Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Hasil Pemeriksaan
-
Upload
jeritanjiwa -
Category
Documents
-
view
1.395 -
download
0
Transcript of Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Hasil Pemeriksaan
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
H A S I L P E M E R I K S A A N
SEMESTER II TAHUN ANGGARAN 2007
ATAS
KEGIATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR
TAHUN ANGGARAN 2005, 2006 DAN 2007
PADA PEMERINTAH KOTA BANDUNG
DI
BANDUNG
AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA V PERWAKILAN BPK RI DI BANDUNG
Nomor : 78/S/XVIII.BDG/12/2007 Tanggal : Desember 2007
i
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Ringkasan Eksekutif Pencemaran Udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di Indonesia termasuk di Kota Bandung. Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia serta pada ekosistem telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Estimasi angka kerugian terkait biaya kesehatan akibat pencemaran udara mencapai Rp12,7 miliar per tahun.1 Hasil kajian Bappenas menyatakan bahwa pencemaran udara Kota Bandung disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi yang mendorong pertumbuhan kendaraan bermotor, penurunan ruang terbuka hijau, perubahan gaya hidup yang mendorong peningkatan konsumsi energi, ketergantungan kepada minyak bumi sebagai sumber energi dan kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pencemaran udara dan pengendaliannya.2 Sumber pencemaran udara yang utama di Kota Bandung adalah transportasi, industri dan rumah tangga. Sedangkan sektor transportasi merupakan kontributor utama emisi karbon monoksida (CO) yaitu 98,26% dan emisi oksida nitrogen (NO ) yaitu 51,7%. 3
BPK-RI melakukan pemeriksaan atas kegiatan pengendalian pencemaran udara akibat sumber bergerak Tahun 2005-2007. pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai apakah kegiatan pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor oleh Pemerintah Kota Bandung telah sesuai dengan ketentuan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan serta adanya kelemahan dalam pelaksanaan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pencemaran udara yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pencegahan Pencemaran Udara
Kebijakan, prosedur, dan penyediaan sumber daya atas kegiatan pengendalian pencemaran udara belum memadai, dengan pokok temuan sebagai berikut:
a. LSAP - UAQI (Local Strategy And Action Plan - Urban Air Quality Improvement) Kota Bandung sebagai acuan kerja bagi Pemerintah Kota Bandung dalam peningkatan kualitas udara belum mempunyai ketetapan hukum, yang mengakibatkan pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas udara di Kota Bandung belum jelas.
1 Suhadi, D. Manfaat ekonomi pengurangan pencemaran udara di Kota Bandung, 2006 2 Strategi dan Rencana Aksi Lokal Kota Bandung untuk Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan, Bappenas, 2006 3 Lestari et al., 2003. Inventarisasi emisi dari sektor transportasi, industri, rumah tangga, dan pembakaran sampah di Kota Bandung
ii
b. Pemerintah Kota Bandung belum menerapkan kewajiban uji emisi terhadap kendaraan penumpang pribadi dan kendaraan bermotor roda dua yang jumlahnya mencapai 91,80% - 92,55% dari jumlah kendaraan yang ada yang mengakibatkan pencemaran udara dari gas buang kendaraan bermotor semakin meningkat.
c. Data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dari lima parameter pengukuran, yaitu Particulate Matter (PM10), Carbon Monoxide (CO), Sulfur Dioxide (S2), Nitrogen Dioxide (NO2) Dan Ozone (O3) di Kota Bandung yang berasal dari lima stasiun yang tidak berfungsi maksimal dan tidak menggambarkan kualitas udara yang sebenarnya sehingga masyarakat Kota Bandung tidak memperoleh data yang valid.
d. Personil Laboratorium Udara di BPLH Kota Bandung tidak memadai, dari delapan personil yang dibutuhkan untuk mengoperasikan LU hanya dua personil yang ada.
e. Infrastuktur untuk pengujian kendaraan bermotor di Kota Bandung baik gedung/balai pengujian dan alat pengujian belum memadai yang mengakibatkan tidak semua kendaraan yang melakukan wajib uji berkala melalui seluruh tahapan pengujian, antara lain pengujian atas emisi kendaraan yang pada akhirnya akan meningkatkan pencemaran udara dari emisi kendaraan.
f. Peralatan pengujian kadar asap dan emisi CO/HC tidak dilakukan kalibrasi secara berkala yang dapat mengakibatkan data hasil pengujian uji emisi pada kendaraan bermotor tidak valid.
g. Kegiatan pengoperasian angkutan massal/Trans Metro Bandung (TMB) belum terlaksana yang mengakibatkan pelayanan publik di bidang jasa transportasi dan peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum belum terwujud.
2. Penanggulangan Pencemaran Udara
Kegiatan pengujian emisi dan penyampaian informasi mengenai kualitas udara Kota Bandung tidak memadai, dengan pokok temuan sebagai berikut:
a. Dinas Perhubungan Kota Bandung tidak melakukan uji emisi atas 254.108 kendaraan yang melakukan uji berkala dalam TA 2005 – TA 2007 yang mengakibatkan kendaraan bermotor yang emisi gas buangnya melebihi ambang batas tetap dapat beroperasi di jalan sehingga tujuan untuk mengurangi pencemaran udara tidak tercapai
b. Uji emisi atas 1.682 kendaraan dinas di lingkungan Pemerintah Kota Bandung belum dilaksanakan secara berkala dan menyeluruh yang mengakibatkan kendaraan bermotor milik Pemerintah Kota Bandung yang emisi gas buangnya melebihi ambang batas tetap dapat beroperasi di jalan dan meningkatkan pencemaran udara
c. Belum ada tindakan hukum bagi kendaraan bermotor yang tidak lulus uji emisi pada kegiatan uji emisi di jalan yang mengakibatkan emisi gas buang kendaraan dapat membahayakan pemakai jalan dan meningkatkan pencemaran udara di Kota Bandung
d. Penetapan bengkel umum tertunjuk kendaraan bermotor di Kota Bandung belum dilaksanakan yang mengakibatkan pengujian berkala khususnya pengujian emisi gas buang kendaraan untuk kendaraan pribadi belum dapat dilakukan oleh bengkel umum tertunjuk.
iii
e. Hasil pengujian kadar timbal di Kota Bandung melebihi ambang batas yang ditentukan yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan dampak sosial akibat penurunan kecerdasan dan kemampuan akademik anak yang akan menurunkan produktivitas dan kualitas bangsa di masa yang akan datang.
3. Pemulihan Pencemaran Udara
Kegiatan pemulihan udara meliputi antara lain pengelolaan RTH dan penanaman pohon pelindung menunjukkan beberapa kelemahan, dengan pokok temuan sebagai berikut:
a. Perda RTRW Kota Bandung tidak selaras dengan Perda RTRW Provinsi Jawa Barat dalam pengendalian Kawasan Bandung Utara. Hal ini mengakibatkan peruntukan wilayah pada Kawasan Bandung Utara sebagai kawasan lindung menjadi tidak jelas. Hal ini terjadi karena Pemerintah Kota Bandung dalam menetapkan Peraturan Daerah tidak memperhatikan ketentuan yang lebih tinggi/Peraturan Daerah RTRW Provinsi Jawa Barat.
b. Jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Perda yang mengakibatkan kemampuan lingkungan untuk mereduksi pencemaran udara secara alami dengan tersedianya RTH yang cukup, tidak seimbang dengan peningkatan beban pencemaran udara yang semakin tinggi.
c. Pemberian izin pemanfaatan ruang tidak memperhatikan ketentuan mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mengakibatkan terjadinya pengalihan fungsi pemanfaatan ruang yang seharusnya untuk RTH seluas 95.746 m2.
4. Lain –Lain
Kegiatan lain-lain yang menunjukkan kelemahan meliputi kegiatan Isu Lingkungan WJEMP (West Java Environmental Monitoring Project) dan JASMARA (Jaring Aspirasi dan Partisipasi Masyarakat) yang tumpang tindih dan tidak efisien serta memboroskan keuangan daerah, dan penganggaran kegiatan penyusunan Buku Kualitas Lingkungan Hidup pada TA 2006 tidak efisien dan memboroskan keuangan daerah, serta Kebijakan Walikota menetapkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) untuk Kawasan Punclut bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, BPK RI menyarankan agar dilakukan perbaikan dan langkah tindak lanjut sesuai saran/rekomendasi yang dimuat dalam hasil pemeriksaan ini.
Bandung, Desember 2007 Wakil Penanggungjawab Pemeriksaan
Gunawan Sidauruk, SH, MM, MH NIP. 240001933
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Ringkasan Eksekutif…………………………………………………………………………………………………… i Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………........... iv Daftar Tabel…………………………………………………………………………………………………………….. vi Daftar Gambar…………………………………………………………………………………………………............ viii
Bab I Pendahuluan 1 1.1 Dasar Pemeriksaan ……………………………………….………………………………. 1 1.2 Tujuan Pemeriksaan ………………………….…………………………………………… 1 1.3 Lingkup Pemeriksaan …………………….……………………….………………………. 1 1.4 Sasaran Pemeriksaan ………………………………………………………………….... 1 1.5 Obyek Pemeriksaan ….………………………………………………………………….... 1 1.6 Tahun yang Diperiksa ..………………………………………………………………….... 1 1.7 Jangka Waktu Pemeriksaan ………………………………………...………………….... 1 1.8 Metodologi Pemeriksaan ………………………………………………………………..... 2 1.9 Kriteria Pemeriksaan ………………………………………………………………........... 2 1.10 Batasan Pemeriksaan ……………………………………..…………………………….... 3 Bab II Gambaran Umum 4 2.1 Kondisi Kota Bandung………………………………………………………….………….. 4 2.2 Pencemaran Udara………………………………………………………………………… 5 2.3 Dampak Pencemaran Udara……………………………………………………………… 7 2.4 Kualitas Udara di Kota Bandung…………………………………………………………. 9 2.5 Pihak yang Bertanggung Jawab atas Pengendalian Pencemaran Udara.................. 10 2.6 Upaya-upaya yang Telah Dilakukan untuk Mengendalikan Pencemaran Udara........ 11 Bab III Hasil Pemeriksaan 13 3.1 Pencegahan Pencemaran Udara………………………………………………………… 13 3.1.1 LSAP - UAQi (Local Strategy And Action Plan - Urban Air Quality Improvement)
Kota Bandung Sebagai Acuan Kerja Bagi Pemerintah Kota Bandung Dalam Peningkatan Kualitas Udara Belum Ditetapkan…………………………………………
13 3.1.2 Pemerintah Kota Bandung Belum Menerapkan Kewajiban Uji Emisi Terhadap
Kendaraan Penumpang Pribadi Dan Kendaraan Bermotor Roda Dua.......................
14
3.1.3 Data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kota Bandung Tidak Menggambarkan Kualitas Udara Yang Sebenarnya…………………………………....
16
3.1.4 Personil Laboratorium Udara Di BPLH Kota Bandung Tidak Memadai……………… 19
v
3.1.5 Infrastuktur Untuk Pengujian Kendaraan Bermotor Di Kota Bandung Belum Memadai.....................................................................................................................
20
3.1.6 Peralatan Pengujian Kadar Asap Dan Emisi CO/HC Tidak Dilakukan Kalibrasi Secara Berkala……………………………………………………………………………...
23
3.1.7 Kegiatan Pengoperasian Angkutan Massal/Trans Metro Bandung (TMB) Belum Terlaksana…………………………………………………………………………………...
24
3.2 Penanggulangan Pencemaran Udara………………………………………………….... 26 3.2.1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tidak Melakukan Uji Emisi Atas 254.108
Kendaraan Yang Melakukan Uji Berkala Dalam TA 2005 – TA 2007………………...
26 3.2.2 Uji Emisi Atas Kendaraan Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung Belum
Dilaksanakan Secara Berkala……………………………………………………………..
29 3.2.3 Belum Ada Tindakan Hukum Bagi Kendaraan Bermotor Yang Tidak Lulus Uji Emisi
Pada Kegiatan Uji Emisi Di Jalan…………………………………………………………
31 3.2.4 Penetapan Bengkel Umum Tertunjuk Kendaraan Bermotor Di Kota Bandung
Belum Dilaksanakan………………………………………………………………………..
33 3.2.5 Hasil Pengujian Kadar Timbal Di Kota Bandung Melebihi Ambang Batas Yang
Ditentukan……………………………………………………………………………………
34 3.3 Pemulihan Pencemaran Udara................................................................................... 37 3.3.1 Perda RTRW Kota Bandung Tidak Selaras Dengan Perda RTRW Propinsi Jawa
Barat Dalam Pengendalian Kawasan Bandung Utara................................................
37 3.3.2 Jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di Kota Bandung Belum Memenuhi Ketentuan
Yang Ditetapkan Dalam Perda...................................................................................
38 3.3.3 Pemberian Izin Pemanfaatan Ruang Tidak Memperhatikan Ketentuan Mengenai
Ruang Terbuka Hijau (RTH)………………………………………………………………
41 3.4 Lain-lain...................................................................................................................... 44 3.4.1 Kegiatan Isu Lingkungan WJEMP (West Java Environmental Monitoring Project)
dan JASMARA (Jaring Aspirasi dan Partisipasi Masyarakat) Tumpang Tindih dan Tidak Efisien serta Memboroskan Keuangan Daerah................................................
44 3.4.2 Penganggaran Kegiatan Penyusunan Buku Kualitas Lingkungan Hidup Pada TA
2006 Tidak Efisien dan Memboroskan Keuangan Daerah.........................................
46 3.4.3 Kebijakan Walikota Menetapkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) untuk
Kawasan Punclut Bertentangan dengan Peraturan yang Berlaku..............................
48
Bab IV Kesimpulan.............................................................................................................................. 52 LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL HALAMAN TABEL 1 RISIKO PEMERIKSAAN………………………………… 2 TABEL 2 KOMPOSISI PENDUDUK USIA KERJA TAHUN
2005…………………………………………………………
4
TABEL 3 TREND JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BANDUNG 2003 – 2007 (SEPT 2007)……….
5
TABEL 4 DAMPAK PENCEMARAN UDARA……………………. 8
TABEL 5 PENCEMARAN UDARA DAN DAMPAK KESEHATAN………………………………………………
8
TABEL 6 KUALITAS UDARA KOTA BANDUNG TAHUN 2001 - 2007 (AGUST 2007)……………………………………
9
TABEL 7 PENINGKATAN JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR PERIODE 2003-2006…………………..
14
TABEL 8 JUMLAH KENDARAAN WAJIB UJI BERKALA……. 15
TABEL 9 KONDISI BANDUNG AIR FIXED PERIODE 2003-2007(S.D. OKTOBER)…………………………………...
17
TABEL 10 DATA INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA (ISPU) KOTA BANDUNG TAHUN 2001-2007(AGUST 2007) (DALAM HARI)…………………..
17
TABEL 11 KEBUTUHAN BIAYA PEMELIHARAAN STASIUN PEMANTAU KUALITAS UDARA AMBIEN……………………………………………….......
18
TABEL 12 REALISASI BIAYA PEMELIHARAAN STASIUN PEMANTAU KUALITAS AMBIEN……………………...
18
TABEL 13 STRUKTUR ORGANISASI LABORATORIUM UDARA KOTA BANDUNG......................................
20
TABEL 14 ALAT PENGUJI EMISI........................................... 22
TABEL 15 PELAKSANAAN KALIBRASI ALAT UJI EMISI......... 23
TABEL 16 RENCANA KEGIATAN PENGOPERASIAN ANGKUTAN MASSAL............................................
25
vii
TABEL 17 HASIL PENGUJIAN BERKALA............................... 27
TABEL 18 HASIL PENGUJIAN EMISI..................................... 27
TABEL 19
JUMLAH KENDARAAN DINAS PEMKOT BANDUNG............................................................
30
TABEL 20 TREND HASIL SAMPLING UJI EMISI TAHUN 2005-2007............................................................
32
TABEL 21 LUAS TAMAN KOTA BANDUNG DARI TAHUN 2004 S.D. 2006....................................................
39
TABEL 22 TREND PENAMBAHAN LUAS TAMAN KOTA BANDUNG PERIODE 2004-2006..........................
40
TABEL 23 LUAS RTH KOTA BANDUNG DARI TAHUN 2004 S.D. 2006.............................................................
40
TABEL 24 JUMLAH LUAS RTH YANG TIDAK TERPENUHI..... 43
TABEL 25 ANGGARAN KEGIATANLINGKUNGAN TA 2006….. 45
TABEL 26 KEGIATAN PENYUSUNAN BUKU KUALITAS LINGKUNGAN KOTA BANDUNG...........................
46
TABEL 27 PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PUNCLUT SESUAI IPPT.........................................................
49
viii
DAFTAR GAMBAR HALAMAN GAMBAR 1 PENCEMARAN UDARA KOTA BANDUNG PADA
JAM SIBUK…………………………………………….
6 GAMBAR 2 BALAI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
DI KOTA BANDUNG…………………………………
21
GAMBAR 3 JALUR PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 21
GAMBAR 4 KAWASAN BANDUNG UTARA DILIHAT DARI UDARA………………………………………………….
37
Perwakilan BPK RI di Bandung 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Dasar
Pemeriksaan a. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 23 E;
b. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
c. Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
d. Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
1.2 Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai apakah kegiatan pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor oleh Pemerintah Kota Bandung telah sesuai dengan ketentuan.
1.3 Lingkup Pemeriksaan
Lingkup pemeriksaan meliputi seluruh kebijakan dan program/kegiatan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam rangka mengendalikan pencemaran udara khususnya yang bersumber dari kendaraan bermotor.
1.4 Sasaran Pemeriksaan
a. Kebijakan terhadap pengendalian pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor.
b. Program dan kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor.
c. Implementasi program dan kegiatan pengendalian pencemaran udara.
d. Tindakan terhadap penyimpangan dalam implementasi program dan kegiatan pengendalian pencemaran udara.
1.5 Obyek Pemeriksaan
Entitas yang diperiksa antara lain:
a. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung,
b. Dinas Perhubungan Kota Bandung,
c. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung,
d. Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung,
e. Dinas Tata Kota Bandung
f. Dinas Bangunan Kota Bandung.
1.6 Tahun yang Diperiksa
Periode pemeriksaan adalah Tahun Anggaran 2005 sampai dengan Tahun Anggaran 2007 (Semester I).
1.7 Jangka Waktu Pemeriksaan
Jangka waktu pemeriksaan dimulai tanggal 19 September 2007 sampai dengan
7 November 2007
1.8 Metodologi Pemeriksaan
Metode Pemeriksaan yang ditetapkan adalah:
a. Pemilihan fokus pemeriksaan
Perwakilan BPK RI di Bandung 2
Pemilihan kegiatan yang akan menjadi fokus pemeriksaan dengan pendekatan risiko dengan mempertimbangkan sistem pengendalian intern, dampak dan frekuensi terjadinya ketidakpatuhan.
No. Proses yang dilaksanakan oleh Pemda Risiko
1. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara
Kebijakan tidak sesuai dengan kebijakan nasional
2. Pembentukan Unit/ Organisasi Pengendali Pencemaran Udara
Unit/organisasi tidak mendukung program pengendalian pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor
3. Program/Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara
Program/kegiatan tidak mendukung kebijakan
4. Pemberian ijin operasi kendaraan bermotor
Implementasi kebijakan tidak dilaksanakan secara memadai
5. Penegakan Hukum Tidak adanya reward dan punishment terhadap penyimpangan terhadap regulasi tersebut
b. Pengumpulan bukti
Pemilihan dan pengumpulan bukti dilakukan dengan menggunakan teknik stratified ramdom sampling. Untuk mengumpulkan bukti digunakan teknik pemeriksaan berupa observasi, wawancara dan pengujian dokumen serta analisis pemeriksa.
1.9 Kriteria Pemeriksaan
Peraturan terkait pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak:
a. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan di Jalan;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara;
e. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Program Langit Biru;
f. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang;
g. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang;
h. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 1996 tentang Program Langit Biru;
i. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara;
j. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 129 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi;
k. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Perwakilan BPK RI di Bandung 3
Perhubungan di Kota Bandung
l. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 jo Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung
m. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 jo Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan
1.10 Batasan Pemeriksaan
Pemeriksaan ini juga menggunakan data dan informasi sekunder dari pendapat ahli dalam bentuk hasil kajian, hasil survei, dan lain-lain yang diperoleh dari berbagai sumber. BPK-RI menggunakan data dan informasi ini sebagai pendukung atas kondisi yang disajikan tanpa melakukan pengujian lebih lanjut atas kebenaran data atau informasi tersebut.
Perwakilan BPK RI di Bandung 4
BAB II GAMBARAN UMUM
2.1
Kondisi Kota Bandung
Kota Bandung merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat yang terletak di tengah wilayah Provinsi Jawa Barat. Letak geografis Kota Bandung adalah antara 1070 Bujur Timur dan 60 55’ Lintang Selatan. Luas wilayahnya mencapai 167,67 km2 dan terbagi atas 26 Kecamatan dan 139 Kelurahan. Kota Bandung berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi. Secara topografis Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 meter di atas permukaan laut; titik tertinggi di daerah utara dengan ketinggian 1.050 meter dan terendah di sebelah selatan dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kota Bandung berada dalam cekungan Bandung yang dikelilingi pegunungan, seperti Gunung Burangrang, Gunung Bukit Tunggul, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Manglayang, Gunung Patuha, Gunung Malabar dan lain-lain. Di bagian selatan Kota Bandung permukaan tanah relatif datar, sedangkan di bagian utara berbukit-bukit. Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk, temperatur rata-rata 24°C, curah hujan rata-rata 169,97 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 17,8 hari per bulan, serta kecenderungan arah angin dari selatan – utara dan barat – timur.
Kondisi geografis dan topografis menjadikan Kota Bandung menjadi daerah yang unik, karena merupakan bagian dari cekungan yang dikelilingi pegunungan sehingga iklim lokal, iklim regional dan iklim global serta dinamika atmosfer berperan unik pula. Keunikan iklim dan dinamika atmosfer di cekungan Bandung diakibatkan karena pertukaran massa udara baik vertikal maupun horisontal sangat dipengaruhi oleh karakteristik kondisi fisik daerah cekungan tersebut. Hal ini mengakibatkan pencemar-pencemar udara cenderung terperangkap di dalam udara permukaan di Kota Bandung. Dengan demikian penumpukan/akumulasi pencemar udara pada daerah tersebut akan meningkatkan konsentrasi pencemaran udara dan berdampak pada penurunan kualitas udara secara umum.
Berdasarkan data statistik (Badan Pusat Statistik Kota Bandung , 2005. Bandung Dalam Angka), jumlah penduduk Kota Bandung mencapai 2.315.895 jiwa yang terdiri dari 1.171.169 laki-laki dan 1.144.726 perempuan pada akhir tahun 2005.
Dari jumlah tersebut sebanyak 37,9% atau 878.590 jiwa merupakan penduduk usia kerja dengan komposisi:
Tabel 2. Komposisi Penduduk Usia Kerja Tahun 2005 No Sektor Jumlah
(jiwa) Prosentase
(%) 1 Pertanian 12.795 1,5% 2 Pertambangan dan Penggalian 1.706 0,2% 3 Industri 205.573 23,4% 4 Listrik, Gas dan Air Minum 7.677 0,9% 5 Bangunan/Konstruksi 68.240 7,8% 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 295.138 33,6% 7 Angkutan 50.327 5,7%
Perwakilan BPK RI di Bandung 5
Tabel 3. Trend Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Bandung 2003-2007 (Sept 2007)
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
2003 2004 2005 2006 2007 Tahun
Jumlah Kendaraan
Sedan
Jeep
Minibus
Bus/Microbus
Pick Up/Light Truck
Sepeda Motor
8 Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
51.180 5,8%
9 Jasa-jasa 185.954 21,1% Jumlah 878.590 100%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandung, 2005. Bandung Dalam Angka
Laju pertumbuhan penduduk Kota Bandung rata-rata per tahun pada tahun 2001-2004 meningkat tajam menjadi 8% per tahun.1 Peningkatan tertinggi terjadi dari tahun 2001 ke tahun 2002 yaitu sebesar 24,5%. Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini terutama berasal dari migrasi penduduk (urbanisaasi) dari luar Kota Bandung. Banyaknya penduduk di sekitar Kota Bandung (Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung) yang bekerja di Kota Bandung berdampak langsung pada peningkatan pergerakan penduduk setiap hari dari luar menuju Kota Bandung dan sebaliknya. Pertumbuhan penduduk serta laju urbanisasi yang tinggi ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan transportasi. Kebutuhan transportasi ditunjukkan dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung.
Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di Kota Bandung meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2006 jumlah kendaraan adalah 697.378 kendaraan dengan rincian 54.735 sedan, 23.336 jeep, 120.252 minibus, 3.899 bus/mikrobus, 46.425 truk dan 448.731 sepeda motor. Kenaikan jumlah kendaraan dalam empat tahun terakhir dapat dilihat dari tabel di bawah:
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat (Samsat)
Pertumbuhan penduduk, peningkatan mobilitas dan kebutuhan transportasi, serta konsentrasi kendaraan bermotor di pusat-pusat kota berpengaruh pada kualitas udara kota.
