Bagaimana Membiasakan Anak Berpikir Kritis
-
Upload
orta-putra -
Category
Documents
-
view
54 -
download
0
Transcript of Bagaimana Membiasakan Anak Berpikir Kritis
Bagaimana Membiasakan Anak Berpikir Kritis?
Kamis, 19 April 2012 14:00
Berpikir kritis didefinisikan sebagai cara berpikir yang
sistematis dan mandiri, yang akan menghasilkan suatu interpretasi, analisis, atau kesimpulan
terhadap suatu hal atau permasalahan. Memerlukan waktu yang lama untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis ini, sehingga sangatlah tepat jika sedari kecil anak sudah diberikan
latihan-latihan yang akan membiasakannya utuk berpikir kritis.
Meski demikian, perlu dicatat bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan sesuatu yang perlu
dilatih secara bertahap. Jadi, latihan-latihan untuk membiasakan kemampuan berpikitr kritis ini
harus disesuaikan dengan umur si anak sendiri. Jangan sampai orang tua memaksakan diri untuk
melatih si anak di luar kemampuannya. Kemampuan berpikir kritis akan sangat bermanfaat ketika
seseorang dihadapkan pada suatu persoalan yang rumit. Jadi, kebiasaan berpikir kritis akan
menjadikan seseorang sebagai problem solver. Lalu bagaimana membiasakan anak berpikir kritis
tersebut? Berikut adalah beberapa cara untuk membiasakan anak berpikir kritis.
Berikan tulisan berupa opini yang tidak biasa
Berikan kepada anak Anda tulisan yang di dalamnya terdapat opini penulis dengan
argumentasinya yang mudah dipahami oleh anak-anak sesuai usianya. Pilihlah tulisan yang berisi
opini yang sedikit berbeda atau bertolak belakang dengan opini yang selama ini berkembang di
masyarakat. Misalnya berikan tulisan yang berpendapat bahwa ikut kursus bimbel itu tidak
penting. Tulisan yang opininya berbeda dengan pendapat masyarakat lain pada umumnya akan
membiasakan anak untuk bisa berargumentasi dengan menunjukkan alasan-alasan yang kuat dan
masuk akal. Setelah anak Anda membaca tulisan tersebut, tanyakan kepadanya beberapa
pertanyaan tentang bacaan tersebut. Pertanyaan yang Anda ajukan sebaiknya adalah pertanyaan-
pertanyaan tentang fakta-fakta atau alasan-alasan apa yang disampaikan oleh penulis untuk
mendukung opininya tersebut.
Ajak anak untuk melakukan analisis
Analisis adalah kemampuan untuk memahami pola-pola dan menguraikan sesuatu yang besar
menjadi komponen-komponen kecilnya. Untuk anak-anak yang relatif masih belia, kemampuan
analisis bisa dilakukan dengan meminta mereka untuk membuat pengelompokan dari suatu
himpunan tertentu. Misalnya, mengelompokkan benda berdasarkan warna, bentuk, atau
kegunaan. Dengan menggunakan tulisan yang berisi opini yang tidak biasa seperti di atas,
mintalah anak Anda untuk mengelompokkan fakta-fakta yang mendukung dan yang tidak
mendukung opini penulis.
Ajak anak belajar melakukan sintesis
Sintesis adalah membuat suatu kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Bagaimana cara
melatih anak melakukan sintesis ini? Cukup mudah. Berikan beberapa bacaan singkat kepada anak
Anda, kemudian tanyakan kepadanya pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya tidak secara
langsung tertulis dalam bacaan-bacaan tersebut. Dengan latihan seperti ini, anak Anda akan
menghubung-hubungkan satu fakta dengan fakta yang lain untuk menyimpulkan sesuatu dan
menjawab pertanyaan yang Anda berikan. Jika kepada Anak hanya biasa diberikan pertanyaan-
pertanyaan yang jawabannya ada di bacaan, anak Anda hanya akan terbiasa menghafal isi bacaan
saja.
Ajak anak melakukan evaluasi atau penilaian
Evaluasi atau penilaian adalah kegiatan memilih sesuatu di antara berbagai pilihan, misalnya
memilih yang terbaik, memilih yang termudah, dan lain-lain. Dengan melatih kemampuan ini, anak
akan terbiasa untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari suatu pilihan. Biasanya memilih ini
merupakan tindak lanjut dari kegiatan analisis. Setelah sesuatu dianalisis dan dikelompokkan
dengan pola tertentu, maka anak Anda akan bisa melihat plus minus dari kelompok-kelompok
tersebut. Untuk selanjutnya, dengan evaluasi dan penilaian terhadap hasil analisis inilah akhirnya
si anak akan menentukan pilihan terbaiknya.
