BABAD TULUNGAGUNG

38
BABAD TULUNGAGUNG 2. ASAL MULA NAMA TULUNGAGUNG Sejarah menyatakan, bahwa nama TULUNGAGUNG tidaklah timbul dengan tiba-tiba. Telah banyak musim silih berganti, berikut masa-masa yang dilampauinya, yang kesemuanya itu meninggalkan kenang- kenangan yang tersendiri di dalam lembaran riwayat terjadinya kota Tulungagung. Apa yang dapat kita kenangkan dari nama TULUNGAGUNG di dalam riwayat lama, sebenarnya adalah suatu tempat lingkaran yang berpusat pada sekitar alun-alun termasuk desa Kauman dan Kampungdalem. Tulungagung berasal dari dua perkataan : TULUNG dan AGUNG. Kata TULUNG mempunyai dua arti : Pertama : TULUNG dalam bahasa Sanskerta artinya SUMBER AIR atau dalam bahasa bahasa Jawa dapat dikatakan umbul. Kedua : TULUNG yang berarti pemberian pertolongan atau bantuan. Adapun : AGUNG berarti besar. Jadi lengkapnya TULUNGAGUNG mempunyai arti “SUMBER AIR BESAR” dan “PERTOLONGAN BESAR”. Meskipun SUMBER AIR, dan PERTOLONGAN itu berlainan artinya, namun di dalam sejarah Tulungagung kedua-duanya tak dapat dipisahkan, karena mempunyai hubungan erat sekali dalam soal asal mula terbentuknya daerah maupun perkembangannya. Dahulu orang menyebutnya Kabupaten Ngrowo, ialah sesuai dengan keadaan daerahnya yang berupa rawa-rawa. Lalu lintas perhubungan dilakukan melalui sungai, terutama lewat sungai yang hingga sekarang masih disebut sungai Ngrowo. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila letak daerah-daerah yang disebut-sebut orang dalam sejarah maupun cerita-cerita rakyat kesemuanya tidak jauh letaknya dari sungai, misalnya : Gledug, Pacet, Waung, Ketandan, Tawing, dan lain-lain. Sebelum dijadikan Kabupaten daerah-daerah itu dikuasai oleh para Tumenggung di bawah perlindungan kerajaan Mataram. Di daerah Ngrowo terdapat banyak sumber-sumber air. Diantara sumber-submer itu yang termasuk besar atau agung airnya ialah tempat dimana sekarang sudah menjadi alun-alun. Tempat di sekitar alun-alun ini dinamakan Tulungagung yang berarti ada sumber air yang besar.

Transcript of BABAD TULUNGAGUNG

Page 1: BABAD TULUNGAGUNG

BABAD TULUNGAGUNG

2. ASAL MULA NAMA TULUNGAGUNGSejarah menyatakan, bahwa nama TULUNGAGUNG tidaklah timbul dengan tiba-tiba. Telah banyak musim silih berganti, berikut masa-masa yang dilampauinya, yang kesemuanya itu meninggalkan kenang-kenangan yang tersendiri di dalam lembaran riwayat terjadinya kota Tulungagung. Apa yang dapat kita kenangkan dari nama TULUNGAGUNG di dalam riwayat lama, sebenarnya adalah suatu tempat lingkaran yang berpusat pada sekitar alun-alun termasuk desa Kauman dan Kampungdalem.Tulungagung berasal dari dua perkataan : TULUNG dan AGUNG. Kata TULUNG mempunyai dua arti :Pertama : TULUNG dalam bahasa Sanskerta artinya SUMBER AIR atau dalambahasa bahasa Jawa dapat dikatakan umbul.Kedua : TULUNG yang berarti pemberian pertolongan atau bantuan.Adapun : AGUNG berarti besar.Jadi lengkapnya TULUNGAGUNG mempunyai arti “SUMBER AIR BESAR” dan “PERTOLONGAN BESAR”.Meskipun SUMBER AIR, dan PERTOLONGAN itu berlainan artinya, namun di dalam sejarah Tulungagung kedua-duanya tak dapat dipisahkan, karena mempunyai hubungan erat sekali dalam soal asal mula terbentuknya daerah maupun perkembangannya.Dahulu orang menyebutnya Kabupaten Ngrowo, ialah sesuai dengan keadaan daerahnya yang berupa rawa-rawa. Lalu lintas perhubungan dilakukan melalui sungai, terutama lewat sungai yang hingga sekarang masih disebut sungai Ngrowo. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila letak daerah-daerah yang disebut-sebut orang dalam sejarah maupun cerita-cerita rakyat kesemuanya tidak jauh letaknya dari sungai, misalnya : Gledug, Pacet, Waung, Ketandan, Tawing, dan lain-lain. Sebelum dijadikan Kabupaten daerah-daerah itu dikuasai oleh para Tumenggung di bawah perlindungan kerajaan Mataram.Di daerah Ngrowo terdapat banyak sumber-sumber air. Diantara sumber-submer itu yang termasuk besar atau agung airnya ialah tempat dimana sekarang sudah menjadi alun-alun. Tempat di sekitar alun-alun ini dinamakan Tulungagung yang berarti ada sumber air yang besar.Dahulu daerah Ngrowo itu tidak seluas sekarang. Semenjak ketemenggungan diubah kedudukannya menjadi Kabupaten, maka diperlukan adanya perluasan daerah. Tidak cukup hanya terdiri dari rawa-rawa saja, tetapi membutuhkan pula daratan untuk kemakmuran masyarakatnya.Bantuan-bantuan dari Kabupaten sekitarnya sangat dibutuhkan. Ini terjadi pada sekitar abad ke-19. Kabupaten Blitar menyumbangkan daerah Ngunut. Kabupaten Ponorogo menyumbang daerah pegunungan Tranggalih atau Trenggalek sekarang, sedang Kabupaten Pacitan memberikan daerah pantai selatan, ialah Ngrajun, Panggul, Prigi, dan Jombok. Dengan demikian Kabupaten Ngrowo dahulu daerahnya meliputi pula daerah Kabupaten Tenggalek. Bantuan berupa daerah itu merupakan pertolongan yang besar bagi pembentukan Kabupaten Ngrowo. Bupati pertama hingga ke XI masih disebut Bupati Ngrowo. Baru pada tahun 1901 nama Ngrowo itu diganti dengan TULUNGAGUNG. Ketika itu yang menjadi bupatinya R.T. Partowidjojo. Beliau yang menyaksikan perubahan nama tadi karena menjabat Bupati sejak tahun 1896 hingga tahun 1901.Demikianlah asal mula TULUNGAGUNG yang hingga sekarang masih pula sering disebut orang kota Banjir. TULUNGAGUNG mengandung makna “Berasal dari SUMBER AIR YANG

Page 2: BABAD TULUNGAGUNG

BESAR”, tetapi dengan usaha dan bantuan yang besar dapat pula memberi pertolongan yang besar.3. RIWAYAT TERJADINYA ALUN-ALUN TULUNGAGUNGSemenjak daerah-daerah ketemenggungan digabungkan menjadi satu untuk dibentuk suatu Kabupaten, maka Kota Ngrowo membutuhkan tempat kediaman Bupati dan alun-alun. Pertama-tama dibangun di Kalangbret, kemudian di Ringinpitu. Tetapi karena tidak adanya kesatuan pendapat dari para Tumenggung, maka pembangunan di kedua tempat itu mengalami kegagalan. Guna mengatasi hal ini diadakan pelaporan ke Mataram. Dari Kraton kemudian diperoleh petunjuk berupa ilham, yang mana menyebutkan, bilamana ingin membangun kota yang nantinya akan dapat langsung berdiri dan menjadi tempat yang ramai dan daerahnya menjadi subur, supaya memilih suatu tempat di sebelah utara Wajak. Di situ terdapat sumber air yang besar. Sumber tersebut supaya disumbat, dan diantaranya ditanami pohon beringin yang berasal dari Mataram.Usaha penyumbatan sumber air yang besar itu tidaklah mudah. Oleh calon Bupati dicarinyalah petunjuk dari seorang yang berilmu tinggi. Di desa Tawangsari terdapat seorang Kyai sakti yang bernama CHOSIM alias ABU MANSUR. Kyai Abu Mansur dimintai pertolongan untuk melaksanakan tugas pembangunan alun-alun tersebut dan oleh beliau disanggupinya. Tindakan pertama yang diambilnya ialah : Kyai Mansur membongkar tujuh batang pohon beringin yang ditanam di desa Ringinpitu. Kemudian lalu dicarinya persenjataan lain berupa seekor kerbau bule (kerbau yang putih warna bulunya) untuk dipergunakan sebagai sasrahan. Bantuan senjata mistik juga dijalankan, ialah dengan meminta kedatangan rooh halus yang menurut cerita bernama DJIGANGDJOJO dan TJUNTANGDJOJO untuk menunggui penyumbatan air tersebut. Setelah perlengkapannya dipersiapkan, maka lalu diadakan pengerahan tenaga untuk mencari ijuk guna disumbatkan pada mata air tersebut. Yang disuruh memadatkan sumber itu ialah kerbau bule tadi, dengan cara menginjak-injak tanpa istirahat, sehingga karena lelahnya sampai kehabisan tenaga dan mati, kemudian ditanam sebagai sasrahan. Disamping itu juga dibuatkan urung-urung dan saluran yang dapat mengalirkan air lewat Kali Jenes menuju ke sungai Ngrowo. Air sudah tidak memancar lagi. Bibit pohon beringin yang berasal dari Mataram ditanam, yang kemudian menjadi sebuah pohon yang rindang. Oleh masyarakat setempat pohon yang tumbuh di tengah alun-alun itu diberi nama RINGIN KURUNG, karena di sekelilingnya diberi pagar tembok. Ringin itu tumbang, akibat angin besar sesudah jaman Jepang ialah pada tahun 1947.Semenjak disumbatnya sumber air yang besar itu, maka lambat laun rawa-rawa menjadi kering dan merupakan daerah subur. Pengeringan rawa-rawa itu berarti pula suatu pertolongan besar bagi masyarakat setempat, termasuk kota Tulungagung yang telah menjadi ramai seperti sekarang ini.Demikianlah sekedar riwayat tentang pembangunan Alun-alun Tulungagung.4. BABAD – DEMUK.Meskipun desa Demuk merupakan desa terpencil yang letaknya di dataran pegunungan gamping dekat perbatasan Blitar Selatan, namun juga tak ketinggalan turut menghiasi lembaran dari pada sejarah Kabupaten Tulungagung.Kalau orang menyebut nama Demuk, maka kesan pertama yang timbul menggambarkan nama sebuah desa tempat orang sakti yang memiliki kelebihan-kelebihan. Desa Demuk pada pertengahan abad ke-19 masih berwujud hutan belukar yang tidak pernah diambah orang. Tak ada yang berani mendekatinya. Karena sudah terkenal keangkerannya.Boleh dikatakan dalam bahasa Jawa “Wingit”: “Jalma mara jalma mati, sato mara sato mati’. Banyak cerita-cerita ajaib tumbuh di kalangan masyarakat Tulungagung mengenai babadnya

