BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh...

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dalam kurun waktu lebih dari setengah abad, dari tiga daerah di Indonesia yang menjadi sorotan dunia karena memiliki sejarah hubungan antara masing-masing daerah terburuk adalah Papua 1 yang memiliki sejarah terpanjang hubungan buruk dengan Jakarta. Bila dihitung waktu, maka Papua sampai dengan tahun 2014 sudah genap 51 tahun (sejak 1 Mei 1963) 2 . Artinya sudah 51 tahun persoalan Papua menjadi persoalan negara dan bangsa Indonesia yang belum terselesaikan bahkan cenderung semakin diperpanjang. Salah satu persoalan yang membuat 1 Disampaikan dalam Konferensi Nasional HAM II. HAM dan Tata Kelola Pemerintahan Baru Indonesia. Kerjasama PUSHAM UNIMED dengan PANRANHAM Propinsi Sumatera Utara dan SEPAHAM Indonesia, kampus UNIMED, Medan, Sumatera Utara, Sabtu- Minggu/11-12 Oktober 2014 2 Neles Tebay, Dialog Jakarta-Papua. Sebuah Perspektif Papua, Sekretariat Keadilan dan Pedamaian Keuskupan Jayapura, Jayapura 2011 (cetakan kedua), hal. 1. Baca juga, Muridan S. Wijoyo, dkk. Papua Road Map. Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future, hal. 3-6., LIPI, Yayasan TIFA, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, tahun 2009. 1

Transcript of BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh...

Page 1: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Dalam kurun waktu lebih dari setengah abad, dari tiga daerah di

Indonesia yang menjadi sorotan dunia karena memiliki sejarah hubungan

antara masing-masing daerah terburuk adalah Papua1 yang memiliki sejarah

terpanjang hubungan buruk dengan Jakarta. Bila dihitung waktu, maka Papua

sampai dengan tahun 2014 sudah genap 51 tahun (sejak 1 Mei 1963)2. Artinya

sudah 51 tahun persoalan Papua menjadi persoalan negara dan bangsa

Indonesia yang belum terselesaikan bahkan cenderung semakin diperpanjang.

Salah satu persoalan yang membuat ecararelasi a substansial buruk adalah

soal Hak-Hak Asasi Manusia (HAM). Yang dimaksud dengan soal HAM di

Papua memiliki banyak aspek dan banyak turunannya. Intinya adalah,

bagaimana agar hak-hak hidup yang layak bagi orang Papua, sama dengan

hak-hak hidup yang layak bagi warga negara Indonesia di wilayah lain di

Indonesia. Antara lain : hak mendapatkan penghargaan atas martabat

kepapuaan orang asli Papua; hak untuk mendapatkan pelayanan publik,

pelayanan kesehatan, serta pendidikan yang layak, hak untuk menyampaikan

1Disampaikan dalam Konferensi Nasional HAM II. HAM dan Tata Kelola Pemerintahan Baru Indonesia. Kerjasama PUSHAM UNIMED dengan PANRANHAM Propinsi Sumatera Utara dan SEPAHAM Indonesia, kampus UNIMED, Medan, Sumatera Utara, Sabtu-Minggu/11-12 Oktober 2014

2 Neles Tebay, Dialog Jakarta-Papua. Sebuah Perspektif Papua, Sekretariat Keadilan dan Pedamaian Keuskupan Jayapura, Jayapura 2011 (cetakan kedua), hal. 1. Baca juga, Muridan S. Wijoyo, dkk. Papua Road Map. Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future, hal. 3-6., LIPI, Yayasan TIFA, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, tahun 2009.

1

Page 2: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

suara kritis mereka secara bebas dan pantas, belum lagi hak atas tanah ulayat

dan kekayaan sumber daya alam yang ada di seluruh wilayah, di atas tanah, di

laut di wilayah Papua3.

Banyak sekali pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah

Indonesia terhadap warga sipil di papua, baik secara diam-diam maupun

secara terang-terangan. Itu pun yang diketahui, tak terhitung juga pelanggaran

HAM yang dilakukan oleh  pemerintah secara diam-diam yang belum

diketahui hingga saat ini. Semua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh

pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu

kasus pun hingga saat ini. Bahkan KOMNASHAM juga belum bisa

menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua ini dan cenderung acuh tak

acuh. Di papua  pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia sudah cukup

memprihatinkan, dan kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di Papua dan

umumnya di lakukan oleh aparat militer terhadap rakyat pribumi di papua.

