bab2
-
Upload
ari-iziana-prosega -
Category
Documents
-
view
215 -
download
1
description
Transcript of bab2
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Terkait
1. Kehamilan
a. Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di
dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses
pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan
(JNPK, 2007).
b. Proses Terjadinya Kehamilan
Pada awal siklus menstruasi FSH (Folikel Stimulating
Hormon) merangsang beberapa folikel menjadi dewasa sekitar dua
minggu sampai sel telur mendekati ukuran tiga kali lipat. Hanya satu
folikel yang akan menjadi dominan untuk satu siklus (Putri, 2010).
Melepasnya satu sel telur dari indung telur dikenal dengan
ovulasi, sel telur tersebut ditangkap oleh fimbrae dan masuk ke
saluran telur (tuba falopi) sambil menunggu sperma datang untuk
membuahai. Setelah sperma masuk ke dalam saluran telur, sperma
bertemu dengan sel telur (ovum) sehingga terjadi pembuahan sel
telur (konsepsi atau fertilisasi). Ovum yang telah dibuahi membelah
diri sambil bergerak menuju rongga rahim, dan kemudian melekat
pada mukosa rahim dan menetap (nidasi atau implantasi)
(Purwaningsih, 2010).
c. Tanda dan gejala Kehamilan
Menurut Yazid Subakti tahun 2007, tanda-tanda kehamilan
antara lain mencakup:
1) Terlambat datang bulan
2) Sering pusing ringan
3) Mual atau ingin muntah
4) Cepat lelah dalam berkativitas
10
Selain itu dalam bukunya yang berjudul keperawatan
maternitas, Bobak, 2004 mengatakan bahwa tanda kehamilan terbagi
atas tiga kategori, antara lain:
1) Tanda Presumtif (perubahan yang dirasakan wanita)
a) Amenore
b) Keletihan
c) Nyeri payudara
d) Pembesaran payudara
e) Moorning sickness
f) Quickening
2) Kemungkinan (perubahan yang bisa diobservasi oleh pemeriksa)
a) Tanda hegar, ismus melunak dan dapat ditekan
b) Ballottement, keberadaan janin dalam uteru
c) Tes kehamilan
d) Tanda goodell, serviks melunak
3) Positif
a) Sonografi
b) Bunyi jantung janin
c) Pemeriksa melihat dan merasakan gerakan janin.
Saat hamil kondisi fisik ibu mengalami perubahan.
Terkadang banyak keluhan yang muncul saat waktunya melahirkan.
Hal ini wajar terjadi pada hampir semua ibu hamil. Kehamilan secara
pasti hanya bisa di diagnosa oleh Dokter. Namun demikian terdapat
beberapa ciri pada wanita yang merupakan tanda ibu sedang
mengahami kehamilan (Subakti, 2007).
Adapun tanda dan gejala wanita hamil antara lain sebagai
berikut:
1) Amenore (tidak dapat haid)
Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak
dapat haid lagi. Penting diketahui tanggal hari pertama haid
11
terakhir, supaya dapat menentukan tuanya kehamilan dan bila
persalinan diperkirakan akan terjadi (Purwaningsih, 2010).
2) Nausea (enek) dan emesis (muntah)
Enek terjadi umumnya pada bulan-bulan pertama kehamilan.
Kadang disertai oleh emesis, yang sering terjadi pada pagi hari,
tetapi tidak selalu. Keadaan ini biasa disebut dengan morning
sickness. Dalam keadaan batas tertentu, keadaan ini masih
fisiologik, bila terlalu sering dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan yang disebut hiperemesis gravidarum (Purwaningsih,
2010).
3) Mengidam (minginginkan makanan atau minuman tertentu)
Mengidam biasanya terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan
pertama, namun seiring bertambahnya usia kehamilan perasaan
ini akan menghilang sndirinya (Purwaningsih, 2010).
4) Pingsan
Pingsan sering terjadi pada ibu hamil yang sedang berada dalam
keramaian. Untuk ibu hamil dianjurkan untuk berpergian ke
tampat-tempat yang tidak terlalu ramai untuk menjaga
kestabilan tubuh (Purwaningsih, 2010).
5) Mamae tegang dan membesar
Payudara atau mamae pada ibu hamil akan mengalami
ketegangan dan pembesaran, hal ini dikarenakan peningkatan
hormon esterogen dan progesterone saat hamil yang
menimbulkan pelebaran pembuluh darah dan memberi nutrisi
pada jaringan payudara. Perubahan ini akan dirasakan setelah
usia kehamilan 3 bulan (Purwaningsih, 2010).
6) Anoreksia
Mual dan muntah pada ibu hamil dapat menyebabkan penurunan
nafsu makan. Hal ini biasanya terjadi pada awal kehamilan, akan
hilang pada pertengahan kehamilan dan akan timbul lagi.
Walaupun nafsu makan ibu turun tetapi dianjurkan untuk ibu
12
hamil tetap menjaga asupan nutrisi untuk menjaga kesehatan ibu
dan janin (Purwaningsih, 2010).
7) Pigmentasi kulit
Perubahan warna kulit terjadi pada usia kehamilan 12 minggu
keatas. Perubahan ini dapat ditemui pada pipi, hidung dan dahi,
kadang-kadang terjadi hiperpigmentasi yang disebut kloasma
gravidarum. Aerola mamae terlihat tampak lebih hitam, linea
alba pada pertengahan abdomen tampak lebih menghitam,
karena adanya rangsangan oleh hormone kortikosteroid plasenta
yang merangsang melanofor kulit (Purwaningsih, 2010).
8) Lebih sensitif
Kondisi seperti ini biasanya tergantung dari kesiapan ibu untuk
hamil. Kadang-kadang ibu jadi pemarah, malas dandan atau
malas beraktivitas, juga cenderung sensitif. Perubahan perilaku
ibu ini disebabkan karena produksi hormon progesteron dan
estrogen yang cenderung naik turun. Waspadai bila ibu dilanda
kecemasan yang berlebihan hingga berujung stres dan
perilakunya membahayakan janin. Pasalnya, suasana hati yang
tidak menentu dan emosi meledak-ledak bisa memengaruhi
asam lambung. Pada kehamilan trimester kedua hingga ketiga
kondisi emosi ibu sudah mulai stabil karena hormon
progesteron, hCG mulai turun sehingga ibu menjadi lebih
tenang, nafsu makan membaik, kulit mulai bersih, rambut
bercahaya. Tapi pada trimester ketiga, ibu tetap perlu perlu
dukungan dari suami maupun keluarga besar untuk
mempersiapkan persalinan (Amalia, 2009 dalam
http://www.asuhan-keperawatan-kebidanan.co.cc, “Asuhan
Keperawatan Maternitas”, diakses pada 28 Agustus 2009).
