BABVI
-
Upload
mokhamad-suyono-yahya -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
Transcript of BABVI
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dari analisa pada bab 5 tentang
data umum dan data khusus, pada data khusus yaitu terdiri dari tingkat
pengetahuan responden PPOM tentang perawatan diri di rumah, kekambuhan
serangan PPOM, dan hubungan tingkat pengetahuan responden tentang perawatan
diri di rumah terhadap kekambuhan serangan PPOM pada responden PPOM di
Poli Paru RSUD Sidoarjo.
A. Data Umum Responden PPOM.
Berdasarkan dari hasil penelitian, bahwa responden menderita PPOM pada
umur lebih dari 50 tahun dan mayoritas terjadi pada laki-laki (10 dari 13
responden). Ketika peneliti berbicara dengan responden, sekitar 8 responden
dari 13 responden menyatakan bahwa asal mula penyakit mereka disebabkan
karena asap, seperti asap rokok, maupun asap kendaraan bermotor. Dan untuk
responden lainnya menceritakan kalau mereka pada awalnya terkena serangan
bronkitis, kontak dengan alergen, dan bulu binatang.
Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa PPOM dapat terjadi pada usia di
atas 50 tahun dengan penyebab terbanyak adalah asap, baik asap kendaraan
bermotor maupun asap rokok dimana laki-laki lebih sering terkena serangan
PPOM. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Asril Bahar, 2001 di
Jakarta dalam simposium Current Diagnosis and Treatment. “sehubungan
dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara di indoensia,
diperkirakan populasi responden PPOM juga akan meningkat di masa yang
39
akan datang”. Selain itu, kebanyakan responden yang terserang adalah laki-
laki karena mereka lebih sering terpapar oleh asap kendaraan bermotor, dan
perokok.
Sedangkan untuk tingkat pendidikan responden PPOM, kebanyakan
berpendidikan SD dengan jumlah 6 orang responden (46,1%). Dan 7
responden lainnya mendapatkan pendidikan dimana 2 orang untuk tiap
tingkatan pendidikan, kecuali 1 responden yang berpendikan SLTA. Dilihat
dari pekerjaan responden, kebanyakan adalah telah berhenti bekerja atau
pensiun. Hampir semua responden mengatakan kalau aktivitas di rumah
kebanyakan adalah istirahat menikmati hari tua serta untuk mengurangi gejala
sesak nafas.
Dari fakta di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden
PPOM masih rendah karena kebanyakan mereka hanya berpendidikan SD,
sehingga kemungkinan untuk mengetahui tentang PPOM masih tergolong
sulit. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekidjo Notoatmodjo (1993) bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan semakin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki.
Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2002), bahwa mereka yang belum atau tidak
mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi,
maka orang itu akan menggunakan cara coba-coba.
Pada data umum yang terakhir, yaitu tentang pekerjaan, 11 responden
memilih untuk beristirahat di rumah karena mereka ingin mengurangi gejala
penyakit, karena mereka sadar bahwa keletihan merupakan salah satu faktor
pencetus terjadinya kekambuhan serangan.
40
B. Tingkat Pengetahuan Tentang Perawatan Diri di Rumah Pada Responden
PPOM
Tingkat pengetahuan yang diteliti di sini merupakan hasil pengetahuan
hingga pelaksanaan pengetahuan tersebut oleh responden. Jadi dapat diketahui
tentang pengetahuan serta pelaksanaan pengetahuan itu sendiri yang dilakukan
oleh responden.
Dari hasil penelitian terhadap 13 responden tentang tingkat pengetahuan
responden PPOM tentang perawatan diri di rumah. Didapatkan 1 orang
responden dengan tingkat pengetahuan yang baik. Kalau dilihat dari tabulasi
data khusus tentang tingkat pengetahuan tentang perawatan diri, dapat
diketahui bahwa responden tersebut berpendidikan akhir Akademik/PT. Hal
ini sesuai dengan apa yang dibahas di data umum di atas bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan semakin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki.
Sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan yang cukup terdiri dari
9 orang dan 3 responden lainnya dengan tingkat pengetahuan kurang. Dari
data umum di atas, sebagian besar ( 6 dari 13 responden) berpendidikan. Jadi
penyebab utama diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, dimana hal
ini berlawanan dengan apa yang terjadi dengan salah seorang responden
dengan tingkat pengetahuan baik. Kemungkinan yang lain dapat dikarenakan
oleh kurangnya penyampaian informasi tentang perawatan diri oleh tenaga
kesehatan yang ada. Misalkan di Poli Paru RSUD Sidoarjo, peneliti melihat
bahwa dengan terbatasnya tenaga yang ada, yakni 1 orang tenaga administrasi
dan 1 orang tenaga perawat dengan kunjungan per hari rata-rata 45 orang (data
41
dari Poli Paru RSUD Sidoarjo) yang mengakibatkan berkurangnya pemberian
informasi tentang perawatan diri kepada responden PPOM, menunjukkan
bahwa pelayanan kesehatan kurang dapat berperan secara maksimal.
