Bab2revisi

51
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses penelitian adalah mencari teori, konsep dan generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teori untuk pelaksanaan penelitian. Menurut Suryabrata (dalam Sugiyono, 2006 : 55) menyatakan bahwa : “Landasan teori ini perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Adanya landasan teori ini merupakan ciri bahwa penelitian ini merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data. Berdasarkan definisi di atas, dikemukakan oleh Sugiyono (2006 : 55) bahwa 1) Teori itu berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis, 2) Berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan, 3) Sebagai stimultan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan. Konsep digunakan untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti. Konsep ini dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan suatu istilah untuk beberapa kejadian yang saling berkaitan. Untuk lebih jelasnya Singarimbun dan Effendi (1989:34) mengemukakan bahwa: “Konsep adalah abstraksi mengenai 11

Transcript of Bab2revisi

Page 1: Bab2revisi

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses

penelitian adalah mencari teori, konsep dan generalisasi hasil penelitian yang

dapat dijadikan sebagai landasan teori untuk pelaksanaan penelitian. Menurut

Suryabrata (dalam Sugiyono, 2006 : 55) menyatakan bahwa : “Landasan teori ini

perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh dan bukan

sekedar perbuatan coba-coba. Adanya landasan teori ini merupakan ciri bahwa

penelitian ini merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.

Berdasarkan definisi di atas, dikemukakan oleh Sugiyono (2006 : 55) bahwa

1) Teori itu berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis, 2)

Berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi perilaku yang

memiliki keteraturan, 3) Sebagai stimultan dan panduan untuk mengembangkan

pengetahuan.

Konsep digunakan untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang

hendak diteliti. Konsep ini dapat menyederhanakan pemikiran dengan

menggunakan suatu istilah untuk beberapa kejadian yang saling berkaitan. Untuk

lebih jelasnya Singarimbun dan Effendi (1989:34) mengemukakan bahwa:

“Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar

generalisasi dan sejumlah karakteristik, kejadian, keadaan kelompok atau individu

tertentu”. Jadi peranan konsep dalam penelitian sangat penting karena

menghubungkan dunia observasi dengan dunia teori atau antara abstraksi dengan

realita. Untuk itu konsep perlu didefinisikan secara tepat sehingga tidak terjadi

kesalahan pengukuran.

2.1.2 Manajemen Pesantren

a. Pengertian Manajemen

Secara etimologi, manajemen (bahasa Inggris) berasal dari kata to

manage, dalam Webster’s New cooleglate Dictionary, kata manage dijelaskan

berasal dari bahasa Itali “Managlo” dari kata “Managlare” yang selanjutnya kata

11

Page 2: Bab2revisi

12

ini berasal dari bahasa Latin Manus yang berarti tangan (Hand). Kata manage

dalam kamus tersebut diberi arti : membimbing dan mengawasi, memperlakukan

dengan seksama, mengurus perniagaan atau urusan-urusan, mencapai urusan

tertentu (Sukarna, 1993)

Sedangkan secara terminologi, ada beberapa definisi mengenai manajemen,

diantaranya yang dikemukakan oleh George R. Terry, manajemen adalah suatu

proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu

kelompok orang-orang kearah tujuan organisasi atau maksud yang nyata.

(George R, Terry, 2000)

Manajemen dalam pendidikan mutlak diperlukan, karena merupakan

variabel terpenting untuk mengelola sebuah lembaga pendidikan. Manajemen

yang baik akan membuat sebuah perbedaan mutu sekolah dan mutu peserta

didiknya. Kemudian aspek utama manajemen sebagaimana diungkapkan ‘Everard

dan morris adalah meyusun arah, tujuan dan sasaran’. Orientasi cita-cita yang

jelas merupakan pusat bagi pendekatan-pendekatan teoritis dalam manajemen

pendidikan.

b. Fungsi-fungsi manajemen

Setelah mendefinisikan manajemen yang pada dasarnya mempunyai empat

kerangka: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.

Kegiatan tersebut dinamakan sebagai proses manajemen. Kata proses

ditambahkan untuk mengartikan kegiatan yang dilakukan dengan cara sistematis

dan kegiatan tersebut dilakukan oleh manajer/pimpinan pada semua tingkat

Keempat kerangka tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini. tanda

panah tebal menunjukkan urutan kegiatan secara teoritis, dimulai dari

perencanaan, kemudian diakhiri oleh pengendalian, yang kemudian berputar lagi

kembali ke perencanaan. Tanda panah terputus-putus menunjukkan urutan yang

lebih realistis, yang terjadi di praktek manajemen (Mamduh M, Hanafi, 1997)

Dalam beberapa literature, terdapat perbedaan selain dalam hal langka-

langkah tersebut terdapat pula perbedaan dalam menamakannya sebagai proses

manajemen. Akan tetapi hal ini diperjelas oleh Nanang Fattah (2004) yang

Page 3: Bab2revisi

13

mengatakan bahwa dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang

ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu: Perencanaan (Planning),

Pengorganisasian (Organizing), Kepemimpinan (Leading), dan Pengawasan

(Controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencana,

mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala

aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

The Liang Gie (1993:61) menamakan langkah-langkah tersebut sebagai

fungsi-fungsi manajemen yang meliputi: perencanaan (planning), pembuatan

keputusan (Decision making), pembimbing (directing), pengkoordinasian

(coordinating), pengontrolan (controlling) dan penyempurnaan (improving).

Menurut Geroge R. Terry dalam bukunya Principles of Manajement mengatakan

bahwa fungsi-fungsi manajemen meliputi: perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), menggerakkan (actuating), mengawasi

(controlling).(Siagian, 2000:45)

Terlepas dari banyaknya pendapat mengenai pembagian fungsi manajemen

seperti di atas, pada penelitian ini penulis menggunakan empat fungsi yaitu:

perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengendalian/pengawasan.

1) Perencanaan (planning)

Dalam sebuah organisasi atau lembaga apapun bentuk dan namanya,

sebelum melangkah untuk mencapai tujuan, maka terlebih dahulu adanya

perencanaan. Perencanan dalam sebuah lembaga adalah sangat esensial, karena

dalam kenyataannya. perencanaan memegang peranan penting dibandingkan

dengan fungsi-fungsi yang lainnya.Perencanaan berarti kegiatan menetapkan

tujuan organisasi dan memilih cara yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.

Pengambilan keputusan merupakan bagian dari perencanaan yang berarti

menentukan atau memilih alternatif pencapaian tujuan dari beberapa alternatif

yang ada. Pemilihan dari sejumlah alternatif tentang penetapan prosedur

pencapaian, serta perkiraan sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan

tersebut. (Habafi, 2004:51). Yang dimaksud dengan sumber meliputi sumber

manusia, material, uang, dan waktu. Dalam perencanaan, kita mengenal beberapa

tahap, yaitu: (1) identifikasi masalah, (2) perumusan masalah, (3) penetapan

Page 4: Bab2revisi

14

tujuan, (4) identifikasi alternatif, (5) pemilihan alternatif, dan (6) kolaborasi

alternatif (Suryosubroto, 2004). Perencanaan pendidikan dapat dibedakan dalam

beberapa kategori menurut: (1) jangkauan waktunya, (2) besarannya, (3)

pendekatan, serta (4) pelakunya.

Menurut jangkauan waktunya, perencanaan dalam lembaga pendidikan

dapat dibagi menjadi: perencanaan jangka pendek yakni perencanaan tahunan

atau perencanaan yang dibuat untuk dilaksanakan dalam waktu kurang dari 5

tahun sering disebut sebagai rencana operasional. Perencanaan jangka

menengah yaitu perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu pelaksanaan 5 – 10

tahun. Perencanaan ini penjabaran dari rencana jangka panjang, tetapi sudah

lebih bersifat operasional. Dan terakhir perencanaan jangka panjang yaitu

perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu 10 – 25 tahun. Pembagian waktu

ini bersifat kira-kira, dan tiap ahli dapat saja memberikan batas yang berlainan.