9) Sulit berkonsentrasi
Beberapa ibu hamil akan menjadi pelupa atau sulit
berkonsentrasi selama kehamilannya. Tubuh ibu terus bekerja
secara berlebihan untuk perkembangan janin sehingga
13
menimbulkan blok dalam pikiran ibu. Tapi, tak usah khawatir
dan terpengaruh akan hal ini, buatlah catatan kecil untuk
membantu ibu dalam mengingat segala sesuatunya yang
berkaitan dengan kepentingan ibu. Sedapat mungkin luangkan
waktu untuk beristirahat. (Amalia, 2009 dalam
http://www.asuhan-keperawatan-kebidanan.co.cc “Asuhan
Keperawatan Maternitas” diakses pada 28 Agustus 2009).
d. Tanda bahaya kehamilan
Tanda-tanda bahaya dari kehamilan antara lain terjadi
perdarahan yang keluar dari kemaluan, (oedem di wajah, kaki dan
jari-jari, sakit kepala hebat, penglihatan kabur sebagai akibat pre-
eklamsi), nyeri perut, muntah hebat, demam, keluar cairan sebanyak-
banyaknya pervagina. Jika salah satu tanda tersebut timbul, maka
segeralah periksakan kehamilan (Purwaningsih, 2010).
2. Kehamilan Trimester Tiga
a. Trimester tiga
Periode tenang pada trimester dua memfasilitasi suatu
periode aktif pada trimester ke tiga, suatu menantikan kelahiran anak.
Perhatian ibu biasanya mengarah ke kesalamatan dirinya dan anaknya.
Rasa takut terhadap nyeri, mutilasi, dan kekhawatiran tentang
perilakunya dan kemungkinan ia akan kehilangan kendali diri selama
persalinan merupakan isu-isu yang penting (Bobak, 2004).
Ketidaknyamanan fisik dan gerakan janin sering mengganggu
istirahat ibu. Dipsneu, peningkatan urinasi, nyeri punggung,
konstipasi, dan varises dialami oleh kebanyakan wanita
padakehamilan tahap akhir. Peningkatan ukuran abdomendan
kejanggalan mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari (Bobak, 2004).
Sejumlah ketakutan muncul pada trimester ketiga. Wanita
mungkin merasa cemas dengan kehidupan bayi dan kehidupannya
sendiri. Seperti: apakah nanti bayinya akan lhir abnormal, terkait
14
persalinan dan pelahiran (nyeri, kehilangan kendali, hal-hal lain yang
tidak diketahui), apakah ia akan menyadari bahwa ia akan bersalin,
atau bayinya tidak mampu keluar karena perutnya sudah luar biasa
besar, atau apakah organ vitalnya akan mengalami cedera akibat
tendangan bayi (Windiyulya, 2009. “Adaptasi Psikologis Kehamilan
Trimester II dan III”. Dalam http:
www.unimus.ac.id/files/.../jtptunimus-gdl-windiyulya-5178-3.pdf
diakses pada 15 Desember 2009)
b. Pengkajian maternal trimester tiga
Pengkajian maternal perlu dilakukan agar dapat mengetahui
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri ibu hamil, keluarga dan
efeknya terhadap kehamilan, dimana pengkajian tersebut meliputi:
1) Wawancara
Wawancara pada kehamilan trimester tiga diajukan dengan tujuan
mengidentifikasi kekhawatiran utama pada wanita hamil saat itu.
Beberapa hal yang sering dikhawatirkan pada ibu hamil antara
lain:
a) Kecemasan menyakiti janin
Ibu sering merasa takut dalam melakukan beberapa hal yang
sebelumnya merupakan kegiatan rutin. Misalnya berolahraga,
berhubungan intim. Hal tersebut dikhawatirkan dapat
menyebabkan keguguran (Putri, 2010).
b) Kecemasan menghadapi persalinan
Walaupun persalinan adalah sebuah proses alami yang
sekaligus merupakan sebuah kodrat bagi seorang wanita
untuk menjalaninya, tetapi seorang ibu tidak dapat
memungkiri rasa khawatir dan takut dalam menghadapi
proses persalinan tersebut (Putri, 2010).
c) Kecemasan tidak mampu berlaku adil
Tidak sedikit ibu yang merasa cemas tidak dapat berlaku adil
terhadap anak-anaknya setelah adiknya lahir. Bahkan banyak
15
juga yang tidak mampu berbagi perhatian dan waktu pada
pasangannya (Putri, 2010).
Tinjauan ulang sistem-sistem tubuh juga perlu dilakukan, seperti
mengidentifikasi rasa tidak nyamanyang mencerminkan adaptasi
terhadap kehamilan. Pertanyaan-pertanyaan khusus diajukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan terjadinya infeksi (contoh: saluran
kemih, saluran pernapasan) (Bobak, 2004).
2) Pemeriksaan fisik
Selama pemeriksaan fisik dalam trimester ke tiga suhu, nadi,
pernapasan, tekanan darah dan berat badan perlu dikaji dan
dicatat. Dari beberapa klinik pemeriksaan pelvis dilakukan
dimulai pada minggu ke 36 sampai ke 38 dan dilanjutkan sampai
aterm, terutama untuk memastikan bagian presentasi, dan dilatasi
serviks (Bobak, 2004).
3) Uji laboratorium
Pada setiap kunjungan, dilakukan pemeriksaan urin untuk
mendeteksi glukosa dan protein albumin. Dibeberapa fasilitas
kesehatan, pada setiap kunjungan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap (Bobak, 2004).