Page 3: BABAD TULUNGAGUNG

desa ini terutama yang menyangkut keistimewaan dari pada penghuni pertama atau cikal bakal, ialah Raden Mas Djajengkoesoemo. Nama ini hampir semua orang-orang tua mengenalnya.R.M. Djajengkoesoemo masih keturunan Raja Mataram (Hamengkubuwono II). Beliau adalah putra R.M.T. Djajaningrat, Bupati Ngrowo yang ke-5. nama kecilnya R.M. Moidjan. Sejak dari kanak-kanak sudah tampak jiwa kepahlawanannya, dan bibit kebenciannya terhadap orang-orang Belanda. Seringkali putera Bupati ini bertengkar dengan sinyo-sinyo dan bahkan pada suatu ketika pernah ada seorang anak Belanda yang ditempelengnya sampai jatuh pingsan. Ayahnya, ialah R.M.T. Djajaningrat kerap kali merasa jengkel terhadap tindakan puteranya. Karena kenakalannya pernah R.M.Moijan dihajar oleh sang ayah, dimasukkan dalam kolah berisi air yang dicampur dengan tumbukan lombok rawit. Tetapi ternyata tidak apa-pa. jangankan menangis, merasa pedih atau “wedangan” (bahasa Jawa) pun tidak. Setengah orang mengatakan bahwa R.M.Moijan adalah anak kendit (mempunyai jalur putih yang melingkar diatas pingganya).Ini menandakan seorang anak yang memiliki kekebalan. Setelah dewasa R.M.Moijan berganti nama R.M.Djajengkoesoemo. pada tahun 1644 R.M.Djejengkoesoemo R.M.Djajengkoesoemo sudah menjabat Wedono di kota Tulungagung, lalu pindah ke Srengat (1849), kemudian ke Nganjuk (1051). Tiga tahun kemudian menjabat Collecteur Berhbek lalu dipindah jadi Wedono Distrik Gemenggeng. R.M.Djajengkoesoemo sangat memperhatikan kebutuhan penduduk. Ini terbukti dengan usaha pembangunannya, ialah ketika di Srengat membuat bendungan Pakel yang dapat menolong penghidupan rakyat desa Pakel, Pucung, dan Majangan (Ketm. Ngantru). Selain itu membangun rumah Kawedanan dengan merogoh sakunya sendiri.Di Nganjuk juga membangun rumah, lantai dan pagar Kawedanan atas biaya sendiri serta mengerjakan bendungan kali Lo, yang menggenangi kebun tebu sampai menjadi sawah. Di Gemenggeng membangun rumah Kawedanan beratab sirap dan memperbaiki bendungan Kedung Gupit-Paron yang sering kali dadal, sampai menjadi kuta sekali.Oleh sebab beliau sering berkecimpung dalam masalah pembangunan, maka hubungannya dengan masyarakat menjadi lebih akrab, sehingga hampir setiap orang mengenalnya.Eratnya perhubungan ini lebih menjangkitkan jiwa kepatriotannya, sehingga dimana saja namanya selalu disebut orang. Beliau termasuk seorang yang berkeras hati dan pemberani, tetapi perasannya sangat halus. Hal ini terbukti dengan terjadinya peristiwa Ngujang. Pada waktu itu jembatan Ngujang sedang dalam keadaan dibangun. Kuli-kuli bekerja dengan sibuknya.Dalam perjalannya dari Nganjuk ke Tulungagung R.M.Djajengkoesoemo tertarik kepada kesibukan pekerjaan-pekerjaan pembangunan, sehingga terpaksa berhenti untuk melihatnya.Makam R.M. DjajengkoesoemoDi Demuk (wafat tgl. 9-12-1903)(foto team 1971).Diantara berpuluh-puluh kuli, terdapat beberapa kelompok orang yang sedang beristirahat sambil duduk menikmati bekal yang dibawanya dari rumah.Kebelutan pada saat itu ada seorang petugas bangsa Belanda yang sedang berkeliling mengadakan pengawasan. Mengetahui orang duduk sambil makan itu ia marah-marah dengan membentak-bentak ia menyuruh orang-orang itu bekraja kembali dan menaburkan pasir pada makanan kuli tersebut.R.M. Djajengkoesoemo mengetahui semua kejadian itu. Beliau tak dapat menabahkan hatinya. Tanpa pikir panjang pusakanya dihunus diacungkan kepada petugas yang kasar itu. Karena pusaka itu sangat ampuh maka petugas tadi tak dapat bergerak dan mati dalam keadaan tetep berdiri.

Page 4: BABAD TULUNGAGUNG

Keris pusaka itu bernama keris Kyai Semar Mesem yang sampai sekarang masih disimpan oleh keturunan R.M. Djajengkoesoemo. Dengan terjadinya peristiwa itu R.M. Djajengkoesoemo dipersalahkan, tetapi karena beliau itu masih keturunan Raja, tidak dikenakan hukuman penjara, melainkan diselong ke Demuk. Untuk ini beliau disuruh mengajukan permohonan babad hutan kepada pemerintah Belanda. Surat keputusan berhenti dari jabatan karena pensiun onderstand diberikan dan berlaku mulai tanggal 23-3-1880, sedang surat ijin babat hutan Demuk diperolehnya pada tanggal 10 Oktober 1893.Waktu berangkat beliau hanya membawa bekal uang f.0,25, dan mengerahkan tenaga sebanyak 40 orang. Tiga pedukuhan yang dikerjakan ialah Puser, Boto dan Kasrepan. Luas tanah yang dibabad kesemuanya ada 35 bau, terdiri dari 9,75 bau untuk pekarangan, dan 25,25 bau untuk pagagan. (Isin No. 755 tgl. 10 Oktober 1893). Ikut bertanda tangan sebagai Komisi :1. Kontroleur Ngrowo,2. Wedono Distrik Ngunut, dan3. Assisten Wedono Kalidawir.Tanah tersebut tetap menjadi miliknya R.M. Djajengkoesoemo sampai turun-temurun. R.M. Djajengkoesoemo wafat pada tanggal 9-12-1903 dan dimakamkan di Demuk.Sedang putranya bernama R.M. Argono Purbokoesoemo yang umumnya disebut Raden Margono pernah menjabat Kepala Desa Puser. Cerita kesaktian masih pula terdapat pada masa itu. Pernah ada seorang mantra klasir mencobanya, ialah dengan sengaja meninggalkan topinya. Mantri ini lalu suruhan orang untuk mengambilnya tetapi entah karena apa tidak kuat mengangkat. R.M.Margono mengerti hal ini. Beliau segera mendekati topi tersebut, lalu disemparnya dengan kaki. Topi melesat dan jatuh persis di atas kepala mantri Klasir. Demonstrasi ini diketahui oleh para lid Klasir, baik dari desa Demuk maupun desa sekitarnya, sehingga setelah itu Mantri Klasir tak berani menonjolkan kelebihannya lagi.R.M. Djajengkoesoemo oleh pejabat pemeritnah Belanda sangat disegani. Demikian pula keturunnya ialah R.M. Purbokoesoemo.Ketika jaman perang kemerdekaan desa Demuk yang terpencil itu menjadi ramai seperti kota, karena banyak orang datang untuk minta restu agar untuk mendapatkan keselamatan di dalam masa perjuangan menghadapi musuh.R.M. Poerbo ini mempunyai 9 orang putera dan salah seorang diantaranya menjadi isteri Wedono pensiunan (R.P. Sajid) di Kediri, yang menyimpan surat piagam maupun surat silsilah peninggalan Eyangnya. R.M. Poerbo meninggal pada tanggal 26-6-1946 dan dimakamkan pula di dekat makam ayahnya. Hingga sekarang desa Demuk merupakan desa yang bersejarah sehingga di dekatnya didirikan Pos kemantren dan setelah diadakan perubahan wilayah, masuk Kecamatan Pucanglaban.5. DESA – PERDIKANSebelum kita mengungkap tentang sejarah desa Perdikan yang berada di dalam wilayah Kabupaten Tulungagung, maka untuk mendapatkan suatu gambaran yang lebih luas, para pembaca kami ajak meninjau sepintas lalu dalam garis besarnya tentang pengertian yang menyangkut persoalan tanah perdikan, sehingga dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan yang lebih positif dalam mengadakan penilaian selanjutnya.ARTI KATA PERDIKANNama “perdikan” asalnya dari perkataan Sanskerta “Mahardika” artinya tuan, master, sieur. Dalam buku Ramayana sebutan mahardikan oleh para pendeta, diartikan bebas dari hidup lahir. Sebagai seorang kawula sudah dapat manunggal dengan Gustinya. Akan tetapi dalam dunia yang

Page 5: BABAD TULUNGAGUNG

fana ini banyak orang yang memakai kata merdika dalam pengertian “bebas untuk berbuat sekehendak hatinya”.ASAL DESA PERDIKANDesa Perdikan sudah ada sejak dari jaman agama Hindu di Jawa. Pada waktu itu oleh raja telah diberikan anugerah kepada orang-orang atau desa-desa tertentu, berupa kebebasan dari membayar pajak atau melakukan wajib kerjanya terhadap raja atau Kepala Daerah.HAK-HAK DARI DESA PERDIKANKepada orang-orang atau desa-desa tersebut diberi hak istimewa oleh raja, misalnya hak untuk memakai songsong kebesaran, memakai warna yang ditentukan, dan sebagainya.Pemberian hak atas tanah rupa-rupanya hanya untuk pembukaan hutan belukar, tidak menyangkut tanah-tanah pertanian. Daerah perdikan itu langsung di bawah kekuasaan Raja, tidak di bawah pangeran, adipati, bupati, dan lain sebagainya.Raja berhak untuk merubah adanya hak-hak istimewa itu dan juga berhak untuk mencabutnya.ALASAN MEMBERIKAN HAK.Yang biasanya menjadi alasan bagi Raja untuk memberikan hak-hak istimewa itu misalnya :I. Untuk memajukan agama.II. Untuk memelihara makam raja-raja atau bangsawan-bangsawan keturunannya.III. Untuk memelihara pertapaan, pesantren, langgar dan masjid (di jaman Islam).IV. Untuk memberi ganjaran kepada orang atau desa yang berjasa kepada raja umpamanya yang menunjukkan kesaktiannya kepada raja pada saat yang genting.Secara demikian maka pegawai tinggi yang berjasa pun diberi pula ganjaran. Oleh karena itu desa perdikan atau orang-orang yang dapat hak istimewa tadi tidak di bawah perintah kepala daerah. Mereka politis termasuk orang penting bagi raja, yaitu sebagai mata telinga raja dalam daerah-daerah yang letaknya jauh dari pusat kerajaan.Desa perdikan dapat digolongkan menjadi dua :Pertama : Yang dibebaskan dari membayar pajak dan melakukan wajib kerja, dengan dibebankan kewajiban untuk memelihara makam, memelihara kepentingan agama, dan lain sebagainya.Kedua : Yang dibebaskan dari kewajiban-kewajiban terhadap raja atau kepala daerah, dengan ketentuan bahwa kewajiban-kewajiban haruslah dijalankan guna kepentingan kepala desanya, yang dapat mempergunakannya sebagai keuntungan sendiri atau untuk lain keperluan. x)[1]adapun yang disebut “ desa perdikan” terdiri dari empat macam, ialah :I. Desa Perdikan.II. Desa Mutihan.III. Desa Pakuncen.IV. Desa Mijen.I. Desa Perdikan : Adalah desa yang dibebaskan dari kekuasaan yang tertentu, dari suatu beban dan kewajiban-kewajiban, yang semua itu harus dipikul oleh rakyat di daerah biasa. Istilah perdikan, biasa berlaku buat perseorangan dan dapat berlaku buat suatu daerah (desa) dengan semua penduduknya.Apabila segenap penduduk desa dibebaskan dari membayar pajak dan dari melakukan wajib kerja buat raja atau kepala daerah di atas desa, maka desa itu dinamakan desa “Perdikan”.II. Desa Mutihan : Yang dinamakan desa Mutihan ialah desa yang penduduknya terkenal sebagai orang alim, taat kepada pemerintah agama, yaitu beribadat berpuasa dalam bulan Ramadhon dan menjalankan perintah agama. Mereka menjatuhkan diri dari kesenangan-kesenangan lahir, yang dikenal dalam masyarakat Jawa, seperti pukul gamelan di rumahnya, joged, tayub, wayang, dan lain sebagainya. Orang tadi disebut “PUTIH”.

