Back Up Neurologis

122
I. PENDEKATAN TERHADAP PASIEN DENGAN PENYAKIT NEUROLOGIS Neurologi dikenal sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran yang paling sulit. Pada awalnya mahasiswa dan residen yang baru mendalami ilmu neurologi mungkin akan mudah merasa gamang dan takut dengan kompleksitas sistem saraf saat mereka pertama kali berkontak dengan neuroanatomi, neurofisiologi, neuropatologi, neurogenetik dan biologi sel. Kebiasaan yang selanjutnya mereka lihat berupa serangkaian prosedur yang disusun untuk membangkitkan tanda klinis tertentu pada pasien neurologi sering dirasakan sulit untuk diterima, sementara pada kenyataannya prosedur tersebut sering membingungkan pemeriksa dalam proses berpikir untuk menegakkan diagnosis. Lebih lanjut, para mahasiswa juga hanya memiliki sedikit dan bahkan hampir tidak ada pengalaman sama sekali tentang berbagai teknik khusus dalam pemeriksaan neurologi−seperti pungsi lumbal, elektromiografi (EMG), elektroensefalografi (EEG), CTScan, MRI dan pemeriksaan pencitraan lainnya−dimana mereka juga kurang memiliki kemampuan dalam menginterperetasikan hasil pemeriksaan tersebut. Buku ajar neurologi hanya menjelaskan secara detail beberapa 1

Transcript of Back Up Neurologis

Page 1: Back Up Neurologis

I. PENDEKATAN TERHADAP PASIEN DENGAN PENYAKIT

NEUROLOGIS

Neurologi dikenal sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran yang paling

sulit. Pada awalnya mahasiswa dan residen yang baru mendalami ilmu neurologi

mungkin akan mudah merasa gamang dan takut dengan kompleksitas sistem saraf

saat mereka pertama kali berkontak dengan neuroanatomi, neurofisiologi,

neuropatologi, neurogenetik dan biologi sel. Kebiasaan yang selanjutnya mereka lihat

berupa serangkaian prosedur yang disusun untuk membangkitkan tanda klinis tertentu

pada pasien neurologi sering dirasakan sulit untuk diterima, sementara pada

kenyataannya prosedur tersebut sering membingungkan pemeriksa dalam proses

berpikir untuk menegakkan diagnosis. Lebih lanjut, para mahasiswa juga hanya

memiliki sedikit dan bahkan hampir tidak ada pengalaman sama sekali tentang

berbagai teknik khusus dalam pemeriksaan neurologi−seperti pungsi lumbal,

elektromiografi (EMG), elektroensefalografi (EEG), CTScan, MRI dan pemeriksaan

pencitraan lainnya−dimana mereka juga kurang memiliki kemampuan dalam

menginterperetasikan hasil pemeriksaan tersebut. Buku ajar neurologi hanya

menjelaskan secara detail beberapa hal yang meragukan pada kasus-kasus sistem

saraf yang jarang ditemukan.

Penulis pencaya bahwa kesulitan dalam memahami teori neurologi tersebut

bisa diatasi dengan mempelajari prinsip dasar kedokteran klinis. Suatu hal yang

sangat penting disini adalah mempelajari teknik dan mencukupkan alat yang

digunakan dalam metode klinis. Tanpa apresiasi yang tinggi terhadap metode ini,

maka para mahasiswa akan mengalami kesulitan saat menghadapi suatu masalah

klinis baru, sama halnya dengan ahli pertanian dan ahli kimia yang ingin

menyelesaikan masalah penelitian namun tidak terlebih dahulu memahami langkah-

langka dalam metode ilmiah. Bahkan, seorang neurologis berpengalaman yang

1

Page 2: Back Up Neurologis

dihadapkan dengan masalah neurologis yang rumit juga akan bergantung pada

pendekatan dasar kedokteran klinis ini.

Metode klinis dianggap lebih memiliki arti penting dalam mempelajari

penyakit neurologis dibandingkan dengan ilmu kedokteran lainnya. Pada sebagian

besar kasus, metode klinis memiliki beberapa langkah sebagai berikut :

1. Tanda dan gejala didapatkan pelalui anamnesis riwayat penyakit dan

pemeriksaan fisik.

2. Gejala dan tanda fisik yang dianggap berhubungan dengan masalah tertentu

diinterpretasikan secara fisiologis dan anatomis− untuk menggambarkan

ganguan fungsi dan struktur anatomi menggambarkan gangguan struktur yang

dikenai.

3. Dengan analisis ini, para klinisi bisa menentukan lokasi terjadinya proses

penyakit, misalnya menentukan bagian dari sistem saraf yang terkena.

Langkah ini dinamakan diagnosis anatomis atau topografik. Kumpulan tanda

dan gejala yang khas sering dikelompokkan menjadi sindrom anatomis,

fisiologis maupun temporal. Perpaduan tanda dan gejala ini dalam satu

kesatuan akan sangat membantu untuk mengetahui proses perjalanan alamiah

peyakit. Langkah ini disebut diagnosis sindrom dan sering dihubungkan

secara pararel dengan diagnosis anatomi.

4. Dari diagnosis anatomi dan data medis lainnya−terutama mengenai cara dan

lama onset, perkembangan penyakit, keterlibatan sistem organ nonneurologis,

riwayat penyakit dahulu dan riwayat keluarga yang berhubungan serta hasil

pemeriksaan laboratorium−akan didapatkan dignosis patologik, dan ketika

mekanisme serta penyebab penyakit telah dapat ditentukan, maka diagnosis

etiologi juga dapat ditegakkan. Hal ini bisa mencakup etiologi secara genetik

dan molekuler, yang jumlahnya bisa meningkat tajam jika sudah dilakukan

serangkaian pemeriksaan khusus. Klinisi ahli sering berhasil menegakkan

diagnosis sementara yang tepat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,

baik yang mempertajam diagnosis ataupun untuk menyingkirkan penyakit

2

Page 3: Back Up Neurologis

khas lainnya. Dalam prakteknya diperlukan proses berpikir yang fleksibel

untuk menghindari terperangkap dalam keterangan yang salah dan secara

selektif mengeluarkankan data yang meragukan. Informasi yang diperoleh

dari pemeriksaan neurologis sesuai dengan proses kerja sistem saraf.

5. Akhirnya, para klinisi harus menentukan tingkat disabilitas dan memutuskan

apakah kelainannya bersifat temporer atau permanen (diagnosis fungsional)

karena hal ini penting dalam manajemen pasien dan menentukan potensi

pemulihan fungsi.

Semua langkah ini dilakukan untuk mendapatkan terapi efektif, yang

merupakan suatu harapan yang sedang berkembang dalam neurologi. Seperti telah

ditekankan berulang-ulang pada bagian berikut ini, selalu ada proses diagnosis

premium dalam menemukan penyakit yang bisa diobati, bahkan jika pengobatan

khusus tidak tersedia, diagnosis yang akurat pun dapat menjadi terapi, karena

ketidakjelasan penyebab dari suatu penyakit saraf akan lebih menjadi masalah bagi

pasien dibandingkan dengan penyakitnya itu sendiri.

3

Page 4: Back Up Neurologis

Gambar 1-1 tentang diagram prosedur pemecahan masalah klinis berupa

serangkaian langkah berurutan yang sederhana yang kemudian disimpulkan menjadi

diagnosis penyakit saraf. Pendekatan skematik ini, yang memungkinkan penentuan

lokasi pasti dan bahkan diagnosis yang tepat, merupakan satu dari daya tarik

intelektual dalam bidang neurologi.

Solusi untuk masalah klinis tentu saja tidak selalu perlu skematisasi dengan

cara ini. Terdapat berbagai variasi yang luas dalam hal urutan dan tata cara metode

klinis untuk mengumpulkan informasi dan menginterpretasikannya. Kenyataannya

pada beberapa kasus, tidak perlu selalu mengikuti pola formal. Dalam hubungannya

dengan diagnosis sindromik yang tersebut di atas, sekali muncul biasanya gambaran

penyakit tersebut akan sangat khas, misalnya pada penyakit Parkinson. Pada kasus

lain, tidak perlu melakukan analisis klinis melebihi tingkat diagnosis anatomis,

dimana hal itu sebenarnya mungkin mengindikasikan penyebab penyakit. Contohnya

ketika vertigo, ataksia serebellar, sindrom Horner unilateral, paralisis pita suara, dan

analgesia wajah pada onset akut, digabung dengan hilangnya rasa nyeri dan sensasi

suhu pada lengan, batang badan dan tungkai sisi yang berlawanan, maka

penyebabnya adalah suatu oklusi arteri vertebralis, karena semua struktur yang

terlibat terletak pada medulla lateralis, yang merupakan daerah dari arteri ini. Jadi

diagnosis anatomis menentukan dan membatasi kemungkinan etiologi. Bila tanda-

tanda klinis mengarahkan pada penyakit saraf perifer, biasanya tidak perlu

memikirkan penyebab penyakit pada medulla spinalis. Terdapat beberapa tanda

spesifik, misalnya opsoklonus untuk degenerasi paraneoplastik serebelar dan pupil

Argill Robertson untuk neurosifilitik atau neuropati okulomotor diabetik. Meskipun

demikian, tetap hati-hati untuk menyebut suatu tanda sebagai patognomonik ditengah

tanda-tanda pengecualian yang didapatkan.

Klinisi berpengalaman terbiasa mengelompokkan setiap kasus dalam

sekumpulan gejala khas, atau disebut sindrom. Perlu diingat bahwa sindrom bukanlah

suatu bentuk penyakit, tetapi lebih merupakan abstraksi yang disusun klinisi untuk

mempermudah mendapatkan diagnosis. Contohnya, kompleks gejala konfusi kanan-

4

Page 5: Back Up Neurologis

kiri, ketidakmampuan menulis, berhitung dan mengenali jari-jari sendiri, yang sering

disebut sebagai sindrom Gerstmann, penemuan yang demikian menentukan lokus

anatomis penyakit (regio girus angularis kiri), dan pada saat yang sama membatasi

faktor-faktor etiologi yang mungkin.

Pada analisis awal dari suatu kelainan neurologis, penentuan lokasi anatomis

lebih diutamakan daripada diagnosis etiologi. Untuk mencari penyebab penyakit

sistem saraf tanpa lebih dahulu memastikan bagian atau struktur mana yang

dipengaruhi akan analog dengan mencari diagnosis etiologi tanpa mengetahui apakah

penyakit tersebut melibatkan paru-paru, perut ataupun ginjal pada bagian ilmu

penyakit dalam. Memastikan penyebab suatu sindrom klinis (diagnosis etiologi)

memerlukan pengetahuan yang menyeluruh. Disini perlu adanya pengetahuan klinis

yang rinci, termasuk onset, perjalanan penyakit, dan riwayat alamiah dari beragam

penyakit. Fakta-fakta ini disusun dan disajikan pada bab-bab berikutnya. Ketika

dihadapkan pada sekumpulan tanda-tanda klinis yang tidak memiliki analisis

5

Page 6: Back Up Neurologis

sederhana atau berurutan, terpaksa mengingat pembagian klasik yang luas dari

penyakit dalam berbagai cabang ilmu kedokteran, seperti dirangkum pada tabel 1-1.

Terlepas dari proses berpikir yang digunakan dalam memecahkan suatu

masalah klinis tertentu, langkah dasar dalam menegakkan diagnosis selalu mencakup

bagaimana mendapatkan gejala dan tanda klinis yang akurat, serta interpretasi yang

benar berkenaan dengan kerusakan fungsi sistem saraf. Sering ditemukan bahwa saat

terdapat ketidakpastian atau ketidaksepakatan terhadap diagnosis, diketahui ternyata

penyebabnya adalah kesalahan dalam menginterpretasikan gejala dan tanda klinis.

Jadi, apabila keluhan pusing lebih diidentifikasi sebagai vertigo daripada nyeri kepala

ringan atau serangan epilepsi parsial kontinua disalahartikan sebagai gangguan

ekstrapiramidal seperti halnya tremor atau koreoatetosis, maka arah pemeriksaan

klinis akan salah dari awal.

PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT NEUROLOGIS

Tabel 1-2 menampilkan estimasi prevalensi rata-rata penyakit neurologis di

Amerika Serikat yang diambil dari berbagai sumber, termasuk NIH, guna

memperluas perspektif klinisi mengenai frekuensi penyakit neurologis. Donaghy dkk

telah membuat daftar yang serupa namun dalam cakupan yang lebih luas dari insiden

berbagai penyakit neurologis yang sering ditemukan oleh dokter umum di Inggris.

Mereka mencatat stroke sebagai penyakit yang paling banyak ditemukan, diikuti

dengan berbagai penyakit neurologis lain seperti terlihat pada tabel 1-3. Survei yang

lebih mendalam, seperti yang dilakukan oleh Hirst dkk, memberikan gambaran angka

prevalensi yang sama, dimana migrain, epilepsi dan sklerosis multipel sebagai

penyakit yang paling sering ditemukan pada populasi umum (121.7,1 dan 0,9 per

1000 penduduk pertahun); stroke,cedera kepala dan cedera medulla spinalis terjadi

sebanyak 183,101 dan 4,5 per 100.000 penduduk pertahun; alzhimer, parkinson dan

sklerosis lateral amiotropik (ALS) di antara para lansia sebanyak 67, 9.5 dan 1.6 per

100,000 pertahun. Data-data ini cukup membantu dalam mendorong sumber daya

6

Page 7: Back Up Neurologis

masyarakat untuk mengobati berbagai kondisi tersebut, namun agak kurang

membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosis Diperlukan prioritas hal mana

yang lebih mungkin untuk menjadi diagnosis, kecuali jika mereka selalu berpegang

pada diktum tak tertulis “keadaan biasa yang lazim terjadi”.

7

Page 8: Back Up Neurologis

MELAKUKAN ANAMNESIS

Dalam ilmu neurologi, klinisi lebih tergantung kepada kerjasama pasien untuk

mendapatkan riwayat penyakit yang reliable melebihi bidang spesialisasi lain,

terutama mengenai gambaran gejala yang tidak disertai dengan tanda pemeriksaan

fisik yang jelas. Jika gejalanya berupa gangguan sensorik, maka hanya pasienlah yang

dapat mengatakan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan. Sebagai langkah awal

dalam pemeriksaan klinis adalah mendapatkan kepercayaan dan kerjasama pasien

serta menekankan pentingnya anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Sangat dianjurkan untuk selalu membuat catatan di bangsal atau ruangan.

Keluhan pasien sebaiknya langsung dicatat karena hal ini menjamin reliabilitas

8

Page 9: Back Up Neurologis

maksimal, namun seberapa reliabel pun riwayat penyakit tersebut, tetap diperlukan

verifikasi cerita passion dengan pihak lain yang objektif dan banyak mengetahui

kondisi pasien.

Beberapa hal di bawah ini yang patut diketahui dalam melakukan anamnesis

neurologi:

1. Kita harus memberikan perhatian khusus supaya tidak mengarahkan secara

subjektif dalam menganamnesis keluhan pasien. Sering terjadi kesalahan dan

inkonsistensi dari pencatatan riwayat penyakit, baik kesalahan dari dokter

maupun keterangan yang salah dari pasien. Kita perlu mencegah pasien agar

tidak merangkai keluhan sesuai dengan penyakit yang pernah didengarnya,

disisi lain pasien harus didorong untuk memberikan deskripsi gejala seakurat

mungkin, misalnya diminta memilih kata yang sederhana dan paling tepat

untuk mendeskripsikan rasa nyeri dan menggambarkan secara tepat apa yang

ia maksud dengan keadaan tertentu seperti dizziness, imbalansi atau vertigo.

Ppasien yang memberikan keterangan yang berbelit-belit dapat diatasi dengan

memberikan pertanyaan langsung mengenai keluhannya.

2. Keadaaan dimana terjadinya penyakit, onset dan perjalanan penyakit

merupakan hal yang sangat penting. Kita harus mempelajari bagaimana setiap

gejala muncul dan berkembang. Jika informasi di atas tidak bisa didapatkan

dari pasien maupun keluarganya, maka perlu untuk melihat perjalan penyakit

dari apa yang bisa dilakukan pasien pada waktu yang berbeda (seperti berapa

jauh dia bisa berjalan, kapan tidak bisa lagi menaiki tangga atau melakukan

pekerjaan seperti biasa) atau perubahan temuan klinis dari pemeriksaan yang

berulang-ulang.

3. Karena penyakit neurologis sering menimbulkan gangguan fungsi mental,

maka penting bagi seorang dokter untuk memutuskan pasien dengan penyakit

neurologis mana yang dapat dipercaya dalam memberikan keterangan tentang

penyakitnya. Jika kemampuan atensi, memori dan berfikir koheren pasien

tidak adekuat maka riwayat penyakit harus didapatkan dari istri atau suami,

9

Page 10: Back Up Neurologis

kerabat dan teman. Juga pada penyakit yang ditandai dengan kejang atau

konfusi episodik, akan menghilangkan atau mengurangi ingatan pasien

tentang hal yang terjadi selama episode itu. Secara umum dokter sering

ceroboh dalam menentukan status mental pasien. Berbagai usaha dilakukan

untuk mendapatkan riwayat penyakit pada pasien yang mengalami gangguan

kognitif atau yang merasa bingung kenapa mereka berobat ke dokter.

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan neurologis diawali dengan mengobservasi pasien sementara ia

dianamnesis. Cara pasien menceritakan riwayat penyakitnya mungkin saja

membingungkan, terdapat pola piker yang inkoheren, ingatan atau pendapat yang

salah, maupun kesulitan dalam memahami atau mengungkapkan suatu maksud.

Dokter sebaiknya mempelajari bagaimana cara untuk mendapatkan informasi tersebut

tanpa membuat pasien merasa malu. Kesalahan yang biasa terjadi adalah

terlampaunya batas inkonsistensi dalam cerita serta ketidaktepatan dalam hal waktu

dan gejala, yang akhirnya sering ditemukan bahwa hal yang terlewatkan itulah

sebenarnya yang merupakan bagian terpenting dari penyakit pasien. Menyuruh pasien

untuk menginterpretasikan sendiri suatu gejala terkadang dapat menimbulkan

pemahaman yang keliru pada pasien, membuat kecemasan, kecurigaan, atau bahkan

pemikiran yang delusional. Dokter muda dan mahasiswa juga memiliki

kecenderungan untuk menganggap normal keadaan pasien, sering salah presepsi

dengan mengikuti harapan keluarga bahwa sebenarnya tidak ada masalah yang nyata.

Usaha menunjukkan simpati yang demikian itu tidak akan ada gunanya untuk pasien,

malah dapat memperlambat diagnosis penyakit yang memiliki harapan untuk

disembuhkan.

Selanjutnya satu hal yang menjadi hasil dari pemeriksaan nervus kranial,

leher dan pemeriksaan motorik tungkai, reflek, dan fungsi sensorik tungkai atas dan

bawah. Hal ini dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi spingter dan sistem saraf

10

Page 11: Back Up Neurologis

otonom serta tes untuk iritasi meningen dengan memeriksa kelemahan pada leher dan

tulang belakang. Cara berjalan dan posisi berdiri sebaiknya diobservasi sebelum dan

sesudah pemeriksaan.

Pada saat ditemukan sesuatu yang abnormal, baik kognitif, motorik, ataupun

sensorik penting untuk menganalisis masalah tersebut secara yang lebih terperinci.

Pemeriksaan secara luas yang lebih rinci selanjutnya akan dibahas pada bab lain

(motorik: bab 3, 4, dan 5; sensorik : bab 8 dan 9; fungsi kofnitif dan kelainan

berbahasa: bab 22 dan 23).

Pemeriksaan neurologis sebaiknya dilakukan dan dicatat dengan cara yang

relatif seragam dengan tujuan untuk menghindari adanya hal yang tidak tercantum

dan untuk memudahkan analisis berikutnya dari suatu catatan kasus. Beberapa variasi

urutan pemeriksaan antara dokter yang satu dengan dokter yang lain biasanya masih

dapat dimengerti, namun setiap pemeriksa sebaiknya membentuk suatu pola yang

lazim. Meskipun ada kalanya tidak dapat dilakukan pemeriksaan dalam cara yang

biasa, seperti pada pasien yang tidak kooperatif dikarenakan usianya ataupun karena

adanya defisiensi kognitif, tetap perlu dicatat semua hasil pemeriksaan tersebut sesuai

urutan. Jika ada bagian pemeriksaan tertentu yang tidak dilakukan (misalnya tes

penciuman pada pasien yang sama sekali tidak kooperatif), kekurangan ini sebaiknya

tetap dicantumkan, sehingga siapapun yang pada waktu berikutnya membaca

keterangannya tidak akan ragu apakah suatu kelainan tidak terdeteksi sebelumnya.

Ketelitian pemeriksaan neurologis yang diperlukan harus disesuaikan dengan

gejala klinis yang ditunjukkan pasien. Menghabiskan waktu setengah jam atau lebih

untuk memeriksa fungsi serebral, serebelar, saraf kranial dan sensorimotorik pada

pasien yang sedang membutuhkan pengobatan untuk suatu kelumpuhan nervus

ulnaris akibat kompresi ringan merupakan hal yang tidak perlu dan sia-sia.

Pemeriksaan juga harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Pada kenyataannya,

banyak bagian pemeriksaan yang tidak dapat dilakukan pada pasien koma, bayi dan

anak kecil serta pasien dengan penyakit kejiwaan, harus dilakukan pemeriksaan

secara khusus.