4) Pengkajian janin
Sejak minggu ke 32 identifikasi pemeriksaan presentasi, posisi,
dan stasiun (engagemen) janin dengan bantuan maneuver leopard
dilakukan setiap minggu. Status kesehatan janin dievaluasi pada
setiap kunjungan. Ibu diminta menjelaskan gerakan janin,
komplikasi selama kehamilan seperti perubahan gerakan janin atau
ketuban pecah (Bobak, 2004).
Penyuluhan tentang pra melahirkan membantu orang tua
melakukan transisi dari peran sebagai orang tua yang menantikan
kelahiran bayi menjadi orang tua yang bertanggung jawab atas bayi
meraka yang baru lahir. Dewasa ini dianjurkan bagi para ibu hamil
trimester tiga untuk mendapatkan konseling prakonsepsi yang mencakup
perawatan kesehatan rutin wanita. Pelatihan dini tentang latihan fisik,
16
nutrisi, alcohol, rokok dan obat-obatan dalam kehamilan juga pilihan-
pilihan yang berhubungan reproduksi yang dapat memberi hasil akhir
yang lebih sehat dan memuaskan (Bobak, 2004).
3. Status Paritas
a. Pengertian
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin
hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Janin yang lahir hidup
ataupun mati tidak dapat mempengaruhi status paritas (Bobak, 2004).
Selain itu pengertian paritas adalah jumlah kehamilan yang dilahirkan
atau jumlah anak yang dimiliki baik dari hasil perkawinan sekarang
atau sebelumnya (Suparyanto, 2010).
Persalinan yang biasanya paling aman untuk ibu yaitu
persalinan yang kedua dan ketiga karena pada persalinan keempat dan
kelima secara dramatis akan meningkatkan angka kematian ibu.
(Amrih, 2010, “Konsep Paritas” dalam http://www.wordpress.com,
diakses pada tanggal 05 Oktober 2010).
b. Komponen status paritas
Istilah Para mengacu pada jumlah bayi yang dilahirkan, tetapi
istilah ini dipisahkan lebih jauh kedalam beberapa istilah seperti term,
preterm, aborsion, and living children (TPAL) (Ledewig, 2006). Maka
dalam pencatatan riwayat obstetri dalam menuliskan status paritas
biasanya menggunakan 5 digit kode (Bobak, 2004), antara lain:
1) Jumlah kehamilan (Graviditas, G)
Yaitu frekuensi seorang wanita mengalami kehamilan. Jumlah
kehamilan dikategorikan menjadi tiga jenis, antara lain:
a) Primigravida
Yaitu seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya.
Kehamilan pertama merupakan pengalaman baru yang dapat
menimbulkan stress bagi ibu dan suami. Beberapa stressor
yang dapat diduga dan yang tidak dapat diduga atau tidak
17
terantisipasi sehingga menimbulkan konflik persalinan (Bobak,
2004).
b) Multigravida
Yaitu seorang wanita yang sudah mengalami kehamilan dua
kali atau untuk setiap kehamilan berikutnya (Ledewig, 2006).
Menetapkan kehamilan primigravida atau multigravida sangat
penting karena sikap pengawasan hamil dan mempersiapkan
pertolongannya mempunyai perbedaan. Dalam pengawasan
hamil, tidak ada perbedaan sampai saat persalinan
berlangsung. Primigravida mendapatkan perhatian bila pada
minggu ke 36 kepala janin sudah masuk pintu atas panggul
(Manuaba, 2010).
Pada multigravida, diajukan pertanyaan tentang persalinannya
yang lampau, sebagai gambaran koordinasi antara 3P , yaitu
power (kekuatan his dan mengejan), passanger (besar dan
beratnya janin dan plasenta), passage (jalan lahir tulang dan
lunak) bila pada persalinan yang lampau, persalinan spontan,
bayi hidup dan aterm ini berarti menunjukkan kondisi 3P
berjalan dengan baik (Manuaba, 2010).
Bila kehamilan dan persalinan yang lampau dijumpai keadaan
kehamilan yang komplikasi atau penyakit, pernah mengalami
keguguran, pernah mengalami persalinan premature,
kehamilan mati dalam rahim, persalinan dengan tindakan
operasi, persalinan berlangsung lama (lebih dari 24 jam), atau
kehamilan lewat waktu. Dapat disimpulkan bahwa kehamilan
memiliki resiko yang lebih tinggi, sehingga persalinannya
harus dikirim ke rumah sakit dan membutuhkan pengawasan
yang ketat. Tujuan konsultasi atau pengiriman ke rumah sakit
yaitu untuk menjamin kehamilan mendapatkan pengawasan
yang optimal. Sehingga persalinan mencapai well born baby
dan well health mother (Manuaba, 2010).
18
c) Grande multigravida
Grande multigravida adalah ibu yang pernah hamil lima kali
atau lebih secara berturut-turut. wanita yang telah melahirkan 5
orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam
kehamilan dan persalinan (Wiknjosastro, 2007).
Seorang ibu dengan paritas anak lebih dari lima, biasanya
memiliki kondisi kesehatan fisik yang tidak prima lagi, apalagi
jarak antara melahirkan satu dengan berikutnya kurang dari 2
tahun (Tara, 2000).
Bila seorang ibu terlalu sering hamil, mereka memiliki resiko
tinggi, apalagi pada seorang ibu hamil dimana anak
sebelumnya masih disusui maka ibu tersebut termasuk ke
dalam ibu hamil beresiko tinggi (Wijonarko, 2008).
Pada wanita primipara, mereka secara aktif mempersiapkan diri
untuk menghadapi persalinan. Mereka banyak membaca buku,
menghadiri kelas untuk orang tua, dan berkomunikasi dengan wanita
lain (ibu, saudara perempuan, dan teman). Mereka mencari orang
terbaik untuk meminta nasihat, arahan, dan perawatan. Sedangkan pada
wanita multipara, mereka memiliki pengalaman tersendiri dalam
melahirkan dan bersalin yang mempengaruhi pendekatannya dalam
mempersiapkan diri menghadapi persalinan kali ini (Bobak, 2004).
Menurut psikolog Universitas Padjadjaran Dra Sri Rahayu Astuti, M.si
jangankan kehamilan yang pertama pada kehamilan kelima pun masih
wajar bila ibu merasa cemas atau khawatir (Amalia, T, 2009, 5,
http://titian amalia.wordpress.com, diperoleh tanggal 25 Oktober 2009).
