Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi ... The New...Bagaimana Adaptasi Cepat...

137
CRASH THE NEW NORMAL Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi & Digitalisasi GENDRO SALIM & FRANSISKUS BUDI PRANATA

Transcript of Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi ... The New...Bagaimana Adaptasi Cepat...

  • CRASHTHE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi CepatTerhadap New Normal, Teknologi & Digitalisasi

    GENDRO SALIM & FRANSISKUS BUDI PRANATA

  • Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    BY : PT. UCOACH DJIVASRANA GRAHASADA

    Disusun Oleh :Gendro Salim, Fransiskus Budi Pranata

  • 3CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    PENDAHULUAN

    I. ADAPTASI POLA PIKIR DAN KEYAKINAN

    a. Business Sunset/Sunrise, Merevitalisasi Usaha

    b. Menjadi Masyarakat Baru 5.0 Seketika

    c. Konvensional Atau Digitalisasi

    d. Era Yang Sudah Berubah (SECU VS VUCA)

    e. Manage By Head, Lead By Heart

    II. ADAPTASI NEW NORMAL

    a. New Flow Chart, Layout, Socialization

    b. Perubahan Perilaku Pelanggan Pasca COVID-19

    DAFTAR ISI

  • 4CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    III. ADAPTASI TEKNOLOGIa. Disruptive Technology

    b. Disruptive Business Model

    c. Indonesia Digital Market Opportunities

    d. Ecosystem

    IV. ADAPTASI DIGITALISASI

    a. Ideation

    b. Financial Projection

    c. Team

    d. Online Marketing

    e. Finding Investor

    V. ADAPTASI SEKARANG

    a. Action Speaks Louder Than Words

    b. Journey Of A Thousand Miles, Begin With A Single Step

  • Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

  • 6CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    PENDAHULUAN

    Pada saat menghadiri seminar International tahun 2018, dimana Brett King (Penasehat masa depan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama dan Presiden China, Xi Jin Ping) memaparkan fenomena Revolusi Industri 4.0, yang sedang terjadi di dunia barat, terus terang membuat diri saya bergetar. Bagaimana tidak, dunia akan berubah kearah teknologi digitalisasi yang sangat tidak dikuasai oleh saya sebagai generasi X yang lumayan gaptek. Dilahirkan pada era tersebut, kami tidak terbiasa dengan Literasi, pelajaran Komputer saja baru kami alami pada saat menduduki Bangku SMA/sederajat. Semua permainan pada masa itu, masih banyak menggunakan fisik. Tidak seperti generasi Y dan Z yang sudah sangat melekat pemakaian gadget nya.

  • 7CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Ditambah pada bulan Maret, Pak Jokowi menggumumkan 2 orang Indonesia positif terkena Virus Covid-19, sampai buku ini ditulis sudah berjumlah 10.800 orang lebih, membuat semua orang panik. Dimulai dari sibuk membeli makanan untuk disimpan, takut terjadi lockdown seperti negara lain, berebut semua alat pelindung diri dan sanitasi yang tiba-tiba menjadi sangat mahal harganya. Bisnis seketika rubuh satu persatu terutama didunia pariwisata, membuat semua pelaku usaha, menyelamatkan dirinya masing-masing. Mulai dengan berjualan segala kebutuhan dimasa Covid-19, menonaktifkan usahanya demi upaya tidak membayar biaya tetap yang terus berjalan. Sampai akhirnya, penggunaan segala media sosial untuk menjual segala makanan dan minuman.

    Terjadi perubahan besar-besaran tingkah laku konsumen dengan dua ombak besar ini. Perubahan yang biasanya ditanggapi lamban, tahapan demi tahapan, bahkan masih banyak yang tidak menerimanya. Berubah seketika! Beberapa pelaku usaha yang sudah siap, mendapatkan kesempatan besar karena kesiapan mereka diawal. Dan yang baru bersiap-siap, mengejar dengan susah payah. Betapa bersyukurnya kami memutuskan untuk mempersiapkan diri, dua tahun lalu untuk memulai perubahan ini. Ditahun pertama, perlu waktu yang tidak sedikit, untuk proses perubahan pola pikir untuk dapat menerima perubahan Industri 4.0 itu. Dan di tahun 2019, kami mulai merubah haluan kearah digitalisasi. Tanpa pembimbing, ekspertis dan tenaga kerja berpengalaman, membuat kami berjalan terhuyung-huyung. Berapa investasi yang dibutuhkan, apa saja talent yang dibutuhkan, masih belum terbayang nama jabatannya.

  • 8CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Kolaborasilah yang menyelamatkan kami menyongsong perubahan yang sedemikian cepatnya. Terima kasih kepada semua pendiri UCOACH, Pak Andrie Wiryo, Pak Sandy Hartono yang paling awal mendukung perubahan ini. Terima kasih juga atas kepercayaan Pak Ida Bagus Gathabasya Ananda, Bu Emmy Halim, Pak Michael Permadi, Bu Tjandra Wibowo yang turut memberikan Ekspertis masing-masing untuk memuluskan jalannya perubahan ini. Terima kasih juga kepada Pak Edward Sie, Pak Nurhafid Syarifudin, yang memberikan 100 persen perhatian untuk berjibaku Bersama kami setiap harinya untuk melakukan detil yang abu-abu menjadi semakin jelas. Berikutnya, terima kasih juga Pak Hendra Suwardi, Pak Tedy Saddha, Pak Jemmy Hasan, yang juga berpartisipasi menyumbangkan Kontribusinya untuk melengkapi apa yang kurang dari pembuatan aplikasi UCOACH ini. Terakhir, saya ucapkan juga terima kasih kepada Pak Donni Hadiwaluyo, Pak Edo Lavika, Pak Her Suheryanto dan terutama Pak Fransiscus Budi Pranata, yang sangat berkontribusi dalam penulisan buku ini, dan juga mempercayai UCOACH sebagai sebuah wadah untuk berbagi sesama saudara-saudari di Indonesia. Saya berharap, kontribusi kita untuk menciptakan Manusia Unggul untuk Kemajuan Indonesia, segera terealisasi.

    CRASH !, Tabrakan adalah kata yang paling tepat terhadap situasi ini. Kita tidak diberikan kesempatan, tidak diberikan waktu untuk berpikir, tidak diberikan ilmu dan wawasan untuk memulainya. Bagaimana dapat selamat dari tabrakan ini, menjadi tujuan dari penulisan buku ini. Kami berharap, tulisan ini dapat membagi pengalaman, wawasan, ilmu pengetahuan untuk pembaca juga dapat melakukan apa yang telah kami lakukan selama 2 tahun

  • 9CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    terakhir. Tentu saja, buku ini tidak akan terlalu berguna bagi yang justru terselamatkan dari tabrakan dua ombak besar ini. Terutama pelaku market place, e-commerce yang sudah memulainya lima sampai sepuluh tahun lalu. Kami belajar banyak dari anda. Dan semoga peran anda dan gotong royong bersama akan menjadikan negeri ini semakin dapat menunjukkan giginya di segala pelosok penjuru dunia.

    Akhir kata, selamat membaca dan melakukan perubahan besar-besaran anda! Kami akan senantiasa mendampingi anda baik dengan aplikasi kami, maupun semua media sosial yang kami miliki. Semoga kita dan seluruh masyarakat di negeri ini terberkati !

    Salam Hormat, Salam Aman dan Salam Sehat !

    Gendro SalimMaster Coach, CEO & FounderPT. UCOACH Djivasrana Grahasada

  • 10CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    PRAKATA CO-WRITER

    Buku yang saya tulis ini pada dasarnya bukan bermaksud untuk mengungkap pengalaman atau perjalanan hidup saya. Tetapi agar pengalaman hidup saya pribadi, bisa menjadi motivasi sekaligus turut mengubah generasi muda agar lebih positif dan juga produktif.

    Dalam buku ini, pengalaman saya terjun sebagai entrepreneur yang juha dikenal banyak orang dengan CEO lebih dari 25 Startup, akan saya tuliskan secara apik dan saya kemas dengan menarik untuk kemudian saya bagikan. Saya selalu percaya bahwa dunia bisnis selalu memiliki sisi yang unik untuk dikupas. Lantas, saya berpikir buku dengan tema apa yang pantas untuk saya sampaikan? Sebab di usia saya saat ini, saya sudah mengantongi pengalaman hidup (tentu menurut ukuran saya).

    Beberapa teman yang saya ajak untuk diskusi, mengatakan bahwa yang paling cocok adalah mengenai bisnis atau seputar dunia digital, karena saya paling sering membaca buku artikel dengan tema-tema di atas dari berbagai media massa.

  • 11CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Selanjutnya, ada yang berpendapat bagaimana bila buku yang saya tulis ini mengenai sebuah seminar? Maklum saja, setiap orang sukses selalu saja berlomba-lomba untuk membagikan pengalaman suksesnya dalam sebuah kesempatan bernama seminar. Saya juga kerap diundang untuk mengisi seminar di 32 kota yang ada di Indonesia.

    Tapi, entah mengapa saya merasa tema-tema tersebut terlalu monoton, jangan-jangan hanya bercerita pengalaman yang sukses dan baik-baiknya saja, atau sebuah kegagalan yang apologia?

    Setelah melakukan perenungan yang cukup lama, mau saya apakan stok ide tulisan dan segudang pengalaman saya bertahun-tahun ini? Barulah di sini muncul ide dan terinspirasi sesuatu yang sangat sederhana. Entah dari mana munculnya inspirasi itu, bahwa di dalam hidup ini pada dasarnya Anda ingin bergerak memulai sesuatu, entah itu membangun, dan sebagainya. Maka pengalaman hidup saya di bidang entrepreneur itulah, yang rasanya pantas dan akan bernilai lebih, untuk diungkap yang kemudian digabung dan dikemas dalam sebuah tema yang pastinya akan sangat dibutuhkan di era modernisasi seperti sekarang ini. Sehingga tersusunlah buku ini, buku yang secara sengaja rancang untuk membentuk generasi muda yang mau bersusah payah menekuni dunia usaha. Bukan menggerogoti uang orang tuanya, apalagi bekerja siang dan malam tanpa tahu apa tujuan ia bekerja.

    Meski begitu, untuk bisa menulis buku ini ternyata tidak semudah menulis artikel di koran, majalah, bulletin, news letter, dan juga status di media sosial. Meskipun sudah cukup banyak materi tulisan saya serap dan yang saya rekonstruksi kembali, menulis sebuah

  • 12CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    buku tidak sama dengan menulis sebuah artikel, ilmiah populer, esai dan lainnya.

    Namun, saya yakin bahwa di dunia ini tiada gading yang tak retak. Layaknya buku ini, tidaklah ada sebuah karya yang sempurna. Meski telah dipersiapkan dengan baik dan keinginan yang matang menerbitkan buku yang bernilai lebih, tapi tentu ada saja yang tidak tepat, tidak cocok, kurang sesuai dengan apa-apa yang diinginkan para pembaca.

    Sebagai bagian akhir dari prakata ini, tiada ucapan terima kasih yang terbesar dan yang paling utama selain hanya kepada Tuhan, yang telah memberikan bimbingan, inspirasi yang tak terduga, sehingga buku ini bisa terbit dan berada di hadapan Anda.

    Terima kasih yang lebih khusus lagi kepada para pembaca yang bersedia meluangkan waktunya untuk melahap tulisan saya, kata demi kata, halaman, bab demi bab. Dan saya berharap juga bisa bernilai bagi semua pembaca sehingga memberikan dampak positif dalam kehidupan para pembaca sekalian.