2.2 Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu
1 Data Bappeda tahun 2005
Perwakilan BPK RI di Bandung 6
udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara dapat disebabkan oleh emisi dari suatu kegiatan/ usaha yang dikeluarkan oleh sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak dan sumber tidak bergerak spesifik. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor; sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya; sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat; sumber tidak bergerak spesifik adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat yang berasal dari kebakaran hutan dan pembakaran sampah.2
Gambar 1. Pencemaran Udara Kota Bandung pada Jam Sibuk
Sumber : Dokumen UAQi Kota Bandung
Pencemaran udara yang telah menjadi permasalahan yang serius di kota-kota besar Indonesia, khususnya kota Bandung, disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini:
a. Pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi mendorong peningkatan mobilitas dan kebutuhan transportasi. Disisi lain, pertambahan panjang dan lebar jalan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan kendaraan bermotor sehingga konsentrasi kendaraan bermotor berpengaruh pada kualitas udara kota.
b. Keseimbangan dalam penataan ruang. Perkembangan Kota Bandung yang pesat mendorong terjadinya alih fungsi lahan perkotaan dan percampuran dalam pemanfaatan ruang kota. Lahan terbuka hijau terus menurun luasannya menjadi lahan terbangun. Selain itu kurangnya perencanaan tata ruang yang terintegrasi, adanya inkonsistensi dalam implementasi rencana tata ruang dan kurangnya pengawasan yang melibatkan semua pemangku kepentingan telah mengganggu
2 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 3 Hasil survei persepsi masyarakat Kota Bandung tentang pencemaran udara, Asdep Emisi, Kementrian Lingkungan Hidup, Desember 2005
Perwakilan BPK RI di Bandung 7
kesimbangan komponen-komponen ruang kota (penduduk, perumahan, transportasi, ekonomi, sumber daya dan lingkungan hidup).
c. Pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh terhadap perilaku dan gaya hidup masyarakat. Peningkatan pendapatan dan kemudahan pembiayaan yang memberikan lembaga keuangan telah membuat masyarakat kota berupaya untuk tidak saja memenuhi kebutuhan primernya namun juga berupaya meningkatkan status sosialnya dengan misalnya memiliki kendaraan bermotor dan barang lainnya yang pada akhirnya akan menambah konsumsi energi dan mempengaruhi kualitas udara.
d. Ketergantungan pada minyak bumi sebagai sumber energi. Indonesia masih sangat tergantung pada sumber energi yang berasal dari minyak bumi. Di sisi lain, rendahnya harga bahan bakar minyak bersubsidi mengakibatkan terhambatnya pengembangan bahan bakar bersih yang ramah lingkungan karena harga bahan bakar tersebut menjadi lebih mahal dari harga bahan bakar yang bersubsidi. Tinggi konsumsi minyak bumi pada sektor transportasi merefleksikan tingginya potensi pencemaran udara dari sektor transportasi.
e. Perhatian masyarakat terhadap kualitas udara. Pemerintah Kota Bandung bekerja sama dengan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), universitas-universitas, lembaga-lembaga penelitian dan Lembaga Swadaya Masyarakat - LSM telah mengadakan berbagai kegiatan untuk mendesiminasi program dan kegiatan pengelolaan kualitas udara sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pencemaran udara dan pengendaliannya. Kegiatan tersebut antara lain semiloka dengan topik “Standardisasi Kompetensi Mekanik Bengkel” dan “Masalah Pencemaran Udara di Kota Bandung dan Upaya Pencegahannya”; uji emisi untuk angkutan umum dan kendaraan pribadi yang dilaksanakan di lokasi-lokasi strategis; produksi dan distribusi materi kampanye berupa leaflet, stiker dan modul pembelajaran bagi siswa dan guru SD, talk show di televisi dan radio; lomba menulis tingkat pelajar tentang pencemaran udara; pelatihan untuk mekanik bengkel dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut belum mampu meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dan pemangku kepentingan lainya untuk melakukan tindakan nyata penurunan pencemaran udara, sebagaimana hasil survei yang dilaksanakan KLH pada bulan Desember 2005. Namun demikian, sebagian besar masyarakat masih berpendapat bahwa kualitas udara Kota Bandung saat ini tidak dan agak mengkhawatirkan.3
2.3 Dampak Pencemaran Udara
Pencemaran udara dapat menyebabkan kerusakan tehadap manusia dan lingkungan, misalnya peningkatan morbilitas dan mortalitas, penurunan produktivitas pertanian, penurunan kualitas ekosistem, mengganggu estetika, dan sebagainya. Dari dampak pencemaran udara tersebut di atas, dampak
Perwakilan BPK RI di Bandung 8
terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia adalah yang dominan dengan kontribusi kurang lebih 90% dari total kerusakan akibat pencemaran udara. (Sumber: Strategi dan Rencana Aksi Lokal Kota Bandung untuk Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan, Bappenas, 2006)
Tabel 4. Dampak Pencemaran Udara
Dampak Terhadap Karakteristik Kesehatan dan Kesejahteraan Manusia
Defisiensi oksigen dalam darah, iritasi mata, iritasi dan gangguan sistem pernafasan, kanker, gangguan sistem syaraf, gangguan reproduksi dan genetika
Tanaman dan Hewan Kerusakan daun, berkurangnya produktivitas, menurunnya laju fotosintesa, dan gangguan sistem pernafasan dan syaraf pusat hewan
Bahan-bahan dan Bangunan Korosi pada logam, percepatan pelapukan pada bangunan dan monumen, pengotoran pakaian, bangunan, dan monumen
Gangguan Estetika Timbulnya bau, jarak pandang rendah, warna bangunan cepat pudar
Ekosistem (udara, air, tanah) Deposisi asam, perubahan iklim (lokal, regional, global), penipisan lapisan ozon stratosfer
Sumber: Shechter, M., Kim,M., Golan, L., Valuing a Public Good: Direct and Indirect Valuation Approaches to the Measurement of the Benefits from Pollution Abatement, 1986
Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan manusia berkisar dari yang relatif ringan hingga mengakibatkan kematian. Laporan World Health Organization (WHO) negara-negara Eropa tahun 2004 antara lain menyebutkan adanya hubungan antara partikel debu di udara dengan berbagai macam penyakit saluran pernapasan. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Pencemaran Udara dan Dampak Kesehatan Pencemar Dampak
Partikulat (timbel, nikel, arsen, karbon) terutama yang berukuran 10 mikrometer ke bawah
Meningkatkan risiko gangguan dan penyakit sistem pernapasan dan kardiovaskular
CO Mengganggu konsentrasi dan refleksi tubuh, menyebabkan kantu, dan dapat memperparah penyakit kardiovaskular akibat defisiensi oksigen. CO mengikat hemoglobin sehingga jumlah oksigen dalam darah berkurang
SO2 Meningkatkan risiko penyakit paru-paru dan menimbulkan batuk pada pemajanan singkat dengan konsentrasi tinggi
NOx Meningkatkan total mortaitas, penyakit kardiovaskular, mortalitas pada bayi, serangan asma dan penyakit paru-paru kronis
Ozon Menimbulkan iritasi mata, meningkatkan gangguan pernapasan dan serangan asma, dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap flu dan pneumonia
Perwakilan BPK RI di Bandung 9
Tabel 6. Kualitas Udara Kota Bandung Tahun 2001-2007 (Agustus 2007)
0
50
100
150
200
250
300
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Hari
BAIK
SEDANG
TIDAK SEHAT
SANGAT TIDAKSEHAT
BERBAHAYA
Senyawa organik yang mudah menguap
Menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan; pada beberapa kasus menimbulkan pusing, mual dan kehilangan koordinasi; bersifat karsinogen terutama zat polyclinic aromatic hidrocarbons (PAH), benzena dan 1,3-butadiena
Timbel Menebabkan gangguan sistem syaraf, pencernaan, hipertensi dan menurunkan IQ pada anak-anak. Peningkatan kadar timbel darah sebesar 10-20 µg/dl dapat menurunkan IQ hingga 2 poin
Sumber : Colville, R.N., Hutchinson, E.J., Mindell, J.S., Warren, R.F. The transport sector as a source of air pollution. 2001
Selain dampak tersebut di atas, pencemaran udara juga menyebabkan kerugian ekonomi yang dihitung berdasarkan biaya kesehatan terkait dengan pencemaran udara. Dengan menggunakan pendekatan biaya treatment cost, biaya kesehatan akibat pencemar PM10 di Kota Bandung mencapai Rp12,7 miliar per tahun. Jika konsentrasi rata-rata tahunan PM10 saat ini dikurangi hingga 7,5 µg/m3, maka manfaat ekonominya adalah Rp75 miliar per tahun. (Sumber: Suhadi, D. Manfaat ekonomi pengurangan pencemaran udara di Kota Bandung, 2006)
2.4 Kualitas Udara di Kota Bandung
Kualitas udara di Kota Bandung sejak tahun 2001-2007 ( sampai dengan 31 Agustus 2007) adalah sebagai berikut:
Sumber data : BPLH Kota Bandung
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat kualitas udara Kota Bandung semakin menurun dari tahun ke tahun, terutama pada tahun 2004 – 2007. Data ISPU 2004 - 2007 tidak lengkap, hanya mencakup 156 – 181 hari dalam satu tahun disebabkan tidak semua stasiun pemantau berfungsi.
Kualitas udara rata-rata Kota Bandung adalah sedang, sedangkan kualitas udara tidak sehat hanya dialami antara 2-11 hari dalam setahun.
Penilaian kualitas udara tersebut di atas merupakan hasil pemantauan BPLH Kota Bandung melalui lima Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien di Kota Bandung atau disebut juga Bandung Air Fixed - BAF yaitu :
Perwakilan BPK RI di Bandung 10
a. BAF 1 Dago Pakar
Lokasi di Jl. Dago Pakar di bagian utara Bandung pada halaman belakang Instalasi Pengolahan Air Minum PDAM Kota Bandung, terletak pada dataran tinggi di ketinggian 982 m dpl yang jauh dari aktifitas transportasi padat dan area industri.
b. BAF 2 Aria Graha
Lokasi di Jl. Soekarno Hatta di bagian selatan Bandung pada halaman Fasum Fasos Kompleks Perumahan Aria Graha, terletak pada ketinggian 719 m dpl yang terdapat kegiatan industri, perdagangan, pendidikan, perkantoran, rumah sakit dan transportasi.
c. BAF 3 Tirtalega
Lokasi diantara Jl. Moh. Toha dan Jl. Laswi tepatnya di samping barat kolam renang Tirtalega di kawasan Taman Tegallega yang merupakan paru-paru kota, terletak pada ketinggian 771 m dpl yang terdapat kesibukan aktifitas transportasi, perdagangan, perkantoran dan terminal (Tegallega dan Leuwi Panjang) serta pemukiman padat.
d. BAF 4 Batununggal
Lokasi di Jl. Soekarno Hatta di bagian selatan Bandung pada halaman Fasum Fasos Kompleks Perumahan Batununggal Indah , terletak pada ketinggian 718 m dpl yang terdapat aktifitas transportasi, industri, perdagangan, pendidikan dan perkantoran.
e. BAF 5 Cisaranten Wetan
Lokasi di Jl. Cisaranten Wetan pada daerah yang padat industri di bagian timur Bandung di lahan PU Ujung Berung pada ketinggian 715 m dpl.
Adapun parameter yang diuji adalah 16 (enam belas) paramater yang terdiri dari:
a. 5 (lima) Parameter Kunci: PM10, SO2, O3, NO2, CO. Penjelasan untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 1.
b. 11 (sebelas) parameter pendukung meteorologi: Global Radiasi, Temperatur Udara, Temperatur Container (dalam Stasiun Pemantau), Kelembaban Udara, Kelembaban Udara Container, Arah Angin, Hembusan Arah Angin, Kecepatan Angin, Hembusan Arah Angin, Kecepatan Angin, dan Hembusan Kecepatan Angin.
2.5 Pihak yang Bertanggung jawab atas Pengendalian Pencemaran Udara
Pengendalian pencemaran udara merupakan tanggung jawab bersama dari tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat.
a. Kementerian Lingkungan Hidup bertanggungjawab untuk menetapkan kebijakan nasional dan peraturan perundangan tentang pengendalian pencemaran udara, melakukan pemantauan dan berkordinasi dengan Pemerintah Daerah terkait program pengendalian pencemaran udara.
b. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bertanggungjawab untuk menetapkan peraturan pengendalian pencemaran udara (contoh peraturan daerah
Perwakilan BPK RI di Bandung 11
tentang baku mutu ambien udara dan emisi sumber tidak bergerak), melakukan koordinasi kegiatan pengendalian pencemaran udara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kotamadya, melakukan enforcement dan mengevaluasi penaatan peraturan yang ditetapkannya
c. Pemerintah Kota Bandung bertanggungjawab atas kegiatan pengendalian pencemaran udara. Dinas-dinas yang terkait langsung adalah:
1) BPLH yang bertanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup.
2) Dinas Perhubungan yang bertanggungjawab untuk melaksanakan uji emisi kendaraan bermotor secara berkala.
3) Bappeda yang bertanggungjawab untuk melaksanakan perencanaan pembangunan daerah.
4) Dinas Pertamanan yang bertanggungjawab untuk melaksanakan perencanaan dan pembangunan taman serta pemeliharaan taman.
5) Dinas Tata Kota yang bertanggungjawab untuk melaksanakan perencanaan tata ruang kota dan perijinan pemanfaatan ruang kota.
d. Pihak swasta selaku pemilik industri bertanggungjawab untuk menaati peraturan terkait pencemaran udara seperti menaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan, melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya dan memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran udara dalam lingkup usaha dan/atau kegiatannya.
e. Masyarakat bertanggungjawab untuk menaati peraturan terkait pencemaran udara seperti melakukan uji emisi atas kendaraan bermotor yang dimilikinya
2.6 Upaya-Upaya yang telah Dilakukan untuk Mengendalikan Pencemaran Udara
Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Bandung dalam upaya mengendalikan pencemaran udara adalah sebagai berikut:
a. Pengujian emisi buang kendaraan atas kendaraan umum yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung. Pengujian ini dilakukan di UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor.
b. Penetapan Peraturan Daerah Mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) No.2 Tahun 2004 yang diharapkan bisa mengontrol dan menambah jumlah daerah hijau pada proyek pengembangan kawasan perkotaan oleh para pengembang. Dinas Tata Kota bertanggungjawab dalam memberikan ijin pemanfaatan ruang kota dan melakukan pengawasan kepada pengembang yang melakukan pembangunan di Kota Bandung. Sedangkan Dinas Bangunan bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan dan penertiban bangunan.
c. Rencana pengoperasian Trans Metro Bandung (TMB) yang dikoordinasikan
Perwakilan BPK RI di Bandung 12
oleh Dinas Perhubungan dengan tujuan untuk mengurangi kemacetan dan upaya efisiensi penggunaan bahan bakar yang akan mengurangi pencemaran udara. Rencana ini semula akan dilaksanakan pada Tahun 2007 namun karena belum adanya ijin persetujuan penggunaan ruas jalan dari Pemerintah Pusat dhi. Departemen Pekerjaan Umum maka pengoperasian TMB belum terlaksana.
d. Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung Tahun 2007, diketahui bahwa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Program Pengembangan dan Pengendalian Lingkungan Hidup adalah Penataan Taman Tegallega sebagai Taman Skala Kota, Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung dan Peningkatan Pelayanan Sarana Ruang Terbuka Hijau (RTH).
e. Dalam rangka sosialisasi mengenai kewajiban uji emisi kendaraan bermotor kepada masyarakat umum, tahun 2005 dan tahun 2007 BPLH Kota Bandung telah melaksanakan uji emisi kendaraan bermotor di jalan di wilayah Kota Bandung, sedangkan untuk tahun 2006 dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan.
Perwakilan BPK RI di Bandung 13
BAB III HASIL PEMERIKSAAN
3.1 Pencegahan Pencemaran Udara
Pencegahan pencemaran udara meliputi upaya-upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dengan cara: a. Penetapan baku mutu udara ambien, baku mutu emisi sumber tidak bergerak, baku tingkat gangguan,
ambang batas emisi gas buang dan kebisingan kendaraan bermotor b. Penetapan kebijaksanaan pengendalian udara meliputi kebijakan teknis dan operasional, program kerja
daerah (Sumber: PP No 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara)
Kebijakan, peralatan dan personalia serta pelaksanaan kegiatan pencegahan pencemaran udara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Bandung mempunyai beberapa kelemahan yang dapat disimpulkan dari temuan-temuan sebagai berikut:
3.1.1 LSAP - UAQi (Local Strategy And Action Plan - Urban Air Quality Improvement) Kota Bandung Sebagai Acuan Kerja Bagi Pemerintah Kota Bandung Dalam Peningkatan Kualitas Udara Belum Ditetapkan
Program Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan atau Urban Air Quality Improvement Program merupakan program Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk meningkatkan penerapan peraturan perundangan yang berlaku yang terkait dengan pengendalian pencemaran udara dan menyiapkan kerangka kerja strategis untuk pengelolaan kualitas udara perkotaan. Komponen program UAQi diantaranya adalah penyusunan strategi dan rencana aksi peningkatan kualitas udara tingkat daerah (Local Strategy and Action Plan – LSAP) untuk Kota Bandung, Provinsi DKI Jakarta, Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta, Kota Semarang dan Kota Surabaya serta program investasi (Local Investment Program – LIP) untuk masing-masing daerah tersebut. Dana dari kegiatan ini berasal dari Pemerintah Pusat dhi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang merupakan hibah dari Asian Development Bank. Untuk melaksanakan program tersebut, Pada TA 2006 telah dibentuk Tim Teknis Program Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan Kota Bandung sesuai dengan Keputusan Walikota Bandung Nomor 660/Kep 210-Huk/2006). Anggota Tim berasal dari beberapa instansi terkait di Kota Bandung yaitu BPLH, Bappeda, Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Bina Marga dan Dinas Tata Kota. Dokumen LSAP Kota Bandung berfungsi sebagai acuan kerja bagi instansi-instansi terkait Pemerintah Kota Bandung dalam melaksanakan peningkatan kualitas udara di Kota Bandung. Dokumen tersebut merefleksikan rencana strategis pembangunan jangka menengah Kota Bandung yang terdiri dari strategi dan rencana aksi instansi-instansi terkait yang dituangkan dalam bentuk matriks yang antara lain berisi analisis, strategi, rencana aksi, indikator, waktu dan instansi penanggungjawab dari strategi dan rencana aksi tersebut. Matriks lengkap terlampir dalam Lampiran 2. Pelaksanaan strategi dan rencana aksi peningkatan kualitas udara berupa kegiatan pada masing-masing instansi terkait yang direncanakan mulai dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2007. Sumber dana dari masing-masing kegiatan berasal dari APBD Kota Bandung dan dari APBN. Dari hasil konfirmasi dengan Tim Teknis UAQi Kota Bandung diketahui bahwa Program
Perwakilan BPK RI di Bandung 14
LSAP-UAQi sebagai acuan kerja bagi instansi-instansi terkait Pemerintah Kota Bandung dalam melaksanakan peningkatan kualitas udara di Kota Bandung belum ditetapkan dalam bentuk Keputusan Kepala Daerah/Peraturan Daerah sehingga belum dapat mengikat semua instansi yang terkait. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan peraturan sebagai berikut: a. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 20 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang salah satunya menyebutkan Asas Kepastian Hukum.
b. UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 3 yang menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
c. PP 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pasal 6 ayat 1 yang menyatakan bahwa status mutu udara ambien ditetapkan berdasarkan inventarisasi dan/atau penelitian terhadap mutu udara ambien, potensi sumber pencemar udara, kondisi meteorologis dan geografis serta tata guna tanah.
Hal tersebut mengakibatkan pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas udara di Kota Bandung belum berjalan karena Pemerintah Kota Bandung belum mempunyai komitmen yang kuat untuk melaksanakan peningkatan kualitas udara di Kota Bandung dan Pemerintah Pusat sendiri belum menyiapkan anggaran. Atas permasalahan tersebut Kepala BPLH menjelaskan bahwa LSAP-UAQI belum ditetapkan karena menunggu petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Rekomendasi BPK RI Walikota Bandung agar segera menetapkan UAQI sebagai acuan bagi instansi-instansi terkait dalam meningkatkan kualitas udara Kota Bandung.
3.1.2 Pemerintah Kota Bandung Belum Menerapkan Kewajiban Uji Emisi Terhadap Kendaraan Penumpang Pribadi Dan Kendaraan Bermotor Roda Dua
Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang signifikan di Kota Bandung. Berdasarkan jumlah kendaraan yang berada di wilayah Kota Bandung diketahui bahwa jumlah kendaraan roda empat dan sepeda motor terus meningkat dari tahun ke tahun seperti data berikut:
Tabel 7. Peningkatan Jumlah Kendaraan Bermotor Periode 2003 – 2006
No Jenis Kendaraan 2003 2004 2005 2006 1. Sedan 50.585 55.005 55.936 54.735 2. Jeep 21.645 22.827 23.581 23.336 3. Minibus 90.041 105.727 115.448 120.252 4. Bus/Microbus 3.733 3.898 4.108 3.899
5. Pick Up/Light Truck 41.452 45.348 46.514 46.425
Kendaraan Roda 4 207.456 232.805 245.587 248.647
Sepeda Motor 273.083 335.833 381.290 448.731 Jumlah 480.539 568.638 626.877 697.378
Data : Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat (Samsat)
Perwakilan BPK RI di Bandung 15
Sedangkan jumlah kendaraan wajib uji berkala berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Tahun 2005 – 2006 adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Jumlah Kendaraan Wajib Uji Berkala
Tahun Anggaran No. Uraian 2005 2006 1. Taksi 1.344 1.344 2. Otolet 227 227 3. Otobus 1.371 1.367 4. Mikrobus 363 361 5. Minibus 1.157 1.225 6. Angkutan Kota 5.306 5.375 7. Truck 7.706 7.905 8. Pick Up 18.095 18.285 9. Tangki 741 752
10. Box/bak Tertutup 14.522 14.563 11. Bestel Wagon 409 409 12. Traktor head 40 41 13. Kereta Gandengan 73 73 14. Kereta Tempelan 58 61
Jumlah 51.412 51.988 Persentase dengan Total Kendaraan 8,2% 7,45%
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dari jumlah kendaraan yang ada di wilayah Kota Bandung, baru sekitar 7,45% - 8,2% kendaraan yang melakukan pengujian secara berkala, yaitu kendaraan bermotor yang pengujiannya dilakukan oleh Dinas Perhubungan. Sedangkan atas pengujian berkala terhadap kendaraan penumpang pribadi dan kendaraan roda dua yang jumlahnya antara 92,55% - 91,80% dari total jumlah kendaraan belum ada kebijakan/ peraturan yang mewajibkannya. Sebagai upaya pengendalian pencemaran udara khususnya tentang persyaratan teknis dan laik jalan untuk kendaraan yang dioperasikan di jalan yang di dalamnya termasuk pengujian ketebalan asap dan atau pengukuran sisa gas buang kendaraan bermotor, Walikota Bandung telah mengirimkan surat No. 660/3352-BPLH tanggal 18 Desember 2003 kepada Kapolda Jawa Barat perihal permohonan hasil uji emisi gas buang kendaraan bermotor untuk dijadikan syarat perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) di Kota Bandung. Atas surat tersebut belum ada tanggapan dari Kapolda Jawa Barat. Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan: a. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006 tentang Ambang
Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama Pasal 4 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap kendaraan bermotor lama wajib memenuhi ambang emisi gas buang kendaraan bermotor lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
b. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung: 1) Pasal 30 Pasal (1) dan (2) : Setiap kendaraan yang dioperasikan di jalan, harus
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan tersebut, setiap kendaraan bermotor wajib melaksanakan
Perwakilan BPK RI di Bandung 16
2) Pasal 32 antara lain menyatakan bahwa pelaksanaan pengujian berkala terhadap kendaraan bermotor jenis sepeda motor dan mobil penumpang dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Kota.
Kondisi diatas mengakibatkan pencemaran udara dari gas buang kendaraan bermotor semakin meningkat karena belum adanya kebijakan/peraturan Pemerintah Kota Bandung yang mewajibkan kendaraan penumpang pribadi dan kendaraan roda dua untuk melakukan uji emisi. Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Perhubungan menjelaskan bahwa pelaksanaan uji emisi yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan hanya berlaku pada kendaraan wajib uji seperti mobil barang, mobil penumpang umum dan lain-lain sedangkan kendaraan penumpang pribadi dan kendaraan roda dua, dasar hukum berupa keputusan Menteri dan Peraturan Menteri belum ditetapkan. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung segera membuat kebijakan/ peraturan mengenai kewajiban uji emisi atas kendaraan penumpang pribadi dan kendaraan roda dua.
3.1.3 Data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kota Bandung Tidak Menggambarkan Kualitas Udara Yang Sebenarnya
Kegiatan pemantauan pencemaran kualitas udara ambien di Kota Bandung dilakukan melalui stasiun pemantau kualitas udara ambien yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandung dhi. BPLH Kota Bandung. Pemantauan secara berkala dilakukan oleh Sub Bidang Pemantauan Udara sesuai dengan tupoksinya.
Pemerintah Kota Bandung mempunyai lima stasiun alat pemantau dan lima display Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang tersebar di wilayah Kota Bandung dan digunakan untuk menilai kualitas udara ambient. Alat pemantauan tersebut terdiri dari: a. Pusat pengolahan data daerah (Regional Centre/RC) dan pusat kalibrasi (Regional
Calibration Centre/RCC) yang berlokasi di Jl. Wastukencana No. 2 Bandung b. 5 (lima) Fixed Monitoring Station/FMS, yaitu Bandung Air Fixed (BAF) 1
di Dago Pakar, BAF 2 di Aria Graha, BAF 3 di Tirtalega, BAF 4 di Batununggal dan BAF 5 di Cisaranten Wetan.
c. 5 (lima) Public Data Display/FDD, yaitu Bandung Air Display (BAD) 1 di Setiabudi, BAD 2 di Bunderan Cibiru, BAD 3 di Alun-alun, BAD 4 di Taman Tegallega dan BAD 5 di Terusan Pasteur.