Jadi pemenggalan waktu ini hanya merupakan ancar-ancar.

Menurut pelakunya perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan

individual, yang dilakukan guru secara sendiri-sendiri, perencanaan kelompok,

dan perencanaan lembaga yaitu perencanaan yang berlaku dan dibuat oleh

pesantren (Suryosubroto, 2004:15).

2) Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas- tugas kepada

orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan. Karena tugas-tugas ini

demikian banyak dan tidak dapat diselesaikan oleh satu orang saja, maka tugas-

tugas ini dibagi untuk dikerjakan masing-masing anggota organisasi

(Suryosubroto, 2004:20)

Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama, organisasi

diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya, sebuah

sekolah, pesantren, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintah. Kedua

merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan

dialokasikan diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai

secara efektif (Suryosubroto, 2004:17). Jadi pengorganisasian di pesantren dapat

Page 5: Bab2revisi

15

didefinisikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-

orang (ustadz dan personil pesantren lainnya) serta mengalokasikan sarana dan

prasarana untuk menunjang tugas orang-orang dalam rangka mencapai tujuan

pesantren secara efektif dan efisien.

3) Fungsi pengkoordinasian

Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas- tugas yang

telah dibagi itu tidak dikerjakan menurut kehendak yang mengerjakan saja, tetapi

menurut aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan.

Pengkoordinasian menurut The Liang Gie (1983:216) merupakan rangkaian

aktivitas menghubungkan, menyatu padukan dan menyelaraskan orang- orang

dan pekerjaannya sehingga semuanya berlangsung secara tertib dan seirama

menuju kearah tercapainya tujuan tanpa terjadi kekacauan, percekcokan,

kekembaran kerja atau kekosongan kerja.

Berdasarkan pengertian ini dapat ditegaskan bahwa pengkoordinasian

dalam satuan pendidikan adalah “mempersatukan rangkaian aktivitas

penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran orang- orang dan pekerjaannya

sehingga semuanya berlangsung secara tertib kearah tercapainya maksud yang

telah ditetapkan”. Koordinasi harus dapat meningkatkan kerjasama antar pejabat

dan anggota organisasi semaksimal mungkin pada tataran kantor didepartemen

pendidikan, pada tataran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, kemudian

koordinasi pada tingkat satuan pendidikan. Koordinasi pada tiap tataran ini

adalah meningkatkan kerja sama antara Menteri, Direktur Jenderal, Gubernur,

Bupati/Walikota dalam memberikan pelayanan pada satuan pendidikan, serta

kepala sekolah, guru, konselor, supervisor, dan petugas sekolah lainnya dalam

kegiatan sekolah dan pelajaran sebagai kegiatan inti satuan pendidikan.

4) Pengendalian/Pengawasan (Controlling)

Pengendalian (Pengawasan) atau controlling adalah bagian terakhir dari

fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang dikendalikan adalah perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian itu sendiri. Kasus-kasus yang

Page 6: Bab2revisi

16

banyak terjadi dalam organisasi adalah akibat masih lemahnya pengendalian

sehingga terjadilah berbagai penyimpangan antara yang direncanakan dengan

yang dilaksanakan.

Pengendalian ialah proses pemantauan, penilaian dan pelaporan rencana

atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tidakan korektif guna

penyempurnaan lebih lanjut. Beda pengendalian dengan pengawasan adalah pada

wewenang daripengembang kedua istilah tersebut. Pengendalian memiliki

wewenang turun tangan yang tidak dimiliki pengawas. Pengawas hanya sebatas

memberi saran, sedangkan tindak lanjutnya dilakukan oleh pengendali. Jadi,

pengendalian lebih luas dari pada pengawasan. Dalam penerapannya

dipemerintahan, kedua istilah itu sering tumpang-tindih (overlapping).

Pengawasan sebagai tugas disebut supervisi pendidikan yang dilakukan oleh

pengawas sekolah ke sekolah-sekolah yang menjadi tugasnya. Kepala sekolah

juga berperan sebagai supervisor di sekolah yang dipimpinnya. Di lingkungan

pemerintahan, lebih banyak dipakai istilah pengawasan dan pengendalian

(wasdal) (Usman, 2004:51). Pada dasarnya rencana dan pelaksanaan merupakan

satu kesatuan tindakan, walaupun hal ini jarang terjadi. Pengawasan diperlukan

untuk melihat sejauh mana hasil tercapai.

c. Pengertian Pondok Pesantren

Terminologi pesantren mengindikasikan bahwa secara cultural pesantren

lahir dari budaya Indonesia, dengan melihat bahwa pesantren yang berasal dari

bahasa Jawa, dari kata “Cantrik” yang berarti seorang yang selalu mengikuti

seorang guru kemana guru ini pergi menetap. Kemudian terminologi pesantren

lebih popular dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren,

pondok berasal dari bahasa Arab “funduk” yang berarti hotel, asrama, rumah,

dan tempat tinggal sederhana (Hasbullah, 2002)

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tertua ditanah air. Ia

diperkirakan sudah ada sejak negeri ini belum merdeka. Secara etimologis, kata

pondok berarti tempat yang dipakai untuk makan dan istirahat. Istilah pondok

dalam konteks dunia pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama bagi para

Page 7: Bab2revisi

17

santri. Sedangkan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di

depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri (Dhofier 1985:18).

Dengan demikian, pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri.

Agaknya, pemakaian kata pesantren untuk menamai lembaga tradisional

pengajaran agama Islam ini terkait erat dengan proses diduga kuat dikembangkan

berasal dari petani (Azra, 1995:259). Namun, dalam pandangan Nurcholish

Madjid, pesantren tidak hanya dianggap sebagai identik dengan makna

keislaman, akan tetapi juga dianggap memiliki makna keaslian Indonesia

(indigenous) (Madjid, 1997:3).

Sekarang di seluruh nusantara terdapat ribuan lembaga pendidikan Islam

yang dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di Sumatera Barat, dan

Pondok pesantren di Jawa (Azra, 2001:70). Pondok pesantren di Jawa itu

membentuk berbagai macam dan jenis. Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren

di Jawa dapat dilihat dari segiilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola

kepemimpinan atau perkembangan ilmu teknologi. Namun demikian, ada unsur-

unsur pondok pesantren yang harus dimiliki setiap pondok pesantren, yaitu kiai,

masjid, santri, pondok, dan kitab Islam klasik (atau kitab kuning), adalah elemen

unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan

lainnya.

Asal terbentuknya sebuah pesantren secara pasti hingga kini masih sulit

untuk diungkapkan. Yang dapat dilakukan hanyalah menduga-duga dengan

melihat ciri-ciri dan pengaruhnya dalam kehidupan keagamaan pada masyarakat

Jawa. Para akademisi lebih banyak menghubungkan kehadiran pesantren dengan

kelompok- kelompok organisasi terekat pada awal-awal sejarah Islam di

Nusantara. Para Kiai pimpinan terekat melazimkan kepada para pengikutnya

untuk melakukan suluk selama 40 hari dalam setiap tahunnya dalam ruangan-

ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang bersebelahan

dengan masjid, di samping melakukan amalan-amalan terekat, ditempat ini

dilakukan pula pengajaran kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu-ilmu

keislaman: fikih, tauhid, dan tasawuf (Dhofier, 1994 : 34 ). Dari kegiatan sejenis

inilah, nampaknya yang dikemudian hari melahirkan sejumlah pesantren dengan

Page 8: Bab2revisi

18

corak dominan pada kecenderungan penguasaan syariah dan terekat, sehingga

perkataan ”kiai” lebih lazim dari penyebutan ”ulama” untuk memberi julukan

pada para pengajarnya. Dengan demikian, pengakuan suatu lingkungan

masyarakat tertentu terhadap kelebihan di bidang ilmu agama dan kesalehan kiai

menjadi faktor pendukung tumbuhnya pesantren di masa lalu.

Pendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu sistem

sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem bandongan atau

wetonan yang sering disebut kolektif. Dengan cara sistem sorogan tersebut,

setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kiai atau

pembantu kiai. Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-

murid yang telah menguasai pembacaan Qur’an yang pada kenyataannya

merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran,

kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid. Murid seharusnya sudah

paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di

pesantren (Dhofier, 1994 28).

Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk

menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada dipesantren. Akhir-akhir ini,

pondok pesantren mempunyai kecenderungan- kecenderungan baru dalam rangka

renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan

yang bisa dilihat dipesantren modern diantaranya mulai akrab dengan metodologi

ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan diluar dirinya, diversifikasi

program dan kegiatan dipesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat

berfungsi sebagi pusat pengembangan masyarakat

d. Sistim Pendidikan Pesantren

Sistem pendidikan menurut Mastuhu (1995:234) adalah totalitas interaksi

dari seperangkat unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama secara terpadu, dan

saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan yang

telah menjadi cita-cita bersama para pelakunya. Kerja sama antar pelaku ini

didasari, dijiwai, digerakkan, digairahkan, dan diarahkan oleh nilai- nilai luhur

yang dijunjung tinggi oleh mereka. Unsur-unsur suatu sistem pendidikan selain

Page 9: Bab2revisi

19

terdiri atas para pelaku yang merupakan unsur organik, juga terdiri atas unsur-

unsur anorganik lainnya, berupa dana, sarana dan alat-alat pendidikan lainnya,

baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Hubungan antara nilai-nilai dan

unsur-unsur dalam suatu sistem pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan satu dari yang lain.

Unsur-unsur asasi pendidikan adalah: (1) pendidikan: Islam, sebab Islam

adalah satu-satunya agama yang benar dan sempurna serta dapat

menyelamatkan umat manusia dunia dan di akhirat. Karena sistem pendidikan

pondok pesantren merupakan bagian (sub sistem) saja dari pendidikan Islam,

maka asasnyapun adalah Islam; (2) tujuan: tujuan akhir (ultimate goal),

merupakan tujuan akhir dari tujuan setiap muslim yaitu mencapai ridho Allah,

dan tujuan umum(institusional) ialah sama dengan tujuan diciptakannya umat

manusia di dunia ini, yaitu mengabdi kepada Allah, dan tujuan khusus (kurikuler)

adalah sesuai dengan fungsi didirikannya lembaga pendidikan pondok pesantren

berfungsi untuk melahirkan calon ulama dan ahli agama; subjek didik adalah

para ulama dan ustadz. Para ustadz berfungsi sebagai pembantu para ulama,

harus memiliki sifat-sifat sebagaimana para ulama, agar di pondok pesantren itu

terwujud satu kepemimpinan yang utuh; objek didik pada pondok pesantren

adalah para santri, materi pendidikan pada pondok pesantren yang paling besar

dan dominan adalah ilmu-ilmu agama Islam; metode pendidikan pada pondok

pesantren: metode uswah hasanah, dialog (tanya jawab), weton,

sorogan/bandongan, muhawarah, mudzakarah; alat pendidikan, dan waktu.

Sistem pendidikan pesantren juga terdiri atas unsur-unsur dan nilai-nilai

yang merupakan satu kesatuan. Kualitas dari dinamika suatu sistim pendidikan

pesantren sangat tergantung pada kualitas para pengasuhnya dan bobot

interaksi antara unsur dan pelaku pesantren yang ada. an pada dasarnya setiap

lembaga pendidikan selalu menghendaki agar kualitas dan kuantitas berjalan

seiring dan seimbang, sehingga tidak mengalami permasalahan yang

krusialUntuk menghindari hal tersebut dibutuhkan kesiapan pesantren28 baik di

sisi internal maupun eksternal.

Page 10: Bab2revisi

20

b. Elemen-elemen Pesantren

Hampir dapat dipastikan, lahirnya suatu pesantren berawal dari beberapa

elemen dasar yang selalu ada didalamnya. Ada lima elemen pesantrenantara satu

dengan lainnya tidak bias dipisahkan. Ketiga elemen tersebut meliputi kiayi,

santri, pondok, masjid, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik, atau yang sering

disebut dengan kitab kuning. (Haedari, dkk, 2004:54)

1) Kyai

Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat esensial

bagi suatu pesantren. Rata-rata pesantren yang berkembang di Jawa dan

Madura sosok kyai begitu sangat berpengaruh, kharismatik dan berwibawa,

sehingga amat disegani oleh masyarakat di lingkungan masyarakat. Istilah

kiayi ini biasanya lazim digunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur saja.

Sementara di Jawa Barat digunakan istilah”Ajengan”, di Aceh dengan tengku,

sedangkan di Sumatera Utara dinamakan Buya.

2) Pondok

Pondok atau tempat tinggal para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren

yang membedakannya dengan sistem pendidikan yang lainnya yang

berkembang di kebanyakan wilayah Islam Negara-negara lain.

3) Masjid

Seorang kyai yang ingin mengembangkan pesantren, pada umumnya yang

pertama-tama menjadi prioritas adalah masjid. Masjid dianggap sebagai

symbol yang tidak terpisahkan dari pesantren. Masjid tidak hanya sebagai

praktek ritual ibadah, tetapi juga tempat pengajaran kitab-kitab kuning.

4) Santri

Santri adalah siswa atau murid yang belajar dipesantren. Seorang ulama bias

disebut kyai kalau memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren

tersebut untuk mempelajari ilmu-ilmu agamaIslammelalui kitab-kitab kuning.

Oleh karena itu, eksistensi biasanya juga berkaitan dengan adanya santri

dipesantrennya.

5) Mengajar Kitab Kuning

Page 11: Bab2revisi

21

Berasarkan catatan sejarah, pesantren telah mengajarkan kitab- kitab klasik,

khususnyakaranagn-karangan madzhab Sayfiiyyah . pengajaran kitab-kitab

kuningberbahsa arab dan tanpa harakat atau sering disebut kitab Gundul

merupakan satu-satunyametode yang secara formal diajarkan dalam komunitas

pesantrendi Indonesia. Ada beberapa tipe pondok pesantren misalnya, pondok

peantren salaf, khalaf, modern, dan takhasus Al-Qur’an.

c. Pola-Pola Manajemen Pesantren

Pertama, Pesantren pola I yang dimaksud dalam tulisan ini adalah

pesantren yang masih terikat kuat dengan sistem pendidikan Islam sebelum

zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Ciri-ciri dari Pesantren Pola

I adalah Pertama, pengkajian kitab-kitab klasik semata-mata. Kedua, memakai

metode sorogan, wetonan, dan hafalan di dalam berlangsungnya proses belajar

mengajar. Ketiga, tidak memakai sistem klasikal. Pengetahuan seseorang diukur

dari sejumlah kitab-kitab yang telah pernah di pelajarinya dan kepada ulama

mana dia berguru. Keempat, tujuan pendidikan adalah untuk meninggikan moral,

melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual, dan

kemanusiaan.

Kedua, Pesantren Pola II adalah merupakan pengembangan dari Pesantren

Pola I. Kalau Pola I inti pelajaran adalah pengkajian kitab-kitab klasik dengan

menggunakan metode sorogan, wetonan dan hafalan, sedangkan pada pesantren

Pola II ini lebih luas dari itu. Pada Pesantren Pola II inti pelajaran tetap

menggunakan kitab-kitab klasik yang diajarkan dalam bentuk klasikal dan

non klasikal. Di samping itu, diajarkan ekstrakulikuler seperti keterampilan dan

praktek keorganisasian. Pada bentuk sistem klasikal, tingkat pendidikan di bagi

kepada jenjang pendidikan dasar (ibtidaiyah) 6 tahun, jenjang pendidikan

menengah pertama (tsanawiyah), dan jenjang pendidikan atas (Aliyah) 3 tahun.

