BAB V Vani

53
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang gambaran faktor demografi, penyakit penyerta dan gaya hidup pada penyakit Congestive Heart Failure (CHF) di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS. Stella Maris Makassar tahun 2011 ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 minggu yang dimulai pada tanggal 6-23 Juni 2011. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara primer dan sekunder, dimana peneliti mengumpulkan data melalui buku status pasien. Selanjutnya data tersebut dicocokkan dengan melakukan wawancara langsung kepada para responden dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 sampel. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS. Stella Maris Makassar tahun 2011 yang menderita Congestive Heart Failure (CHF).

Transcript of BAB V Vani

Page 1: BAB V Vani

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian tentang gambaran faktor demografi, penyakit penyerta dan gaya hidup pada

penyakit Congestive Heart Failure (CHF) di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS. Stella

Maris Makassar tahun 2011 ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan

deskriptif. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 minggu yang

dimulai pada tanggal 6-23 Juni 2011.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara primer dan sekunder, dimana

peneliti mengumpulkan data melalui buku status pasien. Selanjutnya data tersebut dicocokkan

dengan melakukan wawancara langsung kepada para responden dengan menggunakan instrumen

penelitian berupa kuesioner. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 sampel.

Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di RS. Dr. Wahidin

Sudirohusodo dan RS. Stella Maris Makassar tahun 2011 yang menderita Congestive Heart

Failure (CHF).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling

dengan menentukan beberapa kriteria inklusi. Setelah dilakukan pengolahan data, kemudian data

dianalisis secara deskriptif. Pada penelitian ini dilakukan analisis secara deskriptif untuk masing-

masing variabel, dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi responden berdasarkan variabel-

variabel yang diteliti. Hasil analisis data tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yaitu

sebagai berikut :

1. Deskriptif Variabel

Page 2: BAB V Vani

a. Karakteristik Demografi

Distribusi penderita CHF berdasarkan karakteristik demografi dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 1Distribusi Penderita CHF Berdasarkan Karakteristik Demografi di RS Dr. Wahidin

Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar Tahun 2011

Karakteristik Demografi n %Kelompok Umur (tahun)    1. 41- 50 15 37.52. 51- 60 10 253. 61- 70 12 304. 71- 80 2 55. > 80 1 2.5Jenis Kelamin    1.Laki-Laki 17 42.52. Perempuan 23 57.5Pekerjaan    1. PNS 4 102. Swasta 9 22.53. Petani/Pedagang 3 54. Ibu Rumah Tangga 11 27.55. Tidak Bekerja/Lainnya 14 35Suku    1. Bugis 20 502. Makassar 8 203. Toraja 6 154. Jawa 1 2.55. Lainnya 5 12.5Riwayat Keluarga    1. Ayah 7 17,52. Ibu 1 2,53. Keluarga Lainnya 1 2,54. Tidak Ada 31 77,5

Sumber : Data Primer, 2011Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 1, persentase responden terbesar

adalah pada kelompok umur 40 – 50 tahun (37,5%), sedangkan persentase terkecil

adalah pada kelompok umur > 80 tahun (2,5%). Berdasarkan jenis kelamin, terdapat 17

Page 3: BAB V Vani

responden berjenis kelamin laki-laki (42,5%) dan 23 responden berjenis kelamin

perempuan (57,5%). Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini, distribusi

penderita CHF lebih tinggi pada perempuan.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja atau

sudah pensiun dari pekerjaannya yaitu sebesar 35%. Sedangkan persentase terendah

adalah pada responden yang bekerja sebagai PNS dan petani/pedagang yang

persentasenya masing-masing 7,5%.

Responden paling banyak berasal dari suku Bugis yaitu sebanyak 20 orang (50%)

yang berarti setengah dari jumlah responden. Sedangkan suku yang paling sedikit

adalah suku Jawa yaitu 1 orang (2,5%)

b. Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai suatu penyakit atau sebagai

komplikasi dari penyakit yang diderita seperti hipertensi, PJK, dan diabetes melitus

yang merupakan penyakit penyerta dari CHF. Distribusi penderita CHF berdasarkan

penyakit penyerta dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2Distribusi Penderita CHF Berdasarkan Penyakit Penyerta di RS Dr.Wahidin

Sudirohusodo dan RS Stella Maris MakassarTahun 2011

Penyakit Penyerta

Rekam Medis Sebelum CHF Setelah CHF

n % n % n %

Hipertensi            1. Ya 35 87,5 35 87,5 10 252. Tidak 5 12,5 5 12,5 30 75PJK            

Page 4: BAB V Vani

1. Ya 13 32,5 13 32,5 13 32,52. Tidak 27 67,5 27 67,5 27 67,5Diabetes Melitus            1. Ya 15 37,5 15 37,5 4 102. Tidak 25 62,5 25 62,5 36 90

Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 40 responden yang menderita CHF, sebanyak

35 orang (87,5%) yang memiliki riwayat penyakit hipertensi dan 5 orang (12,5%) yang

tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi. Sedangkan yang hipertensi setelah CHF

sebanyak 10 orang (25%) dan yang tidak hipertensi setelah CHF sebanyak 30 orang

(75%). Selain itu, terdapat 13 orang atau 32,5% yang sebelumnya memiliki riwayat PJK

dan sampai saat ini masih menderita PJK. Sedangkan yang tidak menderita PJK adalah

27 orang atau 67,5%.

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 2 juga menunjukkan bahwa sebanyak

15 orang (37,5%) yang sebelumnya memiliki riwayat diabetes melitus dan 25 orang

(62,5%) yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus. Dari 40 responden yang CHF

terdapat 4 orang (10%) yang masih menderita DM dan 36 orang (90%) yang saat ini

tidak menderita DM.

c. Gaya Hidup

1) Kebiasaan Merokok

Distribusi penderita CHF berdasarkan kebiasaan merokok dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 3Distribusi Penderita CHF Berdasarkan Kebiasaan Merokok di RS Dr. Wahidin

Sudirohusodo dan RS Stella MarisMakassar Tahun 2011

Page 5: BAB V Vani

Kebiasaan Merokok n %

Pernah Merokok    1. Ya 11 27,52. Tidak 29 72,5

Umur Pertama Kali Merokok (tahun)    1. 10-14 7 63,62. 15-19 3 27,33. ≥ 20 1 9,1Jumlah Rokok (Batang/Hari)    1. < 10 1 9,12. 10-20 3 27,33. >20 7 63,6Jenis Rokok    1. Filter 10 90,92. Kretek 1 9,1Alasan Berhenti Merokok    1. Mengganggu Kesehatan 2 18,22. Menyebabkan Penyakit 4 36,43. Sakit Dada/Sesak 5 45,4

Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 40 responden yang menderita CHF di RS

Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar, terdapat 11 orang

(27,5%) yang sebelumnya pernah merokok dan 29 orang (72,5%) yang tidak pernah

merokok.

