BAB_9_KDKNI

download BAB_9_KDKNI

If you can't read please download the document

Transcript of BAB_9_KDKNI

BAB 9 WARGA NEGARA DI ERA GLOBALISASIPendahuluan Dewasa ini, warga negara dihadapkan kepada perkembangan jaman yang berjalan sangat cepat. Terlebih dalam era globalisasi sekarang ini, yang menyentuh berbagai bidang kehidupan bangsa (politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya) telah membawa dampak yang sangat dalam terhadap berbagai level kehidupan, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam konteks globalisasi tersebut, warga negara memainkan peranan penting atau strategis terutama berkaitan dengan upaya memanfaatkan kemajuan pesat tersebut untuk kepentingan aktualisasi segala kompetensi yang dimiliki warga negara. Di samping itu, kemampuan warga negara sangat diperlukan untuk mengantisipasi berbagai masalah global atau isu-isu global yang muncul dalam eskalasi yang tinggi. Ketergantungan global yang semakin tinggi dan intens yang melibatkan antarbangsa di seluruh dunia ini, menghendaki keterlibatan warga negara di seluruh dunia untuk secara aktif mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi bersama.

Makna GlobalisasiBukan rahasia lagi kalau saat ini dunia sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat dan negara. Batas-batas teritorial antarnegara yang sebelumnya menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam konteks hubungan antarbangsa dan negara, kini hal itu tidak menjadi kendala yang berarti. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam eskalasi yang tinggi terutama teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi telah menyebabkan batas-batas atau sekat-sekat geografis antarnegara dan bangsa seolah tak nampak lagi. Pantas, kalau banyak

1

pihak mengatakan bahwa kecenderungan kehidupan bangsa dan negara saat ini mengarah kepada terbentuknya suatu masyarakat global (global village). Marshall McLuhan mengkonseptualisasikan global village yang dimaknai sebagai sebuah proses homogenisasi jagat sebagai akibat dari kesuksesan system komunikasi secara keseluruhan. Saat ini, betapa mudahnya orang melakukan komunikasi jarak jauh, tidak hanya antarkota melainkan antarnegara yang lokasinya sangat berjauhan. Bahkan, saat ini tidak jarang para petinggi negara mengadakan pertemuan dengan staf pembantunya (misalnya menteri) melalui teleconference atau konferensi jarak jauh dengan maksud untuk memantau keadaan atau situasi dalam negeri, baik keadaan politik maupun ekonomi, dan sebagainya. Demikian pula, komunikasi dapat dilakukan melalui media internet yang dalam waktu yang relatif singkat, dapat diperoleh informasi atau berita-berita aktual yang terjadi di belahan penjuru dunia ini. Itulah gambaran kehidupan saat ini, kehidupan yang serba menglobal dalam berbagai aspek atau dimensi kehidupan manusia. Inilah yang disebut dengan globalisasi (globalization). Secara etimologis, globalisasi berasal dari kata globe yang berarti bola dunia, sedangkan akhiran sasi mengandung makna sebuah proses atau keadaan yang sedang berjalan atau terjadi saat ini. Jadi, secara etimologis, globalisasi mengandung pengertian sebuah proses mendunia yang tengah terjadi saat ini menyangkut berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara-negara di dunia. Di Perancis, globalisasi dikenal dengan istilah mondialisation. Sementara di Jerman dikenal dengan sebutan istilah globaliserung. Secara konsep memang berbeda, namun pada dasarnya mengandung pengertian yang tidak berbeda, yakni proses yang mendunia dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan negera dan bangsa di penjuru dunia ini. Alwi Dahlan (1996) mengetengahkan makna globalisasi yang didekati dari dua pemaknaan, yaitu : pertama, globalisasi diartikan sebagai sebuah proses meluas atau mendunianya kebudayaan manusia, karena difasilitasi mendia komunikasi dan informasi yang mendukung kearah perluasan kebudayaan itu. 2

Dalam konteks ini globalisasi merupakan proses meluasnya jangkauan wilayah budaya atau nilai budaya masyarakat yang menjadi milik seluruh bangsa dan negara. Lebih lanjut ditegaskan, bahwa globalisasi pada intinya mengembangkan perusahaan global yang dapat masuk ke mana-mana dan tidak akan terhambat oleh kekuasaan negara bangsa yang akan berakhir; perusahaan lebih kenyal dan efisien daripada negara, dan karena itu lebih lincah mengglobal. Yang kecil lebih kenyal dan lincah dibandingkan yang besar, karena itu organisasi yang besar akan pecah-pecah, baik dunia usaha maupun negara. Pemaknaan kedua, globalisasi diartikan proses menyempitnya ruang gerak budaya manusia. Tentu saja, kata sempit di sini bukan berarti dunia yang mengecil atau mengkerut, namun jarak atau batas-batas geografis menjadi sesuatu hal yang tidak berarti, bahkan terasa dekat sekali. Ada istilah yang saat ini dikenal yaitu electronic proximity, artinya kedekatan elektronik, dimana jarak tak lagi menjadi hambatan berarti untuk menjalin komunikasi antarwarga di belahan penjuru dunia ini. Dalam kaitan ini, Ronald Robertson (1992) mengatakan bahwa globalisasi merujuk pada kenyataan dunia yang semakin rapat dan cepat-rapat-singkat antarmanusia dari berbagai belahan dunia. Lodge (1993) mengetengahkan pengertian globalisasi yang lebih menekankan kepada dimensi kedekatan antarnegara bangsa yang didorong oleh informasi, perdagangan, dan modal, serta dipercepat dengan kemajuan teknologi. Lebih lanjut ia menegaskan : . a process forced by global flows of people, information, trade and capital. It ia accelerated by technology, which is driven by only a few hundred multinational corporations and may be harmful to the environtment. There in lies the conundrum of wheter it is wise to leave globalization in the hands of these few corporations, or might it not make more sense to seek greater involvement from the global community. Berdasarkan pendapat Lodge di atas, globalisasi merupakan suatu proses untuk meletakkan dunia di bawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh batas-batas geografis sebuah negara. Hal ini berimplikasi kepada keterbukaan 3

