas

siswa.

Ketika seseorang (siswa) belajar pada umumnya menggunakan otak kiri, hal ini

menyebabkan ketidakseimbangan dalam menggunakan otak sehingga hasil belajar

menjadi tidak efektif. Penggunaan mind mapping akan melibatkan kedua sisi otak karena

mind mapping menggunakan gambar, warna dan imajinasi (otak kanan) dengan kata,

angka dan logika (otak kiri). Dengan menggunakan mind mapping maka akan terjadi

keseimbangan kerja dua belahan otak. Dengan cara ini belajar menjadi tidak cepat bosan,

Page 115: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Metode Pembelajaran Mind… (Nuris Syahidah)

P a g e [ 115 ]

materi belajar akan lebih mudah diingat, ide-ide akan muncul dan hasil belajar akan bisa

memuaskan. Mind mapping juga dapat digunakan untuk mengkonstruksikan

pengetahuan baru hasil pemikiran siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Menggunakan mind mapping dalam pembelajaran memiliki banyak manfaat. Ketika guru

memberikan tugas kepada siswa membuat mind mapping atau siswa berusaha sendiri

untuk membuat mind mapping, maka membuat mind mapping ini akan mendorong siswa

untuk berpikir sinergis. Setiap cabang-cabang yang dibuat akan mendorong siswa untuk

menciptakan lebih banyak ide dari setiap pikiran yang ditambahkan dalam mind

mapping. Mind mapping juga membantu otak melakukan imajinasi melalui asosiasi antar

gagasan, karena informasi yang didapatkan akan dikaitkan secara logis dan teratur.

Dengan melalui asosiasi dan pengembangan imajinasi, mind mapping dapat membantu

siswa untuk memfokuskan perhatian pada apa yang menjadi inti persoalan. Selain itu

penggunaan mind mapping akan membantu siswa untuk lebih mempertajam ingatan

siswa. Menurut Buzan (2007) manfaat mind mapping yaitu untuk meningkatkan

kecepatan berpikir, memberi kelenturan yang tak terbatas, dan membawa pikiran

menjelajah jauh untuk menemukan ide-ide orisinil.

Mind Map membuat sistem berpikir yang bekerja sesuai dengan cara kerja alami

otak manusia dan mampu membuka dan memanfaatkan seluruh potensi dan

kapasitasnya. Sistem ini mampu memberdayakan seluruh potensi, kapasitas, dan

kemampuan otak manusia sehingga menjamin tingkat kreativitas dan kemampuan

berpikir yang lebih tinggi bagi penggunanya. Oleh karena itu mind map merupakan alat

berpikir istimewa yang melibatkan seluruh bagian otak sehingga dapat membangun

kreativitas anak dan menjadikan pembelajaran menjadi optimal.

SIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat diambil simpulan bahwa guru memiliki

peran penting dalam menunjang keberhasilan proses belajar siswa. Dalam pembelajaran

ekonomi dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh (holistik) bagi siswa untuk dapat

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat memecahkan

permasalahan dibutuhkan adanya kreativitas, sehingga guru harus selalu melakukan

inovasi dalam pembelajaran agar dapat membangun kreativitas siswa. Metode mind

mapping merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk membangun

kreativitas siswa. Dengan penggunaan metode mind mapping maka siswa akan terus

terpacu mengembangkan imajinasinya untuk dapat menghasilkan ide. Dengan

menggunakan imajinasi maka siswa dapat mengembangkan daya pikir dan daya nalarnya

tanpa adanya batasan tertentu. Dengan demikian siswa akan memiliki daya asosiasi yang

tinggi dengan kehidupan sekelilingnya, hal inilah yang membuat anak-anak menjadi

kreatif. Penggunaan metode mind mapping yang menggabungkan kemampuan kedua

belah otak yaitu otak kiri yang menggunakan kata, angka, dan logika dan otak kanan

yang menggunakan warna, gambar, dan imajinasi juga dapat membangun kreativitas

siswa karena metode ini menggunakan seluruh kemampuan otak.

Page 116: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 116 ] P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Ariana, Monica. (2012). Mind Mapping And Brainstorming As Methods Of TeachingBusiness Concepts In English As A Foreign Language. Academica Science JournalPsychologica Series. No. 1. 2012

Azman, dkk. (2014). “Buzan Mind Mapping: An Efficient Technique for Note-Taking”.International Journal of Social, Education, Economics and Management Engineering.Vol.8 No.1, pp. 28-31.

Beetlestone, Florence. (2012). Creative learning: strategi pembelajaran untuk melesatkankreativitas siswa. Bandung: Nus Media

Buzan, Tony. (2012). Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Darusman, Rijal. (2014). Penerapan Metode Mind Mapping (Peta Pikiran) UntukMeningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMP. Jurnal IlmiahProgram Studi Matematika Stikp Siliwangi Bandung. Vol.3 No.2

Ismail, Andang. (2009). Education Games. Yogyakarta: Pro U Media

Jensen, Eric & Karen, Makowitz. (2002). Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar MembangunIngatan Super. Kaifa: Bandung.

Jensen, Eric. (2008). Brain-Based Learning. Yogyakarta: pustaka belajar

Liu, Ying.,et.al. (2014). The Effect of Mind Mapping on Teaching and Learning:A Meta-Analysis. Journal of Education and Essai. Vol.2 No.1, pp.017-031.

Munandar S.C. Utami. (2002). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Munandar, Utami. (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT RinekaCipta.

Priantini, dkk. (2013). Pengaruh Metode Mind Mapping Terhadap Keterampilan BerpikirKreatif Dan Prestasi Belajar IPS. Jurnal pendidikan dasar. Vol. 3. Tahun 2013

Ramlan, dkk. Pengaruh media mind mapping terhadap kreativitas dan hasil belajar kimiasiswa SMA pada pembelajaran menggunakan advance organizer.

Ratumanan, Tanwey Gerson. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Unesa university press

Sadiman, dkk. (2011). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan danPemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo

Saleh, Andi. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif STAND dengan TeknikMind Mapping terhadap Kreativitas Siswa Kelas XII IPA SMA Se-Kabupaten WajoSulawesi Selatan. Disajikan pada seminar nasional biologi, Surabaya, tanggal 19januari 2013

Saleh, Andri. (2009). Kreatif Mengajar dengan Mind Map. Bandung: Tinta Emas Publishing

Sanjaya. (2012). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Silaban, Ramlan & Napitupulu, Masita Anggraini. (2011). Pengaruh Media Mind MappingTerhadap Kreativitas Dan Hasil Belajar Siswa SMA Pada PembelajaranMenggunakan Advance Organizer. Universitas Negeri Medan.

Page 117: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Metode Pembelajaran Mind… (Nuris Syahidah)

P a g e [ 117 ]

Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. (2010). Media Pengajaran. Bandung: Sinar barualgensindo

Zampetakis, Leonidas A and Tsironis, Loukas. (2007). “Creativity development inengineering education: the case of mind mapping”. Journal of ManagementDevelopment. Vol. 26 No. 4, pp. 370-380.

Page 118: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 118 ] P a g e

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR

MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

Finisica Dwijayati PatrikhaUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakPendidikan Pendidikan tinggi merupakan pembelajaran untuk manusia dewasa(andragogy) yang lebih menekankan pada keaktifan mahasiswa. Oleh karena itudiperlukan suatu kegiatan yang mampu merangsang mahasiswa untuk dapataktif dan analitis dalam proses perkuliahan. Salah satu cara yang dapat dilakukanuntuk menumbuhkan rangsangan tersebut adalah dengan menerapkan modelProblem Based Learning (PBL). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikanpenerapan model pembelajaran PBL dalam meningkatkan aktivitas dan hasilbelajar mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Negeri Surabaya, JurusanPendidikan Ekonomi, program studi Pendidikan Tata Niaga Angkatan 2013 yangmengikuti perkuliahan Manajemen Pemasaran. Hasil penelitian menunjukkanbahwa rerata skor aktivitas mahasiswa pada siklus I adalah 64,2 persen danmengalami peningkatan rerata pada siklus II menjadi 69,6 persen, sedangkanuntuk hasil belajar mahasiswa pada siklus I memiliki rerata sebesar 78,6 danmengalami peningkatan pada siklus II menjadi 87,9.

Kata kunci: PBL, hasil belajar, aktivitas belajar

PENDAHULUAN

Model pembelajaran merupakan salah satu metodologi yang diciptakan dunia

pendidikan dalam rangka menuju ke tercapainya suatu perubahan. Pelaksanaan model

pembelajaran tentunya melibatkan pembelajar dan peserta didik, artinya seorang dosen

itu harus berinovasi dan selalu menciptakan perubahan dalam kegiatan pembelajaran.

Pendidikan tinggi seharusnya sudah menerapkan model pembelajaran yang

diperuntukkan untuk manusia dewasa (andragogy) yang lebih menekankan pada

keaktifan mahasiswa, dan menumbuhkan kesempatan bagi mahasiswa untuk bertumbuh

dalam proses belajarnya. Itu sebabnya suatu program pembelajaran diperlukan, sebuah

program yang tidak hanya meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam kegiatan

pembelajaran tetapi juga melatih kemampuan mahasiswa untuk bernalar dengan

logikanya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Tujuan Program studi Tata Niaga secara umum mengacu pada isi Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003) Pasal 3 mengenai Tujuan

Pendidikan Nasional dan penjelasan Pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan

kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama

untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dalam penjelasan Pasal 15 UU No. 20 Tahun 2003

menyebutkan Program Keahlian Tata Niaga adalah membekali peserta didik dengan

keterampilan, pengetahuan dan sikap agar kompeten untuk melakukan pemasaran

barang dan jasa, Mampu memilih karier, mampu berkompetisi dan mampu

Page 119: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Finisica Dwijayati Patrikha)

P a g e [ 119 ]

mengembangkan diri dalam lingkup keahlian Bisnis dan Manajemen, khususnya

Penjualan.

Materi tentang segmenting, targeting, dan positioning atau lebih dikenal dengan

STP dalam matakuliah Manajemen Pemasaran. Secara khusus pembelajaran materi STP

berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 bertujuan membekali mahasiswa program studi

Pendidikan Tata Niaga dengan kemampuan yang salah satunya adalah melakukan

pemasaran barang dan jasa. Pembelajaran STP sendiri membutuhkan analisis dari

mahasiswa untuk dapat menemukan strategi yang sesuai dengan permasalahan

pemasaran dari target pasar yang dipilih untuk dihadapinya. Selain itu pembelajaran

materi STP menuntut mahasiswa untuk aktif dan berpikiran logis serta analitis dalam

menelaah materi serta permasalahan yang dihadapi. Untuk itu diperlukan suatu kegiatan

yang menstimulus mahasiswa untuk dapat aktif dan analitis, yaitu melalui kegiatan

belajar menggunakan metode problem based learning.

Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah

penerapan metode Problem Based Learning pada matakuliah Manajemen Pemasaran

dengan materi STP?; (2) Bagaimanakah aktivitas belajar mahasiswa Pendidikan Ekonomi

Tata Niaga dalam mengikuti matakuliah Manajemen Pemasaran dengan materi STP

menggunakan metode Problem Based Learning?; (3) Bagaimanakah hasil belajar

mahasiswa Pendidikan Ekonomi Tata Niaga dalam mengikuti matakuliah Manajemen

Pemasaran dengan materi STP menggunakan metode Problem Based Learning?

Pembelajaran yang dikatakan aktif yaitu dengan menciptakan suatu kondisi di

mana mahasiswa dapat berperan aktif, sedangkan dosen bertindak sebagai fasilitator.

Dalam hal ini pembelajaran dengan Problem Based Learning sebagai salah satu bagian

dari pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan suatu model

pembelajaran yang dipilih untuk mengatasi masalah dihadapi peneliti untuk

meningkatkan aktivitas mahasiswa.

Menurut Tan dalam Rusman (2010: 229), Model Pembelajaran Berbasis Masalah

(Problem Based Learning) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena pada model ini

kemampuan berpikir siswa (peserta didik) betul-betul dioptimalisasikan melalui proses

kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,

mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara

berkesinambungan, yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar.

Alipandie (1984: 18-19) mengemukakan pendapatnya bahwa ada dua aktivitas

yang dinilai dalam pembelajaran yaitu aktivitas fisik (jasmaniah) dan aktivitas mental

(rohaniah). Aktivitas fisik merupakan berbagai kegiatan yang dilakukan mahasiswa

seperti kesibukan melakukan penelitian, percobaan, membuat konstruksi model dan

sebagainya, sedangkan aktivitas mental adalah berbagai kegiatan yang meliputi unsur-

unsur kejiwaan mahasiswa dalam pengajaran yang tampak jelas pada ketekunan

mengikuti pelajaran, mengamati secara cermat, mengingat, berpikir untuk memecahkan

persoalan dan mengambil kesimpulan.

Page 120: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 120 ] P a g e

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berdasarkan masalah tidak

dirancang untuk membantu dosen memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya

kepada peserta didik, akan tetapi pembelajaran PBL dikembangkan untuk membantu

peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan

keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka

dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri.

Menurut Wijaya (1988: 189) menyebutkan bahwa “hakikat aktivitas belajar

adalah keterlibatan intelektual emosional (keterlibatan mental) siswa dalam kegiatan

belajar dan bukannya kegiatan fisik saja”. Aktivitas yang timbul dari mahasiswa akan

mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah

pada peningkatan prestasi dan proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar serta

tujuan pembelajaran tercapai. Karena aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran

akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara dosen dengan siswa ataupun dengan

siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif,

di mana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin.

Paul B. Diedrich dalam Sardiman (2000: 100) menyatakan bahwa macam-macam

aktivitas adalah sebagai berikut:

1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, melihat gambar-

gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain

bekerja atau bermain;

2. Oral activities, seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan

suatu kejadian, menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan

pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi;

3. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi,

mendengarkan suatu permainan, mendengarkan musik dan mendengarkan pidato;

4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin,

membuat rangkuman, dan mengerjakan tes;

5. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta diagram dan pola;

6. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi model,

mereparasi, bermain, berkebun dan beternak;

7. Mental activities, seperti merenungkan, menanggapi, mengingat, memecahkan soal,

menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan;

8. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,

bergairah, berani, tenang, gugup.

Dengan demikian, aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran memiliki bentuk yang

beraneka ragam, dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit

diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati di antaranya adalah kegiatan dalam bentuk

membaca, mendengarkan, menulis, memperagakan, dan mengukur yang telah disebutkan

di atas.

Benjamin S. Bloom dalam Dimyati (2006: 26-27) menyebutkan enam jenis

perilaku ranah kognitif, sebagai berikut: (1) Pengetahuan, (2) Pemahaman, (3)

Page 121: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Finisica Dwijayati Patrikha)

P a g e [ 121 ]

Penerapan, (4) Analisis, (5) Sintesis, dan (6) Evaluasi. Kemampuan-kemampuan tersebut

mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui

kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan

menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil

belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan instrumen yang

digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes.

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Sudjana (2009:

3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif,

dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,

tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil

belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Gambar 1. Siklus Penelitian(Skema PTK menurut Arikunto dkk, 2009:16)

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan

Kelas (PTK). Arikunto menegaskan PTK merupakan suatu pencermatan terhadap

kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam

sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh dosen atau dengan

arahan dari dosen yang dilakukan oleh mahasiswa. (Arikunto, dkk, 2009:3).

Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan strategi dengan model

siklus. Setiap siklus memiliki empat tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan

Page 122: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 122 ] P a g e

(acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Tahap-tahap tersebut dapat

dilanjutkan ke siklus berikutnya secara berulang sampai permasalahan yang dihadapi

dapat teratasi/terpecahkan. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi peneliti

menentukan 2 (dua) siklus untuk mengatasinya. Jika digambarkan ke dalam sebuah

grafik maka rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Subjek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas ekonomi

Universitas Negeri Surabaya, Jurusan Pendidikan Ekonomi, program studi Pendidikan

Tata Niaga Angkatan 2013 A. Kelas tersebut berjumlah 40 orang mahasiswa, yang

beranggotakan 16 orang laki-laki dan 24 orang perempuan, di mana mahasiswa tersebut

mengikuti perkuliahan Manajemen Pemasaran.

Dalam menerapkan Model Pembelajaran PBL, peneliti menggunakan tahapan

penerapan berdasarkan sintaks model pembelajaran PBL dari Rusman (2010) dan

mengembangkan tingkah laku Dosen untuk disesuaikan dengan keadaan kelas. Sintaks

model pembelajaran PBL dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Tahapan Tingkah Laku Dosen

Tahap 1:Orientasi mahasiswakepada masalah

- Dosen menjelaskan tentang tujuanpembelajaran

- Memberikan pertanyaan apersepsitentang STP

- Memberikan penjelasan tentang STP

Tahap 2:Mengorganisasimahasiswa untukbelajar

- Membagi kelas kedalam kelompok yangberanggotakan 4-5 mahasiswa

- Memberikan suatu kasus untukdianalisis dalam kelompok

Tahap 3:Membimbingpenyelidikanindividual dankelompok

- Mendorong mahasiswa untukmengumpulkan informasi yang sesuaidengan kasus yang dihadapi

- Membantu mahasiswa menyelesaikankasus (masalah) yang dihadapi sesuaidengan analisis menggunakan materiSTP

Tahap 4:Mengembangkandan menyajikanhasil karya

- Membantu mahasiswa untukmerencanakan atau menyajikan hasildiskusi kelompoknya

Tahap 5:Menganalisis danmengevaluasi prosespemecahan masalah

- Membantu mahasiswa melakukanrefleksi atau evaluasi terhadappenyelidikan mereka dan proses-prosesyang mereka gunakan melaluirangkuman hasil diskusi

(Diolah Peneliti, 2014)

Data penelitian yang dikumpulkan berupa informasi tentang aktivitas dan hasil

belajar mahasiswa pada pembelajaran khususnya matakuliah manajemen pemasaran

Page 123: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Finisica Dwijayati Patrikha)

P a g e [ 123 ]

pada materi Segmenting, Targeting, dan Positioning (STP). Data diperoleh dari (1) Hasil

observasi keaktifan mahasiswa selama proses perkuliahan; (2) Hasil evaluasi pre test

pada awal siklus I dan post test di akhir siklus; (3) Dokumentasi penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam kegiatan pra tindakan mahasiswa diminta untuk mengerjakan soal pre-test

yang berjumlah 15 (lima belas) butir soal, yang terdiri dari 5 soal tentang Segmenting, 5

soal tentang Targeting dan 5 soal tentang Positioning. Kriteria keberhasilan yang

digunakan adalah penilaian acuan patokan yaitu jika 80 persen mahasiswa memperoleh

nilai lebih besar dari 75, maka dikatakan bahwa mahasiswa tersebut berhasil atau tuntas

dalam belajar.

Berdasarkan hasil penilaian pre-test dapat diketahui bahwa rerata skor

mahasiswa adalah 53,7 yang masih berada di bawah skor ketentuan tuntas belajar.

Diketahui juga bahwa sebanyak 37 mahasiswa atau 93 persen dari total mahasiswa tidak

dapat dinyatakan tuntas belajar, dikarenakan mereka belum mempelajari secara mandiri

materi yang diberikan oleh Dosen dalam kelas. Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa

masih bergantung pada Dosen tentang materi yang akan dipelajari, data tersebut di atas

juga menunjukkan bahwa mahasiswa kurang aktif untuk belajar secara mandiri di luar

kelas. Hasil yang diperoleh dari kegiatan pre-test ini digunakan sebagai dasar

melaksanakan tindakan penerapan model pembelajaran PBL.

Siklus I

Tahap perencanaan tindakan, peneliti menyiapkan skenario pembelajaran,

instrumen penelitian berupa rubrik penilaian aktivitas belajar mahasiswa, dan

menyediakan topik untuk diskusi, dalam hal ini adalah contoh kasus yang hendak diamati

dan dianalisis oleh kelompok. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan kedalam 5 (lima)

tahapan sesuai dengan sintaks model pembelajaran PBL menurut Rusman (2010).

Dosen membantu mahasiswa untuk menyajikan hasil diskusinya dengan teman

satu kelompoknya di depan kelas, dengan memberikan susunan atau tata cara presentasi

di depan kelas. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk membuat suatu

rangkuman mengenai hasil dari diskusi yang dilakukan bersama, dan membahasnya

untuk membantu mahasiswa merefleksikan atau mengevaluasi hasil analisis kasus yang

telah mereka lakukan. Dosen perlu mengarahkan pembahasan agar diskusi yang

dilakukan tidak terlalu melebar melainkan terfokus pada materi yang diberikan yaitu

STP. Jika dirasa pembahasan tentang kasus 1 dianggap telah cukup maka diskusi

dianggap telah selesai.

Setelah kegiatan pada siklus I dianggap telah selesai maka mahasiswa diberikan

soal post-test yang telah dipersiapkan dosen di akhir siklus I ini. Soal berjumlah 15 butir

dan dikerjakan selama 15 menit. Berdasarkan hasil post-test diketahui bahwa sebanyak

13 atau 67 persen orang mahasiswa dikatakan tuntas belajar namun belum mencukupi

Page 124: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 124 ] P a g e

target keberhasilan yang diberikan oleh peneliti yaitu 80 persen. Oleh sebab itu siklus

kedua perlu dilakukan.

Siklus II

Dalam siklus ini dosen mengambil hasil tindakan pada siklus I sebagai dasar

perbaikan pada pelaksanaan siklus II. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I diketahui

bahwa penilaian aktivitas mahasiswa akan menjadi lebih mudah jika dilakukan dengan

memberikan nomor kepada mahasiswa yang hendak bertanya sesuai dengan nomor

absennya, untuk itu pada siklus II pemberian nomor absen kepada mahasiswa dilakukan

untuk mempermudah observer dan peneliti menilai aktivitas mahasiswa.

Dosen perlu mengarahkan pembahasan agar diskusi yang dilakukan tidak terlalu

melebar melainkan terfokus pada materi yang diberikan yaitu STP. Memberikan

kesempatan kepada mahasiswa untuk membuat suatu rangkuman mengenai hasil dari

diskusi yang dilakukan bersama, dan membahasnya untuk membantu mahasiswa

merefleksikan atau mengevaluasi hasil analisis kasus yang telah mereka lakukan. Jika

dirasa pembahasan tentang kasus 2 dianggap telah cukup maka diskusi dianggap telah

selesai.

Setelah kegiatan pada siklus II dianggap telah selesai maka mahasiswa diberikan

soal post-test 2 yang telah dipersiapkan dosen di akhir siklus II ini. Soal berjumlah 15

butir dan dikerjakan selama 15 menit. Berdasarkan hasil post-test diketahui bahwa

sebanyak 38 atau 95 persen orang mahasiswa dikatakan tuntas belajar, hasil belajar

mahasiswa pada siklus II ini telah mencukupi tingkat ketuntasan 80 persen yang telah

ditentukan sebelumnya.

Tabel 2. Aktivitas Belajar Mahasiswa dengan Model PBL Pada Siklus I dan II

No Aspek yang DiamatiSkor (%)

Siklus I Siklus II

1 Visual activities 69,6 74,2

2 Oral activities 58,8 67,1

3 Listening activities 70,8 72,9

4 Writing activities 50,0 65,0

5 Drawing activities 65,8 67,1

6 Motor activities 65,8 69,2

7 Mental activities 66,7 75,0

8 Emotional activities 65,8 66,3

Rerata 64,2 69,6

Aktivitas Belajar Mahasiswa dengan Model PBL

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan, aktivitas belajar Mahasiswa

mengalami peningkatan dari siklus I dan II dengan kriteria “baik” dengan skor 3, “cukup”

Page 125: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Finisica Dwijayati Patrikha)

P a g e [ 125 ]

dengan skor 2, dan “kurang” dengan skor 1. Skor aktivitas pada siklus I dan II dalam

disajikan seperti dalam Tabel 2.

Berdasarkan hasil penilaian yang digunakan untuk menilai aktivitas mahasiswa,

maka dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar mahasiswa. Meskipun

peningkatan yang terjadi tidak dapat dikatakan besar, namun dapat diketahui bahwa

peningkatan paling tinggi pada siklus II berada pada aspek writing activities yaitu

meningkat sebanyak 15,0 persen dari Siklus I. Dengan demikian penerapan pembelajaran

model PBL dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa terutama writing activities.

Tujuan penelitian tindakan penerapan pembelajaran model PBL untuk meningkatkan

aktivitas belajar mahasiswa dapat dikatakan terpenuhi.

Hasil Belajar Mahasiswa dengan Model PBL

Hasil belajar mahasiswa dalam pembahasan materi STP dengan penerapan model

pembelajaran PBL mengalami peningkatan. Rerata kelas pada siklus I yaitu 78,6

meningkat menjadi 87,9 pada siklus II. Meskipun pada siklus I rerata nilai kelas yang

diperoleh telah melampaui ketentuan tuntas belajar yaitu 75, namun peneliti merasa

perlu untuk melakukan siklus ke II dikarenakan mahasiswa yang dapat dinyatakan tuntas

belajar belum mencapai 80 persen, sesuai dengan kriteria keberhasilan tindakan yang

telah ditetapkan sebelumnya.

Tabel 3. Hasil Belajar Mahasiswa Model PBL Pada Siklus I dan IINo Kegiatan Rerata

1 Siklus I 78,6

2 Siklus II 87,9

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui pula bahwa pada siklus I mahasiswa

yang dapat dikatakan tuntas belajar adalah 27 orang mahasiswa sedangkan 13 orang

lainnya dianggap masih belum tuntas belajar. Pada siklus II jumlah mahasiswa yang

dapat dikatakan tuntas belajar mengalami peningkatan menjadi 38 orang mahasiswa,

atau 95 persen dari kelas telah tuntas belajar. Data ketuntasan belajar mahasiswa dalam

penerapan model PBL dapat disajikan dalam Tabel 4..

Tabel 4. Ketuntasan Belajar Mahasiswa Model PBL Pada Siklus I dan II

No KriteriaSiklus I Siklus II

Jumlah % Jumlah %

1 Tuntas 27 67,5 38 95

2 Tidak Tuntas 13 32,5 2 5

Jumlah mahasiswa yang dapat dianggap tuntas belajar pada siklus II yaitu 38

orang atau 95 persen, jumlah ini telah melampaui kriteria keberhasilan penelitian

tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu 80 persen. Untuk itu penelitian

Page 126: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 126 ] P a g e

tindakan ini dirasa cukup pada siklus II dan tidak diperlukan siklus berikutnya.

Perbandingan hasil belajar mahasiswa dengan model pembelajaran PBL pada siklus I dan

II dapat disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Grafik hasil belajar mahasiswa

Berdasarkan gambar grafik tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan

penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) dapat meningkatkan hasil

belajar mahasiswa dalam matakuliah manajemen pemasaran terutama materi

Segmenting, targeting dan positioning (STP) dan memahami materi STP dalam

menganalisis kasus yang diberikan oleh Dosen sesuai dengan materi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran

berlangsung serta membandingkannya pada setiap siklus dapat disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dalam matakuliah Manajemen

Pemasaran materi Segmenting, Targeting, dan Positioning dapat meningkatkan aktivitas

belajar mahasiswa terutama writing activities.

Berdasarkan hasil pre-test, post-tes I dan post-test II yang dilakukan serta

membandingkannya pada setiap siklus dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran Problem Based Learning dalam matakuliah Manajemen Pemasaran materi

Segmenting, Targeting, dan Positioning dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata skor aktivitas mahasiswa pada siklus I

adalah 64,2 persen dan mengalami peningkatan rerata pada siklus II menjadi 69,6

persen, sedangkan untuk hasil belajar mahasiswa pada siklus I memiliki rerata sebesar

78,6 dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 87,9. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut disarankan untuk menerapkan model problem based learning (PBL)

sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

mahasiswa.

Page 127: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Finisica Dwijayati Patrikha)

P a g e [ 127 ]

DAFTAR PUSTAKA

Alipandie, I. 1984. Buku Pegangan Guru Didaktik Metodik: Pendidikan Umum. Surabaya:Usaha Nasional

Arikunto, S., Suhardjono., Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Dosen.Jakarta: Rajawali Pers.

Sardiman, A.M. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada

Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003)www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf (diakses 6 November 2014)

Wijaya, C., Djaja, D., Tabarani, R. 1988. Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan danPengajaran. Bandung: Remadja Karya

Page 128: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 128 ] P a g e

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA

PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI

MODEL PROBLEM BASED LEARNING

Jaka Nugraha & Choirul NikmahFakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aktivitas belajar dan hasilbelajar mahasiswa kelas B program studi Pendidikan Administrasi Perkantoran(PAP) angkatan 2013 Universitas Negeri Surabaya pada mata kuliahkewirausahaan materi pokok sifat-sifat wirausahawan. Penelitian inimenggunakan penerapan model Problem Based Learning (PBL) dalampembelajaran kewirausahaan dengan menggunakan desain penelitian tindakankelas (PTK). Hasil penelitian menunjukkan penerapan model PBL dapatmeningkatkan aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran kewirausahaan materisifat-sifat wirausaha di kelas B PAP angkatan 2013 UNESA. Penerapan modelPBL dengan metode diskusi dapat menjadikan mahasiswa aktif berpartisipasidalam diskusi dan berpikir kritis. Oleh karena itu pembelajaran kewirausahaanmateri sifat-sifat wirausaha di kelas B PAP angkatan 2013 UNESA dapatmeningkatkan hasil belajar mahasiswa.

Kata kunci: Kewirausahaan, Problem Based Learning, Penelitian Tindakan Kelas

PENDAHULUAN

Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan.

Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan

dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan.

Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di universitas-

universitas telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu

terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaran

pun dosen selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan

semangat belajar bagi semua mahasiswa. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan

bahwa pembaharuan dalam sistem pendidikan yang mencakup seluruh komponen yang

ada. Pembangunan di bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidikan

dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang

sedang membangun.

Hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau

hubungan timbal balik antara dosen dan mahasiswa dalam satuan pembelajaran. Dosen

sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar merupakan pemegang

peran yang sangat penting. Dosen bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi

lebih dari itu dosen dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran. Sebagai pengatur

sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, dosenlah yang mengarahkan bagaimana

proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Oleh karena itu dosen harus dapat membuat

suatu pengajaran menjadi lebih efektif juga menarik sehingga bahan ajar yang

Page 129: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Aktivitas dan… (Jaka Nugraha & Choirul Nikmah)

P a g e [ 129 ]

disampaikan akan membuat mahasiswa merasa senang dan merasa perlu untuk

mempelajari bahan ajar tersebut. Menurut definisi dari Depdikbud (1990), seorang guru

atau dosen mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional

yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang

beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas

dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan

memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan

rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu

mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta

bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor di antaranya

adalah faktor dosen dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena dosen secara

langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan, sikap serta

keterampilan mahasiswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai

tujuan pendidikan secara maksimal, peran dosen sangat penting dan diharapkan dosen

memiliki cara atau model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran

yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata kuliah yang akan disampaikan. Oleh

karena itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan

pengajaran, di mana salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam

menyampaikan materi mata kuliah agar diperoleh peningkatan prestasi belajar

mahasiswa khususnya mata kuliah kewirausahaan. Misalnya dengan membimbing

mahasiswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu

membantu mahasiswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih

menguatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan.

Berdasarkan pengalaman peneliti di lapangan, kegagalan dalam belajar rata-rata

dihadapi oleh sejumlah mahasiswa yang tidak memiliki dorongan belajar dan pasif dalam

kegiatan belajar mengajar.

Hal ini disebabkan karena dosen dalam proses belajar mengajar hanya

menggunakan metode ceramah, tanpa menggunakan studi kasus yang komperehensif,

dan materi perkuliahan tidak disampaikan secara kronologis. Seorang dosen di samping

menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian

materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan mahasiswa, sehingga menghasilkan

penguasaan materi yang optimal bagi peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut di atas

peneliti mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran, yaitu Problem Based

Learning (PBL) untuk mengungkapkan apakah dengan PBL dapat meningkatkan aktivitas

dan hasil belajar mahasiswa. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dalam

menyelesaikan permasalahan di atas adalah model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL). PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berfokus pada mahasiswa

dengan menggunakan masalah dalam dunia nyata yang bertujuan untuk menyusun

pengetahuan mahasiswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan

Page 130: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 130 ] P a g e

mengembangkan keterampilan berpikir mahasiswa dalam pemecahan masalah (Arends

dalam Trianto, 2007). Metode diskusi adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran di

mana dosen memberikan kesempatan pada mahasiswa di dalam kelompok (3-7 orang)

untuk mengadakan perbincangan secara ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat

kesimpulan atau mencari berbagai alternatif pemecahan terhadap suatu masalah. Hasil

belajar yang dicapai dengan orientasi pada masalah lebih tinggi nilai kemanfaatannya

dibandingkan dengan belajar melalui pembelajaran konvensional (Sumiati dan Asra,

2007). Tujuan peneliti memilih metode pembelajaran ini adalah supaya mahasiswa

terbiasa menemukan, mencari, mendiskusikan sesuatu yang berkaitan dengan

pengajaran. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai penerapan

model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode diskusi dapat

meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar mahasiswa pada materi sifat-sifat

wirausahawan di kelas B program studi pendidikan administrasi perkantoran angkatan

2013 Universitas Negeri Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan

aktivitas belajar dan hasil belajar mahasiswa kelas B program studi pendidikan

administrasi perkantoran angkatan 2013 Universitas Negeri Surabaya pada mata kuliah

kewirausahaan materi pokok sifat-sifat wirausahawan.

METODE

Penelitian tentang penerapan model Problem Based Learning dalam pembelajaran

kewirausahaan ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut

Arikunto, Suhardjono dan Supardi (2012), “PTK merupakan suatu pencermatan terhadap

kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam

sebuah kelas secara bersama”. PTK dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang yang di

dalamnya terdapat empat tahapan, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan

refleksi.

Keempat tahap penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk

sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, yang kembali ke langkah

sebelumnya (Arikunto, Suhardjono dan Supardi, 2012). Jangka waktu untuk satu siklus

tergantung dari materi yang dilaksanakan dengan cara tertentu. Apabila sudah diketahui

letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang telah dilaksanakan dalam satu

siklus, maka dosen pelaksana dapat menentukan rancangan untuk siklus kedua. Jika

sudah selesai dengan siklus kedua dan dosen belum merasa puas, dapat melanjutkan ke

siklus tiga, yang cara dan tahapannya sama dengan siklus sebelumnya. Sumber data

diperoleh melalui hasil pengisian angket terhadap minat belajar mahasiswa, pengamatan

terhadap aktivitas belajar mahasiswa, Lembar Kerja Mahasiswa, hasil pre test, hasil

evaluasi akhir pembelajaran dan hasil tes formatif. Selain itu dilakukan pula pengamatan

terhadap perencanaan dan pelaksanaan dalam pembelajaran. Jenis data yang digunakan

dalam PTK berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif menjelaskan data

berupa angka-angka, sedangkan data kualitatif menjelaskan data berupa informasi

tentang subjek yang diteliti atau dalam hal ini ialah aktivitas dan hasil belajar mahasiswa.

Page 131: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Aktivitas dan… (Jaka Nugraha & Choirul Nikmah)

P a g e [ 131 ]

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik tes

dan observasi. Alat pengumpul data yang digunakan peneliti ada dua, yaitu soal tes dan

lembar pengamatan.

Analisis data dilakukan dengan memperhatikan jenis data yang akan dianalisis.

Dalam penelitian ini, jenis data mencakup data kuantitatif dan data kualitatif. Berikut ini

merupakan rumus-rumus yang digunakan dalam menganalisis data yang telah diperoleh

untuk menilai data kuantitatif dan data kualitatif. Teknik kuantitatif ialah teknik untuk

menganalisis data kuantitatif atau data yang berupa angka-angka. Data kuantitatif pada

penelitian ini diperoleh dari hasil tes formatif. Data tersebut dianalisis dengan

menggunakan rumus-rumus matematis (Sudjana, 2010).

1. Menghitung nilai akhir hasil belajar yang diperoleh oleh masing-masing mahasiswa.

2. Menghitung rata-rata kelas.

3. Menghitung tuntas belajar klasikal

Data kualitatif pada penelitian ini ialah aktivitas dan hasil belajar mahasiswa.

Berikut ini akan dipaparkan rumus yang digunakan untuk menganalisis aktivitas dan

hasil belajar mahasiswa. Teknik analisis untuk menilai aktivitas belajar mahasiswa

Untuk mengetahui apakah penelitian dengan menerapkan model pembelajaran

Problem Based Learning dengan metode diskusi ini dapat dikatakan berhasil atau tidak,

maka diperlukan indikator keberhasilan. Peneliti menetapkan indikator keberhasilan

aktivitas belajar mahasiswa, jika rata-rata persentase hasil analisis data aktivitas belajar

mahasiswa lebih dari atau sama dengan 61%-80% (kriteria aktif). Hasil belajar

mahasiswa dikatakan memenuhi indikator keberhasilan jika:

1. Nilai rata-rata kelas lebih dari atau sama dengan 60 (tuntas KKM).

2. Persentase tuntas belajar klasikal sekurang-kurangnya 85% (minimal 85%

mahasiswa yang memperoleh skor lebih dari atau sama dengan 60).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi data Pra Tindakan

Hasil penelitian yang diperoleh berupa hasil tes dan non tes. Hasil tes diperoleh

melalui pre test dan tes formatif pada akhir siklus I dan siklus II. Hasil non tes diperoleh

Page 132: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 132 ] P a g e

melalui pengamatan aktivitas dosen dan lembar pengamatan aktivitas belajar mahasiswa.

Hasil penelitian tindakan kelas akan diuraikan secara rinci berikut ini.

Hasil Pre-Test

Peneliti melaksanakan kegiatan pre test untuk mengetahui kemampuan yang

dimiliki mahasiswa sebelum pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menerapkan

model Problem Based Learning dengan metode diskusi. Materi yang diujikan yaitu materi

sifat-sifat wirausaha dengan kompetensi dasar berani mendemonstrasikan sikap mental

wirausaha dan mampu menilai tingkat mental sikap wirausaha. Bentuk soal berupa 15

soal pilihan ganda. Hasil rangkuman pre test dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1 Rangkuman Hasil Pre-Test

No KategoriRentang

NilaiFrekuensi

SiswaJumlah

NilaiPersentase

1 Tuntas 60 - 100 10 640 26,322 Tidak Tuntas 0 - 53,3 28 1.413,3 73,68

Jumlah 38 2.053,3 100,00Rata-rata 52,6

Pada Tabel 1, hasil pre test menunjukkan bahwa, dari 38 mahasiswa terdapat 10

atau 26,32% mahasiswa mencapai tuntas belajar, sedangkan 28 mahasiswa atau 73,68%

lainnya memperoleh nilai di bawah KKM (60) yang ditentukan. Suatu pembelajaran

dikatakan berhasil apabila minimal 80% mahasiswa sudah tuntas belajar secara individu.

Berdasarkan hasil pre test di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar

mahasiswa pada materi sifat-sifat wirausaha di kelas B PAP 2013 UNESA tidak tuntas.

Sebelum pelaksanaan tindakan belum mencapai tuntas belajar klasikal. Nilai rata-rata

kelas dan ketuntasan belajar pada hasil pre test yang belum memuaskan dapat

ditingkatkan melalui pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menerapkan model

Problem Based Learning dengan metode diskusi pada materi sifat-sifat wirausaha.

Deskripsi Data Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Tindakan pembelajaran pada siklus I dilaksanakan melalui satu pertemuan, yakni

pada tanggal 24 Oktober 2014. Data hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I diperoleh

melalui evaluasi akhir pembelajaran dan tes formatif I dan observasi selama proses

pembelajaran. Evaluasi akhir pembelajaran dan tes formatif I dilaksanakan untuk

mengetahui hasil belajar mahasiswa, sedangkan observasi dilakukan untuk mengetahui

aktivitas belajar mahasiswa.

1. Hasil Observasi Aktivitas Mahasiswa

Observasi aktivitas belajar mahasiswa meliputi tiga belas aspek yang diamati,

yaitu: (1) Pembukaan salam, (2) Apersepsi, (3) Pengantar materi, (4) Motivasi awal, (5)

Mengorganisasikan mahasiswa kepada masalah, (6) Mengorganisasikan mahasiswa

Page 133: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Aktivitas dan… (Jaka Nugraha & Choirul Nikmah)

P a g e [ 133 ]

untuk belajar, (7) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, (8) Mengembangkan

dan mempresentasikan hasil karya serta pameran, (9) Menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah, (10) Simpulan, (11) Motivasi akhir, (12) Salam penutup, (13)

Penilaian (postest). Persentase perolehan skor pada lembar observasi diakumulasi untuk

menentukan seberapa tinggi aktivitas mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran

untuk siklus I. Hasil observasi terhadap aktivitas belajar mahasiswa pada siklus I dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Mahasiswa pada Siklus I

No. Aspek yang dinilai

Skor1

(tidakaktif)

2(kurang

aktif)

3(cukupaktif)

4(aktif)

5(sangataktif)

1 Pembukaan, salam 32 Apersepsi 33 Pengantar materi 34 Motivasi awal 35 Mengorganisasikan siswa

kepada masalah3

6 Mengorganisasikan siswauntuk belajar

2

7 Membantu penyelidikanmandiri dan kelompok

3

8 Mengembangkan danmempresentasikan hasilkarya serta pameran

3

9 Menganalisis danmengevaluasi prosespemecahan masalah

3

10 Simpulan 211 Motivasi akhir 212 Salam penutup 313 Penilaian (posttest) 3

SKOR TOTAL 36,00NILAI (%) 55,38KRITERIA Cukup aktif

Tabel 2 menunjukkan bahwa, hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I

menunjukkan kriteria cukup aktif pada aktivitas belajar siswa yaitu sebesar 55,38%

dalam pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning.

2. Hasil Belajar Mahasiswa

Hasil belajar mahasiswa dari pelaksanaan tindakan siklus I diperoleh melalui tes

formatif I. Tes formatif I dilaksanakan pada akhir siklus I, yakni pada tanggal 24 Oktober

2014. Berikut ini merupakan tabel nilai hasil evaluasi akhir pembelajaran pada siklus I.

Page 134: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 134 ] P a g e

Tabel 3 Rangkuman Hasil Tes Formatif

No KategoriRentang

Nilai

Frekuensi

Siswa

Jumlah

NilaiPersentase

1 Tuntas 60 - 100 32 2.106,7 84,21

2 Tidak Tuntas 0 - 53,3 6 273,3 15,79

Jumlah 38 2.380 100,00

Rata-rata 61

Rangkuman hasil tes formatif pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata

kelas telah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 84,21%.

Dengan jumlah mahasiswa yang mencapai nilai lebih dari 60 sebanyak 32 mahasiswa,

maka persentase tuntas belajar klasikal sudah mencapai indikator keberhasilan, yaitu

sebesar 84,21%.

3. Refleksi

Penerapan model Problem Based Learning dengan metode diskusi pada mata

kuliah kewirausahaan sudah menunjukkan keberhasilan. Akan tetapi, keberhasilan yang

dicapai pada penelitian siklus I belum memuaskan. Hasil penelitian pada siklus I yang

aktivitas belajar mahasiswa dan hasil belajar mahasiswa masih dapat ditingkatkan lagi

dengan melakukan perbaikan-perbaikan pada beberapa kegiatan. Peneliti belum

membiasakan mahasiswa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas

tertentu. Namun, terdapat beberapa mahasiswa yang menulis hal-hal yang dianggapnya

penting atas dasar inisiatif dari mahasiswa itu sendiri. Selain itu, peneliti dalam

menyampaikan materi terkesan terburu-buru. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya

kedisiplinan waktu, baik oleh peneliti maupun oleh mahasiswa. Dalam proses

pembelajaran, aktivitas belajar mahasiswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar

mahasiswa. Berdasarkan hasil tes formatif I, hasil belajar mahasiswa telah mencapai

indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Pada hasil tes formatif I, nilai rata-rata

kelas yang diperoleh mahasiswa yaitu 61 dan persentase tuntas belajar klasikal mencapai

84,21%. Namun demikian, hasil belajar mahasiswa belum memuaskan, karena terdapat

beberapa mahasiswa yang belum mencapai KKM. Berdasarkan hasil tes formatif I,

terdapat 6 mahasiswa yang memperoleh nilai kurang dari 60. Sebagian besar mahasiswa

belum dapat membedakan sifat-sifat yang harus dimiliki wirausaha secara menyeluruh

Paparan mengenai refleksi aktivitas belajar mahasiswa dan hasil belajar mahasiswa,

menunjukkan bahwa masih terdapat kekurangan pada beberapa kegiatan selama

pelaksanaan siklus I. Hasil refleksi pada siklus I ini akan menjadi landasan untuk

melanjutkan penelitian siklus II dengan perbaikan-perbaikan pada perencanaan,

pelaksanaan, maupun pengamatan, agar siklus II dapat berjalan lebih baik dari pada

siklus I.

Beberapa perbaikan yang dilakukan terhadap aktivitas belajar mahasiswa meliputi:

Page 135: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Aktivitas dan… (Jaka Nugraha & Choirul Nikmah)

P a g e [ 135 ]

1. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan untuk dapat meningkatkan aktivitas belajar

mahasiswa yaitu:

2. Peneliti harus dapat mengaitkan permasalahan dengan pengalaman belajar

mahasiswa.

3. Peneliti perlu membimbing mahasiswa untuk mengikuti kegiatan peragaan dan

mencatat hal-hal yang penting.

Adapun perbaikan-perbaikan yang dilakukan untuk dapat meningkatkan hasil

belajar mahasiswa yaitu:

1. Peneliti harus senantiasa mengingatkan mahasiswa agar memperhatikan dosen dan

mencatat hal-hal yang penting.

2. Peneliti perlu melakukan pendekatan terhadap mahasiswa yang memiliki

kemampuan berpikir rendah.

Deskripsi Data Pelaksanaan Tindakan Siklus II

Hasil penelitian siklus I secara keseluruhan sudah mencapai indikator

keberhasilan, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan.

Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian siklus II. Kegiatan yang dilakukan pada

siklus II hampir sama dengan siklus I.

1. Hasil Observasi Aktivitas Mahasiswa

Observasi terhadap aktivitas belajar mahasiswa dilakukan pada tiap pertemuan

seperti yang dilakukan pada siklus I. Observasi ini dilakukan oleh dosen mitra Prodi PAP

UNESA. Hasil observasi terhadap aktivitas belajar mahasiswa pada siklus II dapat dilihat

pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Mahasiswa pada Siklus II

No. Aspek yang dinilai

Skor1

(tidakaktif)

2(kurang

aktif)

3(cukupaktif)

4(aktif)

5(sangat

aktif)1 Pembukaan, salam 32 Apersepsi 43 Pengantar materi 44 Motivasi awal 35 Mengorganisasikan siswa

kepada masalah4

6 Mengorganisasikan siswauntuk belajar

4

7 Membantu penyelidikanmandiri dan kelompok

3

8 Mengembangkan danmempresentasikan hasil karyaserta pameran

3

9 Menganalisis danmengevaluasi prosespemecahan masalah

4

Page 136: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 136 ] P a g e

No. Aspek yang dinilai

Skor1

(tidakaktif)

2(kurang

aktif)

3(cukupaktif)

4(aktif)

5(sangat

aktif)10 Simpulan 311 Motivasi akhir 312 Salam penutup 313 Penilaian (posttest) 4SKOR TOTAL 45,00NILAI (%) 69,23KRITERIA Aktif

Tabel 4 menunjukkan bahwa, hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus II

menunjukkan kriteria aktif pada aktivitas belajar siswa yaitu sebesar 69.23% dalam

pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning.

2. Hasil Belajar Mahasiswa

Seperti halnya pada siklus I, hasil belajar mahasiswa dari pelaksanaan tindakan

siklus II juga diperoleh melalui tes formatif II yang dilaksanakan pada akhir siklus, yakni

pada tanggal 31 Oktober 2014. Berikut ini merupakan tabel nilai hasil evaluasi akhir

pembelajaran pada siklus II.

Tabel 5 Rangkuman Hasil Tes Formatif II

No KategoriRentang

Nilai

Frekuensi

Siswa

Jumlah

NilaiPersentase

1 Tuntas 60 - 100 34 2.433,3 89,47

2 Tidak Tuntas 0 - 53,3 4 173,3 10,53

Jumlah 38 2.606,6 100,00

Rata-rata 65,5

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil tes formatif II telah mencapai seluruh indikator

keberhasilan yang telah ditetapkan. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh mencapai 65,5,

sedangkan dalam indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu minimal 60. Persentase

tuntas belajar klasikal selama siklus II juga telah melebihi indikator keberhasilan, yaitu

89,47%. Artinya, 34 mahasiswa telah dinyatakan tuntas atau mendapatkan nilai lebih

dari atau sama dengan 60.

3. Refleksi

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian pada siklus II, maka dapat dikatakan bahwa

pembelajaran kewirausahaan materi sifat-sifat wirausaha dengan menerapkan model

Problem Based Learning dengan metode diskusi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar mahasiswa. Tabel berikut merupakan perbandingan hasil pembelajaran siklus I

dan siklus II. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dinyatakan berhasil, karena baik

dosen maupun mahasiswa telah terbiasa dalam menerapkan model Problem Based

Learning dengan metode diskusi, meskipun hasil yang diperoleh tidak 100%

Page 137: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Aktivitas dan… (Jaka Nugraha & Choirul Nikmah)

P a g e [ 137 ]

4. Revisi

Berdasarkan hasil analisis data pelaksanaan tindakan siklus II, dapat diketahui

bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan menerapkan model Problem Based

Learning dengan metode diskusi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

mahasiswa. Hambatan-hambatan yang ada dapat dikurangi, sehingga pelaksanaan

penelitian tindakan kelas (PTK) di kelas B PAP UNESA tidak perlu dilanjutkan ke siklus

berikutnya.

Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil penelitian

berupa hasil aktivitas belajar mahasiswa dan hasil belajar mahasiswa. Pada siklus I,

kedua hasil penelitian tersebut belum mencapai hasil yang memuaskan. Setelah

melakukan refleksi pada siklus I, peneliti melanjutkan penelitian pada siklus II. Hasil yang

dicapai pada siklus II secara keseluruhan telah mencapai indikator keberhasilan yang

ditetapkan. Ketercapaian indikator keberhasilan pada kedua hasil penelitian tersebut

membuktikan bahwa, penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model Problem

Based Learning dalam pembelajaran kewirausahaan materi sifat-sifat wirausaha di kelas

B PAP UNESA. telah mencapai keberhasilan. Selanjutnya, pembahasan mengenai hasil

penelitian dilakukan dengan memaparkan pemaknaan temuan penelitian dan implikasi

hasil penelitian sebagai berikut.

Pembahasan dan Implikasi

Juliantara (2010) berpendapat bahwa, aktivitas belajar mahasiswa adalah seluruh

aktivitas mahasiswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan

psikis. Persentase aspek-aspek tersebut mengalami peningkatan dari siklus I dengan

55,38% menjadi 69,23% pada siklus II.

Hasil belajar mahasiswa pada penelitian tindakan kelas ini diperoleh melalui pre

test, evaluasi akhir pembelajaran dan tes formatif. Nilai rata-rata kelas mengalami

peningkatan dari pre test sampai ke siklus II. Peningkatan hasil belajar tersebut dapat

dilihat melalui Gambar 1.

Perolehan hasil belajar pada pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan dengan

materi sifat-sifat wirausaha melalui penerapan model Problem Based Learning dengan

metode diskusi dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Sesuai dengan pendapat

Gagne (1984) dalam Dahar (2006), bahwa belajar adalah proses di mana mahasiswa

berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Pada pelaksanaan penelitian

tindakan kelas ini, mahasiswa yang sebelumnya kurang memahami sifat-sifat wirausaha

menjadi lebih paham dan mampu memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-

hari setelah model Problem Based Learning dengan metode diskusi diterapkan.

Page 138: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 138 ] P a g e

Gambar 1 Persentase Hasil Belajar Mahasiswa

Implikasi pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menerapkan model

Problem Based Learning dengan metode diskusi pada materi sifat-sifat wirausaha di kelas

B PAP UNESA adalah meningkatnya aktivitas dan hasil belajar mahasiswa. Secara garis

besar, implikasi hasil penelitian dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

Pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based

Learning memberikan pengalaman belajar yang baru bagi mahasiswa kelas B PAP

UNESA. Mahasiswa memiliki kesempatan yang luas untuk memecahkan masalah dalam

dunia nyata melalui pengetahuan awal mahasiswa. Karakteristik mahasiswa yang aktif,

kritis dan senang berpendapat, dapat berkembang dengan optimal melalui kegiatan

diskusi kelompok dengan menyajikan suatu permasalahan. Kegiatan pembelajaran yang

menyenangkan dan menantang bagi mahasiswa tentu berimbas pada peningkatan hasil

belajar mahasiswa. Kegiatan pembelajaran berbasis masalah juga dapat mendorong

mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa dalam menyelesaikan

masalah yang sering ia dapati dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penerapan model

Problem Based Learning dengan metode diskusi, diperlukan kesiapan mahasiswa yang

meliputi kemandirian, rasa tanggung jawab, kerja sama dan sikap kritis saat melakukan

pemecahan masalah agar dapat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan petunjuk

kegiatan.

Penerapan model Problem Based Learning dengan metode diskusi dalam kegiatan

pembelajaran dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dosen mengenai inovasi

model pembelajaran. Dosen dapat terus mengembangkan kreativitas dan potensinya

dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi mahasiswa. Dalam

penerapan model Problem Based Learning dengan metode diskusi, dosen perlu

memahami langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran, yang meliputi: (1)

mengorganisasikan mahasiswa kepada masalah; (2) mengorganisasikan mahasiswa

untuk belajar; (3) membantu penyelidikan mandiri dan kelompok; (4) mengembangkan

Page 139: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Aktivitas dan… (Jaka Nugraha & Choirul Nikmah)

P a g e [ 139 ]

dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah. Dengan memahami langkah-langkah tersebut, maka dosen

dapat mengkondisikan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menerapkan

model Problem Based Learning secara baik.

Universitas perlu bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi dalam

penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Aktivitas belajar mahasiswa dan hasil

belajar mahasiswa juga menjadi tolok ukur kualitas suatu universitas. Untuk dapat

menciptakan universitas yang berkualitas, pihak universitas perlu memberikan

kesempatan dan dukungan bagi dosen untuk melaksanakan pembelajaran yang inovatif.

Sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan

model Problem Based Learning dengan metode diskusi juga dapat dipenuhi pihak

universitas sebagai wujud dukungan terhadap pelaksanaan pembelajaran tersebut.

SIMPULAN

Melalui model Problem Based Learning dengan metode diskusi, dosen lebih aktif

dalam memfasilitasi proses pembelajaran, menuntut mahasiswa dalam mendapatkan

strategi pemecahan masalah, dan memediasi proses mendapatkan informasi. Dengan

demikian, penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas

mahasiswa dalam pembelajaran kewirausahaan materi sifat-sifat wirausaha di kelas B

PAP angkatan 2013 UNESA. Penerapan model Problem Based Learning dengan metode

diskusi dapat menjadikan mahasiswa aktif berpartisipasi dalam diskusi dan berpikir

kritis. Oleh karena itu pembelajaran kewirausahaan materi sifat-sifat wirausaha di kelas

B PAP angkatan 2013 UNESA dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Saran pada

penelitian ini merupakan saran dari peneliti berkaitan dengan penerapan model Problem

Based Learning dalam pembelajaran. Saran yang dapat peneliti berikan yaitu sebagai

berikut:

1. Model Problem Based Learning dengan metode diskusi perlu disosialisasikan agar

lebih sering diterapkan dalam pembelajaran di universitas untuk meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar mahasiswa.

2. Media pembelajaran yang digunakan sebaiknya lebih bervariasi, sehingga mahasiswa

lebih memahami materi yang disampaikan dosen.

3. Pengelolaan kelas sebaiknya disesuaikan dengan alokasi waktu, serta sarana dan

prasarana yang tersedia, agar seluruh rangkaian proses pembelajaran dapat berjalan

dengan tertib dan lancar.

4. Praktisi pendidikan atau peneliti lain dapat menggunakan penelitian ini sebagai

bahan rujukan untuk melakukan penelitian lain dengan model pembelajaran yang

berbeda, sehingga diperoleh berbagai alternatif inovasi model pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suhardjono dan Supardi. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT BumiAksara.

Page 140: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 140 ] P a g e

Dahar, Ratna Wilis. (2006). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta.

Juliantara, Ketut. (2010). Aktivitas Belajar. http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/11/aktivitas-belajar/. (diakses 06/08/2014).

Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Sumiati dan Asra. (2007). Metode Pembelajaran. Bandung : Wacana Prima.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta:Prestasi Pustaka.

Page 141: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Kreativitas… (Susanto)

P a g e [ 141 ]

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KREATIVITAS BERPIKIR DENGAN

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

PADA PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

SusantoUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran dalammeningkatkan kreativitas pada pelajaran kewirausahaan dan meningkatkankemampuan kreativitas dengan penerapan model pembelajaran problem basedlearning pada pelajaran kewirausahaan. Untuk meningkatkan kemampuanberpikir kreatif pada peserta didik salah satunya adalah dengan modelpembelajaran Problem Based Learning. Aspek dalam meningkatkan kreativitaspada model pembelajaran Problem Based Learning adalah adanya upayamengidentifikasi masalah nyata yang terkait dengan kewirausahaan dan upayapemecahannya. Pada aspek identifikasi meliputi kegiatan mencermati,mengumpulkan data, mengorganisasikan dan menyusun fakta, sedangkan aspekpemecahan masalah terdapat kegiatan menganalisis dan menyusun argumentasi.

Kata kunci: Kewirausahaan, kreativitas, Problem Based Learning

PENDAHULUAN

Salah satu visi dan misi penting dalam lembaga pendidikan adalah menciptakan

lulusan yang dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang telah

didapat selama studi sebagai salah satu pilihan untuk berprofesi. Untuk mencapai tujuan

tersebut maka lembaga pendidikan sudah semestinya mulai berbenah diri sejak dini guna

mengantisipasi perubahan-perubahan dan perkembangan zaman yang terjadi. Salah satu

perkembangan zaman yang dirasakan saat ini adalah dengan adanya pelaksanaan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di Tahun 2015. MEA dimaksud merupakan peluang

sekaligus tantangan bagi masyarakat Indonesia sehingga lembaga pendidikan harus

mampu membentuk masyarakat dalam hal ini generasi muda sebagai manusia yang

berkualitas dan mampu memanfaatkan konsep dan pelaksanaan MEA. Pada titik ini

sekolah-sekolah di hadapkan dengan upaya membentuk karakter siswa selaku peserta

didiknya secara maksimal. Peserta didik sebagai agent of change bukan hanya

memanfaatkan intelektual tetapi juga harus mampu merubah watak dan kepribadian

yang akan terlihat dari tingkah laku yang dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat.

Di era globalisasi secara umum dan MEA pada khususnya, persaingan mencari

kerja semakin kompetitif sementara lapangan pekerjaan yang ditawarkan juga terbatas,

menuntut peserta didik dan para pendidik yaitu harus lebih berpikir kreatif dan inovatif.

Semangat entrepreneurship ini sudah menjadi tuntutan zaman. Menurut Indarti dan

Roatiani (2008) secara realitas ada tiga pilihan yang kemungkinan akan dialami lulusan

Perguruan Tinggi setelah menyelesaikan studinya, antara lain: Menjadi karyawan

Page 142: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 142 ] P a g e

perusahaan swasta , Menjadi pengangguran intelektual karena sulit atau persaingan yang

ketat atau semakin berkurangnya lapangan kerja yang sesuai dengan latar belakang

pendidikan., Membuka usaha sendiri (berwirausaha) di bidang usaha yang sesuai dengan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang didapat selama studi di lembaga yang telah dijalani.

Berdasarkan alternatif pilihan di atas, alternatif ketiga merupakan pilihan yang

memungkinkan dan terbuka bagi peserta didik dan masih ada kemungkinan melakukan

jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Artinya setelah peserta didik lulus akan

mempunyai dua kesempatan yaitu berwirausaha dan melanjutkan studi yang dilakukan

bersamaan. Pilihan menjadi wirausaha adalah yang paling tepat. Hal ini disebabkan

menjadi pegawai di perusahaan swasta semakin sulit dan kecil peluangnya karena

lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. Menjadi pengangguran

intelektual pasti tidak akan menjadi pilihan para lulusan lembaga pendidikan, sebab

risiko psikologis pribadi yang harus ditanggung oleh yang bersangkutan sangat besar.

Oleh karena itu, pilihan untuk berwirausaha merupakan pilihan yang tepat dan logis.

Pilihan berwirausaha sesuai dengan program pemerintah dalam percepatan

penciptaan pengusaha kecil dan menengah yang kuat dan bertumpu pada ilmu

pengetahuan dan teknologi sedang digalakkan (Indarti dan Rostiani, 2008). Penggalakan

seperti itu dilakukan oleh pemerintah karena dalam perkembangan dunia global akan

selalu muncul gejala-gejala baru dalam persaingan. Apalagi pada tahun 2015 ini akan

dimulainya pasar bebas dan itu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah umumnya.

Dalam hal itu tidak hanya pemerintah saja yang mempunyai beban tetapi beban itu juga

akan dirasakan pada dunia pendidikan. Karena dunia pendidikan adalah kunci utama

dalam pelaksanaan pendidikan untuk membentuk lulusan yang mampu bersaing di era

global.

Pada kenyataannya belum banyak pula semua lulusan yang memiliki minat yang

tinggi untuk menjadi menjadi wirausaha. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kasali (2010),

bahwa orientasi masyarakat Indonesia masih pada pencari kerja terutama menjadi

pegawai Negeri Sipil (PNS), dari lulusan SLTP, SLTA. Meskipun usaha untuk menjadi PNS

juga dilakukan dengan pengabdian kepada lembaga-lembaga pendidikan yang nantinya

menyimpan harapan suatu saat nanti akan mendapat tempat sebagai Pegawai Negeri

Sipil. Dengan usaha seperti itu kalau kita lakukan pengkajian ulang banyak sekali hal-hal

yang terbuang begitu saja, katakanlah dari segi waktu dan tenaga yang dikeluarkan.