Oleh: Joko Sutrisno, S.Si., M.Pd.
http://www.erlangga.co.id/pendidikan/7255-bagaimana-membiasakan-anak-berpikir-kritis.html
Melatih Berpikir KritisWritten by Mudjia RahardjoSaturday, 20 March 2010 00:00
Zaman ini berkembang demikian cepat, bahkan jauh lebih cepat dari perkiraan para ahli. Prediksi para ahli perancang masa depan sering meleset, karena dimensi permasalahan yang dihadapi manusia saat ini demikian kompeks. Satu peristiwa sering bertautan dengan peristiwa lainnya, sehingga tidak ada peristiwa yang berupa a single event. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai pendekatan. Sebut saja, misalnya, peristiwa keagamaan hampir selalu terkait dengan masalah politik, sosial, budaya, dan bahkan ekonomi.
Karena pesatnya perkembangan, ada sebagian orang yang sanggup mengikutinya, ada sebagian lain yang gagal. Bagi yang sanggup, perkembangan pesat dianggap sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memacu diri. Umumnya kelompok ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan hidup yang memadai. Bagi yang tidak sanggup, zaman ini dianggap sebagai petaka, karena tidak memberikan peluang kepadanya, bahkan menyingkirkannya. Umumnya, kelompok ini diisi orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Selain itu, zaman ini pula disebut sebagai zaman kompetisi atau persaingan. Implikasinya orang lain dianggap sebagai kompetitor dalam meraih cita-cita. Teman akrab ada kalanya bisa menjadi pesaing beratnya. Karena masing-masing saling berkompetisi, wajar jika kemudian
ada pihak yang menang dan ada pula yang kalah.
Dalam keadaan demikian, menjadi orang pintar saja belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis. Banyak orang mengatakan bahwa salah satu ciri orang pintar adalah mampu berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis ialah berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh jawaban yang baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis terhadap sesuatu yang tidak beres. Karena seringnya bertanya atas hal-hal yang tidak normal, bagi sebagian orang kritis disebut sebagai orang rewel (bahasa Jawa). Sikap kritis tidak sama dengan rewel. Jika sikap kritis menanyakan hal-hal yang tidak normal dan bermaksud memperbaikinya, maka rewel adalah asal bertanya dan ada unsur ‘mengganggu’.
Persoalannya, apakah berpikir kritis dapat dilatih? Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu, berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku hati-hati dan tidakgrusa-grusu dalam menyikapi permasalahan.
Pernahkan kita merasa tidak nyaman jika melihat sesuatu tidak berjalan dengan baik di sekolah, keluarga, atau lingkungan tempat kerja? Jika itu terjadi, ini kesempatan kita melatih berpikir kritis. Caranya, seperti diungkap di muka, dengan menanyakan bagaimana dan mengapa hal itu terjadi dengan diikuti suatu tindakan yang kreatif.
Membiasakan diri selalu memperbaiki diri --- karena merasa masih memiliki banyak kekurangan --- , disiplin, dan konsentrasi ketika mengerjakan sesuatu pekerjaan merupakan tanda seseorang memiliki pikiran kritis. Dan, inilah pintu menuju kesuksesan. Sebaliknya, jika seseorang telah merasa sudah pintar dan akhirnya malas belajar sehingga tidak mau memperbaiki diri, saat itu pula dia akan tertinggal jauh dari orang lain dan tertelan oleh perubahan zaman.
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian para ahli neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf, otak manusia bisa dilatih fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang memperoduksi pikiran yang bersifat imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif. Muncul dugaan bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar adalah orang yang memiliki otak kanan yang aktif.
Berangkat dari temuan para ahli tersebut, maka dalam bahasa agama (Islam), cara untuk meningkatkan fungsi otak kanan ialah melalui sholat yang khusu’ dan dzikir mengingat Allah, sehingga otak bisa lepas dari beban-beban duniawi yang tidak produktif. Saat demikian, otak bisa tumbuh cerdas dan bisa berpikir kritis. Lebih dari sekadar cerdas, sholat yang khusu’ dan selalu berdzikir untuk mengingat Allah akan mengantarkan kita menjadi manusia agung di sisiNya. Selamat mencoba !
BERPIKIR KREATIFIn notes on October 4, 2012 at 9:21 am
Kita semua menggunakan cara berpikir yang berbeda dalam situasi yang
berbeda. Misalnya, istilah berpikir divergen (divergent thinking) digunakan
untuk mendeskripsikan gaya berpikir yang mengeksplorasi kemungkinan,
tidak sekedar menggunakan pemikiran rasional, untuk sampai ke kesimpulan
yang logis atau “benar”.