Hasil pemeriksaan fisik atas stasiun alat pemantau dan data display pada tanggal 28 September 2007 menunjukkan bahwa stasiun alat pemantau yang masih bisa berfungsi dengan baik adalah BAF 5 di Cisaranten, sedangkan empat yang lain dalam kondisi tidak berfungsi karena mengalami kerusakan dan tidak ada aliran listrik sedangkan satu data display yang berada di Alun-alun (BAD 3) sudah tidak terpasang lagi karena dibongkar oleh pihak pembangunan Taman Alun-alun pada tahun 2003, dengan data rinci sebagai berikut:
Perwakilan BPK RI di Bandung 17
Tabel 9. Kondisi Bandung Air Fixed Periode 2003 – 2007 (sd. Oktober)
Kondisi BAF * No. Alat Pemantau 2003 2004 2005 2006 2007 (sd. Okt)
1. BAF 1 0 0 3 0 0 2. BAF 2 11 12 3 0 0 3. BAF 3 11 12 3 6 2 4. BAF 4 11 12 6 6 2 5. BAF 5 11 12 0 6 8
* Ket: kondisi BAF berfungsi dengan baik dalam bulan/tahun ISPU menggambarkan kualitas udara ambien dari lima parameter pengukuran, yaitu Particulate Matter (PM10), Carbon Monoxide (CO), Sulfur Dioxide (S2), Nitrogen Dioxide (NO2) dan Ozone (O3). Untuk menghasilkan data yang valid, pemantauan parameter ISPU harus dilakukan oleh lima stasiun pemantau secara terus menerus selama 24 jam. Data dari lima stasiun pemantau tersebut dikirim ke pusat pengolahan data sebanyak empat kali dalam satu hari pada jam yang berbeda untuk dikonversi menjadi data ISPU. Data ISPU tersebut kemudian didistribusikan secara otomatis ke data display tiga kali dalam sehari. Rentang dan kategori nilai ISPU mempunyai lima tingkatan penilaian kondisi udara, yaitu Baik (0 – 50), Sedang (51 – 100), Tidak Sehat (101 – 200), Sangat Tidak Sehat (201 – 300) dan Berbahaya (>300).
Tabel 10. Data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kota Bandung Tahun 2001-2007 (Agustus 2007) (dalam hari)
Sumber: BPLH Kota Bandung Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa informasi mengenai kondisi udara ambien Kota Bandung yang digambarkan melalui data ISPU tidak mencerminkan kondisi udara yang sebenarnya karena data tersebut bukan merupakan data pemantauan kualitas udara dari lima stasiun pemantau udara/BAF. Berdasarkan konfirmasi lebih lanjut dari Pengelola Laboratorium Udara diperoleh informasi bahwa peralatan tersebut sudah tidak berfungsi lagi secara maksimal sejak Tahun 2003 setelah diserahkan pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan dan penggantian suku cadang dari Kementrian Lingkungan Hidup kepada Pemerintah Kota
Kategori Baik Sedang Tidak Sehat
Sangat Tidak Sehat
Berbahaya
Tidak Ada Data
2001 54 257 11 - - 14 2002 63 284 6 - - - 2003 114 205 2 - - 19 2004 97 71 - - - 192 2005 59 97 - - - 204 2006 37 144 - - - 179
2007 (s.d. Okt) 47 88 - - - 135
Perwakilan BPK RI di Bandung 18
Bandung. Data kondisi lengkap peralatan terlampir pada Lampiran 3. Sampai dengan saat ini, aset peralatan stasiun pemantau kualitas udara belum diserahterimakan kepada Pemerintah Kota dan masih menjadi aset Kementrian Lingkungan Hidup, namun berdasarkan naskah kesepakatan diketahui bahwa pemeliharaan peralatan pemantau kualitas udara ambien beserta sarana pendukungnya merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Kota Bandung, sehingga semua biaya pemeliharaan merupakan biaya yang harus dibebankan dalam APBD. Kebutuhan biaya pemeliharaan alat pemantau stasiun dalam satu tahun adalah sebesar Rp748.138.000,00 meliputi biaya kebutuhan penggantian suku cadang, biaya listrik dan biaya telpon adalah dengan rincian sebagai berikut: Tabel 11. Kebutuhan Biaya Pemeliharaan Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien
No. Uraian Kebutuhan (Rp) 1. Penggantian Suku Cadang 663.538.000,00 2. Biaya Listrik 73.800.000,00 3. Biaya Telpon 10.800.000,00 Jumlah 748.138.000,00
Data rinci kebutuhan pemeliharaan terlampir pada Lampiran 4 Sedangkan anggaran yang tersedia pada BPLH untuk biaya pemeliharaan alat pemantau pada TA 2005 – TA 2007 adalah sebagai berikut: Tabel 12. Realisasi Biaya Pemeliharaan Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien
No. TA Nama Kegiatan Nilai (Rp) 1. 2005 Pemantauan dan Evaluasi Pencemaran Udara
melalui Statiun Pemantau Kualitas Udara Ambien 85.755.000,00
2. 2006 Pemantauan dan Evaluasi Pencemaran Udara melalui Statiun Udara Ambien
150.000.000,00
3. 2007 Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan a. Biaya Listrik b. Biaya Telpon c. Biaya Sertifikasi
95.000.000,00
Sumber : DASK BPLH Kota Bandung Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa alat pemantau kualitas udara ambien di Kota Bandung tidak berfungsi maksimal dikarenakan tidak ada aliran listrik dan anggaran yang tersedia tidak mencukupi untuk biaya pemeliharaan atau hanya sebesar 11 – 20 % dari kebutuhan pemeliharaan. Kondisi di atas tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara:
1) Pasal 14 ayat (1) : Indeks Standar Pencemar Udara diperoleh dari pengoperasian stasiun pemantau kualitas udara ambien secara otomatis dan berkesinambungan. Ayat (2) : Indeks Standar Pencemar Udara sebagaimana
Perwakilan BPK RI di Bandung 19
dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan untuk bahan informasi kepada masyarakat tentang kualitas udara ambien di lokasi tertentu dan pada waktu tertentu dan bahan pertimbangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melaksanakan pengendalian pencemaran udara.
2) Pasal 15 : Indeks Standar Pencemar Udara yang diperoleh dari pengoperasian stasiun pemantau kualitas udara ambien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib diumumkan kepada masyarakat.
b. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep 45/MENLH/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara: 1) Pasal 4 ayat (1) dan (2) yang antara lain menyatakan bahwa Data Indeks
Standar Pencemar Udara (ISPU) diperoleh dari pengoperasian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien Otomatis. Parameter ISPU meliputi Partikulat (PM10), Karbondioksida (CO), Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan Ozon (O3).
2) Pasal 5 ayat (6) : Bupati/Walikotamadya wajib menyampaikan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) kepada masyarakat di daerahnya setiap hari
Hal diatas mengakibatkan masyarakat Kota Bandung tidak memperoleh data kondisi kualitas udara yang sebenarnya karena sebagian stasiun alat pemantau udara ambien tidak berfungsi maksimal karena tidak adanya aliran listrik serta anggaran yang tersedia tidak mencukupi untuk biaya pemeliharaan. Atas permasalahan tersebut Kepala BPLH Kota Bandung menjelaskan bahwa data hasil pengukuran ISPU dari tahun 2001 – 2003 cukup lengkap sedangkan dari 2004 – 2007 tidak lengkap dikarenakan pasokan listrik tidak optimal karena secara teknis kondisi alat cukup baik. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung memerintahkan Kepala BPLH untuk melakukan pemeliharaan yang memadai terhadap alat pemantau kualitas udara ambien tersebut dan mengalokasikan anggaran pemeliharaan alat pemantau udara yang realistis sesuai kebutuhan.
3.1.4 Personil Laboratorium Udara Di BPLH Kota Bandung Tidak Memadai
Pengoperasian alat pemantau udara/Laboratorium Udara (LU) merupakan tanggung jawab Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung dhi. Sub Bidang Pemantauan Bidang Pemantauan dan Evaluasi sesuai dengan salah tugas pokoknya, yaitu melakukan kegiatan pemantauan keadaan lingkungan. Anggaran untuk operasional Laboratorium Udara tercantum dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. Untuk mengoperasikan Laboratorium Udara (LU) yang terdiri dari sebuah pusat pengendali dan kalibrasi regional/RC, lima buah station penguji permanen/FMS dan lima buah data display diperlukan minimal delapan personil inti dengan organisasi sebagai berikut:
Perwakilan BPK RI di Bandung 20
Tabel 13. Struktur Organisasi Laboratorium Udara Kota Bandung
Hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa dalam pengoperasian hanya terdapat dua orang personil yaitu Kepala Sub Bidang Pemantauan sebagai Koordinator LU dan seorang pelaksana pada Sub Bidang Pemantauan sebagai pengelola LU yang melaksanakan tugas mulai dari melakukan pemantauan data pada station pemantau, mengolahan data dan dokumentasi di Regional Center serta melakukan kalibrasi dan maintenance. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa personil pada Laboratorium Udara di Kota Bandung tidak memadai.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Panduan Mutu Laboratorium Kota Bandung Bagian 4.1 tentang Organisasi Laboratorium Kota Bandung yang antara lain menyebutkan bahwa personil inti yang dibutuhkan untuk mengoperasikan Laboratorium Udara terdiri dari Koordinator LU, Manajer Mutu, Manajer Pengolahan Data dan Dokumentasi, Manajer Kalibrasi dan Maintenance dan staffs. Hal tersebut mengakibatkan pengoperasian Laboratorium Udara tidak maksimal yang disebabkan oleh Pemerintah Kota Bandung yang kurang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan pemantauan udara. Atas permasalahan tersebut Kepala BPLH Kota Bandung menjelaskan bahwa untuk mengisi kekosongan tersebut akan segera diajukan penambahan personil. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung memerintahkan Kepala BPLH Kota Bandung untuk segera menunjuk dan menetapkan personil Laboratorium Udara sesuai dengan ketentuan.
3.1.5 Infrastuktur Untuk Pengujian Kendaraan Bermotor Di Kota Bandung Belum Memadai
Dinas Perhubungan Kota Bandung memiliki satu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) berkala yang berlokasi di Jalan Laswi. UPTD ini memberikan layanan pengujian berkala pertama kali, ulangan, kendaraan aktif kembali, mutasi dan numpang uji. Kendaraan yang termasuk wajib uji adalah angkutan umum, angkutan barang, dan kendaraan niaga.
Koordinator LU Kota Bandung
Manajer Pengolahan Data dan Dokumentasi
Manajer Mutu
Staffs Staffs
Manajer Kalibrasi dan Maintenance
Perwakilan BPK RI di Bandung 21
Pengoperasian fasilitas pengujian dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung sejak Tahun 2001 setelah Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyerahkan kewenangan penyelenggaraan PKB kepada Pemerintah Kota Bandung. Sampai dengan saat ini sarana pengujian (lahan dan bangunan) yang dipergunakan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung masih merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Hasil pemeriksaan menunjukkan hal-hal berikut: a. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan laporan harian pengujian berkala
diketahui bahwa jalur uji yang dimiliki adalah satu jalur dengan jumlah rata-rata kendaraan yang melakukan pengujian per hari mencapai 350 - 400 kendaraan. Satu kendaraan rata-rata memerlukan +/- 20 menit untuk melakukan serangkaian pengujian berkala secara paralel. Apabila dalam satu hari adalah lima jam efektif (09.00 – 12.00 dan 13.30 – 15.30) maka satu jalur pengujian maksimal hanya dapat menguji +/- 150 kendaraan. Dengan jumlah rata-rata 350 – 400 kendaraan yang melakukan uji berkala maka diperlukan setidaknya tiga jalur pengujian, sehingga dapat disimpulkan bahwa infrastruktur pengujian kendaraan (lahan dan gedung) yang hanya mempunyai satu jalur pengujian tidak memadai.
Gambar 2. Balai Pengujian Kendaraan Bermotor di Kota Bandung
Gambar 3. Jalur Pengujian Kendaraan Bermotor
Dalam TA 2007 Dinas Perhubungan Kota Bandung telah merencanakan untuk membangun gedung pengujian sendiri melalui Kegiatan Pembangunan Balai Pengujian Kendaraan Bermotor dengan jumlah anggaran sebesar Rp4.761.745.000,00 yang direncanakan akan dibangun di daerah Kelurahan kaca Piring Kecamatan Batu Nunggal Kota Bandung. Realisasi s.d. Oktober TA 2007
Perwakilan BPK RI di Bandung 22
pembangunan gedung pengujian tersebut belum terlaksana atau realisasi 0%. Berdasarkan penjelasan dari Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) diketahui bahwa tidak terlaksananya pembangunan tersebut karena pengadaan lahan untuk gedung pengujian yang merupakan kewenangan dari Dinas Perumahan belum terealisasi, sehingga proses pembangunan balai pengujian kendaraan bermotor tersebut terhambat.
b. Dalam melaksanakan pengujian kendaraan bermotor, Seksi Pengujian Kendaraan melakukan penilaian teknis yang meliputi sembilan tahapan pengujian, yaitu pengujian peralatan, sistem penerangan, sistem kemudi, As dan suspensi, ban dan pelek, rangka dan bodi, sistem rem, mesin/transmisi dan lain-lain menggunakan delapan peralatan pengujian diantaranya Head Light, Axle Load, Brake Tester, Side Slip, Smoke, CO-HC, Sound Level dan Speedometer. Pengujian atas kadar asap dan emisi CO-HC merupakan bagian dari pengujian mesin/transmisi dengan menggunakan alat Smoke Opacimeter dan CO-HC. Smoke Opacimeter adalah alat uji emisi gas buang untuk mengukur ketebalan asap pada pancaran buang kendaraan bermotor dengan jenis bahan bakar solar sedangkan CO-HC adalah alat untuk menguji kandungan Karbon Monoksida (CO) dan Hidro Karbon (HC) pada kendaraan dengan jenis bahan bakar bensin. Hasil pemeriksaan fisik atas peralatan uji emisi yang dimiliki oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung pada UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor diketahui bahwa jumlah peralatan uji emisi yang dimiliki sebanyak empat buah, yaitu dua set smoke, alat untuk menguji ketebalan asap pada kendaraan yang berbahan bakar solar dan dua set alat untuk mengukur kadar CO-HC pada kendaraan yang berbahan bakar bensin, sebagai berikut:
Tabel 14. Alat Penguji Emisi
No Uraian Tahun Pembelian
Kondisi Keterangan
1. Smoke Merek Muller Bem
2003 Baik
2. Smoke Merek Muller Bem
2005 Baik Jarang dipergunakan dalam operasional harian
3. Alat Uji CO-HC, merk Bosch
2005 Baik Jarang dipergunakan dalam operasional harian
4. Alat Uji CO-HC Merk Capelec
2006 Baik
Alat yang dipergunakan dalam operasional pengujian harian hanya satu set smoke dan satu set alat uji CO-HC karena jumlah jalur uji yang ada hanya satu. Apabila mempertimbangkan jumlah rata-rata kendaraan yang melakukan pengujian per hari mencapai 350 - 400 kendaraan dengan jalur uji yang dibutuhkan adalah tiga jalur pengujian maka jumlah peralatan uji emisi yang dibutuhkan minimal enam set, yaitu tiga set smoke dan tiga set CO-HC. Hasil pemantauan lebih lanjut diketahui bahwa tidak ada alat keselamatan kerja (masker dan sarung tangan) yang disediakan untuk melakukan pengujian emisi kendaraan bermotor.
Perwakilan BPK RI di Bandung 23
Kondisi diatas tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung: a. Pasal 34 : untuk menyelenggarakan pengujian berkala, Pemerintah Daerah
merencanakan, membangun, memelihara unit pengujian kendaraan bermotor, baik yang bersifat statis berupa gedung unit pengujian maupun yang bersifat dinamis berupa kendaraan unit pengujian keliling.
b. Pasal 35 : Unit pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 harus dilengkapi dengan peralatan mekanis sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Hal tersebut mengakibatkan tidak semua kendaraan dapat melakukan wajib uji berkala pada seluruh tahapan pengujian, antara lain dalam pengujian atas emisi kendaraan sehingga akan meningkatkan pencemaran udara dari emisi kendaraan yang disebabkan Pemerintah Kota Bandung kurang mempunyai komitmen untuk menyediakan sarana dan prasarana pengujian kendaraan bermotor. Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung mengakui bahwa infrastruktur (gedung dan bangunan) pengujian kendaraan bermotor memang belum memadai dan sampai dengan saat ini belum dibangun gedung pengujian karena pembebasan tanah oleh Dinas Perumahan belum terealisasi. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung segera memerintahkan kepada Kepala Dinas Perhubungan untuk segera menyediakan sarana dan prasarana pengujian kendaraan bermotor yang memadai.
3.1.6 Peralatan Pengujian Kadar Asap Dan Emisi CO/HC Tidak Dilakukan Kalibrasi Secara Berkala
Untuk memastikan bahwa semua peralatan pengujian dapat berfungsi dengan baik, maka terhadap peralatan pengujian harus dilakukan kalibrasi secara berkala oleh pihak independen yang berkompeten. Hasil pemeriksaan terhadap dokumen kalibrasi diketahui bahwa peralatan pengujian khususnya alat uji emisi, yaitu CO-HC dan Smoke Opacimeter telah dilakukan kalibrasi oleh Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan sebanyak dua kali dalam kurun waktu Tahun 2004 – Tahun 2007 dengan uraian sebagai berikut:
Tabel 15. Pelaksanaan Kalibrasi Alat Uji Emisi
Masa Berlaku Kalibrasi
No. Uraian
Tahun Pembelian
Nomor Surat Keterangan Hasil
Kalibrasi
Tahun Kalibrasi
Mulai s.d. 1. Smoke/CO-HC
Merk Muller Beam
2003 AJ402/1874/LLAJ, tgl 19 Mei 2004
2004 18 Mei 2004
18 Mei 2005
AJ.402/23/13/DJPD/2007, tgl 9 Maret
2007
2007 27 Feb 2007
27 Feb 2008
2. Smoke 2005 Belum pernah dikalibrasi
Perwakilan BPK RI di Bandung 24
3. Alat Uji CO-HC, merk Bosch
2005 Belum pernah dikalibrasi
4. Alat Uji CO-HC Merk Capelec
2006 Belum pernah dikalibrasi (baru digunakan pada awal Tahun 2007)
Dari tabel diatas diketahui bahwa dari empat alat uji emisi yang dimiliki Dinas Perhubungan, hanya satu alat uji emisi yaitu Smoke/CO-HC Merk Muller Beam, tahun pembelian Tahun 2003 yang pernah dikalibrasi pada Tahun 2004 dan Tahun 2007, sedangkan alat pengujian kendaraan bermotor/alat uji emisi (CO-HC dan Smoke Opacimeter) pernah dilakukan pengujian antara tanggal 18 Mei 2005 s.d. 27 Feb 2007. Sementara tiga alat lainnya sama sekali belum pernah dikalibrasi.
Kondisi di atas tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pasal 37 Perda Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di
Kota Bandung antara lain menjelaskan bahwa peralatan pengujian harus dilakukan kalibrasi secara berkala.
b. Surat Keterangan Hasil Kalibrasi dari Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat antara lain menyatakan bahwa peralatan pengujian kendaraan bermotor harus dilakukan kalibrasi minimal satu tahun sekali.
Hal diatas dapat mengakibatkan seluruh data hasil pengujian uji emisi pada kendaraan bermotor tidak valid yang disebabkan karena Kepala Seksi Pengujian Kendaraan lalai dalam melakukan kalibrasi terhadap peralatan pengujian. Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Perhubungan menjelaskan bahwa kalibrasi atas peralatan pengujian kadar asap dan emisi CO-HC memang harus dilaksanakan minimal setahun sekali. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung melalui Kepada Dinas Perhubungan menegur dan memerintahkan Kepala Seksi Pengujian Kendaraan untuk melaksanakan kalibrasi terhadap peralatan pengujian secara berkala minimal satu tahun sekali.
3.1.7 Kegiatan Pengoperasian Angkutan Massal/Trans Metro Bandung (TMB) Belum Terlaksana
Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik di bidang jasa transportasi dan meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum, Pemerintah Kota Bandung merencanakan sebuah angkutan umum masal. Angkutan massal/Bus Lane merupakan salah satu alternatif penyelesaian masalah transportasi yang mempunyai kapasitas angkut yang tinggi, biaya/tarif yang rendah dan dapat membantu menurunkan dampak emisi gas buang. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Pemerintah Kota Bandung mengajukan proposal proyek percontohan angkutan massal di Kota Bandung kepada Departemen Perhubungan c.q. Dirjen Perhubungan Darat dengan Surat Walikota Nomor 550/173/ DISHUB, tanggal 17 Januari 2005. Pengajuan proyek tersebut ditindaklanjuti dengan adanya Kesepakatan Bersama antara Ditjen Perhubungan Darat dan Pemerintah Kota Bandung tentang perencanaan, pembangunan dan pengoperasian angkutan umum massal di Kota Bandung Nomor KL.006/1/8/DRJB/2005 – 551.2/1651-DISHUB
Perwakilan BPK RI di Bandung 25
tanggal 7 Juli 2005. Untuk mendukung pelaksanaan Bus Lane, Pemerintah Kota Bandung dalam TA 2006 telah menganggarkan dalam Kegiatan Fasilitas Pendukung Prasarana Bus Lane pada Program Pengembangan Penataan Transportasi Kota, Beberapa kegiatannya adalah membangun sarana pendukung Bus Lane, yaitu pembuatan marka jalan senilai Rp489.830.000,00 dan pengadaan dan pemasangan rambu lalu lintas senilai Rp118.885.000,00 atau seluruhnya senilai Rp608.715.000,00. Selanjutnya pada 18 Desember 2006, Departemen Perhubungan menyerahkan bus bantuan untuk melayani kebutuhan angkutan massal perkotaan sebanyak 10 (sepuluh) unit senilai Rp3.045.000.000,00 kepada Pemerintah Kota Bandung, BAST Sementara Nomor PL.402/340/BSTP/XII/2006 tanggal 18 Desember 2006 dengan kesepakatan bahwa perawatan, pemeliharaan, pengoperasian dan pengelolaan bus tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Bandung. Atas asset tersebut telah diserahterimakan dari Departemen Perhubungan kepada Pemerintah Kota Bandung dengan BAST Aset Nomor 02/BAST/PSAP/VI/2007 tanggal 11 Juni 2007. Berdasarkan rencana anggaran dan kegiatan Dinas Perhubungan TA 2007, kegiatan pengoperasian angkutan massal/bus lane/Trans Metro Bandung (TMB) direncanakan akan dioperasikan pada bulan Oktober 2007 dengan beberapa tahapan kegiatan yang harus dilakukan sebelum dioperasikan adalah sebagai berikut:
Tabel 16. Rencana Kegiatan Pengoperasian Angkutan Massal
No. Rencana Kegiatan Jadwal 1. Penerbitan persetujuan prinsip titik lokasi shelter – JPO April – Agust 2007 2. Proses administrasi, persyaratan teknis dan kerjasama
pembangunan shelter – JPO dengan pengusaha reklame April – Sept 2007
3. Pembangunan fisik shelter – JPO Sept – Okt 2007 4. Pembentukan Badan Pengelola Tarif TMB Jan – Sept 2007 5. Pengurusan surat-surat kendaraan STCK/STNK/BNKB/
Buku ijin/Ijin Trayek Jan – Sept 2007
6. Recruitmen awak bus teknisi dan staf administrasi Sept 2007 7. Pelatihan awak bus Okt 2007 8. Uji coba/setting rule Okt 2007 9. Operasional TMB Okt 2007
Hasil pemeriksaan atas realisasi kegiatan dan realisasi keuangan s.d. Oktober 2007 diketahui bahwa seluruh tahapan kegiatan diatas belum dilaksanakan dan realisasi anggaran baru mencapai 0,46 %. Berdasarkan penjelasan dari Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan diketahui bahwa belum terlaksananya semua kegiatan yang mendukung beroperasinya TMB karena masih menunggu surat persetujuan dari Ditjen Bina Marga Departemen PU terkait penggunaan Jl. Soekarno Hatta untuk penggunaan lajur khusus bus Trans Metro Bandung (TMB). Permohonan persetujuan tersebut telah diajukan oleh Walikota Bandung kepada Dirjen
Perwakilan BPK RI di Bandung 26
Bina Marga Departemen PU dengan surat Nomor. 551.2/2200-Dishub tanggal 12 September 2007. namun atas permohonan ijin penggunaan jalan untuk TMB tersebut, Departemen PU belum memberikan ijinnya, sehingga s.d. Oktober 2007 pengoperasian TMB tidak dapat dilaksanakan.
Hal tersebut diatas tidak sesuai dengan Rencama Anggaran dan kegiatan Dinas Perhubungan TA 2007 bahwa pengoperasian angkutan massal/bus lane beroperasi pada bulan Oktober 2007. Kondisi di atas mengakibatkan pelayanan publik di bidang jasa transportasi dan peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum belum terwujud yang disebabkan koordinasi teknis antara Departemen Perhubungan, Departemen PU dan Pemerintah Kota Bandung dalam hal ijin penggunaan dan pengoperasian TMB/Bus Lane belum maksimal.
Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung menjelaskan bahwa pengoperasian TMB masih menunggu persetujuan penggunaan ruas jalan yang akan digunakan dari Departemen PU karena status jalan tersebut adalah jalan Negara. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Pemerintah Kota Bandung dhi. Dinas Perhubungan segera melaksanakan koordinasi secara intensif dengan Departemen Perhubungan dan Departemen PU dalam hal ijin penggunaan dan pengoperasian TMB/Bus Lane.