Selain itu dapat diketahui dari 11 responden yang pernah merokok,

persentase responden terbesar adalah pada umur pertama kali merokok 10-14 tahun

sebanyak 7 orang (63,6%). Sedangkan persentase responden terkecil pada umur

pertama kali merokok ≥ 20 tahun yaitu 1 orang (9,1%). Berdasarkan jumlah rokok

yang dihisap, terdapat sebanyak 7 orang (63,6%) yang merokok lebih dari 20

batang per hari, dan 1 orang (9,1%) yang merokok kurang dari 10 batang per hari.

Page 6: BAB V Vani

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

mengkonsumsi rokok filter yaitu sebanyak 10 orang atau 90,9%, sedangkan sisanya

yaitu 1 orang atau 9,1% yang mengkonsumsi rokok kretek, dari 11 responden CHF

yang pernah merokok. Dan berdasarkan alasan berhenti merokok, sebanyak 5 orang

(45,4%) yang berhenti merokok dengan alasan sakit dada/ sesak dan 2 orang

(18,2%) yang berhenti merokok dengan alasan mengganggu kesehatan.

2) Konsumsi Alkohol

Distribusi penderita CHF berdasarkan konsumsi alkohol dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 4Distribusi Penderita CHF Berdasarkan Konsumsi Alkohol di RS

Dr. WahidinSudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar Tahun 2011

Konsumsi Alkohol n %

Pernah Mengkonsumsi Alkohol1. Ya 9 22,52. Tidak 31 77,5

Umur Pertama Kali Konsumsi Alkohol (Tahun)    1. 10-14 1 11,12. 15-19 3 33,33. ≥ 20 5 55,6Jenis Alkohol    1. Bir 6 66,72. Tuak 3 33,3

Alasan Berhenti Mengkonsumsi Alkohol    1. Mengganggu Kesehatan 5 55,62. Menyebabkan Penyakit 4 44,4

Sumber : Data Primer, 2011

Page 7: BAB V Vani

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 4 di atas, terdapat 9 orang atau

22,5% yang pernah mengkonsumsi alkohol dan sisanya yaitu sebanyak 31 orang

atau 77,5% yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol.

Berdasarkan umur pertama kali mengkonsumsi alkohol, dari 9 responden

yang pernah mengkonsumsi alkohol terdapat 5 orang (55,6%) yang pertama kali

mengkonsumsi alkohol pada umur ≥ 20 tahun dan 1 orang (11,2%) yang pertama

kali mengkonsumsi alkohol pada umur 10-14 tahun.

Sebagian besar responden yang pernah mengkonsumsi alkohol, biasa

mengkonsumsi alkohol jenis bir dengan persentase sebesar 66,7%. Sedangkan yang

biasa mengkonsumsi tuak persentasenya sebesar 33,3%, dan berdasarkan alasan

berhenti mengkonsumsi alkohol, sebanyak 5 orang (55,6%) yang berhenti

mengkonsumsi alkohol dengan alasan mengganggu kesehatan dan 4 orang (44,4%)

yang berhenti merokok dengan alasan menyebabkan penyakit.

3) Aktifitas Fisik

Distribusi penderita CHF berdasarkan aktivitas fisik dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut :

Tabel 5Distribusi penderita CHF Berdasarkan Aktivitas Fisik di RS Dr.

Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris MakassarTahun 2011

Aktivitas Fisik n %

Jenis Aktivitas Fisik    1. Ringan 5 12,52. Sedang 28 703. Berat 7 17,5

Lama Melakukan Aktivitas Fisik (Dalam Seminggu)    

Page 8: BAB V Vani

1. < 3 0 02. 3-5 13 32,53. >5 27 67,5

Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebelum menderita CHF, responden yang biasa

melakukan aktivitas fisik berat sebanyak 7 orang (17,5%), sedangkan yang biasa

melakukan aktivitas fisik ringan sebanyak 5 orang (12,5%) dan sebagian besar

biasa melakukan jenis aktivitas fisik sedang yaitu sebanyak 28 orang (70%).

Selain itu berdasarkan lama melakukan aktivitas fisik dalam seminggu

menunjukkan sebagian besar responden selama seminggu biasa melakukan aktivitas

fisik sebelum menderita CHF > 5 kali yaitu sebanyak 27 orang (67,5%) dan

sebanyak 13 orang (32,5%) yang biasa melakukan aktivitas fisik 3-5 kali dalam

seminggu.

Pada data yang disajikan pada tabel 5, tidak menunjukkan aktivitas fisik yang

dilakukan setelah menderita CHF, hal ini disebabkan karena setelah menderita CHF

seluruh responden sudah tidak melakukan aktifitas fisik yang berarti, seperti yang

tercantum dalam jenis aktivitas fisik menurut Riskesdas (2007).

4) Jenis Konsumsi Makanan

a) Konsumsi Jenis Makanan Sumber Lemak

Lemak adalah zat gizi yang dibutuhkan sebagai sumber energi, pelarut

vitamin, juga sumber asam lemak esensial. Agar kebutuhan asam lemak

esensial terpenuhi, sebaiknya mengkonsumsi sumber lemak dari bahan nabati.

Konsumsi lemak yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit

jantung termasuk CHF. Distribusi penderita CHF berdasarkan jenis makanan

Page 9: BAB V Vani

sumber lemak yang dikonsumsi sebelum dan setelah menderita CHF dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6Distribusi Penderita CHF Berdasarkan Jenis Makanan Sumber Lemak Yang

Dikonsumsi Sebelum dan Setelah CHF di RS Dr.Wahidin Sudirohusodo Dan RS Stella Maris

Makassar Tahun 2011

Jenis LemakSebelum CHF Setelah CHF

n % n %

Daging Sapi 36 90 2 5Daging Ayam 39 97,5 9 22,5

Jeroan 30 75 0 0Gorengan 39 97,5 1 2,5

Mentega/Margarin 39 97,5 0 0Fast Food 24 60 0 0

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 6, dapat diketahui bahwa

jenis makanan sumber lemak yang paling banyak dikonsumsi sebelum CHF

adalah daging ayam, gorengan dan mentega/margarin yaitu masing-masing

sebanyak 39 orang (97,5%) dan yang paling rendah adalah fast food yaitu

sebanyak 24 orang (60%).

Sedangkan jenis makanan sumber lemak yang masih dikonsumsi setelah

CHF yang paling banyak adalah daging ayam yaitu 22,5% dan yang paling

sedikit adalah gorengan yaitu 2,5%. Jenis makanan sumber lemak yang sama

sekali sudah tidak dikonsumsi setelah CHF adalah jeroan, mentega/margarin

dan fast food.