    Salam Hormat,

    Fransiskus Budi PranataCFO & Co-FounderPT. UCOACH Djivasrana Grahasada

  • Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

  • 14CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    BAB I - ADAPTASIPOLA PIKIR & KEYAKINAN(CHANGE REVOLUTION 4.0)

    “Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat tanpa adanya kehendak atau perencanaan

    sebelumnya.”

    Tidak mungkin, adalah kata pertama yang akan terpikirkan oleh anda terhadap perubahan ini. Perubahan besar-besaran telah terjadi di abad 2020 ini. Bayangkan saja, untuk sebuah perubahan kecil saja, manusia akan bereaksi dengan reptilian brainnya, untuk menolaknya. Karena perubahan merupakan ancaman bagi otak ini. Apalagi perubahan besar dan banyak! Tidak mungkin adalah kata yang lumrah, yang akan keluar dari semua pemikiran umat manusia yang menghadapinya.

    Tidak Bisa, muncul setelah mengetahui betapa sulitnya mencoba hal baru yang banyak, secara cepat. Ini juga merupakan reaksi reptilian brain kita, yang selalu mencari jalan termudah untuk dapat menghindari perubahan ini. Sehingga pembaca harus memahami, bilamana manusia hanya menggunakan orak reptilnya saja, maka tidak heran mereka tidak akan dapat menyesuaikan dirinya terhadap perubahan apa pun. Apalagi perubahan besar dan cepat ini.

  • 15CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Manusia sudah seharusnya melatih neuroplasticity. Kemampuan otak kita untuk mengubah dirinya. Prinsip utamanya adalah otak mengubah perilaku dan perilaku mengubah otak. Otak punya sifat plastisitas, lentur dan bisa berubah. Dan Teori dalam Neurosains, Neuroplasticity Ini membantah pendapat tradisional bahwa otak itu sudah dari baku dan tidak dapat berubah, apa adanya.

    Dengan mengetahui hal ini, manusia sudah seharusnya terus melatih otaknya untuk mengetahui banyak hal baru dan mendorong seluruh hal baru ini ke dalam otak limbik, sehingga membentuk persepsi dan nilai baru, yang akan sangat membantu manusia dalam melakukan perubahan itu.

    Kata sederhananya adalah, paksa diri kita untuk belajar, belajar dan belajar. Kemudian Praktek terus menerus, hingga diri kita dapat menerimanya, atau keadaan terus yang akan mengubah diri kita. Tentunya pilihan pertama akan membuat diri kita terlatih untuk menerima bermacam-macam perubahan. Sebelum diri kita kepepet untuk menerima perubahan itu.

    Namun demikian kesimpulannya, mau berubah, atau kepepet untuk berubah, masih lebih baik, daripada tidak ada dan tidak mau berubah sama sekali. Saya akan mengajak pembaca mengubah persepsi dengan tulisan ini, sehingga proses perubahan pola pikir dan keyakinan anda, akan berlangsung lebih cepat. Dan cerita merupakan bentuk proses yang paling cepat untuk mengubah persepsi anda. Berikut beberapa ceritanya :

  • 16CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    a. Sunset/SunriseTidak heran ada pepatah mengatakan, generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati dan generasi ketiga menghancurkan. Di dunia usaha yang begitu keras, memaksa banyak perusahaan raksasa tumbang/sunset. Dengan pengalaman keluar masuk lebih dari 500 perusahaan selama 15 tahun, saya melihat dengan mata kepala sendiri, betapa generasi pertama membangunnya dengan bermodalkan semangat dan relasi, mampu mencapai kejayaan sebesar-besarnya.

    Begitu tiba pada generasi kedua, yang hidupnya serba berkecukupan karena keberhasilan generasi pertama, tidak dapat mengimbangi kerja keras generasi pertama. Generasi kedua telah mendapatkan informasi yang lebih banyak, sehingga mereka memiliki pilihan untuk memilih, mana pekerjaan yang ingin dilakukan. Dan bagaimana cara melakukan semua pekerjaan yang dilimpahkan dengan sistem dan teknologi yang telah mereka pelajari di bangku Pendidikan. Sedangkan permintaan generasi pertama, berharap mereka dapat melanjutkan cara-cara lama mereka berjibaku selama ini di perusahaan, yang telah menghidupi kehidupan keluarga mereka selama beberapa dekade. Ada yang mampu bersabar untuk mengikuti apa kemauan generasi pertama, ada juga yang menentang.

    Perubahan budaya kerja besar-besaran, menggeser banyak orang kepercayaan yang dipercaya di generasi pertama. Kemampuan mereka juga tidak dapat mengimbangi generasi kedua yang semakin sederhana dan canggih pemikirannya. Namun tidak disertai dengan jiwa pejuang, kerja keras, kejujuran dan semangat

  • 17CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    berbagi yang dimiliki generasi pertama. Semua harus ada KPI, ada SOP dan banyak aturan-aturan yang akhirnya membuat perusahaan berurusan dengan dua budaya kerja dari generasi pertama dan kedua. Belum lagi kusutnya operasional dan keuangan yang dijalankan oleh generasi pertama yang sangat manual, membuat kewalahan generasi kedua untuk membuatnya rapih. Sistem manapun yang dicoba akan sangat kesulitan menyusunnya, tanpa kesepakatan yang tidak pernah terjadi.

    Banyak generasi kedua yang tidak kuat dengan permintaan generasi pertama, akhirnya beranjak kaki, memilih menjadi profesional diperusahaan startup lain, yang lebih dapat mewakili nilai-nilai kerja yang mereka anut selama dibangku sekolah. Beberapa dari mereka yang sukses, memilih membangun kerajaan kecil mereka, tanpa melibatkan generasi pertama.

    Bagi mereka yang telah berhasil mengikuti ritme dari generasi pertama, akhirnya akan memiliki generasi ketiga. Dimana tidak banyak perubahan yang terjadi disana-sini, yang menyebabkan, semakin lamban dan semakin sulit membuat perusahaan berkembang. Birokrasi semakin panjang, suara semakin banyak dan terpecah, membuat banyak perusahaan kecil yang baru berdatangan, membuat manuever-manuever yang semakin melambatkan perusahaan generasi ketiga.

    The Giant Can Fall by New Startup

    Anda masih ingat, sariwangi, Amplop Jaya, Nyonya Meneer? Tiga perusahaan tersebut dipailitkan di pengadilan karena terlilit Hutang. Dan tidak salah kalau peribahasa tadi di atas sudah

  • 18CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    dikumandangkan oleh generasi sebelumnya. Tanpa adaptasi antara generasi pertama dan kedua bahkan ketiga, tidak adanya penyelarasan visi misi dan peremajaan perusahaan, dan masih banyak lagi penyebab kebangkrutan raksasa-raksasa ini.

    Mari kita lihat, Fuji Film yang begitu berjaya ditahun 70an sampai dengan tahun 2000. Outlet yang begitu premium, permintaan yang banyak, tiba-tiba harus menggulung tikarnya karena datangnya era digital pada tahun 2000, di mana kamera digital membuat orang-orang tidak perlu mencetaknya, untuk dapat melihat maupun menyimpan hasil dokumentasinya. Generasi pertama dan kedua kebingungan karena usahanya tidak berjalan baik ditangan generasi berikutnya.

    Berapa banyak perusahaan publikasi yang mencetak koran sudah bangkrut, toko mainan mengecil, toko Kaset/CD music hilang dari peredarannya, Kamera poket menghilang dari toko-toko, Penjualan laptop yang semakin menurun, dan masih banyak lagi perusahaan yang tutup karena datangnya sebuah perubahan, yang bernama Gadget/smartphone.

    Bayangkan hanya dengan satu smartphone anda dapat melakukan :

    • Panggilan telepon dengan berbagai macam aplikasi

    • Mengirim pesan dengan berbagai macam pengirim pesan

    • Mengirim email

    • Berseluncur di dunia maya

    • Dapat menjalin hubungan pertemanan di dunia maya

  • 19CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    • Mencari alamat

    • Dapat bekerja dengan Microsoft Office, Excel, Word dan Power point

    • Sudah dapat bertatap muka didunia maya dengan segala macam aplikasi video conference

    • Aplikasi berita yang begitu banyaknya

    • Kamera dan video perekam

    • Personal assistant sebagai pengingat dan pencatat

    • Aplikasi Fintech yang memudahkan orang untuk tidak perlu ke perbankan lebih sering

    • Aplikasi untuk berbelanja apa saja di dunia ini

    • Aplikasi untuk membeli tiket, makanan, mengirim barang/dokumen,

    • Aplikasi hiburan yang dapat mengakses lagu, film apa saja kapan saja

    • Aplikasi permainan yang begitu bervariasinya

    • Dan masih banyak lagi jutaan macam penggunaannya, yang sangat membuat generasi baby boomer dan generasi X terpukau dan sulit mengejarnya.

    Ada yang menyadari ini, jauh-jauh hari mulai menyusun langkah baru untuk segera menyelaraskan bisnisnya ke dunia maya ini. Namun masih banyak juga yang berpendapat, kita tidak perlu mengubah haluan. Karena usaha mereka masih dibutuhkan di masyarakat selama ini. Mereka tidak tahu, kapan tiba-tiba startup

  • 20CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    baru muncul dan menggeser mereka dari dunia usahanya. Ini semua tinggal masalah waktu. Ekosistem dari Industri 4.0 sudah sedemikian mengguritanya. Tergulung atau tidaknya perusahaan anda, Cuma masalah berapa cepat efek ekosistem ini sampai di perusahaan anda.

    Betapa tidak, perusahaan raksasa seperti Taxi kalang kabut pada saat aplikasi Ojol, Uber, Gojek dan Grab, muncul dan menggantikan mereka kurang dari 5 tahun. Ada yang lincah, mencari cara untuk bergabung dengannya, ada yang tetap menolak dan akhirnya hilang dari jalanan. Pemilik hotel raksasa yang butuh menghabiskan kocek milyaran bahkan trilyun dalam membangunnya, digeser begitu saja oleh aplikasi pencari kamar airbnb.

    Mungkin anda masih perkasa mengatakan, perusahaan anda, tidak terkena perubahan industri 4.0 ini. Mungkin saja anda ada di bisnis yang benar, dan sulit tergantikan oleh digitalisasi, atau mungkin belum terjamah oleh sang millennial yang begitu kreatif dan inovasinya, untuk mendistrupsi usaha anda. Belum lagi, regulasi-regulasi baru yang mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan era baru, membuat beberapa perusahaan lainnya juga terkena imbasnya.

    Mungkin anda masih ingat, berapa lama waktu yang perlu kita habiskan di perbankan hanya untuk mengambil atau menyimpan uang kita di sana? 30 menit sampai 1 jam hanya untuk melakukan transaksi itu. Sekarang ATM masih berfungsi untuk melakukan banyak hal yang menggantikan fungsi kasir di bank. Mungkin beberapa waktu ke depan, bahkan ATM akan semakin menghilang dari segala penjuru, karena uang digital sudah akan mulai terjadi.

  • Saya hanya mempercayai, pada saat satu ekosistem terganggu, maka ekosistem lainnya akan ikut tersangkut. Dan percaya maupun tidak, lebih baik, kita mempersiapkan diri lebih cepat untuk menghadapi era disrupsi ini. Walau mungkin anda masih baik-baik saja.