Di luar waktu pengajaran klasikal di Pesantren Pola II ini diprogramkan pola

sistem nonklasikal, yakni membaca kitab-kitab klasik dengan metode- metode

dan wetonan. Pimpinan pesantren telah mengatur jadwal pengkajian tersebut

lengkap dengan waktu, kitab yang akan dibaca dan ustadz yang akan

Page 12: Bab2revisi

22

mengajarinya.

Ketiga, Pesantren Pola III adalah pesantren yang di dalamnya program

keilmuan diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum.

Ditanamkan sifat positif terhadap kedua jenis ilmu itu kepada santri. Selain dari

itu dapat digolongkan kepada ciri pesantren Pola III ini adalah penampakkan

berbagai aspek pendidikan, seperti kemasyarakatn, ketrampilan, kesenian

kejasmanian, kepramukaan, dan sebagainya dari Pesantren Pola III telah

melaksanakan program pengembangan masyarakat. Struktur kurikulum yang

dipakai pada Pesantren Pola III ini ada yang mendasarkannya kepada struktur

madrasah negeri dengan memodifikasi mata pelajaran agama, dan ada pula yang

memakai kurikulum yang di buat oleh pondok sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu

agama pada Pesantren Pola III ini tidak mesti bersumber dari kitab- kitab

klasik.

Keempat, Pesantren Pola IV, adalah Pesantren yang mengutamakan

mengajarkan ilmu-ilmu ketrampilan disamping ilmu- ilmu agama sebagai mata

pelajaran pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk memahami dan

dapat melaksanakan berbagai ketrampilan guna dijadikan bekal hidupnya.

Dengan demikian kegiatan pendidikannya meliputi kegiatan kelas, praktik di

laboratorium, bengkel, kebun/ lapangan.

Kelima, Pesantren Pola V adalah Pesantren yang mengasuh beraneka ragam

lembaga pendidikan yang tergolong formal dan non formal. Pesantren ini juga

dapat dikatakan sebagai pesantren yang lebih lengkap pesantren yang telah

disebutkan diatas. Kelengkapan itu ditinjau dari segi keanekaragaman bentuk

pendidikan yang dikelola. Di Pesantren ini di temukan pendidikan Madrasah,

sekolah, perguruan tinggi, pengkajian kitab-kitab klasik, majlis taklim, dan

pendidikan ketrampilam.pengajian kitab-kitab klasik di pesantren ini dijadikan

sebagai materi yang wajib diikuti oleh seluruh santri yang mengikuti pelajaran di

madrasah, sekolah, dan perguruan tinggi. Sementara itu ada santri yang secara

khusus mengkuti pengajian kitab-kitab klasik sajad. Tujuan Pondok Pesantren

Mastuhu mendefinisikan bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah

menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang

Page 13: Bab2revisi

23

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi

masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan menjadi kawula atau

abdi masyarakat seperti Rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana

kepribadian Nabi Muhammad SAW, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh

dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan agama Islam dan

kejayaan Islam di tengah-tengah masyarakat (‘izzul Islam wal muslimin), dan

mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya

pengembangan kepribadian muhsin, bukan sekedar muslim.

Pendapat lain dari Muhaimin mengungkapkan tujuan terbentuknya

pesantren adalah secara umum, membimbing anak didik untuk menjadi manusia

yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi

mubalig Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Secara

khusus, mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama

yangdiajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkan dalam

masyarakat.

Terakhir pendapat dari Zamakhsasyari Dhofier yang mengatakan bahwa

tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan,

uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar

adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan.

Permasalahannya adalah para Kyai belum mentransfer rumusan tujuan

pesantren yang dipimpinnya secara tekstual yang baik dan mensosialisasikan

kepada seluruh elemen pondok pesantren. Walaupun sudah ada sebagian

pesantren yang merumuskan tujuan pesantrennya secara tekstual sehingga seluruh

elemen pesantren mengetahui tujuan dari pesantrennya, akan tetapi masih banyak

pesantren yang belum melakukannya sehingga tujuan dari pesantren hanya ada di

dalam benak pemimpin pesantren yakni kiai saja

2.1.2 Sertifikasi Dosen

2.1.2.1 Pengertian Sertifikasi Dosen

dosen sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan mempunyai peran

dan tanggung jawab yang berat untuk mensukseskan tujuan pendidikan nasional.

Page 14: Bab2revisi

24

Dosen memegang peran yang utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya

yang diselenggarakan secara formal dilingkungan sekolah, dosen juga sangat

menentukan keberhasilan peserta didik terutama dalam kaitannya dengan proses

belajar mengajar (Mulyasa, 2007:5). Selain itu dosen merupakan komponen

yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang

berkualitas. Oleh karena itu upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk

meningkatkan kualitas pedidikan tidak akan memberikan sumbangan yang

signifikan tanpa didukung oleh dosen yang profesional dan berkualitas serta

memiliki kinerja yang bagus. sehingga, peningkatan kualitas pendidikan harus

dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas dosen.

Dalam mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif

sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas maka

diperlukan dosen yang profesional. Supria di dalam Mulyasa (2007) menyebutkan

bahwa untuk menjadi profesional, seorang dosen dituntut untuk memiliki

minimal lima hal sebagai berikut:

a. Mempunyai komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya.

b. Menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara

mengajarnya kepada peserta didik.

c. Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai

cara evaluasi.

d. Mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari

pengalamannya.

e. Seyogyanya merupakan sebagaian dari masyarakat belajar dalam lingkungan

profesionalnya.

Pengertian sertifikasi dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 adalah

“proses pemberian sertifikat pendidik kepada dosen dan dosen”. Adapun

pendapat lain dari Jamal (2009 : 59) tentang pengertian sertifikasi jika dilihat

dari pelaksanaan sertifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

Page 15: Bab2revisi

25

Sertifikasi adalah proses mendapatkan sertifikat profesional dengan cara mengumpulkan portofolio yang jumlahnya ada 10 unsur. Kesepuluh unsur tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya. Jika portofolio tidak mampu memenuhi syarat, maka langkah selanjutnya adalah mengikuti diklat (pendidikan dan pelatihan) secara intensif tentang tips dan metodologi menjadi dosen profesional secara teori dan praktek.

Pengertian sertifikasi profesi dosen itu sendiri dikemukakan oleh

Kunandar (2008:79) adalah “proses pemberian sertifikat kepada dosen yang

telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kinerja”.

Jadi, gabungan dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

sertifikasi dosen adalah suatu proses yang harus dilewati dosen untuk

mendapatkan sertifikat pendidik dengan cara memenuhi standar kualifikasi dan

standar kinerja sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang baik itu melalui

portofolio maupun pendidikan dan pelatihan dosen.

2.1.2.2 Dasar Pemikiran dan Landasan Pelaksanaan Kegiatan Sertifikasi

Dasar pemikiran dan landasan pelaksanaan kegiatan sertifikasi bagi

dosen ini telah diatur sesuai dengan undang-undang, peraturan dan keputusan-

keputusan yang berhubungan dengan sertifikasi. Undang-undang, peraturan dan

keputusan- keputusan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang dosen dan dosen.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional

pendidikan.

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang

sertifikasi dosen dalam jabatan melalui jalur pendidikan.

d. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 056/0/2007 tentang

pembentukan konsorsium sertifikasi dosen.

e. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 057/0/2007 tentang

penetapan perdosenan tinggi penyelenggara sertifikasi dosen dalam jabatan.