Page 10: BAB V Vani

b) Konsumsi Jenis Makanan Sumber Protein

Distribusi penderita CHF berdasarkan jenis makanan sumber protein

yang dikonsumsi sebelum dan setelah menderita CHF dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 7Distribusi Penderita CHF Berdasarkan Jenis Makanan Sumber Protein Yang

Dikonsumsi Sebelum dan Setelah Menderita CHF di RS Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris

Makassar Tahun 2011

Jenis ProteinSebelum CHF Setelah CHF

n % n %

Ikan 39 97,5 39 97,5Telur 39 97,5 39 97,5

Tempe 40 100 39 97,5Tahu 39 97,5 39 97,5

Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 7 menunjukkan bahwa dari keempat jenis makanan sumber protein

yang dikonsumsi sebelum CHF memiliki persentase yang tinggi. Tetapi jenis

protein yang paling tinggi persentasenya adalah tempe yaitu sebesar 100%,

yang artinya seluruh penderita CHF biasa mengkonsumsi tempe sebelum

menderita CHF. Sedangkan setelah CHF, persentase konsumsi dari keempat

jenis makanan mengandung protein yaitu ikan, telur, tempe dan tahu,

mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar 97,5%.

c) Konsumsi Sayuran

Distribusi penderita CHF berdasarkan jenis sayuran yang dikonsumsi

sebelum dan setelah menderita CHF dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 11: BAB V Vani

Tabel 8Distribusi Penderita CHF Berdasarkan Jenis Sayuran Yang Dikonsumsi Sebelum dan

Setelah Menderita CHF di RS Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris

MakassarTahun 2011

Jenis SayuranSebelum CHF Setelah CHF

n % n %Bayam 40 100 37 92,5

Kangkung 40 100 37 92,5Sawi 40 100 38 95

Labu Siam 36 90 35 87,5Terong 38 95 37 92,5

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 8 menunjukkan bahwa jenis

sayuran yang paling bayak dikonsumsi sebelum CHF adalah bayam, kangkung

dan sawi, yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 100%. Sedangkan

setelah CHF jenis sayuran yang persentasenya paling tinggi adalah sawi yaitu

95%. Jenis sayuran yang paling rendah persentasenya baik sebelum maupun

setelah CHF adalah labu siam masing-masing sebesar 90% dan 87,5 %.

d) Konsumsi Buah

Distribusi penderita CHF berdasarkan jenis buah-buahan yang

dikonsumsi sebelum dan setelah menderita CHF dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 9Distribusi Penderita CHF Berdasarkan Jenis Buah Yang Dikonsumsi Sebelum dan

Setelah Menderita CHF di RS Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella MarisMakassar Tahun 2011

Page 12: BAB V Vani

Jenis Buah-BuahanSebelum CHF Setelah CHF

N % n %Pisang 39 97,5 38 95Jeruk 31 77,5 17 42,5

Pepaya 39 97,5 38 95Apel 33 82,5 28 70

Alpukat 26 65 3 7,5 Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 9 menunjukkan bahwa jenis buah yang paling banyak dikonsumsi

sebelum CHF adalah pisang dan pepaya, dengan persentase masing-masing

sebesar 97,5%. Sedangkan jenis buah yang paling sedikit dikonsumsi adalah

alpukat dengan persentase 65%. Setelah CHF jenis buah yang paling banyak

dikonsumsi responden tidak mengalami perubahan, yang paling banyak

dikonsumsi adalah pisang dan pepaya, yaitu masing-masing dengan persentase

95%. Sedangkan jenis buah yang paling sedikit dikonsumsi adalah alpukat

dengan persentase 7,5%.

2. Analisis Variabel

a. Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Kelompok Umur

Distribusi penyakit penyerta pada CHF berdasarkan kelompok umur dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 10Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Kelompok Umur Pada Penderita CHF di RS

Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar Tahun 2011

Umur (tahun)

Hipertensi PJK Diabetes Melitusn % n % n %

41-50 10 28,6 5 38,5 4 26

Page 13: BAB V Vani

51-60 10 28,6 4 30,8 8 53,361-70 12 34,3 3 23 1 6,771-80 2 5,7 1 7,7 1 6,7>80 1 2,8 0 0 1 6,7

Total 35 100 13 100 15 100 Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 10 dapat diketahui bahwa kelompok

umur yang paling banyak menderita hipertensi adalah pada kelompok umur 61-70 tahun

atau pada kelompok umur lanjut yaitu sebanyak 12 orang dari sebanyak 35 responden

yang hipertensi. Dan yang paling rendah pada kelompok umur >80 tahun. Tabel 10

juga menunjukkan bahwa responden yang paling banyak menderita PJK adalah pada

kelompok umur 41-50 tahun dan yang paling sedikit adalah pada umur > 80 tahun.

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 10 diatas juga menunjukkan bahwa

sebagian besar responden yang menderita CHF dan memiliki riwayat penyakit diabetes

melitus paling banyak terdapat pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu sebesar 53,3%.

b. Distribusi Penyakit Penyerta Pada CHF Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi penyakit penyerta pada CHF berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 11Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita CHF di RS

Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella MarisMakassar Tahun 2011

Jenis Kelamin

Hipertensi PJK Diabetes Melitusn % n % n %

Laki-laki 14 40 7 53,8 6 40Perempuan 21 60 6 46,2 9 60

Total 35 100 13 100 15 100Sumber : Data Primer, 2011

Page 14: BAB V Vani

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki riwayat

penyakit hipertensi berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 orang (60%). Selain

itu dapat diketahui bahwa PJK paling banyak terdapat pada responden berjenis kelamin

laki-laki yaitu sebanyak 7 orang dari 13 orang yang menderita CHF dan memiliki

riwayat PJK.

Berdasarkan data pada tabel 11, juga menunjukkan bahwa diabetes melitus paling

banyak terdapat pada responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 9

orang dari 15 orang memiliki riwayat diabetes melitus.

c. Distribusi Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Hipertensi

Distribusi penyakit jantung koroner berdasarkan hipertensi dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 12Distribusi Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Hipertensi di RS Dr.Wahidin

Sudirohusodo dan RS Stella MarisMakassar Tahun 2011

HipertensiPenyakit Jantung Koroner

TotalYa Tidakn % n % n %

Ya 9 25,7 26 74,3 35 100Tidak 4 80 1 20 5 100Total 13 32,5 27 67,5 40 100

Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 13 orang yang menderita PJK, terdapat

sebanyak 9 orang yang menderita hipertensi dan yang tidak hipertensi sebanyak 4 orang.

d. Distribusi Diabetes Melitus Berdasarkan Hipertensi

Page 15: BAB V Vani

Distribusi diabetes melitus berdasarkan hipertensi dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut :

Tabel 13Distribusi Diabetes Melitus Berdasarkan Hipertensi di RS Dr.

Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella MarisMakassar Tahun 2011

HipertensiDiabetes Melitus

TotalYa Tidakn % n % n %

Ya 14 40 21 60 35 100Tidak 1 20 4 80 5 100Total 15 37,5 25 62,5 40 100

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 13 dapat diketahui bahwa dari 15

responden yang menderita diabetes melitus, sebagian besar responden menderita

hipertensi yaitu sebanyak 14 orang.

e. Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Distribusi penyakit penyerta berdasarkan kebiasaan merokok dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 14Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Kebiasaan Merokok di RS Dr.Wahidin

Sudirohusodo dan RS Stella MarisMakassar Tahun 2011

Pernah Merokok

Hipertensi PJK Diabetes Melitus

n % n % n %Ya 9 25,7 6 46,2 3 20

Tidak 26 74,3 7 53,8 12 80Total 35 100 13 100 15 100

Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang hipertensi terdapat 9 orang

(25,7%) yang pernah merokok dan 26 orang (74,3%) yang tidak pernah merokok. Dan

Page 16: BAB V Vani

dari 13 responden yang PJK terdapat 6 orang (46,2%) orang yang pernah merokok dan

7 orang (53,8%) yang tidak pernah merokok. Selain itu dari 15 responden yang diabetes

melitus, terdapat 3 (20%) orang yang pernah merokok dan 12 orang (80%) yang tidak

pernah merokok.

f. Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Konsumsi Alkohol

Distribusi penyakit penyerta berdasarkan konsumsi alkohol dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 15Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Konsumsi Alkohol di RS Dr.

Wahidin Sudirohusododan RS Stella MarisMakassar Tahun 2011

Pernah Konsumsi Alkohol

Hipertensi PJK Diabetes Melitus

n % n % n %

Ya 8 22,9 4 30,8 1 6,7Tidak 27 77,1 9 69,2 14 93,3Total 35 100 13 100 15 100

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 15 dapat diketahui bahwa dari 35 orang yang

menderita hipertensi, terdapat 8 orang (22,9%) yang pernah mengkonsumsi alkohol dan 27

orang (77,1%) yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol, dan dari 13 orang yang PJK terdapat 4

orang (30,8%) yang pernah mengkonsumsi alkohol dan 9 orang (69,2%) yang tidak pernah

mengkonsumsi alkohol. Tabel 15 juga menunjukkan bahwa dari 15 responden yang diabetes

melitus hanya terdapat 1 orang (6,7%) yang pernah mengkonsumsi alkohol dan 14 orang

(93,3%) yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol.

B. Pembahasan

Page 17: BAB V Vani

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran faktor demografi,

penyakit penyerta dan gaya hidup pada penyakit Congestive Heart Failure (CHF) di RS

Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar. Adapun pembahasan dari masing-

masing variabel berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Deskriptif Variabel

a. Faktor Demografi pada Congestive Heart Failure (CHF)

Faktor demografi dalam penelitian ini adalah ciri yang dimiliki oleh responden,

yang diperoleh melalui buku status responden maupun melalui pertanyaan dengan

kuesioner yang dibedakan atas umur, jenis kelamin, pekerjaaan, suku dan riwayat

keluarga yang menderita CHF.

1) Umur

Distribusi penyakit Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif

diketahui meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hasil analisis menunjukkan

bahwa kelompok umur responden yang paling banyak menderita CHF di RS

Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar dari 40 responden adalah

pada kelompok umur dewasa yaitu 41-50 tahun sebesar 37,5%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Ewika

(2007) yang menunjukkan bahwa Congestive Heart Failure atau gagal jantung

kongestif paling banyak terjadi pada umur < 60 tahun atau pada kelompok umur

dewasa dibanding pada kelompok umur lanjut atau > 60 tahun yaitu dengan

persentase 55,55%.

Page 18: BAB V Vani

Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Rich M.W dari Washington University Medical Center, USA yang menemukan

bahwa lebih dari 75% pasien rawat inap dengan CHF di Amerika Serikat yang

berumur lebih dari 65 tahun. Orang dewasa yang berumur lanjut cenderung untuk

mengembangkan CHF sebagai akibat yang berkaitan dengan perubahan dalam

sistem kardiovaskular dan prevalensi yang tinggi pada hipertensi, penyakit arteri

koroner serta penyakit katup jantung yang merupakan etiologi umum CHF pada

kelompok umur ini. (Pubmed, 1999)

2) Jenis Kelamin

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nur Ewika (2007) juga

menunjukkan bahwa jenis kelamin yang paling banyak menderita Congestive Heart

Failure baik pada kelompok umur dewasa maupun umur lanjut adalah jenis

kelamin laki-laki dengan persentase 54,16%.

Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian ini, dimana berdasarkan hasil

analisis ditemukan bahwa penyakit CHF lebih banyak terjadi pada perempuan

dengan persentase 57,5%. Perempuan lebih banyak menderita CHF pada penelitian

ini disebabkan karena sebagian besar perempuan yang menjadi responden dalam

penelitian ini telah berumur lanjut. Pada umur lanjut perempuan umumnya

mengalami menopause, dimana pada saat itu kolesterol LDL meningkat yang

menyebabkan perempuan lebih banyak menderita penyakit jantung.

3) Pekerjaan

Page 19: BAB V Vani

Selain umur dan jenis kelamin, faktor demografi lain adalah pekerjaan.

Pekerjaan adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh nafkah

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan dalam penelitian ini dibedakan atas

PNS, Swasta, Petani/Pedagang, Ibu Rumah Tangga, dan Tidak Bekerja/ Pensiunan.

Pekerjaan yang berat diketahui dapat menjadi beban dan menyebabkan

terjadinya gangguan kesehatan, terutama pada sistem kardiovaskuler. Pada

Penelitian Biomedis Pennington di Baton Rouge, Lousiana, ditemukan pria yang

aktif bekerja 10 persen lebih rendah terserang gagal jantung. Sedang bagi wanita 20

persen lebih rendah diserang penyakit yang sama. (Rochmi, 2010)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita CHF di RS

Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar sudah tidak bekerja atau

merupakan pensiunan yaitu sebesar 35%.

4) Suku

Suku adalah suatu ciri yang dimiliki responden dan menjadi identitas yang

paling mendasar, yang terbentuk berdasarkan latar belakang tempat kelahiran

maupun latar belakang keluarganya.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa penderita CHF di RS Wahidin

Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar, paling banyak berasal dari suku Bugis

dengan persentase 50% atau setengah dari seluruh penderita CHF yang ada di RS

Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris.

Hal ini dapat disebabkan karena konsumsi makanan dari Suku Bugis yang

diketahui walaupun sebagian besar tidak banyak mengkonsumsi jenis makanan

yang mengandung lemak, dan lebih banyak mengkonsumsi jenis makanan

Page 20: BAB V Vani

mengandung protein yaitu ikan, tetapi konsumsi terhadap jenis makanan

mengandung serat kurang. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab sebagian

besar CHF terjadi pada responden yang berasal dari Suku Bugis.

5) Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

Congestive Heart Failure, hal ini terjadi karena penyakit jantung termasuk CHF

dapat menurun dalam keluarga, tergantung pada gen yang diwarisi pada penderita,

seperti tekanan darah tinggi, diabetes dan kolesterol tinggi.

Dalam penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yang menderita CHF di RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris

Makassar tidak memiliki riwayat keluarga CHF dengan persentase sebesar 77,5%.

Hanya sebagian kecil yang mengaku memiliki riwayat keluarga CHF, sebagian

besar responden menjawab bahwa mereka adalah orang pertama dalam keluarganya

yang menderita Congestive Heart Failure.

b. Penyakit Penyerta pada Congestive Heart Failure (CHF)

Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai atau merupakan komplikasi dari

kejadian suatu penyakit. Faktor penyakit penyerta pada CHF yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah adanya riwayat penyakit yang menyertai CHF, seperti hipertensi,

penyakit jantung koroner dan diabetes melitus.

1) Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi ditandai dengan kenaikan

tekanan darah yang melebihi batas normal yaitu 140/90 mmHg.

Page 21: BAB V Vani

Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal

jantung pada beberapa penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh

Anggraini (2008) menemukan bahwa pada pasien rawat inap

gagal jantung kongestif yang berusia 45 tahun keatas, positif

mengalami hipertrofi ventrikel kiri dan memiliki riwayat hipertensi

sebanyak 50,6%. Selain itu berdasarkan penelitian dari Framingham Study

didapatkan bahwa hipertensi mendahului onset gagal jantung pada 91% kasus.

(Pickering, 2008 dalam Anggraini 2010).

Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh William Smith

(2004) yang menunjukkan bahwa hampir 90% pasien dengan Congestive Heart

Failure memiliki hipertensi sistemik dan penyakit jantung koroner sebagai kondisi

utama yang mendasarinya.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan

bahwa sebagian besar penderita gagal jantung kongestif atau Congestive Heart

Failure (CHF) di RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar,

memiliki riwayat penyakit hipertensi dengan persentase sebesar 87,5%.

Hal ini menunjukkan pentingnya mengontrol tekanan darah terutama pada usia

lanjut, karena tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur. Namun

seperti yang diketahui, masih sangat sedikit orang yang menyadari pentingnya

mengontrol tekanan darah. Berdasarkan data dari Kesehatan Nasional dan Survei

Pemeriksaan Gizi (NHANES) III menunjukkan bahwa di antara orang-orang yang

berumur lebih dari 70 tahun, hanya 19% wanita dan 16% pria yang memiliki

kontrol tekanan darah di bawah 140/90 mm Hg.

Page 22: BAB V Vani

2) Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyakit jantung koroner terjadi karena rusaknya dinding pembuluh darah

yang disebabkan oleh beberapa faktor risiko seperti radikal bebas yang terkandung

dalam rokok dan polusi, kolesterol tinggi dan kardometabolik sindrom. Akibatnya

fungsi jantung terganggu karena harus bekerja lebih keras untuk memompa aliran

darah, sehingga aliran darah ke otot jantung berkurang dan menyebabkan serangan

jantung yang akhirnya menyebabkan gagal jantung. (Russel, 2011) .

World Health Organizaion (WHO) melaporkan tahun 2000 Proportional

Mortality Ratio (PMR) akibat PJK di dunia sebesar 12,7%. Penyakit jantung

koroner menempati urutan pertama di Eropa dan Amerika sebagai penyebab gagal

jantung. Pada penelitian Framingham Study dikatakan penyakit

jantung koroner sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-

laki dan 27% pada wanita. (Mariyono, 2007)

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 40 penderita CHF yang menjadi

responden di RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar, yang

memiliki riwayat penyakit jantung koroner dan hingga saat didiagnosis CHF masih

menderita PJK adalah sebesar 32,5%. Dimana sebagian besar PJK yang dialami

oleh pasien terjadi sejak kurang dari 1 tahun hingga 1-5 tahun yang lalu.

3) Diabetes Melitus

Di samping hipertensi dan penyakit jantung koroner, diabetes merupakan kasus

besar lainnya dirumah sakit sebagai penyebab gagal jantung, yang memberikan

kontribusi pada morbiditas dan kematian dini pada pasien. Diabetes melitus

Page 23: BAB V Vani

ditandai dengan kadar gula darah yang lebih dari kadar gula darah normal yaitu 200

mg/dl.

Berdasarkan penelitian yang dilakukuan oleh Jaffe, dkk (2004) pada 100 pasien

diabetes menunjukkan bahwa CHF lebih banyak terjadi pada pasien diabetes

melitus (31,2%) dibandingkan pada pasien non diabetes. Pasien dengan diabetes

mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang nondiabetik.

Lebih dari 11% orang dewasa dengan gagal jantung mempunyai penyakit diabetes

(Kengne et al dalam Vijaganita, 2010). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa

dari 40 responden yang menderita CHF di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS.

Stella Maris Makassar, terdapat sebanyak 15 orang (37,5%) yang sebelumnya

memiliki riwayat diabetes melitus.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vijaganita (2010) yang

menunjukkan bahwa dari 73 pasien, sebesar 31,5 persennya terdiagnosis memiliki

gambaran radiologis penyakit gagal jantung, dengan riwayat diabetes mellitus

terutama diabetes melitus tipe 2.

c. Gaya Hidup pada Congestive Heart Failure (CHF)

Seperti halnya penyakit kardiovaskuler yang lain, CHF tidak lepas dari gaya hidup

yang kurang sehat yang bayak dilakukan seiring berubahnya pola hidup. Pada

penelitian ini gaya hidup dibedakan atas kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,

aktivitas fisik dan jenis konsumsi makanan (lemak, protein, sayuran dan buah-buahan).

1) Kebiasaan Merokok

Page 24: BAB V Vani

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang pernah merokok

sebelum CHF adalah sebesar 27,5% yang seluruhnya telah berhenti merokok

setelah menderita CHF dengan alasan sebagian besar adalah sakit dada/ sesak

napas. Sebagian besar responden pertama kali mulai merokok pada umur 10-14

tahun dan jenis rokok yang biasa dikonsumsi adalah filter.

Belum terdapat penelitian yang mengemukakan bahwa merokok berakibat

langsung pada Congestive Heart Failure, tetapi merokok merupakan faktor risiko

dari penyakit jantung koroner. Zat-zat yang terkandung di dalam rokok dapat

menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah sehingga menyebabkan

terjadinya percepatan pembentukan aterosklerosis yang berpengaruh terhadap

perkembangan dari gagal jantung.