Tetapi hasil yang didapatkan sementara itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Padahal wirausaha (entrepreneur) memiliki peran penting dalam peningkatan

perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Rochbini (2002)

kemajuan atau kemunduran suatu negara sangat ditentukan oleh keberadaan peran dari

kelompok wirausahawan. Pentingnya peran wirausaha dalam peningkatan

perekonomian negara diperkuat oleh pendapat Drucker (1993) menyatakan bahwa

seluruh proses perubahan ekonomi pada akhirnya tergantung dari orang yang

menyebabkan timbulnya perubahan tersebut yakni sang entrepreneur.

Page 143: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Kreativitas… (Susanto)

P a g e [ 143 ]

Dalam hubungannya dengan alasan dan pertimbangan di atas, peserta didik

sebagai salah satu golongan elit masyarakat yang diharapkan menjadi pemimpin–

pemimpin bangsa masa depan, sudah sepantasnya menjadi pelopor dalam

mengembangkan semangat kewirausahaan. Dengan bekal pendidikan tinggi yang

diperoleh di bangku pembelajaran dan idealisme yang terbentuk, lulusan diharapkan

mampu mengembangkan diri menjadi seorang wirausaha tangguh dan bukan sebaliknya

lulusan lembaga pendidikan hanya bisa menunggu lowongan kerja bahkan menjadi

pengangguran yang pada hakikatnya merupakan beban pembangunan (Indarti dan

Rostiani, 2008). Setelah peserta didik itu sadar akan pentingnya berwirausaha maka dari

situ akan muncul sesuatu yang diperlukan yaitu kreativitas dalam berwirausaha.

Dengan melihat kondisi tersebut pemerintah mencanangkan bahwa ekonomi

kreatif adalah solusi utama dalam menghadapi MEA. Yang menjadi inti pokok dalam

berwirausaha adalah lembaga pendidikan mampu memunculkan kreativitas berpikir

para peserta didik. Dengan kemampuan berpikir kreatif ada kemungkinan besar peserta

didik kita bisa menghadapi persaingan yang semakin pesat tersebut. Dalam hal ini yang

menjadi permasalahan banyak peserta didik yang memiliki sifat malas, kemudian hanya

mengandalkan kemampuan yang bersifat sementara. Artinya kemampuan itu hanya

muncul ketika peserta didik mendapatkan sesuatu dari guru atau orang yang dianggap

mampu, kemudian tanpa diproses sedemikian rupa. Peserta didik hanya menuangkan

hasil karyanya dari apa yang didapat tanpa mau memberikan sedikit inovasi atau

memberikan sedikit sentuhan kreativitas. Jika melihat dari segi keuntungan jika peserta

didik mampu menciptakan kreativitas maka akan memiliki kebanggaan tersendiri. Hasil-

hasil kreativitas itu yang nantinya dapat memberikan nilai plus pada usaha yang akan

dijalankan.

Melihat dari fenomena tersebut tidak bisa juga yang menjadi objek kekurangan

dalam kreativitas itu hanya dari sisi peserta didik. Kemungkinan besar itu terjadi karena

adanya penerapan system pembelajaran di lembaga pendidikan yang kurang bervariatif.

Sehingga peserta didik juga mendapatkan apa yang disampaikan oleh pendidik. Mengapa

harus bervariatif, Mungkin itu yang menjadi pertanyaan dibenak para pendidik. Melihat

dari kenyataan yang ada sekarang adalah apa yang dilakukan peserta didik akan sesuai

dengan apa yang diperintahkan oleh pendidik. Hal semacam itu yang nantinya membuat

peserta didik tidak berkembang. Semua gerak yang dilakukan peserta didik seakan-akan

terbatasi. Sehingga memacu tingkat kreativitas peserta didik juga terbatas. Artinya hasil

yang didapatkan peserta didik juga tidak bervariatif.Salah satu yang menjadi kendala

adalah penerapan model pembelajaran yang diterapkan tidak sesuai. Karena banyak

sekali model pembelajaran yang diterapkan hanya berorientasi penyampaian materi saja.

Dan masih bersifat stagnan, jadi pendidik lebih aktif daripada peserta didik. Dengan

demikian peserta didik tidak akan pernah mendapatkan pemikiran yang bersifat kreatif.

Melihat fakta-fakta seperti itu maka sejak saat ini lembaga pendidikan harus

berbenah diri untuk memajukan pendidikan. Salah satunya dengan menerapkan model

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Karena melihat dari

Page 144: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 144 ] P a g e

kurikulum yang diterapkan pemerintah yaitu Kurikulum 2013 maka model Pembelajaran

Berbasis Masalah (Problem Based Learning)sangat sesuai untuk diterapkan. Gunanya

adalah untuk membuka pola berpikir peserta didik. Yang awalnya peserta didik hanya

sebagai pendengar dan nantinya akan menjadi peserta didik yang penuh dengan inisiatif

atau lebih biasa dikatakan muncul sifat berpikir kreatif. Dari latar belakang yang sudah

dipaparkan dari awal memunculkan ide saya untuk melakukan penelitian yaitu

“Meningkatkan Kemampuan Kreativitas dengan Penerapan Model Pembelajaran Problem

Based Learning pada Pelajaran Kewirausahaan”

PEMBAHASAN

Kewirausahaan

Dalam tulisan Hidayat (2009) Wirausaha adalah kepribadian unggul yang

mencerminkan budi yang luhur dan suatu sifat yang patut diteladani, karena atas dasar

kemampuannya sendiri dapat melahirkan suatu karya untuk kemajuan kemanusiaan

yang berlandaskan kebenaran dan kebaikan.

Wirausaha menurut Heijrachman Ranupandoyo (1982) adalah seorang innovator

atau individu yang mempunyai kemampuan naluriah untuk melihat benda materi

sedemikian rupa yang kemudian terbukti benar. Mempunyai semangat dan kemampuan

serta pikiran untuk menaklukkan cara berpikir yang tidak berubah dan mempunyai

kemampuan untuk bertahan terhadap posisi sosial.

Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa

berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa

berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa

diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti (Kasmir, 2007: 18).

Menurut Drucker (1996) kewirausahaan merupakan kemampuan dalam

menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud bahwa

seorang wirausaha adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu

yang baru, berbeda dari yang lain. Atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda

dengan yang sudah ada sebelumnya.

Wirausaha mempunyai peranan untuk mencari kombinasi–kombinasi baru

yang merupakan gabungan dari proses inovasi (menemukan pasar baru, pengenalan

barang baru, metode produksi baru, sumber penyediaan bahan mentah baru dan

organisasi industri baru).

Wirausaha menurut Ibnu Soedjono (1993) adalah seorang entrepreneurial

action yaitu seseorang yang inisiator, innovator, creator dan organisator yang penting

dalam suatu kegiatan usaha, yang dicirikan: (a) selalu mengamankan investasi terhadap

risiko, (b) mandiri, (c) berkreasi menciptakan nilai tambah, (d) selalu mencari

peluang,(e) berorientasi ke masa depan.

Seorang yang memiliki jiwa kewirausahaan ditandai oleh pola tingkah laku

sebagai berikut: Keinovasian (menciptakan, menemukan dan menerima ide baru),

Keberanian menghadapi risiko dalam menghadapi ketidakpastian dan pengambilan

Page 145: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Kreativitas… (Susanto)

P a g e [ 145 ]

keputusan, Kemampuan manajerial (perencanaan, pengkoordiniran, pengawasan dan

pengevaluasian usaha), Kepemimpinan (memotivasi, melaksanakan dan mengarahkan

terhadap tujuan usaha).

Menghadapi pasar global, era industrialisasi di masa yang akan datang, peranan

kewirausahaan dan wirausaha sangat menentukan. Maka semangat, sikap, perilaku dan

kemampuan di bidang kewirausahaan dan wirausaha ini perlu ditumbuhkembangkan

pada seluruh lapisan masyarakat, organisasi, termasuk pada organisasi mahasiswa di

kampus-kampus. Operasionalisasi pelaksanaannya bukan semata-mata dimaksudkan

untuk memperoleh laba sebesar-besarnya akan tetapi untuk memberikan pengalaman

dan pelayanan kepada mahasiswa agar semakin baik dan mapan (Sarbiran, 1997).

Kreatifitas Berpikir

Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, baik dalam bakat, minat,

jasmani, kematangan emosi, kepribadian, keadaan jasmani, dan sosialnya. Selain itu,

setiap anak memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar, untuk dapat berpikir kreatif

dan produktif.(Ahmad Susanto,2011:111) Kreativitas menurut kamus besar Bahasa

Indonesia berasal dari kata dasar kreatif, yaitu memiliki kemampuan untuk menciptakan

sesuatu. (Trisno Yuwono, 2003: 330) Menurut Munandar,(1999) yang dikutip oleh

Syafaruddin, kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru

berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Kreativitas juga diartikan

dengan kemampuan yang berdasarkan data atau informasi yang menemukan banyak

kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana pendekatannya adalah pada

kuantitas dan keragaman jawaban.

Secara operasional, kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang

mencerminkan kelancaran keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir,

serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci)

suatu gagasan. (Syafaruddin dan Herdianto, 2011: 87) Salah satu konsep yang amat

penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri.

Menurut psikolog humanistik, Abraham Maslow dan Carl Rogers(2004) dikutip oleh

Utami Munandar,(1999) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengaktualisasikan

dirinya apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa

yang ia mampu menjadi, mengaktualisasikan, atau mewujudkan potensinya. Menurut

Maslow aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental, suatu potensialitas

yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi sering hilang, terhambat atau

terpendam dalam proses pembudayaan. Jadi sumber dari kreativitas adalah

kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk

berkembang dan menjadi matang (Utami Munandar, 1999: 19).

Hamdani (2002) mengemukakan bahwa kreativitas dapat ditinjau dari (3) hal,

yaitu: Kreativitas adalah suatu kemampuan, yaitu kemampuan untuk membayangkan

atau menciptakan sesuatu yang baru, kemampuan untuk membangun ide-ide baru

dengan mengombinasikan, mengubah, menerapkan ulang ide-ide yang sudah ada.

Page 146: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 146 ] P a g e

Kreativitas adalah suatu sikap, yaitu kemauan untuk menerima perubahan dan

pembaharuan, bermain dengan ide dan memiliki fleksibilitas dalam pandangan.

Kreativitas adalah suatu proses, yaitu proses bekerja keras dan terus menerus sedikit

demi sedikit untuk membuat perubahan dan perbaikan terhadap pekerjaan yang

dilakukan (Hamdani, 2002: 2)

Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berpikir

tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa serta menghasilkan

penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan (Semiawan, 1999: 89). Dari

beberapa definisi oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah suatu

kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya, baik

berupa gagasan atau karya nyata dengan menggabung-gabungkan unsur-unsur yang

sudah ada sebelumnya. Hal baru di sini adalah sesuatu yang belum diketahui olehnya,

meskipun hal itu merupakan hal yang tidak asing lagi bagi orang lain, dan bukan hanya

dari yang tidak menjadi ada, tetapi juga kombinasi baru dari sesuatu yang sudah ada.

Pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam beberapa istilah, yaitu Pribadi

(person), yaitu kreativitas mengacu kepada kemampuan yang merupakan

cirri/karakteristik dari orang-orang kreatif. Kreativitas merupakan ungkapan unik dari

seluruh pribadi sebagai hasil interaksi individu, perasaan, sikap, dan perilakunya. Proses

(process), yaitu kreativitas merupakan proses yang mencerminkan kelancaran dalam

berpikir. Pendorong (press), yaitu inisiatif seseorang yang tercermin melalui

kemampuannya untuk melepaskan diri dari urutan pikiran yang biasa. Produk, yaitu

kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru.

Problem Based Learning

Metode ini erat kaitannya dengan metode pembelajaran kontekstual. Banyak ahli

yang menyebutnya metode pembelajaran tetapi ada pula sementara ahli yang

menyebutnya sebagai model pembelajaran. Konsep model pembelajaran sendiri berasal

dari konsep Joyce dan Weil,(2000) namun justru banyak berkembang karena didukung

dari Charles I. Arends (1997). Perbedaan pokok antara metode pembelajaran dengan

model pembelajaran adalah pada model pembelajaran sintaksnya relatif sudah tertentu

langkah-langkahnya, sesuai dengan yang ditetapkan oleh ahli yang mengungkapkannya.

Dalam pengertian metode pembelajaran, guru masih diberi keleluasaan dalam bervariasi.

Perlu penekanan pada kata relatif tersebut karena ternyata suatu model pembelajaran

tertentu akan berbeda sintaksnya jika ahli yang menyampaikanya juga berbeda. Jadi

sintaksnya bergantung pada sumber yang dipergunakan.

Berdasarkan pendapat Arends (1997) pada esensinya pembelajaran berbasis

masalah adalah model pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme dan

mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar serta terlibat dalam pemecahan

masalah yang kontekstual. Untuk memperoleh informasi dan mengembangkan konsep-

konsep sains, siswa belajar tentang bagaimana membangun kerangka masalah

,mencermati, mengumpulkan data dan mengorganisasikan masalah, menyusun fakta,

Page 147: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Kreativitas… (Susanto)

P a g e [ 147 ]

menganalisis data, dan menyusun argumentasi terkait pemecahan masalah kemudian

memecahkan masalah baik secara individual ataupun kelompok.

Dalam hal ini Arends (1997) menyimpulkan ada lima gambaran yang umum

menjadi identifikasi pembelajaran berbasis masalah, yaitu: Dikembangkan dari

pertanyaan atau masalah. Daripada mengorganisasikan pelajaran di seputar prinsip-

prinsip atau kecakapan akademik tertentu, PBL mengorganisasikan pengajaran pada

sejumlah pertanyaan atau masalah yang penting, baik secara social atau personal

bermakna bagi siswa. Pendekatan ini mengaitkan pembelajaran dengan situasi

kehidupan nyata. Fokusnya antar disiplin, walau PBL dapat diterapkan memusat untuk

membahas subjek tertentu (sains, matematika, sejarah atau yang lainnya), tetapi lebih

dipilih pembahasan masalah actual yang dapat diinvestigasi dari berbagai sudut disiplin

ilmu. Contohnya masalah pencemaran lingkungan yang timbul di laut timur akibat

pencemaran oleh perusahaan pengeboran minyak milik Australia dapat diinvestigasi dan

dijelaskan dari aspek ekonomi, biologi, sosiologi, kimia, hubungan antar Negara, dan

sebagainya. Penyelidikan otentik. Istilah otentik selalu dikaitkan dengan masalah yang

timbul di kehidupan nyata, yang langsung dapat diamati. Oleh karena itu, masalah yang

timbul juga harus di carikan penyelesaian secara nyata. Para siswa harus menganalisis

dan mendefinisikan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi,

mengumpulkan dan menganalisis informasi, bila perlu melaksanakan eksperimen,

membuat inferensi, dan menarik simpulan. Metode investigasinya tentu saja bergantung

pada sifat masalah yang dikaji. Menghasilkan artefak, baik berupa laporan, makalah,

model fisik sebuah video , suatu program computer, naskah drama dan lain-lain. Ada

kolaborasi. Implementasi PBL ditandai oleh adanya kerja sama antar siswa satu sama

lain, biasanya dalam pasangan siswa atau kelompok kecil siswa. Bekerja sama akan

memberikan motivasi untuk terlibat secara berkelanjutan dalam tugas yang kompleks,

meningkatkan kesempatan untuk bertukar pikiran dan mengembangkan inkuiri, serta

melakukan dialog untuk mengembangkan kecakapan sosial.

Problem Based Learning baru dapat dikembangkan jika terbangun suatu situasi

kelas yang efektif. Combs (1976) seperti yang diungkap oleh North Central Regional

Library (2006) menyatakan bahwa minimal ada 3 karakteristik yang harus dipenuhi agar

terbangun situasi kelas yang efektif dalam PBL, yaitu sebagai berikut. Atmosfer kelas

harus dapat memfasilitasi suatu eksplorasi makna. Para pebelajar harus merasa aman

dan merasa diterima. Mereka memerlukan pemahaman baik tentang risiko maupun

penghargaan yang akan diperolehnya dari pencarian dan pemahaman. Situasi kelas harus

mampu menyediakan kesempatan bagi mereka untuk terlibat, saling berinteraksi dan

sosialisasi. Pebelajar harus sering diberi kesempatan untuk mengkonfrontasikan

informasi baru dengan pengalamannya selama proses pencarian makna. Namun

kesempatan semacam itu janganlah timbul dari dominasi guru selama pembelajaran,

tetapi harus timbul dari banyaknya kesempatan siswa untuk menghadapi tantangan

tantangan baru berdasarkan pengalaman masa lalunya. Makna baru tersebut harus

diperoleh melalui proses penemuan secara personal.

Page 148: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 148 ] P a g e

Berkaitan dengan filosofi seperti di atas berkembangnya apa yang disebut

problem-based learning. Problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah)

merupakan suatu tipe pengelolaan kelas yang diperlukan untuk mendukung pendekatan

konstruktivisme dalam pengajaran dan belajar

Dalam sumber yang sama, Savoie dan Hughes (1994) mengungkap perlunya suatu

proses yang dapat digunakan untuk mendesain pengalaman pembelajaran berbasis

masalah bagi siswa. Kegiatan tersebut di bawah ini diperlukan untuk menunjang proses

tersebut, yaitu sebagai berikut identifikasikan suatu masalah yang cocok bagi para siswa,

kaitkan masalah tersebut dengan konteks dunia siswa sehingga mereka dapat

menghadirkan suatu kesempatan otentik, organisasikan pokok bahasan di sekitar

masalah, jangan berlandaskan bidang studi, berilah para siswa tanggung jawab untuk

dapat mendefinisikan sendiri pengalaman belajar mereka serta membuat perencanaan

dalam menyelesaikan masalah, dorong timbulnya kolaborasi dengan membentuk

kelompok pembelajaran, berikan dukungan kepada semua siswa untuk

mendemonstrasikan hasil pembelajaran mereka misalnya dalam bentuk suatu karya atau

kinerja tertentu.

Sumber lain mengungkapkan bahwa kewajiban guru dalam penerapan PBL antara

lain Mendefinisikan, merancang dan mempresentasikan masalah di hadapan seluruh

siswa, Membantu siswa memahami masalah serta menentukan bersama siswa

bagaimana seharusnya masalah semacam itu diamati dan dicermati, membantu siswa

memaknai masalah, cara-cara mereka dalam memecahkan dan membantu menentukan

argumen apa yang melandasi pemecahan masalah tersebut, bersama para siswa

menyepakati bentuk perorganisasian laporan, mengakomodasikan kegiatan presentasi

oleh siswa, melakukan penilaian proses(penilaian otentik) maupun penilaian terhadap

produk laporan. Biasanya sintaks dalam PBL meliputi orientasi siswa pada masalah,

mendefinisikan masalah dan mengorganisasikan siswa untuk belajar, memadu

investigasi mandiri maupun investigasi kelompok. Mengembangkan dan

mempresentasikan karya, refleksi dan penilaian.

Kekuatan dari penerapan metode BPL ini antara lain. Siswa akan terbiasa

menghadapi masalah (Problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikan

masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi

masalah yang ada di dalam kehidupan sehari hari (real world). Memupuk solidaritas

sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan enam teman sekelompok kemudian berdiskusi

dengan teman sekelasnya. Makin mengakrabkan guru dengan siswa, karena ada

kemungkinan ada suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui eksperimen hal ini

juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan metode eksperimen. Sementara itu

kelemahan dari penerapan model ini antara lain: Tidak banyak guru yang mampu

mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah Seringkali memerlukan biaya mahal

dan waktu yang panjang. Aktivitas siswa yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau

guru.

Page 149: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Kreativitas… (Susanto)

P a g e [ 149 ]

Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dengan model PBL pada pelajaran

kewirausahaan

Penerapan pembelajaran PBL pada pelajaran Kewirausahaan. Dalam kaitannya

meningkatkan kreativitas berpikir dengan menggunakan model pembelajaran PBL pada

Pelajaran Kewirausahaan, maka untuk meningkatkan kreativitas berpikir perlu adanya

kebiasaan dari peserta didik untuk memecahkan masalah-masalah yang ada yaitu dengan

mengidentifikasi masalah kemudian memecahkan masalah dengan menggunakan

beberapa unsur yaitu: unsur mencermati masalah yang ada dalam kewirausahaan

kemudian dengan demikian peserta didik akan mampu menciptakan kreativitas dalam

berpikir. Yang kedua yaitu mengumpulkan data, mengumpulkan data berguna untuk

mengetahui masalah apa yang dihadapi kemudian dengan mengumpulkan data akan

dapat dengan mudah mencari suatu solusi atau kreativitas berpikir yang kritis. Yang

ketiga adalah mengorganisasikan masalah, yaitu dengan cara memilah suatu masalah

kemudian mengelompokkan masalah dengan rinci dan menggabungkan masalah yang

satu dengan yang lainnya sehingga peserta didik mampu berpikir untuk memecahkan

masalah secara terorganisir dan diikuti dengan penyusunan fakta. Selanjutnya peserta

didik akan menganalisis dari masalah yang ada dan fakta yang ada sehingga akan

menemukan titik temu dalam menyusun argumentasi. Dan hal-hal tersebut adalah suatu

proses dalam peningkatan kemampuan kreativitas berpikir sesuai dengan model

pembelajaran Problem Based Learning.

SIMPULAN

Lembaga pendidikan merupakan unsur penting dalam memajukan kualitas

pendidikan di Indonesia. Tidak lepas dari semua itu lembaga pendidikan juga mempunyai

arti dalam pengembangan peserta didik. Di samping itu lembaga pendidikan mempunyai

kreativitas yang tinggi agar dapat menciptakan lulusan-lulusan yang berkompeten. Satu

unsur yang penting dalam memajukan peserta didik yaitu dengan cara penerapan

pembelajaran yang berorientasi pada kewirausahaan. Karena itu sesuai dengan tujuan

pendidikan yang mempunyai visi dan misi untuk menciptakan lulusan yang mampu

bersaing di masa yang akan datang. Wirausaha saja mungkin tidak akan bisa berjalan

dengan baik apabila tidak diikuti dengan kreativitas yang tinggi dari tangan-tangan para

wirausaha

Kreativitas mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembelajaran

kewirausahaan. Apalagi pada tahun 2015 sudah dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA). Tujuan yang jelas dari kreativitas adalah meningkatkan hasil karya dan

kemampuan menciptakan hal baru dalam berwirausaha. Namun untuk menciptakan hal

tersebut perlu adanya dukungan dari beberapa pihak yaitu lembaga pendidikan, peserta

didik dan guru. Ketiga pihak itu harus saling berkaitan agar nantinya bisa mewujudkan

kreativitas dari peserta didik. Salah satunya adalah dengan penerapan model

pembelajaran Problem Basic Learning. Dari model itu akan memulai dengan mencari

pokok masalah dari kewirausahaan kemudian peserta didik akan mengidentifikasi dan

Page 150: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 150 ] P a g e

melakukan pemecahan masalah. Identifikasi dapat dilakukan dengan cara mencermati,

mengumpulkan data, mengorganisasikan dan menyusun fakta. Sedangkan dalam proses

pemecahan masalah dapat dilakukan dengan cara menganalisis masalah dan menyusun

argumentasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arens, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-HillCompanies,inc.

Drucker. (1996). Konsep Kewirausahaan Era Globalisasi, Erlangga, Jakarta, Terjemahan

Hamdani, Asep Saepul. (2002). Pengembangan Kreativitas, Jakarta: Pustaka As-Syifa.

Isdianto, B., Willy, D. & Mashudi, M.R. (2005). Orientasi Sistem Pendidikan Desain Interiorterhadap Motivasi Kewirausahaan Mahasiswa (Mencari Hambatan dan Stimulus).Laporan Penelitian. Bandung: Institut Teknologi Bandung

Joyce Bruce, Marsha Weil and Emily Calhoun. (2000). Model Of Thaching. Boston: Alilynand Bacon.

Munandar, Utami (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah , Jakarta:Gramedia Pustaka.

Munandar, Utami (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: AsdiMahasatya.

Propensity for Business Start-Ups after Graduation in a Portuguese University.International Research Journal Problems and Perspectives in Management, 6(4):45-53.

Semiawan, Conny R, (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik, Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Susanto, Ahmad. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana.

Syafaruddin & Herdianto, (2011). Pendidikan Pra Skolah, Medan: Perdana Publishing.

Yuwono, Trisno, (2003). Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Arkola.

Page 151: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Problem… (Bintana Afiati)

P a g e [ 151 ]

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PADA SUB MATERI INTI MASALAH EKONOMI/KELANGKAAN

Bintana AfiatiUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakBanyak model pembelajaran diterapkan di sekolah-sekolah untuk mengatasikejenuhan dan meningkatkan kualitas diri siswa. Model pembelajaran Kurikulum2013 yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya adalah discoverylearning, project-based learning, problem-based learning, dan inquiry learning.Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan model problembased learning pada sub materi inti masalah ekonomi/kelangkaan. Problem basedlearning (PBL) memiliki ciri-ciri seperti pembelajaran dimulai dengan pemberianmasalah, masalah memiliki konteks dengan dunia nyata, siswa secaraberkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjanganpengetahuan mereka, mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkaitdengan masalah dan melaporkan solusi dari masalah, sementara pendidik lebihbanyak memfasilitasi. PBL terdiri atas lima fase, yaitu mengorientasikan pesertadidik pada masalah, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, membantupenyelidikan mandiri dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan artifak(hasil karya) dan memamerkannya, dan analisis dan evaluasi proses pemecahanmasalah.

Kata kunci: Problem based learning, kelangkaan, fase

PENDAHULUAN

Pada saat ini banyak kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar. Hal ini

disebabkan karena proses belajar di dalam kelas yang begitu-begitu saja, sehingga siswa

merasa jenuh untuk belajar. Oleh karena itu sekarang banyak digunakan model dalam

pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah-sekolah. Hal ini dilakukan mengatasi

kejenuhan dalam proses belajar-mengajar dan meningkatkan kualitas diri siswa. Terkait

dengan model pembelajaran, menurut Amri (2013:5) guru diharapkan mampu memilih

model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.

Pada pembelajaran kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau

pendekatan berbasis proses keilmuan yang dapat menggunakan beberapa strategi yang

digunakan seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran yang memiliki nama,

ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based learning,

problem-based learning, inquiry learning (Permendikbud tahun 2014 no 103 lampiran).

Kemudian Fachrurazi (2011:78) menyatakan salah satu model pembelajaran yang dapat

digunakan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar adalah model

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Pembelajaran Berbasis

masalah memiliki ciri-ciri seperti pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah,

masalah memiliki konteks dengan dunia nyata, siswa secara berkelompok aktif

merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka,

Page 152: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 152 ] P a g e

mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah dan melaporkan

solusi dari masalah. Sementara pendidik lebih banyak memfasilitasi.

Kemudian Sari dan Nasikh (2009:68) dari penelitiannya yang berjudul “Efektivitas

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Teknik Peta Konsep Dalam Meningkatkan

Proses Belajar Ekonomi Siswa Kelas X6 SMA Negeri 2 Malang Semester Genap Tahun

Ajaran 2006-2007” menyatakan bahwa Problem Based Learning dirancang untuk

membantu guru memberikan informasi secara mendetail kepada siswa, tetapi dirancang

untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir, ketrampilan

menemukan dan memecahkan masalah, dan ketrampilan intelektual, sehingga siswa

tidak bergantung pada satu sumber (guru) melainkan menjadi siswa dengan belajar yang

mandiri dan aktif untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Dengan demikian

dalam Problem Based Learning guru tidak menyajikan konsep ekonomi dalam bentuk

yang sudah jadi, namun melalui kegiatan pemecahan masalah siswa digiring ke arah

menemukan konsep sendiri (reinvention).

Paparan di atas tentang pembelajaran berbasis masalah Menurut Fachrurazi

(2011:79) menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut berpotensi mengembangkan

kemampuan berpikir kritis pada siswa. Hal ini senada dinyatakan oleh Sadia dan Subagia

dalam Astika, Suma dan Suasrta (2013:4) bahwa model pembelajaran berbasis masalah

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis siswa.

Pada kenyataannya tidak jarang guru menggunakan model pembelajaran ini,

karena dianggap membantu dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran problem

based learning membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya serta

dapat memecahkan masalah dengan guru mengarahkan siswa untuk dapat menemukan

konsep dari materi tersebut dengan sendirinya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat diambil

yaitu bagaimana Penerapan Model Problem Based Learning Pada Sub Materi Inti Masalah

Ekonomi/Kelangkaan? Di dalam makalah ini penulis membatasi pembahasan pada sub

materi inti masalah ekonomi/kelangkaan. Berdasarkan rumusan masalah di atas maka

tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Penerapan Model

Problem Based Learning Pada Sub Materi Inti Masalah Ekonomi/Kelangkaan.

PEMBAHASAN

Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)

Problem Based Learning menurut Maufur (2003:121) adalah model pembelajaran

dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau

perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-

sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada muaranya

adalah pemecahan masalah. Kemudian menurut Tan dalam Rusman (2012:232) Problem

Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) adalah penggunaan berbagai macam

kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia

Page 153: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Problem… (Bintana Afiati)

P a g e [ 153 ]

nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang

ada. Sedangkan menurut Nurhadi dalam Sari dan Nasikh (2009:54) bahwa problem-based

learning (pembelajaran berbasis masalah) adalah suatu pendekatan pengajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar

tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Dari definisi

yang dikemukakan para ahli tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian

dari Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan memberikan suatu

permasalahan dalam dunia nyata untuk diselesaikan secara individu maupun kelompok.

Menurut Hamiyah dan Muhammad (2014:134) problem based learning (PBL)

terdiri dari lima fase yang dimulai dari guru menghadirkan suatu masalah nyata dan

diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Berikut fase-fase problem based

learning (PBL):

Fase 1: Mengorientasikan peserta didik pada masalah. Pembelajaran dimulai

dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.

Dalam penggunaan (PBL), tahapan ini sangat penting di mana guru harus menjelaskan

secara rinci tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik dan juga oleh guru. Apa

yang perlu dijelaskan adalah bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran.

Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar peserta didik dapat memahami

pembelajaran yang akan dilakukan. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini,

yaitu:

1. Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru

tetapi lebih mempelajari tentang bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting

dari bagaimana menjadi peserta didik yang mandiri.

2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak

“benar”. Sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian

dan sering kali bertentangan.

3. Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), peserta didik didorong untuk

mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai

pembimbing yang siap membantu, namun peserta didik harus berusaha untuk

bekerja mandiri atau dengan temannya.

4. Selama tahap analisis dan penjelasan, peserta didik akan didorong untuk menyatakan

ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan

ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua peserta didik diberi peluang untuk

melakukan penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.

Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Di samping

mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga

mendorong peserta didik untuk belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat

membutuhkan kerja sama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai

kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok peserta didik di mana

masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.

Page 154: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 154 ] P a g e

Prinsip-prinsip pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif yang dapat

digunakan dalam konteks ini, yakni kelompok heterogen, pentingnya interaksi antar

anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru sangat

penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga

kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.

Setelah peserta didik diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk

kelompok belajar, selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopik-subtopik

yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada

tahap ini adalah mengupayakan agar semua peserta didik aktif untuk terlibat dalam

sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan

penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.

Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Penyelidikan adalah inti

dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang

berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni

pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan

pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat

penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data

dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul

memahami dimensi situasi permasalahannya. Tujuannya adalah agar peserta didik dapat

mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri.

Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari

berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan kepada pserta didik untuk

berpikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada

pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.

Setelah peserta didik mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan

tentang fenomena yang mereka selidiki, mereka selanjutnya mulai menawarkan

penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada

fase ini, guru mendorong peserta didik untuk menyampaikan semua ide-idenya dan

menerima secara penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang

membuat peserta didik berpikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat

serta kualitas informasi yang dikumpulkan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan

memamerkannya. Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya)

dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape

(menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan

secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian

multimedia. Tentunya, kecanggihan “artifak” sangat dipengaruhi oleh tingkat berpikir

peserta didik. Langkah selanjutnya adalah memamerkan hasil karyanya dan guru

berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini

melibatkan beberapa peserta didik lainnya, guru-guru, orang tua, dan siapa pun yang

dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan-balik.

Page 155: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Problem… (Bintana Afiati)

P a g e [ 155 ]

Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Fase ini merupakan

tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam

menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan

dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini, guru meminta peserta didik untuk

merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan

belajarnya.

Selain itu terdapat pula keunggulan problem based learning menurut A’la

(2012:94) yaitu:

1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan

2. Berpikir dan bertindak kreatif

3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis

4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan

5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan

6. Merangsang bagi perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan suatu

permasalahan yang dihadapi secara realistis

7. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan

8. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan

9. Merangsang bagi perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan suatu

permasalahan yang dihadapi dengan tepat

10. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya

dunia kerja

Kemudian terdapat juga kelemahan problem based learning menurut A’la

(2012:95) yakni:

1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misalnya,

terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati

serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut

2. Membutuhkan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode

pembelajaran yang lain.

Hasil Penelitian Terdahulu pada Penerapan Problem Based Learning

Pada penelitian yang dilakukan oleh Fachrurazi (2011:85) hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah efektif untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Ketika

pemecahan masalah digunakan sebagai konteks dalam matematika, fokus kegiatan

belajar sepenuhnya berada pada siswa yaitu berpikir menemukan solusi dari suatu

masalah matematika termasuk proses untuk memahami suatu konsep dan prosedur

matematika yang terkandung dalam masalah tersebut.

Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Nasikh (2009:71) peneliti

menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dan teknik peta konsep memang

sesuai dengan tuntutan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), karena

pembelajaran ini berasosiasi pada pembelajaran kontekstual berupa penyajian masalah

Page 156: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 156 ] P a g e

berdasarkan kehidupan nyata, sehingga siswa belajar menjadi lebih bermakna karena

siswa dituntut untuk aktif, kreatif dan mampu bekerjasama dengan anggota

kelompoknya dalam menyelesaikan tugas. Hal ini juga berlaku untuk kurikulum 2013

yang mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai

pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta

mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan

peradaban dunia (Permendikbud, no 59 tahun 2014a)

Penerapan Problem Based Learning

Kompetensi Dasar

3.1 Menganalisis masalah ekonomi dan cara mengatasinya

4.2 Melaporkan hasil analisis masalah ekonomi dan cara mengatasinya Menganalisis

masalah Ekonomi dan cara mengatasinya

Materi :

Masalah ekonomi dan cara mengatasinya

Tujuan :

1. Mendiskripsiskan inti masalah ekonomi/kelangkaan melalui kajian referensi dan

contoh

2. Menganalisis penyebab dan cara mengatasi inti masalah ekonomi/kelangkaan

melalui diskusi dan kerja kelompok

3. Melaporkan secara tertulis hasil analisis penyebab dan cara mengatasi inti masalah

ekonomi/kelangkaan melalui diskusi dan kerja kelompok

4. Melaporkan secara lisan hasil analisis penyebab dan cara mengatasi inti masalah

ekonomi/kelangkaan melalui diskusi dan kerja kelompok

Tabel 1. Penerapan Fase Model Problem Based Learning

FASE-FASE KEGIATAN PEMBELAJARANFase 1Orientasi pesertadidik kepadamasalah

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudiandapat memberikan konsep dasar sub materi intimasalah ekonomi/kelangkaan, serta petunjuk ataureferensi yang diperlukan dalam pembelajaran.

2) Guru memotivasi siswa supaya terlibat aktif danberpikir kritis alam aktivitas pemecahan masalah yangnantinya dikerjakan.

3) Mencatat data hasil pengamatan tentang inti masalahekonomi/kelangkaan

Peserta didik akan mengumpulkan informasi tentang Intimasalah ekonomi/kelangkaan dari artikel yang diberikanoleh guru.

Fase 2Mengorganisasikanpeserta didik

Pada tahap ini guru membantu peserta didikmendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yangberhubungan dengan masalah tersebut. Peserta didikdikelompokkan secara heterogen dan dibagi menjadi 4

Page 157: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Problem… (Bintana Afiati)

P a g e [ 157 ]

FASE-FASE KEGIATAN PEMBELAJARANkelompok , yakni kelompok A, B, C, D. Guru menyediakan 2buah artikel dari media online mengenai permasalahanyang harus diselesaikan oleh masing kelompok denganrincian sebagai berikut :1) Kelompok A dan Kelompok C membahas artikel “Di

daerah ini, harga elpiji 3 Kg tembus Rp 40.000/tabung”serta mencari penyebab dan cara mengatasi intimasalah kelangkaan barang tersebut.

2) Kelompok B dan D membahas artikel “Stok LPG 3kgLangka di Bangkalan” serta mencari penyebab dan caramengatasi inti masalah kelangkaan barang tersebut.

Peserta didik mendiskusikan hal-hal yang harusdikerjakan dan konsep-konsep yang harus didiskusikandan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab untukmemecahkan masalah.

Fase 3Membimbingpenyelidikanindividu dankelompok

Peserta didik mengumpulkan informasi untukmenciptakan dan membangun ide mereka sendiri dalammemecahkan masalah. Pada kegiatan ini peserta didikmendiskusikan materi tentang inti masalahekonomi/kelangkaan. Guru membimbing siswa dalammemecahkan masalah tersebut.

Fase 4Mengembangkandan menyajikanhasil karya

Pada tahap ini peserta didik merencanakan danmenyiapkan hasil diskusi dan kerja kelompok dengancara berbagi tugas dengan teman

Pembuatan laporan hasil diskusi melalui kegiatan:- Diskusi masing-masing kelompok untuk

mengembangakan konsep inti masalahekonomi/kelangkaan berdasarkan data hasil diskusi dankerja kelompok yang dikonfirmasikan dengan bukusiswa secara teori.

- Membuat laporan secara sistematis dan benar hasildiskusi kelompok tentang inti masalahekonomi/kelangkaan.

Fase 5Menganalisa danmengevaluasiproses pemecahanmasalah

Pada tahap ini peserta didik mengevaluasi hasil belajartentang materi yang telah dipelajari melalui diskusi kelasuntuk menganalisis hasil pemecahan masalah tentangpermasalahan inti masalah ekonomi/kelangkaan.

Peserta diharapkan menggunakan buku sumber untukbantuan mengevaluasi hasil diskusi. Selanjutnyapresentasi hasil diskusi dan penyamaan persepsi.

Page 158: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 158 ] P a g e

Artikel yang digunakan siswa untuk diskusi pada model pembelajaran problem

based learning

Di daerah ini, harga elpiji 3 Kg tembus Rp 40.000/tabungSenin, 2 Maret 2015 14:28

Merdeka.com - Kelangkaan elpiji ukuran 3 kilogram masih melanda sejumlah daerah diIndonesia, salah satunya di kawasan Tanjung Selor, Kalimantan Utara. Akibat langka, masyarakat dikawasan ini harus merasakan mahalnya elpiji 3 kilogram yang mencapai Rp 40.000 per tabung.Salahsatu warga Tanjung Palas, Datuk Taqdir melepaskan kekecewaan di salah satu toko sembako dikecamatan tersebut."Tadi pagi beli elpiji 3 kilogram, dapat harga Rp 40.000, tapi ini ada penurunan dibanding minggukemarin mencapai 45 ribu rupiah per tabung," ucap Taqdir seperti dilansir Antara, Jakarta, Senin (2/3).

Kondisi tersebut terpaksa diterima oleh Datuk Taqdir dengan pasrah mengingat kebutuhan gaselpiji tersebut penting untuk keperluan dapur rumah tangganya. Harga ini jauh dari harga rata rata yangdijual pemerintah sekitar Rp 18.000 per tabung. "Mau bagaimana lagi kalau tidak dibeli otomatis dapurtidak berasap," lanjutnya.

Datuk Taqdir menduga kenaikan harga terjadi akibat pasokan yang terbatas dibanding dengantingkat kebutuhan dari masyarakat. "Elpiji 3 kilogram saat ini di harga Rp 40.0000, stoknya jugaterbatas," jelasnya.

Di lain kesempatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said engganberkomentar panjang mengenai hal ini. Dia hanya menyebut Pertamina sebagai regulator akan segeradapat mengatasi kelangkaan gas elpiji 3 kilogram di beberapa daerah.

"Pertamina pasti sedang berusaha keras untuk mengatasi terus," kata Sudirman di IstanaKepresidenan, Jakarta, Senin (2/3).

Stok LPG 3kg Langka di BangkalanSelasa, 3 Maret 2015

KBRN, Bangkalan: Sejak hari Jum'at lalu keberadaan gas LPG 3 Kilogram di sejumlah agen danpengecer di wilayah Kabupaten Bangkalan kehabisan stok.

Salah seorang pengecer, Imron, menuturkan, kosongnya stok LPG 3 Kilogram tersebut bukankarena keterlambatan pengiriman, melainkan dirinya menduga meningkatnya konsumsi masyarakat.

"Seperti banyaknya hajatan pernikahan, yang biasanya masyarakat menggunakan 2 tabungmenjadi 4 tabung, sementara pasokan dari agen tidak ada penambahan," ungkapnya. Selasa (3/3/2015).

Ditambahkan Imron, untuk harga tidak ada kenaikan dirinya berharap stok pengiriman untuk bisaditambah dari sebelumnya agar stok LPG 3 kilo tidak terjadi kelangkaan dipasaran.

"Sementara untuk stok LPG 12 Kilogram normal dan ada kenaikan harga dari 140.000 rupiahmenjadi 145.000 rupiah, sehingga masyarakat banyak beralih ke LPG 3 Kilogram," tukasnya. (MU/DS)

Kesimpulan

1. Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan memberikan suatu

permasalahan dalam dunia nyata untuk diselesaikan secara individu maupun

kelompok.

2. Problem based learning (PBL) terdiri dari lima fase yang dimulai dari guru

menghadirkan suatu masalah nyata dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil

kerja siswa. Berikut fase-fase problem based learning (PBL):

a. Fase 1: Mengorientasikan peserta didik pada masalah

b. Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar

c. Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Page 159: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Problem… (Bintana Afiati)

P a g e [ 159 ]

d. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan

memamerkannya

e. Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

3. Dalam problem based learning, guru sebaiknya dapat mengatur waktu secara efektif

agar dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Oleh karena itu guru diharapkan

mampu melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya sebelum melaksanakan

pembelajaran.

4. Diharapkan bagi guru yang ingin menggunakan problem based learning supaya dapat

merancang masalah yang sesuai dengan kemampuan awal siswa dan masalah yang

diisajikan tidak sulit, sehingga akan mencapai hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

A’la, Miftahul. 2012. Quantum Teaching. Jogjakarta: Diva press

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013.Jakarta: PT Prestasi Pustakarya

Astika, I. Kd. Urip, I. K. Suma dan I. W. Suastra. 2013. Pengaruh Model PembelajaranBerbasis Masalah Terhadap Sikap Ilmiah Dan Keterampilan Berpikir Kritis. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA(Volume 3 Tahun 2013). http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_ipa/article/view/851/606 . diakses pada 6 April 2015

Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk MeningkatkanKemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. ISSN1412-565X Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011. http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf diakses pada 4 April 2015

Hamiyah, Nur dan Muhamad Jauhar. 2014. Strategi Belajar Mengajar Di Kelas. Jakarta:Prestasi Pustaka Jakarta

Maufur, Hasan Fauzi. 2009. Sejuta Jurus Mengajar Mengasyikkan. Semarang: PT SindurPress

Merdeka, (2015) Di daerah ini, harga elpiji 3 Kg tembus Rp 40.000/tabung. Diakses darihttp://www.merdeka.com/uang/di-daerah-ini-harga-elpiji-3-kg-tembus-rp-40000tabung.html pada tanggal 19April 2015

Peraturan Pemerintah No 59 Tahun 2014

RRI, (2015) Stok LPG 3kg Langka di Bangkalan. Diakses darihttp://www.rri.co.id/post/berita/144573/ekonomi/stok_lpg_3_kg_langka_di_bangkalan.html pada tanggal 19April 2015

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru EdisiKedua. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Sari, Nur Fatimah dan Nasikh. 2009. Efektivitas Penerapan Pembelajaran BerbasisMasalah dan Teknik Peta Konsep dalam Meningkatkan Proses dan Hasil BelajarMata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X6 MAN 2 Malang Semester Genap TahunAjaran 2006-2007. JPE-Volume 2, Nomor 1, 2009. http://fe.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/03/Nur-Fatimah-Edit.pdf . diakses pada 4 April 2015

Page 160: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 160 ] P a g e

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN

KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH

Brillian Rosy & Triesninda PahleviUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakPembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkattinggi dalam situasi yang berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajarbagaimana belajar. Melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah, siswadiharapkan dapat menggali dan menemukan sendiri dari pemecahan masalahyang diberikan dosen sehingga dapat memancing proses belajar mereka. Tujuanpenelitian ini ialah untuk mendeskripsikan pembelajaran berbasis masalahdalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan memecahkanmasalah pada mata kuliah Perilaku Organisasi serta untuk mengetahui responsiswa terhadap proses pembelajaran berbasis masalah. Metode yang digunakanadalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil penelitian menunjukkan bahwaketerampilan berpikir kritis pada siklus I sebesar 79.42% dan siklus II sebesar82.29% maka peningkatan sebesar 2,87%. Sedangkan pada keterampilanmemecahkan masalah pada siklus 1 sebesar 84.99 % dan siklus 2 sebesar86.86% maka peningkatan sebesar 3,87%. Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa model pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkankemampuan berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah pada matakuliah perilaku organisasi.

Kata Kunci: PBL, Berpikir Kritis, Memecahkan Masalah

PENDAHULUAN

Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran mata kuliah Perilaku Organisasi

adalah kurangnya daya pemahaman mahasiswa. Sebagian mahasiswa kesulitan

mengaplikasikan teori untuk memecahkan masalah-masalah perilaku organisasi. Hal ini

disebabkan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dosen sebatas teoritis. Sedangkan

tujuan pembelajaran perilaku organisasi adalah melatih mahasiswa untuk berpikir logis

mengkaji tentang bagaimana mengelola manusia dengan segala karakter dan

permasalahan-permasalahan yang ada dalam sebuah organisasi sehingga dapat

berkembang dan berhasil di masa depan. Perilaku organisasi yaitu suatu bidang studi

yang mempelajari tentang pengaruh dari perseorangan, kelompok dan struktur pada

perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk

memperbaiki keefektifan organisasi.

Berdasarkan pengamatan di dalam kelas, diperoleh fakta bahwa dosen masih

jarang menggunakan pembelajaran kooperatif. Meskipun telah menerapkan diskusi

kelas, proses diskusi tersebut masih bersifat konvensional dan biasanya bahan yang

digunakan untuk diskusi adalah materi perkuliahan yang bersifat teoritik tanpa disertai

contoh penerapan dalam kehidupan nyata sehingga hal tersebut kurang mampu

mendorong mahasiswa untuk berpikir secara kritis dalam memecahkan masalah.

Page 161: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Problem Based…( Brillian Rosy & Triesninda Pahlevi)

P a g e [ 161 ]

Pentingnya mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus

dipandang sebagai sesuatu yang urgen dan tidak bisa dipandang sebelah mata.

Penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan

pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan

mahasiswa untuk mengatasi ketidaktentuan di masa mendatang (Cabrera, 1992).

Menurut Elaine (2007:187), Berpikir kritis adalah berpikir untuk menyelidiki secara

sistematis proses berpikir itu sendiri, maksudnya tidak hanya memikirkan dengan

sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti, asumsi

dan logika. Bepikir kritis memungkinkan mahasiswa untuk menemukan kebenaran dari

suatu informasi. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang

mendalam. Pemahaman membuat mahasiswa mengerti maksud di balik ide sehingga

mengungkapkan makna di balik suatu kejadian.

Perlunya upaya untuk memfasilitasi agar kemampuan berpikir kritis mahasiswa

lebih berkembang menjadi sangat penting, mengingat beberapa hasil penelitian masih

mengindikasikan rendahnya kemampuan berpikir kritis mahasiswa di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian Suryanto dan Somerset (dalam Fachrurazi, 2011) terhadap

16 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada beberapa provinsi di Indonesia menunjukkan

hasil tes mata pelajaran matematika sangat rendah, utamanya pada soal cerita. Dalam

kasus di atas menjelaskan bahwa kemampuan aplikasi merupakan bagian dari domain

kognitif yang lebih rendah daripada kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi. Ketiga

kemampuan tersebut digolongkan oleh Bloom (Duron, dkk., 2006) dalam kemampuan

berpikir kritis.

Berpikir kritis dalam penelitian ini adalah proses terorganisasi yang melibatkan

aktivitas mental yang mencakup kemampuan merumuskan masalah, memberikan

argumen, menyusun laporan, melakukan deduksi, induksi, evaluasi, memutuskan

kemudian melaksanakan, dan berinteraksi dengan yang lain untuk memecahkan suatu

masalah. Indikator kemampuan berpikir kritis dapat dijabarkan pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

NoAspek Kemampuan

dalam Berpikir Kritis(Indikator)

Deskripsi Pencapaian

1 Merumuskan masalah

(memformulasikandalam bentuk pertanyaanyang memberi arahuntuk memperolehjawabannya)

1. Mahasiswa tidak merumuskan masalah

2. Mahasiswa merumuskan masalah tetapi tidak tepat

3. Mahasiswa merumuskan masalah tetapi kurangtepat

4. Mahasiswa melakukan rumusan masalah dengantepat

2 Memberikan argumen

(Argumen dengan alasanyang sesuai,menunjukkan perbedaan

1. Mahasiswa tidak memberikan argumen

2. Mahasiswa memberikan argumen dengan alasanyang tidak sesuai

3. Mahasiswa memberikan argumen dengan alasan

Page 162: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 162 ] P a g e

NoAspek Kemampuan

dalam Berpikir Kritis(Indikator)

Deskripsi Pencapaian

dan persamaan, sertaargumennya utuh)

yang sesuai, tetapi argumennya tidak utuh

4. Mahasiswa memberikan argumen dengan alasanyang sesuai dan argumen yang utuh

3 Melakukan deduksi

(Mendeduksi secaralogis, kondisi logis, sertamelakukan intrepetasiterhadap pernyataan)

1. Mahasiswa tidak melakukan deduksi

2. Mahasiswa melakukan deduksi tetapi tidak logis

3. Mahasiswa melakukan deduksi secara logis, tetapikurang tepat

4. Mahasiswa melakukan deduksi secara logis dantepat

4 Melakukan induksi

(Melakukanpengumpulan data,membuat generalisasidari data,membuat tabel,dan grafik, membuatkesimpulan terkaithipotesis sertamemberikan asumsi yanglogis)

1. Mahasiswa tidak melakukan pengumpulan data,membuat generalisasi dari data, membuat tabel,dan grafik

2. Mahasiswa melakukan pengumpulan data,membuat generalisasi dari data, tetapi tidakmembuat tabel, dan grafik

3. Mahasiswa melakukan pengumpulan data,membuat generalisasi dari data, membuat tabel,dan grafik, tetapi kurang tepat

4. Mahasiswa melakukan pengumpulan data,membuat generalisasi dari data, membuat tabel,dan grafik, dengan tepat

5 Melakukan evaluasi

(Evaluasi berdasarkanfakta, berdasarkanprinsip atau pedoman,serta memberikanalternatif)

1. Mahasiswa tidak melakukan evaluasi

2. Mahasiswa memberikan evaluasi berdasarkanfakta, berdasarkan prinsip atau pedoman, tetapitidak memberikan alternatif

3. Mahasiswa memberikan evaluasi berdasarkanfakta, berdasarkan prinsip atau pedoman, sertamemberikan alternatif, tetapi kurang tepat

4. Mahasiswa memberikan evaluasi berdasarkanfakta, berdasarkan prinsip atau pedoman, sertamemberikan alternatif dengan tepat

6 Memutuskan danmelaksanakan

(Memilih kemungkinansolusi,dan menentukankemungkinan-kemungkinan yang akandilaksanakan)

1. Mahasiswa tidak memberikan solusi

2. Mahasiswa memberikan solusi, tetapi tidak tepat

3. Mahasiswa memberikan kemungkinan solusi, tetapikurang tepat

4. Mahasiswa memberikan kemungkinan solusidengan tepat

Sumber: Etnis dan Marzano (dalam Marpaung, 2005).

Selain mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mengembangkan ketrampilan

memecahkan masalah bagian yang tidak dapat terpisahkan. Menurut Sutarmo (2012: 94)

Page 163: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Problem Based…( Brillian Rosy & Triesninda Pahlevi)

P a g e [ 163 ]

“Kemampuan berpikir kritis, otak dipaksa berpikir serius untuk memecahkan masalah

yang dihadapi individu yang berpikir atau memikirkan tindakan yang akan dilakukan

nanti”. Setiap orang memiliki masalah yang bukan untuk dihindari melainkan untuk

dipecahkan, maka seharusnya mereka juga memiliki kemampuan berpikir kritis dan

keterampilan memecahkan sehingga dapat memikirkan langkah apa yang harus

ditempuh untuk memecahkan masalah serius yang mereka hadapi. Hal ini mempunyai

implikasi dalam pembelajaran Perilaku Organisasi dimana memberikan pemahaman

pada mahasiswa bahwa dalam kehidupan berorganisasi manusia tidak akan terlepas dari

permasalahan-permasalahan yang ada. Mahasiswa yang terbiasa dihadapkan pada

masalah dan berusaha memecahkannya akan cepat tanggap dan kreatif apalagi bila

masalah yang diciptakan itu bersentuhan dengan kehidupannya maka mereka akan

bersemangat untuk memecahkannya dalam waktu singkat. Jadi keterampilan

memecahkan masalah sangat penting artinya bagi anak didik dan masa depannya.

Berdasarkan hasil penelitian Ni Wyn (2014), menunjukkan bahwa rata-rata hasil

belajar matematika mahasiswa yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan

metode keterampilan pemecahan masalah lebih baik daripada mahasiswa yang diberikan

pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional. Hal ini tentunya signifikan

pada usaha meningkatkan keterampilan memecahkan masalah dengan tujuan

pembelajaran Perilaku Organisasi yaitu selain melatih mahasiswa untuk berpikir logis

mengkaji tentang bagaimana mengelola manusia dengan segala karakter dan

permasalahan-permasalahan yang ada. Selain itu juga keterampilan memecahkan

masalah diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar mata kuliah Perilaku Organisasi.

Branca (Krulik dan Reys, 1980) mengemukakan bahwa pemecahan masalah memiliki tiga

interpretasi yaitu: pemecahan masalah (1) sebagai suatu tujuan utama; (2) sebagai

sebuah proses, dan (3) sebagai keterampilan dasar. Ketiga hal itu mempunyai implikasi

dalam pembelajaran Perilaku Organisasi. Pertama, jika pemecahan masalah merupakan

suatu tujuan maka ia terlepas dari masalah atau prosedur yang spesifik, yang terpenting

adalah bagaimana cara memecahkan masalah sampai berhasil. Dalam hal ini pemecahan

masalah sebagai alasan utama untuk belajar perilaku dalam lingkungan organisasi.

Kedua, jika pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses maka penekanannya

bukan semata-mata pada hasil, melainkan bagaimana metode, prosedur, strategi dan

langkah-langkah tersebut dikembangkan melalui penalaran dan komunikasi untuk

memecahkan masalah. Ketiga, pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar atau

kecakapan hidup (life skill), karena setiap manusia harus mampu memecahkan

masalahnya sendiri. Jadi pemecahan masalah merupakan keterampilan dasar yang harus

dimiliki setiap mahasiswa.

Tabel 2. Indikator Memecahkan Masalah

No.Aspek yang dinilai dalam

keterampilanmemecahkan masalah

Skor Deskripsi Pencapaian

1. Identifikasi masalah(menunjukkan fenomena

1 Mahasiswa tidak dapat mengidentifikasimasalah yang diberikan dosen

Page 164: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 164 ] P a g e

No.Aspek yang dinilai dalam

keterampilanmemecahkan masalah

Skor Deskripsi Pencapaian

yang ada dalampermasalahan danmerangkumnya dalamrumusan masalah)

2

3

4

Mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah,tetapi tidak tepatMahasiswa dapat mengidentifikasi masalah,tetapi kurang tepatMahasiswa dapat mengidentifikasi masalahdengan tepat

2. Merumuskan masalah(memformulasikan dalambentuk pertanyaan yangmemberi arah untukmemperoleh jawabannya)

12

3

4

Mahasiswa tidak merumuskan masalahMahasiswa merumuskan masalah tetapitidak tepatMahasiswa merumuskan masalah tetapikurang tepatMahasiswa merumusan masalah dengantepat

3. Menganalisis masalah(Menganalisis setiap datayang didapatkan dankesesuaiannya denganmasalah yang dikaji)

1

2

3

4

Mahasiswa tidak dapat memahami danmenganalisis masalahMahasiswa dapat memahami danmenganalisis masalah, tetapi tidak logisMahasiswa dapat memahami danmenganalisis masalah, tetapi kurang logisMahasiswa dapat memahami danmenganalisis masalah dengan logis

4 Menarik kesimpulan(menyimpulkan berdasarkanpembahasan yang telahdibuat)

1

2

3

4

Mahasiswa tidak dapat menarik kesimpulandari masalah yang telah dianalisisMahasiswa dapat menarik kesimpulan darimasalah yang telah dianalisis tetapi tidaktepatMahasiswa dapat menarik kesimpulan darimasalah yang telah dianalisis tetapi kurangtepatMahasiswa dapat menarik kesimpulan darimasalah yang telah dianalisis dengan tepat

5 Mencari solusi(mengajukan pemecahanmasalah dan merencanakanpenyelesaian masalah)

1

2

3

4

Mahasiswa tidak dapat memberikanalternatif solusi yang mudah dilaksanakandan tidak dilandasi dengan teori yang sesuaiMahasiswa kurang dapat memberikanalternatif solusi yang mudah dilaksanakandan tidak dilandasi dengan teori yang sesuaiMahasiswa dapat memberikan alternatifsolusi yang mudah dilaksanakan tetapi tidakdilandasi dengan teori yang sesuaiMahasiswa dapat memberikan alternatifsolusi yang mudah dilaksanakan dandilandasi dengan teori yang sesuai

6 Melakukan evaluasi(evaluasi berdasarkan fakta,berdasarkan prinsip atau

12

Mahasiswa tidak melakukan evaluasiMahasiswa memberikan evaluasiberdasarkan fakta, berdasarkan prinsip atau

Page 165: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Problem Based…( Brillian Rosy & Triesninda Pahlevi)

P a g e [ 165 ]

No.Aspek yang dinilai dalam

keterampilanmemecahkan masalah

Skor Deskripsi Pencapaian

pedoman, serta memilihalternative solusi ataupemecahan masalah yangpaling tepat)

3

4

pedoman, tetapi tidak memberikanalternativeMahasiswa memberikan evaluasiberdasarkan fakta, berdasarkan prinsip ataupedoman, serta memberikan alternative,tetapi kurang tepatMahasiswa memberikan evaluasiberdasarkan fakta, berdasarkan prinsip ataupedoman, serta memberikan alternativedengan tepat

7 Memecahkan danmenyelesaikan masalah(memilih kemungkinansolusi, dan menentukankemungkinan solusi, sertamenyelesaikan masalahsesuai dengan rencana)

1

2

3

4

Mahasiswa tidak dapat menyelesaikanmasalah dengan tepat dan tidak sesuaidengan rencanaMahasiswa dapat menyelesaikan masalah,tetapi tidak tepat dan tidak sesuai denganrencanaMahasiswa dapat menyelesaikan masalah,tetapi kurang tepat dan kurang sesuai denganrencanaMahasiswa dapat menyelesaikan masalahdengan tepat dan sesuai dengan rencana

Sumber: diolah dari Nurhadi dkk (2004)

Melihat permasalahan yang ada dan agar orang-orang terdidik kelak mempunyai

kemampuan dan keterampilan seperti yang dikemukakan, diperlukan sistem pendidikan

yang berorientasi pada pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis, kreatif,

sistematis dan logis (Depdiknas, 2003). Oleh sebab itu perlu diterapkan model Problem

Based Learning guna untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang

berorientasi masalah. Sesuai dengan tujuan Problem Based Learning yaitu membantu

mahasiswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan

keterampilan intelektual, maka mahasiswa diharapkan dapat menggali dan menemukan

sendiri dari pemecahan masalah yang diberikan dosen sehingga dapat memancing proses

belajar mereka. Dalam konsepnya mahasiswa bukan lagi obyek namun sebagai subyek

belajar.

Menurut Punaji Setyosari (2006: 1) menyatakan bahwa Problem Based Learning

adalah suatu metode atau cara pembelajaran yang ditandai oleh adanya masalah nyata, a

real-world problems sebagai konteks bagi mahasiswa untuk belajar kritis dan

keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan. Menurut Ward

(dalam I Wayan Dasna dan Sutrisno: 2007) menyatakan bahwa Problem Based Learning

adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan mahasiswa untuk memecahkan suatu

masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga mahasiswa dapat mempelajari

pengetahuan berdasarkan masalah dan memiliki keterampilan untuk memecahkan

Page 166: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 166 ] P a g e

masalah. Dengan Problem Based Learning mahasiswa mampu berfikir kritis dan

mengembangkan inisiatif. Dosen mempunyai peran untuk memberikan inspirasi agar

potensi dan kemampuan mahasiswa dimaksimalkan. Melalui pengembangan kemampuan

tersebut diharapkan mahasiswa akan dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul

di lingkungannya dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian Fachrurazi (2011), Terdapat perbedaan peningkatan

berpikir kritis antara mahasiswa yang belajar matematika menggunakan model Problem

Based Learning dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Mahasiswa pada kelas Problem Based Learning mengalami peningkatan kemampuan

berpikir kritis yang lebih tinggi daripada mahasiswa pada kelas konvensional. Senada

dengan penelitian Herman (2007), menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBM)

terbuka dan PBM terstruktur secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan

kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi mahasiswa dibanding pembelajaran

konvensional (biasa). Hal ini juga menguatkan pentingnya penerapan Problem Based

Learning guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan memecahkan

masalah pada pembelajaran Perilaku Organisasi. Dimana diharapkan mahasiswa dapat

meningkatkan pemahaman kehidupan berorganisasi dengan cara menggali dan

menemukan sendiri dari pemecahan masalah yang diberikan dosen sehingga dapat

memancing proses belajar yang aktif dan kreatif.

Tabel 3. Tahapan-Tahapan PBL

Tahap Tingkah laku dosen

Tahap-1Orientasi mahasiswa padamasalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistikyang dibutuhkan, memotivasi mahasiswa untuk terlibatpada aktifitas pemecahan masalah yang dipilihnya.