    Coba bayangkan, Valuasi perusahaan Gojek yang sudah mencapai lebih dari 140 Trilyun ditahun 2019 padahal usianya belum mencapai satu dekade dapat mengalahkan valuasi Raksasa penerbangan Garuda yang hanya mencapai 11 trilyun dengan usia 71 tahun. Transaksi yang masih banyak terjadi di tanah abang, perlahan mulai tergerus dengan datangnya platform market place dengan kemudahan, promo dan segala macam teknologi yang ditanam di dalamnya.

    Sekali lagi, ekosistem besar sangat berpengaruh dalam mempengaruhi ekosistem kecil lainnya. Akan lebih banyak raksasa yang sunset dan banyak pendatang baru kecil yang akan sunrise. Kita hanya belum tahu kapan giliran kita.

  • 22CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Beberapa tanda-tanda perusahaan sunset yang saya amati dari perjalanan pelatihan dan pendampingan selama 15 tahun belakangan, serta pengamatan saya terhadap seluruh media berita yang saya baca 5 tahun ini :

    • Di bagian Keuangan :

    a. Penurunan Cash Flow

    b. Penurunan margin dalam 5 tahun terakhir

    c. Pemotongan biaya secara dadakan

    d. Tagihan pembayaran gedung terbengkalai

    e. Hak karyawan mulai dikurangi

    f. Penjualan beragam aset penting

    • Di bagian Sumber Daya Manusia :

    a. Mundurnya para petinggi perusahaan/bergantinya jajaran manajemen secara mendadak

    b. Visi dan misi perusahaan berubah bisnis

    c. Banyak kebijakan berubah secara mendadak

    d. Alur komunikasi berubah

    e. Adanya pemutusan hubungan besar-besaran

    f. Pintu di tutup saat rapat

  • 23CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    • Di bagian Operasional :

    a. Alur kerja melambat/penurunan proses industri

    b. Banyak masalah terbengkalai

    c. Stok mulai tidak terurus hari pergerakannya

    d. Tidak terlihat perubahan sistemasi kerja selama lebih dari 1 dekade,

    e. Tidak terlihat adanya investasi dalam teknologi baru, mesin baru

    • Di bagian Penjualan :

    a. Menurunnya penjualan selama 3 tahun terakhir

    b. Tidak adanya ekspansi ke wilayah baru dalam 5 tahun terakhir

    c. Tidak adanya diversifikasi produk dan jasa dalam 5 tahun terakhir

    d. Tidak ada penambahan channel distribusi produk maupun jasa

    e. Masih belum menggunakan channel online dalam pemasarannya

    Customer Behavior Shifting

    Perubahan perilaku konsumen yang seharusnya hanya beradaptasi dengan perubahan Industri 4.0, sekarang harus ditambah dengan Pasca Covid-19 yang sedang terjadi. Perubahan besar-besaran dan sangat cepat ini, tidak heran membuat setiap negara mengubah

  • 24CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    anggarannya dan mengubah prediksi ekonominya. Belum lagi, andil global terhadap perekonomian dunia, sudah pasti akan mengaduk-aduk seluruh ekonomi yang terjadi di dunia ini.

    Akan bermunculan produksi dalam negeri dalam jumlah yang besar. UMKM yang selama ini menjadi penyelamat ekonomi Indonesia, akan diuji kembali ketahanannya. Perubahan penghasilan, efisiensi, dan prioritas juga akan mengubah perilaku masyarakat Indonesia ke depannya.

    Beberapa standar baru akan terjadi untuk mengantisipasi pasca Covid-19 terlebih dahulu, baru memasuki digitalisasinya :

    • Keamanan dan kebersihan merupakan prioritas pertama

    • Mengurangi kerumunan

    • Kebiasaan belanja di e-commerce

    • Transformasi digital

    • Web Meeting & Work From Home

    • Digital on Demand & Personalization

    • Healthcare, AI and Robotics

    • Deliveries and Driving

    New Skill, Knowledge, Tools, and Experience

    Dengan perubahan besar-besaran ini, ilmu pengetahuan berkembang dengan luar biasa, akan membuat banyak keterampilan baru, akan dibutuhkan di dunia usaha. Talent-talent digital akan

  • 25CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    langka dan bernilai mahal saat ini sampai sepuluh tahun ke depan. Pekerja-pekerja yang tidak mengupgrade dirinya, akan tersingkirkan dari persaingan dengan pekerja millennial. Pembajakan tenaga-tenaga berpengalaman di Industri 4.0 ini akan terus terjadi.

    Studi Korn Ferry mengenai Global Talent Crunch memperkirakan pada 2030 mendatang, India bakal surplus tenaga kerja ahli digital sebanyak 245,3 juta orang. Sementara Indonesia diproyeksi kekurangan sekitar 18 juta tenaga ahli digital.

    Diimbangi dengan semua peralatan teknologi dan digital yang mengikuti perkembangan, akan semakin membuat kompleks dunia ini. Baru belajar satu alat baru, sudah keluar alat lain yang lebih efisien. Baru memakai software baru, sudah keluar software lainnya yang lebih mudah dan lebih komprehensif.

    Literasi-literasi baru akan bermunculan, video pembelajaran akan berlimpah ruah, audio juga akan membantu penyerapan pembelajaran semakin cepat. Akan semakin banyak manusia-manusia yang memiliki informasi yang lebih banyak daripada yang sebelumnya. Belum lagi kemudahan mendapatkannya, mempelajarinya akan membuat Sikap dan Perilaku menjadi barang mahal di masa depan. Kecuali nanti ditemukan juga bagaimana cara mendidik manusia yang penuh ahlak dan tata krama yang baik dalam berkehidupan sosial maupun profesional.

  • 26CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Beberapa literasi dan keterampilan khusus dalam menghadapi Industri 4.0 seperti :

    • Literasi Teknologi

    • Literasi Media

    • Literasi Multimedia

    • Literasi Digitalisasi

    Mengutip hasil riset dari World Economic Forum, ada 10 kemampuan utama yang paling dibutuhkan di tahun 2020, yaitu :

    • Bisa memecahkan masalah yang komplek (complex problem solving),

    • Berpikir kritis (critical thinking),

    • Kreatif (creativity),

    • Kemampuan memanage manusia (people management),

    • Bisa berkoordinasi dengan orang lain atau team-work(coordinating with others),

    • Memiliki kecerdasan emosional (emotional intelligence),

    • Memiliki kemampuan menilai dan mengambil keputusan (judgment and decision making),

    • Berorientasi pelayanan atau mengedepankan pelayanan (service orientation),

    • Memiliki kemampuan negosiasi (negotiation),

    • Fleksibilitas kognitif (cognitive flexibility).

  • 27CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Berita gembiranya, di dunia digitalasi ini, kelebihannya adalah, anda dapat mengakses semua informasi ini di dunia maya, berbagai macam aplikasi pembelajaran, termasuk UCOACH yang akan memfasilitasi kemampuan diri anda, untuk menyambut era baru digital ini. Perkaranya sekarang tinggal, apakah anda mau memaksakan diri anda menambahkan hal baru yang bernama “belajar” setiap hari satu jam. Sekali lagi ini bukan masalah kemampuan, ini masalah kemauan!

    b. Becoming The New Society 5.0 by InstantlyMasyarakat yang berpusat pada menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial dengan sistem yang sangat mengintegrasikan ruang dunia maya dan ruang fisik.” Dalam masyarakat informasi (Masyarakat 4.0), berbagi pengetahuan dan informasi lintas bagian tidak cukup, dan kerja sama itu sulit.

    Karena ada batasan untuk apa yang dapat dilakukan orang, tugas mencari informasi yang diperlukan dari meluapnya informasi dan membuat analisa adalah suatu beban, dan tenaga kerja serta ruang lingkup tindakan dibatasi karena usia dan berbagai tingkat kemampuan. Juga, karena berbagai pembatasan pada isu-isu seperti penurunan angka kelahiran dan populasi yang menua dan depopulasi lokal, sulit untuk merespons secara memadai.

    Reformasi sosial (inovasi) dalam Masyarakat 5.0 akan berwawasan ke depan yang meruntuhkan rasa stagnasi yang ada, masyarakat yang anggotanya saling menghormati satu sama lain, melampaui generasi, dan masyarakat di mana setiap orang dapat memimpin kehidupan yang aktif dan menyenangkan.

  • 28CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Masyarakat 5.0 mencapai tingkat konvergensi yang tinggi antara ruang maya (ruang virtual) dan ruang fisik (ruang nyata). Dalam masyarakat informasi masa lalu (Masyarakat 4.0), orang akan mengakses layanan cloud (basis data) di dunia maya melalui Internet dan mencari, mengambil, dan menganalisis informasi atau data. Di Masyarakat 5.0, sejumlah besar informasi dari sensor di ruang fisik terakumulasi di dunia maya. Di dunia maya, data besar ini dianalisis dengan kecerdasan buatan (AI), dan hasil analisis diumpankan kembali ke manusia dalam ruang fisik dalam berbagai macam keluaran.

    Dalam masyarakat informasi masa lalu, praktik umum adalah mengumpulkan informasi melalui jaringan dan dianalisis oleh manusia. Namun, di Masyarakat 5.0, orang, benda, dan sistem semuanya terhubung dengan IoT di dunia maya, dan hasil optimal yang diperoleh AI melebihi kemampuan manusia diumpankan kembali ke ruang fisik. Proses ini membawa nilai baru bagi industri dan masyarakat dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.

    Dapat dikatakan bahwa lingkungan di sekitar Jepang dan dunia berada dalam era perubahan yang drastis. Seiring pertumbuhan ekonomi, kehidupan menjadi makmur dan nyaman, permintaan energi dan bahan makanan meningkat, umur menjadi lebih panjang, dan masyarakat lanjut usia semakin maju. Selain itu, globalisasi ekonomi mengalami kemajuan, persaingan internasional menjadi semakin parah, dan masalah-masalah seperti konsentrasi kekayaan dan ketidaksetaraan regional tumbuh.

    Masalah-masalah sosial yang harus dipecahkan dalam oposisi

  • 29CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    (sebagai pertukaran) dengan pembangunan ekonomi tersebut menjadi semakin kompleks. Di sini, berbagai langkah telah menjadi diperlukan seperti pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), peningkatan produksi dan pengurangan kehilangan bahan makanan, pengurangan biaya yang berkaitan dengan masyarakat yang menua, dukungan industrialisasi berkelanjutan, redistribusi kekayaan, dan koreksi ketidaksetaraan regional, tetapi mencapai pembangunan ekonomi dan solusi untuk masalah sosial pada saat yang sama telah terbukti sulit dalam sistem sosial saat ini.

    Dalam menghadapi perubahan besar di dunia, teknologi baru seperti IoT, robot, AI, dan data besar, yang semuanya dapat memengaruhi jalannya masyarakat, terus mengalami kemajuan. Jepang berupaya menjadikan Society 5.0 kenyataan sebagai masyarakat baru yang menggabungkan teknologi-teknologi baru ini di semua industri dan kegiatan sosial dan mencapai pembangunan ekonomi dan solusi untuk masalah-masalah sosial secara paralel.

    Jadi saya tidak tahu, apakah harus sedih menjadi saksi di abad ini mengenai Wabah ini, atau justru bersyukur, karena wabah itu sendiri yang memaksa kita untuk menyesuaikan diri pada Masyarakat 5.0 secara langsung dan cepat. Masyarakat yang sudah sangat tergantung kepada teknologi digitalisasi ini, pemakaian Drone, Digital Banking, Smart Home, Smart City, Health Care, autonomous Driver, akan sangat cepat terimplementasi karena wabah ini.