2) Kelahiran belum cukup umur (Preterm, P)
Yaitu proses kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu
atau sebelum 3 minggu dari waktu perkiraan persalinan (Bobak,
2004). Persalinan premature (preterm) adalah persalinan yang
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan
perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram. Resiko persalinan
premature adalah tingginya angka kematian, janin mengalami
19
pertumbuhan mental-intelektual dan fisik yang kurang sehingga
dapat menjadi beban, menimbulkan rasa cemas pada keluarga
(Manuaba, 2010).
Persalinan premature sulit diduga dan sulit dicari penyebabnya,
sehingga pengobatannya sukar dapat diterapkan dengan pasti.
Manuaba tahun 2010 mengatakan ada beberapa factor yang dapat
menyebabkan persalinan premature, antara lain:
a) Kondisi umum, antara lain :
(1) Keadaan social ekonomi rendah : kurang gizi, anemia,
perokok berat, umur ibu terlalu muda atau kurang dari 20
tahun, umur ibu terlalu tua atau diatas 35 tahun.
(2) Penyakit ibu yang menyertai kehamilan : tekanan darah
tinggi, penyakit diabetes, penyakit jantung atau paru, dan
penyakit endokrin.
b) Penyulit kebidanan. Pekembangan dan keadaan hamil dapat
meningkatkan terjadinya persalinan premature antara lain :
(1) Hidramnion, kehamilan kembar, preeklamsi atau eklamsi.
(2) Perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta
previa.
(3) Ketuban pecah dini,terjadi gawat janin, dan suhu tubuh
tinggi.
c) Kelainan anatomi rahim
Kelainan ini dikarenakan rahim yang sering menimbulkan
kontraksi dini(serviks inkopeten karena kondisi serviks,
amputasi serviks) dan kelainan congenital rahim (uterus
arkuatus, uterus septus), atau infeksi pada vagina yang
menjadi amnionitis (manuaba: 2010).
Dengan demikian persalinan prematur menjadi penyebab utama
tingginya angka kematian perinatal. Makin rendah berat bayi lahir,
semakin tinggi kejadian morbiditas dan mortalitas (Manuaba, 2010).
Memiliki bayi premature merupakan salah satu pengalaman orang tua
yang paling menegangkan. Bila ibu melahirkan bayi premature
20
mungkin pada mulanya ibu akan mengalami shock, pikirannya hanya
dipenuhi oleh masalah seputar kelahiran premature saja. Hal tersebut
dapat memberikan pengalaman bagi ibu hamil dalam melakukan
perawatan kehamilan selanjutnya agar lebih efektif dan maksimal.
(Nabila, 2007, “Perawatan Bayi Prematur” dalam
http//www.ibunda.com// diakses pada 2 juni 2007 pukul 23.30).
3) Kelahiran cukup bulan (Term, T)
Kelahiran cukup bulan atau term yaitu proses kelahiran pada awal
minggu ke 38 dan akhir minggu ke 42 gestasi (Bobak, 2004).
Pada usia normal, usia gestasi janin diperkirakan dengan
menentukan lamanya kehamilan dan menetapkan perkiraan
tanggal kelahiran(partus). Usia gestasi ditentukan berdasar usia
menstruasi. Secara rata-rata, waktu yang berlalu antara hari
pertama menstruasi terakhir sampai lahirnya janin adalah 280 hari
tau 40 minggu. Untuk secara cepat menentukan akhir dari
kehamilan yang berdasar pada siklus menstruasi dapat digunakan
dengan cara menambahkan 7 hari ke hari pertama menstruasi
terakhir dan kurangi 3 bulan. Namun saat ini banyak wanita yang
sudah menjalani pemeriksaan ultrasonografi pada trimester
pertama atau awal trimester kedua untuk memastikan usia gestasi
(Cunningham, 2005).
Selain itu beberapa yang dapat dilakukan ibu hamil untuk
menentukan usia gestasi yaitu dengan pengukuran tinggi fundus
uteri, serta test kehamilan yang mencakup tanggal dan hasil tes
(Bobak, 2004). Periode gestasi juga terbagi menjadi tiga satuan
yang masing-masing terdiri dari tiga bulan kalender, atau disebut
dengan trimester, karena tonggak-tonggak penting obstetric dapat
dengan mudah ditentukan dengan trimester. Sebagai contoh,
kemungkinan abortus spontan terutama terjadi terbatas pada
trimester pertama, sedangkan kemungkinan bayi yang lahir
premature untuk bertahan hidup sangat meningkat pada
21
kehamilan yang berhasil mencapai trimester ketiga (Cunningham,
2005).
4) Aborsi (Abortus, A)
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya
kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu
karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai (Putri, 2010).
Mc. Bride,1991 mengatakan bahwa separuh abortus disebabkan
oleh perkembangan abnormal embrionik, defek kromosom, dan
penyakit herediter (Bobak, 2004).
Sedangkan menurut Cunningham, (1993) mengatakan abortus
tahap lanjut dapat disebabkan oleh sebab-sebab maternal seperti
usia lanjut pada paritas, infeksi kronis, penyakit kronis yang
mengganggu, nutrisi yang buruk, dan pemakaian obat-obatan
terlarang (Bobak, 2004). Jenis-jenis abortus terbagi berdasarkan
kejadiannya, yaitu abortus spontan dan induced abortion
(terapeutik).
a) Abortus spontan
Abortus spontan terbagi sesuai dengan temuan-temuan yang
didapat dari pemeriksaan pertama kali. Tetapi dari satu jenis
abortus dapat berubah menjadi jenis abortus lainnya jika
proses abortus berlanjut (Llewellyn, 2001). Jenis abortus
yang termasuk ke dalam abortus spontan antara lain:
(1) Abortus iminens, diagnosis ini ditegakkan jika seorang
wanita hamil mengalami perdarahan uterus dengan atau
tanpa kontraksi uterus yang sakit. Pada pemeriksaan
pervagina menunjukkan serviks tidak berdilatasi,
sedangkan berdasarkan pemeriksaan ultrasound
menggambarkan ukuran amnion normal dan jantung janin
berdenyut, kantong amnion kosong, missed atau
incomplete abortion (Llewellyn, 2001). Abortus ini
22
ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak
sama sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi atau
janin masih berada di dalam, dan tidak disertai
pembukaan (dilatasi serviks) (Nasuha, 2008 “Abortus”
dalam http://kamussehat.wordpress.com/ diakses pada 15
Mei 2008).