11

Page 12: Back Up Neurologis

Bagian tertentu dari pemeriksaan fisik umum yang mungkin memberikan

informasi penting pada pasien dengan penyakit neurologis, sebaiknya dimasukkan.

Misalnya pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah, serta auskultasi karotis dan

kardiak, merupakan hal yang penting pada pasien stroke. Demikian juga halnya kulit,

dapat pula memberikan gambaran berbagai kondisi yang berhubungan dengan

penyebab kongenital, metabolik, dan infeksi dari suatu penyakit saraf.

PEMERIKSAAN PASIEN DENGAN GEJALA NEUROLOGIS

Banyak panduan untuk memeriksa sistem saraf yang telah tersedia (lihat

referensi pada akhir bab ini). Untuk laporan lengkap pada berbagai metode ini,

pembaca diarahkan kepada beberapa skema diagnosis seperti Bickerstaff dan

Spillane, Campbell dan Mayo. Terdapat sangat banyak sekali bentuk pemeriksaan

neurologis yang telah dirumuskan, namun tidak akan dibahas semuanya dalam buku

ini. Beberapa diantaranya akan dibahas lebih rinci pada bab tertentu, sesuai dengan

kelainan neurologis yang dijelaskan, fungsi nervus kranialis, sensorik, dan saraf

otonom. Banyak pemeriksaan yang membingungkan dan juga merupakan

pengulangan dari pemeriksaan yang lebih sederhana, pemeriksaan yang demikian itu

tidak perlu diajarkan kepada mahasiswa neurologi. Untuk melakukan semua

pemeriksaan pada seorang pasien memerlukan memerlukan waktu beberapa jam, dan

sebagian besar contoh kasus menunjukkan bahwa hal itu tidak membuat si pemeriksa

menjadi lebih paham. Yang berbahaya dari semua pemeriksaan klinis adalah lebih

meyakininya sebagai indikator penyakit yang tak terbantahkan daripada sebagai cara

untuk menemukan gangguan fungsi dari sistem saraf. Beberapa pendekatan berikut

ini relatif simpel dan memberikan informasi paling berharga.

TES FUNGSI LUHUR

Fungsi ini diuji secara rinci apabila riwayat penyakit pasien atau tingkah

lakunya selama pemeriksaan umum memberikan cukup alasan untuk mencurigai

12

Page 13: Back Up Neurologis

adanya beberapa kerusakan. Secara luas disebutkan bahwa pemeriksaan status mental

mempunyai dua komponen utama, meskipun pembagiannya agak dibuat-buat, yaitu

aspek kejiwaan yang menggabungkan afektif, keadaan kejiwaan serta kenormalan

proses berpikir dengan isi pikiran; aspek neurologis yang mencakup tingkat

kesadaran, tingkat pemahaman (atensi), bahasa, memori, serta kemapuan visiospasial.

Pertanyaan-pertanyaan pertama kali ditujukan untuk menentukan orientasi

tempat, waktu dan wawasan diri pasien terhadap masalah kesehatannya saat ini.

Keseluruhan dari atensi, kecepatan dalam memberikan respon, kemampuan

memberikan jawaban terhadap pertanyaan sederhana, dan kapasitas usaha mental

yang tahan dan koheren, akan memberikan hasil observasi yang sebenar-benarnya.

Terdapat banyak bedside test terhadap atensi, konsentrasi, memori, dan kejelasan

berpikir pasien, termasuk disini adalah pengulangan angka-angka berurutan maju dan

mundur, pengurangan 3 atau 7 yang berurutan dari 100, dan menyebutkan kembali

tiga buah informasi atau suatu cerita singkat setelah interval waktu 3 menit. Cara

pemeriksaan yang lebih rinci terdapat dalam bab 20-23. Cerita pasien tentang riwayat

penyakit sekarang, tanggal masuk rumah sakit, serta ingatannya hari ke hari tentang

timbulnya penyakit merupakan uji memori yang sangat baik; cerita tentang penyakit

dan pemilihan kata-kata oleh pasien (kosakata) memberikan informasi tentang

kemampuan berbahasanya dan pikiran yang koheren.

Apabila muncul kesan terdapat gangguan bahasa atau bicara, perlu

diperhatikan bagaimana cara pasien berbicara spontan. Sebagai tambahan, sebaiknya

dinilai juga ketepatan membaca, menulis, dan mengeja, melakukan perintah yang

diucapkan, mengulang kata-kata dan ungkapan yang diucapkan pemeriksa, menamai

benda-benda dan bagian-bagian benda, serta memecahkan soal hitungan sederhana.

Kemampuan melakukan tugas yang diperintahkan (praksis) memiliki tingkat

kepentingan yang besar dalam mengevaluasi beberapa aspek dari fungsi kortek.

Membagi dua sebuah garis, menggambar sebuah jam, denah rumah atau peta negara

13

Page 14: Back Up Neurologis

dan meniru gambar berguna untuk menguji presepsi visuospasial dan diindikasikan

jika dicurigai adanya kelainan serebral.

TES NERVUS KRANIALIS

Fungsi nervus kranialis umumnya harus diperiksa secara lebih lengkap pada

pasien yang memiliki gejala neurologis dibandingkan dengan yang tidak memiliki

gejala. Jika dicurigai terdapat lesi pada fossa anterior, maka perlu diperiksa indera

penciuman pada kedua lubang hidung, kemudian perlu ditentukan apakah dapat

membedakan bau busuk atau tidak. Lapangan pandang perlu digambarkan dengan

menggunakan tes konfrontasi, yang pada beberapa kasus dilakukan dengan menguji

kedua mata secara terpisah. Jika ada abnormalitas yang dicurigai, perlu diperiksa

dengan perimeter dan ditemukan skotoma pada layar tangensial, atau untuk lebih

akurat lagi dengan menggunakan perimeter terkomputerisasi. Ukuran pupil serta

reaktivitas terhadap terang, reflek langsung, konsensual dan selama konvergensi,

posisi kelopak mata, dan luas lapangan pandang selanjutnya juga perlu diobservasi.

Sensasi di permukaan wajah diperiksa dengan menggunakan peniti dan

segumpal kapas. Juga, dapat pula`ditentukan ada atau tidaknya reflek kornea,

langsung maupun konsensual. Mimik wajah sebaiknya diobservasi pada saat pasien

berbicara dan tersenyum, karena kelemahan ringan bisa tampak lebih jelas pada

kondisi seperti ini dibandingkan kalau disuruh bergerak sesuai perintah.

Membran pendengaran timpani dan meatus perlu diinspeksi memakai

otoskop. Garputala berfrekuensi tinggi (512 Hz) yang diletakkan di samping telinga

dan di atas mastoid akan menyingkap hilangnya pendengaran dan membedakan

antara tuli telinga tengah (konduktif) dengan tuli saraf. Audiogram dan tes khusus

lain untuk menilai fungsi pendengaran dan keseimbangan diperlukan bila dicurigai

adanya penyakit pada nervus VIII, atau pada organ kokhlea dan ujung labirin (lihat

bab 15). Pita suara harus dilihat dengan instrumen khusus pada kondisi dicurigai

14

Page 15: Back Up Neurologis

adanya penyakit medula atau nervus vagus, terutama ketika terdapat suara parau.

Elevasi faring secara volunter dan reflek yang didapatkan memiliki arti jika ada

perbedaan pada kedua sisinya; tidak adanya reflek muntah bilateral jarang memiliki

arti penting. Perlu juga dilakukan inspeksi lidah, baik saat dijulurkan maupun saat

istirahat, dimana mungkin terlihat adanya atrofi, fasikulasi maupun kelemahan.

Deviasi ringan dari lidah yang dijulurkan sebagai temuan tunggal biasanya dapat

diabaikan, namun deviasi luas menggambarkan gangguan dari nervus hipoglosus dan

otot pada sisi tersebut. Pengucapan kata-kata sebaiknya diperhatikan. Reflek jaw jerk,

reflek snout, reflek bukal dan reflek mengisap sebaiknya diperiksa, khususnya jika

ada keraguan berupa disfagi, disartri, dan disfoni.

TES FUNGSI MOTORIK

Pada penilaian fungsi motorik, perlu tetap diingat bahwa observasi dari

kecepatan dan kekuatan gerak otot, irama dan koordinasi merupakan hal yang paling

informatif dan dianggap berhubungan dengan keadaan reflek tendon. Tes kemampuan

lengan pada posisi supinasi dalam melawan gravitasi memiliki arti luas. Pada keadaan

lengan yang lemah, akan terjadi keletihan pada fase awal yang kemudian segera akan

diikuti dengan posisi melengkung; atau pada saat terdapat lesi kortikospinal, maka

posisi tangan akan kembali lagi ke posisi pronasi yang natural (pronator drift).

Kekuatan otot kaki dapat diperiksa dengan cara yang sama pada pasien dengan posisi

telungkup serta kaki fleksi pada sendi panggul dan lutut, dan mengobservasi

penyimpangan ke bawah dari kaki yang mengalami kelemahan. Pada posisi supinasi

saat istirahat, kelemahan akibat suatu lesi upper motor neuron (UMN) menyebabkan

rotasi eksternal dari panggul.

Jangan menutupi tungkai dengan apapun agar dapat diamati apakah ada

atrofi dan fasikulasi. Abnormalitas dari gerakan, sikap badan dan tremor bisa terlihat

dengan mengobservasi saat istirahat maupun saat bergerak (lihat bab 4, 5 dan 6).

Selanjutnya dilihat bagaimana pasien mempertahankan tangan yang direntangkan

15

Page 16: Back Up Neurologis

dalam posisi pronasi maupun supinasi; melakukan tugas-tugas ringan, misalnya

secara bergantian menyentuh hidung dan jari si pemeriksa; membuat gerak cepat

bergantian yang mengharuskan aselerasi dan deselerasi mendadak serta perubahan

arah, seperti menepukkan tangan yang satu di atas yang lain sambil bergantian

pronasi dan supinasidari telapak tangan; secara cepat menyentuhkan ibu jari ke ujung

kuku; menyelesaikan tugas sederhana seperti memasang dan membuka kancing baju,

atau menggenggam suatu alat. Memperkirakan kekuatan kaki pada pasien yang

terbaring di tempat tidur adalah hal yang kadang-kadang sulit dilakukan karena

mungkin saja akan terlihat sedikit atau tidak ada kelemahan meskipun pasien tersebut

tidak dapat bangkit dari kursi atau dari posisi berlutut bila tanpa bantuan. Secara

bergantian menyentuh jari si pemeriksa dengan menggunakan jari kaki dan lutut yang

berlawanan dengan tumit, serta secara ritmik menyentuh tumit dan lutut merupakan

satu-satunya tes koordinasi yang perlu dilakukan di tempat tidur.

TES`REFLEK

Tes reflek bisep, trisep, supinator radiobrakialis, patella, achiles, kutaneus

abdomen dan plantar memberikan sampel yang cukup untuk aktifitas reflek medulla

spinalis. Untuk mendapatkan reflek tendon memerlukan keadaan otot yang rilek;

dimana reflek yang menurun atau menghilang dapat disebabkan oleh kontraksi

volunter otot-otot lainnya (manuver Jendrassik).

Kita sering kesulitan untuk mendapatkan respon plantaris karena adanya

berbagai respon reflek selain babinski yang dapat dicetuskan dengan merangsang

telapak kaki bagian luar, dari arah tumit menuju mata kaki, antara lain (1) dalam

keadaan normal, reaksi menghindar yang cepat menyebabkan pasien menarik kaki

dan tungkai, (2) gangguan patologik ringan, reflek nosiseptif/proteksi fleksor spinal

(fleksi sendi lutut dan panggul serta dorsofleksi jari kaki, yang merupakan ”tripel

fleksi”). Dorsofleksi dari ibu jari kaki dan plantar fleksi jari-jari yang lainnya

lazimnya dikenal sebagai tanda babinski.(3) reflek genggam plantar dan (4) reaksi

16

Page 17: Back Up Neurologis

suportif pada bayi. Reflek menghindar dan menarik dapat mengganggu interpretasi

tanda babinski dan hal ini dapat diatasi dengan menggunakan beberapa stimuli

alternatif (seperti meremas betis dan tendon achiles, menjentikkan jari manis kaki,

menggores bagian depan tungkai dari atas ke bawah, mengangkat tungkai dan lain

lain) atau dengan menggores telapak kaki pasien. Hilangnya reflek superfisial

abdomen, kremaster, dan reflek lainnya berguna sebagai informasi tambahan untuk

mendeteksi lesi kortikospinal apabila ditemukan pada posisi unilateral.

TES FUNGSI SENSORIK

Oleh karena pemeriksaan ini hanya didapatkan melalui respon subjektif

pasien, maka sangat dibutuhkan pasien yang kooperatif. Karena alasan yang sama,

maka bisa saja terjadi overinterpretasi dan penekanan yang tidak tepat. Biasanya, tes

sensorik dilakukan pada akhir pemeriksaan, jika hasil pemeriksaan ini telah dapat

dipercaya maka jangan dilakukan lebih dari beberapa menit. Setiap tes sebaiknya

diberi penjelasan secara singkat; terlalu banyak menjelaskan secara rinci akan

menyebabkan pasien melaporkan variasi intensitas rangsangan yang tidak bermakna.

Pemeriksaan ini tidak harus dilakukan pada semua permukaan kulit.

Pemeriksaan secara cepat pada muka, leher, lengan, badan, dan tungkai dengan

menggunakan jarum hanya memerlukan waktu beberapa detik. Biasanya pemeriksa

mencari perbedaan sensasi antara kedua sisi badan (lebih baik ditanyakan apakah

rangsangan pada sisi yang berlawanan dirasakan sama, dari pada ditanyakan apakah

ada perbedaan pada kedua sisi), pada tingkat mana sensasi menghilang, daerah

analgesi relatif atau absolute (hilang sensasi nyeri) atau anastesi (hilang sensasi raba).

Selanjutnya diperiksa secara lebih teliti daerah yang mengalami defisit sensorik dan

hasilnya kemudian dipetakan. Disarankan untuk mulai memberikan rangsangan dari

daerah yang sensasinya berkurang ke area yang normal karena hal ini dapat

mempertinggi persepsi dari perbedaan sensasi tersebut.

17

Page 18: Back Up Neurologis

Sensasi getar dapat diperiksa dengan membandingkan antara ambang rasa

getar pada bagian penonjolan tulang pasien dan pemeriksa. Pemeriksa dianjurkan

untuk menghitung berapa detik waktu yang diperlukan sampai sensasi getar pada

maleolus hilang. Jika didapatkan hiperestia (sensasi meningkat), maka hal ini

merupakan tanda kerusakan sensasi superfisial.

Gejala sensorik yang bervariasi menggambarkan bahwa pemeriksaan yang

berbeda bisa memberikan respon yang berbeda pula.

TES CARA BERJALAN DAN BERDIRI

Pemeriksaan fisik dilengkapi dengan penilaian cara pasien berdiri dan

berjalan. Abnormalitas cara berdiri atau berjalan bisa saja merupakan kelainan

neurologis yang paling menonjol atau bahkan satu-satunya yang didapatkan, seperti

halnya pada beberapa kasus tertentu yang disebabkan oleh gangguan serebelar dan

kerusakan lobus frontal; demikian juga gangguan postural dan gerakan adaptasi

otonomik cepat dalam berjalan, dapat menjadi point diagnostik untuk beberapa

penyakit, misalnya Parkinson. Pasien yang berjalan dua-dua atau berjalan

menggunakan sisi samping telapak kakinya, dapat menjadi tanda untuk distonic

posture lengan dan batang badan. Gaya berjalan menyeret atau bertumpu pada satu

tungkai menunjukkan suatu gangguan keseimbangan atau kelemahan, sedangkan

gaya berdiri dengan kaki sejajar dan mata tertutup menunjukkan ketidakseimbangan

yang diakibatkan oleh hilangnya sensasi dalam (tes Romberg).

TES UNTUK PASIEN TANPA GEJALA NEUROLOGIS

Dalam hal ini kecekatan sangat diperlukan, namun setiap langkah

pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti. Seperti yang tertera pada

tebel 1.4, orientasi, wawasan, penilaian dan integritas fungsi bahasa harus diperiksa

dalam menegakkan diagnosis. Berkenaan dengan nervus kranial, ukuran pupil dan

reaksi terhadap cahaya, gerakan bola mata, ketajaman penglihatan dan pendengaran,

18

Page 19: Back Up Neurologis

gerak otot wajah, palatum dan lidah harus diperiksa. Pemeriksaan lengan untuk

atropi, kelemahan, tremor atau gerakan abnormal, kekuatan genggam dan dorsofleksi

pergelangan tangan, menanyakan adanya gangguan sensorik, memeriksa reflek bisep

dan trisep merupakan pemeriksaan rutin pada anggota gerak atas.

Pemeriksaan fisik dasar lainnya adalah inspeksi gerak fleksi dan ekstensi dari

sendi pergelangan kaki, jari, lutut dan paha; reflek patella, reflek Achilles, reflek

plantar; tes sensasi getar serta sensasi posisi jari tangan dan jari kaki; pemeriksaan

koordinasi dengan meminta pasien secara bergantian menyentuh hidungnya dan jari

pemeriksa serta mengangkat tumitnya kemudian diturunkan di depan kaki yang

berlawanan, dan pemeriksaan cara berjalan akan melengkapi bagian penting dalam

rangkaian pemeriksaan neurologis.

Keseluruhan prosedur pemeriksaan fisik ini dapat dilakukan hanya dalam

beberapa menit, namun pada pasien yang dengan gangguan kesadaran, hanya

dilakukan beberapa pemeriksaan rutin yang sederhana. Misalnya, pada pasien yang

diduga menderita neuropati diabetik dan neuropati alkoholik, didapatkan reflek

achiles yang negatif dan berkurangnya sensasi getar pada kaki dan tungkai.

Pemeriksaan denyut karotis telah dijadikan sebagai skrining dalam pemeriksaan

19

Page 20: Back Up Neurologis

neurologis, serta pemeriksaan denyut dan irama jantung, tekanan darah dan auskultasi

jantung merupakan hal rutin yang juga harus diperiksa pada pasien stroke. Pencatatan

yang akurat untuk hasil yang negatif berguna dalam mengarahkan diagnosis.

PASIEN KOMA

Walaupun terkendala oleh pemeriksaan yang terbatas, pemeriksaan yang teliti

pada pasien stupor dan koma akan menghasilkan informasi yang bermakna

sehubungan dengan fungsi sistem saraf. Hal yang luar biasa, selain pemeriksaan

fungsi kognitif, hampir semua sistem saraf, termasuk nervus kranial, dapat dievaluasi

pada pasien koma. Munculnya tanda penyakit serebral fokal atau batang otak dan

tanda rangsang meningeal sangat penting dalam menyusun diagnosis banding pada

penyakit yang menyebabkan stupor dan koma. Adaptasi dalam pemeriksaan

neurologis dijelaskan pada bab 17.

PASIEN PSIKIATRIK

Satu hal yang menjadi kendala dalam pemeriksaan pasien psikiatrik adalah

mereka tidak kooperatif dan kurang bisa dipercaya serta kita tidak terbiasa dengan

pendapat dan pernyataan mereka. Misalnya pada pasien depresi, sering mengeluh

hilang daya ingat dan kelemahan walaupun sebenarnya tidak terdapat amnesia atau

tanda penurunan kekuatan otot, demikian juga pada pasien dengan gangguan sosial

atau hysteria, sering juga bepura-pura lumpuh. Sebaliknya, terkadang ada juga yang

benar; pasien psikotik bisa memberikan keterangan yang jelas tentang penyakitnya

tapi hal ini sering terabaikan oleh pemeriksa dikarenakan oleh gangguan mentalnya.

Seandainya pasien tersebut dapat sedikit lebih kooperatif, banyak hal yang

bisa dipelajari tentang integritas fungsi dari berbagai bagian sistem saraf. Dari cara

pasien menyampaikan idenya, cara berbicara atau menulis, kita sudah dapat

menentukan waham dan halusinasi, gangguan memori, atau gejala gangguan otak

lainnya yang dapat dianalisis selama kita melihat dan mendengar keluhan pasien.

20

Page 21: Back Up Neurologis

Gerakan okuler dan lapang pandang dapat diperiksa dengan mengamati respon pasien

terhadap stimulus yang bergerak dan ancaman yang terdapat dalam lapang pandang.

Nervus kranial, fungsi motorik dan reflek dapat diperiksa dengan cara seperti biasa,

namun yang perlu diingat adalah bahwa pemeriksaan neurologis tidak akan pernah

lengkap kecuali bila pasiennya dapat diajak bicara selama pemeriksaaan dan

kooperatif. Di lain sisi, pasien yang bisu atau yang melawan dan dianggap psikotik

ternyata terbukti mengalami gangguan serebral yang luas seperti hipoksia atau

ensefalopati hipoglikemik, tumor otak, lesi vaskuler, atau lesi demielinisasi yang luas.

BAYI DAN ANAK

Sebagi pedoman adalah metode pemeriksaan khusus dari Gessel dan

Amatruda, Thomas, Paine dan Oppe, klinik Mayo, dan lain-lain. Hampir semua dari

pemeriksaan ini membahas tentang aspek perkembangan sistem saraf anak, dan

walaupun beberapa tanda klinis sulit dianalisis terkait masalah umur, namun

pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di atas sampai sekarang masih menjadi gold

standar.

PEMERIKSAAN MEDIS UMUM

Hasil pemeriksaan medis umum sangat sering menemukan penyakit-penyakit

sistemik yang mendasari timbulnya kerusakan sekunder pada sistem saraf.