Tahap-2Mengorganisasi mahasiswauntuk belajar

Membantu mahasiswa mendefinisikan danmengorganisasikan tugas belajar yang berhubungandengan masalah tersebut

Tahap-3Membimbing penyelidikanindividual dan kelompok

Mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan informasidan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan danpemecahan masalah

Tahap-4Mengembangkan danmenyajikan data

Membantu mahasiswa dalam merencanakan danmenyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, danmodel dan membantu mereka untuk berbagai tugasdengan temannya

Tahap-5Menganalisis danmengevaluasi prosespemecahan masalah

Membantu mahasiswa untuk melakukan refleksi atauevaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Sumber: Nurhadi, dkk (2004:60)

Kegiatan belajar mengajar dikatakan telah terlaksana dengan baik apabila dosen

dalam proses belajar mengajar bukan hanya memberi pengetahuan saja melainkan juga

menyiapkan situasi yang menggiring mahasiswa untuk berpikir kritis, mampu

Page 167: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Problem Based…( Brillian Rosy & Triesninda Pahlevi)

P a g e [ 167 ]

bekerjasama dalam sebuah kelompok dan mempunyai ketrampilan menyelesaikan

permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kehidupan berkelompok atau

berorganisasi. Berdasarkan uraian latar belakang dan kajian pustaka di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1). Bagaimana penerapan

model pembelajaran Problem Based Learning dalam mata kuliah perilaku organisasi. 2).

Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa setelah penerapan model

pembelajaran Problem Based Learning dalam mata kuliah perilaku organisasi. 3).

Bagaimana peningkatan keterampilan memecahkan masalah mahasiswa setelah

penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dalam mata kuliah perilaku

organisasi. 4). Bagaimana respon mahasiswa setelah penerapan model pembelajaran

Problem Based Learning dalam mata kuliah perilaku organisasi. Dan penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan Problem Based Learning dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah pada mata kuliah

perilaku organisasi serta untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap proses Problem

Based Learning.

METODE

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action

Research). Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan

Administrasi Perkantoran Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi UNESA

angkatan 2012 kelas A yang berjumlah 32 mahasiswa. Lokasi dalam penelitian ini adalah

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya jalan Kampus Ketintang Surabaya. Teknik

pengumpulan data menggunakan observasi dan angket. Penelitian ini akan dilakukan

dalam dua tahap yaitu pendahuluan dan penelitian tindakan. Pendahuluan meliputi

observasi awal pada subjek penelitian. Pada tahap penelitian tindakan terdiri dari

beberapa siklus, mengacu pada Arikunto (2002), tiap siklus melalui 4 tahap yaitu

perencanaan (Planning), tindakan (Action), pengamatan (Observation), dan refleksi

(Reflective).

Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan ini dinyatakan berhasil apabila

memenuhi kriteria sebagai berikut: 1). Data ketercapaian tindakan dosen dalam

menerapkan langkah- langkah model Problem Based Learning (problem based learning)

mencapai persentase ≥ 75%”. 2). Data ketercapaian mahasiswa dalam keterampilan

memecahkan masalah mencapai persentase antara 75% - 91% dengan klasifikasi atau

kategori ‘baik’. 3). Data ketercapaian mahasiswa dalam keterampilan berpikir kritis

mencapai persentase antara 75% - 91% dengan klasifikasi atau kategori ‘baik’ (Mulyasa,

2003).

Indikator untuk penerapan langkah-langkah model Pembelajaran Problem Based

Learning dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 168: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 168 ] P a g e

Tabel 4. Lembar Observasi Kegiatan Dosen

No. Deskriptor Ya Tidak

1 Dosen menjelaskan Problem Based Learning terdiri atas standarkompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi,dan tujuan pembelajaran pada mata kuliah Perilaku Organisasi.

2 Dosen menginformasikan perlengkapan penting yang diperlukandalam proses pembelajaran dan memotivasi dan mengarahkanmahasiswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

3 Dosen mengorganisasikan bahasa yang bersifat umum menjadisub-sub pokok bahasan yang lebih sempit dan membantumahasiswa dalam pembentukan kelompok

4 Dosen mengajukan masalah yang bersifat umum, kurangterstruktur, dan aktual

5 Dosen membimbing mahasiswa mendefinisikan danmengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berhubungan denganmasalah yang diberikan

6 Dosen memberikan pertanyaan yang provokatif untukmeningkatkan kemampuan tingkat tinggi

7 Dosen memberi kesempatan pada mahasiswa untuk bekerjasamadalam kelompok

8 Dosen memastikan mahasiswa mandiri dalam mencarisumber/informasi untuk memecahkan masalah meskipun bekerjasecara berkelompok

9 Dosen membimbing mahasiswa dalam menganalisis informasisesuai dengan masalah yang dipecahkan.

10 Dosen membimbing mahasiswa dalam merencanakan danmenyiapkan laporan hasil pemecahan masalah.

11 Dosen menugaskan setiap kelompok menyajikan laporan hasilpemecahan masalahnya dalam diksusi kelas

12 Dosen mengelaborasi pengetahuan mahasiswa denganmengajukan pertanyaan Socratik (yaitu pertanyaan yang memintaklarifikasi, menyelidiki asumsi, yang menyelidiki alasan dan bukti,tentang pendapat atau persfektif, menyelidiki implikasi atauakibat) bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikirkritis mahasiswa.

13 Dosen melakukan evaluasi dan refleksi terhadap prosespembelajaran yang telah dilakukan

Data penerapan langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning

dianalisis secara deskriptif berdasarkan ketercapaian tindakan yang dilakukan oleh

dosen. Hal ini akan ditunjukkan dengan banyaknya tanda cek (√) pada kolom “ya” di

lembar observasi presentasi ketercapaian tindakan dosen dengan rumus:

Persentase ketercapaian tindakan dosen = Jumlah tanda (√) pada kolom “ya” x 100

Jumlah total tanda (√)

Page 169: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Problem Based…( Brillian Rosy & Triesninda Pahlevi)

P a g e [ 169 ]

Ketercapaian tindakan dosen pada siklus I diukur dari persentase yang dicapai

dosen pada siklus I. “Tindakan dikatakan tercapai jika persentase telah mencapai ≥ 75%”

(Mulyasa, 2003). Sedangkan ketercapaian tindakan dosen pada siklus II ditentukan

berdasarkan refleksi siklus I. Dari sini dapat terlihat apakah terjadi peningkatan antara

siklus I dan siklus II.

Indikator kemampuan berpikir kritis (lihat tabel 1.1) dianalisis secara deskriptif

berdasarkan persentase ketercapaian kemampuan berpikir kritis sesuai dengan

pedoman penilaian dengan rumus:

Persentase skor tiap mahasiswa = Jumlah skor tiap mahasiswa x 100 %

Jumlah skor ideal

Persentase skor rata-rata mahasiswa =Jumlah persentase skor seluruh mahasiswa

Jumlah mahasiswa

Indikator keterampilan memecahkan masalah (lihat tabel 1.2) dianalisis secara

deskriptif berdasarkan persentase ketercapaian keterampilan memecahkan masalah

dengan pedoman penilaian dengan rumus:

Persentase skor tiap mahasiswa = Jumlah skor tiap mahasiswa x 100 %

Jumlah skor ideal

Persentase skor rata-rata mahasiswa = Jumlah persentase skor seluruh mahasiswa

Jumlah mahasiswa

Sebagai pedoman dalam mengambil keputusan/kesimpulan dari hasil analisis data

dengan menggunakan persentase (%) ditetapkan klasifikasi yang juga mengacu pada pendapat

Arikunto (2002) sebagai berikut.

Tabel 5. Kriteria Persentase Keterampilan Memecahkan Masalah dan KemampuanBerpikir Kritis

No. Persentase Klasifikasi

1. 92% - 100% Baik sekali2. 75% - 91% Baik3. 50% - 74% Cukup baik4. 25% - 49% Kurang baik5. 0% - 24% Tidak baik

Sumber: Arikunto (2002)

Data respon dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil angket yang telah dijawab dan

dikumpulkan oleh mahasiswa, serta didukung juga dari hasil wawancara dengan

beberapa mahasiswa setelah tindakan selesai. Angket yang sudah terisi kemudian diolah

untuk mengambil keputusan rumusnya adalah sebagai berikut.

Page 170: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 170 ] P a g e

P = F x 100%

N

Keterangan:

P = Persentase yang menjawab option

F = Banyaknya responden yang menjawab option

N = Jumlah responden

Tabel 5. Kriteria Angket Respon Mahasiswa Terhadap Problem Based Learning

Kriteria Persentase Kategori67 % - 100 % Setuju / Positif34 % - 66 % Netral / Ragu-ragu0 % - 33 % Tidak setuju / Negatif

Sumber: (adaptasi dari Azwar dalam Anwar, 2006)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis pada siklus I mahasiswa

memiliki skor terendah 54.16% dan skor tertinggi 87.5% sehingga diperoleh rerata skor

kelas 79.42%. Secara garis besar data kemampuan berpikir kritis siklus I dapat disajikan

dalam tabel berikut:

Tabel 7. Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I

Skor KlasifikasiJumlah

mahasiswaPersentase

92%-100%75% - 91%50% - 74%25% - 49%0% - 24%

Baik sekaliBaik

Cukup baikKurang baikTidak baik

0 mahasiswa25 mahasiswa7 mahasiswa0 mahasiswa0 mahasiswa

0 %78,12 %21,88%

0 %0 %

Berdasarkan data hasil keterampilan memecahkan masalah pada siklus I dapat

diketahui bahwa mahasiswa memiliki skor terendah 57,1% dan skor tertinggi 96,4%

sehingga diperoleh rerata skor kelas 84.99% secara garis besar data keterampilan

memecahkan masalah siklus I dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 8. Klasifikasi Keterampilan Memecahkan Masalah Siklus I

Skor Klasifikasi Jumlahmahasiswa

Prosentase

92% - 100%75% - 91%50% - 74%25% - 49%0% - 24%

Baik sekaliBaik

Cukup baikKurang baikTidak baik

13 mahasiswa13 mahasiswa6 mahasiswa0 mahasiswa0 mahasiswa

40,6 %40,6 %18,8 %

0 %0 %

Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis siklus II dapat diketahui bahwa

mahasiswa memiliki skor terendah 62.5% dan skor tertinggi 95.83% sehingga diperoleh

Page 171: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Problem Based…( Brillian Rosy & Triesninda Pahlevi)

P a g e [ 171 ]

rerata skor kelas. 82.29%. Secara garis besar data kemampuan berpikir kritis siklus II

dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 9. Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II

Skor KlasifikasiJumlah

mahasiswaPersentase

92%-100%75% - 91%50% - 74%25% - 49%0% - 24%

Baik sekaliBaik

Cukup baikKurang baikTidak baik

2 mahasiswa25 mahasiswa5 mahasiswa0 mahasiswa0 mahasiswa

6,25 %78,12%15,63 %

0 %0 %

Berdasarkan data hasil keterampilan memecahkan masalah mahasiswa pada

siklus II dapat diketahui mahasiswa memperoleh skor terendah 64,2% dan skor tertinggi

96,4 % sehingga diperoleh rerata skor 86.86% Hasil data membuktikan bahwa

keterampilan memecahkan masalah mahasiswa mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat

dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 10. Klasifikasi Keterampilan Memecahkan Masalah Siklus II

Skor KlasifikasiJumlah

mahasiswaPersentase

92%-100%75% - 91%50% - 74%25% - 49%0% - 24%

Baik sekaliBaik

Cukup baikKurang baikTidak baik

13 mahasiswa16 mahasiswa3 mahasiswa0 mahasiswa0 mahasiswa

40.62 %50 %

9,38 %0 %0 %

Kegiatan Problem Based Learning telah berhasil dilaksanakan pada mahasiswa

Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran angkatan 2012 kelas A sejumlah 32

mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari angket respon mahasiswa yang sebagian besar

pernyataannya menyukai atau mendukung diterapkannya model Problem Based

Learning.

Tabel 12. Persentase Skor Angket Respon Mahasiswa Terhadap Model Problem BasedLearning

No Pernyataan

Jumlah mahasiswayang menjawab

optionSS S TS STS

1 Model Problem Based Learning (MPBM) pada mata kuliahPerilaku Organisasi dapat mencapai tujuan pembelajarandengan baik

0 93,8 6.2 0

2 MPBM sangat tepat untuk memecahkan masalah-masalahpada mata kuliah Perilaku Organisasi

9,7 90.3 0 0

Page 172: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 172 ] P a g e

No Pernyataan

Jumlah mahasiswayang menjawab

optionSS S TS STS

3 MPBM memotivasi saya untuk belajar secara aktif dankreatif

3,1 96,9

0 0

4 MPBM mendorong saya secara aktif mencari sumber-sumber informasi dari berbagai sumber

6.2 75 18,8 0

5 MPBM sangat membantu saya bekerja sama denganmahasiswa lain dalam memecahkan masalah

6,2 87,6 6,2 0

6 MPBM dapat meningkatkan tanggung jawab saya belajardalam kelompok

6,2 84.5 9,3 0

7 MPBM mendorong setiap anggota kelompok salingmemberi masukan dalam memecahkan masalah

12,5 87,5 0 0

8 MPBM mendorong saya bertanya dalam kelas 6,2 90,7 3,1 09 PBM membantu saya menyampaikan pendapat dalam

kelas0 87,5 12,5 0

10 MPBM mendorong saya berinteraksi dengan anggotakelompok lainnya

0 90,7 9,3 0

11 MPBM dapat meningkatkan partisipasi saya dalamkegiatan belajar mengajar

3,1 84,4 12,5 0

12 MPBM dapat meningkatkan pemahaman saya terhadapmateri pada mata kuliah Perilaku Organisasi

0 100 0 0

13 MPBM dapat membimbing saya belajar secara terstrukturdan bertahap

18,7 78,2 3,1 0

14 MPBM dapat memotivasi saya belajar mandiri di rumah 6,2 78,2 15,6 015 MPBM mendorong saya menyenangi mata kuliah Perilaku

Organisasi0 96.9 3,1 0

16 MPBM merupakan pembelajaran yang sangat tepatditerapkan untuk mengajarkan mata kuliah PerilakuOrganisasi

9,3 84,4 6,2 0

17 MPBM agar terus diterapkan dalam mata kuliah PerilakuOrganisasi

9,3 84,4 6,2 0

18 MPBM agar diterapkan dalam mata kuliah lainnya 0 100 0 019 Saya mengikuti perkuliahan Perilaku Organisasi dengan

perasaan senang12.5 78,2 9,3 0

20 Suasana kelas menyenangkan dan kondusif 15,6 78,2 6,2 0

Berdasarkan hasil observasi Problem Based Learning pada siklus I, diperoleh

persentase keberhasilan pembelajaran sebesar 7,7 %. Pada pembelajaran tersebut dosen

belum memberdayakan pertanyaan provokatif untuk memancing kemampuan berpikir

tingkat tinggi mahasiswa selain itu dosen masih sering membantu mahasiswa dalam

pengerjaan tugas sehingga membuat mahasiswa tidak mandiri. Berdasarkan refleksi

tindakan pembelajaran bersama dosen dan 2 orang observer, dosen dapat meningkatkan

persentase pencapaian pembelajaran siklus berikutnya, Dosen sudah melakukan semua

indikator Problem Based Learning sehingga persentase pencapaian hasil sebesar 9,2 %.

Dari hasil tersebut diketahui adanya peningkatan sebesar 1,5 %. Hal ini sesuai dengan

Page 173: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Problem Based…( Brillian Rosy & Triesninda Pahlevi)

P a g e [ 173 ]

tujuan Problem Based Learning adalah membantu mengembangkan keterampilan

memecahkan masalah dan kemampuan berpikir kritis, keterampilan intelektual, belajar

tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata

atau simulasi dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Nurhadi dkk, 2004:58)

Berdasarkan data hasil tes keterampilan memecahkan masalah pada siklus I dan

siklus II diketahui bahwa rerata skor kelas pada siklus I sebesar 84.99 % dan siklus II

sebesar 86.86% sehingga ada peningkatan sebesar 3,87%. Hal ini dipengaruhi oleh

kreativitas mahasiswa itu sendiri dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang

dihadapinya. Hal ini berarti mahasiswa sudah sesuai dengan langkah-langkah dalam

memecahkan masalah menurut Winkel (1984:93). Langkah-langkah dalam memecahkan

masalah yang dihadapi mahasiswa menurut Winkel adalah ketika mahasiswa dihadapkan

pada satu masalah, mahasiswa harus merumuskan masalah tersebut, lalu mahasiswa

merumuskan hipotesis dari permasalahan tersebut, kemudian mahasiswa mencoba

menguji hipotesis tersebut dengan memikirkan berbagai alternative pemecahan masalah

yang disajikan, langkah terakhir mahasiswa memilih kemungkinan solusi atau

pemecahan masalah yang dipandang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut.

Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis pada siklus I dan siklus II

diketahui bahwa rerata skor kelas pada siklus I sebesar 79.42% dan siklus II sebesar

82.29% sehingga ada peningkatan sebesar 2,87%. Peningkatan ini disebabkan karena

sebelum memasuki siklus II mahasiswa sudah memiliki pengalaman dan kemampuan

awal yang diperoleh pada siklus I, dengan demikian dapat dikatakan bahwa

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

mahasiswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Kronberg dan Griffin (dalam

Marpaung, 2005) yang menyatakan bahwa Problem Based Learning diterapkan untuk

melatih kemampuan berpikir kritis antara lain analisis masalah atau pemecahan masalah.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan pada proses belajar mengajar mata kuliah

Perilaku Organisasi, mahasiswa Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran

angkatan 2012 kelas A maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Penerapan model Problem Based Learning diawali dengan siklus 1 yaitu tahap

perencanaan tindakan, tahap tindakan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi,

kemudian hasil refleksi siklus 1 ditindaklanjuti dengan siklus 2 yang tahapannya

sama dengan siklus 1.

2. Berdasarkan tahap pengamatan pada keberhasilan pembelajaran pada siklus 1

sebesar 7,7% dan pada siklus 2 sebesar 9,2% maka peningkatan sebesar 1,5%.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning mampu

meningkatkan keberhasilan pembelajaran pada mata kuliah perilaku organisasi

3. Berdasarkan tahap pengamatan pada keterampilan memecahkan masalah pada

siklus 1 sebesar 84.99 % dan siklus 2 sebesar 86.86% maka peningkatan sebesar

Page 174: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 174 ] P a g e

3,87%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning mampu

meningkatkan keterampilan memecahkan masalah pada mata kuliah perilaku

organisasi

4. Berdasarkan tahap pengamatan pada ketrampilan berpikir kritis pada siklus I

sebesar 79.42% dan siklus II sebesar 82.29% maka peningkatan sebesar 2,87%.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning mampu

meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada mata kuliah perilaku organisasi

5. Respon mahasiswa terhadap penerapan Problem Based Learning pada mata kuliah

Perilaku Organisasi rata-rata sangat baik.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan saran bahwa perlu kiranya

mencoba menggunakan model pembelajaran lainnya seperti Student Team Learning

(STL), TGT (Teams Games Tournament), Problem Posing, Problem Solving dan dalam

pelaksanaan model Problem Based Learning guna meningkatkan keterampilan

memecahkan masalah dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa hendaknya

mempertimbangkan kesesuaian materi, karena dibutuhkan waktu yang relative panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. (2006). Penggunaan Pete Konsep Melalui Model Pembelajaran Kooperatif TipeSTAD Untuk Meningkatkan Proses, Hasil belajar dan Respon pada KonsepEkosistem Mahasiswa Kelas X SMAN 8 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang:Universitas Negeri Malang. PPS Biologi.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PTRineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi, (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Cabrera, G.A. (1992). A Framework for Evaluating the Teaching of Critical Thinking. DalamR.N Cassel (ed). Education. 113 (1). 59-63.

Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD dan MI. Jakarta:Depdiknas.

Duron, R., dkk. (2006). Critical Thinking Framework for Any Discipline. InternationalJournal of Teaching and Learning in Higher Education Vol. 17: 160-166

Elaine, Johnson. (2007). Contextual Teaching & Learning, Bandung: MLC

Fachrurazi, (2011). Penerapan Problem Based Learning untuk Kemampuan Berpikir Kritis,dan Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa Sekolah Dasar. Edisi KhususNo. 1. ISSN 1412-565X.

Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy Petunjuk Praktis untuk MenerapkanAccelarated Learning. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Herman, Tatang. (2007). Problem Based Learning untuk Meningkatkan KemampuanBerpikir Matematis Tingkat Tinggi Mahasiswa Sekolah Menengah Pertama.EDUCATIONIST No. I Vol. I Januari. ISSN: 1907 – 8838

I Wayan Dasna & Sutrisno. (2007). Problem Based Learning. Diambil tanggal 24 April2015, dari http://lubisgrafura.wordpress.com

Page 175: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Problem Based…( Brillian Rosy & Triesninda Pahlevi)

P a g e [ 175 ]

Krulik, S. dan Reys, R.E. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Reston, Virginia:NCTM

Marpaung, Rini Rita T. (2005). Penggunaan Lembar kegiatan Berbasis Masalah (LKBM)Sebagai Assesmen Alternatif Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis DanHasil Belajar Biologi Mahasiswa Kelas VII SMP Laboratorium Universitas NegeriMalang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas NegeriMalang.

Mulyasa, E. (2009). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: RemajaRosdakarya

Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ni Wyn. Sriasih, dkk. (2014). Pengaruh Ketrampilan Pemecahan Masalah Terhadap HasilBelajar Matematika Mahasiswa Kelas III SD Negeri Banyuning. e-Journal MimbarPGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1)

Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KurikulumBerbasis Kompetensi. Malang: UM Press.

Punaji Setyosari (2006). Belajar berbasis masalah (Problem based learning). Makalahdisampaikan dalam pelatihan dosen-dosen PGSD FIP UNY di Malang.

Ruseffendi, E.T., (1991), Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini, Tarsito, Bandung

Setiadji, V. Sutarmo. (2012). Otak dan Beberapa Fungsinya. Fakultas Kedokteran UI:Jakarta.

.

Page 176: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 176 ] P a g e

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PjBL)

UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA

MATERI KONSEP MASALAH EKONOMI

Maria Anita TituUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakModel pembelajaran merupakan salah satu faktor penentu keberhasilanpembelajaran. Project based learning (PjBL) merupakan salah satu modelpembelajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalahkehidupan sehari-hari yang akrab dengan siswa atau dengan proyek sekolah.Dalam PjBL, peserta didik terdorong lebih aktif dalam belajar. Guru hanyasebagai fasilitator dan evaluator produk hasil kerja peserta didik yangditampilkan dalam hasil proyek. Adanya produk nyata tersebut dapatmendorong kreativitas siswa. Makalah ini bertujuan untuk mengetahuipenerapan model pembelajaran PjBL untuk meningkatkan kreativitas siswa padamateri konsep masalah ekonomi. Dengan penerapan model PjBL dapatmeningkatkan kreativitas siswa pada pembelajaran materi konsep masalahekonomi

Kata kunci: pembelajaran project based learning, kreativitas siswa.

PENDAHULUAN

Pembangunan nasional di Indonesia Dalam Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas) adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan

bertujuan untuk meningkatkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

Berkembangnya dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan

produksi, konsumsi, dan distribusi Masalah ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku

dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi. Luasnya

ilmu ekonomi dan terbatasnya waktu yang tersedia membuat standar kompetensi dan

kompetensi dasar ini dibatasi dan difokuskan kepada fenomena empirik yang ada dis

ekitar peserta didik, sehingga peserta didik dapat merekam peristiwa ekonomi, masalah

ekonomi yang terjadi di sekitar lingkungannya dan mengambil manfaat untuk kehidupan

yang lebih baik. Permasalahan yang timbul adalah siswa tidak mampu menghubungkan

apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan.

Karena itu perlu adanya suatu formulasi yang membawa siswa pada tingkat kreativitas

yang lebih, dengan waktu yang cukup, sesuai dengan waktu yang digunakan untuk satu

konsep bahasan, demi tercapainya kurikulum yang sudah ditetapkan di sekolah juga

penggunaan media dan model yang tidak terlalu sulit dapat mempermudah siswa dan

Page 177: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Maria Anita Titu)

P a g e [ 177 ]

guru dalam melaksanakan pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah

model project based learning. Dalam pokok materi pembahasan masalah ekonomi, harus

betul-betul dipahami oleh siswa, tidak hanya tercapainya kurikulum tetapi bagaimana

siswa dengan kreativitasnya dapat memahami masalah ekonomi di lingkungan

sekitarnya.

Pembelajaran berbasis proyek ini lebih memusatkan pada masalah kehidupan

yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan

memfasilitasi siswa dalam merancang sebuah proyek yang mereka lakukan. Dan ini akan

menambah kreativitas siswa dalam merancangkan sebuah proyek yang kemudian akan

mereka kerjakan dalam waktu yang sudah guru sediakan sesuai dengan konsep yang

diajarkan. Pada akhirnya siswa akan memahami konsep tersebut (baca: konsep masalah

ekonomi) dengan proyek-proyek yang mereka lakukan dan ini akan menambah

kreativitas siswa. Bertitik tolak dari uraian di atas dalam upaya peningkatan kreativitas

siswa dan kualitas pembelajaran Ekonomi perlu mengubah paradigma lama bahwa guru

adalah pengelola. Kegiatan mengajar menggunakan hal yang tidak berorientasi pada

“bagaimana saya belajar (Teacher centered)” tetapi lebih kepada “bagaimana saya

membelajarkan siswa “. Model project based learning sangat penting untuk

meningkatkan kreativitas siswa pada konsep masalah ekonomi. Sehingga penulis

menspesifikasikan pada penerapan model pembelajaran project based learning (Pjbl)

untuk meningkatkan kreativitas siswa pada materi konsep masalah ekonomi. Dalam

meningkatkan kreativitas siswa maka perlu dilihat beberapa hal menyangkut tentang

bagaimana penerapan model pembelajaran project based learning (Pjbl) untuk

meningkatkan kreativitas siswa pada materi konsep Masalah Ekonomi, sehingga kita

dapat mengetahui tujuan dari penerapan model pembelajaran project based learning

untuk meningkatkan kreativitas siswa pada konsep masalah ekonomi.

PEMBAHASAN

Model Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa,

sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Sudjana (2004:28)

“Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk

menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara

peserta didik(warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan

membelajarkan”. Trianto (2010:17)“Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia

yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simple

dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan

pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari

seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Page 178: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 178 ] P a g e

Pembelajaran bertujuan membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman

dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan,

dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa menjadi

bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Dalam keseluruhan proses pendidikan di

sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa

keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses

pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pemahaman seseorang guru terhadap

pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara guru itu mengajar.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola atau suatu desain

yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang

memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada

diri siswa dalam proses digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran

di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2011: 51). Model pembelajaran

adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Adapun

Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000: 10) mengemukakan maksud dari model

pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar

dalam merencanakan aktivitas belajar.” Menurut Khabibah (dalam Trianto, 2006: 27),

bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran untuk aspek validitas

dibutuhkan ahi dan praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran yang

dikembangkan. Sedangkan untuk aspek kepraktisan dan efektivitas diperlukan suatu

perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Sehingga untuk melihat kedua aspek ini

perlu dikembangkan suatu perangkat pembelajaran untuk suatu topik tertentu yang

sesuai dengan mode pembelajaran yang dikembangkan. Arends (2001: 24),

menyelesaikan enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam

mengajar yaitu presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran

kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas. Dengan menguasai

beberapa model pembelajaran, maka seorang guru dan dosen akan merasakan adanya

kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga tujuan pembelajaran

yang hendak kita capai dalam proses pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai yang

diharapkan.

Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

Pembelajaran berbasis proyek (PjBL ) merupakan penerapan dari pembelajaran

aktif. Secara sederhana pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai suatu

pengajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan

sehari-hari yang akrab dengan siswa, atau dengan proyek sekolah. Menurut (Trianto,

2011: 51) model pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang amat besar untuk

membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermanfaat bagi peserta didik

Page 179: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Maria Anita Titu)

P a g e [ 179 ]

(Santyasa, 2006: 12 ).Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik terdorong lebih

aktif dalam belajar. Guru hanya sebagai fasilitator, mengevaluasi produk hasil kerja

peserta didik yang ditampikan dalam hasil proyek yang dikerjakan, sehingga

menghasilkan produk nyata yang dapat mendorong kreativitas siswa agar mampu

berpikir kritis dalam menganalisa faktor dalam konsep masalah ekonomi.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia “Proyek adalah rencana pekerjaan

dengan sasaran khusus dan dengan saat penyelesaian yang tegas”. Joel L Klein et. Al

dalam Widyantini (2014) menjelaskan bahwa “Pembelajaran berbasis proyek adalah

strategi pembelajaran yang memberdayakan siswa untuk memperoleh pengetahuan dan

pemahaman baru berdasar pengalamannya melalui berbagai presentasi”. Menurut

Thomas, dkk (1999) dalam Wena (2010) disebutkan bahwa Pembelajaran berbasis

proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru

untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.

Keuntungan Model Pembelajaran Project Based Learning adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan motivasi belajar siswa. Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu

banyak yang mengatakan bahwa siswa suka tekun sampai kelewat batas waktu,

berusaha keras dalam mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam

kehadiran dan berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam

proyek lebih fun daripada komponen kurikulum yang lain.

2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan

keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk

terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran

khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang

mendiskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih

aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.

3. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan

siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi. Kelompok

kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek

kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik

menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar

lebih di dalam lingkungan kolaboratif.

4. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang

independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks.

Pembelajaran Berbasis Proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan

kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat

alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan

tugas.

Kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek ini antara lain:

1. Kebanyakan permasalahan “dunia nyata” yang tidak terpisahkan dengan masalah

kedisiplinan, untuk itu disarankan mengajarkan dengan cara melatih dan

memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah.

Page 180: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 180 ] P a g e

2. Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan masalah.

3. Membutuhkan biaya yang cukup banyak

4. Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur

memegang peran utama di kelas.

5. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.

Langkah-Langkah Pembelajaran Based learning (Pjbl)

Pembelajaran PjBL secara umum memiliki pedoman langkah: planning

(perencanaan), creating (mencipta atau implementasi), dan processing (pengolahan),

(Munandar, 2009).adalah sebagai berikut: Pertama, Planning, Pada tahapan ini kegiatan

yang dilakukan adalah a) merancang seluruh proyek, kegiatan dalam langkah ini adalah:

mempersiapkan proyek, secara lebih rinci mencakup: pemberian informasi tujuan

pembelajaran, guru menyampaikan fenomena nyata sebagai sumber masalah,

pemotivasian dalam memunculkan masalah dan pembuatan proposal, b) mengorganisir

pekerjaan, kegiatan dalam langkah ini adalah: merencanakan proyek, secara lebih rinci

mencakup: mengorganisir kerjasama, memilih topik, memilih informasi terkait proyek,

membuat prediksi, dan membuat desain investigasi. Kedua Creating, Dalam tahapan ini

siswa mengembangkan gagasan-gagasan proyek, mengkombinasikan ide yang muncul

dalam kelompok, dan membangun proyek. Tahapan kedua ini termasuk aktivitas

pengembangan dan dokumentasi. Pada tahapan ini pula siswa menghasilkan suatu

produk (artefak) yang nantinya akan dipresentasikan dalam kelas. Ketiga, Processing,

Tahapan ini meliputi presentasi proyek dan evaluasi. Pada presentasi proyek akan terjadi

komunikasi secara aktual kreasi ataupun temuan dari investigasi kelompok, sedangkan

pada tahapan evaluasi akan dilakukan refleksi terhadap hasil proyek, analisis dan

evaluasi dari proses-proses belajar.

Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning

Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin

ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut perlu

dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk mata pelajaran

ekonomi. Kreatif sangat penting untuk ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran

kepada peserta didik, khususnya dalam pembelajaran ekonomi. Dengan suatu model

pembelajaran yang tepat kreativitas siswa dapat ditingkatkan.

Kegiatan pembelajaran ekonomi, guru kebanyakan menggunakan metode

ceramah dan memberi catatan dalam menyampaikan materi pelajaran. Hal ini

menyebabkan siswa menjadi cepat jenuh dan kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Jika tidak dilakukan perubahan dalam proses pembelajaran, maka sikap siswa tetap pasif,

level berpikirnya pun hanya pada tahap mengingat, hafalan dan jika diberi soal berpikir

dan konseptual mereka tidak mampu menyelesaikannya. Akhirnya nilai yang dicapai

rendah. Oleh sebab itu, untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih efektif,

Page 181: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Maria Anita Titu)

P a g e [ 181 ]

meningkatkan interaksi yang terjadi pada siswa, meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, maka perlu ada model

pembelajaran yang tepat di dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran memegang

peranan sangat penting dalam rangkaian sistem pembelajaran. Maka dari itu diperlukan

kecerdasan dan kemahiran guru dalam memilih metode pembelajaran. Pemilihan model

yang kurang tepat menjadikan pembelajaran tidak efektif. Kurangnya kecerdasan guru

dalam memilih model yang tepat dapat berdampak pada ketidaktercapainnya tujuan

pembelajaran baik secara khusus per bidang studi maupun tujuan pendidikan nasional.

Upaya yang akan ditempuh untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

siswa dalam mata pelajaran ekonomi terutama pada materi tentang masalah ekonomi

yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis proyek (Project Based

Learning). Dalam pembelajaran dengan metode ini siswa akan berkolaborasi dengan

guru bidang studi, belajar dalam tim kolaboratif. Ketika siswa belajar dalam tim, siswa

akan menemukan keterampilan merencanakan, berorganisasi, negosiasi, dan membuat

konsensus tentang hal-hal yang akan dikerjakan. Model pembelajaran proyek (project

based learning)dapat menjadi sebuah model alternatif dalam semua mata pelajaran dan

memberikan nuansa baru dalam pembelajaran yang cenderung konvensional.

Pembelajaran berbasis proyek memfokuskan pada pertanyaan atau masalah yang

mendorong menjalani konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Pembelajaran berbasis proyek

juga melibatkan siswa dalam investigasi konstruktif. Investigasi ini dapat berupa desain,

pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, penemuan atau proses

pembangunan model. Dalam Pembelajaran berbasis proyek, aktivitas tersebut harus

meliputi transformasi dan konstruksi pengetahuan pada pihak siswa. Pembelajaran ini

mendorong siswa mendapatkan pengalaman belajar sampai pada tingkat yang signifikan.

Pembelajaran berbasis pada proyek lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja

yang tidak bersifat rumit, dan tanggung jawab siswa. Sasaran bagi pembelajaran berbasis

proyek adalah produk yang dihasilkan.

Wati, Linda (2013) dalam penelitian tentang Penerapan Model Pembelajaran

Project Based Learning Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa MAN I Kebumen bahwa

hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran

fisika melalui pembelajaran project based learning dapat meningkatkan kreativitas siswa

kelas X.6 MAN I Kebumen mengungkapkan tentang meningkatnya rerata presentasi hasil

observasi angket test essay, dan hasil belajar siswa. Sebelum penggunaan model project

based learning observasi kreativitas aspek psikomotorik siswa diperoleh 56,31%, pada

siklus I terdapat peningkatan menjadi 63, 40% dan siklus II mengalami peningkatan lagi

didapatkan 78,63%. Presentasi angket sikap kreativitas siswa meningkat menjadi

60.78% dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 78, 94%. Test kreativitas berpikir

siswa sebelum dikenai PTK diperoleh 59,53%, pada siklus I meningkat menjadi 67,78%

dan pada siklus II meningkat lagi 80,92 %. Hasil belajar sebelum diterapkan project

based learning dengan presentasi rerata ketuntasan 47,36%, pada siklus I mengalami

kenaikan 52,63% jumlah siswa yang tuntas adalah 20 siswa, dan pada siklus II meningkat

Page 182: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 182 ] P a g e

menjadi 78,94% dengan jumlah siswa yang tuntas adalah 30 siswa. Sehingga

pembelajaran berbasis proyek (project based learning) memiliki potensi yang amat besar

untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk siswa. Di

dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa menjadi terdorong lebih aktif di dalam

belajar mereka, instruktur berposisi di belakang dan siswa berinisiatif, instruktur

memberi kemudahan dan mengevaluasi proyek baik kebermaknanya maupun

penerapannya untuk kehidupan mereka sehari-hari. Produk yang dibuat siswa selama

proyek memberikan hasil yang secara otentik dapat diukur oleh guru atau instruktur di

dalam pembelajaran. Oleh karena itu, di dalam pembelajaran berbasis proyek, guru atau

instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara langsung, akan tetapi instruktur menjadi

pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran siswa.

Kreatifitas

Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan

akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi

manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009). Pada dasarnya, setiap orang dilahirkan di

dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat diidentifikasi dan dipupuk

melalui pendidikan yang tepat (Munandar, 2009). Kreativitas meliputi baik ciri-ciri

aptitude seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality)

dalam pemikiran, maupun ciri-ciri non aptitude, seperti rasa ingin tahu, senang

mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman-pengalaman baru, serta

kreativitas adalah kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan atau menjawab

masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif (Hurlock, 2004).

Jadi kreativitas belajar dapat diartikan sebagai kemampuan siswa menciptakan

hal-hal baru dalam belajarnya baik berupa kemampuan mengembangkan kemampuan

formasi yang diperoleh dari guru dalam proses belajar mengajar pengetahuan sehingga

dapat membuat kombinasi yang baru dalam belajarnya. Adapun ciri-ciri dari kreativitas:

(1) Kelancaran berpikir (fluency of thinkin), yaitu kemampuan untuk menghasilkan

banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran

berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas; (2) Keluwesan berpikir

(flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau

pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang

yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu

menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif

adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan

cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru. (3) Elaborasi

(elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan

atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi

lebih menarik; (3) Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan

gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.

Page 183: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Maria Anita Titu)

P a g e [ 183 ]

Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas belajar siswa (Munandar, 2004:

113-114), yaitu: (1) Kebebasan, di mana orang tua yang percaya untuk memberikan

kebebasan kepada anak cenderung mempunyai anak kreatif. Mereka tidak otoriter, tidak

selalu mau mengawasi dan mereka tidak terlalu membatasi kegiatan anak; (2) Aspek,

anak yang kreatif biasanya mempunyai orang tua yang menghormati mereka sebagai

individu, percaya akan kemampuan mereka dan menghargai keunikan anak

(3) Kedekatan emosional yang sedang, kreativitas anak dapat dihambat dengan suasana

emosional yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan dan terpisah; (4) Prestasi

bukan angka, orang tua anak kreatif menghargai prestasi anak, mereka mendorong anak

untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya-karya yang baik.; (5)

Menghargai kreativitas, anak yang kreatif memperoleh dorongan dari orang tua untuk

melakukan hal-hal yang kreatif. Salah satu faktor yang mempengaruhi kreativitas anak,

yaitu sikap dari orang tua. Di mana sudah lebih dari tiga puluh tahun pakar psikologis

mengemukakan bahwa sikap dan nilai orang tua berkaitan erat dengan kreativitas anak

jika kita menggabungkan hasil penelitian di lapangan dengan teori-teori penelitian

laboratorium mengenai kreativitas dengan tes psikologis kita memperoleh petunjuk

bagaimana sikap orang tua secara langsung mempengaruhi kreativitas anak mereka.

Kegiatan mengajar sehari-hari dapat digunakan sejumlah strategi khusus yang

dapat meningkatkan kreativitas. Di mana penilaian guru terhadap pekerjaan siswa dapat

dilakukan dengan cara memberikan umpan balik berarti daripada evaluasi yang abstrak

dan tidak jelas, melibatkan siswa dalam menilai pekerjaan mereka sendiri dan belajar

dari kesalahan mereka dan penekanan terhadap “apa yang telah kamu pelajari” dan

bukan pada “bagaimana melakukannya”. Namun ada terkadang anak senang menerima

hadiah dan kadang-kadang melakukan segala sesuatu untuk memperolehnya. Hadiah

yang terbaik untuk pekerjaan yang baik adalah kesempatan menampilkan dan

mempresentasikan pekerjaan sendiri dan pekerjaan tambahan. Sehingga sedapat

mungkin berilah kesempatan kepada anak memilih apa yang nyaman bagi dia selama hal

itu sesuai dengan ketentuan yang ada.

Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning Pada Konsep Masalah

Ekonomi adalah sebagai berikut:

1. Planning, dalam pelaksanaannya meliputi persiapan proyek dan perencanaan proyek.

Pada tahap ini menghadapkan siswa pada masalah rill di lapangan, dan mendorong

mereka untuk mengidentifikasi masalah tersebut yang selanjutnya siswa diminta

menemukan alternatif pemecahan masalah yang siswa temukan di lapangan serta

mendesain model pemecahan masalah. Contoh dari masalah ekonomi adalah

pengangguran. Pengertian pengangguran, penyebab pengangguran, dampak dari

pengangguran.

2. Creating, yaitu pelaksanaan proyek yang memberikan kesempatan seluas-luasnya

pada siswa untuk merancang dan melakukan laporan investigasi serta

mempresentasikan laporan (produk) baik secara lisan maupun tulisan dimana dalam

hal ini penerapan project based learning pada konsep materi masalah ekonomi yaitu

Page 184: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 184 ] P a g e

(1) Pengertian pengangguran adalah Pengangguran adalah penduduk yang tidak

bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha baru atau

penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan

pekerjaan atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima

bekerja atau mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja; (2) Penyebab

pengangguran adalah Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan

kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya.

Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan

adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang

sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial

lainnya; (3) Dampak pengangguran adalah Timbulnya masalah kemiskinan,

meningkatnya tindakan kriminal, dapat memacu dan meningkatnya jumlah anak

jalanan, masyarakat tidak mampu mengoptimalkan kesejahteraan hidupnya,

meningkatnya jumlah anak putus sekolah.

3. Processing, aktivitas pada tahap ini meliputi presentasi proyek dan evaluasi proyek.

Kelompok yaitu mengkomunikasikan secara aktual kreasi atau temuan dari

investigasi kelompok termasuk refleksi dan tindak lanjut proyek-proyek: evaluasi,

dilakukan pada tahap ini meliputi evaluasi teman sebaya, evaluasi diri dan portofolio

mengacu pada sintaks PjBL tersebut, secara umum dapat disampaikan dalam

pembelajaran berbasis proyek siswa dapat belajr secara aktif untuk merumuskan

masalah, melakukan penyelidikan, menganalisis dan menginterpretasikan data, serta

mengambil keputusan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Dampaknya

pengangguran pada konsep materi masalah ekonomi pada pengangguran, di mana

meningkatnya jumlah pengangguran, perlu diupayakan solusi yang dapat, sekurang-

kurangnya, menurunkan angka pengangguran dalam suatu negara dan memperbaiki

perekonomian negara tersebut. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut maka

pemerintah mengadakan atau menyediakan lapangan kerja yang tidak terlalu

menuntut tingkat pendidikan khusus, melainkan keterampilan. Dalam hal ini,

pemerintah dapat menjalin kerjasama dengan pihak-pihak swasta dan dengan

investor asing. Pemerintah mengubah sistem pendidikan Indonesia dan kurikulum

pendidikan, yaitu menerapkan pendidikan berbasiskan entrepreneurship dan bisnis

sejak pendidikan tingkat dasar dan pendidikan menengah. Apalagi di era modern ini

dan diterapkannya pasar bebas di beberapa kawasan) serta pemerintah

menyediakan lembaga-lembaga pembinaan dan pelatihan khusus dan gratis. Ini

diperlukan terkhusus untuk mereka yang tidak sempat atau tidak mampu menimba

ilmu di sekolah-sekolah formal, sehingga mereka pun dapat memiliki keterampilan

khusus yang diperlukan. Dengan demikian, mereka memiliki modal (Human Capital)

untuk bekerja.

Pemahaman materi pengangguran dengan menggunakan model pembelajaran

project based learning menghasilkan pencapaian ketuntasan belajar yang maksimal,

karena siswa langsung berhadapan dengan realita permasalahan pengangguran di

Page 185: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Maria Anita Titu)

P a g e [ 185 ]

lapangan sehingga siswa mampu memahami masalah ekonomi khususnya permasalahan

pengangguran. Oleh sebab itu dengan penerapan model pembelajaran project based

learning siswa dapat berpikir kreatif dengan tujuan agar setelah lulus siswa tidak

menjadi pengangguran. Dengan penerapan model pembelajaran project based learning

siswa mampu mencari dan dapat menemukan langsung tentang masalah ekonomi

khususnya pengangguran dan dapat mengerti dan memahami konsep pokok dari

masalah ekonomi yaitu pengangguran.

SIMPULAN

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran

project based learning (PjBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu

mendukung pelaksanaan pendidikan pada konsep masalah ekonomi karena PjBL

mendukung penerapan pembelajaran kehidupan nyata dan pengalaman (real life and

experiential learning) sehingga pendidikan masalah ekonomi bisa berjalan dengan efektif.

Model Pembelajaran Project Based Learning merupakan suatu model

pembelajaran yang menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah yang bermakna,

pemecahan masalah, pengambilan keputusan, proses pencarian berbagai sumber,

pemberian kesempatan kepada anggota untuk bekerja secara kolaborasi, dan menutup

dengan presentasi produk nyata”.

Penerapan pembelajaran project based learning sangat mendukung kreativitas

siswa di mana Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru

dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik ciri-ciri

aptitude seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality)

dalam pemikiran, maupun ciri-ciri non aptitude, seperti rasa ingin tahu, senang

mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman-pengalaman baru.

Sehingga penerapan model pembelajaran project based learning dapat dijadikan

alternatif dalam meningkatkan kreativitas siswa pada materi konsep masalah ekonomi.

Bagi guru selanjutnya dengan menggunakan model pembelajaran project based learning

diperlukan kemampuan dalam mengkoordinir kelas dan waktu sehingga pembelajaran

dapat berjalan dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard. (2001). Classroom Instructional Management. New York: The Mc Graw-Hill Company.

Hurlock, Elizabeth B. (2004). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Munandar . (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka CIpta.

Munandar. (2004). Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Belajar Siswa. Jakarta: RinekaCipta.

Nurulwati. (2000). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, dan ModelPembelajaran. Dipetik April 18, 2015, dari http://tricepti 4042.blogspot.com

Page 186: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 186 ] P a g e

Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003.Jakarta: Sekretariat Negara.

Santyasa. (2006, April 27). Pembelajaran Inovatif: Model Kolaboratif, Basis, dan OrientasiNOS. Seminar Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja, hal. 12.

Santyasa. (2006, Februari 23). Pembelajaran Inovatif: Model Pembelajaran BerbasisProyek dan Orientasi NOS. Seminar Jurusan Pendidikan Fisika IKIP NEGERISingaraja, hal. 12.

Sudjana, Nana. (2004). Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar BaruAlgensindo.

Thomas, J.W. (1999). Project Based Learning: A Handbook of Middle and high SchoolTeacher. New York: The Buck Institute for Education.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Wati, Linda. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning UntukMeningkatkan Kreativitas Siswa MAN I Kebumen. Jurnal Pendidikan Vol 3 No1, 43.

Widyantini. (2014). Laporan Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Project BasedLearning dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPTK.

Page 187: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 187 ]

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA

Siti Sri WulandariUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakPenelitian ini mendeskripsikan penerapan pembelajaran dengan pendekatanProblem Based Learning yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritismahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran. Jenis penelitian yangdigunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Analisis yang digunakan dalampenelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwarata-rata nilai keberhasilan dari data aktivitas dosen dalam setiap siklusnyamengalami kenaikan yaitu pada siklus I sebesar 5.11 dan siklus II sebesar 5.88.Untuk rata-rata nilai keberhasilan dari kemampuan berpikir kritis mahasiswadalam setiap siklusnya juga mengalami kenaikan yaitu pada siklus I sebesar 58,4meningkat 21,4 pada siklus II menjadi 80 dari kategori cukup kritis meningkatmenjadi kategori kritis.

Kata kunci: Pembelajaran, Problem Based Learning, Berpikir kritis.

PENDAHULUAN

Setiap manusia memiliki keinginan berhasil di dalam hidupnya, salah satu

keberhasilan itu dapat berupa bidang pendidikan. Pendidikan merupakan sarana

terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan negara. Hal ini karena pendidikan

merupakan proses budaya yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat

manusia. Pendidikan itu sendiri berlaku seumur hidup dan dilakukan dalam lingkungan,

keluarga, pendidikan formal (sekolah) dan masyarakat. Untuk itu, pendidikan merupakan

tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan Negara. Menurut Undang-

undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

pasal 1 menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Proses pendidikan yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar yang

kondusif dan menyenangkan. Pendidikan juga harus berorientasi pada peserta didik dan

peserta didik harus dipandang sebagai seorang yang sedang berkembang dan memiliki

potensi. Tugas pendidik adalah mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa.

Berdasarkan pengamatan, diperoleh fakta bahwa dosen dalam mengembangkan

kompetensi mahasiswa masih menggunakan metode ceramah, cara mengajar yang

digunakan dalam menyampaikan informasi tentang suatu pokok permasalahan secara

lisan. Meskipun telah menerapkan diskusi kelas yang bersifat tradisional tanpa disertai

contoh penerapan dalam kehidupan nyata sehingga mahasiswa di kelas menjadi pasif,

Page 188: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 188 ] P a g e

bahkan ada mahasiswa yang bosan dikarenakan hanya mendengarkan dan terpaku pada

apa yang dikatakan oleh dosen dan sesekali mencatat, sehingga pembelajaran menjadi

kurang bermakna. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud adalah proses belajar mengajar

pada mata kuliah ilmu komunikasi.

Oleh karena itu, karakteristik pembelajaran standar kompetensi memahami dan

mengimplementasikan ilmu komunikasi dalam proses pendidikan dan pembelajaran

mulai dari tahap dasar sampai dengan evaluasi menghendaki pemahaman tidak hanya

pada persoalan-persoalan substansi atau muatan akademik semata, akan tetapi juga

menuntut adanya kemampuan interaksi sosial dari mahasiswa. Kompetensi dasar

memahami faktor-faktor komunikasi dalam pendidikan cukup erat dengan realitas

persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Kemampuan berpikir kritis diperlukan

dalam pembelajaran pada mata kuliah Ilmu Komunikasi, terutama dalam Kompetensi

Dasar memahami faktor-faktor komunikasi dalam pendidikan. Sesuai dengan tujuan

pembelajaran Berbasis Masalah yaitu membantu siswa mengembangkan kemampuan

berpikir, memecahkan masalah, dan ketrampilan intelektual, maka siswa dituntut

memiliki kemampuan berpikir kritis. Melalui pembelajaran Ilmu Komunikasi diharapkan

mahasiswa mampu menganalisis dan melahirkan alternatif pemecahan masalah.

Menurut La Costa dalam Sanjaya (2006:105) mengklasifikasikan berpikir menjadi

tiga yaitu teaching of thinking, teaching for thinking, and teaching about thinking.

Kemampuan berpikir kritis dapat meningkatkan partisipasi dengan peserta didik dalam

membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, berpikir kritis, dan

mengadakan justifikasi. Oleh karena itu, adanya keterampilan berpikir kritis diharapkan

mahasiswa tak hanya memahami fakta sebatas hafalan tetapi juga dapat merasa bahwa

fakta-fakta atau masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat yang disampaikan oleh

dosen berada di sekitar kehidupan sehari-hari mereka. Berdasarkan uraian latar

belakang di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) Penerapan

model pembelajaran Problem Based Learning dalam mata kuliah Ilmu Komunikasi (2)

Pembelajaran Berbasis Masalah mampu membantu mahasiswa dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam

masyarakat.

METODE

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Subjek

penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran angkatan 2012

berjumlah 32. Lokasi dalam penelitian ini di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Surabaya. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan instrument non tes.

Analisis data menggunakan deskriptif, tabel, persentase. Untuk menganalisis hasil

penilaian yang diberikan oleh pengamat terhadap kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran dengan cara menghitung rata-rata skor penilaian oleh dua orang pengamat

Page 189: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 189 ]

menggunakan interval skor 1 sampai dengan 4, dengan ketentuan kriteria sebagai

berikut:

1 = tidak baik 3 = baik

2 = kurang baik 4 = sangat baik

Selanjutnya rata-rata di atas akan dikonversi menggunakan ketentuan sebagai berikut:

1.00 − 1.50 = Tidak baik/ tidak terlaksana

1.50 − 2.49 = kurang baik/ terlaksana dengan kurang baik

2.50 – 3.49 = cukup baik/ terlaksana dengan cukup baik

3.50 – 4.49 = baik/ terlaksana dengan baik

4.50 – 5.50 = baik sekali/ terlaksana dengan sangat baik (Kunandar, 2008:235).

Untuk menganalisis hasil tes kemampuan berpikir kritis diperiksa dan diberi skor.

Pemberian skor disesuaikan dengan skor maksimal per butir soal. Mengubah skor

kualitatif menjadi skor kuantitatif, yakni mengubah opsi yang diperoleh dari lembar

observasi dalam bentuk angka atau nilai. Penilaian ini menggunakan skala likert yakni

dengan menggunakan 4 opsi yaitu: (1) Sangat Kritis: skor 4. (2) Kritis: skor 3 (3) Cukup

Kritis: skor 2 (1) Kurang Kritis: skor 1 (Arikunto, 2010:146). Selanjutnya dihitung

persentase penguasaan tes kemampuan berpikir kritis dengan rumus:

P = n x 100 %N

Keterangan:

P = persentase kemampuan berpikir kritis

n = jumlah skor yang diperoleh

N = jumlah skor maksimal yang diharapkan

Tabel 1. Kriteria Berpikir Kritis Mahasiswa

No Rentang Skor Kriteria1 81-100% Sangat Kritis2 63-80% Kritis3 43-62% Cukup Kritis4 25-42% Kurang Kritis

Pada tahap penelitian tindakan terdiri dari beberapa siklus, tiap siklus melalui 4

tahap yaitu perencanaan (planning), tindakan (Action), pengamatan (Observation), dan

refleksi (Reflective). Pelaksanaan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam

dua kali putaran dan tiap putaran pada penelitian ini mengikuti alur rancangan penelitian

tindakan. Garis besar penelitian disusun sesuai rancangan penelitian tindakan kelas

(PTK) dalam bentuk bagan seperti yang digambarkan sebagai berikut:

Page 190: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 190 ] P a g e

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: Suharsimi Arikunto, 2010)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Dosen dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada

siklus I.

Tabel 1. Aktivitas Dosen Pada Siklus I

No Aspek yang diamatiPengamat Total

KategoriP1 P2 Skor

I PENGAMATAN KBMA. PENDAHULUAN1. Membimbing berdo’a sesuai dengan agama dan

keyakinan masing-masing.4 4 4 Baik

2. Memberikan kesempatan kepada mahasiswauntuk menggali informasi.

4 4 4 Baik

3. Mengorientasikan masalah yang akan dicaripemecahannya secara berkelompok.

3 3 3 Cukup Baik

4. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaranproduk, proses, psikomotor, perilaku berkarakterdan keteramplan social.

3 3 3 Cukup Baik

B. KEGIATAN INTI5.Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar dengan

cara memberikan LKM.4 4 4 Baik

6.Mengungkapkan hal-hal yang tidak dimengertidalam LKM serta membantu temannya yangkesulitan

4 4 4 Baik

7.Memecahkan masalah yang telah dipilih 3 3 3 Cukup Baik

Perencanaan

SIKLUS I

Refleksi

Perencanaan

SIKLUS I I

Refleksi

Tindakan dan

Pengamatan

Tindakan dan

Pengamatan

Revisi

Revisi

?

Page 191: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 191 ]

No Aspek yang diamatiPengamat Total

KategoriP1 P2 Skor

8.Melakukan penyelidikan setahap demi setahapdiawali dari perumusan masalah.

4 4 4 Baik

9. Merumuskan hipotesis atas rumusan masalahyang telah dibuat

4 4 4 Baik

10.Menguji hipotesis yang sudah dirumuskan 4 4 4 Baik11.Mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi

yang telah dibuat.3 3 3 Cukup Baik

12.Menyajikan hasil diskusi dengan penuhtanggung jawab

4 4 4 Baik

C. KEGIATAN PENUTUP13. Bersama-sama menganalisis dan evaluasi

pemecahan masalah4 4 4 Baik

II SUASANA KELAS14. Siswa Antusias 4 4 4 Baik15. Guru Antusias 4 4 4 Baik16. Waktu sesuai dengan alokasi 3 3 3 Cukup Baik17. KBM sesuai dengan RPS 3 4 3.5 Baik

Jumlah skor yang didapat 3.68 BaikNilai 5.11 Baik Sekali

Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa aktivitas dosen berdasarkan

pengamatan menunjukkan jumlah skor yang didapat 3.68. Jumlah skor tersebut

diperoleh dari penilaian terhadap 17 komponen pelaksanaan kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Keberhasilan pelaksanaan

model pembelajaran dapat dihitung dengan rumus:

Nilai = Skor yang didapat X 100

Skor Maksimum

Nilai = 3.68 X 100

68

= 5.11

Berdasarkan criteria keberhasilan maka nilai 5.11 pada aktivitas dosen pada

siklus I dapat dikategorikan baik. Dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus I ada 5

indikator yang harus diperbaiki dalam aktivitas dosen yang memiliki nilai cukup baik.

Pada kegiatan pendahuluan terdapat 2 indicator yaitu mengorientasikan masalah yang

akan dicari pemecahannya secara berkelompok dan mengkomunikasikan tujuan

pembelajaran produk, proses, psikomotor, perilaku berkarakter dan keterampilan sosial.

Selanjutnya pada kegiatan inti ada 2 indikator yaitu memecahkan masalah yang telah

dipilih dan mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi yang telah dibuat. Kelemahan

terakhir terdapat pada suasana kelas ada 1 indikator yaitu waktu sesuai dengan alokasi.

Kekurangan-kekurangan dalam aktivitas guru pada siklus ke I diharapkan dapat

diperbaiki pada kegiatan siklus ke II.

Page 192: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 192 ] P a g e

Aktivitas Dosen dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada

siklus II.

Tabel 2. Aktivitas Dosen Pada Siklus II

No Aspek yang diamati Pengamat TotalKategori

I PENGAMATAN KBM P1 P2 SkorA. PENDAHULUAN1. Membimbing berdo’a sesuai dengan agama dan

keyakinan masing-masing.4 4 4 Baik

2. Memberikan kesempatan kepada mahasiswauntuk menggali informasi.

4 4 4 Baik

3. Mengorientasikan masalah yang akan dicaripemecahannya secara berkelompok.

4 4 4 Baik

4. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaranproduk, proses, psikomotor, perilaku berkarakterdan keteramplan social.

4 4 4 Baik

B. KEGIATAN INTI5. Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar

dengan cara memberikan LKM.4 4 4 Baik

6. Mengungkapkan hal-hal yang tidak dimengertidalam LKM serta membantu temannya yangkesulitan

4 4 4 Baik

7. Memecahkan masalah yang telah dipilih 4 4 4 Baik8. Melakukan penyelidikan setahap demi setahap

diawali dari perumusan masalah.4 4 4 Baik

9. Merumuskan hipotesis atas rumusan masalahyang telah dibuat

4 4 4 Baik

10. Menguji hipotesis yang sudah dirumuskan 4 4 4 Baik11. Mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi

yang telah dibuat.4 4 4 Baik

12. Menyajikan hasil diskusi dengan penuhtanggung jawab

4 4 4 Baik

C. KEGIATAN PENUTUP13. Bersama-sama menganalisis dan evaluasi

pemecahan masalah4 4 4 Baik

II SUASANA KELAS14. Siswa Antusias 4 4 4 Baik15. Guru Antusias 4 4 4 Baik16. Waktu sesuai dengan alokasi 4 4 4 Baik17. KBM sesuai dengan RPS 4 4 4 Baik

Jumlah skor yang didapat 4.00 BaikPersentase 5.88 Baik Sekali

Pada siklus II pada tabel 2 dapat disimpulkan bahwa aktivitas dosen berdasarkan

pengamatan dari 2 orang pengamat menunjukkan jumlah skor yang didapat 4.00. Jumlah

skor tersebut diperoleh dari penilaian terhadap 17 Komponen pelaksanaan kegiatan

Page 193: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 193 ]

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Keberhasilan

pelaksanaan model pembelajaran dapat dihitung melalui rumus:

Nilai = Skor yang didapat X 100Skor Maksimum

Nilai = 4.00 X 10068

= 5.88

Pada siklus II aktivitas dosen sudah diperbaiki melalui refleksi dari siklus II yaitu

pada kegiatan pendahuluan terdapat yaitu mengorientasikan masalah yang akan dicari

pemecahannya secara berkelompok dan mengkomunikasikan tujuan pembelajaran

produk, proses, psikomotor, perilaku berkarakter dan keterampilan sosial . Pada kegiatan

inti indicator memecahkan masalah yang telah dipilih dan mengembangkan dan

menyajikan hasil diskusi yang telah dibuat. Sedangkan pada suasana kelas indicator

waktu sesuai dengan alokasi. Pada pelaksanaan pembelajaran siklus II ini mengalami

peningkatan dibandingkan siklus I yang memiliki 5 indikator berkategori cukup baik.

Dengan demikian aktivitas dosen pada siklus II ini dapat dikategorikan baik sekali pada

17 komponen dengan nilai keberhasilan sangat baik atau pembelajaran terlaksana

dengan sangat baik.

Rata-rata aktivitas dosen dalam menerapkan model pembelajaran berbasis

masalah pada siklus II disajikan dalam tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3. Rata-rata Aktivitas Dosen

KBM Siklus 1 Siklus 2 Rata-rata KategoriSkor yang didapat 3.68 4 3.84 BaikNilai Aktivitas Dosen 5.11 5.88 5.5 Baik Sekali

Pada tabel 3.3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai keberhasilan dari data

aktivitas dosen adalah dalam setiap siklusnya mengalami kenaikan yaitu pada siklus I

sebesar 5.11 dan siklus II sebesar 5.88. Karena data aktivitas dosen telah mengalami

kenaikan sampai kategori sangat baik maka RPS yang dibuat pada penelitian ini, sudah

terlaksana dengan sangat baik pada siklus ke II.

Hasil Ketrampilan Berpikir Kritis Mahasiswa dalam menerapkan model

pembelajaran berbasis masalah siklus I.