    Perubahan yang biasanya terjadi secara bertahap perubahannya, sudah tidak lagi bisa diharapkan. Perubahan sudah terjadi, Virus Covid-19 sudah ada di dunia ini. Mau tidak mau, anda dipaksa untuk menerima dan mempercepat proses perubahannya.

  • 30CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Walau anda tidak mampu memaksakan otak limbik anda untuk bekerja, namun kegelisahan dan kekhawatiran anda, bahwa menggunakan otak reptil tidak akan terus-terusan berhasil. Sehingga sekali lagi manusia dihadapkan dengan tekanan, dan biasanya karena tekanan, manusia lebih berhasil! Ingat FLIGHT or FIGHT?

    c. Konvensional Menuju DigitalisasiTerlalu mudah menilai orang lain untuk tidak mau menyesuaikan diri. Tidak pernah terpikirkan, kalau saya pribadi pun terkadang menolak perubahan. Generasi baby boomer yang terbilang sangat kaku punya kelebihannya dalam etika, kerja keras, keuletan, pantang menyerah dan jujur ternyata memiliki sisi lainnya yang juga tidak jauh berbeda seperti, keras atas pendiriannya, keberhasilan yang diperoleh dimasa lampau dijadikan sebagai patokan kepada semua orang untuk mencontoh dirinya. Memulai sesuatu dari kecil, semua harus atas upaya sendiri dan kemandirian, seolah sudah menjadi barang usang yang tidak akan mendulang sukses yang sama dengan era yang berbeda.

    KONvENSIONal

    digitalisasi

  • 31CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Generasi X yang tidak terlalu jauh dari Baby Boomer, banyak menganut prinsip-prinsip yang diajarkan olehnya. Menjadikan Gen X adalah poros tengah yang mencoba memegang teguh beberapa prinsip gen X dan mencoba mengadopsi beberapa hal yang sedang terjadi pada Generasi Y. Gen Y sudah lebih maju dengan berbagai macam pendidikan, gadget serta dunia internet, menjadi mereka pioneer dalam memulai semua teknologi digitalisasi. Namun beberapa prinsip dari generasi sebelumnya mulai memudar di sini, bilamana peran orang tua sangat kecil dalam membangun kepribadiannya.

    Kemudian muncul Generasi Z yang dari kecil sudah dimanjakan dengan semua gadget ditangannya. Mulai dari cara memaksa makan yang paling mudah, umpan untuk mau belajar dengan kompensasi diizinkan memakai gadget. Kehidupan sosial mereka sudah berbeda dengan generasi awal. Tatap muka sudah tidak menjadi sebuah keharusan untuk mereka. Mainan dengan semua manual dilalap oleh mereka. Pelajaran disekolah semakin sulit. Sepulang dari sekolah pun, mereka masih diberikan beberapa kursus untuk menunjang pelajaran disekolah, kursus yang mereka sukai dan kursus yang disukai oleh orang tuanya.

    Bila teringat 20 tahun lalu, pada saat saya mendampingi klien yang berumur 54, di mana beliau tidak memiliki semua laporan keuangan yang seharusnya menjadi pedoman berusaha, namun mampu meningkatkan asetnya berkali-kali lipat pada saat dia memulai usahanya. Ia tidak mempunyai laporan stock, laporan hutang piutang, laporan kas, bank dan lain yang dibutuhkan perusahaan untuk mengambil keputusan yang lebih tepat.

  • 32CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Dan saya masih ingat, dia bertanya kepada saya, untuk apa laporan keuangan yang hanya akan membuat bocor data perusahaan, bilamana dikerjakan oleh orang lain. Sedangkan untuk membuatnya dia hanya punya catatan-catatan kecil mengenai hutang dan tagihan. Kalaupun ada laporan keuangan, itu hanya untuk pelaporan pajak yang hanya dibuat satu tahun sekali. Persepsinya mengenai laporan keuangan adalah :

    • Tidak perlu, karena tidak tahu apa itu laporan keuangan dan fungsinya

    • Tidak mau karena takut bilamana dikerjakan oleh orang lain, maka semua data perusahaan akan menjadi tidak rahasia lagi. Harga modal beli, beli dengan pemasok mana, menjual dengan keuntungan margin yang diketahui oleh pencatatnya, serta gaji dan lainnya yang akan mudah diketahui khalayak ramai.

    • Tidak bisa, karena sudah terlalu banyak yang dikerjakan sendiri, mulai dari buka toko, melayani pelanggan, membeli barang dagangan, mengawasi barang turun dari kendaraan. Menjaga gudang, menjadi kasir serta kurir untuk menyetor uang ke bank.

    • Tidak penting, karena masih banyak pekerjaan yang lebih penting menurutnya untuk dapat menghidupi perusahaannya.

    Beranjak dari cerita tersebut, sekarang di era ini, saya juga hampir memberikan banyak alasan yang banyak untuk tidak memulai digitalisasi. Berikut beberapa hal yang saya amati, yang membuat digitalisasi begitu sulitnya diterima oleh mayoritas pelaku usaha terutama Generasi Baby Boomer dan X :

  • 33CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Gaptek ( Lack of Technology Literacy )

    Yang paling terdampak urusan ini adalah terutama Generasi Baby Boomer dan Generasi X yang tidak memiliki kemewahan diawal untuk memiliki semua ini. Segala sepak terjang diusaha dilakukan dengan manual dan ortodidak, menjadikan mereka tidak terbiasa untuk menggunakan dan mengerti literasi teknologi ini. Dan dengan percepatan perubahan setiap tahunnya, membuat mereka semakin jengah untuk mengejar ketertinggalannya. Sehingga membuat mereka semakin mencari aasan untuk tidak beradaptasi dengan hal ini.

    Fear until Trauma with Digitalization

    Untuk urusan ini, banyak yang bermasalah dengan PIN, kode-kode yang harus dihafal, dan tidak tahu bahwa kode ini menjadi incaran para Fraudster. Mulai dari pemerasan, pencurian data, kata sandi. Menjadikan mereka trauma untuk berurusan dengan teknologi. Belum lagi mereka melihat generasi Y dan Z yang begitu addicted dengan gadget ditangannya, sehingga mengurangi sosialisasi dengan orang lain. Ditambah lagi generasi menunduk ini, mulai tidak menyadari kehadiran senior yang biasanya dihormati, dianggap tidak sopan. Makan malam yang biasanya hangat dengan pembicaraan, menjadi dingin karena masing-masing menggunakan gadgetnya sambal makan malam. Ini semua benar-benar menjadikan persepsi terhadap teknologi menjadi negatif. Dan ini semakin membuat mereka menjadi skeptis dalam menilai kemajuan teknologi ini. Padahal seharusnya, merekalah yang memulai dan mendidik bagaimana memakai gadget secara bijak. Bukannya menolak dan melarang generasi Y dan Z.

  • 34CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Still Have many Option that works

    Ditambah, dengan masih banyaknya opsi untuk menggantikan teknologi menjadi kebiasaan, menjadikannya semakin yakin, bahwa mereka dapat hidup tanpa teknologi. Beberapa wisata perjalanan, bahkan menawarkan Wisata Detox (Jauh dari teknologi). Mereka yakin teknologi membuat kehidupan mereka menjadi semakin tidak nyaman, semakin kehilangan privacy.

    Opsi yang paling baik yang mereka lakukan adalah, mulai merekrut generasi Y dan Z untuk melapisi kekurangan mereka terhadap teknologi ini. Mereka berpikir, selama ada uang dan ada orang lain yang lebih mengerti yang menjalankannya, sudah cukup untuk mereka. Terus terang, untuk mengejar ketinggalan ini terkadang menjadi sesuatu yang lebih personal, yaitu gengsi. Mereka mulai mencari pembenaran-pembenaran mengapa mereka tidak mau memahami dan menggunakannya.

    You Don’t Know What You Don’t Know

    Dan hal diatas, menjadikan Baby Boomer dan X Menjadi semakin tidak tahu apa yang mereka tidak tahu. Dan ini membuat jurang yang sangat besar untuk menyambungkan antar generasi ini. Bayangkan, Bahasa teknis, jargon, biaya dan lain-lainya, membuat mereka semakin FOMO (Fear Of Missing Out).

    Dan kekurangtahuan mereka tentang segala hal teknologi ini, menjadikan mereka buta apa yang harus dilakukan pada usaha mereka. Siapa yang berani menginvestasikan sesuatu yang tidak diketahui? Mereka pasti hanya akan berinvestasi sesuatu yang mereka pahami. Dan hal ini membuat teknologi semakin jauh

  • 35CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    meninggalkannya. Bayangkan, manager IT mengusulkan biaya untuk pengimplementasian teknologi untuk dapat beroperasi sampai nasional sejumlah Rp. 240 milyar! Terkaget-kaget mereka mendengar angka investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan keinginan yang mereka sendiri tidak pahami. Mereka lalu meminta bagian IT untuk memulai secara bertahap dari RP. 1 Milyar untuk coba-coba. Apa jawaban dari Bagian IT? Mereka langsung mengundurkan diri mendengar pemilik usaha yang tidak paham ini. Mereka menganggap, pemilik adalah orang yang pelit dan tidak akan pernah dapat membuat otomasi perusahaannya.

    Nilai pengembalian yang akan didapatkan bilamana investasi ini dilakukan, tidak dihitung dengan baik oleh bagian IT, yang notabene bukan bagian keuangan dan tidak memiliki jiwa wirausaha, membuat Baby Boomer dan X Semakin Jauh tertinggal.

    Learning Process

    Teori yang dikembangkan di Gordon Training International oleh salah satu karyawannya yaitu Noel Burch pada tahun 1970-an mulanya disebut sebagai “Empat Tahap Mempelajari Keahlian Baru” Empat Tahap Pembelajaran memaparkan suatu model pembelajaran.

    Model ini memaparkan bahwa pada awalnya individu tidak men-yadari ketidaktahuan mereka, atau tidak menyadari ketidakmam-puan mereka. Seiring mereka mengetahui ketidakmampuan mer-eka, mereka akan secara sadar memperoleh keterampilan baru, kemudian menggunakannya. Akhirnya, keterampilan dapat digu-nakan tanpa harus dipikirkan secara sadar: Individu dikatakan tel-ah mendapatkan kompetensi tanpa sadar.

  • 36CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    The Four Step Of Learning

    1. Ketidakmampuan tak sadar

    Individu tidak memahami atau mengetahui bagaimana cara melakukan sesuatu dan tidak perlu tahu kekurangannya. Mereka mungkin menolak kegunaan suatu keterampilan. Individu harus mengenali ketidakmampuan mereka, dan manfaat keterampilan baru sebelum berpindah ke tahap selanjutnya. Pada tahap ini, waktu yang dibutuhkan oleh seorang individu tergantung pada kuat-tidaknya rangsangan untuk belajar.

    2. Ketidakmampuan sadar

    Meskipun individu tidak memahami atau tidak tahu bagaimana caranya melakukan sesuatu, ia pasti tahu kekurangannya, sebagaimana ia tahu manfaat dari suatu keterampilan baru untuk mengatasi kekurangannya. Pada proses pembelajaran di tahap ini, membuat kesalahan bisa jadi merupakan bagian tak terpisahkan.