Kenyataannya, banyak masalah neurologis serius yang berasal dari gangguan seperti

ini. Dua contoh yang umum yaitu adenopati atau neoplasi dengan gambaran infiltrate

pada paru atau sarkoidosis sebagai penyebab kelumpuhan nervus kranial multiple,

serta munculnya gejala demam subfebris, anemia, bising jantung dan splenomegali

pada pasien stroke yang etiologinya tidak jelas, yang mengarahkan pada suatu

diagnosis endokarditis bakterialis dengan oklusi emboli pada arteri serebri. Sudah

pasti semua pemeriksaan pada pasien stroke belum menjadi belum lengkap tanpa

21

Page 22: Back Up Neurologis

pemeriksaan terhadap hipertensi, bising karotis, bising jantung dan denyut jantung

yang ireguler.

PENTINGNYA PENGETAHUAN TENTANG NEUROANATOMI,

NEUROFISIOLOGI, GENETIKA MOLEKULER DAN NEUROPATOLOGI

Pada awalnya mahasiswa dan residen yang baru menguasai teknik untuk

mendapatkan data klinis yang terpercaya mungkin masih akan merasa kurang yakin

dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan tersebut karena pengetahuan ilmu dasar

neurologi yang mereka miliki masih kurang. Karena alasan tersebut maka bab-bab

berikutnya akan meninjau ulang sistem motorik, sensasi, indera khusus, kesadaran,

dan fungsi bahasa, dengan mengulang pembahasan anatomis dan fisiologis yang

dirasa penting dalam memahami kelainan klinis yang dimaksud.

Minimal seorang klinisi harus tahu tentang anatomi traktus kortikospinal,

unit motorik (sel kornu anterior, saraf dan otot), hubungan motorik ganglia basal dan

serebelar, jalur utama sistem sensorik, nervus kranialis, hipothalamus dan hipofisis,

formasio retikularis dan thalamus, sistem limbik, area kortek serebral dan koneksi

utamanya, jaras penglihatan, jaras pendengaran, sistem otonom, dan aliran LCS.

Pengetahuan neurofisiologi ini mencakup pemahaman tentang perjalanan impuls

syaraf, transmisi neuromuskular, proses kontraksi otot, reflek spinal, neurotransmisi

sentral, proses eksitasi dan inhibisi saraf, aktivasi kortikal serta munculnya kejang.

Pentingnya biologi genetika dan biologi molekuler pada penyakit saraf telah

meningkat pada beberapa dekade terakhir. Setidaknya, dokter umum harus terbiasa

dengan terminologi genetika mendel dan mitokondria, serta penyimpangan dalam

kode genetik yang meningkatkan resiko timbulnya penyakit saraf.

Berdasarkan cara membuat diagnosis kerja dan menentukan terapi, kita yakin

bahwa spesialis saraf sangat bergantung pada pengetahuan patologi anatomi,

misalnya perubahan neuropatologis yang disebabkan oleh proses penyakit seperti

infark, hemoragik, demielinisasi, trauma fisik, kompresi, inflamasi, neoplasma dan

infeksi, menjadi suatu bentuk yang lebih umum. Memahami bentuk mikroskopis dan

22

Page 23: Back Up Neurologis

makroskopis dari proses penyakit akan sangat meningkatkan kemampuan dalam

menjelaskan berbagai efek klinis. Kemampuan membayangkan ketidaknormalan

penyakit pada saraf, otot, otak, medula spinalis, meningeal dan pembuluh darah, akan

menimbulkan pemahaman yang kuat tentang tanda klinis mana yang diharapkan ada

pada suatu penyakit tertentu serta tanda klinis mana yang tidak bisa ditemukan atau

tidak berhubungan dengan diagnosis tertentu. Sebagai tambahan, manfaat lain yang

didapatkan dari neuropatologis tentu saja adalah bahwa klinisi akan bisa lebih baik

dalam mengevaluasi perubahan patologis dan melaporkan hasil pemeriksaan bahan

yang didapatkan dari biosi.

DIAGNOSIS LABORATORIUM

Dari penjelasan metode klinis sebelumnya, tampak bahwa penggunaan

laboratorium dalam membuat diagnosis penyakit sistem saraf idealnya didahului

dengan pemeriksaan klinis yang teliti. Seperti pada ilmu kedokteran umumnya,

pemeriksaan laboratorium perlu direncanakan dengan tepat berdasarkan informasi

klinis. Jangan membalik proses ini karena mudah menghasilkan informasi yang tidak

relevan.

Pencegahan penyakit saraf memerlukan dua pendekatan lain yaitu informasi

genetik dan tes skrining laboratorium, tidak cukup dengan metode klinis saja. Tes

penyaringan biokimia dapat dilakukan pada keseluruhan populasi, dan

memungkinkan untuk mendapatkan identifikasi penyakit saraf secara individual,

terutama pada bayi dan anak-anak yang belum menunjukkan gejala untuk pertama

kali; pengobatan untuk beberapa penyakit dapat dilakukan sebelum sistem saraf

mengalami kerusakan. Demikian pula halnya pada dewasa, skrining untuk

aterosklerosis dan penyebab metabolik yang mendasarinya akan bermanfaat pada

beberapa populasi tertentu sebagai cara untuk mencegah stroke. Informasi genetik

akan memungkinkan spesialis saraf membuat diagnosis penyakit tertentu serta

23

Page 24: Back Up Neurologis

mengidentifikasi resiko berkembangnya penyakit tersebut pada pasien dan

keluarganya.

Metode laboratorium yang tersedia untuk diagnosis neurologis dibahas dalam

bab berikutnya dan bab 45, pada pembahasan elektrofisiologi klinis. Prinsip yang

relevan dari metode skrining genetik dan laboratorium untuk memperkirakan

penyakit ditampilkan pada diskusi pemeriksaan mana yang dapat dilakukan untuk

penyakit tertentu.

KEKURANGAN METODE KLINIS

Jika benar-benar bergantung kepada pemeriksaan klinis, maka diagnosis

neurologis benar-benar akan menjadi sederhana. Dalam banyak kasus kita dapat

dengan mudah menegakkan diagnosis anatomi tapi untuk menentukan diagnosis

etiologi jauh lebih sulit dan tidak jarang harus disokong oleh pemeriksaan

laboratorium yang khusus dan rumit, sebagaimana yang akan dijelaskan pada bab

selanjutnya. Bagaimanapun, walau telah dilakukan serangkaian pemeriksaan klinis

dan laboratorium yang teliti, masih saja terdapat sejumlah pasien yang penyakitnya

tidak bisa didiagnosis. Pada keadaan yang demikian, kita biasanya tertolong oleh

ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jika salah dalam menginterpretasi

gejala utama−jika tremor dikira ataksia atau fatigue dikira kelemahan−maka

pemeriksaan klinis akan menjadi salah arah dari awal. Fokuskan analisis klinis

pada gejala dan tanda klinis utama serta jangan sampai terganggu oleh gejala-

gejala dan tanda-tanda minor yang meragukan.

2. Hindari menegakkan diagnosis yang terlalu cepat. Sering hal ini terjadi akibat

fiksasi yang terlalu cepat pada beberapa hal yang didapat dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik, sehingga menutup pikiran kita dari berbagai kemungkinan

diagnosis banding. Untuk membuat diagnosis awal, sebaiknya diperhatikan

bahwa hal itu merupakan hipotesis yang harus bisa diuji dan bisa dimodifikasi

24

Page 25: Back Up Neurologis

jika didapatkan informasi baru yang terpercaya. Gejala dan tanda klinis akan

muncul seiring dengan waktu perkembangan penyakit dan diagnosis penyakit

pun akan makin jelas.

3. Ketika gejala-gejala mayor yang merupakan bentuk khas dari sebuah

penyakit tidak mencukupi, maka perlu dibuat diagnosis banding.

Bagaimanapun juga, secara umum orang lebih sering menemukan manifestasi

klinis yang jarang dari suatu penyakit yang lazim, daripada menemukan

manifestasi klinis yang khas dari suatu penyakit yang jarang (ungkapan dari

teori Bayes).

4. Diagnosis lebih baik ditegakkan berdasarkan pengalaman klinis dengan tanda

dan gejala yang dominan, bukan berdasarkan analisis statistik dari frekuensi

fenomena klinis. Pada sebagian besar kasus, penggunaan metode analisis

keputusan berdasarkan pada probabilitas terbukti mengecewakan dalam

menegakkan diagnosis neurologis, karena hal itu tidak bisa menentukan

seberapa pentingnya setiap data klinis yang ada. Yang perlu dipenuhi dalam

semua metode diagnosis adalah penilaian terhadap semua penyebab yang

mungkin dari tanda klinis atau sindrom sehubungan dengan karakteristik

demografis yang luas, berupa umur, jenis kelamin, ras, etnik dan keadaan

geografis. Sebagai contoh, neurologis di Amerika menganggap bahwa

meningitis kronis tidak jarang yang disebabkan oleh penyakit bechet, namun

neurologis di Turki berpendapat sebaliknya. Lebih lanjut, seperti yang

disebutkan sebelumnya, neurologis menempati posisi yang tinggi dalam

menemukan penyakit yang bisa diobati, bahkan pada saat temuan klinis tidak

mendukung ke arah diagnosis.

Sebagaimana dijelaskan oleh Chimowitz, mahasiswa kedokteran cenderung

melakukan kekeliruan sehingga gagal mengenali suatu penyakit yang belum pernah

mereka lihat sebelumnya. Sementara klinisi yang berpengalaman bisa saja tidak

menyadari munculnya varian yang jarang dari suatu penyakit lazim. Tentu saja ada

beberapa klinisi yang lebih mahir dalam memecahkan masalah yang rumit

dibandingkan dengan klinisi lainnya. Kemampuannya itu tidaklah berdasarkan intuisi

25

Page 26: Back Up Neurologis

belaka sebagaimana yang biasanya dianggap, tetapi hal itu dihasilkan dari perhatian

yang besar terhadap pengalaman mereka yang terperinci sehubungan dengan berbagai

penyakit dan telah menyusun suatu daftar sebagai referensi untuk masa yang akan

datang. Kasus yang tidak lazim akan terekam dalam memori dan bisa menjadi bahan

pemikiran apabila suatu saat muncul kasus yang serupa.

TERAPI DALAM NEUROLOGI

Diantara bidang spesialisasi kedokteran, neurologi telah lama menempati

posisi yang agak anomali, dimana kebanyakan orang menganggap posisinya hanya

sedikit saja lebih tinggi dari sekedar bidang yang pemikirannya menekankan pada

pembuatan diagnosis untuk penyakit-penyakit tak terobati. Pandangan seperti ini

terhadap posisi kita tidaklah sepenuhnya benar. Terdapat peningkatan jumlah

penyakit, baik pada bidang bedah maupun nonbedah, yang sekarang telah memiliki

terapi spesifik, seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang neurosains.

Sebagai tambahan, banyak penyakit yang fungsi neurologisnya dapat

dipulihkan pada tingkat yang bermacam-macam melalui tindakan rehabilitasi yang

tepat atau dengan penggunaan secara bijak agen terapeutik yang belum sepenuhnya

terbukti benar. Tuntutan akan keefektifan terapi khusus yang didasarkan pada analisis

statistik dari penelitian klinis skala besar harus dipenuhi dengan hati-hati. Perlu dikaji

terlebih dahulu, apakah penelitian tersebut telah disusun dengan baik dalam hal

hipotesis dan kriteria hasil, apakah konsisten dengan proses random untuk memilih

kasus yang akan dimasukkan dalam penelitian, apakah metode statistik sudah tepat,

dan apakah data kontrol benar-benar bisa digunakan sebagai pembanding.

Pengalaman telah menunjukkan bahwa merupakan hal yang bijaksana untuk

menunggu sampai terdapat penelitian lebih lanjut yang bisa memperjelas manfaat dari

terapi yang demikian. Walaupun di satu sisi kita mendukung agar berpegang pada

evidence based medicine, namun di sisi lain kita juga setuju dengan pernyataan

Caplan bahwa banyak dari bukti-bukti ini yang tidak dapat diterapkan dalam

memberikan terapi individual dengan kasus rumit. Hal ini sebagian benar, karena

pada saat diterapkan sebagai terapi pasien secara individual, mungkin saja didapatkan

26

Page 27: Back Up Neurologis

efek kecil yang memiliki makna penting secara statistik. Sudah menjadi hal yang

lumrah bahwa data yang didapatkan dari percobaan harus digunakan dalam konteks

kondisi pasien secara keseluruhan, baik fisk maupun mental dan juga usia. Lebih

jauh, untuk kebanyakan kasus neurologis, saat ini belum terdapat evidence based

medicine yang cukup. Disini pasien memerlukan klinisi terampil untuk membuat

keputusan berdasarkan pada data yang jumlahnya hanya sebagian atau tidak cukup.

Bahkan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, saat ini klinisi harus bisa

mengobati pasien dengan menggunakan sekumpulan pengalaman pribadinya secara

bijak, serta menggabungkannya dengan data-data terbaik saat ini.

Bahkan ketika tidak ada terapi efektif yang mungkin, diagnosis neurologis

tetap lebih dari pemikiran masa lalu. Langkah pertama dalam penelitian ilmiah

tentang suatu proses penyakit adalah mengidentifikasi pasien yang hidup. Selanjutnya

metode klinis dari neurologi memberikan hasil berupa arahan untuk menegakkan

diagnosis, prognosis dan pengobatan bagi klinisi, dan bahan untuk penelitian tentang

mekanisme dan penyebab penyebab penyakit bagi ilmuan klinis.

Terdapat beban penyakit yang luar biasa pada sistem saraf di seluruh dunia,

termasuk Amerika Serikat. Dalam hal ini tidak hanya kondisi seperti trauma otak dan

medulla spinalis, stroke, epilepsi, retardasi mental, penyakit mental dan demensia

yang terdapat dimana-mana dan menjadi penyakit utama, hanya di beberapa tempat

yang menempati posisi kedua setelah penyakit infeksi, namun hal ini tetap

menimbulkan disabilitas yang tinggi dan bersifat kronis serta dapat merubah

kehidupan individu yang dikenai secara mendasar. Lebih lanjut, melebihi bidang

spesialisasi lain, harapan penyembuhan atau perbaikan dengan adanya teknik baru

seperti biologi molekuler, terapi genetika dan keterlibatan komputerisasi otak telah

mengundang perhatian luas dan menjadi alasan untuk memasukkan aspek pengkajian

ilmiah terkini pada bagian yang tepat.

27

Page 28: Back Up Neurologis

II. PEMERIKSAAN KHUSUS UNTUK DIAGNOSIS NEUROLOGIS

Analisis serta interpretasi data yang didapatkan dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang hati-hati bisa dianggap cukup untuk menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium khusus tidak lebih dari penguat kesimpulan klinis.

Bagaimanapun, perjalanan penyakit tidak dapat dilihat hanya dari sisi studi kasus

saja, dimana kemungkinan diagnosis mungkin bisa diciutkan menjadi dua atau tiga,

namun diagnosis yang sesungguhnya masih belum dapat dipastikan. Dalam keadaan

ini perlu dilakukan pemeriksaan tambahan. Tujuan seorang neurologis adalah

menegakkan diagnosis akhir dengan seni menganalisis data klinis yang dibantu

dengan sedikit mungkin pemeriksaan laboratorium.

Pada beberapa dekade yang lalu, pemeriksaan laboratorium yang tersedia

untuk bidang neurologis hanya analisis cairan serebrospinal (LCS), radiologi

konvensional kepala dan tulang belakang, mielografi dengan kontras,

pneumoensefalografi dan elektroensefalografi. Sekarang ini, dengan berkembang

pesatnya teknologi ilmiah, maka senjata para klinisi untuk menegakkan diagnosis

juga bertambah dengan adanya neuroimaging yang beragam serta metode biokimia

dan genetika. Beberapa metode baru ini sangat mengesankan dan membuat kita

tergoda untuk menjadikannya sebagai pengganti anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang teliti. Pemeriksaan laboratorium untuk tujuan seperti ini tidak dianjurkan.

Sebagai gambaran, dari pemeriksaan yang teliti terhadap 86 pasien neurologis yang

dirawat, tampak bahwa hasil temuan laboratorium (termasuk MRI) pada 40 orang

pasien berhasil mengklarifikasi diagnosis klinis, namun gagal pada 46 kasus lainnya

(Chimowitz, dkk). Lebih lanjut, sering terjadi pada praktek modern penggunaan

pemeriksaan tambahan untuk mengklarifikasi abnormalitas yang sebenarnya tidak

begitu penting dalam persoalan klinis yang sedang ditangani. Oleh karena itu, para

neurologis diharapkan terbiasa melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan

penyakit saraf yang dihadapi, tingkat reliabilitas dan resiko tindakan tersebut.

28

Page 29: Back Up Neurologis

Berikut ini disajikan penjelasan tentang pemeriksaan laboratorium yang

digunakan pada berbagai kasus penyakit saraf. Penjelasan yang berhubungan dengan

dengan kompleks gejala khusus atau sekelompok penyakit tertentu−audiogram untuk

menilai tingkat ketulian, elektronistagmografi (ENG) untuk kasus vertigo,

elektromiografi (EMG) dan penilaian konsuksi saraf , serta biopsi saraf dan otot saat

terdapat penyakit neuromuskuler−dibahas pada bab yang sesuai dengan penjelasan

kelainan tersebut.

PUNGSI LUMBAL (LP) DAN PEMERIKSAAN CAIRAN SEREBROSPINAL

(LCS)

Informasi yang didapatkan dari analisis LCS sangat penting dalam

menegakkan diagnosis pada beberapa penyakit saraf tertentu, khususnya pada kasus

infeksi dan peradangan, perdarahan subarakhnoid, dan penyakit yang dapat merubah

tekanan intracranial. Kombinasi tertentu atau gabungan dari hasil pemeriksaan LCS

umumnya menunjukkan suatu kelompok khusus penyakit yang seperti terangkum

dalam tabel 2-1.

29

Page 30: Back Up Neurologis

INDIKASI PUNGSI LUMBAL

1. Untuk mengetahui tekanan LCS dan mendapatkan sampel LCS untuk

pemeriksaan sel, sitologi, kimia dan pmeriksaan bakteriologis.

2. Membantu dalam hal terapi dengan cara pemberian anastesi spinal, akses

pemberian antibiotik, zat antitumor atau dengan menurunkan tekanan LCS.

3. Untuk menyuntikkan bahan radioopak (kontras) seperti pada prosedur

mielografi, atau zat radioaktif seperti pada sisternografi radionukleotida.

LP memiliki resiko tertentu jika tekanan intrakranial (TIK) sangat

tinggi−ditandai oleh sakit kepala dan udem papil−karena hal itu meningkatkan resiko

herniasi tentorial dan herniasi serebelar yang bisa berakibat fatal. Risiko LP menjadi

sangat besar jika papil udem disebabkan oleh massa intrakranial, namun resiko ini

menjadi lebih rendah pada pasien dengan perdarahan subarakhnoid (SAH),

hidrosefalus yang semua ventrikelnya saling berhubungan atau pada pseudotumor

otak, dimana LP ulangan digunakan sebagai follow up terapi. Pada pasien meningitis

purulenta, juga terdapat resiko herniasi ringan, namun hal ini tidak perlu menjadi

penghalang mengingat kebutuhan akan LP dalam menegakkan diagnosis definitif dan

sebagai sarana penanganan yang tepat sedini mungkin. Dengan pengecualian di atas,

secara umum LP sebaiknya didahului dengan pemeriksaan CT atau MRI jika

dicurigai adanya peningkatan TIK. Jika gambaran radiologis tadi memperlihatkan

massa yang menyebabkan pergeseran jaringan otak ke arah tentorial atau foramen

magnum (dimana massa tunggal sering luput dari perhatian) dan jika dianggap sangat

dibutuhkan informasi dari analisis LCS maka LP dapat dilakukan dengan beberapa

perhatian khusus. Sebaiknya menggunakan jarum spinal nomor 22 atau 24 dan jika

tekanan LCS sangat tinggi (lebih dari 400mmH2O) sebaiknya sampel LCS yang

diambil sesedikit mungkin, dan kemudian berdasarkan kondisi pasien dan penyakit

yang diduga mendasarinya, diberikan manitol lalu penurunan tekanan diobservasi

30

Page 31: Back Up Neurologis

dengan menggunakan manometer. Deksametason dan kortikosteroid lain yang setara

juga diberikan secara intravena dengan dosis inisial 10 mg, diikuti dengan dosis 4-6

mg setiap 6 jam dengan tujuan untuk menurunkan TIK. Kortikosteroid terutama

berguna untuk mengatasi peningkatan TIK yang disebabkan udem serebral

vasogenik.

Pungsi sisterna dan pungsi subarachnoid servikal lateral , meskipun cukup

aman jika dilakukan para ahli, namun sangat berbahaya jika dilakukan oleh klinisi

yang belum berpengalaman dan mencegah peningkatan TIK. Sebenarnya LP lebih

dianjurkan saat dibutuhkan sampel LCS dari sisterna atau untuk mielografi di atas

lesi, kecuali pada keadaan terdapat blok spinal yang nyata.