antarnegara untuk dimasuki berbagai informasi yang disalurkan secara berkesinambungan melalui teknologi komunikasi dan informasi (information technology), seperti internet atau media elektronik lainnya. Seorang pakar komunikasi yakni Alwi Dahlan (1996) mengatakan bahwa proses globalisasi berjalangan dengan sangat cepat, sehingga mendorong perubahan para lembaga, pranata, dan nilai-nilai sosial budaya (social and culture values). Dampak lebih lanjut globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan tingkahlaku, seperti gaya hidup (life style) dan struktur masyarakat menuju kearah kesamaan (convergence) global yang dapat menembus batasbatas etnik, agama, daerah, wilayah, bahkan negara. Seorang ahli sejarah yaitu Sartono Kartodirdjo (1993) memaknai globalisasi yang ditinjau dari sudut pandang sejarah. Beliau menegaskan bahwa terdapat persitiwa-peristiwa dalam sejarah dunia yang meninggalkan proses globalisasi antara lain : Ekspansi eropa dengan navigasi dan perdagangan; Revolusi industri yang mendorong percarian pasaran hasil industri; Pertumbuhan kolonialisme dan imperialisme; Pertumbuhan kapitalisme; Pada masa pasca Perang Dunia II meningkatlah telekomunikasi dan transportasi mesin jet. Berdasarkan telaahan tentang pengertian globalisasi sebagaimana dikemukakan di atas, selanjutnya dapat ditegaskan bahwa globalisasi merupakan sebuah proses mendunianya sebuah kebudayaan, baik disengaja maupun tidak, yang dapat memberikan pengaruh kepada sikap dan perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, terutama tersedianya fasiliras media komunikasi dan informasi serta transportasi, yang dapat memperpendek atau memperdekat jarak-jarak batas territorial antaregara di belahan dunia ini. Dalam konteks terjadinya globalisasi yang menyangkut berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, penting disimak pendapat Arjun Appadurai (1991) dalam bukunya Global Culture yang mengatakan bahwa proses globalisasi budaya dapat dilihat dalam lima dimensi, 4

yaitu (1) ethnoscape, yakni mengalirnya para imigran dan para turis ke berbagai negara; (2) technoscape, yakni terciptanya mesin-mesin dan pabrik yang dibuat di berbagai negara; (3) finanscape, yakni mengalirnya arus pertukaran uang dan saham di pasar bebas; (4) mediascape, yakni melimpahnya arus informasi yang datang lewat media ke berbagai negara; (5) ideoscape, yakni derasnya gerakan ideologis, terutama yang diinspirasi ide-ide pencerahan barat seperti kebebasan, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan kesejahteraan. Mencermati pandangan Appadurai tersebut, Dedy Djamaluddin Malik menegaskan bahwa kelima dimensi dalam globalisasi budaya itu, daya infiltrasinya semakin tajam seiring dengan keberagaman dan kecanggihan teknologi media. Karena itu, media massa sering dijadikan alat manipulasi sehingga tercipta apa yang disebut mass mind atau jiwa massa sesuai dengan ideologi yang ada di balik beroperasinya media tersebut.

Proses GlobalisasiBerbicara tentang proses globalisasi, terhadap setidaknya enam jalur atau saluran yang dapat dijadikan sebagai sarana globalisasi, yaitu jalur teknologi komunikasi, teknologi informasi, teknologi kendali, perdagangan internasional, pendidikan, dan organisasi internasional. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang jalur-jalur dalam proses globalisasi itu, berikut dijelaskan lebih rinci masing-masing jalur tersebut : a. Jalur Teknologi Komunikasi Menurut Alwi Dahlan (1996) bahwa teknologi komunikasi merupakan pendorong utama (push factor) globalisasi, yang dapat menghasilkan berbagai produk baru yang dapat mempermudah, mempercepat, dan mempermurah hubungan antarmanusia (human relation). Kemajuan teknologi komunikasi tersebut terdapat dalam segala tahap komunikasi; -semenjak pengiriman pesan (sending the message) (misalnya via pemancar, pesawat telepon, ponsel, dsb), 5