Berpikir kreatif dinamakan berpikir “divergen” atau “lateral”. Disini terdapat
banyak jawaban yang mungkin mengenai persoalan; dan pikiran didorong
untuk menyebar jauh dan meluas dalam mencari ide untuk memecahkan
persoalan.
Berpikir kreatif, menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hammen,
adalah“thingking which produces new methods, new concepts, new
understandings, new inventions, new work art.” Berpikir kreatif diperlukan
mulai dari komunikator yang harus mendesain pesannya, insinyur yang harus
merancang bangunan, ahli iklan yang harus menata pesan verbal dan pesan
grafis, sampai pada pemimpin masyarakat yang harus memberikan perspektif
baru dalam mengatasi masalah sosial.
Berpikir kreatif tidak memiliki peraturan atau pola yang sengaja disusun. Ahli
fikir yang kreatif membiarkan atau bahkan merangsang pikirannya untuk
melayang-layang atau bergerak bebas—bahkan untuk bermimpi. Dalam
impian tidak terdapat peraturan atau hambatan, dan kita bergerak dari
keanehan yang satu kepada yang lain yang sama anehnya pula.
Manusia kreatif mencari dengan aktif hubungan-hubungan yang aneh. Mereka
memeras otak dan memusatkan pikiran serta usaha kreatif mereka dan
mengarahkan segala kemampuannya untuk menemukan sesuatu hal yang
baru.
Berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan
respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang
terjadi. Syarat kedua, kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara
realistis. Ketiga, kreativitas merupakan usaha mempertahankan insight yang
orisinal, menilai, dan mengembangkannya sebaik mungkin.
Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif. Semua tahap harus
dipraktekkan dengan kesadaran untuk memperoleh hasil yang paling baik.
Lima tahap tersebut yaitu:
1. Orientasi (persiapan)
Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasi. Tahap ini juga
dikenal dengan tahap persiapan. Persiapan adalah tahap mendapatkan fakta
mengenai sesuatu persoalan khusus dan menen-tukannya dengan teliti.
Persiapan mungkin memerlukan fakta lebih lanjut yang dapat
memperlengkapi bahan untuk mengerjakan empat tahap berikutnya.
2. Preparasi (usaha)
Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan
dengan masalah. Dalam proses kedua ini diproduksi dan dicatat sejumlah
banyak ide. Banyak di antara ide itu kelihatan aneh atau tidak berhubungan
dengan persoalan. Hal ini bukanlah suatu kerugian, walaupun tidak
menyenangkan bagi orang analitis yang tidak dapat melihat keuntungannya.
Sebenarnya produksi ide yang aneh, yang menimbulkan suasana humor
dalam tahap ini, dapat disusul suatu arus ide yang paling berguna.
3. Inkubasi
Pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan
jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlang-sung terus
dalam jiwa bawah sadar kita. Suatu pribahasa umum “Bawalah tidur
persoalan itu”. Setelah bangun pagi hari, seringkali kita dapat menemukan
jawaban terhadap persoalan pada sore hari sebelum-nya kelihatan tidak
mungkin dipecahkan. Dalam brainstorming (sumbangsaran), inkubasi terjadi
dengan secara sadar membaca daftar ide, seraya semua anggota kelompok
diam. Hal ini selalu menghasilkan suatu arus ide baru. Para peserta dapat
juga mengambil jalan lain dengan membaca daftar ide untuk merangsang
timbulnya ide berikutnya.
4. Iluminasi (pengertian)
Masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham,
serangkaian insightyang memecahkan masalah. Ini kadang-kadang dikenal
sebagai tahap “Aha” atau “Eureka” dari berpikir kreatif. Ciri khas dari tahap
ini ialah adanya sinar penerangan atau fajar yang mendadak yang
menginsyafkan orang akan ditemukannya jawaban. Selain itu, tahap ini
biasanya disertai suatu perasaan lega, atau hilangnya tekanan.
5.Verifikasi (evaluasi)
Tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah
yang diajukan pada tahap keempat. Dalam tahap ini, ide yang diciptakan
dalam tahap-tahap sebelumnya diperiksa dengan kritis dan disisihkan kalau
tidak berguna, tidak sesuai, di luar hukum, tidak susila atau bahkan terlalu
mahal biayanya. Semua pengalaman dan penilaian sangat diperlukan.
Sumber:
Sandra Moriarty, Nancy Mitchell, & William Wells, Advertising, Edisi ke-8,
Jakarta: Kencana, 2011.
J.G Rawlinson, Berfikir Kreatif & Brainstorming, Terjemahan B.N. Marbun, SH &
Djoerban Wachid, SH, Jakarta : Erlangga, 1983.
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009.