TEKNIK LUMBAL PUNGSI

Pengalaman telah menunjukkan betapa pentingnya ketelitian dalam

melakukan LP. LP haris dilakukan dalam kondisi local yang steril. Xylokain

diinjeksikan di bawah kulit untunk mengurangi nyeri. Dengan sedikit menggesek vial

xylokain ternyata seseddikit mengurangi ransa terbakar sewaktu di injeksikan. Pasien

berada pada posisi miring, sebaiknya miring ke kiri untuk pemeriksa yang

menggunakan tangan kanan dengan panggul dan lutut difleksikan, dan kepala

ditekukkan kearah lutut. Panggul pasien harus datar, punggung harus lurus dan

segaris dengan teppi tempat ttidur dan bantal diletakkan dibawah telinga pasien. LP

lebih mudah dilakukan pada daerah di antara L3-L4 sejajar dengan bidang aksial

Krista iliaka., atau satu tingkat di atas atau di bawahnya. Anastesiologis yang

berpengalaman menganjurkan semakin kecil jarum yang digunakan semakin baik dan

bevelnya diarahkan pada bidang longitudinal dari serat dural (sebaiknya digunakan

jarum atraumatik. Biasanya celah intervetebralis dapat teraba dan dan ketika jarum

dimasukkan akan terasa sedikit tahanan ketika menembus membrane

subarachnoid.Setelah itu jarum trokar harus ditarik secara perlahan lahan untuk

mnecegah mencederai syaraf yang nantinya dapat menyebabkan nyeri radik.Jika

terjadi nyeri sciatic ketika jarum spinal ditusukkan merupakan tanda bahwa arah

jarum terlalu ke lateral. Jika aliran LCS yang keluar Lambat, kita coba untuk sedikit

31

Page 32: Back Up Neurologis

meninggikan kepala pasien. Kadang-kadang LP dengan menggunakan jarum spinal

khusus dapat mengatasi tahanan dari cairan LCS yang kental. Jika gagal setelah 2

sampai 3 kali percobaan maka dianjurkan melakukan LP pada pasien dengan posisi

duduk. Jika cairan LCS tidak keluar pada LP lebih sering disebabkan dari posisi

jarum yang tidak tepat dari pada obliterasi ruang subarachnoid yang disebabkan lesi

kompresif di cauda equina atau arachnoiditis adhesive.

LP memiliki beberapa komplikasi yang serius. Yang paling sering adalah sakit

kepala,terjadi pada satu dari 3 pasien, namun jarang yang bekembang menjadi sakit

kepala hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan tekanan LCS dan dan

penarikan pembuluh darah dural dan serebral jika pasien berdiri. Walaupun tidak

terlalu membantu, posisi berbaring sering disarankan dan obat analgetik oral sering

diberikan untuk mangatasi hal ini. sStrupp dan kawan-kawan mengatakan bahwa

penggunaan jarum spinal atraumatik menurunkan angka kejadian sakit kepala.

Anehnya kejadian sakit kepala terjadi dua kali lipat lebih sering dibandingkan setelah

prosedur LP diagnostik, sama halnya dengan setelah dilakukan anestesi spinal.

Berdasarkan pengalaman, pasien yang sebelumnya mempunyai riwayat sakit kepala

akan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami sakit kepala setelah LP.

Sakit kepala hebat biasanya diikuti dengan muntah dan kaku leher. Walaupun jarang,

kelumpuhan nervus VI secara unilateral atau bilateral maupun nervus lainnya (nervus

VII dan VIII), dapat terjadi dengan atau tanpa disertai sakit kepala. Sindrom akibat

penurunan tekanan LCS diatasi dengan “blood patch”.

Perdarahan ke dalam meningen medulla spinalis atau rongga epidural dapat

terjadi pada pasien yang sedang mendapat terapi antikoagulan (umumnya dengan

rasio normalisasi internasional/INH > 1.7), jumlah trombosit yang rendah

(<50.000/m3) atau mengalami ganguan fungsi trombosit (alkoholisme,uremia). Hal

ini diatasi dengan pemulihan terhadap koagulopati, dan pada beberapa kasus

dilakukan terapi badah evakuasi bekuan darah. Terjadinya meningitis purulenta dan

infeksi pada diskus merupakan komplikasi yang jarang dari LP yang diakibatkan oleh

teknik sterilisasi yang kurang steril serta masuknya benda asing ke dalam ruang

subarakhnoid medulla spinalis juga dapat menyebabkan meningitis steril.

32

Page 33: Back Up Neurologis

PROSEDUR PEMERIKSAAN

Sekali ruang subarakhnoid dapat ditembus, nilai tekanan, dinamik dan sampel

LCS bisa didapatkan. Gambaran makroskopis LCS harus dicatat dan kemudian dibagi

dalam beberapa tabung sebagai sampel untuk pemeriksaan (1) jumlah dan jenis sel

serta jenis kuman (2) kadar protein dan glukosa (3) sitologi sel tumor (4) kadar

gamaglobulin, fraksi protein lainnya, keberadaan pita oligoklonal dan tes serologis

(5) pigmen laktat, ammonia, pH, CO2, enzim dan substansi yang dihasilkan tumor

(contohnya β2 mikroglobulin) dan (6) bakteri dan jamur (melalui kultur), antigen

kriptokokus dan organism lainnya, DNA virus herpes, citomegalovirus dan kuman

lainnya (menggunakan PCR) dan isolasi virus.

TEKANAN DAN ALIRAN

Pada pasien dengan posisi lateral dekubitus, tekananan LCS diukur

menggunakan manometer dengan jarum spinal yang terhubung ke dalam rongga

subarachnoid. Pada dewasa normal, tekanan LCS biasanya 100-180 mmH2O atau 8-

14 mmHg. Pada anak tekanan berkisar antara 30-60mm H2O. Tekanan yang lebih dari

200 mmH2O pada pasien dengan kondisi rileks dan posisi kaki lurus merupakan tanda

peningkatan TIK. Pada pasien dewasa, tekanan 50 mmH2O atau kurang merupakan

tanda hipotensi intrakranial yang biasanya disebabkan oleh kebocoran LCS atau

dehidrasi sistemik. Jika pengukuran dilakukan dengan jarum ke dalam kantong

lumbal dan pasien dengan posisi duduk, cairan dalam manometer mencapai level

sisterna magna (tekanan rata-rata dua kali lipat daripada posisi berbaring), namun

tidak bisa mencapai sistem ventrikel karena merupakan sistem yang tertutup di bawah

tekanan yang sedikit negatif. Cairan dalam manometer dipengaruhi oleh tekanan

atmosfir. Secara normal, ketika jarum dalam posisi yang benar berada dalam ruang

subarakhnoid, cairan pada manometer akan turun naik secara cepat sekitar beberapa

millimeter sebagai respon terhadap denyut nadi dan nafas, meningkat oleh batuk,

mengedan serta kompresi vena jugular dan abdominal. Tekanan yang rendah juga

33

Page 34: Back Up Neurologis

bisa disebabkan oleh jarum yang tidak masuk ruang suarachnoid secara sempurna, hal

ini dapat dibuktikan kurangnya fluktuasi tekanan dengan maneuver di atas.

Blok aliran LCS pada subarakhnoid spinalis pada masa sebelumnya dapat

dikonfirmasi dengan kompresi vena jugularis (tes quecken-stedt, yang merupakan tes

untuk peningkatan tekanan yang cepat jika vena jugularis dikompresi). Namun tes ini

harus dilakukan secara hati-hati karena dapat memperberat blok spinal, dan

meningkatkan TIK.

GAMBARAN MAKROSKOPIK DAN PIGMEN

Normalnya, cairan LCS bening dan tidak berwarna. Perubahan kecil pada

warna dapat diamati dengan membandingkan tabung tes dengan air pada bidang

berlatar putih dengan pencahayaan (lebih baik dengan pencahayaan matahari daripada

iluminasi floresen), atau dengan mengamati tabung tersebut dari arah atas

(pemeriksaan dengan tabung mikrohematoktrit jarang dilakukan). Adanya eritrosit

dalam LCS memberikan gambaran yang tidak jelas, setidaknya harus ada 200 eritrosit

per millimeter kubik (mm3) untuk bisa mendeteksi perubahan warna. Jumlah eritrosit

1000-6000/mm3 akan memberikan warna sedikit merah muda atau merah, dan

tergantung pada jumlah eritrositnya, dan dengan sentrifugasi akan didapatkan

endapan eritrosit. Leukosit dengan jumlah ratusan dalam LCS (pleositosis) dapat

menyebabkan cairan LCS menjadi berwarna agak keruh.

Pada proses LP yang berdarah, dimana darah dari pleksus vena epidural

bercampur dengan cairan LCS, akan meragukan dalam menegakkan diagnosis, karena

jika tidak hati-hati bisa salah interpretasi dengan SAH subklinis. Untuk

membedakannya, diambil dua sampai tiga sampel secara serial pada waktu yang

sama. Pada keadaan LP yang berdarah, akan terdapat penurunan jumlah eritrosit pada

sampel kedua dan ketiga. Biasanya pada LP yang berdarah, tekanan LCS biasanya

normal dan jika jumlah darah yang bercampur cukup banyak maka akan terbentuk

bekuan dan benang fibrin. Hal ini tidak akan tampak pada campuran darah yang

berasal dari SAH subklinis, dimana darah sudah bercampur dengan LCS secara

34

Page 35: Back Up Neurologis

merata dan mengalami defibrinasi. Pada SAH, eritrosit akan mengalami hemolisis

dalam beberapa jam sehingga memberikan warna merah muda (eritrokromia) pada

cairan supernatan, kemudian dalam beberapa hari akan berubah warna menjadi

kuning kecoklatan (xantokorm). LP yang berdarah akan memberikan warna bening

jika disentifugasi dan hanya jika jumlah eritrosit lebih dari 100.000/mm3 yang akan

memberikan warna xantokorm apabila disentrifugasi, hal ini terjadi karena terdapat

kontaminasi dari bilirubin serum dan lipokrom.

LCS dari LP yang berdarah biasanya mengandung satu atau dua leukosit per

1000 eritrosit yang menunjukkan bahwa kadar hematokrit dalam batas normal, tapi

dalam kenyataannya rasio ini memiliki variasi yang luas. Pada SAH, jumlah leukosit

meningkat seiring dengan proses hemolisis eritrosit, kadang-kadang mencapai jumlah

ratusan per millimeter kubik. Namun hal ini tidak bisa dijadikan pegangan untuk

membedakan LP yang berdarah dengan SAH subklinis. Kedua bentuk perdarahan ini

memiliki kesamaan berupa krenasi eritrosit.

Mekanisme mengapa eritrosit mengalami hemolisis secara cepat masih belum

jelas. Yang pasti hal ini tidak disebabkan oleh perbedaan osmolaritas, dimana

osmolaritas LCS dan plasma pada dasarnya adalah sama. Fishmen mengatakan bahwa

penurunan kadar protein pada cairan LCS akan mengganggu keseimbangan

membrane eritrosit.

Perubahan warna cairan LCS pada SAH disebabkan oleh oksihemoglobin,

bilirubin dan methemoglobin. Dalam bentuk yang murni, pigmen ini berwarna merah,

kuning muda, dan coklat. Oksihemoglobin mulai tampak beberapa jam setelah onset

dan mencapai jumlah maksimal dalam 36 jam, kemudian berkurang setelah 7 sampai

9 hari. Bilirubin mulai tampak setelah 2-3 hari dan meningkat sesuai dengan

penurunan jumlah oksihemoglobin. Methemoglobin terbentuk apabila eritrosit

mengalami lokulasi atau enkistik dan terpisah dari aliran LCS. Teknik

spektrofotometri dapat membedakan berbagai bentuk gangguan produksi hemoglobin

dan kemudian memperkirakan waktu perdarahan rata-rata.

35

Page 36: Back Up Neurologis

Tidak semua LCS yang xantokrom disebabkan oleh hemolisis eritrosit. Pada

ikterus yang berat, bilirubin I dan II menyebar masuk ke dalam LCS. Jumlah bilirubin

dalam cairan LCS berkisar antara 1/10 sampai 1/100 dari kadar dalam serum.

Peningkatan kadar protein dalam LCS menyebabkan warna sedikit opak dan

xantokromia, serta peningkatan atau penurunan proporsi albumin-fraksi bilirubin.

Perubahan warna LCS hanya dapat diamati secara makroskopik jika kadarnya lebih

dari 150 mg/100 mL. Hiperkarotenemia dan hemoglobinemia (melalui gangguan

produksi hemoglobin, khususnya oksihemoglobin) juga menyebabkan warna kuning

pada cairan LCS, seiring pembekuan darah dalam ruang subdural atau epidural otak

maupun medulla spinalis. Mioglobin tidak ditemukan dalam LCS karena ambang

klirens renal yang rendah untuk pigmen ini sehingga memungkinkan terjadinya

ekskresi yang cepat dari dalam darah.

SELULARITAS

Dalam bulan-bulan pertama kehidupan, cairan LCS mengandung sel monosit

dalam jumlah kecil. Setelah itu dalam keadaan normal cairan LCS hampir aselular

( sel limfosit dan mononuklear lainnya < 5/mm3). Peningkatan jumlah leukosit

biasanya merupakan reaksi terhadap bakteria dan agen infeksius lainnya, darah,

substansi kimia dan inflamasi imunologis, neoplasma, atau vaskulitis. Jumlah leukosit

dapat dihitung dengan menggunakan kamar hitung biasa, namun untuk identifikasi

harus menggunakan sentrifugasi cairan dan sedimentasi dengan pewarnaan Wright

atau penggunaan filter Millipore, fiksasi dan pewarnaan. Melalui hal tersebut dapat

diketahui jumlah netrofil dan eusinofil (yang kemudian akan menjadi jelas pada

penyakit Hodgkin, beberapa infeksi parasit dan emboli kolesterol), limfosit, sel

plasma, sel mononuclear, sel arachnoid, makrofag dan sel tumor. Bakteri, jamur dan

fragmen ecinococcus dan sistiserkosis dapat terlihat dengan pewarnaan sel atau

sediaan dengan preparat gram. Preparat Tinta india berguna untuk membedakan

limfosit dengan kriptokokus dan candida. Kuman basil tahan asam juga dapat

36

Page 37: Back Up Neurologis

ditemukan dalam sampel dengan pewarnaan yang tepat. Monograf Dufresne dan

Hartog-jager serta artikel Bigner merupakan metode sitologi lama namun masih

merupakan pemeriksaan pilihan dalam sitologi LCS. Pemeriksaan imunologi khusus

dan teknik imunostaining juga dapat digunakan sebagai marker sel limfoma, protein

asam fibril glial, elemen selular khusus dan antigen.

PROTEIN

Bertolak belakang dengan jumlah protein yang tinggi dalam darah (5.500-

8000 mg/dL), pada orang dewasa jumlahnya dalam LCS berkisar 45-50mg/dL atau

kurang. Kadar protein pada sisterna basal 10-25mg/dL dan pada ventrikel 5-15

mg/dL. Hal ini menggambarkan bahwa protein LCS memang berasal dari cairan

plasma melalui sawar darah otak. LCS berasal dari ultrafiltrasi darah di pleksus

khoroideus pada ventrikel lateral dan ventrikel IV yang analog dengan filtrasi urin di

glomerulus. Jumlah protein dalam LCS sebanding dengan lamanya kontak dengan

sawar darah otak. Setelah memasuki ventrikel jumlah protein biasanya menurun.

Makin ke arah kaudal di daerah sisterna, kadar protein makin tinggi dan kadar

protein tertinggi terdapat pada daerah lumbal. Pada anak, konsenterasi protein LCS

rata-rata lebih rendah pada setiap level (<20mg/dL pada daerah lumbal). Peningkatan

jumlah yang melebihi normal mengindikasikan suatu proses patologis pada daerah

sekitar ependim dan meningen, otak, medulla spinalis ataupun serabut syaraf,

meskipun penyebab peningkatan sedikit kadar protein (dalam kisaran 75mg/dL)

kadang-kadang membingungkan.

Pada perdarahan ruang ventrikel dan subarachnoid, tidak hanya terjadi

perembesan eritrosit tapi juga protein serum. Jika konsentrasi protein serum normal,

peningkatan konsentrasi protein LCS kira-kira 1mg per 1.000 eritrosit dimana tabung

LCS yang sama dapat digunakan untuk menghitung jumlah sel dan kadar protein. (hal

yang sama juga berlaku pada LP berdarah). Pada SAH kadar protein bisa meningkat

37

Page 38: Back Up Neurologis

beberapa kali lipat karena efek iritasi dari eritrosit yang mengalami hemodialisis

pada leptomeningen.

Kadar protein dalam LCS pada meningitis bakterialis dimana perfusi koroid

dan meningeal, sering meningkat mencapai 500mg/dL atau lebih. Infeksi virus

menyebabkan peningkatan padar protein yang lebih sedikit, terutama reaksi dari

limfosit, biasanya 50-100mg/dL tapi kadang-kadang dapat mencapai 200mg/dL

sedangkan pada beberapa kasus meningitis virus kadar proteinnya bisa normal.

Tumor paraventrikel sering menyebabkan peningkatan protein sampai 100mg/dL.

Nilai protein yang meningkat sampai 500mg/dL ditemukan pada keadaan khusus

seperti pada sindroma gillain barre dan polineuropati demielinisasi kronik. Pada blok

aliran LCS didapatkan jumlah LCS yang meningkat sampai 1000mg/dL atau lebih,

perubahan warna kuning gelap dan timbulnya pembekuan darah terjadi karena

adanya fibrinogen yang dikenal dengan froin syndrome. Blok parsial LCS akibat

ruptur medula spinalis atau tumor biasanya dapat menyebabkan peningkatan kadar

protein menjadi 100-200mg/dL. Jumlah protein LCS yang rendah didapatkan pada

meningismus (pada suatu keadaan demam dengan tanda rangsang meningeal tapi

LCS normal), hipertiroid, atau kondisi penurunan tekanan LCS.

Melalui teknik elektroforesis dan imunokimia memperlihatkan adanya

sebagian besar protein serum dengan berat molekul yang kurang dari 150.000-

200.000. Fraksi protein LCS yang telah diidentifikasi dengan teknik elektroforesis

biasanya terdiri dari prealbumin, albumin, alpha1, alpha2, beta1, beta2 dan

gammaglobulin. Imunoglobulin utama yang terdapat dalam LCS adalah IgG. Pada

tabel 2-2 dapat kita lihat kadar kuantitatif dari berbagai fraksi LCS. Dengan metode

imunoelektroforesis juga dapat diidentifikasi adanya glikoprotein, seruloplasmin,

hemopeksin, beta-amiloid dan protein tau. Molekul-molekul besar seperti fibrinogen,

IgM dan lipoprotein.

Ada beberapa perbedaan lainnya yang bisa diamati antara fraksi protein LCS

dan plasma. LCS selalu mengandung fraksi prealbumin sedangkan plasma tidak.

38

Page 39: Back Up Neurologis

Walaupun LCS berasal dari plasma, namun karena suatu penyebab yang belum dapat

dijelaskan, fraksi ini justru terkonsentrasi dalam cairan LCS dan kadarnya lebih tinggi

di ventrikel dibandingkan lumbal. Selain itu, fraksi Tau (beta2-transferin) hanya

terdapat pada cairan LCS dengan konsentrasi yang lebih tinggi juga pada ventrikel.

Konsentrasi protein Tau dibandingkan dengan beta-amiloid telah diketahui dapat

digunakan dalam diagnosis alzheimer. Konsentrasi gamaglobulin dalam LCS adalah

70% dari konsentrasi serum.

Sekarang ini diketahui , hanya sedikit protein yang dihubungkan dengan

penyakit sistem saraf. Yang terpenting adalah IgG, yang jumlahnya dapat mencapai

12% dari jumlah protein total dalam LCS pada penyakit seperti sklerosis multipel,

neurosifilis, panensefalitis sklerosing subakut, meningoensefalitis virus kronik

lainnya. IgG serum tidak ikut meningkat pada kondisi ini yang berarti bahwa

immunoglobulin ini secara alami berasal dari sistem saraf. Bagaimanapun,

peningkatan gamaglobulin serum−seperti pada sirrosis, sarkoidosis, miksedem dan

multiple myeloma−akan diikuti dengan peningkatan konsentrasi globulin dalam LCS.

Karena itu terjadi penigkatan gamaglobulin LCS, maka perlu juga untuk mengamati

pola elektroforesis protein serum. Perubahan. kualitatif dari pola imunoglobulin LCS

yang dapat diamati secara elektroforesis, yang menampilkan masing-masing

immunoglobulin akan didiskusikan pada bab 36.

Fraksi albumin LCS meningkat secara umum pada penyakit susunan saraf

pusat dan gangguan medulla spinalis yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas

sawar darah otak, namun tidak ada korelasi klinis yang jelas. Enzim-enzim tertentu

yang terdapat dalam otak, terutama kreatinin kinase (CK-BB), enolase dan neopterin,

dapat ditemukan di LCS pada keadaan pasca stroke, hipoksia iskemik global, trauma

dan sudah menjadi penanda kerusakan otak pada studi eksperimental. Marker spesifik

lain seperti protein 14-3-3 yang berguna dalam diagnostik penyakit Prion, mungkin

berguna dalam keadaan khusus lainnya.

