bab
description
Transcript of bab
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apa definisi gangguan afektif dan gangguan mood?
Mood (emosi yang berkepanjangn yang meresap mewarnai persepsi seseorang tentang
dunia sekitarnya): bagaimana pasien menyatakan apa yang dirasakan: dalamnya,
intensitasnya, lamanya. Contoh: depresi, iritabel, labil, cemas, ekspansif, elasi, euforia.
Afek (hidup emosi/ ekspresi afektif pasien yang dinilai oleh pemeriksa) : appropriate,
inappropriate, labil, terbatas, tumpul, datar.
2. Apa faktor yang mendasari terjadinya keluhan pada skenario?
Faktor yang mendasari keluhan pada skenario yaitu :
Adi merasa tertekan karna ayahnya meninggal
Adi Merasa Bertanggun jawab terhadap keluarganya
Adi harus menafkahi 5 orang anaknya dan 4 orang saudaranya
Biaya hidup adi dan keluarganya tidak mencukupi
Faktor-faktor tersebut diatas menyebabkan adi mendapat stresor yang cukup besar
sehingga menyebabkan terjadinya keluhan seperti susah tidur, nafsu makan menurun,
mudah lelah dan mudah marah.
Sementara peneliti klinis dan biologis mempelajari gangguan mood, perbedaan klinis
yang telah dikenal sebelumnya di antara pasien-pasien telah menjadi dimengerti dan
sekarang dikenali secara resmi oleh Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders edisi keempat (DSM-IV). Dua gangguan mood utama adalah gangguan
depresif berat dan gangguan bipolar I, yang hanya disebut gangguan bipolar di dalam
DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-TR). Gangguan depresif berat dan gangguan
bipolar I sering kali dinamakan gangguan afektif; tetapi patologi utama di dalam
gangguan tersebut adalah mood, yaitu keadaan emosional internal yang meresap dari
LBM II Page 3
seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi eksternal dari isi emosional seat itu. Pasien
yang menderita hanya episode depresif dikatakan mengalami gangguan depresif berat,
sering kali disebut depresi unipolar (bukan suatu istilah DSM-IV). Pasien dengan episode
manik dan depresif dan pasien dengan episode manik saja dikatakan menderita gangguan
bipolar I. Istilah "mania unipolar" dan "mania murni" (bukan istilah DSM-IV) kadang-
kadang digunakan untuk pasien gangguan bipolar I yang tidak memiliki episode depresif.
Dua gangguan mood tambahan, gangguan distimik dan gangguan siklotimik, juga
telah dikenali secara klinis untuk suatu waktu. Gangguan distimik dan gangguan
siklotimik masing-masing ditandai oleh adanya gejala yang kurang parch daripada gejala
gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. DSM-IV telah menyusun gangguan
mood tambahan, baik di dalam badan teks dan di dalam apendiks. Gangguan-gangguan
tersebut adalah sindrom yang berhubungan dengan depresi (gangguan depresif ringan
[minor depressive disorder], gangguan depresif singkat rekuren, dan gangguan disforik
pramenstruasi) dan gangguan yang berhubungan dengan gangguan bipolar I (gangguan
bipolar II). Pada gangguan depresif ringan keparahan gejala tidak mencapai keparahan
yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat; pada gangguan depresif singkat
rekuren gejala episode depresif memang mencapai keparahan gejala yang diperlukan
untuk diagnosis gangguan depresif berat tetapi hanya untuk waktu singkat, dengan lama
waktu yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat. Gangguan
bipolar II ditandai oleh adanya episode depresif berat yang berganti-ganti dengan episode
hipomania yaitu, episode gejala manik yang tidak memenuhi kriteria lengkap untuk
episode manik yang ditemukan pada gangguan bipolar I. Diagnosis gangguan mood
tambahan adalah termasuk gangguan mood karena kondisi medis umum, gangguan mood
akibat zat, dan gangguan mood yang tidak ditentukan lain (NOS; not otherwise specified).
