Baby Blue Syndrome

22
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Periode 25 Mei 2015 s/d 6 Juni 2015 REFERAT Baby Blues Sydrome Oleh: Selley Kenanga 11.2014.102 Pembimbing : dr. Evalina A, Sp. KJ

description

Postpartum Depression Baby Blue Syndrome

Transcript of Baby Blue Syndrome

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan JiwaPeriode 25 Mei 2015 s/d 6 Juni 2015

REFERATBaby Blues Sydrome

Oleh:Selley Kenanga11.2014.102

Pembimbing :dr. Evalina A, Sp. KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAJl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta BaratPENDAHULUANMelahirkan adalah sebuah karunia terbesar bagi wanita dan momen yang sangat membahagiakan tapi kadang harus menemui kenyataan bahwa tidak semua menganggap seperti itu. Banyak orang menganggap bahwa kehamilan adalah kodrat yang harus dilalui dan peristiwa alamiah yang wajar tapi bagi wanita yang mengalami hal tersebut dapat menjadi episode yang dramatis dan traumatis yang sangat menentukan kehidupannya di masa datang. Hal tersebut menyebabkan ibu mengalami stress diiringi perasaan sedih dan takut sehingga mempengaruhi emosional dan sensivitas ibu pasca melahirkan. Pasca melahirkan merupakan periode dimana ibu menjalani hari yang melelahkan. Kelelahan ini terkait dengan keadaan sang bayi maupun perubahan kondisi fisik dan psikis ibu, dan hal ini dapat memicu perasaan tertekan (stres). Banyak ibu baru melahirkan mengalami depresi pasca persalinan atau lebih dikenal sebagai baby blue syndrome. Baby blues syndrome ini dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksana sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya. 1