Page 16: Bab2revisi

26

2.1.2.3. Tujuan Sertifikasi Dosen

Tujuan dari sertifikasi dosen ini dikemukakan oleh Jamal (2009 : 29)

adalah:

a. untuk meningkatkan mutu lulusan dan mutu pendidikan melalui peningkatan

kualitas dosen. Secara detail, sertifikasi dosen bertujuan sebagai berikut :

b. Menentukan kelayakan dosen dalam melaksanakan tugas sebagai agen

pembelajaran.

c. Meningkatkan profesionalisme dosen

d. Meningkatkan proses dan hasil pendidikan.

e. Mempercepat terwujudnya tujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa sertifikasi dosen ini

bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia baik dalam

prosesnya maupun hasil pendidikannya dengan cara meningkatkan kualitas

dosen melalui peningkatan profesionalisme dosen (dengan memberikan standar

kualifikasi dan standar kinerja dosen sebagai pendidik) sehingga mampu

melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran dan mampu mewujudkan

tujuan dari pendidikan nasional.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Jamal dapat disimpulkan

bahwa sertifikasi dosen dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja dosen dan

meningkatkan kesejahteraan dosen (memberikan tunjangan profesi bagi dosen

yang lulus sertifikasi) dengan harapan dapat meningkatkan kinerja dan

profesionalitas dari dosen-dosen yang telah lulus sertifikasi.

Sertifikasi dosen ini merupakan cara untuk meningkatkan mutu dosen

dengan mengeluarkan lulusan yang memiliki kinerja sesuai dengan Undang-

undang (kinerja sebagai agen pembelajaran) dan meningkatkan kesejahteraan

dosen dengan memberikan tunjangan bagi dosen yang lulus uji kinerja

(sertifikasi).

2.1.2.4. Manfaat Sertifikasi Dosen

Page 17: Bab2revisi

27

Manfaat dari sertifikasi ini menurut Jamal (2009 : 31) :

a. Melindungi profesi dosen dari praktek-praktek yang tidak kompeten dan

merusak citra profesi dosen.

b. Melindungi masyarakat dari praktek-praktek pendidikan yang tidak berkualitas

dan tidak profesional.

c. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dari

keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan

yang berlaku.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat dari

sertifikasi dosen, profesi dosen diakui sebagai tenaga ahli khususnya dalam

bidang pendidikan sehingga dalam prakteknya dosen melaksanakan tugasnya

secara kompeten, profesional dan tidak menyimpang dari ketentuan yang

berlaku. Selain itu sertifikasi juga bermanfaat untuk melindungi masyarakat dari

praktek pendidikan yang kurang baik (kurang berkualitas).

2.1.2.5. Institusi Penyelenggara Sertifikasi

Penyelenggaraan sertifikasi dosen melibatkan berbagai institusi dari

pemerintah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

056/0/2007 institusi yang dilibatkan sebagai konsorsium sertifikasi dosen

meliputi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Badan

Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjamin Mutu

Pendidikan (BPSDMP dan PMP), Ditjen Dikmen, Ditjen Diknas dan Ditjen

PAUDNI. Adapun institusi lainnya yang juga terlibat dalam penyelenggaraan

sertifikasi meliputi LPTK (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

057/0/2007 tentang penetapan perdosenan tinggi penyelenggara sertifikasi dosen

dalam jabatan), LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan), Dinas Pendidikan

Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/kota.

2.1.2.6. Mekanisme Sertifikasi Dosen

Sertifikasi dosen sesuai Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 pasal 2

menjelaskan bahwa sertifikasi dosen dalam jabatan dilaksanakan melalui uji

Page 18: Bab2revisi

28

kinerja. Uji kinerja yang dimaksud dalam Permendiknas tersebut adalah

dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.

Penilaian portofolio ini merupakan pengakuan atas pengalaman profesional

dosen dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang

mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman

mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, prestasi akademik, karya

pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman

organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan

dengan bidang pendidikan.

Dosen yang lulus penilaian portofolio atau memiliki skor portofolio ≥ batas

minimal lulus (skor 850) dapat memperoleh sertifikat pendidik. Sedangkan

dosen yang tidak lulus penilaian portofolio dapat memilih :

a. Melakukan kegiatan–kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio agar

mencapai nilai lulus. Dengan ujian mencakup Kinerja pedagogik,

kepribadian, profesional dan sosial. Jika lulus akan mendapat sertifikat

pendidik.

b. Mengikuti pendidikan dan latihan profesi dosen (PLPG) yang diakhiri

dengan ujian sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perdosenan tinggi

penyelenggara sertifikasi. Jika lulus mendapat sertifikat pendidik, jika

tidak diberi kesempatan untuk mengulang ujian materi pendidikan dan

pelatihan yang belum lulus.

Namun biasanya dosen-dosen yang tidak lulus portofolio lebih memilih

untuk mengikuti diklat yaitu pendidikan dan latihan profesi dosen (PLPG).

Dalam pendidikan dan latihan profesi dosen (PLPG) ini, dosen diberikan

materi untuk memperdalam, meningkatkan metodologi mengajar dan

mengembangkan kemampuan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) dan mengajar dengan inspiratif, kreatif serta inovatif. Beberapa materi

yang diberikan dalam diklat ini dikemukakan oleh Jamal (2009 : 85) sebagai

berikut :

a. Pengembangan profesionalitas dosen

Dalam hal ini para dosen dimatangkan secara maksimal agar mampu

Page 19: Bab2revisi

29

meningkatkan kinerjanya dan mengembangkan aspek profesionalitas. Dengan

demikian setelah keluar mengikuti diklat ini para dosen akan mampu

meningkatkan kualitasnya dan bersikap profesional.

b. Model-model pembelajaran

Beragam model pembelajaran yang baik dan berkualitas akan disajikan.

Dengan harapan para dosen yang mengikuti diklat mampu menyerap secara

maksimal.

c. Pemanfaatan media pembelajaran

Dibahas berbagai pemanfaatan media pembelajaran. Dijelaskan juga secara

tuntas bagaimana memilih media pembelajaran yang ideal, prosedur

pemilihan media, serta mengenal prinsip-prinsip media pembelajaran. Ini

dilakukan agar dosen mampu memilih media yang sesuai dengan tujuan yang

akan dicapai dalam proses pembelajaran.

d. Teknik evaluasi pembelajaran

Materi evaluasi ini untuk pembelajaran secara keseluruhan baik evaluasi bagi

pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh dosen maupun evaluasi

bagi hasil pembelajaran.

e. Penelitian tindakan kelas dan karya ilmiah

Dalam materi ini para dosen yang mengikuti diklat dimatangkan tentang

bagaimana cara melakukan penelitian pengembangan pembelajaran terhadap

materi pelajaran yang diampunya di kelas. Terkait dengan penelitian tindakan

kelas dalam diklat ini juga dibahas diantaranya karakteristik penelitian

tindakan kelas serta model-model penelitian tindakan kelas. Dibahas juga

bagaimana pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang ideal mulai dari cara

mengidentifikasi permasalahan penelitian, cara-cara menganalisis

permasalahan dan cara efektif untuk menyusun hipotesis. Selain itu para

dosen juga akan dididik agar mampu mengeluarkan karya ilmiah yang layak.

Sertifikasi dosen merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan,

yaitu untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang dosen, sehingga

ke depannya semua dosen diharapkan harus memiliki sertifikat sebagai lisensi

atau ijin mengajar. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14

Page 20: Bab2revisi

30

Tahun 2005 tentang Dosen dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah

proses pemberian sertifikat pendidik untuk dosen dan dosen. Sedangkan yang

dimaksud dengan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan

yang diberikan kepada dosen dan dosen sebagai tenaga profesional. Melalui

sertifikasi ini diharapkan dosen menjadi pendidik yang profesional, yaitu

pendidikkan minimal S-1 (strata satu)/D-4 (diploma empat) dan berkompetensi

sebagai agen pembelajaran yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikasi

pendidik setelah dinyatakan lulus uji kompetensi. Peningkatan mutu dosen lewat

program sertifikasi dosen ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.