Page 6: BABAD TULUNGAGUNG

Dengan demikian maka guru agama dan santri-santri dibebaskan dari pembayaran pajak dan wajib kerja, atau kewajiban-kewajiban itu dialihkan untuk diberikan kepada kepala desa untuk kepentingan agama.Begitulah maka di-ibu kota kabupaten dan dibanyak ibu kota Kawedanan diadakan kampung Mutihan, yang biasanya dinamakan kampung Kauman.III. Desa Pakuncen : Istilah mutihan atau keputihan juga dipakai bagi mereka, yang diwajibkan memelihara makam para bangsawan atau makam-makam yang dianggap keramat.Orang-orang yang memikul kewajiban itu biasanya juga orang yang alim, setidak-tidaknya ia harus dapat membaca Qur’an dan hafal ayat-ayatnya, sebab ia dalam beberapa upacara harus dapat mengucapkan atau membaca do’a.Nama penjaga dan pemelihara makam tersebut disebut Pakuncen atau juru-kunci (dari perkataan kunci, yaitu kunci dari pada rumah makam yang dimuliakan).IV. Desa –Mijen : Istilah Mijen tidak lagi dipakai di daerah “GOUVERMENT”. Perkataan Mijen asalnya dari istilah Piji.Di Piji (Piniji) artinya di-ismewakan terpilih dari yang lain-lain.Di daerah Swapraja oleh Susuhunan telah diadakan desa Mijen untuk guru agama, yang sangat dicintainya.KEWAIBAN BAGI DESA PERDIKAN.Untuk memberi pembebasan pembayaran pajak antar wajib kerja kepada desa atau orang perdikan yang wajib di-ingat adalah sebagai berikut :Oleh (1). Tanah yang dimiliki / penduduk desa perdikan dilain desa haruslah dikenakan pajak bumi.(2). Pembebasan dari pajak penghasilan hanya berlaku bagi penduduk desa yang tetap, dan kalau penghasilannya didapat dari sesuatu perusahaan, maka yang dibebaskan hanyalah pajak dari perusahaan, yang tempatnya berada dalam wilayah desa perdikan saja.(3). Pembebasan dari pajak rojokoyo hanya berlaku buat chewan milik penduduk desa perdikan yang tetap atau milik orang perdikan, yang dagingnya tidak untuk dijual.(4). Siapa yagna tergolong penduduk tetap dari desa perdikan ditentukan oleh kepala daerah.Dengan resolusi pemerintahan Ned. Ind. Ttgl. 24/5-1836 No. 12 ditetapkan bahwa apabila kepala desa perdikan meninggal dunia, untuk penggantinya harus diajukan calon-calon oleh pegawai pemerintah yang berkewajiban, terutama dari anak lelaki atau keturunan lainnya. Jika ini tidak ada, maka pencalonan itu dipilih dari sanak saudara yang paling dekat atau dari para ulama ang terkemuka.Dalam Regl. Tentang pemilihan kepala desa (Stbl. 1078 No. 27) ditetapkan, bahwa kepala desa perdikan diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jendral.SEJARAH DESA PERDIKAN, TAWANGSARI, WINONG DAN MAJAN.Setelah sedikit banyak kita memiliki pengertian tentang kedudukan serta persoalan pokok mengenai tanah perdikan, maka marilah kita ikuti sejarah perkembangan tanah perdikan yang berada di dalam wilayah Tulungagung.Sejak jaman penjajahan Belanda, Tulungagung memiliki tiga desa perdikan ialah Tawangsari, Winong dan Majan. Desa-desa tersebut terletak di tepi sungai Ngrowo masuk wilayah Kecamatan Kedungwaru.Untuk mendapatkan suatu gambaran yang lebih jelas mengenai asal usul desa tersebut, di bawah ini kami sajikan sedikit keterangan tentang satu dan lain hal yang ada hubungannya dengan pendirian serta perkembangannya.

Page 7: BABAD TULUNGAGUNG

Mula pertama tiga desa itu tergabung jadi satu, dapat digolongkan sebagai desa Mutihan, yang dipinpin oleh seorang Kyai bernama Abu Mansur.Abu Mansur berasal dari Ponorogo, murid dari Kyai Basyariah. Saudara laki-laki menjadi Biskal di Bankalan Madura, sedang adiknya bernama Roro Mirah.Pada masa itu yang menduduki tahta kerajaan di Mataram adalah Paku Buwono ke II (1742-1749). Seorang dari permaisurinya adalah Roro Mirah adik dari pada Abu Mansur. Dengan demikian Abu Mansur termasuk ipar dari pada Sang Raja.Oleh sebab Abu Mansur mahir dalam bidang keagamaan maka ia mengajukan permohonan untuk mendirikan pesantren. Tempat yang dipilihnya ialah desa Tawangsari yang terletak di dekat sungai Ngrowo. Desa tersebut pernah ditinjau oleh raja, dan ditanyakan kenapa kyai Mansur memilih daerah itu, karena mengingat letaknya, dikhawatirkan akan mudah dilanda banjir. Tetapi Kyai Mansur berpendapat, justru tempat yang dekat dengan air itu memenuhi syarat untuk dijadikan tanah pertanian dan pesantren.Pendirian masjid serta pesantren mendapat restu dari raja, Kyai Mansur mendapatkan piagam, yang menyatakan Tawangsari dijadikan daerah perdikan dan diserahkan turun-temurun kepada Kyai Abu Mansur .Di samping itu untuk keselamatan daerahnya kyai Mansur diberi pinjaman pusaka kraton yang bernama Kyai Banteng Wulung, tetapi bilamana sudah temurun kepada buyut, diharapkan agar pusaka tersebut dikembalikan ke Mataram.Demikianlah secara singkat riwayat berdirinya desa perdikan Tawangsari. Lama kelamaan pesantren tersebut menjadi ramai, dan kemudian didirikan masjid lagi di Winong dan Majan dan masing-masing dipimpin oleh Kyai Ilyas dan Chasan Mimbar, putra dan cucu kemenakan dari kyai Tawangsari. Mulai saat itu Winong dan Majan dinyatakan berdiri sendiri dan dinyatakan pula menjadi desa perdikan hinga saat ini. Yang diberi wewenang untuk memimpin desa tersebut adalah kerabat dan keturunan dari kedua kyai itu. Kyai Chasan Mimbar adalah keturunan Patih Mataram P.A. Danuredjo yang kawin dengan Kanjeng Ratu Angger putera puteri dari Roro Mirah yang menjadi Permaisuri Raja.Pada jaman Jepang pusaka dari Tawangsari dikembalikan ke Kraton oleh karena Jepang sudah sampai waktunya pada turun buyut.Yang menyerahkan ke Jogja ialah Eyang Pandji dari desa Maesan Kecamatan Modjo (ia ada hubungan keluarga dengan Haji Chasan Mimbar).Pusaka tersebut diterima oleh Hamengku Buwono ke IX. Konon menurut ceritanya waktu pusaka itu masih di Tulungagung, desa Tawangsari tidak pernah dilanda banjir besar.Dalam usaha pembangunan alun-alun Tulungagung Kyai Abu Mansur juga tidak sedikit jasanya. Beliau yang menyerahkan tenaga untuk penyumbatan sumber air yang kemudian di atasnya ditanami pohon beringin (baca sejarah pembuatan alun-alun). Kyai Abu Mansur meninggal dunia di Mekkah ketika menunaikan ibadah haji.6. TERJADINYA DESA DI SEKITARDAERAH KALIDAWIR.KARANGTALUN.Desa Karangtalun dibentuk sebelum tahun 1800.Yang jadi cikal bakalnya adalah orang bernama :1. Soerosetjo.2. Singokromo.Kedua-duanya berasal dari Jawa Tengah.Setelah meninggal dunia Pak Setjo dan Singokromo dimakamkan di Karangtalun.

Page 8: BABAD TULUNGAGUNG

Desa Karangtalun dibagi menjadi beberapa blok, ialah :1. Karangsono.2. Pojok, dan3. Bendiljet (kemudian dijadikan pedukuhan).KARANGSONO.Dapat dikatakan Karangsono, oleh sebab pada jaman dulu ketika masih berwujud hutan di situ banyak tumbuh tanaman kayu sono.POJOK.Dinamakan Pojok, karena tempat tersebut di dalam desa Karangtalun letaknya mlojok (njupit urang) dan di situ banyak talunnya (pagagan).BENDILJET.Dahulu blok Bendiljet merupakan hutan belukar.Menurut ceritanya ketika dibabat di tengah-tengah hutan tersebut diketemukan sebuah kendil yang berisi enjet. Siapa pemiliknya tak ada yang mengetahui.Meskipun enjet tersebut telah dipergunakan makan sirih oleh orang-orang di sekitarnya, tetapi tak kunjung habis. Oleh sebab itu lalu dijadikan dukuhan yang diberi nama Bendil-enjet. Di desa Karangtalun terdapat pesantren dan punden ialah :1. Pesantren Setonodowo.2. Setono–gede.3. mBah Kendil.4. mBah Djangil.Kisah singkatnya adalah sebagai berikut :Pesantren Setono-dowo.Pada jaman peperangan Mojopahit ada dua orang yang lari untuk menyelamatkan diri (anak dan bapaknya).Di dalam perjalanan kedua orang tersebut bertemu dengan seorang perempuan yang mempunyai tujuan sama. Mereka bertempat tinggal di dalam satu rumah.Pekerjaan si anak dan si bapak tiap hari babad hutan, adapun perempuan itu menyediakan makannya.Baik si bapak maupun si anak kedua-duanya menaruh hati kepada perempuan tadi, bahkan si bapak ingin pula memperistrikannya. Pada suatu hari anaknya pamit tidak turut babad hutan, dengan alasan merasa sangat payah. Terpaksa bapaknya berangkat sendirian.Terjadilah suatu peristiwa dimana si anak tadi senang dengan perempuan yang berdiam serumah itu. Ketika bapaknya pulang dari hutan dan mengetahui tindakan anaknya yang tidak senonoh itu, maka tanpa pikir panjang ia mengambil tombak. Sang anak lari dan dikejar. Akhirnya dapat ditusuk dengan tombak tadi sehingga ususnya keluar.Tetapi masih sempat lari menuju ke barat dan sekali lagi dikejar dan ditombaknya sehingga mati. Dengan matinya anak tersebut, tombaknya juga ditanam bersama mayat itu, sehingga makamnya jadi panjang. Tempat tersebut hingga sekarang disebut setonodowo (makam panjang).Punden mBah Djangil. Riwayatnya adalah sebagai berikut :Ada sebuah tonggak kayu yang berada di tepi jalan. Pada suatu waktu terjadi kecelakaan ialah adanya orang dan hewan yang kakinya terantuk kepada tonggak itu sampai jatuh dan menemui ajalnya.Oleh karena letaknya menonjol (dalam bahasa Jawa “Njangil) maka tempat itu lalu dijadikan punden yang diberi nama mBah Djangil.DESA – TANJUNG.

