Backup of sekapur sirih - experd.com · dipilih seksama untuk menjadi calon pimpinan organisasi...

4
Sekapur Sirih WAKE UP INDONESIA 1 Bapak dan Ibu yang Saya hormati, Selamat datang di seminar “THE POWER OF COACHING”. Kami sangat gembira, setelah 23 tahun EXPERD berdiri, kita bisa mengadakan pertemuan ini. Harapan kita semua, tentu saja, kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi kita yang hadir disini, namun menjadi awal bagi kita untuk melakukan inisiatif dan perubahan yang bermanfaat bagi generasi kita selanjutnya. Bapak dan ibu, kami percaya bahwa setiap kita yang hadir di sini, memiliki keyakinan yang sama, yaitu: “Manusia adalah aset terpenting”, bagi kemajuan tim dan organisasi. Meski manusia kerap disebut-sebut sebagai aset terpenting bagi kemajuan bangsa, namun bukankah sampai saat ini belum ada lembaga pemerintah di Indonesia yang secara khusus menaungi ilmu psikologi? Tidak sedikit kita temui perusahaan yang belum merasa perlu punya divisi yang khusus mengurusi SDM. Hal yang juga kerap kita temui adalah fungsi pengelolaan SDM dirangkap dengan fungsi lain di perusahaan. Intinya, begitu banyak bukti betapa pengelolaan manusia dipinggirkan, dikesampingkan. Ini tentu tantangan yang musti kita jawab bersama-sama. Kita belum bisa menepuk dada sekedar karena punya slogan yang mengatakan manusia sebagai aset terpenting. Kita baru boleh bangga kalau kita melakukan tindakan yang nyata-nyata memanusiakan manusia. Sebagai intangible asset, dampak pengelolaan MANUSIA memang tidak serta merta tampak pada laporan keuangan perusahaan. Namun, tidak berarti hal ini membuat kita boleh mengabaikan evaluasi dan pengukuran dampak Return on Investment (ROI) dari program pengelolaan manusia. Kesalahaan pengelolaan manusia jelas akan berdampak pada reputasi dan image perusahaan yang ujung-ujungnya berhubungan langsung dengan revenue dan produktivitas. Bila kita kehilangan satu karyawan unggul, tak terhitung besarnya kerugian kita, tidak hanya dalam bisnis tapi juga reputasi dan image perusahaan, karena “knowhow” yang telah kita investasikan akan pergi bersama individu itu, tidak bisa kita minta ditinggalkan di perusahaan. Dengan hakikat MANUSIA sebagai intangible asset, kita semestinya sadar betapa kita tidak boleh melepaskan pengelolaan manusia pada sistem, apalagi melupakan bagaimana kita meMANUSIAkan karyawan kita. Kita tentu sadar, bahwa isu hangat dalam pengelolaan SDM yang senantiasa berulang tiap tahunnya adalah kasus upah buruh. Situasi ini menimbulkan persepsi seolah - olah MANUSIA adalah beban bagi organisasi. Kita senantiasa mendapat kesan buruh buruh membuat pemilik perusahaan frustasi, lalu lintas macet, keamanan terancam. Terasa seperti para buruh hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak memikirkan organisasi. Namun pertanyaannya, apakah organisasi juga telah memperlakukan buruh sebagai aset terpenting? Sudahkah perusahaan melibatkan para karyawan untuk berpikir bersama mengenai bisnis? Sudahkah kita, sebagai bagian dari manajemen, melibatkan buruh sebagai bagian rencana strategis kita? Kita bisa belajar dari sebuah perusahaan, yang begitu kasus upah buruh merebak langsung mem-brief buruhnya dan mengajarkan hitung-hitungan upah vs profit and loss, sehingga setiap orang dalam perusahaan memiliki mindset layaknya si business owner. Para buruh diajak untuk melek bahwa mereka perlu menjaga bukan sekedar sales, produktivitas, tetapi juga efisiensi dan laba perusahaan. Ini bukti betapa dengan memanusiakan buruh-buruh ini, tidak ada demo di perusahaan itu. Kita pun bisa belajar bagaimana perusahaan seperti “Zappos”, berhasil keluar dari krisis keuangan Amerika, hanya karena spirit. Tengoklah bagaimana Southwest Airlines bisa survive karena servis yang di- NIATkan seluruh jajaran karyawannya, dengan janji CEO-nya untuk tidak memPHK satu karyawan pun.

