BAB V RESOLUSI DAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM …digilib.uinsby.ac.id/14806/8/Bab 5.pdf · karena...

21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 232 BAB V RESOLUSI DAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENGELOLAAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN AL ICHSAN BRANGKAL SOOKO MOJOKERTO A. Resolusi Konflik di Pondok Pesantren Al Ichsan Brangkal Sooko Mojokerto Resolusi konflik melalui jalan musyawarah yang dimaksudkan sebagai mediasi dan rekonsiliasi terhadap konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan mengalami hambatan setelah Gus Malik terpilih sebagai ketua yayasan dan Dr. Amir Soleh{ udin sebagai bendahara yayasan. Dipilihnya Gus Malik sebagai ketua umum semakin memanaskan suasana. Apalagi sebagian besar keluarga besar (elit pesantren) tidak menginginkan Gus Malik menjadi ketua umum pengurus yayasan Darul Aitam Al Ichsan. Sebagian elit menganggap bahwa ini adalah keputusan yang tidak professional dan proporsional. 290 Dengan adanya mediasi dan rekonsiliasi untuk menyelesaikan konflik, diharapkan konflik tidak berkepanjangan dan cepat teratasi. Namun kenyataannya hasil musyawarah ternyata kurang efektif, sebab ada sebagian elit pesantren mempertahankan dan mengambil untung dari adanya konflik di pesantren Al Ichsan. Otoritas neng ninuk pada saat awal perpecahan lebih kuat ketimbang Pamannya, Gus Malik. Neng ninuk didukung oleh hampir sebagian besar elit pesantren dan para guru dan para 290 Wawancara, Hasanudin, Mojokerto, 13 Agustus 2014.

Transcript of BAB V RESOLUSI DAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM …digilib.uinsby.ac.id/14806/8/Bab 5.pdf · karena...

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

232

BAB V

RESOLUSI DAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENGELOLAAN

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN AL ICHSAN

BRANGKAL SOOKO MOJOKERTO

A. Resolusi Konflik di Pondok Pesantren Al Ichsan Brangkal Sooko Mojokerto

Resolusi konflik melalui jalan musyawarah yang dimaksudkan sebagai

mediasi dan rekonsiliasi terhadap konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al

Ichsan mengalami hambatan setelah Gus Malik terpilih sebagai ketua

yayasan dan Dr. Amir Soleh{udin sebagai bendahara yayasan. Dipilihnya Gus

Malik sebagai ketua umum semakin memanaskan suasana. Apalagi sebagian

besar keluarga besar (elit pesantren) tidak menginginkan Gus Malik menjadi

ketua umum pengurus yayasan Darul Aitam Al Ichsan. Sebagian elit

menganggap bahwa ini adalah keputusan yang tidak professional dan

proporsional.290

Dengan adanya mediasi dan rekonsiliasi untuk menyelesaikan konflik,

diharapkan konflik tidak berkepanjangan dan cepat teratasi. Namun

kenyataannya hasil musyawarah ternyata kurang efektif, sebab ada

sebagian elit pesantren mempertahankan dan mengambil untung dari

adanya konflik di pesantren Al Ichsan. Otoritas neng ninuk pada saat awal

perpecahan lebih kuat ketimbang Pamannya, Gus Malik. Neng ninuk

didukung oleh hampir sebagian besar elit pesantren dan para guru dan para

290

Wawancara, Hasanudin, Mojokerto, 13 Agustus 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

233

ustad, sedangkan Gus Malik tidak didukung sama sekali oleh sebagian besar

elit pesantren dan para guru dan ustad.291

Gus Malik sebagai pimpinan yayasan Darul Aitam Al Ichsan hasil

musyawarah elit pesantren berusaha untuk mempertahankan eksistensi

organisasi lembaga pendidikan Islam Al Ichsan dari rongrongan orang-orang

yang menentangnya. Neng Ninuk dan saudaranya sesama elit pesantren

kemudian menjadi saingan yang dianggap mengganggu dan mengancam

eksistensinya sebagai pimpinan yayasan yang absah.

