Bab_2

24
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Leukemia limfoblastik akut (LLA) Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.1 Etiologi leukemia masih belum diketahui, namun hasil studi mengarah ke faktor lingkungan, radiasi, paparan elektromagnetik, maupun aktivasi oleh virus. Diagnosis definitif LLA dengan aspirasi sumsum tulang untuk mengidentifikasi sel-sel hematopoietik di sumsum tulang, penelitian yang telah dilakukan pada LLA menunjukkan bahwa sebagian besar LLA mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan bahwa populasi sel leukemia berasal dari sel tunggal, oleh karena itu oleh FAB ( French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:1,24 1. L-1 terdiri dari sel-sel limfroblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nukleolus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit. 2. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti. 3. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi. 9 Pengobatan LLA menggunakan kombinasi beberapa obat sitostatika, berdasarkan risiko relapsnya pengobatan dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan risiko rendah dan risiko tinggi. Faktor-faktir yang berpengaruh terhadap buruknya prognosis leukemia limfoblastik akut, sebagai berikut:1 1. Jumlah leukosit awal lebih dari 50.000/mm3. 2. Umur pasien pada saat diagnosis dan hasil pengobatan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun. 3. Fenotipe imunologis ( immunophenotype). 4. Jenis kelamin laki-laki. 5. Respon terapi yang buruk pada saat pemberian kemoterapi

description

bab 2

Transcript of Bab_2

Bab 2 2015 04 13 02 46 11 585

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Leukemia limfoblastik akut (LLA) Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.1 Etiologi leukemia masih belum diketahui, namun hasil studi mengarah ke faktor lingkungan, radiasi, paparan elektromagnetik, maupun aktivasi oleh virus. Diagnosis definitif LLA dengan aspirasi sumsum tulang untuk mengidentifikasi sel-sel hematopoietik di sumsum tulang, penelitian yang telah dilakukan pada LLA menunjukkan bahwa sebagian besar LLA mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan bahwa populasi sel leukemia berasal dari sel tunggal, oleh karena itu oleh FAB ( French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:1,24 1. L-1 terdiri dari sel-sel limfroblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nukleolus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit. 2. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti. 3. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi. 9 Pengobatan LLA menggunakan kombinasi beberapa obat sitostatika, berdasarkan risiko relapsnya pengobatan dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan risiko rendah dan risiko tinggi. Faktor-faktir yang berpengaruh terhadap buruknya prognosis leukemia limfoblastik akut, sebagai berikut:1 1. Jumlah leukosit awal lebih dari 50.000/mm3. 2. Umur pasien pada saat diagnosis dan hasil pengobatan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun. 3. Fenotipe imunologis ( immunophenotype). 4. Jenis kelamin laki-laki. 5. Respon terapi yang buruk pada saat pemberian kemoterapi inisial, dilihat melalui BMP, sel blast di sumsum tulang >1000/mm3 6. Kelainan jumlah kromosom, pasien dengan indeks DNA >1.16 (hiperdiploid) mempunyai prognosis yang lebih baik. Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi menentukan protokol kemoterapi. Saat ini di RS dr. Kariadi protokol pengobatan yang digunakan untuk pasien LLA yaitu protokol Indonesia 2006 yang terdiri dari 2 tipe, yaitu protokol kemoterapi risiko standar dan protokol kemoterapi risiko tinggi. Perbedaannya selain lebih banyak jenis obat sitostatika, pada protokol kemoterapi risiko tinggi juga terdapat fase reinduksi, dibanding kemoterapi risiko standar yang terdiri dari fase induksi, konsolidasi dan maintenance. Protokol kemoterapi risiko tinggi berlangsung 17 minggu sebelum masuk fase maintenance, sedangkan risiko standar 12 minggu. 10 Anak dan remaja dengan sindroma down mempunyai risiko 10-30 kali daripada anak normal untuk menderita leukemia.25 Sindroma down merupakan sindroma klinis yang disebabkan oleh adanya kelainan kromosom yaitu trisomi kromosom somatik, yang merupakan abnormalitas kromosom paling sering, dengan insidens 1:700 kelahiran hidup. Sindroma down ditandai oleh berbagai variasi penampakan dismorfik, malformasi kongenital, dan retardasi mental. Penderita sindroma down seringkali menderita infeksi akibat adanya penurunan daya tahan tubuh. Defek kemotaksis, rendahnya IgG, dan abnormalitas sel T dan sel B diketahui sebagai penyebabnya.26 Adanya defisiensi imun intrinsik diketahui dari rendahnya sel limfosit T dan limfosit B pada penderita sindroma down pada tahun pertama kehidupan dibandingkan dengan anak sehat.27 2.2. Infeksi HIV Infeksi HIV adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV ( human immunodeficiency virus). AIDS adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi HIV.28 Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati dan hepatosplenomegali. Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, 11 terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering belulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena pneumocystis carnii, radang paru karena mikrobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.29 Klasifikasi manifestasi klinik menurut WHO dibedakan menjadi 4 yaitu asimtomatik, ringan, sedang dan berat.29 Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV29 Stadium Klinis 1 Tanpa gejala (asimtomatis) Limfadenopati generalisata persisten Stadium Klinis 2 Hepatosplenomegaly persisten tanpa alasani Erupsi papular pruritis Infeksi virus kutil yang luas Moluskum kontagiosum yang luas Infeksi jamur di kuku Ulkus mulut yang berulang Pembesaran parotid persisten tanpa alasan Eritema lineal gingival (LGE) Herpes zoster Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media, otore, sinusitis, atau tonsilitis) Stadium Klinis 3 Malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku Diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih) Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5C, sementara atau terus-menerus, lebih dari 1 bulan) Kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu) Oral hairy leukoplakia (OHL) Gingivitis atau periodonitis nekrotising berulkus yang akut Tuberkulosis pada kelenjar getah bening Tuberkulosis paru Pneumonia bakteri yang parah dan berulang Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala Penyakit paru kronis terkait HIV termasuk brokiektasis Anemia (