Sampai dengan saat ini kasus-kasus pelanggaran HAM di papua  belum

diselesaikan secara maksimal, dan dengan adanya hal inilah yang

menyebabkan timbulnya akar konflik antara rakyat pribumi dengan

pemerintah Indonesia.

Betapa ironisnya, Papua yang sangat kaya dengan berbagai sumber

daya alam dan tanah yang mengandung sumber-sumber mineral, mas, gas,

uranium; laut yang mengandung banyak keindahan dan jenis-jenis ikan yang

luar biasa, hutan yang sangat kaya dengan berbagai jenis pohon yang mahal

3 DIREKTUR Institut Dialog Antariman di Indonesia (Institut DIAN/Interfidei) di Yogyakarta (website: http://www.interfidei.or.id) diakses tanggal 2 Oktober 2015.

2

Page 3: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

harganya dan juga khasiat herbal luar biasa serta hewan-hewan dan jenis

burung yang beberapa di antaranya tidak terdapat di daerah bahkan di negara

lain, belum lagi adat-istiadat dari berbagai etnis Papua yang jumlahnya kurang

lebih 253 etnis. Tetapi, berbagai jenis pelanggaran HAM terjadi, bahkan

sampai sekarang konflik masih berkepanjangan. Nyaris setiap hari masyarakat

hidup dengan tidak rasa aman, terutama yang berada di daerah-daerah

pegunungan, antara lain karena setiap saat melihat ada banyak warga negara

Indonesia yang berpakaian militer (TNI dan POLRI) lalu-lalang juga di jalan-

jalan di pusat kota, di kampung-kampung –tidak hanya di daerah perbatasan.

Sementara kehidupan rakyat Papua bila dilihat dari standart kelayakan sama

sekali masih belum memenuhi standar4.

Papua merupakan daerah di ujung timur Indonesia yang selama ini

masih menjadi perhatian  publik nasional dan internasional karena situasinya

yang jauh dari kesan kondusif dan aman. Sejak awal, baik saat menjalankan

administrasi pemerintahan sebelum PEPERA atau sesudah Papua secara resmi

menjadi bagian dari wilayah Indonesia, pemerintah memilih dan

menggunakan pendekatan keamanan (militer) dengan dalih menegakan

kedaulatan negara, mengikis habis gerakan separatisme yang telah dipupuk

sebelum Belanda hengkang dari Papua. Bahkan, pendekatan ini juga

dijalankan oleh pusat untuk menangani sejumlah gerakan masyarakat sipil

yang kritis terhadap pemerintah maupun perlawanan dari kelompok di Papua

4 “jelas bahwa orang asli Papua mengalami marjinalisas secara Padabudaya”kutubyangekstrim. orang asli Papua merasakan akan mengalami kepunahan sebagai suatu etnisitas. Singkatnya orang asli Papua tidak berdaya akibat kegagalan kebijakan sosial politik dan ekonomi dalam mendorong terjadinya proses emansipasi bagi orang asli Papua. Ini penting sebagai bentuk rekognisi terhadap orang asli Papua. Dengan rekognisi, diharapkan orang asli Papua dapat membangun martabatnya dan memiliki kebanggaan diri sebagai orang asli Papua dan warga negara Indonesia. (Muridan S. Wijoyo, ibid. Hal. 94)

3

Page 4: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

yang sejak awal menolak integrasi Papua ke Indonesia dengan jalan damai.