3.2 Penanggulangan Pencemaran Udara
Penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak meliputi pengawasan terhadap penataan ambang batas emisi gas buang, pemeriksaan emisi gas buang untuk kendaraan bermotor tipe baru dan tipe lama, pemantauan mutu udara ambien di sekitar jalan, pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan dan pengadaan bahan bakar bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional. (Sumber: PP No 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara)
Kegiatan penanggulangan pencemaran udara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung antara lain adalah pengujian emisi terhadap kendaraan bermotor yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan, namun dalam pelaksanaannya upaya penanggulangan yang telah dilaksanakan belum maksimal yang dapat disimpulkan dari temuan berikut:
3.2.1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tidak Melakukan Uji Emisi Atas 254.108 Kendaraan Yang Melakukan Uji Berkala Dalam TA 2005 – TA 2007
Pelaksanaan pengujian berkala terhadap kendaraan umum di wilayah Kota Bandung dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung dhi. Sub Dinas Teknis Sarana sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Berdasarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, mekanisme pengujian berkala atas kendaraan bermotor meliputi dua tahapan yaitu persyaratan administrasi dan penilaian teknis. Apabila persyaratan administrasi telah dipenuhi maka dilakukan penilaian teknis untuk menentukan lulus atau tidaknya pengujian berkala yang dilakukan dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Penilaian Teknis. Untuk kendaraan yang dinyatakan lulus uji diberikan buku dan tanda uji sedangkan bagi kendaraan yang tidak lulus uji diberikan lembar pemberitahuan yang
Perwakilan BPK RI di Bandung 27
memuat perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan dan waktu serta tempat pengujian ulang. Penilaian teknis dilakukan dalam sembilan tahapan pengujian, yaitu pengujian peralatan, sistem penerangan, sistem kemudi, As dan suspensi, ban dan pelek, rangka dan bodi, sistem rem, mesin/transmisi dan lain-lain. Pengujian atas kadar asap dan emisi CO-HC merupakan bagian dari pengujian mesin/transmisi. Hasil pemeriksaan atas buku harian pendaftaran pengujian berkala kendaraan bermotor, data harian hasil pemeriksaan emisi gas buang CO-HC (untuk kendaraan bahan bakar bensin), data harian hasil pemeriksaan kadar asap (untuk kendaraan bahan bakar solar) dan Berita Acara Penilaian Teknis diketahui bahwa dari jumlah kendaraan yang melakukan uji berkala sebanyak 265.535 kendaraan ternyata sebanyak 254.108 kendaraan atau lebih dari 90% kendaraan tidak dilakukan pengujian kadar asap dan emisi CO-HC atau hanya 1,5% - 6,70% yang diuji kadar asap dan emisi CO-HC nya dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 17. Hasil Pengujian Berkala
No Tahun Anggaran
Jumlah Kendaraan Yang Melakukan
Pengujian Berkala
Jumlah Yang Dilakukan Uji
Emisi
Prosen-tase
Jumlah Yang Tidak Dilakukan
Uji Emisi
Prosen-tase
1. 2005 95.148 1.423 1,50% 93.725 98,50% 2. 2006 91.435 6.128 6,70% 85.307 93,30% 3. 2007 (s.d.
Okt) 78.952 3.876 4,91% 75.076 95,09%
TOTAL 265.535 11.427 4,30% 254.108 95,70% Hasil pengujian lebih lanjut atas data harian hasil pemeriksaan emisi gas buang dan Berita Acara Penilaian Teknis diketahui bahwa dari kendaraan yang dilakukan uji emisi sebanyak 11.427 kendaraan ternyata sebanyak 3.972 kendaraan atau 21,08 % - 37,38 % kendaraan tidak lulus uji atau melebihi ambang batas emisi gas buang yang diperbolehkan. Namun atas kendaraan yang tidak lulus uji emisi tersebut tetap dinyatakan lulus uji berkala tanpa pengujian ulang, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 18. Hasil Pengujian Emisi
No Tahun Anggaran Jumlah Yang Dilakukan Uji Emisi
Jumlah Yang Tidak Lulus Uji Emisi
Prosen-tase
1. 2005 1.423 300 21,08% 2. 2006 6.128 2.223 36,28% 3. 2007 (s.d. Okt) 3.876 1.449 37,38% Jumlah 11.427 3.972 34,76%
Data rinci : terlampir pada Lampiran 5
Hasil pengamatan lapangan dan konfirmasi dapat disimpulkan bahwa tidak dilakukannya uji emisi terhadap semua kendaraan yang melakukan uji berkala dikarenakan terbatasnya peralatan pengujian dan kurangnya perlengkapan pelindung/ masker untuk
Perwakilan BPK RI di Bandung 28
para petugas uji emisi serta kurang representatifnya tempat pengujian emisi, dimana emisi gas buang yang diuji tidak dapat langsung keluar ke udara bebas. Hasil pengamatan lapangan lebih lanjut terhadap proses pengujian emisi diketahui bahwa terjadi ketidaksesuaian tata cara pengujian opasitas pada kendaraan berbahan bakar solar, dimana pengukuran opasitas hanya dilakukan satu kali dari tiga kali pengukuran yang diwajibkan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Pasal 36 ayat (1) antara lain menyatakan bahwa setiap kendaraan lama wajib menjalani uji emisi berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama: 1) Pasal 4 : setiap kendaraan bermotor lama wajib memenuhi ambang batas emisi
gas buang kendaraan bermotor dan melakukan uji emisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Pasal 5 : Pengujian emisi kendaraan bermotor lama dilakukan ditempat pengujian milik pemerintah atau swasta yang telah mendapat sertifikasi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3) Lampiran I : Kandungan CO – HC untuk kendaraan bermotor selain roda dua ditentukan maksimum 4,5% untuk CO dan 1.200 ppm untuk HC sedangkan Ketebalan asap pada pancaran gas buang untuk kendaraan selain roda dua dengan bahan bakar solar adalah 70% opasitas untuk ketebalan asap
c. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor: 1) Pasal 2 ayat (1) butir c : Kandungan CO –HC untuk kendaraan bermotor selain
roda dua ditentukan maksimum 4,5% untuk CO dan 1.200 ppm untuk HC 2) Pasal 2 ayat (1) butir d : Ketebalan asap pada pancaran gas buang untuk
kendaraan selain roda dua dengan bahan bakar solar ditentukan maksimum ekivalen 50% Bosch atau 25% opasiti untuk ketebalan asap.
d. Perda Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung: 1) Pasal 30 Pasal (1) dan (2) : Setiap kendaraan yang dioperasikan di jalan, harus
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan tersebut, setiap kendaraan bermotor wajib melaksanakan pengujian secara berkala
2) Pasal 31 Pasal (1) dan (2) : Setiap kendaraan bermotor jenis mobil bus, mobil barang dan kendaraan khusus seperti kereta gandengan dan kereta tempelan serta kendaraan umum yang dioperasikan di jalan di wilayah Daerah wajib melakukan uji berkala. Uji berkala sebagaimana wajib dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali.
3) Pasal 32 antara lain menyatakan bahwa pelaksanaan pengujian berkala terhadap kendaraan bermotor jenis sepeda motor dan mobil penumpang dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Kota setelah ada Peraturan Pemerintah tersendiri.
4) Pasal 49 antara lain menyatakan bahwa apabila suatu kendaraan dinyatakan
Perwakilan BPK RI di Bandung 29
tidak lulus uji, petugas memberitahukan secara tertulis mengenai perbaikan yang harus dilakukan, waktu dan tempat dilakukan pengujian ulang.
e. Pasal (5) dan (6) Keputusan Walikota Bandung Nomor 1230 Tahun 2001 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, Pendaftaran dan Pengoperasian Kendaraan Bermotor dan Tidak Bermotor, Pembinaan Bengkel Umum, Tenaga Teknis Penguji Kendaraan Bermotor, Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Mengemudi and Kegiatan Bongkar Muat Barang di Kota Bandung, yang antara lain menjelaskan bahwa mekanisme pengujian berkala terdiri dari persyaratan administrasi dan penilaian teknis. Salah satu penilaian teknis yang dilakukan adalah pengujian emisi atas kadar asap dan emisi CO-HC
f. SNI 19 – 7118.2-2005 tentang Cara Uji Kendaraan Bermotor Kategori M, N dan O berpenggerak penyalaan kompresi pada kondisi akselerasi bebas, butir 4.5f : ulangi proses 4.5 butir (e) minimal tiga kali.
Kondisi tersebut mengakibatkan kendaraan bermotor yang emisi gas buangnya melebihi ambang batas tetap dapat beroperasi di jalan sehingga tujuan untuk mengurangi meningkatnya pencemaran udara tidak tercapai karena: a. Petugas penguji emisi gas buang kendaraan bermotor lalai dalam melaksanakan
tugasnya. b. Pengawasan dari Kepala Seksi Pengujian Bermotor sebagai atasan langsung tidak
optimal. c. Sarana dan Prasarana pengujian kendaraan belum memadai Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Perhubungan menjelaskan bahwa pengujian tidak dapat maksimal dilaksanakan karena gedung pengujian setiap hari jum’at, setiap ada kegiatan rakornis Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat dan apabila ada unjuk rasa jajaran angkutan umum tidak dapat digunakan sehingga pengujian tidak dapat dilaksanakan. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar: a. Walikota Bandung melalui Kepala Dinas Perhubungan menegur dan memerintahkan
Kepala Seksi Pengujian Kendaraan Bermotor untuk melaksanakan pengawasan serta memerintahkan Petugas Penguji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan.
b. Pemerintah Kota Bandung segera menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk pengujian kendaraan bermotor.
3.2.2 Uji Emisi Atas Kendaraan Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung Belum Dilaksanakan Secara Berkala
Berdasarkan data dari Bagian Perlengkapan Kota Bandung, diketahui bahwa jumlah kendaraan dinas yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandung adalah 1.682 kendaraan bermotor yang terdiri dari 510 kendaraan roda empat dan 1.172 kendaraan roda dua dengan tahun pembuatan mulai Tahun 1980 – Tahun 2006, dengan rincian sebagai berikut:
Perwakilan BPK RI di Bandung 30
Tabel 19. Jumlah Kendaraan Dinas Pemkot Bandung
No. Jenis Kendaraan Jumlah 1. Roda empat a. Truck/Dump Truck/Light Truck/Tangki 80 b. Sedan/Jeep 31 c. Mobil Kebakaran/Ambulance 47 d. Mini Bus/Makro Bus/Bus 251 e. Pick Up 101
2. Roda dua / Motor 1.172 Jumlah 1.682
Sumber: Bagian Perlengkapan Kota Bandung
Pada Tahun 2004 BPLH Kota Bandung pernah melaksanakan uji emisi kendaraan dinas melalui kegiatan Lomba Uji Emisi Kendaraan Operasional Instansi Pemerintah dan Swasta Se-Kota Bandung yang dilaksanakan bekerja sama dengan Kementrian Lingkungan Hidup pada tanggal 21 Juni – 2 Juli 2004. Jumlah kendaraan yang diuji sebanyak 712 kendaraan yang diantaranya sebanyak 356 kendaraan merupakan kendaraan dinas Pemerintah Kota Bandung. Namun kegiatan tersebut hanya bersifat insidentil dan tidak dilakukan secara berkala dan menyeluruh Dari jumlah kendaraan dinas Pemda Kota Bandung yang diuji , 170 kendaraan atau 47,8% tidak lulus uji emisi. Berdasarkan konfirmasi dengan Bagian Perlengkapan diketahui pula pada bulan Agustus 2006 Pemerintah Kota Bandung pernah melakukan kegiatan pemeriksaan kelengkapan alat-alat perlengkapan standar kendaraan terhadap 21 (dua puluh satu) kendaraan dinas operasional roda empat para camat di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung yang salah satu pemeriksaannya adalah pengujian emisi gas buang kendaraan dengan hasil pengujian semuanya lulus uji emisi. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pengujian emisi belum dilakukan atas semua kendaraan dinas Pemerintah Kota Bandung dan belum dilakukan secara berkala.
Kondisi diatas tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perda Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota
Bandung: 1) Pasal 30 Pasal (1) dan (2) : Setiap kendaraan yang dioperasikan di jalan, harus
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan tersebut, setiap kendaraan bermotor wajib melaksanakan pengujian secara berkala
2) Pasal 31 Pasal (1) dan (2) : Setiap kendaraan bermotor jenis mobil bus, mobil barang dan kendaraan khusus seperti kereta gandengan dan kereta tempelan serta kendaraan umum yang dioperasikan di jalan di wilayah Daerah wajib melakukan uji berkala. Uji berkala sebagaimana wajib dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali.
3) Pasal 32 antara lain menyatakan bahwa pelaksanaan pengujian berkala terhadap kendaraan bermotor jenis sepeda motor dan mobil penumpang dapat
Perwakilan BPK RI di Bandung 31
diselenggarakan oleh Pemerintah Kota b. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Pasal 36 ayat (1) antara lain menyatakan bahwa setiap kendaraan lama wajib menjalani uji emisi berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama: 1) Pasal 4 : setiap kendaraan bermotor lama wajib memenuhi ambang batas emisi
gas buang kendaraan bermotor dan melakukan uji emisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Pasal 5 : Pengujian emisi kendaraan bermotor lama dilakukan ditempat pengujian milik pemerintah atau swasta yang telah mendapat sertifikasi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Kondisi tersebut mengakibatkan kendaraan bermotor milik Pemerintah Kota Bandung yang emisi gas buangnya melebihi ambang batas tetap dapat beroperasi di jalan sehingga meningkatkan pencemaran udara yang disebabkan karena Pemerintah Daerah tidak mempunyai itikad baik untuk memberikan contoh kepada masyarakat dalam hal kewajiban pengujian berkala kendaraan bermotor khususnya uji emisi gas buang kendaraan. Atas permasalahan tersebut Kepala BPLH Kota Bandung menjelaskan bahwa uji emisi terhadap kendaraan dinas telah dilaksanakan pada tahun 2004 yaitu lomba uji emisi kendaraan bermotor antar dinas dan instansi. Rekomendasi BPK RI BPK menyarankan Walikota Bandung agar memerintahkan Dinas Perhubungan dan BPLH untuk melaksanakan uji emisi atas semua kendaraan dinas Pemerintah Kota Bandung secara berkala.
3.2.3 Belum Ada Tindakan Hukum Bagi Kendaraan Bermotor Yang Tidak Lulus Uji Emisi Pada Kegiatan Uji Emisi Di Jalan
Kualitas udara di Kota Bandung yang semakin menurun salah satu penyebabnya adalah pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor. Pengendalian pencemaran udara yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung selain uji berkala yang dilaksanakan oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor pada Dinas Perhubungan Kota Bandung, juga dilaksanakan uji emisi di jalan di wilayah Kota Bandung. Pelaksanaan uji emisi di jalan pada tahun 2005 oleh BPLH, tahun 2006 oleh Dinas Perhubungan dan tahun 2007 dilaksanakan oleh BPLH. Uji emisi kendaraan bermotor merupakan pengukuran atau pengujian emisi gas buang dari hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor dengan parameter yang diukur disesuaikan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 35/MENLH/3/1993. Parameter yang digunakan adalah parameter CO (Karbon Monoksida) dengan batas ambang maksimal 4,5% dan HC (Hidro Karbon) dengan batas ambang maksimal 1200 ppm untuk kendaraan berbahan bakar bensin. Sedangkan untuk kendaraan berbahan bakar solar batas ambang asap (smoke) adalah ekivalen 50% Bosch atau 25% opasiti.
Perwakilan BPK RI di Bandung 32
0100200300400500600700800900
Jumlah Kendaraan
Bensin Solar Bensin Solar Bensin Solar
2005 2006 2007
Jenis Bahan Bakar/Tahun
Tabel 20. Trend Hasil Sampling Uji Emisi Tahun 2005-2007
LULUSTIDAK LULUS
Hasil pemeriksaan pengujian emisi Tahun 2005, 2006 dan 2007 dapat dilihat pada tabel berikut:
Dari hasil pengujian tahun 2005, 2006 dan 2007 dapat disimpulkan bahwa prosentase kendaraan bermotor yang tidak lulus uji emisi mencapai 56,2% - 56,8%, yang berarti bahwa dari total kendaraan yang diuji ternyata lebih dari separuhnya tidak lulus uji emisi. Uji emisi terhadap kendaraan di jalan sudah dilakukan selama tiga tahun dan belum ada tindakan dari Pemerintah Kota Bandung bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi, tindakan yang ada hanya diberikan himbauan untuk melakukan tune up mesin tanpa adanya tindakan penegakan hukum berupa perintah tilang. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan pasal 21 ayat (2) yang menyatakan bahwa apabila pelanggaran yang dilakukan menyangkut pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan berupa sistem rem, sistem kemudi, posisi roda depan, badan dan kerangka kendaraan, dan emisi gas buang, pemeriksa harus pula memerintahkan secara tertulis untuk melaksanakan uji ulang. Pada penjelasan pasal 21 ayat (2) tersebut dijelaskan bahwa perintah uji ulang tersebut tidak menghapuskan pelanggaran yang telah dilakukan dan tetap dilakukan penegakan hukum.
Hal tersebut mengakibatkan emisi gas buang kendaraan dapat membahayakan pemakai jalan dan meningkatkan pencemaran udara di Kota Bandung yang disebabkan penguji kendaraan bermotor tidak tegas dalam pemberian tindakan hukum kepada pemilik kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran persyaratan teknis laik jalan, seperti uji emisi belum ada. Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Perhubungan menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung belum dapat menerapkan sanksi terhadap kendaraan yang melebihi ambang batas karena sarana dan prasarannya belum lengkap yaitu bengkel tertunjuk, alat uji, SDM dan aturan lainnya. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung segera menetapkan peraturan mengenai kewajiban uji emisi bagi seluruh kendaraan bermotor dan pemberian tindakan/sanksi pelanggarannya.
Perwakilan BPK RI di Bandung 33
3.2.4 Penetapan Bengkel Umum Tertunjuk Kendaraan Bermotor Di Kota Bandung Belum Dilaksanakan
.
Perawatan dan pemeliharaan kendaraan bermotor dapat dilakukan pada bengkel umum kendaraan bermotor, yaitu bengkel umum yang berfungsi untuk membetulkan, memperbaiki dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Bengkel umum kendaraan bermotor antara lain diklasifikasikan sebagai berikut: a. Bengkel perawatan dan pemeliharaan, adalah bengkel umum yang kegiatannya
melaksanakan pemeliharaan dan perawatan komponen teknis kendaraan dan atau penggantian suku cadang;
b. Bengkel perbaikan dan suku cadang, adalah bengkel umum yang melakukan perbaikan terhadap kendaraan dan atau penjualan suku cadang;
c. Bengkel uji asap, adalah bengkel umum yang melaksanakan pengujian terhadap ketebalan asap kendaraan dan atau pengukuran sisa gas buang. Pengujian ketebalan asap dan atau pengukuran sisa gas buang dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan dalam Perda No.10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung, bengkel umum kendaraan bermotor baru bisa melaksanakan operasionalnya setelah mendapat ijin operasional dari Pemerintah Daerah atau ditunjuk oleh Walikota dhi. Dinas Perhubungan Kota Bandung sebagai bengkel tertunjuk. Untuk menjadi bengkel tertunjuk yang mempunyai kewenangan melakukan uji emisi terhadap kendaraan penumpang pribadi adalah bengkel umum yang telah disertifikasi oleh lembaga surveyor yang ditunjuk oleh menteri dan ditetapkan oleh Walikota. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa sampai dengan Oktober 2007, penetapan bengkel tertunjuk oleh Pemerintah Kota Bandung belum dilaksanakan. Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Daerah dhi. Sub Dinas Teknis Sarana Dinas Perhubungan adalah melakukan pendataan awal terhadap bengkel umum kendaraan bermotor bekerja sama dengan Asbekindo (Asosiasi Bengkel Kendaraan Indonesia). Pelaksanaan pendataan bengkel telah dilaksanakan pada Bulan September 2006 dengan cara mendatangani langsung bengkel-bengkel yang beroperasi di Kota Bandung. Hasil pendataan awal diketahui bahwa dari 39 (tiga puluh sembilan) bengkel yang didata baru sebanyak enam bengkel yang telah mempunyai ijin operasional. Dan Pemerintah Kota Bandung juga belum menerbitkan SK Bengkel tertunjuk karena bengkel-bengkel tersebut belum melaksanakan sertifikasi yang merupakan syarat untuk ditetapkan sebagai bengkel tertunjuk (data rinci bengkel terlampir pada Lampiran 6).
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perda Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota
Bandung: 1) Pasal 30 ayat (1) dan (2) : Setiap kendaraan yang dioperasikan dijalan, harus
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan dan untuk memenuhi persyaratan tersebut setiap kendaraan bermotor wajib melaksanakan pengujian secara berkala.
2) Pasal 38 antara lain menyebutkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan unit pengujian statis dengan peralatan modern, serta dilengkapi dan atau mengikutsertakan bengkel umum tertunjuk, Walikota bekerjasama dengan
Perwakilan BPK RI di Bandung 34
Departemen Perhubungan dan atau kerjasama dengan pihak ketiga. 3) Pasal 73 : Pengujian ketebalan asap dan atau pengukuran sisa gas buang
diselenggarakan oleh Daerah dan atau oleh bengkel umum yang ditunjuk oleh Walikota dibawah pengawasan Dinas.
4) Pasal 75 : ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan bengkel uji asap dan prosedur penunjukkan ditetapkan dan diatur lebih lanjut oleh Walikota.
b. Keputusan Walikota Bandung Nomor 1230 Tahun 2001 tentang Juknis Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, Pendaftaran dan Pengoperasian Kendaraan Bermotor dan Tidak Bermotor , Pembinaan Bengkel Umum, Tenaga Teknis Penguji Kendaraan Bermotor, Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Mengemudi dan Kegiatan Bongkar Muat Barang di Kota Bandung yang antara lain menyatakan bahwa Pemeliharaan dan perawatan kendaraan dilaksanakan oleh bengkel umum yang telah memiliki ijin dari Walikota Cq. Kepala Dinas sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Hal tersebut mengakibatkan pengujian berkala khususnya pengujian emisi gas buang kendaraan untuk kendaraan pribadi belum dapat dilakukan oleh bengkel umum tertunjuk yang disebabkan upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mendorong dan menunjuk/menetapkan bengkel tertunjuk belum maksimal. Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Perhubungan menjelaskan bahwa Dinas Perhubungan akan terus berupaya untuk mendorong bengkel segera melaksanakan sertifikasi sehingga dapat segera ditetapkan sebagai bengkel tertunjuk. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung segera memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan untuk melakukan upaya yang intensif dalam menetapkan bengkel tertunjuk.
3.2.5 . Hasil Pengujian
Kadar Timbal Di Kota Bandung Melebihi Ambang Batas Yang Ditentukan
.
Timbal adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami. Timbal yang ada di lingkungan juga berasal dari kegiatan manusia yang menghasilkan timbal 300 kali lebih banyak dibandingkan timbal yang berasal dari proses alami. Timbal tidak dapat terurai secara biologis dan toksisitasnya tidak berubah sepanjang waktu. Timbal yang terhirup atau tertelan akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi. timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar bertimbal yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk debu/partikulat yang dapat terhirup oleh manusia. Debu timbal juga dapat mengkontaminasi tanah pertanian dan mencemari hasil pertanian yang dikonsumsi manusia. Penggunaan bahan bakar bertimbal melepaskan 95% timbal yang mencemari udara di negara berkembang. Kondisi polusi timbal di Kota Bandung berada pada tahap yang mengkhawatirkan, indikasi ini sudah terdeteksi dari hasil pemantauan kadar timbal dalam bensin yang telah dilaksanakan di Kota Bandung dan sekitarnya dan beberapa penelitian sebagai berikut : a. Penelitian kadar timbal dalam darah anak-anak Sekolah Dasar (SD) oleh Institut
Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2005. Penelitian dilakukan kepada 400 anak dari 40 SD yang tersebar di Kota Bandung. Hasil Penelitian menunjukkan kadar rata-
Perwakilan BPK RI di Bandung 35
rata timbal dalam darah sebesar 14,13 ug/dl. Jumlah anak yang kadar timbal dalam darahnya melebihi ambang batas (10 ug/dl) adalah 264 orang (66% dari jumlah sampel). Kondisi ini menunjukkan tingkat pencemaran timbal yang berbahaya di Kota Bandung. Penelitian tersebut juga menyimpulkan korelasi yang positif antara kadar timbal dalam darah dan tingkat kecerdasan (IQ) anak-anak sekolah.
b. Pemeriksaan kadar timbal dalam rambut remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) oleh BPLH Kota Bandung. Sebanyak 30 siswa berusia rata-rata 17 tahun diteliti kadar timbal dalam rambut dengan cara mengambil cuplikan rambut untuk kemudian dianalisis di laboratorium. Ditemukan kadar rata-rata timbal dalam rambut siswa-siswa tersebut sebesar 14,81 ppm dengan kadar maksimum 60,3 ppm dan minimum sebesar 1,6 ppm. Nilai rata-rata ini telah melebihi dari ambang yang disarankan oleh London Laboratory Service Group yaitu sebesar 1,5 ppm. Tingginya kadar Timbal dalam rambut menunjukkan bahwa siswa telah terpajan timbal dalam waktu yang lama. Siswa yang bertempat tinggal di wilayah dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi memiliki kadar timbal yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sumber emisi gas buang memiliki pengaruh yang signifikan.
Studi toksisitas timbal menunjukkan bahwa kandungan timbal dalam darah sebanyak 100 mikrogram/l dianggap sebagai tingkat aktif (level action) berdampak pada gangguan perkembangan dan penyimpangan perilaku. Kandungan timbal 450 mikrogram/l membutuhkan perawatan segera dalam waktu 48 jam. Kandungan timbal lebih dari 700 mikrogram/l menyebabkan kondisi gawat secara medis (medical emergency). Kandungan timbal di atas 1200 mikrogram/l bersifat sangat toksik dan dapat menimbulkan kematian pada anak. Penelitian WHO menyebutkan bila timbal tersebut terakumulasi dalam tubuh maka akan menyebabkan gangguan saraf dan bahkan dapat menyebabkan kanker. wanita hamil yang banyak terakumulasi timbal ini akan menyebabkan cacat bawaan pada janin dan merusak otak sehingga akan mempunyai kecerdasan yang rendah. Hingga akhir Juni 2006, Pertamina sebagai pemasok utama bahan bakar di Indonesia menyediakan bensin tanpa timbal hanya terbatas dibeberapa kota di Indonesia, mulai dari Jakarta dan sekitarnya serta Denpasar, Batam dan Cirebon. Sedangkan di Kota Bandung dan sekitarnya bahan bakar bensin masih mengandung timbal. Hal tersebut tidak sesuai dengan UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup: a. Pasal 1 : Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau
konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
b. Pasal 5 : Bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c. Pasal 6 menyatakan bahwa a) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. b) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai
Perwakilan BPK RI di Bandung 36
pengelolaan lingkungan hidup. d. Pasal 10 huruf (f) menyatakan bahwa dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup
Pemerintah berkewajiban memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup;
e. Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
f. Pasal 34 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa 1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
g. Pasal 35 ayat 1 menyatakan bahwa Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
h. Pasal 37 ayat 2 menyatakan bahwa Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan dan dampak sosial akibat penurunan kecerdasan dan kemampuan akademik anak yang akan menurunkan produktivitas dan kualitas bangsa di masa yang akan datang. Hal tersebut disebabkan koordinasi untuk menerapkan pendistribusian bahan bakar bensin tanpa timbal antara Pemerintah Kota dan PT Pertamina sebagai pihak yang mendistribusikan bahan bakar bensin di Kota Bandung belum maksimal. Atas permasalahan tersebut Kepala BPLH menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung telah melakukan upaya-upaya untuk mengurangi timbal di Kota Bandung antara lain: mendesak Pemerintah Pusat agar mengganti bahan bakar transportasi yang bebas timbal; pemerataan pembangunan jalur transportasi; memasukkan lingkungan hidup ke dalam tujuh program prioritas pembangunan Kota Bandung dan melakukan uji emisi gas buang terhadap kendaraan bermotor baik kendaraan dinas, pribadi dan kendaraan umum. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan Pertamina untuk menerapkan kebijakan penggunaan bahan bakar bensin bebas timbal di Kota Bandung.