Page 9: BABAD TULUNGAGUNG

Desa Tanjung terjadi dari 2 dukuhan, ialah :1. Dukuh Bendil.2. Dukuh Kambingan.Yang babad pertama ada 5 orang :1. Pontjodrono – berasal dari Pacitan.2. Kromomedjo – berasal dari Pacitan.3. Tanikarso – berasal dari Kudus.4. Nadikromo – berasal dari Solo.5. Singokromo – berasal dari Magetan.Waktu masih berwujud hutan banyak terdapat tanaman penjalin. Oleh sebab itu dukuh tersebut diberi nama Bendil.Sesudah menjadi pekarangan dan keadaannya menyenangkan lalu diadakan pilihan ketua, sedang yang terpilih ialah Kromomedjo (no. 2 diantara 5 orang yang babad).DUKUH KAMBINGAN.Yang babad pertama 2 ialah :1. Kertomedjo – berasal dari Pacitan.2. Djowidjojo – berasal dari Pacitan.3. Kromodjojo – berasal dari Magetan.4. Singontani – berasal dari Magetan.5. Karjo Mohamad – berasal dari Solo.Dinamakan Kambingan karena ketika masih berwujud hutan banyak rumputnya WEDUSAN (Kambingan). Dukuh Bendil dan Kambingan kemudian dijadikan satu dan dinamakan desa Tanjung.DESA – JOHO.Desa Joho terdiri dari 3 pedukuhan ialah :1. Joho2. Ngrejo3. NgampelDi sebut Joho karena pada waktu masih berwujud hutan di sana ada sebuah pohon besar yang dinamakan pohon Joho.NGREJOWaktu hutannya dibabad di tempat ini diketemukan sebuah mata air yang namanya belum dikenal. Oleh karena kebelutulan di dekatnya ada dua ekor angsa (banyak) yang warna bulunya merah, maka sumber tersebut diberi nama banyak-bang.Hingga sekarang (sampai menjadi rejo) sumbernya masih besar dan dapat digunakan untuk mengairi sawah di sekitarnya. Oleh sebab itu lalu disebut dukuh Ngrejo (karena sudah menjadi ramai).NGAMPEL.Dahulu merupakan hutan bambu ampel.Oleh karena itu setelah menjadi pedukuhan lalu diberi nama Ngampel.DESA – DOMASAN.Nama-nama yang babad pertama ialah :1. Hirosemito.2. Wonodrijo.3. Singodipo.4. Onggongali.

Page 10: BABAD TULUNGAGUNG

5. Wonokromo.6. Nojontani.7. Banjar dan teman-temannya.Kelompok ini memiliki Wonodrijo sebagai ketuanya.Daerah kecil tadi diberi nama DOMASAN.Ceritanya adalah demikian : Pada jaman Belanda pernah diketemukan sebuah arca kecil mirip arca Betara Guru yang bertangan empat; berada di dalam rumah-rumahan yang bentuknya seperti joli dibuat daripada emas.Barang kuno ini diserahkan kepada Pemerintah Belanda.Kemudian diketemukan lagi sokodomas, tetapi tidak diserahkan melainkan ditanam kembali. Letak sokodomas itu di tengah-tengah desa dekat SD. Domasan dahulu. Setelah diadakan pilihan lurah namanya tetap disebut Desa Domasan.Desa ini terdiri dari4 Pedukuhan ialah :1. Dukuh Gambar letaknya di sebelah utara sokodomas.2. Dukuh Sanan letaknya di sebelah timur sokodomas.3. Kembangan letaknya di sebelah selatan sokodomas.4. Kambingan letaknya di sebelah barat sokodomas.Desa Domasan pernah masuk wilayah Asistenan Tambakrejo (Sumbergempol), dan sejak tahun : 1873 dimasukkan dalam wilayah Asistenan Kalidawir).DESA PAKISAJI.Desa ini terdiri dari 4 pedukuhan ialah :1. Ngejring.2. Bocor.3. Jigang.4. Jatirejo.Masing-masing pedukuhan mempunyai riwayat sendiri-sendiri.Dukuh Ngejring – Pada waktu babadnya terdapat banyak pohon jring (jengkol) yang kemudian dipergunakan untuk nama pedukuhan tersebut.Dukuh Bocor – Di sini diketemukan banyak mata air yang seolah-olah keluar dari pada suatu wadah yang bocor.Oleh karena itu pedukuhan tersebut dinamakan dukuh Bocor.Dukuh Jigang – Di situ terdapat sebuah pohon besar. Diantara akarnya ada yang berbentuk seperti kaku manusia yang sedang jigang. Maka pedukuhan itu lalu diberi nama dukuh Jigang.Dukuh Jatirejo – Nama Jatirejo dipergunakan seb agai nama pedukuhan, karena di tempat tersebut dahulu banyak sekali tanamannya pohon jati. Pedukuhan ini didirikan pada sekitar tahun 1800. Tiap-tiap pedukuhan ada ketuanya.Dukuh Ngejring diketuai oleh : Krijolesono.Dukuh Jigang diketuai oleh : Krijodrono.Dukuh Bocor diketuai oleh : Towongso, sedang Jatirejo oleh Amadarjo yang akhirnya keempat orang tadi diakui sebagai Uceng pedukuhan.Sebelum dibentuk Desa maka empat pedukuhan itu digabungkan dengan desa Karangtalun. Kemudian timbul suatu usul kepada Pemerintah agar empat pedukuhan ini dikeluarkan dari desa Karangtalun dan dibentuk suatu desa tersendiri.Usul itu dikabulkan dan setelah dan setelah diadakan pilihan, maka orang bernama Kasanrejo telah terpilih sebagai Kepala Desa dan berkedudukan di Pakisaji karena di situ terdapat sebuah pohon pakis yang diaji-aji oleh penduduk.

Page 11: BABAD TULUNGAGUNG

DESA PAGERSARI.Desa Pagersari terdiri dari 4 pedukuhan ialah :1. Pagersari.2. Tondo.3. Ngumbo, dan4. Genengan (Tawang).Dukuh : Pagersari.Pedukuhan ini dikelilingi (dipagari) oleh gunung-gunung dan rawa-rawa, sehingga hawanya sangat dingin. Mengingat letaknya daerah itu maka lalu diberi nama Pagersari.Dukuh : TondoNama pedukuhan ini diambilkan dari nama orang yang babad pertama, ialah : Tondo-suwarno.Dukuh : NgumboNama Ngumbo berasal dari kata “amba” yang artinya luas.Dahulu hutannya sangat lebat sampai yang babad merasa payah. Karena luasnya daerah tadi maka lalu dinamakan Ngumbo.Dukuh : Genengan.Bentuk daerahnya persegi panjang, dan disekelilingnya terdapat rawa-2 sehingga tempat ini merupakan suatu dataran yang tinggi (geneng). Oleh karena itu lalu diberi nama Genengan.DESA : BANYU – URIP.Desa Banyu – urip terdiri dari 2 padukuhan, ialah :Banyu- urip dan Baran.Desa tersebut sebelum tahun: 1968 masih berbentuk pedukuhan dan termasuk wilayah desa Kalibatur. Dengan adanya operasi pembinaan wilayah Tulungagung Selatan, maka lalu diadakan pemecahan.Dukuh Banyu-urip dijadikan desa tersendiri dan mendapat tambahan wilayah dari desa Rejosari yang berdekatan letaknya. Sebabnya dinamakan Banyu-urip menurut cerita adalah sbb. :Dahulu kala ketika masih berwujud hutan terdapat sebuah sungai yang airnya terus-menerus mengalir. Sungguhpun tempat ini letaknya di daerah pegunungan, namun bagi yang babad pertama tidak timbul rasa gelisah karena disitu terdapat air yang mereka namakan “Banyu panguripan” oleh sebab itu lalu tempat tersebut lalu diberi nama Banyu-urip.Tetapi lama- kelamaan akibat tanah longsor sungai jadi tertutup tanah dan tidak kelihatan lagi. Pada tahun 1944 didekat bekas sungai tersebut pernah dibuatkan waduk tetapi karena derasnya air hujan terpaksa tanggulnya putung dan hingga sekarang belum diadakan perbaikan lagi.Dukuh : Baran.Ceritanya adalah demikian : waktu mmasih berupa hutan ada seseorang bernama : Dulkusen memang sengaja bara disitu untuk babad hutan. Kemudian datang lagi seseorang yang bernama : Wonokarso.Begitu seterusnya berturut-2 datang beberapa orang lain berikut keluarganya yang juga untuk tujuan yang sama sehingga tempat tadi merupakan tempatnya orang bara. Setelah menjadi padukuhan lalu diberi nama Baran.Didekatnya pedukuhan ini terdapat rawa yang disebut pula rawa Baran.Dukuh : Tekik.Dukuh Tekik terletak disekitar Kantor Perwakilan Kali batur. Dahulu ditempat ini tedapat sepotong pohon tekik besar yang letaknya di tepi jalan. Karena rindangnya maka banyak orang yang bepergian berhenti disitu untuk berteduh. Demikian pedukuhan itu lalu dinamakan dukuh Tekik.

Page 12: BABAD TULUNGAGUNG

DESA : N G U B A L A N.Desa Ngubalan terdiri dari 2 padukuhan ialah :Ngubalan.Ngluweng.Dukuh Ngubalan.Kata Ngubalan diambil dari kata-2 bahasa Jawa “mobal” artinya : menyala.Adapun riwayatnya, ketika diadakan pembabadan hutan untuk dijadikan suatu pedesaan, maka kayu-2 hasil pembabadan dikumpulkan pada suatu tempat terbuka.Karena teriknya matahari kayu-2 yang suda kering tadi terbakar sehingga menimbulkan nyala api yang hebat.Mengingat kejadian itu maka yang babad pedukuhan tadi diberi nama Ngubalan.Disini terdapat pula sebuah kucur yang hingga sekarang terus memancarkan air dan dapat dipergunakan untuk mengairi sawah di desa Ngubalan.Dukuh : Ngluweng.Ditempat ini pada jaman dahulu terdapat sebuah sumber besar yang bentuknya seperti sumur (luweng).Sumber tadi sangat besar manfaatnya bagi daerah tersebut. Karena selain dipergunakan untuk air minum juga untuk pertanian. Mengingat bentuknya seperti luweng, maka pedukuhan tadi lalu diberi nama Ngluweng.DESA : SALAK KEMBANG.Desa Salak Kembang terdiri dari 2 pedukuhan ialah :Salakan dan Kembangan.Dahulu keduanya merupakan kelurahan dan masing-2 ada kepala desanya. Oleh sebab daerahnya tidak luas maka lalu digabungkan menjadi satu, demikian pula mengenai namanya. Kalau dahulu bernama Salakan dan Kembangan lalu dirubah menjadi Salak Kembang.Dukuh : Salakan.Apa sebab disebut-sebut dukuh Salakan, karena semenjak dahulu disitu terdapat sebatang pohon salak yang hingga kini masih hidup dan tak ada orang yang berani menebangnya.Yang menjadi cikal-bakalnya ialah : mBah Irodjojo, yang mana setelah meninggal dunia dimakamkan di dukuh tersebut.DESA SALAK KEMBANG tidak memiliki djalan perempatan sebagaimana desa – desa lainnya.DESA: J A B O N.Pedukuhannya ada 3 ialah : Jabon, Genengan, dan Karangsono.Adapun sebab-sebabnya dinamakan desa Jabon, karena waktu dahulu di tempat tersebut berdiri sebatang pohon jabon yang besar . Sedangkan dukuh Genengan ketika nasih berwujud hutan letaknya lebih tinggi daripada tanah sekitarnya (bahasa Jawa geneng). Adapun mengenai dukuh Karangsono, karena dahulu banyak pohonnya sono lalu diberi nama Karangsono.DESA : W I N O N G.Winong mula- mula adalah pedukuhan termasuk Desa Kresikan.Setelah diadakan pemecahan wilayah maka lalu dijadikan desa tersendiri ( 15/11-1968 ), meliputi 6 padukuhan ialah :Mongkrong, Branjang, Ngledok, Tumpak-Joho, Winong Ngambal.Masing- Masing padukuhan dukuhan mempunyai riwayat sendiri- sendiri :Dukuh : Mongkrong.