Mood mungkin normal, meninggi, atau terdepresi. Orang normal mengalami berbagai
macam mood dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya; mereka merasa
mengendalikan, kurang lebih, mood dan afeknya. Gangguan mood adalah suatu
kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman
subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood yang meninggi (elevated) (yaitu,
mania) menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat (flight of ideas),
penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien dengan
mood terdepresi (yaitu, depresi) merasakan hilangnya energi energi dan minat, perasaan
LBM II Page 4
bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian
atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain dari gangguan mood adalah perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu
makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya). Perubahan tersebut hampir selalu
menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.
Pasien dengan gangguan mood sering kali melaporkan suatu kualitas keadaan
patologisnya yang tidak dapat dikatakan tetapi jelas. Konsep tentang suatu
kesinambungan variasi normal pada mood mungkin mencerminkan identifikasi klinisi
yang berlebihan tentang patologi, jadi kemungkinan mengubah pendekatan kepada pasien
dengan gangguan mood.
Sekurangnya tiga teori membicarakan hubungan antara gangguan depresif berat dan
gangguan bipolar I. Hipotesis yang paling diterima, yang didukung oleh beberapa jenis
penelitian genetika dan biokimiawi, menyatakan bahwa gangguan depresif berat dan
gangguan bipolar I adalah dua gangguan yang berbeda. Belakangan ini, beberapa peneliti
telah mengajukan bahwa gangguan bipolar I adalah ekspresi yang lebih berat dari proses
patologis yang sama dengan yang ditemukan pada gangguan depresif berat. Hipotesis
ketiga adalah bahwa depresi dan manik merupakan dua ekstrem dari kesatuan
pengalaman emosional; pengertian tersebut tidak didukung oleh pengamatan klinis yang
sama di mana banyak pasien memiliki keadaan campuran dengan ciri baik terdepresi
maupun manik.1
3. Apakah ada hubungan keluhan yang dialami pasien sekarang dengan ayahnya meninggal?
Keluhan yang dialami pasien sekarang ada hubungannya dengan ayahnya yang
meninggal karena faktor tersebut mempengaruhi psikis pasien sehingga pasien
mengalami stress dan dan menuju fase depresif.
Episode depresi mayor ditandai dengan adanya perasaan sedih atau anhe-donia (tidak
ada emosi positif) disertai paling sedikit empat gejala tambahan yang bersifat pervasif
(sepanjang hari, hampir setiap hari) yang berlangsung paling sedikit dua minggu. Pada
anak-anak atau remaja, mood yang terjadi bisa berbentuk iritabel. Gejala tambahan
lainnya yaitu buruknya konsentrasi (ketidakmampuan memfokuskan perhatian),
kurangnya tenaga, rendahnya harga diri, rasa bersalah, ide-ide bunch
LBM II Page 5
gangguan tidur, perubahan berat badan dan gangguan psikomotor. Ketiga gejala
terakhir bersifat heterogen misalnya, dap at terjadi berlebihan atau berkurangnya tidur,
peningkatan atau penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor.
Retardasi psikomotor dengan atau tanpa hipersomnia menandai GB I, episode depresi.
Awitan dan hilangnya sering terjadi tiba-tiba meskipun dapat pula terjadi secara
berangsur-angsur dalam beberapa minggu. Pergantian dengan episode manik dapat terjadi
terutama akibat penggunaan antidepresan. Walaupun demikian, tidak semua pasien
depresi bipolar berkembang menjadi mania setelah penggunaan antidepresan. Adakalanya
berkembang menjadi depresi agitasi. Selain itu, ada pula pasien yang tetap dalam keadaan
depresi berat beberapa bulan yang bercampur dengan manik seperti pikiran yang cepat
(racing tought) dan peningkatan seksual.
Keadaan campuran perlu diketahui supaya pasien tidak diberikan anti-depresan yang
berkelanjutan. Pasien-pasien yang dalam keadaan depresi tetapi ditemui pula beberapa
gejala manik sebaiknya tidak diberikan antidepresan tetapi lebih balk stabilisator mood
atau terapi kejang list:6k. Bila dibandingkan dengan dalam keadaan depresi, waham dan
halusinasi lebih sering pada episode manik atau manik campuran. Stupor merupakan
manifestasi psikotik yang lebih sering ditemui pada episode depresi terutama remaja dan
dewasa muda.