Berdasarkan data lembar observasi pada tabel 4 dapat diketahui bahwa:

1. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menghubungkan masalah khusus yang menjadi

subjek diskusi dengan prinsip yang bersifat umum memperoleh skor sebesar 63%

masuk dalam kategori kritis, yang artinya mahasiswa mampu mengidentifikasi

permasalahan dengan lengkap dan tepat namun kurang bisa mengembangkannya

sesuai materi dalam Ilmu Komunikasi.

Page 194: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 194 ] P a g e

2. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menanyakan pertanyaan yang relevan

memperoleh skor sebesar 57% masuk dalam kategori cukup kritis, yang artinya

mahasiswa mengajukan pertanyaan dan sedikit menyimpang dari topik.

Tabel 4. Hasil Observasi Berpikir Kritis Mahasiswa Per Indikator dan Per Aspek

Indikator/Aspek yang diamatiJumlah

Skor KriteriaA KETRAMPILAN MENGANALISIS

Menghubungkan masalah khusus yang menjadi subjek diskusidengan prinsip yang bersifat umum

63% Kritis

Menanyakan pertanyaan yang relevan 57% Cukup KritisMeminta elaborasi 55% Cukup KritisRata-rata A 58% Cukup Kritis

B KETERAMPILAN MENSINTESISMenerima pandangan dan saran dari orang lain untukmengembangkan ide-ide baru.

56% Cukup Kritis

Mencari dan menghubungkan antara masalah yangdidiskusikan dengan masalah lain yang relevan

58% Cukup Kritis

Mendengarkan dengan hati-hati 57% Cukup KritisBerfikiran terbuka 55% Cukup KritisBerbicara dengan bebas 65% Cukup KritisBersikap sopan 64% Cukup KritisRata-rata B 59% Cukup Kritis

C KETERAMPILAN MENGENAL DAN MEMECAHKANMASALAHMemberi contoh atau argumentasi yang berbeda dari yangsudah ada.

56% Cukup Kritis

Menghadapi tantangan dengan alasan dan contoh 55% Cukup KritisMeminta klarifikasi 56% Cukup KritisMenanyakan sumber informasi5 57% Cukup KritisRata-rata C 56% Cukup Kritis

D KETERAMPILAN MENYIMPULKANBerusaha untuk memahami 56% Cukup KritisMemberikan ide dan pilihan yang bervariasi 55% Cukup KritisRata-rata D 56% Cukup Kritis

E KETERAMPILAN MENGEVALUASIMampu mengerjakan soal evaluasi 65% KritisMampu menganalisis soal evaluasi 60% Cukup KritisRata-rata E 63% Kritis

Rata-rata berfikir kritis 58,4%

3. Aspek kemampuan mahasiswa dalam meminta elaborasi memperoleh skor sebesar

55% masuk dalam kategori cukup kritis, yang artinya Jika di dalam kelompok yang

telah ditunjuk untuk membacakan hasil diskusi, mahasiswa saling melemparkan

tanggung jawab untuk maju di depan kelas.

4. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menerima pandangan dan saran dari orang lain

untuk mengembangkan ide – ide baru memperoleh skor sebesar 56% masuk dalam

Page 195: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 195 ]

cukup kritis, yang artinya mahasiswa hanya menerima pandangan dari orang lain

tanpa berusaha untuk mengembangkannya karena hanya terpaku pada ide yang ada

di dalam kasus.

5. Aspek kemampuan mahasiswa dalam mencari dan menghubungkan antara masalah

yang didiskusikan dengan masalah lain yang relevan memperoleh skor sebesar 58%

masuk dalam cukup kritis, yang artinya mahasiswa hanya menghubungkan antar

konsep tanpa menjelaskannya.

6. Aspek kemampuan mahasiswa dalam mendengarkan dengan hati –hati memperoleh

skor sebesar 57% masuk dalam kategori cukup kritis, yang artinya mahasiswa

kurang memperhatikan dan mendengarkan penjelasan dosen dengan sesekali

berbicara dengan teman.

7. Aspek kemampuan mahasiswa dalam berpikiran terbuka memperoleh skor sebesar

55% masuk dalam kategori cukup kritis, yang artinya mahasiswa berdebat dengan

teman lain karena mempertahankan pendapatnya.

8. Aspek kemampuan mahasiswa dalam berbicara dengan bebas memperoleh skor

sebesar 65% masuk dalam kategori kritis, yang artinya mahasiswa mau

mengungkapkan pendapatnya karena terpaksa ditunjuk oleh dosen.

9. Aspek kemampuan mahasiswa dalam bersikap sopan memperoleh skor sebesar 64%

masuk dalam kategori kritis, yang artinya mahasiswa menghormati dan berkata

sopan baik pada dosen maupun siswa lain.

10. Aspek kemampuan mahasiswa dalam memberi contoh atau argumentasi yang

berbeda dari yang sudah ada memperoleh skor sebesar 56% masuk dalam kategori

cukup kritis, yang artinya mahasiswa memberikan solusi pemecahan masalah

mengikuti argumentasi yang ada di dalam kasus.

11. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menghadapi tantangan dengan alasan dan

contoh memperoleh skor sebesar 55% masuk kategori cukup kritis, yang artinya

mahasiswa salah dalam memberikan alasan dan contoh karena hanya pemikiran

mereka sendiri tanpa dikaitkan dengan teori yang ada.

12. Aspek kemampuan mahasiswa dalam meminta klarifikasi memperoleh skor sebesar

56% masuk kategori cukup kritis, yang artinya saat diskusi, mahasiswa meminta

jawaban kepada dosen tentang solusi pemecahan masalah.

13. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menanyakan sumber informasi memperoleh

skor sebesar 57% masuk kategori cukup kritis, yang artinya mahasiswa hanya

sekedar bertanya namun tidak menindaklanjuti apa yang disarankan dosen.

14. Aspek kemampuan mahasiswa dalam berusaha untuk memahami memperoleh skor

sebesar 56% masuk kategori cukup kritis, yang artinya mahasiswa bersama

kelompok tidak berusaha untuk mengerjakan namun hanya menunggu jawaban dari

kelompok lain.

15. Aspek kemampuan mahasiswa dalam memberikan ide dan pilihan yang bervariasi

memperoleh skor sebesar 55% masuk kategori cukup kritis, yang artinya hanya

memberikan kesimpulan dari apa yang ada di dalam kasus.

Page 196: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 196 ] P a g e

16. Aspek kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan soal evaluasi memperoleh skor

sebesar 65% masuk kategori kritis, yang artinya mahasiswa mampu menilai

keputusan yang telah diambil sesuai dengan petunjuk pengerjaan dengan tepat.

17. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menganalisis soal evaluasi memperoleh skor

sebesar 60% masuk kategori cukup kritis, yang artinya mahasiswa salah dalam

memberikan penjelasan atas penilaian yang diberikan.

Berdasarkan skor rata-rata pada siklus I ini, penelitian ini masih memerlukan

tindakan yang lebih baik lagi karena skor kemampuan berpikir kritis mahasiswa masih

jauh dari indicator yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu sebesar 75% sehingga

perlu diadakan penelitian siklus II untuk memperbaiki tingkat berpikir kritis dan

mencapai indicator keberhasilan. Rata-rata kriteria berpikir kritis mahasiswa dapat

dibuktikan pada table berikut:

Tabel 5. Rata-rata Tingkat Berpikir Kritis Mahasiswa Siklus I

IndikatorSkor rata-rata

(%)Rata-rata

A KetrampilanMenganalisis

58

58,4%(Kategori Cukup

Kritis)

B Ketrampilan Mensintesis 59C Ketrampilan Mengenali

dan MemecahkanMasalah

56

D KetrampilanMenyimpulkan

56

E KetrampilanMengevaluasi

63

Data tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan berpikir kritis mahasiswa

PAP 2012 pada siklus I tergolong dalam kategori cukup kritis pada pembelajaran Ilmu

Komunikasi dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Hal tersebut

terbukti pada skor yang dicapai sebesar 58,4 % atau dalam rentang skor 43%-62%.

Hasil Ketrampilan Berpikir Kritis Mahasiswa dalam menerapkan model

pembelajaran berbasis masalah siklus II.

Berdasarkan data lembar observasi pada tabel 6 rata-rata kriteria berpikir kritis

mahasiswa per indikator mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus II. Hal

tersebut terbukti dari:

1. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menghubungkan masalah khusus yang menjadi

subjek diskusi dengan prinsip yang bersifat umum memperoleh skor sebesar 63%

meningkat 12% menjadi 75% masuk dalam kategori kritis, yang artinya mahasiswa

mampu mengidentifikasi permasalahan dengan lengkap dan tepat namun kurang

bisa mengembangkannya sesuai materi dalam Ilmu Komunikasi.

Page 197: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 197 ]

Tabel 6. Hasil Observasi Berpikir Kritis Mahasiswa Siklus 2

Indikator/Aspek yang diamatiJumlah

Skor KriteriaA KETRAMPILAN MENGANALISIS

Menghubungkan masalah khusus yang menjadi subjekdiskusi dengan prinsip yang bersifat umum

75% Kritis

Menanyakan pertanyaan yang relevan 83% Sangat KritisMeminta elaborasi 84% Sangat KritisRata-rata A 80% Kritis

B KETERAMPILAN MENSINTESISMenerima pandangan dan saran dari orang lain untukmengembangkan ide-ide baru.

73% Kritis

Mencari dan menghubungkan antara masalah yangdidiskusikan dengan masalah lain yang relevan

75% Kritis

Mendengarkan dengan hati-hati 78% KritisBerfikiran terbuka 80% KritisBerbicara dengan bebas 84% Sangat KritisBersikap sopan 88% Sangat KritisRata-rata B 80% Kritis

C KETERAMPILAN MENGENAL DAN MEMECAHKAN MASALAHMemberi contoh atau argumentasi yang berbeda dariyang sudah ada.

80% Sangat Kritis

Menghadapi tantangan dengan alas an dan contoh 89% Sangat KritisMeminta klarifikasi 86% Sangat KritisMenanyakan sumber informasi 77% KritisRata-rata C 85% Sangat Kritis

D KETERAMPILAN MENYIMPULKANBerusaha untuk memahami 73% KritisMemberikan ide dan pilihan yang bervariasi 68% KritisRata-rata D 71% Kritis

E KETERAMPILAN MENGEVALUASI ATAU MENILAIMampu mengerjakan soal evaluasi 85% Sangat KritisMampu menganalisis soal evaluasi 81% KritisRata-rata E 83% Kritis

Rata-rata berpikir kritis 80% Kritis

2. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menanyakan pertanyaan yang relevan pada

siklus I memperoleh skor sebesar 5% meningkat 26% pada siklus II menjadi 83%

masuk dalam kategori sangat kritis, yang artinya mahasiswa mampu mengajukan

pertanyaan sesuai topik yang jawabannya merupakan pengembangan dari apa yang

ada di kasus.

3. Aspek kemampuan mahasiswa dalam meminta elaborasi pada siklus I memperoleh

skor sebesar 55% meningkat 29% pada siklus II menjadi 84% masuk dalam kategori

sangat kritis, yang artinya mahasiswa mampu secara sukarela mengajukan diri untuk

membacakan hasil diskusi di depan kelas.

Page 198: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 198 ] P a g e

4. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menerima pandangan dan saran dari orang lain

untuk mengembangkan ide –ide baru pada siklus I memperoleh skor sebesar 56%

meningkat 17% pada siklus II menjadi 73% masuk dalam kritis, yang artinya

mahasiswa mau menerima pandangan dari orang lain serta mengembangkannya

dengan konsep yang diperoleh dengan tepat.

5. Aspek kemampuan mahasiswa dalam mencari dan menghubungkan antara masalah

yang didiskusikan dengan masalah lain yang relevan pada siklus I memperoleh skor

sebesar 58% meningkat 17% pada siklus II menjadi 75% masuk dalam kritis, yang

artinya mahasiswa kurang tepat dalam menjelaskan hubungan antar konsep karena

tidak mengetahui konsepnya.

6. Aspek kemampuan mahasiswa dalam mendengarkan dengan hati –hati pada siklus I

memperoleh skor sebesar 57% meningkat 21% menjadi 78% pada siklus II masuk

dalam kategori kritis, yang artinya mahasiswa memperhatikan dan mendengarkan

penjelasan dosen tanpa menulis apapun.

7. Aspek kemampuan mahasiswa dalam berpikiran terbuka pada siklus I memperoleh

skor sebesar 55% meningkat 25% menjadi 80% pada siklus II masuk dalam kategori

kritis, yang artinya mahasiswa hanya menghormati pendapat teman lain yang sama

dengan jawabannya.

8. Aspek kemampuan mahasiswa dalam berbicara dengan bebas pada siklus I

memperoleh skor sebesar 65% meningkat 19% menjadi 84% pada siklus II masuk

dalam kategori sangat kritis, yang artinya mahasiswa dengan berani mau

menyampaikan pendapatnya dan menjawab pertanyaan yang diberikan dosen.

9. Aspek kemampuan mahasiswa dalam bersikap sopan pada siklus I memperoleh skor

sebesar 64% meningkat 24% menjadi 88% pada siklus II masuk dalam kategori

sangat kritis, yang artinya mahasiswa menghormati dan berkata sopan baik pada

dosen maupun mahasiswa lain.

10. Aspek kemampuan mahasiswa dalam memberi contoh atau argumentasi yang

berbeda dari yang sudah ada pada siklus I memperoleh skor sebesar 56% meningkat

24% menjadi 80% pada siklus II masuk dalam kategori kritis, yang artinya

mahasiswa kurang tepat dalam memberikan solusi pemecahan masalah namun

pendapatnya berbeda dari apa yang ada di kasus.

11. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menghadapi tantangan dengan alasan dan

contoh pada siklus I memperoleh skor sebesar 55% meningkat 34% menjadi 89%

pada siklus II masuk kategori sangat kritis, yang artinya mahasiswa hanya

memberikan alasan namun tidak memberikan contoh untuk menguatkan alasan.

12. Aspek kemampuan mahasiswa dalam meminta klarifikasi pada siklus I memperoleh

skor sebesar 56% meningkat 30% menjadi 86% pada siklus II masuk kategori sangat

kritis, yang artinya mahasiswa meminta penjelasan kepada mahasiswa lain.

13. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menanyakan sumber informasi pada siklus I

memperoleh skor sebesar 57% meningkat 20% menjadi 77% pada siklus II masuk

Page 199: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 199 ]

kategori kritis, yang artinya mahasiswa kurang lengkap dalam menanyakan sumber

informasi sehingga terkadang menemui kendala dalam pengerjaan.

14. Aspek kemampuan mahasiswa dalam berusaha untuk memahami pada siklus I

memperoleh skor sebesar 56% meningkat 17% menjadi 73% pada siklus II masuk

kategori kritis, yang artinya mahasiswa bersama kelompok hanya mencermati kasus

yang tersedia dan menanyakan kepada dosen jika menemui kesulitan.

15. Aspek kemampuan mahasiswa dalam memberikan ide dan pilihan yang bervariasi

pada siklus I memperoleh skor sebesar 55% meningkat 13% menjadi 68% pada

siklus II masuk kategori kritis, yang artinya mahasiswa kurang tepat dalam

memberikan kesimpulan karena penjelasannya tidak sesuai dengan teori yang ada.

16. Aspek kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan soal evaluasi pada siklus I

memperoleh skor sebesar 65% meningkat 20% menjadi 85% masuk kategori sangat

kritis, yang artinya siswa mampu menilai keputusan yang telah diambil sesuai

dengan petunjuk pengerjaan dengan tepat.

17. Aspek kemampuan mahasiswa dalam menganalisis soal evaluasi pada siklus I

memperoleh skor sebesar 60% meningkat 21% menjadi 81% pada siklus II masuk

kategori kritis, yang artinya mahasiswa kurang tepat dalam memberikan penjelasan

atas penilaian yang telah diberikan. Rata–rata kriteria kemampuan berpikir kritis

mahasiswa pada siklus II meningkat 21,4% menjadi 79,8% yang mengidentifikasikan

bahwa rata–rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa mata kuliah Ilmu

Komunikasi pada kompetensi dasar factor-faktor komunikasi dalam pendidikan

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah termasuk dalam kategori kritis

dan sudah memenuhi indicator keberhasilan 75%. Hal tersebut dapat dilihat pada

tabel 7.

Tabel 7. Kategori Tingkat Berpikir Kritis Mahasiswa Siklus II

IndikatorSkor rata-rata

(%)Rata-rata

A Ketrampilan Menganalisis 80

80%(KategoriKritis)

B Ketrampilan Mensintesis 80C Ketrampilan Mengenali dan

Memecahkan Masalah85

D Ketrampilan Menyimpulkan 71E Ketrampilan Mengevaluasi 83

Data tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan berfikir kritis mahasiswa

PAP 2012 pada siklus II tergolong dalam kategori kritis pada pembelajaran Ilmu

Komunikasi dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Hal tersebut

terbukti pada skor yang dicapai sebesar 80 % atau dalam rentang skor 63%-80%.

Page 200: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 200 ] P a g e

PEMBAHASAN

Aktivitas dosen melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah.

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah tidak terlepas dari RPS meliputi

dua komponen yaitu Pengelolaan KBM yang terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan

inti, dan kegiatan penutup dan suasana kelas yang meliputi antusiasme mahasiswa, dan

antusiasme dosen, pengelolaan waktu, dan kesesuaian KBM yang telah dirancang. Pada

Siklus I pengelolaan dosen dalam menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah

masih tergolong baik. Namun ada 5 indikator yang harus diperbaiki dalam aktivitas

dosen yang memiliki nilai cukup baik. Pada kegiatan pendahuluan terdapat 2 indicator

yaitu mengorientasikan masalah yang akan dicari pemecahannya secara berkelompok

dan mengkomunikasikan tujuan pembelajaran produk, proses, psikomotor, perilaku

berkarakter dan keterampilan sosial. Selanjutnya pada kegiatan inti ada 2 indikator yaitu

memecahkan masalah yang telah dipilih dan mengembangkan dan menyajikan hasil

diskusi yang telah dibuat. Kelemahan terakhir terdapat pada suasana kelas ada 1

indikator yaitu waktu sesuai dengan alokasi.

Pada kegiatan pendahuluan indicator mengorientasikan masalah yang akan dicari

pemecahannya secara berkelompok memiliki nilai yang cukup baik dikarenakan suasana

di dalam kelas menjadi cukup aktif ketika dosen meminta mahasiswa untuk mencari

pemecahan kasus yang telah disampaikan. Pada kegiatan pendahuluan, indikator yang

memiliki nilai cukup baik berikutnya mengkomunikasikan tujuan pembelajaran produk,

proses, psikomotor, perilaku berkarakter dan keterampilan social kepada mahasiswa.

Mahasiswa kurang memahami apa yang sudah dijelaskan dosen tentang tujuan

pembelajaran memecahkan masalah yang telah dipilih dan mengembangkan karena

dosen kurang memanfaatkan sumber belajar yang terkait dengan materi proses dan

factor-faktor komunikasi pendidikan dan hanya berceramah sehingga mahasiswa sedikit

sekali mendapatkan pengetahuan seputar masalah konkret komunikasi dalam

pendidikan, sehingga mahasiswa kurang berinteraksi dalam pembelajaran.

Pada kegiatan inti, indicator memecahkan masalah yang telah dipilih dan

mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi yang telah dibuat juga memiliki nilai

cukup baik dikarenakan dosen masih membimbing mahasiswa dalam memecahkan

masalah sekaligus mengembangkan media pembelajaran yang berbeda dengan kelompok

lain ketika akan mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, dan belum semuanya bisa

menyajikan hasil diskusi dengan media inovatif pembelajaran. Kelemahan terakhir

terdapat pada suasana kelas ada 1 indikator yaitu waktu sesuai dengan alokasi. Dosen

kurang memanfaatkan waktu dengan baik dikarenakan pada saat berdiskusi dosen sering

membantu mahasiswa saat asyik berdiskusi dengan kelompoknya sehingga dosen dalam

menjelaskan materi terkesan terlalu cepat. Dari kelima kekurangan tersebut maka dosen

melakukan refleksi pada siklus II. Di sisi lain, tahap aktivitas dosen yang paling dominan

dalam penelitian ini adalah tahap penilaian posttest. Pada tahap ini pengamat

memberikan nilai tinggi karena peneliti begitu disiplin dalam mengawasi penilaian

posttest. Selain itu dalam mengawasi mahasiswa, peneliti juga dibantu oleh pengamat

Page 201: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 201 ]

yang juga berada di dalam kelas. Jadi mahasiswa menjadi tertib dan mengerjakan soal

sendiri ketika menjalani penilaian postest.

Pengelolaan dosen dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah ini

pada siklus II dapat dikategorikan baik. Karena pada tahap pendahuluan sudah dapat

ditangani dengan baik oleh dosen dengan menggunakan sumber belajar berupa video

tentang komunikasi dalam pendidikan. Tujuannya untuk menggali wawasan mahasiswa

dan pengalaman mereka ketika proses belajar mengajar di kelas. Dan terbukti mahasiswa

termotivasi belajar dan terampil dalam mengenal dan memecahkan masalah bahkan bisa

menyimpulkan dan mengevaluasi soal kasus yang diberikan oleh dosen dan jika ada

materi yang kurang dipahami oleh mahasiswa, mereka berani bertanya jika ada hal-hal

yang kurang dimengerti dalam pertanyaan latihan kasus. Hal ini merupakan pertanda

bahwa terdapat peningkatan dari siklus I ke siklus II. Refleksi yang dilakukan pada siklus

I yaitu dosen harus mengorientasikan masalah yang akan dicari pemecahannya secara

berkelompok dan mengkomunikasikan tujuan pembelajaran produk, proses, psikomotor,

perilaku berkarakter dan keterampilan sosial, memecahkan masalah yang telah dipilih

dan mengembangkan, menyajikan hasil diskusi yang telah dibuat. Kelemahan terakhir

adalah waktu sesuai dengan alokasi.

Hal ini membuktikan bahwa hasil penelitian ini mendukung teori dari (M. Taufiq

Amir, 2010:21) bahwa PBL mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan

analistis dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.

Selanjutnya hasil penelitian ini didukung oleh Norris dan Ennis dalam Bahriah (2011)

menyatakan berpikir kritis sebagai berpikir masuk akal dan reflektif yang difokuskan

pada pengambilan keputusan tentang apa yang dilakukan atau diyakini. Hal ini sesuai

dengan pendapatnya Nur (1998) yang menyatakan bahwa salah satu factor yang

mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah tersedianya perangkat pembelajaran yang

disertai dengan komitmen yang tinggi untuk menggunakannya dalam setiap

pembelajaran. Terlaksananya kegiatan belajar mengajar dengan baik karena dosen dalam

proses pembelajaran memiliki komitmen yang tinggi untuk menggunakan perangkat

pembelajaran. Suatu program pembelajaran akan dapat mencapai hasil seperti yang

diharapkan apabila direncanakan dengan baik, semua komponen pengajaran harus

diperankan secara optimal.

Hal ini sesuai dengan pendapatnya Sagala (2003) yang mengatakan bahwa semua

komponen pengajaran harus diperankan secara optimal guna mencapai tujuan

pengajaran yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilaksanakan. Agar proses

pembelajaran dapat terlaksana dengan baik maka, dosen harus merancang pembelajaran

yang akan dilaksanakan terutama untuk menentukan pendekatan pembelajaran yang

sesuai dengan karakteristik materi yang akan diajarkan dan membuat indicator untuk

mengetahui apakah pembelajaran yang telah dirancang dapat berjalan dengan efektif

atau tidak.

Pembelajaran yang dirancang oleh dosen hendaknya melibatkan mahasiswa

secara penuh agar mahasiswa dapat mengembangkan potensinya dengan maksimal.

Page 202: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 202 ] P a g e

Dosen dituntut memiliki kemampuan untuk melibatkan peserta didik secara aktif selama

pembelajaran dan menciptakan suasana yang menunjang agar tercapai tujuan

pembelajaran, yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya (Ratumanan, 2004). Hal

senada diungkapkan pula oleh Karlimah. (2010) dalam penelitiannya tentang hasil

penelitian disarankan supaya guru dalam pembelajaran IPA menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning-PBL) sebagai salah satu solusi

untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning-PBL) perlu dikembangkan oleh

dosen agar mahasiswa dapat belajar secara kontekstual ke taraf berpikir tingkat tinggi

sehingga hasil belajar yang diperoleh meningkat.

Hasil Ketrampilan Berpikir Kritis Mahasiswa dalam menerapkan model

pembelajaran berbasis masalah

Pembahasan dalam penelitian tindakan kelas ini didasarkan atas hasil

pengamatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang dilanjutkan dengan kegiatan

refleksi atau kegiatan untuk mengemukakan kembali kegiatan pembelajaran yang telah

dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I dan siklus II menunjukkan

bahwa pembelajaran Ilmu Komunikasi pada kompetensi dasar memahami proses dan

factor-faktor komunikasi pendidikan dengan menerapkan model pembelajaran berbasis

masalah mengalami peningkatan dari segi ketrampilan berpikir kritis.

Hasil penelitian dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah

mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Hal ini

terbukti bahwa rata-rat berpikir kritis mahasiswa pada siklus I sebesar 58,4% termasuk

dalam kategori cukup kritis. Pada siklus II rata-rata berpikir kritis mahasiswa mengalami

peningkatan 79,8% termasuk kategori kritis.

PBL mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis dan untuk

mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai. Permasalahan yang

diajukan membutuhkan kemampuan siswa untuk mengeksplorasi berbagai sumber

belajar untuk mengumpulkan bukti, fakta, dan data yang berhubungan dengan hipotesis

yang diajukan. Pada hakikatnya program pembelajaran bertujuan tidak hanya memahami

dan menguasai apa dan bagaimana suatu terjadi tetapi juga memberi pemahaman dan

penguasaan tentang mengapa hal itu terjadi. Berpijak pada permasalahan tersebut, maka

pembelajaran pemecahan masalah menjadi sangat penting untuk diajarkan (Made Wena,

2009:52).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah disajikan dalam Bab

IV, maka dapat ditarik simpulan bahwa penerapan pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (1) Aktivitas dosen melalui

penerapan model pembelajaran berbasis masalah kompetensi dasar memahami proses

dan factor-faktor komunikasi dalam pendidikan mengalami peningkatan dari siklus 1

Page 203: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Siti Sri Wulandari)

P a g e [ 203 ]

terdapat 5 indikator yang harus diperbaiki yaitu mengorientasi masalah yang akan di

cari pemecahannya secara berkelompok, mengkomunikasikan tujuan pembelajaran

produk, proses, psikomotor, perilaku berkarakter dan ketrampilan social, memecahkan

masalah yang telah dipilih, mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi yang telah

dibuat, waktu sesuai dengan alokasi. Dan meningkat pada siklus 2 dengan kategori semua

indicator keberhasilan pelaksanaan aktivitas dosen nilainya baik dengan kategori sangat

baik dan pelaksanaannya sesuai dengan rencana pelaksanaan semester. (2) Penerapan

model pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis

pada mata kuliah Ilmu Komunikasi bagi mahasiswa PAP 2012 Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Surabaya. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata berpikir kritis mahasiswa

pada pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada siklus

I sebesar 58,4% Mengalami peningkatan sampai dengan siklus II sebesar 80% sudah

mencapai indikator keberhasilan.

Beberapa saran sebagai salah satu solusi alternatif yang ditemui dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut (1) Penerapan model pembelajaran berbasis masalah adalah

masalah apersepsi yang kurang sehingga diperlukan kontrol dan persiapan RPS dan LKM

yang lebih baik dari dosen, dengan cara mencari dan menggunakan sumber belajar yang

sesuai dengan materi yang akan diajarkan.(2) Pembelajaran Ilmu Komunikasi khususnya

pada Kompetensi Dasar memahami proses dan factor-faktor komunikasi pendidikan

sebaiknya dosen membuat contoh kasus yang fenomenal terjadi di masyarakat contoh

gambar / video proses komunikasi pendidikan yang lebih konkret dengan menggunakan

Model Pembelajaran Berbasis Masalah sehingga dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kritis mahasiswa.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Susanti, S.Ak,

M.Pd dan Dr. Waspodo Tjipto Subroto, M.Pd atas arahan dan bimbingannya sehingga

penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M.Taufik.(2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:Kencana.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta:Rineka Cipta

Bahriah E.P. (2011). Indikator Berpikir Kritis dan Kreatif. On line athttp://www.berpikir kritis/internet kritis/indikator berpikir kritis dan

kreatif evisapinatulbahriah.htm.10 November 2014.(15:23)

Fisher, Alec. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga

Karlimah. (2010). Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah MatematisMahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis

Page 204: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 204 ] P a g e

Masalah. Jurnal Pendidikan PGSD FIP Universitas Pendidikan Indonesia. 11(2): 51-60

Kunandar. (2008). Langkah Mudah penelitian Tindakan Kelas sebagai PengembanganProfesi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nur,Mohamad.(1998).Teori-teori Perkembangan Kognitif. Surabaya: UNESA-PSMS

Ratumanan, G.T. dan Lauren, S. (2004). Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Unesa UniversityPress

Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional.

Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara

Page 205: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Bagus Permadi)

P a g e [ 205 ]

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKUNTANSI KELAS X

SMK DR. SOETOMO SURABAYA BERDASARKAN KURIKULUM 2013

Bagus PermadiProgram Pascasarjana, [email protected]

AbstrakKeinginan negara agar mempunyai level pendidikan yang sama di tengah erapasar bebas MEA adalah tugas masyarakat bersama. Artikel hasil kajian literaturini bertujuan untuk memahami salah satu strategi pembelajaran pada Kurikulum2013, yakni problem based learning, yang dapat meningkatkan prestasi belajar.Sumber kajian literatur menggunakan buku, artikel jurnal ilmiah, maupunlaporan hasil penelitian terdahulu. Hasil pembahasan menunjukkan bahwadiperlukan sebuah strategi pembelajaran, yang harus sesuai dengan Kurikulum2013, sehingga dapat menciptakan sumber daya manusia yang mampumenghadapi tantangan-tantangan di masa depan melalui pengetahuan,keterampilan, sikap dan keahlian untuk beradaptasi serta bisa bertahan hidupdalam lingkungan yang senantiasa berubah.

Kata Kunci: Strategi Pembelajaran, Kurikulum 2013

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi hanya bangsa-bangsa yang berkualitas tinggi yang mampu

bersaing atau atau berkompetisi pada pasar bebas. Oleh karena itu, peningkatan kualitas

sumber daya manusia sudah merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia. Bidang

pendidikan memegang peranan yang sangat strategis karena merupakan salah satu

wahana untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia, oleh karena sudah

semestinya kalau pembangunan sektor pendidikan menjadi prioritas utama yang harus

dilakukan oleh pemerintah.

Salah satu indikator pendidikan berkualitas adalah perolehan nilai prestasi belajar

siswa. Nilai prestasi belajar siswa dapat lebih ditingkatkan, apabila pembelajaran

berlangsung secara efektif dan etisien dengan ditunjang oleh tersedianya sarana dan

prasarana pendukung, serta kecakapan guru dalam pengelolaan kelas dan penguasaan

materi yang cukup memadai.

Hal lainnya terdapat banyak keluhan dari para guru bahwa beban kurikulum KTSP

2006,bagi siswa terlalu berat dibandingkan dengan waktu yang ada, sehingga kualitas

hasil belajar tidak memadai. Oleh sebab itu, penerapan Kurikulum 2013 diharapkan

mampu mengatasi keterbatasan waktu tersebut. Guru tidak lagi harus secara maraton

menjelaskan materi pelajaran kepada siswa, namun siswa akan belajar aktif dan mandiri

sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki dengan arahan dan bimbingan guru.

Pemberlakuan kurikulum 2013 sempat menuai pro dan kontra. Namun di Kota

Surabaya sejumlah sekolah sudah mengadopsinya. Perkembangan terbaru atas

penerapan Kurikulum 2013 mulai dievaluasi. Pada tahun pelajaran 2014-2015, adalah

Page 206: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 206 ] P a g e

masa yang luar biasa, apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Oleh

karena, pada tahun pelajaran saat ini, terjadi perubahan kurikulum berkali-kali, yakni:

sejak awal tahun pelajaran 2013-2014, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2014 Tentang Pemberlakuan

Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013, bahwasanya pada seluruh Sekolah

Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) dan 5 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta

sasaran, yang semula kegiatan belajar mengajarnya menggunakan Kurikulum KTSP 2006

diganti dengan Kurikulum 2013, sedangkan selain dari 5 Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) Swasta sasaran tersebut di atas, masih harus menerapkan Kurikulum KTSP 2006.

Pada saat sampai pertengahan tahun pelajaran 2014-2015 (Semester Genap) pada

tanggal 6 Januari 2015, Dinas Pendidikan Kota Surabaya menyepakati bahwasanya bagi

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta diberikan kebebasan memilih antara

menggunakan KTSP 2006 atau Kurikulum 2013. Bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Swasta yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 pada tahun sebelumnya, diperbolehkan

melanjutkan (Harian Jawa Pos, 2015:25). Hal lain terjadi ketika pergantian Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan dari Bapak Moh. Nuh Dea beralih ke Bapak Anis Baswedan,

pada tanggal 27 Februari 2015, melalui Kasi Kurikulum Dinas Pendidikan Kota Surabaya

menyatakan bahwa ada 13 SMK yang terdiri dari 8 SMK Negeri dan 5 SMK Swasta, yang

diizinkan melanjutkan Kurikulum 2013, sedangkan selain 13 SMK tersebut tidak

mendapat izin untuk melanjutkan Kurikulum 2013 (Harian Jawa Pos, 2015 : 29).

Terdapat keputusan baru, yakni: Surat Keputusan Badan Penelitian dan pengembangan

(Balitbang) pada Tanggal 6 April 2015, bahwasanya Pemerintah pusat memperbolehkan

menerapkan Kurikulum 2013 lagi, bagi sekolah yang sebelumnya sudah melaksanakan

Kurikulum 2013 minimal selama 3 semester.

Penerapan Kurikulum 2013 menekankan pada upaya guru dalam memberikan

motivasi dan peningkatan keterampilan di mana dikemukakan juga pada Permendiknas

Nomor 71 Tahun 2013 mengenai Struktur Kurikulum, dijelaskan bahwasanya Kurikulum

2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan

hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan

afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

bernegara, dan peradaban dunia.

Tantangan terhadap peningkatan mutu, relevansi, dan efektivitas pendidikan

sebagai tuntutan nasional sejalan dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat,

berimplikasi secara nyata dalam program pendidikan dan kurikulum sekolah. Tujuan

dari program kurikulum dapat tercapai dengan baik, jika programnya didesain secara

jelas dan aplikatif. Dalam hubungan inilah para guru dituntut untuk memiliki

kemampuan mendesain programnya dan sekaligus menentukan strategi instruksional

yang harus ditempuh. Para guru harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan

metode mengajar untuk diterapkan dalam sistem pembelajaran yang efektif (Hamalik,

2001).

Page 207: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Bagus Permadi)

P a g e [ 207 ]

Dari beberapa latar belakang di atas penulis merumuskan masalah yang dapat

dikaji yakni bagaimana Strategi Pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013, dapat

mempengaruhi prestasi belajar siswa di SMK DR. SOETOMO SURABAYA pada mata

pelajaran Akuntansi kelas X?.

FUNGSI PENDIDIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu

bangsa, yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun, dalam kehidupan sebuah

bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan

tugasnya, semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang.

Dengan kata lain, potret manusia yang dapat tercermin dari potret guru di masa

sekarang, dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di

tengah-tengah masyarakat. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun

2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang

mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi

sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator,

dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam

menyelenggarakan pendidikan. Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik

sangat besar sekali. Keyakinan seorang pendidik atau pengajar agar dapat mengolah

potensi manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk belajar dan berprestasi,

merupakan suatu hal yang penting diperhatikan. Aspek-aspek teladan mental pendidik

atau pengajar berdampak besar terhadap iklim belajar, dan pemikiran peserta didik yang

diciptakan pengajar.

Kegiatan belajar mengajar melibatkan fase transformasi pengetahuan dari yang

mengajarkan kepada yang diajarkan. Transformasi dalam proses belajar mengajar

tersebut tidak terlepas dari peran seorang guru. Menurut Burner (Nasution, 1987), dalam

proses belajar pada fase transformasi, informasi harus dianalisis, diubah atau

ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih konseptual agar dapat digunakan untuk hal-

hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan. Menurut Arikunto

(1988) guru adalah orang yang paling penting statusnya di dalam kegiatan belajar-

mengajar karena guru memegang tugas yang amat penting, yaitu mengatur dan

mengemudikan bahtera kehidupan kelas. Dalam proses belajar mengajar (PBM), posisi

guru sangat penting dan strategis, meskipun gaya, dan penampilan mereka bermacam-

macam.

KURIKULUM 2013

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas

dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan

karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan

Page 208: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 208 ] P a g e

Pendidikan (KTSP) 2006. Rumusannya berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda

dengan kurikulum berbasis materi, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan

persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini

menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum

berbasis materi. Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap konstruksi

kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas.

Kurikulum mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan-tantangan di

masa depan melalui pengetahuan, keterampilan, sikap dan keahlian untuk beradaptasi

serta bisa bertahan hidup dalam lingkungan yang senantiasa berubah. Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh dalam berbagai kesempatan

menegaskan, perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 merupakan persoalan yang

penting dan genting. Alasan perubahan kurikulum, bahwasanya kurikulum pendidikan

harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Oleh karena zaman berubah, maka kurikulum

harus lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata. Perubahan

ini diputuskan dengan merujuk hasil survei internasional tentang kemampuan siswa

Indonesia. Salah satunya adalah survei "Trends in International Math and Science" oleh

Global Institute pada tahun 2007. Menurut survei ini, hanya 5 persen siswa Indonesia

yang mampu mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. Sebagai

perbandingan, siswa Korea yang sanggup mengerjakannya mencapai 71

persen. Sebaliknya, 78 persen siswa Indonesia dapat mengerjakan soal berkategori

rendah yang hanya memerlukan hafalan. Sementara itu, siswa Korea yang bisa

mengerjakan soal semacam itu hanya 10 persen. Indikator lain datang dari Programme

for International Student Assessment (PISA) yang di tahun 2009 menempatkan Indonesia

di peringkat 10 besar paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria penilaian

mencakup kemampuan kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika, dan sains.

Dan hampir semua siswa Indonesia ternyata cuma menguasai pelajaran sampai level 3

saja. Sementara banyak siswa negara maju maupun berkembang lainnya, menguasai

pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6. Kesimpulan dari dua survei itu adalah: prestasi

siswa Indonesia terbelakang.

Pengembangan kurikulum 2013 menitikberatkan pada penyederhanaan,

pendekatan tematik-integratif dilatarbelakangi oleh masih terdapat beberapa

permasalahan pada Kurikulum 2006 (KTSP), yakni: (1) konten kurikulum yang masih

terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi

yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak;

(2) belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan

pendidikan nasional; (3) kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain

sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai

dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi

pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum

terakomodasi di dalam kurikulum; (4) belum peka dan tanggap terhadap perubahan

Page 209: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Bagus Permadi)

P a g e [ 209 ]

sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (5) standar proses

pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga

membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran

yang berpusat pada guru; (6) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian

berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya

remediasi secara berkala; dan (7) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang

lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir (Draft Kurikulum 2013).

Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud segera mengimplementasikan Kurikulum

2013 secara bertahap, mulai tahun pembelajaran baru bulan Juli 2013. Kurikulum 2013

merupakan kelanjutan dan pengembangan, dari Kurikulum Berbasis Kompetensi yang

telah dirintis pada tahun 2004, dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan

keterampilan secara terpadu. Pengembangan pada Kurikulum 2013 dilakukan seiring

dengan tuntutan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, dan melaksanakan

amanah Undang-undang Nomor: 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

STRATEGI PEMBELAJARAN

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal

1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor: 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah,

menyatakan bahwa Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran

pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses

dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah

ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan, Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor: 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk

itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses

pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan

efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Page 210: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 210 ] P a g e

Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup

pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk

setiap satuan pendidikan.

Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis)

yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai,

menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat,

memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Keterampilan diperoleh

melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.

Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta

mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah

(scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu

mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian

(discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk

menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok, maka sangat

disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis

pemecahan masalah (problem based learning), (project based learning).

Berdasarkan pada konteks penelitian ini strategi pembelajaran diarahkan pada

strategi yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Di antaranya: (1)

pengajaran berbasis masalah, (2) pengajaran berbasis inquiry, (3) pengajaran

berbasis tugas/proyek (Nurhadi & Senduk, 2003).

Pengajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)

Pengajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar

tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran (Nurhadi & Senduk,

2003).

Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi

dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar.

Menurut Ibrahim dan Nur (2001) mengatakan bahwa pengajaran berbasis masalah

dikenal dengan istilah lain: pembelajaran proyek, pembelajaran berdasarkan

pengalaman, pembelajaran autentik, dan pembelajaran berakar pada kehidupan nyata.

Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah ini adalah menyajikan masalah,

mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Pengajaran Berbasis Penemuan (Discovery/Inquiry-Based Learning)

Dalam pembelajaran dengan penemuan (inquiry), siswa didorong untuk belajar

sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan

prinsip-prinsip sendiri (Nurhadi & Senduk, 2003).

Oleh karena Sains merupakan cara berpikir dan bekerja yang setara dengan

kumpulan pengetahuan, maka dalam pembelajaran Sains perlu menekankan pada cara

berpikir dan aktivitas saintis melalui metode inkuiri. Wayne Welch, telah memberikan

Page 211: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Bagus Permadi)

P a g e [ 211 ]

argumentasi, bahwa teknik-teknik yang diperlukan untuk pembelajaran Sains sama

dengan teknik-teknik yang digunakan untuk penyelidikan ilmiah. Metode-metode yang

digunakan oleh para saintis harus menjadi bagian integral dari metode pembelajaran

Sains. Metode ilmiah dapat dianggap sebagai proses inkuiri. Dengan demikian inkuiri

seharusnya menjadi “roh” pembelajaran Sains.

J. Bruner telah mengembangkan belajar penemuan (discovery learning) yang

berdasarkan kepada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip

konstruktivis. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

pengajaran berbasis inquiry adalah salah satu komponen dari penerapan

pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning), di mana proses “penemuan”

merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.

Pengajaran Berbasis Tugas/Proyek (Project-Based Learning)

Thomas (1998) menetapkan lima kriteria Pembelajaran Berbasis Proyek, yaitu:

(1) keterpusatan (centrality), (2) berfokus pada pertanyaan atau masalah, (3) investigasi

konstruktif atau desain, (4) otonomi pebelajar, dan (5) Realistis.

PENILAIAN

Menurut Hamalik (2001) belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan

bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari

pada hal itu, yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,

melainkan pengubahan kelakuan. Selanjutnya Hamalik (2002) mengatakan bahwa

belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan

pengalaman.

Masalah pokok yang dihadapi dalam belajar adalah bahwa proses belajar tidak

dapat diamati secara langsung dan kesulitan untuk menentukan bagaimana terjadinya

perubahan tingkah laku belajarnya, untuk dapat mengamati terjadinya perubahan

tingkah laku tersebut hanya dapat diketahui bila telah mengadakan Penilaian.

Pendapat lain disampaikan oleh Woodworth (1951) mengatakan bahwa prestasi

(achievement) adalah actual ability and can be measured directly by use of test.

Artinya prestasi menunjukkan suatu kemampuan aktual yang dapat diukur secara

langsung dengan menggunakan tes.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan

menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara

sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam

pengambilan keputusan.

Penilaian Autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif

untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output)

pembelajaran.(Permendikbud No 66/2013).

Penilaian Autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam

pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Oleh karena menurut Ormiston,

Page 212: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 212 ] P a g e

belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam

kenyataannya di luar sekolah.

Dasar hukum penilaian berdasarkan Kurikulum 2013, sebagai berikut:

1. PP No 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan

2. Permendikbud No 60Tahun 2014 tentang Kurikulum SMK

3. Permendikbud No 103 Tahun 2014 tentang Standar Proses

4. Permendikbud No 104 Tahun 2014 tentang Standar Penilaian

Pada Pemendikbud Nomor 104 Tahun 2014 Bab II, Bagian E poin e nomor 1) dan

2) Menyatakan bahwa laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:

1. Nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi

pengetahuan, keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-terpadu.

2. Deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial

Permendikbud No 81A Tahun 2013 Lampiran IV tentang Implementasi Kurikulum

bahwa dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik melakukan kegiatan belajar

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan

mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis.

Tabel 1. Nilai Ketuntasan Kompetensi Minimal (KKM)

SIKAP PENGETAHUAN KETERAMPILAN

Modus Predikat Skor Rerata Predikat Capaian Optimum Predikat

4,00SB 3.85 – 4.00 A 3.85 – 4.00 A

(Sangat Baik) 3.51 – 3.84 A- 3.51 – 3.84 A-

3,00

B 3.18 – 3.50 B+ 3.18 – 3.50 B+

(Baik)2.85 – 3.17 B 2.85 – 3.17 B

2.51 – 2.84 B- 2.51 – 2.84 B-

Batas Nilai Ketuntasan Kompetensi Minimal (KKM)

2,00

C 2.18 – 2.50 C+ 2.18 – 2.50 C+

(Cukup)1.85 – 2.17 C 1.85 – 2.17 C

1.51 – 1.84 C- 1.51 – 1.84 C-

1,00K 1.18 – 1.50 D+ 1.18 – 1.50 D+

(Kurang) 1.00 – 1.17 D 1.00 – 1.17 D

Sumber: (Dispendik Kota Surabaya, 2015)

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN KURIKULUM 2013

TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

Bahwasanya Strategi Pembelajaran sangat dibutuhkan baik oleh pendidik maupun

siswa dalam proses pembelajaran, karena dengan menggunakan strategi pembelajaran

Page 213: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Bagus Permadi)

P a g e [ 213 ]

yang tepat, dapat tercipta keefektifan, dan keefesienan dalam belajar, sehingga dapat

meningkatkan Prestasi Belajar. Pada mata pelajaran Akuntansi, Strategi Pembelajaran

yang paling tepat digunakan adalah Problem Based Learning. Oleh karena strategi

pembelajaran ini, mempunyai beberapa kriteria penilaian, yang sesuai dengan

Kompetensi Dasar, yang ada pada mata pelajaran Akuntansi. Hasil pelaksanaan Strategi

Pembelajarannya sebagai berikut:

Tabel1. Rekapitulasi Penilaian Kriteria pada Problem Based Learning(Semester Gasal 2014-2015)

Kompetensi Dasar Materi Pokok Nilai Predikat Kriteria

3.1. Menjelaskan pengertian,tujuan dan peran akuntansi

Hakekat Akuntansi

Pengertian akuntansi Tujuan akuntansi Peran akuntansi

2,51 –2,84 B - Ada 2 aspeksesuai dengankriteria, 1 aspekkurang sesuai

4.1 Mengevaluasi peranakuntansi di berbagai usaha

3.2. Menjelaskan pihak-pihakyang membutuhkaninformasi akuntansi

Pihak-pihak yang

membutuhkan informasi

akuntansi

2,51 –2,84 B - Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai4.2 Mengklasifikasi berbagai

pihak yang membutuhkaninformasi berdasarkan jenisinformasinya

3.3. Menjelaskan profesi danjabatan dalam akuntansi

Profesi akuntansi

Profesi Jabatan

2,85 –3,17 B Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai

4.3 Mengklasifikasi berbagaiprofesi berbagai profesibidang akuntansiberdasarkan jabatannya

3.4. Menjelaskan bidang-bidangspesialisasi akuntansi

Bidang Spesialisasi

akuntansi

2,51 –2,84 B - Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai

4.4 Menggolongkan berbagaibidang spesialisasiakuntansi

3.5. Menjelaskan jenis dan bentukbadan usaha

Jenis dan bentuk badan

usaha

2,85 –3,17 B Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai

4.5 Mengklasifikasi jenis badanusaha berdasarkan bentukbadan usaha

3.6. Menjelaskan prinsip-prinsipdan konsep dasar akuntansi

Prinsip-prinsip dan

konsep dasar akuntansi

3,18 –3,50 B + Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai

4.6 Menggunakan prinsip-prinsip dan konsep dasarakuntansi dalam kasus-kasus keuangan

3.7. Menjelaskan tahapan prosespencatatan transaksi

Tahap-tahap proses

pencatatan transaksi

Pencatatan transaksidalam dokumen

Dokumen transaksidicatat dalam jurnal

Posting dari jurnal kebuku besar

Menyusun neraca saldo

2,85 –3,17 B Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai

4.7 Melakukan langkah-langkahpencatatan transaksi

Page 214: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 214 ] P a g e

Kompetensi Dasar Materi Pokok Nilai Predikat Kriteria

Menyusun laporankeuangan

3.8. Menjelaskan transaksi bisnisperusahaan

Transaksi bisnis

perusahaan

Pengertian transaksibisnis

Kelompok transaksibisnis

Jenis transaksi bisnis Pengaruh transaksi

bisnis pada prosespencatatan

2,51 –2,84 B - Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai

4.8 Mengklasifikasi berbagaitransaksi bisnis

3.9. Menjelaskan persamaandasar akuntansi

Persamaan dasar

akuntansi

Pengertian persamaandasar akuntansi

Unsur-unsurpersamaan dasarakuntansi

Bentuk persamaandasar akuntansi

Fungsi persamaandasar akuntansi

Analisis pengaruhtransaksi ke persamaandasar akuntansi

Teknik mencatattransaksi ke dalampersamaan dasarakuntansi

Menyusun persamaandasar akuntansi

2,51 –2,84 B - Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai

4.9. Menyusun PersamaanDasar Akuntansi

Persamaan Dasar

Akuntansi

Pengertian persamaandasar akuntansi

Unsur-unsurpersamaan dasarakuntansi

Bentuk persamaandasar Akuntan

Fungsi persamaandasar akuntansi

Analisis pengaruhtransaksi ke persamaandasar akuntansi

Teknik mencatattransaksi ke dalampersamaan dasarakuntansi

Menyusun persamaandasar akuntansi

3,18 –3,50 B +

Ada 2 aspek

sesuai dengan

kriteria, 1 aspek

kurang sesuai

Sumber: (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013, Pasal 77F ayat (4))

Page 215: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Bagus Permadi)

P a g e [ 215 ]

Berdasarkan hasil Strategi Pembelajaran (Problem Based Learning) di atas, dapat

dilihat bahwa terdapat satu aspek yang belum memenuhi kriteria, sehingga aspek

tersebut dapat mempengaruhi Prestasi Belajar siswa, yang diukur melalui Hasil Belajar.

Kekurangsesuaian aspek, dapat disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah hasil

penilaian atas kriteria yang dilaksanakan siswa, belum mencapai standar penilaian pada

rancangan strategi pembelajaran, berdasarkan pendekatan Scientific. Oleh karena pada

penerapan Kurikulum 2013, sistem penilaian hasil belajar siswa berdasarkan Penilaian

Autentik, yang “hasil output”-nya dalam bentuk Raport Online, maka kekurangsesuaian

aspek di atas berpengaruh pada hasil belajar sebagai berikut :

Tabel 2. Raport Online SMK Semester Gasal 2014-2015

No SISWAPENGETAHUAN KETRAMPILAN

SIKAP SPIRITUAL DANSOSIAL

NILAI CATATAN NILAI CATATAN NILAI CATATAN

1 Abdul AjisB-

(2,70)

Memahami dan menguasaiseluruh kompetensi padatingkat kriteria minimum yangdipersyaratkan dengan Baik,kecuali kompetensi menjelaskanjenis dan bentuk badan usahadan menjelaskan pihak yangmembutuhkan informasiakuntansi perlu dikuasai.

A-(3,70)

Terampil dalamseluruhkompetensidengan sangatBaik terutamamengklasifikasiberbagai pihakyangmembutuhkaninformasiberdasarkan jenisinformasinya

SB

Peserta didiksudah konsistendalam sikapspiritual dansosial. SangatBaik dalam sikapsosial syukur,disiplin,sopansantun

2AdheNourmaYahya

B-(2,68)

Memahami dan menguasaiseluruh kompetensi padatingkat kriteria minimum yangdipersyaratkan dengan Baik,kecuali kompetensi menjelaskanprinsip-prinsip dan konsepdasar akutansi. dan menjelaskanprofesi dan jabatan dalamakuntansi perlu dikuasai.

A-(3,70)

Terampil dalamseluruhkompetensidengan sangatBaik terutamamengklasifikasijenis badan usahaberdasarkanbentuk badanusaha

SB

Peserta didiksudah konsistendalam sikapspiritual dansosial. SangatBaik dalam sikapsosial syukur,disiplin,sopansantun

3 AgustinB-

(2,69)

Memahami dan menguasaiseluruh kompetensi padatingkat kriteria minimum yangdipersyaratkan dengan Baik,kecuali kompetensi menjelaskanprofesi dan jabatan dalamakuntansi dan menjelaskanpihak yang membutuhkaninformasi akuntansi perludikuasai.

A-(3,70)

Terampil dalamseluruhkompetensidengan sangatBaik terutamamengklasifikasijenis badan usahaberdasarkanbentuk badanusaha

SB

Peserta didiksudah konsistendalam sikapspiritual dansosial. SangatBaik dalam sikapsosial syukur,disiplin,sopansantun

4AminatusSofia

B-(2,71)

Memahami dan menguasaiseluruh kompetensi padatingkat kriteria minimum yangdipersyaratkan dengan Baik,kecuali kompetensi menjelaskan

A-(3,70)

Terampil dalamseluruhkompetensidengan sangatBaik terutama

SB

Peserta didiksudah konsistendalam sikapspiritual dansosial. Sangat

Page 216: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 216 ] P a g e

No SISWAPENGETAHUAN KETRAMPILAN

SIKAP SPIRITUAL DANSOSIAL

NILAI CATATAN NILAI CATATAN NILAI CATATAN

pihak yang membutuhkaninformasi akuntansi danmenjelaskan pengertian, tujuandan peran akuntansi perludikuasai.

mengklasifikasijenis badan usahaberdasarkanbentuk badanusaha

Baik dalam sikapsosial syukur,disiplin, sopansantun

5AnandaSalsabilaSalwa

B-(2,73)

Memahami dan menguasaiseluruh kompetensi padatingkat kriteria minimum yangdipersyaratkan dengan Baik,kecuali kompetensi menjelaskanjenis dan bentuk badan usahadan menjelaskan profesi danjabatan dalam akuntansi perludikuasai.

A-(3,70)

Terampil dalamseluruhkompetensidengan sangatBaik terutamamengklasifikasiberbagai pihakyangmembutuhkaninformasiberdasarkan jenisinformasinya

SB

Peserta didiksudah konsistendalam sikapspiritual dansosial. SangatBaik dalam sikapsosial syukur,disiplin, sopansantun

6AstrilitaAgustinAnggriany

B-(2,68)

Memahami seluruh kompetensipada tingkat kriteria minimumyang dipersyaratkan denganBaik, kecuali kompetensimenjelaskan profesi, jabatanakuntansi, menjelaskan pihakyang membutuhkan informasiakuntansi perlu dikuasai.

A-(3,60)

Terampil dalamseluruhkompetensidengan sangatBaik terutamamengklasifikasijenis badan usahaberdasarkanbentuk badanusaha

SB

Peserta didiksudah konsistendalam sikapspiritual dansosial. SangatBaik dalam sikapsosial syukur,disiplin, sopansantun

Sumber: (Dispendik Kota Surabaya, 2015)

Berdasarkan hasil belajar siswa di atas, menunjukkan bahwa Penerapan

Kurikulum dapat meningkatkan Prestasi Belajar. Hal itu disebabkan bahwa, dalam

Penilaian Autentik, berdasarkan pada beberapa kriteria, sehingga guru dapat menilai

siswa melalui banyak Kriteria Penilaian tersebut, meliputi: Kriteria Spiritual, Sosial,

Pengetahuan, serta Keterampilan. Oleh karena, banyaknya kriteria penilaian, dapat

meningkatkan Prestasi Belajar, yang tercermin pada hasil belajar siswa.

SIMPULAN

Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan

dengan Pendidik (Guru) sebagai pemegang peranan utama. Oleh karena Proses

pembelajaran mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar

hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan

tertentu.

Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan Strategi

Pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran

untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Peran

guru dalam proses belajar-mengajar, bahwasanya guru tidak hanya tampil lagi sebagai

Page 217: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Strategi Pembelajaran… (Bagus Permadi)

P a g e [ 217 ]

pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih

sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manager belajar (learning

manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan, sebagai

pelatih. Seorang guru dapat berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar,

memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai Prestasi Belajar setinggi-tingginya.

Prestasi belajar siswa dapat dijadikan komponen evaluasi, yang bertujuan untuk

menilai pencapaian tujuan Penerapan Kurikulum 2013, dan menilai proses implementasi

Kurikulum 2103 secara keseluruhan. Hasil evaluasi Kurikulum 2013, dapat dijadikan

umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan Kurikulum 2013. Selain

itu, hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan-

kebijakan pengambilan keputusan tentang Kurikulum 2013.

DAFTAR PUSTAKA

AI-Girl, Tan (2007) Creativity: A Handbook for Teacher. New Jersey: World Scientific.

Arikunto, Suharsini. 1988. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara.

Baker, Ronald J. (2008). Mind Over Matter: Why Intellectual Capital is The Chief Source ofWealth. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Bruner., J., S. 1966. Toward a Theory of Instruction. Cambridge: Havard University.

Cohen, Robin; Kennedy, Paul (2000). Global Sociology. New York: Global Sociology.

Carnoy, Martin (1999), Globalization and Education Reform: What Planners Need to Know.Paris: UNESCO.

Craft, Anna (2005) Creativity in Schools Tensions and Dilemmas. USA, Canada: Routhledge.

Cropley, Arthur J. (1997) More Ways Than One: Fostering Creativity. Norwood, NewJersey: ABLEX PUBLISHING CORPORATION.

Dunn, Dana S; Halonen, Jane S. & Smith, Randolph A (2008). Teaching Critical Thinking inPsychology: A Handbook of Best Practices. Oxford: Willey-Blackwell.

Fisher, Robert (2004) “What is creativity?” in Robert Fisher & Mary William (eds.)Unlocking Creativity: Teaching Across the Curriculum. London: David FultonPublisher.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta:PT Bumi Aksara.

Hamalik, O. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:PT Bumi Aksara

Meredith, Geofrey, G. et.all. 2002. The Practice of Entrepreneurship. International LabourOrganization, Geneva.

Nurhadi, 2002. Pendekatam Kontekstual. Jakarta: Direktorat Pendidikan LanjutanPertama, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen PendidikanNasional.

Nurhadi, & Senduk, G., A., 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalamKBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Page 218: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 218 ] P a g e

Nur, Muhammad, 2001. Pengajaran dan pernbelajaran Kontekstual. Makalah padaPelatihan TOT Guru Mata Pelajaran SMA/SMK/MAN Enam Propinsi. Di Surabayatanggal 20 Juni s/d 6 Juli 2001.

Nasution, S. 1987. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bina Aksara

Singgih Trihastuti & Yoko Rimy. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Daerah IstimewaYogyakarta 2000.

Zimerer, Thomas W dan Scarborough, Norman, M, 1998. Essentials Entrepreneurship andSmall Business Management, 2nd Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Page 219: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Berpikir… (Raya Sulistyowati)

P a g e [ 219 ]

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA

PADA MATA KULIAH SALESMANSHIP MELALUI METODE PEMBERIAN TUGAS

Raya SulistyowatiUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritismahasiswa melalui metode pemberian tugas. Penelitian ini didasari dari outputhasil belajar mahasiswa pada mata kuliah salesmanship yang kurang optimalPenelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalahmahasiswa Pendidikan Tata Niaga 2012 kelas A yang berjumlah 40 mahasiswa.Teknik pengumpulan data dilakukan dalam bentuk lembar observasi dandokumentasi. Analisis data dilakukan dalam bentuk deskriptif kuantitatif. Hasilpenelitian menyimpulkan pada siklus I peningkatan aktivitas dosen sebesar 83persen, peningkatan penilaian mahasiswa 83 persen dan kemampuan berpikirkritis mahasiswa 75 persen. Pada siklus II terdapat peningkatan aktivitas dosenmencapai 92 persen, aktivitas mahasiswa 92 persen dan kemampuan berpikirmahasiswa 92 persen. Berdasarkan analisis data siklus maka penelitian tindakanini berhasil, melalui metode pemberian tugas dapat meningkatkan kemampuanberpikir kritis mahasiswa.

Kata kunci: Kemampuan berpikir kritis, metode pemberian tugas

PENDAHULUAN

Setiap seorang pendidik khususnya dosen di sebuah perguruan tinggi pasti

mengharapkan para peserta didiknya yaitu mahasiswa mahasiswinya sukses. Arti kata

sukses ini merujuk pada para mahasiswa mendapatkan pengetahuan, mampu

memahami, menganalisis, mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat

menciptakan sesuatu dari pengetahuan yang diperolehnya. Sebagai seorang dosen

peneliti menyadari bahwa kemampuan mahasiswa dalam menganalisis ataupun dalam

menciptakan sesuatu masih kurang peneliti tingkatkan. Sejauh ini peneliti masih lebih

terfokus pada mahasiswa mampu memahami materi yang diberikan. Kemampuan

mahasiswa memahami materi dilakukan melalui peneliti menjelaskan melalui power

point. Mahasiswa membahas/ mendiskusikan mengenai suatu materi tertentu dengan

cara mahasiswa membuat makalah dan mempresentasikan power point yang dibuatnya

di depan kelas.

Kemajuan teknologi membawa dampak bagi dunia pendidikan. Kemajuan

teknologi ini khususnya teknologi komputer dan internet dapat berdampak positif atau

negatif bagi dunia pendidikan. Dampak positif bagi dosen ataupun mahasiswa

pengetahuan yang lebih luas ataupun spesifik akan lebih cepat untuk diperoleh atau

didapat. Namun negatifnya adalah banyak individu yang hilang rasa kepercayaan dirinya

dan menjadi individu pemalas. Banyak dosen ataupun mahasiswa yang mengcopy-paste

hasil karya orang lain tanpa adanya pengembangan/modifikasi lebih lanjut.

Page 220: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 220 ] P a g e

Penelitian ini juga didasari dari hasil output hasil belajar mahasiswa setahun

sebelumnya pada mata kuliah salesmanship yang kurang optimal. Rata-rata nilai ujian

tengah dan ujian akhir semester yang rata-rata masih ≥80. Selain itu kemampuan

mahasiswa menjawab soal ujian tengah semester dan akhir semester pada umumnya

(75%) masih banyak yang kurang tepat. Banyak pula ditemukan jawaban mahasiswa

yang mirip satu dengan yang lainnya ataupun yang persis sama dengan isi buku.