penyaluran dan penyampaian/distribusi (misalnya teknologi satelit, seluler, laser, serat optic, dsb), serta penyajian atau penampilan pesan komunikasi (LCD player, HDTV, TV Plasma, telepon-fax yang sekaligus berfungsi sebagai foto copy-scanner-printer). b. Jalur Teknologi Informasi Alwi Dahlan (1996) mengatakan teknologi informasi ini dari tahun ke tahun menciptakan produk yang semakin kecil, makin hemat energi namun memiliki kapasitas atau kemampuan yang semakin besar, sanggup melakukan fungsi atau jenis pekerjaan yang semakin banyak dalam memproses dan memanipulasi informasi, baik mengolah, menyimpan, maupun menampilkan data dan informasi. Sekarang ini sedang popular alat-alat elektronik dengan menggunakan teknologi digital, seperti kamera digital, tv digital, dan sebagainya, yang mampu menyimpan data serta mengolah informasi lebih cepat dan akurat. Dalam kaitan teknologi informasi ini, patut ditelaah pendapat seorang peramal masa depan (futurolog) yang sangat terkenal yakni Alfin Toffler, yang mengatakan bahwa siapa yang menguasai informasi, maka ia akan menguasai dunia. Statement atau pernyataan Toffler tersebut disampaikan berkenaan dengan era kehidupan saat ini yakni era masyarakat informasi, yang mensyaratkan kemampuan setiap orang untuk mencari, mengolah, menemukan, dan menerapkan informasi untuk kehidupannya. c. Jalur Teknologi Kendali Manusia merupakan pengguna (user) teknologi yang diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia. Teknologi kendali memberi kemampuan kepada pemakai atau user untuk mengatur atau mengendalikan berbagai peralatan seperti peralatan/piranti keras (hardware) dan peralatan/piranti lunak (software) atau alat komunikasi dan informasi dari

6

jarak jauh; memungkinkan orang mengendalikan peralatan dari jarak jauh, mengolah informasi dari tempat lain. Sebagai contoh peluncuran peluru kendali dilakukan dari tempat yang jauh dan mungkin dirahasiakan ke publik, dengan menerapkan teknologi kendali, dimana pengoperasian peralatan tersebut dilakukan dari jarak jauh. d. Jalur Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam konteks globalisasi merupakan salah satu saluran yang cukup efektif dalam melakukan globalisasi budaya. Dalam perdagangan internasional tersebut, tidak hanya terjadi pertukaran barangbarang atau benda-benda ekonomi yang diperjualbelikan, melainkan terjadi pertukaran nilai budaya (culture value), kebiasaan atau ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya perusahaan transnasional atau dikenal dengan TNC (Transnational Corporation) atau dikenal pula dengan MNC (Multinational Corporation), merupakan salah satu cirri pokok terjadi globalisasi dalam bidang ekonomi, yang dalam kenyataannya akan berimbas kepada perubahan sikap, nilai, dan perilaku warga masyarakat di mana perusahaan tersebut berada. Sebagaimana diketahui bahwa dalam hubungan internasional (international relation), pola perdagangan internasional menyebabkan adanya pertukaran dagang, teknologi, maupun kebudayaan. Hal tersebut selanjutnya berdampak terhadap pertukaran kebudayaan (cultural exchange) yang melibatkan negaranegara yang berinteraksi melalui perdagangan tersebut. Semakin intens hubungan perdagangan tersebut, maka semakin besar pula terjadinya pertikaran nilai-nilai kebudayaan yang terjadi antara negara tersebut.

e. Jalur Pendidikan

7

Dalam

konteks

globalisasi,

pendidikan

berperan

strategis

untuk

meningkatkan daya saing bangsa dalam percaturan internasional. Porter menyatakan bahwa pada dasarnya setiap negara memiliki dua jenis keunggulan yakni keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif (comparative advantages) berkenaan dengan ketersediaan sumber daya alam (natural resource) dalam suatu negara. Sedangkan keunggulan kompetitif (competitive advantages) berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia (human resource) yang handal dan berkualitas. Dewasa ini, seiring dengan iklim kompetisi antarbangsa yang sangat ketat sebagai ciri dari globalisasi, keunggulan kompetitif memberikan pengaruh yang sangat besar dalam mendorong dan meningkatkan daya saing bangsa. Dengan pendidikan yang dilaksanakan dengan baik, akan menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan dinamis, yang menjadi syarat mutlak dalam meningkatkan daya saing bangsa. Harold G. Shane, mengatakan bahwa pendidikan sangat penting untuk menata masa depan suatu bangsa, karena lewat pendidikanlah akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial yang muncul dalam kehidupan masayarakat dan negara. Selanjutnya Harold G. Shane, mengemukakan empat potensi signifikansi pendidikan terhadap dunia masa depan yaitu : Pendidikan adalah cara yang mapan untuk memperkenalkan siswa pada keputusan sosial yang timbul. Pendidikan merupakan wahana untuk menanggulangi masalah-masalah sosial yang timbul. Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan alternatif-alternatif baru. Pendidikan merupakan cara terbaik yang dapat ditempuh masyarakat untuk membimbing perkembangan manusia sehingga berkembang dan terdorong untuk memberikan kontribusi pada kebudayaan hari esok. Sementara itu, Alex Inkeles mengidentifikasi ciri-ciri manusia modern, yang salah satunya berkenaan keterbukaan terhadap informasi dan pengalaman-pengalaman baru, serta menghargai manfaat pendidikan. Dengan demikian, orang modern, adalah orang yang mampu memberdayakan dirinya melalui pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Lewat 8