Dalam kenyataannya, penanganan konflik Papua tidak berubah walaupun

rezim telah  beberapa kali berganti. Hal itu bisa dilihat dengan belum adanya

perubahan secara jelas terhadap kebijakan pusat setelah 50 tahun lebih

integrasi Papua ke Indonesia. Faktanya  pendekatan keamanan dan militer

masih dipertahankan dan digunakan dengan alasan ancaman keamanan dan

kedaulatan negara. Kemudian diperparah ketika terjadi perubahan  politik

nasional seiring tumbangnya rezim orde baru tahun 1998, penanganan konflik

Papua tidak beranjak dari pola pendekatan politik militer. Meskipun tahun

2001 pemerintah pusat yang ketika itu dipimpin oleh Presiden Megawati

Sokarnoputri memberikan Otonomi Khusus (OTSUS) sebagai suatu alat

politik terhadap Papua melalui pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001,

namun hal tersebut tidak menandakan adanya gejala perubahan pola

penanganan di Papua, karena kenyataannya pendekatan yang bertumpu pada

penggunaan aparat TNI masih diberlakukan. Tetap berlanjutnya pendekatan

ini terhadap Papua mencerminkan sikap setengah hati dari pemerintah pusat

untuk menyelesaikan konflik antara Jakarta5.

Selanjutnya pemerintah SBY ingin menuntaskan masalah HAM di

Papua, yang teknis pelaksanaannya ada di bawah Menko Polhukam beruapa

tindakan pencegahan dan investigasi menyeluruh dan setuntas mungkin.

Dalam proses ini kantor Menopolhukam tidak hanya menyerahkan masalah

kepada TNI, Polri, dan penegak hukum milik Pemerintah saja, tetapi juga

5 Studi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua, diakses dari http://www.academia.edu/9997852/Studi_Kasus_Pelanggaran_Hak_Asasi_Manusia_di_Papua, tanggal 5 Oktober 2015.

4

Page 5: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

melibatkan lembaga-lembaga independen seperti Komnas HAM serta

organisasi masyarakat sipil yang terkait dengan masalah penegakan hukum

dan perlindungan HAM. Tentunya, pihak Menko Polhukam memiliki hak

untuk menjadi koordinator yang akan mengatur proses investigasi dan

penuntasan masalah. Karena bagaimanapun juga Pemerintah memiliki

kewenangan untuk menjalankan kebijaksanaan publik yang telah dibuatnya

dan menyelidiki penyimpangan HAM yang terjadi di Papua6.

Dalam proses pembahasan masalah ini, penulis mencoba mengambil

beberapa teori dan konsep yang mempunyai relevansi dengan core subject

pada Ilmu Hubungan Internasional terutama Hukum Internasional dan Politik

Internasional, sekalipun tidak menutup kemungkinan memiliki kolerasi

dengan core subject lainnya, yaitu Politik Luar Negeri dan Hak Asasi Manusia

pada pembahasan selanjutnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian lebih lanjut mengenai pelanggaran HAM di Papua yang diwujudkan

dalam bentuk skripsi, dengan berjudul : “MASALAH MORAL

PENEGAKAN HAM DI PAPUA (Pengkajian Peranan Internasional

6 Statemen Menko Polhukam Djoko Suyanto bahwa pelaku penganiayaan terhadap para tersangka anggota OPM adalah dari kesatuan milter (TNI) merupakan hal yang sangat penting untuk dicermati. Secara positif, pengumuman itu dapat diartikan sebagai kemauan politik yang tinggi dari Pemerintah SBY untuk melaksanakan komitmen keterbukaan dan perlindungan hukum terhadap mereka yang menjadi korban, serta tindakan tanpa pandang bulu terhadap para pelanggar hukum. Statemen itu, secara positif, juga merupakan petunjuk bahwa kebijakan Pemerintah dalam menghadapi para pemberontak separatis OPM telah berubah dari pendekatan operasi militer (yang dulu dijadikan strategi utama oleh Orba) menuju pendekatan yang memberikan prioritas kepada kesejahteraan dan komitmen terhadap HAM. Namun demikian, statemen Menko Polhukam juga bisa "dibaca" dari sisi negartif. Pertama, ia menjadi bukti bahwa pelanggaran terhadap HAM di Papua ternyata masih belum sepenuhnya dapat dihentikan. Kedua, pelaku pelanggaran HAM yang selama ini dituding, yaitu aparat keamanan, khususnya militer, ternyata bukanlah suatu isapan jempol. Bukti otentik berupa rekaman gambar yang tersebar di YouTube itu sulit untuk dibantah sebagai sekedar rekayasa, bilamana ia telah diakui sebagai sebuah fakta. Kedua, dari fakta itu terbuka berbagai kemungkinan yang lebih buruk yaitu, antara lain, bahwa bukan hanya itu saja pelanggaran HAM yang terjadi di Papua yang dilakukan oleh aparat keamanan. Bisa saja berbagai pelanggaran sejenis atau yang lebih berat tidak terjamah oleh hukum karena kurangnya bukti empiris. Demikian juga, bisa jadi pelakunya bukan hanya dari kalangan militer (TNI), tetapi juga Polri dan aparat lain. Diakses dari http://www.detiknews.com/read/2010/10/22/132253/1472229/10/pemerintah-akui-penganiaya-warga-papua-adalah-militer, tanggal 6 Oktober 2015.