Berpikir Kritis

Salah satu tujuan dari proses mengajar yang tertinggi adalah agar para anak didik

dapat berpikir kritis. Pada prakteknya penerapan proses belajar mengajar kurang

mendorong pada pencapaian kemampuan berpikir kritis pada anak didik. Dua faktor

penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang

umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga staf pengajar lebih terfokus

pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman staf pengajar tentang metode

pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Anderson et al., 1997;

Bloomer, 1998; Kember, 1997 Cit in Pithers RT, Soden R., 2000).

Berkaitan dengan hal di atas, pengertian dari berpikir kritis adalah penentuan

secara hati-hati dan sengaja apakah menerima, menolak atau menunda keputusan

tentang suatu klaim/pernyataan (Moore dan Parker, 1988:4). Sementara itu, Ennis

(1996: xvii) mengungkapkan berpikir kritis adalah suatu proses yang bertujuan untuk

membuat keputusan-keputusan yang masuk akal tentang apa yang dipercayai atau apa

yang dilakukan. Berpikir kritis membutuhkan banyak keterampilan, termasuk

keterampilan mendengar dan membaca dengan hati-hati, mencari dan mendapatkan

asumsi-asumsi yang tersembunyi, dan menjajaki konsekuensi dari suatu pernyataan

(Moore dan Parker. 1986: 5).

Metode Pemberian Tugas

Seorang pendidik yang baik haruslah memahami metode pengajaran yang

dilakukannya. Oleh karena dalam interaksi belajar mengajar, metode memegang peranan

yang sangat penting. Metode dalam kegiatan pengajaran sangat bervariasi, pemilihannya

disesuaikan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Seorang guru tidak akan dapat

melaksanakan tugasnya dengan baik bila tidak dapat menguasai satu atau beberapa

metode mengajar. Olehnya itu guna pencapaian tujuan pengajaran, maka pemilihan

metode dalam mengajar harus tepat. Dengan demikian diharapkan kegiatan pengajaran

dan berlangsung secara berdaya guna dan bernilai guna.

Salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran adalah metode pemberian

tugas. Metode pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru

memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian

dipertanggungjawabkannya (Djamarah, 2002: 96). Menurut Roestiyah teknik pemberian

tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena

Page 221: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Berpikir… (Raya Sulistyowati)

P a g e [ 221 ]

siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa

dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi (2012: 132).

Sementara itu Sudjana (2010: 81) mengungkapkan bahwa metode tugas belajar

dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun secara

kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diungkapkan bahwa metode

pemberian tugas merupakan salah satu metode dengan bertujuan agar anak didik dapat

belajar dari tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Pada penelitian ini tugas-tugas yang

diberikan bertujuan untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis

mahasiswa dan hasil akhirnya juga dapat mengembangkan kemampuan mencipta suatu

hal.

Berdasarkan permasalahan di atas maka pada mata kuliah salesmanship yang saat

ini peneliti ampu, peneliti menginginkan agar para mahasiswa lebih meningkat

kemampuannya dalam menganalisis atau lebih tepatnya meningkatkan kemampuan

berpikir kritis (critical thinking) serta pada akhirnya para mahasiswa mampu

menciptakan suatu ide menjual (media pembelajaran) dan produk untuk dipasarkan.

Untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menciptakan sesuatu

peneliti harus merancang strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran ini meliputi

penggunaan metode pembelajaran, media pembelajaran yang digunakan, dan cara

pemberian tugas.

Peneliti mengharapkan selain mahasiswa meningkat kemampuan nya dalam berpikir

kritis dan menciptakan sesuatu, mahasiswa dapat meningkat kepercayaan diri dan

kreativitasnya. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti memberi judul penelitian

tindakan kelas ini “meningkatkan berpikir kritis mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Niaga

pada mata kuliah salesmanship melalui metode pemberian tugas.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan dengan

model dari Kemmis dan Mc Taggart. Rancangan dalam penelitian tindakan menurut

Kemmis dan Taggart dalam Arikunto (2006: 106) mencakup tahap-tahap sebagai berikut:

(a) Perencanaan (planning), (b) tindakan (acting), (c) observasi (observing), (d) refleksi

(reflecting), kemudian berlanjut dengan perencanaan ulang (replanning), tindakan,

observasi, dan refleksi untuk siklus berikutnya, begitu seterusnya sehingga membentuk

suatu spiral, seperti gambar 1.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Tata Niaga UNESA angkatan

2012 kelas A yang berjumlah 40 mahasiswa yang mengikuti mata kuliah salesmanship.

Dosen sejawat berperan sebagai kolaborator dan peneliti sebagai perancang tindakan

dan pelaksana tindakan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh

mahasiswa kelas 2012 A sebanyak 40 mahasiswa dan teman sejawat (dosen), hasil tugas,

lembar observasi, foto, dan video. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

semua data yang dapat menggambarkan tingkat keberhasilan dan ketidakberhasilan

penelitian.

Page 222: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 222 ] P a g e

Gambar 1. Penelitian tindakan menurut Kemmis dan Taggart

Analisis data pada penelitian ini adalah data kuantitatif yang dideskripsikan

melalui statistik deskriptif yang disajikan dalam bentuk grafik. Kriteria keberhasilan

tindakan pada siklus I adalah jika nilai rata-rata pada umumnya siswa telah mencapai

skor ≥ 85 dengan jumlah mahasiswa mencapai 34 orang (85%) dari total 40 orang. Jika

pada siklus II belum tercapai kriteria keberhasilan tindakan yang diinginkan maka

penelitian ini akan ditindaklanjuti pada semester selanjutnya dengan subjek peneliti

berbeda. Siklus tidak berlanjut pada siklus III oleh karena keterbatasan waktu mata

kuliah. Alasan peneliti memilih kriteria keberhasilan tindakan sebesar ≥ 85 oleh karena

disesuaikan oleh pendapat Mills (2003:101) yang menyatakan bahwa “the end-of survey

revealed that 71% of students agreed.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil refleksi diri peneliti pada proses kegiatan belajar mengajar

mata kuliah salesmanship setahun yang lalu (2012), di temukan hasil ujian tengah

semester dan ujian akhir semester masih kurang memuaskan. Sejumlah 60 % (24 orang)

mahasiswa hasilnya hanya mencapai nilai 75. Pada ujian tengah semester peneliti

memberikan soal dalam bentuk setiap mahasiswa membuat rancangan suatu bentuk

kegiatan penjualan dan soal pada akhir semester setiap mahasiswa di minta untuk

membuat suatu rancangan kegiatan pemasaran produk.

Nilai yang diharapkan oleh peneliti pada setiap mahasiswa adalah 81-90. Alasan

peneliti memilih mata kuliah ini oleh karena mata kuliah ini merupakan salah satu mata

kuliah yang penting dan harus dikuasai oleh mahasiswa Pendidikan Tata Niaga Unesa.

Anak belajar melalui kegiatan menjual, hendaknya calon pendidik dapat merancang suatu

kegiatan menjual produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Hasil refleksi mata kuliah

salesmanship, 24 mahasiswa masih kurang kemampuannya dalam merancang kegiatan

pemasaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasar.

Page 223: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Berpikir… (Raya Sulistyowati)

P a g e [ 223 ]

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti melakukan

pembahasan dengan cara mendeskripsikan data per siklus.

Aktivitas dosen

Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I dan siklus II dapat tergambarkan

seperti gambar grafik di bawah ini:

Gambar 2. Peningkatan Aktivitas Dosen

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ada peningkatan sebesar 8% aktivitas

dosen, dari data awal siklus I sebesar 83% dan siklus II sebesar 91%. Target kriteria

keberhasilan dari aktivitas dosen sebesar 85%, kriteria baru tercapai melebihi target

yang diharapkan pada siklus II.

Aktivitas mahasiswa

Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I dan siklus II dapat tergambarkan

seperti gambar grafik di bawah ini:

Gambar 3. Peningkatan Aktivitas Mahasiswa

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ada peningkatan sebesar 8% aktivitas

dosen, dari data awal siklus I sebesar 83% dan siklus II sebesar 91%. Target kriteria

keberhasilan dari aktivitas dosen sebesar 85%, kriteria baru tercapai melebihi target

yang diharapkan pada siklus II.

Page 224: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 224 ] P a g e

Kemampuan berpikir kritis mahasiswa

Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I dan siklus II dapat tergambarkan

seperti gambar grafik di bawah ini:

Gambar 4. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ada peningkatan sebesar 16%

kemampuan berpikir kritis mahasiswa, dari data awal siklus I sebesar 75% dan siklus II

sebesar 91%. Target kriteria keberhasilan dari kemampuan berpikir kritis mahasiswa

yang diharapkan adalah 85%, kriteria ini baru tercapai pada siklus II.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat untuk menjawab hipotesis

tindakan sebagai berikut dengan metode pemberian tugas dapat menumbuhkan berpikir

kritis mahasiswa pada mata kuliah salesmanship terbukti kebenarannya. Metode

pemberian tugas merangsang mahasiswa untuk aktif belajar baik secara individual

maupun secara berkelompok. Oleh sebab itu dengan metode pemberian tugas

diharapkan dapat meningkatkan aktivitas, minat serta motivasi mahasiswa untuk belajar

dan berpikir aktif dan kritis sehingga tercapainya hasil belajar yang diharapkan.

Teknik pemberian tugas atau resitasi digunakan dengan tujuan agar mahasiswa

memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena mahasiswa melaksanakan latihan-

latihan selama melaksanakan tugas. Sehingga pengalaman mahasiswa dalam

mempelajari sesuatu dapat terintegrasi. Hal itu terjadi disebabkan mahasiswa mendalami

situasi atau pengalaman yang berbeda dalam menghadapi masalah-masalah baru. Di

samping itu untuk memperoleh pengetahuan melaksanakan tugas akan memperluas dan

memperkaya pengetahuan serta keterampilan mahasiswa di kampus. Dengan kegiatan

melaksanakan tugas mahasiswa aktif belajar dan merasa terangsang untuk meningkatkan

belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab sendiri. Banyak

tugas yang harus dikerjakan mahasiswa, hal itu diharapkan mampu menyadarkan

mahasiswa untuk memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang

belajarnya dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang berguna dan konstruktif.

Page 225: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Kemampuan Berpikir… (Raya Sulistyowati)

P a g e [ 225 ]

SIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan (1) Adanya peningkatan aktivitas dosen pada siklus

II. Peningkatan ini dapat dilihat dari perbandingan data antara siklus I dan II. (2)

Terjadinya peningkatan hasil belajar mahasiswa. Hal ini terlihat dari data yang diperoleh

dari siklus I dan siklus II. Penerapan metode pemberian tugas pada mata kuliah

salesmanship dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dan dua faktor

pendukung hingga terjadinya peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa adalah

aktivitas dosen dan aktivitas mahasiswa. Aktivitas dosen mempengaruhi kemampuan

berpikir mahasiswa. Penerapan metode pemberian tugas dapat meningkatkan berpikir

kritis siswa khususnya pada mata kuliah salesmanship. Oleh karena itu penulis

menyarankan: (1) Kepada para dosen agar mengembangkan strategi metode pemberian

tugas dengan memperhatikan aktivitas dosen dan aktivitas mahasiswa sehingga hasil

KBM yang diharapkan dapat berhasil secara optimal. (2) Metode pemberian tugas harus

bervariasi dan dipastikan memunculkan ide mahasiswa sehingga dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammmad.2008. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar BaruAlgensindo.

E. Mills, Geoffrey. 2003. Action Research: A guide For Teacher Research. New Jersey:Pearson Education.

Ennis, R.H. 1996. Critical Thinking. University of Illinois.

Hamalik, Oemar.2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta; Bumi Aksara

Moleong, Lexi J. 2004. Metodologi penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: RemajaRosdakarya..

Moore, B. N., & Parker, R. (1986). Critical thinking. Los Angeles, CA: Mayfield.

Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT Lukis Pelangi AksaraYogyakarta.

Robert J, Gregory. 2000. Psychological Testing History, Principles, and Aplications. Boston:Allyn and Bacon.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT RinekaCipta.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Proses Mengajar. Bandung; Rosdakarya.

Suharsimi Arikunto, dkk,2006. Penelitian Tindakan Kelas .Jakarta: Bumi Aksara.

UU RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:CV MedyaJakarta.

Wilson, Organ T. (1965). The Art of Critical Thinking. Boston: Houghton Mifflin CompanySyaiful Bahri Djamarah 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rinneka Cipta

Page 226: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 226 ] P a g e

STRATEGI PEMBELAJARAN TORSEBA KUIS FAMILI 30-2 UNTUK

MENINGKATKAN STANDAR KOMPETENSI INFLASI SISWA

SubarkahUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakMemasuki Era AFTA 2015, dibutuhkan kualitas sumber daya manusia yangmemiliki moral kepribadian simpatik. Dalam dunia pendidikan, guru jugadituntut mampu memiliki empat kompetensi. Indikator keberhasilan pembaruankurikulum ditunjukkan dengan adanya perubahan pada pola kegiatan belajar-mengajar, memilih media pendidikan, dan menentukan strategi belajar yangmerujuk pada hasil evaluasi untuk meningkatkan prestasi. Artikel hasilpemikiran ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran TorsebaKuis Famili 30-2 untuk meningkatkan hasil evaluasi belajar. Hasil pembahasanmenunjukkan bahwa guru perlu menerapkan strategi yang mampumeningkatkan prestasi belajar siswa salah satunya melalui implementasi sebuahstrategi pembelajaran Torseba Kuis Famili 30-2 untuk meningkatkan hasilevaluasi belajar standar kompetensi inflasi. Model evaluasi pembelajaran iniadalah sebuah model yang menekankan pada proses keterlibatan siswa aktifpada pencapaian hasil evaluasi yang menekankan pada komponen kognitif,psikomotorik dan afektif dengan berbagai ragam evaluasi yaitu tes tertulis,performance test, hasil karya, produk dan portofolio.

Kata Kunci: Strategi Pembelajaran Torseba Kuis Famili 30-2

PENDAHULUAN

Memasuki Era AFTA 2015, dibutuhkan Kualitas Sumber Daya Manusia yang

Memiliki Moral Kepribadian yang simpatik agar selalu mampu bertahan dalam

goncangan sekeras apapun utamanya bidang ekonomi ketika berinteraksi dengan

masyarakat. Dalam Dunia Pendidikan, Guru juga dituntut mampu memiliki empat

kompetensi kepribadian sehingga lahir generasi muda penerus tongkat estafet

perjalanan Bangsa ini menjadi bangsa yang Berkarakter

Indikator keberhasilan pembaruan kurikulum ditunjukkan dengan adanya

perubahan pada pola kegiatan belajar-mengajar, memilih media pendidikan, dan

menentukan strategi belajar yang merujuk pada hasil evaluasi untuk meningkatkan

prestasi. Selama ini Guru dalam memberikan evaluasi atau umpan balik selalu

memberikan bobot soal yang sama pada siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda.

Tentu hal ini tidak adil karena karakteristik, kemampuan dan intelegensi mereka

sangatlah beragam.

Oleh karena itu, penulis merasa bahwa permasalahan atau fenomena tersebut

perlu diatasi dengan tindakan yang mengandung upaya guru untuk meningkatkan

prestasi belajar siswa dengan kemampuan yang berbeda. Upaya ini melalui implementasi

sebuah strategi model pembelajaran torseba kuis famili 30-2 untuk meningkatkan hasil

evaluasi belajar standar kompetensi inflasi di kelas X-1 SMA Negeri 1 Singgahan Tuban.

Page 227: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Strategi Pembelajaran Torseba… (Subarkah)

P a g e [ 227 ]

Kuis Famili 30-2 terinspirasi dari Acara Televisi fenomenal yang awalnya

dibawakan presenter kondang Sony Tulung dan kini dibawakan oleh Artis serba bisa

Tukul Arwana. Model evaluasi pembelajaran ini adalah sebuah model yang menekankan

pada proses keterlibatan siswa aktif pada pencapaian hasil evaluasi yang menekankan

pada komponen kognitif, psikomotorik dan afektif dengan berbagai ragam evaluasi yaitu

test tertulis, test performance, hasil karya, produk dan portofolio. Atas dasar pemikiran

tersebut, di Indonesia mulai tahun 2004 secara serentak telah diimplementasikan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP). Implementasi KTSP yang merupakan wujud

perubahan kurikulum sebelumnya sepatutnya disertai perubahan cara berpikir.

Costa menyatakan changing curriculum means changing your mind (1999:26).

Perubahan pola berpikir yang dimaksud tidak hanya dilakukan oleh guru di sekolah,

tetapi juga oleh semua unsur praktisi dan teoretisi pendidikan. Perubahan pola pikir

tersebut diperlukan agar para Guru dapat secara optimal memfasilitasi siswanya belajar

dengan KTSP. Guru diharapkan senantiasa berkolaborasi dan bersinergi memikirkan

esensi KTSP agar implementasinya dapat berdampak positif bagi siswa di sekolah.

Beberapa penekanan perubahan pikiran yang diperlukan adalah: (1) dari peran

guru sebagai transmiter ke fasilitator, pembimbing dan konsultan, (2) dari peran guru

sebagai sumber pengetahuan menjadi kawan belajar, (3) dari belajar diarahkan oleh

kurikulum menjadi diarahkan oleh siswa sendiri, (4) dari belajar di jadwal secara ketat

menjadi terbuka, fleksibel sesuai keperluan, (5) dari belajar berdasarkan fakta menuju

berbasis masalah dan proyek, (6) dari belajar berbasis teori menuju dunia dan tindakan

nyata serta refleksi, (7) dari kebiasaan pengulangan dan latihan menuju perancangan dan

penyelidikan, (8) dari taat aturan dan prosedur menjadi penemuan dan penciptaan, (9)

dari kompetitif menuju kolaboratif, (10) dari fokus kelas menuju fokus masyarakat, (11)

dari hasil yang ditentukan sebelumnya menuju hasil yang terbuka, (12) dari belajar

mengikuti norma menjadi keanekaragaman yang kreatif (13) dari penggunaan komputer

sebagai objek belajar menuju penggunaan komputer sebagai alat belajar, (14) dari

presentasi media statis menuju interaksi multimedia yang dinamis, (15) dari komunikasi

sebatas ruang kelas menuju komunikasi yang tidak terbatas, (16) dari penilaian hasil

belajar secara normatif menuju pengukuran unjuk kerja yang komprehensif.

Pergeseran pola berpikir tersebut berimplikasi pada penetapan tatanan tertentu

dalam pembelajaran. Tatanan tertentu yang menjadi fokus pembelajaran mendasarkan

diri pada hakikat tuntutan perkembangan iptek. Beberapa kecenderungan tersebut,

antara lain: (1) penempatan empat pilar pendidikan UNESCO: learning to know, learning

to do, learning to be, dan learning to life together sebagai paradigma pembelajaran, (2)

kecenderungan bergesernya orientasi pembelajaran dari teacher centered menuju

student centered, (3) kecenderungan pergeseran dari content-based curriculum menuju

competency-based curriculum, (4) perubahan teori pembelajaran dan asesmen dari model

behavioristik menuju model konstruktivistik, dan (5) perubahan pendekatan teoretis

menuju kontekstual, (6) perubahan paradigma pembelajaran dari standardization

menjadi customization, (7) dari evaluasi dengan paper and pencil test yang hanya

Page 228: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 228 ] P a g e

mengukur convergent thinking menuju open ended question, performance assessment, dan

portfolio assessment, yang dapat mengukur divergent thinking.

Kuis Famili 30-2 adalah bentuk sistem evaluasi yang dilakukan guru untuk

memberikan rasa gembira kepada siswa sehingga mencapai hasil evaluasi pembelajaran

yang menjadi tujuan guru dari beberapa aspek atau komponen penilaian. Langkah awal

dalam melaksanakan Kuis Famili 30-2 ini adalah membuat profil prestasi siswa

kemudian menggolongkannya menjadi beberapa kategori. Penggolongan ini tidak

dimaksudkan sebagai diskriminasi siswa tetapi lebih difokuskan pada rangsangan untuk

mencapai level lebih tinggi atau paling tinggi pada standar kompetensi yang diharapkan

meningkat dengan proses hasil yang berkesinambungan.

Proses analisis data sebagai hasil penelitian meliputi peningkatan aktivitas siswa

dan kemunculan sikap kooperatif siswa dari berbagai komponen pembelajaran dan

peningkatan life skill. Dengan demikian ada ketercapaian hasil prestasi belajar yang bisa

dilanjutkan dengan pesta rujak sebagai manivestasi buah nyata di papan flanel dengan

berbagai tujuan dan manfaat. Maka dari itu, berdasarkan pemaparan tersebut, Rumusan

masalah yang dikaji dalam artikel ini adalah; (1) Apakah Strategi Model Pembelajaran

Torseba Kuis Famili 30-2 dapat Meningkatkan Hasil Evaluasi Belajar Standar Kompetensi

Inflasi Di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Singgahan Tuban?; (2) Apakah Strategi Model

Pembelajaran Torseba Kuis Famili 30-2 dapat Meningkatkan Life Skill Standart

Kompetensi Inflasi Di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Singgahan Tuban? (3) Sarana dan

Prasarana apa yang dibutuhkan dalam Pencapaian Strategi Model Pembelajaran Torseba

Kuis Famili 30-2 Standart Kompetensi Inflasi Di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Singgahan

Tuban?

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian yang terbatas pada ruang lingkup sebagai

berikut; (1) Penelitian dilaksanakan pada kelas X-1 SMA Negeri 1 Singgahan Tuban

semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015; (2) Pembelajaran berfokus pada Standar

Kompetensi Inflasi Mata Pelajaran Ekonomi kelasX-1 SMA Negeri 1 Singgahan Tuban

semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Metode Observasi, wawancara, test dan analisa data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan oleh para

ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Kata strategi berasal dari kata Strategos

dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dari Stratos atau tentara dan ego atau

pemimpin. Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang

dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.

Menurut Marrus (2002:31) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan

rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi,

disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

Page 229: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Strategi Pembelajaran Torseba… (Subarkah)

P a g e [ 229 ]

Selanjutnya Quinn (1999:10) mengartikan strategi adalah suatu bentuk atau rencana

yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakan-kebijakan dan rangkaian

tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu kesatuan yang utuh. Strategi

diformulasikan dengan baik akan membantu penyusunan dan pengalokasian sumber

daya yang dimiliki perusahaan menjadi suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan.

Strategi yang baik disusun berdasarkan kemampuan internal dan kelemahan perusahaan,

antisipasi perubahan dalam lingkungan, serta kesatuan pergerakan yang dilakukan oleh

mata-mata musuh.

Dari kedua pendapat di atas, maka strategi dapat diartikan sebagai suatu rencana

yang disusun oleh manajemen puncak untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Rencana

ini meliputi: tujuan, kebijakan, dan tindakan yang harus dilakukan oleh suatu organisasi

dalam mempertahankan eksistensi dan menenangkan persaingan, terutama perusahaan

atau organisasi harus memiliki keunggulan kompetitif.

Hal ini seperti yang diungkapkan Ohmae (1999:10) bahwa strategi bisnis, dalam

suatu kata, adalah mengenai keunggulan kompetitif. Satu-satunya tujuan dari

perencanaan strategis adalah memungkinkan perusahaan memperoleh, seefisien

mungkin, keunggulan yang dapat mempertahankan atas saingan mereka. Strategi

koorporasi dengan demikian mencerminkan usaha untuk mengubah kekuatan

perusahaan relatif terhadap saingan dengan seefisien mungkin. Setiap perusahaan atau

organisasi, khususnya jasa, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi

pelanggannya.

Oleh karena itu, setiap strategi perusahaan atau organisasi harus diarahkan bagi

para pelanggan. Hal ini seperti yang dijelaskan Hamel dan Prahalad (1995:31) “bahwa

strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan

terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan

oleh para pelanggan di masa depan”. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai

dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Misalnya strategi itu

mungkin mengarahkan organisasi itu ke arah pengurangan biaya, perbaikan kualitas, dan

memperluas pasar.

Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen

memerlukan kompetensi inti (core competencies).Perusahaan perlu mencari kompetensi

inti di dalam bisnis yang dilakukan. Goldworthy dan Ashley (1996:98) mengusulkan

tujuh aturan dasar dalam merumuskan suatu strategi sebagai berikut : (a) Ia harus

menjelaskan dan menginterpretasikan masa depan, tidak hanya masa sekarang;(b)

Arahan strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya;(c) Strategi harus

berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak semata-mata pada pertimbangan keuangan;

(d) Ia harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas;(e) Strategi harus

mempunyai orientasi eksternal;(f) Fleksibilitas adalah sangat esensial;(g) Strategi harus

berpusat pada hasil jangka panjang.

Suatu strategi hendaknya mampu memberi informasi kepada pembacanya yang

sekaligus berarti mudah diperbaharui oleh setiap anggota manajemen puncak dan setiap

Page 230: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 230 ] P a g e

karyawan organisasi. Maka oleh Donelly (1996:109) dikemukakan enam informasi yang

tidak boleh dilupakan dalam suatu strategi, yaitu a) Apa, apa yang akan dilaksanakan; (b)

Mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan yang akan dipakai dalam menentukan

apa di atas; (c) Siapa yang akan bertanggung jawab untuk atau mengoperasionalkan

strategi) Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mensukseskan strategi)

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasional strategi tersebut; f) Hasil apa

yang akan diperoleh dari strategi tersebut untuk menjamin agar supaya strategi dapat

berhasil baik dengan meyakinkan bukan saja dipercaya oleh orang lain, tetapi memang

dapat dilaksanakan.

Landasan Teori tentang Keberhasilan Proses Pembelajaran

Sejak tahun 1980 hingga tahun 2000, Indonesia setidaknya tiga kali telah

mengalami perubahan kurikulum. Namun, patut diakui bahwa hasil-hasil pendidikan di

Indonesia masih jauh dari harapan. Lulusan sekolah di Indonesia masih sangat rendah

tingkat kompetisi dan relevansinya (Parawansa, 2001; Siskandar, 2003; Suyanto, 2001).

Rendahnya tingkat kompetisi dan relevansi lulusan tersebut dapat digunakan alternative

refleksi bahwa tingkat kompetisi dan relevansi pembelajaran juga patut dipikirkan.

Kompetensi peserta didik sebagai produk pembelajaran sangat menentukan

tingkat kehidupannya kelak setelah mereka menjalani hidup di dunia nyata. Artinya,

kompetensi itu sangat penting bagi setiap orang dalam menghadapi perkembangan

teknologi yang begitu pesat. Lebih-lebih dalam menghadapi era informasi, AFTA, dan

perdagangan bebas di abad pengetahuan yang banyak ditandai oleh pergeseran peran

manufaktur ke sektor jasa berbasis pengetahuan, kompetensi itu merupakan salah satu

faktor yang sangat menentukan kehidupan manusia. Artinya, ketika kehidupan telah

berubah menjadi semakin maju dan kompleks, masalah kehidupan yang banyak diwarnai

oleh fenomena dunia nyata diupayakan dapat dijelaskan secara keilmuan.

Berdasarkan pemilikan kompetensi keilmuan tersebut, maka peserta didik

diharapkan mampu memecahkan dan mengatasi permasalahan kehidupan yang dihadapi

dengan cara lebih baik, lebih cepat, adaptif, lentur, dan versatile. Atas dasar pemikiran

tersebut, di Indonesia mulai tahun 2004 secara serentak telah diimplementasikan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Implementasi KBK yang merupakan wujud

perubahan kurikulum sebelumnya sepatutnya disertai perubahan cara berpikir.

Costa menyatakan changing curriculum means changing your mind (1999:26).

Perubahan pola berpikir yang dimaksud tidak hanya dilakukan oleh guru di sekolah,

tetapi juga oleh semua unsur praktisi dan teoretisi pendidikan. Perubahan pola pikir

tersebut diperlukan agar para Guru dapat secara optimal memfasilitasi siswanya belajar

dengan KBK. Guru diharapkan senantiasa berkolaborasi dan bersinergi memikirkan

esensi KBK agar implementasinya dapat berdampak positif bagi siswa di sekolah. Hal

inilah yang memunculkan adanya Formula Baru dalam Penerapan Kurikulum yaitu

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mulai 2006 dan Penerapan Kurikulum

2013 di beberapa sekolah model atau percontohan.

Page 231: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Strategi Pembelajaran Torseba… (Subarkah)

P a g e [ 231 ]

Landasan Teori tentang Model Pembelajaran

Beberapa pendekatan pembelajaran sering berfokus pada kemampuan

metakognitif para siswa. Para siswa diberikan kebebasan dalam mengembangkan

keterampilan berpikir. Pembelajaran mencoba memandu para siswa menuju pandangan

konstruktivistik mengenai belajar, bahwa siswa sendiri secara aktif mengkonstruksi

pengetahuan mereka.

Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa pembelajaran inovatif dapat

meningkatkan proses dan hasil belajar siswa (Ardhana et al., 2003; Sadia et al., 2004;

Santyasa et al., 2003). Seirama dengan kesesuaian penerapan paradigma pembelajaran,

tidak terlepas pula dalam penetapan tujuan belajar yang disasar dan hasil belajar yang

diharapkan. Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri pada

tiga focus belajar, yaitu: (1) proses, (2) transfer belajar, dan (3) bagaimana belajar. Fokus

yang pertama—proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mempersepsi

apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar.

Nilai tersebut didasari oleh asumsi, bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa

berkembang secara alamiah. Oleh sebab itu, paradigma pembelajaran hendaknya

mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia dibandingkan hanya menganggap

mereka belajar hanya dari apa yang dipresentasikan oleh guru. Implikasi nilai tersebut

melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum

menuju pendidikan berpusat pada siswa.

Dalam pendidikan berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya

bagaimana membantu para siswa melakukan revolusi kognitif. Model pembelajaran

perubahan konseptual (Santyasa, 2004) merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan

pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang fokus pada proses pembelajaran adalah suatu

nilai utama pendekatan konstruktivistik. Fokus yang kedua—transfer belajar,

mendasarkan diri pada premis “siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat

mengingat apa yang dipelajari”.

Satu nilai yang dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa belajar bermakna harus

diyakini memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan belajar menghafal, dan

pemahaman lebih baik dibandingkan hafalan. Sebagai bukti pemahaman mendalam

adalah kemampuan mentransfer apa yang dipelajari ke dalam situasi baru. Fokus yang

ketiga—bagaimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan

dengan apa yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian learning how to learn,

adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan

fasilitas belajar untuk keterampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan berpikir

merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar bagaimana belajar (Santyasa, 2003).

Desain pembelajaran yang konsisten dengan tujuan belajar yang disasar tersebut

tentunya diupayakan pula untuk mencapai hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.

Paradigma tentang hasil belajar yang berasal dari tujuan belajar kekinian tersebut

hendaknya bergeser dari belajar hafalan menuju belajar mengkonstruksi pengetahuan.

Page 232: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 232 ] P a g e

Belajar hafalan, miskin dengan retensi, transfer, dan hasil belajar. siswa tidak

menyediakan perhatian terhadap informasi relevan yang diterimanya. Belajar hafalan,

hanya mampu mengingat informasi-informasi penting dari pelajaran, tetapi tidak bisa

menampilkan unjuk kerja dalam menerapkan informasi tersebut dalam memecahkan

masalah-masalah baru.

Siswa hanya mampu menambah informasi dalam memori. Belajar mengkonstruksi

pengetahuan dapat menampilkan unjuk kerja retensi dan transfer. Siswa mencoba

membuat gagasan tentang informasi yang diterima, mencoba mengembangkan model

mental dengan mengaitkan hubungan sebab akibat, dan menggunakan proses-proses

kognitif dalam belajar. Proses-proses kognitif utama meliputi penyediaan perhatian

terhadap informasi-informasi yang relevan dengan seleksi, mengorganisasi infromasi-

informasi tersebut dalam representasi yang koheren melalui proses pengorganisasian,

dan menggabungkan representasi-representasi tersebut dengan pengetahuan yang telah

ada di benaknya melalui proses integrasi. Hasil-hasil belajar tersebut secara teoretik

menjamin siswa untuk memperoleh keterampilan penerapan pengetahuan secara

bermakna. Dalam hal ini, peranan guru sangat strategis untuk membantu siswa

mengkonstruksi tujuan belajar. Menurut hasil forum Carnegie tentang pendidikan dan

ekonomi (Arend et al., 2001), di abad informasi ini terdapat sejumlah kemampuan yang

harus dimiliki oleh Guru dalam pembelajaran.

Kemampuan-kemampuan tersebut, adalah memiliki pemahaman yang baik

tentang kerja baik fisik maupun sosial, memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan

dan menganalisis data, memiliki kemampuan membantu pemahaman siswa, memiliki

kemampuan mempercepat kreativitas sejati siswa, dan memiliki kemampuan kerja sama

dengan orang lain. Para Guru diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan

pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung pekerjaannya serta menghadapi

tantangan dan kemajuan sains dan teknologi. Guru tidak diharuskan memiliki semua

pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang

mereka perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para guru

diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan

kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan kritis.

Para guru diharapkan menjadi masyarakat memiliki pengetahuan yang luas dan

pemahaman yang mendalam.

Di samping penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki keragaman model

atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat

digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Secara lebih

spesifik, peranan guru dalam pembelajaran adalah sebagai expert learners, sebagai

manager, dan sebagai mediator. Sebagai expert learners, guru diharapkan memiliki

pemahaman mendalam tentang materi pembelajaran, menyediakan waktu yang cukup

untuk siswa, menyediakan masalah dan alternatif solusi, memonitor proses belajar dan

pembelajaran, merubah strategi ketika siswa sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai

tujuan kognitif, metakognitif, afektif, dan psikomotor siswa.

Page 233: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Strategi Pembelajaran Torseba… (Subarkah)

P a g e [ 233 ]

Gambar 1. Alur Model Pembelajaran Torseba Kuis Famili 30-2

Landasan Teori tentang TORSEBA Model Kuis Famili 30-2

Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah

pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu: (1) membaca dan berpikir

(mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan setting

pemecahan, (2) mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi,

melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar), (3) menyeleksi

PEMBELAJARANBELUM TERASA

FUN DANMENYENANGKAN

TEMUAN AWAL : SKM

STANDART KOMPETENSI

INFLASI RENDAH; INDIKASI

STRATEGI PEMBELAJARAN

BELUM TEPAT

WAWANCARA

DENGAN GURU

EKONOMI

MERENCANAKAN

STRATEGI PEMBELAJARAN

YANG MAMPU MENARIK

MINAT SISWA

MEMBUAT PETA

KONSEP

TENTANG

MATERI INFLASI

DI PAPAN TULIS

MENUGASKAN

KEPADA SISWA

UNTUK MEMBUAT

PETA KONSEP

MATERI INFLASI DI

KOMPUTER

PROGRAM POWER

POINT

MENJELASKAN KONSEP

MATERI INFLASI DENGAN

MENGUBAH PERAN

SISWA MENJADI PERAN

GURU / TORSEBA

(TUTOR SEBAYA )

GURU

MERENCANAKAN

MODEL

PEMBELAJARAN

MODEL KUIS FAMILI

30-2 DENGAN

MERANCANG SOAL

DAN JAWABAN

ACTION

MODEL KUIS

FAMILI 30-2

DENGAN 6

KELOMPOK

MELAKUKAN

EVALUASI HASIL

BELAJAR,

MENGANALISA DATA

DAN MELAKUKAN

REFLEKSI

PENELITIAN

BERHASIL

Page 234: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 234 ] P a g e

strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau

ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan), (4) menemukan jawaban (mengestimasi,

menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri), (5) refleksi dan perluasan

(mengoreksi jawaban, menemukan alternative pemecahan lain, memperluas konsep dan

generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif

yang orisinil).

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya peran guru sebagai transmitter

pengetahuan, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi

masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah

guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif,

fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Peran tersebut ditampilkan utamanya dalam proses

siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah. Sarana pembelajaran yang diperlukan

adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses berpikir dasar,

kritis, kreatif, berpikir tingkat tinggi, dan strategi pemecahan masalah non rutin, dan

masalah-masalah non rutin yang menantang siswa untuk melakukan upaya reasoning

dan problem solving.

SIMPULAN

Dari apa yang penulis kemukakan dalam paparan di atas, Strategi Model

Pembelajaran Torseba Kuis Famili 30-2 dapat digunakan untuk meningkatkan hasil

evaluasi belajar standar kompetensi inflasi di kelas X-1 SMA Negeri 1 Singgahan Tuban.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhana, W., Kaluge, L., & Purwanto.(2004). Pembelajaran inovatif untuk pemahamandalam belajar matematika dan sains di SD, SLTP, dan di SMU. Laporan penelitian.

Arends, R. I., Wenitzky, N. E., & Tannenboum, M. D. (2001). Exploring Teaching: AnIntroduction to Education. New York: McGraw-Hill Companies.

Brooks, J.G. & Martin G. Brooks. (1993). In Search of Understanding: The Case forConstructivist Classrooms. Virginia: Association for Supervision and CurriculumDevelopment.

Burden, P. R., & Byrd, D. M. (1996).Method for Effective Teaching, second edition. Boston:Allyn and Bacon. Costa, A. L.1991.The School As a Home for The Mind. Palatine,Illinois: Skylight Training and Publishing, Inc.

Dochy, F. J. R. C. (1996). Prior Knowledge and Learning. Dalam Corte, E. D., & Weinert, F.(eds.): International Encyclopedia of Developmental and Instructional Psychology.New York: Pergamon

Duit, R. (1996). Preconception and Misconception. Dalam Corte, E. D., & Weinert, F. (eds.):International Encyclopedia of Developmental and Instructional Psychology. NewYork: Pergamon

Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and Other Curriculum Models for The MultipleIntelligences Classroom. Arlington Heights, Illinois: Skylight Training and Publishing,Inc.

Page 235: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Strategi Pembelajaran Torseba… (Subarkah)

P a g e [ 235 ]

Gardner, H. (1991). The Unschooled Mind: How Children Think and How Schools ShouldTeach. New York: Basic Books.

Gardner, H. (1999). Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for The 21th century. NewYork: Basic Books.

Gunter, M. A., Estes, T. H., & Schwab, J. H. (1990). Instruction: A Models Approach. Boston:Allyn and Bacon.

Hynd, C.R., Whorter, J.Y.V., Phares, V.L., & Suttles, C.W. (1994). The Rule of InstructionalVariables in Conceptual Change in High School Physics Topics. Journal of Research InScience Teaching. 31(9), 933-946.

Joyce, B., & Weil, M. (1980). Model of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Krulik, S., & Rudnick, J. A. (1996).The New Sourcebook for Teaching Reasoning andProblem Solving in Junior and Senior High School. Boston: Allyn and Bacon.

Parawansa, P. (2001). Reorientasi Terhadap Strategi Pendidikan Nasional. Makalah.Disajikan dalam Simposium Pendidikan Nasional dan Munas I Alumni PPS UM. diMalang, 13 Oktober 2001.

Perkins, D. N., & Unger, C. (1999). Teaching and Learning for Understanding. DalamReigeluth,C. M. (Ed.): Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm ofInstruction theory, Volume II. New Jersey: Lawrence Erlboum Associates, Publisher.

Puskur. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Hasil Belajar Mata PelajaranMatematika. Jakarta: Puskur. Balitbang. Depdiknas.

Reigeluth, C. M. (1999). What is Instructional-Design Theory and How Is It Changing?Dalam: Reigeluth, C. M. (Ed.). Instructional-Design Theories and Models: A NewParadigm of Instructional Theory, 2. 5-29. New Jersey: Lawrence ErlbaumAssociates, Publisher.

Rivard, L. P. (1994). A Review of Writing to Learn in Science Implications for Practice andResearch. Journal of Research in Science Teaching,.31(9), 969-983.

Santyasa, I W. (2003). (a).Pendidikan, Pembelajaran, dan Penilaian Berbasis Kompetensi.Makalah. Disajikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja,27 Februari 2003, di Singaraja.

Santyasa, I W. (2003). (b).Asesmen dan Kriteria Penilaian Hasil Belajar Fisika BerbasisKompetensi Makalah. Disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Bidang PeningkatanRelevansi Program DUE-LIKE Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja,Tanggal 15-16 Agustus 2003, di Singaraja

Santyasa, I W.(2003).(c).Pembelajaran Fisika Berbasis Keterampilan Berpikir SebagaiAlternatif Implementasi KBK. Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional TeknologiPembelajaran, 22-23 Agustus 2003, Di Hotel Inna Garuda Yogyakarta.

Page 236: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 236 ] P a g e

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHASISWA MELALUI

DIRECT INSTRUCTIONAL PADA MATAKULIAH PENGANTAR AKUNTANSI

Suci Rohayati & Dhiah FitrayatiUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakMelalui kegiatan lesson study pada pembelajaran pengantar akuntansi diperolehinformasi bahwa tidak semua mahasiswa mencoba untuk mengerjakan latihansoal yang diberikan oleh dosen terlebih ketika telah terdapat mahasiswa yangbersedia untuk mengerjakan ke depan. Oleh karenanya diperlukan adanyapenerapan model pembelajaran yang dapat memfasilitasi seluruh mahasiswauntuk berlatih yang disertai dengan pembimbingan yaitu model pembelajaranlangsung. Penelitian dilakukan dengan mengikuti prosedur penelitian tindakankelas yang bertujuan untuk mendeskripsikan kegiatan dosen dan mahasiswadalam pembelajaran, pencapaian hasil belajar mahasiswa dan respon mahasiswaterhadap penerapan model pembelajaran langsung. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa penerapan pembelajaran langsung secara umum dapatberjalan sesuai dengan yang direncanakan. Beberapa kendala yang ada dapatdiperbaiki pada putaran berikutnya. Pendekatan ini mampu meningkatkanaktivitas mahasiswa. Hasil belajar pada materi ayat Jurnal Penyesuaian danNeraca Lajur mengalami peningkatan ketuntasan belajar klasikal dari 24,59persen pada menjadi 86,89 persen. Respon mahasiswa terhadap pembelajarantergolong positif.

Kata kunci: direct instructional, hasil belajar

PENDAHULUAN

Matakuliah Pengantar Akuntansi merupakan matakuliah dasar yang membahas

tentang konsep dasar teori akuntansi. Dalam struktur kurikulum Program Studi S1

Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Surabaya, matakuliah Pengantar Akuntansi

diselenggarakan di semester satu dan merupakan matakuliah prasyarat untuk beberapa

matakuliah lain. Berdasarkan analisis ketuntasan indikator selama dua tahun terakhir,

indikator merumuskan ayat jurnal penyesuaian dan menyusun neraca lajur merupakan

indikator dengan tingkat ketuntasan yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan

tingkat ketuntasan indikator yang lain pada pokok bahasan yang sama.

Indikator merumuskan ayat jurnal penyesuaian dan menyusun neraca lajur

merupakan bagian dari pokok bahasan siklus akuntansi perusahaan dagang. Secara

substansi, pokok bahasan siklus akuntansi perusahaan dagang merupakan pokok

bahasan yang membutuhkan banyak latihan. Oleh karenanya dalam kegiatan perkuliahan

mahasiswa dibekali dengan tugas yang dikerjakan secara mandiri di rumah. Pekerjaan

rumah tersebut dikerjakan oleh mahasiswa dengan benar dan dikumpulkan tepat waktu.

Kendatipun demikian tingkat ketuntasan kedua indikator tersebut masih rendah.

Hasil observasi selama perkuliahan menunjukkan bahwa minat mahasiswa

mengikuti perkuliahan cukup tinggi jika dilihat dari presensi kehadiran. Akan tetapi jika

dilihat dari aktivitas selama kegiatan pembelajaran di kelas hanya terdapat beberapa

Page 237: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Hasil Belajar… (Suci Rohayati & Dhiah Fitrayati)

P a g e [ 237 ]

mahasiswa saja yang aktif. Bahkan ketika diminta untuk mengerjakan contoh soal di

papan tulis hanya mahasiswa tertentu yang bersedia mengerjakan. Adapun mahasiswa

yang bersedia untuk mengerjakan soal di papan tulis merupakan mahasiswa yang sama

di setiap pertemuan.

Melalui kegiatan lesson study diperoleh informasi bahwa tidak semua mahasiswa

mencoba untuk mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh dosen terlebih ketika telah

terdapat mahasiswa yang bersedia untuk mengerjakan ke depan. Oleh karenanya

diperlukan adanya penerapan model pembelajaran yang dapat memfasilitasi seluruh

mahasiswa untuk berlatih yang disertai dengan pembimbingan. Adapun model

pembelajaran yang dirasa sesuai adalah model pembelajaran langsung atau direct

instructional. Hal ini dikarenakan model pembelajaran langsung merupakan model

pembelajaran yang memiliki karakteristik pembimbingan dan latihan mandiri.

Penggunaan model pengajaran langsung dilandasi dari beberapa teori yang

mendukung seperti teori belajar perilaku dan teori pembelajaran sosial (Nur, 2005).

Teori belajar perilaku menurut Skinner (dalam Nur, 2005), menyatakan bahwa manusia

belajar dan bertindak dengan cara spesifik sebagai sebuah hasil dari bagaimana perilaku

tertentu itu disemangati melalui penguatan. Sementara teori perilaku sosial menurut

Bandura (dalam Nur, 2005) menyatakan bahwa banyak hal yang dipelajari manusia

berasal dari pengamatannya terhadap orang lain.

Lebih lanjut Bandura (dalam Nur, 2005) menjelaskan bahwa pembelajaran

melalui pengamatan atau observational learning merupakan sebuah proses tiga langkah:

(a) pebelajar harus menaruh perhatian pada aspek-aspek penting dari apa yang akan

dipelajari (atensi); (b) pebelajar harus menyerap atau mengingat perilaku yang

dipelajarinya itu (retensi); (c) pebelajar harus dapat mengulang kembali atau

melaksanakan perilaku tersebut (produksi). Latihan dan pengulangan mental yang

digunakan dalam model pembelajaran langsung merupakan proses yang membantu

pebelajar menyerap dan menghasilkan perilaku teramati. Dari pendapat di atas peneliti

memberikan definisi bahwa sebagai seorang pengajar kita harus dapat menggunakan

strategi agar bisa membangkitkan perhatian mahasiswa, kemudian kita mengkaitkan

keterampilan baru dengan pengetahuan mahasiswa sebelumnya (awal) serta kita

menggunakan sebuah latihan agar kita bisa memastikan munculnya sebuah sikap positif

terhadap keterampilan yang baru sehingga mahasiswa dapat termotivasi untuk

mengulang kembali dengan menggunakan perilaku yang baru tersebut.

Model pengajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Adanya tujuan

pembelajaran dan pengaruh model pada mahasiswa termasuk prosedur penilaian hasil

belajar; (2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran; dan (3)

Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan belajar

tertentu dapat berlangsung dengan berhasil (Nur, 2005).

Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk membelajarkan

pengetahuan prosedural yang dibutuhkan untuk melaksanakan keterampilan kompleks

dan sederhana serta pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat

Page 238: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 238 ] P a g e

diajarkan dengan cara langkah demi langkah. Model ini paling sesuai untuk pokok

bahasan yang berorientasi pada kinerja maupun berkomponen keterampilan daripada

pokok bahasan yang berorientasi pada informasi.

Adapun sintaks pada model pembelajaran langsung memiliki lima fase

sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1. Fase pertama, yaitu menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa. Pada fase ini kegiatan pembelajaran diawali dengan penyampaian

tujuan pembelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa mengerti manfaat yang mereka

peroleh setelah menempuh kegiatan pembelajaran. Fase kedua adalah

mempresentasikan pengetahuan dan/atau mendemonstrasikan keterampilan. Pada fase

ini guru mendemonstrasikan secara efektif sebuah konsep atau keterampilan tertentu.

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Langsung

No. Fase Peran Guru

1. Menyampaikan tujuandan memotivasi siswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,memberikan informasi pentingnya pelajaran danmempersiapkan siswa untuk belajar

2. Mempresentasikanpengetahuan dan/ataumendemonstrasikanketerampilan

Guru mempresentasikan pengetahuan ataumendemonstrasikan keterampilan langkah demilangkah

3. Memberikan latihanterbimbing

Guru merencanakan dan memberikan bimbinganpelatihan awal

4. Mengecek pemahamandan memberikan umpanbalik

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukantugas dengan baik, memberikan umpan balik

5. Memberikan latihanlanjutan dan transfer

Guru mempersiapkan kondisi untuk latihan lanjutanmemusatkan perhatian pada transfer keterampilantersebut ke situasi-situasi lebih kompleks

Sumber: Nur (2005)

Fase ketiga adalah fase memberi latihan terbimbing. Adapun prinsip-prinsip

dalam memberikan latihan terbimbing kepada siswa adalah sebagai berikut:

1. Memberi tugas latihan pendek dan bermakna

2. Memberi latihan untuk meningkatkan pembelajaran lebih

3. Menyadari keuntungan dan kerugian latihan berkelanjutan dan terdistribusi

4. Perhatian terhadap tahap awal latihan

Fase keempat adalah mengecek pemahaman dan memberi umpan balik. Fase ini

sering ditandai dengan adanya pertanyaan kepada siswa dan siswa diharapkan

memberikan jawaban yang mereka yakini benar. Ini merupakan sebuah aspek yang

sangat penting dari sebuah pelajaran model pengajaran langsung, karena tanpa

mengetahui hasil latihan hanya akan bermanfaat kecil bagi siswa. Untuk memberi umpan

balik yang efektif pada kelas besar dapat mengikuti panduan sebagai berikut:

Page 239: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Hasil Belajar… (Suci Rohayati & Dhiah Fitrayati)

P a g e [ 239 ]

1. Memberi umpan balik segera dan secepat mungkin

2. Mengupayakan agar umpan balik jelas dan spesifik

3. Konsentrasi pada perilaku dan bukan pada keinginan guru yang harus

diinterpretasikan siswa

4. Menjaga umpan balik yang cocok dengan tingkat perkembangan siswa

5. Memberikan penghargaan dan umpan balik pada kinerja yang benar

6. Apabila memberi umpan balik negatif, maka harus ditunjukan bagaimana cara

melaksanakan yang benar

7. Membantu siswa untuk memfokuskan perhatian pada proses bukan pada hasil

8. Mengajari siswa bagaimana memberikan umpan balik pada diri sendiri dan

bagaimana menilai kinerja diri sendiri

Fase kelima adalah memberikan latihan lanjutan. Pemberian latihan lanjutan

dipusatkan pada transfer keterampilan tersebut ke situasi yang lebih kompleks. Hal ini

dapat dilakukan dengan memberikan tugas lanjutan atau penyelesaian kasus-kasus

dengan permasalahan yang lebih kompleks.

Dengan berakhirnya suatu kegiatan pembelajaran diharapkan siswa dapat

memperoleh hasil belajar. Penilaian dalam hasil belajar merupakan sebuah proses

pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan

pendidikan sudah tercapai (Ralph Tyler dalam Arikunto, 2003). Hasil belajar merupakan

suatu puncak proses belajar. Horward Kingsley dalam Sudjana (2008) membagi tiga

macam hasil belajar, yakni (1) keterampilan dan kebiasaaan, (2) pengetahuan dan

pengertian, (3) sikap dan cita-cita. Menurut Slameto (2003) hasil belajar dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang diklasifikasikan dalam faktor intern dan ekstern. Faktor intern

yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern dibagi

menjadi 2 bagian yaitu:

1. Faktor Fisiologis (jasmaniah) yang meliputi kondisi fisik secara keseluruhan,

misalnya kesehatan dan cacat tubuh.

2. Faktor Psikologis yaitu meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan dan kesiapan.

Sementara faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar individu.

Faktor ekstern dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:

1. Faktor keluarga yaitu meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara anggota

keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

2. Faktor sekolah yaitu meliputi metode mengajar, kurikulum, dosen dengan mahasiswa,

mahasiswa dengan mahasiswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar

pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

3. Faktor Masyarakat yaitu meliputi kegiatan mahasiswa dalam masyarakat, mass

media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Page 240: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 240 ] P a g e

METODE

Penelitian dilakukan dengan mengikuti prosedur penelitian tindakan kelas yang

bertujuan untuk mendeskripsikan kegiatan dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran,

pencapaian hasil belajar mahasiswa dan respon mahasiswa terhadap penerapan model

pembelajaran langsung. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan mengikuti alur

penelitian sebagaimana terlihat pada gambar 1.

A.

B.

Gambar 1. Rancangan Penelitian

Penelitian tindakan kelas dilakukan di Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas

Ekonomi yang berkedudukan di Kampus UNESA Ketintang Surabaya. Penelitian tindakan

kelas ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun akademik 2010/2011. Subjek dalam

penelitian ini adalah mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Surabaya

Angkatan 2010. Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi angkatan 2010 terbagi dalam 4 kelas.

Kelas yang menjadi subjek penelitian adalah Kelas B Reguler dengan jumlah mahasiswa

sebanyak 61 orang.

Secara umum, penelitian ini menggunakan langkah-langkah model PTK oleh

Kemmis dan McTaggart (1998) yang terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan,

tindakan, observasi, dan refleksi yang bersifat siklis. Keempat tahap tersebut dilakukan

dalam dua kali putaran

1. Tahap Perencanaan Tindakan

Tahap ini pada dasarnya adalah membuat rencana tindakan, yaitu membuat rencana

(persiapan-persiapan) dalam penerapan direct instructional untuk meningkatkan

hasil belajar mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi. Adapun jenis kegiatan yang

Program

Pembelajaran

Rencana Penelitian

(Siklus 1)

Kegiatan dan

Pengamatan

Evaluasi dan Refleksi

Revisi

Rencana Penelitian

(Siklus 2)

SIKLUS 1

SIKLUS 2

Kegiatan dan

Pengamatan

Evaluasi dan Refleksi

Revisi

Program

Page 241: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Hasil Belajar… (Suci Rohayati & Dhiah Fitrayati)

P a g e [ 241 ]

dilakukan oleh peneliti pada tahap ini antara lain membuat kesepakatan dengan

dosen senior dan menyiapkan perangkat pembelajaran, seperti membuat skenario

atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membuat lembar kerja mahasiswa

dengan pendekatan direct instructional, membuat media pembelajaran materi ayat

jurnal penyesuaian dan neraca lajur, dan membuat tes hasil belajar (THB).

Hal lain yang dilakukan pada tahap persiapan adalah menyiapkan dan

mengembangkan instrumen penelitian, yang terdiri dari membuat lembar

pengamatan aktivitas mahasiswa selama KBM, membuat angket respon mahasiswa

terhadap KBM ayat jurnal penyesuaian dan neraca lajur, mengembangkan tes hasil

belajar. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh peneliti sebanyak

dua RPP, yaitu untuk dua kali pertemuan efektif. Pengembangan RPP sebanyak dua

buah ini didasarkan atas alokasi waktu yang terdapat dalam silabus mata kuliah

Pengantar Akuntansi. Dan biasanya untuk menyelesaikan materi ayat jurnal

penyesuaian dan neraca lajur (6 sks, satu pertemuan 3 sks )

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan (action) ini peneliti akan melaksanakan kegiatan

belajar mengajar dengan model pembelajaran langsung pada materi ayat jurnal

penyesuaian dan neraca lajur

3. Tahap Observasi

Objek yang diamati selama observasi meliputi: mahasiswa dan kelas. Pengamatan

terhadap mahasiswa terutama untuk mengetahui perkembangan aktivitas mahasiswa

dalam pembelajaran Pengantar Akuntansi. Pengamatan terhadap kelas berkaitan

dengan iklim kelas dan proses belajar mengajar. Pengamatan terhadap mahasiswa

dilakukan dengan menggunakan instrumen lembar pengamatan aktivitas mahasiswa.

4. Tahap Evaluasi – Refleksi

Refleksi merupakan ulasan dari hasil kegiatan dan pengamatan. Refleksi dilakukan

untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang sudah dilaksanakan. Melalui

refleksi ini dapat diungkapkan kelebihan, kekurangan, dan masalah-masalah yang

terjadi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Selain menggunakan hasil

pengamatan, juga akan digunakan angket ”respon mahasiswa” dan tes hasil belajar

materi ayat jurnal penyesuaian dan neraca lajur.

Pengukuran keberhasilan tindakan menggunakan rambu-rambu analisis sebagai

pedoman untuk menganalisis proses dan hasil pembelajaran. Tindakan dikatakan

berhasil apabila mencapai persentase minimal 70% atau pada kualifikasi baik (B) dari

sejumlah indikator yang telah dirumuskan dalam lembar observasi. Hasil

pembelajaran dilihat dari hasil tes pada setiap siklus pembelajaran Pengantar

Akuntansi. Dalam hal ini, hasil belajar mahasiswa dikatakan tuntas atau tidak jika

seorang mahasiswa mencapai ketuntasan belajar dengan nilai > 66 atau B. Suatu kelas

dikatakan tuntas bila dalam kelas telah mencapai > 70 % mahasiswa yang telah

dikatakan tuntas belajar.

Page 242: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 242 ] P a g e

Refleksi dimaksudkan untuk memperbaiki skenario pembelajaran dan cara bertindak

yang dilakukan oleh dosen. Hasil dari evaluasi-refleksi digunakan untuk memperbaiki

tindakan yang akan diterapkan pada putaran atau pertemuan berikutnya. Penelitian

dilakukan dengan mengikuti prosedur penelitian tindakan kelas.

Instrumen penelitian yang digunakan mencakup lembar pengamatan, tes dan

angket respon mahasiswa. Lembar pengamatan merupakan lembar pengamatan yang

harus diisi oleh pengamat dengan beberapa poin pengamatan yang telah disusun

sebelumnya berupa lembar pengamatan aktivitas Mahasiswa (Penilaian Kinerja). Lembar

pengamatan yang digunakan untuk mengamati aktivitas mahasiswa dalam siklus

pertama dan kedua menggunakan lembar pengamatan mahasiswa yang dilengkapi

dengan indikator kinerja.

Instrumen tes didasarkan pada kisi-kisi soal yang telah disusun terlebih dahulu.

Tes digunakan untuk mengetahui perkembangan pengetahuan mahasiswa yang diamati.

Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretes dan post test.

Angket berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang mengungkapkan sikap dan

pendapat mahasiswa tentang penerapan model direct Instructional yang berlangsung.

Penyebaran angket dilaksanakan pada siklus terakhir. Dalam mengisi angket, mahasiswa

hanya diminta untuk memilih salah satu jawaban yang telah disediakan.

Analisis data mencakup aktivitas mahasiswa dan dosen, respon mahasiswa dan

hasil belajar. Data pengamatan aktivitas mahasiswa dianalisis dengan mendeskripsikan

aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran. Pengamatan aktivitas yang dilakukan

melalui penilaian kinerja. Kriteria penilaian kinerja yang dimaksud adalah keterampilan

mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan sesuai dengan langkah kerja

yang telah diajarkan sebelumnya. Data hasil respon mahasiswa terhadap proses

pembelajaran dianalisis dengan menggunakan persentase.

Data hasil tes belajar mahasiswa dianalisis dengan menggunakan kriteria, hasil

belajar mahasiswa ditentukan tuntas atau tidak jika seorang mahasiswa mencapai

ketuntasan hasil belajar > 70 %. Dan suatu kelas dikatakan tuntas jika di dalam kelas

telah mencapai > 70 % mahasiswa yang telah dikatakan tuntas belajar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Dalam siklus pertama, yang dijadikan acuan umum adalah rencana pelaksanaan

pembelajaran yang ditunjang oleh instrumen pengamatan dan instrumen pembelajaran.

Tahap kegiatan awal dilaksanakan selama 25 menit pertama. Kegiatan pembelajaran

diawali melakukan pretes (15 menit). Mengulas kembali pengetahuan siswa tentang

materi yang lalu. Pemotivasian mahasiswa dengan memperlihatkan dokumen transaksi

perusahaan dan selanjutnya memberikan pertanyaan kepada mahasiswa tentang jurnal

yang ada dalam perusahaan dagang.

Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah menjelaskan tentang Ayat Jurnal

Penyesuaian yang terdiri dari konsep jurnal khusus perusahaan dagang dan bentuknya

Page 243: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Hasil Belajar… (Suci Rohayati & Dhiah Fitrayati)

P a g e [ 243 ]

(15 menit). Dalam penjelasan digunakan contoh- contoh kasus yang ada di perusahaan

untuk mempermudah pemahaman mahasiswa. Selanjutnya, didemonstrasikan langkah-

langkah kepada mahasiswa bagaimana cara menyusun kolom Jurnal Penyesuaian dan

memasukkan akun yang sesuai berdasarkan transaksi yang terjadi (30 menit). Langkah

selanjutnya adalah latihan terbimbing bagi mahasiswa untuk menyusun kolom jurnal

penyesuaian dan memasukkan transaksi ke dalam jurnal penyesuaian (45 menit). Setelah

selesai mengerjakan dosen menunjuk mahasiswa untuk mengerjakan di papan tulis dan

memberikan umpan balik dengan tanya jawab (15 menit).

Setelah selesai mengerjakan latihan terbimbing dan umpan balik, langkah

selanjutnya adalah dosen bersama mahasiswa menyimpulkan materi yang telah

dipelajari dan pemberian post test yang berkaitan dengan materi ayat jurnal

penyesuaian..

Pada siklus kedua ini, pembelajaran diramu sedikit berbeda daripada siklus

pertama. Pada siklus pertama mahasiswa cenderung kurang mandiri dalam latihan

terbimbing karena ketiadaan LKM. Oleh karenanya pada siklus kedua menggunakan LKM

yang dilaksanakan dalam dua tatap muka.

Pertemuan pertama pada siklus kedua

Hal pertama yang dilakukan adalah mengadakan pretes (15 menit). Kemudian

membuka apersepsi mahasiswa tentang materi ayat jurnal penyesuaian berdasarkan

dokumen transaksi perusahaan. Memotivasi mahasiswa dengan mengajukan beberapa

pertanyaan. Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah menjelaskan tentang pengertian

neraca lajur dan tujuan pembuatan neraca lajur. Dalam penjelasan neraca lajur diberikan

pemahaman tentang bentuk - bentuk neraca lajur yang sering digunakan perusahaan

dagang (15 menit). Selanjutnya, didemonstrasikan kepada mahasiswa bagaimana cara

membuat neraca lajur 10 kolom dan memasukkan transaksi dari ayat jurnal penyesuaian

(20 menit). Langkah selanjutnya adalah latihan terbimbing bagi mahasiswa dengan

membuat neraca lajur 10 kolom dan memasukkan transaksi dari data yang ada (50

menit). Selanjutnya dosen menunjuk mahasiswa secara acak untuk mengerjakan di

papan tulis dan memberikan umpan balik dengan tanya jawab (20 menit). Setelah selesai

mengerjakan latihan terbimbing dan umpan balik, langkah selanjutnya adalah dosen

bersama mahasiswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan pemberian post test

yang berkaitan dengan materi neraca lajur perusahaan dagang.