Transcript of Backup of sekapur sirih - experd.com · dipilih seksama untuk menjadi calon pimpinan organisasi...

Page 1: Backup of sekapur sirih - experd.com · dipilih seksama untuk menjadi calon pimpinan organisasi melalui ... Survei menunjukkan 93% orang mengakui pentingnya ... bagi karyawan untuk

S e k a p u r S i r i hWAKE UP INDONESIA

1

Bapak dan Ibu yang Saya hormati,

Selamat datang di seminar “THE POWER OF COACHING”. Kami sangat gembira, setelah 23 tahun EXPERD berdiri, kita bisa

mengadakan pertemuan ini. Harapan kita semua, tentu saja, kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi kita yang hadir

disini, namun menjadi awal bagi kita untuk melakukan inisiatif dan perubahan yang bermanfaat bagi generasi kita

selanjutnya.

Bapak dan ibu, kami percaya bahwa setiap kita yang hadir di sini, memiliki keyakinan yang sama, yaitu: “Manusia adalah

aset terpenting”, bagi kemajuan tim dan organisasi. Meski manusia kerap disebut-sebut sebagai aset terpenting bagi

kemajuan bangsa, namun bukankah sampai saat ini belum ada lembaga pemerintah di Indonesia yang secara khusus

menaungi ilmu psikologi? Tidak sedikit kita temui perusahaan yang belum merasa perlu punya divisi yang khusus

mengurusi SDM. Hal yang juga kerap kita temui adalah fungsi pengelolaan SDM dirangkap dengan fungsi lain di

perusahaan. Intinya, begitu banyak bukti betapa pengelolaan manusia dipinggirkan, dikesampingkan. Ini tentu

tantangan yang musti kita jawab bersama-sama. Kita belum bisa menepuk dada sekedar karena punya slogan yang

mengatakan manusia sebagai aset terpenting. Kita baru boleh bangga kalau kita melakukan tindakan yang nyata-nyata

memanusiakan manusia.

Sebagai intangible asset, dampak pengelolaan MANUSIA memang tidak serta merta tampak pada laporan keuangan

perusahaan. Namun, tidak berarti hal ini membuat kita boleh mengabaikan evaluasi dan pengukuran dampak Return on

Investment (ROI) dari program pengelolaan manusia. Kesalahaan pengelolaan manusia jelas akan berdampak pada

reputasi dan image perusahaan yang ujung-ujungnya berhubungan langsung dengan revenue dan produktivitas. Bila kita

kehilangan satu karyawan unggul, tak terhitung besarnya kerugian kita, tidak hanya dalam bisnis tapi juga reputasi dan

image perusahaan, karena “knowhow” yang telah kita investasikan akan pergi bersama individu itu, tidak bisa kita minta

ditinggalkan di perusahaan. Dengan hakikat MANUSIA sebagai intangible asset, kita semestinya sadar betapa kita tidak

boleh melepaskan pengelolaan manusia pada sistem, apalagi melupakan bagaimana kita meMANUSIAkan karyawan

kita.

Kita tentu sadar, bahwa isu hangat dalam pengelolaan SDM yang senantiasa berulang tiap tahunnya adalah kasus upah

buruh. Situasi ini menimbulkan persepsi seolah - olah MANUSIA adalah beban bagi organisasi. Kita senantiasa mendapat

kesan buruh buruh membuat pemilik perusahaan frustasi, lalu lintas macet, keamanan terancam. Terasa seperti para

buruh hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak memikirkan organisasi. Namun pertanyaannya, apakah organisasi juga

telah memperlakukan buruh sebagai aset terpenting? Sudahkah perusahaan melibatkan para karyawan untuk berpikir

bersama mengenai bisnis? Sudahkah kita, sebagai bagian dari manajemen, melibatkan buruh sebagai bagian rencana