(2) Abortus complete, janin dan semua jaringan yang terkait
telah dikeluarkan dari uterus (Bobak, 2004). Pada abortus
jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan sehingga
rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat
plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit
dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita
yang mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan
tindakan apa-apa, kecuali jika datang ke rumah sakit
masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa jaringan
yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret
(Nasuha, 2008 “Abortus” dalam
http://kamussehat.wordpress.com/ diakses pada 15 Mei
2008).
(3) Abortus incomplete, kehilangan beberapa hasil konsepsi
atau tidak semua hasil proses konsepsi keluar dari uterus
(Bobak, 2004). Terjadi pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu,
sementara sebagian masih berada di dalam rahim. Terjadi
dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat
diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os
uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum
sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret
(Nasuha, 2008 “Abortus” dalam
http://kamussehat.wordpress.com/ diakses pada 15 Mei
2008).
23
(4) Septik, kehilangan kehamilan karena terjadinya infeksi
pada hasil konsepsi (Bobak, 2004). Dalam 80% kasus,
infeksinya ringan dan terlokalisasi di desidua, 15% kasus
infeksinya berat mengenai miometrium dan mungkin
menyebar ke tuba falopii. Dan 5% kasus terjadi peritonitis
generalisata atau kolaps vascular yang disebabkan oleh
pelepasan endotoksin E. coli dan dikenal sebagai syok
endotoksin (Llewellyn, 2001).
(5) Missed abortion, kehilangan kehamilan dimana produk
konsepsi didalam uterus setelah janin meninggal tetapi
tidak menimbulkan abortus yang spontan, mungkin
dengan tidak adanya rasa nyeri, perdarahan pervaginam
dan serviks tertutup (Bobak, 2004).
(6) Abortus rekuren (habitualis), seorang wanita yang telah
mengalami abortus selama tiga kali atau lebih
(Llewellyin, 2001).
b) Induced abortion, atau biasa dikenal dengan aborsi terapeutik
yang dilakukan berdasar alasan medic (Bobak, 2004). Aborsi
paling aman dilakukan pada ssaat antara minggu ke 6 sampai
12 kehamilan. Terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan
tindakan pembedahan atau medic. Alasan utama dilakukan
abortus terapeutik antara lain karena keadaan social ekonomi,
factor psikiatrik dimana ibu hamil mengalami neurosis berat,
alasan medic karena ibu hamil mengidap penyakit jantung
berat, gagal jantung, ginjal kronik, dan penyakit maligna.
Sedangkan factor dari segi fetus, biasanya karena infeksi
virus, penyakit hemolitik, defek genetic dan defek kongenital.
Harus ditekankan bahwa seorang wanita jarang meminta
untuk dilakukan abortus tanpa pertimbangan yang matang,
dan mau menerima serta menyambut baik konseling selama
masa sulit ini (Llewelyn, 2001).
24
Hogue (1986), dalam suatu ulasan ilmiah tentang dampak abortus
terhadap kehamilan berikutnya, meringkaskan data dari 200
publikasi lebih. Ia menekankan bahwa harus dilakukan
pertimbangan mengenai metode untuk menginduksi abortus
karena akan mempengaruhi timbulnya penyulit pada kehamilan
berikutnya (Christine, 2005).
Kebanyakan wanita yang mengalami abortus spontan mengalami
stress psikologis. Sebanyak 90% memberikan reaksi berkabung,
yang berlangsung sampai sebulan. Pada saat abortus sedang
mengancam atau sedang berlangsung, banyak wanita yang
mengalami stress karena tidak mengetahui apa yang akan terjadi
pada janinnya (Llewellyn, 2001).
5) Jumlah anak hidup (Living children, L)
Yaitu jumlah anak yang dilahirkan hidup sampai saat ini.
Memperkenalkan bayi baru lahir kepada suatu keluarga dengan
satu anak atau lebih bisa menjadi persoalan bagi orang tua.
Mereka dihadapkan pada tugas untuk merawat anaknya yang baru
tanpa mengabaikan anak yang lain (Bobak, 2004)
Tidak sedikit ibu yang merasa cemas tidak dapat berlaku adil
terhadap anak-anaknya setelah adiknya lahir. Bahkan banyak juga
yang tidak mampu berbagi perhatian dan waktu pada
pasangannya (Putri, 2010).
Pada ibu yang menantikan kelahiran anak keduanya memiliki
kekhawatitran yang bebeda pada masa hamil. Mereka khawatir
akan reaksi anak pertamanya terhadap kelahiran saudaranya dan
sadar akan terjadi perubahan hubungan dengan anak pertamanya.
Orang terdekatpun merasa yakin akan kemampuan ibu dalam
memelihara bayinya sehingga mereka mungkin tidak akan
memberikan perhatian sebanyak yang diberikan pada kehamilan
pertamanya (Bobak, 2004).
25
Ibu hamil yang telah melahirkan anak lebih dari empat,
mempunyai resiko tinggi atas kehamilannya, baik saat masih
hamil maupun saat kelahirannya kelak (Wijonarko, 2008).
4. Kecemasan
a. Pengertian Kecemasan
Cemas merupakan kekhawatiran yang tidak jelas, dan
menyebar dan berkaitan dengan perasaan tidak berarti dan tidak
berdaya. Keadaan ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart,
2006). Kecemasan berbeda dengan ketakutan. Dimana cemas
merupakan kekhawatiran yang tidak jelas objeknya, tetapi takut
adalah kekhawatiran yang memiliki objek yang jelas (Maramis,
2005).