PEMBAHASANDefinisi Baby blues syndrome (BBS)BBS atau sering disebut juga dengan istilah maternity blues atau post partum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan. Istilah blues ini mengacu pada arti keadaan tertekan. Sesuai dengan arti katanya, maka tanda-tanda dari sindrom ini adalah adanya gejala-gejala gangguan emosi seperti menangis, sering merasa cemas, tidak percaya diri, sulit beristirahat dengan tenang dan mood yang sering berubah- ubah. Sindrom ini di alami oleh hampir sekitar 15-85% ibu pasca melahirkan. Baby blue syndrome perlu dibedakan dengan postpartum depression, dimana pada postpartum depression gejalanya lebih berat dan sering serta onsetnya lebih dari 2 minggu. Gejala ini dikaitkan dengan perubahan cepat kadar hormon perempuan, stress saat melahirkan anak dan kesadaran adanya peningkatan tanggung jawab sebagai ibu. Gangguan psikologis sementara ini ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan. 2, 3Etiologi dan Patofisiologi Sampai saat ini masih belum ada kesepakatan diantara para ahli tentang faktor yang menjadi penyebab dari depresi pasca persalinan. Diduga disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi antara lain: 1) Faktor psikososialFaktor psikososial yang berkorelasi dengan timbulnya sindroma depresi pasca persalinan antara lain: 4a. Konflik dalam perkawinan yang meliputi: Adanya ketegangan yang kronis diantara pasangan yang menyebabkan timbulnya rasa permusuhan antara pasangan tersebut. Riwayat adanya ketidakstabilan emosi pada isteri atau suami yang menyebabkan kurangnya dukungan akan kelahiran bayi mereka. Pada wanita yang berusia tua, yang mengharapkan kelahiran anaknyab. Sikap ambivalen atau keraguan yang besar terhadap kehamilan dan keinginannya untuk mempunyai anak.c. Riwayat pernah menderita gangguan depresi sebelumnya dan atau reaksi terhadap kejadian tertentu dalam kehidupannya, termasuk stress akibat melahirkan anak.d. Stres lingkungan2) Faktor BiologikPerubahan amin biogenik (serotonin, norepinefrin, dan dopamin) serta prekursornya dan sistem adenosin fosfat juga terlibat dalam terjadinya depresi pasca persalinan. Perubahan metabolisme amin biogenik erat hubungannya dengan gangguan depresi. Penurunan ekskresi norepinefrin di air kemih menimbulkan peningkatan insidensi neurosis dan depresi. Gangguan metabolisme amin biogenik diimplikasikan sebagai penyebab timbulnya depresi. Sintesa 5 OH tryptamin di otak menurun menyebabkan kadar plasma bebas triptofan menjadi rendah, sehingga menunjukkan penurunan afek. Kemampuan mengikat reseptor alpha 2 adenoreseptor dipengaruhi oleh konsentrasi estrogen dan progesteron. Pada ibu-ibu pasca bersalin dengan afek yang depresif dijumpai peningkatan kapasitas alpha 2 adenoreseptor, sehingga meningginya sensitivitas adenoreseptor dihubungkan dengan etiologi depresi. 53) Faktor HormonalPenelitian menyatakan bahwa postpartum blues disebabkan oleh perubahan hormonal. Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang sangat mendadak pada ibu. Hormon kehamilan (estrogen dan progesteron) secara mendadak mengalami penurunan selama 48-72 jam setelah melahirkan dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan serta di lain sisi terjadi peningkatan dari hormon menyusui. Perubahan hormon yang cepat inilah bisa mencetuskan terjadinya BBS.2, 3Level neurosteroid berasal dari hormon progesteron yang mengalami fluktuasi selama siklus menstruasi dan memuncak saat kehamilan. Hormon sex yang dinamakan neurosteroid berikatan dengan beberapa tipe reseptor termasuk reseptor GABAA untuk memodulasi eksitabilitas dari sel otak. Kekurangan delta subunit reseptor GABAA pada wanita menunjukkan sikap depresi dan gangguan cemas setelah melahirkan. 6 Dari hasil penelitian, hormon estrogen dapat mempengaruhi aktivitas neural pada hipotalamus dan sistem limbik langsung melalui modulasi rangsangan saraf dan memiliki efek multifase kompleks pada sensitivitas reseptor dopamin. Estrogen juga meningkatkan sintesis dopamin dan melepaskan, memodifikasi tingkat pembakaran basal, dan dapat menyebabkan perilaku stereotip pada hewan pengerat. 2Telah diketahui juga adanya keterlibatan hormon steroid dalam patogenesis gangguan mood non puerperal. Beberapa peneliti menduga peranan hormon tersebut terhadap timbulnya gangguan tiroid cukup tinggi dan menurun secara drastis setelah pasca persalinan. Disamping peran hormonal tersebut diatas, pada masa pasca persalinan juga dapat terjadi disfungsi tiroid. Fungsi tiroid juga memainkan peranan penting dalam pengaturan mood pada wanita. Disfungsi tiroid (hipothyroidisme atau hyperthyroidisme) dapat menimbulkan gejala-gejala psikiatrik, namun belum ada laporan secara pasti bahwa terdapat hubungan timbulnya depresi pasca persalinan dengan keadaan disfungsi tiroid. 2-3, 6Beberapa faktor yang diduga menempatkan wanita pasca bersalin pada risiko tinggi mengalami depresi, antara lain: 4a. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan fisik dan emosional yang kompleksb. Dukungan sosial yang buruk, yang berarti tidak mempunyai seseorang yang dipercaya untuk membantu atau mencurahkan pikiran dan perasaan dengan teman karib.c. Riwayat premenstrual syndrome (PMS) sebelumnya, gangguan menstruasi, dan atau kesulitan untuk hamil. d. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan yang traumatis e. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomif. Gangguan tiroid atau riwayat keluarga dengan gangguan tiroid. g. Diet rendah lemak, rendah protein atau kurang nutrisi lain, atau morning sickness yang berat yang menyebabkan malnutrisi. h. Peningkatan berat badan selama hamil dan penurunan berat yang sedikit setelah melahirkan. i. Kepulangan yang dini dari rumah sakit (kurang dari 24-40 jam). j. Perselisihan perkawinan (marital discord). k. Kehamilan yang tidak diinginkan.l. Rasa ingin memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga timbul rasa takut yang berlebihan akan kehilangan bayinyam. Stress yang dialami wanita itu sendiri misalnya ASI tidak keluar, frustasi karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh, stress melihat bayi sakit, rasa bosan dengan hidup yang dijalaniOleh karena beranekaragam faktor etiologi dan rumitnya interaksi antar berbagai faktor tersebut, maka sangat sulit mengidentifikasikan faktor resiko yang pasti berperan dalam timbulnya depresi pasca persalinan dan sulit untuk menentukan secara pasti karakteristik wanita yang akan mengalami depresi pasca persalinan.EpidemiologiDalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai baby blue syndrome di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan. The National Mental Health Association (2003) mengemukakan bahwa sekitar 80% ibu yang melahirkan bayi untuk pertama kalinya mengalami gejala tersebut. Untuk di Indonesia dari penelitian Wratsangka pada tahun 1996 di RS Hasan Sadikin Bandung, ditemukan 33% wanita pasca persalinan mengalami BBS. Hasil penelitian di berbagai tempat yang ditelaah Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM menunjukkan, paling sedikit terdapat 26%. 3Gambaran KlinisGambaran Klinis Baby blue syndrome ditandai perasaan sedih, seperti menangis, perasaan kesepian atu menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak bisa tidur tanpa alas an yang jelas. Baby blue syndrome relatif ringan dan biasanya berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan Post partum Depression adalah pada frekuensi, intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam Post partum Depression, gejala yang lebih sering, lebih intens dan lebih lama. 2, 3Beberapa Gejala Kasus Baby blue syndrome: 4, 61. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan menangis tanpa sebab1. Mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran1. Tidak memiliki tenaga atau sedikit saja1. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga1. Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu memperhatikan dan khawatir terhadap bayinya1. Tidak percaya diri1. Sulit beristirahat dengan tenang, namun bila ada orang lain menjaga bayi, si Ibu bisa tertidur1. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan1. Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan 1. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinyaPemeriksaan PenunjangDiluar negeri skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca persalinan yang rutin dilakukan. Untuk melakukan skrining ini dapat dipergunakan alat bantu berupa Edineburgh Postnatal Depression Scale yaitu kuesioner yang dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan suasana depresi selama 7 hari pasca persalinan. Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal yang terdapat pada postpartum blues atau baby blues. Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dam harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat ini. Nilai skoring yang dianggap positif (Cut Of Point) depresi pasca persalinan bila skor 10 atau diatas 10. EPDS telah diakui dapat mendeteksi depresi pasca persalinan pada sampel yang diambil dari masyarakat. Dengan menggunakan nilai ambang 12/13, skala tersebut memilki sensitivitas 68% sampai 86% spesifitas sebesar 78% sampai 96%. Skala ini terbukti memilki sensitivitas dan spesifitas baik untuk membantu penilaian diagnosis psikiatri yang diakui dan diterapkan pemakaiannya di Inggris dan Australia. Dalam melengkapi kuesioner tersebut sebaiknya ibu tidak ditemani oleh anggota keluarga yang lain, hal ini dilakukan untuk memberikan hasil yang lebih baik. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaiakan dalam waktu 5 menit. Alat ini juga telah diuji validitasinya di beberapa Negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. Edinburgh Postnatal Depression Scale dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian. 2, 7-8