Gejala-gejala depresi bipolar tidak sama dengan depresi mayor unipolar. Gejala
depresi bipolar cenderung ber-bentuk atipik yaitu hipersomnia, kele-tihan yang menonjol,
dan mood diurnal yang terbalik. Pada depresi mayor unipolar lebih sering terlihat
insomnia. Episode depresi mayor dapat disertai gejala psikotik, memerlukan hospitalisasi,
dan hendaya yang jelas. Tabel 4 di bawah ini adalah kriteria diagnostik untuk episode
depresi mayor.2
LBM II Page 6
4. Bagaimana patofisiologi dari gangguan afektif?
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit
amin bio-genik seperti 5-hydroxyindoleacetic acid (5HIAA), homovanillic acid (HVA),
dan 3-methoxy4-hydroxyphenylglycol (MHPG) di dalam darah, urine, dan cairan
serebrospinalis pada pasien dengan gangguan mood. Data yang dilaporkan paling
konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan mood adalah berhubungan dengan
disregulasi heterogen pada amin biogenik.
Amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin dan serotonin merupakan dua
neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Pada model
binatang, ha.mpir semua terapi antidepresan somatik yang efektif yang telah diuji adalah
disertai dengan penurunan kepekaan reseptor pascasinaptik adrenergik-beta dan 5-
hydroxytryptamine tipe 2 (5-HT2) setelah terapi jangka panjang, walaupun perubahan
lain yang dihasilkan oleh terapi jangka panjang dengan obat tersebut juga telah
dilaporkan. Respons temporal perubahan reseptor tersebut pada model binatang adalah
LBM II Page 7
berkorelasi dengan keterlambatan perbaikan klinis selama sate sampai tiga minggu yang
biasanya ditemukan pada pasien. Di samping norepinefrin, serotonin, dan dopamin, bukti-
bukti mengarahkan pada disregulasi asetil-kolin dalam gangguan mood.
NOREPINEFRIN. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara
regulasi turun (down-regulation) reseptor adrenergik-beta dan respons antidepresan klinik
kemungkinan merupa-kan bagian data yang paling memaksakan yang menyatakan adanya
peranan langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Jenis bukti lain juga telah
melibatkan reseptor adrenergik-alfa2 dalam depresi, karena aktivasi reseptor tersebut
menye-babkan penurunan jumlah norepinefrin yang di-lepaskan. Reseptor adrenergik-
alfa2 juga berlokasi pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang
dilepaskan. Adanya noradrenergik yang hampir murni, obat antidepresan yang efektif
secara klinis sebagai contoh, desipramine (Norpramine) mendukung lehih lanjut peranan
norepinefrin di dalam patofisiologi sekurangnya gejala depresi.
SEROTONIN. Dengan efek besar yang telah diberikan oleh serotonin-specific
reuptake inhibitors (SSRIs)sebagai contoh, fluoxetine (Prozac) dalam pengobatan depresi,
serotonin telah menjadi neurotransmiter amin biogenik yang paling sering dihubungkan
dengan depresi. Diidentifikasinya subtipe reseptor serotonin multipel juga telah
meningkatkan kegairahan dalam penelitian komunitas untuk mengembangkan terapi yang
lebih spesifik untuk depresi. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan
beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin di dalam cairan
serebrospinalis yang rendah dan konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di
trombosit, seperti yang diukur oleh imipramin (Tofranil) yang berikatan dengan
trombosit. Beberapa pasien depresi juga memiliki respons neuroendokrin yang abnormal
sebagai contoh, hormon pertumbuhan, prolaktin, dan hormon adrenokortikotropik
(ACTH) terhadap provokasi dengan agen serotonergik. Walaupun antidepresan aktif-
serotonin sekarang ini bekerja terutama melalui penghambatan ambilan serotonin,
generasi antidepresan di masa depan mungkin memiliki efek lain pada sistem serotonin,
tennasuk antagonisme reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) (sebagai contoh, nefazodone) dan
ago-nisme reseptor serotonin tipe lA (5-HT1A) (sebagai contoh, ipsapirone).