5

Page 6: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

dalam Masalah-masalah Pelanggaran HAM di Papua Tahun 2010-

2014)”.

B. Identifikasi Masalah.

Penuntasan masalah HAM di Papua perlu diiringi dengan sebuah

penyikapan yang tegas terhadap semua upaya gangguan dan ancaman tehadap

keamanan dan kedaulatan negara. Kalaupun para pelaku pelanggaran HAM

dikenakan hukuman, maka tidak berarti kemudian ketegasan terhadap para

separatis OPM dikendurkan. Justru sebaliknya, apabila upaya penegakan

hukum dan perlindungan HAM ini benar-benar tuntas, maka upaya-upaya

pemebrantasan kelompok separatis pun harus ditingkatkan. Dalam hal ini,

bukan saja operasi militer dan kamtibmas, tetapi juga upaya-upaya

kesejahteraan harus direalisasikan secara konsekuen dan konsisten .

Salah satu kendala dalam pelaksanaan pendekatan kesejahteraan

adalah maraknya korupsi di kalangan pejabat daerah di Papua, sehingga

anggaran pembangunan dan dana otonomi khusus yang selama ini telah

triliunan digelontorkan ke Tanah Cenderawasih itu ternyata tidak membawa

hasil yang nyata. Papua tetap saja menjadi daerah yang paling terpuruk dalam

soal infrastruktur utama, dan juga memiliki kualitas hidup (khususnya

penduduk pribumi) yang rendah. Rendahnya mutu pendidikan dan kesehatan,

langkanya pekerjaan yang layak, dan pengangguran yang tinggi adalah

persoalan dasar masyarakat lokal Papua yang semua orang tahu namun

tampaknya tidak ada upaya memecahkannya secara sistemik. Yang sampai

6

Page 7: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

sekarang tampak adalah upaya-upaya ad-hoc yang tampak indah di media

massa tetapi hanya di permukaan belaka7.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menarik identifikasi masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana latarbelakang terjadinya pelanggaran HAM di Papua?

2. Bagaimana peranan Pemerintah Indonesia dan LSM HAM dalam

penanganan dan penuntasan pelanggaran HAM di Papua ?

3. Hambatan apa saja yang dialami pemerintah dan LSM HAM dalam

penangangan kasus HAM di Papua ?

4. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dan LSM HAM dalam

penuntasan pelanggaran HAM di Papua ?

1. Pembatasan Masalah.

Mengingat luasnya permasalahan yang dihadapi, penulis

membatasi fokus pembahasan pada masalah-masalah pelanggaran HAM

yang terjadi di Papua kurun waktu dari tahun 2010-2014 baik dilakukan

oleh aparat pemerintah maupun pihak lain yang berkepentingan atas

sumber daya alam Papua.

7 Menko Polhukam telah mencoba membuka diri dan tindaklanjutnya sangat ditunggu. Jangan sampai karena berlama-lama, maka tayangan pelanggaran HAM di Tanah Papua ini menjadi senjata ampuh bagi kemompok separatis, yang sejatinya tidak cukup kuat itu, dapat bangkit kembali karena ia lantas mampu menarik perhatian dan opini publik nasional dan internasional. Janganlah hanya karena nila setitik lantas bisa merusak susu sebelanga. Kedaulatan NKRI dan kesatuan serta persatuan nasional kita tak boleh dirusak oleh perbuatan para pelanggar HAM yang, pada giliranny, dapat dieksploitasi oleh separatis OPM, sumber dari https://web.facebook.com/notes/muhammad-a-s-hikam/menuntaskan-masalah-pelanggaran-ham-oleh-militer-di-papua/446552491261, diakses tanggal 1 Oktober 2015.