pendidikanlah setiap individu anggota masyarakat dan warga negara akan dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia terdidik (homo educandum). Oleh karena itu, pendidikan dalam era globalisasi sekarang ini harus ditata dan dibenahi sehingga benar-benar memberikan kontribusi optimal untuk melahirkan manusia-manusia yang handal dan berkualitas. Pola pendidikan yang sentralistik misalnya diyakini akan menjadi salah satu penghambat dalam pengelolaan pendidikan yang terpadu. f. Jalur Organisasi Internasional Dalam bukunya yang berjudul Getting to the twenty century : Voluntary Action and the Global Agenda (1990), David Korten mengatakan bahwa dalam era abad 21 ini merupakan era krisis yang akan menimpa banyak negara di belahan dunia ini, baik negara maju maupun negara-negara berkembang. Krisis berat itu ditengarai sebagai dampak dari tiga masalah utama yang terjadi dalam dasawarsa tahun 1980-an, yaitu (a) kemiskinan, (b) kerusakan lingkungan hidup, dan (c) penggunaan tindakan kekerasan (violence) dalam memecahkan konflik. Tidak hanya pemerintah atau negara yang dituntut untuk mampu memecahkan krisis tersebut, melainkan perlunya keterlibatan pihak lain untuk bersama-sama mencari solusi atas masalah atau krisis itu. Selanjutnya Korten menegaskan pentingnya Organisasi Non Pemerintah (Ornop) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan NGO (Non Government Organization) dalam memecahkan masalah yang dihadapi suatu bangsa atau bangsa-bangsa pada umumnya. Saat ini, dalam konteks internasional sudah banyak organisasi internasional yang berdiri untuk lebih mengefektifkan tingkat partisipasi warga masyarakat dan warga negara. Demikian telah dijelaskan jalur-jalur sebagai sarana proses terjadinya globalisasi. Dalam kenyataan yang terjadi, sangat dimungkinkan berbagai jalur tersebut berlangsung secara bersamaan (simultan), hal mana ditentukan diantaranya oleh faktor lingkup globalisasi yang terjadi, pihak-pihak yang

9

terlibat dalam globalisasi, serta faktor-faktor lain yang juga memberikan pengaruh terhadap proses globalisasi. Setelah membahas tentang arti atau makna globalisasi serta proses globalisasi yang terjadi, maka permasalahan berikutnya yang hendak dikaji adalah bagaimana dampak globalisasi terhadap bidang-bidang kehidupan manusia, seperti bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan lainnya. Persoalan ini menarik untuk dikaji, mengingat dalam kehidupan nyata sehari-hari, kita semua dihadapkan kepada berbagai hal yang erat kaitannya dengan dampakdampak yang timbul akibat globalisasi. Dampak Globalisasi Globalisasi yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik dalam level nasional, regional, maupun internasional, dipastikan akan membawa sejumlah dampak atau akibat yang terjadi. Intensitas dampak dalam setiap level tersebut, sudah barang tentu tidak sama, hal ini disangat dipengaruhi oleh sikap mental masyarakatnya dalam menerima atau menolak globalisasi tersebut. Mochtar Masoed (1998:211) mengemukakan adanya tiga posisi negara atau bangsa dalam menanggapi atau mereaksi terhadap masalah global, yaitu (a) zero-sum nationalism, (b) laissez-faire cosmopolitanisme, dan (c) positiveeconomic nationalism. Berikut ketiganya dijelaskan secara lebih rinci : Zero-Sum Nationalism, yakni posisi yang menginginkan agar pemerintah mengutamakan kepentingan nasional, sekalipun hal itu dapat merugikan kepentingan negara lain. Sementara itu, Laissez-faire cosmopolitanism, menginginkan pemerintah harus minggir dari arena ekonomi nasional maupun internasional. Sedangkan possitive economic nationalism, menghendaki agar setiap negara memikul tanggungjawab untuk meningkatkan secara optimal kemampuan anggota masyarakatnya sehingga mencapai kehidupan yang produktif, tetapi pada saat bersamaan, kerjasama dengan negara-negara lain

10

harus lebih ditingkatkan untuk menjamin agar peningkatan itu tidak merugikan bangsa-bangsa lainnya. Sebagai bangsa Indonesia, idealnya dapat memilih posisi yang ketiga yakni positive-economic nationalism, dimana setiap warga masyarakat harus meningkatkan kemampuannya secara produktif agar dapat bersaing dalam era globalisasi itu. Juga, pemerintah harus lebih meningkatkan kerjasama dengan negara-negara lain yang saling menguntungkan satu sama lainnya. Hal ini sejalan dengan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu .dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan melakukan hal demikian, maka daya saing bangsa dalam merespon arus globalisasi yang sangat deras benar-benar dapat direalisasikan, sehingga dalam kancah internasional posisi tawar (bargaining position) Indonesia diperhitungkan keberadaannya oleh negara-negara lainnya. Sementara itu, posisi yang kedua, sangat tidak mungkin untuk dilakukan mengingat sebagai sebuah negara dari negara-negara di dunia, tidak dapat menghindarkan diri dalam pergaulan internasional. Bagaimanapun juga, globalisasi merupakan sesuatu yang tak dapat dihindarkan, sebab ia merupakan proses yang berjalan secara mengglobal. Yang harus dilakukan adalah menghadapinya dengan mempersiapkan diri baik pengetahuan, maupun keterampilan sebagai warga negara sehingga tidak terkena dampak negatif dari globalisasi tersebut. Dampak globalisasi secara garis besar dapat meliputi bidang ekonomi, politik, sosial, maupun budaya, serta bidang-bidang lainnya.