Hal ini didukung oleh Dr. Stainback dari University School of Medicine and

Public Health, Indiana, yang menyatakan bahwa efek dari merokok baik aktif

maupun pasif belum diteliti secara sistematis pada pasien dengan CHF, namun

penelitian pada orang dengan penyakit kardiovaskuler telah menunjukkan merokok

memiliki efek samping yang mendalam. Di Amerika Serikat, hanya sekitar 10%

sampai 20% orang dengan CHF yang aktif merokok. Namun diperkirakan bahwa

50% sampai 87% dari hampir 5 juta orang dengan CHF yang terpapar oleh asap

rokok atau menjadi perokok pasif. Sehingga disimpulkan bahwa merokok aktif

maupun pasif dapat menyebabkan gejala CHF semakin memburuk. (Stephen, 1999)

2) Konsumsi Alkohol

Beberapa studi menemukan bahwa alkohol dapat mengurangi risiko penyakit

jantung dan juga dapat meningkatkan molekul tertentu yang dapat meningkatkan

Page 25: BAB V Vani

penyakit jantung. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung,

menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung aritmia. Alkohol ditemukan

dapat menyebabkan gagal jantung pada 2-3% dari kasus. (Mariyono, 2007)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 40 responden terdapat 22,5%

yang menjawab pernah mengkonsumsi alkohol sebelum CHF dan telah berhenti

mengkonsumsi alkohol setelah didiagnosis menderita CHF, dimana sebagian besar

berhenti mengkonsumsi alkohol dengan alasan konsumsi alkohol dapat

mengganggu kesehatan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden pertama

kali mengkonsumsi alkohol paling banyak pada umur ≥ 20 tahun.

3) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik pada penderita Congestive Heart Failure harus disesuaikan

dengan tingkat gejala. Aktivitas fisik yang cukup dapat meringankan gejala CHF,

tetapi aktivitas yang berlebihan dapat memperburuk kondisi penderita CHF.

Penelitian yang dilakukan oleh Rochmi (2010) menunjukkan bahwa aktivitas

fisik selama waktu senggang cenderung untuk memberikan manfaat. Pada pria,

aktivitas “sedang” selama waktu luang mengurangi risiko gagal jantung sebesar

17%, dan tingkat “tinggi” aktivitas waktu luang memberikan risiko sebesar 35 %.

Pada wanita, memberikan risiko 16 % untuk aktivitas aktivitas “sedang” dan 25 %

untuk aktivitas “tinggi”. Aktivitas fisik selama bekerja juga bermanfaat. Pada pria,

aktivitas “sedang” mengurangi risiko gagal jantung sebesar 10%, sedangkan

aktivitas fisik “tinggi” selama bekerja mengurangi risiko sebesar 17 %. Pada

wanita, aktivitas “sedang” mengurangi risiko gagal jantung sebesar 20%.

Page 26: BAB V Vani

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden yang menderita

CHF di RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar biasa melakukan

aktivitas fisik sebelum menderita CHF. Dimana aktivitas fisik yang paling banyak

dilakukan adalah aktivitas fisik “sedang” (70%).

Hal ini terjadi karena sebagian besar responden adalah perempuan, maka

aktivitas fisik yang tergolong aktivitas “sedang” yang biasanya dilakukan adalah

mencuci, memasak dan membersihkan. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa

sebagian besar responden biasa melakukan aktivitas fisik lebih dari 5 kali dalam

seminggu. Seluruh responden mengaku sudah tidak melakukan aktivitas fisik yang

berarti setelah menderita CHF.

4) Jenis Konsumsi Makanan

Saat ini, pentingnya memperhatikan asupan makanan sehari-hari semakin

disadari. Apalagi diketahui bahwa makan berlebihan dapat memicu berbagai

penyakit degeneratif seperti Congestive Heart Failure. Makanan dapat diibaratkan

seperti pisau bermata dua, dimana di satu sisi menguntungkan bagi tubuh karena

kandungan gizinya. Namun di sisi lain dapat mendatangkan penyakit bila

dikonsumsi secara berlebihan.

Oleh karena itu, menerapkan gizi seimbang dalam jenis makanan yang

dikonsumsi adalah cara terbaik untuk hidup lebih sehat. Jenis konsumsi makanan

dalam penelitian ini dibedakan atas jenis konsumsi lemak, protein, sayuran dan

buah-buahan.

a) Jenis Konsumsi Makanan Sumber Lemak

Page 27: BAB V Vani

Lemak adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh sebagai sumber energi,

pelarut vitamin, juga sumber asam lemak esensial. Lemak terdiri dari asam

lemak jenuh, lemak trans serta asam lemak tak jenuh. Berdasarkan hasil

analisis menunjukkan jenis makanan sumber lemak yang paling banyak

dikonsumsi sebelum CHF adalah daging ayam, gorengan dan

mentega/margarin yaitu masing-masing sebanyak 97,5%. Sedangkan jenis

lemak yang masih dikonsumsi setelah CHF yang paling banyak adalah daging

ayam yaitu sebanyak 22,5%. Hal ini terjadi karena setelah responden menderita

CHF terutama pada saat di rawat, mereka dianjurkan oleh dokter untuk tidak

mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak atau dilakukan pembatasan

makanan yang mengandung lemak, karena dapat memperburuk penyakit yang

diderita oleh pasien. Sebelum menderita CHF, terdapat beberapa responden

yang sudah melakukan pembatasan jenis makanan sumber lemak karena sudah

memiliki riwayat penyakit hipertensi, PJK, dan diabetes melitus.

Lemak yang sangat diperlukan tubuh adalah lemak esensial, yang dapat

membantu membentuk sel-sel tubuh dan bermanfaat bagi kesehatan sistem

kardiovaskuler. Konsumsi lemak dari makanan yang tidak sehat, seperti

gorengan dan fast food membuat konsumsi asam lemak esensial seperti omega-

3 dan omega-6 sangat kurang, sedangkan asupan lemak jenuh menjadi tinggi.

b) Jenis Konsumsi Makanan Sumber Protein

Hasil analisis menunjukkan jenis protein yang paling banyak dikonsumsi

sebelum CHF adalah tempe, dengan persentase tertinggi yaitu 100%.

Sedangkan setelah CHF, keempat jenis protein yaitu ikan, telur, tempe dan tahu

Page 28: BAB V Vani

memiliki persentase yang sama besar yaitu 97,5%. Jenis protein yang

dikonsumsi oleh responden tidak mengalami perubahan yang berarti baik

sebelum maupun setelah didiagnosis menderita CHF.

Hal ini terjadi karena setelah dilakukan pembatasan makanan yang

berlemak, pasien memilih mengkonsumsi makanan yang mengandung protein

seperti ikan, telur, tempe dan tahu, sebagai makanan pengganti agar gizi dari

makanan yang dikonsumsi tetap seimbang.

c) Jenis Konsumsi Sayuran

Selain lemak dan protein, sayuran dan buah-buahan merupakan sumber

nutrisi tubuh yang sangat penting. Sayur dan buah-buahan dapat membantu

melindungi tubuh dari penyakit-penyakit kronis seperti penyakit jantung.