Pertemuan kedua pada siklus kedua

Kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi tentang ayat jurnal

penyesuaian dan neraca lajur. Kemudian memotivasi mahasiswa dengan memberikan

beberapa pertanyaan (20 menit). Tahapan selanjutnya, mahasiswa mengerjakan lembar

kerja mahasiswa (LKM). LKM yang digunakan adalah LKM berisi neraca saldo dan

penyesuaian yang ada di dalamnya berdasarkan data yang ada (80 menit). Setelah selesai

mengerjakan neraca lajur mahasiswa membuat laporan keuangan dengan melihat kolom

Page 244: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 244 ] P a g e

neraca lajur (30 menit). Setelah selesai mengerjakan, dosen memberikan kesempatan

kepada mahasiswa untuk bertanya tentang beberapa hal yang menjadi masalah mereka

dalam mengerjakan LKM (15 menit). Selanjutnya LKM dikumpulkan (5 menit).

Aktivitas Mahasiswa

Selama proses pembelajaran penerapan model pembelajaran direct Instructional

diamati dengan menggunakan instrumen pengamatan keterampilan kinerja dan

keterampilan aktivitas mahasiswa.

Tabel 2. Persentase Rata-Rata Aktivitas Mahasiswa Dalam Penerapan Pembelajaran

Direct Instructional

No Aktivitas Mahasiswa yang diamatiKomponen Rata-

rataSiklus 1 Siklus 2

1 Mendengarkan/memperhatikan penjelasan dosen 77,04 81,96 79,5

2 Memberikan umpan balik saat proses belajar

mengajar.

32,78 29,50 31,14

3 Mengajukan tanya jawab. 18,03 21,31 19,67

4 Mengerjakan latihan soal yang diberikan. 88,52 91,80 90,16

5 Mencatat dan merangkum materi 73,77 78,68 76,22

Respon Mahasiswa terhadap Proses Pembelajaran

Berdasarkan angket yang disebarkan kepada mahasiswa pada akhir siklus dapat

diperoleh beberapa data tentang respon mahasiswa. Selain penyebaran angket, peneliti

juga mewawancarai beberapa mahasiswa untuk mendengar pendapat mereka secara

bebas. Data hasil respon pada mahasiswa dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 3. Persentase Respon Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Direct Instructional

No. Kategori ResponPemilih Persentase (%)

Y T Y T

1. Apakah dosen mempersiapkan mahasiswa sebelum

kuliah dimulai?

33 28 54,10 45,90

2. Apakah dosen memberikan motivasi sebelum kuliah

dimulai?

48 13 78,69 21,31

3. Apakah ada pengaitan materi kuliah dengan materi

kuliah terdahulu?

60 1 98,36 1,64

4. Apakah penyampaian materi kuliah dosen mudah

dipahami?

58 3 95,08 4,92

5. Apakah anda senang dengan model pembelajaran

ini?

60 1 98,36 1,64

6. Apakah anda tertarik dengan bimbingan dosen

terhadap model pembelajaran ini?

56 5 91,80 8,20

7. Apakah materi dengan model pembelajaran ini 58 3 95,08 4,92

Page 245: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Hasil Belajar… (Suci Rohayati & Dhiah Fitrayati)

P a g e [ 245 ]

No. Kategori ResponPemilih Persentase (%)

Y T Y T

mudah dipahami?

8. Apakah aktivitas belajar dengan model ini sangat

menarik?

55 6 90,16 9,84

9 Apakah pola evaluasi yang dilakukan dosen mudah

dilaksanakan?

53 8 86,88 13,12

10 Apakah dalam pembelajaran ini ada pengakuan/

penghargaan dari dosen?

56 5 91,80 8,20

11 Apakah ada kemungkinan pengembangan model

pembelajaran ini pada mata kuliah lain?

51 10 83,60 16,40

Hasil Belajar Mahasiswa

Dalam penelitian ini ada dua jenis penilaian yang dilakukan yakni pretest dan

postest. Tabel 4 menyajikan data tentang persentase jumlah mahasiswa yang tuntas

berdasarkan hasil belajar mahasiswa pada pretest dan post test.

Tabel 4. Persentase Ketuntasan Belajar Mahasiswa

No KeteranganJumlah Mahasiswa Persentase (%)

Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas1 Pretes 15 46 24,59% 75,41%2 Post test 53 8 86,89% 13,11%

Pembahasan

Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1

Kendala utama yang dihadapi adalah kesulitan pengamatan kegiatan kinerja

mahasiswa. Hal ini disebabkan jumlah mahasiswa yang terlalu banyak. Oleh karena itu,

pengamatan hanya ditujukan untuk dua puluh mahasiswa yang dipilih secara acak. Selain

itu permasalahan atau kendala lain yang muncul pada siklus I dapat diidentifikasikan

sebagai berikut:

1. Suara peneliti kurang keras

2. Mahasiswa kurang berlatih dengan soal yang berhubungan dengan transaksi dalam

perusahaan dagang sehingga masih banyak melihat teman sebangku

3. Saat ditunjuk maju ke depan banyak yang masih gugup

4. Banyak yang masih malu untuk bertanya

5. Mahasiswa kurang mandiri dalam mengerjakan soal

Guna mengatasi kendala-kendala tersebut, upaya yang dilakukan antara lain:

1. Memberikan penguatan positif kepada mahasiswa. Diharapkan dengan penguatan

positif tersebut mampu meningkatkan percaya diri mahasiswa

2. Dalam siklus selanjutnya, dosen berinisiatif untuk menggunakan wireless agar suara

dosen dapat menjangkau ke seluruh kelas dan LKM untuk meningkatkan kemandirian

siswa.

Page 246: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 246 ] P a g e

Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1

Dalam pelaksanaan siklus II, relatif tidak muncul kendala-kendala yang cukup

berarti. Sehingga proses belajar mengajar berjalan lebih efektif dan efisien. Kondisi ini

lebih disebabkan karena mahasiswa lebih siap dan terkondisikan untuk menerima

materi. Selain itu, mahasiswa juga tidak lagi canggung atau lebih berani menunjukkan

keberanian mereka untuk maju ke depan.

Pengamatan kegiatan kinerja mahasiswa juga dipilih dua puluh mahasiswa secara

acak. Kemajuan yang telah dicapai pada pertemuan pertama adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa mampu mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh dosen dengan

percaya diri sendiri.

2. Mahasiswa berani untuk mengungkapkan ide dan menyatakan pendapatnya secara

individu dan tidak didominasi oleh mahasiswa tertentu.

Mahasiswa mengerjakan LKM. Beberapa kemajuan yang dicapai dalam pertemuan

kedua ini antara lain:

1. Partisipasi mahasiswa dalam proses pembelajaran semakin tinggi.

2. Mahasiswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan dosen dengan rasa percaya diri

3. Mahasiswa mampu mengerjakan materi selanjutnya

Aktivitas Mahasiswa

Pengamatan terhadap aktivitas mahasiswa dilakukan dalam setiap pelaksanaan

siklus. Aktivitas mahasiswa yang diamati meliputi aktivitas kinerja dan kegiatan dalam

pembelajaran. Berdasarkan pada tabel 2, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi

peningkatan aktivitas mahasiswa secara signifikan. Gambar 2 menunjukkan rata-rata

penilaian kinerja mahasiswa untuk Latihan Soal 1 dan 2 terutama pada bagian

merumuskan Ayat Jurnal Penyesuaian dan Neraca Lajur. Melalui gambar tersebut dapat

diketahui bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan nilai kinerja mahasiswa

Gambar 2. Rata-Rata Penilaian Keterampilan Kinerja Merumuskan Ayat JurnalPenyesuaian dan Neraca Lajur

Keterangan:1 = menganalisis jenis transaksi2 = menjurnal sesuai dengan transaksi3 = Penghitungan sisi debet dan kredit

Page 247: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Hasil Belajar… (Suci Rohayati & Dhiah Fitrayati)

P a g e [ 247 ]

Keterampilan Mahasiswa

Pengamatan aktivitas mahasiswa di setiap siklusnya dilakukan pada mahasiswa

yang berbeda-beda. Pada siklus 1 dan 2 pengamatan keterampilan Aktivitas mahasiswa

ditentukan secara acak. Berdasarkan data pada tabel 3, hasil pengamatan tersebut dapat

dilihat pada gambar 3. Berdasarkan gambar 3 tersebut, secara keseluruhan keterampilan

aktivitas mahasiswa terendah dan cenderung menurun di setiap siklusnya adalah

keterampilan tanya jawab. Rendahnya persentase tersebut menunjukkan tingginya

aktivitas mahasiswa, sehingga pembelajaran tampak lebih hidup dan aktif.

Gambar 3. Perkembangan Rata-Rata Keterampilan Aktivitas Mahasiswa

Keterangan:1 = Mendengarkan/memperhatikan penjelasan dosen2 = Memberikan umpan balik saat proses belajar mengajar3 = Mengajukan tanya jawab4 = Mengerjakan latihan soal yang diberikan.5 = Mencatat dan merangkum materi

Senada dengan rendahnya keterampilan tanya jawab, keterampilan mengerjakan

latihan soal merupakan keterampilan dengan rata-rata tertinggi di setiap siklusnya.

Sehingga proses tersebut untuk mengukur tingkat pemahaman mahasiswa akan materi

yang disampaikan.

Respon Mahasiswa Terhadap Pembelajaran

Berdasarkan data pada tabel 3 di atas maka rata-rata respon mahasiswa terhadap

proses pembelajaran dengan menggunakan Direct Instructional dapat digambarkan pada

gambar 4.

Page 248: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 248 ] P a g e

Gambar 4. Rata-Rata Respon Mahasiswa Terhadap Proses Pembelajaran

Keterangan:1. Apakah dosen mempersiapkan mahasiswa sebelum kuliah dimulai?2. Apakah dosen memberikan motivasi sebelum kuliah dimulai?3. Apakah ada pengaitan materi kuliah dengan materi kuliah terdahulu?4. Apakah penyampaian materi kuliah dosen mudah dipahami?5. Apakah anda senang dengan model pembelajaran ini?6. Apakah anda tertarik dengan bimbingan dosen terhadap model pembelajaran ini?7. Apakah materi dengan model pembelajaran ini mudah dipahami?8. Apakah aktivitas belajar dengan model ini sangat menarik?9. Apakah pola evaluasi yang dilakukan dosen mudah dilaksanakan?10. Apakah dalam pembelajaran ini ada pengakuan/ penghargaan dari dosen?11. Apakah ada kemungkinan pengembangan model pembelajaran ini pada mata kuliah

lain?

Gambar 4 menunjukkan bahwa mahasiswa menganggap proses belajar mengajar

pada materi ayat jurnal penyesuaian dan neraca lajur dengan menggunakan model

pembelajaran Direct Instructional merupakan hal yang baru. Hal ini terbukti dengan

sekitar 90,16 % mengatakan ya, sedangkan sisanya 9,84 % menjawab tidak. Hal ini

dikarenakan model pembelajaran Direct Instructional dalam mata kuliah Pengantar

Akuntansi belum mereka dapatkan.

Kendatipun demikian sekitar 98,36 % mahasiswa menyatakan bahwa cara

mengajar dosen tergolong baru. Sisanya sebesar 1,64 % mengatakan tidak. Merujuk pada

hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa diperoleh data, bahwa proses belajar

mengajar dan cara dosen mengajar cenderung baru karena sejauh ini mereka

mempelajari mata kuliah Pengantar Akuntansi secara diskusi dan pemberian tugas tanpa

dibahas kesalahan mana dalam mengerjakan sehingga banyak yang kurang paham.

Perasaan mahasiswa selama mengikuti perkuliahan dan suasana kelas pun

menjadi menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran Direct

Page 249: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Peningkatan Hasil Belajar… (Suci Rohayati & Dhiah Fitrayati)

P a g e [ 249 ]

Instructional mampu menciptakan iklim yang kondusif untuk pembelajaran, khususnya

pada mata kuliah pengantar akuntansi..

Hasil Belajar Mahasiswa

Berdasarkan data pada tabel 4, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan

tingkat ketuntasan belajar mahasiswa dari siklus pertama hingga siklus kedua. Di bawah

ini disajikan diagram batang hasil belajar mahasiswa:

Gambar 5. Persentase Ketuntasan Belajar Mahasiswa

Berdasarkan Gambar 5. tersebut di atas dapat diketahui bahwa terjadi

peningkatan tingkat ketuntasan belajar klasikal dari 24,59 % pada menjadi 86,89 %.

Peningkatan ini terjadi karena adanya rasa percaya diri di dalam diri mereka untuk

bertanggung jawab atas hasil yang mereka kerjakan.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis data yang berasal dari pengamatan pengelolaan

pembelajaran, aktivitas mahasiswa, respon mahasiswa, dan hasil belajar mahasiswa,

maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Penerapan Pembelajaran Direct Instructional dalam mata kuliah pengantar akuntansi,

khususnya pada materi ayat Jurnal Penyesuaian dan Neraca Lajur secara umum dapat

berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Beberapa kendala yang ada dapat

diperbaiki pada putaran berikutnya. Di samping itu pendekatan ini mampu

meningkatkan aktivitas mahasiswa.

2. Hasil belajar pada materi ayat Jurnal Penyesuaian dan Neraca Lajur mengalami

peningkatan ketuntasan belajar klasikal dari 24,59 % pada menjadi 86,89 %

3. Respon mahasiswa terhadap penerapan Pembelajaran Direct Instructional dalam

mata kuliah pengantar akuntansi tergolong positif.

Page 250: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 250 ] P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: BumiAksara

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PTRineka Cipta.

Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. 3rd ed. Victoria: DeakinUniversity.

Nur, Mohamad dan Kardi, Suparman. 2005. Pengajaran Langsung. Surabaya: UniversityPress.

Nur, Mohamad. 2005. Guru yang Berhasil dan Pengajaran Langsung. Surabaya:Departemen Pendidikan Nasional.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: RemajaRosdakarya.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Page 251: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Keterampilan Siswa… (Ike Apriliani)

P a g e [ 251 ]

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SISWA PADA MATA DIKLAT

MELAKSANAKAN PELAYANAN PRIMA MELALUI PENERAPAN

MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING

Ike AprilianiPascasarjana Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakTujuan pembahasan ini adalah untuk mengetahui bagaimana upayameningkatkan keterampilan siswa pada mata diklat Melaksanakan PelayananPrima melalui penerapan model pembelajaran role playing. Penggunaan modelpembelajaran ini dapat meningkatkan keterampilan siswa. Pada penerapanmodel pembelajaran role playing, siswa diajak untuk mempraktekkan langsungbagaimana cara memberikan pelayanan prima kepada pelanggan. Dengan carabermain peran seperti ini, siswa tidak hanya memahami materi tetapi jugamampu mempraktekkan bagaimana menerapkan pelayanan prima kepadapelanggan.

Kata kunci: model pembelajaran, role playing, keterampilan siswa, pelayananprima

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran saat ini dirancang agar dapat menitikberatkan pada peserta

didik. Peserta didik yang menjalani proses pembelajaran diharapkan akan mengalami

perubahan perilaku dan dapat memahami pelajaran yang diberikan oleh guru. Perubahan

perilaku tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk keterampilan maupun pengalaman

peserta didik. Pengertian pembelajaran menurut UU RI No. 20 tahun 2003 bab 1 pasal 1

ayat 20 tentang sistem pendidikan nasional, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah

proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar.

Di dalam struktur kurikulum SMK Pemasaran, terdapat mata pelajaran produktif

yang salah satunya berisi mata diklat Melakukan Pelayanan Prima. Mata diklat

Melakukan Pelayanan Prima merupakan mata diklat yang membekali siswa bagaimana

cara-cara yang harus dilakukan agar pelanggan merasa puas dengan pelayanan yang

diberikan (Utami, 2014). Mata diklat ini sangat penting dan dibutuhkan ketika peserta

didik menjalani magang atau OJT (On the Job Training). Tidak hanya itu, pada era MEA di

mana tingkat persaingan akan semakin ketat, perusahaan diharuskan untuk memiliki

karyawan-karyawan yang memiliki kemampuan melayani pelanggan dengan baik. Untuk

itulah, siswa dituntut untuk mampu memberikan layanan prima di mana pun dan kapan

pun. Hal ini dikarenakan persaingan yang harus dihadapi siswa ketika di dunia kerja

menjadi sangat tinggi sebab akan banyak tenaga kerja dari luar negeri yang akan masuk

ke Indonesia.

Page 252: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 252 ] P a g e

Di dalam mata diklat Melakukan Pelayanan Prima terdapat beberapa materi, di

antaranya: 1) Standar Penampilan Pribadi, 2) Prinsip-Prinsip Pelayanan Prima, 3)

Memberikan Bantuan Kepada Pelanggan, 4) Melakukan Komunikasi dengan Pelanggan.

Terdapat beberapa materi dalam Pelayanan Prima yang sulit dipahami oleh peserta didik

ketika guru menerangkan dengan metode ceramah biasa. Hal ini dikarenakan materi-

materi tersebut memerlukan contoh praktek nyata seperti bagaimana cara menerapkan

konsep-konsep pelayanan prima atau saat memahami bagaimana memberikan bantuan

kepada pelanggan. Ketika materi ini hanya diterangkan melalui metode ceramah, hal ini

dapat menghambat daya kreativitas dan keterampilan peserta didik karena

pembelajarannya hanya berlangsung satu arah, sedangkan materi yang disampaikan

adalah materi yang bersifat praktik dan menuntut adanya keterampilan dari siswa.

Praktek langsung atau peragaan menjadi hal yang penting dalam mata diklat ini

agar dapat memacu daya kreativitas dan imajinatif peserta didik. Peragaan dimaksudkan

agar peserta didik dapat berimajinasi dan merasa seolah-olah mereka berada dalam

situasi nyata ketika pelayanan prima tersebut dilakukan. Setelah siswa dapat

membayangkan, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan guru adalah menuntun

peserta didik agar tidak hanya sekedar membayangkan, tetapi dapat melakukan

pelayanan prima sesuai dengan situasi yang terdapat di lapangan. Untuk dapat

menjalankan proses pembelajaran seperti ini, maka diperlukan sebuah model

pembelajaran yang dapat mendukung tujuan pembelajaran tersebut. Model pembelajaran

adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas (Utami, 2014). Untuk dapat mencapai tujuan

pembelajaran tersebut, maka metode pembelajaran yang cocok adalah model Role

Playing.

Menurut Komalasari (2001) model pembelajaran Role Playing merupakan suatu

tipe model pembelajaran pelayanan (service learning). Melalui model pembelajaran role

playing ini peran guru akan menjadi fasilitator dan sumber kegiatan belajar mengajar

dalam kelas (Utami, 2014). Model pembelajaran ini adalah suatu model penguasaan

bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan murid.

Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan murid dengan memerankan

permainan sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya

dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang diperankan. Metode

role playing ini merupakan sebagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan

peristiwa - peristiwa aktual atau kejadian - kejadian yang mungkin muncul pada masa

mendatang (Sanjaya, 2006).

Tujuan dari metode pembelajaran bermain peran ini menurut Oemar Hamalik

(2001) disesuaikan dengan jenis belajar, di antaranya: 1) Belajar dengan berbuat. Para

siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau

keterampilan-keterampilan reaktif. 2) Belajar melalui peniruan (imitasi). Para siswa

pengamat drama menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka. 3)

Page 253: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Keterampilan Siswa… (Ike Apriliani)

P a g e [ 253 ]

Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari (menanggapi) perilaku para

pemain atau pemegang peran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk

mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang mendasari

perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan. 4) Belajar melalui pengkajian,

penilaian dan pengulangan. Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan

mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

Model pembelajaran ini memiliki beberapa tahapan. Tahapan pembelajaran Role

Playing atau bermain peran meliputi (Mulyasa, 2003) menghangatkan suasana dan

memotivasi peserta didik; memilih peran; menyusun tahap-tahap peran; menyiapkan

pengamat; tahap pemeranan; diskusi dan evaluasi tahap I pemeranan ulang; dan diskusi

dan evaluasi tahap II membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

Pola dalam pembelajaran role playing ini disesuaikan dengan tujuan-tujuan yang

menuntut bentuk partisipasi tertentu, yaitu pemain, pengamat dan pengkaji. Tiga pola

organisasi yaitu sebagai berikut (Umaroh, 2012) :

1. Bermain peran tunggal (single role-play) mayoritas siswa bertindak sebagai pengamat

terhadap permainan yang sedang dipertunjukkan (sosiodrama). Tujuannya adalah

untuk membentuk sikap dan nilai.

2. Bermain peran jamak (multiple role-play) para siswa di bagi-bagi menjadi beberapa

kelompok dengan banyak anggota yang sama dan penentunya disesuaikan dengan

banyaknya peran yang dibutuhkan. Tiap peserta memegang dan memainkan peran

tertentu dalam kelompoknya masing-masing. Tujuannya juga untuk mengembangkan

sikap.

3. Peran ulangan (role repetition) peran utama suatu drama atau simulasi dapat

dilakukan oleh setiap siswa secara bergiliran. Dalam situasi seperti itu setiap siswa

belajar melakukan, mengamati dan membandingkan, perilaku yang ditampilkan oleh

pemeran sebelumnya. Pendekatan itu banyak dilaksanakan dalam rangka

mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif.

Dengan menggunakan model pembelajaran tersebut, diharapkan peserta didik

dapat ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran serta dapat menguasai materi

secara optimal. Berdasarkan uraian di atas, tujuan pembahasan ini adalah untuk

mengetahui upaya meningkatkan keterampilan siswa pada mata diklat Melaksanakan

Pelayanan Prima melalui penerapan model pembelajaran role playing.

PEMBAHASAN

Mata diklat Melakukan Pelayanan Prima adalah salah satu mata pelajaran

produktif SMK Pemasaran yang membutuhkan pendalaman materi berupa praktek-

praktek langsung untuk lebih memacu daya kreativitas dan imajinasi siswa. Guru tidak

bisa hanya menyampaikan materi dengan cara ceramah biasa karena beberapa materi

membutuhkan pemahaman mendalam dan daya imajinasi siswa untuk dapat

membayangkan keadaan sesungguhnya di lapangan.

Page 254: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 254 ] P a g e

Pembelajaran materi Memberikan Bantuan kepada Pelanggan dengan

menggunakan teknik pembelajaran Role Playing

Tahap-tahap pembelajaran Role Playing pada makalah ini merupakan modifikasi

dari tahapan-tahapan yang disampaikan oleh Mulyasa (2003), yaitu tahapan pemeranan

dilakukan oleh sekelompok pemeran untuk satu sub materi, dan sub materi lainnya

diperankan oleh kelompok lain yang telah disusun oleh siswa sendiri.

Langkah- langkah Role Playing dalam pembelajaran Memberikan Bantuan kepada

Pelanggan:

1. Persiapan

a. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai dalam

pembelajaran, yaitu topik “cara mengatasi keluhan pelanggan”. Tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai adalah siswa dapat memahami dan

mempraktekkan cara menghadapi keluhan pelanggan.

b. Memotivasi peserta didik dan memberikan gambaran masalah dalam situasi yang

akan diperankan, misalnya seorang pelanggan datang ke toko untuk

menyampaikan keluhan, maka siswa diberikan gambaran apa yang dilakukan oleh

pelayan dan pelanggan dalam situasi tersebut.

c. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan

d. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari atau beberapa

hari sebelum KBM (kegiatan belajar mengajar) guna mempersiapkan peran yang

terdapat dalam skenario tersebut.

e. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang atau sesuai dengan

kebutuhan.

2. Pelaksanaan

a. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang

sudah dipersiapkan sebelumnya.

b. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil

memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan.

c. Role Playing mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.

d. Siswa lainnya sebagai pengamat mengikuti dengan penuh perhatian.

e. Guru memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan.

3. Penutup.

a. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar

kerja untuk membahas skenario tersebut. Misalnya menilai peran yang

dilakonkan, mencari kelemahan dan kelebihan dari peran tersebut atau pun alur/

jalan ceritanya.

b. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil dan kesimpulannya.

c. Guru memberikan kesimpulan secara umum atau mengevalusi seluruh kegiatan.

d. Evaluasi/ refleksi.

Page 255: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Keterampilan Siswa… (Ike Apriliani)

P a g e [ 255 ]

Materi Memberikan Bantuan Kepada Pelanggan Sub Bab Cara Mengatasi Keluhan

Pelanggan

Beberapa cara yang perlu diperhatikan saat mengatasi keluhan pelanggan

(Umaroh, 2012):

1. Petugas pelayanan jangan membuat janji-janji hanya demi menyenangkan pelanggan

karena berakibat fatal di kemudian hari.

2. Pelanggan adakalanya marah pada saat menyampaikan keluhan. Petugas harus

menahan diri jangan sampai terpancing ikut marah.

3. Apabila ada pelanggan yang selalu mengeluh, petugas harus sabar dan melakukan

pendekatan secara khusus

4. Dengan membuka dialog secara baik-baik, tidak ada masalah yang tidak dapat

diselesaikan

5. Hadapilah keluhan pelanggan dengan bijaksana, jangan terbawa emosi.

6. Dengarkan dengan penuh perhatian semua keluhan pelanggan, sedapat mungkin

hidupkan suasana penuh keakraban.

7. Bertindak secara tenang, hindari amarah dan menyalahkan pelanggan, jangan

berdebad dengan pelanggan.

8. Sebisa mungkin bawalah pelanggan yang sedang marah ke suatu tempat agar

pelanggan lain tidak mendengar atau mengetahuinya.

9. Jangan menyinggung harga diri pelanggan.

10. Buatlah catatan, tulislah setiap keluhan pelanggan secara rinci.

11. Katakan kepada pelanggan apa yang sedang kita lakukan terhadap mereka, tawaran

beberapa pilihan, jangan memuat janji hanya untuk menyenangkan pelanggan

padahal janji tersebut di luar kewenangannya.

12. Untuk mengatasi masalah keluhan, tentukan waktunya, usahakan secepatnya dan

tepat waktu jangan sampai ingkar waktu.

13. Berikan rasa simpatik dan ikut merasakan kesulitan yang menimpa pelanggan.

14. Tanggapi keluhan pelanggan dengan baik, sertakan ucapan maaf secara tulus dan

berjanji akan memperbaiki kekurangan atas pelayanan yang diberikan.

15. Hubungi pelanggan dan tanyakan apakah keluhan sudah ditangani cukup memuaskan

belum, kemudian sampaikan ucapan terima kasih.

Hasil Penerapan Model Pembelajaran Role Playing dalam Meningkatkan

keterampilan Siswa pada Mata Diklat Melakukan Pelayanan Prima.

Dengan menerapkan model pembelajaran role playing ini, guru diharapkan dapat

meningkatkan keterampilan siswa pada Mata Diklat Melakukan Pelayanan Prima. Dari

ketiga langkah-langkah role playing yaitu, persiapan, pelaksanaan dan penutup, tahapan

yang paling berperan dalam meningkatkan keterampilan siswa terhadap materi

“memberikan bantuan kepada pelanggan” adalah pada tahap pelaksanaan. Dalam tahap

pelaksanaan ini, siswa dituntut untuk memainkan peran tentang menangani keluhan

Page 256: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 256 ] P a g e

pelanggan dengan baik. Sedangkan siswa yang lain yang tidak terlibat dalam peran

menjadi pengamat dan mampu memperhatikan apa yang dilihat dalam role playing.

Setelah menerapkan model pembelajaran role playing pada materi “memberikan

bantuan kepada pelanggan”, diharapkan siswa mampu :

1. Memahami dengan baik bagaimana cara mengatasi keluhan pelanggan.

2. Mampu membayangkan bagaimana situasi mengatasi keluhan pelanggan di lapangan .

3. Memperagakan bagaimana melakukan pelayanan prima ketika mengatasi keluhan

pelanggan

Ketika siswa mampu untuk melakukan hal-hal di atas, maka diharapkan tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

Utami (2014) dalam penelitiannya menerapkan model role playing pada mata

diklat Melakukan Pelayanan Prima terhadap siswa kelas XI Pemasaran 3 SMK Negeri

Semarang dan menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode

pembelajaran role playing dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam memberikan

bantuan kepada pelanggan. Dengan persentase keterampilan siswa pada pembelajaran

siklus I yaitu sebesar 70 % dengan kategori baik dan pada siklus II meningkat menjadi

92,5 % dengan kategori amat baik. Penelitian tersebut sejalan dengan pembahasan ini

bahwa model pembelajaran role playing dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam

melakukan pelayanan prima.

Siska (2011) dalam penelitiannya menerapkan model pembelajaran role playing

kepada siswa sehingga diperoleh kesimpulan bahwa penerapan metode bermain peran

cukup berhasil dilaksanakan karena bagi guru dan anak metode ini belum pernah mereka

gunakan dan sangat menarik, sehingga anak dapat terlibat aktif untuk mengembangkan

keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak melalui tokoh yang ia pilih untuk

diperankan. Penelitian ini juga sejalan dengan pembahasan ini bahwa model

pembelajaran role playing dapat meningkatkan keterampilan siswa.

Andriani (2013) menyimpulkan bahwa: Pertama, langkah-langkah model

pembelajaran bermain peran (role playing) dalam meningkatkan keterampilan siswa

memerankan tokoh sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam

memerankan tokoh pada pementasan drama. Kedua, peningkatan hasil belajar siswa

hingga tercapainya tingkat ketuntasan hasil belajar siswa pada kegiatan memerankan

tokoh drama siswa kelas XI IPB SMA Saraswati Singaraja dengan menerapkan model

pembelajaran bermain peran, terlihat pada perolehan skor tes memerankan tokoh pada

pementasan drama siswa pada siklus 1 dan 2 yang mengalami peningkatan. Penelitian

tersebut juga sejalan dengan pembahasan ini bahwa pembelajaran role playing dapat

meningkatkan keterampilan siswa.

Purwanto (2014) menyimpulkan bahwa Penerapan Metode Role Playing dapat

meningkatkan kemampuan berbicara pada materi aspek kebahasaan berbicara siswa

kelas VIII A SMP Negeri 3 Paron tahun 2013/2014. Penelitian ini sesuai dengan

pembahasan ini bahwa keterampilan siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan model

pembelajaran role playing.

Page 257: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Meningkatkan Keterampilan Siswa… (Ike Apriliani)

P a g e [ 257 ]

Kerr (2003) menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran role playing

dapat membantu siswa untuk memahami penggunaan sistem informasi di dalam bisnis

serta merangsang mereka untuk terjun langsung dalam pengintegrasian bisnis. Penelitian

ini mendukung pembahasan ini bahwa model role playing dapat membuat siswa untuk

memahami materi serta menerapkan materi ke dalam praktek langsung sehingga

keterampilan siswa dapat meningkat.

Berdasarkan gambaran di atas, dapat dilihat bahwa model pembelajaran role

playing dapat diterapkan dalam mata diklat Melakukan Pelayanan Prima karena model

tersebut menunjang materi yang terdapat di dalamnya. Menurut beberapa penelitian,

sebenarnya tidak hanya pada mata diklat Melakukan Pelayanan Prima saja model

pembelajaran ini dapat diterapkan, tetapi bisa pada mata pelajaran lain yang materinya

relevan dengan model pembelajaran tersebut. Hanya saja guru harus lebih kreatif untuk

memodifikasi dan mengkombinasikan model pembelajaran untuk menyampaikan materi

yang lain. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, lancar,

menyenangkan, dan yang terpenting yaitu tujuan dari pembelajaran dapat tercapai.

SIMPULAN

Model pembelajaran role playing ini dapat meningkatkan keterampilan siswa pada

mata diklat Melakukan Pelayanan Prima karena model belajar ini mengajak siswa untuk

mempraktikkan secara langsung bagaimana cara memberikan pelayanan prima kepada

pelanggan. Model pembelajaran role playing merupakan model pembelajaran yang

menuntut siswa untuk senantiasa aktif dan ikut berperan penting dalam proses

pembelajaran. Penggunaan model belajar ini bertujuan untuk membuat proses belajar

menjadi lebih menyenangkan dan aktif sehingga siswa dapat lebih termotivasi dalam

mempelajari materi yang diberikan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, N. P. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)untuk Meningkatkan Keterampilan Siswa Memerankan Tokoh dalamPementasan Drama. Diakses dari http://ejourmal.undhiksha.ac.id/index.php/JJPB/artcle/view/1155 pada tanggal 20 April 2015.

Hamalik, O. (2001). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem .Bandung:Bumi Aksara.

Kerr, D. d. (2003). The Use of Role-Playing To Help Students Understand InformationSystems Case Studies. Journal of Information, Vol (14) 2. Diakses darihttp://jise.org/Volume14/14-2/pdf/14(2)-167-pdf pada tanggal 5 April 2015.

Komalasari, K. (2001). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT. Refika Aditama.

Mulyasa. (2003). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya

Purwanto. (2014). Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan KemampuanBerbicara. Diakses dari http://jurnal-induksi.com/edisi-1/penggunaan-metode-

Page 258: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 258 ] P a g e

role-playing-untuk-meningkatkan-kemampuan-berbicara-siswa-kelas-viii-a-smp-negeri-3-paron/ pada tanggal 21 April 2015.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Grup.

Siska, Y. (2011). Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) dalam MeningkatkanKemampuan Berbicara dan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Edisi Khusus No.2. Diakses dari http://jurnal.upi.edu/file/4-Yulia_Siska-edit.pdf pada tanggal 20April 2015.

Umaroh, Y. S. (2012). "Penerapan Metode Pembelajaran Demonstrasi Dan CooperativeLearning Tipe Zig Shaw Untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Pada MateriTransformasi Pokok Bahasan Pencerminan”. Diakses darihttp://yayuhandayasari92.blogspot.com/2013/05/makalah.role.playing.htmlpada tanggal 2 April 2015.

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:Depsiknas.

Utami, Esti Setyo & Kusumantoro (2014). Peningkatan Keterampilan Siswa MemberikanBantuan Kepada Pelanggan dengan Metode Role Playing Kelas XI Pemasaran.Economic Education Analysis Journal, EAJ 3(1) (2014). Diakses darihttp://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/DP/article/download/352/334 Padatanggal 4 April 2015.

Page 259: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Jenitta Vaulina Puspita Sari)

P a g e [ 259 ]

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI

SMA KELAS XI MATERI KETENAGAKERJAAN

Jenitta Vaulina Puspita SariUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakPemerintah mengeluarkan kebijakan baru dalam dunia pendidikan untukmempersiapkan sumber daya manusia Indonesia menghadapi MEA melaluipelaksanaan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dibangun berdasarkan budayadan karakter bangsa Indonesia yang proses pembelajarannya menggunakanpendekatan saintifik. Tugas guru dalam pendekatan saintifik adalahmengarahkan proses belajar yang dilakukan siswa dan memberikan koreksiterhadap konsep dan prinsip yang didapatkan siswa. Pembelajaran ekonomisebagai bagian dari Kurikulum 2013 dalam penulisan ini difokuskan pada materiketenagakerjaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan penerapanpendekatan saintifik dalam pembelajaran ekonomi SMA Kelas XI materiketenagakerjaan. Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkanbahwa pembelajaran ekonomi pada materi ketenagakerjaan denganmenggunakan pendekatan saintifik membuat peserta didik berpikir dan berbuatdiawali dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba danmengkomunikasikan temuannya. Dengan diterapkannya pendekatan saintifiksiswa menjadi lebih kreatif dan kritis dengan kondisi ketenagakerjaan dilingkungan sekitarnya. Berpikir kritis dan kreatif merupakan salah satu faktoryang penting yang harus dimiliki siswa untuk menghadapi MEA 2013. Prosespembelajaran materi ketenagakerjaan menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,pengetahuan, dan keterampilan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dankeseimbangan antara kemampuan soft skills dan hard skills dari peserta didikyang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kata Kunci: Pendekatan Saintifik, Kurikulum 2013, Ketenagakerjaan

PENDAHULUAN

Pemerintah telah mengeluarkan sebuah kebijakan baru dalam dunia pendidikan

sebagai salah satu bentuk upayanya dalam mempersiapkan sumber daya manusia

Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) melalui pelaksanaan

Kurikulum 2013. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

Bab I Pasal I Ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara, sehingga dengan adanya

pelaksanaan Kurikulum 2013 ini diharapkan tujuan pendidikan yang sangat mulia

tersebut dapat tercapai dan dapat menjadi semangat serta optimisme baru pendidikan

yang lebih baik.

Page 260: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 260 ] P a g e

Kurikulum 2013 dibangun berdasarkan budaya dan karakter bangsa Indonesia di

mana proses pembelajaran untuk semua jenjang mulai dari tingkat Sekolah Dasar,

Sekolah Menengah Pertama, hingga tingkat Sekolah Menengah Atas menggunakan

Pendekatan Saintifik. Istilah Pendekatan Saintifik dalam pelaksanaan Kurikulum 2013

menjadi pembahasan yang menarik khususnya di kalangan para pendidik, sebab dalam

proses pembelajarannya tidak hanya menekankan pada pembentukan kompetensi siswa,

namun juga menekankan pada pembentukan karakter para peserta didik yang nantinya

menjadi suatu perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat

didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahamannya terhadap konsep yang

dipelajarinya secara kontekstual (Mulyasa, 2013).

Pendekatan Saintifik memiliki langkah-langkah pembelajaran yang meliputi

tindakan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan

mengkomunikasikan (5M). Dalam melaksanakan proses-proses tersebut bantuan guru

sangat diperlukan, karena pembelajarannya menggunakan pendekatan ilmiah dan inkuiri

siswa berperan secara langsung baik secara individu maupun kelompok untuk menggali

konsep dan prinsip. Selama kegiatan pembelajaran, langkah-langkah Pendekatan Saintifik

ini tidak selalu bisa diaplikasikan secara prosedural sehingga dalam hal ini guru dituntut

memiliki profesionalisme pendidik sehingga harus bisa mengkondisikan proses

pembelajaran tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-

nilai atau sifat-sifat yang nonilmiah. Tugas guru dalam Pendekatan Saintifik yaitu

mengarahkan proses belajar yang dilakukan siswa dan memberikan koreksi terhadap

konsep dan prinsip yang didapatkan siswa (Nurul, 2013).

Berdasarkan penjelasan mengenai Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013,

maka proses pembelajaran ekonomi yang merupakan bagian dari Kurikulum 2013 di

tingkat Sekolah Menengah Atas wajib diajarkan dengan menggunakan Pendekatan

Saintifik. Pembelajaran ekonomi dalam penulisan ini akan dikhususkan pada materi

Ketenagakerjaan mengingat diselenggarakannya MEA sangat berkaitan erat dengan

masalah Ketenagakerjaan dibandingkan materi-materi lain yang diajarkan di kelas XI,

materi Ketenagakerjaan yang diajarkan dengan menggunakan Pendekatan Saintifik

menekankan pada pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. Keaktifan peserta didik dalam proses belajar serta pemberian kesempatan

kepada peserta didik untuk membangun konsep dalam pengetahuannya mengenai

Ketenagakerjaan secara mandiri akan membiasakan siswa dalam merumuskan,

menghadapi, dan menyelesaikan masalah-masalah yang mereka temukan. Keterlibatan

peserta didik secara langsung dalam menggali dan menemukan konsep berdasarkan

fakta mengenai kondisi Ketenagakerjaan yang mereka temukan akan mengakibatkan

mereka terbiasa berpikir kritis terhadap lingkungannya. Berpikir kritis merupakan salah

satu kunci keberhasilan Sumber Daya Manusia Indonesia menjawab tantangan dan

hambatan dalam menghadapi MEA.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut maka permasalahan

yang akan dikaji pada makalah ini adalah mengenai bagaimana penerapan Pendekatan

Page 261: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Jenitta Vaulina Puspita Sari)

P a g e [ 261 ]

Saintifik dalam Pembelajaran Ekonomi SMA Kelas XI materi Ketenagakerjaan, sehingga

dalam pembahasan tersebut dapat tercapai tujuan penulisan dalam makalah ini sesuai

dengan latar belakang dan permasalahan yaitu untuk mendeskripsikan penerapan

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Ekonomi SMA Kelas XI materi Ketenagakerjaan

sehingga dapat meningkatkan motivasi guru dalam menerapkan proses-proses

pembelajaran dengan pendekatan saintifik, meningkatkan kualitas pembelajaran pada

materi ketenagakerjaan, selain itu peserta didik dapat mengetahui variasi pembelajaran

yang menarik sehingga secara pedagogis makalah ini dapat memberikan nilai-nilai

pendidikan seperti berperilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, responsif

dan proaktif, dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial.

PEMBAHASAN

Konsep Pendekatan Saintifik

Metode Saintifik pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan Amerika pada

akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang

mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Rudolph, 2005). Metode ini memudahkan guru atau

pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan

memecah proses ke dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang

memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran (Varelas, 2009). Hal

inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum 2013 di Indonesia.

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi mengamati, menanya, menalar,

mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran dan untuk memperkuat

pendekatan saintifik diperlukan adanya penalaran dan sikap kritis siswa dalam rangka

pencarian. Agar dapat disebut ilmiah maka metode pencarian harus berbasis pada bukti-

bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip

penalaran yang spesifik. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah atau saintifik dapat

membuat proses pembelajaran menjadi lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan

pembelajaran tradisional. Oleh karena itu kondisi pembelajaran diharapkan dapat

mengarahkan dan mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber

melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan

pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:

1) untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa; 2) untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu

masalah secara sistematis; 3) terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa

bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan; 4) diperolehnya hasil belajar yang tinggi;

5) untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis

artikel ilmiah; dan 6) untuk mengembangkan karakter siswa.

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah

sebagai berikut: 1) pembelajaran berpusat pada siswa; 2) pembelajaran membentuk

Page 262: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 262 ] P a g e

students’ self concept; 3) pembelajaran terhindar dari verbalisme; 4) pembelajaran

memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep,

hukum, dan prinsip; 5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan

berpikir siswa; 6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi

mengajar guru; 7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan

dalam komunikasi; dan 8) adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip

yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan

suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti

proses pembelajaran dengan baik. Dalam metode saintifik tujuan utama kegiatan

pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang

telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh

siswa. Dalam kegiatan ini guru harus mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu

konsep dapat memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan

konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan. Pada kegiatan pendahuluan, disarankan

guru menunjukkan fenomena atau kejadian “aneh” atau “ganjil” (discrepant event) yang

dapat menggugah timbulnya pertanyaan pada diri siswa. Kegiatan inti merupakan

kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman

belajar (learning experience) siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu

proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang

dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti dalam metode saintifik

ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan

bantuan dari guru melalui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka. Kegiatan

penutup sebagai kegiatan terakhir ditujukan untuk dua hal pokok, pertama yaitu validasi

terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa dan yang kedua

yaitu pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.

Dengan metode ilmiah seperti ini diharapkan peserta didik akan mempunyai sifat

kecintaan pada kebenaran yang objektif, tidak gampang percaya pada hal-hal yang tidak

rasional, ingin tahu, tidak mudah membuat prasangka, selalu optimis (Kemendikbud,

2013). Pendekatan saintifik menyebabkan adanya perubahan proses pembelajaran dari

siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu dan proses penilaian dari berbasis output

menjadi berbasis proses dan output. Penilaian proses pembelajaran menggunakan

pendekatan penilaian otentik yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar

secara utuh (Permen No.65 Tahun 2013).

Konsep Materi Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan memiliki pengertian yang luas, bukan hanya membicarakan

tentang tenaga kerja saja, namun juga sistem, persoalan, dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Masa kerja merupakan kesempatan kerja, perencanaan tenaga kerja, dan penempatan

Page 263: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Jenitta Vaulina Puspita Sari)

P a g e [ 263 ]

tenaga kerja. Selama masa kerja merupakan selama hubungan kerja antara tenaga kerja

dan perusahaan berlangsung, sedangkan setelah masa kerja adalah masa pensiun (Rusli,

2011).

Berdasarkan UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga

kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja.

Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Tenaga

kerja dibagi atas kelompok angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja

adalah kelompok penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau sedang mencari

pekerjaan (Kuncoro, 2013). Sedangkan kesempatan kerja dapat diartikan sebagai jumlah

penduduk yang bekerja atau orang yang sudah memperoleh pekerjaan; semakin banyak

orang yang bekerja semakin luas kesempatan kerja.

Ketenagakerjaan bukan hanya berkaitan dengan orang-orang yang bekerja saja,

melainkan ketenagakerjaan juga memiliki permasalahan pelik dan sulit dihilangkan,

bahkan di negara maju sekalipun. Permasalahan rumit dalam ketenagakerjaan tersebut

adalah pengangguran. Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang

tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat

memperolehnya. Secara umum, pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai

pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan (Soekirno, 2004).

Pengangguran dapat dikelompokkan menurut penyebab terjadinya dan sifatnya.

Berdasarkan penyebabnya, pengangguran dikelompokkan menjadi 6, yaitu: 1)

pengangguran struktural yang terjadi karena perubahan struktur perekonomian; 2)

pengangguran konjungtur yang diakibatkan oleh naik turunnya kegiatan perekonomian;

3) pengangguran friksional yang terjadi karena adanya kesulitan dalam mempertemukan

pencari kerja dengan lowongan pekerjaan; 4) pengangguran musiman yang terjadi

karena adanya perubahan musim; 5) pengangguran teknologi yang terjadi karena adanya

perubahan tenaga manusia menjadi tenaga mesin; dan 6) pengangguran voluntary yang

terjadi karena adanya orang yang sebenarnya masih dapat bekerja, namun orang

tersebut dengan sukarela untuk tidak bekerja.

Jenis pengangguran berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 1)

pengangguran terbuka yang terjadi karena kurangnya kesempatan kerja yang ada, tidak

mau bekerja atau adanya ketidakcocokan antara lowongan kerja yang ada dengan latar

belakang pendidikan; 2) setengah menganggur yaitu orang yang bekerjanya kurang dari

14 jam per minggu; dan 3) pengangguran terselubung terjadi karena adanya tenaga kerja

yang bekerja tidak optimum sehingga terdapat kelebihan tenaga kerja.

Kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama penentu produktivitas dan

peningkatan hasil produksi. UU No. 13 tahun 2003 pun menyebutkan bahwa sesuai

dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan

untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta

peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan

Page 264: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 264 ] P a g e

martabat kemanusiaan. Semakin tinggi kualitas tenaga kerja maka semakin besar pula

permintaan akan tenaga kerja tersebut dan secara otomatis akan meningkatkan

pendapatan riilnya. Oleh sebab itu, diperlukan upaya nyata untuk meningkatkan kualitas

tenaga kerja baik dari segi pendidikan maupun keahlian dan keterampilannya

(Geminastiti, 2014).

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menyatakan bahwa dalam pelaksanaan

pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat

penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Di dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa

pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk: 1) memberdayakan dan

mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; 2) mewujudkan

pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan

kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; 3) memberikan perlindungan kepada

tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan 4) meningkatkan kesejahteraan dan

keluarganya.

Pertambahan penduduk meningkatkan pertambahan tenaga kerja. Tenaga kerja

merupakan komponen penting dalam pembangunan nasional. Pasalnya, tenaga kerja

merupakan bagian dari kegiatan ekonomi khususnya dalam proses produksi.

Produktivitas diperlukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang akan

meningkatkan pendapatan nasional. Pendapatan nasional merupakan indikator dalam

pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional.

Pendekatan Saintifik Pada Materi Ketenagakerjaan

Berdasarkan silabus Kurikulum 2013 mata pelajaran ekonomi (peminatan) untuk

kelas XI semester satu (ganjil) pada kompetensi dasar 3.2 siswa diajak untuk

menganalisis permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam pembahasan mengenai

ketenagakerjaan terdapat beberapa materi yang harus disampaikan oleh pendidik

kepada peserta didik yaitu: 1) pengertian ketenagakerjaan, kesempatan kerja, tenaga

kerja dan angkatan kerja; 2) upaya meningkatkan kualitas tenaga kerja; 3) sistem upah;

dan 4) pengangguran. Pembelajaran materi ketenagakerjaan dengan menggunakan

pendekatan saintifik memiliki 3 kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan

kegiatan penutup yang di dalamnya terdapat proses mengamati, menanya,

mengeksplorasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Pada kegiatan pendahuluan, guru membimbing peserta didik untuk berdo’a sesuai

dengan agama dan keyakinan masing-masing sebelum pelajaran dimulai, selanjutnya

guru menginformasikan garis besar tujuan pembelajaran materi ketenagakerjaan yaitu:

1) siswa dapat menunjukkan rasa syukur, jujur, tanggung jawab dan disiplin; 2) siswa

dapat menunjukkan perilaku kerjasama dan komunikasi lisan; 3) siswa dapat

mengidentifikasi pengertian dan perbedaan angkatan kerja, tenaga kerja, kesempatan

kerja; 4) siswa dapat mengidentifikasi upaya peningkatan kualitas kerja dan macam-

macam upah; 5) siswa dapat menyebutkan sistem upah menurut UU No. 13/2003; 6)

siswa dapat mendeskripsikan UMR; 7) siswa dapat mengidentifikasi jenis-jenis

Page 265: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Jenitta Vaulina Puspita Sari)

P a g e [ 265 ]

pengangguran dan sebab-sebabnya; dan 8) siswa dapat mendeskripsikan cara-cara

mengatasi masalah pengangguran. Terakhir dalam kegiatan pendahuluan guru

memotivasi siswa untuk selalu berusaha dengan bekerja di berbagai bidang dengan

kemampuan masing-masing, baik secara formal maupun non formal untuk memenuhi

kebutuhannya.

Selanjutnya pada kegiatan inti pembelajaran materi ketenagakerjaan, guru

mengajak siswa melaksanakan proses pertama dalam pendekatan saintifik yaitu

mengamati. Guru meminta siswa untuk mengamati sebuah fenomena tentang kondisi

ketenagakerjaan di Indonesia dalam pemutaran video yang telah disiapkan oleh guru

sebelumnya. Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta

didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Sebagaimana

disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas

dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan

melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk

melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,

mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang

diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. Ketika

melakukan proses mengamati guru dan siswa harus cermat, objektif, dan jujur serta

terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran. Sebelum

observasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati

cara dan prosedur pengamatan, memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan

sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.

Setelah proses mengamati selesai maka selanjutnya guru membagi siswa ke dalam

kelompok dan diberi tugas untuk mengidentifikasi pengertian dan perbedaan antara

angkatan kerja, tenaga kerja, kesempatan kerja. Peserta didik selanjutnya diarahkan

untuk melakukan proses kedua dalam pendekatan yaitu menanya, dalam hal ini siswa di

dalam masing-masing kelompoknya akan mengajukan pertanyaan dan saling berdiskusi

untuk mendapatkan klarifikasi tentang pengertian dan perbedaan ketenagakerjaan,

kesempatan kerja, tenaga kerja dan angkatan kerja. Kompetensi yang dikembangkan

adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan

pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar

sepanjang hayat. Pada kegiatan pembelajaran ini siswa melakukan pembelajaran

bertanya. Siswa yang pandai dan cerdas akan bertanya atau menjawab pertanyaan baik

dari guru maupun dari teman.

Proses yang ketiga dalam pendekatan saintifik adalah mengeksplorasi, di mana

setelah siswa memahami tentang pengertian dan perbedaan tenaga kerja, angkatan kerja,

dan kesempatan kerja maka selanjutnya guru mengarahkan siswa untuk mengumpulkan

data dan informasi tentang upaya meningkatkan kualitas tenaga kerja, sistem upah, dan

pengangguran melalui buku, makalah, artikel, jurnal penelitian, dan lain sebagainya.

Kegiatan belajarnya adalah 1) mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik

terbatas dari hasil kegiatan eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan

Page 266: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 266 ] P a g e

kegiatan mengumpulkan informasi; 2) pengolahan informasi yang dikumpulkan dari

yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi

yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda

sampai kepada yang bertentangan. Kompetensi yang dikembangkan adalah

mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan

menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam

menyimpulkan.

Proses yang keempat adalah mengasosiasi, dalam hal ini peserta didik diharapkan

mampu memberikan analisisnya terhadap informasi dan data-data yang diperoleh dari

bacaan maupun dari sumber-sumber terkait serta membuat hubungan antar sub

pembahasan dalam materi ketenagakerjaan untuk mendapatkan simpulan dan

menemukan cara mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia dan di daerah

sekitar tempat tinggal peserta didik. Kegiatan pembelajarannya selain membaca sumber

lain selain buku teks juga bisa dengan mengamati objek/ kejadian/ aktivitas, wawancara

dengan narasumber. Kompetensi yang dikembangkan dalam hal ini yaitu

mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan

berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai

cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

Proses yang terakhir dalam pendekatan saintifik adalah mengkomunikasikan,

masing-masing kelompok akan menyampaikan hasil analisis atau hasil observasinya

kepada teman-teman tentang cara mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di

Indonesia di depan kelas dengan menggunakan media power point. Kegiatan

pembelajaran pada proses mengkomunikasikan ini adalah menyampaikan hasil

pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media

lainnya. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti,

toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan

jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

Di akhir pelajaran maka guru akan melaksanakan kegiatan penutupan. Dalam

kegiatan penutupan ini guru dan siswa bersama-sama melakukan refleksi, kemudian

guru melakukan penilaian yang dapat berupa tes lisan dengan beberapa pertanyaan

(kognitif), lembar pengamatan (afektif), dan lembar pengamatan (psikomotorik), terakhir

siswa mengerjakan soal-soal evaluasi yang diberikan oleh Guru.

Penilaian dalam Pendekatan Saintifik pada Materi Ketenagakerjaan

Penilaian yang dipakai dalam Kurikulum 2013 dengan diterapkannya Pendekatan

Saintifik adalah Penilaian Otentik. Penilaian otentik memiliki ciri khas sebagai berikut: 1)

merupakan penilaian berbasis portofolio; 2) pertanyaan yang diberikan tidak memiliki

jawaban tunggal; 3) memberi nilai bagi jawaban nyeleneh; 4) menilai proses

pengerjaannya bukan hanya hasilnya; 5) penilaian spontanitas/ekspresif, dan lain

sebagainya. Penilaian di dapat dari semua aspek, dan pengambilan nilai siswa bukan

Page 267: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Saintifik… (Jenitta Vaulina Puspita Sari)

P a g e [ 267 ]

hanya didapat dari nilai ujianya saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan, religi,

praktek, sikap dan lain-lain.

Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik

(authentic assessment) atau penilaian menggunakan portofolio yang menilai kesiapan

peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh yang memiliki skala penilaian 1

sampai 4. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan

kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik atau bahkan mampu menghasilkan

dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari

pembelajaran. Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan

program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain

itu, hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses

pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran

dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan alat: tes, angket, observasi,

catatan, dan refleksi.

Penilaian pada pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi penilaian

proses, penilaian produk, dan penilaian sikap. Penilaian pada 3 aspek tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut: 1) penilaian proses atau keterampilan dilakukan melalui

observasi saat siswa bekerja kelompok, bekerja individu, berdiskusi, maupun saat

presentasi dengan menggunakan lembar observasi kinerja, penilaian proses di dalam

pembelajaran dibagi menjadi 3 macam yaitu nilai praktik, nilai proyek, dan nilai

portofolio; 2) penilaian produk berupa pemahaman konsep, prinsip, dan hukum

dilakukan dengan tes tertulis, dalam pelaksanaannya penilaian produk tidak hanya

dilakukan saat tes tertulis saja, namun bisa juga melalui tes lisan, dan penugasan; dan 3)

penilaian sikap, melalui observasi saat siswa bekerja kelompok, bekerja individu,

berdiskusi, maupun saat presentasi dengan menggunakan lembar pengamatan sikap.

Penilaian sikap dalam pembelajaran dibagi menjadi 3 yaitu melalui penilaian proses,

penilaian antar teman, dan penilaian berdasarkan jurnal guru.

Hal yang penting dalam penilaian adalah guru harus memiliki profesionalisme

pendidik, guru yang profesional akan dapat mengumpulkan informasi penilaian yang

valid dan reliable, mengingat tujuan pembelajaran bukan untuk pemerolehan sejumlah

besar pengetahuan deklaratif, sehingga penilaian tidak cukup hanya melalui tes tertulis,

secara spesifik penilaian dalam pembelajaran dapat ditujukan untuk mengukur

kemampuan pemecahan masalah atau kemampuan berpikir kritis. Penilaian otentik

memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan bila

dihadapkan pada situasi-situasi masalah nyata, sehingga dapat digunakan untuk

mengukur potensi pemecahan masalah peserta didik di samping kemampuan kerja

kelompok.

SIMPULAN

Pembelajaran ekonomi pada materi ketenagakerjaan dengan menggunakan

pendekatan saintifik membuat peserta didik berpikir dan berbuat yang diawali dengan

Page 268: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 268 ] P a g e

mengamati dan menanya sampai kemudian mereka berupaya untuk menalar, mencoba

dan mengkomunikasikan temuannya. Dengan diterapkannya pendekatan saintifik siswa

menjadi lebih kreatif dan kritis dengan kondisi ketenagakerjaan di lingkungan sekitarnya.

Berpikir kritis dan kreatif merupakan salah satu faktor yang penting yang harus dimiliki

siswa untuk menghadapi MEA 2013.

Proses pembelajaran materi ketenagakerjaan menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan

antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang

memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta

didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dengan

dilaksanakannya Kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran, guru diharapkan mampu melaksanakan pendekatan saintifik dengan

maksimal agar hasil pembelajaran meningkat secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Geminastiti, Kinanti. 2014. Ekonomi untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Bandung: Yrama Widya

Kemdikbud. 2013. Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta:Pusbangprodik

Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam SosialisasiKurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud

Kuncoro, Mudrajad. 2013. Mudah Memahami dan Menganalisis Indikator Ekonomi.Yogyakarta: STIM YPKN

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT.RemajaRosdakarya

Nurul, H. 2013. Pengertian dan Langkah-Langkah Saintifik. (Online).(http://www.nurulhidayah.net/879-pengertian-dan-langkah-pembelajaran-saintifik.html, diakses tanggal 26 Maret 2015)

Permendikbud. 2013. Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan KebudayaanRepublik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses PendidikanDasar dan Menengah. Jakarta

Rudolph, J.L. 2005. Epistemology for the masses: The origins of the scientific method inAmerican schools. History of Education Quarterly, 45, 341-376

Rusli, Hardijan. 2011. Hukum Ketenagakerjaan. Bogor: Ghalia Indonesia

Sisdiknas No 20 Tahun 2013. Sistem Dan Visi Misi Pendidikan Nasional. Jakarta:Departemen Pendidikan

Soekirno, Sadono. 2004. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Varelas, M and Ford M. 2009. The scientific method and scientific inquiry: Tensions inteaching and learning. USA: Wiley InterScience.

Page 269: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 269 ]

PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC

UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA

PADA MATA PELAJARAN EKONOMI POKOK BAHASAN PASAR

Maria Emanuela IneUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakPenulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pendekatanscientific untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada Mata PelajaranEkonomi pokok bahasan Pasar. Pendekatan scientific merupakan pendekatandalam proses pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sains yaitumencari tahu sendiri fakta-fakta dan pengetahuan yang dikaitkan dengan materipembelajaran. Pendekatan scientific lebih menekankan kepada peserta didiksebagai subjek belajar yang harus dilibatkan secara aktif. Kualitas pendidikanyang ada di NTT khususnya di Kabupaten Ngada, boleh dikatakan belum terlalubaik. Hal ini dapat diukur dari sarana prasarana yang masih kurang, mutu guruyang belum memadai, dan prestasi belajar siswa yang masih sangat rendah.Mutu guru erat kaitannya dengan kemampuan guru dalam memilih pendekatanpembelajaran yang sesuai dengan topik yang sedang dipelajari. Kemahiran danprofesionalitas seorang guru dalam memilih dan merancang pendekatanpembelajaran diharapkan akan menghasilkan sebuah pembelajaran yang efektifdan efisien. Pendekatan scientific dinilai sangat cocok untuk diterapkan sebagaipengganti pendekatan tradisional utamanya pada pokok bahasan Pasar.Alasannya karena dalam pendekatan scientific lebih menekankan kepada pesertadidik sebagai subjek belajar yang harus dilibatkan secara aktif sepanjangkegiatan pembelajaran. Siswa diarahkan agar dapat mencari tahu sendiri fakta-fakta dan pengetahuan yang terkait dengan materi pelajaran. Dengan carademikian maka diharapkan prestasi belajar siswa akan dapat ditingkatkan padaakhirnya.

Kata kunci: Pendekatan Scientific, Prestasi Belajar, Pasar, Pendidikan Ekonomi

PENDAHULUAN

Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi misi

dan strategi pembangunan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem

pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan

semua warga Negara Indonesia untuk menjadi manusia yang berkualitas sehingga

mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana dan proses belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Page 270: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 270 ] P a g e

Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran yang mampu

mengembangkan kreativitas siswa. Mulyoto (2013: 103) menyatakan bahwa “selama ini

unsur kreativitas memang sering disebut-sebut pakar pendidikan, tapi pembelajaran

yang memberi ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitas belum mendapat

tempat”. Di samping itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)

menegaskan bahwa kurikulum 2013 juga mengamanatkan untuk mendorong peserta

didik agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, menalar, dan

mengkomunikasikan terhadap apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah

menerima materi pembelajaran (Kemendikbud, 2013:3-4). Intinya, yang menjadi ciri

khas pembelajaran dalam Kurikulum 2013 adalah pembelajaran berbasis pendekatan

scientific yang saat ini tentunya menarik untuk dipelajari dan diteliti lebih lanjut oleh

para pendidik maupun pemerhati pendidikan.