Memahami Isu-Isu GlobalIsu-isu global dewasa ini bukan omong kosong belaka, melainkan benarbenar telah ada terjadi, dan bahkan kita,-sadar maupun tidak-, telah mengalami atau merasakannya sendiri. Sebagai warga negara yang baik dan cerdas, tentu merupakan suatu keharusan, untuk mengetahui dan memahami isu-isu tersebut terutama dalam rangka mengantisipasi timbulnya dampak atau pengaruh yang ditimbulkan isu-isu global tersebut dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat. 11

Menurut Korten (1993:363) adanya kecenderungan global yang meliputi masalah-masalah : ekologi, luasnya kemiskinan, tindak kekerasan komunal, obat terlarang, pertumbuhan penduduk, pengungsi, perdagangan dan hutang. Ditegaskan Korten, bahwa masalah-masalah tersebut merupakan masalah kritis yang dihadapi dalam kehidupan global dewasa ini. Carlos Diaz, Massialas, dan Xanthopoulus (1999) mengidentifikasi hal-hal yang menjadi isu-isu global yakni meliputi hak asasi manusia, pertumbuhan penduduk, pengungsi, lingkungan hidup, sumber energi, kesehatan dan nutrisi, ekonomi global dan keamanan global. Berdasarkan pandangan ahli di atas, betapa luasnya cakupan isu-isu global tersebut. Sehingga dalam penanganannya membutuhkan upaya yang optimal dari berbagai bangsa di seluruh belahan dunia ini. Penanganan yang parsial terhadap isu-isu global tersebut dipandang tidak efektif memecahkan problem sosial yang timbul akibat isu-isu global tersebut. Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, John Cogan mengemukakan adanya kecenderungan global yang terkait erat dengan pendidikan kewarganegaraan. Kecenderungan-kecenderungan tersebut adalah Kesenjangan ekonomi diantara negara dan antara orang di dalam negara secara signifikan akan semakin lebar. Secara dramatis, teknologi informasi akan mengurangi masalah privasi atau hak-hak individu. Ketidakmerataan antara yang punya akses kepada teknologi informasi dan yang tidak memiliki akses akan semakin meningkat. Konflik kepentingan antara negara maju dan negara berkembang akan meningkatkan kerusakan lingkungan. Penggundulan hutan secara dramatis akan mempengaruhi keragaman dalam kehidupan, udara, tanah, dan air. Dalam negara-negara berkembang pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan peningkatan yang dramatis dalam persentase penduduk, khususnya anak-anak yang hidup dalam kemiskinan. dalam

Seorang peramal masa depan (futurolog) yaitu John Naisbitt dalam bukunya yang terkenal Megatrends meramalkan bahwa AS dan negara-negara industri lainnya akan dilanda oleh sepuluh macam perubahan. Dan tentu saja, akibatakibat dari perubahan tersebut dipastikan tidak dapat dihindari oleh Indonesia,

12

karena sebagai negara berkembang interaksi dengan negara-negara maju dalam era globalisasi ini berjalan sangat dekat dan intensif. Perubahan-perubahan yang dimaksudkan Naisbitt meliputi : 1. dari masyarakat industri ke masyarakat informasi. 2. dari teknologi yang lebih mengandalkan kekuatan tenaga ke teknologi canggih/sentuhan canggih (high tech atau high touch). 3. dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia 4. dari jangka pendek (short term) ke jangka panjang (long term). 5. dari sentralisasi ke desentralisasi 6. dari bantuan lembaga (institutional help) ke bantuan diri (selh help) 7. dari demokrasi perwakilan (representative democracy) ke demokrasi partisipatori (participatory democracy) 8. dari hirarkhi ke jaringan kerja (network) 9. dari utara ke selatan 10. dari memilih satu diantara dua pilihan ke macam-macam pilihan (multiple options). Futurolog lainnya yaitu Alvin Toffler (1972) dalam bukunya yang terkenal future schock bahkan lebih dulu telah meramalkan akan terjadinya perubahan-perubahan besar dalam kehidupan masyarakat dunia umumnya dan masyarakat industri pada khususnya. Disusul kemudian dengan buku berikutnya yang berjudul the third wave pada tahun 1980, menggambarkan perubahan dunia yang meliputi tiga gelombang yaitu gelombang pertama (the first wave) atau dikenal dengan revolusi hijau dimulai sekitar 8.000 tahun SM. Selanjutnya gelombang kedua (the second wave) ditandai dengan revolusi industri pada abab XVII yang membawa perubahan besar disbanding periode kehidupan sebelumnya. Kemudian pada abad XX sebagai gelombang ketiga (the third wave) ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Gelombang ini dikenal dengan revolusi informasi. Mungkin terinspirasi oleh respon public yang sangat tinggi dengan bukunya yang pertama Megatrends, akhirnya pada tahun 1990 Naisbitt kembali meramalkan bakal terjadinya perubahan-perubahan yang meliputi sepuluh jenis perubahan yaitu : kesuburan ekonomi dunia pada tahun 1990-an kebangkitan dalam kesenian bangkitnya sosialisme pasar bebas 13

gaya hidup global dan nasionalisme budaya privatisasi negara kesejahteraan pasangnya wilayah pasifik dasawarsa kepemimpinan wanita abad biologi kebangkitan agama pada millennium baru kemenangan individu. Untuk memahami isu-isu global sebagaimana dikemukakan di atas, maka

