Bab_1
-
Upload
ica-palensina -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
description
Transcript of Bab_1
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu bahan pangan berbasis emulsi yang diminati adalah salad dressing. Salad
dressing adalah saus yang digunakan untuk meningkatkan rasa dan tekstur dari salad,
mulai dari salad hijau sederhana sampai salad yang sudah ditambah dengan sayuran
yang lain. Salad dressing merupakan produk emulsi yang memiliki ukuran globula
sangat besar sehingga mudah mengalami pemisahan fase-fasenya. Salad dressing dibuat
menjadi lebih stabil dengan penambahan pati yang dapat membentuk lapisan tipis di
sekeliling butir-butir lemak yang terdispersi pada emulsi salad dressing yang terbentuk
(Cahyadi, 2008).
Pati adalah karbohidrat kompleks yang larut dalam air, serbuk putih, tidak berasa dan
tidak berbau. Pati merupakan salah satu bahan dasar untuk pembuatan salad dressing.
Penggunaan pati berfungsi sebagai pembentuk viskositas gel, menstabilkan emulsi,
bahan pengikat, memperbaiki tekstur dan mouthfeel, serta memperpanjang umur simpan
(Adebayo et al., 2010). Namun, tidak semua jenis pati memiliki efek yang sama bila
diaplikasikan pada produk salad dressing. Pati dapat ditemukan pada bahan pangan
seperti jagung, kentang, singkong dan gandum. Pemanfaatan pati dari jenis yang
berbeda tersebut digunakan dalam pembuatan salad dressing. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari karakteristik pati tersebut terhadap stabilitas emulsi salad dressing.
1.2. Tinjauan Pustaka
1.2.1. Salad Dressing
Salad dressing adalah suatu emulsi pangan yang mengandung 30-50% minyak yang
digunakan sebagai saus pada salad (Adebayo et al., 2010). Salad dressing umumnya
digunakan sebagai produk tambahan yang dapat meningkatkan rasa pada sayuran, buah,
daging, makanan laut segar, dan dapat diaplikasikan dalam pembuatan sandwich. Salad
dressing mempunyai bentuk hampir sama dengan mayonnaise, tetapi umumnya
mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah (Babajide, 2010). Penggunaan salad
dressing bertujuan untuk meningkatkan rasa sayuran yang hambar menjadi lebih
mantap sehingga lebih banyak sayuran yang dikonsumsi. Selain itu, sayuran yang
2
disantap dengan penambahan salad dressing dapat meningkatkan penyerapan
karotenoid yang berasal dari sayuran, sebesar 40 nmol/L (Brown et al., 2004).
Menurut US Food and Drug Administration (2012), salad dressing adalah makanan
emulsi semi-padat yang dibuat dari kombinasi minyak sayur, asam, kuning telur, dan
pasta pati. Salad dressing minimal mengandung 30% minyak nabati dan lebih dari 4%
berat kuning telur. Komposisi bahan dalam pembuatan salad dressing adalah 20%
aquades, 21,5% asam, 14% sukrosa, 4% pati, 0,5% garam, 5% kuning telur, dan 35%
vegetable oil.
Dalam produksi salad dressing, pertama-tama adalah membuat pasta pati. Pasta pati
dibuat dengan mencampur tepung dengan air kemudian ditambah dengan asam dan
bahan lain seperti garam dan pemanis untuk mendapatkan rasa yang diinginkan. Bahan-
bahan yang telah dicampur kemudian dimasak hingga suhu 90oC, lalu didinginkan
hingga suhu 5oC. Kemudian kuning telur yang telah dipasteurisasi dicampur dengan
menggunakan mixer sambil diletakkan di atas es batu. Setelah pasta pati dan kuning
telur menyatu, minyak secara perlahan ditambahkan sambil tetap di mixer untuk
membentuk emulsi yang konsistensinya stabil. Salad dressing yang telah jadi kemudian
ditempatkan ke dalam wadah yang ditutup (Warner et al., 1986).
Dalam pembuatan salad dressing, pati berfungsi sebagai pengental pada salad dressing.
Maka pemanasan pati perlu diperhatikan, dengan tujuan untuk memperoleh derajat
kekentalan yang diinginkan. Selain sebagai pengental, pati juga berfungsi sebagai
pembentuk viskositas gel, menstabilkan emulsi, bahan pengikat, memperbaiki tekstur
dan mouthfeel, serta memperpanjang umur simpan (Adebayo et al., 2010).
Penambahan garam bertujuan untuk memberikan rasa dasar pada makanan. Selain itu,
garam dianggap sebagai bahan antibakteri karena dapat membatasi pertumbuhan bakteri
dalam makanan. Sedangkan gula bertindak sebagai pengawet, memberikan rasa, warna
dan body dalam suatu produk makanan (Shee et al., 2010).
3
Dalam pembuatan salad dressing, minyak yang sering digunakan adalah minyak
kedelai. Minyak kedelai mengandung minyak alami dan lesitin dalam jumlah yang
banyak. Minyak kedelai mengandung 61% polyunsaturated fatty acids, 25
monounsaturated fatty acid, dan 15% lemak jenuh (Gunstone, 2002). Minyak dalam
pembuatan salad dressing digunakan sebagai pengemulsi.
Kuning telur dalam pembuatan salad dressing digunakan sebagai bahan pengemulsi
yang penting untuk pembuatan salad dressing. Hal tersebut karena dalam kuning telur
mengandung lesitin sebagai pengemulsi, selain itu kuning telur juga memberikan rasa,
mouthfeel dan warna yang khas (Gallegos et al., 2004). Telur yang digunakan dalam
pembuatan salad dressing, telebih dahulu harus dicuci bersih untuk menghilangkan
kotoran pada cangkang agar tidak masuk ke dalam telur. Kemudian telur di pasteurisasi
pada suhu 600C selama 3,5 menit supaya terbebas dari kontaminasi mikroorganisme
(USDA, 1991).