    3. Kemampuan sadar

    Individu memahami atau tahu bagaimana cara melakukan sesuatu. Meskipun demikian, mendemonstrasikan keterampilan atau pengetahuan memerlukan konsentrasi. Hal ini dapat dijabarkan dalam beberapa langkah, serta memerlukan kesadaran tinggi untuk melakukan keterampilan baru.

  • 37CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    4. Kompetensi tidak sadar

    Individu telah banyak mempraktikkan keterampilannya yang sudah menjadi “kebiasaan” dan dapat dengan mudah melakukannya. Alhasil, ia dapat melakukan keterampilannya sembari melakukan hal lain. Individu bisa saja mengajarkan keterampilannya pada orang lain, tergantung bagaimana dan di mana ia dipelajari.

    Kesimpulannya, masih banyak manusia yang lebih suka memakai intuisinya untuk mengatakan, ini yang saya suka baru saya pelajari. Yang saya tidak suka maka tidak akan banyak dipelajari. Padahal, semua baik yang suka maupun tidak tetap harus melewati 4 tahapan proses pembelajaran.

    d. Perbedaan 3.0 dengan 4.0Untuk sukses mentransformasi diri memasuki Industri 4.0, Anda perlu mengubah dua kemampuan, kemampuan digital dan kemampuan kepemimpinan. Untuk kemampuan digital, sangat dipengaruhi oleh finansial anda, dalam merubah tatanan perangkat keras dan lunak dalam rangka pelayanan pelanggan anda. Sedangkan untuk kemampuan kepemimpinan heartware dan keterampilan untuk mengubah pola pikir para pemimpin anda dengan teknologi manajemen.

    Dua dimensi ini harus dilakukan secara bersamaan, walau kemampuan kepemimpinan harus diprioritaskan. Karena nilai tambah dari investasi dalam kemampuan digital hanya dapat sepenuhnya dipanen jika orang berpikir, bertindak dan bereaksi dengan cara yang mengatasi realitas perubahan era 4.0 ini.

  • 38CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Kondisi VUCA (Volatile, Uncertain, Complex & Ambique) dengan sempurna menggambarkan dunia bisnis yang terhubung secara global saat ini. Bandingkan VUCA dengan ekonomi industri abad ke-20 yang telah membentuk pola pikir Anda saat ini. Sehingga VUCA ini sekarang melengkapi SECU (Stable, Expected, Complex & Understandable) yang waktu itu berlaku pada industry 3.0.

    Untuk memperjelas pemahaman SECU dari pola pikir VUCA, dijelaskan bahwa Dalam era industri 3.0, produktivitas yang digerakkan oleh transistor, optimisasi dan pelestarian status quo adalah kata-kata kunci karena jaringan terbatas, untuk sebagian besar abad ke-20 dan produk-produk industri dioptimalkan sepanjang jalur, yang dapat dilihat dalam cakrawala yang bergerak lambat. Di era digital, konektivitas berkemampuan bandwidth, inovasi, dan gangguan status quo adalah slogan karena jaringan telah menjadi produk global dan jaringan muncul tanpa pola yang terlihat dalam cakrawala yang bergerak cepat.

    Oleh karena itu, untuk mengubah kemampuan kepemimpinan dalam organisasi Anda, Anda harus mengubah pola pikir SECU Anda menjadi pola pikir digital, yang merupakan gabungan dari bagian-bagian yang masih relevan dari SECU dengan prinsip-prinsip VUCA yang baru. Anda akan membutuhkan kedua pola pikir seperti yin-yang. Dalam filsafat Cina, yin-yang menggambarkan bagaimana kekuatan yang tampak berlawanan atau berlawanan sebenarnya bisa saling melengkapi, saling berhubungan, dan saling tergantung di dunia alami, dan bagaimana mereka dapat menimbulkan satu sama lain ketika mereka saling berhubungan satu sama lain. Masalahnya sekarang kita adalah, kita tidak memiliki kemewahan

  • 39CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    yang bernama waktu. Ditambah lagi dengan Wabah Covid-19, manusia sedang diuji ambang kapasitasnya untuk dapat menerima perubahan ini.

    SECU, Mencari peningkatan yang pasti dari sesuatu yang sudah diketahui :

    • S table : Alon-alon asal klakon. Kemandirian sangat terjadi diera ini, Layaknya Superman, anda mencoba mengerjakan segala sesuatunya sendiri.

    • E xpected : Semua hal yang terjadi masih dalam koridor yang dapat anda hadapi dan masih dalam ekspektasi anda.

    • C omplex : Hanya perlu mencari solusi sedikit demi sedikit sambil terus diperbaiki)

    • U nderstandable : Pengertian saya besar kepada banyak orang, kekurangan sana sini masih dalam pengawasan, mereka lebih suka mempertahankan semua yang sudah berjalan selama mungkin)

    Pada Era 3.0 ini, keterampilan yang dibutuhkan masih seputar pengembangan dari era 2.0, seperti :

    • System Development

    • People & Process Management

    • Policy Enforcement

    • Business Modeling

  • 40CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Sedangkan budaya kerja yang banyak dipakai saat itu seperti :

    • Keteraturan

    • Kejelasan

    • Kesabaran

    • Konsistensi

    • Kontinuitas

    • Kepercayaan Terhadap Data Lampau

    • Keberhati-Hatian (Prudence)

    • Ketegasan (Firmness)

    Berbeda dengan era 4.0, segala hal dirundung oleh ketidakpastian, kalau semua sedang dalam kendali, tiba-tiba bisa diluar kendali. Negeri yang damai, tiba-tiba diumumkan kebangkrutannya. Perubahan iklim yang ekstrim membuat bencana datang tanpa ramalan. Politik yang sudah kondusif, tiba-tiba bisa menjadi panas. Perubahan industri, sangat berdampak pada semua elemen di negeri ini. Ini yang dinamakan VUCA.

    VUCA, Mencetak kekayaan yang tidak pasti dari sesuatu yang belum diketahui

    • v olatile (Buruan!! Kolaborasi yuk!)

    • U ncertain (Bereksperimenlah!)

    • C omplex (Benarkah itu masalahnya?)

    • a mbiguous (Disrupsi sebelum didisrupsi)

  • 41CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Pada Industri 4.0 Keterampilan yang dibutuhkan menjadi sangat berbeda. Pengembangannya sangat radikal, SOP yang sudah dibuat, tidak dapat bertahan lama dioperasikan, karena perubahan teknologi begitu cepatnya. Mencetak kekayaan yang tidak pasti dari sesuatu yang belum diketahui. Berikut beberapa keterampilan yang dibutuhkan di era 4.0 :

    • Design Thinking

    • Agile Organizing

    • Agile Execution

    • Idea Meritocracy

    Otomatis budaya kerjanya pun berubah :

    • Keberanian

    • Kemampuan Sejati

    • Kelincahan

    • Keikhlasan

    • Berkoalisi

    • Intuisi

    • Keingintahuan

    • Keterusterangan (Candor)

    • Berpikiran Terbuka

  • 42CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    e. Manage By Head, Lead By Heart Banyak pemimpin yang kurang dapat mengatur dengan baik, karena keilmuan managerial yang didapatkan di akademisi, tidak dapat diterapkan by the book. Keadaan lapangan yang berbeda, membutuhkan penerjemahan yang kongkrit, yang hanya bisa didapatkan dari praktek sehari-harinya di lapangan.

    Kita paham bahwa tugas manager adalah merencanakan, mengkoordinasi, Mengevaluasi dan melaksanakannya. Namun apa iya, mereka sudah paham bagaimana cara membuat anggaran dengan segala macam perbandingannya. Perencanaan berikutnya dalam hal sumber daya manusia, pemasaran, pembelian dan masih banyak lagi hal lain yang perlu dipahami dalam perencanaan yang baik.

    Ditambah dengan mengatur segala anggaran, manusia, penjualan agar apa yang sudah direncanakan di awal dapat terlaksana dengan baik dan mencapai apa yang sudah ditetapkan. Kemudian pengawasan yang bukan hanya melihat orang bekerja sudah benar atau tidak. Beberapa alat seperti balance score card, dan dash board lainnya yang dibutuhkan dalam mengawasi jalannya seluruh kegiatan perusahaan agar tidak melenceng dari jalurnya.

    Kesalahan yang terjadi di sini adalah, terlalu sibuk tenggelam dalam keasyikan mengatur sebagai manager, lupa dengan kepemimpinan yang memiliki peran yang berbeda dengan mengatur.

    Memimpin manusia dan mengatur manusia adalah berbeda. Mengatur manusia adalah apa yang dikerjakan, bagaimana mereka mengerjakannya, kapan dikerjakan dan siapa yang seharusnya

  • 43CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    mengerjakan. Sedangkan bilamana kita menyinggung memimpin manusia, maka hal ini adalah bagaimana memahami siapa manusia yang ada di dalam subordinasinya. Tahu karakternya, apa kelebihan yang dimiliki dan kekurangannya. Garis besarnya memimpin manusia, adalah memimpin hatinya, menguasai ilmu softskill tentang manusia dan perilakunya sedangkan mengatur manusia adalah mengatur otaknya, menguasai ilmu hardskill mengenai seluruh konten di dalam perusahaan.

    Manage By Head

    • Planner

    • Coordinator

    • Instructure

    • Evaluator

    • Problem Solver

    Lead By Heart

    • Inspirer

    • Motivator

    • Coach

    • Catalyst

    • Mentor

  • 44CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    f. Proses Transformasi Budaya DigitalKetika perusahaan berorientasi pada inovasi teknologi, mereka tidak memahami apa itu transformasi digital yang sebenarnya. Brian Solis berpendapat banyak perusahaan dan CIO (Chief Information Officer) pada umumnya, jatuh ke dalam ‘perangkap teknologi.’ Artinya, mereka membangun pondasi digital dengan hal-hal baru. “Ada konsepsi umum yang mengatakan jika kami menggunakan teknologi terbaru untuk pelanggan - dalam bentuk aplikasi web, aplikasi seluler atau chatbots, kami akan terbebas dari disrupsi.” Kata Brian, “dan saya pikir hal tersebut tidaklah buruk, namun merupakan jebakan yang lazim terjadi pada proses transformasi digital.”

    Digital Culture mengacu pada budaya yang dibentuk oleh kemunculan dan penggunaan teknologi digital yang masif. Digitalisasi telah menjadi pengaruh besar di era ini, karena kehadiran dan pertumbuhan internet sebagai bentuk komunikasi massa, serta meluasnya penggunaan komputer personal dan perangkat lainnya seperti ponsel pintar. Transformasi digital menggebrak dunia bisnis. Para pemimpin menerimanya sepenuh hati, karena mereka menyadari kekuatannya. Namun ketika perusahaan mengembangkan pilot project dan diadopsi ke skala yang lebih besar, mereka sering mengalami hambatan yang tak terduga yang sering kita sebut culture clash.

    Menjadi organisasi digital tidak semata hanya memiliki produk digital, layanan dan interaksi pelanggan, namun juga menguatkan operasi inti dengan teknologi. Untuk mengarah ke sana, dibutuhkan perubahan yang masif dalam kegiatan yang dilakukan karyawan.

  • 45CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Serta perilaku individu mereka dan cara berinteraksi dengan orang lain, baik di dalam maupun di luar organisasi. Sudah tidak mengejutkan, cara-cara lama dalam bekerja tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

    Para pemimpin perlu mengakui transformasi digital sebagai perubahan paradigma yang fundamental dan strategis. Seperti halnya transformasi besar lainnya, transformasi digital membutuhkan penanaman budaya yang mendukung perubahan sembari memungkinkan strategi secara menyeluruh di perusahaan.