39

Page 40: Back Up Neurologis

GLUKOSA

Konsentrasi glukosa LCS normal adalah 45-80 mg/dL, kira-kira duapertiga

dari konsentrasi serum (0,6-0,7). Peningkatan konsentrasi di serum pararel dengan

konsentrasi di LCS, namun pada kasus hiperglikemia hal ini justru berbanding

terbalik dengan konsentrasinya pada LCS (0,5-0,6). Pada kadar glukosa serum yang

sangat rendah, kadar dalam LCS justru meningkat mencapai 85%. Secara umum

kadar glukosa yang menurun di bawah 35 mg/dL. Setelah injeksi

glukosa intravena, konsentrasinya dengan LCS baru seimbang setelah 2 sampai 4

jam, hal serupa juga terjadi dalam penurunan kadar glukosa darah. Dikarenakan oleh

alasan ini, maka sebaiknya dilakukan secara serentak pemeriksaan kadar glukosa LCS

dan darah pada saat puasa, atau diambil sampel serum beberapa jam sebelum

dilakukan LP. Jumlah glukosa yang rendah (hipoglikorasia) dengan munculnya

pleositosis biasanya menandakan meningitis piogenik, tuberkulosis atau jamur,

meskipun juga terdapat pada infiltrasi tumor yan g luas ke meningen dan sarkoidosis

serta SAH (biasanya terjadi pada minggu pertama).

Peningkatan jumlah laktat pada meningitis purulenta menandakan suatu

proses glikolisis anaerob. Sudah sejak lama diketahui bahwa meningitis bakteri

menurunkan kadar glukosa LCS karena proses metabolisme aktifnya, namun kadar

glukosa yang masih subnormal setelah 1-2 minggu terapi dianjurkan untuk

operasi. Secara teori, kondisi penurunan kadar glukosa dalam LCS juga dapat

disebabkan oleh gangguan entry glukosa ke LCS karena rusaknya sistem transfer

membran. Di sisi lain, meningitis virus tidak menurunkan kadar glukosa LCS

meskipun kadar glukosa yang rendah juga dilaporkan pada beberapa kasus

meningoencepalitis mumps dan herpes simplek serta herpes zoster.

TES SEROLOGIS DAN VIROLOGIS

40

Page 41: Back Up Neurologis

Pemeriksaan antigen permukaan criptokokus merupakan suatu hal yang rutin

jika infeksi ini dicurigai. Hasil positif palsu bisa terjadi pada peningkatan titer faktor

rheumatoid atau antibody antitreponema, namun di sisi lain pemeriksaan ini memiliki

nilai diagnostik lebih tinggi dari pada pemeriksaan dengan tinta india. Tes darah

antibodi nontreponema-VDRL dan RPR-juga dapat diperiksa pada LCS. Hasil positif

terdapat pada neurosifilis, tapi nilai positif palsu juga dapat terjadi pada penyakit

kolagen, malaria, frambusia dan kontaminasi LCS dengan darah yang seropositif. Tes

yang dilakukan tergantung dari antigen mana yang digunakan, termasuk tes

imobilisasi treponema palidum dan tes antibodi floresen treponema lebih spesifik

untuk menyingkirkan nilai positif palsu. Pemeriksaan dan diagnosis neurosifilis akan

didiskusikan pada bab 32. Tes serologis spirokaeta dilakukan pada keadaan yang

diduga disebabkan oleh agen ini.

Tes serologis untuk virus akan memakan waktu, namun tes ini berguna dalam

menentukan secara restrofektif sumber meningitis atau encepalitis. Rapid tes yang

menggunakan PCR mulai digunakan secara luas terutama untuk herpes dan

sitomegalovirus. Tes ini sangat berguna dalam minggu-minggu pertama infeksi

dimana virus mulai bereproduksi dan material virus mulai menyebar, namun setelah 1

minggu pemeriksaan secara serologis lebih bermanfaat. Rapid tes dengan

menggunakan PCR juga berguna dalam mendiagnosa tuberkel secara cepat dan

diikuti dengan kultur yang memakan waktu beberapa minggu. Tes ini juga dapat

digunakan dalam mendeteksi protein prion pada LCS pada encepalopati spongiform

namun hasilnya kadang-kadang membingungkan.

PERUBAHAN KONSENTRASI DAN KOMPONEN LAIN

Osmolalitas LCS rata-rata 295 mOsm/L sama dengan osmolalitas plasma.

Osmolalitas plasma meningkat jika diberikan larutan hipertonik seperti manitol atau

urea dalam beberapa jam. Hiperosmoloritas menyebabkan dehidrasi otak dan

penurunan volume LCS.

41

Page 42: Back Up Neurologis

Pada tabel 2-2 ditampilkan profil sodium, potassium, kalsium dan magnesium

LCS dan serum. Penyakit-penyakit neurologis tidak akan meningkatkan konsentrasi

dari elektrolit di atas. Konsentrasi klorida yang rendah bisa terdapat pada meningitis

bakteri namun tidak spesifik dan sedikit meningkat pada peningkatan kadar protein

LCS.

Keseimbangan asam basa pada LCS berhubungan dengan asidosis dan

alkalosis metabolic namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Nilai PH normal LCS

kira-kira 7.31, sedikit lebih rendah dari PH darah arteri yang bernilai 7.41. Nilai Pco2

LCS kira-kira 45-49mmHg, sedikit lebih tinggi dari PH darah arteri(40mmHg).

Kadar bikarbonat arterial dan LCS relatif sama. Nilai PH LCS relatif stabil walaupun

sudah terjadi alkalosis atau asidosis metabolik berat. Perubahan asam basa pada LCS

tidak dapat menggambarkan kondisi otak dan tidak spesifik sebagai indikator

perubahan sistemik.

Kadar ammonia pada LCS sepertiga sampai setengah dari jumlahnya dalam

darah. Amaonia biasanya meningkat pada encepalopati hepatik, hiperamonemia

kongenital dan sindroma rey, dimana konsentrasinya meningkat seiring dengan

beratnya encepalopati. Kandungan asam urat LCS adalah 5% dari serum dan dapat

meningkat pada gout, uremia dan meningitis dan menurun pada penyakit Wilson.

Konsentrasi urea sedikit rendah dibandingkan serum; pada keadaan uremia, terjadi

peningkatan yang lebih lambat dibandingkan plasma. Injeksi urea meningkatkan

kadar urea darah dalam waktu cepat, namun proses ini berlangsung lebih lambat pada

LCS,mengakibatkan suatu dehidrasi osmotik yang berakibat pada jaringan SSP dan

LCS. Sebanyak 24 jenis asam amino sudah diisolasi dari LCS. Konsentrasi asam

amino LCS sepertiga dari jumlahnya dalam plasma. Peningkatan kadar glutamin

didapatkan pada koma hepatik dan sindroma reye, sementara penilalanin, histidin,

valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan homosistein meningkat pada aminoasiduria.

Sejumlah enzim dapat meningkat pada beberapa kasus dan biasanya terkait

dengan meningkatnya kadar protein LCS. Tidak ada satupun peningkatan enzim yang

42

Page 43: Back Up Neurologis

dapat menjadi indikator spesifik penyakit neurologis, kecuali laktat dehidrogenase,

khususnya isoenzim 4 dan 5 yang dihasilkan dari sel granulosit. Enzim ini meningkat

pada meningitis bakteri namun tidak pada meningitis virus dan aseptik. Laktat

dehidrogenase juga meningkat pada metastase meningeal dan begitu juga antigen

kranioembrionik, namun antigen kranioembrionik tidak meningkat pada meningitis

bakteri, virus dan fungi. Profil lipid LCS sukar untuk dihitung dan jumlahnya dalam

LCS sedikit.

Katabolit dari katekolamin LCS dapat ditentukan. Homovanilic acid (HVA),

katabolit mayor dari katekolamin, dan 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA),

katabolit mayor dari serotonin terdapat secara normal pada LCS dengan kadar 5-6

kali lebih tinggi dilumbal dibanding ventrikel. Jumlah katabolit ini menurun pada

penderita Parkinson.

Akhirnya, dengan makin berkembangnya teknik mikrokimia untuk

menganalisis LCS diharapkan kita dapat lebih mengerti tentang mekanisme metabolik

otak, terutama penyakit penyakit metabolik herediter. Pemeriksaan gas-liquid

kromatografi dapat menemukan banyak produk katabolik baru yang berguna dalam

penegakan diagnosis. Thompson telah melakukan analisis biokimia dan kegunaannya

untuk tujuan diagnosis.

TEKNIK PENCITRAAN PADA OTAK DAN MEDULA SPINALIS

Pada masa lalu, pemeriksaan foto polos merupakan suatu hal yang rutin pada

pasien neurologis, namun keterangan yang didapatkan dari pemeriksaan ini relatif

kecil. Meskipun foto polos cranium merupakan pemeriksaan penunjang utama pada

cedera kepala, fraktur hanya ditemukan 1 dari 16 kasus dengan biaya ribuan dolar per

fraktur dan resiko dari radiasi. Selain fraktur, dari foto polos juga dapat dinilai

perubahan pada kontur tulang, erosi dan hiperostosis, infeksi pada sinus paranasal dan

mastoid serta perubahan pada foramen basalis. Dari foto polos vertebre dapat dilihat

43

Page 44: Back Up Neurologis

osteofit, lesi vetebre destruktif, neoplasma dan infeksi, fraktur dislokasi dan

spondiloestesis, penyakit pott dan paget.

Serangkaian teknik radiologis canggih telah memberikan nilai diagnostik yang

tinggi dalam beberapa kasus khusus, terlebih sejak ditemukannya CT Scan dan MRI.

Kedua teknik pemeriksaan ini menunjukkan kemajuan terkini dalam

memvisualisasikan suatu kelainan.

TOMOGRAFI KOMPUTER

Pada prosedur ini, sinar X yang digunakan dapat menembus tulang, LCS,

substansia grisea dan substansia nigra serta pembuluh darah. Intensitas radiasi yang

dikeluarkan diatur dan diintegrasikan secara terkomputerisasi. Pencapaian penting ini

merupakan pengembangan dari teknik foto polos oleh Hounsfield dan kawan-kawan.

Lebih dari tigapuluh ribu per 2 sampai 4 mm gelombang radiasi dipancarkan secara

horizontal ke arah kranium dan menembus tulang, LCS, pembuluh darah, substansia

alba dan grisea dengan densitas yang berbeda. Berdasarkan hal itu kita dapat

mengamati perdarahan, udem, abses, posisi dan ukuran ventrikel dan midline. Jumlah

radiasi yang digunakan tidak lebih basar dari foto polos.

CT Scan generasi terakhir dapat menampilkan gambaran otak dan tulang

belakang dengan sangat jernih. Seperti yang ditampilkan pada gambar 2-1A-D, pada

potongan tranversal, dapat diamati nukleus kaudatus dan nukleus lentikular, kapsula

interna dan thalamus. Posisi dan pelebaran sulkus dapat diukur dan nervus kranial

serta otot rektus medial dan lateral juga tampak pada bagian posterior orbita. Batang

otak, serebelum dan medulla spinalis mudah dilihat pada tingkatan yang tepat. Selain

itu CT Scan juga berguna dalam menentukan gangguan saraf perifer, tumor, lesi

inflamasi dan hematom. CT Scan memiliki beberapa kelebihan dibanding MRI,

terutama pada kasus perdarahan dan terdapatnya protese logam, biayanya lebih

rendah, waktu pemeriksaan lebih pendek dan lebih tajam dalam memvisualisasikan

44

Page 45: Back Up Neurologis

proses kalsifikasi, lemak, terutama basis kranii dan vetebre. Jika monitoring dan alat

resursitasi harus terpasang ketika pemeriksaan harus dilakukan, hasil pemeriksaan

dengan CT Scan lebih jelas dibandingkan MRI. Perkembangan teknologi CT scan

pada masa sekarang meningkat dengan cepat terutama di bidang vaskularisasi seperti

CT angiografi.

MIELOGRAFI KONTRAS

Dengan menginjeksikan 5 sampai 25 mL kontras melalui jarum LP, semua

ruang subarachnoid medula spinalis dapat dinilai (Gambar 2-1E dan F). Prosedur ini

memiliki resiko yang relatif sama dengan LP kecuali pada kondisi spinal blok

komplit karena penumpukan kontras pada daerah sekitar blok menyebabkan nyeri dan

mioklonus. Herniasi diskus lumbal dan servikal, spondilosis servikal, pergeseran

radik nervi spinalis dan tumor medulla spinalis dapat didiagnosa secara akurat.

Pantopaque-zat kontras larut lemak- masih boleh digunakan terbatas pada keadaan

tertentu (gambaran obstruksi komplit medula spinalis bagian atas). Jika kontras

tersisa dalam ruangan subarachnoid, menandakan adanya darah atau eksudat yang

mengindikasikan arachnoiditis otak dan medula spinalis.

Pada CT Scan badan dapat diamati kanalis spinalis dan foramen intervetebral

dan dengan penggunaan kontras dapat membantu memvisualisasikan lesi spinal dan

fosa posterior. Mielogafi kontras dapat memvisualisasikan daerah-daerah kecil pada

daerah kanalis spinalis seperti ressses lateral dan pergeseran radik nervi spinalis.

MRI menghasilkan gambaran yang lebih tajam pada kanalis spinalis dan isinya,

begitu juga dengan vetebre dan diskus intervetebre yang secara luas dapat

menggantikan fungsi mielografi kontras.

Magnetic Resonance Imaging

45

Page 46: Back Up Neurologis

Pada dasarnya MRI juga menampilkan gambar bagian-bagian otak dari

berbagai sudut, dan teknik ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan CT dalam

hal penggunaan energi tanpa ionisasi dan penyajian resolusi yang lebih baik dari

struktur-struktur yang berbeda di dalam otak dan organ lainnya. Dengan kata lain,

MRI adalah prosedur yang terbaik untuk menvisualisasikan hampir semua penyakit

syaraf.

Pemeriksaan MRI dilaksanakan dengan cara menempatkan pasien di dalam

sebuah medan magnet yang kuat, yang menyebabkan isotop dalam (atom) jaringan

dan LCS di dalam posisi longitudinal di medan magnet. Penggunaan gelombang radio

dengan frekuensi beberapa milidetik ke dalam medan magnet menyebabkan

berubahnya koordinat posisi atom dari longitudinal ke bidang transversal. Ketika

frekuensi radio dimatikan, maka atom-atom tersebut akan kembali ke posisi semula.

Energi frekuensi radio yang telah diserap tersebut akan menghasilkan pancaran sinyal

magnetik yang dapat dideteksi dengan menggunakan gulungan elektromagnetik.

Untuk mendapatkan penggambaran jaringan yang berbeda, penggunaan getaran

frekuensi radio harus dilakukan beberapa kali (rangkaian getaran), dimana sinyal

magnetik yang dihasilkan diukur di setiap getaran yang diberikan. Scanner kemudian

akan menyimpan sinyal-sinyal tersebut sebagai matriks data yang selanjutnya akan

dilakukan analisis komputer untuk mengetahui penggambaran yang diperoleh.

Resonansi magnetik Nuclear dapat dideteksi berdasarkan sejumlah isotop

dalam, tetapi teknologi dewasa ini umumnya menggunakan sinyal-sinyal yang berasal

dari atom hidrogen (1H) karena hidrogen merupakan elemen yang paling banyak

terdapat dalam jaringan serta menghasilkan sinyal magnetik yang paling kuat.

Gambar yang dihasilkan pada dasarnya adalah “peta’ dari kandungan hidrogen

jaringan dimana sebagian besarnya berupa konsentrasi air, yang kemudian juga

dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan kimia dari atom hidrogen tersebut. Jaringan

yang berbeda mempunyai tingkatan pelepasan proton yang berbeda pula, yang

kemudian menghasilkan intensitas sinyal yang berbeda sehingga jaringannya pun

berbeda. Istilah T1 dan T2 digunakan dalam kaitannya dengan waktu konstan yang

46

Page 47: Back Up Neurologis

digunakan untuk pelepasan proton; waktu tersebut dapat diubah dengan tujuan untuk

memperhatikan ciri-ciri tertentu dari struktur jaringan. Gambar yang dihasilkan

dalam T1, warna LCS tampak gelap dan batas lapisan serta substansi alba jelas

terlihat sebagaimana halnya dengan gambar CT, namun gambar yang dihasilkan

dalam T2 menunjukan LCS berwarna putih. Gambar dalam T2 menunjukan

perubahan dalam substansia alba seperti infark, demielinasi, dan udem (Tabel 2-3).

Rangkaian gradient-echo (GRE) merupakan satu tipe teknik yang sensitif terutama

terhadap darah dan produk nekrosis, yang ditampilkan sebagai daerah gelap pada

gambar.

Teknik FLAIR (fluid-attenuated inversion recovery) merupakan teknik yang

memberikan sinyal kuat terhadap lesi pada jaringan parenkim, dan sinyal yang lemah

pada LCS. Teknik ini sensitif terhadap kalsium dan zat besi di dalam jaringan otak

yang menunjukan tahap awal dari infarks, yang menekankan pada lesi demielinasi.

Gambar yang dihasilkan oleh alat MRI terbaru benar-benar luar biasa (Gambar 2-2A

sampai C). Karena tingkat perbedaan yang tinggi antara substansi alba dan grisea,

seseorang dapat mengidentifikasi semua struktur nuklir yang berlainan dan lesi yang

terdapat di dalamnya. Lesi dalam pada lobus temporal, fossa posterior,

sevikomedular junction dapat dilihat dengan lebih baik dibandingkan dengan CT;

strukturnya dapat ditampilkan dari tiga sudut dan tidak dirusak oleh sinyal-sinyal

yang berasal dari struktur tulang yang berdekatan. Lesi demilienasi tampak dengan

sangat jelas, serta jaringan infark dapat dikenali pada tahap awal dibandingkan

dengan CT. Hasil-hasil dari metabolisme eritrosit –metemoglobin, hemosiderin, dan

ferritin- juga dapat diketahui, sehingga membantu seeorang dalam memperkirakan

lamanya pendarahan yang berlebihan dan kemudian mencari solusinya seperti yang

didiskusikan pada Bab 34 dan 35. Begitu juga halnya dengan LCS, lemak, kalsium,

dan zat besi yang memiliki karakteristik sinyal tersendiri dari rangkaian gambar yang

berbeda.

Penggambarantulang belakang menyajikan gambaran yang jelas mengenai

korpus vetebre, diskus intervetebralis, medulla spinalis, dan cauda equina (gambar 2-

47

Page 48: Back Up Neurologis

2d sampai F), demielinasi, dan abses). Teknik ini telah menggantikan teknik

mielografi dengan kontras kecuali untuk beberapa kondisi ketika dibutuhkan gambar

radik nervus serta medulla spinalis dengan resolusi yang sangat tinggi.

Pelaksanaan dari gadolinium, sebuah alat paramagnetik yang dapat

meningkatkan proses pelepasan proton selama rangkaian T1 pada MRI, bahkan dapat

memberikan gambaran yang lebih jelas serta menunjukan daerah-daerah disekitar lesi

tersebut dimana gangguan aliran darah otak, medulla spinalis atau radik.

Penggunaan MRI terbatas pada anak-anak dan orang dengan gangguan

kognitif karena mereka biasanya tidak kooperatif. Kelompok seperti ini perlu

diberikan obat penenang, sehingga kebanyakan rumah sakit telah menyediakan

pelayanan agar dapat memberikan obat penenang untuk pemeriksaan ini.

Mempelajari pasien yang membutuhkan ventilator agak susah tapi lebih terarah

dengan menggunakan ventilasi tangan atau ventilator nonferromagnetik.

Bahaya utama penggunaan MRI adalah tenaga putaran, pencabutan, atau

pemanasan potongan metal pada pembuluh darah, dan peralatan kedokteran gigi serta

objek ferromagnetik lainnya serta fragmen metal di dalam orbit yang seringkali

diabaikan oleh operator. Untuk alasan ini, maka akan bijaksana jika pada pasien

tertentu dilakukan radiografi pada tulang kepala sehingga dapat dideteksi kandungan

logam di daerah ini. Fragmen logam kornea dapat diangkat melalui operasi mata jika

MRI dirasa sangat diperlukan. Hadirnya terobosan baru yang berhubungan dengan

gangguan jantung, defibrillator, atau stimulator yang dicangkokan pada otak atau

medulla spinalis sama sekali tidak dianjurkan dengan penggunaan MRI sebagai

medan magnet yang dapat memicu arus-arus yang tidak diinginkan pada peralatan

serta kabel-kabel yang keluar dari peralatan tersebut. Walau demikian, kebanyakan

dari katup jantung ferromagnetic buatan, port intravaskular, klips pada aneurisma,

shunt ventrikular, serta katup jantung buatan bukanlah menjadi resiko bagi pengunaan

magnetic imaging. Begitu juga halnya dengan prostese sendi. Daftar peralatan yang

telah diuji kerentanan ferromagneticnya serta keamanannya dalam penggunaan MRI

48

Page 49: Back Up Neurologis

dapat ditemukan dalam monogram Shellock yang terus diupdate secara teratur. MRI

akan beresiko dalam situasi ini jika tidak ada pengetahuan langsung yang

berhubungan dengan material yang digunakan. Begitu banyak contoh kejadian

dimana dokter terburu-buru membawa pasiennya yang sedang kritis ke ruangan MRI

dan lupa mengeluarkan instrumen logam yang terdapat dalam saku mereka sehingga

dapat mengganggu pasien atau medan magnet tersebut.