Hal ini kemungkinan konsisten dengan penu-runan reseptor serotonin setelah
pemaparan jangka panjang dengan antidepresan yang menurunkan jumlah tempat ambilan
kembali serotonin (dinilai dengan mengukur pengikatan H3-imipramine) dan suatu
LBM II Page 8
peningkatan konsetrasi serotonin telah ditemukan postmortem pada otak korban bunuh
diri. Penurunan ikatan tritiated-imipramine pada trombosit darah dari beberapa pasien
yang mengalami depresi juga telah ditemukan.
DOPAMIN. Walaupun norepinefrin dan seroto-nin adalah amin biogenik yang paling
sering dihubungkan dengan patofisiologi depresi, dopamin juga telah diperkirakan
memiliki peranan dalam depresi. Data menyatakan bahwa aktivitas dopamin mungkin
menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Penemuan subtipe barn reseptor
dopamin dan meningkatnya pengertian tentang regulasi prasinaptik dan pascasinaptik
fungsi dopamin telah semakin memperkaya penelitian tentang hubungan antara dopamin
dan gangguan mood. Obat yang menurunkan konsentrasi dopamin sebagai contoh,
reserpine (Serpasil) dan penyakit yang menurunkan konsentrasi dopamin (sebagai contoh,
penyakit Parkinson) adalah disertai dengan gejala depresif. Juga, obat yang meningkatkan
konsentrasi dopamin sebagai contoh, tiros in, amfetamin, dan bupropion (Wellbutrin)
menurunkan gejala depresi. Dua teori terakhir tentang dopamin dan depresi adalah bahwa
jalur dopamin mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa
reseptor dopamin tipe 1 (D1) mungkin hipoaktif pada depresi.
Faktor neurokimiawi lain. Walaupun data tidak memuaskan pada saat ini,
neurotransmiter asam amino khususnya gamma-aminobutyric acid (GABA) dan peptida
neuroaktif (khususnya vasopresin dan opiat endogen) juga telah dilibatkan dalam
patofisiologi gangguan mood. Beberapa peneliti juga telah menyatakan bahwa sistem
pembawa kedua (second-messenger) seperti adenylate cyclase, phosphotidylinositol, dan
regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab.
5. Apa diagnosis kasus pada skenario dan diagnosis yang mendekati dari gangguan afektif
tersebut?
Diagnosis dari gangguan diatas yaitu gangguan bipolar, karena bersarakan DSM V
dikriteriakan seperti dibawah ini :
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Bipolar I Episode Manik Tunggal
A. Ditemukan hanya satu episode manik dan tidak ada episode depresif berat
sebelumnya
LBM II Page 9
Catatan: Rekurensi didefinisikan sebagai perubahan polaritas dari depresi atau
suatu interval sekurangnya 2 bulan tanpa gejala manik
B. Episode manik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan skizoafektif, dan
tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan delusional, atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan.
Sebutkan jika:
Campuran: jika gejala memenuhi kriteria episode campuran
Sebutkan (untuk episode sekarang atau paling akhir):
Penentu keparahan/psikotiklremisi
dengan ciri katatonik
dengan onset pascapersalinan
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir
Hipomanik
A. Sekarang (atau paling akhir) dalam episode hipomanik.
B. Sebelumnya pernah terdapat sekurangnya satu episode manik atau episode
campuran.
C. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Episode mood dalam kriteria A dan B tidak lebih balk diterangkan oleh
gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
gangguan skizofreniform, gangguan delusional, atau gangguan psikotik yang
tidak ditentukan.