Ketakutan dapat terjadi tanpa kecemasan, dan kecemasan
dapat hadir tanpa ketakutan, keduanya dapat hadir bersamaan dalam
respon seseorang terhadap situasi. Hal ini dapat terjadi pada individu
yang akan mengalami operasi atau persalinan dimana terdapat rasa
ketakutan akan rasa nyeri dan kecemasan akan kehilangan salah satu
organnya (Carpenito, 2000).
b. Teori Kecemasan
Gail W. Stuart (2006), menyatakan ada beberapa teori yang
telah dikembangkan untuk menjelaskan factor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan, diantaranya:
1) Faktor predisposisi
a) Teori psikoanalitik
Cemas atau ansietas adalah konflik yang terjadi antara dua
elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma
budaya. Ego atau Aku, berfungsi menengahi dari dua
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan
26
fungsi cemas adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya
(Stuart, 2006).
b) Teori interpersonal
Cemas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan
terhadap penolakan interpersonal. Cemas juga berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.
Individu dengan harga diri rendah terutama rentan
mengalami cemas yang berat (Stuart, 2006).
c) Teori perilaku
Cemas merupakan produk frustasi yang segala sesuatunya
mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Ahli perilaku lain menganggap cemas
sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan dari
dalam diri untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang
pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam
kehidupan dirinya mengalami ketakutan yang berlebihan
lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan
selanjutnya (Stuart, 2006).
d) Kajian keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi
dalam keluarga (Stuart, 2006).
e) Kajian biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor yang
berperan penting dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan kecemasan (Stuart, 2006).
2) Faktor pesipitasi
Stressor pencetus dapat dikategorikan menjadi dua, antara lain:
a) Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi disabilitas
fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Stuart, 2006).
27
b) Ancaman terhadap system diri dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi social yang terintegrasi pada
individu (Stuart, 2006).
c. Tingkat Kecemasan
1) Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,
kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan kreativitas (Stuart, 2006).
2) Kecemasan sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal-hal penting
dan mengesampingkan hal lain. Kecemasan ini mempersempit
lapang pandang persepsi individu. Dengan demikian individu
mengalami ketidaperhatian yang selektif namun dapat berfokus
pada banyak area jika diarahkan untuk melakukannya (Stuart,
2006).
3) Kecemasan berat
Sangat mengurangi lapang pandang persepsi individu. Individu
cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta
tidak berfikir tentang hal lain. Semua prilaku ditunjukkan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak
arahan untuk berfokus pada area lain (Stuart, 2006).
4) Panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror. Hal
yang rinci terpisah dari proporsinya. Karena mengalami
kehilangan kendali, individu yang mengalami panic tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panic
mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang,
dan kehilangan pemikiran rasional (Stuart, 2006).
28
Bagan 2.1. Rentang Respon Kecemasan
Sumber: Asuhan Keperawatan Jiwa, Gail W Stuart, 2006
d. Tanda Dan Gejala Kecemasan
Menurut Stuart, 2006 tanda dan gejala dari kecemasan terbagi
berdasarkan respon fisiologis, emosional, dan kognitif.
1) Fisiologis, gejala yang ditimbulkan secara fisiologis pada
kecemasan antara lain:
a) Peningkatan frekuensi jantung dan berdebar-debar
b) Peningkatan tekanan darah
c) Peningkatan frekuensi pernapasan
d) Insomnia
e) Keletihan dan kelemahan
f) Pucat atau kemerahan
g) Gelisah
h) Sering berkemih (Carpenito, 2000)
2) Kognitif, perasaan yang dirasakan sehingga menimbulkan
persepsi yang sempit, gejalanya antara lain:
a) Tidak mampu berkonsentrasi
b) Mudah lupa
c) Kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
d) Blok pikiran (tidak dapat mengingat) (Carpenito, 2000).
3) Emosional, perasaan tidak mampu menguasai diri, gejala yang
timbul antara lain:
a) Ketakutan
b) Ketidakberdayaan
c) Gugup
d) Kurang percaya diri
RENTANG RESPON KECEMASAN
PanikBeratSedangRinganAntisipasi
Respon MaladaptifRespon Adaptif
29
e) Marah berlebihan dan menangis
f) Menarik diri (Carpenito, 2000)
5. Persalinan
a. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses penggerakan keluarnya janin,
plasenta, dan membrane dari dalam rahim melalui jalan lahir (Bobak,
2004). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal apabila
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
(membuka dan menipis) dan berakhir dengan kelahiran plasenta
secara lengkap (JNPK-KR, 2007).
Menurut Rahman tahun 2010, persalinan ditandai oleh his
yang makin lama semakin kuat, lama dan nyeri, perdarahan
pervaginam sedikit, pembukaan serviks. Persalinan yang terjadi pada
usia kehamilan 37 sampai dengan 41 minggu disebut persalinan
normal. Maksudnya, setelah memasuki minggu ke 37, kapanpun
persalinan terjadi merupakan hal yang normal. Pada masa ini baik
tubuh bayi maupun ibu sudah siap memasuki proses persalinan.
Selain itu gejala-gejala akan memasuki persalinan sudah mulai
muncul pada tubuh ibu. Untuk itu, persiapan mental menuju
persalinan sudah harus dimulai (Rahman, 2010).
b. Sebab Terjadinya Proses Persalinan
Menurut Hanifah Wiknjosastro tahun 2007 dalam bukunya
yang berjudul Ilmu Kebidanan menjelaskan beberapa factor yang
menyebabkan timbulnya persalinan, antara lain:
1) Penurunan fungsi plasenta : kadar progesteron dan estrogen
menurun mendadak, nutrisi janin dari plasenta berkurang.
2) Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser,
menjadi stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus.
30
3) Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban,
semakin merangsang terjadinya kontraksi.
4) Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan
peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas
kortison, prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan
untuk proses persalinan
5) Selanjutnya dengan berbagai tindakan lainnya persalinan dapat
dimulai dengan Induction of Labour yaitu dengan cara:
a) Merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan
beberapa gagang laminaria kedalam kanalis servikalis.
b) Pemecahan ketuban secara manual.
c) Penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan menggunakan
jalur intra vena) (Sarwono, 1999).
c. Faktor - faktor Dalam Persalinan
Menurut Irene, Bobak (2004) persalinan ditentukan oleh 3
faktor “P” utama, yaitu:
1) Power, his (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan
mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.
2) Passage, keadaan jalan lahir
3) Passanger, keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin,
ada/tidak kelainan anatomik mayor)
4) “P” lainnya : psychology, physician, position. Dengan adanya
keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut,
persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.
d. Tahap Persalinan
Partus terbagi atas 4 tahap. Pada kala 1 dinamakan kala
pembukaan, serviks membuka sampai menjadi pembukaan 10 cm.