strategis kita? Kita bisa belajar dari sebuah perusahaan, yang begitu kasus upah buruh merebak langsung mem-brief

buruhnya dan mengajarkan hitung-hitungan upah vs profit and loss, sehingga setiap orang dalam perusahaan memiliki

mindset layaknya si business owner. Para buruh diajak untuk melek bahwa mereka perlu menjaga bukan sekedar sales,

produktivitas, tetapi juga efisiensi dan laba perusahaan. Ini bukti betapa dengan memanusiakan buruh-buruh ini, tidak

ada demo di perusahaan itu. Kita pun bisa belajar bagaimana perusahaan seperti “Zappos”, berhasil keluar dari krisis

keuangan Amerika, hanya karena spirit. Tengoklah bagaimana Southwest Airlines bisa survive karena servis yang di-

NIATkan seluruh jajaran karyawannya, dengan janji CEO-nya untuk tidak memPHK satu karyawan pun.

Page 2: Backup of sekapur sirih - experd.com · dipilih seksama untuk menjadi calon pimpinan organisasi melalui ... Survei menunjukkan 93% orang mengakui pentingnya ... bagi karyawan untuk

Bapak dan Ibu yang saya hormati, ingatkah kita pada kasus pencurian hak paten budaya Indonesia oleh negara lain?

Sontak seluruh masyarakat Indonesia bereaksi “siap perang” untuk mempertahankannya. Bagaimana tidak berang, bila

sesuatu yang kita ciptakan, kembangkan, diakui oleh pihak lain? Lalu, bagaimana respon kita, saat kita kita hampir

kehilangan MANUSIA terbaik di dalam organisasi kita. Apakah kita bisa tinggal diam melihat hilangnya aset yang telah

kita kembangkan dengan susah payah? Ya, brutal fact yang dihadapi banyak organisasi adalah anak-anak muda, yang

dipilih seksama untuk menjadi calon pimpinan organisasi melalui program ODP atau MT, tidak sedikit yang dengan

santai lenggang kangkung dan mengatakan 'Saya tidak cocok dengan budaya perusahaan ini'. Hal yang membuat kita

mengelus dada adalah meski sudah coba kita ikat dengan ikatan dinas pun, mereka kadang rela membayar ganti rugi

puluhan juta rupiah, untuk keluar dari organisasi. Apa yang salah? Situasi ini sering kita tanggapi dengan menyalahkan

“Generasi Y” yang tidak lagi menjunjung loyalitas. Padahal, kita juga punya pe-er untuk mengecek: Apakah kita berusaha

memahami aspirasi mereka? apakah kita memperlakukan mereka sebagai partner dan bukan melihat sebatas bawahan

saja? Kita memang tidak punya pilihan kecuali mencerna dan menikmati generasi muda ini, bahkan bila perlu menjadi

“follower” mereka. Mengapa? Karena kemampuan kita untuk berkembang, menyambut masa depan yang begitu sulit

diramalkan, melakukan diferensiasi, hanya bisa terjadi kalau kita punya MANUSIA yang siap menyambut tantangan. Anak

muda inilah, pemilik masa depan. Kita tidak bisa mengklaim diri sebagai pimpinan yang berhasil atau eksekutif SDM yang

jago, bila kita tidak terbukti telah mencetak manusia-manusia unggul yang akan menjadi pemimpin masa depan,

menggantikan posisi kita. Apa yang bisa kita lakukan untuk menjawab tantangan ini? Coaching!

Survei menunjukkan 93% orang mengakui pentingnya coaching untuk pengembangan individu dan tim. Namun,

organisasi yang betul-betul menunjukkan langkah nyata untuk mengembangkan budaya coaching tidak lebih dari 15%.

