BAB VI-kedudukan surat domisili.docx

5
BAB VI KEDUDUKAN SURAT KETERANGAN DOMISILI DALAM MENENTUKAN HAK MENDAPATKAN FASILITAS P3B 1. Pendahuluan Tujuan utama suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) adalah untuk meningkatkan arus pertukaran barang,jasa dan modal dengan cara menghilangkan pajak berganda internasional. Pajak berganda internasional tersebut dapat dicegah dengan pemberian fasilitas yang disediakan oleh suatu P3B yaitu dengan memberikan keringanan pajak dalam bentuk tidak diterapkannya undang-undang domestik sepenuhnya. 2. SKD di Indonesia Pada tanggal 5 November 2009 Dirjen Pajak telah menetapkan Peraturan No PER-61/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerapan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Peraturan tsb mulai berlaku terhitung sejak 1 Januari 2010 (Alhamdulillah tidak berlaku surut hehehehe). Sesuai dengan UU PPh, Pemotong/Pemungut Pajak *) wajib untuk memotong atau memungut pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima/ diperoleh oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Namun demikian, dalam hal WPLN berasal dari Negara mitra P3B, pemotongan/pemungutan pajak juga akan mengikuti ketentuan yang diatur dalam P3B. Pemotong/Pemungut pajak terdiri dari : a) Badan Pemerintah; b) Subyek Pajak dalam Negeri; c) Penyelenggara Kegiatan; d) Bentuk Usaha Tetap; atau

description

kedudukan domisili pajak

Transcript of BAB VI-kedudukan surat domisili.docx

Page 1: BAB VI-kedudukan surat domisili.docx

BAB VI

KEDUDUKAN SURAT KETERANGAN DOMISILI DALAM MENENTUKAN HAK MENDAPATKAN FASILITAS P3B

1. PendahuluanTujuan utama suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) adalah untuk meningkatkan arus pertukaran barang,jasa dan modal dengan cara menghilangkan pajak berganda internasional. Pajak berganda internasional tersebut dapat dicegah dengan pemberian fasilitas yang disediakan oleh suatu P3B yaitu dengan memberikan keringanan pajak dalam bentuk tidak diterapkannya undang-undang domestik sepenuhnya.

2. SKD di Indonesia

Pada tanggal 5 November 2009 Dirjen Pajak telah menetapkan Peraturan No PER-61/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerapan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).  Peraturan tsb mulai berlaku terhitung sejak 1 Januari 2010 (Alhamdulillah tidak berlaku surut hehehehe).

Sesuai dengan UU PPh, Pemotong/Pemungut Pajak *) wajib untuk memotong atau memungut pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima/ diperoleh oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Namun demikian, dalam hal WPLN berasal dari Negara mitra P3B, pemotongan/pemungutan pajak juga akan mengikuti ketentuan yang diatur dalam P3B.

Pemotong/Pemungut pajak terdiri dari :

a)      Badan Pemerintah;

b)      Subyek Pajak dalam Negeri;

c)       Penyelenggara Kegiatan;

d)      Bentuk Usaha Tetap; atau

e)      Perwawilan perusahaan luar negeri lainnya;

yang diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN.

Penerapan tariff sesuai P3B

1. Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, apabila :

Page 2: BAB VI-kedudukan surat domisili.docx

a)      Penerima Penghasilan bukan Subyek Pajak dalam negeri Indonesia

b)      Persyaratan Administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi

c)       Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana telah diatur dalam PER-62/PJ./2009

2. Apabila syarat2 tersebut diatas (point 1a-1c) tidak terpenuhi maka pemotong/pemungut pajak wajib memotong/memungut pajak yang terutang sesuai dengan UU PPh.

3. Persyaratan Administratif yang harus dipenuhi (ref point 1b diatas) adalah sbb :

a)      Menggunakan formulir Surat Keterangan Domisili (SKD)yang telah ditetapkan Dirjen Pajak (Lampiran II PER 61 –[Form – DGT I] atau Lampiran III PER 61 [form – DGT II] )

b)      (Formulir tsb) telah diisi oleh WPLN dengan lengkap

c)       (Formulir tsb) telah ditandatangani oleh WPLN

d)      (formulir tsb) telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di Negara mitra P3B, dan

e)      Disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak

4. SKD yang menggunakan [form DGT-1] yang disampaikan kepada pemotong /pemungut pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat  dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B sejak tanggal SKD tersebut disahkan oleh pejabat yang berwenang dari Negara mitra perjanjian dan berlaku selama 12 (dua belas) bulan

Restitusi

5. WPLN dapat menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang tidak seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku apabila manfaat P3B tidak diberikan akibat persyaratan administrative sebagaimana dimaksid pada point 3 tidak terpenuhi, tetapi WPLN menganggap pemotongan atau pemungutan pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.