    Menanamkan digital culture dalam suatu organisasi sangat mungkin dilakukan, tetapi dibutuhkan metodologi yang jelas dan upaya yang disiplin. Sebelum dijelaskan langkah-langkah penting yang harus dilakukan perusahaan untuk membangun digital culture yang bertahan lama, mari kita telaah alasan mengapa digital culture itu penting.

    Budaya sendiri terdiri dari nilai-nilai dan seperangkat karakteristik perilaku yang menentukan bagaimana hal-hal dilakukan dalam suatu organisasi. Budaya yang sehat memberikan pedoman/kode perilaku tidak tertulis yang mengarahkan individu untuk bertindak secara tepat dan membuat pilihan yang memajukan tujuan dan strategi organisasi. Terdapat tiga alasan penting untuk menanamkan digital culture selama transformasi digital.

    Mengabaikan budaya, organisasi berisiko mengalami kegagalan transformasi. Terdapat sekitar 40 transformasi digital dan menemukan bahwa proporsi perusahaan yang melaporkan terobosan atau kinerja keuangan terdapat 83% atau lima kali lipat

  • 46CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    yang berfokus pada budaya perusahaan dibandingkan yang mengabaikan budaya perusahaan hanya sekitar 17% dengan hasil kinerja yang biasa saja.

    Keadaan untuk menumbuhkan digital culture bahkan lebih kuat jika melihat kinerja yang berkelanjutan: hampir 80% dari perusahaan yang berfokus pada budaya mempertahankan kinerja yang kuat atau memberikan terobosan. Tidak satupun perusahaan yang mengabaikan fokus pada budaya mencapai kinerja tersebut.

    Budaya digital memberdayakan pegawai untuk memberikan hasil lebih cepat. Organisasi digital bergerak lebih cepat daripada organisasi tradisional dan hierarki yang lebih datar membantu pengambilan keputusan yang lebih cepat. Budaya digital berfungsi sebagai kode perilaku yang memberikan karyawan kebebasan untuk melakukan penilaian dan keputusan di tempat.

    Bagi banyak organisasi digital, kode etik ini sama dengan fokus tunggal pada pelanggan. Kita ambil contoh penyedia perangkat lunak di Amerika Utara. Sadar bahwa perangkat lunak baru sebagai produk layanan yang membutuhkan respon yang jauh lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan daripada produk yang sudah ada. Para pemimpin mengkomunikasikan lima perilaku penting baru yang mereka harapkan dari karyawan. Di antara perilaku tersebut ialah membuat keputusan sendiri dan menantang status quo untuk membuat keputusan yang menguntungkan bagi pelanggan.

  • 47CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Budaya digital menarik bakat baru. Memiliki reputasi sebagai pemimpin digital adalah magnet bagi bakat millennial. Generasi millennial umumnya tertarik pada perusahaan digital, dengan culture promise mereka akan lingkungan kerja sama yang kreatif dan otonomi yang lebih besar. Tidak mengherankan jika situs web seperti linkedin.com dan glassdoor.com semakin sering digunakan oleh para pencari kerja untuk mendapatkan perspektif orang dalam tentang budaya perusahaan yang mereka tuju nantinya.

    Memiliki budaya digital sangat penting dalam menarik bakat digital, permintaan yang cepat melampaui pasokan. Perusahaan besar dan mapan harus sering menggunakan metode baru untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan bakat yang diperlukan untuk mendukung transformasi digital mereka.

    Tiga atribut penting dalam budaya kinerja tinggi.Pertama, karyawan dan tim dilibatkan untuk mencapai hasil; mereka berkomitmen untuk pekerjaan mereka, tujuan dan sasaran organisasi, dan mereka bersedia bekerja lebih keras.

    Kedua, individu dan tim bekerja dengan cara yang akan memajukan strategi organisasi.

    Ketiga, lingkungan organisasi atau “konteks” – termasuk kepemimpinan, desain organisasi, manajemen kinerja, praktik pengembangan sumber daya manusia, sumber daya dan alat, visi dan nilai-nilai perusahaan, serta interaksi informal – dibentuk untuk mendorong keterlibatan dan mendorong perilaku yang akan memajukan strategi organisasi.

  • 48CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    lIMa UNSUR UTaMa BUDaYa DIGITal• Digital Culture mempromosikan orientasi eksternal, bukan internal. Budaya digital mendorong karyawan untuk melihat keluar dan terlibat dengan pelanggan serta mitra untuk menciptakan solusi baru. Contoh utama adalah fokus pada proses customer journey karyawan membentuk pengembangan produk dan meningkatkan pengalaman pelanggan dengan menempatkan diri mereka pada posisi pelanggan.

    UNSUR UTAMABUDAYA DIGITAL

    Digital Culture mempromosikan orientasi eksternal, bukan internal

    Menekankan lebih banyak tindakan daripada perencanaan.

    Menghargai delegasi daripada kontrol

    Menghargai kolaborasi daripada usaha individu

    Mendorong keberanian daripada kehati-hatian

  • 49CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    • Menghargai delegasi daripada kontrol. Digital culture mengutamakan pengambilan keputusan jauh ke dalam organisasi. Alih-alih menerima instruksi tentang cara melakukan pekerjaan mereka, karyawan harus bisa mengambil keputusan secara bersamaan mengikuti prinsip panduan sehingga penilaian mereka dapat dipercaya.

    • Mendorong keberanian daripada kehati-hatian. Dalam digital culture, karyawan didorong untuk mengambil risiko, gagal cepat dan cepat belajar, serta mereka tidak disarankan mempertahankan status quo karena kebiasaan atau kehati-hatian.

    • Menekankan lebih banyak tindakan daripada perencanaan. Digital culture yang berubah dengan cepat, perencanaan dan pengambilan keputusan harus bergeser dari memiliki fokus jangka panjang ke jangka pendek. Digital culture mendukung kebutuhan akan kecepatan dan mengedepankan pengulangan yang berkelanjutan daripada produk/ide yang sempurna baru dilempar ke pasar. Revisi merupakan hal lumrah dalam digital culture.

    • Menghargai kolaborasi daripada usaha individu. Keberhasilan dalam digital culture datang melalui kerja kolektif dan berbagi informasi lintas divisi, unit, dan fungsi. Kecepatan kerja digital yang berulang dan singkat membutuhkan tingkat transparansi dan interaksi yang jauh lebih besar daripada yang ditemukan dalam organisasi tradisional.

  • Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

  • 51CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    BAB II - ADAPTASINEW NORMAL

    “Standarisasi Pasca Covid-19 tidak sulit, aplikasinya yang membuat kelabakan banyak pengusaha, karena harus

    merubah tatanan usaha”

    Ketika Kota Wuhan di China pada bulan Desember lalu mengumumkan kepada WHO terkait Covid-19, tidak ada yang bisa memprediksi, ekonomi global akan langsung dilindas oleh wabah penyakit ini. Pasar saham Indonesia maupun global kompak berguguran, baik perusahaan ternama yang memiliki kapitalisasi pasar besar maupun kecil. Semuanya terjadi begitu cepat. Covid-19 bukan hanya mengancam nyawa manusia, Covid-19 juga mengacaukan perekonomian nasional. Bahkan ekonomi Indonesia diprediksi dapat masuk ke dalam skenario terburuk selama masa pandemi ini dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses recovery kegiatan perekonomiannya.

    Perubahan yang terjadi di masyarakat dan pada kehidupan sehari-hari setelah pandemi global ini masuk ke Indonesia diharapkan hanya terjadi untuk waktu yang cepat. Lockdown, karantina wilayah,

    (CHANGE REVOLUTION 4.0)

  • 52CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    terhambatnya proses supply chain merupakan sinyal suatu negara mengalami pelambatan ekonomi.

    Era pasca-Covid19 akan memiliki ekonomi yang dibentuk oleh kebiasaan dan peraturan baru berdasarkan kurangnya interaksi kontak dekat, pembatasan perjalanan dan kebersihan yang lebih ketat. Wabah pandemi saat ini akan mengubah cara kita makan, bekerja, berbelanja, berolahraga dan bersosialisasi, yang kebanyakan sudah diadopsi menggunakan teknologi digital - pada tingkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    Sebagian warga percaya, hidup akan kembali normal setelah pandemi usai. Sebagian lagi menilai bakal ada tatanan ‘new normal’ dan kebiasaan baru lain karena hidup terasa begitu berbeda belakangan. Bagi yang akan memulai kembali kehidupan normal, tentu saja mereka yang mungkin tidak terlalu langsung berdampak pada kehidupan sehari-harinya. Namun banyak pula kehidupan dan usaha yang justru benar-benar terdampak akibat pandemi ini.

    Tahun lalu, kita masih dapat berkumpul beramai-ramai, nonton beramai ramai, naik transportasi bersempit-sempitan. Pengemudi motor yang dulunya memakai masker untuk menghalau debu, kedepannya berfungsi ganda.

    Akan ada usaha yang harus merubah tatanan alur kerjanya. Merubah layout untuk bisa membuat jarak antar manusia. Mungkin juga akan ada fashion baru untuk melindungi diri dari kontak antar manusia dengan standar bahan apd. Bukan hanya itu saja, kita dipaksa untuk memakai otak limbik untuk membuat tatanan new normal ini, dapat diterima oleh masyarakat, dan juga bisnis.

  • 53CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Perubahan sana-sini sudah pasti akan sangat sulit menyesuaikan anggaran yang sudah berjalan sekian dekade. Tapi sekali lagi, manusia sudah membuktikan dirinya untuk dapat berevolusi. Hanya saja, manusia yang kurang informasi, kurang gesit, kurang konsisten, tentunya akan menjadi yang tertinggal nantinya. “Siapa cepat dia dapat”, pepatah ini sepertinya akan bertahan sepanjang masa.

    Dan dari sekian banyak yang saya baca dan amati, saya akan sangat setuju dengan pengamatan pak Yuswohady yang begitu komprehensif, dalam memprediksi perilaku baru konsumen di Indonesia, yang tentunya dapat memberikan kita wawasan baru dalam menjalani tatanan hidup baru nantinya.

    #1. The Fall of Mobility, The Rise of Stay @ Home

    Wabah praktis menghentikan mobilitas dan memaksa orang untuk berdiam diri di rumah. “the death of mobility“. Krisis COVID-19 membawa manusia seperti kembali ke zaman purba dimana hidupnya hanya di gua, yaitu rumah. “Welcome stay @ home economy.”

    30 Prediksi PerubahanPerilaku Konsumendi NEW NORMalby : YUSWOHADY

  • 54CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    #2. Online-Shopping Widening+Deepening: From Wants to Needs

    Pembelian online (online shopping) mulai bergeser dari produk yang sifatnya keinginan (wants) ke produk yang sifatnya adalah kebutuhan (needs). Belanja online konsumen melebar (widening) dari barang-barang non-esensial ke esensial (daily needs). Dan mendalam (deepening) dimana volume pembeliannya makin besar.

    #3. Food Delivery: From “Indulgence” to “Utility”

    Konsumen menghindari eating out dan beralih ke layanan delivery. Selama ini konsumen memanfaatkan layanan delivery untuk jenis makanan “indulgence” yaitu untuk pleasure dan enjoyment (seperti: boba tea, pizza, burger, atau ayam geprek) akan bergeser ke “utility” untuk kebutuhan rutin sehari-hari. Dari pemesanan sesekali (occasional) ke pemesanan berulang (habitual/routine).

