bab1 baru

7
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sampah saat ini merupakan salah satu permasalahan utama di daerah perkotaan. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk pada daerah perkotaan, disertai dengan pola konsumsi masyarakat semakin tinggi telah berakibat pula terhadap peningkatan volume sampah, yang jika tidak bisa ditangani secara efektif, maka berakibat timbulnya permasalahan lain, seperti wabah penyakit, banjir, polusi udara dan masalah estetika. Menurut Japan International Cooperation Agency, dalam Draft Naskah Akademis Rancangan Undang-undang Pengelolaan Persampahan (2003 : 2) : Khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga, peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada tahun 2003. Hal ini bukan saja diakibatkan bukan saja karena pertumbuhan penduduk tetapi juga karena meningkatnya timbulan sampah perkapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan. Dampak yang mungkin ditimbulkan dari kurangnya pelayanan pengelolaan sampah adalah terjadinya banjir oleh penyumbatan saluran-saluran air yang disebabkan oleh 1

description

B

Transcript of bab1 baru

Page 1: bab1 baru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan sampah saat ini merupakan salah satu permasalahan utama di

daerah perkotaan. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya jumlah dan kepadatan

penduduk pada daerah perkotaan, disertai dengan pola konsumsi masyarakat semakin

tinggi telah berakibat pula terhadap peningkatan volume sampah, yang jika tidak bisa

ditangani secara efektif, maka berakibat timbulnya permasalahan lain, seperti wabah

penyakit, banjir, polusi udara dan masalah estetika.

Menurut Japan International Cooperation Agency, dalam Draft Naskah

Akademis Rancangan Undang-undang Pengelolaan Persampahan (2003 : 2) : Khusus

untuk sampah atau limbah padat rumah tangga, peningkatan jumlah sampah yang

dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat pada tahun 2020. Rata-

rata produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per kapita

pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada tahun 2003. Hal ini bukan

saja diakibatkan bukan saja karena pertumbuhan penduduk tetapi juga karena

meningkatnya timbulan sampah perkapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat

ekonomi dan kesejahteraan.

Dampak yang mungkin ditimbulkan dari kurangnya pelayanan pengelolaan

sampah adalah terjadinya banjir oleh penyumbatan saluran-saluran air yang disebabkan

oleh pembuangan sampah sembarangan, terjadinya pencemaran udara sebagai akibat

pembakaran sampah secara terbuka. Dari hal-hal tersebut diatas berakibat menurunnya

kualitas lingkungan baik yang ditinjau dari segi kesehatan, yaitu penyakit-penyakit yang

ditimbulkan, dan juga turunnya kualitas estetika kota.

Jika pengelolaan sampah tersebut tetap tidak ditangani dengan baik, akan dapat

menyebabkan (WHO 2001 : 299) :

1. Gangguan kesehatan, misalnya :

- Kumpulan sarnpah dapat menjadi tempat pembiakan lalat, dan lalat

ini mendorong penularan infeksi

- Sampah tersebut dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan

tikus, seperti pes, leptospirosis, salmonelosis, tikus endemic, demam

gigitan tikus, dan beberapa inveksi arboviral.

1

Page 2: bab1 baru

2. Penangangan sampah yang tidak baik dapat menyebabkan timbunan sampah

yang dapat menjadi sumber kebakaran dan bahaya kesehatan yang serius

bagi anak-anak yang bermain di dekatnya.

3. Dapat menutup saluran air sehingga meningkatkan masalah-masalah

kesehatan yang berkaitan dengan banjir dan tanah-tanah yang tergenang air.

4. Sebanyak 20% sampah yang dihasilkan dan dibuang ke kali/sungai

sembarangan menyumbang sekitar 60%-70% pencemaran sungai.

Kota Malang sebagai salah satu kota besar di Indonesia, masih belum terlepas

dari permasalahan persampahan. Hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan

pemerintah kota untuk dapat mengatasi persampahan Kota Malang secara keseluruhan.

Terbatasnya biaya, sarana prasarana sampah dan petugas operasional, merupakan faktor

terhambatnya penanganan sampah Kota Malang secara efektif.

Sampai dengan saat ini, pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah masih menggunakan pendekatan end of pipe solution. Pendekatan ini

menitikberatkan pada pengelolaan sampah ketika sampah tersebut telah dihasilkan,

yaitu berupa kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah ke Tempat

Pembuangan Akhir (TPA).

Kondisi persampahan kota Malang menurut data Dinas Kebersihan, dari

keseluruhan jumlah penduduk Kota Malang yang kurang lebih 707.586 jiwa pada tahun

1998, hanya 70% atau sekitar 462.662 jiwa yang mendapatkan pelayanan sampah,

dengan timbulan sampah yang terangkut setiap harinya 2636 m3. Sedangkan sarana

penindahan yang dimiliki hanya sekitar 85 unit dengan kapasitas tampung 1850m3/hari,

itupun yang layak untuk dipergunakan hanya 75 unit saja dengan daya tampung

1370m3/hari.