Pendekatan scientific menjadikan pembelajaran lebih aktif dan tidak

membosankan, siswa dapat mengonstruksi pengetahuan dan keterampilannya melalui

fakta-fakta yang ditemukan dalam penyelidikan di lapangan guna pembelajaran. Selain

itu, dengan pembelajaran berbasis pendekatan scientific ini, siswa didorong lebih mampu

dalam mengobservasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan atau

mempresentasikan hal-hal yang dipelajari dari fenomena alam ataupun pengalaman

langsung (Kemendikbud, 2013: 203,212). Pada pembelajaran ekonomi misalnya, siswa

dapat diajak melihat langsung peristiwa, mengamati kejadian, fenomena, konteks atau

situasi yang berkaitan dengan pasar, seperti kegiatan penawaran dan permintaan yang

dilakukan oleh penjual dan pembeli. Dengan demikian, siswa selalu mengingatnya dan

proses pembelajaran terasa lebih berkesan.

Kondisi pendidikan yang ada di NTT khususnya di Kabupaten Ngada, boleh

dikatakan belum memiliki kualitas yang begitu baik. Hal ini dapat diukur dari hasil

prestasi belajar siswa yang sangat rendah. Alasan lainnya adalah karena sarana

prasarana yang belum memadai, mutu guru, dan kondisi ekonomi siswa. Berbicara

mengenai pemilihan dan pendekatan pembelajaran yang sesuai erat kaitannya dengan

mutu seorang guru. Mutu seorang guru dapat diukur melalui kemahiran dan

profesionalitas seorang guru dalam merancang sebuah pembelajaran yang efektif dan

efisien.

Keefektifan dan keefisienan sebuah pembelajaran diukur dari tingkat pemahaman

materi oleh siswa yang berujung pada peningkatan prestasi belajar siswa. Untuk itu

peran guru adalah memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai, yang mampu

membawa siswa kepada pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya. Kenyataan di

Kabupaten Ngada, guru masih menggunakan model pembelajaran tradisional. Hal ini

berdampak kepada pencapaian prestasi siswa yang kurang maksimal.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran ekonomi secara efektif guru dianjurkan

untuk beralih dari pendekatan tradisional dan menerapkan metode pembelajaran yang

inovatif. Pembelajaran inovatif berarti bahwa pembelajaran dikemas oleh guru atau

instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar

Page 271: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 271 ]

memfasilitaskan siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dianjurkan yakni, pendekatan scientific.

Dalam pendekatan scientific menjadikan siswa yang diberi tahu menjadi siswa yang

mencari tahu, dari guru yang merupakan sumber belajar menjadi belajar dari beraneka

macam sumber, dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan

pendekatan ilmiah, dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju

pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi, pembelajaran yang

mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pebelajar

sepanjang hayat. Makalah ini berupaya untuk melihat penerapan pendekatan

pembelajaran scientific terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi. Masalah

dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah penerapan pendekatan

scientific terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi pokok bahasan

pasar? (2) Bagaimanakah penilaian scientific dalam pembelajaran ekonomi?

Dengan demikian, tujuan dari penulisan makalah ini di antaranya: (1) Untuk

mengetahui sejauh mana penerapan pembelajaran pendekatan scientific terhadap

prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi pokok bahasan pasar; (2) Untuk

mengetahui penilaian scientific dalam pembelajaran ekonomi.

PEMBAHASAN

Pendekatan Scientific

Metode scientific pertama kali diperkenalkan melalui ilmu pendidikan Amerika

pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang

mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Rohandi, 2005:25). Menurut Fauziah (2013)

pendekatan saintifik mengajak siswa langsung dalam menginferensi masalah yang ada

dalam bentuk rumusan masalah dan hipotesis, rasa peduli terhadap lingkungan, rasa

ingin tahu dan gemar membaca. Dalam pelaksanaanya, siswa akan memperoleh

kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri serta mengembangkan dan

menyajikan hasil karya. Menurut Nur (dalam putra, 2013:12) Pendekatan scientific

merupakan pendekatan pembelajaran di mana peserta didik diajak untuk melakukan

proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai

aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam

melakukan penyelidikan ilmiah yang artinya peserta didik diarahkan untuk menemukan

sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk

kehidupannya. Menurut Irwandi (2012) pendekatan saintifik merupakan bagian inti dari

kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang

diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta tetapi merupakan

hasil menemukan sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan scientific

merupakan pendekatan dalam proses pembelajaran yang mengintegrasikan

keterampilan sains yaitu mencari tahu sendiri fakta-fakta dan pengetahuan yang

dikaitkan dengan materi pembelajaran. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran

Page 272: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 272 ] P a g e

yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui

metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan

terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan

kemampuan berpikir kreatif siswa. Pendekatan scientific lebih menekankan kepada

peserta didik sebagai subjek belajar yang harus dilibatkan secara aktif.

Metode scientific sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori

Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada

empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975).

Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia

menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses

penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan

suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari

teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk

melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat

retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang

diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode scientific.

Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan

perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau

struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan

mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti

berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa.

Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi.

Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan

akomodasi. Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila

peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun

tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam

zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini

yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang

dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Wikandari, 2000:4).

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan scientific didasarkan pada keunggulan

pendekatan tersebut. Beberapa tujuan Pembelajaran dengan pendekatan scientific

adalah:

1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa.

2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara

sistematik.

3. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu

merupakan suatu kebutuhan.

4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis

artikel ilmiah.

Page 273: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 273 ]

6. Untuk mengembangkan karakter siswa.

Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh dari metode ilmiah. Metode

ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus (unik) dengan kajian spesifik dan

detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan. Demikian diperlukan adanya

penalaran dalam rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode

pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat

diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.

Oleh karena itu, penerapan pendekatan ilmiah memiliki beberapa kriteria yang

harus dipenuhi di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan

dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda,

atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari

prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang

dari alur berpikir logis.

3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam

mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi

pembelajaran.

4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat

perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan

mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi

pembelajaran.

6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem

penyajiannya. (Kemdikbud, 2013: 2-3)

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan

dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific). Langkah-langkah dalam

pendekatan scientific dikatakan sebagai pembelajaran terhadap pengetahuan ilmiah yang

diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis dalam ilmu-ilmu social termasuk juga ilmu

ekonomi. Dalam pembelajaran ekonomi yang dikehendaki adalah jawaban mengenai

fakta-fakta dalam ekonomi. Menurut Bloom dan Krathwohl dan Bloom dan Maria (dalam

Rusman, 2009:24-25) dalam proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. Proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah

sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu

mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar

peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi

atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa”. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan

keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan

manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard

Page 274: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 274 ] P a g e

skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan

pengetahuan.

Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific terdiri atas

enam pengalaman belajar pokok, yang terdiri dari:

1. Mengamati: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) untuk

mengidentifikasi masalah yang ingin diketahui.

2. Menanya mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang

diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang

diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)

3. Mencoba/mengumpulkan data (informasi): melakukan eksperimen, membaca

sumber lain dan buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, wawancara dengan

narasumber.

4. Mengasosiasikan/mengolah informasi: mengolah informasi yang sudah dikumpulkan

baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari

kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.

5. Mengkomunikasikan: Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil

analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya

6. (Dapat dilanjutkan dengan) Mencipta: menginovasi, mencipta, mendisain model,

rancangan, produk (karya) berdasarkan pengetahuan yang dipelajari.

Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan

suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti

proses pembelajaran dengan baik. Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses

pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience)

siswa. Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap

konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan materi

pelajaran yang dikuasai siswa.

Prestasi Belajar

Setiap kegiatan yang dilakukan siswa akan menghasilkan suatu perubahan pada

dirinya. Perubahan tersebut meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil

belajar yang diperoleh siswa diukur berdasarkan perbedaan tingkah laku sebelum dan

sesudah belajar dilakukan. Salah satu indicator terjadinya perubahan hasil belajar di

sekolah adalah proses belajar yang dapat dilihat melalui angka-angka di dalam rapor atau

daftar nilai yang diperoleh siswa pada akhir semester.

Winkel (2004:16) mengatakan “prestasi adalah bukti keberhasilan yang telah

dicapai”. Sedangkan belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku yang

merupakan hasil dari pengalaman. Dengan demikian prestasi belajar adalah bukti

keberhasilan yang telah dicapai yang merupakan hasil dari pengalaman.

Menurut Tu’u (2004:75) menyatakan prestasi belajar merupakan penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya

Page 275: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 275 ]

ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut

Azwar (2010:87), prestasi belajar merujuk pada apa yang mampu dilakukan oleh

seseorang dan seberapa baik ia melakukannya dalam menguasai bahan-bahan dan materi

ajar yang telah diajarkan.

Sementara Purwanto (2007) mengemukakan pengertian prestasi belajar yaitu

“hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan

dalam rapor”. Sedangkan Gintings (2010: 87) mengemukakan “prestasi belajar siswa

adalah hasil berbagai upaya dan daya yang tercermin dari partisipasi belajar yang

dilakukan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang diajarkan oleh guru”.

Dalam hubungan dengan pelajaran di sekolah, prestasi belajar yang diperoleh

meliputi semua mata pelajaran, misalnya prestasi siswa pada mata pelajaran ekonomi.

Prestasi belajar ekonomi adalah hasil yang telah dicapai setelah menguasai pengetahuan

atau keterampilan dalam pelajaran ekonomi pokok bahasan pasar yang ditunjukkan

dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan

maka semakin baik pula prestasi belajar yang didapatkan. Prestasi belajar tersebut dapat

diamati dari ketercapaian hasil belajar siswa yang ditentukan oleh kriteria ketuntasan

minimum (KKM). Melalui KKM tersebut dapat diketahui tinggi rendahnya nilai siswa

yang diperoleh dan menunjukkan tingkat prestasi belajar siswa.

Menurut Muhibbin Syah (2005:132), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, antara lain sebagai berikut:

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani

siswa, antara lain tingkat kecerdasan/intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa,

minat siswa, dan motivasi siswa.

2. Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar

siswa, yang terdiri dari lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa

yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan

pembelajaran materi-materi pelajaran.

Jadi, keberhasilan siswa selain dipengaruhi oleh beberapa faktor di atas namun

sangat dipengaruhi juga oleh intelegensi, hal ini dikarenakan intelegensi merupakan

salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar.

Intelegensi merupakan dasar potensial bagi pencapaian hasil belajar, di mana hasil

belajar yang akan dicapai tergantung pada tingkat intelegensi. Jika intelegensi tinggi,

maka kemungkinan prestasi belajar siswa yang diraih juga tinggi, dan semakin tinggi

motivasi yang dimiliki siswa maka prestasi belajar yang akan diraih tinggi.

Materi Pelajaran Pokok Bahasan Pasar

Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli dalam melakukan

transaksi jual beli akan barang dan jasa. Pengertian pasar dapat diperluas lagi, yaitu

terjadinya hubungan antara penjual dan pembeli, baik secara langsung tatap muka)

maupun tidak langsung (melalui media pesawat telepon, faximile, dan internet) dalam

Page 276: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 276 ] P a g e

melakukan transaksi (jual beli) barang dan jasa. Suatu tempat dapat kita katakan sebagai

pasar jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Ada calon penjual dan pembeli;

2. Ada barang/jasa yang hendak diperjualbelikan; dan

3. Terjadinya proses tawar menawar.

Fungsi pasar

1. Fungsi pembentukan harga

Jika kamu amati, di pasar biasanya terjadi proses tawar menawar harga. Penjual

menawarkan barang dengan harga tertentu. Di sisi lain, pembeli menginginkan barang

dengan harga tertentu pula. Jika terjadi kesepakatan, terbentuklah harga pasar atau

harga keseimbangan.

2. Fungsi promosi

Bagi produsen yang memproduksi barang-barang baru dapat memperkenalkan

barang-barang tersebut di pasar. Kita sering melihat barang dengan kemasan baru dan

warna baru. Jadilah, pasar sebagai tempat untuk mempromosikan barang-barang baru.

3. Fungsi penyerapan tenaga kerja

Selain pedagang dan pembeli, di pasar juga terdapat banyak orang yang terlibat

dalam kegiatan jual beli, seperti: kuli angkut, pelayan toko, tukang sapu, dan tukang

parkir. Dengan demikian, jadilah pasar sebagai tempat untuk penyerapan tenaga kerja.

Jenis-jenis pasar

Berdasarkan Barang yang Diperjualbelikan

Berdasarkan barang yang diperjualbelikan, pasar dapat dikelompokkan menjadi:

1. Pasar Barang Konsumsi: Pasar barang konsumsi, yaitu jenis pasar yang menjual atau

menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari. Misalnya, makanan, minuman,

dan pakaian. Yang termasuk pasar konsumsi adalah pasar hewan, pasar bunga, pasar

sembako, dan pasar hewan.

2. Pasar Barang Produksi: Pasar barang produksi, yaitu jenis pasar yang

memperjualbelikan barang faktor-faktor produksi, seperti: bahan baku industri,

tenaga kerja, mesin, dan peralatan lain yang semuanya merupakan sumber daya

produksi yang digunakan untuk memproduksi barang lain.

Berdasarkan luasnya kegiatan atau distribusi

Berdasarkan luasnya kegiatan, pasar dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pasar Lokal (Setempat): Pasar lokal, yaitu pasar yang memperjualbelikan barang

kebutuhan konsumen yang bertempat tinggal di sekitar pasar, dan barang yang

diperjualbelikannya biasanya hasil budidaya masyarakat sekitar.

2. Pasar Daerah: Untuk daerah yang cakupannya lebih luas, selain pasar lokal ada juga

pasar daerah, yaitu pasar wilayah. Letaknya biasanya di ibukota, kabupaten, pusat

kota, atau ibukota provinsi. Pasar ini lebih besar dari pasar lokal karena merupakan

Page 277: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 277 ]

tempat jual beli konsumen satu daerah atau satu wilayah (kota, kabupaten, atau

provinsi). Contohnya: pasar kabupaten, pasar kota, dan pasar provinsi.

3. Pasar Nasional: Di wilayah yang lebih luas, seperti negara, terdapat juga jenis pasar

yang lain, yaitu pasar nasional. Pasar ini memperjualbelikan barang kebutuhan

konsumen untuk satu negara (tingkat nasional). Contoh pasar nasional, yaitu bursa

efek yang memperjualbelikan saham konsumen dalam negeri.

4. Pasar Internasional: Suatu negara tidak terlepas dari perdagangan internasional.

Perdagangan tersebut menuntut adanya tempat khusus yang mempertemukan para

penjual dan pembeli dari berbagai negara. Tempat khusus tersebut disebut pasar

internasional. Contoh pasar internasional, yaitu pasar tembakau di Bremen, Jerman

dan pasar karet di New York, Amerika Serikat.

Berdasarkan Ketersediaan Barang yang Diperjualbelikan

Berdasarkan ketersediaan barang yang diperjualbelikan, pasar dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pasar Konkret: Pasar konkret adalah pasar yang memperjualbelikan barang, dan

barangnya ada di pasar tersebut. Setelah dibayar, barang bisa langsung dibawa (cash

and carry). Contoh pasar konkret, yaitu pasar sehari-hari, pasar burung, pasar

hewan, pasar sayur, pasar pakaian jadi, pasar kain, toserba, supermarket, swalayan,

dan minimarket.

2. Pasar Abstrak (Pasar Tidak Nyata): Selain pasar konkret, ada jenis pasar lain, yaitu

pasar abstrak. Pasar abstrak adalah pasar yang memperjualbelikan barang, tetapi

barangnya tidak ada di pasar tersebut. Contoh pasar abstrak adalah pasar tenaga

kerja, pasar obat-obatan, pasar tembakau Bremen di Jerman, Bursa Efek Jakarta, dan

Bursa Valuta Asing.

Berdasarkan Waktu

Berdasarkan waktu, pasar dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pasar Harian: Pasar yang diadakan sehari-hari disebut pasar harian. Pasar ini buka

setiap hari dan menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Contoh pasar

harian, yaitu pasar tradisional dan swalayan.

2. Pasar Mingguan: Selain pasar harian, ada juga pasar mingguan. Pasar ini dapat

ditemukan aktivitasnya setiap minggu. Contoh pasar mingguan, yaitu Pasar Senin,

Pasar Rebo, dan Pasar Minggu.

3. Pasar Bulanan: Setiap pasar bulanan mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu beroperasi

sebulan sekali. Pasar ini disebut pasar bulanan. Biasanya, para pedagang menjual

barang-barang tertentu, seperti hewan, kerajinan, dan perlengkapan produksi.

4. Pasar Tahunan: Pasar yang melakukan aktivitasnya setahun sekali disebut pasar

tahunan. Pasar ini biasanya diadakan karena ada peristiwa-peristiwa tertentu yang

diperingati setiap tahun. Contoh pasar tahunan, yaitu Pekan Raya Jakarta, Pasar

Agustusan, dan Vancouver Fair di Kanada.

Page 278: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 278 ] P a g e

Berdasarkan Bentuk atau Struktur Pasar

Berdasarkan bentuk atau struktur pasar, pasar dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pasar Sempurna: Di pasar biasanya para penjual dan pembeli mengetahui dengan

baik harga barang, jenis barang, dan kualitas barang yang diperjualbelikan. Hal ini

merupakan salah satu ciri pasar sempurna. Ciri lain dari pasar sempurna adalah: a)

Pembeli dan penjual bebas berinteraksi untuk membeli atau menjual barang kepada

siapapun. b) Barang yang diperjualbelikan bersifat homogen (sejenis) yang berarti

barang-barang tersebut dapat saling mengganti satu dengan yang lain (terdapat

banyak barang subsitusi).

2. Pasar Tidak Sempurna: Selain pasar sempurna, ada juga pasar yang tidak sempurna.

Pasar tidak sempurna adalah pasar yang tidak terorganisir secara sempurna. Ciri-

cirinya adalah: a) Pembeli dan penjual tidak mengetahui keadaan pasar dengan baik.

b) Pembeli dan penjual tidak bebas berinteraksi. c) Barang yang diperjualbelikan

bersifat heterogen (beraneka ragam). Apabila suatu pasar memiliki paling sedikit satu

ciri tersebut, pasar tersebut tergolong pasar tidak sempurna.

Berdasarkan Sifat Pembentukan Harga

Berdasarkan sifat pembentukan harga, pasar dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pasar Persaingan: Pasar yang pembentukan harganya dilakukan oleh persaingan

antara permintaan dan penawaran disebut pasar persaingan. Contohnya, jika

permintaan naik, sedangkan penawaran tetap, maka harga akan naik. Sebaliknya, jika

permintaan turun, sedangkan penawaran naik, maka harga akan turun.

2. Pasar Monopoli: Pasar yang pembentukan harganya dilakukan oleh satu kelompok

disebut pasar monopoli. Satu orang atau satu kelompok tersebut menguasai

penawaran atau penjualan sehingga mereka bebas menentukan barang dan harga

yang dijualnya. Contohnya pembentukan tarif listrik oleh PLN, pembentukan tarif

telepon kabel oleh Telkom, dan pembentukan tarif air oleh PDAM.

3. Pasar Duopoli: Pasar yang pembentukan harganya ditentukan oleh beberapa orang

atau beberapa kelompok yang menguasai penawaran atau penjualan disebut pasar

duopoli.

4. Pasar Oligopoli: Pasar yang pembentukan harganya ditentukan oleh beberapa orang

atau beberapa kelompok yang menguasai penawaran atau penjualan disebut pasar

oligopoli. Contohnya pada pasar lemari es, ada beberapa penjual dengan beberapa

merk yang terlibat dalam penentuan harga di pasar. Contoh pasar oligopoli yang lain,

yaitu pasar sepeda motor, pasar televisi, dan pasar semen.

5. Pasar Monopsoni: Pasar yang pembentukan harganya ditentukan oleh satu orang

atau sekelompok pembeli disebut pasar monopsoni. Misalnya, di suatu wilayah

terdapat perkebunan tembakau yang luas, ternyata ada satu perusahaan yang

bersedia membeli tembakau tersebut. Akibatnya, perusahaan tersebut dapat

menekan harga tembakau serendah-rendahnya.

Page 279: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 279 ]

6. Pasar Duopsoni: Pasar yang pembentukan harganya ditentukan oleh dua orang atau

dua kelompok pembeli yang menguasai pembelian disebut pasar duopsoni.

7. Pasar Oligopsoni: Pasar yang pembentukan harganya ditentukan oleh beberapa

orang atau beberapa kelompok yang menguasai permintaan atau pembelian disebut

pasar oligopsoni

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Scientific Untuk Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi

Karakteristik pembelajaran terkait erat dengan Standar Kompetensi Lulusan dan

Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang

sasaran pembelajaran yang harus dicapai, dan Standar Isi memberikan kerangka

konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang dikembangkan dari tingkat

kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan,

sasaran pembelajaran mencakup pengembangan domain sikap, pengetahuan, dan

keterampilan yang memiliki karakteristik berbeda untuk masing-masing mata pelajaran.

Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan

mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami,

menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui

aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.

Pencapaian kompetensi tersebut berkaitan erat dengan proses pembelajaran yang

dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus merencanakan pembelajaran sesuai tuntutan

kurikulum dengan menggunakan pendekatan scientific dan model pembelajaran yang

mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan penyingkapan/penelitian, serta

dapat menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok. Prinsip

pembelajaran pada kurikulum 2013 menekankan perubahan paradigma: (1) Peserta

didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu; (2) Guru sebagai satu-satunya

sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; (3) Pendekatan tekstual

menjadi pendekatan proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; (4)

Pembelajaran berbasis konten menjadi pembelajaran berbasis kompetensi; (5)

Pembelajaran parsial menjadi pembelajaran terpadu; (6) Pembelajaran yang

menekankan jawaban tunggal menjadi pembelajaran dengan jawaban yang

kebenarannya multi dimensi; (7) Pembelajaran verbalisme menjadi keterampilan

aplikatif; (8) Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hard skill) dan

keterampilan mental (soft skills); (9) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan

dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; (10) Pembelajaran

yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo),

membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas

peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); (11) Pembelajaran yang

berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; (12) Pembelajaran yang

menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di

mana saja adalah kelas; (13) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk

Page 280: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 280 ] P a g e

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan (14) Pengakuan atas

perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Pembelajaran scientific merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-

langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pembelajaran

tersebut tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, tetapi proses

pembelajaran dipandang sangat penting. Pendekatan ini menekankan pada proses

pencarian pengetahuan, berkenaan dengan materi pembelajaran melalui berbagai

kegiatan, yaitu mengamati, menanya, mengeksplor/mengumpulkan informasi/mencoba,

mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

1. Mengamati: Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan

konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Yang diamati

adalah materi yang berbentuk fakta, yaitu fenomena atau peristiwa dalam bentuk

gambar, video, rekaman suara atau fakta langsung yang bisa dilihat dan disentuh.

Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat,

mendengar, membaca, dan atau menyimak. Dalam pembelajaran Ekonomi, kegiatan

mengamati dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, siswa diterjunkan langsung

untuk mengamati keadaan di pasar, ketika melakukan pengamatan siswa dapat

mengumpulkan informasi. Melalui pengamatan dan data yang dikumpulkan maka

siswa dapat menjelaskan pengertian, fungsi dari pasar itu sendiri dan jenis-jenis

pasar.

2. Menanya: Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun

pengetahuan peserta didik dalam bentuk konsep, prinsip, prosedur, hukum dan teori,

hingga berpikir metakognitif. Tujuannya agar peserta didik memiliki kemampuan

berpikir tingkat tinggi (critical thinking skill ) secara kritis, logis, dan sistematis.

Proses menanya dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi kelompok dan diskusi

kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang kebebasan mengemukakan

ide/gagasan dengan bahasa sendiri. Dalam kegiatan pembelajaran ekonomi pokok

bahasan pasar siswa dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab

dalam kegiatan diskusi, misalnya: menjelaskan contoh apa saja yang dapat

menjelaskan tentang jenis-jenis pasar dan bagaimana cara mengetahui kegiatan

penawaran barang dan jasa dengan benar.

3. Mengeksplor/mengumpulkan: Kegiatan mengeksplor/mengumpulkan informasi, atau

mencoba bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan peserta didik dalam

mengembangkan kreativitas, dan keterampilan berkomunikasi. Kegiatan ini

mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, menyajikan

data, mengolah data, dan menyusun kesimpulan. Pemanfaatan sumber belajar

termasuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sangat disarankan.

Kegiatan mengumpulkan informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain

buku dan internet. Dalam pembelajaran Ekonomi, kegiatan mengumpulkan

informasi/mencoba dapat dilakukan sebagai berikut, mewawancarai pembeli atau

penjual tentang bagaimana cara untuk melakukan kegiatan permintaan dan

Page 281: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 281 ]

penawaran yang baik, mencari berbagai sumber baik dari buku pelajaran maupun

dari internet yang berhubungan dengan pasar.

4. Mengasosiasi/menalar: Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun

kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Kegiatan ini di dalamnya termasuk

memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan

informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan

mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Data yang diperoleh

diklasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Dalam hal ini

siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan teman kelompoknya tentang

informasi yang mereka peroleh masing-masing untuk menemukan kesamaan

pengertian dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran

Ekonomi, kegiatan mengasosiasi dapat dilakukan sebagai berikut, contoh:

menerapkan konsep pasar dalam kegiatan simulasi di kelas.

5. Mengkomunikasikan: Kegiatan mengomunikasikan adalah sarana untuk

menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa,

diagram, grafik, atau perilaku. Kegiatan ini dilakukan agar peserta didik mampu

mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi

peserta didik melalui presentasi, membuat laporan, dan/atau unjuk kerja. Dalam

pembelajaran Ekonomi, kegiatan mengomunikasikan dapat dilakukan sebagai

berikut, contoh: mempresentasikan hasil pengamatan berupa data-data yang

diperoleh siswa di lapangan khususnya mengenai pasar dan selain itu siswa dapat

memaparkan data-data yang didapatkan dari berbagai sumber mengenai

pengertian pasar, fungsi pasar dan jenis-jenis pasar.

Dari uraian yang telah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

scientific memiliki kekhasan sendiri karena dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,

dengan langkah-langkah yang memacu siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti

pelajaran, yang mana pelajaran tidak berpusat pada guru tetapi lebih memacu sisswa

untuk lebih aktif, inovatif dan kreatif.

Penilaian Pendekatan Scientific dalam Mata Pelajaran Ekonomi

Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif

untuk menilai mulai dari masukan (input) , proses , dan keluaran (output) pembelajaran,

yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian autentik menilai

kesiapan peserta didik, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian

ketiga komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan kapasitas,

gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional

(instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.

Mata Pelajaran Ekonomi merupakan salah satu mata pelajaran yang ada pada

struktur Kurikulum 2013, oleh sebab itu penilaian hasil belajar Ekonomi harus

dikembangkan sesuai dengan konsep penilaian Kurikulum 2013, yaitu penilaian autentik

yang mencakup domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dicapai

Page 282: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 282 ] P a g e

peserta didik secara terpadu. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap

pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan

Kurikulum 2013. Penilaian autentik mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar

peserta didik, baik dalam rangka mengamati/mengobservasi, menanya, mencoba,

menalar, membangun jejaring atau mengomunikasikan. Penilaian autentik cenderung

fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk

menunjukkan kompetensi mereka yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Penilaian autentik disebut juga penilaian responsif, suatu metode untuk menilai

proses dan hasil belajar peserta didik yang memiliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka

yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.

Penilaian autentik dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu seperti seni atau ilmu

pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses dan hasil

pembelajaran. Implementasi penilaian autentik didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai

berikut; 1. Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran, 2. Penilaian harus

mencerminkan masalah dunia nyata, bukan masalah dunia sekolah, 3.Penilaian harus

menggunakan berbagai ukuran, metode dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik

dan esensi pengalaman belajar, 4. Penilaian harus bersifat holistic yang mencakup semua

aspek dari tujuan pembelajaran (sikap, keterampilan, dan pengetahuan). Hasil penilaian

autentik dapat digunakan oleh pendidik untuk merencanakan program perbaikan,

pengayaan, atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian autentik dapat digunakan

sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang memenuhi Standar

Penilaian Pendidikan.

Penilaian autentik dalam pembelajaran Ekonomi sebagai berikut; Penilaian

Kompetensi Sikap Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi,

penilaian diri (self assessment), penilaian teman sejawat/antarpeserta didik (peer

assessment), dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan

penilaian antarpeserta didik adalah lembar pengamatan berupa daftar cek (checklist) atau skala

penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan

pendidik. Rubrik adalah daftar kriteria yang menunjukkan kinerja, aspek- aspek atau

konsep-konsep yang akan dinilai, dan gradasi mutu, mulai dari tingkat yang paling

sempurna sampai yang paling rendah dengan kriteria sebagai berikut:

Sederhana/mencakup aspek paling esensial untuk dinilai, Praktis/ mudah digunakan,

Tidak membebani guru, Menilai dengan efektif aspek yang akan diukur, Dapat digunakan

untuk penilaian proses dan tugas sehari-hari .

Peserta didik dapat mempelajari rubrik & mengecek hasil penilaiannya Rubrik

kunci adalah rubrik sederhana berisi seperangkat kriteria yang menunjukkan indikator

esensial paling penting yang dapat menggambarkan capaian kompetensi peserta didik. a)

Observasi (pengamatan) merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara

berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak

langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator

Page 283: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 283 ]

perilaku yang diamati. Kriteria instrumen observasi: Mengukur aspek sikap yang dituntut

pada Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sesuai dengan kompetensi yang akan

diukur, memuat indikator sikap yang dapat diobservasi, mudah atau feasible untuk

digunakan dapat merekam sikap peserta didik

Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik

untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian

kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. Penggunaan teknik

ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang.

Keuntungan penggunaan teknik penilaian diri dalam penilaian di kelas sebagai berikut:

dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan

untuk menilai dirinya sendiri; peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya,

karena ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya; dapat mendorong, membiasakan, dan melatih

peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam

melakukan penilaian. Kriteria instrumen penilaian diri: dirumuskan secara sederhana,

namun jelas dan tidak bermakna ganda, bahasa lugas dan dapat dipahami peserta didik,

menggunakan format sederhana yang mudah dipahami peserta didik, menunjukkan

kemampuan peserta didik dalam situasi yang nyata / sebenarnya, mengungkap kekuatan

dan kelemahan capaian kompetensi peserta didik bermakna, mengarahkan peserta didik

untuk memahami kemampuannya, mengukur target kemampuan yang akan diukur

(valid) memuat indikator kunci/indikator esensial yang menunjukkan kemampuan yang

akan diukur, memetakan kemampuan peserta didik dari terendah sampai tertinggi.

SIMPULAN

Kenyataan yang terjadi di Kabupaten Ngada sebelum menggunakan pendekatan

scientific yakni, para guru selalu menggunakan pendekatan pembelajaran tradisional, di

mana guru merupakan sumber informasi sedangkan siswa harus mengingat apa yang

dikatakan oleh guru. Pendekatan tradisional ini tidak memberikan motivasi keterampilan

siswa untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak, menemukan prinsip-prinsip

belajar yang baru, dan membangun pengetahuan siswa dan mempraktikkan apa yang

telah didapatkan oleh siswa itu sendiri. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang

didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam

kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi yang mana otak

anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk

memahami informasi yang diingatnya itu, untuk dihubungkan dengan kehidupan sehari-

hari. Akibatnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka hanya pintar secara teoretis,

tetapi mereka miskin aplikasi.

Dengan adanya pendekatan scientific ini dinilai sangat cocok untuk diterapkan

sebagai pengganti dari pendekatan tradisional, karena pendekatan scientific ini lebih

menekankan kepada peserta didik sebagai subjek belajar yang harus dilibatkan secara

aktif, yakni siswa dapat mencari tahu sendiri fakta-fakta dan pengetahuan yang dikaitkan

Page 284: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 284 ] P a g e

dengan materi pembelajaran. Berbagai kelebihan-kelebihan dari pendekatan scientific ini

adalah menjadikan siswa yang diberi tahu menjadi siswa yang mencari tahu, dari guru

yang merupakan sumber belajar menjadi belajar dari beraneka macam sumber, dari

pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah, ,

dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan

jawaban yang kebenarannya multi dimensi, pembelajaran yang mengutamakan

pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pebelajar sepanjang hayat.

DAFTAR PUSTAKA

Baldwin, A.L. 1967. Theories of Child Development. New York: John Wiley & Sons.

Bloom, Benjamin S. 1956. Taxonomy of educational objectives: The Classification OfEducational Goals. London: David McKay Company, Inc.

Bloom, Benjamin S. Krathwohl, DR, Maria BB. 1964. Taxonomy of educational objectives:The Classification Of Educational Goals. Handbook II. Affective Domain. New YorkDavid McKay Company, Inc.

Carin, A.A. & Sund, R.B. 1975. Teaching Science trough Discovery, 3rd Ed. Columbus:Charles E. Merrill Publishing Company.

Depdiknas 2011. Undang-Undang Sisdiknas (UU RI Tahun 2003). Jakarta: Sinar Grafika

Fauziah, R. et al. 2013. Pembelajaran Saintifik Elektronika Dasar BerorientasiPembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Invotec, 9(2): 165-178.

Gintings, Abdorakhman. 2010. Esensi Praktis Belajar Dan Pembelajaran. Bandung:Humaniora.

Huda, Mithaful.2013. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Irwandi. 2012. Pengaruh Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Biologi melaluiStrategi Inkuiri dan Masyarakat Belajar pada Siswa dengan Kemampuan AwalBerbeda terhadap Hasil Belajar kognitif di SMA Negeri Kota Bengkulu. JurnalKependidikan Triadik, 12(1): 33-41.

Kemendikbud, 2013. Pendekatan scientific (ilmiah) dalam pembelajaran. Jakarta:pusbangprodik.

Kemendikbud, 2013. Pengembangan kurikulum 2013. Paparan mendikbud dalamsosialisasi kurikulum. Jakarta: kemendikbud.

Komara, Endang. (2013). Pendekatan Scientific dalam Kurikulum 2013 (online).(http://endang komaras blog.blogspot.com/2013/10/pendekatan scientific-dalam kurikulum.html diakses pada tanggal 5 Maret 2013)

Mulyoto. 2013. Strategi Pembelajaran di era kurikulum 2013. Jakarta: PrestasiPutrakaraya.

Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan PendekatanKonstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri SurabayaUniversity Press.

Nur, M. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS Unesa.

Page 285: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)

P a g e [ 285 ]

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang StandarProses

Permendikbud nomor 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum

Rohandi, R. 2005. Pendidikan Sains Yang Humanistik: Memperdayakan Anak MelaluiPendidikan Sains. Yogyakarta: Kanisius.

Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum: Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.

Suhendi, Hendi. 2012. Pendekatan Pembelajaran Scientific di Kurikulum 2013 (online). (Wordpress. Com/2013 107 /18 / Pendekatan-Pembelajaran-Scientific diKurikulum-20131 diakses pada tanggal 5 Maret 2A14)

Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Syodih, Nana. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:Bumi Aksara

Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pad Perilaku Dan Prestasi Siswa. Jakarta: PT. BumiAksara.

Umi Fadhilah Ismawati & Sri Mulyaningsih. (2014). Pengaruh Penerapan PembelajaranDengan Pendekatan Scientific Pada Materi Elastisitas Terhadap Hasil Belajar SiswaKelas X. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF). 3(3), 32-35.

W.S. Winkel, 1996. Psikologi Pengajaran, Jakarta: Grasindo, cet.,5

Warsono & Hariyanto. 2013. Pembelajaran Aktif Teori dan Assessment. Bandung: PTRemaja Rosdakarya.

Page 286: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 286 ] P a g e

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS MELALUI

PENDEKATAN SAVI (SOMATIS, AUDITORI, VISUAL, INTELEKTUAL)

Wahyu Aris Setyawan & Yoyok SusatyoPascasarjana Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakPembelajaran ekonomi di sekolah menengah dianjurkan untuk menggunakanpendekatan SAVI. Pendekatan Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual (SAVI)diimplementasikan dengan harapan dapat memfasilitasi siswa untukmemperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar mereka. Pendekatan SAVImerupakan pendekatan yang mengintegrasikan keempat unsur sehingga pesertadidik dapat terlibat aktif dalam pembelajaran dan tidak mengabaikan cara dangaya belajar peserta didik. Pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan SAVIadalah kooperatif. Karena dalam model ini menekankan adanya kerjasama dalamproses belajar yang juga merupakan salah satu prinsip dasar belajar yangdikemukakan oleh Meier.

Kata kunci: Pendekatan SAVI, kerjasama, aktif

PENDAHULUAN

Semakin pesatnya teknologi dan ilmu pengetahuan, memberikan dampak

tersendiri terhadap berbagai bidang kehidupan salah satu di antaranya adalah bidang

pendidikan. Dalam menghadapi pesatnya teknologi dan ilmu pengetahuan, sudah

seharusnya disertai dengan meningkatnya sumber daya manusia. Untuk meningkatkan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas diperlukan peningkatan mutu pendidikan.

Keberhasilan pendidikan sangat tergantung dari kemampuan guru dalam menyediakan

fasilitas yang akan menunjang peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

Ada sebagian peserta didik yang membutuhkan penggambaran visual dan fisik

dari konsep-konsep yang diajarkan dan ada juga sebagian peserta didik menyukai

jawaban secara langsung (Meir, 2002:83-84). Salah satu cara efektif guru adalah dapat

memilih suatu pendekatan yang membuat peserta didik terlibat secara aktif sepenuhnya

dalam pembelajaran, karena pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh

orang berdiri dan bergerak ke sana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik

dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera dapat berpengaruh besar

pada pembelajaran. Pendekatan yang dapat menggabungkan gerakan fisik, aktivitas

intelektual dan penggunaan semua indera adalah pendekatan SAVI (Somatis, Auditori,

Visual, Intelektual).

Meier (2002:100) menjelaskan bahwa Belajar bisa optimal jika keempat unsur

SAVI ada dalam satu peristiwa pembelajaran. Misalnya, seorang peserta didik dapat

belajar sedikit dengan menyaksikan presentasi (V), tetapi ia dapat belajar jauh lebih

banyak jika dapat melakukan sesuatu ketika presentasi sedang berlangsung (S),

membicarakan apa yang mereka pelajari (A), dan memikirkan cara menerapkan

informasi dalam presentasi tersebut untuk menyelesaikan masalah- masalah yang ada (I).

Page 287: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Upaya Meningkatkan Keterampilan… (Wahyu Aris Setyawan & Yoyok Susatyo)

P a g e [ 287 ]

Pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang mengintegrasikan keempat unsur

sehingga peserta didik dapat terlibat aktif dalam pembelajaran dan tidak mengabaikan

cara dan gaya belajar peserta didik. Pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan SAVI

adalah kooperatif. Karena dalam model ini menekankan adanya kerjasama dalam proses

belajar yang juga merupakan salah satu prinsip dasar belajar yang dikemukakan oleh

Meier.

Sebelumnya telah ada peneliti yang meneliti mengenai pendekatan SAVI.

Penelitian oleh Sutrisni (2011:40) tentang penerapan pendekatan SAVI yang menyatakan

respon peserta didik ketika mengikuti pelajaran matematika adalah positif. Berdasarkan

hal tersebut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pendekatan SAVI dalam

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

PEMBAHASAN

Suharsono. 2011. Upaya Meningkatkan Belajar Hasil Matematika Siswa melalui

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Drilling (PTK Pembelajaran

Matematika Kelas VII SMP Negeri 1 Trowulan Mojokerto). Berdasarkan penelitiannya

diperoleh informasi bahwa ada peningkatan terhadap Hasil Belajar siswa jika

menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe SNOWBALL DRILING.

Rosa, Rina, Dkk. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing

Promting Untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis dan Hasil Belajar Biologi

(PTK Pembelajaran Biologi Kelas VIIISMP Negeri Bangkinang Barat). Berdasarkan

penelitihannya, diperoleh informasi bahwa ada peningkatan terhadap Keterampilan

Berfikir Kritis dan Hasil Belajar siswa jika menggunakan metode pembelajaran kooperatif

tipe PROBING PROMTING.

Setu Budiarjo (2010) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Teknik (PTK Pembelajaran Teknik Kendaraan Kelas

XIISMK Negeri 5 Semarang). Berdasarkan penelitiannya, diperoleh informasi bahwa ada

peningkatan terhadap hasil Belajar siswa jika menggunakan metode pembelajaran

kooperatif tipe JIGSAW.

Pengertian berpikir kritis

Menurut Elaine B. Johnson (2011:183), berpikir kritis adalah sebuah proses yang

terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

mengambil keputusan, dan menganalisis asumsi serta melakukan penelitian ilmiah. Dia

juga menyatakan berpikir kritis adalah kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan

pemahaman baru. Tujuan berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang

mendalam, pemahaman membuat kita mengerti maksud dibalik ide yang mengarahkan

hidup kita setiap hari, pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian.

Menurut Elaine B. Johnson ada delapan langkah untuk menjadi pemikir kritis

adalah sebagai berikut:

1. menggambarkan isu, masalah yang telah diteliti

Page 288: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 288 ] P a g e

2. Memikirkan sudut pandang (pencarian makna)

3. Menentukan alas an yang masuk akal

4. Membuat ide-ide atau asumsi

5. Menggunakan bahasa yang jelas

6. Menentukan alas an berdasarkan bukti akurat

7. Memberikan kesimpulan sementara yang tepat

8. Melihat efek samping dari kesimpulan sementara

Pembelajaran Kooperatif

Proses belajar memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, karena

dalam proses belajar inilah dapat diketahui berhasil tidaknya seorang peserta didik

dalam mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa pengertian tentang belajar yang

dikemukakan oleh para ahli:

Menurut Hintzman (dalam Syah, 2011:65) dalam bukunya The Psychology of

Learning and Memory berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi

dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat

mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Menurut Witting (dalam Syah, 2011:65)

dalam bukunya Psychology Of Learning belajar adalah perubahan yang relatif menetap

yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai

hasil pengalaman.

Berdasarkan kedua definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa segala

sesuatu perubahan yang relatif yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan

tingkah laku suatu individu sebagai hasil pengalaman yang ada di sekitarnya. Seseorang

dapat dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses

kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu

memang tidak dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Kegiatan dan usaha

untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar, sedang tingkah laku

sendiri merupakan hasil belajar.

Proses belajar mengajar akan berhasil baik, apabila didukung oleh faktor–faktor

psikologis dari peserta didik. Faktor–faktor psikologis dalam belajar akan memberikan

peranan yang cukup penting yang akan memberikan landasan kemudahan dalam upaya

mencapai tujuan belajar secara optimal. Sebaliknya, tanpa adanya faktor–faktor

psikologis dapat memperlambat proses belajar, bahkan dapat menambah kesulitan

dalam mengajar. Thomas F. Staton (Sardiman, 2009:41-45) menguraikan enam macam

faktor psikologis, antara lain:

1. Motivasi

2. Konsentrasi

3. Reaksi

4. Organisasi

5. Pemahaman

6. Ulangan

Page 289: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Upaya Meningkatkan Keterampilan… (Wahyu Aris Setyawan & Yoyok Susatyo)

P a g e [ 289 ]

Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis

kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin dan diarahkan oleh

pendidik. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan

permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa peserta didik akan lebih

mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi

dengan temannya. Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling

membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Tujuan dibentuknya

kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar (Lindayani dan

Murtadlo, 2011:89).

Pendekatan SAVI

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang

kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya

suatu proses yang sifatnya masih sangat umum di dalamnya mewadahi, menginspirasi,

menguatkan dan melatari pendekatan pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

pendekatan pembelajaran merupakan prosedur, urutan, langkah-langkah dan cara yang

digunakan pendidik untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam

bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jadi dapat

dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan jabaran dari metode.

Menurut Meier (2002:91-92) Pendekatan SAVI adalah pendekatan pembelajaran

yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki

peserta didik. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari somatis, auditori, visual dan

intelektual. Pembelajaran akan berlangsung optimal jika keempat unsur SAVI terpadu

dalam pembelajaran secara simultan. Penjelasan keempat unsur tersebut sebagai

berikut:

1. Somatis (s)

Somatis berasal dari bahasa Yunani yaitu “soma” yang berarti tubuh. Jadi, belajar

somatis berarti belajar dengan indera peraba. Kinestesis, praktis melibatkan fisik dan

menggunakan serta menggerakan tubuh sewaktu belajar,dari penjelasan di atas indikator

yang sesuai dalam lembar observasi aktivitas berpikir kritis siswa yaitu mengajukan

pertanyaan . Jadi, inti dari belajar somatis adalah belajar yang membuat peserta didik

melakukan aktivitas fisik dalam pembelajaran.

2. Auditori (a)

Auditori berarti belajar dengan indra pendengaran. Auditori merupakan

pemanfaatan media suara (audio) dan mengakses segala jenis bunyi,seperti musik, nada,

irama, rima, dialog internal dan suara. Menurut Deporter (2002:85) “pelajar auditorial

yaitu palajar yang cara belajarnya dengan cara mendengarkan dan menggerakkan

bibir/bersuara saat membaca. Auditorial mengakses segala bunyi dan kata, dari apa yang

Page 290: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 290 ] P a g e

mereka dengar maupun yang diingat”. Dari penjelasan tersebut indikator yang sesuai

dalam lembar observasi aktivitas berpikir kritis yaitu aktif dalam diskusi.

Berdasarkan uraian di atas, penggunaan sarana auditori dalam belajar di kelas

dapat dilakukan dengan cara meminta peserta didik mendengarkan hal- hal yang terkait

dengan materi pelajaran, mendiskusikan topik yang sedang dipelajari secara

berkelompok, mempresentasikan hasilnya di depan kelas dan menyimak presentasi.

3. Visual (v)

Visual berarti belajar dengan menggunakan indera penglihatan. Meier (2002:97-

99) mengemukakan bahwa belajar visual berarti belajar dengan mengamati dan

menggambarkan. Menurut Deporter (2002:168) “pelajar visual belajar melalui apa yang

mereka buat dengan banyak simbol dan gambar dalam catatan mereka”. Belajar visual

terbaik saat mereka mulai dengan “gambaran keseluruhan”. Dari penjelasan tersebut

indikator yang sesuai dalam lembar observasi aktivitas berpikir kritis yaitu

memperhatikan penjelasan guru.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran visual dapat dilakukan dengan

cara menampilkan benda- benda tiga dimensi, media atau dekorasi berwarna- warni dan

meminta peserta didik untuk melakukan pengamatan lapangan terkait dengan materi

yang sedang dipelajari.

4. Intelektual (i)

“Intelektual adalah bagian dari merenung, mencipta, memecahkan masalah dan

membangun makna” (Meier, 2002:99). Intelektual ini berhubungan erat dengan

memecahkan masalah dan merenung. Dari penjelasan tersebut indikator yang sesuai

dalam lembar observasi aktivitas berpikir kritis yaitu membuat kesimpulan.

Berdasarkan uraian di atas, guru dapat mengoptimalkan kemampuan intelektual

peserta didik dengan berbagai cara di antaranya memberi kesempatan peserta didik

untuk bertanya, berpendapat atau komentar, meminta peserta didik untuk saling

bertukar ide, pengalaman, pengetahuan, menyelesaikan suatu permasalahan dan

memberikan tugas. Selain itu, guru juga perlu memberikan waktu pada peserta didik

untuk merenung atau memikirkan pemecahan masalah yang terkait dengan materi yang

sedang dipelajari.

Beberapa kelebihan dari pendekatan SAVI antara lain:

1. Membangkitkan kecerdasan terpadu peserta didik secara penuh melalui

penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual. Di mana peserta didik

dituntut untuk berperan aktif, semua indera harus ikut membantu dalam proses

belajar agar kemampuan berpikir peserta didik lebih baik.

2. Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif. Peserta didik

lebih senang karena mereka belajar lebih bebas tetapi tetap ada pengarahan dari

guru

3. Mampu membangkitkan kreativitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor

peserta didik. Peserta didik akan sangat kreatif dalam berpendapat karena mereka

Page 291: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Upaya Meningkatkan Keterampilan… (Wahyu Aris Setyawan & Yoyok Susatyo)

P a g e [ 291 ]

diberi kelonggaran untuk mengembangkan pemikirannya dan tentunya guru juga

memberi penguatan dari jawaban peserta didiknya.

4. Memaksimalkan ketajaman konsentrasi peserta didik melalui pembelajaran secara

visual, auditori dan intelektual. Ketajaman secara visual peserta didik lebih fokus

dalam melihat gambaran yang diberikan guru, dan apa yang dilakukan guru,

ketajaman auditori peserta didik lebih peka saat mendengarkan penjelasan dari guru,

ketajaman intelektual di mana peserta didik dapat menyimpulkan apa yang telah

dijelaskan oleh guru.

Walaupun pendekatan SAVI memiliki beberapa kelebihan, namun ada juga

kelemahannya, di antaranya:

1. Pendekatan SAVI sangat menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat

memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh.

2. Pendekatan SAVI membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran

yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga memerlukan biaya

pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang

canggih dan menarik.

SIMPULAN

Pembelajaran ekonomi di sekolah menengah dianjurkan untuk menggunakan

pendekatan SAVI. Pendekatan SAVI diimplementasikan dengan harapan dapat

memfasiliasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar mereka.

Pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang mengintegrasikan keempat unsur

sehingga peserta didik dapat terlibat aktif dalam pembelajaran dan tidak mengabaikan

cara dan gaya belajar peserta didik. Pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan SAVI

adalah kooperatif. Karena dalam model ini menekankan adanya kerjasama dalam proses

belajar yang juga merupakan salah satu prinsip dasar belajar yang dikemukakan oleh

Meier.

DAFTAR PUSTAKA

B. Johnson, Elaine. 2011. Contextual Teaching dan Learning. Bandung: Kaifa

Lindayani dan Murtadlo, A. 2011. Manajemen Pembelajaran Inovatif. Surabaya: IrantiMitra Utama

Meir, D. 2002. The Accelerated Learning Handbook. Terjemahan oleh Rahmani Astuti.2002. Bandung: Kaifa

Rosa,Rina,Dkk. 2011.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing Promtinguntuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa dan Hasil Belajar BiologiSiswa Kelas VIIc SMPN 1 Bangkinang Barat Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal PTK.Riau: Universitas Riau.

Sardiman, A. M. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT GrafindoPersada

Page 292: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 292 ] P a g e

Setu, Budiarjo. 2010. Penerapan Metode Belajar Kooperatif Tipe Jigsaw untukMeningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII Teknik Kendaraan Ringan SMKN 5Semarang Tahun pelajaran 2010/ 2011. Jurnal PTK. Semarang: SMKN 5Semarang.

Suharsono. 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui PenerapanPembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Drilling dikelas VII SMPN 1 TrowulanMojokerto Tahun pelajaran 2011/ 2012. Skripsi yang Tidak Dipublikasikan.Jombang: STKIP PGRI Jombang.

Sutrisni. 2011. Implementasi Pendekatan SAVI pada Materi pokok Sifat- sifat BangunSegitiga di SDN Pamotan 1 Lamongan Tahun pelajaran 2010/ 2011. Skripsi yangTidak Dipublikasikan. Jombang: STKIP PGRI Jombang.

Syah, M. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Page 293: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Upaya Meningkatkan Keaktifan… (Dodot Arduta)

P a g e [ 293 ]

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA KOMPETENSI DASAR

MENANGANI SURAT MASUK DAN SURAT KELUAR

DENGAN MENERAPKAN METODE SIMULASI

Dodot ArdutaUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakTujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana upayameningkatkan keaktifan siswa pada kompetensi dasar menangani surat masukdan surat keluar dengan menerapkan metode simulasi. Kompetensi dasarmenangani surat masuk dan surat keluar merupakan kompetensi dasar yangmenuntut guru melakukan banyak latihan dan praktik kepada siswa agar tingkatpemahaman dan penguasaan materi lebih mendalam dibandingkan hanya secarateoritis. Oleh karena itu perlu dirancang pola pembelajaran yangmenitikberatkan pada keaktifan siswa, yaitu dengan menerapkan metodesimulasi. Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwapembelajaran pada kompetensi dasar menangani surat masuk dan surat keluardengan menerapkan metode simulasi membuat siswa lebih aktif danbertanggung jawab terhadap tugasnya. Dengan diterapkannya metode simulasi,siswa lebih memahami alur atau prosedur dari surat masuk dan surat keluar. Halini karena peserta didik tidak diajarkan hanya teori saja namun diikuti denganpraktik langsung dalam menangani surat masuk dan surat keluar sehinggaberdampak pada meningkatnya keaktifan siswa.

Kata kunci: keaktifan siswa, metode simulasi.

PENDAHULUAN

Kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan utama dalam proses

pendidikan. Pada umumnya kegiatan pembelajaran ini bertujuan membawa anak didik

atau siswa menuju pada keadaan yang lebih baik. Salah satu masalah pokok dalam

pembelajaran di sekolah saat ini yaitu rendahnya daya serap siswa yang dibuktikan

dengan rerata hasil belajar siswa yang senantiasa masih sangat memprihatinkan

(Suharyanto 2009). Penyebabnya yaitu kondisi pembelajaran yang masih konvensional

dan masih bersifat teacher centric sehingga tidak menyentuh dimensi ranah siswa itu

sendiri. Metode pembelajaran yang ditampilkan oleh guru lebih banyak didominasi guru,

sehingga siswa cenderung pasif dan tidak diberi akses untuk berkembang secara mandiri.

Hal tersebut menggambarkan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung belum

optimal atau berhasil. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dilihat dari ketercapaian

siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan yang dimaksud dapat

diamati dari dua sisi yaitu dari tingkat pemahaman dan penguasaan materi yang

diberikan oleh guru (Sudjana, 2001).

Salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa, yaitu dengan

menggunakan pembelajaran aktif di mana siswa melakukan sebagian besar pekerjaan

yang harus dilakukan. Siswa menggunakan otak untuk melakukan pekerjaannya,

Page 294: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 294 ] P a g e

mengeluarkan gagasan, memecahkan masalah dan dapat menerapkan apa yang mereka

pelajari. Menurut Ahmadi & Supriyono (2004) siswa aktif adalah “siswa yang terlibat

secara intelektual dan emosional dalam kegiatan belajar”. Keaktifan siswa pada dasarnya

merupakan keterlibatan siswa secara langsung baik fisik, mental-emosional dan

intelektual dalam kegiatan pembelajaran. Keaktifan belajar siswa dapat kita lihat dari

keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar yang beraneka ragam seperti pada saat

siswa mendengarkan ceramah, mendiskusikan, membuat suatu alat, membuat laporan

pelaksanaan tugas dan sebagainya.

Kompetensi dasar menangani surat masuk dan surat keluar adalah salah satu

materi mata diklat menangani surat atau dokumen kantor yang diprogramkan untuk

siswa jurusan administrasi perkantoran. Kompetensi dasar ini sangat perlu diajarkan

kepada siswa karena mempelajari prosedur penanganan surat baik surat masuk maupun

surat keluar dengan sistem tertentu yang digunakan dalam sebuah organisasi.

Penanganan surat masuk dan surat keluar dapat ditangani dengan beberapa cara yaitu

sistem buku agenda, kartu kendali, perpaduan sistem buku agenda dan kartu kendali.

Kompetensi dasar menangani surat masuk dan keluar merupakan kompetensi

dasar yang menuntut guru banyak melakukan latihan dan praktek kepada siswa agar

tingkat pemahaman lebih dibandingkan dilakukan secara teoretis. Menangani surat

masuk dan surat keluar bukan saja sekedar pengetahuan yang dipahami secara teoretis,

akan tetapi lebih ditekankan pada kegiatan pengelolaannya. Kompetensi dasar ini akan

lebih banyak praktek daripada teori. Menangani surat masuk dan keluar merupakan

pengaplikasian dari kegiatan di kantor atau unit kerja. Kegiatan menerima, menyortir,

mencatat dan masih banyak kegiatan lainnya. Kegiatan semacam itu tidak hanya bisa

disampaikan dengan model ceramah atau mencatat di buku.Siswa butuh latihan praktek

langsung bukan hanya sekedar teori sehingga peserta didik dituntut untuk lebih aktif.

Maka dari itu perlu dirancang pola pembelajaran yang menitikberatkan pada

keaktifan siswa. Salah satu metode pembelajaran yang menitikberatkan pada keaktifan

siswa adalah metode simulasi. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2010) “simulasi

berasal dari kata simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah; dan

simulation yang artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura saja”. Menurut Roestiyah

(2008) “simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang

dimaksudkan, dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang

bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu”. Sebagai metode mengajar metode

simulasi diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi

tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau ketrampilan tertentu. Pada

penerapan metode simulasi, guru berperan sebagai pengarah dan pemberi kemudahan

untuk terjadinya proses belajar siswa, bukan sebagai penyaji materi pembelajaran.

Metode ini menyenangkan dan menuntut keaktifan siswa sehingga dapat mengurangi

bahkan menghilangkan kejenuhan siswa dalam pembelajaran, karena siswa terlibat

langsung di dalamnya.

Page 295: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Upaya Meningkatkan Keaktifan… (Dodot Arduta)

P a g e [ 295 ]

Menurut Hyman dalam bukunya Ways of Teaching, simulasi terdiri dari beberapa

macam, yaitu adalah sosiodrama, role playing, dan psikodrama. Role Playing; atau

bermain peran bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau dan dapat pula

cerita yang kemungkinan terjadi baik kini maupun mendatang. Pemeran melakukan

perannya sesuai dengan daya khayal tentang pokok yang diperankannya. Sosiodrama;

semacam drama social, berguna untuk menanamkan kemampuan menganalisis situasi

social tertentu. Cerita yang diangkat dari kehidupan social, misalnya: kenakalan remaja,

pengaruh pergaulan bebas, dan sebagainya. Psikodrama; hampir mirip dengan

sosiodrama, tapi psikodrama lebih menekankan pada pengaruh psikologinya (Hasibuan

& Moedjiono, 2010).

Menurut Sanjaya (2011) “proses pembelajaran dengan metode simulasi

mempunyai langkah-langkah sebagai berikut: 1) Persiapan simulasi, yaitu guru

menetapkan topik atau masalah simulasi serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi,

guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan, guru

menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peran yang harus dimainkan oleh

para pemeran, serta waktu yang tersedia,guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeran simulasi. 2)

Pelaksanaan simulasi, yaitu simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran, para

siswa lainya mengikuti dengan penuh perhatian, guru hendaknya memberi bantuan

kepada pemeran yang mendapat kesulitan, simulasi hendaknya dihentikan pada saat

puncakuntuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang

disimulasikan. 3) Penutup, yaitu melakukan diskusi baik tentang jalanya simulasi

maupun materi cerita yang disimulasikan dan merumuskan kesimpulan”. Berdasarkan

paparan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa secara garis besar langkah-langkah

pembelajaran dengan metode simulasi dari tiga kegiatan utama yaitu persiapan,

pelaksanaan dan penutup.

Metode simulasi dipilih karena metode ini lebih menekankan pada keaktifan dan

keahlian siswa, sehingga selain aktivitas siswa meningkat, juga dapat meningkatkan

ketrampilan siswa. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan permasalahan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya meningkatkan keaktifan siswa pada

kompetensi dasar menangani surat masuk dan surat keluar dengan menerapkan metode

simulasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan silabus kompetensi dasar menangani surat masuk dan surat keluar

siswa diajak untuk memahami pengertian penanganan surat masuk dan surat keluar,

mengetahui dan memahami prosedur atau alur penanganan surat masuk dan surat

keluar dengan menggunakan buku agenda, serta mengetahui dan memahami prosedur

atau alur penanganan surat masuk dan surat keluar dengan menggunakan sistem kartu

kendali. Dalam pembahasan mengenai penanganan surat masuk dan surat keluar

terdapat beberapa materi yang harus disampaikan oleh guru kepada siswa yaitu:

Page 296: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 296 ] P a g e

pengertian surat masuk dan surat keluar, alur atau prosedur menangani surat masuk dan

surat keluar menggunakan sistem buku agenda, dan alur atau prosedur menangani surat

masuk dan surat keluar menggunakan sistem kartu kendali.

Pemberian materi menangani surat masuk dan surat keluar dengan menggunakan

metode simulasi memiliki 3 (tiga) bagian yaitu persiapan simulasi, pelaksanaan simulasi,

dan penutup. Pada pertemuan pertama,bagian persiapan simulasi, guru membuka

pelajaran dengan memberikan salam kepada siswa, dan membimbing peserta didik untuk

berdo’a sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing sebelum pelajaran dimulai.

Guru memeriksa kehadiran siswa, dan memberikan motivasi dengan menginformasikan

tujuan pembelajaran menangani surat masuk dan surat keluar, yaitu siswa dapat

mengidentifikasikan pengertian surat masuk dan surat keluar, siswa dapat

mendeskripsikan alur penanganan surat masuk dan surat keluar dengan sistem buku

agenda dan sistem kartu kendali, dan siswa dapat melakukan prosedur penanganan surat

masuk dan surat keluar dengan sistem buku agenda dan sistem kartu kendali. Kemudian

guru menyampaikan apersepsi berupa gambaran umum materi yang akan disimulasikan

yaitu menangani surat masuk dan surat keluar dengan menggunakan buku agenda dan

sistem kartu kendali serta menyampaikan metode pembelajaran. Setelah itu, guru

membagi siswa dalam kelompok-kelompok pemain simulasi yang akan memainkan. Guru

mengarahkan agar siswa membuat 4-6 kelompok sesuai jumlah siswa di kelas. Guru

menyampaikan batasan waktu dalam memainkan simulasi kepada setiap kelompok bisa

antara 15-20 menit, dan guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang materi

dan simulasi.

Selanjutnya pelaksanaan simulasi pada alur atau prosedur menangani surat

masuk dan surat keluar, guru mendisribusikan alat dan bahan simulasi yang dibutuhkan

kelompok. Alat dan bahan simulasi yang digunakan bisa berupa buku agenda, paper clip,

stempel, lembar disposisi, amplop, contoh-contoh surat, kartu kendali, lembar pengantar

surat biasa dan rahasia sesuai dengan materi simulasi. Setelah alat dan bahan simulasi

dibagikan guru mempersilahkan siswa melakukan simulasi secara bergantian untuk

memainkan simulasi dengan alokasi waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Guru

mempersilakan kelompok pemain simulasi untuk melakukan simulasi, sedangkan

kelompok siswa yang lain memperhatikan proses simulasi. Guru membimbing dan

mengawasi jalannya proses simulasi yang dilakukan oleh masing-masing kelompok. Jika

dilihat siswa mengalami kesulitan dalam melakukan simulasi maka guru membantu

siswa yang kesulitan dalam memainkan simulasi dan selalu mengingatkan kepada siswa

lainnya untuk memperhatikan proses simulasi. Guru menghentikan simulasi pada saat

puncak untuk mendorong siswa menyelesaikan masalah yang disimulasikan. Setelah

pelaksanaan simulasi dianggap berjalan lancar, di mana mayoritas siswa paham dan bisa

melaksanakan tugasnya masing-masing, guru mengevaluasi keterampilan mereka dalam

bagian penutup.