Kala 2 disebut pula kala pengeluaran, oleh karena itu berkat
kekuatan his dan kekuatan ibu mengedan, janin didorong keluar
sampai lahir. Dalam kala 3 atau kala uri plasenta terlepas dari
dinding rahim dan dilahirkan. Kala 4 mulai dari lahirnya plasenta
31
dan lama nya 2 jam. Dalam kala itu harus diamati apakah ada
perdarahan atau tidak (Wikjosono, 2007).
1) Tahap pertama persalinan atau kala 1
Terjadi kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi serviks
lengkap. Tahap pertama ini dibagi menjadi dua bagian, antara
lain:
a) Fase laten
Dimulai sejak awal berkontraksi dan menyebabkan
penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
Berlangsung hingga serviks terbuka kurang dari 4 cm. pada
umumnya fase laten berlangsung 8 jam. Kontraksi mulai
teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik (JNPK,
2007).
b) Fase aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai terjadi
tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih). Dari pembukaan 4 cm hingga
mencapai pembukaan lengkap yaitu 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau
primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
Terjadi pula penurunan bagian terbawah janin (JNPK,
2007).
2) Tahap kedua persalinan atau kala 2
Merupakan tahap dimana janin dilahirkan. Tahap ini ditandai
dengan dilatasi serviks lengkap dan berakhir dengan kelahiran
bayi. Pada primipara kala 2 berlangsung selama 1,5 jam,
sedangkan pada multipara berlangsung sampai ½ jam
(Wiknjosastro, 2007).
3) Tahap ketiga persalinan atau kala 3
Berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir. Plasenta
biasanya terlepas setelah tiga atau empat kontraksi uterus yang
32
kuat yakni setelah bayi lahir. Biasanya plasenta lahir 6 sampai
15 menit (Wiknjosastro, 2007).
4) Tahap keempat persalinan atau kala 4
Berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini
merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostatis
terjadi dengan baik. Masa ini merupakan periode yang penting
untuk memantau adanya komplikasi, misalnya perdarahan
abdomen (Wiknjosastro, 2007).
Dalam kala persalinan biasanya ibu dengan kehamilan
primigravida lebih lama menjalani persalinan dibanding dengan
kelahiran multigravida (Manuaba, 2010).
Tabel 2. 1 Lama persalinan pada primigravida dengan
multigravida
Kala persalinan Primigravida Multigravida
I 10-12 jam 6-8 jam
II 1-1,5 jam 0,5-1 jam
III 10 menit 10 menit
IV 2 jam 2 jam
Jumlah (tanpa
memasukkan kala IV yang
bersifat observasi)
10-12 jam 8-10 jam
“Sumber : Manuaba, 2010, Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan KB”
6. Kecemasan Menghadapi Persalinan
Saat kehamilan datang dalam kehidupan seorang wanita, timbul
perasaan bahagia yang tiada terduga, namun terkadang kebahagiaan
tersebut terganggu oleh beberapa perasaan cemas yang akibatnya
berpengaruh terhadap kondisi emosi (Putri, 2010).
Trimester ketiga merupakan klimaks kegembiraan emosi karena
kelahiran bayi. Akhir bulan ke-8 mungkin mengalami periode tidak
semangat dan depresi karena ketidaknyamanan bertambah karena bayi
33
bertambah besar. Sekitar dua minggu sebelum melahirkan sebagian besar
wanita mulai merasa senang. Keinginan bayinya sama dengan ketakutan
akan keselamatan saat melahirkan (Purwaningsih, 2010).
Perlu disadari bahwa persalinan adalah suatu tugas dari seorang
ibu yang harus dihadapi dengan tabah, walaupun tidak jarang mereka
merasa cemas dalam menghadapi masalah tersebut. Kecemasan tersebut
antara lain meliputi apakah mereka dapat mengatasi kesukaran yang
dihadapi, cemas apakah janin yang dikandung tidak cacat, dan cemas
menghadapi rasa sakit. Dari beberapa alasan kecemasan yang timbul
pada seorang ibu yang akan menghadapi persalinan, maka dari itu
mereka membutuhkan penolong yang dapat dipercaya, yang dapat
memberikan bimbingan yang selalu siap dalam menghadapi kecemasan
dan kesukaran (Wiknjosastro, 2007).
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan
ibu hamil dalam menghadapi persalinan, dimana factor-faktor tersebut
merupakan bagian dari karakteristik responden dalam penelitian ini,
factor-faktor tersebut antara lain :
a. Usia
Menurut hulock (1996), menyatakan semakin tua seseorang samakin
baik ia dalam mengendalikan emosinya, tetapi bila dalam persalinan,
semakin tua usia ibu maka resiko komplikasinya pun semakin tinggi
dan hal itu dapat meningkatkan kecemasan. Wanita hamil pada usia
18 tahun atau dibawah usia 20 tahun mempunyai resiko komplikasi
kehamilan dan persalinan lebih tinggi. Mereka lebih mungkin
menderita hipertensi yang diinduksi kehamilan atau anemia dan
melahirkan bayi yang berat badanya lahir rendah. Penyebabnya
antara lain status social ekonomi yang rendah, diet gizi yang kurang
baik, penyalahgunaan obat, dan kurangnya perawatan antenatal
(Llewellyn, 2001).
Remaja mungkin telah matang dalam secara seksual, tetapi mereka
tidak matang secara emosional dan social. Masa remaja secara
normal adalah tahap perkembangan dimana individu melakukan
34
system nilainya sendiri dan terampil dalam melakukan tugas-
tugasnya tertentu. Kehamilan merupakan tantangan yang amat rumit
dari tugas ini (Bobak, 2004).
Bila seorang wanita terlalu muda untuk menikah dan kemudian
langsung hamil. Apalagi bila ibu hamil berusia 18 tahun.
Dikhawatirkan bisa terjadi masalah dengan kehamilannya, dan bisa
berujung pada kematian ibu maupun bayinya (Wijonarko, 2008).