Maka keadaan emosional yang tidak stabil dari jamaah atau

pengikut yang mendukung keberadaan Gus Malik maupun neng Ninuk

menjadi penyebab timbulnya keretakan dan konflik di internal yayasan itu

sendiri. Keberpihakan para ustad, guru dan santri terhadap Gus malik maupun

neng Ninuk, disebabkan karena keduanya dianggap memiliki otoritas yang

sama dalam memimpin yayasan. Persoalan terjadi ketika otoritas di

yayasan Darul Aitam Al Ichsan bersifat dikotomis.292

291

Mengapa kekerasan harus terjadi, menurut Soetandyo kekerasan adalah suatu potensi yang

inheren dalam diri mahluk yang disebut manusia. Kemampuan untuk berbuat kekerasan

diperlukan manusia demi pelestarian eksistensinya. Pertama, untuk bertindak defensif, ialah

dengan bersaranakan kekerasan itu, manusia akan melawan ancaman-ancaman dari luar yang

boleh disangkakan kepada akan membahayakan eksistensinya. Kedua,untuk bertindak ofensif. Yakni tatkala manusia dengan bersaranakan kekerasan itu harus bergerak keluar untuk

bersaing dan berebut lahan-lahan kehidupan yang menjanjikan sumber-sumber daya yang

dibutuhkan demi menjamin kelestarian eksistensisnya dalam suatu rentang waktu tertentu

Soetandyo Wignjosoebroto, Kekerasan TinjauanTeoritis, dalam Pergulatan Pesantren dan Demokratisasi,Ahmad Suaedy (ed.) (Yogyakarta: LKIS,2000),367.

292Dahrendorf menyebutkan bahwa berbagai posisi dalam masyarakat memiliki jumlah otoritas

yang berlainan. Otoritas tidak terdapat dalam diri individu namun pada posisi. Otoritas dalam

setiap asosiasi bersifat dikotomis; dua, dan hanya dua kelompok konflik dapat terjadi dalam

asosiasi manapun. Mereka yang memegang otoritas dan mereka yang berada pada posisi

subordinat memiliki kepentingan yang ‚substansi dan arahnya berlawanan. Dalam hal ini

kita berhadapan dengan istilah kunci lain dalam teori konflik Dahrendorf—kepentingan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

234

Resolusi konflik yang diadakan oleh keluarga besar yayasan Darul

Aitam pesantren Al Ichsan dengan mendatangkan mediator dari luar, KH Abd

Gofur dari nganjuk, yang juga merupakan keluarga dekat dan orang yang

disegani oleh para elit pesantren merupakan jalan satu-satunya bagi elit

pesantren Al Ichsan untuk melegitimasi pengaruhnya secara menyeluruh.

Oleh sebab itu, memilih salah satu di antara elit pesantren sebagai ketua

yayasan adalah sangat bermakna. Dengan kemenangan, maka pihak

pemenang memiliki otoritas kebijakan terhadap asset-aset yayasan Darul

Aitam Al Ichsan secara absah.

Konflik di pesantren Al Ichsan yang paling menonjol adalah konflik di

bidang ekonomi. Konflik semakin meruncing tatkala kepentingan-

kepentingan untuk mendapatkan ekonomi dikedepankan, dan Panti asuhan

Darul Aitam Al Ichsan merupakan sumber daya ekonomi yang cukup

menggiurkan bagi elit pesantren dari kedua belah pihak.

Strategi konflik yang diterapkan Gus Malik lebih cenderung

yielding (mengalah), problem solving, with drawing (menarik diri) dan

inaction (diam). Sedangkan Neng Ninuk cendrung contending (menyerang,

agresif). Dengan strategi masing- masing berusaha ingrasisi (mengambil

hati), gamesmanship (seni meraih kemenangan), irrevocable commitment

(taktik berupa janji, ancaman dan komitment).