Sebutkan:
Penentu perjalanan longitudinal (dengan dan tanpa pemulihan interepisode)
dengan pola musiman (berlaku hanya pada pola episode depresif berat)
dengan perputaran cepat
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Bipolar 1, Episode Paling Akhir Manik
A. Sekarang (atau paling akhir) dalam episode manik.
B. Sebelumnya pemah terdapat sekurangnya satu episode depresif beret, episode
manik, atau episode campuran.
LBM II Page 10
C. Episode mood dalam kriteria A den B tidak lebih balk diterangkan oleh
gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
gangguan skizofreniform, gangguan delusional, atau gangguan psikotik yang
tidak ditentukan.
Sebutkan (untuk episode sekarang atau paling akhir):
Penentu keparahan/psikotiklremisi
dengan ciri katatonik
dengan onset pascapersalinan
Sebutkan:
Penentu perjalanan longitudinal (dengan dan tanpa pemulihan interepisode)
dengan pola musiman (berlaku hanya pada pole episode depresif beret)
dengan perputaran cepat
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Campuran
A. Sekarang (atau paling akhir) dalam episode campuran
B. Sebelumnya telah terdapat sekurangnya satu episode manik atau episode
campuran
C. Gejala mood dalam kriteria A dan B tidak lebih balk diterangkan oleh
gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
gangguan skizofreniform, gangguan delusional, atau gangguan psikotik yang
tidak ditentukan.
Sebutkan (untuk episode sekarang atau paling akhir):
Penentu keparahan/psikotik/remisi
dengan ciri katatonik
dengan onset pascapersalinan
Sebutkan:
Penentu perjalanan longitudinal (dengan dan tanpa pemulihan interepisode)
dengan pola musiman (berlaku hanya untuk pole episode depresif beret)
dengan perputaran cepat
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Depresi
A. Sekarang (atau paling akhir) dalam episode depresif beret
B. Sebelumnya telah terdapat sekurangnya satu episode manik atau episode
campuran
C. Gejala mood dalam kriteria A dan B tidak lebih balk diterangkan oleh
gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
LBM II Page 11
gangguan skizofreniform, gangguan delusional, atau gangguan psikotik yang
tidak ditentukan.3
6. Bagaimana Tata laksana dan fakmakoterapi kasus dalam skenario?
Gangguan bipolar (GB) sering tidak atau salah diagnosis. Karena salah atau tidak
terdiagnosis, pengobatan GB sering tidak efektif sehingga menjadi beban keluarga,
disabilitas psikososial jangka panjang, dan tingginya risiko bunuh diri. Sekitar 20%-50%
pasien yang mulanya didiagnosis sebagai episode depresi mayor unipolar ternyata adalah
GB. Bila manifestasi yang muncul adalah mania akut, penegakan diagnosisnya lebih
mudah. Meskipun demikian, mania akut sulit dibedakan dengan skizofrenia.
Terapi psikofarmakologi memberikan manfaat yang hampir sama di semua kultur.
Namun demikian, tuntunan dan strategi terapi tetap saja berbeda di berbagai tempat di
dunia. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan dalam tradisi pengobatan, sikap
terhadap obat tertentu, dan terbatasnya obat yang tersedia.
Tuntunan Tatalaksana GB sangat diperlukan oleh klinikus. Sekitar 64% klinikus
menyatakan bahwa mereka menggunakan Tuntunan Tatalaksana dalam mengambil
keputusan untuk pemilihan obat.2 Tahun 2009 adalah " Tahun Tuntunan Bipolar". Pada
tahun 2008, InternationalS ocieoforBipolarDisorder (ISBD) memublikasi laporannya
tentang tuntunan diagnostik. Ia mengajukan beberapa perubahan di DSM-V dan ICD -11,
mengenai mania, depresi bipolar, GB II, spektrum bipolar, siklus cepat, GB pada anak,
dan gangguan skizoafektif. Selanjutnya, pada tahun 2008, European College of
Neuropsychoharmacology (ECNP) juga memublikasi konsensusnya tentang depresi
bipolar dan penggunaan kom-binasi terapi dengan antipsikotika pada berbagai gangguan
psikiatrik, termasuk GB. Di tahun 2009, The American Pshciatric Association (APA),
juga memublikasi tuntunan pengobatan GB versi barn. Selain itu, the World Federation of
Societies of BipolarPsychiatg (FFSP) juga membentuk kelompok kerja dan menyusun
tuntunan terapi GB. Pada tahun 2009, Canadian Network for Mood and Anxiety
Treatments (CANMAT) and International Society for Bipolar Disorders (ISBD) juga
membuat Konsensus Tuntunan Tatalaksana GB. Data-data hasil penelitian obat terkini
dikumpulkan oleh para ahli dunia dan mereka mengadakan pengkajian secara ilmiah
sehingga melahirkan sebuah Konsensus Tuntunan Tatalaksana GB. Jadi, Tuntunan
Tatalaksana GB yang dibuat oleh CANMAT dan ISBD tersebut berdasarkan bukti ilmiah.