7

Page 8: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis merumuskan

masalah, sebagai berikut : “Bagaimana upaya pemerintah bersama

LSM HAM dalam penanganan dan penuntasan pelanggaran HAM di

Papua”.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

1. Tujuan Penelitian.

a. Mengetahui secara jelas latar belakang terjadinya pelanggaran HAM di

Papua.

b. Mengetahui peranan pemerintah dan LSM HAM dalam penanganan

dan penuntasan pelanggaran HAM di Papua.

c. Mengetahui hambatan-hambatan yang dialami pemerintah dan LSM

HAM dalam penangangan kasus HAM di Papua.

d. Mengetahui usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dan LSM HAM

dalam penuntasan pelanggaran HAM di Papua.

2. Kegunaan Penelitian.

a. Menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan peneliti secara

teoritis dan praktis mengenai hukum hak asasi manusia.

b. Dapat memberikan gambaran kepada masyarakat luas mengenai

pelaksanaan HAM di Indonesia umumnya dan Papua khususnya.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-

pihak yang menaruh perhatian kepada penegakan HAM di Papua.

8

Page 9: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

d. Memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Strata

Satu (S1) pada Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Pasundan.

D. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis.

1. Kerangka Pemikiran.

Untuk mempermudah proses penelitian, penulis menggunakan

suatu kerangka pemikiran dan beberapa teori yang dipergunakan oleh para

ahli dan konsep-konsep yang relevan dengan objek penelitian yang relevan

dengan objek penelitian yang dibahas. Dalam hal ini K.J. Holsti8, memberi

gambaran mengenai Hubungan Internasional sebagai berikut :

“Hubungan internasional adalah semua interaksi diantara masyarakat yang berlainan, baik yang disponsori pemerintah maupun tidak. Hubungan Internasional akan meliputi analisa kebijakan luar negeri atau proses-proses politik antar bangsa, tetapi dengan memperhatikan seluruh segi hubungan itu.”

Pengertian di atas, memberikan pemahaman bahwa hubungan

internasional dapat saja diakibatkan oleh adanya pola interaksi masyarakat,

baik secara individu maupun kepompok, dalam pembahasan penelitian ini

masyarakat yang dikamsudkan adalah masyarakat pengusaha. Pola

interaksi tersebut melahirkan tata hokum yang mengaturnya, sehingga pola

interaksi dapat terkendali. Sependapat dengan pemikiran tersebut, J.G.

Starke9, mengemukakan definisi hukum internasional sebagai berikut :

“Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar

8 K.J. Holsti, Politik Internasional : Suatu Kerangka Analisis (1987 : 29)9 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional (1995 : 3).

9

Page 10: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

terdiri dari prinsip-prinsip serta kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaati dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain”.

Hukum internasional menghendaki adanya kerjasama internasional,

oleh karena dalam kerjasama internasional mengukuhkan kerangka hukum

internasional yang saling percaya dan saling pengertian, dengan demikian

arah dari hubungan maupun hokum internasional itu dapat ditentukan pada

pola yang saling menguntungkan. Sejalan dengan pemikiran tersebut

Koesnadi Kartasasmita10, memberikan definisi kerjasama internasional,

sebagai berikut :

“Kerjasama internasional : Kerjasama terjadi karena nation understanding dimana mempunyai arah dan tujuan yang sama serta keinginan internasional dan saling membutuhkan. Kerjasama itu sendiri didasari oleh kepentingan bersama, diantara negara-negara namun kepentingan tersebut tidak identik”.

Arah dan tujuan kerjasama internasional tersebut tentunya

diharapkan bisa saling menguntungkan, dalam hal ini kerjasama

internasional senantiasa membawa dampak kehidupan sosial politik

masyarakat, untuk lebih jelasnya penulis sampaikan pengertian HAM dari

Haar Tilar11, sebagai berikut : “HAM ialah hak-hak yang melekat pada

diri setiap insan dan tanpa memiliki hak-hak itu maka setiap insan

tidak bisa hidup selayaknya manusia. Hak tersebut didapatkan sejak

lahir ke dunia”.