Perwakilan BPK RI di Bandung 37
3.3 Pemulihan Pencemaran Udara Pemulihan pencemaran udara adalah pemulihan mutu udara sehingga udara ambien sehat, bersih, dan aman untuk kesehatan dan keselamatan manusia dan makhluk hidup lainnya. (Sumber: PP No 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara)
Kegiatan pemulihan pencemaran udara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung antara lain adalah peningkatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, namun dalam pelaksanaannya upaya pemulihan yang telah dilaksanakan belum maksimal yang dapat disimpulkan dari temuan berikut:
3.3.1
. Perda RTRW Kota Bandung Tidak Selaras Dengan Perda RTRW Provinsi Jawa Barat Dalam Pengendalian Kawasan Bandung Utara
Kawasan Bandung Utara (KBU) adalah kawasan di bagian utara cekungan Bandung seluas 38.548 ha dengan batas utara dan barat adalah garis punggung yang menghubungkan puncak-puncak Gunung Burangrang, Masigit, Gedogan, Sunda, Tangkuban Perahu, Palasari dan Manglayang, sedangkan batas barat dan selatannya adalah garis ketinggian (kontur) 750 m di atas permukaan laut. Luas KBU meliputi wilayah administrasi Kab. Bandung, Kota Bandung dan Kota Cimahi. KBU merupakan kawasan perbukitan dan pegunungan yang menjadi bagian utama dari ruang terbuka hijau yang berfungsi untuk daerah resapan air dan pemasok air tanah di cekungan Bandung PT Dam Utama Prima Sakti dan serta berfungsi juga untuk mengurangi pencemaran udara melalui kemampuannya untuk menyerap karbon sebagai akibat dari polusi udara.
Gambar 4. Kawasan Bandung Utara Dilihat Dari Udara Sejak tahun 1982 sampai dengan 1998, telah terbit ketentuan-ketentuan dalam rangka pelestarian Kawasan Bandung Utara sedikitnya enam Surat Keputusan dan Instruksi Gubernur Jawa Barat serta dua SK Menteri, yaitu dari Menteri Agararia/BPN dan Menteri Negara LH/ Kepala Bapedal. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 2 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa rencana pola tata ruang kawasan lindung adalah menetapkan kawasan lindung sebesar 45% dari luas seluruh wilayah Jawa Barat yang meliputi kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Kawasan lindung tersebut memberikan perlindungan kawasan bawahnya yang terdiri dari kawasan hutan yang berfungsi lindung dan kawasan resapan air. Kawasan hutan yang berfungsi lindung terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), yaitu Bogor; Sukabumi; Cianjur; Purwakarta; Bandung Utara; Bandung Selatan; Garut; Tasikmalaya; Ciamis; Sumedang dan Majalengka. Dikarenakan secara geografis kawasan ini terletak pada tiga wilayah administrasi Kabupaten/Kota maka peruntukan wilayah yang diatur dalam peraturan daerah masing-masing kabupaten/kota tentang tata ruang untuk KBU ini menjadi tumpang tindih dan
Perwakilan BPK RI di Bandung 38
tidak selaras dengan peraturan diatasnya yaitu Perda RTRW Provinsi Jawa Barat. Pada Lampiran II Perda Kota Bandung No 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung menyebutkan KBU sebagai kawasan lindung dan dapat dibangun dengan BCR 2 % serta lebih spesifik mengklasifikasikannya dalam katagori kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya dan kawasan rawan bencana, tetapi berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) membolehkan untuk dibangun seluas 20 persen. Sedangkan menurut Perda Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2001 tentang RTRW Kabupaten Bandung memasukkan KBU sebagai kawasan tertentu dan Perda Kota Cimahi Nomor 23 Tahun 2003 tentang RTRW Kota Cimahi menyatakan KBU diperuntukkan sebagai kawasan perumahan. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang: a. Pasal 10 ayat (1) Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan
penataan ruang antara lain meliputi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota
b. Pasal 25 ayat (1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten antara lain mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi
c. Pasal 28 Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota.
Hal ini mengakibatkan peruntukkan wilayah pada Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Lindung menjadi tidak jelas. Hal ini terjadi karena Pemerintah Kota Bandung dalam menetapkan Peraturan Daerah tidak memperhatikan ketentuan yang lebih tinggi/Peraturan Daerah RTRW Provinsi Jawa Barat . Atas permasalahan tersebut PLH Kepala Bappeda Kota Bandung menjelaskan bahwa proses revisi Perda RTRW Kota Bandung telah melalui tahap konsultasi dan pembahasan dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat sehingga tidak bertentangan dengan Perda RTRW Provinsi Jawa Barat. Rekomendasi BPK-RI BPK RI menyarankan kepada Pemerintah Kota Bandung dhi. Pihak Eksekutif dan Legislatif untuk meninjau kembali Peraturan Daerah mengenai RTRW dengan mengacu kepada Peraturan Daerah RTRW Provinsi Jawa Barat.
3.3.2 . Jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di Kota Bandung Belum Memenuhi Ketentuan Yang Ditetapkan Dalam Perda
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Berdasarkan hasil pemantauan oleh BPLH Kota Bandung, sejak tahun 2004 – 2007 terhadap polusi udara Kota Bandung diperoleh data bahwa tingkat pencemaran udara
Perwakilan BPK RI di Bandung 39
sudah melewati ambang batas yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Disisi lain beban pencemar tersebut terakumulasi secara terus menerus di wilayah udara Kota Bandung dikarenakan topologi geografis Kota Bandung berupa cekungan sehingga bahan pencemar yang terlepas di udara bebas tidak bisa keluar dan terkurung dalam kawasan yang sama. Kondisi topologi geografis seperti ini menyebabkan ketergantungan Kota Bandung terhadap ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang seimbang untuk mereduksi beban pencemar dari polusi udara menjadi sangat penting. Dengan semakin padatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan pengembangan wilayah kota menjadi pemukiman penduduk telah membuat luas ruang terbuka hijau semakin berkurang. Dalam Perda No. 02/2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung, Pemerintah Daerah diwajibkan mengejar target untuk memenuhi RTH minimal seluas 10 persen sampai tahun 2013. Pada tahun 2006, Pemerintah Kota Bandung mempunyai target menanam 1 juta pohon. Langkah itu merupakan realisasi dari rencana membuat RTH seluas 10 persen. Tetapi sampai Desember tahun 2006 proporsi ruang terbuka hijau saat ini masih sekitar 7.5 % dari luas Kota Bandung. Upaya yang dilakukan oleh Pemda Kota Bandung untuk menambah RTH saat ini lebih difokuskan pada penambahan taman kota yang merupakan salah satu bagian dari RTH dengan cara mengembalikan fungsi yang awalnya dibiarkan terlantar dan beberapa diantaranya telah disewakan untuk kegiatan perdagangan seperti SPBU dan sempadan jalan kemudian ditata kembali menjadi taman. Data luas taman kota di Kota Bandung berdasarkan wilayah pengembangan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 21. Luas Taman Kota Bandung dari Tahun 2004 s.d 2006 Luas Taman NO Wilayah
Pengembangan Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 1 Bojonegara 95,933.93 95,933.93 114,993.93 2 Cibeunying 637,434.50 637,434.50 639,434.50 3 Tegallega 19,785.65 19,785.65 19,785.65 4 Karees 298,141.46 298,141.46 298,141.46 5 Gede Bage 80,843.00 80,843.00 80,843.00 6 Ujung Berung 56,252.00 56,252.00 56,252.00
Total 1,188,450.54 1,188,450.54 1,209,450.54 Sumber : Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung 2007 Berikut dapat dilihat Trend Penambahan Luas Taman di Kota Bandung dari tahun 2004 s/d 2006.
Perwakilan BPK RI di Bandung 40
1,209,450.54
1,188,450.54
1,188,450.54
1,160,000.00
1,180,000.00
1,200,000.00
1,220,000.00
Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006
Luas RTH
Tabel 22. Trend Penambahan Luas Taman Kota Bandung Periode 2004 – 2006
Hasil pemeriksaan diketahui bahwa total RTH di seluruh Kota Bandung s.d. Tahun 2006 adalah seluas 1.314,20 H dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 23. Luas RTH Kota Bandung dari Tahun 2004 s.d 2006 Luas Taman (Ha) NO Jenis RTH
Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 1 Taman Kota 118,85 118,85 120,95 2 Kebun Bibit 1,69 1,69 1,69 3 Pemakaman 132,70 132,70 141,06 4 Liputan Pohon 1,00 901,69 1.050,51
Total 254,24 1.154,92 1.314,20 Persentase Terhadap Luas Kota Bandung 1,52 % 6,90 % 7,86 %
Sumber : Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung 2007
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada Tahun 2006 bila dibandingkan dengan luas kota Bandung sebesar 16.729,65 Ha, Proporsi RTH sekitar 1.314,2035 Ha baru mencapai 7,86% dari Total Luas Kota Bandung. Namun demikian data ini masih kurang valid karena perhitungan Luas RTH yang dilakukan oleh Pemda Kota Bandung dhi Dinas Pertamanan dan Pemakaman memasukkan jumlah Liputan Pohon. Sedangkan menurut PP No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota mendefinsikan RTH adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian Liputan Pohon tidak dapat dihitung sebagai bagian dari RTH. Jika tidak ikut menghitung liputan pohon sebagai RTH maka seharusnya Luas RTH Kota Bandung baru mencapai (1.314,20 - 1.050,51 = 263,69 Ha), atau 1,58 % dari Luas Kota Bandung. Jumlah ini sangat jauh dari ketentuan yang ditetapkan didalam perundang-undangan. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. PP No 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota Pasal 6 menyatakan bahwa Lokasi
Perwakilan BPK RI di Bandung 41
hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Dan pasal 8 ayat (3) menyebutkan bahwa Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
b. Perda No 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung: 1) Pasal 13 ayat (1) huruf a menyatakan Kebijakan umum pengembangan
kawasan lindung adalah mengembangkan kawasan lindung minimal 10 % dari luas lahan kota,
2) Pasal 36 ayat (1) huruf b menyatakan Rencana pola pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana pada pasal 13 ayat 1 meliputi (b) Kawasan perlindungan setempat. ayat (3) : Kawasan perlindungan setempat yang berfungsi pula sebagai RTH sebagaimana dimasud pada huruf b ayat (1) pasal ini meliputi : Jalur sempadan sungai, Kawasan sekitar danau buatan/bendungan, Kawasan sekitar mata air, Jalur sempadan jalan kereta api, Kawasan dibawah saluran udara tegangan tinggi, sempadan jalan dan jalan bebas hambatan dan taman kota, taman lingkungan dan pemakaman umum.
3) Pasal 96 ayat (2) huruf a menyatakan bahwa pencapaian porsi kawasan lindung sebesar 10 % dari luas seluruh wilayah kota dan pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi lahan dilakukan secara bertahap.
Hal ini mengakibatkan kemampuan lingkungan untuk mereduksi pencemaran udara secara alami dengan tersedianya RTH yang cukup tidak seimbang dengan Peningkatan beban pencemaran udara yang semakin tinggi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat kota Bandung. Hal ini terjadi disebabkan Pemda Kota Bandung dhi Dinas Pertamanan dan Pemakaman belum maksimal melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan luas ruang terbuka hijau di Kota Bandung sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan dengan Tata Ruang dan Hutan Kota. Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman menjelaskan bahwa luas RTH sampai tahun 2006 sebesar 7,86% sehingga untuk mencapai target 10% pada tahun 2013 penambahan RTH adalah sebesar 2,14%, sedangkan untuk liputan pohon dihitung sesuai dengan pohon yang ditanam dalam rangka akselerasi penghijauan kota. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung memerintahkan Kepala Dinas Pertamanan dan pemakaman untuk meningkatkan jumlah taman kota di Kota Bandung
3.3.3 . Pemberian Izin Pemanfaatan Ruang Tidak Memperhatikan Ketentuan Mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Untuk mendirikan suatu bangunan di Kota Bandung harus mendapat ijin dari Pemerintah Kota Bandung. Proses perijinan dimulai dari Ijin Peruntukan dan Penggunaan Tanah (IPPT) yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota. Kemudian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh Dinas Bangunan, dan Ijin Pemakaian Kekayaan Daerah dari Dinas Bina Marga untuk pemohon yang akan menggunakan daerah sempadan jalan untuk jalan masuk. Dalam Surat IPPT telah ditetapkan ketentuan bangunan yang harus dipatuhi oleh
Perwakilan BPK RI di Bandung 42
pemohon, yaitu antara lain : Garis Sempadan Jalan (GSJ), Garis Sempadan Bangunan (GSB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Ketinggian Bangunan. Dari hasil pemeriksaan dokumen surat perijinan di Dinas Tata Kota dan Dinas Bangunan, serta pemeriksaan fisik bangunan, diketahui permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
a. Dinas Tata Kota Tidak Mempunyai Pedoman Penetapan GSB
GSB merupakan garis batas antara area yang boleh didirikan bangunan dan area yang harus dijadikan ruang terbuka dalam suatu persil. Area ruang terbuka tersebut harus dijadikan ruang terbuka hijau dan berfungsi sebagai peresapan air. GSB ditetapkan dalam Rencana Kota. Rencana Kota adalah rencana yang di susun dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang kota. Ketetapan tentang peletakan bangunan terhadap GSB diatur oleh Dinas dengan memperhatikan keserasian, keamanan dan arsitektur lingkungan. Rencana yang di susun dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang Kota Bandung diatur dalam Perda Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004 jo Perda Nomor 03 Tahun 2006. Kemudian ketentuan dalam Perda tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Bandung dan ditetapkan dengan Peraturan Walikota (Perwal). RDTRK Kota bandung terbagi dalam 6 Wilayah Pengembangan (WP), yaitu, WP Gedebage ditetapkan dengan Perwal Nomor 685 Tahun 2006, WP Cibeunying ditetapkan dengan Perwal Nomor 981 Tahun 2006, WP Bojonagara ditetapkan dengan Perwal Nomor 214 Tahun 2007, dan WP Ujung Berung ditetapkan dengan Perwal Nomor 267 Tahun 2007. Sedangkan dua WP yaitu WP Karees dan WP Tegallega (s.d. 31 Oktober 2007) belum selesai disusun. Dari penelaahan RDTRK yang telah disusun, ternyata tidak ditemukan ketentuan yang menetapkan besarnya GSB. Dari hasil konfirmasi kepada Kepala Dinas Tata Kota, diperoleh penjelasan bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur besarnya GSB, namun secara teoritis besarnya GSB adalah setengah lebar jalan ditambah satu meter (½L + 1).
b. Dinas Tata Kota Tidak Memperhatikan Ketentuan Mengenai Ruang Terbuka
Hijau Dalam Mengeluarkan Surat IPPT Berdasarkan ketentuan yang berlaku diketahui bahwa ruang terbuka diantara GSJ dan GSB harus digunakan sebagai ruang terbuka hijau dan/atau lahan peresapan air hujan.
Ketentuan-ketentuan detail mengenai pendirian bangunan dalam suatu persil telah ditetapkan dalam Gambar Situasi dan Orientasi skala 1:1000 yang merupakan lampiran yang tak terpisahkan dari Surat IPPT yang diterbitkan oleh Dinas Tata Kota.
Perwakilan BPK RI di Bandung 43
Namun dari hasil pemeriksaan atas lampiran Surat IPPT, diketahui bahwa Surat IPPT yang telah diterbitkan tidak mencantumkan ketentuan yang mewajibkan pemohon untuk menyediakan terbuka hijau pada bagian ruang terbuka diantara GSJ dan GSB. Dari hasil pemeriksaan lapangan secara uji petik, diketahui bahwa ruang terbuka diantara GSJ dan GSB dari beberapa bangunan, tidak disediakan sebagai Ruang Terbuka Hijau dan/atau lahan peresapan air hujan. Jumlah luas ruang RTH yang tidak terlaksana adalah sebagai berikut:
Tabel 24. Jumlah Luas Ruang RTH yang Tidak Terpenuhi
No. Kategori
Unit
Luas RTH
Seharusnya
(M2)
Luas RTH
yang ada
(M2)
Tidak
Terpenuhi
(M2)
Perincian
1. Pom Bensin 30 6.247 533,0 5.714 Lampiran 7.
2. Pertokoan/MalI 9 87.608 0,0 87.608 Lampiran 8.
3. Lainnya 20 2.424 0 2.424 Lampiran 9.
Jumlah 96.279 533 95.746
c. Pemanfaatan Jalaur Hijau pada Sepadan Jalan Sebagai Jalan Masuk Tidak Sesuai Ketentuan.
Untuk membuat jalan masuk ke perumahan, pertokoan komersil, dan pekarangan, telah diatur lebarnya sesuai dengan lebar persil yang bersangkutan. Dari hasil pengamatan atas bangunan-bangunan di Kota Bandung, masih ditemukan yang membangun jalan masuk tidak sesuai dengan ketentuan (terlalu lebar), sehingga porsi untuk RTH di sempadan jalan beralih fungsi. Rinciannya dimuat dalam Lampiran 10.
Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan : a. Perda Kota Bandung Nomor 14 Tahun 1998 tentang Bangunan, yaitu pada :
1) Pasal 1 huruf i menyatakan Rencana Kota adalah rencana yang di susun dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang kota.
2) Pasal 50 ayat (1) menyatakan GSB ditetapkan dalam Rencana Kota. Ayat (2) menyatakan Ketetapan tentang peletakan bangunan terhadap GSB diatur oleh Dinas dengan memperhatikan keserasian, keamanan dan arsitektur lingkungan
3) Pasal 67 menyatakan Ruang terbuka diantara Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) harus digunakan sebagai ruang terbuka hijau dan/atau lahan peresapan air hujan.
b. Perda Kota Bandung Perda Nomor 03 Tahun 2006 jo Nomor 02 Tahun 2004, yaitu pada : 1) Pasal 36 ayat (3) huruf f, menyatakan bahwa kawasan lindung setempat yang
berfungsi pula sebagai RTH, meluputi sempadan jalan dan jalan bebas hambatan.
2) Lampiran I Perda Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004, untuk kawasan dengan fungsi jasa dan luas persil antara 1000 M2 s.d. 5.000 M2 pada jalan kolektor, KDBnya ditetapkan 50%, dan KLBnya 1,5.
Perwakilan BPK RI di Bandung 44
c. Peraturan Walikota Bandung Nomor 981 Tahun 2006 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Wilayah Pengembangan Cibeunying, Lampiran VI, menyatakan bahwa pada Zona 9 KDB 30%, KLB 0,3, Tinggi Bangunan 12 M, dan Luas Zona 9 adalah 200,3 Ha.
d. Perda Kota Bandung Nomor 5 Tahun 2002 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dan Pematangan Tanah, pada pasal 10 menyatakan : 1) Ayat (1) Setiap pembuatan jalan masuk dalam komplek perumahan,
pertokoan/komersil wajib memperoleh izin dari Walikota dan dikenakan retribusi. 2) Setiap pembuatan jalan masuk pekarangan yang melalui daerah milik jalan
(DAMIJA) wajib memperoleh izin dari Walikota dan dikenakan retribusi. 3) Persyaratan pembuatan jalan meliputi : lebar persil s.d. 9 meter diberikan izin
maksimal 1/3 nya, lebar persil 10 M s.d. 18 M, diberikan izin maksimal sampai 6 meter, diluar ketentuan huruf a dan b, dengan izin khusus.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pengalihan fungsi pemanfaatan ruang yang seharusnya untuk ruang terbuka hijau seluas 95.746 m2 yang terjadi karena: a. Dinas Tata Kota tidak mentaati ketentuan mengenai ruang terbuka hijau dalam
memberikan IPPT. b. Dinas Bangunan lalai dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pendirian bangunan. c. Dinas Bina Marga lalai dalam melaukan pengawasan terhadap pembuatan jalan
masuk pekarangan. Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Tata Kota menjelaskan bahwa penerbitan IPPT telah memperhatikan ketentuan yang berlaku berdasarkan ketentuan besaran KDB yang terdapat dalam Perda No 3 Tahun 2006 jo Perda No 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung dan Rencana Detail Tata Ruang Kota Bandung. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung menegur dan memerintahkan Kepala Dinas Tata Kota, Kepala Dinas Bangunan dan Kepala Dinas Bina Marga untuk tegas dalam menerapkan aturan tentang pemanfaatan ruang.
3.4 Lain-lain Kegiatan lain-lain tidak dikelompokkan dalam pencegahan, penanggulangan dan pemantauan kualitas udara di Kota Bandung yaitu kegiatan Isu Lingkungan WJEMP (West Java Environmental Monitoring Project) dan JASMARA (Jaring Aspirasi dan Partisipasi Masyarakat) tumpang tindih dan tidak efisien serta memboroskan keuangan daerah, Penganggaran Kegiatan Penyusunan Buku Kualitas Lingkungan Hidup pada TA 2006 tidak efisien dan memboroskan keuangan daerah dan Kebijakan Walikota menetapkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) untuk Kawasan Punclut bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
3.4.1 . Kegiatan Isu Lingkungan WJEMP (West Java Environmental Monitoring Project)
Berdasarkan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) TA 2006. BPLH Kota Bandung telah menganggarkan kegiatan Isu Lingkungan Kecamatan WJEMP (Kode Rekening 17.01.00.28.01.2.) dengan anggaran sebesar Rp101.100.000,00. Kegiatan WJEMP bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Kota Bandung dalam menyiapkan instrumen kebijakan, strategi dan upaya-upaya dalam mengatasi masalah
Perwakilan BPK RI di Bandung 45
dan JASMARA (Jaring Aspirasi dan Partisipasi Masyarakat) Tumpang Tindih dan Tidak Efisien serta Memboroskan Keuangan Daerah.
.
lingkungan meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Pada tahun yang sama BPLH juga menganggarkan kegiatan Jasmara (Kode Rekening 17.01.00.28.18.2) dengan anggaran sebesar Rp940.000.000,00. Kegiatan Jasmara bertujuan untuk menjaring aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam masalah yang berkaitan dengan lingkungan hidup di Kota Bandung, mendapatkan input untuk melakukan perencanaan program yang baru dibidang pengelolaan lingkungan hidup ditahun berikutnya dan meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengelola lingkungan hidup. Hasil pemeriksaan terhadap dokumen DASK TA 2006, terdapat beberapa kegiatan lainnya yang memiliki karakteristik tujuan yang sama. Keseluruhan kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel 26. Anggaran Kegiatan Lingkungan TA 2006
No Kode Rekening Kegiatan Jumlah Anggaran
(Rp) 1 17.01.00.28.12.2 Sosialisasi lingkungan kepada pemuda
masyarakat 75.000.000,00
2 17.01.00.28.14.2 Bangun Praja Lingkungan/ Adipura 175.000.000,00 3 17.01.00.28.13.2 Pelaksanaan hari lingkungan hidup dan
pameran pembangunan lingkungan hidup
179.525.000,00
4 17.01.00.28.18.2 Jasmara 940.000.000,00 5 17.01.00.28.01.2. Isu Lingkungan Kecamatan WJEMP 101.100.000,00
Total 1.470.625.000,00
Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui hal-hal berikut : a. Kegiatan Jasmara dilaksanakan sendiri oleh BPLH atau tidak dilaksanakan oleh
pihak ketiga/konsultan dan tidak memiliki arah dan kontinuitas program yang jelas, dimana kegiatan jasmara hanya dilakukan pada TA 2006, sedangkan TA 2005 dan TA 2007 tidak dilakukan atau tidak ada program kelanjutan dari jasmara tersebut.
b. Pelaksanaan kegiatan Jasmara memiliki tujuan yang sama dengan keempat kegiatan lainnya, sehingga apabila dilihat dari segi indikator output, penganggaran untuk kegiatan Jasmara tidak efisien. Apabila dinilai dari keseluruhan tujuan yang ingin dicapai oleh kegiatan jasmara sebenarnya tujuan tersebut sudah cukup terakomodir dengan beberapa program dan kegiatan lainnya. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan Jasmara ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih kegiatan dan anggaran.
Hal tersebut diatas tidak sesuai dengan: a. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 903/2429/SJ tentang Pedoman Penyusunan
APBD Tahun Anggaran 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2005 yang menyatakan bahwa penyusunan APBD supaya memperhatikan hal-hal antara lain efisiensi dan efektivitas anggaran dana yang tersedia dan harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan
Perwakilan BPK RI di Bandung 46
masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
b. Pasal 64 ayat (1) Kepmendagri No 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah antara lain menyebutkan bahwa prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja daerah adalah (a). hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan/ditetapkan; (b) terarah dan terkendali sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah;
c. Kepres No 80 Tahun 2003 Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan sampai dengan diatas Rp. 50.000.000,00 (lima puuh juta) dan pada pasal 10 ayat 5 huruf d disebutkan bahwa tugas, wewenang dan tanggung jawab penitia pengadaan adalah mengumumkan pengadaan barang dan jasa melalui media cetak dan papan pengumuman resmi ntuk penerangan umum dan jika memungkinkan melalui media elektronik.