Dua dampak yang perlu diperhitungkan dalam menghadapi
kehamilan usia remaja antara lain dampak psikologis dan fisik. Dari
segi psikologis yang belum matang,remaja akan merasa tertekan
karena tidak sanggup merawat kandungannya, alat reproduksi yang
belum siap untuk menerima kehamilan sehingga dapat menimbulkan
berbagai bentuk komplikasi. Dari sudut fisik, tumbuh kembang janin
dalam rahim belum matang, sehingga dapat terjadi abortus,
persalinan premature atau gestosis. Pada outcome janinnya dapat
terjadi kelainan congenital dan berat badan lahir rendah. Kematian
maternal dan perinatal remaja relative tinggi dibanding masa
reproduksi sehat usia antara 20 sampai 35 tahun (Manuaba, 2001).
Sedangkan pada wanita hamil yang berusia 35 tahun keatas, mereka
pun memiliki resiko tinggi dan dapat menyebabkan kemitan ibu
maupun bayinya (Wijonarko, 2008). Kelahiran primigravida tua
mempunyai resiko lebih tinggi menderita hipertensi essensial,
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, diabetes kehamilan dan
perdarahan antepartum. Kemungkinan mendapatkan bayi down
syndrome juga lebih besar tetapi lahir resiko preterm dan
pertumbuhan pada bayi tidak meningkat. Kemungkinan lahir dengan
sesar atau persalinan dengan operasi vagina meningkat, tetapi hal ini
mungkin disebabkan oleh kekhawatiran ahli kandungan bahwa masa
repruduksi wanita tersebut telah menurun (Llewellyn, 2001).
Secara psikologis pada wanita hamil yang berusia dibawah 20 tahun,
kesiapan mental masih sangat kurang, sehingga dalam menghadapi
persalinan mentalnya masih sangat kurang dan kecemasan pun tidak
35
terpungkiri. Sedangkan pada wanita hamil yang berusia lebih dari 35
tahun, secara mental mereka merasa lebih mantap dan tenang, namun
dari segi fisik mereka memiliki resiko tinggi yang lebih besar
(Manuaba, 2010).
b. Status pekerjaan
Masalah utama bila ibu hamil yang bekerja di luar adalah resiko
terkena pajanan terhadap zat-zat fetotoksik, ketegangan fisik yang
berlebihan, terlalu lelah, pengobatan atau komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan dan masalah pada usia kehamilan
lanjut, kesulitan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan
kesinambungan tubuh (Ledewig, 2006).
Manshande, dkk (1987) melaporkan bahwa wanita hamil yang
melakukan pekerjaan yang mengharuskan ibu berdiri lama, lebih
beresiko mengalami persalinan premature, tetapi jarang terdapat efek
pada pertumbuhan janin (Cunningham, 2005).
Menurut Basukia hli psikologis, pada wanita yang bekerja atau
wanita karir memutuskan untuk memiliki seorang anak atau memulai
tahap kehamilan bukanlah hal yang mudah, karena menjadi seorang
ibu yang bekerja memiliki kesulitan yang lebih besar daripada ibu
yang tidak bekerja. Ada perasaan was-was yang mereka alami saat
mereka memutuskan untuk memulai suatu kehamilan, perasaan was-
was ini biasanya berkaitan dengan kelanjutan karir mereka. Mereka
memiliki perasaan cemas, perasaan ini berkaitan dengan waktu dan
juga kinerja mereka yang akan berkurang selama masa
kehamilannya. Pada masa kehamilan fokus utama wanita yang
bekerja akan terbagi antara kehamilannya dan juga pekerjaanya, hal
ini akan membuat mereka merasa cemas karena perasaan takut akan
mengabaikan pekerjaannya dan lebih fokus pada kehamilannya
ataupun sebaliknya, dan akan memberikan dampak yang kurang baik
pada pekerjaannya ataupun pada kehamilannya (Margantari, 2007.
“Kecemasan Terhadap Kehamilan Pada Wanita Dewasa Muda yang
36
Bekerja” dalam http//www.artikelkesehatan.co.id.orgpdf/ diakses
pada 21 Februari 2007).
c. Tingkat pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita
tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin
mudah dalam memperoleh menerima informasi, sehingga
kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Pendidikan dan
pengetahuan ibu dapat mempengaruhi kecemasan karena kurangnya
informasi mengenai persalinan dari orang terdekat, keluarga,
maupun media informasi seperti majalah dan lainnya. (Suparyanto,
2010. “Konsep Paritas”. http://www.dr_suparyanto.blogspot.com
diakses pada 07 Oktober 2010 pukul 06.25).
d. Pendamping orang terdekat (support system)
Caplan (1959), salah satu pengembang intervensi krisis, mengatakan
bahwa keberhasilan penyelesaian suatu krisis sering bergantung
kepada system pendukung pasien. System pendukung pasien dapat
mencakup keluarga, teman, dan individu terdekat. (Bobak, 2004).
Banyak wanita yang menginginkan pasangan atau orang terdekatnya
hadir mendampingi dia selama melahirkan. Kehadiran orang yang
dicintai selama persalinan akan memberikan perasaan dukungan
yang familiar dan personal sehingga mengurangi suasana klinis
bangsal persalinan (Manuaba, 2010).
B. Kerangka Teori
Perawat memiliki peranan yang cukup penting dalam pemberian
asuhan bagi ibu hamil dan bersalin. Untuk mengurangi tingkat kecemasan
pada ibu hamil yang akan menghadapi persalinan, dari sedini mungkin ibu
hamil harus mendapatkan perawatan dan pengetahuan mengenai proses
persalinan agar saat persalinan tiba ibu tidak menunjukkan perasaan khawatir
yang berlebihan dan persalinanpun akan berjalan dengan aman dan normal.
37
Kerangka konsep teori yang digunakan peneliti digambarkan pada
konstruk dibawah ini:
Bagan 2. 2 Kerangka Teori
Status Paritas
1. Jumlah kehamilan (G)
2. Jumlah kehamilan
cukup umur (T)
3. Jumlah kehamilan
premature (P)
4. Jumlah aborsi (A)
5. Jumlah anak hidup (L)
Tingkat
Kecemasan
Faktor yang
mempengaruhi
kecemasan:
1. Usia
2. Status pekerjaan
3. Pendidikan
4. Pendamping
terdekat (support
system)
Proses
Persalinan
Menghadapi
Persalinan
Sumber Informasi