10 Koesnadi Kartasasmita, Organisasi Internasional (1983 : 1)11 http://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/pengertian-hak-asasi-manusia-menurut.html diakses tanggal

1 Oktober 2015.

10

Page 11: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

Setiap manusia sejak lahir telah memiliki hak asasi dimana sebagai

manusia pasti memiliki sesuatu yang menjadi pokok atau dasar dari setiap

diri masing-masing individu. Hak bisa diartikan sebagai kekuasaan untuk

melakukan sesuatu atau kepunyaan (milik), sedangkan asasi merupakan

hal yang utama, dasar atau pokok. Sehingga hak asasi manusia bisa

diartikan kepunyaan atau milik yang sifatnya pokok dan melekat pada diri

setiap insan sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Banyak sekali

definisi tentang hak asasi manusia (HAM), untuk lebih jelasnya dapat

disimak penjelasan dari pengertian HAM menurut John Locke12 yang

menjelaskan bahwa :

“HAM ialah hak-hak yang langsung diberikan Tuhan yang esa kepada manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuatan apapun di dunia yang bisa mencabutnya. HAM ini sifatnya fundamental atau mendasar bagi kehidupan manusia dan pada hakikatnya sangat suci”. 

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa HAM

merupakan hak yang sudah melekat dalam diri setiap insan yang dibawa

sejak lahir ke dunia dan berlaku sepanjang hidupnya serta tidak dapat

diganggu gugat oleh siapapun karena hak itu sifatnya kodrati yang

langsung Tuhan berikan pada setiap makhluk ciptaannya tanpa adanya

perbedaan baik suku, status, keturunan, gender, golongan dan lain

sebagainya. Untuk memperkuat pandangan tersebut, penulis sampaikan

definisi HAM menurut Miriam Budiarjo13 yaitu : “HAM merupakan hak

yang dimiliki setiap orang yang dibawa sejak lahir ke dunia dan

12 Ibid.13 Mirian Budiardjo, Demokrasi Kita, Jakarta : Gramedia, 2009 hlm. 75.

11

Page 12: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

menurutnya hak itu sifatnya universal karena dimiliki tanpa adanya

perbedaan ras, kelamin, suku, budaya, agama dan lain sebagainya”.

Adapun pengertian pelanggaran HAM yang disampaikan oleh

Abdurrahman Hafizh14, adalah sebagai berikut :

Menurut Pasal 1 Angka 6. No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara, baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia sesorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang- undang dan tidak mendapatkan atau dikwatirkan tidak akan memperoleh  penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia sesorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,  berdaasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan

pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh

institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa

ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijaknya

Kondisi HAM di Papua digambarkan oleh ELSAM (Lembaga

Studi dan Advokasi Masyarakat) sebagai berikut :

Akibat penerapan operasi militer, selama kurun waktu di bawah rejim orde baru, setidaknya telah

14 http://www.scribd.com/doc/221525659/pelanggaran-ham-papua#scribd, diakses tanggal 6 Oktober 2015.

12

Page 13: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

100 ribu lebih penduduk asli Papua terbunuh. Sasaran pembunuhan tidak saja pada orang-orang yang dianggap sebagai tokoh OPM, tetapi juga terhadap masyarakat Papua yang dianggap sebagai basis kekuatan OPM.

Paparan diatas menunjukan adanya pelanggaran HAM di Papua

dengan penerapan operasi militer di Papua yang sudah memakan korban

bukan hanya saja anggota OPM akan tetapi masyarakat Papua yang

dianggap berafiliansi dengan OPM menjadi sasaran intimidasi militer pada

saat itu. Terlebih masyarakat yang sama sekali tidak terlibat dengan OPM

menjadi ketakutan dan mengalami trauma yang sangat panjang serta tidak

memiliki kebebasan untuk mendapatkan hak dasarnya terutama sekali hak

untuk mendapatkan kehidupan sosial yang nyaman dan tentram. Untuk itu,

penulis akan membahas lebih jauh bagaimana kaitan antara globalisasi dan

HAM melalui studi kasus pelanggaran HAM di Papua dengan mengkaji

sejauh mana peran globalisasi (dalam bentuk media dan organisasi non

pemerintah) dalam kasus pelanggaran HAM di Papua.

