BAB VI Geologi Lingkungan

16
BAB VI GEOLOGI LINGKUNGAN Geologi lingkungan merupakan salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang interaksi antara manusia dengan alam lingkungannya, serta pelestarian dan pemanfaatan bumi oleh manusia. Interaksi tersebut meliputi pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam, dampak yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam tersebut, serta adaptasi terhadap bencana alam. Menurut Sampurno (1979), sumber-sumber alam akan mempunyai bobot tertentu yang juga merupakan bagian dari ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Pengaruh ini dapat berupa pengaruh positif maupun negatif bagi manusia sehingga untuk pengaruh positif akan selalu dipelihara dan diusahakan keberadaannya, sedangkan untuk pengaruh yang bersifat negatif perlu diambil suatu tindakan pencegahan agar 105

Transcript of BAB VI Geologi Lingkungan

BAB VI

GEOLOGI LINGKUNGAN

Geologi lingkungan merupakan salah satu cabang ilmu geologi yang

mempelajari tentang interaksi antara manusia dengan alam lingkungannya, serta

pelestarian dan pemanfaatan bumi oleh manusia. Interaksi tersebut meliputi

pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam, dampak yang ditimbulkan

oleh adanya kegiatan pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam tersebut,

serta adaptasi terhadap bencana alam.

Menurut Sampurno (1979), sumber-sumber alam akan mempunyai bobot

tertentu yang juga merupakan bagian dari ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara

utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling

mempengaruhi. Pengaruh ini dapat berupa pengaruh positif maupun negatif bagi

manusia sehingga untuk pengaruh positif akan selalu dipelihara dan diusahakan

keberadaannya, sedangkan untuk pengaruh yang bersifat negatif perlu diambil

suatu tindakan pencegahan agar keseimbangan ekosistem dapat terjaga. Jadi,

pembahasan geologi lingkungan ditujukan untuk mengenal dampak lingkungan

yang ditimbulkan oleh aspek geologi sebagai akibat dari adanya ketergantungan

dan interaksi antara manusia dan ekosistem.

Geologi lingkungan timbul atas kesadaran manusia akan kepentingan

menjaga kelestarian alam sehingga diharapkan akan terjami kelestarian hidup

yang berkesinambungan bagi generasi berikutnya. Alam menyediakan segala

kebutuhan hidup manusia, namun demikian dalam pengelolaan sumber daya alam

105

106

perlu suatu perencanaan yang tidak hanya melihat segi pertumbuhan yang

menghasilkan pertumbuhan pendapatan atau materi, akan tetapi

mempertimbangkan juga aspek peningkatan kualitas hidup sehingga dalam

penetapan suatu daerah sebagai kawasan tertentu sesuai dengan potensi dan fungsi

sebenarnya daerah tersebut.

Secara umum geologi lingkungan mencakup 2 aspek, yaitu sesumber dan

bencana alam. Perencanaan dengan tinjauan geologi lingkungan diharapkan akan

membantu dalam pemanfaatan lingkungan seoptimal mungkin dan membantu

mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin pengaruh negatif dari

pemanfaatan lingkungan.

VI.1. Sesumber

Sesumber adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang dapat

dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya,

termasuk yang telah digunakan pada masa kini maupun untuk masa yang akan

datang. Dalam usaha peningkatan potensi yang dimiliki daerah Plencing dan

sekitarnya, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, khususnya yang berkaitan dengan potensi geologi yang berhubungan

dengan lingkungan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sumber daya geologi

yang ada. Dalam pembahasan geologi lingkungan sesumber geologi yang ada di

daerah penelitian berupa sumber daya air, lahan, dan bahan galian.

107

VI.1.1. Air

Secara umum kondisi perairan di daerah penelitian cukup baik, dengan

curah hujan yang hampir merata setiap tahun, serta kondisi vegetasi yang lebat

dan masih terjaga sebagai media penahan air hujan yang meresap ke dalam tanah.

Potensi air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar daerah penelitian berasal

dari air permukaan, yaitu pada air sungai yang berada di sekitar pemukiman

penduduk dan airtanah pada air sumur. Besarnya debit air sungai yang ada di

daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Masyarakat yang berada di

sekitar aliran sungai umumnya memanfaatkan air sungai untuk keperluan sehari-

hari, seperti mencuci, mandi, dan irigasi. Sedangkan untuk air minum, masyarakat

menggunakan airtanah (air sumur).