Hal ini mengakibatkan penganggaran dan pelaksanaan kegiatan Jasmara tidak efisien dan memboroskan keuangan daerah yang disebabkan Kepala BPLH Kota Bandung lalai dan tidak mematuhi aturan penyusunan anggaran berbasis kinerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Atas permasalahan tersebut Kepala BPLH Kota Bandung menjelaskan bahwa Kegiatan Isu Lingkungan WJEMP dan JASMARA tidak tumpang tindih yang terlihat dari latar belakang dan sasaran dari masing-masing kegiatan. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung memerintahkan Kepala BPLH Kota Bandung supaya dalam menyusun kegiatan mempedomani ketentuan yang berlaku
3.4.2 . Penganggaran
Kegiatan Penyusunan Buku Kualitas Lingkungan Hidup Pada TA 2006 Tidak Efisien dan Memboroskan Keuangan Daerah
Berdasarkan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) TA 2006. BPLH Kota Bandung telah menganggarkan kegiatan Penyusunan Buku Kualitas Lingkungan Hidup Kota Bandung (Kode Rekening 17.01.00.28.11.2). Sebagai bagian dari anggaran yang disusun berbasiskan kinerja maka penetapan indikator input, output, hasil, manfaat dan dampak telah disusun dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 27. Kegiatan Penyusunan Buku Kualitas Lingkungan Kota Bandung Indikator Tolak Ukur Kinerja Target Kinerja
Masukan Tersedianya SDM, anggaran dan waktu Tersedianya dana sebesar Rp. 100.000.000, 12 orang, selama 1 tahun anggaran
Keluaran Terlaksananya gerakan penghijauan Kota Bandung serta menabung air
26 Kecamatan
Hasil Terciptanya penghijauan Kota dan meningkatnya imbuhan air tanah dangkal
Masyarakat di 26 kecamatan
Perwakilan BPK RI di Bandung 47
Manfaat Udara bersih, sumber air bersih tanah dangkal meningkat, keindahan kota
50 %
Dampak Meningkatnya kualitas kota Bandung Hasil pemeriksaan diketahui hal-hal berikut: a. Penyusunan tolak ukur kinerja dan target kinerja dari indikator keluaran, hasil,
manfaat dan dampak tidak memiliki hubungan yang relevan dengan kegiatan penyusunan buku kualitas lingkungan hidup, sehingga tidak bisa diketahui dengan jelas arah dan manfaat dari kegiatan ini.
b. Proses penyusunan buku dilakukan dengan cara mengkompilasi data yang dihasilkan dari hasil program dan kegiatan lain yang terkait sehingga pada dasarnya kegiatan penyusunan buku ini tidak membutuhkan keterlibatan sumber daya manusia dan keuangan yang besar tetapi hanya koordinasi data antar bidang didalam BPLH Kota Bandung. Hal ini terlihat dari hasil penyandingan dengan beberapa laporan dari program dan kegiatan lainnya ternyata datanya hanya pengkopian dan pengolahan lebih lanjut dari dokumen tersebut.
c. Tidak didapatkan informasi dan bukti yang meyakinkan bahwa buku kualitas lingkungan hidup Kota Bandung yang disusun tersebut memberi mamfaat bagi masyarakat karena buku tidak dipublikasikan dalam jumlah yang cukup dan tidak diperoleh bukti serah terima pendistribusian buku tersebut.
d. Pelaksanaan kegiatan ini tidak dilaksanakan dengan proses pengadaan Barang dan Jasa tetapi dilaksanakan langsung oleh BPLH Kota Bandung. Dengan demikian tidak dapat diyakini kewajaran nilai anggaran dari kegiatan ini.
Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Keppres No 80 Tahun 2003 Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa panitia
pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan sampai dengan diatas Rp50.000.000,00 (lima puuh juta) dan pada pasal 10 ayat 5 huruf d disebutkan bahwa tugas, wewenang dan tanggung jawab penitia pengadaan adalah mengumumkan pengadaan barang dan jasa melalui media cetak dan papan pengumuman resmi ntuk penerangan umum dan jika memungkinkan melalui media elektronik.
b. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 903/2429/SJ tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2005 yang menyatakan bahwa penyusunan APBD supaya memperhatikan hal-hal antara lain efisiensi dan efektivitas anggaran dana yang tersedia dan harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
c. Pasal 64 ayat (1) Kepmendagri No 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah antara lain menyebutkan bahwa prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja daerah adalah (a). hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang
Perwakilan BPK RI di Bandung 48
disyaratkan/ditetapkan; (b) terarah dan terkendali sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah;
Kondisi diatas mengakibatkan tidak tercapainya efisiensi penggunaan anggaran karena Kepala BPLH Kota Bandung telah lalai dan tidak memperhatikan aturan perundang-undangan yang berlaku didalam menyusun anggaran dan melaksanakan kegiatan. Atas permasalahan tersebut Kepala BPLH Kota Bandung menjelaskan bahwa untuk penyusunan buku Status Lingkungan Hidup Kota Bandung masih terdapat keterbatasan dalam proses pendataan yang melibatkan instansi lain. Dijelaskan pula bahwa kegiatan tersebut secara teknis tidak langsung bersentuhan dengan masyarakat, tetapi dapat menjadi pedoman dalam perencanaan pengelolaan lingkungan yang lebih riil dan pada akhirnya akan berpengaruh kepada kehidupan masyarakat. Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar Walikota Bandung memerintahkan Kepala BPLH Kota Bandung supaya dalam menyusun kegiatan mempedomani ketentuan yang berlaku
3.4.3 Kebijakan Walikota
Menetapkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) untuk Kawasan Punclut Bertentangan dengan Peraturan yang Berlaku
Dalam rangka mendukung pengendalian pencemaran udara, diperlukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mampu memulihkan pencemaran udara, antara lain melalaui penetapan kawasan lindung. Provinsi Jawa Barat telah meentapkan Kawas Bandung Utara sebagai kawasan lindung dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2003 dan didukung oleh Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2004.
Kawasan Punclut merupakan bagian dari Kawasan Bandung Utara (KBU) yang berada dalam wilayah Kelurahan Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, Kota bandung. Sesuai Lampiran II Perda Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2004 pada Gambar 6 Rencana Tata Guna Lahan, kawasan Punclut digambarkan dalam peta berwarna hijau yang berarti Ruang Terbuka Hijau, dan pada Lampiran I Tabel 5 yang menyatakan bahwa KDB Maksimun pada kawasan lindung adalah 2% (dua persen) dengan tambahan keterangan hanya untuk prasarana dan sarana vital, yang berarti bahwa dalam kawasan lindung tidak boleh dikembangankan untuk mendirikan bangunan.
Dalam pelaksanaannya, Walikota Bandung mengeluarkan Peraturan Nomor 981 Tahun 2006 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Wilayah Pengembangan Cibeunying, yang menyatakan bahwa Kawasan Punclut masuk dalam Zona 3 dengan ketentuan KDB 20%.
Dari hasil pemeriksaan dokumen diketahui bahwa Kawasan Punclut telah dikembangkan untuk Kawasan Hunian dan Pariwisata Terpadu yang dilaksanakan oleh PT Dam Utama Sakti Prima (PT. DUSP). Kegiatan ini didasarkan pada Surat Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota No. 503.640/3095/DTK/XII/2005 tanggal 8 Desember 2005, dengan rincian sebagai berikut :
Perwakilan BPK RI di Bandung 49
Tabel 25. Pengunaan Lahan Kawasan Puncut Sesuai IPPT
No Rencana Penggunaan Jenis Bangunan Jlh Unit
Hotel Berlantai 7 3
Mezanin Hotel berlantai 6
Mezanin Hotel berlantai 2 12
Sport Club Berlantai 2 1
Club House Berlantai 3 1
1 FASILITAS PARIWISATA
Sasana Budaya Berlantai 5 dan sebagian berlantai mezanin
1
Rumah Tinggal Berlantai 2 153
Town House Berlantai 3 3 2 PERUMAHAN
Apartement Berlantai 7 9
TOTAL 183
Selanjutnya dari hasil pengamatan fisik di lapangan antara lain telah berdiri bangunan Singapore International School (SIS), jalan tembus dari daerah Dago ke Kawasan Punclut, dan pemancangan dua buah bangunan.
SIPPT tersebut dikeluarkan atas dasar Keputusan Walikota Nomor 640/Kep.641-Huk/2005 tanggal 12 Agustus 2005 tentang kelayakan lingkungan pembangunan kawasan wisata dan hunian terpadu punclut sebagai bentuk izin amdal baru untuk PT DUSP. Dokumen amdal ini tidak disusun oleh konsultan lingkungan tertentu tetapi disusun sendiri oleh PT DUSP yang selanjutnya dilakukan penilaian oleh Tim Penilai Amdal BPLH Kota Bandung. Namun tim komisi penilai amdal tersebut belum mengakomodir kelompok masyarakat yang seharusnya terwakili, dalam hal ini pihak pemerhati lingkungan, anggota masyarakat, serta akademisi yang memiliki perhatian terhadap Kawasan Punclut.
Berdasarkan Site Plan pengembangan Wilayah Punclut menjadi kawasan hunian terpadu dan pariwisata yang diantaranya meliputi rencana pembukaan jalan lintas baru dari wilayah Punclut menuju Dago.
Rencana pembukaan jalan lintas baru tersebut bertentangan dengan Perda Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2004, yang pada Pasal 100 ayat (2) huruf b, menyatakan bahwa Tidak dibangun akses jalan baru melalui Kawasan Punclut.
Namun pada tanggal 8 Maret 2006 ditetapkan Perda Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Perda Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2004, antara lain merubah bunyi Pasal 100 ayat (2) huruf b menjadi Tidak dibangun akses jalan baru ke Kabupaten Bandung melalui Kawasan Punclut, dan terjadi perubahan pada gambar peta Kawasan Punclut yang semula hijau (RTH) menjadi kuning (perumahan dengan kepadatan rendah).
Perwakilan BPK RI di Bandung 50
Pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolan Lingkungan (RKL) diketahui bahwa BPLH Kota Bandung tidak melakukan tugasnya untuk melakukan pengawasan terhadap penerapan RKL dan RPL dalam pembangunan kawasan Punclut. BPLH tidak pernah memantau dan meminta dokumen penerapan RPL dan RKL dari PT DUSP sebagai dasar bagi BPLH untuk menilai ketaatan perusahaan. Sampai dengan saat berakhirnya pemeriksaan (5 Nopember 2007), PT DUSP yang seharusnya telah menyampaikan laporan empat kali, tenyata yang telah dilaksanakan hanya satu kali.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan : a. Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang dan
Wilayah, Pasal 33 ayat (1) huruf a, menyatakan bahwa Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud padan Pasal 31 terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya. Pasal 34 menyebutkan bahwa Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 33 Peraturan Daerah ini meliputi kawasan hutan yang berfungsi lindung yang terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yaitu Bogor; Sukabumi; Cianjur; Purwakarta; Bandung Utara; Bandung Selatan; Garut; Tasikmalaya; Ciamis; Sumedang dan Majalengka.
b. Peraturan daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004 jo Perda Nomor 03 Tahun 2006, Pasal 36 Ayat (1) huruf a menyatakan bahwa Rencana pola pemanfaatan kawasan lindung meliputi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya. Ayat (2) menyatakan bahwa Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat (1) Pasal ini adalah wilayah Bandung Utara.
c. Lampiran II Perda Nomor 2 Tahun 2004 pada Gambar 6 Rencana Tata Guna Lahan, kawasan Punclut digambarkan dalam peta berwarna hijau yang berarti Ruang Terbuka Hijau.
d. Lampiran I Perda Nomor 2 Tahun 2004 pada Tabel 2 menyatakan bahwa Kelurahan Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap termasuk dalam Lokasi Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahan.
Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung yang akan berdampak pada penurunan kemampuan pemulihan pencemaran udara dan penurunan kualitas lingkungan Kota Bandung. Hal tersebut terjadi karena Walikota tidak konsisten dalam melaksanakan aturan yang ada dan tidak mematuhi peraturan yang lebih tinggi diatasnya.
Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Tata Kota menjelaskan bahwa dalam penerbitan perijinan pemanfaatan ruang di Kawasan Punclut telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dimana Kawasan Punclut dapat dikembangkan bagi kegiatan terbangun. Selain itu penertiban perijinan juga mempertimbangkan aspirasi masyarakat setempat, hak-hak kepemilikan, kondisi lingkungan yang semakin kritis dan
Perwakilan BPK RI di Bandung 51
kemampuan keuangan daerah. Sedangkan Kepala BPLH Kota Bandung menjelaskan bahwa pada tahun 2006 BPLH telah melakukan peninjauan terhadap pengelolaan lingkungan di lokasi Kawasan Wisata dan Hunian Terpadu Punclut dan PT DUSP telah menyampaikan laporan Semester II Tahun 2006.
Rekomendasi BPK RI BPK RI menyarankan agar : a. Menteri Negara Lingkungan Hidup mengkaji pelanggaran di Kawasan Punclut, apabila
perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh PPNS Kementerian Lingkungan Hidup. b. Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan teguran kepada Walikota Bandung dan
melakukan penertiban atas pelanggaran tata ruang di Kawasan Punclut.
Perwakilan BPK RI di Bandung 52
BAB IV KESIMPULAN
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan serta adanya kelemahan dalam pelaksanaan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pencemaran udara yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pencegahan Pencemaran Udara Kebijakan, dan prosedur, serta penyediaan sumber daya atas kegiatan pengendalian pencemaran udara belum memadai, dengan pokok temuan yaitu:
a. LSAP - UAQI (Local Strategy And Action Plan - Urban Air Quality Improvement) Kota Bandung sebagai acuan kerja bagi Pemerintah Kota Bandung dalam peningkatan kualitas udara belum mempunyai ketetapan hukum, yang mengakibatkan pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas udara di Kota Bandung belum jelas.
b. Pemerintah Kota Bandung belum menerapkan kewajiban uji emisi terhadap kendaraan penumpang pribadi dan kendaraan bermotor roda dua yang jumlahnya mencapai 91,80% - 92,55% dari jumlah kendaraan yang ada yang mengakibatkan pencemaran udara dari gas buang kendaraan bermotor semakin meningkat.
c. Data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dari lima parameter pengukuran, yaitu Particulate Matter (PM10), Carbon Monoxide (CO), Sulfur Dioxide (S2), Nitrogen Dioxide (NO2) Dan Ozone (O3) di Kota Bandung yang berasal dari lima stasiun yang tidak berfungsi maksimal dan tidak menggambarkan kualitas udara yang sebenarnya sehingga masyarakat Kota Bandung tidak memperoleh data yang valid.
d. Personil Laboratorium Udara di BPLH Kota Bandung tidak memadai, dari delapan personil yang dibutuhkan untuk mengoperasikan LU hanya dua personil yang ada.
e. Infrastuktur untuk pengujian kendaraan bermotor di Kota Bandung baik gedung/balai pengujian dan alat pengujian belum memadai yang mengakibatkan tidak semua kendaraan yang melakukan wajib uji berkala melalui seluruh tahapan pengujian, antara lain pengujian atas emisi kendaraan yang pada akhirnya akan meningkatkan pencemaran udara dari emisi kendaraan.
f. Peralatan pengujian kadar asap dan emisi CO/HC tidak dilakukan kalibrasi secara berkala yang dapat mengakibatkan data hasil pengujian uji emisi pada kendaraan bermotor tidak valid.
g. Kegiatan pengoperasian angkutan massal/Trans Metro Bandung (TMB) belum terlaksana yang mengakibatkan pelayanan publik di bidang jasa transportasi dan peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum belum terwujud.
2. Penanggulangan Pencemaran Udara Kegiatan pengujian emisi dan penyampaian informasi mengenai kualitas udara Kota Bandung tidak memadai, dengan pokok temuan sebagai berikut:
a. Dinas Perhubungan Kota Bandung tidak melakukan uji emisi atas 254.108 kendaraan yang melakukan uji berkala dalam TA 2005 – TA 2007 yang mengakibatkan kendaraan bermotor yang emisi gas buangnya melebihi ambang batas tetap dapat beroperasi di jalan sehingga tujuan untuk mengurangi pencemaran udara tidak tercapai
b. Uji emisi atas 1.682 kendaraan dinas di lingkungan Pemerintah Kota Bandung belum
Perwakilan BPK RI di Bandung 53
dilaksanakan secara berkala dan menyeluruh yang mengakibatkan kendaraan bermotor milik Pemerintah Kota Bandung yang emisi gas buangnya melebihi ambang batas tetap dapat beroperasi di jalan dan meningkatkan pencemaran udara
c. Belum ada tindakan hukum bagi kendaraan bermotor yang tidak lulus uji emisi pada kegiatan uji emisi di jalan yang mengakibatkan emisi gas buang kendaraan dapat membahayakan pemakai jalan dan meningkatkan pencemaran udara di Kota Bandung
d. Penetapan bengkel umum tertunjuk kendaraan bermotor di Kota Bandung belum dilaksanakan yang mengakibatkan pengujian berkala khususnya pengujian emisi gas buang kendaraan untuk kendaraan pribadi belum dapat dilakukan oleh bengkel umum tertunjuk.
e. Hasil pengujian kadar timbal di Kota Bandung melebihi ambang batas yang ditentukan yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan dampak sosial akibat penurunan kecerdasan dan kemampuan akademik anak yang akan menurunkan produktivitas dan kualitas bangsa di masa yang akan datang.
3. Pemulihan Pencemaran Udara Kegiatan pemulihan udara meliputi antara lain pengelolaan RTH dan penanaman pohon pelindung menunjukkan beberapa kelemahan, dengan pokok temuan sebagai berikut:
a. Perda RTRW Kota Bandung tidak selaras dengan Perda RTRW Provinsi Jawa Barat dalam pengendalian Kawasan Bandung Utara. Hal ini mengakibatkan peruntukan wilayah pada Kawasan Bandung Utara sebagai kawasan lindung menjadi tidak jelas. Hal ini terjadi karena Pemerintah Kota Bandung dalam menetapkan Peraturan Daerah tidak memperhatikan ketentuan yang lebih tinggi/Peraturan Daerah RTRW Provinsi Jawa Barat.
b. Jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Perda yang mengakibatkan kemampuan lingkungan untuk mereduksi pencemaran udara secara alami dengan tersedianya RTH yang cukup, tidak seimbang dengan peningkatan beban pencemaran udara yang semakin tinggi.
c. Pemberian izin pemanfaatan ruang tidak memperhatikan ketentuan mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mengakibatkan terjadinya pengalihan fungsi pemanfaatan ruang yang seharusnya untuk RTH seluas 95.746 m2.
4. Lain –Lain Kegiatan lain-lain yang menunjukkan kelemahan meliputi kegiatan Isu Lingkungan WJEMP (West Java Environmental Monitoring Project) dan JASMARA (Jaring Aspirasi dan Partisipasi Masyarakat) yang tumpang tindih dan tidak efisien serta memboroskan keuangan daerah, dan penganggaran kegiatan penyusunan Buku Kualitas Lingkungan Hidup pada TA 2006 tidak efisien dan memboroskan keuangan daerah, serta Kebijakan Walikota menetapkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) untuk Kawasan Punclut bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Penjelasan Parameter Kualitas Udara LAMPIRAN 2 Matriks Strategi dan Rencana Aksi UAQi LAMPIRAN 3 Kondisi Peralatan Laboratorium Udara LAMPIRAN 4 Kebutuhan Pemeliharaan Alat Pemantau
Kualitas Udara LAMPIRAN 5 Jumlah Kendaraan Uji Berkala LAMPIRAN 6 Data Bengkel Tertunjuk LAMPIRAN 7 Daftar SPBU Yang Tidak Memenuhi
Ketentuan RTH LAMPIRAN 8 Daftar Pertokoan/Mall/Apartemen Yang
Tidak Memenuhi Ketentuan RTH LAMPIRAN 9 Daftar Persil Yang Tidak Memenuhi
Ketentuan RTH LAMPIRAN 10 Daftar Persil Yang Menggunakan Sempadan
Jalan Untuk Kegiatan Usaha LAMPIRAN 11 Rincian Kapling Tanah Pengembangan
Kawasan Punclut Menjadi Kawasan Hunian Terpadu Dan Pariwisata Yang Masuk Wilayah Administrasi Kota Bandung
Lampiran 1
PARAMETER KUALITAS UDARA AMBIEN
NO. PARAMETER URAIAN DAMPAK BAGI KESEHATAN1 Partikulat ukuran 10 mikron (PM10) Partikel halus berukuran 10 mikron (0,01 milimeter) yang
masuk ke dalam kelompok zat pencemar primer yang dapatbersumber dari sumber pencemar alami (karena proses alam)seperti kebakaran hutan dan kegiatan manusia seperti dariknalpot kendaraan, cerobong asap pabrik dan lain-lain.
Dapat menimbulkan infeksi saluranpernafasan dan penyakit paru-paru kronis danakut; menimbulkan iritasi mata (mata merahdan berair), tenggorokan dan hidung;kemungkinan menyebabkan kanker paru-paru.
2 Karbon Monoksida (CO) Gas CO merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbaunamun beracun, yang sebagian besar berasal daripembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan yangberbahan bakar bensin dan minyak.
Mengurangi kemampuan darah dalammengangkut oksigen sehingga darahkekurangan oksigen, dalam jumlah besardapat menyebabkan pingsan bahkan kematian;memperparah penderita penyakit jantung.
3 Sulfur Dioksida (SO2) Sulfur Dioksida berasal dari kendaraan bermotor yangpembakarannya tidak sempurna dan dari asap pabrik,kebakaran hutan, pembakaran sampak yang besar dan seringserta kejadian gunung meletus dapat memungkinkanterjadinya pencemaran akibat mengeluarkan zat ini. Gas SO2
bersifat korosif dan beracun jika menempel pada partikel.
Dapat menyebabkan penyakit paru-paru kronis dan akut; menimbulkan iritasi mata (matamerah dan berair), tenggorokan dan gangguanhidung; memperparah penderita asma.
4 Nitrogen Dioksida (NO2) Nitrogen Dioksida berasal dari proses pembakaran baikalami maupun buatan (asap kendaraan bermotor). N02 tidakberbau, tidak berwarna namun beracun.
Dapat menimbulkan iritasi mata (mata merahdan berair), tenggorokan dan gangguanhidung; memicu serangan asma; menurunkandaya tahan tubuh sehingga mudah terserangkuman penyakit saluran pernafasan dan paru-paru.
5 Ozon (03) Ozon merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarnatetapi beracun. Ozon terbentuk dari Nitrogen Oksida yangterurai karena adanya sinar matahari dan Hidrokarbon. Ozondi atmosfir bawah (troposfer) berbahaya bagi kesehatan.Sedangkan Ozon yang terdapat di lapisan atmosfir atas(stratosfer) berfungsi menyaring sinar ultraviolet dari sinarmatahari yang berbahaya bagi manusia. Ozon yangmencemari merupakan zat pencemar sekunder yang umunyalebih berbahaya dibanding zat pencemar primer.
Dapat menimbulkan iritasi mata (mata merahdan berair), tenggorokan dan gangguanhidung; memicu serangan asma; menurunkandaya tahan tubuh sehingga mudah terserangkuman penyakit saluran pernafasan dan paru-paru.