Rasionalnya adalah apabila kompetensi dosen bagus yang diikuti dengan

kesejahteraan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya

juga bagus maka KBM-nya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan dapat

membuahkan pendidikan yang bermutu (Muslich, 2007: 8).

2.1.5 Kinerja

Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.

Kinerja pegawai adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan

tujuan pegawai. Manajemen kinerja secara sistematis dengan tujuan untuk

meningkatkan kinerja pegawai atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing

individu dan kelompok kerja. Kinerja individu, kinerja kelompok dan kinerja

pegawai dipengaruhi oleh banyak faktor baik intern dan ekstern organisasi. Dalam

organisasi, dimenasi sturktur organisasi berkenaan dengan siapa yang harus

mengimplentasikan atau mengerjakan apa yang telah diputuskan. Aspek pertama

yang harus di ataur adalah pembagian unit kerja termasuk tugas, fungsi dan

tanggung jawab dalam bekerja, baik secara vertikal maupun horisontal. Aspek

kedua adalah pihak yang mengerjakan pekerjaan tersebut mampu memiliki

kompetensi yang memadai dalam mengerjakan. Aspek ketiga adalah kesimbangan

antara otoritas dan kemampuan (Yeremias, 2008:125)

Menurut manajemen sumber daya manusia kinerja merupakan hasil yang

telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan seseorang dalam melaksanakan

kerja atau tugas. Kinerja adalah hasil dari seseorang secara keseluruhan selama

Page 21: Bab2revisi

31

periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target

atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah

disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2004: 14). Jadi kinerja pegawai merupakan

hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Usaha merupakan

hasil motivasi yang menunjukkan jumlah energi (fisik atau mental) yang

digunakan oleh individu dalam menjalankan suatu tugas.

Kemampuan merupakan karakteristik individu yang digunakan dalam

menjalankan suatu pekerjaan. Kemampuan biasanya tidak dapat dipengaruhi

secara langsung dalam jangka pendek. Persepsi tugas merupakan petunjuk dimana

individu percaya bahwa mereka dapat mewujudkan usaha-usaha mereka dalam

pekerjaan. Pendapat lain kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja

dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan,

(Robbins, 2001:32).

Agar kinerja berjalan secara optimal, seseorang harus mempunyai keinginan

yang tinggi untuk mengerjakan pekerjaannya serta mengetahui pekerjaannya.

Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh 3 (tiga) hal yaitu:

a. kemampuan,

b. keinginan,

c. lingkungan.

Kinerja seorang pegawai pada dasarnya adalah hasil kerja seorang pegawai

selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya

standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah

disepakati bersama (Soeprihanto, 2001:23).

Menurut Ivancevich (1994:32), hasil dari kinerja memiliki nilai bagi

organisasi dan individu, yaitu :

a. Hasil tujuan (kuantitas dan kualitas output, absensi, keterlambatan, dan

pergantian pegawai).

b. Hasil perilaku pribadi (hadir secara teratur atau absen, kesehatan, stress kerja,

kecelakaan).

c. Hasil instrinsik dan ekstrinsik.

d. Hasil etos kerja.

Page 22: Bab2revisi

32

Gomez (2009:142) mengemukakan beberapa tipe kriteria performansi kerja

atau yang disebut kinerja pegawai, yaitu:

a. Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode

waktu yang ditentukan.

b. Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat

kesesuaian dan kesepiannya.

c. Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya.

d. Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan

untuk mnyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

e. Cooperative, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama

anggota organisasi).

f. Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan

penyelesaian kerja.

g. Inisiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggung jawabnya.

h. Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-

tamahan dan integrasi pribadi.

Martoyo (2000:92) menyatakan kinerja merupakan penampilan kerja

seseorang itu sendiri dan taraf potensi seseorang dalam upayanya

mengembangkan diri untuk kepentingan pegawai dan organisasi. Kinerja

organisasi merupakan cerminan dari kinerja sumber daya manusianya. Oleh

karena itu sumber daya manusia pada organisasi butuh perhatian khusus dari

pimpinan organisasi untuk menjaga kinerjanya agar tetap dalam performa yang

tinggi sehingga kinerja bisa lebih baik, agar kinerja pegawai dalam organisasi bisa

terpantau maka perlu dilakukan penilain kinerja.

Menurut Dongoran (2006:23), kinerja merupakan tindakan-tindakan atau

pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang dapat diukur dengan alat yang dapat

dikembangkan dalam studi yang tergabung dalam ukuran kinerja secara umum,

meliputi jumlah kerja, mutu kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, pendapat atau

pernyataan yang disampaikan dan perencanaan kerja. Mathis (2005:24)

Page 23: Bab2revisi

33

mengungkapkan bahwa komponen kinerja meliputi kemampuan individual,

perluasan usaha, dan dukungan organisasional. Kemampuan indivual mencakup

bakat, minat, faktor kepribadian. Usaha meliputi motivasi, etika kerja, kehadiran,

dan rancangan tugas. Serta dukungan organisasional terdiri atas pelatihan dan

pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, manajemen dan rekan

kerja.

Rivai and Basri (2004:16) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang

dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu pegawai sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian

tujuan pegawai secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan

dengan moral dan etika. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, menunjukkan

bahwa kinerja merupakan hasil yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Kinerja diukur dengan instrumen yang dikembangkan dalam studi yang

tergabung dalam ukuran kinerja secara umum. Menurut Purnomo dan Waridin

(2006:12), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:

a. Faktor individual

Faktor individual ini terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang,

demografi dan motivasi kerja serta disiplin kerja.

b. Faktor psikologis

Faktor psikologis ini terdiri dari: Persepsi, attitude, personality, dan

pembelajaran.

c. Faktor organisasi

Faktor organisasi ini terdiri dari: sistem atau bentuk organisasi sumber daya,

kepemimpinan, lingkungan kerja, budaya kerja, budaya organisasi,

penghargaan, struktur, diklat dan job design.

Klasifikasi kinerja yang disampaikan di atas membawa suatu implikasi

bahwa konsep tentang kinerja seharusnya diartikan secara luas baik dalam tataran

organisasi, dalam proses dan dalam tingkatan individual, di mana semuanya sama-

sama penting. Ketiga tingkatan kinerja ini saling terkait dan sama-sama

menentukan pencapaian tujuan. Oleh karena itu, perlu dipikirkan juga dan munkin

perlu dibudayakan atau bahkan diwajibkan penilaian kinerja dalam tataran

Page 24: Bab2revisi

34

organisasi dan proses, dan tidak semata kinerja individu sebagaimana yang

dilakukan selama ini.

Penilaian suatu kinerja selalu didasarkan pada kriteria atau indikator yang

diilhami oleh suatu paradigma yang dianut. Apabila paradigma yang dianut adalah

lebih didasarkan pada manajemen klasik, maka kriteria karakter pegawai, sikap

dan tingkah lakunya akan menjadi penting.Akan tetapi kalau paradigma yang

dianut lebih mengarah pada manajemen sumberdaya manusia, maka hasil dan

partisipasi, inisiatif dan perkembangan pegawai akan menjadi pusat perhatian.

Bila paradigma yang dianut adalah paradigma Good Governance maka kedua-

duanya akan menjadi sama pentingnya karena di samping harus bekerja

profesional dan harus akuntabel terhadap apa yang telah dijanjikan kepada publik,

aspek transparansi, responsivitas, dan sebagainya, juga harus diperhatikan.