Sungai-sungai di daerah penelitian merupakan sungai yang bersumber dari

air hujan, hal ini dapat diketahui dari tidak tetapya air sungai. Pada musim hujan

air mengalir sangat deras dan melimpah, sedangkan pada musin kemarau air

sungai sangat dangkal dan ada beberapa sungai yang menjadi kering.

Gambar 45. Air sungai sebagai sumber daya air pada Kali Opak. Foto diambil dari LP 56, di Desa Bawuran, lensa kamera menghadap ke selatan

108

VI.1.2. Bahan galian

Bahan galian sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari.

Bahan galian merupakan salah satu aspek geologi yang sangat berguna bagi

masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Potensi bahan galian

yang ada di daerah penelitian termasuk dalam bahan galian golongan C berupa

breksi pumis, basalt dan andesit, batupasir, lempung, batugamping, serta pasir dan

batu (sirtu).

1. Breksi pumis

Pada daerah penelitian, penambangan breksi pumis paling banyak

dijumpai, antara lain di daerah Ngelo, Songduwet, Pulepayung, G. Bawuran, G.

Puntuk, G. Saladan, G. Pasar, dan Sanan. Oleh penduduk setempat batuan ini

ditambang untuk didistribusikan ke daerah lain dan dimanfaatkan sendiri sebagai

bahan bangunan, seperti membuat pondasi, ornamen, dan sebagai pengeras jalan.

Penambangan dilakukan secara sederhana dengan alat tradisional, yaitu

menggunakan palu dan linggis.

Gambar 46. Potensi breksi pumis pada daerah penelitian. Foto diambil dari LP 83, di Gunung Saladan, lensa kamera menghadap ke barat

109

2. Basalt dan andesit

Penambangan basalt dan andesit (berupa lava, intrusi dangkal dan fragmen

dari breksi) di daerah penelitian masih dilakukan secara manual oleh warga

setempat dengan menggunakan palu dan linggis. Basalt dan andesit dimanfaatkan

masyarakat sekitar sebagai bahan bangunan, pengerasan jalan, dan ada juga yang

didistribusikan ke luar daerah. Lokasi penambangan ini antara lain di daerah

Wanujoyo, Gadung, Banyakan, dan Pucung.

Gambar 47. Tambang basalt dan andesit pada satuan breksi andesit dan lava basalt. Foto diambil dari LP 95, di Desa Pucung, lensa kamera menghadap ke barat

3. Batupasir

Batupasir di daerah penelitian ditambang dengan menggunakan alat berat

untuk pembongkaran awal, selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan

peralatan konvensional seperti palu, linggis, sekop, dan cangkul. Batupasir

dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai bahan bangunan dan didistribusikan ke

luar daerah. Lokasi penambangan ini berada di daerah Srumbung.

110

Gambar 48. Tambang batupasir di daerah penelitian. Foto diambil dari LP 85, di Desa Srumbung, lensa kamera menghadap ke timur

4. Lempung

Lempung di daerah penelitian termasuk ke dalam satuan endapan aluvial.

Lempung yang belum terkonsolidasi ini dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk

bahan dasar membuat batu bata. Lokasi penambangan ini berada di daerah Desa

Tambalan.

Gambar 49. Potensi lempung sebagai bahan dasar membuat batu bata. Foto diambil dari LP 108, di Desa Tambalan, lensa kamera menghadap ke timur

111

5. Batugamping

Batugamping terdapat di sebelah tenggara daerah penelitian, yaitu di

daerah Wuluh, Nglampingan, dan Juruk. Potensi batugamping di daerah penelitian

sebenarnya cukup baik untuk ditambang, namun kegiatan penambangan sudah

lama tidak dilanjutkan. Batugamping dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai

bahan bangunan dan pengerasan jalan.

Gambar 50. Tambang batugamping di daerah penelitian. Foto diambil dari LP 43, di Desa Wuluh, lensa kamera menghadap ke selatan

6. Pasir dan batu (sirtu)

Pasir dan batu (sirtu) digunakan oleh penduduk sebagai bahan bangunan,

terutama untuk bangunan rumah dan campuran bahan material bangunan lainnya.

Pasir dan batu ini diambil oleh penduduk setempat dengan cara yang sederhana,

yaitu menggunakan sekop, cangkul, dan gerobak sorong. Pasir dan batu terdiri

dari pasir, kerikil, kerakal dan berangkal yang merupakan endapan sungai, yaitu

material lepas hasil rombakan batuan yang lebih tua. Pasir dan batu terdapat pada

aliran Kali Opak.