Page 13: BABAD TULUNGAGUNG

Pada jaman dibabadnya terdapat pohon kendal besar yang tumbuh ditepi sungai. Diantara akar-akarnya ada yang menjulur ke sungai. Dengan demikian maka pedukuhan tersebut dinamakan Mongkrong. (mengingat adanya akar yang menjulur ke sungai itu).Dukuh : B r a n j a n g.Sebabnya dinamakan Brajang, karena ketika masih berwujud banyak sekali rumputnya brajangan.Dukuh : N g l e d o k.Karena letak tempatnya rendah (ledok) maka dinamakan dukuh Ngledok.Dukuh Tumpakjoho.Diberi nama dukuh Tumpakjoho, karena letak daerahnya agak tinggi, nerupakan sebuah pucuk dan di atasnya tumbuh sebatang joho.Dukuh : Ngambal.Dahulu hutannya sangat lebat sehingga tidak sekaligus dapat dibabad, melainkan terpaksa berulang-ulang dikerjakan. Berulang-ulang yang dalam bahasa Jawa dikatakan “ambal- ambalan”. Oleh karena itu pedukuhan tersebut diberi nama Ngambal.Dukuh : W i n o n g.Nama Winong diambilkan dari nama sebatang pohon besar yang pada waktu dibabad terdapat di daerah tersebut.DESA : SUKOREJO.Desa Sukorejo terdiri dari 2 padukuhan ialah :Sukorejo dan Kedungdowo. Nama Sukorejo diambilkan dari nama sebatang pohon ialah pohon suko. Adapun sebabnya diberi nama tadi karena ketika masih berwujud hutan disitu banyak tumbuh pohon suko. Yang babad pertama ialah Pak Sedokromo. Inilah yang memberikan nama Sukorejo.Dukuh Kedungdowo.Pedukuhan ini dibabad oleh orang bernama :Redjowidjojo pada tahun 1825. Disitu ditemukan sebuah kolam yang memanjang.Setelah merupakan padukuhan maka oleh Redjowidjojo tempat ini diberi nama Kedungdowo, mengingat ada kedungnya yang panjang.DESA : REJOSARI.Rejosari adalah nama baru. Dahulu orang menyebutnya desa Bibir. Adapun ceritanya sebagai berikut :Ketika masih belum begitu ramai ada seorang wali yang singgah di sebuah rumah penduduk, karena kebetulan sedang hujan lebat. Kepada penghuni rumah itu berpesan bilamana nanti diadakan pemerintahan desa, tempat ini supaya disebut dengan Bibir.Maka ketika sudah mencapai 60 rumah lalu diadakan pilihan Kepala Desa. Yang terpilih sebagai Kepala Desa pertama ialah Kartonadi. Penduduk desa ingat akan pesanan wali tersebut. Dan menurut keputusan desa itu diberi nama Bibir.Kemudian penduduknya makin lama makin bertambah banyaknya desanya kelihatan maju.Oleh Assisten Wedana diadakan peninjauan dan kemudian diadakan penggantian nama desa. Mengingat bahwa keadaanya sudah ramai atau dalam bahasa daerahnya rejo, maka desa itu dinamakan Rejosari. Desa Rejosari terdiri dari 6 padukuhan ialah :Dukuh : Tumpakgedang.Sebabnya diberi nama Tumpakgedang karena di tempat ini banyak orang datang dari ngare untuk berjualan pisang.Dukuh : Lunggur- duwur.

Page 14: BABAD TULUNGAGUNG

Nama ini diambilkan dari letaknya daerah ialah disebuah lunggur yang tinggi.Dukuh : Kalimenur.Ketika masih bewujud hutan terdapat sebuah sungai yang ditepinya banyak tumbuh bunga menur.Oleh sebab itu lalu dinamakan Kalimenur.Dukuh : Kalilombok.Dinamakan Kalilombok karena setelah pembukaan hutan pertama-tama yang ditanamnya oleh yang babad ialah tanaman lombok.Dukuh : Tumpaknongko.Nama ini dipergunakan sebagai nama padukuhan karena di sini banyak tanamannya pohon nangka.DESA : KALIDAWIR.Dahulu di tempat ini banyak sekali sungainya sehingga hubungan antar blok dilakukan menyeberangi sungai yang banyak persimpangannya. Dari banyaknya persimpangan ini maka desa itu disebut orang Kalidawir (kali yang banyak bercabang). Semula desa Kalidawir termasuk wilayah Blitar.Kepala Desa yang pertama bernama : Pak Ronodipo bersal dari Lodoyo. Kalidawir mempunyai 6 padukuhan ialah :KalidawirNganggrekKalilumpangKrandeganBoto/ GenenganClangap / NgrowogebangDukuh : Kalidawir.Dahulu merupakan krajan (tempat Kepala Desa) tetapi kemudian lalu menjadi pedukuhan.Dukuh : N g a n g g r e k.Karena ketika babadnya banyak terdapat bunga angrek di tepi sungai maka pedukuhan ini lalu diberi nama Ngangrek.Dukuh : Kalilumpang.Nama Kalilumpang diambil dari keadaan daerah waktu dibabad, ialah di tengah-tengah sawah terdapat sebuah kedung yang bentuknya seperti lumping. Oleh sebab itu pedukuhan ini lalu disebut orang Kalilumpang.Dukuh : Krandegan.Ditempat ini terdapat sebuah gunung, terletak ditengah- tengah sawah yang dilingkari oleh sungai.Bilamana musim penghujan dan timbul banjir, banyak carang-carang dan sangkrah- sangkrah yang tak dapat hanyut, kemudian terhenti (kandeg) disekitar gunung ini. Oleh sebab itu tadi dinamakan dukuh Krandegan.Adapun gunungnya diberi nama gunung Kuncung.Dukuh : Boto/ Genengan.Daerah ini dahulu merupakan balong (tempat yang selalu ada airnya).Disini banyak terdapat binatang Kancil.Oleh sebab itu lalu dinamakan Balong Kancil.Ditengah- tengah balongan tersebut. Tanahnya agak tinggi (geneng) dan bentuknya seperti batu merah (bata).

Page 15: BABAD TULUNGAGUNG

Hingga sekarang lalu dinamakan dukuh Boto/Genengan.Dukuh: Clangap/ Ngrowogebang.Sebabnya dinamakan dukuh Clangap/Rowogebang karena bila ingin mengadakan hubungan ketetangga pedukuhan harus melaui clangap-clangap/balong-balong dan rawa-rawa. Ditepinya rawa tersebut banyak tanamannya gebang. Oleh karena itu daerah ini dinamakan Clangap/ Ngrowogebang.DESA : KALIBATUR.Desa ini terdiri dari 6 pedukuhan ialah : Papar, Ngembes, Dawung, Banaran, Darungan, Kalibatur.Apa sebab dinamakan Kalibatur, ada rentetan ceritanya ialah mengenai perjalanan seorang satriya. Demikianlah kisahnya :Pada jaman dahulu ada seorang satriya yang sedang mengembara dari arah timur menuju ke barat. Disebelah Kalibatur ia berhenti untuk berbuang.Setelah selesai, dicarinya air tetapi tidak ada sehingga terpaksa membersihkan dirinya dengan rumput (peper). Tempat ini lalu dinamakan Papar. Ia meneruskan perjalanannya menuju ke barat. Karena merasa lelah lalu beristirahat sambil mengeluarkan air mata (mbrebesmili).Tempat dimana ia berhenti ini dinamakan Ngembes.Selanjutnya ia berjalan terus dan karena terik matahari lalu berteduh di bawah pohon Dawung. Tempat dimana ia berteduh dinamakan dukuh Dawung.Kemudian meneruskan perjalanan lagi membelok ke arah timur. Disitu banyak dataran tanah yang luas (banar). Oleh sebab itu lalu dinamakan dukuh Banaran.Dari Banaran ia berbelok ke arah utara dan merasa bingung, dalam arti kedarung- darung karena tidak mengetahui jalannya lebih lanjut. Tempat ini diberi nama dukuh Darungan. Kemudian ia lalu berjalan menyusuri sungai. Tiba-tiba ia mendengar suara orang. Setelah naik kedaratan satriya ini mengatakan bahwa ia telah mendapatkan teman (batur) untuk bercakap-cakap. Tempat dimana ia menemukan batur ini dinamakan Kalibatur.DESA : B E T A K.Sebelum kecamatan Kalidawir dibentuk, desa Pagersari dan desa Njunjung (Kecamatan Sumbergempol) tergabung menjadi satu desa dengan Betak. Biamana mengadakan rapat, tempatnya adalah di Sanggrahan (Boyolangu).Tiap- tiap ada pertemuan orang lalu masak-masak dan di desa Betak ini tempatnya menanak nasi (bahasa Jawa betak/adang). Oleh sebab itulah maka tempat tersebut dinamakan desa Betak.Dukuh : Gondang.Asal mula diberi nama Gondang karena disini dahulu terdapat sebatang phon gondang yang besar.Dukuh : Karanglo.Ketika masih berwujud hutan terdapat sebatang pohon lo besar dan disini ada pesareannya seorang bernama : Mbah Nggolo..Dukuh : Manding.Dahulu di sini terdapat pohon krandingan.Untuk mudahnya orang menyebut manding dan dari kata-kata ini maka padukuhan tersebut diberi nama Manding.Dukuh : Sambirejo.Dahulu daerah tersebut merupakan hutan bambu yang umum disebut papringan. Setelah dibabad dan menjadi pedukuhan yang makin lama makin menjadi ramai (rejo) maka pedukuhan tersebut dinamakan Sambirejo.