Karena penggunaan MRI menyebabkan meningkatnya jumlah penderita

katarak pada janin hewan, maka muncul keraguan akan penggunaan MRI bagi pasien

yang hamil terutama pada triwulan pertama. Walau bagaimanapun, data terbaru

menunjukan bahwa teknik yang digunakan memerlukan kajian secara medis. Dalam

sebuah studi dimana 1000 teknisi MRI yang hamil memasuki medan magnet berulang

kali (magnetnya tetap dalam prosedur yang ada) ditemukan hasil tidak adanya

dampak yang merugikan bagi janin (Kanal et al)

Beberapa tipe dari gambaran artefak MRI yang diketahui, kebanyakan

diantaranya berkaitan dengan malfungsi elektronik pada medan magnet, dan para ahli

yang terlibat dalam prosedur ini (untuk penjelasan lebih lanjut, lihat monograf Hulk

et al). Yang paling umum dan problematik adalah aliran LCS di dalam medulla

spinalis torakal, yang memberikan pengaruh pada massa intradural; penyimpangan

struktur bentuk pada bagian dasar otak yang berasal dari peralatan kesehatan gigi

ferromagnetik serta garis yang melewati gambar yang dipicu oleh aliran darah serta

gerakan pasien.

Dalam beberapa tahun terakhir, resiko tambahan dari fibrosis nefrogenik telah

dapat diidentifikasi dalam kaitannya dengan penggunaan gadolinium. Hal ini

umumnya dialami oleh pasien dengan gejala gagal ginjal. Karena alasan itulah maka

sudah lazim dilakukan pengukuran kreatinin dan BUN sebelum pemasangan alat.

Masalah ini kurang disadari sebelumnya karena jarang (frekuensinya belum dapat

ditentukan), dan juga karena lambatnya efek toksik terhadap ginjal, yang berkisar

antara beberapa hari sampai dua bulan.

49

Page 50: Back Up Neurologis

Teknologi MRI ini terus berkembang. Visualisasi pembuluh darah yang

berada di otak ( magnetic resonance angiography), tumor, lesi kompresif, lesi

traumatik syaraf perifer (Filler et al) serta kerusakan perkembangan pada SSP adalah

beberapa alasan mengapa penerapan teknologi MRI sangat menjanjikan. Perhatian

khusus harus ditujukan pada diffusion-weighted imaging (DWI), sebuah prosedur

yang hanya membutuhkan waktu satu menit serta tidak terhingga nilainya dalam

mendeteksi tahapan paling dini dari stroke iskemik ( biasanya dalam 2 jam atau

kurang dari waktu serangan); disamping itu DWI juga berguna untuk membedakan

antara penyebaran kanker pada otak dengan abses. Disini, penyebaran air yang

terbatas pada daerah infark otak ditunjukan dengan sinyal putih terang. Perfusion-

weighted imaging (PWI) bisa digunakan untuk mendeteksi daerah yang mengalami

kekurangan perfusi; sejalan dengan DWI, PWI juga dapat menggambarkan daerah

iskemik yang jaringannya belum mati sehingga dapat disertakan dalam pemulihan

aliran darah dengan berbagai teknik (Bab 34). Kapasitas MRI yang digunakan untuk

mengukur struktur anatomi juga dapat memberikan kemungkinan demonstrasi atrofi

sel syaraf.

Setiap beberapa tahun, sejumlah perkembangan dalam menginterpretasikan

karakteristik sinyal dan perubahan morfologi bermunculan, begitu juga dengan

munculnya cara-cara baru dalam penggunaan teknologi ini dalam kaitannya dengan

kajian metabolisme otak serta aliran darah ( MRI fungsional atau fMRI). Gambar

fungsional ini diperoleh dari pasien normal selama pelaksanaan tugas-tugas kognitif

dan motorik, sedangkan pada pasien dengan gangguan syaraf dan kejiwaan

diterapkan pola baru aktivasi otak dan mengubah beberapa konsep tradisional fungsi

selaput otak serta lokalisasi. Teknik utama yang dewasa ini digunakan adalah

mengukur perbedaan antara oxy dan deooxyhemoglobin yang menggambarkan

pengiriman darah ke sebuah bagian. Sinyal blood oxygen level-dependent ini dapat

diperoleh dari data MRI dan digunakan sebagai pengganti bagi aktivitas metabolisme

otak lokal.

50

Page 51: Back Up Neurologis

Meningkatnya penggunaan diffusion tensor imaging (DTI) umumnya untuk

menggambarkan serat traktus syaraf pada otak, akan tetapi algoritma lainnya sedang

dikembangkan sebagai kajian khusus. Teknik ini tergantung pada observasi, dimana

air serta molekul-molekul lainnya bergerak secara acak karena penyebaran, yang

menyelidiki jaringan diluar resolusi gambar yang biasa digunakan. Pergerakan

molekul-molekul tersebut dalam tiga dimensi dihalangi oleh jaringan otak sehingga

tidak ada yang seragam; DTI mengukur tingkat keberagaman ini, atau anisotrofi yang

memberikan gambaran sangat detail dari struktur jaringan dengan resolusi yang luar

biasa.

Meningkatnya penggunaan MRI serta kepekaan mesin-mesin dan algoritma

komputer dewasa ini secara tidak langsung berefek pada penemuan sejumlah

penemuan yang tidak penting sehingga menimbulkan kecemasan yang tak sewajarnya

dan terkadang mendorong seseorang untuk melakukan konsultasi syaraf. Tapi walau

demikian, jumlah yang mengejutkan berkaitan dengan konsekuensi lesi otak juga

dikemukakan. Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian berskala besar pada orang

dewasa yang tidak menunjukan gejala penyakit yang tergabung dalam “Rotterdam

Study” menunjukan kesesuaian dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan

bahwa ditemukannya penderita aneurisma kurang lebih 2 persen, meningioma

sebanyak 1 persen, dan dengan persentase yang lebih kecil dan tidak signifikan

adalah vestibular schwannomas dan tumor kelenjar pituitary, tapi lain halnya dengan

aneurisma yang meningkat sejalan dengan usia. Satu persen menderita sindroma

Arnold-Chiari, dan beberapa menderita kista arachnoid. Selanjutnya, tujuh persen

pasien diatas 45 tahun menderita occult stroke (stroke yang susah untuk dideteksi)

yang pada umumnya berupa lacunar. Karena penelitian ini dilaksanakan tanpa

menggunakan gadolinium, maka diharapkan kerusakan yang bahkan lebih kecil dapat

diatasi. (Vernooij et al)

Teknik magnetic resonance spectroscopy sebenarnya berasal dari nuclear

magnetic resonance (NMR). Penggunaannya mulai meningkat dalam menganalisis

kerusakan tertentu pada otak depan. Penggunaan terbaru adalah dalam analisis bagian

51

Page 52: Back Up Neurologis

otak dan rangkaian frekuensi magnetic resonance yang digunakan sehingga dapat

mendeteksi sinyal dari relaksasi ikatan elektrokimia dari berbagai unsur jaringan otak.

Yang paling utama adalah choline (senyawa ammonia) dan N-acetyl-aspartate

(kerusakan bagian pada otak); kolin biasanya terkandung dalam membrane myelin

dan NAA merupakan penanda bagi sel syaraf. Disamping itu juga dapat dideteksi

gangguan produk pada myelin yang muncul di sebelah kanan NAA pada

spectrogram. Dalam hal ini, kerusakan yang disebabkan oleh infark, tumor, atau

demielinasi dapat dibedakan.

Penggunaan CT scanning dan MRI dalam mendiagnosis penyakit syaraf

tertentu dianggap dalam bab pembahasan yang sesuai.

Angiografi

Teknik ini telah berkembang selama lebih dari 50 tahun dimana ini

merupakan metode yang aman dan berguna dalam mendiagnosis aneurisma,

malformasi vaskular, oklusi arteri dan vena, diseksi arteri dan angitis. Sejak

munculnya teknik CT dan MRI, penggunaan angiografi secara praktikal hanya

terbatas pada diagnosis gangguan vaskular, dan perbaikan dari dua teknik terdahulu (

magnetic resonance angiography (MRA) serta CT scanning spiral, yang nanti akan

dijelaskan lebih lanjut) diharapkan dapat mengurangi penggunaan angiografi x-ray

yang konvensional. Walau demikian, prosedur endovascular yang baru untuk

pengangkatan jaringan aneurisma, malformasi arteri vena dan tumor vaskular masih

membutuhkan angiografi konvensional.

Setelah dilakukan anastesi lokal, suntikan biasanya diberikan pada arteri

bagian femoralis atau brakialis, kanul tersebut kemudian akan diteruskan melalui

jarum suntik ke sepanjang aorta dan cabang arteri yang akan digambarkan. Dalam

hal ini, media kontras dapat disuntikan untuk melihat arkus aorta, pangkal pembuluh

arteri karotis, artessi vetebralis dan perjalanannya menuju rongga kranium.

Arteriogafer yang berpengalaman dapat menvisualisasikan arteri serebri dan spinalis

52

Page 53: Back Up Neurologis

sampai arteri dengan diameter lumen 0.1 mm (dalam kondisi yang optimal) serta

pembuluh vena dengan ukuran yang sebanding.

Angiograpi bukan tanpa resiko. Penggunaan dalam konsentrasi yang tinggi pada

medium yang disuntikan dapat memicu spasme vaskular, oklusi, dan penggumpalan

bisa terjadi pada ujung kateter dan emboli arteri. Gangguan penyakit secara

keseluruhan dari prosedur ini berkisar antara 2.5 persen, umumnya seperti

memburuknya kondisi lesi vaskular atau dari komplikasi pada lokasi pungsi.

Terkadang menghasilkan frank brain serta lesi iskemik pada tungkai yang mungkin

dihasilkan material atheromatous (penumpukan lemak pada arteri), atau seringkali

diseksi yang disebabkan oleh kateter. Pasien bisa menderita hemiplegi, quadraplegi,

kebutaan; oleh karena alasan inilah prosedur ini sebaiknya tidak dijalankan jika

prosedur ini tidak terlalu dibutuhkan untuk mendapatkan diagnosis yang jelas atau

digunakan sebagai antisipasi dari operasi yang memerlukan informasi lokasi

pembuluh. Mielopati servikal adalah komplikasi yang jarang terjadi tapi cukup

berbahaya sebagai akibat dari komplikasi arteri vetebralis; akibat tersebut akan

ditunjukan dengan perasaan nyeri pada bagian belakang leher segera setelah

penyuntikan. Iskemia progresif yang berasal dari nyeri pada patologi vaskular terjadi

selama beberapa jam berikutnya. Komplikasi yang sama juga terjadi pada level lain di

angiograf bagian visceral.

Dengan adanya perkembangan dalam teknik radiologi yang menggunakan

proses komputer digital pada data radiologi agar dapat menghasilkan gambaran dari

pembuluh arteri pada leher dan tengkorak, maka pembuluh akan dapat

divisualisasikan dengan menggunakan kateter yang lebih kecil dibandingkan dengan

yang digunakan sebelumnya

Magnetic resonance dan Computed Tomographic Angiografi

Keduanya merupakan teknik noninvasif untuk menvisualisasikan pembuluh

arteri intrakranial. Mereka dipercaya dapat mendeteksi lesi vaskular dalam

intrakranial serta stenosis arteri ekstrakranial, serta juga menggantikan angiografi

53

Page 54: Back Up Neurologis

konvensional. Keduanya mendekati, walaupun belum bisa menyamai resolusi

radiografi dari angiografi invasif untuk pembuluh distal dan dalam memperoleh

perincian yang jelas mengenai kerusakan oklusi. Meski demikian, mereka sangat

berguna untuk mengukur kejelasan dari pembuluh vena servikal dan basis( Gambar 2-

3A sampai D). Visualisasi dari pembuluh vena sebri juga memungkinkan dalam hal

ini. Berbeda halnya dengan MRA, teknik CT membutuhkan injeksi cairan

intravenous yang berguna untuk memvisualisasikan pembuluh darah dan kelainan

yang berkaitan dengan tulang dan otak (gambar 2-3E). Penggunaan metode-metode

ini serta metode lainnya dalam rangka mendeteksi gangguan pada arteri karotis ( akan

didiskusikan lebih lanjut pada bab 34 dalam kaitannya dengan gangguan vascular

otak bagian depan)

Positron Emission Tomografi

Teknik ini yang umumnya dikenal sebagai PET digunakan untuk mengukur

konsentrasi otak regional dari isotop radioaktif yang diatur secara sistematis.

Positron-emitting isotopes (biasanya dalam bentuk 11C, 18F, 13N, dan 15O) dihasilkan

dalam partikel akselerator atau akselerator linear dan kemudian digabungkan dengan

senyawa aktif biologi di dalam tubuh. Konsentrasi isotop pada berbagai bagian otak

ditentukan secara noninvasif dengan menggunakan alat pendeteksi yang berada di

luar tubuh, dan gambar tomography (struktur tubuh) dihasilkan dengan menggunakan

teknik yang serupa dengan yang digunakan para CT dan MRI.

Pola lokal pada aliran darah otak, uptake oksigen, penggunaan glukosa dapat

diukur dengan menggunakan PET scanning, prosedur ini telah terbukti berguna dalam

meneliti tumor otak primer, dan membedakan antara jaringan tumor dengan nekrosis

karena radiasi, menempatkan focus epileptic, dan terutama dalam membedakan tipe-

tipe penyakit demielinisasi. Teknik ini baru-baru ini digunakan dalam melabeli

molekul dari spesies kimia patologi seperti beta-amyloid, memungkinkan

pemerolehan gambar dari penyimpanan protein di dalam otak sebagai metode

eksperimen untuk mendeteksi penyakit Alzheimer. Tidak diragukan lagi, pendekatan

54

Page 55: Back Up Neurologis

ini akan menjadi sangat berguna dalam mempelajari berbagai jenis penyakit

degeneratif dan juga responnya terhadap perlakuan yang diberikan. Kemampuan

teknik ini dalam menghitung neorutransmitter, serta reseptornya juga sangat penting

dalam mempelajari penyakit Parkinson serta penyakit degeneratif lainnya. Sayangnya

teknologi ini membutuhkan fasilitas yang mahal sehingga persediaannya sangat

terbatas saat ini.

Single-Photon Emission Computed Tomografi

Teknik yang dikembangkan dari PET ini menggunakan isotop yang tidak

memerlukan partikel akselerator dalam produksinya. Radioligand (biasanya terdiri

dari iodine) digabungkan dengan senyawa aktif biologik yang hanya akan

menghasilkan satu photon. Prosedur ini memungkinkan untuk meneliti aliran darah

pada otak depan regional dalam keadaan isckemik serebral atau selama metabolism

jaringan yang intens. Resolusi anatomi terbatas yang dihasilkan oleh single-photon

emission computed tomography (SPECT) juga telah membatasi manfaat klinisnya,

tetapi ketersediaannya yang lebih banyak menjadi pertimbangan dalam

penggunaannya. Hal tersebut telah dibuktikan dalam membedakan antara penyakit

Alzheimer dengan sejumlah atrofi serebri, serta pada penempatan dari focus epileptic

pada pasien yang berpotensi mengalami reseksi kortikal. Ketika diinjeksikan, isotop

dengan cepat berada pada otak dengan penyerapan regional yang proporsional dengan

aliran darah, dan stabil selama satu jam atau lebih. Oleh karena itu, memungkinkan

untuk menyuntikan isotop pada saat awal serangan, sementara itu pasien

mendapatkan video dan electroencephalographic monitoring, dan untuk melakukan

scaning pasien kemudian.

Ultrasonografi

Pada beberapa tahun belakangan ini, teknik ini telah dikembangkan pada

tahap dimana teknik ini telah menjadi metodologi prinsip dalam penelitian klisnis

yang berkaitan dengan otak janin atau bayi serta tes tambahan yang penting pada

pembuluh darah otak pada orang dewasa. Instrumen yang digunakan dalam aplikasi

55

Page 56: Back Up Neurologis

ini terdiri dari transduser yang mampu mengubah energi listrik menjadi gelombang

ultrasound dengan frekuensi berkisar antara 5 sampai 20 kHz. Gelombang ini

kemudian dikirimkan melalui tulang tengkorak menuju otak. Jaringan yang berbeda

memiliki variable tahanan akustik dan kemudian gemanya dikirimkan kembali ke

transduser, yang menampilkannya sebagai gelombang dari variabel tinggi atau

sebagai poin dari kepadatan yang bervariasi. Dengan cara ini, seseorang dapat

memperoleh gambar dari jaringan membran mata bayi, atrium jantung, serta massa

nuklir pusat. Biasanya beberapa potongan koronal dan sagital diperoleh dengan

meletakkan transduser didepan fontanel atau pada calvarium pada anak. Pendarahan

intraserebral, perdarahan subdural, lesi massa dan gangguan kongenital juga dapat

divisualisasikan.

Instrumen yang sama juga digunakan untuk menginsonasi pembuluh basal

sirkulus Willisi ( transkranial Dopler), pembuluh arteri karotis dan pembuluh

vetebralis dan pembuluh arteri temporal yang berguna untuk mempelajarai gangguan

pada pembuluh darah serebrovaskular. Kegunaan utamanya adalah untuk mendeteksi

dan tingkat penyempitan dari pembuluh arteri karotis interna. Disamping menyajikan

gambar suara dari struktur vaskular, perubahan frekuensi Doppler yang disebabkan

karena mengalirnya eritrosit menunjukan kecepatan dalam setiap bagian di dalam

pembuluh. Dua teknik yang digabungkan disebut “carotid dupleks”; teknik ini

memungkinka lokalisasi yang akurat dari tempat stenosis maksimal sebagaimana

yang ditunjukan oleh nilai aliran dan turbulensi terbesar. Skala perubahan yang

ditampilkan oleh Dopler adalah berupa kode warna sehingga penggambaran isonasi

dan pemetaan aliran dapat dengan mudah terlihat dan diinterpretasikan.

Transkranial Dopler menggunakan getaran sinyal 2-MHz yang dapat

menembus tulang kalvaria pada orang dewasa yang kemudian menerima sinyal

perubahan frekuensi dari aliran darah pada lumen pembuluh basal. Teknik ini dapat

mendeteksi penyempitan vaskular serta peningkatan kecepatan aliran darah yang

disebabkan oleh vasospasme pada perdarahan subarachnoid.

56

Page 57: Back Up Neurologis

USG pada dasarnya memiliki beberapa keuntungan. Terutama karena ini adalah

teknik noninvasif, tidak berbahaya (sehingga dapat digunakan berulangkali), mudah

dilakukan karena instrumennya yang mudah dipindahkan, serta tidak mahal. Aplikasi

yang lebih spesisfik dari tenik ini akan dijabarkan dalam Bab 38 pada bagaian

perkembangan penyakit dalam system syaraf, dan pada bab 34 yang berhubungan

dengan stroke.

Teknik yang berhubungan dengan pemerikasaan jantung menggunakan

peralatan ultrasound echocardiografi juga memiliki peranan utama dalam

mengevaluasi stroke sebagaimana yang dijelaskan pada bab 34.

Elektroencephalografi(EEG)

Pemeriksaan EEG selama beberapa tahun merupakan prosedur laboratorium

standar dalam kaitannya dengan kajian dan lokalisasi dari semua bentuk gangguan

pada serebral dimana untuk kasus yang kajian luas digantikan oleh CT dan MRI

untuk tujuan lokalisasi. Meskipun demikian, teknik ini tetap merupakan bagian

penting dalam mempelajari pasien yang menderita kejang-kejang (seizure) atau yang

diduga menderita kejang, begitu juga halnya dengan kematian otak (brain death)

serta masalah tidur (polysomnography). Teknik ini juga digunakan untuk

mengevaluasi dampak penyakit pada system metabolism pada otak bagian depan, dan

juga untuk memonitor aktivitas otak pada pasein yang sedang dibius. Untuk beberapa

penyakit seperti infeksi pada otak subakut, teknik ini dapat digunakan dalam tes

laboratorium. Teknik tersebut akan dijabarkan disini secara detail, karena

kegunaannya secara umum pada neorologi.

EEG merekam aktivitas elektrik spontan yang terdapat pada kortek serebri.

Aktivitas ini menggambarkan arus elektrik yang mengalir pada ruang ekstrasel otak

yang berupa dampak summasi dari potensi sinapsis inhibitor dan eksitator yang

sangat banyak pada neuron kortikal. Aktivitas spontan pada kortek seringkali

dipengaruhi dan disinkronisasikan oleh struktur subkortek, umumnya pada bagian

thalamus dan formasio retikularis batang otak. Impuls aferen pada struktur dalam

57

Page 58: Back Up Neurologis

bertanggung jawab dalam menimbulkan syaraf cortical untuk menghasilkan

karakteristik ritme pada pola gelombang otak, seperti ritme alfa dan kumparan tidur.

Elektroda yang berupa disk klorida berwarna perak atau keperakan

berdiameter 0.5 cm dilekatkan pada kulit kepala dengan menggunakan pasta

konduktif.electroencephalograph memiliki 8 sampi 32 atau lebih unit kuat yang dapat

merekam daerah pada kulit kepala pada saat yang bersamaan. Ritme pada otak

dikenal dengan gelombang pada aktivitas otak dalam frekuensi yang berkisar antara

0.5 sampai 30 Hz (putaran perdetik) dalam ukuran tampilan standar 3 cm/s.

Sebelumnya, sinyal kuat direkam dengan pinggiran pena, tetapi sekarang ini format

digital ditampilkan pada layar computer dan disimpan dalam format digital. Hasil dari

electroencephalogram (EEG) pada dasarnya berupa voltage-versus-time grafik yang

merupakan jumlah dari garis gelombang simultan parallel atau “channels” (Gambar

2-4A). Setiap channel mewakili perbedaan dalam potensi elektrik antara dua

elektroda (elektroda umum digunakan sebagai tempat perekaman, akan tettapi

channel masih menggambarkan perekaman pada dua kutub). Channel tersebut

disusun untuk menampilkan campuran standar yang umumnya digunakan untuk

membandingkan aktivitas dari suatu bagian pada lapisan luar otak depan dengan

bagian lain pada sisi yang berlawanan. Pasangan elektroda yang digunakan dewasa

ini berdasarkan system “Internasional 10-20” yang menggunakan 10 elektroda di

setiap sisi tengkorak dan lebih ditekankan pada daerah di dekat otak untuk

memudahkan inspeksi visual pada rekaman.