Sampah yang telah dikumpulkan di TPS kemudian diangkut dan dibuang ke

TPA. Sementara ini di Kota Malang hanya memiliki satu TPA saja yang masih aktif,

yaitu TPA Supiturang dengan kapasitas 12 Ha, yang berlokasi di Kelurahan Mulyorejo,

Kecamatan Sukun. Teapi TPA tersebut diperkirakan oleh Dinas Kebersihan akan habis

daya tampungnya dalam beberapa tahun mendatang. TPA Supiturang yang mulai

beroperasi pada tahun 1990 dan direncanakan untuk penggunaan selama 10-15 tahun,

diperkirakan pada tahun 2005 tidak akan mampu menampung sampah lagi. Sehingga di

masa mendatang diperlukan pencarian lahan baru lagi untuk penempatan TPA yang

2

Page 3: bab1 baru

baru. Sedangkan di wilayah perkotaan dirasakan cukup sulit untuk mencari lahan baru

yang cukup luas untuk ditempatkan TPA yang baru.

Dari latar belakang permasalahan-permasalahan sampah yang timbul tersebut

maka diperlukan suatu konsep pengelolaan sampah yang lebih efektif, yaitu dengan

adanya peran serta masyarakat secara aktif untuk dapat mengelola sampahnya sendiri

dengan tidak terlalu membebankan pengelolaan sampah terhadap Pemerintah Kota. Hal

tersebut juga sesuai dengan RTRW Kota Malang Tahun 2001 – 2010, yaitu untuk

pengelolaan sampah secara partisipatif oleh masyarakat, khususnya pada deerah-daerah

Dari segi operasional pengelolaan sampah, salah satu yang dapat dilihat adalah

terdapat masalah dalam sistem pewadahan. Terdapat penduduk yang masih belum

memiliki wadah sampah dan sebagian penduduk memiliki wadah dengan kondisi fisik

kurang memenuhi syarat, yaitu kondisi wadah yang tidak memiliki penutup serta

kondisi fisik wadah yang kurang baik.

Selain pada proses pewadahan, masalah lain yang timbul adalah pada sistem

pengumpulan. Kondisi sistem pengumpulan yang ada memiliki tingkat pelayanan yang

kurang. Hal ini terlihat dengan jangkauan pelayanan pengumpulan yang tidak dapat

menjangkau seluruh wilayah. Dampak yang muncul dari kurangnya pelayanan

pengumpulan adalah sebagian masyarakat membuang sampah rumah tangganya ke

tempat yang kurang sesuai yaitu sungai. Hal ini tentunya berakibat terhadap

berkurangnya kualitas lingkungan. Kondisi wilayah khususnya pada daerah topografi

wilayah permukiman yang curam (5 – 15 %) dengan kondisi sebagian jaringan jalan

yang cukup sempit (< 2 meter) menyebabkan wilayah tersebut tidak dapat terjangkau

oleh petugas pelaksana pengumpulan. Kondisi seperti ini bisa dilihat pada permikiman

penduduk di sekitar bantaran sungai Brantas.

Permasalahan sistem pengelolaan sampah lainnya adalah pada sistem

pemindahan. Keberadaan TPS Embong Brantas, misalnya, dirasakan oleh penduduk di

sekitarnya memiliki permasalahan sendiri. Muatan TPS yang sering kali melebihi

kapasitas menyebabkan berserakannya sampah-sampah ke jalan. Selain itu penempatan

TPS yang berada di badan jalan juga dirasakan oleh penduduk sebagai suatu

pemandangan yang kurang baik, yang berpengaruh terhadap berkurangnya kualitas

lingkungan baik dari segi kesehatan lingkungan maupun visual estetika lingkungan.

3

Page 4: bab1 baru

1.2 Rumusan Masalah

Pembuangan sampah ke sungai oleh masyarakat di sekitar sungai akan

menimbulkan dampak negatif bagi kualitas air sungai. Hal ini disebabkan oleh

proses pembusukan dari sampah organik serta pengotoran oleh sampah anorganik

seperti botol, plastic, kaca, dll. Berdasarkan data yang diperoleh, kurang lebih

2343 jiwa atau 586 KK yang masih membuang sampahnya ke sungai Brantas. Jika

masing-masing membuang sampah sebesar 4 liter/orang/hari, maka tiap hari

dihasilkan sampah sebesar 2,25 ton. Incinerator skala kecil diharapkan dapat

membantu mereduksi volume sampah yang ditimbulkan masyarakat sehingga

sampah yang dibuang ke sungai Brantas bias berkurang. Untuk itu rumusan

masalah dalam studi ini disusun sebgai berikut:

1. Bagaimana standar lingkungan untuk penggunaan insinerator skala kecil?

2. Bagaimana perbandingan teknologi berbagai insinerator skala kecil yang ada

dijual di Indonesia?

3. Insinerator skala kecil yang mana yang tepat guna untuk kota Malang?

4. Dimana arahan lokasi untuk penempatan insinerator skala kecil tersebut?

1.3 Tujuan

Studi ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi standar lingkungan untuk penggunaan insinerator skala kecil.

2. Melakukan perbandingan teknologi berbagai insinerator skala kecil yang ada dijual

di Indonesia.

3. Menganalisis insinerator yang tepat untuk digunakan di kota Malang.

4. Memberikan arahan lokasi penempatan insinerator skala kecil.

1.4 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah studi ini adalah daerah-daerah yang belum terlayani TPS di

sepanjang sungai Brantas di Kota Malang.

4