Page 16: BABAD TULUNGAGUNG

Dukuh : Bonsari.Kata- kata ini diambil dari asal mulanya pedukuhan yang ketika belum dibabadi merupakan kebonsaren. Hingga sekarang pedukuhan ini diberi nama KEBONSARI.Demikianlah cerita orang mengenai riwayat terjadinya pedukuhan-pedukuhan disekitar daerah Kalidawir. nextTinggalkan Sebuah KomentarDitulis dalam Uncategorized Oleh: Drs Suprayitno | September 26, 2009

BAB V BUKU BABAD   TULUNGAGUNG BAB V

JAMAN KOLONIALISME BELANDAS.8 Jaman Peralihan ( 1800 – 1830)Tahun 1800-1830 kita namakan Jaman peralihan karena pada saat-saat itu terjadinya proses pemisahan pengusaan-penguasan daerah dari induk semangnya yaitu Kesunanan dan Kesultanan.Penamaan diatas sebenarnya hanya kita pakai untuk menyatakan bahwa pada saat-saat ini terjadi peralihan “pengemudi” politik daerah. Semula kegiatan sosial politik daerah-daerah tergantung pada kesunanan dan kesultanan.Benar VOC telah banyak berpengaruh terhadap kedua kerajaan ini tetapi nyatanya campur tangan didalam soal-soal daerah tidak nyata dapat nyatanya lihat. Hanya akibatnya yang dirasakan oleh rakyat di daerah-daerah atau di Kabupaten.Pemakaian istilah jaman Peralihan diatas memang kita sesuaikan dengan maksud penulisan buku ini, yaitu meninjau sejarah daerah dalam hal ini ialah daerah Tulungagung.Kedalam jaman ini termasuk jaman Pengaruh Perancis belnda yang pemegang kekuasaannya di Indonesia dijabat oleh H.W.Daendels. jaman Inggris, pemerintahan Indonesia dikemudikan oleh T.S.Raffles, jaman komisaris Jenderal (1616 – 1819) dilaksanakan oleh 3 orang yaitu Elout, Buyskus dan Van Der capellen. Dan yang terakhir Jaman Penyusunan kekuasaan kolonialisme Belanda di Indonesia tahun 1819 – 1830Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal daendals penderitaan rakyat Indonesia makin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya proyek-proyek pertahanan yang dilaksanakan oleh daendals memerlukan tenaga-tenaga rodi (kerja paksa) yang cukup banyak.Usaha daendals memperluas kekuasaan pada kerajaan-kerajaan Indonesia mengakibatkan makin berkurangnya hak dan kekuasaan raja-raja tersebut. Mereka mulai dipisahkan dari Bupati-Bupati bahwahannya dengan cara menjadikan bupati sebagai pegawai pemerintah.Usaha sentralisasi pemerintah mulai dilaksanakan sebab itu pada saat ini diadakan perubahan pembagian daerah terutama di Pulau Jawa. Jawa dibagi menjadi 9 karesidenan (prefectuur) yang dikepalai oleh prefect. Di Jogya dan Solo di tempatkan pegawai tinggi Belanda dengan pangkat minister yang derajatnya sama dengan Sultan dan Sunan.Bupati-bupati langsung dibawah kekuasaan prefect-prefect dan mereka tidak usah membayar upeti tetapi boleh memungut pajak yang hasilnya sebagai harus diserahkan kepada kepada pemerintah Belanda.Pengadilan mulai diadakan di kabupaten-kabupaten yaitu :Pengadilan rendah. Di tingkat karesidenan diadakan pengadilan menengah sedangkan mahkamah tinggi hanya diadakan di Semarang dan Surabaya. Kecuali itu bagi orang-*orang asing Barat dan asing Timur diadakan pengadilan tersendiri.

Page 17: BABAD TULUNGAGUNG

Untuk memperoleh keuangan Daendals memperluas penanaman kopi. Usaha-usaha lain dalam hubungan mencari uang dengan menjual tanah-tanah kepada fihak partikelir, monopoli garam, candu dan penyelenggaraan hutan-hutan jati.Daendals memperbesar kesengsaraan rakyat. Sebab itu kemungkinan dia ditarik kembali ke Eropa. Sebagai gantinya adalah Gubernur Jenderal Jansens (1811).Pada saat Jnssens berkuasa inilah datangnya Inggris menyerbu pulau jawa (1811).Masa pemerintahan Inggris (Raffles) Indonesia tidak ada bedanya dengan jaman Daendals. Penguasa-penguasa raja Kejawen (Jogja danSolo) dipaksa pula untuk diberikan hak-hak kekuasaanya. Bahkan daerah Jogya dikurangi untuk diberikan kepada Pangeran Notokusumo yang telah berjasa dalam membantu Inggris. Pangeran Notokusumo kemudian bergelar Paku Alam (1813).Raffles sebagai penguasa di Indonesia tidak menyetujui adanya sistem monopoli seperti pada jaman VOC sebab itu sebagai gantinya dia mengemukakan konsep baru mengenai perpajakan.Ketika terjadi perubahan politik di Eropa yang antaranya menghasilkan Konvensi London (1814) akhirnya Inggris harus lepaskan Indonesia dan dikembalikan pada Belanda. Untuk menerima penyerahan ini pemerintah Belanda membentuk panitia yang disebut Komisaris Jenderal beranggotaan 3 orang yaitu : Elqut, Buyskus dan Van Der capellen. Mereka mulai bekerjanya tahun 1816 – 1819. dan ternyata proses penyerahan itu tidak lancar karena raffles yang tetap ingin berkuasa di Indonesia itu mempersulit penyerahan tersebut.Tugas pokok komisaris jenderal ini mengambil oper kekuasaan dari Inggris, menyelesaikan urusan pemerintah, kepegawaian serta melaksanakan dasar-dasar pemerintahan baru di Indonesia.Hal lain yang penting yaitu memikirkan tentang modal dan tenaga partikelir bagi Indonesia, karena di negara Belanda telah banyak orang-orang kaya yang memiliki modal partikelir.Tahun 1819 tugas Komisaris Jenderal dianggap selesai dan van der Capellen tetap tinggal di Indonesia sebagai gubernur Jenderal (1819 -1826)Sehubungan dengan pelaksanaan dasar-dasar pemerintahan baru untuk Indonesia diadakanlah perubahan-perubahan mengenai kepegawaian tata usaha pemerintah. Di bawah Gubernur Jenderal bertindak sebagai badan pemerintah yaitu Residen selanjutnya Asisten Residen dan kemudian Kontrolir untuk penghasilan negeri.Bupati-bupati diangkat dan dipecat oleh Gubernur-gubernur atas usul Residen.Pada saat ini Bupati Ngrowo yang telah ditunjuk adalah R. M. T. Pringgodiningrat. Pada masa jalan dibangun pusat kota kabupaten baru yang terletak di sebelah timur sungai Ngrowo, yaitu juga sekarang menjadi pusat kota Tulungagung. Pada saat pembangunan pusat kota ini tidak dapat dilupakan bantuan keluarga Kyai Abu Mansur dari Tawangsari. Sebagai kepala desa perdikan dia merasa berhutang budi kepada Sultan dan keturunan-keturunannya yang telah menjadikan desa Tawangsari sebagai desa perdikan.Abu Mansur mengerahkan sebagian besar rakyatnya untuk pembangunan tersebut.Seperti yang telah kita uraikan pada bab yang lampau, bahwa pembangunan pusat kota ini tidak terlepas dari pola tradisional keraton, hanya di sana-sini ada perubahan sesuai dengan kebutuhan, seperti umpamanya tempat tinggal Assisten-Residen, Kontrolir dan sebagainya, yang letaknya perlu dipusat kota pula.Pendirian pusat kota ini terjadi pada tahun 1824, yang sebagai tugu peringatan didirikan patung-patung raksasa pada tiap-tiap dalan jurusan keluar kota, yaitu tepat di tapal batas kota. Bangunan ini sekarang dikenal sebagai “Retjo Pentung”.

Page 18: BABAD TULUNGAGUNG

Sebenarnya Retjo Pentung ini merupakan candrasengkolo memet (berwujud gambar) yang dengan kalimat berbunyi “Dwi raseksa si nabda Ratu” dan menunjukkan angka tahun Jawa 1752 atau tahun masehi 1824. Memang pada masing-masing tempat dimana patung-patung tersebut didirikan, ada dua buah retjo pentung di kanak kiri jalan. Di bagian selatan terletak di dekat desa Beji, di timur di desa Jepun, di utara di desa Kedungwaru dan di barat di desar Tertek / Kedungsoko. Tentang candra sengkala ini, arti, fungsi dan penempatan lukisan atau kalimatnya memang sesuai dengan peristiwa yang diperingati. Menurut kebiasaan Hindu-Budha, patung raksasa seperti retjo pentung itu disebut dwarapala yang penempatannya di pintu gerbang masuk komplek, percandian, istana ataupun kota. Sehingga kalau retjo pentung yang kita bicarakan di atas peletakannya kita katakana di tapal batas kota, kiranya tidak menyimpang dari arti kebiasaan-kebiasaan Hindu-Budha dahulu. Dan dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa luas pusat kota dewasa ini kurang lebih 1 km2.Bupati-bupati yang diangkat Gubernur Jendral mendapat gaji tetap dari pemerintah, tetapi mereka masih berhak mempekerja rodikan tenaga rakyat beberapa hari dalam setahun bagi tiap orang. Beban rakyat semacam ini disebut “pancen”.Susunan pemerintahan kabupaten saat ini terdiri dari Bupati yang dibantu oleh seorang patih. Di bawah Bupati adalah Wedana, selanjutnya Asisten Wedono yang dibantu oleh beberapa orang menteri.Modal partikelir, terutama modal orang-orang Cina dewasa ini memang sudah banyak ditanam di Indonesia. Penanaman itu terutama dalam bentuk pemborongan bea dan pajak, pemborongan tempat-tempat pembuatan garam, yang pada masa ini penjualannya menjadi monopoli pemerintah. Dalam hal pembuatan garam ini orang-orang Cina dapat mempekerja rodikan orang-orang di sekitar tempat-tempat pembuatan garam itu tanpa mebayar upah buruh.Penjualan garamnyapun dilaksanakan oleh pemborong-pemborong Cina tersebut. Kadang-kadang mereka mengambil untuk tidak tanggung-tanggung. Harga garam perkojan di pantai 25 ringgit, dijual ke dalam negeri (pedalaman sampai mencapai harga 140 ringgit perkojan.[1]Untuk tempat-tempat penyimpanan barang-barang dagangan atau hasil-hasil penarikan dari rakyat yang berupa hasil bumi didirikanlah oleh pemborong-pemborong tersebut gudang-gudang. Di daerah Tulungagung gudang-gudang semacam itu terdapat pula, yaitu gudang garam dan kopi yang letaknya di tepi sungai, di kompleks Pasar Wage sekarang.Melihat kenyataan-kenyataan semacam ini Van Der Capellen yang telah ditunjuk sebagai Gubernur Jendral di Indonesia tidak mau menjalankan prinsip-prinsip liberalisasi modal asing, seperti jang dianjurkan oleh pemerintah. Bahkan dia menunjukkan sikap konservatifnya dan mencabut izin-izin sewa menyewa tanah jang telah banyak dilakukan antara bangsawan-bangsawan Indonesia dengan golongan partikelir asing barat/timur.Seperti telah kita terangkan di atas, bahwa pengertian pegawai-pegawai Istana dan Bupati-bupati menyebabkan suratnya penghasilan mereka dan mereka boleh dikata tinggal memiliki gelar-gelar belaka. Jalan satu-satunya untuk menutup hanyalah menjual harta miliknya atau menyewakan tanah “lungguh” / apanage mereka kepada modal asing. Publikasi Van Der Capellen tahun 1823, yaitu larangan sewa menyewa tanah menimbulkan penderitaan yang hebat bagi bangsawan-bangsawan, karena mereka harus mengembalikan uang sewa yang telah diterimanya dengan perhitungan yang lebih tinggi dari yang diterimanya. Hal ini diantaranya yang menjadi sumber Perang Diponegoro (1825-1830).Perang ini meminta perhatian dan pengorbanan yang cukup banyak dari Belanda. Keadaan ini memaksa Belanda belum dapat campur tangan pemerintah daerah sepenuhnya. Baru sesudah