Perkembangan pondok pesantren Al Ichsan bisa di katakan mandeg

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi ,terj. Nurhadi (Yogyakarta: Kreasi

Wacana, 2008),283-284.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

235

karena terjadi konflik antarelit pesantren,guru atau ustad dengan ketua

yayasan serta sebagian santri yang tidak senang dengan kepemimpinan

Gus Malik, hal ini mengakibatkan proses belajar mengajar di pesantren ini

stagnan atau mati suri, sehingga jumlah santri dari hari ke hari bertambah

surut. Apalagi sebagian elit pesantren sudah tidak dijadikan pengurus

yayasan, sehingga elit pesantren ini keluar dari lingkungan pesantren, seperti

Gus Qohar sudah membuat pesantren sendiri di selatan pondok dan neng

Ninuk sudah menetap di Surabaya mengikuti suaminya.293

Bagan 4. Tentang alur resolusi dan manajemen konflik di yayasan

Darul Aitam Al Ichsan Brangkal Sooko Mojokerto

293

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

236

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut maka bisa dianalisis

realitas yang ditemukan dan terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan sebagai

berikut:

1. Tidak Adanya Figur Ketokohan dan Hegemoni Para Elit Pesantren.

Terdapat konstruksi sosial yang menempatkan kiai menjadi individu

yang memiliki integritas moral dan selalu memiliki pengikut. Konstruksi

sosial ini menjadikan kiai menempati posisi elit di dalam masyarakat.

Keberadaan kiai pada posisi bergengsi ini dapat dipahami dan sudah

menjadi hukum sosial akan kebutuhan tokoh sentral (elit) dalam setiap

masyarakat.

Elit dalam tindakan sosial dapat diimplikasikan pada sebuah

perubahan sosial, di mana keberadaan elit tidak cukup diukur dengan

kecakapan, ketrampilan dan kelihaian, tetapi juga dilihat dari sisi

moralitas dan konsekuensi perjuangannya. Maka ketokohan seorang kiai

dalam hal ini tidak hanya pada lingkungan pesantren, tetapi juga pada

lingkungan luar pesantren.

Kepemilikan kharisma inilah yang membuat kiai mampu

memegang otoritas kepemimpinan di luar negara yang punya akses kuat

untuk mempengaruhi dan menggerakkan massa. Dalam politik praktis,

massa adalah kuantitas suara untuk menuju puncak kekuasaan sehingga

sebenarnya jelas, kepentingan politisi adalah memanfaatkan kharisma

yang dimiliki para kiai untuk tujuan pragmatis politik mereka.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

237

Setelah wafatnya pendiri pondok, tidak ada tokoh yang mumpuni

baik dalam bidang pengajian, manajerial maupun pengaruhnya terhadap

umat. Akibatnya, pondok pesantren yang dulunya dihuni oleh ratusan

santri sekarang hanya tinggal 25 orang yang mukim di pondok tersebut,

itu pun jam dan kegiatan belajarnya tidak jelas. Sebagaimana dikatakan

oleh Gus Fathurrohman, mursyid t}ari>qah di pondok ini, bahwa

terjadinya kemunduran pondok pesantren Al Ichsan lebih karena

tidak adanya tokoh sentral yang kharismatik pada elit pesantren dan

disegani baik di dalam maupun di luar pondok. Sebagaimana dikatakan

oleh Gus Fathurrohman, murshi>d t}ari>qah di pondok ini, bahwa terjadinya

kemunduran pondok pesantren Al Ichsan lebih karena tidak adanya tokoh

sentral yang kharismatik pada elit pesantren dan disegani baik didalam

maupun di luar pondok294

2. Faktor Fatalisme atau Pasrah Diri dengan Keadaan

Fatalisme – berasal dari kata dasar fatal – adalah sebuah sikap amat

pasrah seseorang dalam menghadapi permasalahan atau hidup. Apabila

paham seseorang dianggap sangat pasrah dalam segala hal, maka inilah

disebut fatalisme.Dalampaham fatalisme, seseorang sudah dikuasai oleh

nasib dan tidak akan bisa merubahnya. Secara sederhana faham fatalisme

dapatdirumuskan sebagai pemikiran dan pengertian bahwa hidup kita

diserahkan sepenuhnya pada nasib dan tidak mungkin kitadapat

mengubahnya.295

Sikap pasrah yang mengarah kepada fatalisme dapat dikategorikan

sebagai tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Sikap seperti ini

setidaknya mengabaikan fungsi dan peran akal secara normal. Padahal

agama menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Dengan akal

manusia mampu membangun peradaban melalui pengembangan ilmu

294

Wawancara, Gus Fatkhurrohman, Mojokerto, 13Agustus 2015 295

Rajul falaq. Fatalism, rajulfalaq.blogspot.com/2012/fatalisme-membahayakan-islami.html.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