Lampiran 2
Mulai Selesai1. Penyebab pencemaran udara
6. Pencegahan pencemaran udara
1.1 Pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi yang cepat
6.1 Pengembangan perkotaan yang teRencana dan terkendali
11.1.1 Melakukan kerjasama regional dengan kota-kota sekitar untuk pengendalian laju urbanisasi
Diterbitkannya kebijakan tentang kerjasama regional terkait pengendalian laju urbanisasi
2007 2007 Badan PeRencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Tata Kota, dan instansi terkait lainnya
11.2.1 Mempercepat pembentukan kawasan pusat primer di Gedebage
Tersusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lahan (RTBL) di setiap blok
2007 2008 Bappeda, Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) dan instansi terkait lainnya
11.2.2 Mendiseminasikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kepada masyarakat
Meningkatnya tingkat pemahaman masyarakat mengenai RTRW dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)
2006 2011 Dinas Tata Dinas Kota, Bappeda, Dinas Informasi dan Komunikasi (Disinkom)
- Terkembalikannya RTH yang sudah dialihfungsikan
- Terpeliharanya RTH- Tercapainya proporsi RTH hingga 10% dari luas wilayah kota
- Diberikannya insentif bagi masyarakat yang melaksanakan dan mendorong pengurangan pencemaran udara
11.2.5 Mengidentifikasi industri yang berpotensi mencemari udara
Teridentifikasinya industri-industri yang berpotensi mencemari udara di Kota Bandung
2007 2011 Disperindag, Dinas Tata Kota, BPLH, Bappeda
1.3 Pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi gaya hidup yang cenderung boros
6.3 Promosi penggunaan kendaraan bermotor yang lebih bertanggungjawab
11.3.1 Lihat kegiatan untuk peningkatan perhatian masyarakat
Lihat kegiatan untuk peningkatan perhatian masyarakat
Lihat kegiatan untuk peningkatan perhatian masyarakat
1.4 Ketergantungan terhadap minyak bumi sebagai sumber energi untuk sektor transportasi masih tinggi
6.4 Promosi pemanfaatan bahan bakar lebih bersih
11.4.1 Menyusun peraturan tentang kewajiban penggunaan bahan bakar lebih bersih (liquified petroleum gas - LPG dan hayati) untuk angkutan umum dan kendaraan operasional Pemkot Bandung
Terbitnya peraturan tentang kewajiban penggunaan bahan bakar lebih bersih untuk angkutan umum dan kendaraan operasional Pemkot Bandung
2007 2007 Dishub, BPLH, Disperindag, Perusahaan Gas Negara (PGN)
BPLH, Dinas Perhubungan (Dishub),Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Kantor Pengelolaan Perparkiran
11.2.4 Mendorong pelaksanaan kawasan udara bersih di lokasi-lokasi khusus (mengacu pada Surat Keputusan Walikota tentang Apresiasi Udara Bersih tahun 2004/2005)
- Terbangunnya kawasan udara bersih atas inisiatif masyarakat, minimum 2 lokasi per tahun
- Diberikannya apresiasi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung kepada masyarakat yang membangun udara bersih
2008 2011
WaktuAnalisis Intervensi strategis Rencana aksi Indikator
MATRIKS ANALISIS, STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENINGKATAN KUALITAS UDARA PERKOTAAN DI KOTA BANDUNG
11.2.3 Melakukan revitalisasi ruang terbuka hijau (RTH) sesuai dengan sasaran dalam RTRW
2006 2010 Dinas Tata Dinas Kota, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Pertanian
Pencegahan Penyebab Pencemaran Udara
6.2 Rasionalisasi tata guna lahan perkotaan
1.2 Ketimpangan dalam penataan ruang
Instansi penanggungjawab
11. Rencana aksi untuk pencegahaan pencemaran udara
Lampiran 2
Mulai SelesaiWaktuAnalisis Intervensi strategis Rencana aksi Indikator Instansi penanggungjawab
11.4.2. Mendiseminasikan manfaat penggunaan bahan bakar lebih bersih pada kendaraan bermotor
Meningkatnya pemahaman masyarakat mengenai manfaat penggunaan bahan bakar lebih bersih untuk kendaraan bermotor
2006 2011 Dishub, BPLH, Disinkom
• Diterbitkannya Instruksi Walikota tentang penggunaan bahan bakar lebih bersih untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional Pemkot Bandung
• 2010 • 2011 • BPLH, Dishub
• Semua kendaraan umum dan kendaraan operasional Pemkot Bandung menggunakan bahan bakar lebih bersih
• 2010 • 2011 • Bagian Perlengkapan
1.5 Perhatian dan pelibatan masyarakat yang kurang
6.5 Peningkatan perhatian dan keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian pencemaran udara
• Tersedianya peralatan penunjang komunikasi seperti komputer, jaringan lokal, sumber daya manusia, dan yang terkait.• Tersedianya data/informasi yang mudah diakses• Terselenggaranya pelatihan untuk para penanggung jawab situs
• Meningkatnya respons masyarakat terhadap pengelolaan kualitas udara melalui situs
11.4.3 Mengganti bahan bakar kendaraan umum dan kendaraan operasional Pemkot Bandung dengan bahan bakar lebih bersih (LPG dan hayati)
11.5.3 Menyusun strategi dan Rencana kegiatan secara sistematik kegiatan kampanye untuk meningkatkan pengetahuan dan perhatian masyarakat dan pegawai pemerintah
BPLH, Disinkom
11.5.2 Mempromosikan dan memutakhirkan situs Pemkot Bandung (termasuk instansi BPLH, Dishub, Disperindag, Dinas Tata Kota) berkaitan dengan pengelolaan kualitas udara
2007 2008 BPLH, Disinkom
2007 200811.5.1 Membangun pusat informasi (Sistem Informasi Lingkungan)
BPLH dan instansi Pemkot terkait lainnya
11.5.4 Melaksanakan kampanye peningkatan pengetahuan dan perhatian masyarakat sesuai dengan Rencana kerja yang meliputi sumber bergerak dan tidak bergerak serta sumber dalam ruang
Terjadinya perubahan sikap dan perilaku masyarakat dan pegawai pemerintah yang diketahui dari survei yang dilakukan berkala
2008 2011 Disinkom, Bagian Hukum, BPLH, Dishub, Disperindag, Dinas Kesehatan (Dinkes)
2007 2008Cetak biru strategi dan Rencana kegiatan kampanye tersedia
Lampiran 2
Mulai SelesaiWaktuAnalisis Intervensi strategis Rencana aksi Indikator Instansi penanggungjawab
• Diterbitkannya Instruksi Walikota/Keputusan Kepala Dinas Pendidikan tentang topik muatan lokal yang di dalamnya termasuk pencemaran udara dan pengendaliannya
• Diterbitkannya Instruksi Walikota/Keputusan Kepala Dinas Pendidikan tentang topik muatan lokal yang di dalamnya termasuk pencemaran udara dan pengendaliannya
• Terselenggaranya pelatihan-pelatihan untuk guru-guru
11.5.6 Memanfaatkan media komunikasi, terutama yang dimiliki oleh pemerintah untuk pelaksanaan kampanye
Tersedianya Memorandum of Understanding (MoU) dan Rencana kegiatan kampanye melalui billboard, videotron, media cetak, dan elektronik lokal yang ditandatangani Walikota dan penyelenggara/pengusaha media komunikasi
2008 2011 Disinkom, Bagian Hukum
11.5.7 Memanfaatkan jaringan komunikasi (pertemuan rutin) bidang pemerintahan dan pendidikan untuk meningkatkan perhatian masyarakat dan pegawai pemerintah
Tersedianya materi/modul kampanye 2007 2011 Bagian Bina Pemerintahan, Dinas Pendidikan
• Basis data tentang tingkat kesadaran masyarakat tersedia
• 2007 • 2007
• Tersedianya survei dan hasil evaluasi pelaksanaan kampanye
• 2010 • 2011
BPLH, Dishub, Disperindag, Dinkes11.5.8 Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan kampanye publik
Dinas Pendidikan2008 200911.5.5 Memasukkan topik pencemaran udara ke dalam muatan lokal di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
Lampiran 2
Mulai Selesai2. Sumber pencemaran udara
7. Pengendalian sumber pencemaran udara
2.1 Kualitas bahan bakar yang kurang baik
7.1 Peningkatan kualitas bahan bakar minyak
12.1.1 Mendesak pemerintah pusat untuk menyediakan bensin tanpa timbel di Kota Bandung dan sekitarnya
Tersedianya bensin tanpa timbel 2006 2011 BPLH
2.2 Emisi gas buang kendaraan bermotor yang kurang baik
7.2 Penerapan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor
• Terpenuhinya kapasitas pusat PKB • 2007 • 2011
• Tersusunnya prosedur baku pengujian yang menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas termasuk pemberlakuan "clean area " di pusat PKB
• 2007 • 2008
• Diterbitkannya Peraturan Walikota tentang pelaksanaan sistem PKB yang diperbaharui
• 2008 • 2008
• Tersusunnya mekanisme pengaduan masyarakat sebagai bagian dari pengawasan publik
• 2008 • 2008
• Terakreditasinya pengelolaan pusat PKB • 2008 • 2011
• Fasilitas untuk pelaksanaan sistem PKB yang diperbaharui tersedia
• 2008 • 2010
• Menurunnya beban emisi gas buang semua kendaraan wajib uji (niaga dan umum) sedikitnya 5%
• 2007 • 2011
12.2.2 Melaksanakan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan pribadi (P&P) di Kota Bandung
• Diterbitkannya Peraturan Walikota tentang pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah No. 11/2005 Pasal 22.
• 2006 • 2008 BPLH, Disperindag, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Dishub, Asosiasi Bengkel Indonesia (ASBEKINDO), PT. Inti
• Terakreditasinya bengkel yang ditunjuk sebagai pelaksana uji emisi kendaraan pribadi sedikitnya 50 bengkel
• 2007 • 2011
• Bertambahnya teknisi pemeriksa yang bersertifikat sedikitnya 50 teknisi
• 2007 • 2011
• Terbangunnya pusat data yang dilengkapi dengan sistem informasi yang menghubungkan bengkel dan pusat data
• 2006 • 2007
. Blangko sertifikat hasil pengujian dan stiker tersedia dalam jumlah yang mencukupi
• 2006 • 2011
• Terlaksananya pengawasan emisi di jalan • 2006 • 2011
12.2.1 Meningkatkan sistem Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) yang berlaku saat ini
Dishub, Bappeda
12. Rencana aksi untuk pengendalian sumber pencemaran udara
Pengendalian Sumber Pencemaran Udara
Analisis Intervensi strategis Rencana aksi Indikator Waktu Instansi penanggungjawab
Lampiran 2
• Beban emisi kendaraan pribadi berkurang sedikitnya 10% (CO, HC)
• 2006 • 2011
12.2.3 Menyusun ambang batas emisi gas buang untuk kendaraan yang sudah beroperasi di jalan
Diterbitkannya Peraturan Walikota tentang ambang batas emisi kendaraan yang sudah beroperasi di jalan
2007 2009 BPLH, Dishub, dan Instansi terkait
12.2.4 Menyusun mekanisme pemberian insentif bagi kendaraan-kendaraan yang menghasilkan emisi rendah
Tersusunnya kriteria dan mekanisme pemberian insentif
2007 2008 BPLH
12.3.1 Menerapkan rekayasa lalu lintas satu arah
Diterbitkannya Peraturan Walikota tentang ambang batas emisi kendaraan yang sudah beroperasi di jalan
2007 2007 Dishub, Dinas Bina Marga, Bappeda
12.3.2 Menyusun standar pelayanan minimum untuk angkutan umum kota
Peraturan Walikota tentang standar pelayanan minimum angkutan umum tersedia (mengacu kepada Keputusan Menteri Perhubungan)
2007 2007 Dishub
12.3.3 Mengembangkan fasilitas peralihan antarmoda angkutan
Fasilitas pejalan kaki di jalur angkutan umum tersedia
2007 2011 Dishub, Dinas Bina Marga, Bappeda
12.3.4 Mengembangkan fasilitas dan mendorong penggunaan transportasi tidak bermotor
Fasilitas untuk pejalan kaki dan sepeda tersedia di sepanjang jalur angkutan umum
2007 2011 Dishub, Dinas Bina Marga
12.3.5 Mengembangkan jalur khusus sepeda motor
Tersedianya jalur khusus sepeda motor di Kota Bandung
2007 2011 Dishub, Dinas Bina Marga
12.3.6 Mengatur jam kerja dan sekolah yang tidak bersamaan
Diterbitkannya Peraturan Walikota tentang ambang batas emisi kendaraan yang sudah beroperasi di jalan
2007 2008 Pemerintah Kota, BPLH
12.3.7 Berpartisipasi dalam Program Bus-Lane, Monorel, dan Aero-Bus yang telah diRencanakan bersama antara Pemerintah Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat
Fasilitas halte, trotoar, dan jembatan penyeberangan untuk mendukung Program Bus-Lane, Monorel, dan Aero-Bus tersedia
2007 2011 Dishub, Dinas Bina Marga, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
2.4 Pengelolaan lingkungan hidup (emisi industri) belum dilaksanakan secara optimal oleh masyarakat industri
7.4 Penerapan baku mutu emisi sumber tidak bergerak
• Tersedianya hasil kajian baku mutu emisi sumber tidak bergerak berdasarkan data inventarisasi emisi dan evaluasi pemantauan kualitas emisi industri 5 tahun terakhir, potensi sumber pencemar, kondisi meteorologi dan topografi, kondisi tata guna tanah, dampak terhadap kesehatan, dan baku mutu emisi sumber tidak bergerak yang berlaku
• 2008 • 2008
• Diterbitkannya Peraturan Walikota Bandung tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak dan baku tingkat gangguan
• 2009 • 2009
• Tersedianya petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) baku mutu sumber tidak bergerak
• 2009 • 2009
12.4.2 Memberikan penyuluhan kepada masyarakat industri tentang kewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan memasang unit pengendali emisi pencemaran udara pencemaran udara
Terlaksananya penyuluhan kepada masyarakat industri sedikitnya 2 kali setiap tahun
2007 2011 Disperindag, BPLH
7.3 Penerapan sistem transportasi dan pengelolaan lalu lintas yang efektif
2.3 Sistem transportasi perkotaan danI manajemen lalu lintas yang kurang efektif
12.4.1 Menyusun baku mutu emisi sumber tidak bergerak khususnya untuk industri/kegiatan yang berpotensi mencemari udara di Kota Bandung (termasuk baku tingkat gangguan kebisingan, getaran, dan kebauan)
BPLH, Disperindag
Lampiran 2
12.4.3 Melakukan pengukuran dan analisis kualitas udara di industri
Terlaksananya pengukuran emisi di fasilitas industri (misal, cerobong) dan kualitas udara ambien di sekitar industri di 20 industri setiap tahun
2007 2011 BPLH, Disperindag
• Diterbitkannya peraturan tentang penyediaan insentif bagi penerapan produksi bersih dan/atau kontrol emisi
• 2007 • 2011
• Diterapkannya produksi bersih dan/atau kontrol emisi di sedikitnya 5 industri
• 2008 • 2011
• Hasil kajian tentang pencemaran dan pengelolaan udara dalam ruang tersedia
• Diterbitkannya Peraturan Walikota tentang kewajiban pengelola gedung untuk mengelola kualitas udara dalam ruang• Diterbitkannya Peraturan Walikota tentang kewajiban pengelola gedung untuk mengelola kualitas udara dalam ruang di tempat-tempat umum dan ruang parkir
• 2009 • 2009
• Tersedianya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pengelolaan kualitas udara
• 2010 • 2010
• Diterbitkannya Peraturan Walikota tentang larangan membakar sampah di tempat terbuka (sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah No. 11/2005 mengenai Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan)
• 2007 • 2008
• Tersedianya pedoman pelaksanaan larangan membakar sampah di tempat terbuka dan mekanisme pengawasannya
• 2007 • 2008
12.5.1 Menyusun peraturan tentang kewajiban pengelola gedung untuk mengelola kualitas udara dalam ruang
12.5.2 Menyusun pedoman pengelolaan kualitas udara dalam ruang
12.4.4 Memberikan insentif kepada masyarakat industri yang menerapkan produksi bersih atau kontrol emisi untuk mengurangi pencemaran udara
7.5 Pengendalian pencemaran dari sumber-sumber lainnya
2.5 Sumber pencemaran lainnya
Disperindag, BPLH
12.5.3 Menyusun peraturan tentang larangan membakar sampah di tempat terbuka
Dinas Kebersihan, BPLH, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Bina Marga
• 2009 • 2009 BPLH, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker)
BPLH, Disnaker
Lampiran 2
Mulai Selesai3. Pajanan pencemar udara 8. Pemantauan kualitas udara
• Diterbitkannya juklak pemantauan udara ambien (status mutu dan Indeks Standar Pencemar Udara - ISPU) dalam bentuk Peraturan Walikota yang mengatur di antaranya:
- Diseminasi- Pembiayaan- Kerjasama• Diterbitkannya juknis tentang pemantauan udara ambien, meliputi:- Lokasi/penempatan alat pantau- Waktu- Parameter (termasuk PM2,5)- Metode- Analisis- Evaluasi
13.1.2 Melakukan revitalisasi sistem pemantauan otomatis nasional yang ada
Sedikitnya 1 stasiun pemantau otomatis AQMS beroperasi penuh sesuai dengan juknis
2008 2011 BPLH
• Perhitungan ISPU tersedia setiap hari (minimum 80% data dari pemantauan otomatis tersedia)
• Pemantauan udara ambien secara manual (aktif) dilaksanakan minimum 84 kali setahun (= 80% dari pemantauan sebanyak dua kali seminggu)• Pemantauan udara ambien secara manual (pasif) terlaksana• Tersedianya pola distribusi konsentrasi pencemar udara berdasarkan hasil pemantauan, dan dimutakhirkan secara berkala
13.1.4 Melaksanakan pemantauan udara roadside secara berkala
Tersedianya data kualitas udara roadside 2007 2011 BPLH
3.2 Ketersediaan data kualitas udara yang belum mencukupi
8.2 Penguatan sistem pemantauan kualitas udara
13.2.1 Melakukan kajian sistem pemantauan kualitas udara
Hasil kajian mengenai desain sistem pemantauan (otomatis dan manual) tersedia
2007 2007 BPLH
13.2.2 Memperluas sistem pemantau kualitas udara Kota Bandung dan sekitarnya
Minimum 3 stasiun pemantau tambahan tersedia di Kota Bandung
2008 2009 BPLH
13.2.3 Mengembangkan jaringan pemantauan kualitas udara terpadu
Pusat dan basis data hasil pemantauan kualitas udara dari berbagai institusi dan dengan berbagai metode tersedia dan dimutakhirkan setiap tahun (di BPLH)
2007 2011 BPLH, BMG, BATAN,Puslitbang Jalan Departemen Pekerjaan Umum, Pusfatsatklim/LAPAN, Dinkes, KLH
BPLH
Waktu
• 2008
Instansi penanggungjawab
Pemantauan Kualitas Udara
13. Rencana aksi untuk pemantauan kualitas udara
BPLH
• 2008 • 2008
Analisis Intervensi strategis Rencana aksi Indikator
• 200813.1.1 Menyusun peraturan tentang pemantauan udara ambien Kota Bandung
8.1 Pemantauan udara ambien secara optimal
3.1 Parameter pencemar udara yang belum dipantau secara optimal
200713.1.3 Melakukan pemantauan udara ambien (dengan sistem pemantauan otomatis dan manual)
2011
Lampiran 2
13.3.1 Melakukan inventarisasi emisi Tersusunnya inventarisasi beban emisi 2008 2008 BPLH
13.3.2 Menyusun sistem informasi dan basis data hasil inventarisasi emisi
Basis data dan sistem informasi inventarisasi emisi tersedia dan dimutakhirkan setiap 2 tahun
2008 2011 BPLH
• Model kualitas udara yang diterapkan tervalidasi
• Tersedianya hasil prediksi kualitas udara, distribusi spasial, dan dampak kebijakan pengelolaan kualitas udara yang dimutakhirkan setiap 2 tahun• Kesepakatan kerjasama antara Pemkot dan media ditandatangani
• Informasi kualitas udara dikirimkan ke media sesuai dengan kebutuhan dengan frekuensi yang disepakati
8.3 Penyusunan basis data inventarisasi emisi yang berkelanjutan
3.3 Inventarisasi emisi belum dilakukan
13.5.1 Menyajikan informasi kualitas udara yang mudah dipahami untuk umum di media secara berkala
8.5 Penyebarluasan informasi kualitas udara secara teratur
3.5 Penyebarluasan informasi kualitas udara belum efektif
13.4.1 Melakukan prediksi kualitas udara dan dampak kebijakan pengelolaan kualitas udara
8.4 Pengembangan metode prediksi dampak dan analisis kebijakan
3.4 Perkembangan permodelan belum terlaksana
2008 2011 BPLH, LAPAN,
2008 2011 BPLH, Disinkom
Lampiran 2
Mulai Selesai4. Dampak pencemaran udara
9. Pemantauan dan mitigasi dampak pencemaran udara
14.1.1 Melaksanakan surveiians komprehensif tentang faktor risiko kesehatan
Terlaksananya surveilans satu kali setahun tentang faktor risiko kesehatan: 1 } jumlah kuman di dalam rumah, tempat pelayanan kesehatan, dan tempat-tempat umum; 2) konsentrasi partikulat di dalam rumah, tempat pelayanan kesehatan, dan tempat-tempat umum.
2007 2011 Dinkes, BPLH
14.1.2 Melaksanakan surveilans tentang penyakit yang terkait dengan pencemaran udara
Terlaksananya surveilans setiap bulan tentang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), pneumonia, asma, penyakit-penyakit kronis dan saluran pernapasan lainnya di tempat pelayanan kesehatan.