Sebuah penelitian melaporkan, diet Mediterania selama tiga bulan dapat

mengurangi risiko penyakit jantung hingga 15%. Penelitian yang diketuai oleh

Denis Lairon dari Faculty of Medicine Timone, Perancis menyebutkan bahwa

diet Mediterania yang terdiri dari konsumsi makanan kaya biji-bijian, buah-

buahan, sayuran, kacang-kacangan, minyak zaitun dan daging merah dalam

jumlah sedang dapat mengurangi risiko sakit jantung. (Yayasan Jantung

Indonesia, 2009)

Hasil analisis menunjukkan jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi

sebelum CHF adalah bayam, kangkung dan sawi, yaitu masing-masing sebesar

100%. Sedangkan setelah CHF, jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi

adalah sawi yaitu sebesar 95%. Pada saat penelitian dilakukan, ada beberapa

pasien yang mengaku tidak lagi mengkonsumsi jenis sayuran hijau seperti

Page 29: BAB V Vani

kankung, bayam dan sawi, karena pada saat menderita CHF, mereka juga

menderita asam urat sehingga mereka membatasi konsumsi sayuran hijau. Hal

inilah yang menyebabkan sehingga persentase konsumsi beberapa sayuran

hijau menurun setelah CHF.

Jenis sayuran yang paling sedikit dikonsumsi sebelum dan setelah CHF

adalah labu siam. Sementara sayuran ini juga bermanfaat bagi tubuh. Labu

siam buahnya mengandung vitamin A, B, dan C, niasin, serta mengandung

alkoid yang ditemukan dapat membuka pembuluh darah yang tersumbat,

sehingga labu siam dapat menurunkan tekanan darah tinggi atau hipertensi

yang merupakan salah satu faktor penyebab penyakit kardiovaskular. (Russel,

2011)

d) Jenis Konsumsi Buah-buahan

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa jenis buah-buahan yang paling

banyak dikonsumsi baik sebelum maupun setelah CHF adalah pisang dan

pepaya, masing-masing dengan persentase sebelum CHF sebesar 97,5% dan

setelah CHF sebesar 95%. Sedangkan jenis buah yang konsumsinya paling

sedikit adalah alpukat.

Hal ini disebabkan karena buah-buahan yang pada umumnya paling mudah

diperoleh oleh masyarakat adalah pisang dan pepaya, kemudian pada saat

pasien dirawat di rumah sakit, buah-buahan yang biasanya disediakan untuk

konsumsi pasien di rumah sakit sebagian besar hanya pisang dan pepaya,

sehingga konsumsi jenis buah menjadi tidak bervariasi.

Page 30: BAB V Vani

Alpukat adalah jenis buah yang paling sedikit dikonsumsi baik sebelum

maupaun setelah CHF, dikarenakan banyak pasien yang beranggapan jika

alpukat adalah jenis buah yang mengandung lemak yang dapat memperburuk

kondisi pasien. Sebenarnya anggapan ini salah karena alpukat mengandung

lemak tak jenuh yang justru berdampak positif bagi tubuh. Lemak ini berguna

untuk menurunkan kadar kolesterol LDL yang berarti dapat mencegah penyakit

kanker dan jantung, termasuk Congestive Heart Failure. Para peneliti dari

Ohio State University melaporkan bahwa alpukat dapat meningkatkan

sebanyak 15 kali penyerapan zat gizi yang melindungi terhadap penyakit

jantung.

Oleh karena itu konsumsi buah-buahan yang mengandung banyak vitamin

dan mineral yang dibutuhkan tubuh hendaknya tidak dibatasi pada jenis buah

tertentu, karena masing-masing memiliki manfaat yang saling melengkapi

dalam melindungi tubuh dari berbagai penyakit, terutama penyakit kronis

seperti Congestive Heart Failure.

2. Analisis Variabel

a. Distribusi Penyakit Penyerta Pada CHF Berdasarkan Umur

Page 31: BAB V Vani

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa penyakit penyerta pada CHF dalam

penelitian ini dibedakan atas hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes melitus.

Hipertensi adalah salah satu penyakit yang prevalensinya tinggi. Diketahui bahwa

dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar, sehingga

prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40%. Hipertensi

pada usia lanjut terjadi karena kenaikan tekanan darah sistolik yang disebabkan oleh

perubahan struktur pada pembuluh darah besar. Penelitian yang dilakukan di 6 kota

besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan Makassar terhadap

usia 55-85 tahun, didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 52,5% (Kamso dalam Depkes

RI, 2006)

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa kelompok umur yang paling

banyak menderita hipertensi di RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella Maris Makassar

adalah kelompok umur 61-70 tahun atau pada kelompok umur lanjut. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Silitonga (2009) yang menemukan bahwa

proporsi penderita hipertensi yang tertinggi adalah pada umur ≥ 40 tahun terutama pada

usia lanjut dengan persentase 91,1%.

Hasil analisis pada penelitian ini juga menunjukkan kelompok umur yang paling

banyak menderita PJK adalah 41-50 tahun yaitu pada kelompok umur dewasa. Hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariadi (2005) yang

menemukan bahwa PJK lebih banyak terjadi pada umur 51-60 tahun (45,9%), pada

kelompok umur 41-50 tahun hanya terdapat 26,5% yang PJK. Namun menurut Davidson

(2003), PJK diketahui lebih banyak terjadi pada usia di bawah 55 tahun.

Page 32: BAB V Vani

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak

menderita diabetes melitus adalah pada kelompok umur 51-60 tahun atau pada umur

dewasa tua. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti pola makan dan gaya

hidup yang tidak sehat, serta kolesterol tinggi. Pada penelitian yang dilakukan di RS. Dr.

Wahidin Sudirohusodo dan RS. Stella Maris ini, sebagian besar responden menderita

DM tipe 2. Menurut Russel (2011) sekitar 90% penderita diabetes menderita DM tipe 2,

dimana jenis diabetes ini paling sering diderita oleh orang dewasa yang berumur > 30

tahun dan cenderung semakin memburuk secara bertahap.

b. Distribusi Penyakit Penyerta Pada CHF Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada penelitian ini diketahui bahwa jenis kelamin paling banyak yang menderita

hipertensi adalah perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar responden

adalah perempuan. Diketahui pria lebih banyak menderita hipertensi karena diduga

memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibanding

dengan perempuan. Namun setelah memasuki menopause hipertensi pada wanita

meningkat diakibatkan oleh faktor hormonal. (Depkes RI, 2006).