    #4. The Comeback of Home Cooking

    Memiliki waktu cukup luang di rumah selama pandemi memberikan kesempatan bagi milenial mengasah keahlian baru yaitu masak. Dalam Millennials Kill Everything (2019) saya mengatakan milenial “membunuh” home cooking karena emak-emak milenial semakin kehilangan kemampuan memasak. Namun rupanya COVID-19 “menghidupkannya” kembali.

    #5. Frozen Food: Convenience Solution

    Emak-emak milenial sudah terlanjur tidak piawai memasak. Walaupun stay @ home menjadi momentum comeback-nya kebiasaan memasak, namun gaya memasak milenial berbeda

  • 55CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih suka memasak yang simple dan convenient. Maka frozen food dan kemasan ready to cook akan menjadi pilihan.

    #6. Going Omni

    Dengan matangnya online shopping akibat COVID-19, maka brand-brand besar-menengah-kecil mulai hadir dengan platform omni channel-nya sendiri baik via website atau e-commerce dan tentu physical channels. Mereka tak bisa lagi cuma mengandalkan marketplace besar yang sudah ada. Ingat, customer data is the new gold.

    #7. Subscription Model Matters

    COVID-19 memaksa konsumen membeli dan mengonsumsi secara serba online: Belanja grocery, menikmati film/musik, membeli makanan, bekerja dan belajar, bermain games, bahkan berolahraga dan yoga pun melalui live class secara online. Tak hanya, belanja online itu dilakukan secara rutin tiap hari atau berkala tiap minggunya. Karena kebutuhannya rutin dan terus menerus, model pembelian berlangganan akan lebih cocok dan efisien. Subscription model will matter.

    #8. Tv Strikes Back

    Dalam buku Milenial Kills Everything (2019) kami mengatakan bahwa milenial telah membunuh televisi. Tapi, COVID-19 telah menghidupkannya kembali, khusunya smart TV. TV memiliki keunggulan dasar yang tak mungkin dimiliki smartphone yaitu layar besar yang lebih ramah dilihat. Karena itu memasuki era “the death of mobility” akibat social distancing, TV menemukan momentumnya kembali.

  • 56CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    #9. DIY & Self-Care @ Home

    Ketika konsumen sudah terbiasa dengan stay @ home maka mereka mulai mencoba berbagai hal baru yang menyenangkan. Salah satunya melakukan self-care atau peremajaan diri seperti facial, meni-pedi, spa. Maka tren do it yourself (DIY) ini dapat menjadi kenormalan baru dan pembelian produk-produk self-care secara otomatis mengalami kenaikan.

    #10. Zoomable Workplace @ Home

    Work from Home memunculkan tren baru “zoomable workplace“ di rumah. Kalau sebelumnya populer istilah “instagramable” maka kini ada istilah tempat kerja di rumah yang “zoomable“. Tren ini dipicu oleh popularitas aplikasi Zoom untuk meeting virtual. Mendekorasi ruang kerja yang eye-catchingsebagai background meeting. IKEA atau Informa bakal makin ramai pembeli. Tanpa disadari hal ini telah menjadi kebutuhan self-esteem.

    #11. “Work-live-Play” Balance: Well-Being Revolution

    Ketika work from home (WFH) dan flexible working hour (FWH) menjadi kenormalan baru, maka batas waktu antara bekerja (working), mengurus keluarga dan menjalankan parenting ke anak (living), dan menikmati leisure time (playing) menjadi kian kabur. Karena karyawan mengatur waktunya sendiri, maka mereka bisa mengatur keseimbangan working-living-playing dengan lebih baik. Hal ini akan meningkatkan kualitas dan kebahagiaan hidup (well-being).

  • 57CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    #12. The Century of Self Distancing

    Begitu wabah COVID-19 berlalu, tak serta-merta orang berinteraksi fisik seperti sediakala. Bayang-bayang kematian akibat virus akan terus menghantui. Self-distancing akan menjadi kebiasaan permanen. Memakai masker, mencuci tangan setiap saat, menjaga jarak fisik, menghindari kerumunan akan menjadi kenormalan baru. Akankah cipika-cipiki atau jabat-tangan punah dari muka bumi?

    #13. Contact-Free lifestyle

    Self distancing yang permanen akan melahirkan gaya hidup baru yaitu: “contact-free lifestyle“. Belanja dilakukan secara online untuk menghindari paparan virus. Menerima barang dari layanan antar cukup di depan pintu tanpa kontak fisik. Menghindari kerumunan seperti nonton konser musik atau event olahraga yang syarat kontak fisik. Menghindari olahraga yang “contact-intensive” seperti gulat, tinju, karate, bahkan sepakbola. Jarak antar kursi di pesawat atau bioskop akan lebih lebar.

    #14. low-Trust Society

    Krisis Covid-19 juga turut membuat kecurigaan antar warga meningkat di masyarakat. Beberapa kasus penolakan jenazah positif COVID-19; pengusiran tenaga kesehatan karena takut tertular; atau penolakan pemudik oleh masyarakat di kampung saat lebaran, menciptakan kondisi yang saya sebut “low-trust society“. Social distrust di antara anggota masyarakat akan semakin tinggi.

  • 58CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    #15. Constantly-Fear Customers

    Di tengah krisis dan ketidakpastian. Orang mengalami kekacauan mental healthiness sehingga menjalani hari-hari dalam ketakutan. Takut akan krisis ekonomi, takut kehilangan pekerjaan, takut usaha bangkrut,takut tak mampu bayar hutang bank, takut diri dan keluarga terpapar virus, dan puncaknya takut terenggut nyawa.

    #16. Jamu Is the New Espresso

    Jamu menjadi minuman yang paling banyak dicari saat ini. Ketika para ahli mengatakan bahwa mpon-mpon yang merupakan bahan dasar minuman jamu dapat menangkal virus COVID-19, jamu langsung laris manis di pasaran. Wabah COVID-19 menjadikan jamu sebagai lifestyle. Jamu is the new espresso.

    #17. Halal (Thoyyiban) Becomes Mainstream

    Kita tidak tak akan pernah lupa dengan kota Wuhan terutama pasarnya yang menjadi awal mula penyebaran virus. Khususnya kaum muslim, bayangan muram pasar Wuhan adalah wujud dari penyiapan dan pengolahan makanan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip halal dan thoyyiban. Maka COVID-19 pun membawa hikmah bagi kaum muslim, yaitu meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya halal dan thoyyiban.

    #18. Paylater Solution

    DI tengah kecemasan dan ketidakpastian akibat COVID-19, sebisa mungkin konsumen membatasi atau menunda pengeluaran yang bersifat cash. In time of crisis cash is king.

  • 59CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Maka layanan paylater yang diberikan oleh bank, perusahaan fintech, dan platform ecommerce seperti GoPay, OVO, atau Tokopedia menjadi solusi bagi konsumen untuk berbagai transaksi.

    #19. The Future of Traveling

    Bahkan ketika ancaman virus terus mengintai, kita tetap akan berlibur tapi dalam situasi dan kondisi yang bisa dikontrol dan tak terpapar virus. Travellers kian sadar melakukan self social distancing. Karena itu staycation dan wellness tour akan menjadi pilihan. Travelling kian menjadi aktivitas individual bukan lagi grup. Niche tourism lebih berkembang daripada mass tourism. Dan virtual tourism dengan teknologi VR (virtual reality) akan berkembang pesat.

    #20. virtual Experience Is the Nex Big Thing

    Konser musik, event olahraga, hingga konferensi/pameran dibatalkan di seluruh dunia. Sebagai gantinya: virtual concert, virtual sport, virtual conference/seminar, virtual exhibition. Ketika self distancing bakal berlangsung lama, maka virtual experience akan menjadi sesuatu banget. Keunggulannya: “more efficent, more convenient, more personal”.

    #21. The Emerging virSocial

    Aktivitas bersama-sama baik nongkrong, olahraga, senam, meditasi dan yoga, hingga nge-gamedilakukan secara virtual. Kami menyebutnya “VirSocial” (virtual social). Beberapa minggu terakhir misalnya, marak aktivitas “nongkrong” temen-teman sekantor, sekampung, sekomunitas, atau sesama alumni SD hingga

  • 60CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    kuliah yang dilakukan via Zoom. Ini adalah kebiasaan baru yang sebelumnya tak dikenal.

    #22. Flexible Working Hours: From “9-to-5” to “3-to-2”

    Dalam buku Millennials Kill Everything (2019) saya mengatakan, ke depan milenial “membunuh” jam kerja “9-to-5”. Rupanya Covid-19 membunuhnya lebih cepat. Dengan work from home (WFH), karyawan bereksperimen menjalankan pola kerja flexible working hour (FWH). Maka jam kerja “9-to-5” nantinya akan berubah menjadi “3-to-2” yaitu jam kerja 3 hari di kantor dan 2 hari di rumah dalam seminggu.

    #23. The Birth of Zoom Generation

    Kalau generasi milenial sering disebut “Instagram Generation” dan Gen-Z adalah “Snapchat Generation”. Maka setelahnya, kita akan menyongsong lahirnya “Zoom Generation”. Kalau generasi milenial dan Gen-Z tumbuh di tengah keajaiban teknologi digital (internet, media sosial, tech startup), Generasi Zoom tumbuh di tengah dunia yang rapuh oleh ancaman pandemi dan risiko hidup yang tinggi. Maka Zoom menjadi “the new Google”.

    #24. Cloud lifestyle

    Kebiasaan baru work from home, tuntutan collaborative working, dan maraknya gig economy akan mendorong melonjaknya penggunaan platform sharing yang tersedia via cloud. Maka konsumsi layanan cloud baik SaaS (software as a services), IaaS (infrastructure as a services), PaaS (platform as a services) akan masuk babak baru pertumbuhan eksponensial. Tren ini akan

  • 61CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    memunculkan cloud lifestyle dimana karyawan bisa bekerja dengan aplikasi dan data yang tersimpan di cloud dan bisa diakses di manapun dan kapanpun.

    #25. Telemedicine: from visit to virtual

    Blessing in disguise, krisis pandemi akan menjadi akselerator revolusi di dunia kesehatan yaitu telemedicine dan virtual health. Seperti halnya remote working dan online learning, konsumen dipaksa untuk mengadopsi gaya baru berobat yaitu secara virtual.

    #26. Online+Home-Schooling

    COVID-19 memicu dua tren sekaligus dalam proses pembelajaran. Pertama pembelajaran secara online (“online-schooling”) dengan menggunakan platform digital. Kedua peran orang tua yang semakin besar dalam proses pembelajaran anak (”home-schooling”). Saya menyebut dua tren ini: “online+home-schooling”. Online+home-schooling mengubah secara mendasar wajah dunia pendidikan ke depan.

    #27. Ibadah virtual

    COVID-19 turut mengubah perilaku masyarakat dalam beribadah. Sholat berjamaah sementara tidak bisa dilakukan, begitu pula kebaktian atau ibadah di gereja. Solusinya adalah melakukan ibadah secara virtual. Untuk umat Nasrani bisa melakukan ibadah secara virtual dengan live streaming. Bagi umat muslim sholat jamaah di masjid diganti dengan sholat di rumah. Namun, dakwah atau pengajian masih bisa dilakukan secara virtual.