hal terpenting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara, maupun bangsa di seluruh penjuru dunia ini adalah pentingnya kesadaran global (global consciousness). Pada dasarnya kesadaran global ini berhulu-muara kepada kemampuan warga negara untuk secara sadar dan kritis dalam menerima atau menanggapi isu-isu global tersebut. Dalam kaitan ini, dalam pandangan kami, kasadaran global yang harus dikonstruk atau dibangun adalah kesadaran akan pentingnya memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang mendukung untuk menanggapi atau mengkritisi isu-isu global yang muncul ke permukaan. Secara rinci, dapat diidentifikasi beberapa bentuk perwujudan atau manifestasi kesadaran global yang harus ditingkatkan yaitu : Isu global merupakan suatu keniscayaan, yang terjadi sebagai akibat perkembangan kehidupan manusia, bangsa maupun negara. Isu global tidak semata-mata untuk diketahui, melainkan harus dipecahkan jalan keluarnya atau solusi agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih luas pada kehidupan masyarakat. Dalam memecahkan masalah isu global itu, mensyaratkan adanya kerjasama yang bersifat integratif diantara berbagai elemen masyarakat serta bangsa. Dengan kata lain, tidak semata-mata menggantungkan kepada upaya-upaya pemecahan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Patut disadari, tidaklah mudah untuk mengembangkan kesadaran global tersebut, mengingat latar belakang serta kepentingan orang yang sangat beragam atau berbeda antara satu dengan lainnya. Di samping itu, terdapat masalah lain yang sangat mempengaruhi pembinaan kesadaran global yakni

14

berkenaan dengan kondisi atau situasi yang kurang mendukung kearah pembinaan kesadaran global tersebut, seperti kondisi politik, kondisi ekonomi, keamanan, dan sebagainya.

Warga Negara GlobalSiapakah yang disebut warga negara (global citizen) itu, dan bagaimana karakteristiknya? Ini pertanyaan penting yang berkait dengan suasana globalisasi yang saat ini sangat terasa dalam kehidupan kita. Untuk menjawab pertanyaan itu, patut disimak pendapat yang dikemukakan Korten (1993), bahwa warga negara global adalah warga negara yang bertanggungjawab untuk memenuhi persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat. Sifat khas seorang warga negara yang bertanggungjawab terlihat dari komitmennya terhadap nilai-nilai integratif dan terhadap penerapan aktif kesadaran kritisnya : kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis dan konstruktif, kemampuan untuk melihat masalah dalam konteks jangka panjang, dan untuk membuat penilaian berdasarkan suatu komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka panjang. Menurut Korten, dalam melaksanakan warga negara tersebut terdapat sarana yang dipergunakan warga negara untuk menetapkan identitas dan pengakuan sah atau usaha bersama mereka. Sarana tersebut adalah organisasi sukarela yang menyediakan sistem dukungan organisasi dan sarana untuk menggerakkan sumberdayanya unutk upaya-upaya yang menuntut lebih dari tindakan individual. Istilah warga negara global yang dikemukakan Korten, merupakan istilah yang menunjuk kepada tingkatan kewarganegaraan. Warga negara global merupakan tingkatan lebih lanjut dari tingkatan warga negara komunal, dan warga negara nasional. John Cogan memberikan beberapa karakteristik warga negara yang dikaitkan dengan kecedeungan global yang terjadi saat ini. Karakteristik tersebut meliputi : 15

Mendekati masalah dari sudut pandang masyarakat global. Bekerja bersama dengan orang lain. Bertanggung jawab terhadap peran dan tanggung jawab masyarakat. Berpikir secara kritis dan sistematis. Menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan. Mengadopsi cara hidup yang melindungi lingkungan. Menghormati dan mempertahankan hak asasi. Berpartisipasi dalam masalah publik pada semua tingkat pembelajaran civics; dan memanfaatkan teknologi berbasis informasi. Sementara itu, menurut pendapat Kanter sebagaimana dikutip

Wisnubrata (2001), menyebutkan ada tiga ciri manusia kelas dunia (world class), yaitu konsep (concept), kompetensi (competence), dan koneksi (connection). Concept berkaitan dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan gagasan-gagasan mutakhir. Sedangkan competence berkenaan dengan pengembangan kemampuan untuk bekerja secara multidisiplin. Kemudian, connection berhubungan dengan pengembangan jaringan sosial (social network) untuk melakukan kerjasama secara informal. Selanjutnya, Wisnubrata (2001) menambahkan dua syarat lagi untuk melengkapi syarat manusia kelas dunia sebagaimana dikemukakan Kanter. Dua syarat itu adalah kredibilitas (credibility), dan kepedulian (caring). Kredibilitas berhubungan dengan integritas : jujur, menjalankan apa yang dikatakan (walk the talk), memegang teguh janji, berlaku adil, sehingga akan membangun rasa percaya (trust), dan rasa hormat (respect) dari orang lain. Kemudian kepedulian (caring) yakni peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan keadaan orang lain, memberi yang terbaik tanpa pamrih, berbagi pengetahuan dan informasi dalam rangka memperkaya wawasan dan mentalitas (abundant mentality). Berdasarkan pengertian warga negara global sebagaimana diketengahkan Korten di atas, kiranya dapat ditegaskan bahwa warga negara global adalah warga negara dimana sikap, komitmen, dan tanggung jawabnya mampu melintasi batas-batas budaya setempat baik lokal maupun nasional kepada budaya masyarakat global. Singkatnya, warga negara global merupakan waga negara lintas negara, warga negara lintas kebudayaan antarnegara, atau warga 16