LBM II Page 12
Tuntunan Tatalaksana hasil konsensus tersebut dapat membantu para klinikus dan juga
bermanfaat bagi pasien. Meskipun cukup banyak Tuntunan Tatalaksanan GB yang
tersedia, klinikus dapat memilih pengobatan lain berdasarkan pengalaman klinis secara
pribadi, ketersediaan obat, dan keadaan ekonomi pasien. Di bawah ini adalah tuntunan
tatalaksana GB berdasarkan CANMAT. 1
7. Apa diagnosis yang mendekati pada kasus dalam skenario tersebut?
LBM II Page 13
Episode Manik
Episode manik ditandai dengan adanya eforia yang signifikan, ekspansif, atau
iritabilitas yang disertai dengan paling sedikit tiga gejala tambahan (empat, bila mood
hanya iritabel), berlangsung paling sedikit satu minggu (atau waktunya bisa lebih pendek
bila pasien dirawat). Gejala tambahan yaitu meningkatnya kepercayaan berkurangny-a
kebutuhan tidur, banyak bicara, loncat gagasan, distraktibilitas, meningkatnya aktivitas
bertujuan atau agitasi psikomotor, dan impulsivitas. Episode manik, bila derajatnya berat,
dapat disertai gejala psikotik, hendaya berat pada fungsi social dan pekerjaan,
memerlukan hospitalisasi.
Mood iritabel pada mania dapat muncul dalam bentuk perilaku yang suka membantah
terutama bila pasien tersebut diperlakukan kasar. Grandiositas yang jelas dengan
gambaran paranoid sering terlihat pada mania. Keadaan ini berkontribusi dalam
terjadinya agresi.
Penggunaan alkohol dapat pula ditemukan pada sekitar 50% pasien de-ngan GB I,
terutama selama fase mania. Penvalahgunaan alkohol tersebut dapat menyebabkan
LBM II Page 14
terjadinya perilaku disin hibisi sehingga membahayakan pasien. Pasien dapat menyerang
atau melukai orang-orang sekitarnya atau dirinya.
Waham dan halusinasi sering pula ditemukan pada keadaan mania. Gang-guan ini
ditemukan pada pasien GB de-ngan ciri psikotik. Kebingungan atau pseudodemensia
dapat pula terjadi. Begitu pula dengan negativisme, sering terlihat pada mania.
Mania Sekunder
Mania pasca persalinan tanpa riwayat depresiberbeda dengan GB. Ia tidak dapat
dimasukkan sebagai diagnosis gangguan mood tersendiri. Ia hanya dispesifikasi pada GB.
Mania tanpa adanya riwayat bipolaritas sebelumnya dapat terjadi pada keadaan sakit fisik
seperti tirotoksikosis, systemic lupus egthematosis (SLR) atau pada pengobatan SLE
dengan steroid. Selain itu, mania dapat pula ditemukan pada khorea reumatoid, multiple
scelerosi s, Huntington'disease, penyakit serebro-vaskuler, tumor ventrikel III, sifilis, dan
AIDS. Predisposisi genetik jarang pada kasus-kasus ini dan risiko terjadinya kekambuhan
sangat rendah.