Secara umum, parameter atau kriteria yang digunakan dalam menilai kinerja

meliputi (1) kualitas, (2) kuantitas, (3) ketepatan waktu, (4) penghematan biaya,

(5) kemandirian atau otonomi dalam bekerja (tanpa selalu disupervisi), (6)

kerjasama (Bemardin dan Russel, 1993). Parameter yang digunakan di sini

nampaknya sangat umum dan kurang mengakomodasi spesifikasi dari jenis

pekerjaan tertentu.

Menurut Schuler dan Dowling (Kramar, Mcgraw, dan Schuler, 1997: 371),

kinerja dapat diukur dari (1) kuantitas kerja, (2) kualitas kerja, (3) kerjasama, (4)

pengetahuan tentang kerja, (5) kemandirian kerja, (6) kehadiran dan ketepatan

waktu, (7) pengetahuan tentang kebijakan dan tujuan organisasi, (8) inisiatif dan

penyampaian ide-ide yang sehat, (9) kemampuan supervisi dan teknis. Parameter

yang digunakan di sini tergolong kriteria umum, artinya semua pegawai akan

diukur dengan kriteria yang sama, kecuali kemampuan melakukan supervisi.

Akan tetapi, perlu juga diperhatikan variasi dan tuntutan jenis pekerjaan

atau jabatan yang mungkin akan memiliki relevansi yang tinggi pada suatu kriteria

tetapi relevansi yang rendah pada kriteria yang lain. Karena itu, perlu dibedakan

atas kriteria umum dan kriteria khusus. Kriteria umum cenderung dialami oleh

semua pegawai atau pekerja sehingga relevan untuk diukur, sedangkan kriteria

Page 25: Bab2revisi

35

khusus cenderung berlaku untuk pegawai atau pekerja tertentu saja yang

bervariasi menurutjenis pekerjaan masing-masing pekerja atau pegawai.

Menurut Ivancevich (1994:47), evaluasi kinerja pegawai dalam dua

kategori: Pertama pada pegawai teknik, yang mencakup kompetensi teknis,

kesanggupan mencukupi kebutuhan sendiri, hubungan dengan orang lain,

kompetensi komunikasi, inisiatif, kompetensi administrasi, keseluruhan hasil

kinerja pegawai teknik. Kedua evaluasi terhadap manajerial, yang mencakup

kreatifitas, kontribusi yang diberikan, usaha kelompok kerja, keseluruhan hasil

kerja. Menurut Purnomo dan Waridin (2006:34), mengukur kinerja dengan

indikator seperti kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, kompensasi, kehadiran,

konservasi. Kinerja pegawai dapat memberikan informasi bagi pihak manajemen

untuk menentukan kebijakan sumberdaya manusia tentang apa yang terbaik untuk

diberikan kepada para pegawai dalam organisasi.

Penilaian kinerja untuk mengevaluasi seberapa baik pegawai melakukan

pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar dan kemudian

mengkomunikasikan informasi tersebut kepada pegawai. Penilaian terhadap

kinerja berkaitan dengan penghargaan. Pegawai yang kinerjanya baik hendaknya

diberikan penghargaan sehingga kinerjanya tersebut dapat dipertahankan di

kemudian hari.

Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan pegawai dalam

mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila hal itu dikerjakan dengan

benar, maka akan menguntungkan pegawai dengan jaminan bahwa upaya para

individu mampu mengkontribusi pada fokus strategik dari pegawai.

Menurut Mangkunegara (2006:10), penilaian kinerja adalah penilaian yang

dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan pegawai dan

organisasi. Kebutuhan pelatihan kerja ditentukan secara tepat dengan memberikan

tanggung jawab yang sesuai kepada pegawai sehingga dapat melaksanakan

pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk

menentukan kebijakan dalam promosi jabatan atau penentuan imbalan.

Page 26: Bab2revisi

36

Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau

meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari sumber daya

manusia organisasi.

Secara spesifik, tujuan penilaian kinerja sebagaimana dikemukakan

Sunyoto dalam Mangkunegara (2006:10) adalah:

a. Meningkatkan saling pengertian antar pegawai tentang persyaratan kinerja

b. Mencatat dan mengakui hasil kinerja seseorang sehingga mereka terkepuasan

kerja untuk berbuat yag lebih baik.

c. Memberikan peluang pada pegawai untuk mendiskusikan keinginan dan

aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap

pekerjaan yang diembannya sekarang.

d. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan sehingga

pegawai terpuaskan kerja untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.

e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan

kebutuhan pelatihan, khusus rencana diktat, dan kemudian menyetujui jika

tidak ada hal-hal yang berubah.

Penilaian kinerja pegawai memiliki manfaat ditinjau dari beragam

prespektif pengembangan pegawai, khususnya manajemen sumber daya manusia,

yaitu sebagai berikut (Mangkuprawira, 2003:224):

a. Perbaikan kinerja

Umpan balik kinerja bermanfaat bagi pegawai, manajer, spesialis personal

dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja.

b. Penyesuaian kompensasi

Penilaian kinerja membantu pengambilan keputusan menentukan siapa yang

seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah dan bonus

didasarkan pada sistem merit.

c. Keputusan penempatan

Promosi, transfer dan penurunan jabatan biasanya didasarkan pada kinerja

masa lalu dan antisipatif misalnya dalam bentuk penghargaan.

d. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan

Page 27: Bab2revisi

37

Kinerja buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan

kembali. Setiap pegawai hendaknya selalu mampu mengembangkan diri.

e. Perencanaan dan pengembangan karir

Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang karir

spesifik karir pegawainya.

f. Defisiensi proses penempatan staf.

Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam

prosedur penempatan staf di departemen sumber daya manusia.

g. Ketidakakuratan informasi

Kinerja buruk dapat mengindikasikan kesalahan dalam informasi pekerjaan

rencana sumber daya manusia, atau hal lain dari sistem manajemen personal.

Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam pengambilan

keputusan menyewa pegawai, pelatihan dan keputusan konseling.

h. Kesalahan rancangan pekerjaan

Kinerja buruk mungkin sebagai sebuah gejala dari rancangan pekerjaan yang

keliru. Lewat penilaian dapat didiagnosis kesalahan-kesalahan tersebut.

i. Kesempatan kerja yang sama

Penilaian kerja yang akurat secara aktual menghitung kaitannya dengan

kinerja dapat menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah

sesuatu yang bersifat diskriminasi.

j. Tantangan-tantangan eksternal

Kadang-kadang kinerja dipengaruhi faktor-faktor lingkungan pekerjaan,

seperti keluarga, finansial, kesehatan atau masalah-masalah lainnya. Jika

masalah-masalah tidak diatasi melalui penilaian, departemen sumber daya

manusia mungkin mampu menyediakan bantuannya.

k. Umpan balik pada dumber daya manusia

Kinerja yang dan buruk diseluruh organisasi mengindikasikan bagaimana

baiknya fungsi sumber daya manusia diterapkan.

2.1.6 Kinerja Dosen

Page 28: Bab2revisi

38

Menurut Prawirosentoso dalam Sinambela (2006:137), kinerja adalah hasil

kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu

organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar

hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah tingkat

keberhasilan seseorang atau lembaga dalam melaksanakan pekerjaannya.

Berdasarkan definisi tersebut ada empat hal yang bisa dilihat, pertama, hasil kerja

secara individual atau secara institusi yang berarti kinerja tersebut adalah hasil

ahir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau berkelompok; kedua, dalam

melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggung

jawab. di sini orang atau lembaga diberikan hak atau kekuasaan untuk bertindak

sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik, namun orang tersebut harus

tetap dalam kendali dimana orang atau lembaga tersebut harus memberikan

laporan pertanggung-jawabannya kepada yang memberikan hak dan wewenang

tersebut; ketiga, pekerjaan harus dilakukan dengan legal, artinya orang atau

lembaga dalam bekerja harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan; keempat,

pekerjaan tidak bertentangan dengan moral dan etika.