Pasien biasa diperiksa dengan kondisi mata tertutup dan berbaring di kursi

atau tempat tidur. Oleh karena itu, EEG yang umum digunakan akan menggambarkan

aktivitas elektrocerebral yang direkam dibawah kondisi tertentu, biasanya pada

periode tidur atau bangun, dari beberapa bagian lengkungan otak depan selama

sebagian kecil segment pada kehidupan seseorang.

Disamping rekaman utuh, beberapa prosedur aktivasi juga diterapkan.

Pertama, pasien diminta untuk menarik napas dalam-dalam sebanyak 20 kali per

58

Page 59: Back Up Neurologis

menit selama 3 menit. Hiperventilasi melalui mekanisme yang ditentukan mungkin

dapat mengaktivasi pola karakteristik pada kejang-kejang atau kelainan lainnya.

Kedua, sinar dengan intensitas cahaya tinggi ditempatkan sejauh 15 inci dari mata

pasien dan dengan sinar dengan frekuensi 1 sampai 20 per detik dengan kondisi mata

pasien dalam keadaan terbuka dan tertutup. EEG pada bagian belakang kepala

menunjukan gelombang yang berhubungan dengan setiap sinar atau cahaya ( photo

gambar 2-4B) atau stroke yang dapat memicu penghentian abnormalitas (Gambar 2-

4C)

EEG direkam setelah pasien tertidur secara alami atau dengan penggunaan

obat sedative pada anak-anak. Tidur sangat membantu dalam memunculkan gejala

kelainan terutama bagi yang diduga mengalami eplepsi bagian temporal dan sindrom-

sindrom lainnya.

Melalui medium dari rekama EEG (seperti yang digambarkan pada bab 19),

berbagai kelainan yang dapat dikenali melalui tidur dapat ditampilkan serta aktivitas

EEG sesuai dengan rekaman videographical dari aktivitas kejang. Yang juga berguna

secara klinis adalah EEG yang direkam dengan peralatan digital kecil atau telemetri

pasien yang dapat bergerak bebas tapi diduga memiliki kelainan seizure. Bab 16 akan

mendiskusikan topic ini secara menyeluruh.

Beberapa tindakan pencegahan sangat dibutuhkan jika

electroencephalography akan menjadi sangat berguna. Pasien seharusnya tidak

diberikan obat-obatan sedative (kecuali sesuai dengan yang disebutkan di atas) dan

tidak makan untuk beberapa saat lamanya karena obat-obatan sedative dan juga gula

darah yang relative rendah (hypoglycemia) bisa saja mengubah pola EEG normal.

Hal yang sama juga berlaku pada konsentrasi mental, kegelisahan atau rasa kantuk

yang ekstrem, kesemuanya cenderung menekan ritme alfa normal, serta memicu otot

dan bagian lainnya. Dalam kaitannya dengan pasien yang menderita epilepsy atau

yang sudah mendapati penanganan dari penyakit ini, kebanyakan dokter lebih

memilih untuk merekam EEG selama pasien masih menerima obat-obatan anti kejang

59

Page 60: Back Up Neurologis

(anticulsovant). Pada kondisi tertentu, seperti dalam memonitoring pasien yang

dirawat, penggunaan obat-obatan ini ditarik dalam satu atau dua hari dengan tujuan

untuk meningkatkan kemungkinan untuk merekam berhentinya kejang-kejang.

Interpretasi yang sesuai dari EEG melibatkan beberapa karakteristik dari pola

normal dan abnormal serta ritme latar belakang(yang disesuaikan dengan usia

pasien), untuk mendeteksi asimetri dan perubahan periodic pada ritme, dan yang lebih

penting adalah membedakan objek buatan dengan kelainan bawaan.

Tipe-tipe rekaman normal

Rekaman normal pada orang dewasa menunjukan asimetri 8 sampai 12 per

detik 50-mV gelombang alfa pada pembuluh dalam jaringan organ (sinusoid) dalam

daerah belakang kepala serta parietal. Gelombang tersebut memperbesar dan

meringankan secara spontan dan dilemahkan serta ditekan secara keseluruhan oleh

mata yang terbuka atau aktivitas mental (lihat gambar 2-4A). Frekuensi pada ritme

alfa berbeda-beda pada setiap pasien, walaupun rate pasien akan semakin lemah

karena usia. Gelombang yang lebih cepat dari 12 Hz dan dengan amplitude yang

lebih rendah (10 sampai 20 mV) dikenal dengan gelombang beta yang secara normal

direkam dari bagian depan secara simmetris.

Ketika subjek telah tertidur, ritme alfa melambat secara simetris dan

gelombang karakteristikpun muncul (gelombang vertex dan kumparan tidur) (lihat

gambar 19-1). Jika benzodiazepine atau obat-obatan sedative lainnya telah diberikan,

peningkatan pada frekuensi normal biasanya terjadi. Sejumlah aktivitas teta (4-7 Hz)

biasanya ditampilkan dalam bagian temporal, terutama pada orang berusia 60 tahun

ke atas. Aktivitas delta( 1 sampai 3 Hz) biasanya tidak muncul pada orang dewasa

normal yang terjaga.

Selama stimulus stroboscopic, respon kepala bagian belakang terhadap setiap

sinar atau cahaya biasanya dapat terlihat. Adanya respon semacam ini biasanya

mengindikasikan bahwa setidaknya pasien dapat melihat cahaya, dan jika tidak,

60

Page 61: Back Up Neurologis

pasien itu adalah pasien yang pura-pura sakit atau bereaksi terlalu berlebihan. Respon

visual yang ditimbulkan adalah suatu alat pendeteksi kebutaan psikogenik yang

bahkan lebih sensitive dibandingkan oksipital yang menggerakan EEG. Penyebaran

respon oksipital pada rangsangan photic dengan produksi yang abnormal atau

gelombang serangan yang hebat, membuktikan rangsangan yang tidak normal.

(gambar.2-4B dan C). Pola serangan bisa terjadi selama pengujian EEG tipe ini,

diikuti dengan sentakan miokloni yang kuat pada wajah, leher dan anggota-anggota

badan(respon fotomiogenik atau fotomioklonik) atau dengan kejang -kejang (respon

fotoparoksismal atau fotokonvulsif). Efek-efek seperti itu terjadi secara berkala

selama bebas dari pengaruh alcohol atau obat penenang lainya.

Anak-anak dan remaja lebih sensitif daripada orang dewasa pada semua

prosedur. Suatu hal yang biasa rekaman pada anak-anak menghasilkan gelombang

delta (3-4 Hz) selama periode hiperventilasi bagian tengah dan akhir. Aktifitas EEG

ini disebut dengan beakdown of buildup, akan hilang setelah hiperventilasi

dihentikan. Frekuensi gelombang yang dominan pada bayi normalnya sekitar 3 Hz,

dan sangat tidak beraturan. Dengan bertambahnya umur, terjadi peningkatan secara

bertahap frekuensi dan keteraturan gelombang oksipital secara bertahap, gelombang

alpha dicapai pada umur 6 tahun dan frekuensi pada orang dewasa dicapai pada umur

10 sampai 12 tahun; gelombang normal alpha adalah gambaran yang dominan (lihat

bagian 28 untuk diskusi lebih lanjut tentang pertumbuhan otak seperti yang telah

dipaparkan dalam EEG). Interpretasi hasil rekaman pada bayi dan anak membutuhkan

keahlian karena pola normalnya memiliki rentang nilai yang luas pada pada setiap

periode usia (lihat Hahn dan Tharp). Meskipun demikian, rekaman asimetris atau

rekaman dengan gambaran kejang merupakan abnormalitas pada anak dengan semua

tahapan usia. Pada janin, pola normal telah terbentuk dari bulan ke 7 dan seterusnya.

JENIS-JENIS REKAMAN ABNORMAL

61

Page 62: Back Up Neurologis

Gambaran pola gelombang yang berkurang atau menghilang dapat ditemukan

jika terdapat infark luas, nekrosis traumatik atau tumor atau adanya gumpalan darah

yang terdapat di antara kortek serebri dan elektrode. Dengan temuan di atas,

lokalisasi EEG dan abnormalitas menjadi sangat jelas, tapi tentu saja pada lesi yang

tidak tampak. Walau bagaimanapun, pada lesi yang tidak terlalu luas, tergantung pada

pengaturan rekaman, untuk mengakhiri gelombang otak, dan kemudian EEG juga

merekam gelombang lambat abnormal yang muncul dari otak yang masih berfungsi

pada pinggir lesi.

2 jenis gelombang abnormal, telah dijelaskan, yaitu gelombang dengan

frekuensi rendah dan amplitude yang lebih tinggi dari normal. Gelombang dibawah 4

Hz dangan amplitude dari 50-350 mV disebut gelombang delta(fig.2-4G and H);

gelombang dengan frekuensi 4 sampai 7 disebut gelombang theta. Aktivitas cepat

(beta) cenderung menonjol dan biasanya menggambarkan efek dari obat-obat

penenang atau, jika fokal, biasanya disebabkan kerusakan tulang(tulang biasanya

meredam aktivitas yang berlebihan pada kortek.) Gelombang paku atau tajam adalah

pembentuk gelombang tegangan tinggi sementara yang memiliki puncak tertinggi

pada kecepatan merekam dengan durasi 20 sampai 70 ms dan 70 sampai 200

ms(fig.2-4D). Gelombang tinggi yang terjadi pada orang dengan epilepsy atau

seseorang dengan kecondongan genetik untuk mendapat serangan mendadak

dianggap sebagai epileptic-form discharges.

Gelombang cepat dan pelan yang tidak normal ini dapat digabungkan, dan

ketika rangkaian terdapat diantara pola EEG normal dalam suatu serangan

paroksismal dapat dipastikan sebagai suatu epilepsi. Tanda serangan absen adalah

komplek gelombang paku dan ombak 2 gelombang permenit yang muncul dalam

semua lead EEG secara simultan dan menghilang di akhir serangan(Gambar.2-4E).

Temuan ini mengarah pada lokalisasi yang teoritis dari sebuah pencetus kejang umum

primer yang dilepaskan dalam talamus atau substansia abu-abu subkortek lainnya

(kejang centrencephalic), tapi pusatn belum diverifikasi secara anatomi atau fisiologi.

62

Page 63: Back Up Neurologis

Temuan yang paling patologis dari semua adalah perubahan pola EEG

normal oleh Electrocerebral silence, yang berarti hilangnya aktifitas elektris dari

lapisan kortikal yang direkam dari kulit kepala. Gambaran artefak dengan berbagai

macam jenis seharusnya dilihat seiring dengan ditingkatkannya amplifier(volume

penguat gelombang), jika tidak, terdapat risiko lead yang tidak terhubung ke mesin.

Intoksikasi obat dosis tinggi seperti barbiturat dapat sementara menghasilkan

rekaman EEG yang isoelektrik. Pada keadaan tidak terdapatnya pengaruh obat

depresi sistem saraf atau hiportemia yang ektrim, rekaman isoelektrik (<2uV kecuali

artefak) di semua bagian kepala hampir selalu ditemukan hipoksia serebral atau

ischemia atau trauma dan peningkatan tekanan intrakranial. Pasien seperti itu-tanpa

aktifitas EEG, reflek batang otak, respirasi spontan dan gerakan otot manapun-

dianggap sebagai “mati otak” . Pada pasien seperti itu sebagian besar otaknya

nekrosis dan tidak ada kemungkinan terjadi perbaikan secara neurologis. Bab 17

membahas mati otak lebih jauh.

KONDISI NEUROLOGIS YANG MENYEBABKAN

ELECTROENCEPHALOGRMS ABNORMAL

EPILEPSI

Semua jenis serangan epileptik umum (grandmal tipikal dan absens atipikal;

lihat bab 16) biasanya dihubungkan dengan beberapa abnormalitas rekaman EEG

pada saat serangan mendadak. Juga, EEG biasanya tidak normal selama serangan

kejang pada tipe yang lebih terbatas. Pengecualian yang jarang terjadi adalah

serangan mendadak yang berlokasi pada daerah bagian dalam, medial dan fossa

orbitofrontal, yang mana pelepasan gelombangnya tidak mencapai kulit kepala di

amplitudo yang cukup untuk bisa dilihat berlawanan dengan aktifitas keadaan normal

EEG. Sering sebagian besar, EEG yang benar-benar normal, selama masa kejang-

kejang mengindikasikan “pseudoseizure” (kejang psikogenik nonepilepsi).

63

Page 64: Back Up Neurologis

Beberapa tipe serangan yang berbeda bisa dilihat pada gambar 2-4C, D dan E.

Pola absens, mioklonik dan grandmal berhubungan erat dengan tipe serangan klinis

dan dapat muncul pada bentuk yang lebih ringan pada EEG interiktal.

Hal yang penting adalah, antara serangan kejang, 30 persen rekaman EEG

tunggal menunjukkan pola normal dan 30 persen pasien dengan serangan absens dan

50 persen pasien dengan epilepsi grandmal(persentase ini lebih sedikit dengan

rekaman ulangan). Terapi antikonvulsan juga cenderung mengurangi

ketidaknormalan EEG interiktal. Rekaman 30 sampai 40 persen lainnya pada pasien

epilepsi walaupun terdapat ketidaknormalan antara serangan , tidak terlalu spesifik

dan diagnosa epilepsi hanya dapat dibuat melalui intrepretasi data klinis yang tepat

yang dikaitkan dengan abnormalitas rekaman EEG.

LESI OTAK FOKAL(TUMOR OTAK, ABSES, STROKE, SUBDURAL

HEMATOM, DAN ENCEPALITIS)

Pada sebagian besar pasien, lesi massa intrakanial dikaitkan dengan fokal

atau lokalisasi aktivitas gelombang pelan yang fokal dan terlokalisir (biasanya delta,

seperti pada gambar 2-4F) atau, kadang-kadang, aktifitas serangan kejang. Walaupun

EEG membantu dalam diagnosa beberapa kasus tumor otak dan abses, terutama

ketika diintegrasikan dengan temuan klinis laboratorium klinis lainnya, dan sekarang

yang sangat dipercaya yaitu CT dan MRI.

Bagaimanapun, EEG tetap dianggap penting dalam diagnosis encepalitis

herpes simplex dengan terdapat gelombang bertekanan tinggi secara berkala dan

kompleks gelombang-pelan dengan interval 1-3 perdetik dalam daerah temporal.

Pada encephalitis infeksius lain dihubungkan dengan aktifitas paku dan tajam,

terutama jika sudah terjadi serangan. Gambar 2-4G menunjukkan pola gelombang

tajam yang secara menonjol secara periodik pada penyakit CREUTZFELDT-JAKOB.

EEG sekarang jarang digunakan dalam menegakkan diagnosa stroke , kecuali

untuk membedakan TIA dengan kejang. Di masa lalu, nilai lebih ada pada

64

Page 65: Back Up Neurologis

kemampuan untuk membedakan luka ischemik akut dalam distribusi arteri cerebri

media, yang menghasilkan kelemahan yang luas dari infark lakunar dalam pada

serebrum dan batang otak, yang mana EEG permukaan meskipun abnormalitas klinis

yang menonjol. Setelah 3-6 bulan, secara garis besar 50 persen pasien dengan infrak

di area yang didarahi arteri cerebri media, pelemahan EEG fokal menjadi normal.

Mungkin setengah dari pasien ini rekaman EEGnya dapat normal bahkan dalam satu

sampai dua minggu setelah onset stroke. Abnormalitas yang persisten biasanya

dikaitkan dengan poprognosis yang jelek. Lesi yang luas pada diencepalon atau otak

bagian tengah menghasilkan gelombang lambat sinkronus bilateral, tetapi lesi pada

pons dan medulla(lesi dibawah mesencepalon) biasanya dikaitkan dengan pola EEG

normal atau mendekati normal meskipun secara klinis berbahaya.

Kejadian konkusio cerebri yang singkat pada binatang diikuti oleh gangguan

EEG sementara, tapi pada manusia biasanya tak lagi jelas ketika rekaman dilakukan.

Kontusio cerebri yang luas mengakibatkan perlambatan gelombang EEG fokal

seperti gambaran pada infark. Gelombang paku dan tajam kadang-kadang muncul

selama gelombang lambat fokal dan dapat mendahului terjadinya epilepsi pasca

trauma, EEG serial dapat menjadi prediktor untuk hal ini. Selama sinkop, rekaman

EEG melambat dan amplitude berkurang bahkan ke titik saat menjadi datar. Saat

pemulihan, sejumlah pola telah dijabarkan seperti yang didiskusikan lebih jauh di

bab 18.

PENYAKIT-PENYAKIT YANG MENYEBABKAN KOMA dan PENURUNAN

KESADARAN

Hasil rekaman EEG abnormal pada hampir semua kondisi saat terjadi

penurunan tingkat kesadaran. Sebagai contoh, terdapat korelasi yang cukup dekat

antara severitas kerusakan anoksik akut yang disebabkan kardiak arest dan tingkat

perlambatan EEG. Bentuk gambaran paling ringan terlihat aktifitas gelombang theta

secara umum, pada kondisi yang lebih berat ditandai dengan gelombang delta yang

65

Page 66: Back Up Neurologis

tersebar dan ketiadaan aktifitas background normal, dan kondisi yang paling berat

dengan “brust suppression”, yang mana periode isoelektrik singkat diikuti dengan

aktifitas gelombang tajam yang bervoltase tinggi dan gelombang delta yang tidak

beraturan. Pola yang terakhir disebutkan biasanya berubah menjadi electrocerebral

silence dari mati otak, suatu kondisi yang sudah dibahas sebelumnya.

Istilah Alpha coma mengacu pada pola EEG yang unik yang mana aktifitas

alpha pada kisaran 8-12 Hz menyebar secara luas pada hemisfer daripada pada lokasi

normalnya pada daerah posterior. Jika dianalisa dengan hati-hati, aktifitas alpha nyata

ini, tidak seperti alpha monoritmik yang normal, frekuensi berubah sedikt pada

dengan jarak yang sempit. Hal ini biasanya pola transisi setelah anoksia global dan

jarang terdapat pada lesi pontin akut luas. Dengan hipothiroid berat, konfigurasi

gelombang otak normal tapi biasanya dengan penurunan frekuensi.

Dalam proses peningkatan derajat kesadaran, semakin dalam penurunan

kesadaran, secara umum, irama EEG semakin tidak nomal dan lambat. Dalam

keadaan koma atau stupor, tampak gelombang lambat bilateral dengan amplitudo

yang tinggi terutama pada daerah frontal Hal. ini berbeda pada meningitis akut dan

encephalitis dan gangguan berat keseimbangan gas darah, glukosa, elektrolit dan

keseimbangan air, uremia , koma diabetik, gangguan kesadaran yang disebabkan lesi

cerebral luas yang telah dibahas di atas. Pada Hepapatitis kronis, tingkat

abnormalitas EEG berkorespondasi secara dekat dengan tingkat kebingungan, stupor

dan koma. Karakteristik Hepatitis kronis adalah serangan gelombang trifasik yang

tajam, bilateral, sinkronus walaupun bentuk gelombang seperti itu juga bisa dilihat

pada encepalopati akibat gagal ginjal atau kegagalan pulmonar dan hidrosepalus akut

(perlambatan bagian frontal lebih mengarah hidrosepalus).

Rekaman EEG juga bisa membantu dalam diagnosa koma ketika anamnesa

tidak dapat dilakukan dan dalam menegakkan status epileptikus pada kejang absesns

(nonkonvulsif status epileptikus atau spike wave stupor) dan epilepsi parsial komplek

yang menyebabkan suatu keadaan fugae. EEG juga dapat mengarahkan pada

66

Page 67: Back Up Neurologis

penyebab yang tak diduga seperti encepalopati hepatik, di bawah pengaruh barbiturat

atau obat sedative-hipnotik lainnya, cedera otak iskemia anoksia yang lama, katatonia

atau histeria (rekaman EEG biasanya normal)

PENYAKIT DEGENERATIF YANG DIFUS

Penyakit Alzheimer dan penyakit degeneratif lain yang menyebabkan

gangguan fungsi serebrokortikal kronis diikuti oleh gambaran ringan atau

menyeluruh gelombang lambat theta (4-7 Hz), banyak rekaman normal pada stadium

awal dan pertengahan penyakit. Penyakit yang menjadi progresif lebih cepat-seperti

subakut sklerosing panencepalitis (SSPE), penyakit Creutzfelt Jakob, dan pada

berkurang jumlah serebral lipidosis, sering memiliki perubahan EEG yang

patognomonik yang terdiri dari letupan periodik dari gelombang tajam amplitudo

tinggi, biasanya bisinkronus dan simetris(Gambar.2-4g). EEG normal pada pasien

yang sangat apatis adalah suatu tanda untuk diagnosa histeria, katatonia, atau

skizoprenia(lihat dibawah).