112

Gambar 51. Potensi galian pasir dan batu (sirtu) pada Kali Opak. Foto diambil dari LP 60, di Desa Jamprang, lensa kamera menghadap ke selatan

VI.1.3. Lahan

Lahan di daerah penelitian termasuk dalam sub satuan morfologi dataran

aluvial. Tanah di daerah ini mengandung unsur hara yang sangat baik bagi

tanaman, sehingga pemanfaatan lahan ini digunakan untuk bercocok tanam, yaitu

sebagai lahan persawahan padi, ladang kacang, ladang tebu, dan ladang umbi –

umbian. Selain itu, sumber daya lahan di daerah penelitian yang datar dan cukup

strategis ini juga dimanfaatkan sebagai pemukiman penduduk.

Gambar 52. Potensi tanah dan lahan sebagai lahan pertanian dan pemukiman. Foto diambil dari LP 79, di Gunung Bawuran, lensa kamera

menghadap ke baratVI.2. Bencana Alam

113

Bencana alam adalah suatu proses yang dapat menimbulkan kerugian bagi

makhluk hidup. Bencana alam yang berhubungan dengan geologi adalah suatu

gejala yang berhubungan dengan proses geologi yang menimbulkan kerugian

secara materi bahkan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa, seperti gerakan

tanah, gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dan banjir.

Bencana alam yang terjadi di daerah penelitian adalah gerakan tanah, yang

terjadi karena proses pelapukan yang tinggi dan ditunjang pula oleh keadaan

topografi yang relatif berbukit dan berlereng menengah-curam. Gerakan tanah

yang ada di daerah penelitian pada umumnya adalah jatuhan (rock fall) dan

longsoran. Bencana ini lebih banyak disebabkan oleh faktor alam (kemiringan

lereng yang terjal, litologi, curah hujan, dan vegetasi), maupun disebabkan oleh

faktor manusia (aktifitas penambangan pada wilayah rawan longsor).

Bencana alam gerakan tanah sering terjadi pada saat musim hujan dengan

curah hujan yang tinggi. Bencana alam ini terjadi pada daerah-daerah dengan

kelerengan yang terjal dengan tingkat kestabilan batuan yang rendah. Walaupun

potensi terjadinya bencana gerakan tanah berupa jatuhan dan longsoran di daerah

penelitian dalam skala kecil, hal ini harus tetap diwaspadai. Daerah-daerah yang

berpotensi terjadi bencana gerakan tanah ini berdada di sekitar jalur gawir sesar,

antara lain : daerah Ngaren, Kepuh, Nguceng, Jamprang, Bawuran, Pucung,

Cegokan, dan Jolosutro.

114

Gambar 53. Potensi gerakan tanah tipe rock fall di daerah penelitian. Foto diambil dari LP 61, di Desa Jamprang, lensa kamera

menghadap ke selatan

Gambar 54. Pembuatan teresering (sengkedan) pada lereng yang terjal untuk mencegah terjadinya tanah longsor. Foto diambil dari LP 93, di

Desa Pucung, lensa kamera menghadap ke timurlaut

Ada beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai acuan oleh

masyarakat di daerah penelitian untuk meminimalisasi terjadinya bencana gerakan

tanah, antara lain sebagai berikut :

115

1. Jangan mendirikan bangunan pada tempat yang memiliki kestabilan

lereng yang rawan.

2. Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas

di dekat pemukiman.

3. Buatlah terasering pada lereng yang terjal bila akan bercocok tanam.

4. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.

5. Jangan menebang pohon secara liar pada daerah lereng.

6. Jangan membangun rumah di bawah tebing.

7. Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal.

8. Melakukan peninjauan ulang terhadap aktivitas penambangan yang

dilakukan di daerah berlereng curam yang dapat menimbulkan

bahaya longsor dan dapat mengancam keselamatan pekerja tambang.

Bencana alam yang lainnya yang terjadi di daerah penelitian adalah

gempabumi. Kondisi geologi di daerah penelitian jika dilihat secara regional

(kondisi tektonik) merupakan daerah di depan pertemuan lempeng-lempeng

tektonik (Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia), sehingga menjadikan

kawasan ini memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks, salah satu

konsekuensi logis kekompleksan kondisi geologi ini menjadikan daerah penelitian

memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana gempa bumi. Kejadian

gempabumi sebenarnya sangat sering terjadi, namun hanya dalam skala

magnitude yang kecil. Salah satu bencana gempabumi yang terjadi di daerah

penelitian adalah pada tanggal 27 Mei 2006, dengan skala magnitude 6,3, hingga

menelan ribuan korban jiwa, luka-luka, dan puluhan ribu rumah rusak berat.