Bentuk yang jarang ditemui yaitu mania reaktif. Mania reaktif dicetuskan oleh adanya
kehilangan Secara psiko-dinamik, mania terjadi karena adanya usaha penyangkalan
terhadap kehilangan tersebut. Mania juga dapat diinduksi oleh obat-obat stimulansia,
terapi dengan antidepresan, atau deprivasi tidur. Episode mania pertama dapat pula
ditemukan pada seorang pengguna alkohol kronik (lebih dari satu dekade) yang secara
tiba-tiba menghentikannya.
Mania Kronis
Sekitar lima persen pasien dengan GB I mengalami mania kronis. Pasien dengan
mania kronis sering mengalami episode manik berulang dengan mood hipertim di antara
episode. Penyebabnya biasanya adalah ketidakpatuhan terhadap terapi. Kegembiraan
(excitement) yang berulang dapat menjadi penguat (reinforcement), mengurangi
penderitaan subjektif tetapi dapat menyebabkan gangguan tilikan yang serius sehingga
pasien merasa tidak memerlukan obat. Penyalahgwman alkohol, baik episodik maupun
kronik, turut berkontribusi dalam terjadinra kronisitas.
LBM II Page 15
Bila berkomorbiditas dengan patologi di otak, mania sering tidak meng-alami
kesembuhan dan bahkan dapat meningkatkan mortalitas, terutama pada usia lanjut.
Waham kebesaran sering terjadi pada mania kronis sehingga sering disalahtafsirkan
sebagai skizofrenia paranoid. Karena adanya deteriorasi sosial, Kraepelin menyebutnya
sebagai demensia mania. Faktor organik seperti trauma kepala, penyalahgunaan alkohol
dapat berperan dalam terjadinya deteriorasi. Tabel 2 di bawah ini adalah kriteria episode
manik menurut DSM-VI-TR.
Episode Hipomanik
Episode hipomanik hampir sama dengan episode manik dengan perbedaan penting
yaitu derajat gejalanya tidak berat, tidak ada gejala psikotik, tidak memerlukan
perawatan, dan hendayanya tidak berat. Fungsinya mungkin saja meningkat. Durasi
episodenya lebih pendek yaitu paling sedikit empat hari. Gejalanya primer disebabkan
oleh gangguan mood bukan bersifat sekunder (disebabkan oleh efek zat atau kondisi
medik umum). Episode mirip hipomanik yang disebabkan oleh terapi somatik tidak dapat
dimasukkan ke dalam diagnosis gangguan bipolar I atau gangguan bipolar II.
Hipomania ditandai dengan pening-katan mood yang ringan, pikiran menjadi lebih
tajam, disertai peningkatan energi dan aktivitas, berlangsung beberapa hari pada periode
tertentu, tanpa adanya hendaya. Ia jarang berlanjut menjadi mania. Tilikan pada
LBM II Page 16
hipomania relatif balk. Hipomania biasanya berulang dan is dapat dibedakan dengan
gembira normal (gembira normal tidakberulang). Kadang-kadanghipomania dapat
diinduksi oleh antidepresan. Pada gangguan siklotimia, terjadi pergantian antara
hipomania dengan depresi ringan. Pada temperamen hipertimik, hipomania merupakan
sifat dasar seseorang.
Durasi minimum hipomania kurang dari empat hari. Karena hipomania sering tidak
dikenali oleh keluarga dan sering Pula terjadi kesalahan ketika diminta mengingat
kejadian hipomania sebelumnya, bipolar II sulk didiagnosis. Antidepresan dapat
memperburuk perjalanan bipolar II yaitu dapat menginduksi hipomania, siklus cepat, dan
campuran.
