Bacillus Thuringiensis Ditemukan Pertama Kali Pada Tahun 1911 Sebagai Patogen Pada Ngengat

3
Bacillus thuringiensis ditemukan pertama kali pada tahun 1911 sebagai patogen pada ngengat (flour moth) dari Provinsi Thuringia, Jerman. Bakteri ini digunakan sebagai produk insektisida komersial pertama kali pada tahun 1938 di Perancis dan kemudian di Amerika Serikat (1950). Bacillus thuringiensis dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman hutan. Sejak diketahui potensi dari protein Kristal atau cry Bt sebagai agen pengendali serangga, berbagai isolasi Bt mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik yaitu tidak mematikan serangga dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan. Oleh karena itu Bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) banyak digunakan sebagai alternatif tanaman yang resisten terhadap hama. Ciri khas bakteri Bacillus yang membedakan dengan yang lainnya adalah kemampuan membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora selama fase sporulasi. Sembilan puluh lima persen kristal terdiri dari protein dengan asam amino terbanyak terdiri dari asam glutamat, asam aspartat dan arginin, sedangkan lima persen terdiri dari karbohidrat yaitu mannosa dan glukosa. Kristal protein tersusun dari subunit-subunit protein yang berbentuk batang atau halter, mempunyai berat molekul 130 – 140 kDa yang berupa protoksin. Protoksin akan menjadi toksin setelah mengalami hidrolisis dalam kondisi alkalin di dalam saluran pencernaan serangga. Hidrolisis ini melepaskan protein kecil dengan berat molekul sekitar 60 kDa dan bersifat toksik. Bacillus thuringiensis dapat memproduksi dua jenis toksin, yaitu toksin kristal (Crystal, Cry) dan toksin sitolitik (cytolytic, Cyt). Toksin Cyt dapat memperkuat toksin Cry sehingga banyak digunakan untuk meningkatkan efektivitas dalam mengontrol insekta. Lebih dari 50 gen penyandi toksin Cry telah disekuens dan digunakan

Transcript of Bacillus Thuringiensis Ditemukan Pertama Kali Pada Tahun 1911 Sebagai Patogen Pada Ngengat

Page 1: Bacillus Thuringiensis Ditemukan Pertama Kali Pada Tahun 1911 Sebagai Patogen Pada Ngengat

Bacillus thuringiensis ditemukan pertama kali pada tahun 1911 sebagai patogen pada ngengat (flour moth) dari Provinsi Thuringia, Jerman. Bakteri ini digunakan sebagai produk insektisida komersial pertama kali pada tahun 1938 di Perancis dan kemudian di Amerika Serikat (1950). Bacillus thuringiensis dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman hutan. Sejak diketahui potensi dari protein Kristal atau cry Bt sebagai agen pengendali serangga, berbagai isolasi Bt mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik yaitu tidak mematikan serangga dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan. Oleh karena itu Bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) banyak digunakan sebagai alternatif tanaman yang resisten terhadap hama. Ciri khas bakteri Bacillus yang membedakan dengan yang lainnya adalah kemampuan membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora selama fase sporulasi.

Sembilan puluh lima persen kristal terdiri dari protein dengan asam amino terbanyak terdiri dari asam glutamat, asam aspartat dan arginin, sedangkan lima persen terdiri dari karbohidrat yaitu mannosa dan glukosa. Kristal protein tersusun dari subunit-subunit protein yang berbentuk batang atau halter, mempunyai berat molekul 130 – 140 kDa yang berupa protoksin. Protoksin akan menjadi toksin setelah mengalami hidrolisis dalam kondisi alkalin di dalam saluran pencernaan serangga. Hidrolisis ini melepaskan protein kecil dengan berat molekul sekitar 60 kDa dan bersifat toksik. Bacillus thuringiensis dapat memproduksi dua jenis toksin, yaitu toksin kristal (Crystal, Cry) dan toksin sitolitik (cytolytic, Cyt). Toksin Cyt dapat memperkuat toksin Cry sehingga banyak digunakan untuk meningkatkan efektivitas dalam mengontrol insekta. Lebih dari 50 gen penyandi toksin Cry telah disekuens dan digunakan sebagai dasar untuk pengelompokkan gen berdasarkan kesamaan sekuens penyusunnya.

Dengan dihasilkannya rekayasa genetika melalui beberapa metode yang akan disisipkan gen dari bakteri Bacillus thuringiensis ke dalam sel jaringan tanaman bahan pokok, menjadi tanaman yang tahan hama. Rekayasa genetika dalam bidang tanaman ini akan menghasilkan tanaman transgenic yang fertil, sehingga meningkatkan produktivitas hasil panen pada tanaman pokok.Perbaikan genetik tanaman pokok  dapat dilakukan secara konvensional maupun melalui rekayasa genetik (genetic engeenering). Dengan berkembangnya bioteknologi, perbaikan genetik padi dan jagung sebagai salah satu tanaman pokok melalui rekayasa genetik akan menjadi andalan dalam pemecahan masalah perjagungan di masa mendatang. Seperti diketahui, pemuliaan secara konvensional mempunyai keterbatasan dalam mendapatkan sifat unggul dari tanaman.

Dalam rekayasa genetik tanaman pokok contohnya jagung, kentang, padi, ubi dan tebu, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari tanaman itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman transgenik. Tanaman Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus thuringiensis.Beberapa kajian tentang teknik gen Bt menjelaskan cara gen Bt

Page 2: Bacillus Thuringiensis Ditemukan Pertama Kali Pada Tahun 1911 Sebagai Patogen Pada Ngengat

disisipkan ke dalam tanaman pokok. Gen Bt yang telah diidentifikasi, diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam sel tanaman. Melalui suatu sistem tertentu, sel tanaman yang membawa gen tersebut dapat dipisahkan dari sel tanaman yang tidak membawa gen. Tanaman pembawa gen Bt kemudian ditumbuhkan secara normal. Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman transgenik karena ada gen asing yang telah dipindahkan dari makhluk hidup lain ketanaman tersebut (Muladno, 2002).Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu disebut transgen bisa diisolasi dari tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali.

Tanaman transgenik, khususnya tanaman pokok Bt mempunyai prospek dan peluang untuk dimanfaatkan di Indonesia. Hal ini mengingat pengalaman di berbagai negara lain yang telah menanam tanaman Bt (contohnya jagung) dapat mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi petani. Manfaat tanaman  Bt bagi petani tidak hanya berupa ketahanan terhadap serangga hama target dan menurunkan pemakaian insektisida, tetapi juga dapat menurunkan tingkat kontaminasi mikotoksin akibat serangan cendawan Fusarium.

PT. Alam Lestari Maju Indonesia

http://www.biop2000z.com/index.php?option=com_content&view=article&id=46&Itemid=97

PT. Rekayasa Sumber Daya Hayati

http://anak-cilegon.blogspot.com/2007/10/degra-simba_22.html