Gambar. EPDS (Edinburgh Postnatal Depression Scale).7

Diagnosis Baby Blues SyndromeBBS adalah tekanan atau stress yang dialami oleh seorang wanita pasca melahirkan karena penderita beranggapan bahwa kehadiran bayi akan mengganggu atau merusak suatu hal dalam hidupnya seperti karier,kecantikan/penampilan dan aktifitas rutin yang dianggap penting dalam hidupnya. Penderita baby blue syndrome kebanyakan adalah kalangan wanita karier, artis, model dan wanita modern tetapi syndrom ini tidak menutup kemungkinan menyerang pada wanita muda (pernikahan dini) dan semua wanita pasca melahirkan. Perubahan sikap yang negatif dengan kondisi emosional yang kurang terkontrol seperti sering marah, cepat tersinggung, dan menjauh dari bayi yang baru dilahirkan, susah tidur dan tiba-tiba sering menangis. Apabila ini tidak segera ditangani berdampak negatif terhadap kesehatan jiwa penderita. Sindrom ini umumnya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau empat setelah persalinan. Seseorang terdiagnosis baby blue syndrome apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti di bawah ini: 2-3, 61. Perasaan cemas, khawatir ataupun was was yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas penyebabnya).1. Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus sering migrain.1. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak.1. Adanya perasaan putus asa BBS adalah suatu sindroma gangguan mental ringan pada wanita pasca salin, yang diagnosisnya dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Handley dan OHara yaitu bila didapatkan minimal 4 di antara 7 gejala yang mungkin muncul, yaitu reaksi depresi/sedih/disforia, labilitas perasaan, menangis, cemas, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, iritabilitas (mudah tersinggung). Meski sering dianggap sebagai hal yang ringan dan bersifat Self limiting pada sebagian kasus, kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat, yaitu Psikosis puerperal yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam hal masalah hubungan perkawinan dengan suami dan juga perkembangan anaknya. 6Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami Post partum Depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan yang berat.

Jika telah mengalami hal ini maka diperlukan penanganan secara berkala, gejala dari depresi tersebut adalah: 61. Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia.1. Hilangnya perasaan bahagia dan minat untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan.1. Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman.1. Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada anak.1. Perasaan takut telah menyakiti anak.1. Tidak tertarik pada seks1. Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan konsentrasi.1. Kesulitan dalam membuat keputusan sederhana.