Bila ditanya, mengapa para manager atau pimpinan tidak memprioritaskan coaching, padahal manfaatnya jelas-jelas

nyata, maka banyak alasan dikemukakan seputar alokasi waktu, fokus dan “benefit”. Realita ini membuat saya teringat

ungkapan bapak psikologi, Sigmund Freud, bahwa kinerja manusia yang kita kelola bisa-bisa hanya 10% dari potensinya,

karena kekuatan pribadi, motivasi dan kreativitas manusia, bila tidak kita kelola dengan baik, tidak bisa muncul ke

permukaan dan menciptakan perbedaan nyata. Aspek ketrampilan, teknis dan edukasi, memang lebih terlihat, tapi

bukan itu yang menentukan apakah seseorang high-performer. Bayangkan karyawan yang pintar, tapi tidak bersemangat

kerja. Atau, karyawan dengan segudang sertifikasi, namun tidak membagi pada rekan lain dan menyimpan untuk dirinya

sendiri saja. Ujung-ujungnya, kompetensi soft-skills-lah yang menentukan. Hubungan interpersonal, misalnya hubungan

diplomatik antar negara, bermodalkan soft-skills. Obama memenangkan kursi presiden karena soft-skills beliau (dan

isterinya), dalam negosiasi, motivasi, persuasi, pengambilan keputusan dan risiko. Kesemuanya ini adalah syarat

kesuksesan dan tidak mungkin tercapai dengan soft-skills yang tumpul. Bagaimana membentuk soft-skills yang

mumpuni? Kita tahu kita tidak bisa hanya mengirimkan karyawan mengikuti pelatihan 2 hari dan kemudian berharap

sekembalinya dari sana mereka akan bisa berubah 180 derajat. Penajaman soft-skills hanya bisa digarap dengan

membimbing, memandu, memberi masukan, melakukan koreksi dengan meMANUSIAkan mereka selama proses belajar

terjadi. Masihkah kita akan mengabaikan coaching?

Cukup banyak anggapan mengelola manusia tidak perlu “ilmu” khusus, tapi cukup dengan “common sense”. Namun,

saya yakin, pimpinan yang masih memandang pengelolaan manusia bisa dilakukan semata dengan “common sense”,

tanpa “ilmu” khusus, masa sekarang ini pasti kerepotan dengan manusia yang memang “misterius”. Ada karyawan yang

bekerja dengan happy dan bertahan setia, padahal gaji tidak besar-besar amat. Ada yang tetap hengkang meski sudah

ditahan dengan segala benefit dan diiming-imingi posisi, gaji, dan berbagai apresiasi. Ada perusahaan yang rela

mengucurkan biaya super besar demi mengundang barisan konsultan asing untuk melakukan perubahan, membuat

struktur dan sistem yang canggih, sehingga mendapatkan MANPOWER yang lebih powerful, tapi kenyataannya, sekedar

mendisiplinkan rapat pun tetap kesulitan. Memang, kita, manusia, penuh misteri. Pimpinan yang sudah sadar perlunya

“ilmu” dan berupaya menerapkan “sistem” untuk mengelola manusia saja belum tentu bisa mengoptimalkan kontribusi

dan kinerja manusia di timnya. Jadi, memang bukan sekedar sistem yang kita perlukan. People Performance Science tidak

bisa meninggalkan hakekat manusianya. Sistem memang perlu, tapi keberhasilan menggerakkan manusia hanya bisa

dilakukan bila manusia itu “disentuh” dan “digerakkan” hatinya oleh manusia lain, yaitu atasannya dan orang-orang di

2

Page 3: Backup of sekapur sirih - experd.com · dipilih seksama untuk menjadi calon pimpinan organisasi melalui ... Survei menunjukkan 93% orang mengakui pentingnya ... bagi karyawan untuk

lingkungan kerjanya. Namun, sebelum kita melangkah dengan segala bentuk sistem, cara, serta program yang

menantang, lagi-lagi kita perlu sama–sama berkaca pada diri sendiri, berdialog dengan diri sendiri dan menjawab

pertanyaan: “Apakah kita benar–benar peduli pada perkembangan karyawan kita? Apakah kita sudah memiliki obsesi

yang kuat untuk mengembangkan MANUSIA di organisasi kita? Apakah kita meletakkan MANUSIA, pada puncak

prioritas kita?”