Setelah semua kelompok sudah melakukan simulasi alur atau prosedur

menanganisurat masuk dan surat keluar, guru mengajak siswa untuk berdiskusi bersama

Page 297: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Upaya Meningkatkan Keaktifan… (Dodot Arduta)

P a g e [ 297 ]

tentang proses simulasi dan materi yang sudah disimulasikan. Guru memberi

kesempatan pada siswa untuk menyampaikan kritik dan tanggapan baik pertanyaan,

maupun saran tentang jalannya simulasi yang sudah dilakukan. Selanjutnya guru

merumuskan kesimpulan tentang materi pembelajaran yang sudah disimulasikan oleh

siswa. Tujuan guru merumuskan kesimpulan untuk memberikan satu pemahaman

kepada siswa. Setelah guru memberikan rumusan kesimpulan materi, siswa diberi soal

evaluasi atau post test. Soal evaluasi ini berisi materi yang sudah dipelajari pada

pembelajaran menangani surat masuk dan keluar dengan metode simulasi. Guru

mengawasi siswa yang sedang mengerjakan soal evaluasi, agar siswa dapat mengerjakan

soal sendiri dan suasana kelas dapat kondusif.

Wahyuni & Baroroh (2012) dalam penelitiannya melakukan tiga siklus untuk

mengetahui tingkat keaktifan siswanya melalui metode simulasi. Tingkat aktivitas

mahasiswa pada siklus I terlihat sebagian mahasiswa masih merasa canggung untuk aktif

dalam simulasi. Pada siklus I ini berdasarkan aspek atau indikator yang diamati, terlihat

bahwa tingkat aktivitas mahasiswa sebagian besar masih pada kategori sedang yaitu

sebanyak 32 mahasiswa (64%), 8 mahasiswa (16%) dalam kategori rendah, 9

mahasiswa(18%) berada dalam kategori tinggi, dan hanya 1 (2%) mahasiswa dalam

kategori sangat tinggi. Pada siklus II ini terlihat sebagian mahasiswa sudah kelihatan aktif

dalam simulasi. Dengan permainan yang mengaktifkan seluruh mahasiswa, mereka lebih

terlihat serius dalam mengerjakan simulasi. Pada siklus II ini berdasarkan aspek atau

indikator yang diamati, terlihat bahwa tingkat aktivitas mahasiswa sebagian besar masih

pada kategori tinggi yaitu sebanyak 30 siswa (60%). Namun secara keseluruhan masih

78% siswa yang aktif, sehingga belum memenuhi indikator yang diharapkan, yakni 80%.

Pada siklus III ini terlihat sebagian mahasiswa sudah aktif dalam simulasi. Dengan

permainan yang mengaktifkan seluruh mahasiswa, mereka lebih terlihat serius simulasi.

Pada siklus III ini berdasarkan aspek atau indikator yang diamati, terlihat bahwa tingkat

aktivitas mahasiswa sebagian besar berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 33 siswa

(66%). Sementara itu, 14 (26%) mahasiswa berada kategori sangat tinggi. Sehingga 92%

mahasiswa berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi. Dari siklus ke siklus diketahui

terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar mahasiswa. Pada siklus III diperoleh

data bahwa mahasiswa antusias dalam pembelajaran tersebut, sehingga hasil penelitian

ini sudah dianggap cukup karena telah memenuhi kriteria yang ditentukan yaitu adanya

respon yang baik dari mahasiswa, yang ditandai meningkatnya aktivitas mahasiswa

minimal 80% mahasiswa aktif dalam proses pembelajaran, dan prestasi belajar

mahasiswa pada mata kuliah Ekonomika Mikro minimal 75% mahasiswa dapat

menguasai 70% materi yang ditandai dengan nilai di atas 70.

Putra (2013) dalam penelitiannya menggunakan metode simulasi pada kelas

eksperimen dengan merancang keadaan yang seolah-olah sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya dengan alat simulasi yang dirancang sedemikian rupa. Putra beranggapan

apabila siswa telah dapat mensimulasikan surat keluar dengan benar, maka secara

otomatis siswa telah dapat membangun sendiri pemahaman tentang materi pelajaran

Page 298: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 298 ] P a g e

dan terbentuklah keterampilan siswa tentang bagaimana memproses surat keluar

dengan benar. Untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam mengikuti proses belajar

(hasil belajar), Putra melakukan suatu pengujian yang lazim disebut test (posttest). Test

(post test) dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan soal objektif sebanyak

25 butir soal. Hasil belajar yang didapat siswa memuaskan, dengan nilai rata-rata kelas

86.31.Kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 80. Jadi

disimpulkan bahwa metode simulasi merupakan metode yang efektif digunakan pada

materi memproses surat atau dokumen kantor dengan indikator memproses surat keluar

penting, rahasia, dan biasa. Menurut Putra kelebihan penggunaan metode simulasi pada

pelajaran memproses surat atau dokumen adalah:

1. Metode simulasi cocok digunakan pada pelajaran memproses surat atau dokumen,

karena simulasi dapat membentuk keterampilan siswa dalam memproses surat

keluar penting, biasa, dan rahasia sehingga dengan sendirinya siswa dapat

membangun pemahamannya.

2. Simulasi dapat meningkatkan keaktifan siswa, karena siswa ikut serta dalam mencari

pemahamnnya dengan cara melakukan simulasi.

3. Metode simulasi dapat membentuk keterampilan siswa dalam memproses surat

keluar penting, biasa, dan rahasia.

4. Metode simulasi dapat menciptakan kekeluargaan kelas yang harmonis.

Anam (2013) berdasarkan hasil pre test yang dilakukan sebelum pelaksanaan

siklus, bahwa penguasaan siswa terhadap materi menangani surat masuk dan surat

keluar masih rendah, hal ini dibuktikan dari pre test nilai rata-rata hasil belajar siswa

sebesar 65,3 dengan persentase ketuntasan klasikal hasil belajar siswa sebesar 46%.

Hasil tersebut belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 75%.

Berdasarkan hasil pengamatan dan tes evaluasi siklus I diketahui bahwa aktivitas belajar

siswa dalam pembelajaran metode simulasi sudah cukup tinggi dengan memperoleh skor

persentase sebesar 63,2% dengan kinerja guru sudah cukup baik dengan persentase 60%

dan hasil tes evaluasi diperoleh nilai rata-rata siswa mencapai 72,8. Terdapat 19 siswa

atau 73% sudah mampu mencapai nilai ketuntasan belajarnya dan sisanya 27% atau 7

siswa masih belum mencapai ketuntasan belajar dengan memperoleh nilai di bawah

ketuntasan belajar yang ditentukan yaitu 73. Hasil tersebut dapat dikatakan bahwa

aktivitas belajar siswa dan hasil belajar belum mencapai indikator keberhasilan dalam

penelitian ini yaitu 75%, Oleh karena itu, untuk bisa memenuhi indikator keberhasilan

dalam penelitian ini perlu perbaikan-perbaikan pada siklus II.

Pada siklus II hasil pengamatan dan tes evaluasi siswa mengalami peningkatan.

Aktivitas belajar siswa pada siklus II termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase

sebesar 78,3% yang berarti mengalami peningkatan sebesar 15.1% dan kinerja guru

sudah baik dengan persentase 76%. Hasil tes evaluasi yang dilakukan pada siklus II

diperoleh nilai rata-rata sebesar 79,2 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 6.4

dari siklus I. Banyaknya siswa yang tuntas pada siklus II adalah 23 siswa sedangkan yang

belum tuntas 3 siswa. Persentase ketuntasan belajar secara klasikal siswa pada siklus II

Page 299: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Upaya Meningkatkan Keaktifan… (Dodot Arduta)

P a g e [ 299 ]

sebesar 88%. Hasil pengamatan aktivitas siswa dan hasil belajar tersebut sudah

mencapai indikator keberhasilan ketuntasan belajar yaitu 75% sehingga penelitian

dihentikan pada siklus II.

Coffman (2006) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan simulasi untuk

melengkapi dan meningkatkan pembelajaran, siswa diberi kesempatan untuk

berpartisipasi dalam pembelajaran aktif. Mereka dipanggil untuk membuat keputusan

dan melalui latihan berbasis tim ini mereka mendapatkan pemahaman yang lebih baik

tentang dinamika dan proses kelompok. Pada akhirnya, simulasi memungkinkan untuk

eksplorasi lebih dalam pada masalah yang kompleks atau konsep dengan keterlibatan

siswa yang lebih besar dan kenikmatan dalam pengalaman belajar. Berdasarkan

pengalaman Coffman dengan murid-muridnya, Coffman sangat mendorong para guru

untuk bereksperimen dengan simulasi di ruang kelas mereka. Sebagai pengalaman

mahasiswa Coffman menunjukkan bahwa mengembangkan simulasi dapat menjadi

proses yang menantang, tetapi di kelas guru dapat menggunakan kreativitas dan inovasi

mereka untuk merencanakan kegiatan simulasi yang menarik dan menyenangkan bagi

siswa mereka.

Silvia (2010) dalam beranggapan bahwa simulasi ini memungkinkan siswa untuk

menerapkan konsep yang telah dipelajari sepanjang semester dengan cara yang

tradisional seperti ceramah kuliah, ujian, atau tugas yang tidak bisa dicapai. Mahasiswa

berkomentar bahwa simulasi adalah "sangat efektif. Saya belajar banyak lagi di sini

daripada di setiap tes "(Student 101); "Membantu untuk menyelesaikan pemahaman

konsep dengan memiliki kesempatan mensimulasikan apa yang sebenarnya terjadi dalam

pertemuan dewan. “Kamu ditantang untuk berpikir kreatif dan kritis "(Student 413); dan

"Saya belajar lebih dari simulasi ini daripada saya menonton sebuah pertemuan dewan

kota dan menulis makalah tentang itu "(Student 244). Selanjutnya, simulasi membantu

mengilhami beberapa orang untuk memperoleh penghargaan dari perspektif orang lain

sementara juga belajar lebih banyak tentang diri sendiri. Untuk tujuan ini, Student 103

berkomentar bahwa "ada banyak poin dari orang lain yang membantu memperluas

pikiran saya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa simulasi yang efektif memberikan

siswa kesempatan untuk terlibat leih aktif dalam pembelajaran tingkat lebih tinggi. Lebih

lanjut lagi Silvia menyimpulkan bahwa simulasi dapat memberikan siswa lingkungan

yang realistis di mana mengalami pembelajaran tingkat lebih tinggi.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas penulis menyimpulkan bahwa metode

simulasi sangat efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa, khususnya pada kompetensi

dasar menangani surat masuk dan surat keluar. Pada kompetensi dasar menangani surat

masuk dan surat keluar siswa dibina kemampuannya berkaitan dengan keterampilan

mengelolah surat masuk dan surat keluar, berinteraksi dan berkomunikasi dalam

kelompok dengan bermain peran. Mengkondisikan siswa melakukan penanganan surat

masuk dan surat keluar mendekati kondisi yang sebenarnya dapat membantu siswa

dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak; baik dalam kehidupan keluarga,

masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja. Di samping meningkatkan keaktifan siswa,

Page 300: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 300 ] P a g e

metode simulasi juga meningkatkan pemahaman siswa dalam materi kompetensi

menangani surat masuk dan surat keluar. Metode simulasi mampu meningkatkan

pemahaman siswa terhadap apa yang dipelajarinya karena siswa dapat mempelajari

materi dengan melakukan simulasi sehingga siswa lebih mudah mengingat dan

mendapatkan pengalaman baru dalam mempelajari materi menangani surat masuk dan

surat keluar.

SIMPULAN

Penggunaan metode simulasi pada kompetensi dasar menangani surat masuk dan

surat keluar membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan bertanggung jawab terhadap

tugasnya. Pada pelaksanaan simulasi aktivitas siswa cukup tinggi dalam pembelajaran

sehingga terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan diterapkannya

metode simulasi, peserta didik lebih memahami alur atau prosedur dari surat masuk dan

surat keluar. Ini karena peserta didik tidak diajarkan pada teori saja namun diikuti

dengan praktek langsung dalam menangani surat masuk dan surat keluar sehingga

berdampak pada meningkatnya keaktifan siswa. Keaktifan siswa tampak pada

keterlibatan siswa dalam unjuk kerja pada simulasi, aktif dalam bertanya, aktif dalam

menjawab, dan aktif dalam diskusi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Anam, Muhimul. 2013. Peningkatan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Menangani SuratMasuk Dan Surat Keluar Dengan Menerapkan Metode Simulasi Pada Siswa Kelas XiJurusan Administrasi Perkantoran Di Smk Masehi Psak Ambarawa. Jurnal AnalisisPendidikan Ekonomi, 2(2), 88-89.

Coffman, Teressa. 2006. Using Simulations to Enhance Teaching and Learning:Encouraging the Creative Process. Journal of Virginia Society For Technology InEducation, 21(2), 5.

Hasibuan dan Muedjiono. 2009. Proses belajar mengajar. Bandung : PT RemajaRosdakarya.

Putra, Asbeni. 2013. Perbedaan Hasil Belajar Siswa Melalui Penggunaan Metode Simulasidengan Metode Ceramah pada Mata Pelajaran Menangani Surat/ Dokumen KantorKelas XI AP SMK N 2 Padang. Jurnal Pendidikan Ekonomi, 2(3), 6-7.

Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka cipta.

Sanjaya. 2011. Metode-metode Proses Pembelajaran Modern. Bandung: PT. RemajaRosdakarya

Silvia, Chris. 2012. The Impact of Simulations on Higher-Level Learning. Journal of PublicAffairs Education, 18(2), 416-419.

Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Page 301: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Upaya Meningkatkan Keaktifan… (Dodot Arduta)

P a g e [ 301 ]

Suharyanto A. 2009. Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Model PembelajaranKooperatif Berbasis Konstruktivistik. Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan 38(1):68-77.

Wahyuni Daru & Kiromim Baroroh. 2012. Penerapan Metode Pembelajaran SimulasiUntuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Ekonomika Mikro. JurnalEkonomi & Pendidikan, 9(1), 120-121.

Page 302: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 302 ] P a g e

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT

PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA

Widyo PramonoUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakDi era Masyarakat Ekonomi ASEAN, guru harus dapat menciptakan pembelajaraninovatif dengan menerapkan berbagai model pembelajaran. Hal ini ditujukanagar output dari pendidikan dapat memenuhi standar kompetensi yangdibutuhkan dalam MEA tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapatditerapkan untuk meningkatkan tingkat pemahaman siswa dalam pelajaranekonomi adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif TeamGames Tournament (TGT). Adapun tujuan pembahasan ini yaitu mengetahuibagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif TGT untuk meningkatkantingkat pemahaman siswa dalam pelajaran ekonomi SMA. Dari hasil pembahasandapat diketahui bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif TGT dapatmeningkatkan tingkat pemahaman belajar siswa dan memberikan kesempatankepada siswa untuk turut serta secara aktif dalam semua proses pembelajaran.Selain itu permainan akademik dalam TGT dengan suasana kompetitif yangpositif dapat membuat siswa merasakan suasana yang lebih menyenangkan,materi yang disajikan akan lebih mudah dipahami sehingga pemahaman siswaterhadap materi ajar dapat dimaksimalkan.

Kata kunci: team games tournament, tingkat pemahaman siswa, MEA.

PENDAHULUAN

Guru memiliki peran vital dalam proses pembelajaran di kelas. Tugas dan

tanggung jawab guru yaitu di antaranya menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan

kegiatan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan melakukan tindak

lanjut hasil pembelajaran. Guru akan menjadi salah satu penentu keberhasilan siswa

dalam mengadopsi dan menumbuhkembangkan nilai-nilai kehidupan. Tuntutan dalam

dunia pendidikan sudah banyak berubah, utamanya pada era Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) ini. Dalam menyongsong MEA untuk meningkatkan pemahaman terhadap

mata pelajaran Ekonomi guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar

mengajar yang dapat menumbuhkan kemandirian, bekerja sama dan kompetitif yang

positif pada diri siswa.

Syah (2008: 39) menjelaskan bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh

tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi

dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Gage dan Berliner (Dimyati dan

Mudjiono, 2002: 116) belajar adalah suatu proses yang membuat seseorang mengalami

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya. Oleh karena

itu, pemilihan strategi, pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran yang

Page 303: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Widyo Pramono)

P a g e [ 303 ]

menarik dan tepat dapat membantu guru dan peserta didik mencapai tujuan

pembelajaran.

Pelajaran ekonomi merupakan mata pelajaran yang membutuhkan analisis dan

pemahaman kritis, sehingga adanya kesempatan antar siswa dapat aktif dan berdiskusi

dapat mendorong siswa lebih mudah untuk memahami materi. Untuk itu, metode

pembelajaran yang digunakan pun haruslah metode pembelajaran yang memungkinkan

siswanya untuk dapat berperan aktif di kelas, salah satunya adalah metode pembelajaran

kooperatif. Dalam proses pembelajaran kooperatif, para siswa akan dikumpulkan dalam

satu kelompok untuk dapat menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Model dalam

pembelajaran ini pun beragam. Namun pada intinya, semua model menitikberatkan pada

kerja sama dan tanggung jawab siswa dalam belajar terhadap teman satu timnya yang

nantinya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya.

Terdapat bermacam-macam model pembelajaran yang dapat digunakan dalam

proses pembelajaran, salah satunya adalah cooperatif learning. Menurut Slavin (dalam

Isjoni, 2011) cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.

Menurut Vries dalam Syarifah (2009:40) dalam pembelajaran kooperatif, ada

empat prinsip dasar yang harus diperhatikan, antara lain :

1. Interaktif yang simultan. Yang dimaksud dengan interaktif simultan di sini adalah

guru dan siswa yang berinteraksi secara terus menerus di mana guru selalu

mendorong aktivitas siswanya dengan berbagai cara agar siswa memiliki kemampuan

dalam kompetensi yang diajarkan.

2. Interaksi ketergantungan. Dalam interaksi ini, guru dan siswa saling melengkapi,

saling memiliki, dan saling mengasihi.

3. Interaksi pertanggungjawaban individual

Salah satu tipe model pembelajaran cooperatif learning adalah model

pembelajaran Teams Games Tournament (TGT). Model pembelajaran Teams Games

Tournament (TGT) adalah model pembelajaran yang melibatkan aktivitas seluruh siswa

tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan

mengandung unsur permainan. Pencapaian kompetensi yang dapat dicapai adalah

pengetahuan, pengertian, dan keterampilan yang dikuasai sebagai hasil pengalaman

pendidikan khusus. Pengetahuan sebagai bagian tertentu dari suatu informasi, sedangkan

kemampuan adalah mengeksplorasi pengetahuan ke berbagai cara, melihat hubungan

dengan pengetahuan lain dan dapat mengaplikasikannya ke situasi baru, contoh dan

masalah.

Team Games Tournament (TGT) dikembangkan pertama kali oleh David de Vries

dan Keath pada tahun 1995 (Syarifah, 2009:43). Model pembelajaran kooperatif yang

satu ini memiliki tujuan untuk melatih siswa agar dapat bekerja sama sekaligus memiliki

rasa kompetitif yang positif. Kerja sama di sini akan tampak dalam kelompok kecil

Page 304: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 304 ] P a g e

mereka, sedangkan kompetisinya akan terlihat dalam kelompok besar yaitu ketika

mereka berkompetisi dengan kelompok lain.

Dalam TGT menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4

sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras

yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat

memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan

siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Guru menyajikan

materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka. Sehingga, dapat meningkatkan

pemahaman siswa dalam menguasai materi pelajaran.

TGT menjadi salah satu solusi dalam bidang pembelajaran pada era MEA, karena

TGT memiliki keunggulan yaitu dapat menumbuhkan kemandirian, bekerja sama, rasa

saling menghargai dalam kelompok yang heterogen dan persaingan yang positif dalam

proses pemahaman materi pelajaran. Hal tersebut sesuai dengan karakter SDM yang

dibutuhkan dalam era MEA, di mana dalam era ini di antaranya dibutuhkan SDM yang

memiliki daya saing yang positif. Dengan penumbuhan jiwa kompetitif yang positif sejak

dini pada diri siswa salah satunya lewat pembelajaran dengan model TGT, diharapkan

dapat menjadi dasar sikap yang lebih luas ketika siswa sudah dewasa dan menghadapi

dunia kerja. Oleh karena itu, tujuan pembahasan ini yaitu mengetahui bagaimana

penerapan model pembelajaran kooperatif team games tournament untuk meningkatkan

tingkat pemahaman siswa dalam pelajaran ekonomi SMA di era MEA.

PEMBAHASAN

Pada pembelajaran TGT terdapat adanya heterogenitas anggota kelompok, dengan

harapan dapat memotivasi siswa untuk saling bekerja sama dan membantu antar siswa

berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai

materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa

bahwa belajar secara kooperatif itu menyenangkan. Selanjutnya untuk memastikan

bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai seluruh pelajaran, maka seluruh siswa

akan diberi permainan akademik.

Hal ini menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan

tingkat pemahaman belajar siswa dengan cara menyenangkan dan dapat menumbuhkan

jiwa kompetitif yang positif. Selain itu, agar peningkatan tingkat pemahaman belajar lebih

baik juga dapat didukung dengan adanya fasilitas, kreativitas, alat dan biaya yang cukup

memadai. Peranan guru dalam proses belajar mengajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT sangat penting agar kegiatan pembelajaran tetap terkontrol dan

berjalan dengan kondusif. Selain itu, guru harus lebih mempersiapkan diri dalam

memberikan pengajaran agar siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar,

sehingga seluruh potensi siswa dapat teroptimalkan.

Dalam kegiatan pembelajaran dengan model ini nampak kegiatan pembelajaran

yang menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan belajar mengajar (student centered).

Sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pendorong siswa belajar lebih

Page 305: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Widyo Pramono)

P a g e [ 305 ]

giat, sesuai dengan indikator aktivitas siswa. Mayoritas siswa dapat beraktivitas dalam

pembelajaran, sehingga aktivitas pembelajaran dapat didominasi oleh siswa. Oleh karena

itu, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui

pembelajaran kooperatif.

Dengan menerapkan model TGT kondisi kelas menjadi lebih aktif. Siswa menjadi

berani tampil dalam mengungkapkan pendapatnya, kegiatan belajar jadi lebih

menyenangkan dan dapat terlatih memecahkan contoh permasalahan. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Nurvitasari (2012) yang menerangkan bahwa dengan model TGT

rata-rata indikator partisipasi aktif siswa telah mengalami peningkatan dan berhasil

mencapai kriteria yang ditentukan, Adapun indikator tersebut antara lain siswa terlibat

dalam pemecahan masalah saat diskusi, bertanya kepada siswa lain atau guru mengenai

hal yang tidak dimengerti, siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru, mengerjakan

tugas dengan benar, dan datang tepat waktu.

Peningkatan kemampuan akedemik yang dimiliki oleh peserta didik dalam

pembelajaran kooperatif tipe TGT, tentu tidak terlepas dari keterlibatan peserta didik

yang lain dalam kelompok dimana mereka berkumpul. Oleh karena itu, berdasarkan

pengertian tentang pembelajaran kooperatif. Para peserta didik berkumpul dalam sebuah

kelompok dengan jumlah anggota antara 4-6 orang dengan karakteristik (tingkat

kemampuan, jenis kelamin, suku, ras, dan lain-lain) yang heterogen. Hal ini yang perlu

dipahami bahwa dalam pembelajaran kooperatif TGT, terdapat hal-hal positif seperti

hubungan saling menguntungkan, semangat kerja kelompok, semangat kompetisi dan

komunikasi yang efektif antara anggota kelompok. Dengan hal-hal tersebut, sudah barang

tentu para peserta didik akan belajar dengan senang, karena tidak dilakukan di bawah

tekanan. Hal ini sesuai dengan beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif, yaitu: (a)

setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara peserta

didik, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman

sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan interpersonal

kelompok, (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Selain itu,

dalam pembelajaran koopertaif, terdapat tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik

pembelajaran kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu,

dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan

pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran yang diikutinya. Tingkat

pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran dapat tercermin juga dari hasil

belajar siswa. Sehingga, pembelajaran dengan menggunakan TGT dapat meningkatkan

hasil belajar siswa. Hal ini senada dengan hasil penelitian dari Pawestri (2009) yang

menerangkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams

Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa, hasil belajar

siswa pada siklus I dan II mengalami peningkatan dengan ketuntasan siswa 100%.

Selain itu, hasil penelitian Aminah (2010) menerangkan bahwa penerapan Teams

Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mendiskripsikan

Page 306: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 306 ] P a g e

materi pelajaran IPS. Hal ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran

kooperatif, khususnya dimilikinya kemampuan akademik oleh peserta didik dan sejalan

dengan tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan

baik dalam aspek akademik, pengakuan terhadap perbedaan individu, dan keterampilan

sosial. Nugroho (2012) juga menerangkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa kelas

eksperimen lebih tinggi dari pada siswa kelas kontrol. Respon sebagian besar siswa

terhadap model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT menunjukkan kategori setuju.

Kerja kelompok guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap

kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota

kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang

diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan

jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar

secara kooperatif itu menyenangkan. Untuk memastikan bahwa seluruh anggota

kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan

akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja turnamen, di mana

setiap meja turnamen terdiri dari 4 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari

kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada

peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja

turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja

turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Permainan ini diawali

dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu, permainan dimulai dengan

membagikan kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja

sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan

dengan aturan sebagai berikut.

Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan

pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian

mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal.

Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh

pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal

selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh

penantang searah jarum jam.

Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada

lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang

diperoleh anggota suatu kelompok. Kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok

tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa

sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu ataupun penghargaan yang diberikan

bisa dalam bentuk yang lain. Dengan cara tersebut diyakini bahwa model TGT mampu

meningkatkan tingkat pemahaman siswa dengan cara yang menyenangkan.

Page 307: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Model Pembelajaran… (Widyo Pramono)

P a g e [ 307 ]

Menurut pandangan kontruktivisme, otak siswa pada dasarnya tidak seperti gelas kosong

yang siap diisi dengan air, atau siap diisi dengan semua informasi yang berasal dari

pikiran guru, melainkan otak siswa tidak kosong tetapi telah berisi pengetahuan yang

dikonstruksi siswa sendiri sewaktu anak berinteraksi dengan lingkungan. Implikasi dari

pandangan ini adalah bahwa pengetahuan tidak dapat utuh ditransfer dari pikiran guru

ke pikiran siswa, tetapi siswalah yang harus aktif secara mental membangun

pengetahuan dan pemahaman dalam proses pembelajaran.

Menurut prinsip konstruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan

fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Namun, guru

sesuai dengan perannya dalam menerapkan model TGT pada kegiatan pembelajaran

ekonomi tidak memungkinkan adanya kendala yang dihadapi, di antaranya yaitu pada

saat pembelajaran melalui tahapan TGT ada kemungkinan guru dapat merasa kesulitan

dalam mengorganisasikan waktu, dan lain-lain. Oleh karena itu, tidak ada mutu strategi

mengajar satu-satunya dapat digunakan di mana pun dan dalam situasi apapun. Sehingga,

harus ada pengembangan strategi pengajaran secara berkelanjutan yang dilakukan oleh

guru.

SIMPULAN

Penerapan model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament (TGT) dapat

meningkatkan tingkat pemahaman belajar siswa. Pada penerapan model pembelajaran

kooperatif TGT, siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak

hanya mental tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara permainan akademik, siswa

merasakan suasana yang lebih menyenangkan, materi yang disajikan pun menjadi lebih

mudah dipahami sehingga pemahaman siswa terhadap materi ajar dapat dimaksimalkan.

Sehingga, TGT menjadi salah satu solusi dalam bidang pembelajaran utamanya pada era

MEA, karena TGT memiliki keunggulan yaitu dapat menumbuhkan kemandirian, bekerja

sama, rasa saling menghargai dalam kelompok yang heterogen dan persaingan yang

positif dalam proses pemahaman materi pelajaran. Hal tersebut sesuai dengan karakter

SDM yang dibutuhkan dalam era MEA, di mana dalam era ini di antaranya dibutuhkan

SDM yang memiliki daya saing yang positif. Dengan penumbuhan jiwa kompetitif yang

positif sejak dini pada diri siswa salah satunya lewat pembelajaran dengan model TGT,

diharapkan dapat menjadi dasar sikap yang lebih luas ketika siswa sudah dewasa dan

menghadapi dunia kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Siti. 2010. Penerapan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe TGT(Teams Game Tournament) Untuk Meningkatkan Kemampuan SiswaMendiskripsikan Materi Pelajaran IPS. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIPVeteran Semarang.

Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Isjoni. 2011. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 308: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 308 ] P a g e

Nugroho, Dian Riski. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Teams GameTournament) terhadap Motivasi Siswa Mengikuti Pembelajaran di Kelas X SMA NPanggul 1 Kabupaten Trenggalek. Jurnal Penerapan Model Pembelajaran: UniversitasNegeri Surabaya.

Nurvitasari, Sapti. 2012. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams GameTournament (TGT) untuk Meningkatkan Pastisipasi Aktif Siswa Kelas VII A SMP N 3Pakem dalam Mata Pelajaran IPS. Universitas Negeri Yogyakarta.

Pawestri, Devi Catur. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams GameTournament (TGT) pada Mata Pelajaran Ekonomi Sebagai Upaya Meningkatkan HasilBelajar Siswa Kelas X SMA Muhammaddiyah 3 Surakarta. Universitas NegeriSurakarta.

Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Syarifah, Ety. 2009. Pembelajaran Inovatif Bahasa Indonesia. Semarang: Bandungan Institut.

Page 309: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pembelajaran Think… (Novi Marlena, Renny Dwijayanti & Retno Mustika Dewi)

P a g e [ 309 ]

PENERAPAN PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN RESPON MAHASISWA PADA

MATERI KONSEP DIRI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

Novi Marlena, Renny Dwijayanti & Retno Mustika DewiUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

Abstrak

Saat Aktivitas pembelajaran di perguruan tinggi yang didominasi oleh dosenmerupakan pembelajaran yang bersifat teacher oriented. Mayoritas mahasiswacenderung pasif dan hanya mahasiswa tertentu saja yang merespon pertanyaandosen. Hal ini merupakan indikasi bahwa mahasiswa malas untuk berpikirsebagai wujud dari tidak terbiasanya aktif dalam proses belajar mengajar dankebiasaan selalu bergantung pada setiap materi yang disampaikan oleh dosen.Dari fenomena tersebut bisa diatasi melalui pembelajaran kooperatif yaitudengan model pembelajaran Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran TPSadalah model pembelajaran di mana mahasiswa dituntut lebih aktif yaituberpikir mandiri (think), kemudian berpasangan atau berdiskusi dengan satukelompok (pair) dan berbagi dengan semua kelompok di kelas (share). Penelitianini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran TPS, hasil belajarmahasiswa, dan respon mahasiswa terhadap penerapan pembelajaran TPS padamateri Konsep Diri mata kuliah Pengembangan Kepribadian. Penelitian inimerupakan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah mahasiswaKelas B Pendidikan Tata Niaga Angkatan 2013 Universitas Negeri Surabaya yangberjumlah 34 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah penerapanpembelajaran TPS diperoleh hasil belajar mahasiswa meningkat dengan rata-rata nilai yang diperoleh pada pre-test 59,41 pada post-test siklus I diperolehrata-rata 70,88 (belum tuntas) dan pada post-test siklus II meningkat menjadi78,53 (tuntas). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan aktivitasdosen, aktivitas mahasiswa, serta hasil belajar mahasiswa.

Kata kunci: Think Pair Share (TPS), Hasil Belajar, Respon Mahasiswa

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kehidupan bangsa. Salah satu

kegiatan pendidikan adalah menyelenggarakan proses belajar mengajar. Dalam proses

pembelajaran perlu adanya suasana yang terbuka, akrab dan saling menghargai.

Sebaliknya perlu menghindari suasana belajar yang kaku, penuh ketegangan dan sarat

dengan instruksi dan perintah yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah

dan mengalami kebosanan (Dasim Budiamansyah, 2002). Akan tetapi kenyataan yang

sering terjadi di dunia pendidikan Indonesia masih saja berkembang hingga saat ini

adalah teacher oriented. Sebagian besar aktivitas pembelajaran masih didominasi oleh

pendidik yaitu dosen, sehingga mahasiswa merasa nyaman dengan apa yang telah

disampaikan oleh dosen. Mereka tidak akan pernah mau berusaha untuk mengeksplor

kemampuannya secara optimal, sehingga akan berakibat persepsi, minat, dan sikap

mahasiswa terhadap mata kuliah tidak akan pernah optimal. Hal ini bisa terjadi bukan

sepenuhnya kesalahan mahasiswa, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana seorang

Page 310: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 310 ] P a g e

dosen mengelola proses belajar mengajar menjadi sebuah pengalaman yang

menyenangkan. Sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung adanya feedback

dari mahasiswa terhadap proses belajar mengajar yang dilakukan dapat dirasakan

perbedaannya.

Pengembangan kepribadian adalah mata kuliah yang termasuk dalam program

adaptif yang mana berlaku bagi semua program keahlian. Dalam mata kuliah

pengembangan kepribadian, mahasiswa tidak hanya diharapkan untuk menguasai

konsep tentang kepribadian saja tetapi mereka juga harus memiliki kemampuan untuk

mengenal diri mereka sehingga mereka memiliki jiwa, sikap, perilaku, karakter,

intelegensi yang nantinya berguna untuk bisa menjadi guru yang profesional. Hal

tersebut bisa terwujud jika mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengenal dan

mengelola dirinya sendiri, kepribadiannya, serta memiliki rasa percaya diri yang tinggi,

dan sikap saling menghargai dan menghormati. Pembelajaran mata kuliah

Pengembangan Kepribadian ini bisa dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual

dengan metode kooperatif.

Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Think Pair Share (TPS) merupakan

suatu cara dosen untuk memotivasi mahasiswa agar lebih aktif berpikir mandiri (think),

kemudian berpasangan atau berdiskusi dengan satu kelompok yang telah ditentukan

(pair) dan berbagi dengan semua kelompok di kelas (share). Dengan penerapan

pembelajaran tersebut di dalam kelas akan tercipta suasana kooperatif dimana

mahasiswa akan saling berkomunikasi, saling mendengarkan, saling berbagi, saling

memberi dan menerima, yang mana keadaan tersebut akan memupuk jiwa, sikap, dan

perilaku yang memungkinkan adanya ketergantungan yang positif (interdependensi

positif).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) penerapan pembelajaran Think

Pair Share (TPS), 2) hasil belajar mahasiswa setelah penerapan pembelajaran Think Pair

Share (TPS), 3) respon mahasiswa terhadap penerapan pembelajaran Think Pair Share

(TPS) pada materi Konsep Diri mata kuliah Pengembangan Kepribadian

Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (dalam Risnawati, 2005:18) pembelajaran kooperatif mengandung

pengertian siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan

bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.

Terdapat beberapa variasi dari model pembelajaran kooperatif yang merupakan bagian

dari pendekatan dari kumpulan strategi mengajar bagi pendidik. Pendekatan itu ada

empat yaitu (1) Student Teams Achievement Division (STAD), tim-tim heterogen saling

membantu satu sama lain, belajar dengan mengunakan berbagai metode pembelajaran

kooperatif dan prosedur kuis; (2) Jigsaw, setiap anggota tim bertanggung jawab untuk

menentukan materi pembelajaran yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan

materi tersebut kepada teman sekelompok lain, kemudian mengajarkan materi tersebut

kepada teman sekelompok lain; (3) Investigasi kelompok (IK), mahasiswa tidak hanya

Page 311: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pembelajaran Think… (Novi Marlena, Renny Dwijayanti & Retno Mustika Dewi)

P a g e [ 311 ]

bekerjasama namun terlibat merencanakan topik untuk dipelajari dan prosedur

penyelidikan yang digunakan; (4) Pendekatan struktural, anggota tim bervariasi dari 2-6

dan struktur tugas mungkin ditekankan pada tujuan-tujuan sosial atau akademik. Dua

struktur yang terkenal adalah Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together

(NHT), pendekatan struktur tersebut digunakan oleh pendidik (dosen) untuk

mengajarkan isi akademik atau mengecek pemahaman mahasiswa terhadap materi

tertentu, sedangkan active listening dan time token merupakan contoh struktur yang

dikembangkan untuk mengajarkan ketrampilan sosial (Ibrahim, 2005).

Think Pair Share (TPS)

Menurut Ibrahim, dkk (2005,) langkah-langkah Think Pair Share (TPS) seperti

berikut ini:

1. Tahap 1: Berfikir (Thinking)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran,

kemudian siswa diminta memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri

untuk beberapa saat.

2. Tahap 2: Berpasangan (Pairing)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa

yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini dapat berbagi

jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan

khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk

berpasangan.

3. Tahap 3: Berbagi (Sharing)

Pada tahap akhir guru meminta pada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas

tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran

pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah

mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Gambar 1. Sintaks Think-Pair-Share

Berfikir(Think) Berpasangan( Pair)

Berbagi ( share)

Page 312: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 312 ] P a g e

Hasil Belajar

Hasil belajar siswa adalah nilai yang diperoleh siswa selama kegiatan belajar

mengajar. Hasil belajar mahasiswa diartikan sebagai penguasaan (daya serap)

mahasiswa setelah penerapan pembelajaran kooperatif dengan model Think Pair Share

(TPS) pada mata kuliah Pengembangan Kepribadian kompetensi memahami dan

memiliki kemampuan mengenal diri materi konsep diri yang ditunjukkan dengan nilai

atau angka dari tes yang diberikan oleh dosen. Test tersebut adalah pre test, diskusi

kelompok melalui mini case dan post test.

Kerangka Berfikir

METODE

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action

Research). Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Tata Niaga kelas B

angkatan 2013 yang berjumlah 34 mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan

observasi, wawancara, tes, angket, dan catatan lapangan. Indikator keberhasilan

pembelajaran Think Pair Share (TPS) ini dinilai dari 1) kesesuaian proses pembelajaran

dengan langkah-langkah model pembelajaran Think Pair Share (TPS), 2) mahasiswa

dikatakan tuntas belajar jika mendapatkan skor minimal ≥ 75 dan skor tertinggi 100 atau

memperoleh ketercapaian pembelajaran minimal 75% pada penilaian hasil rata-rata

jawaban pertanyaan pada post test selama dua siklus dan terdapat peningkatan nilai rata-

rata antara pre test dan post test. Sedangkan keberhasilan kelas dinilai dari minimal 85%

mahasiswa di kelas tersebut tuntas belajar 4) kegiatan aktivitas dosen dan mahasiswa

dikatakan berhasil bila mencapai keberhasilan 80%, 5) peneliti dapat mengidentifikasi

Latar belakang: Metode ceramah yang

membosankan (teachercenter)

Dominasi dosen tinggidalam pengajaran

Mahasiswa cenderungpasif dalam pengajaran

Tidak banyak mahasiswayang bertanya apalagimenyampaikanpendapatnya secaraspontan

Mahasiswa mempunyaikebiasaan untuk selalubergantung pada setiapmateri yang disampaikanoleh dosen

Ceramah dosen

Pre test

Berfikir individu (Think)

Berpasangan (Pair)

Berbagi (share)

Post test

Hasil belajar meningkat

Gambar 2. Kerangka Berfikir Think-Pair-Share (TPS)

Page 313: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pembelajaran Think… (Novi Marlena, Renny Dwijayanti & Retno Mustika Dewi)

P a g e [ 313 ]

kendala selama pembelajaran dan menemukan solusi pemecahannya. Penelitian ini

dilakukan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap penelitian, yaitu 1)

rencana tindakan (planning), 2) pelaksanaan tindakan (action), 3) pengamatan

(observation), dan 4) refleksi (reflecting). Persiapan tindakan dan pelaksanaan tindakan

selama pembelajaran sebagai berikut:

Gambar 3. Desain PTK Kemmis & Mc. Taggart (1990) yang dikutip oleh Susilo (2009:13)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I, meliputi beberapa tahapan, yaitu:

1. Tahap Perencanaan Tindakan

Tahap ini meliputi menyiapkan skenario pembelajaran berupa Satuan Acara

Perkuliahan (SAP), menyiapkan bahan ajar berupa modul materi Konsep Diri,

menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi, format wawancara dan

catatan lapangan, menyiapkan soal pre test dan post test I, menyiapkan topik diskusi

untuk siklus I berupa mini case yang digunakan dalam fase think, menyiapkan lembar

jawaban yang digunakan dalam fase pair, menyiapkan kamera

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan dalam pembelajaran ini terbagi dalam tiga kegiatan yaitu tahap awal,

tahap inti, dan tahap akhir. Pada tahap awal pelaksanaan kegiatan yang dilakukan

peneliti yaitu kegiatan rutin di awal tatap muka (memberi salam dan dilanjutkan

mempresensi mahasiswa), kemudian menyampaikan inti materi dan kompetensi

yang ingin dicapai, selanjutnya menyiapkan kelas untuk memulai pemberian materi

konsep diri dengan setting awal model klasikal yang dilanjutkan dengan penjelasan

aturan main model pembelajaran Think Pair Share (TPS). Pada tahap inti sebelum

pelaksanaan pembelajaran Think Pair Share (TPS), mahasiswa di minta untuk

Page 314: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 314 ] P a g e

mengerjakan soal pre test yang terdiri dari 20 soal pilihan. Selanjutnya mahasiswa

secara individu diminta untuk berpikir tentang mini case yang sudah diberikan (fase

think), kemudian mereka mulai berdiskusi dengan teman sebelahnya (tiap kelompok

terdiri dari 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing (fase pair).

Setelah waktu untuk berdiskusi secara berkelompok di rasa cukup selanjutnya

peneliti memimpin diskusi pleno kecil, di mana setiap kelompok akan mengutarakan

atau mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas (fase share), sementara

mahasiswa yang lain menyimak dan mengemukakan pendapat, memberikan solusi,

atau bahkan menyanggah mengenai pendapat baik yang disampaikan penyaji

maupun kelompok lain. Di dalam fase share ini peneliti selalu mengarahkan

pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum

diungkapkan para mahasiswa. Evaluasi hasil belajar pada siklus I ini di evaluasi

melalui post test I. Post test I ini berlangsung selama 20 menit, dengan jumlah soal

terdiri dari 20 soal pilihan ganda. Tahap akhir pelaksanaan kegiatan, peneliti

bersama-sama dengan mahasiswa membuat kesimpulan dan penguatan dari materi

Konsep Diri. Selain itu peneliti juga memberikan penghargaan pada pasangan

kelompok yang sudah mengemukakan hasil diskusinya.

3. Tahap Observasi Tindakan

Hasil observasi kedua dosen pengamat (observer) meliputi aktivitas peneliti sebagai

dosen dan aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran. Hasil observasi terhadap

kegiatan peneliti (dosen) pada siklus I diperoleh persentase nilai rata-rata 75%, yang

dapat diartikan bahwa taraf keberhasilan kegiatan peneliti termasuk dalam kategori

B. Hal ini akan dijadikan catatan peneliti untuk memperbaiki proses pembelajaran

pada siklus berikutnya yaitu siklus II materi Konsep Diri. Sedangkan hasil observasi

terhadap kegiatan mahasiswa pada Siklus I diperoleh persentase nilai rata-rata

78,13%, yang dapat diartikan bahwa taraf keberhasilan kegiatan mahasiswa

termasuk dalam kategori B+. Hal ini akan dijadikan catatan peneliti untuk

memperbaiki proses pembelajaran pada siklus berikutnya yaitu siklus II materi

Konsep Diri.

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti juga mengambil data melalui 1)

wawancara yaitu untuk mengetahui respon dan pemahaman mahasiswa terhadap

materi Konsep diri. Berdasarkan respon, hasil wawancara menunjukkan mahasiswa

merasa senang belajar secara kelompok daripada belajar secara individu, mereka

tidak bosan dan menikmati pelajaran yang diajarkan, mereka juga bisa bertukar

pendapat dengan temannya tanpa takut ditegur oleh dosen karena membuat suasana

kelas sedikit gaduh. 2) Hasil Catatan Lapangan, diperoleh suasana kelas agak gaduh

ketika peneliti menjelaskan aturan main metode pembelajaran Think Pair Share

(TPS) dan ketika berdiskusi dengan kelompoknya (fase pair) ataupun ketika

kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas (fase share), selain itu

didapatkan catatan bahwa kepercayaan diri mahasiswa yang masih sangat rendah

ketika mengungapkan ide-idenya.

Page 315: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pembelajaran Think… (Novi Marlena, Renny Dwijayanti & Retno Mustika Dewi)

P a g e [ 315 ]

4. Tahap Analisis dan Refleksi Tindakan

Berdasarkan analisis data pengamatan yang dilakukan oleh dua orang pengamat

terhadap aktivitas peneliti dan mahasiswa menunjukkan taraf keberhasilan dalam

kategori B dan B+. Hasil tes akhir (post test I) tindakan pembelajaran materi Konsep

Diri pada siklus I didapat rata-rata skor kelas adalah 70,88 hal ini meningkat jika

dibandingkan dengan pre test didapat rata-rata skor kelas adalah 59,41.

Siklus II, meliputi beberapa tahapan, yaitu:

1. Tahap Perencanaan Tindakan

Tahap ini meliputi menyiapkan skenario pembelajaran berupa Satuan Acara

Perkuliahan (SAP), menyiapkan bahan ajar berupa modul materi Konsep Diri,

menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi, format wawancara dan

catatan lapangan, menyiapkan soal post test II, menyiapkan topik diskusi untuk siklus

II berupa mini case yang digunakan dalam fase think, menyiapkan lembar jawaban

yang digunakan dalam fase pair, menyiapkan kamera

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan dalam pembelajaran ini terbagi dalam tiga kegiatan yaitu tahap awal,

tahap inti, dan tahap akhir. Pada tahap awal pelaksanaan kegiatan yang dilakukan

peneliti yaitu kegiatan rutin di awal tatap muka (memberi salam dan dilanjutkan

mempresensi mahasiswa), kemudian menyampaikan inti materi dan kompetensi

yang ingin dicapai, rutin di awal tatap muka (memberi salam dan mempresensi

mahasiswa), kemudian peneliti menjelaskan kompetensi dan indikator pencapaian

hasil belajar, menjelaskan secara umum topik materi yang akan di diskusikan, dan

dilanjutkan dengan mengingatkan kembali aturan main pembelajaran Think Pair

Share (TPS). Peneliti juga memberikan motivasi dan reinforcement kepada

mahasiswa. Setelah itu, tahap inti pelaksanaan kegiatan seperti pada siklus I untuk

siklus II ini mahasiswa secara individu diminta untuk berpikir tentang mini case yang

sudah diberikan (fase think), kemudian mereka mulai berdiskusi dengan teman

sebelahnya dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing (fase pair).

Selanjutnya peneliti memimpin diskusi pleno kecil, di mana setiap kelompok akan

mengutarakan atau mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas (fase share).

Di dalam fase share ini peneliti selalu mengarahkan pembicaraan pada pokok

permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para mahasiswa.

Tahap akhir pelaksanaan kegiatan, peneliti bersama-sama dengan mahasiswa

membuat kesimpulan dan penguatan dari materi Konsep Diri. Selain itu peneliti juga

memberikan penghargaan pada pasangan kelompok yang sudah mengemukakan

hasil diskusinya. Evaluasi hasil belajar pada siklus II ini di evaluasi melalui post test

II. Post test II ini berlangsung selama 20 menit, dengan jumlah soal terdiri dari 20

soal pilihan ganda

3. Tahap Observasi Tindakan

Page 316: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 316 ] P a g e

Hasil observasi kedua dosen pengamat (observer) meliputi aktivitas peneliti sebagai

dosen dan aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran. Hasil observasi terhadap

kegiatan peneliti (dosen) pada siklus II diperoleh persentase nilai rata-rata 92,86%,

yang dapat diartikan bahwa taraf keberhasilan kegiatan peneliti termasuk dalam

ketegori A. Sedangkan hasil observasi terhadap kegiatan mahasiswa pada Siklus II

diperoleh persentase nilai rata-rata 90,63%, yang dapat diartikan bahwa taraf

keberhasilan kegiatan mahasiswa termasuk dalam kategori A-.

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti juga mengambil data melalui wawancara

dan catatan lapangan. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa

mahasiswa sudah mulai beradaptasi dengan pembelajaran kooperatif Think Pair

Share (TPS), mereka lebih memahami materi yang dibahas karena mendapat

informasi dari dosen, mereka juga saling memberi dan menerima informasi dengan

teman yang lain, saling belajar dengan santai, menikmati pelajaran dan juga tidak

mengantuk. Sedangkan dari hasil catatan lapangan, didapatkan bahwa mahasiswa

sudah mampu mengatur diri untuk duduk sesuai dengan kelompok seperti pada

siklus I, mahasiswa juga sudah memiliki keberanian atau kepercayaan diri untuk

mengungkapkan pendapatnya secara lisan serta ketika diskusi berlangsung tidak

ditemukan mahasiswa yang mendominasi kelompoknya

4. Tahap Analisis dan Refleksi Tindakan

Berdasarkan analisis data pengamatan yang dilakukan oleh dua orang pengamat

terhadap aktivitas peneliti dan mahasiswa menunjukkan taraf keberhasilan dalam

kategori A dan A-. Hasil tes akhir (post test II) siklus II didapatkan nilai rata-rata

kelas adalah 78,53

Respon Mahasiswa terhadap penerapan pembelajaran Think Pair Share (TPS), di

dapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Analisis Angket Respon Mahasiswa

No. PenilaianSkorrata-rata

Kriteriarespon

Intepretasi

134

l(0)2(0)3(19)4(15) 3,44 sangatpositif

Mahasiswa senang denganpembelajaran ini, karena harusaktif sehingga tidak terjadikebosanan.

234

l(0)2(3)3(20)4(11) 3,23 sangatpositif

Mahasiswa senang apabila dosensebelum memulai pembelajaranterlebih dahulu menyampaikantujuan dan manfaat mempelajarimateri tersebut.

334

l(0)2(1)3(23)4(10) 3,32 sangatpositif

Mahasiswa senang denganpembelajaran ini, karena membuatmahasiswa saling menghargai danberinteraksi satu dengan yang

Page 317: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pembelajaran Think… (Novi Marlena, Renny Dwijayanti & Retno Mustika Dewi)

P a g e [ 317 ]

No. PenilaianSkorrata-rata

Kriteriarespon

Intepretasi

lain.4

34

l(0)2(0)3(21)4(13) 3,25 sangatpositif

Mahasiswa senang denganpembelajaran ini, karena dapatmeningkatkan rasa saling percayaantar mahasiswa

534

l(0)2(2)3(24)4(8) 3,38 siswapositif

Mahasiswa dapat mengemukakanpendapat dengan baik setelahmahasiswa belajar denganmenggunakan metode Think PairShare (TPS)

634

l(4)2(12)3(12)4(6) 2,58 positif Pembelajaran ini dapatmenghilangkan sifat egois,mendominasi kelompok, dan inginmenang sendiri

734

l(0)2(4)3(18)4(12) 3,23 sangatpositif

Mahasiswa mau menerima ideatau pendapat orang lain.

834

l(0)2(7)3(20)4(7) 3,00 positif Penghargaan yang diberikankepada kelompok yangberprestasi semakin memacusemangat mahasiswa untukbelajar

934

l(0)2(3)3(21)4(10) 3,20 sangatpositif

Dengan metode belajar seperti inimahasiswa dapat mengaplikasikanilmu yang telah dipelajarinyadalam kehidupan sehari-hari.

1034

l(0)2(0)3(16)4(18) 3,53 sangatpositif

Mahasiswa merasa senang bekerjadalam kelompok, karena merasabagian dari kelompok yangmempunyai andil dalam suksestidaknya kelompok.

1134

l(2)2(14)3(10)4(8) 2,70 positif Mahasiswa suka bekerja samadengan kelompok karenamemupuk rasa salingmembutuhkan.

1234

l(0)2(8)3(19)4(7) 2,96 positif Mahasiswa menyukaipembelajaran ini karenamahasiswa merasa mempunyaikeahlian dan tidak kalah denganteman-teman yang lain.

1334

l(0)2(7)3(19)4(8) 3,02 sangatpositif

Mahasiswa senang denganpembelajaran ini, akan melatihmahasiswa untuk berbagipengetahuan dengan teman-temannya.

1434

l(5)2(15)3(14)4(0) 2,26 positif Mahasiswa senang denganpembelajaran ini, karena akan

Page 318: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 318 ] P a g e

No. PenilaianSkorrata-rata

Kriteriarespon

Intepretasi

bertanggung jawab terhadapmateri yang dikuasainya untukdiajarkan kepada teman-temannya.

1534

l(0)2(3)3(17)4(14) 3,32 sangatpositif

Mahasiswa senang denganpembelajaran ini, karena tidakmerasa kesulitan dalammenyampaikan materi yang telahdikuasainya.

PEMBAHASAN

Penerapan pembelajaran Think Pair Share (TPS)

Dalam proses pembelajaran model Think Pair Share (TPS), di awal pembelajaran

mahasiswa sudah di setting untuk aktif menggali informasi sebanyak-banyaknya atas

informasi yang akan dipelajari di kelas. Dosen (peneliti) memberi pengantar materi

secara sekilas sehingga mahasiswa pun harus sudah mulai mencari pemecahan sendiri

jika ingin mengetahui materi secara lebih komprehensif. Pada saat pelaksanaan

pembelajaran mahasiswa akan distimulus untuk semakin lebih aktif lagi dalam proses

pembelajaran di mana mahasiswa berdiskusi dengan kelompoknya (pairing) ketika

sebuah persoalan (mini case) diberikan, mahasiswa harus saling membantu dan

berkomunikasi dengan kelompoknya. Selanjutnya di akhir pelaksanaan pembelajaran

mahasiswa juga masih tetap harus aktif yaitu dengan cara sharing atau melaporkan hasil

diskusi kepada seluruh kelas. Pada tahap ini mahasiswa memberi masukan terhadap

proses refleksi maupun proses pembuatan kesimpulan akhir atas materi yang telah

dipelajari

Secara garis besar aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran model TPS adalah

memberikan tanggapan atas persoalan yang diajukan dosen. Dilanjutkan dengan proses

berpikir secara individu (thinking), kemudian dari proses berpikir secara individu

tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan proses diskusi dengan rekan atau

pasangannya (pairing), dan diakhiri dengan tahap (sharing) atau melaporkan hasil

diskusi kepada seluruh kelas.

Sedangkan mengkaji peran dosen dalam pembelajaran Think Pair Share (TPS)

dibedakan menjadi 1) peran dosen pada tahap awal pembelajaran meliputi

mempersiapkan rencana pembelajaran yang meliputi skenario pembelajaran,

menyiapkan bahan ajar yang akan disampaikan serta topik diskusi yang juga harus

dipersiapkan, 2) Peran dosen pada saat tahap pembelajaran meliputi melakukan review

atas materi yang akan diajarkan, menjelaskan pencapaian hasil belajar yang harus

dimiliki mahasiswa, menyampaikan aturan main model pembelajaran Think Pair Share

(TPS), menggali pengetahuan awal mahasiswa, pada saat proses diskusi dosen adalah

membimbing proses pemecahan masalah dengan memberi kesempatan kepada

Page 319: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pembelajaran Think… (Novi Marlena, Renny Dwijayanti & Retno Mustika Dewi)

P a g e [ 319 ]

mahasiswa untuk berpikir secara individu (thinking), kemudian dilanjutkan dengan

proses pairing dan sharing. Pada saat proses diskusi berlangsung dosen memberi

pengarahan jika mahasiswa mengalami kesulitan. 3) Pada akhir proses pembelajaran

dosen memberikan tes (post test) untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa atas

materi yang telah dipelajari, dan melakukan refleksi bersama-sama dengan mahasiswa

terkait dengan hal-hal yang masih memerlukan tindakan perbaikan atau tidak.

Dalam proses pembelajaran Think Pair Share (TPS) ini meliputi beberapa aktivitas

yaitu 1) pembentukan kelompok, di mana peneliti membagi kelas menjadi 17 kelompok

di mana masing-masing kelompok terdiri dari dua orang, 2) pembagian topik diskusi, 3)

diskusi kelompok, 4) pembahasan hasil diskusi kelompok, dan 5) Tes untuk melihat

sampai sejauh mana tingkat pemahaman yang diperoleh mahasiswa dan untuk melihat

sampai sejauh mana tingkat efektivitas penggunaan model pembelajaran Think Pair

Share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Pada siklus I taraf

keberhasilan mahasiswa termasuk dalam kategori B+, sedangkan taraf keberhasilan pada

siklus II telah mengalami peningkatan kategori menjadi A.

Hasil Belajar setelah penerapan pembelajaran Think Pair Share (TPS)

Pada pre test hasil belajar mahasiswa diperoleh rata-rata 59,41 sedangkan pada

post test siklus I diperoleh rata-rata 70,88. Selanjutnya untuk siklus II, peneliti meminta

mahasiswa untuk terlebih dahulu membaca dan mencoba mengerjakan tes yang kisi-

kisinya telah diberikan maka diperoleh peningkatan skor rata-rata kelas yang cukup

tinggi pada post test siklus II yaitu 78,53. Hasil post test siklus II tersebut menyatakan

bahwa terdapat 29 orang mahasiswa telah mencapai nilai di atas 75 (tuntas) dan 5 orang

mahasiswa masih mendapatkan nilai di bawah 75 (belum tuntas). Dapat dilihat dalam

grafik peningkatan hasil belajar yang diperoleh berikut ini:

Gambar 3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar

Respon Mahasiswa Terhadap Penerapan Pembelajaran Think Pair Share (TPS)

Respon yang diberikan mahasiswa terhadap pembelajaran Think Pair Share (TPS)

sangat positif, karena mahasiswa dituntut aktif sehingga tidak jenuh dalam proses belajar

mengajar. Mahasiswa lebih senang apabila sebelum memulai pembelajaran, dosen

Page 320: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 320 ] P a g e

menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi yang akan dibahas. Mahasiswa

senang dengan pembelajaran Think Pair Share (TPS) karena dapat membuat mahasiswa

berinteraksi dan bisa lebih menghargai pendapat orang lain, meningkatkan rasa saling

percaya sesama mahasiswa, melatih untuk dapat mengemukakan ide dengan lebih baik,

dapat menghilangkan sifat egois, mendominasi kelompok, dan menang sendiri serta mau

menerima ide atau pendapat orang lain.

Selain itu dengan pembelajaran Think Pair Share (TPS) terdapatmya adanya

ketergantungan positif antara lain penghargaan yang diberikan kelompok yang

berprestasi semakin memacu semangat mahasiswa yang lain untuk belajar, melatih

ketrampilan social, mahasiswa merasa menjadi bagian dari berhasil tidaknya kelompok,

memupuk rasa saling membutuhkan, dan dapat melatih mahasiswa untuk berbagi

pengetahuan, serta bertanggung jawab terhadap materi yang dikuasainya dan mampu

menyampaikannya kepada rekan yang lain.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan yaitu (1) penerapan

pembelajaran Think Pair Share (TPS) meliputi beberapa aktivitas yaitu mahasiswa secara

individu diminta untuk berpikir tentang mini case (fase think), mahasiswa berpasangan

(fase pair) dengan teman sebelahnya dan mengutarakan hasil pemikirannya, dosen

memimpin diskusi pleno kecil di mana setiap kelompok mempresentasikan hasil

diskusinya di depan kelas (fase share). (2) hasil belajar mahasiswa meningkat dengan

rata-rata nilai yang diperoleh pada pre test 59,41 pada post test siklus I diperoleh rata-

rata 70,88 (belum tuntas) dan pada post test siklus II meningkat menjadi 78,53 (tuntas).

(3) Respon yang diberikan mahasiswa terhadap pembelajaran Think Pair Share (TPS)

sangat positif.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk penerapan pembelajaran Think

Pair Share (TPS) perlu adanya 1) persiapan yang baik meliputi kesiapan mahasiswa dan

sarana prasarana yang mendukung kegiatan pembelajaran, 2) Dosen harus selalu

memberi arahan dan motivasi kepada seluruh mahasiswa, terutama mahasiswa yang

memiliki kemampuan lebih rendah, 3) membutuhkan media pembelajaran yang

bervariasi, 4) untuk mengembangkan penerapan pembelajaran model Think Pair Share

(TPS) diperlukan penelitian lebih lanjut pada pengajaran mata kuliah yang sama atau

mata kuliah yang lain di tempat yang berbeda

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Budiningsih, C, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Dimyati dan Mudjiono.1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

Hamalik, Oemar. 2004. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Page 321: BAGIAN 1. METODE PEMBELAJARAN - SEMINAR UNYseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe2015... · menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai

Penerapan Pembelajaran Think… (Novi Marlena, Renny Dwijayanti & Retno Mustika Dewi)

P a g e [ 321 ]

Heri Purwanto. 2007. Implementasi Pembelajaran Kooperatif Dengan Model PembelajaranThink Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata DiklatKewirausahaan (Studi Pada Siswa Kelas 1 Penjualan Smk Ardjuna I Malang)

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.UNESA

Laura, C. 2001. Strategis For Reading To Learn. (Online), (http://olc.spsd.sk. Ca/DE/PD/instr/Strats/Think.html

Lie, A. 2005. Cooperatif Learning. Jakarta: PT Gramedia

Lince, Ranak. 2001. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Dengan PendekatanStruktural Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Di Kelas II SLTP

Listiawati, Indah. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-SharePada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X-C MAN I Gresik

Masidjo, I. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Jakarta: Kanisius

Nurhadi dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang

Oemar, H. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Pujianto, Sentot. 2003. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-ShareDalam Upaya Peningkatan Hasil Belajar Dan Ketrampilan Siswa Pada PokokBahasan Alkana, Alkena, Alkuna Di Kelas 1 SMU Negeri Kedungpring

Risnawati. 2005. Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Melalui Metode BelajarKooperatif Think-Pair-Share untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar BiologiSiswa Kelas 1 SMA Negeri 9 Malang

Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Susilo. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher

Wiriatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: RemajaRosdakarya

Witjaksono,Mit. 1985. Konsep-Strategi-Pendekatan Pengelolaan Kelas. Malang: IKIPMalang