Faktor penentu kinerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Faktor internal yaitu faktor individu yang ada dalam organisasi meliputi

motivasi, keterampilan, dan kemauan, etos kerja dan gaya kepemimpinan.

b. Faktor ekternal yaitu faktor lingkungan kerja yang dipergunakan sebagai

sarana kerja organisasi, meliputi software yakni pelaksaaan manajemen

berupa peraturan-peraturan kerja dan hardware berupa fasilitas kerja.

Menurut Simamora (2001:624) menyatakan bahwa penilaian kinerja

(performance appraisal) adalah proses dengannya organisasi mengevaluasi

pelaksanaan kerja individu. Hadari (2002:52) menyatakan bahwa kinerja

(performance) adalah proses dengannya organisasi mengevaluasi pelaksanaan

kerja individu. Hadari (2002:52) menyatakan bahwa penilaian kinerja atau

prestasi kerja adalah hasil kerja atau hasil pelaksanaan perkerjaan yang dinilai

oleh manajernya tentang evaluasi antara tugas-tugas yang diberikan sesuai

Page 29: Bab2revisi

39

deskripsi perkerjaan masing-masing dengan pelaksanaannya oleh para pegawai

tersebut. Weley dan Yukl (Sumartana, 1991 : 129 ) menyatakan bahwa kinerja

adalah cara segenap elemen disuatu intansi dalam pelaksanaan tugas dan

fungsinya masing-masing sesuai dengan aturan yang ada. Kinerja merupakan

faktor mendasar yang dimiliki oleh seorang dosen agar dapat memiliki

keterampilan, kemampuan serta pengetahuan.

Kinerja merupakan perilaku sifat puas atau tidak puas. Buford dan Benedian

(Nurtjahyo, 2000:23) mengemukakan bahwa kepuasan kerja itu menyangkut sifat

orang tentang pekerjaannya, dan titik beratnya terletak pada sikap terhadap

pekerjaannya. Secara psikologis kinerja atau perfomansi merupakan perilaku kerja

seseorang sehingga menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari kerjanya.

Lebih lanjut dikatakan Buford dan Benedian yang dikutip oleh Nurtjahyo bahwa

“elastisitas kerja dapat dicapai jika : (a). Mampu mengerjakan tugasnya, (b). Ada

keinginan melaksanakan tugas, dan (c). Mengerti apa yang menjadi tugasnya.

Kinerja dosen merupakan aktifitas atau perilaku yang ditonjolkan oleh

dosen dalam melaksanakan tugasnya adalah ada beberapa tahapan yaitu :

a. Tahap persiapan : Kegiatan dosen dalam persiapan antara lain merumuskan

tujuan, merencanakan kegiatan program kegiatan belajar, melaksanakan

program.

b. Tahap penyajian adalah bagaimana membuka pelajaran, untuk menciptakan

suasana yang menarik dan menarik perhatian mahasiswa agar terpusat pada

bahan yang disiapkan, dan diharapkan penyajiannnya secara sistematis dan

lugas sehingga mudah dipahami.

c. Tahap penutup pelajaran : Dalam hal ini diisi dengan penilaian hasil untuk

pengatahuan kemajuan belajar mahasiswa.

Kinerja dosen adalah berada pada tingkat prestasi kerja yang berbeda-beda.

Tingkat intensitas kinerja dosen terhadap tugas baik sebagai tugas profesi maupun

tugas-tugas kemanusiaan ditunjukan dengan kepedulian terhadap mahasiswa

kecil, waktu dan energi yang disediakan sedikit, hanya peduli terhadap satu

macam pekerjaan, kepedulian terhadap mahasiswa dan dosen-dosen lain tinggi,

bersedia menyediakan waktu dan energi extra dan kepeduliannya terutama

Page 30: Bab2revisi

40

diberikan kepada mahasiswa, juga dapat dilihat dari pesiapan awalnya, penyaji

materinya dan bagaimana memberi penilaian terhadap kegiatan yang dilakukan

oleh peserta didik.

Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai kinerja pegawai

negeri sipil adalah DP3 yang memuat 7 nilai umum dan 1 nilai khusus. Nilai-nilai

umum ini berlaku untuk semua pegawai yaitu kesetiaan, prestasi kerja, tanggung

jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerjasama, sementara parameter khusus hanya ada

1 saja yaitu kepemimpinan, yang berlaku bagi para pemegang jabatan yang ada.

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Kinerja dosen menyangkut kemampuan dosen dalam mengolah dan

mengelola baik kegiatan maupun materi pembelajaran menjadi suatu hal yang

dapat mengembangkan mahasiswa. Sedangkan dua kinerja lainnya menyangkut

kemampuan dosen dalam mengelola sikap atau perilaku dan berinteraksi secara

aktif dengan mahasiswa atau sesama pendidik atau tenaga kependidikan.

Upaya pemerintah untuk memotivasi dosen untuk meningkatkan kinerjanya

agar menjadi dosen yang profesional dengan mengeluarkan kebijakan sertifikasi

dosen. Kebijakan ini dikeluarkan sesuai dengan amanat dalam Undang-undang

Nomor 14 Tahun 2005 pasal 6 (2008 : 6) bahwa “dosen wajib memiliki

kualifikasi akademik, kinerja, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Dan

sesuai dengan ditetapkannya dosen sebagai profesi pada tanggal 2 Desember

2004 sehingga dosen merupakan tenaga ahli atau tenaga profesional dalam

bidang pendidikan dan di dalam melakukan profesinya dibutuhkan keahlian

khusus atau dibutuhkan kinerja-kinerja yang sesuai untuk menunjang tugas-

tugasnya.

Sertifikasi itu sendiri merupakan suatu proses untuk memberikan

penghargaan kepada dosen dengan menyerahkan sertifikat sebagai bukti fisik

dosen tersebut memenuhi kinerja, sebagai tenaga ahli dan proses

mensejahterakan dosen dengan memberikan tunjangan profesi dengan tujuan

dosen tersebut dapat profesional dalam bidangnya. Sertifikasi dianggap

Page 31: Bab2revisi

41

pemerintah sebagai solusi perbaikan kualitas dosen di Indonesia dengan

memperbaiki kinerja dosen melalui kebijakan tersebut. Dengan pertimbangan

dampak setelah dosen memiliki sertifikat tersebut.

Dengan dosen memiliki sertifikat tersebut maka dimata masyarakat dosen

tersebut sudah dianggap ahli dan dapat dipercaya oleh teman sesama

pendidiknya atau tenaga kependidikan sebagai orang yang mampu mengemban

tanggung jawab yang besar dalam hal pendidikan sehingga memacu dosen

tersebut untuk terus memperbaiki kinerjanya dan bertindak sesuai dengan

kode etik yang ada sesuai dengan profesi dan sertifikat yang dimilikinya.

Sedangkan jika dilihat dari dampak tunjangan profesi yang dimilikinya

setelah memiliki sertifikat, dosen secara keuangan sudah mendapat kesejahteraan

yang sesuai dengan beban berat yang ditanggungnya dalam proses dan

pelaksanaan pendidikan. Dan dosen juga secara keuangan dapat terus

memperbarui pengetahuannya dengan penghasilan yang dimilikinya antara lain

dengan mengikuti seminar yang mungkin diadakan bukan dari program

pemerintah dengan menggunakan tunjangan yang dimilikinya. Oleh karena itu,

manfaat dari sertifikasi sangat baik dalam hal kemanusiaan dengan

memperhatikan kebutuhan yang diperlukan oleh dosen dan membangkitkan

keinginan bagi dosen-dosen untuk mendapat penghargaan yang sesuai dengan

memacu dosen untuk memperbaiki kinerjanya.