Tabel. Perbedaan Baby blues dengan Postpartum depressionDampak Baby Blues Syndrome Pada BayiSekilas baby blues memang tidak berbahaya. Tapi kondisi ini, efeknya sangat nyata pada perkembangan anak karena biasanya ibu yang mengalami baby blues tidak dapat merawat anaknya dengan baik, jadi secara otomatis ia juga tidak bisa memberikan kebutuhan yang seharusnya diterima anaknya, baik itu dari segi perhatian maupun nutrisi yang masuk ketubuhnya. 2, 6PenatalaksanaanPada kasus ini, penanganan yang sangat di perlukan adalah psikoedukasi validasi pengalaman ibu, dan observasi secara cermat terhadap perkembangan pemburukan atau perpanjangan gejala yang mungkin menunjukkan depresi postpartum, sindrom psikiatris. 6, 8Adapun langkah-langkah untuk mengatasi kasus ini yaitu sebagai berikut: 41. Komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin diungkapkan2. Bicarakan rasa cemas yang dialami3. Bersikap tulus ikhlas dalam menerima aktivitas dan peran baru setelah melahirkan4. Bersikap fleksibel dan tidak terlalu perfeksionis dalam mengurus bayi atau rumah tangga5. Belajar tenang dan meditasi6. Kebutuhan istirahat yang cukup, tidurlah ketika bayi tidur7. Berolahraga ringan8. Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru9. Dukungan tenaga kesehatan10. Dukungan suami, keluarga, teman, teman sesama ibu11. Konsultasikan pada dokter atau orang yang professional, agar dapat meminimalisir faktor resiko lainnya dan membantu melakukan pengawasanPencegahanBerikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko baby blues: 4-51. Pelajari diri sendiriPelajari dan mencari informasi mengenai depresi post partum, sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya2. Tidur dan makan yang cukupDiet nutrisi cukup penting untuk keehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan kehamilan3. OlahragaOlahraga adalah kunci untuk mengurangi emosi postpartum. Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat anda merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam diri Anda4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkanJika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secera sederhana dan menghindari stress, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita. 5. Beritahukan perasaan AndaJangan takut untuk berbicara dan mengeskpresikan perasaan yang Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukanDukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama melahirkan sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orang tua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa meraka akan selalu berada disisi Anda setiap mengalami kesulitan7. Persiapkan diri dengan baikPersiapan sebelum melahirkan sangatlah diperlukan. Ikutlah kelas senam hamil yang sangat membantu serta buku atau artikel lainnya yang Anda perlukan. Kelas senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat dihindari8. Lakukan pekerjaan rumah tanggaPekerjaan rumah tangga setidaknya dapat membantu Anda melupakan gejolak perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil bisa Anda curahkan dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan Anda, meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan segalanya9. Dukungan emosionalDukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga akan membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga Anda merasa lebih baik10. Dukungan kelompok depresi postpartumDukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan merasakan hal yang sama dengan Anda. Carilah informasi mengenai adanya kelompok depresi postpartum yang bisa Anda ikuti, sehingga Anda tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.

PENUTUPBaby blues syndrome atau sering disebut juga dengan istilah maternity blues atau post partum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan. Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya kasus ini, yaitu: dari ibu, bayi yang di lahirkan dan lingkungan sekitar. Ketidakseimbangan hormonal, hormon thyroid, perubahan gaya hidup juga dilaporkan sebagai faktor penyebab kasus ini.BBS ditandai dengan perasaan sedih, seperti menangis, perasaan kesepian atau menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak bisa tidur. BBS relatif ringan dan biasanya berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan depresi postpartum adalah pada frekuensi, intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam postpartum depression, gejala lebih sering, lebih intens dan lebih lama. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan yang berat. Meskipun gejalanya cukup ringan bila dibandingkan dengan postpartum depression, bukan berarti sindrom ini bisa di abaikan begitu saja. Penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan istirahat yang cukup, berolahraga teratur, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan yang paling penting adalah dukungan keluarga serta melakukan relaksasi agar emosi tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA1. Hadi NB, Barber ME, editor. Motherhood mental illness and recovery: Stories of hope. New York: Springer; 2014. p. 52-52. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadocks: Comprehensive textbook of psychiatry. Ninth ed. New York: Wolters Kluwer; 2009. p. 230, 2552-3.3. Joy S. Postpartum depression. Medscape (online) in: http://reference.medscape.com/article/271662-overview. Upd Apr 2014.4. Sari LS. Sindroma Depresi Pasca Persalinan Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. (Tesis). Medan: Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2009. 5. Imsiragic AS, Begic D, Martic BS. Acute stress and depression 3 days after vaginal delivery-observational, comparative study. Coll Antropol. Jun 2009; 33(2): 521-7.6. Rosario D, Genevieve A. Postpartum depression: symptoms, diagnosis, and treatment approaches. JAAPA. Feb 2013; 26 (2): 50-4.7. Hirst KP, Moutier CY. Postpartum mayor depression. American family physician; October 2010: 82(8). p. 926-32.8. Ryan D. Psychiatric disorders in the postpartum period. BC Medical Journal; March 2005: 47(2). p. 100-3.

15