negara lintas kepentingan secara lebih luas diluar kepentingan individu dan kepentingan institusional bahkan kepentingan nasional. Mengapa warga negara global tersebut ada? Hal ini tidak lepas dari kenyataan adanya ketergantungan global (global interdependent) antarnegarabangsa dalam menjalin hubungan dengan berbagai bangsa-bangsa lain di penjuru dunia ini. Korten memandang bahwa saling ketergantungan akan menciptakan suatu situasi dimana negara-negara dan penduduk mempunyai kepentingan yang sah dalam urusan masing-masing dan mempunyai hak untuk ikut mempengaruhi urusan-urusan yang melampaui apa yang bisa direstui oleh konsep kedaulatan yang lebih tradisional (Korten, 1993:263). Berdasarkan pendapat tersebut, warga negara global tidak bisa dilepaskan dengan ketergantungan global yang di dalamnya negara-bangsa (nation-state) terlibat dalam berbagai kepentingan mereka masing-masing. Warga negara global menurut Korten, berperan sangat penting untuk merumuskan menerapkan agenda untuk transformasi sosial. Di sinilah peranan jiwa kewarganegaraan global (mind of global citizen) dalam mempertautkan dan mempersatukan rakyat di dunia ini untuk bersama-sama melakukan transformasi sosial. Dari uraian warga negara global sebagaimana dikemukakan Korten, kiranya dapat dipahami bahwa gagasan warga negara global tersebut berkait erat dengan adanya ketergantungan yang kuat antarnegara di dunia ini, dan karenanya diperlukan keterlibatan warga negara dunia untuk menjalin kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa memandang perbedaan atau diskriminasi apa pun dari masing-masing bangsa tersebut. Agar warga negara global yang terlibat dalam ketergantungan global tersebut dapat memainkan perannya dengan baik, maka tentu saja diperlukan sejumlah kemampuan atau kompetensi yang mendukung ke arah sikap, tindakan, dan perbuatan yang merefleksikan ciri-ciri warga negara global sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Dalam konteks inilah pendidikan global (global education) sangat berperan untuk membekali warga negara dengan kompetensi atau kemampuan yang relavan dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan global tersebut. 17

Untuk memahami secara komprehensif tentang arti/makna pendidikan global serta kontribusinya terhadap penyiapan kemampuan warga negara global, maka secara sistematis akan dijelaskan berikut ini tentang makna pendidikan global (global education). Jan L. Tucker sebagaimana dikutip Nursid Sumaatmadja (1995:23) pendidikan global adalah pendidikan yang diarahkan pada pengembangan wawasan global yang mempersiapkan anak didik generasi muda menjadi manusiawi, rasional, sebagai warga negara yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan dunia yang semakin menunjukkan saling ketergantungan. (Global Education, commonly refered to as education for a global perspective, is to prepare young people to be humane, rational, participating citizens in the world that is becoming increasing interdependent). Sementara itu, dalam pandangan Barbara Benham Tye dan Kenneth A. Tye (1992) pendidikan global merupakan : Global education involves (1) the study of problems and issues which cut across national boundaries, and the interconnectedness of cultural, environmental, economic, political, and technological systems, and (2) the cultivation of cross-cultural understanding, which includes development of the skill of perspective-taking-that is, being able to see life someone elses point of view. Global perspective are important at every grade level, in every curricular subject area, and for all children and adults. Definisi pendidikan global sebagaimana diketengahkan di atas,

menekankan bahwa pendidikan global mencakup kajian tentang masalahmasalah dan isu-isu yang melintasi batas-batas nasional, saling keterhubungan budaya, lingkungan, ekonomi, politik, dan system teknologi. Dan pemahaman lintas-budaya yang di dalamnya termasuk pengembangan keterampilan menentukan perspektif atau pandangan sebagai sebuah sudut pandang seseorang. Perspektif global itu sangat penting untuk semua tingkatan usia, anak-anak maupun orang dewasa. Sementara itu, Jiro Nagai, sebagaimana dikutip Nursid Sumaatmadja (1995:24) mengatakan, dalam kehidupan yang makin terbuka dewasa ini di

18

abad XXI, kesadaran internasional, pemikiran mendalam tentang dunia termasuk pandangan dan wawasan global, telah menjadi bagian kehidupan tiap bangsa. Oleh karena itu, pendidikan internasional dan atau pendidikan global harus menjadi bagian pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Untuk memasuki ambang pintu abad XXI, IPS sudah tidak dapat mengabaikan pendidikan internasional atau pendidikan global tersebut. (Today, international awareness, world mindedness, and global nespoints have come necessary for the livehood of every nation. Therefore, international education must be given increased emphasis in sosial studies education. It may be said that social studies education for the twenty-first century should be international/global education). Selanjutnya Carlos Diaz, Massialas, dan Xanthopoulus (1999:209) memaknai pendidikan global sebagai pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa memahami konsep-konsep global dan isu-isu dan mengarahkan pula kepada tindakan sebagai warga negara. (global education is a pedagogy that aims atu student learning of global concepts and issues and leads to citizen action). Pengertian di atas lebih menekankan tujuan pendidikan global yakni untuk membelajarkan siswa tentang masalah-masalah global, isu-isu global, konsep-konsep global. Berdasarkan pengertian pendidikan global menurut para ahli yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan global pada dasarnya merupakan pendidikan untuk membantu siswa memahami konsep dan isu-isu global, antara lain meliputi masalah politik, ekonomi, budaya, lingkungan, hak asasi manusia, dan sebagainya. Dengan demikian, siswa akan mampu menentukan sudut pandangnya (point of view) sebagai sebuah perspektif global (global perspective) dalam kedudukannya sebagai warga negara yang cerdas dalam menanggapi serta mengkritisi masalah-masalah global tersebut. Numan Somantri (2001:190) menegaskan pentingnya pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang berorientasi global, dengan menampilkan pendidikan global (global education). Lebih lanjut beliau mengatakan, dinamika 19