Dari pengalaman, saya tidak bisa menjanjikan bahwa pengelolaan manusia akan menjadi tugas yang mudah. Setiap kali

menemukan tantangan dalam menggerakkan manusia, saya selalu teringat pada kekuatan “energi” untuk

menggambarkan “MAGIC”-nya manusia. Susunan manajemen, sistem, teknologi, knowhow, dan sistem komunikasi,

seringkali sudah dirasakan cukup untuk menjalankan organisasi, namun kenyataannya, untuk mendorongnya menuju

perolehan hasil nyata, dibutuhkan spirit, keberanian pengambilan keputusan, kekuatan budaya organisasi dan

entrepreneurship. Hal-hal inilah, yang lagi-lagi, hanya dapat dibangun dengan coaching yang kuat.

Kami percaya bahwa menggerakkan MANUSIA dan memaksimalkan potensinya hanya bisa terjadi dengan

memperhatikan 3 aspek dalam diri individu, yaitu head (kognitif), heart (emosi), dan hand-nya (ketrampilan). Coaching

tidak akan berdampak dengan sekedar memberi arahan tanpa menyentuh “hati” individu. Secara rasional orang bisa

diberi pengertian, ditambah knowledge-nya, dan diajak untuk berubah. Perusahaan pun bisa membuat berbagai sistem,

tetapi yang paling penting, maukah ia bergerak? Hanya dengan kecerdasan emosional kitalah, baru kita bisa

menggerakkan emosi dalam diri individu. Singkat kata: “We work from the heart, with our heart and we play, we move, to

enrich our mind and our heart”.

Proses bisnis tidak bisa dipisahkan dari program pengembangan MANUSIA. Seluruh upaya coaching harus berada “di

dalam” proses bisnis. Kalau tidak hati-hati, proses bisnis akan mengungkung energi yang ada di dalam diri individu.

Kitalah, sebagai pihak yang lebih sadar, harus mengajak individu untuk lebih berfokus, agar keyakinan diri (faith),

semangat (fire) dari individu menjadi penggerak dirinya untuk berprestasi. Kita jugalah yang perlu menjaga gerakannya,

agar gerakannya maju. Bukan mundur maju bahkan kembali, seperti berpoco-poco. Experd menerjemahkan PEOPLE

PERFORMANCE SCIENCE sebagai suatu ilmu yang canggih karena mengatur, menetapkan objektivitas, dan mengutak-

atik reward dan punishment, sambil tidak melupakan HUMAN TOUCH-nya. Pengalaman selama 23 tahun membantu

mendampingi berbagai organisasi membuat kami semakin meyakini bahwa pendekatan dalam pengelolaan manusia

harus tetap “friendly”, harus mudah diinternalisasi. Dalam pengalaman kami, organisasi dapat menjadikan program -

program sederhana namun terstruktur, sebagai milik seluruh karyawan. Organisasi tidak perlu selalu harus membayar

untuk program perubahan yang canggih-canggih, tetapi seperti ungkapan Mahatma Gandhi, manusia harusnya

MENJADI PERUBAHAN itu sendiri.

Kami belajar banyak saat mendampingi Bank Mandiri saat Mandiri berupaya menjadi Service Legend di Indonesia

menjalankan 7 Steps. Tidak terasa, sudah hampir 9 tahun berjalan sejak program ini pertama kali di-launch, dan sampai

hari ini pun program tersebut masih secara konsisten diinternalisasikan. Lihat, betapa program coaching adalah sekaligus

program budaya yang tidak bisa instan, namun harus dihidupkan sebagai passion sepanjang hidup organisasi. Resistensi

pada awal program sangat terasa dan bahkan sangat besar. Namun, karena kita meyakini ini sebagai langkah yang benar,

Mandiri pun tidak lelah dan tidak ada hentinya mengupayakan service excellence yang terstandar dan akhirnya dapat

dibuktikan oleh masyarakat. Pendekatan engagement dari para pemimpin, menjadi bola salju yang terus menerus

bergulir hingga saat ini. Bukankah ini pelajaran penting yang bisa kita petik?