Page 19: BABAD TULUNGAGUNG

selesai perang, hal tersebut dapat dilaksanakan. Sesudah perang ini bahkan Sunan dan Sultan benar-benar dianggap sebagai Pegawai Negeri dengan menerima gaji dari pemerintah.Sesudah perang Diponegoro selesai, pengikut-pengikutnya yang tetap membenci Belanda banyak yang meninggalkan tempat tinggalnya dan pergi keluar daerah. Kebanyakan dari mereka ini kemudian mengganti namanya atau menghilangkan gelar-gelarnya yang biasa dipakai. Hal ini untuk menghindari agar tidak diketahui atau ditangkap oleh Belanda. Mereka pada umumnya hidup sebagai rakyat biasa, yang tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah Belanda. Di daerah Tulungagung juga kita jumpai orang semacam ini, yaitu yang dikenal dengan sebutan “Mbah LANGKIR”, bahkan dia dianggap sebagai wali, mungkin karena perbuatannya yang aneh-aneh, atau mungkin karena pernah mengajar mengaji. Setelah meninggal, orang ini dimakamkan di desa Winong. Di dekat bekas rumah kontroliran (tempat tinggal Bupati sekarang) ada bekas “pakipon” Mbah LANGKIR dan sampai sekarang tempat tersebut masih dianggap keramat. Kira-kira pada tahun 1948 tempat ini diperbaiki oleh Belanda.9. Jaman Tanam Paksa (Cultur Stelsel) 1830-1870Akibat Perang Diponegoro dan perang-perang lainnya di luar Jawa, ditambah dengan akibat pengaruh Perancis di negeri Belanda serta adanya perang-perang Eropa, keuangan negeri Belanda menjadi kosong. Sebab itu Indonesia yang merupakan negeri jajahan Belanda merupakan tempat untuk mencari keuntungan guna menutup hutang-hutang negeri Belanda.Rencana perubahan politik untuk daerah dijajahkan, sudah sejak tahun1827 disampaikan oleh Du Bus kepada pemerintahnya. Pokok-pokok rencananya sesuai dengan rencana Elout dan jelas bertentangan dengan rencana Van Der Capellen.Tatpi rupa-rupanya pemerintah Belanda masih ingin terus mempertahankan prinsip-prinsip yang pernah dilaksanakan VOC dahulu yaitu pengerukan kekayaan Indonesia untuk kepentingan negeri Belanda. Karena itulah rencana perubahan politik yang diterimanya adalah rencana yang dikemukakan oleh Van Den Bosch yang lebih sesuai untuk maksud-maksud tersebut. Rencana ini terkenal dengan sebutan “Cultur Stelsel” (Tanam Paksa).Van Den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jendral pada tahun 1827 dan tahun 1829 berangkat ke Indonesia. Dia tiba di Indonesia tahun 1830, tiga bulan sebelum perang Diponegoro selesai.Aturan-aturan menurut rencana Van Den Bosch itu termuat di dalam staatsblad tahun 1834.Menurut Van Den Bosch ketentuan-ketentuan menurut rencananya itu tidak bertentangan dengan adat kebiasaan di Indonesia, karena rakyat adalah penyewa-penyewa tanah pemerintah dan sebagai gantinya mereka hanya diwajibkan membayar pajak berupa sebagian dari hasil bumi yang harus diserahkan kepada pemerintah itu ditentukan jenisnya, yaitu barang-barang yang dibutuhkan oleh pasaran dunia.Pokok-pokok ketentuan Cultuur Stelsel itu antara lain sebagai berikut:1. Dengan anak negeri diadakan perjanjian bahwa sebagian dari tanah yang dikerjakan disediakan             untu menanam tanaman-tanaman yang hasilnya untuk pasaran dunia.2. Luas tanah yang disediakan 1/5 dari sekalian sawah desa.3. Pekerjaan untuk mengerjakan tanaman pemerintah itu tidak boleh melebihi pekerjaan untuk     mengerjakan sawahnya sendiri.4. Tanah yang disediakan untuk pemerintah bebas dari pajak.5. Hasil-hasil bumi yang telah disetor bila ditaksir harganya melebihi sewa tanah tanah yang         diperhitungkan, kelebihannya akan dikembalikan.6. Kerusakan tanaman yang terjadi karena bencana alam dipikul oleh pemerintah.7. Penduduk bekerja dibawah pimpinannya sendiri-sendiri dan pegawai-pegawai Eropa mengawasi agar pengerjaan, pemungutan dan pengangkutan hasil-hasil tanaman dapat

Page 20: BABAD TULUNGAGUNG

dilaksanakan sebaik-baiknya8. Pekerjaan penduduk dianggap selesai bila tanaman sudah masak, sedangkan pengerjaan selanjutnya     akan diatur oleh perjanjian-perjanjian lain.Aturan-aturan di atas memang mengharuskan pemerintah Belanda berhubungan langsung dengan daerah-daerahnya sampai kedesa-desa.Sebab itulah sesudah selesainya perang Diponegoro pemerintah Belanda segera mengadakan perubahan politik.Sunan / Sultan, harus tunduk kepada pemerintah Belanda dan mereka cukup menerima gaji sebagai pegawai negeri saja.Pada tahun 1831 dikeluarka penetapan notaries untuk residen-residen yang baru diambil alih dari Kesunanan dan Kesultanan. Komisi Penerima (Comisie Ontvangers) dengan beslit dan Gurbenur Jendaral tanggal 17-5-1831 No. 436 bertindak sebagai pejabat Pemerintah.Residensi-residensi yang diambil alih tersebut meliputi : Karesidenan Madiun, Bagelan, Bajumas dan Kediri.Kabupaten Ngrowo yang termasuk Karesidenan Kediri pada masaini dipimpin oleh Bupati R.M.T. Jajaningrat (putera Bupati Pringgodiningrat).Selanjutnya bupati-bupati diawasi lebih langsung lagi dan diminta untuk melaksanakan tugas-tugas lain disamping hanya menyediakan penyerahan paksa dari hasil produksi. Kontrolir-kontrolir juga dipekerjakan untuk mengawasi mereka dan dengan demikian diletakkan dasar bagi suatu sistem pemerintahan yang kekuasaannya meluas sampai kedesa-desa melalui penggunaan pengawas-pengawas pemerintah bangsa Indonesia.Bupati-bupati seperti halnya Bupati Ngrowo di Tulungagung mau tidak mau harus menjalankan ketentuan-ketentuan diatas.Bukan hasil pertanian saja sekarang yang diatur oleh Pemerintah Belanda, melainkan juga hukum dan tata tertib, kesehatan dan pemeliharan kesehatan, pekerjaan umum, gedung-gedung pemerintah, dan segi-segi lain dari kehidupan desa, yang sebelumnya tidak pernah mendapat campur tangan yang berarti.37 Peraturan-peraturan tentang Cultuur Stelsel ini tidak memberatkan rakyat, tetapi dalam praktek kerjanya banyak menyimpang dari ketentuan-ketentuan, sehingga penderitan rakyat tetap berat bahkan makin meningkat dibanding dengan masa-masa sebelumnya.Perjanjian-perjanjian dengan rakyat mengenai pemakaian tanah yang ditanami oleh pemerintah tak pernah diadakan. Luas tanah yang ditanami tidak hanya 1/5 bagian, bahkan sampai ½ bagian dan dipilih tanah-tanah yang subur. Waktu bekerja yang dibebankan kepada rakyat melebihi waktunya untuk mengerjakan sawahnya sendiri.Kadang-kadang rakyat harus bekerja berminggu-minggu pada jarak yang jauh dari rumahnya.Makan minum dan kebutuhan-kebutuhan primer yang lain harus disediakan sendiri.Dalam hubungan penanaman tebu, rakyat harus berodi untuk membuat terusan-terusan, parit-parit, menebang kayu, membuat batu merah, genteng dan sebagainya untuk keperluan pembuatan pabrik-pabrik.Sedang pajak tanah masih terus dipungut karena pemborong-pemborong masih berani membayar tinggi. Singkatnya segala peraturan mengenai Cultuur Stelsel menjadi aturan paksaan.Cultuur procenten mendorong mereka untuk memeras rakyat.Hasil bumi yang sangat dipentingkan pada masa itu adalah Tebu, Teh, Tembakau, lada, kayu manis, dan nilai juga ditanam. Perintah penanaman tanam-tanaman diatas dikeluarkan oleh Gurbenur Jendral, dengan beslit tanggal 30-03-1832 No. 3 (Stbl. 1832). Dan dikaresidenan Kediri percobaan penanaman diadakan didaerah Blitar. Penanaman tebu mulai diadakan saat ini

Page 21: BABAD TULUNGAGUNG

didaerah Tulungagung, yaitu disepanjang daerah aliran sungai Brantas dan sungai Ngrowo. Pada tahun ini pula pemerintah menentukan bahwa pajak harus dibayar dengan kopi. Hal ini menunjukkan bahwa pasar dunia pemerintah mulai naik. Daerah karesidenan Kediri penanaman kopi ini mulai diperintah tahun 1833 (Stbl). Tiap daerah, atas perintah Residen harus dapat menghasilkan yang nilainya dua gulden perkapita. Dalam hubungan ini pemerintah Belanda mengetahui bahayanya modal China. Sebab itu bagi mereka diadakan larangan melakukan pekerjaan pertanian.Hal ini mungkin pula dikhawatirkan makin meningkatnya pemerasan terhadap rakyat. Bahkan untuk mencegah kebebasan bergeraknya modal mereka diadakanlah peraturan tentang pajak penghasilan bagi orang-orang China (Stbl. 1832).Orang-orang China pada tahun 1846 memeperoleh kebebasan berdagang memasuki kota-kota karesidenan dan kabupaten. Bahkan akhirnya mereka boleh menetap didaerah pula.Kegiatan mereka dibidang perdagangan terutama memeperdagangkan barang-barang tekstil dan kelontong dan barang-barang impor lainnya.Disini mereka bertindak sebagai penerus barang-barang impor dari pemerintah untuk disebarkan kepada rakyat. Kecuali itu orang-orang China ini juga ada yang memperdagangkan hasil-hasil bumi yang tidak dilarang oleh pemerintah, dan kebutuhan minyak bakar atau lain-lain yang dituntut rakyat, mereka layani dalam bentuk perdagangan biasa.Pengambilan sarang burung, yang dulu banyak diborong oleh orang-orang China mulai pula diadakan larangan. Cultuur Stelsel disamping membawa perubahan sistim pemerintahan sampai ke desa-desa, juga merupakan pendorong merembesnya perekonomian uang dan barang-barang impor sampai ke desa-desa. Orang-orang China sebagai perantaranya.Pemerintah mulai mengeluarkan uang kertas dan uang logam seri Javasche Bank sejak tahun 1832 (Stbl.).Untuk meningkatkan kegiatan pelaksanaan Cultuur Stelsel pemerintah mengeluarkan penetapan (Stbl.1836) tentang pemeriksaan tanam-tanaman di Jawa Timur oleh bupati-bupati.Mereka harus benar-benar giat mengawasi penanaman didaerahnya masing-masing. Kemunduran tanaman atau produksi didaerah dapat membawa turunnya pangkat mereka.Masa yang benar-benar dirasakan berat oleh pejabat-pejabat daerah dan rakyat terjadi sekitar tahun 1830 sampai dengan tahun 1850, yaitu masa yang meliputi taraf yang mempersiapkan sampai taraf memuncaknya nafsu memperoleh hasil sebanyak-banyaknya bagi pemerintah Belanda. Antara tahun 1848 sampai 1850 terjadi kelaparan beberapa kali di Jawa Tengah, karena adanya paceklik yang hebat sebagai akibat petani-petani banyak meninggalkan sawah sendiri, tidak sempat memelihara tanaman padinya.Di daerah Grobongan menurut perhitungan 90 % penduduk meninggal karena kelaparan.Jumlah penduduk didaerah itu 89.500 orang sisanya tinggal 9000 orang.38Pada saat ini rakyat benar-benar tertekan ekonomi rumah tangganya, Mereka tidak mampu mengadakan gerakan-gerakan pemberontakan yang berarti. Memang dibeberapa daerah ada gerakan kecil-kecilan seperti pembakaran kebun tebu dan lain-lain, tetapi tenaga sudah lemah sehingga sambutan tidak ada. Meskipun demikian penguasa-penguasa daerah yang merasa senasib-sepenanggungan dengan rakyatnya sedapat-dapatnya berusaha menghidupkan jiwa perjuangan dan ketabahan dalam menghadapi penderitaan-penderitaan.Usaha R.H.T Djajaningrat bersama rakyat mendirikan Masjid kota tahun 1847 kiranya dapat kita nilai sebagai usaha menghidupkan jiwa perjuangan dan ketabahan rakyat daerah Ngrowo. Disamping sebagai kelengkapan susunan kota kabupaten bangunan ini merupakan tempat berkumpulnya ulama-ulama dan santri-santri. Dan disinilah kiranya dapat dihidupkan mental