238

pengetahuan dan teknologi. Islam sendiri dalam ajarannya memposisikan

akal mengiringi keimanan dalam menentukan derajat pemeluknya.296

Seperti dalam Al-Qur’an (QS 58:11)

الس فىافسىحيوا ا الذينى آمىنيوا إذىا قيلى لىكيم تػىفىسحيوا يف المىجى يىا أىيػهىالذينى آمىنيوا اللوي يػىفسىح اللوي لىكيم كىإذىا قيلى انشيزيكا فىانشيزيكا يػىرفىع بريه منكيم كىالذينى أيكتيوا العلمى دىرىجىاتو كىاللوي بىا تػىعمى ليوفى خى

‚Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya

Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:

"Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan

orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi

ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa

yang kamu kerjakan.‛297

Pondok pesantren Al Ichsan yang sekarang diketuai oleh Gus Malik

sangat kritis keadaaan dan kondisi bangunan serta santrinya. Hal ini dapat

dilihat dari jumlah santrinya yang menurun tajam dan ketidakjelasan

dalam proses belajar mengajarnya di madrasah Diniyah. Pesantren ini

dapat dikatakan sedang dalam keadaan mati suri sebagai akibat dari para

elit pesantren yang bersikap pasrah diri dengan keadaan yang ada.

Sikap pasrah ini seperti tercermin dari perkataan Gus Malik,

‘’Sampun wancine mekaten, segoro mawon wonten surute, sakmeniko

pripun rekodoyone poro ustad gawe majune pondok (sudah waktunya

begini mau apa, lautan saja ad a surutnya sekarang bagaimana rekayasa

dan usaha para ustad untuk mengembalikan hal ini kepada kondisi

kemajuan dan keberhasilan pondok pesantren).298

296

Ibid ,374. 297

Al-Qur’an, 58:11. 298

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto,13 Agustus 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

239

Ketika peneliti bertandang ke ndalem Gus Fathurrohman dan

bertanya mengapa keadaan pondok pesantren kok menjadi begini,

beliau menjawab, ‚Ketika saya sowan kepada kiai yang berada di kudus,

kiai tersebut mengatakan bahwa memang waktunya pondok ini

keadaannya surut dan sepi.‛299

3. Tidak Adanya Pemimpin yang Visioner atau Kharismatik

Melalui semboyan ing ngarso sung tuladha, Ki Hajar mengajarkan

bahwa seorang pemimpin harus menjadi contoh dan panutan bagi para

pengikutnya. Namun kenyataannya, Gus Malik tidak mampu menjadi

panutan bagi para pengikutnya. Banyaknya penentangan membuktikan

bahwa Gus Malik sudah kehilangan wibawa dikalangan pengikutnya.

SemboyanIng madya mangun karso berarti di tengah menciptakan

peluang untuk berprakarsa. Dalam konteks kepemimpinan visioner,

semboyan ini dioperasionalkan dalam wujud konsep bahwap emimpin

tidak selamanya harus memiliki suatu jabatan kepemimpinan. Perspektif

semboyan ini adalah ketika sesorang tidak memiliki jabatan atau validitas

sebagai pemimpin, ia memiliki keleluasaan untuk memimpin.Gus Malik

sama sekalit idak memiliki konsep ini. Bagi Gus Malik, menjadi

pemimpin adalah penting, karena dengan menjadi pemimpin dia

memiliki akses untuk mengatur orang-orang di sekitarnya tetapi

setelah penulis terjun ke lapangan melihat bahwa Gus malik tidak

299

Wawancara, Gus Fatkhurrohman, Mojokerto, 13Agustus 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

240

melakukan aktifitas sebagai seorang manajer atau ketua pondok pesantren

yaitu planning,organizing, actuating dan controlingsemuanya diserahkan

kepada para guru atau ustad.

Slogan yang terakhir adalah tut wuri handayani. Yang dibelakang

memberikan dorongan. Ini adalah esensi penting dari seorang pemimpin

visioner. Gus Malik tidak pernah bisa memegang prinsip ini dengan baik.

Ketika dia menjabat posisi pemimpin saja, banyak orang menentang dan

menyepelekan dia, apalagi ketika dia tidak menjabat

Gus Malik sebagai pemimpin terpilih ternyata bukan tipe pemimpin

yang kharismatik dan memiliki pandangan kedepan yang tajam. Dia

memiliki karakteristik pemimpin yang lemah. Ini terbukti dari banyaknya

elitpesantren lain yang kurang menaruh hormat kepadanya.