Penambahan asam pada salad dressing merupakan upaya untuk pencegahan produk dari
kerusakan mikroorganisme, sehingga produk ini harus memiliki komposisi yang tepat
dengan jenis asam yang tepat. Selain itu, asam juga berfungsi sebagai emulsifier. Jenis
asam yang biasa digunakan dalam pembuatan salad dressing adalah vinnegar. Vinnegar
merupakan jenis asam yang diperoleh dari proses fermentasi (Warner et al., 1986).
1.2.2. Pati
Starch (pati) adalah karbohidrat kompleks yang larut dalam air, serbuk putih, tidak
berasa dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan
untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka
panjang. Sumber pati utama di Indonesia adalah beras. Disamping itu dijumpai
beberapa sumber pati lainnya yaitu : jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-
lain. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi penting (Whistler
et al., 1984).
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi
yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin
4
menyebabkan sifat lengket. Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk
memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. (Whistler et al., 1984).
Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu 15-30% amilosa, 70-85%
amilopektin dan 5-10% material antara antara seperti, protein dan lemak (Bank &
Greenwood, 1975). Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda
tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan
pati umbi (Whistler et al., 1984).
Perbandingan sifat-sifat pasta dari berbagai jenis pati dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-Sifat Pasta dari Berbagai Jenis Pati
Pati Viskositas Pasta Kejernihan Pasta Ketahanan Gesek Laju Retrogradasi
Jagung Sedang Tidak jernih Sedang Tinggi
Kentang Sangat tinggi Jernih Sedang-rendah Sedang
Singkong Tinggi Jernih Rendah Rendah
Gandum Sedang-rendah Tidak jernih Sedang Tinggi Sumber : Swinkels (1985)
1.2.3. Pati Jagung
Biji jagung mengandung pati 54,1-71,7%, sedangkan kandungan gulanya 2,6-12,0%.
Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan
komponen lainnya adalah pentosan, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi
(Richana & Suarni, 2008). Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup besar
dan tidak homogen yaitu 15-20 μm. Granula pati berbentuk oval polyhedral dengan
diameter 6-30 μm. Pati jagung mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa.
Granula pati jagung tidak larut dalam air dingin. Suhu gelatinisasi pati jagung 62-72 oC
(Singh et al., 2005). Pati jagung dalam perdagangan disebut tepung maizena. Proses
pembuatan pati meliputi perendaman, penggilingan kasar, pemisahan lembaga dan
endosperm, pemisahan serat kasar dari pati dan gluten, pemisahan gluten dari pati, dan
pengeringan pati (Richana & Suarni, 2008).
5
1.2.4. Pati Kentang
Kandungan kimia dari kentang (Solanum tuberosum L.) antara lain karbohidrat 19 g,
pati 15 g, serat pangan 2,2 g, lemak 0,1 g, protein 2 g, air 75 g (Darazat, 2011). Granula
pati kentang adalah yang terbesar ukurannya di antara pati – pati komersial, yaitu antara
5 – 100 μm. Bentuk granula pati kentang adalah oval atau bulat telur. Pati kentang
mengandung 79 % b/b amilopektin dan 21 %b/b amilosa. Suhu gelatinisasi pati kentang
58-68 oC (Swinkels, 1985).
1.2.5. Pati Singkong
Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon dari
keluarga Euphorbiaceae. Kandungan kimia dari singkong antara lain karbohidrat 34,7
g, lemak 0,3 g, protein 1,2 g, air 62,5 g (Lingga, 1992). Granula pati singkong
berbentuk oval atau bulat. Ukuran granula pati singkong sekitar 6 – 36 μm. Pati yang
berasal dari singkong memiliki suhu gelatinasi yang lebih rendah dibandingkan dengan
pati yang berasal dari tumbuhan yang lainnya. Suhu gelatinasi pati singkong berkisar
antara 49-64 °C sampai 62-73 °C. Tetapi menurut Kofler dalam Winarno (1984) suhu
gelatinasi pati singkong adalah 68-92 °C. Pati singkong memiliki viskositas paling
tinggi bila dibandingkan dengan pati-pati yang lainnya. Karakteristik viskositas ini
dipengaruhi oleh perbedaan varietas, faktor lingkungan, laju pemanasan, dan bahan-
bahan lain yang terdapat di dalam sistem (Winarno, 1984). Pati singkong memiliki
kadar amilosa 17% dan kadar amilopektin 83% (Swinkels, 1985).
1.2.6. Pati Gandum
Kandungan kimia dari gandum antara lain air 12,34 %, abu 1,54 %, protein 11,93 %,
lemak kasar 1,60 %, serat kasar 2,28 %, dan pati 57,13 % (Saunders et al., 1974).
Granula pati gandum tampak pipih, bulat, dan lonjong, dengan kecenderungan
mengelompok menjadi dua macam ukuran, yaitu yang kecil berukuran 2 – 10 μm, dan
yang besar antara 20 – 35 μm. Pati gandum mengandung 72 % amilopektin dan 28 %
amilosa. Suhu gelatinisasi pati gandum 80-85 oC (Swinkels, 1985).
6
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis pati
yang berbeda terhadap stabilitas emulsi salad dressing. Selain itu penelitian ini juga
bertujuan untuk menentukan salad dressing dengan jenis pati yang terbaik berdasarkan
karakteristik fisikokimia (warna, viskositas, stabilitas emulsi, dan pH) dan uji
mikrobiologi Total Plate Count.