Kita juga bisa melirik pada Bursa Efek Indonesia, yang dengan “keras hati” berupaya untuk menjalankan program

menginternalisasikan budaya TIPS. Misi “Hafalkan, Terapkan, dan Sebarkan” budaya TIPS ternyata mampu menjadi ajang

bagi karyawan untuk unjuk kreativitas, merekatkan kebersamaan, dan bergotong royong menjadikan budaya organisasi

sebagai daya jual dan penentu keberhasilan organisasi. Program yang sederhana, tidak canggih-canggih amat, namun

3

Page 4: Backup of sekapur sirih - experd.com · dipilih seksama untuk menjadi calon pimpinan organisasi melalui ... Survei menunjukkan 93% orang mengakui pentingnya ... bagi karyawan untuk

bila diusung dengan keyakinan dan kerjasama, bisa bergulir menjadi sesuatu yang menyenangkan. Saya berharap,

melalui kegiatan ini, kita kemudian juga bisa lebih punya banyak kesempatan untuk bisa sharing pengalaman, sharing

pengetahuan, membuka resep-resep rahasia dalam pengelolaan manusia, untuk kemajuan organisasi dan bangsa kita.

Bapak dan Ibu, kita kenal ungkapan It takes two to Tango. Karyawan dan manajemen selayaknya penari yang perlu

seirama dan bahu-membahu, menciptakan gerakan yang mesra dan indah, dengan upaya yang ikhlas dari kedua belah

pihak, sehingga tidak memberatkan satu sama lain, bahkan membentuk sinergi yang bernilai tambah. Experd percaya

bahwa memadukan sistem dan juga sentuhan personal bagi karyawan, organisasi dan karyawan akan menjadikan upaya

pengembangan MANUSIA sebagai sebuah seni yang bisa dinikmati bersama. Tidak sedikit juga perusahaan yang sudah

bertahun-tahun berusaha menanamkan budaya coaching yang terstruktur dalam organisasinya, namun kemudian

terasa bahwa program tersebut memakan waktu dan tenaga, sehingga dianggap sebagai beban. Dari para pembicara

hari ini, kita akan mendapatkan wawasan bahwa coaching adalah satu-satunya cara untuk membungkus sistem

performance management, dengan sentuhan MANUSIA, sentuhan seorang “leader” yang berobsesi menciptakan

leader-leader lain. Kita juga perlu meyakini bahwa KONTAK antar MANUSIA, adalah satu-satunya cara agar implementasi

proses bisnis berjalan lancar dan berjiwa.

Bapak dan Ibu sekalian, hari ini kami ingin mengajak kita semua untuk “WAKE UP”, mengambil insights melalui sesi

sharing, demi mengupayakan perubahan bagi organisasi dan negara, dengan memanfaatkan MANUSIA. Inilah satu-

satunya jalan agar kita bisa mendobel, bahkan membuat produk atau jasa mempunyai nilai tambah yang berlipat-lipat.

Kita tidak bisa buang muka, menghindari kontak mata atau menunda pertemuan dengan MANUSIA yang kita kelola. Kita

juga tidak boleh lelah dalam melakukan coaching dan sebaliknya perlu menjadikan program coaching sebagai ajang

bermain, ajang mengasah leadership, ajang menyentuh manusia lain, ajang mengembangkan kedewasaan kita. Marilah

kita mulai betul-betul menggali potensi yang ada dalam setiap anggota tim kita. Meski ini tidak selalu mudah, kita harus

terus menjaga keyakinan 1000% bahwa manusia, adalah aset alam semesta tercanggih dan paling renewable, perlu kita

utak-atik dan kita selami. Sudah waktunya kita lebih percaya diri dan menegaskan bahwa 250 juta rakyat Indonesia

adalah “aset negara, bukan beban”. MANUSIA lah yang akan membuat negara kita negara yang canggih. MANUSIA-lah

yang akan membuat negara kita menjadi kuat berswadaya. Kreativitas dan inovasi MANUSIA-lah yang akan mengangkat

Indonesia di mata dunia , sebagai bangsa yang cerdas dan pendobrak. WAKE UP Indonesia, harta terpendam kita

menunggu untuk dikembangkan.

Selamat berseminar.

Eileen Rachman

Direktur Experd Consultant

4