BAB v Sejarah Geologi
Transcript of BAB v Sejarah Geologi
BAB V
SEJARAH GEOLOGI
Untuk menentukan sejarah geologi daerah penelitian digunakan
kesebandingan dengan peta geologi regional Lembar Yogyakarta (Raharjo dkk,
1977), karena hampir di setiap daerah penelitian tidak dijumpai adanya fosil
Foraminifera yang dapat digunakan sebagai petunjuk umur dan lingkungan
pengendapan. Dulunya daerah penelitian merupakan daerah yang didominasi oleh
aktivitas vulkanik, sehingga dalam menginterpretasikannya harus didasarkan
pada sistem stratigrafi vulkanik.
Sejarah geologi di daerah penelitian diperkirakan dimulai pada Kala
Oligosen Atas - Miosen Bawah, yang ditandai dengan aktivitas vulkanisme yang
menghasilkan satuan batuan gunungapi, yaitu satuan batuan breksi pumis I. Pada
satuan batuan breksi pumis I ditemukan sisipan arang kayu yang menunjukkan
lingkungan terbentuknya batuan tersebut adalah di darat-transisi. Kemudian
satuan breksi pumis ini diterobos oleh batuan beku berupa satuan intrusi dangkal
andesit.
Pada Kala Miosen Bawah, pada daerah penelitian terjadi penurunan,
sehingga terjadi genang laut. Pada saat terjadi naiknya muka laut itulah
diendapkan satuan breksi andesit I yang berselingan dengan lava basalt-andesitis
secara tidak selaras terhadap satuan batuan yang lebih tua. Satuan ini diendapkan
pada lingkungan laut, yang ditunjukkan dengan adanya lava basalt- andesitis yang
102
103
berstruktur bantal. Kemudian masih dalam waktu yang relatif sama, di atasnya
secara selaras diendapkan satuan breksi pumis dan tuf II.
Kemudian secara tidak selaras di atasnya terbentuk batuan gunungapi
berupa intrusi-intrusi dangkal (dike), dan breksi andesit yang berselingan dengan
lava basalt, sehingga terbentuk satuan batuan breksi andesit dan lava basalt II di
daerah penelitian. Pada masa ini diperkirakan terjadi aktivitas vulkanisme yang
mengakibatkan terbentuknya sesar-sesar turun di daerah penelitian yang berarah
relatif timurlaut-baratdaya, utara-selatan, dan barat-timur. Pada breksi andesit
dijumpai adanya fragmen koral yang menunjukkan bahwa satuan batuan ini
terbentuk pada lingkungan laut dangkal. Setelah itu pada Kala Miosen Bawah
bagian akhir hingga Miosen Tengah, diendapkan satuan batupasir yang menjari
dengan satuan batuan breksi andesit dan lava basalt II.
Kemudian masih dalam waktu yang relatif sama, yaitu pada Kala Miosen
Bawah bagian akhir, terjadi proses vulkanisme yang menghasilkan satuan tuf
yang sangat tebal yang berselingan dengan batupasir dan lava basalt. Di daerah
penelitian di sekitar batas antara kedua satuan batuan ini (satuan batupasir dan
satuan tuf), dijumpai litologi batupasir berselingan dengan tuf. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan kedua satuan batuan ini adalah selaras.
Selanjutnya masih pada Kala Miosen Tengah secara selaras di atasnya
diendapkan satuan batuan breksi andesit III, yang terdiri dari breksi andesit,
aglomerat, dan lava basalt. Ditinjau dari hubungan dengan satuan batuan dan
lingkungan pengendapan satuan batuan di atas dan di bawahnya, maka satuan
104
batuan ini dapat diketahui diendapkan pada lingkungan Neritik Tengah-Neritik
Bawah. Dari kenampakan morfologi di lapangan dan dari peta geologi terlihat
kesan konsentris, hal ini menunjukkan bahwa satuan batuan ini diperkirakan
merupakan endapan batuan yang mengisi cekungan yang telah terbentuk
sebelumnya. Setelah itu, masih dalam waktu yang relatif sama, yaitu Miosen
Tengah (N11-N14), secara selaras di atasnya diendapkan satuan batuan batupasir
karbonatan dan tuf pada lingkungan pengendapan Neritik Tengah (30 -100 m).
Pada Kala Miosen Tengah bagian akhir (N13-N14), di atas satuan
batupasir dan tuf, secara selaras diendapkan satuan batugamping pada lingkungan
pengendapan Neritik Tepi (0 - 30 m).
Pada Kala Miosen Atas, setelah pengendapan satuan batugamping,
aktivitas sedimementasi terhenti dan terjadi kegiatan tektonik yang menyebabkan
terangkatnya daerah penelitian dan diikuti dengan terbentuknya struktur-struktur
geologi, serta aktifnya kembali struktur-struktur geologi yang telah terbentuk
sebelumnya di daerah penelitian, yaitu berupa kekar dan sesar. Kemudian pada
Kala Pleistosen proses eksogenik bekerja sangat intensif sehingga menyebabkan
bentang alam yang berupa punggungan dan patahan ini menjadi lapuk, tererosi,
dan tertransportasi membentuk endapan aluvial, kemudian diendapkan secara
tidak selaras di atas satuan batuan lainnya yang lebih tua. Proses eksogen dan
sedimentasi masih tetap bekerja sampai sekarang.