PENYAKIT CEREBRUM LAINNYA

Beberapa penyakit pada otak yang hanya menyebabkan sedikit atau tidak

sama sekali menyebabkan perubahan pada EEG. Sebagai contoh penyakit sklerosis

multipel dan demielinisasi lainnya, walaupun sebanyak 50 persen untuk kasus lanjut

akan memiliki rekaman yang abnormal dan nonspesifik (perlambatan fokal atau

difus). Penyakit Delurim termens dan wernicke-korsakoff, meskipun sifat gambaran

klinis dramatis, hanya menyebabkan perubahan minimal pada EEG. Beberapa tingkat

perlambatan biasanya diikuti penurunan kesadaran dan beberapa klinisi menganggap

sebagai delirium hipokinetik (bab 20). Menariknya, psikosa (Gangguan

bipolar/skizofrenia), intoksikasi obat halusinasi seperti lysergic acid

67

Page 68: Back Up Neurologis

diethylanamide(LSD) dan sebagian besar kasus retardasi mental tidak ada perubahan

rekaman normal ataupun abnormalitas minor nonspesifik kecuali bila terjadi kejang.

MAKNA KLINIS ABNORMALITAS MINOR

ELECTROENCEPHALOGRAM

Abnormalitas EEG secara kasar telah dibahas diatas sudah jelas tidak normal

dan data klinis mana saja yang dapat membantu mereka. Makin kecil derajat

perbedaan antara gambaran yang benar-benar abnormal dengan yang sepenuhnya

normal, maka makin sedikit makna klinisnya. Temuan gelombang paku 14 dan 6 per

detik atau gelombang tajam yang rendah selama tidur, pancaran gelombang lambat 5

atau 6 perdetik, minor voltage asymmetris, dan munculan breakdown selama

beberapa menit setelah hiperventiasi diartikan sebagai variasi normal atau batas

normal. Sedangkan deviasi nilai batas pada orang normal tidak memiliki makna

tanpa gejala klinis, penemuan EEG sama yang diikuti dengan gejala dan tanda klinis

tertentu menjadi penting. Makna rekaman EEG normal atau negatif pada pasien

tertentu yang dicurigai memiliki lesi serebral telah dibahas sebelumnya.

Sebagaimana prinsip klinis umum, hasil EEG, EKG dan EMG memiliki

makna berdasarkan pertimbangan dan keadaan klinis pasien pada saat rekaman

dilakukan.

EVOKED POTENTIALS

Stimulasi organ sensorik atau saraf perifer menimbulkan respon elektrik pada

area reseptif kortikal yang berhubungan dan pada sejumlah area asosiasi subkortikal.

Bagaimanapun, kita tidak bisa menempatkan electrode perekam dekat daerah

nukleus asosiasi dan tidak bisa mendeteksi potential hanya beberapa mikrovolts

diantara aktivitas background yang lebih besar pada EEG. Penggunaan metode

komputerisasi standar, diperkenalkan oleh Dawson tahun 1954, membantu dalam

mengatasi masalah ini. Pada awalnya, ditekankan pada penelitian gelombang akhir

68

Page 69: Back Up Neurologis

(lebih 75 ms setelah ransangan) karena memiliki amplitudo tinggi dan mudah

direkam. Bagaimanapun, ada kegunaan klinis yang lebih dalam merekam lebih kecil,

disebut bentuk gelombang laten pendek, yang diterima pada masing-masing nuklus

asosiasi sistim sensorik utama. Bentuk gelombang ini dimaksimalkan oleh komputer

ke suatu poin dimana latensi dan voltase dapat dengan mudah diukur. Salah satu sifat

yang menonjol dari potensial evoked adalah resistensi terhadap anestesia, obat sedatif

dan–dibandingkan pada aktifitas EEG- kerusakan hemisfer serebral. Ini

memungkinkan kegunaannya dalam monitoring keutuhan jaras cerebral dalam situasi

yang mana EEG tidak berguna. Teknik ini dapat direview pada monograph Chiappa.

Interpretasi potensial evoked (visual, auditori dan somatosensorik) didasarkan

pada perpanjangan dari latensi gelombang setelah rangsangan, latensi antar

gelombang, dan asimetries waktu. Norma yang berlaku, disarankan untuk

mengkonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium. Biasanya standar deviasi 2.5 atau

3 diatas latensi rata-rata untuk setiap pengukuran yang dianggap tidak normal(tabel 2-

4). Sangat sedikit informasi yang bisa didapatkan dari amplitudo gelombang.

VISUAL EVOKED POTENTIALS

Dalam beberapa tahun ini telah diketahui bahwa rangsangan cahaya ringan

yang pada retina sering menginisiasi gelombang pada daerah oksipital. Pada EEG,

respons seperti ini rangsangan cepat seperti ini disebut occipital driving

respons(gambar.2-4B and C). Ini berawal 50 tahun yang lalu dimana suatu visual

evoked potensial dihasilkan oleh perubahan yang tiba-tiba oleh pola pada layar .

Respon ini, dihasilkan dengan pengulangan pola yang cepat, adalah lebih mudah

untuk mendeteksi dan mengukur respon cahaya dan gelombang yang lebih konsisten

antara satu individu dengan individu yang lain. Rangsangan tipe ini, diaplikasikan

pertama ke satu mata dan kemudian ke mata yang lainnya, dapat mendemonstrasikan

penundaan konduksi pada jalur visual pasien yang memiliki gangguan saraf optik-

terutama ketika tidak ada tanda penurunan ketajaman penglihantan, atau perubahan

69

Page 70: Back Up Neurologis

reflek pupil. Lebih jauh, visual evoked yang normal menyingkirkan penyebab

kebutaan dari suatu lesi di jalur visual anterior dan area proyeksi pada kortek

oksipital.

Prosedur ini, disebut “pattern-shift visual evoked responses” (PSVERs, atau

VERs) atau Pola-potensials reversal visual evoked, telah secara luas di adopsi sebgai

salah satu tes yang rumit lesi sistem penglihantan. Gambar 2-5 memperlihatkan

PSVER normal dan 2 tipe respon lambat. Biasanya amplitudo dan durasi PSVER

yang tidak normal mengikuti perpanjangan latensi yang abnormal, namun sulit untuk

diukur. Latensi bermuatan kutub positif, yang biasanya defleksi ke bawah, PSVER

mendekati 100 ms (dengn istilah P100); suatu latensi absolut dari rangsangan diatas

118 ms atau suatu perbedaan pada latensi yang lebih besar dari 9 ms antara 2 mata

menandakan keterlibatan salah satu saraf optik(table2-4). Perpanjangan latensi

bilateral, didemonstrasikan oleh stimulasi terpisah pada salah satu mata, dapat

disebabkan oleh luka pada kedua saraf optik, kiasma optikum, atau jaras visual

retrokiasma.

Seperti terindikasi diatas, PSVER secara khusus penting dalam mendeteksi

penyakit saraf optik aktif atau residuals. Pasien dengan riwayar neuritis optik akan

memiliki latensi yang normal. Lebih jauh, perpanjangan PSVER ditemukan satu

sampai tiga kali lipat pada pasien sklerosis multipel yang tidak memiliki riwayat atau

bukti klinis keterlibatan saraf opti. Ini berarti bahwa penenmuan PSVER yang tidak

normal pada seorang pasien dangan lesi klinis demielinisasi yang nyata ditempat lain

pada SSP biasanya dapat diambil sebagai bukti sklerosis multipel.

Suatu lesi kompressi saraf optik akan memiliki efek yang sama seperti lesi

demielinisasi primer. Berbagai penyakit saraf optiklain -termasuk ambliopia toksik

dan nutrisional, neuropati optik iskemik, neuropati optik herediter tipe Leber-

menunjukan PSVER yangtidak normal. Glaukoma dan penyakit lainnya yang

melibatkan struktur-struktur anterior ke sel-sel ganglion retina, jika cukup berat

mempengaruhi saraf optik, juga biasa menghasilkan peningkatan latensi.

70

Page 71: Back Up Neurologis

Terganggunya ketajaman penglihantan memiliki efek yang kecil pada latensi tapi

tidak terlalu berhubungan dengan amplitudo PSVER (alat pengujian komputer pada

ketajaman penglihantan). Kegunaan dalam mendeteksi kebutaan psikogenik telah

dijelaskan. Dengan memberikan pola-stimulus secara bergantian ke satu bagian area

lapang pandang, hal ini memungkinkan untuk mengisolasi lesi di bidang optik atau

radiasi, atau lobus oksipital, tapi setidaknya lebih akurat daripada tes monokular

biasa.

BRAINSTEM AUDITORY EVOKED POTENTIALS

Efek rangsangan auditori dapat dipelajari dengan cara yang sama seperti pada

penglihantan dengan suatu prosedur yang disebut brainstem auditory evoked

repondises atau potentials (BAERs, atau BAEPs). Antara 1.000 dan 2.000 kenyutan,

dihantarkan pertama pada satu telinga dan kemudian ke telinga yang lain, direkam

melalui elektroda pada kulit kepala dan dimaksimalkan oleh komputer. Rangkaian

tujuh macam gelombang muncul dalam 10 ms setelah tiap rangsangan. Didasari

dengan kedalaman rekaman dan penelitian lesi pada kucing sebagaimana penelitian

patalogik dari batang otak bahwa rekaman lima gelombang pertama menggambarkan

struktur batang otak spesifik, seperti yang terlihat pada gambar.2-6, tapi ini tidak

sepenuhnya pasti pada manusia. Bangkitan gelombang VI dan VII masih belum jelas.

Interpretasi klinis dari BAERs didasarkan terutama pada pengukuran latensi

gelombang I,II,dan V. Yang terpenting adalah latensi antar gelombang antara I dan III

dan V (lihat tabel 2-4). Kehadiran gelombang I dan latensi absolutnya adalah nilai

utama dalam pengujian keutuhan dari sistim saraf pendengaran.

Lesi yang mempengaruhi salah satu dari stasiun relay atau koneksi

intermediet yang dekat menyebabkan gambaran absennya atau berkurangnya

amplitudo gelombang berikutnya. Efeknya lebih tampak di sisi telinga yang

dirangsang daripada secara kontralateral. Ini sulit dimengerti, sebagaimana mayoritas

dari cochlear-superior olivary-lateral lemniscal-medial geniculate fibers menyebrang

71

Page 72: Back Up Neurologis

ke sisi yang berlawanan. Ini juga mengejutkan bahwasanya lesi yang berat dari

stasiun relay akan memberikan impuls, walaupun tertunda, untuk dilanjutkan dan

direkam di kortek serebral.

BAEPs memiliki makna sangat sensitif pada saraf kranial delapan (neuroma

akustik dan tumor lainnya pada sudut serebelopontin) dan jalur pendengaran di

batang otak. Hampir setengah pasien dengan sklerosis multiple menunjukkan

abnormalitas pada BAEPs(biasanya perpanjangan latensi antar gelombang I sampai

III atau III sampai V), bahkan gejala klinis dan tanda-tanda akan adanya gangguan di

batang otak. BAEPs juga berguna dalam menguji pendengaran pada bayi yang telah

terekspos obat-obat toksik, pada anak-anak yang tidak bisa bekerjasama dengan

audiometri, dan anak-anak denga psikogenik atau ketulian yang dibuat-buat.

SOMATOSENSORY EVOKED POTENTIALS

SEPs digunakan pada laboratorium neurofisiosiologi klinis untuk mengkonfirmasi

lesi pada sistem somatosensorik. Teknik ini terdiri dari pemasangan ransangan

elektrik transkutaneus tanpa rasa nyeri 5 per detik ke medial, peroneal, dan nervus

tibia dan merekam potential evoked (untuk anggota tubuh bagian atas) saat mereka

melewati plexus brachial melalui titik Erb diatas klavikula, melalui vetebre C2,

melalui kortek parietal yang berlawanan, dan (bagian tubuh bagian bawah) berurutan

diatas radik lumbal dari cauda equina, nuclei diatas vetebre servikal, dan kortek

parietal yang berlawanan. Impuls yang cetuskan dalam saraf peraba dengan 500 atau

lebih stimulus dan dihitung dengan komputer dapat dilacak melalui saraf periferal ,

radik nervus spinalis dan dan kolum posterior dan berlanjut ke nukleus nuklei

Burdach dan Goll di Medula bagian bawah, melalui lemnicus medial ke thalamus

kontralateral, dan traktus talamoparietal dan lobus parietal. Perlambatan antara

reseptor dan titik Erb (atau MS lumbalis) mengindikasikan penyakit saraf perifer;

Perlambatan dari titik Erb (atau MS lumbalis) ke C2 mengimplikasikan abnormalitas

pada radik saraf yang sesuai atau lebih sering pada kolum posterior; lesi di lemnicus

72

Page 73: Back Up Neurologis

medial dan traktus talamoparietal dapat disimpulkan dari perlambatan gelombang

berikutnya direkam dari kortek parietal(Gambar 2-7). Bentuk gelombang normal

tandai dengan simbol P (positif) dan N (negatif), dengan nomor yang

mengindikasikan waktu interval dalam milidetik dari stimulus yang direkam(N11,

N1, P13, P22,dll). Sebagaimana muatan kutub dan latensi rata rata, gelombang

terakhir yang direkam pada servikomeduler disebut N/P13, dan potensial kortikal

dari ransangan nervus medianus dilihat dalam 2 gelombang berdekatan dari muatan

kutub yang berlawanan disebut N19-P22. Gelombangyang berhubungan dengan

aktifitas kortikal setelah rangsangan nervus tibial dan peroneal disebut N/P 37.

Untuk tujuan interpretasi secara klinis, munculan gelombang SEP

diinterpretasikan dangan rangkaian serial sehingga perpanjangan gelombang dalam

latensi menunjukkan gangguan konduksi antara bangkitan dari 2 puncak yang terlibat

(Chiappa dan Ropper). Nilai normal ditunjukkan pada table 2-4. Perekaman untuk

memverifikasi lesi patologis pada tahap ini ditemukan di monograph Chiappa. Tes ini

sangat berguna dalam menentukan ada tidaknya lesi pada radik nervus spinalis,

kolumna posterior dan batang otak pada penyakit seperti ruptur diskus lumbal dan

servikal, multipel sklerosis pada daerah lumbal dan spondilosis servikal ketika data

klinis meragukan. Bentuk yang mengimbangi, obliterasi gelombang kortikal (asumsi

semua gelombang sebelumnya tidak berubah) menunjukkan lesi yang berat pada jaras

somatosensorik pada hemisfer atau kortek somatosensorik. Sebagai akibat yag wajar,

absennya gelombang somatosensorik kortikal bilateral setelah henti jantung adalah

prediktor yang kuat untuk prognosa yang jelek, absennya potensial kortikal secara

persisten setelah stroke biasanya menunjukkan lesi yang berat dengan kemungkinan

pemulihan klinis yang terbatas. Teknik potensial evoked juga telah digunakan dalam

studi ekperimental sensasi olfaktorik (lihat bab 12)

RANGSANGAN MAGNETIK SISTEM MOTORIK

73

Page 74: Back Up Neurologis

Sekarang mungkin, dengan mengunakan ransangan magnetic single-pulse

amplitude tinggi, untuk secara langsung mengaktifan kortek motorik(rangsangan

magnetik transkranial) dan segmen vetebre servikal dan untuk mendeteksi

penundaaan atau kurangnya konduksi dalam menurunnya jalur motorik. Teknik ini,

diperkenalkan oleh Marsden dan kawan-kawan, rangsangan tanpa rasa nyeri hanya

pada neuron motorik terbesar dan tercepat-mengkonduksikan akson. Stimulasi

servikal dapat mengaktifkan serabut anterior. Perbedaaan waktu antara aktivasi

motorik kortikal dan servikal pada otot tangan dan lengan bawah menunjukkan

kecepatan konduksi dari kortikal- motor neuron servikal. Teknik ini telah digunakan

untk memahami organisasi, fungsi dan rekoveri sistem motorik dan patofisiologi

stroke, dan sklerosis multipel dan amyotrophic lateral sclerosis. Walaupun tingkat

defisit fungsi tidak berkorelasi secara tepat dengan tingkat perubahan elektrofisiologi ,

yang satu berharap bahwa perbaikan dari teknik ini akan berguna dalam

mengevaluasi status sistem motorik kortikospinal sebagaimana fungsi kortikal

lainnya.

ENDOGENUS EVENT-RELATED EVOKED POTENTIALS

Di antara potensial elektrik otak yang terbaru(>100-ms latensi), yang bisa

diekstaksikan dari aktifitas background dengan metode komputer, adalah suatu

kelompok yang tidak bisa diklasifikasikan sebagai impuls sensorik atau motorik lebih

dari respon stimuli psikofisik. Respon ini memiliki voltase sangat rendah, seringnya

singkat dan tidak tetap, dan asal anatominya tidak diketahui . Hampir semua studi

menyatakan adalah 300 milidetik(P300) setelah sebuah subjek mengenali ransangan

baru dan tidak terduga yang telah dimasukkan ke dalam rentetan ransangan yang

beraturan. Hampir semua modalitas stimuli dapat digunakan dan potensial yang

muncul ketika stimuli telah diabaikan dari pola yang teratur. Respon amplitudo

bergantung pada tingkat kesulitan analisa dan memiliki hubungan terbalik dengan

frekuensi dari kejadian yang tidak terduga atau aneh; latensi terganung pada

74

Page 75: Back Up Neurologis

kesulitan analisa dan fitur lain. Karena itu tdak ada P300 tunggal; sebaliknya, ada

banyak tipe, bergantung pada paradigma penelitian. Perpanjangan latensi ditemukan

pada lanjut usia dan demensia dengan penyakit degeneratif seperti Parkison,

progressive supranuclear palsy, dan Huntington chorea. Amplitude berkurang pada

skizofrenia dan depresi. Potensial sudah diinterpretasikan oleh beberapa ahli sebagai

refleksi subjeknya yang menyesuaikan kelakuan dan perhatian. Dan lainya, termasuk

Donchin, yang menemuka fenomana, terkait dengan pembaharuan daerah pemaparan

otak. P300 tetap misterus bagi ahli saraf karena ketidaknormalan terdeteksi hanya

ketika kelompok besar dibandingkan dengan yang normal, dan tekniknya tidak bisa

distandarisasi layaknya evoked potensial konvensional. Review subjek ini dapat

ditemukan pada bagian Altenmuller dan Gerloff dan Polich dalam text Niedermeyer

dan Lopes DaSiva pada elektrocepalografi.

ELECTROMYOGRAPH AND NERVE CONDUCTION STUDIES

Ini sudah dibahas di bab 45

PSIKOMETRI, PERIMETRI, AUDIOMETRI, AND TES FUNGSI LABIRIN

Metode ini digunakan dalam mengukur dan mendefinisi sifat dari dampak

psikologi khusus atau defisit panca indera yang diakibatkan oleh lesi sistem saraf.

Metode ini dilakukan paling sering untuk memperoleh kepastian dari abnormalitas

fungsi bagian tertentu dari sistem saraf atau untuk mengukur, dengan pemeriksaan

lanjutan, progresifitas penyakit utama. Deksripsi metode ini dan pengunaan secara

klinis dapat dilihat di bab yang berhunbungan dengan gangguan fungsi otak.(Bab 22),

perkembangan penyakit di otak besar (Bab 28), dementia(bab 221) dan gangguan

penglihantan(bab 13) dan gangguan pendengaran dan keseimbangan.

75

Page 76: Back Up Neurologis

UJI GENETIK

Banyak marker genetik penyakit heredofamilial telah dikenal oleh klinisi dan terdapat

kemajuan yang besar dalam diagnosis dan klasifikasi penyebab penyakit dengan

kategori yang masih belum jelas sampai sekarang. Pemeriksaan utama adalah analisa

DNA yang diambil dari darah dan sel lain untuk identifikasi mutasi (contoh muscular

distropi, atrofi spinoserebelar dan polineuropati genetik) dan pengukuran

pengulangan panjang yang abnormal dari rangkaian trinukleotida tertentu, sebagian

besar digunakan untuk diagnosa korea huntington. Bidang tertentu dari genetik

mitokondrial memungkinkan deteksi seluruh kategori penyakit yang mengakibatkan

gangguan struktur subselular , seperti yang dijelaskan di bab 37.

BIOPSI OTOT, KULIT SYARAF, PEMBULUH ARTERI TEMPORAL,

OTAK, DAN JARINGAN LAINNYA

Aplikasi cahaya dan mikroskop elektron pada analisis jaringan ini sangat

banyak informasi. Penemuannya dibahas di bab 37, 45 dan 46. Biopsi temporal arteri

dilakukan ketika dicurigai giant cell arteritis raksasa. Biopsi otak, disamping

manfaat utamanya dalam diagnonis neoplasma, juga berguna dalam diagnosis kasus-

kasus granulomatous angiitis, encepalitis, subacute spongiform encepalophati (biopsi

jarang dilakukan karena resiko infeksi), dan sejumalah kasus langka lainnya. Biopsi

pakimening atau leptomening bisa memperlihatkan vaskulitis, sarkoidosis, infiltrasi

granulomatous lain, atau infeksi yang tak dikenal, tapi tingkat sensitifitasnya rendah.

Hal ini biasanya dilakukan bersama-sama dengan biopsi dari jaringan otak yang

terlibat. Biopsi lemak abdomen juga digunakan pada diagnosa amiloidosis.

Kemajuan penting dalam beberapa tahun belakangan ini adalah penggunaan

biopsi jarum terpimpin dengan CT SCAN atau MRI, yang sangat penting dalam

diagnosa tumor dan memberikan resiko yang lebih kecil daripada dengan kraniotomi

dan biopsi terbuka. Dalam pemilihan tindakan biopsy adalah penting dalam

76

Page 77: Back Up Neurologis

menegakkan diagnosa definitif –biopsi yang memungkinkan keberhasilan

penatalaksanaan atau sebaliknya memperberat penyakit.

77