Dari pengetahuan tentang perawatan diri di rumah, item yang kurang
dimiliki oleh klien adalah tentang pengobatan dan perawatan, dimana 10
responden (76,9 %) mendapat hasil kurang dalam penilaian. Dan 2 pertanyaan
yang kurang dapat dijawab adalah no. 4 dan 5. Pertanyaannya yaitu :
1. Apakah anda mengetahui tentang bagaimana perawatan diri untuk
mengetahui serangan PPOM selain dengan obat – obatan ?
2. Apakah anda mengetahui tentang teknik pernafasan melalui bibir ?
C. Kekambuhan Serangan PPOM.
Dari lampiran 9 dapat dilihat bahwa 4 orang responden mengalami
serangan berat, 6 responden dengan serangan sedang dan 3 orang dengan
serangan yang ringan. Banyaknya responden yang mengalami serangan
sedang dan berat (10 orang dari 13 responden) dapat diakibatkan karena
kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri
Seperti pada bab III bahwa penyebab kekambuhan serangan dapat
diakibatkan oleh keadaan penyakit yang sudah pada tingkat lanjut karena perlu
diingat bahwa PPOM merupakan penyakit dengan proses terjadi yang
membutuhkan waktu yang lama, seperti yang diungkapkan oleh Brunner dan
Suddath (2002) bahwa proses PPOM terjadi dalam rentang lebih dari 20 – 30
tahun.
42
Kekambuhan serangan yang dialami lebih dari 50 % responden adalah :
Sesak nafas, batuk bertambah, mukus berwarna putih / kuning, klien merasa
lemas, dan mudah capek.
D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Perawatan Diri di
Rumah Terhadap Kekambuhan Serangan PPOM Pada responden PPOM
di Poli Paru RSUD Sidoarjo.
Sebelum membahas tentang hubungan tingkat pengetahuan responden
tentang perawatan diri di rumah terhadap kekambuhan serangan PPOM,
peneliti akan mengingatkan kembali bahwa ada faktor lain yang
mempengaruhi kekambuhan serangan PPOM. Dalam BAB III, faktor tersebut
adalah faktor pencetus dan keadaan penyakit.
Dari hasil tabel 5.7. dapat dilihat bahwa hasil yang mecolok terjadi pada 1
orang responden dengan pengetahuan baik, namun terjadi serangan yang berat,
dan 1 orang responden dengan pengetahuan yang kurang, namun terjadi
serangan yang ringan. Dari hasil ini tampak tidak ada hubungan yang
bermakna hubungan antara tingkat pengetahuan tentang perawatan diri
terhadap kekambuhan serangan PPOM, karena responden dengan tingkat
pengetahuan yang baik terkena serangan yang berat, dan sebaliknya pada 1
responden yang lain dengan pengetahuan yang kurang. Tentu saja hal ini
berlawanan dengan ungkapan Soekidjo Notoatmodjo (1993) “semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang diharapkan semakin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki”.
Berkenaan dengan bertentangannya antara hasil penelitian dengan teori
yang disampaikan oleh Soekidjo Notoatmodjo (1993), ada faktor lain yang
43
mempengaruhi kekambuhan serangan PPOM, yaitu faktor pencetus terjadinya
kekambuhan serangan dan keadaan penyakit.
Sedangkan untuk hasil yang lain dari tabel 5.7. dimana 9 responden
dengan pengetahuan yang cukup, 2 orang diantaranya terjadi serangan yang
ringan, 6 responden lainnya dengan serangan sedang dan 1 responden dengan
serangan yang berat. Sedangkan untuk 2 responden dengan pengetahuan yang
kurang semuanya mengalami serangan yang berat. Dari hasil ini terlihat
adanya hubungan tingkat pengetahuan tentang perawatan diri di rumah
terhadap kekambuhan serangan.
Setelah membahas dua hal yang berlawanan di atas, maka peneliti akan
membahasnya dengan uji statistik, uji statistik yang digunakan adalah uji
korelasi Spearman.
Setelah dilakukan analisa deskriptif, maka berikutnya dilakukan analisa
inferensial dimana akan menggunakan tes korelasi Spearman dengan tingkat
kemaknaan 0,05 dan responden sebanyak 13. Didapatkan hasil (Lampiran 4) :
-0,56 < 0,069 < 0,56, sehingga Ho diterima atau korelasinya tidak signifikan.
44