Bukti Potong

6. Bukti pemotongan/pemungutan wajib dibuat oleh pemotong pajak/pemungut pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Page 3: BAB VI-kedudukan surat domisili.docx

7. Apabila terdapat penghasilan yang diterima/diperoleh WPLN, tetapi tidak terdapat pajak yang dipotong/dipungut di Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong/Pemungut Pajak tetap diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan Pajak.

Lain-Lain

8. Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan fotocopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai lampiran SPT Masa

9. Kepala KPP harus melakukan penelitian kebenaran pelaporan atas jumlah pajak yang dipotong dan melakukan perekaman SKD dan bukti pemotongan/pemungutan yang dilaporkan oleh pemotong/pemungut pajak

10. Kepala KPP harus melakukan penelitian mengenai ada atau tidaknya BUT dari WPLN yang berada di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B

11. Apabila terdapat indikasi bahwa WPLN menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia melalui suatu BUT dan belum terdaftar sebagai wajib pajak, KPP memberitahukan KPP tempat BUT seharusnya terdaftar untuk dikirimi Surat Himbauan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

12. Dengan berlakunya PER-62 ini, maka SE-03/PJ.101/1996 dan SE-04/PJ.101/1996 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

3. SKD dan Beneficial Ownership

Istilah BO di tax treaty mempunyai makna yang tidak berlandaskan kepada pengertian hukum atau formal, melainkan mengandung makna ekonomis. Atau melihat kepada substansi. Hal ini sejalan dengan prinsip "substance over-form" atau asas material.

OECD menggunakan pengertian negatif yang menjelaskan karakter BO yaitu :[1.] bukan agent[2.] bukan nominee[3.] bukan mere fiduciary[4.] bukan administrator[5.] bukan conduit company

Pengertian ini mirip dengan pengertian di PER-25/PJ/2010 bahwa  pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan (BO) adalah penerima penghasilan yang :a. bertindak tidak sebagai Agen;b. bertindak tidak sebagai Nominee; dan

Page 4: BAB VI-kedudukan surat domisili.docx

c. bukan Perusahaan Conduit.

Sedangkan menurut Klaus Vogel bahwa BO orang yang bebas memutuskan tentang suatu modal dan harta dan atau hasil dari harta atau modal tersebut. Conduit company meskipun merupakan pemilik penghasilan secara formal tetapi bukan merupakan BO jika didalam praktek ia mempunyai kekuasaan yang sempit atas penghasilan tesebut, seperti hanya sebagai orang yang diberi kepercayaan belaka atau sebagai pengadministrasi yang bertindak untuk pihak yang berkepentingan.

Mengapa BO penting?Ternyata tidak cukup dengan SKD (surat keterangan domisili) untuk memanfaatkan penurunan tarif sesuai tax treaty. Memang, untuk menggunakan tax treaty harus ada SKD. Menurut Pasal 3 ayat (2) PER-25/PJ/2010 bahwa kriteria beneficial owner  hanya diterapkan untuk penghasilan yang di dalam pasal P3B terkait memuat persyaratan beneficial owner. Artinya, tidak semua pasal di tax treaty memerlukan persyaratan BO.

Bukti seorang person sebagai resident suatu negara adalah SKD atau CoD. Bukti formal berupa SKD perlu untuk memanfaatkan tax treaty. Jika pemberi penghasilan (WPDN) dari Indonesia tidak bisa mendapatkan SKD dari mitra bisnis dari Luar Negeri maka WPDN wajib memotong PPh berdasarkan Pasal 26 UU PPh.

Tetapi SKD saja belum cukup. Penurunan tarif PPh ternyata diberikan hanya kepada BO, bukan resident.  Walaupun sudah ada SKD, tetapi jika bukan BO, maka tetap tidak bisa memanfaatkan tarif tax treaty. Besaran tarif yang digunakan kembali ke Pasal 26 UU PPh.