Pendapat Arat15 mengenai hubungan globalisasi dengan hak asasi

manusia, adalah sebagai berikut :

“Globalization and Human Rights, as a whole, is concerned about understanding the “phenomenon” of globalization and its impact on human rights, whether it establishes a threat to human rights or creates opportunities for the advancement of human rights“

Merujuk pada pernyataan Arat tersebut, globalisasi menjadi pisau

bermata dua yang keberadaannya bisa menjadi ancaman bagi isu HAM

15 Arat, Zehra F. Kabasakal. (2003). The Globalization of Human Rights, edited by Jean-Marc Coicaud, Michael W. Doyle, and Anne-Marie Gardner. Tokyo: United Nations University Press hlm 75.

13

Page 14: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

ataupun sebaliknya, meningkatkan kemajuan HAM meskipun tidak dapat

dicapai dengan mudah dalam proses implementasinya. Arat16 menjelaskan

sebagai berikut :

“Globalisation increase the interaction among people, integration of markets, and development of common norms and values— are essentially neutral and can offer great opportunities to people. The advancement of human rights, for example, has been a part of the globalization process: a set of norms and values has been recognized as universal human rights, even though they may not be fully accepted or implemented”.

Clifford Bob17 memaparkan berbagai pandangan dan argumennya

mengenai keterkaitan antara globalisasi dan maraknya kampanye hak asasi

manusia saat ini. Ia mengemukakan berbagai alasan mengapa isu tersebut

dalam beberapa tahun terakhir ini mencuat ke publik begitu cepat. Media

menjadi kunci utama yang sangat diperlukan untuk membantu isu tersebut

mendapatkan keadilan dari berbagai lembaga hukum. Dalam hal ini, media

sebagai alat dan langkah awal untuk mendapatkan perhatian dunia.

Meskipun demikian, isu ini tidak hanya sebatas diketahui secara

global melainkan harus ada tindak lanjut, globalizing issues demand

discussion. Juwariyah18 mengungkapkan bahwa konsep hak asasi manusia

secara signifikan semakin dikuatkan dengan kemunculan non-

governmental organisation yang peduli terhadap penegakan hak asasi

manusia, seperti Amnesty International, Human Rights Watch, dan institusi

16 Ibid17 Bob, Clifford. (2013). Globalization and the construction of human rights campaign. Diakses dari

http://beingir.tumblr.com/post/41840186328/globalization-and-the-social-construction-of-human.18 Juwariyah, Asih. (2012). Isu-isu global hak asasi  manusia. Diakses dari

http://kanshaforlife.wordpress.com/2012/10/04/isu-isu-global-hak-asasi-manusia/

14

Page 15: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

internasional yang berbasis pada hak asasi manusia seperti International

Criminal Court dan United States Commission on Human Right. Langkah

selanjutnya inilah yang kemudian menjadi penting.

Berdasarkan konsep dan teori di atas, penulis menarik konklusi

bahwa pelanggaran HAM yang terjadi di Papua telah menimbulkan

masalah kemanusiaan yang memprihatinkan.

Selanjutnya, berdasarkan konklusi di atas, penulis menarik asumsi

sebagai berikut :

a) Adanya pelanggaran HAM yang sangat memprihatinkan di Papua dan

berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

b) Pelanggaran HAM terhadap masyarakat di Papua sudah berlangsung

sejak orde baru.

c) Pelanggaran HAM di Papua masih terus berlangsung sampai saat ini

dan terkadang masyarakat pedesaan di Papua kurang memahami

masalah-masalah HAM.

2. Hipotesis.

Berdasarkan kerangka pemikiran, perumusan masalah, serta

asumsi yang penulis kemukakan diatas, maka penulis mengajukan

hipotesis sebagai berikut : “Jika tidak adanya kesadaran moral dan

keinginan kuat dari pemerintah Indonesia atas pelanggaran HAM di

Papua, maka pelanggaran HAM di Papua akan terus berlangsung,

yang ditandai dengan masih belum tuntasnya penyelesaian

15

Page 16: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

pelanggaran HAM di Papua dan masih rendahnya pemahaman

masyarakat Papua di pedesaan atas HAM”.