2007 2011 Dinkes
14.1.3 Melaksanakan surveilans tentang kematian yang terkait dengan pencemaran udara
Terlaksananya surveilans tentang kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung, paru-paru, dan kanker di tempat pelayanan kesehatan setiap 3 bulan
2007 2011 Dinkes
Terlaksananya sekali setahun penelitian tentang 3 hal yaitu:
• kadar timbel (Pb) siswa sekolah, petugas atau pekerja di jalan raya• kadar carboxyhemoglobin (CO-Hb) siswa sekolah, petugas atau pekerja di jalan raya
• dampak kesehatan lain yang perlu (misal: unsur toksik, peningkatan suhu ekstrim, hujan asam, atau lainnya)
14.1.5 Melakukan sosialisasi hasil-hasil surveilans penyakit dan kematian, kajian dan riset
Terlaksananya seminar sedikitnya sekali setahun untuk mendiseminasikan hasil-hasil surveilans dan penelitian
2007 2011 Dinkes, Universitas dan Lembaga Penelitian
14.1.6 Melakukan pencegahan melalui promosi kesehatan, rumah sehat dan kesehatan lingkungan
Program penyuluhan kepada masyarakat terlaksana 2 kali setahun
2007 2011 Dinkes
14.2.1 Melakukan pemeliharaan tanaman di ruang terbuka hijau
Terpeliharanya tanaman di ruang terbuka hijau setiap bulan
2007 2011 Dinas Pertamanan dan Pemakaman
14.2.2 Melakukan kajian/survei dan evaluasi dampak pencemaran udara pada tanaman, sayuran, dan sejenisnya (misal, dengan biomonitoring)
Tersedianya data dampak pencemaran udara pada tanaman
2007 2011 Dinas Pertamanan dan Pemakaman, BPLH, Litbang
Instansi penanggungjawabRencana aksi Indikator Waktu
14. Rencana aksi untuk pemantauan dan mitigasi dampak pencemaran udara
2007 201114.1.4 Mengkaji/meneliti dampak kesehatan pencemaran udara spesifik di Kota Bandung
9.2 Pengelolaan ruang terbuka hijau dan evaluasi dampak pencemaran udara pada tanaman
9.1 Pemantauan komprehensif dan penanggulangan dampak kesehatan
Mitigasi Dampak Pencemaran Udara
Analisis Intervensi strategis
4.1 Dampak pencemar udara terhadap kesehatan belum dipantau
4.2 Dampak pencemaran udara terhadap tanaman belum ditangani
Dinkes, Universitas, Lembaga Penelitian
Lampiran 2
Mulai Selesai Instansi penanggungjawabRencana aksi Indikator WaktuAnalisis Intervensi strategis
• Informasi mengenai pengaruh pencemar udara pada bangunan bersejarah/monumen dan langkah perawatan yang perlu dilakukan tersedia
• Terpeliharanya dan terlaksananya pekerjaan pemeliharaan bagian luar bangunan-bangunan bersejarah dan monumen setahun sekali
4.4 Biaya ekonomi akibat pencemaran udara tinggi
9.4 Analisis ekonomi dampak pencemaran udara
14.4.1 Melakukan kajian komprehensif tentang dampak pencemaran udara terhadap ekonomi
Hasil kajian komprehensif tentang dampak pencemaran udara terhadap ekonomi tersedia
2008 2009 Bappeda, Litbang, BPLH
4.5 Dampak pencemaran udara terhadap iklim mikro dan makro
9.5 Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK)
14.5.1 Mempromosikan penghematan energi dalam penurunan emisi GRK
Presentasi tentang potensi penurunan emisi GRK melalui berbagai kegiatan penghematan energi terlaksana (melalui program lain) sedikitnya 1 kali setahun
2007 2011 BPLHD, Disperindag
14.3.1 Melakukan pemeliharaan rutin bangunan-bangunan bersejarah dan monumen
9.3 Peningkatan pemeliharaan bangunan-bangunan bersejarah dan monumen
4.3 Dampak pencemaran udara terhadap bahan-bahan dan bangunan belum ditangani
2008 2011 Dinas Pariwisata
Lampiran 2
Mulai Selesai5. Kerangka kelembagaan 10. Penguatan kelembagaan
15.1.1 Menyusun mekanisme koordinasi dan pembentukan tim koordinasi untuk implementasi strategi dan rencana aksi peningkatan kualitas udara Kota Bandung
Disepakatinya mekanisme bersama oleh instansi-instansi terkait dan terbentuknya sekretariat bersama
2007 2007 BPLH, Bappeda
15.1.2 Melakukan analisis kebutuhan jumlah dan kapasitas sumber daya manusia di berbagai instansi yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas udara perkotaan
Analisis kebutuhan sumber daya manusia disiapkan
2007 2007 Bappeda, Bagian Kepegawaian
• Sedikitnya 75 staf mengikuti pelatihan setiap tahun
• Sedikitnya 20 staf berpartisipasi dalam workshop atau konferensi internasional per tahun
15.2.1 Melaksanakan pemeriksaan emisi kendaraan di jalan
Terlaksananya pemeriksaan emisi kendaraan wajib uji PKB di jalan setiap 3 bulan
2007 2011 Dishub, BPLH
15.2.2 Menyediakan fasilitas uji emisi untuk digunakan pada saat pemeriksaan emisi kendaraan djalan
Tersedianya 5 unit fasilitas uji emisi bergerak (untuk pengujian kendaraanberbahan bakar solar dan bensin)
2007 2011 Dishub, Bappeda, BPLH
15.2.3 Melakukan pemeriksaan acak terhadap emisi kegiatan industri (yang diatur baku mutunya)
Sedikitnya 20 industri yang baku mutu emisinya diatur dalam peraturan diperiksa emisinya secara acak setiap tahun, dan jumlah ini meningkat sedikitnya 10% setiap tahun
2007 2011 BPLH
5.3 Inisiatif peningkatan kualitas udara di Kota Bandung masih terbatas
10.3 Pembinaan daerah untuk meningkatkan kualitas udara perkotaan
15.3.1 Membentuk pusat informasi dan komunikasi antar dinas/badan untuk peningkatan kualitas udara perkotaan
Jaringan kerjasama antar dinas/badan untuk udara bersih terbentuk
2007 2008 BPLH, Bappeda
10.2 Penguatan penegakan hukum
5.2 Penegakan hukum yang lemah
Penguatan Kelembagaan untuk Pengelolaan Kualitas Udara
15. Rencana aksi untuk penguatan kelembagaan
2007 2011 BPLH, Disperindag, Dishub, Dinkes, Bappeda, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Tata Kota, Dinas Bina Marga, Kantor Pendidikan dan Latihan, BATAN, Puslitbang Jalan Departemen Pekerjaan Umum, Pusfatsatklim/LAPAN
15.1.3 Melaksanakan berbagai pelatihan dan berpartisipasi dalam berbagai konferensi, seminar dan lokakarya tingkat nasional maupun internasional dalam bidang-bidang yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas udara
10.1 Peningkatan koordinasi antar instansi dan kapasitas lembaga
5.1 Tata dan kapasitas kelembagaan kurang memadai
Analisis IndikatorIntervensi strategis Rencana aksi Waktu Instansi penanggungjawab
Lampiran 2
Mulai SelesaiAnalisis IndikatorIntervensi strategis Rencana aksi Waktu Instansi penanggungjawab
15.4.1 Mengalokasikan dana APBD yang berasal dari pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar minyak, dan pajak/retribusi lainnya terkait dengan peningkatan kualitas udara
Sedikitnya 10% dari APBD dialokasikan untuk belanja peningkatan kualitas udara perkotaan
2009 2011 Bappeda, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)
• Terlaksananya studi dan lokakarya dalam rangka pengembangan pembiayaan alternatif
• Tersusunnya skema alternatif pembiayaan untuk peningkatan kualitas udara perkotaan
Sumber: Dokumen UAQI Kota Bandung
10.4 Mobilisasi sumber pendanaan untuk peningkatan kualitas udara
5.4 Pendanaan yang tidak memadai
Bappeda2011200915.4.2 Mengembangkan pembiayaan alternatif dari sumber pendanaan domestik (APBN, APBD provinsi, PBD Kota) dan internaslonal untuk peningkatan kualitas udara perkotaan
Lampiran 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Fixed Station (BAF) :
1 BAF1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - √ √ √2 BAF2 √ √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - - - - - - - - √ √ √3 BAF3 √ √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - - √ √ √ - - - - - -4 BAF4 √ √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - - - - -5 BAF5 √ √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - - - - - - - - - - -
Public Data Display (PDD) :1 PDD1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √2 PDD2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √3 PDD3* - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -4 PDD4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √5 PDD5 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Regional Center :1 Alat Kalibrasi2 Workstation √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √3 Server √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sumber : Laboratorium Udara Kota Bandung
√
KONDISI STASIUN PEMANTAU KUALITAS UDARA AMBIENBADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDUNGTAHUN 2007
NO. NAMA ALAT PEMANTAUKONDISI ALAT DALAM 5 TAHUN
TAHUN 2004TAHUN 2003 TAHUN 2005
√√
Lampiran 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -√ √ √ - - - - - - √ √ √ √ √ - - - - - - - -√ √ √ - - - - - - √ √ √ √ √ - - - - - - - -√ √ √ - - - - - - √ √ √ √ √ - - √ √ √ √ √ √
√ √ √ - - - - - - √ √ √ √ √ - - - - - - - -√ √ √ - - - - - - √ √ √ - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -√ √ √ - - - - - - √ √ √ √ √ - - - - - - - -√ √ √ - - - - - - √ √ √ √ √ - - - - - - - -
√ √ √ - - - - - - √ √ √ √ √ - - - - - √ √ √√ √ √ - - - - - - √ √ √ √ √ - - - - - - - -
* PDD3 dibongkar pihak pembangunan
Taman Alun-Alun
√ √
KETERANGANTAHUN 2007TAHUN 2006
Lampiran 4
Kebutuhan Listrik dan Telepon Stasiun Pemantau Kualitas Udara Dalam Setahun
Biaya Satuan Biaya dlm Sebulan
Biaya dlm Setahun Biaya Satuan Biaya dlm
Sebulan Biaya dlm Setahun
Fixed Station 5 850.000 4.250.000 51.000.000 40.000 200.000 2.400.000 Data Display 5 200.000 1.000.000 12.000.000 40.000 200.000 2.400.000 Regional Centre 1 900.000 900.000 10.800.000 500.000 500.000 6.000.000
73.800.000 10.800.000
Sumber : Laboratorium Udara Kota Bandung
TOTAL
LISTRIK TELEPONALAT
PEMANTAU JUMLAH
Lampiran 5
DATA JUMLAH KENDARAAN YANG MELAKUKAN PENGUJIAN BERKALA TAHUN 2005-2007 (OKT 2007)
PENGUJIAN BARU
PENGUJIAN BERKALA TOTAL BENSIN SOLAR TOTAL BENSIN SOLAR TOTAL
1 2005 5.233 89.915 95.148 1.748.829.960 1.151 272 1.423 1,50% 246 54 300 21,08%2 2006 2.870 88.565 91.435 1.746.575.660 3.884 2.244 6.128 6,70% 1.316 909 2.223 36,28%3 s.d OKT 2007 2.535 76.417 78.952 1.543.501.940 2.471 1.405 3.876 4,91% 883 566 1.449 37,38%
PROSENTASE YANG TDK
LULUS UJI (%)
PROSENTASE YANG DIUJI
(%)
JUMLAH YANG DIUJI
NO TAHUN
TIDAK LULUS UJIJUMLAH YANG DAFTAR
RETRIBUSI
Lampiran 6
DAFTAR BENGKEL HASIL PENDATAAN DI KOTA BANDUNG
NO NAMA BENGKEL ALAMAT KETERANGAN1 JAZIRAH STATION Jl. Soekarno Hatta 5952 CITRA KARYA PRANATA (HYUNDAI) Jl. Soekarno Hatta 7273 CITRA KARYA PRANATA (MERCEDES) Jl. Soekarno Hatta 7274 TUNAS DAIHATSU Jl. Soekarno Hatta 1085 ASTRA ISUZU INTERNATIONAL Jl. Soekarno Hatta 4526 SRIKANDI DIAMOND MOTOR Jl. Soekarno Hatta 342 Ada Ijin Operasional7 SPEEDY SERVICE Jl. Burangrang 338 TUNAS TOYOTA Jl. Gatot Subroto 1099 KENCANA MOTOR Jl. Gatot Subroto 182
10 DLA MOTOR Jl. Kiara Condong 11111 KONJAYA MOTOR Jl. Terusan Jakarta 3212 WIJAYA MOTOR Jl. Jend.A.Yani 33613 ASTRA INT PEUGEOT Jl. Jend.A.Yani 25414 VIERSA AUTO SERVICE Jl. Buah Batu 159 Ada Ijin Operasional15 DUTA MITRA BAN Jl. BKR 11516 AUTO 2000 ASIA AFRIKA Jl. Asia Afrika 125 Ada Ijin Operasional17 ASTRA INT DAIHATSU Jl. Asia Afrika 12718 INDOSAL UTAMA Jl. Dewi Sartika 2819 SILOAM MOTOR Jl. Jend.Sudirman 13820 AUTO 2000 SOEKARNO HATTA Jl. Soekarno Hatta 14521 SALUYU PUTRA Jl. Soekarno Hatta 17822 NUSANTARA JAYA SENTOSA Jl. Soekarno Hatta 28923 AUTO 2000 PASTEUR Jl. Dr. Junjunan 15924 SURYA PUTRA SARANA Jl. Abdurrahman Saleh 4 Ada Ijin Operasional25 SURYA PUTRA SARANA Jl. Jend.Sudirman 776-778 Ada Ijin Operasional26 ISTANA BANDUNG RAYA Jl. Cicendo Ada Ijin Operasional27 INDOSENTOSA TRADA Jl. Soekarno Hatta 38228 ADIRA MOBILINDO BMW Jl. Soekarno Hatta 51829 MERDEKA MOTOR Jl. Kiara Condong 4730 SUPRATMAN MOTOR Jl. Kiara Condong 33831 TUNAS DAIHATSU Jl. Jend. A.Yani 10832 ASTRA INT DAIHATSU Jl. Raya Cibeureum 4233 NIKI MOTOR 1 Jl. Raya Cibeureum 34 ASCO ISUZU Jl. Wastukancana 7535 BAHANA SETIA NUSA Jl. Dr. Junjunan 11936 SURYA PUTRA SARANA Jl. Abdurrahman Saleh 437 NIKI MOTOR Jl. Sindang Sirna 7338 SETIABUDI LESTARI Jl. Setiabudi 18-2039 BENGKEL MULIA SARI Jl. Terusan Pasir Koja 42
Sumber : Dinas Perhubungan
Lampiran 7
DAFTAR STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR (SPBU) YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN RTH
NO. NAMA SPBU Searah Jalan Lebar Jalan (M)
Jarak GSB (M)
Lebar Persil (M)
Untuk Jalan
Masuk (M)
Luas RTH
Seharus Nya (M2)
Luas RTH Yang Ada (M2)
Luas RTH Tidak
Dipenuhi (M2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. SPBU A.H. Nasution Jl. A.H. Nasution 30 10 35 12 230,0 160 70,0 RT.02/15 Jl. Sindang Sari I 8 5 32 12 50,0 0 50,0
2. SPBU A.H. Nasution Jl. A.H. Nasution 30 8 25 9 128,0 0 128,0
3. SPBU Ahmad Yani 277 Jl. Jend. A. Yani 20 8 46 18 224,0 0 224,0 Jl. Supratman 28 12 30 12 120,0 0 120,0 Jl. Bengawan 19 10 46 18 160,0 0 160,0
4. SPBU Ahmad Yani Jl. Jend. A. Yani 20 8 33 12 168,0 17 151,0
5. SPBU Buah Batu Jl. Soekarno Hata 62 8 40 15 200,0 20 180,0 Jl. Buah Batu 32 8 20 9 24,0 0 24,0
6. SPBU Cipaganti Jl. Cipaganti 20 12 40 15 300,0 0 300,0 Jl. Bosha 11 12 30 12 72,0 0 72,0 Jl. Bosha 11 6 40 15 78,0 0 78,0 Jl. Lamping 15 10 30 12 120,0 0 120,0
7. SPBU Garuda 92 Jl. Garuda 20 5,5 22 9 71,5 60 11,5
8. SPBU Holis 95-97 Jl. Soekarno Hata 62 8 35 15 160,0 0 160,0 Jl. Holis 21 5 32 12 100,0 0 100,0
9. SPBU Ibrahim Ajie Jl. Ibrahim Ajie 30 10 33 12 210,0 0 210,0 Jl. Mandala 10 5 30 12 40,0 0 40,0
10. SPBO Kopo 288 Jl. Kopo 20 8 33 12 168,0 11 157,0 Jl. Bapa Merta 3 3 30 12 30,0 0 30,0
11. SPBU Moch Ramdhan 92 Jl. Moch. Ramdhan 22 6,5 16 6 65,0 11 54,0 Jl. Murni 4 4 25 9 64,0 0 64,0
12. SPBU Moc.Toha 357 Jl. Mohamad Toha 5 4 40 15 100,0 16 84,0
12. SPBU Moc.Toha Jl. Mohamad Toha 6 4 15 6 36,0 0 36,0
14. SPBU Pasir Koja 88 Jl. Pasir Koja 24 10 25 9 160,0 14 146,0
15. SPBU Peta 144 Jl. Peta 30 10 40 15 250,0 77 173,0
16. SPBU RE Martadinata 79 Jl. RE. Martadinata 30 5 20 9 55,0 44 11,0
17. SPBU Setiabudi Jl. Setiabudi 20 15 30 12 270,0 60 210,0
18. SPBU Soekarno Hata 15 Jl. Soekarno Hata 62 8 65 24 328,0 13 315,0 Jl. Madrasah 3 3 30 12 30,0 0 30,0
19. SPBU Soekarno Hata 491 Jl. Soekarno Hata 62 8 20 9 88,0 13 75,0 Jl. Cijagra 12 6 20 9 18,0 0 18,0
20. SPBU Soekarno Reg 1468 Jl. Soekarno Hata 62 8 35 12 184,0 0 184,0
21. SPBU Sunda 76B Jl. Sunda 22 6 40 15 150,0 12 138,0
22. SPBU Surapati Jl. Surapati 35 12 15 6 108,0 0 108,0 Jl. (Renc Jalan Pasar) 20 5 40 15 65,0 0 65,0
Lampiran 7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
23. SPBU Terminal Ciroyom Jl. Tr Ciroyom Timur 10 6 22 9 78,0 5 73,0 Jl. Tr Ciroyom Barat 8 5 20 9 25,0 0 25,0
24. SPBU Terusan Buah Batu Jl. Ter. Buah Batu 30 5,5 35 12 126,5 0 126,5
25. SPBU Djunnjungan Jl. Dr. Djunjungan 36 12 17 6 132,0 0 132,0
26. SPBU Jl. Ter. Buah Batu Jl. Ter. Buah Batu 30 5,5 38 15 126,5 0 126,5 Jl. Sekelimus Utara 5 4 35 12 70,0 0 70,0
27. SPBU Jl. Ir. H. Juanda Jl. Ir. H. Juanda 26 11 50 18 352,0 0 352,0
28. SPBU Jl. Sudirman Jl. Jend. Sudirman 20 8 35 12 184,0 0 184,0
29. SPBU Pasteur Jl. Dr. Djunjungan 36 12 60 21 468,0 0 468,0
30. SPBU Cokroaminoto Jl. Cokroaminoto 50 5,5 20 9 60,5 0 60,5
Jumlah 6.247,0 533,0 5.714,0
Lampiran 8
DAFTAR PERTOKOAN/MALL/APARTEMEN YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN RTH
NO. PERTOKOAN/MALL/
APARTEMEN Searah Jalan
Lebar Jalan (M)
Jarak GSB (M)
Lebar Persil (M)
Untuk Jalan
Masuk (M)
Luas RTH
Seharus Nya (M2)
Luas RTH Yang Ada (M2)
Luas RTH Tidak
Dipenuhi (M2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Toserba Jl. Pahlawan Jl. Pahlawan 17 10 60 21 2.340,0 0 2.340,0
2. Bandung Trade Mall Jl. Ibrahim Adjie 30 8 92 22 6.440,0 0 6.440,0
3. Paris Van Java Jl. Sukajadi 18 10 177 60 20.709,0 0 20.709,0
4. BTC Jl. Dr. Junjungan 36 12 145 51 13.630,0 0 13.630,0
5. Toserba Jl. Buah Batu Jl. Buah Batu 20 8 75 27 3.600,0 0 3.600,0
6. Dago Butik Jl. Ir. H. Juanda 26 11 25 9 400,0 0 400,0
Jl. Siliwangi 20 10 60 21 2.230,0 0 2.230,0
7. BSM Jl. Gatot Subroto 26 14 136 48 11.968,0 0 11.968,0
8. Metro Furniture Jl. Soekarno Hatta 62 8 44 15 1.276,0 0 1.276,0
9. Carefour Soekarno Hatta Jl. Soekarno Hatta 62 8 120 42 9.360,0 0 9.360,0
Jl. Ibrahim Adjie 30 8 155 54 15.655,0 0 15.655,0
Jumlah 87.608,0 0,0 87.608,0
Lampiran 9
DAFTAR PERSIL YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN RTH
NO. NAMA Searah Jalan Lebar Jalan (M)
Jarak GSB (M)
Lebar Persil (M)
Untuk Jalan
Masuk (M)
Luas RTH
Seharus Nya (M2)
Luas RTH Yang Ada (M2)
Luas RTH Tidak
Dipenuhi (M2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Marala Hotel and Café Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 25 9 128,0 0 128,0
2 BPR Bank Kopersi Jabar Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 40 15 200,0 0 200,0
3 Precision Auto Care Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 30 12 144,0 0 144,0
4 Bintang Timur Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 108 20 8 12 6 48,0 0 48,0
5 PT Global Transportasi N. Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 12 6 48,0 0 48,0
6 Mini Market Rinjani Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 20 9 88,0 0 88,0
7 Kedai Mangga Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 30 12 144,0 0 144,0
8 Rogears Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 40 15 200,0 0 200,0
9 Restoran Sederhana Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 30 12 144,0 0 144,0
10 Plaza Toyota Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 50 18 256,0 0 256,0
11 Warung Nasi Khas Sunda Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 25 9 128,0 0 128,0
12 Bank Jabar Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 15 6 72,0 0 72,0
13 Warung Nasi Ampera Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 20 9 88,0 0 88,0
14 Hotel Sepuluh Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 15 6 72,0 0 72,0
15 Graha Santika Hotel Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 15 6 72,0 0 72,0
16 Dunia Buah-Buahan Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 14 20 8 20 9 88,0 0 88,0
17 Titipan Wibowo Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 10 6 32,0 0 32,0
18 Karaoke Empire Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 50 18 256,0 0 256,0
19 Babe Centro Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 15 6 72,0 0 72,0
20 Sari Salon SPA Jl. Pelajar Pejuang 45 20 8 30 12 144,0 0 144,0
Jumlah 2.424,0 0 2.424,0
Lampiran 10
DAFTAR PERSIL YANG MENGGUNAKAN SEMPADAN JALAN UNTUK KEGIATAN USAHA
No Nama Alamat Keterangan 1 2 3 4
1. Toko Anonim Wardrobe Jl. Teuku Umar No.9 P: 12 M Semen 2. Grande Jl. Teuku Umar P: 20 M Semen 3. Jet Set Jl. Teuku Umar P: 5 M Semen, Persil < 40% 4. Episode Jl. Ir. Djuanda 125 P: 10 atau 15 M Semen 5. Dago Panyawangan Jl. Ir. Djuanda P: 10 M Semen 6. Miyazaki Jl. Ir. Djuanda P: 15 M Semen, Persil < 40% 7. Transparan Beauty Jl. Ir. Djuanda P: 10 M Semen, Persil < 40% 8. Level FO Jl. Ir. Djuanda Persil < 40% 9. Wijaya Motor Jl. Ir. Djuanda Persil < 40% 10. Royal Dago Jl. Ir. Djuanda RTH diaspal 11. Coca Suki Resto Jl. Ir. Djuanda P: 15 M, Persil < 40% 12. Ayam Pringgodani Jl. Ir. Djuanda P: 10 M Semen, 13. Borma Jl. Ir. Djuanda Persil < 40% 14. Thai Palace Resto Jl. Ir. Djuanda Persil < 40% 15. Roger Salon Jl. Ir. Djuanda Persil < 40%, Sempadan = 0 M 16. Permata Bank Jl. Merdeka Persil < 40%, Sempadan = 0 M 17. Hoka-Hoka Bento Jl. Merdeka Persil < 40%, Sempadan = 0 M 18. Seruni Foto Jl. Merdeka Persil < 40%, Sempadan = 0 M 19. Merdeka FO Jl. Merdeka Persil < 40%, Sempadan = 0 M 20. Ceria Jl. Lembong (Dp. Panghegar) Persil < 40%, Sempadan = 0 M 21. Varia Jl. Lembong Persil < 40%, Sempadan = 0 M 22. Hezel B. Jl. Veteran Persil < 40%, Sempadan = 0 M 23. Kantor Notaris Diana I. Jl. Veteran Persil < 40%, Sempadan = 0 M 24. Hotel Internasional Jl. Veteran Sempadan dan Persil 25. Bakri Life Jl. Veteran Sempadan dan Persil 26. Batagor Kingsley Jl. Veteran Sempadan = 0 M / RTH 27. Veteran Motor Jl. Veteran Sempadan = 0 M / RTH 28. Zaxie Jl. Veteran Sempadan = 0 M / RTH 29. Edwar Forer Jl. Veteran Sempadan = 0 M / RTH 30. Barlo Bisnis Jl. Veteran Sempadan = 0 M / RTH 31. TB. Metal Jaya Jl. Veteran Sempadan = 0 M / RTH 32. Style Jl. Veteran Sempadan = 0 M / RTH 33. Rumah No.58 Jl. Veteran Sempadan = 0 34. Bintang Jaya Makmur Jl. Veteran Sempadan = 0 35. Lea Store Jl. Asia Afrika Sempadan = 0 36. KFC Jl. Pajajaran Sempadan = 0
Lampiran 10
1 2 3 4 37. Bank NISP Jl. Pajajaran Sempadan = 0 38. Younx Variasi Jl. Pajajaran Sempadan = 0 39. Gracia Florist Jl. Pajajaran Sempadan = 0 40. Apotik Kimia Farma Jl. Pajajaran Sempadan = 0 41. Alfamart Pajajaran Jl. Pajajaran Sempadan = 0 42. Bank Mandiri Jl. Pajajaran Sempadan = 0 43. Inti Persada Jl. Pajajaran Sempadan = 0 44. BSP. Motor No.108 Jl. Pajajaran Sempadan = 0 45. Toko sebelah BSP. Motor Jl. Pajajaran Sempadan = 0 46. Wrg. Ampera Jl. Pajajaran Sempadan = 0 47. Dental Poin Jl. Pajajaran Sempadan = 0 48. Yoyong Redhy Jl. Pajajaran Sempadan = 0 49. Hotel Pajajaran Jl. Pajajaran Sempadan = 0 50. PT. Inned Jl. Pajajaran Sempadan = 0 51. Prudential Jl. Pajajaran Sempadan = 0 52. Sumber Rizki Motor Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 53. BRI Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 54. Decorin Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 55. Sentosa Jaya Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 56. Pos Kamling RW.9 Jl. Abd. Saleh Diatas Trotoar 57. Megah Prima No.58B Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 58. Huper Optik Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 59. Cipta Lestari Outlet Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 60. Lapang Jaya Motor Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 61. Nisan AR. Saleh Jl. Abd. Saleh Sempadan = 0 62. Xerox No.107 Jl. Paskal Sempadan = 0 63. BRI Jl. Paskal Sempadan = 0 64. BPR Mandiri Jl. Paskal Sempadan = 0 65. Akademi Ariyanti Jl. Paskal Sempadan = 0 66. Paskal Motor Jl. Paskal Sempadan = 0 67. Toko No.140 Jl. Paskal Sempadan = 0 68. Toko Persegi Jl. Paskal Sempadan = 0 69. American Matrass Jl. Paskal Sempadan = 0 70. Selamat Tire Jl. Paskal Sempadan = 0 71. Bumbu Desa Jl. Paskal Sempadan = 0 72. Bank Mega Jl. Paskal Sempadan = 0 73. Anada Jl. Paskal Sempadan = 0 74. Wijaya Utama Ban Jl. Paskal Sempadan = 0 75. JMS Jl. Junjunan Sempadan = 0 76. Naya Jl. Junjunan Sempadan = 0 77. Diaz Jl. Sederhana Sempadan = 0 78. Simpang raya Jl. Pasteur Sempadan = 0 79. Marala Hotel and Café Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0
Lampiran 10
1 2 3 4 80. BPR Bank Kopersi Jabar Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 81. Precision Auto Care Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 82. Bintang Timur Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 108 Sempadan = 0 83. PT Global Transportasi N. Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 84. Mini Market Rinjani Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 85. Kedai Mangga Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 86. Rogears Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 87. Restoran Sederhana Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 88. Plaza Toyota Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 89. Warung Nasi Khas Sunda Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 56 Sempadan = 0 90. Bank Jabar Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 91. Warung Nasi Ampera Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 52 Sempadan = 0 92. Hotel Sepuluh Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 93. Graha Santika Hotel Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 94. Dunia Buah-Buahan Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 14 Sempadan = 0 95. Titipan Wibowo Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 96. Karaoke Empire Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 97. Babe Centro Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0 98. Sari Salon SPA Jl. Pelajar Pejuang 45 No. Sempadan = 0
Lampiran 11
Rincian Kapling Tanah Pengembangan Kawasan Punclut
Menjadi Kawasan Hunian Terpadu Dan Pariwisata Yang Masuk Wilayah Administrasi Kota Bandung
No Ukuran Kapling (m2) Unit Total Luas Keterangan Pemilik
1 2 3 4 5
1 1000 30 30.000 PT DUSP
2 1280 4 5120 PT DUSP
3 1020 3 3060 PT DUSP
4 1001 8 8008 PT DUSP
5 1086.8 3 3260.4 PT DUSP
6 1115 1 1115 PT DUSP
7 557 1 557 PT DUSP
8 877 8 7016 PT DUSP
9 890 1 890 PT DUSP
10 841 1 841 PT DUSP
11 917 1 917 PT DUSP
12 915 1 915 PT DUSP
13 974 1 974 PT DUSP
14 786 1 786 PT DUSP
15 1136 1 1136 PT DUSP
16 970 1 970 PT DUSP
17 379 1 379 PT DUSP
18 563 1 563 PT DUSP
19 1087 1 1087 PT DUSP
20 1196 1 1196 PT DUSP
21 96 1 96 PT DUSP
22 1348 1 1348 PT DUSP
23 1340 1 1340 PT DUSP
24 2248 1 2248 PT DUSP
25 3814 1 3814 PT DUSP
26 2825 1 2825 PT DUSP
27 2396 1 2396 PT DUSP
28 1878 1 1878 PT DUSP
29 1533 1 1533 PT DUSP
30 2129 1 2129 PT DUSP
31 4000 1 4000 PT DUSP
32 2526 1 2526 PT DUSP
Lampiran 11
33 9192 1 9192 PT DUSP
34 8737 1 8737 PT DUSP
35 1072 1 1072 PT DUSP
36 1040 1 1040 PT DUSP
37 1148 1 1148 PT DUSP
38 1186 1 1186 PT DUSP
39 1233 1 1233 PT DUSP
40 1282 1 1282 PT DUSP
41 1323 1 1323 PT DUSP
42 1429 1 1429 PT DUSP
43 1706 1 1706 PT DUSP
44 1206 1 1206 PT DUSP
45 1634 1 1634 PT DUSP
46 1398 1 1398 PT DUSP
47 1283 1 1283 PT DUSP
48 892 1 892 PT DUSP
49 1584 1 1584 PT DUSP
50 900 1 900 PT DUSP
51 1150 1 1150 Ibu eli
52 6750 1 6750 Pak Lupi
53 2050 1 2050 Bu Eras
54 550 1 550 PT DUSP
55 3304 1 3304 PT DUSP
56 3088 1 3088 PT DUSP
57 2730 1 2730 PT DUSP
58 2768 1 2768 PT DUSP
59 2324 1 2324 PT DUSP
60 2399 1 2399 PT DUSP
61 1899 1 1899 PT DUSP
62 2091 1 2091 PT DUSP
63 2094 1 2094 PT DUSP
64 2041 1 2041 PT DUSP
65 2732 1 2732 PT DUSP
66 985 1 985 PT DUSP
67 1505 1 1505 PT DUSP
68 1390 1 1390 PT DUSP
69 1303 1 1303 PT DUSP
70 1616 1 1616 PT DUSP
Lampiran 11
Sumber : Site Plan Pengembangan Kawasan Punclut, Dinas Tata Kota Bandung 2006
71 1174 1 1174 PT DUSP
72 887 1 887 PT DUSP
73 1470 1 1470 PT DUSP
74 1220 1 1220 PT DUSP
75 1729 1 1729 PT DUSP
76 1750 1 1750 PT DUSP
77 1226 1 1226 PT DUSP
78 1150 1 1150 PT DUSP
79 Lap. Bola 1 6792 PT DUSP
Total 129 165.365.4