Page 22: BABAD TULUNGAGUNG

keagamaan dan ketabahan di dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Bahkan lebih dari itu, kemungkinan adanya tempat berkumpul ini diharapkan menimbulkan kembali jiwa perjuangan melawan kelaliman. Djajaningrat tentu tidak melupakan perjuangan salah seorang familinya (yaitu Pangeran Diponegoro) yang perjuangannya melawan Belanda tidak terlepas dari mental agama. Demikian pula diwilayah kekuasaannya sendiri ada suatu desa perdikan, yaitu Tawangsari, dimana di desa ini rakyat yang memiliki mental keagamaan yang kuat tetap menolak campur tangan Belanda di daerahnya.Hal ini tentu merupakan pendorong bagi Djajaningrat untuk membangun tempat ibadah itu. Dan mengenai pembangunan ini tentunya bukan atas kehendak atau bantuan pemerintah Belanda, karena disepanjang lembaran-lembaran Staatsblad atau beslit-beslit tidak kami jumpai mengenai hal pembangunan tempat ibadah ini. Pembangunan ini tentu atas prakarsa pimpinan daerah dibantu oleh rakyatnya.Bagaimanapun beratnya tekanan ekonomi rakyat dewasa itu bukanlah menjadi penghalang tidak terbangunnya Masjid itu sebab sampai kinipun masih dapat kita saksikan fanatisme agama dapat mengesampingkan segala-galanya.Undang-undang Dasar Negeri Belanda sejak tahun 1814 sampai dengan tahun 1848 menetapkan bahwa raja mempunyai hak penuh atas pemerintahan di negeri masing-masing jajahan, sehingga pemerintah yang diberikannya kepada Gubernur Jenderal dan pelaksanaannya dinegeri jajahan, Dewan Perwakilan rakyat tidak perlu mengetahui. Malahan keuntungan kepada negeri Belanda, tiap tahun Twede kamer (Badan Perwakilan Rakyat) menerima untung / uang dari Indonesia dengan tidak boleh menanyakan dengan cara apa uang itu diperolehnya.39Perubahan UUD Negeri Belanda yang terjadi sesudah tahun 1848 adalah karena pengaruh Revolusi Pebruari di Eropa dimana golongan Liberal memperoleh kemenangan. Di negeri Belanda-tokoh Liberal yang menentang politik jajahan dewasa itu adalah Buron Van Hoevell, yang pokoknya mendesak agar pemerintah memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia. Gubernur Jenderal harus melindunginya dari tindakan sewenang-wenang.Kemenangan golongan Liberal ini bagi Indonesia baru tampak dengan terbentuknya Regerings Reglement (P.P untuk daerah Jajahan). Pokok-pokoknya antara lain menyebutkan bahwa rakyat harus dilindungi dari tindakan sewenang-wenang penetapan kerja paksa dan penetapan pajak dan sebagainya.Di samping itu hal yang sangat penting bagi golongan Liberal sendiri ialah izin penyewaan tanah kepada kapitalis-kapitalis guna menanamkan modalnya di Indonesia.Meskipun sudah ada peraturan demikian golongan Liberal-masih belum dapat menghalang-halangi diteruskannya Cultuur Stelsel karena kenyataannya negeri Belanda masih belum dapat melepaskan politik batig saldo (mencari kelebihan untung).Atas pengaruh penulis-penulis dari golongan Liberal, akhirnya Cultuur Stelsel sedikit demi sedikit diperlunak dan dikurangi.Di atas telah kita kemukakan bahwa tahun 1846 orang-orang China dengan beslit GG tanggal 29 Agustus 1846 No. 7 (Sttl) di perkenankan msuk dan menetap didaerah-daerah kabupaten; mereka bergerak dalam bidang perdagangan eceran. Disamping itu juga masih menjadi pemborong-pemborong pengangkutan barang-barang hasil bumi dari daerah pedalaman.Gudang-gudang mereka didirikan ditempat-tempat tertentu, seperti di Bandar-bandar sungai tempat hasil pertanian akan dikirim keluar atau tempat membongkar barang impor untuk daerah-daerah. Di daerah Ngrowo bandar-bandar semacam ini kita dapati sungai Ngrowo antara lain yang terdapat di desa Kutoanyar sekarang dan di desa Plandakan, disebelah utara jembatan

Page 23: BABAD TULUNGAGUNG

Grobogan Mangunsari. Sampai masa akhir-akhir ini bekas-bekas peninggalan itu masih dapat kita lihat berupa gudang minyak dan sebagainya. 40Orang-orang China pada zaman ini sudah mempunyai modal yang kuat yang dipupuk sejak masa-masa sebelumnya (VOC). Atas kesanggupan mereka menyesuaikan diri pada setiap ada perubahan politik, dan kemampuan mereka menggunakan uang untuk kepentingan ekonomi mereka, sampai dewasa ini mereka mempunyai kedudukan sosial-ekonomi yang relative lebih tinggi dari penduduk asli pada umumnya.Tepatnya berkembang orang-orang China didaerah-daerah itu rupa-rupanya mendapat perhatian pemerintahan Belanda pada saat iu. Di kabupaten Ngrowo pada tahun 1861 (beslit G.G. tanggal 27 Maret 1861 No. 39- stbl) ditetapkan adanya pengurus untuk orang-orang China, yiatu seorang letnan China. Pada saat ini pejabat bupati di Tulungagung (Ngrowo) yaitu R.M.T Soemodiningrat (putera Djajaningrat yang menjabat tahun 1856 – 1864. pada masa pemerintahannya, di kabupaten Ngrowo ditetapkan adanya seorang menteri kali yang berkedudukan di desa Pakis (Beslit G.G 22/1-1965 No. 3 Stbl). Tugasnya adalah mengatur pembersihan sungai Ngasinan dari desa Ngasinan sampai Tulungagung. 41 Karena di Tulungagung – terletak gudang-gudang kopi dan garam pemerintah (dikompleks Pasar Wage sekarang).Pada masa Bupati ini pula kabupaten Ngrowo dibagi menjadi dua distrik (1864 stbl), yaitu distrik kota Tulungagung dan distrik Ngunut. Di distrik Ngunut ditempatkan seorang kepala distrik (Wedana), seorang Mantri-Polisi, seorang Mantri Kopi dan tiga orang Djogokarso.Pengganti Bupati ini adalah Raden Tumenggung Djojoatmodjo (1864-1865). Dia tidak lama memerintah. Penggantinya ialah Raden Tumenggung Gondokoesoemo, yaitu putera Bupati Soemodiningrat, menjabat tahun 1865 – 1879.Pada masa rakyat Indonesia sangat menderita, Hultatuli (Douwes Dekker) bekas residen di Lebak (Banten) sngat berjasa bagi rakyat Indonesia, karena dia membeberkan hal kesengsaraan rakyat dalam buku yang bernama max Havelaar, sehingga banyak orang-orang Belanda mengakui kebenaran adanya kesengsaraan yang timbul oleh Cultuur Stelsel. Sebab itu pada masa Fransenvan de Putte menjadi menteri jajahan (1863 – 1866) diadakan perbaikan-perbaikan antara lain penyerahan wajib cengkeh dan pala di Maluku dihapuskan. Penanaman paksa yang lain dihapuskan pula, kecuali tebu dan kopi. Demikian pula culture procenten dihilangkan.Dari jenis-jenis tanaman yang paling akhir penghapusannya adalaha tanaman kopi, yaitu tahun 1915. Sedang tebu dihapuskan tahun 1870. Karena itu sehubungan dengan kenyataan ini maka pabrik gula di Tulungagung, yaitu pabrik Mojopanggung yang didirikan pada tahun 1852 masih tetap berjalan terus sebagai tempat pengolahan hasil-hasil tebu di daerah ini. Direksi pabrik yang terkenal adalah tuan Dinger. Setelah dia meninggal anak perempuannya yang menggantikan pemimpin pabrik tersebut. Pabrik gula Kunir (Ngunut) didirikan pada tahun 1927.Pada tahun 1912 Nona Dinger yang mempelopori eksplotasi marmer dan gamping di daerah selatan. Nona ini bernama L.C. Dinger yang oleh rakyat lebih dikenal dengan sebutan “Nyah kontring”.42Pada tahun 1864 dikeluarkan oleh pemerintah Belanda Undang-undang keuangan (Comptabliteits wet) dimana ditentukan bahwa anggaran keuangan untuk daerah jajahan (Indonesia) harus ditetapkan oleh Staten Generaal. Ini berarti bahwa Staten Generaal dapat langsung mengontrol soal-soal keuangan daerah jajahan.Penghapusan tanam paksa tebu terjadi setelah keluar Undang-undang Gula (1870) dan sejak itu pabrik-pabrik dan cara pengesahannya diambil alih oleh modal asing.

Page 24: BABAD TULUNGAGUNG

Selama berlangsungnya Cultuur Stelsel sering terjadi kerusuhan-kerusuhan yang ditimbulkan oleh rakyat yang merasa tertekan – ekonominya atau karena berat kewajiban-kewajibannya. Hal-hal semacam ini oleh pemerintah Belanda ditindak dengan kejam tanpa peradilan. Kantor pengadilan untuk kota-kota afdeling di Jawa dan Madura baru diadakan pada tahun 1866 (beslit GG. Tgl. 31/12-1866-Stbl). 43Hal ini sebenarnya dapat kita mengerti bahwa tidak lain adalah karena pengaruh golongan Liberal.Kerusuhan-kerusuhan yang disimpulkan oleh rakyat itu terutama terjadi di luar kota, seperti pada kebun-kebun tebu, kopi dan hutan-hutan. Sebelum dibentuk kantor Pengadilan memang pemerintah Belanda telah mengeluarkan instruksi untuk mengawasi hutan yang lebih ketat (beslit G.G. tgl. 14/6-1866 Stbl).Untuk daerah Ngrowo hutan-hutan yang harus diawasi secara teratur sebagai berikut :a. Distrik pakunjen, meliputi hutan: Tjatut, Telungsung, Sramanan, Djatiredjo, Retjoguru, Grendjeng, Djatiprahu, Gilingsem, Lungurbuntung, Taming, dan Balang.b. Distrik Kalangbret, hutan : Djatiwekas dan Kamal.c. Distrik Ngunut, hutan : Djatidowo, Suramenggalan, Djamblang, Patak-banteng, Remang dan Bandjaredjo.Cultuur Stelsel benar-benar lumpuh sejak dikeluarkannya Undang-Undang Tanah (Agranisohe Wet) pada tahun 1871, dimana modal-modal asing dapat bergerak beban terutama dalam bidang pertanian dan perkebuna

Page 25: BABAD TULUNGAGUNG

SMK PGRI 3 TULUNGAGUNG

NAMA KELOMPOK: 1. ANIS FITRIANI 2. SEFIK RATIH SAPUTRI 3. AMIN ROBANA

4. LILIS SUGIANTO P.