Untuk memperjelas hipotesis, peneliti mengajukan definisi

oprasional, sebagai berikut :

1) Adanya kesadaran moral dan keinginan kuat dari pemerintah

Indonesia adalah motivasi yang kuat dari pemerintah Indonesia baik

dari pemegang kekuasaan maupun pelaksana kekuasaan (aparat)

untuk secara sadar dan bermoral menerapkan HAM dalam setiap

tindakan maupun kebijakan sebagai suatu pendekatan kepada

masyarakat Papua.

2) Berlangsungnya pelanggaran HAM di Papua merupakan suatu

kondisi kemanusiaan yang memprihatikan dan perlu mendapatkan

upaya-upaya sosial, politik dan hukum agar masyarakat Papua

sesegera mungkin mendapatkan hak asasinya untuk hidup

bermasyarakat, berekonomi dan berpolitik setara dengan masyarakat

lainnya di Indonesia.

3) Masih rendahnya masyarakat pedesaan di Papua adalah kondisi

sosial masyarakat Papua dimana pendidikan yang layak belum merata

di tanah Papua, sehingga masyarakat pedesaan di Papua kurang

memahami akan pentingnya penghargaan atas HAM yang melekat

dalam dirinya.

E. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data.

1. Metode Penelitian.

16

Page 17: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, adalah

sebagai berikut :

a) Metode Deskriptif Analisis yaitu metode penelitian yang

menggambarkan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa

berdasarkan data dan fakta yang ada dan sedang berlangsung, untuk

menghasilkan analisis mengenai moralitas dan keinginan kuat

pemerintah daerah dan pusat untuk menangnai kasus-kasus

pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.

b) Metode Historis Analitis, yaitu metode yang digunakan dalam

menelaah terhadap kejadian-kejadian, perkembangan dan pengalaman

masa lalu serta merupakan interprestasi dari data yang tersedia, di

mana metode historis ini bertujuan mengkonstruksi masa lalu secara

sistematis dengan mengumpulkan dan mengklasifikasikan semua

bukti untuk menetapkan fakta dan mencapai konklusi yang dapat

dipertahankan sehubungan dengan adanya pelanggaran HAM di

Papua.

2. Teknik Pengumpulan Data.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Studi Kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara mempelajari dan mengkaji permasalahan-

permasalahan melalui buku-buku, dokumen-dokumen, peraturan-peraturan

serta bahan bacaan laninya sebagai pegangan serta berkaitan dengan

sasaran penelitian.

17

Page 18: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

F. Lokasi dan Lamanya Penelitian.

1. Lokasi Penelitian.

Untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan

permasalahan-permasalahan yang diteliti, lembaga yang akan penulis

ambil sebagai penunjang laporan skripsi adalah sebagai berikut :

1. Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste Jln.

Iskandarsyah 1 No. 14 , Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12160.

2. Centre For Strategic And International Studies (CSIS) Jl. Tanah Abang

III/23-27 Jakarta 10160.

3. Perpustakaan Departemen Luar Negeri RI, Jl. Pejambon, No. 6, Daerah

Khusus Ibukota Jakarta 10110, Indonesia.

4. Sekretarian ASEAN Jalan Sisingamangaraja No.70A, Daerah Khusus

Ibukota Jakarta 12110, Indonesia.

5. UNHCR - Representative Office For Indonesia, Menara Ravindo14th

Floor, Jalan Kebon Sirih Kav.75, Menteng, Menara Ravindo, Daerah

Khusus Ibukota Jakarta 10340, Indonesia.

2. Lamanya Penelitian

Adapun lamanya penelitian diperkirakan memakan waktu kurang

lebih lima bulan yang dimulai pada bulan Nopember 2015 sampai dengan

Maret 2016 dan diawali dari persiapan sampai dengan tahap penulisan.

18

Page 19: BAB Irepository.unpas.ac.id/1697/2/Bab-1.doc · Web viewSemua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kasus pun

19