masyarakat dan globalisasi sangat dirasakan terutama bahan ajar yang selama ini terlalu menitikberatkan kepada teori-teori dan non-functional knowledge. Isi bahan ajar seperti itu, praktis tidak dapat memperkaya atau menyesuaikan diri dengan dinamika masyarakat dan derasnya globalisasi dalam teori maupun gejala dan masalah-masalah kemasyarakatan yang berhubungan satu sama lain. Dengan demikian, kami memandang betapa pentingnya pendidikan global tersebut untuk menyiapkan warga negara global, yakni warga negara yang mengetahui, memahami, serta menanggapi secara kritis berbagai masalah atau isu global yang mengemuka dalam kehidupan saat ini. Perlu diingat, bahwa akibat globalisasi yang terjadi dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan antarbangsa, dengan sendirinya menyebabkan timbulnya ketergantungan global antarbangsa yang antara lain direfleksikan dalam bentuk kerjasama antarbangsa. Di sinilah diperlukan warga negara yang memiliki wawasan global sebagai syarat pokok untuk melibatkan diri dalam berbagai bentuk partisipasi warga negara dalam kaitannya dengan meningkatnya hubungan atau interaksi antarbangsa di seluruh belahan dunia ini. Mengingat argumentasi itu, tidaklah berlebihan kiranya muncul berbagai gagasan atau pemikiran untuk memperkuat ilmu pengetahuan sosial termasuk di dalamnya adalah pendidikan kewarganegaraan (civic education) untuk lebih berorientasi kepada pendidikan berwawasan global, dalam rangka mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara dunia (global citizen) yang memiliki komitmen dan tanggungjawab dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat bangsa, dan anggota masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dalam kaitan ini, patut disimak pendapat yang dikemukakan Robert Hanveys (Diaz, Massialas, Xanthopoulus, 1992) bahwa dimensi-dimensi dalam pendidikan global mencakup antara lain : Kesadaran perspektif, yakni kesadaran dan kemampuan mengapresiasi pikiran-pikiran orang lain di dunia ini, dan kesediaan menerima perbedaan pandangan yang terjadi. Kesadaran bangsa di planet jagat raya, yakni memahami secara mendalam tentang isu-isu global, peristiwa-peristiwa global, serta berbagai kondisi dalam kehidupan global. 20

Kesadaran lintas-budaya : pemahaman umum tentang makna karakteristik budaya-budaya di dunia ini, memahami perbedaan serta persamaan antarkebudayaan tersebut. Pengetahun tentang dinamika global : kesadaran global akan adanya sistem internasional yang kompleks yang dilakukan baik oleh negara maupun bukan negara yang dilakukan saling ketergantungan dan saling membutuhkan antarbangsa. Kesadaran terhadap pilihan manusia : meninjau tentang strategi untuk melakukan tindakan atas berbagai isu lokal, nasional, dan internasional. Pendidikan kewarganegaraan (civic education) sebagai bidang kajian atau ilmu yang menekankan fokus studinya kepada warga negara dan perilakunya, sangat relevan dengan upaya-upaya untuk mempersiapkan warga negara global tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi Dahlan. M. 1996. Globalisasi Wawasan, Komunikasi, dan Informasi : Tantangan Akademisi Masa Depan. Jakarta : BP-7 Pusat Borba, Michele. 2001. Building Moral Intelligence. San Fransisco : Jossey Bass Diaz, Carlos & Massialas, Xanthopaulus. 1999. Global Perspective for Educator. Boston : Allyn and Bacon Dedy Djamaludin Malik. 1993. Komunikasi dan Budaya Massa. Audientia Jurnal Komunikasi. LP3 K Bandung dan Humas Pemda Jabar Hahn, Carole L. 1998. Becoming Political. Comparative Perspectives on Citizenship Edcation. New York : SUNY Press Frederickson, Ronald H, & Rothney, John W.M. 1972. Recognizing and Assisting Multipotential Youth. Ohio : Merryl Publishing Company Gunsteren, Herman Van. 1998. A Theory of Citizenship : Organizing Plurality in Contemporary Democracies. USA : Westview Press Heru Nugroho. 2001. Menumbuhkan Ide-Ide Kritis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 21

Korten, David. 1993. Getting to the Twenty First Century : Voluntary Action and The Global Agenda. Alih bahasa : Lilian Tejasudhana. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia & Pustaka Sinar Harapan Print, Murray. 1999. Civic Education for Civil Society. London : ASEAN Academic Press Rapaar, J.H. 1988. Filsafat Politik Aristoteles. Jakarta : Radja Grafindo Persada Sapriya & Udin S. Winataputra. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan : Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung : Laboratorium PKN FPIPS UPI Shane, Harold G. 1984. The Educational Significance of the Future. Alih bahasa oleh M. Ansyar. Yusuf Hadi Miarso (ed). Jakarta : Rajawali Press Somantri, Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : Rosda Karya dan PPS UPI Sumaatmadja, Nursid. 1998. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup. Bandung : Alfabeta Turner, Long. Bowes & Lott. 1990. Civics : Citizens in Avtion. Columbus, Ohio : Merryl Publishing Company Tye, Barbara Benham & Kennet Tye. 1992. Global Education : A Study of Social Change. New York : SUNY Press

22