  • 62CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    #28. The Rise of Empathy and Solidarity

    Krisis COVID-19 merupakan bencana kemanusiaan paling dahsyat abad ini dengan korban nyawa manusia yang begitu besar. Hikmahnya, COVID-19 telah menciptakan solidaritas dan kesetiakawanan sosial. COVID-19 telah menciptakan masyarakat baru yang empatik, penuh cinta, dan welas asih terhadap sesamanya. Sesuatu yang langka ketika wabah belum mendera.

    #29. From Drone Parenting to Positive Parenting

    COVID-19 bahkan mengubah pela pengasuhan anak (parenting style). Ketika work from homememungkinkan orang tua banyak berkumpul dengan anak, maka pola pengasuhan yang efektif adalah “positive parenting“ dimana orang tua secara proaktif menjelaskan perilaku yang baik dan dan mengajak anak untuk sama-sama memahami situasi sulit ini. Ini berbeda dengan “drone parenting“ ala milenial yang membebaskan anak untuk mengeksplorasi banyak hal sementara orang tua memantau dari jauh.

    #30. More Suffering, More Religious

    Di tengah krisis COVID-19, agama menjadi tempat bersandar mencari ketenangan sekaligus harapan. Sebagian besar masyarakat menganggap krisis ini adalah bencana atau hukuman yang diberikan Tuhan, bahkan dianggap tanda-tanda hari akhir akan tiba. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius, cobaan COVID-19 semakin mendekatkan mereka kepada Tuhan. Karena di tengah wabah ajal bisa setiap saat datang maka mereka memperbanyak amal-ibadah untuk bekal ke akherat.

  • 63CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

  • 64CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    BAB III - ADAPTASITEKNOLOGI

    “Gelombang besar perubahan Industri 4.0 ini sudah terjadi, suka maupun tidak, kita tidak dapat menahan

    perubahannya”

    Perkembangan teknologi yang semakin maju dinilai memiliki dampak positif dalam menghambat penyebaran virus corona. Disadari atau tidak, peran teknologi sudah sangat membantu masyarakat dalam melakukan pencegahan virus corona. Disrupsi teknologi (disruptive technology) adalah teknologi yang menggeser teknologi yang sudah mapan dan mengguncang industri atau produk inovatif yang menciptakan industri yang sama sekali baru.

    Disrupsi diakibatkan oleh lingkungan yang berubah yang dipicu oleh pandemi global saat ini. Peran teknologi juga terlibat dalam setiap kegiatan kita sehari-hari. Mau tidak mau, suka tidak suka, seluruh masyarakat dituntut untuk bisa berdaptasi dengan kehidupan normal baru ini. Dengan penerapan pembatasan interaksi, masyarakat akan lebih bergantung pada gadget mereka dalam melakukan aktivitas hiburan, sosial maupun keperluan logistik.

    (REVOLUSI INDUSTRI 4.0)

  • 65CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Mengapa dunia kita akan sangat berbeda pasca Covid-19? Karena kita bergerak mencari perubahan yang positif yang mampu mempercepat pemulihan kegiatan perekonomian negara. Social distancing, pembatasan akses perjalanan, maupun gaya hidup bersih dan sehat. New habit akan terbentuk seperti remote working, akses ke e-commerce dan logistik, dan juga e-health.

    Kegiatan bekerja dan belajar dari rumah yang telah berlangsung selama kurang lebih 2 bulan di Indonesia, membuat masyarakat lama-kelamaan menjadi terbiasa dan mau tidak mau harus menerima realita dan berusaha untuk beradaptasi dengan cepat. Hal ini biasa dikenal dengan istilah “Habituation”.

    Habituation atau habituasi adalah suatu penurunan respons terhadap stimulus setelah melakukan suatu kegiatan berulang kali. Istilah ini sangat relevan dengan situasi masyarakat di Indonesia saat ini, bahkan dunia, dimana masyarakat dipaksa untuk tetap melaksanakan kegiatan pekerjaan dan belajar dari rumah yang dilakukan hampir setiap hari.

    Pada akhirnya, hal ini dapat menjadi habit dan respon masyarakat yang pada awalnya sulit menerima situasi ini, akan menjadi berkurang karena sudah menjadi suatu kebiasaan. Masyarakat dipaksa untuk hidup berjejaring secara digital, berkomunikasi hanya melalui voice call maupun video call.

    Salah satu contoh pioneer disrupsi teknologi yang sedang naik daun di masa pandemi ini yang bergerak di bidang video conferencing / video remote meeting adalah Zoom. Sekarang mungkin Zoom merupakan aplikasi yang paling banyak digunakan oleh para

  • 66CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    pebisnis, karyawan maupun pelajar untuk tetap bisa menjalankan pekerjaan dan aktivitasnya sehari-hari di rumah.

    Zoom banyak digunakan dikarenakan aplikasinya mudah untuk dipelajari oleh berbagai kalangan umur, mempermudah meeting online serta memiliki fitur-fitur unggulan yang tidak dimiliki oleh kompetitor di industrinya.

    Kegiatan usaha/bisnis yang bergerak di bidang online, digital payment dan teknologi saat ini sangat diuntungkan karena pertemuan tatap muka langsung antara konsumen dan penjual dibatasi, sehingga transaksi yang dilakukan juga harus secara digital untuk menghindari adanya kontak langsung yang bisa memicu menularnya virus Covid-19. Kegiatan perekonomian jarak jauh ini disebut dengan istilah “Low Touch Economy”.

    Pasca Covid-19, sangat besar potensi dimulainya era Low Touch Economy dimana ternyata tidak semua kegiatan bisnis harus dilakukan secara offline. Malah justru banyak bisnis yang karena menerapkan prinsip ini bisa mengurangi cost dan meningkatkan revenue di bisnisnya secara signifikan.

    a. Disruptive TechnologySaat ini telah banyak perusahaan-perusahaan dan para pelaku bisnis berlomba-lomba melakukan inovasi dalam rangka menjadi pemimpin pasar dan pemegang pangsa utama. Dari berbagai macam inovasi-inovasi yang dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan perkembangan teknologi. Peran teknologi dalam perkembangan bisnis sebenarnya sudah lama terjadi, yang dulu sebelumnya masih sederhana menjadi sangat kompleks dan

  • 67CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    mandiri tanpa manusia yang mengontrol secara real-time misalkan dalam proses perakitan manufaktur, yang mayoritas pengerjaan berupa pekerjaan perakitan dapat diserahkan kepada sistem komputer dengan membutuhkan hanya 1 orang sebagai operator pengawas dan beberapa sebagai tim teknisi, atau dalam jual-beli saham, analisis harga saham yang sebelumnya dilakukan oleh manusia (human) sekarang telah dilakukan secara otomatis oleh sistem komputer dengan A.I (Artificial Intellegence).

    Hal tersebut tidak lepas dari disruptive technology, yang secara perlahan telah mengubah pola peta bisnis secara signifikan, dari semula konvensional menjadi berbasis teknologi-komunikasi. Lalu apa yang dimaksud dengan disruptive technology? Disruptive merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yang artinya kurang lebih : creates something new (menciptakan sesuatu yang baru). Jadi Disruptive Technology merupakan teknologi yang mampu memberikan “kejutan” atau terobosan kepada industri melalui inovasi perkembangan, pendayagunaan utilisasi sumber daya ekonomi dan teknologi.

    Pengaplikasian Disruptive Technology sebenarnya sudah ada di sekeliling kita, bahkan pada kegunaan barang yang Anda pakai setiap hari (smartphone, internet). Penggunaan mobilitas smartphone yang tinggi disertai sambungan koneksi internet cepat membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan jasa maupun barang untuk berlomba-lomba memanfaatkannya. Pemanfaatan disruptive technology yang sekarang eksis dapat Anda lihat pada sektor : transportasi online, e-commerce, online service providers, online booking rooms.

  • 68CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    Layanan transportasi online ex: GoJek, Grab, Uber yang mampu mengguncang pemain-pemain transportasi konvensional yang sudah lama berlangsung menjalankan bisnisnya. Layanan transportasi berbasis aplikasi seperti yang disebutkan sebelumnya bisa dibilang berhasil dalam memanfaatkan utilisasi sumberdaya teknologi-ekonomi melalui layanan yang diberikan. Karena disini jelas bahwa transportasi konvensional belum maksimal atau tidak memanfaatkan utilisasi sumberdaya ekonomi-teknologi tadi yang sudah tersedia (pengguna smartphone dan internet), serta keinginan konsumen sendiri.

    Ketiga layanan transportasi online (GoJek, Grab, Uber) mampu memanfaatkan peluang tersebut dengan baik, dan mendapatkan respon positif dari masyarakat, yang tentu berakibat terhadap eksistensi transportasi konvensional yang telah lama menikmati bisnis transportasi menjadi penurunan peminat. Hal ini memaksa bagi pihak transportasi konvensional untuk mencari jalan keluar merebut kembali market share-nya yang telah hilang oleh layanan transportasi on-line, walaupun dari segi legalitas transportasi konvensional lebih unggul.

    Contoh lain dalam bidang e-commerce, dimana disruptive technology membuat berbelanja tidak terbatas pada jarak, ruang dan waktu. Konsep commercial konvensional memiliki keterbatasan, yaitu kesulitan dalam mencari barang tertentu dan harus mencarinya secara manual di setiap lokasi-lokasi perbelanjaan. Selain itu pembeli juga harus menyisihkan waktunya untuk datang ke tempat yang dituju, beserta dengan ongkos transportasi (apabila ada). Peluang berkembangnya teknologi seperti internet, laptop,

  • 69CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    smartphone berhasil dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan e-commerce seperti ebay, amazon, tokopedia, bukalapak, dan sejenisnya. Konsep e-commerce ini dapat meminimalisir harga sewa gedung pertokoan, karena dapat menggunakan rumah sendiri sebagai gudang dan pemasaran, transaksi dilakukan secara online, dan barang diantarkan melalui jasa pengiriman.

    Nah, melalui hal di atas dapat Anda perkirakan dampaknya. Di mana dampaknya terhadap pusat perbelanjaan adalah semakin sedikit pengunjung, walaupun ada tetapi sebagian hanya mencari referensi atau gambaran dari suatu produk secara fisik sebelum membelinya melalui online.

    Berdasarkan dua contoh sektor yang paling banyak disruptive technology berperan, merupakan suatu keharusan bagi pelaku industri dan bisnis untuk segera mengimplementasikan disruptive technology dalam kegiatan perekonomiannya. Konsekuensinya adalah, apabila paling dahulu dan cepat dalam melihat peluang serta penggunaan disruptive technology maka berpotensi sebagai pemimpin pasar. Pun juga sebaliknya, bagi yang terlambat atau bahkan enggan mengimplementasikan disruptive technology maka berisiko akan menjadi pengekor/follower dan mendapatkan market share yang lebih kecil.

    b. Disruptive Business ModelPerusahaan yang menggunakan model bisnis yang disruptif memberikan impact yang luar biasa – mereka menggunakan strategi ini untuk menarik pelanggan yang tidak puas dengan pemain lama (perusahaan lama) atau malah menciptakan ceruk pasar baru. Perusahaan yang disruptif akhirnya menemukan kombinasi pasar

  • 70CRASH THE NEW NORMAL

    Bagaimana Adaptasi Cepat Terhadap New Normal, Teknologi Dan Digitalisasi

    dan model bisnis yang tepat dan ketika mereka berinovasi, mereka akhirnya mampu mem