PJK lebih banyak pada laki-laki, hal ini dapat terjadi karena pada penelitian ini

sebagian besar responden mengalami PJK pada umur dewasa dimana pada usia ini PJK

lebih banyak terjadi pada laki-laki namun pada umur lanjut lebih banyak pada

perempuan sama seperti penyakit hipertensi. Hasil penelitian ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan Hariadi (2005) yang menemukan PJK lebih banyak terjadi

pada laki-laki yaitu sebanyak 55 orang dari 85 orang yang menderita PJK.

Berdasarkan hasil analisis juga diketahui DM lebih banyak terjadi pada perempuan. Hal

ini dapat disebabkan karena pada umumnya kebiasaan makan berlebihan lebih banyak

Page 33: BAB V Vani

terjadi pada perempuan, dimana dapat menyebabkan kolesterol meningkat dan memicu

terjadinya diabetes.

c. Distribusi Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama sebagai penyebab terjadinya

PJK. Di Amerika di temukan bahwa kematian akibat hipertensi adalah gagal jantung

45% dan PJK 35%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Djohan (2004) ditemukan 50%

penderita miokard infark yang menderita hipertensi. Hasil analisis data dalam penelitian

ini menunjukkan bahwa dari 13 responden yang menderita PJK, terdapat sebanyak 9

orang yang hipertensi dan 4 orang yang tidak hipertensi.

Tekanan darah tinggi ditemukan dapat memberikan kontribusi independen secara

langsung pada penyakit kardiovaskular (PJK, stroke, gagal jantung, dan penyakit

pembuluh darah) sebagaimana yang dilaporkan pada studi Framingham. Hipertensi

memicu proses aterosklerosis karena tekanan pada jantung akibat hipertensi dapat

mendorong kolesterol LDL sehingga menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah

yang selanjutnya dapat menyebabkan PJK. (Depkes RI, 2006)

d. Distribusi Diabetes Melitus Berdasarkan Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang umum terjadi pada pasien diebetes melitus dan

ditemukan meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler pada pasien diabetes.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2010), ditemukan perbedaan kadar

HDL pada pasien diabetes melitus dengan hipertensi dan pada pasien diabetes tanpa

hipertensi. Hipertensi yang terjadi bersamaan dengan diabetes sering berhubungan

dengan abnormalitas koagulasi sekaligus gangguan lipid. Orang dengan diabetes dan

Page 34: BAB V Vani

hipertensi menunjukkan sebuah karakteristik dislipidemia, rendah HDL dan tinggi kadar

LDL.

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 15 responden yang

diabetes melitus, sebagian besar responden menderita hipertensi yaitu sebanyak 14

orang.

Ferrannini, dkk dalam penelitiannya mendapatkan pasien hipertensi kurang toleran

terhadap glukosa, memiliki prevalensi dan hipertropi jantung yang tinggi dengan kadar

kolesterol, trigliserida, asam urat dan insulin yang lebih tinggi. (Nasution, 2005)

e. Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Pada saat ini merokok telah dimasukkan menjadi salah satu faktor risiko utama

pada PJK, hipertensi dan hiperkolesterolemi. Hasil analisis data menunjukkan

bahwa dari 35 responden yang hipertensi terdapat 9 orang (25,7%) yang pernah

merokok dan 26 orang (74,3%) yang tidak pernah merokok. Dan dari 13 responden

yang PJK terdapat 6 orang (46,2%) orang yang pernah merokok dan 7 orang (53,8%)

yang tidak pernah merokok. Selain itu dari 15 responden yang diabetes melitus, terdapat

3 (20%) orang yang pernah merokok dan 12 orang (80%) yang tidak pernah merokok.

Merokok dapat menyebabkan PJK karena radikal bebas yang terkandung dalam

rokok dapat merusak molekul di dalam tubuh dan menyebabkan sel-sel pembuluh darah

menjadi mati dan menyempit yang akhirnya mengakibatkan terjadinya serangan

jantung. Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK labih

banyak terjadi pada orang yang merokok dibanding yang tidak merokok.

Berhenti merokok diketahui dapat menurunkan risiko PJK sebesar 50% pada tahun

pertama berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti

Page 35: BAB V Vani

merokok selama 10 tahun. (Djohan, 2004) . Dalam penelitian ini responden yang pernah

merokok, seluruhnya telah menghentikan kebiasaan merokok, terutama setelah

menderita CHF. Hal ini sangat baik mengingat tidak ada manfaat yang diperoleh dari

kebiasaan merokok selain menyebabkan berbagai penyakit, terutama penyakit yang

berhubungan dengan jantung.

f. Distribusi Penyakit Penyerta Berdasarkan Konsumsi Alkohol

Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 35 orang yang menderita hipertensi,

terdapat 8 orang (22,9%) yang pernah mengkonsumsi alkohol dan 27 orang (77,1%) yang tidak

pernah mengkonsumsi alkohol, dan dari 13 orang yang PJK terdapat 4 orang (30,8%) yang

pernah mengkonsumsi alkohol dan 9 orang (69,2%) yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol.

Tabel 15 juga menunjukkan bahwa dari 15 responden yang diabetes melitus hanya terdapat 1

orang (6,7%) yang pernah mengkonsumsi alkohol dan 14 orang (93,3%) yang tidak pernah

mengkonsumsi alkohol.

Kebiasaan minum alkohol berlebihan ditemukan dapat meningkatkan tekanan

darah, selain itu dapat menyebabkan resistensi pada terapi antihipertensi dan beresiko

menyebabkan terjadinya penyakit jantung dan stroke. (Russel, 2011). Di negara Barat

seperti Amerika, konsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya

hipertensi. Sekitar 10% hipertensi disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan

terutama di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasan meminum alkohol ini

menyebabkan hipertensi sekunder pada kelompok umur ini. (Depkes, 2006)

Dampak dari konsumsi minuman keras atau minuman beralkohol yang berlebihan

dapat menyebabkan gangguan mental dan perilaku, penyakit lever (cirrhosis hepatis)

serta gangguan fungsi jantung yang dapat berlanjut pada kematian. ( Hawari, 2004)

Page 36: BAB V Vani

Pada penelitian ini responden yang mengaku pernah mengkonsumsi alkohol,

seluruhnya telah menghentikan konsumsi alkohol setelah menderita CHF dengan alasan

alkohol dapat mengganggu kesehatan serta memperburuk kondisi jantung. Oleh karena

itu hendaknya konsumsi alkohol dihindari terutama jika dikonsumsi secara berlebihan.

Saat ini direkomendasikan konsumsi alkohol dibatasi untuk perempuan tidak lebih

dari 2-3 gelas sehari dan laki-laki 3-4 gelas sehari. Namun lebih baik lagi jika tidak

mengkonsumsi alkohol. Walaupun telah ditemukan bahwa konsumsi alkohol dalam

jumlah yang cukup dapat bermanfaat bagi jantung. (Russel, 2004).