Karena hipomania sering dirasakan sebagai kepulihan dari depresi atau suatu yang
sangat menyenangkan, berlangsung singkat, dan mood dengan ego sintonik, seseorang
dengan bipolar II jarang melaporkan keadaan ini secara spontan. Ketrampilan bertanya
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Seperti pada mania, informasi dari keluarga
sangat diperlukan. Tabel 3 di bawah ini memperlihatkan kriteria episode hipomanik
menurut DSM
Episode Depresi Mayor
Episode depresi mayor ditandai dengan adanya perasaan sedih atau anhedonia (tidak
ada emosi positif) disertai paling sedikit empat gejala tambahan yang bersifat pervasif
(sepanjang hari, hampir setiap hari) yang berlangsung paling sedikit dua minggu. Pada
anakanak atau remaja, mood yang terjadi bisa berbentuk iritabel. Gejala tambahan lainnya
yaitu buruknya konsentrasi (ke-tidakmampuan memfokuskan perhatian), kurangnya
tenaga, rendahnya harga diri, rasa bersalah, ide-ide bunch diri, gangguan tidur, perubahan
berat badan dan gangguan psikomotor. Ketiga gejala terakhir bersifat he terogen
misalnya, dapat terjadi berlebihan atau berkurangnya tidur, peningkatan atau penurunan
berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor.
Retardasi psikomotor dengan atau tanpa hipersomnia menandai GB I, episode depresi.
Awitan dan hilangnya sering terjadi tiba-tiba meskipun dapat pula terjadi secara
berangsur-angsur dalam beberapa minggu. Pergantian dengan episode manik dapat terjadi
terutama akibat penggunaan antidepresan. Walaupun demikian, tidak semua pasien
LBM II Page 17
depresi bipolar berkembang menjadi mania setelah penggunaan antidepresan.
Adakalanya, is berkembang menjadi depresi agitasi. Selain itu, ada pula pasien yang tetap
dalam keadaan depresi berat beberapa bulan yang bercampur dengan manik seperti
pikiran yang cepat (racing tought) dan peningkatan seksual.
Keadaan campuran perlu diketahui supaya pasien tidak diberikan anti-depresan yang
berkelanjutan. Pasien-pasien yang dalam keadaan depresi tetapi ditemui pula beberapa
gejala manik sebaiknya tidak diberikan antidepresan tetapi lebih balk stabilisator mood
atau terapi kejang list:6k. Bila dibandingkan dengan dalam keadaan depresi, waham dan
halusinasi lebih sering pada episode manik atau manik campuran. Stupor merupakan
manifestasi psikotik yang lebih sering ditemui pada episode depresi terutama remaja dan
dewasa muda.
Gejala-gejala depresi bipolar tidak sama dengan depresi mayor unipolar. Gejala
depresi bipolar cenderung ber-bentuk atipik yaitu hipersomnia, kele-tihan yang menonjol,
dan mood diurnal yang terbalik. Pada depresi mayor unipolar lebih sering terlihat
LBM II Page 18
insomnia. Episode depresi mayor dapat disertai gejala psikotik, memerlukan hospitalisasi,
dan hendaya yang jelas. Tabel 4 di bawah ini adalah kriteria diagnostik untuk episode
depresi mayor.
Episode Campuran
Episode campuran ditandai dengan terpenuhinya kriteria untuk kcdua episode yaitu
episode rnanik dan. episode depresi mayor, paling sedikit satu minggu. Episode campuran
derajatnya berat (bisa disertai dengan gejala psikotik, memerlukan hospitalisasi, hendaya
fungsi psikososial clan pekerjaan yang derajatnya berat) dan terjadi. pada (B-1 dan bukan
pada GB-11. Episode campuran (sebagairnana untuk mania atau hipornanik1, gejala
bersifat primer (akibat gangguan mood) bukan bersifat sekunder ( akibat kondisi medik
umum atau akibat zat). Episode mirip campuran yang disebabkan oleh terapi somatik
tidak dapat dimasukkan ke dalam diagnosis GB-1.1,3
Episode campuran menunjukkan suatu sindrom yang unik. Ada empat konsep lainnya
pada episode campuran, misalnya:
1. Suatu sindrom yang tercampur (kombinasi)
2. Siklus ultra cepat
3. Suatu keadaan transisi
4. Mania berat tertentu
LBM II Page 19