Penentangan-penentangan terhadap kebijakan yang dikeluarkan banyak

disuarakan, dan Gus Malik seakan tidak berdaya untuk mengatasi hal ini.

Karena Gus Maliktidak memiliki konsep kepemimpinan visioner

Dalam kasus semacam inilah kedewasaan dan kematangan individu

diperlukan. Namun, karena tidak mempunyai wibawa, Gus Malik

tidak pernah bisa memegang prinsip ini dengan baik. Ketika dia

menjabat posisi pemimpin saja, banyak orang menentang dan

menyepelekan dia, apalagi ketika dia tidak menjabat.300

300

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

241

4. Tidak Adanya Sumber Ekonomi yang Mapan bagi Pesantren.

Barangkali faktor ekonomi inilah yang paling mendorong terjadinya

konflik. Bagaimana tidak, pondok harus terus membangun asrama dan

kelas,menyediakan fasilitas kesehatan, menggaji para guru dan

karyawan, serta banyak kebutuhan pondok lainnya.

Hal yang paling penting di miliki oleh seorang kiai adalah sebaiknya

mempunyai penghasilan tetap. Entah itu dengan cara bekerja, berbisnis,

bertani, dosen, guru dan berternak . Sebab, salah satu faktor terjadinya

keretakan internal di pesantren tidak jarang disebabkan oleh ‚rebutan

tumpeng.‛

‚Nak... Kamu kalau jadi guru, dosen atau jadi kiai, kamu harus tetap

usaha. Harus punya usaha sampingan, biar hati kamu nggak selalu

mengharap pemberian ataupun bayaran orang lain, karena usaha yang dari

hasil keringatmu sendiri itu barokah.‛301

Masalahnya, kalau posisi guru atu kiai sebagai pendidik yang

bergantung pada bayaran ‚orang lain‛ ini dihadapkan pada petuah sang

kiai di atas, maka akan muncul beberapa arti, atau bahkan persoalan.

Pertama, bisa diartikan bahwa profesi pendidik janganlah dijadikan

sebagai mata-pencaharian belaka. Guru atau kiai jangan dijadikan

kantung-kantung penumpuk uang. Kedua, pekerjaan pendidik seperti guru

dan lain-lain. itu bukanlah profesi yang menghasilkan uang dari hasil

keringat sendiri. Di pondok pesantren Al Ichsan tidak ada sama sekali

301

Wawancara, KH Maimun Zubair, Sarang, 14 Agustus 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

242

aktifitas dari elit pesantren terutama pemberdayaan santri dan lembaga

pesantren, terutama Gus Malik sebagai pemimpin yayasan tidak

mempunyai pekerjaan tetap sehingga tidak punya penghasilan,

pekerjaannya hanya merokok, nonton tv, main catur dan jalan- jalan,

tidak mau menggarap sawah atau membuat usaha koperasi atau

pemberdayaan santri, oleh karena hatinya selalu mengharap pemberian

orang lain saja tanpa adanya usaha yang maksimal, dan inilah faktor

utama yang menyebabkan konflik karena tidak mempunyai penghasilan

yang baik.302

Tabel 7 Realitas yang terdapat dan terjadi di lembaga pendidikan Islam

Al Ichsan

No Tentang

1 Tidak adanya faktor ketokohan dan hegomoni para elit pesantren

2 Faktor fatalisme atau pasrah dengan keadaan

3 Tidak adanya pemimpin yang visioner atau kharismatik

4 Tidak adanya sumber ekonomi yang mapan bagi pesantren

B. Manajemen Pengelolaan Lembaga Pesantren Al Ichsan Brangkal Sooko

Mojokerto

Berbagai ide dibawah ini mungkin bisa dijadikan alternatif untuk

menemukan jalan tengah yang dianggap ideal bagi pondok pesantren dan

wali santri khususnya di pesantren Al Ichsan. Seandainyapun sudah

diterapkan, barangkali masih perlu untuk dimaksimalkan.

302

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

243

1. Memberdayakan unit usaha pondok

Jumlah santri yang puluhan,ratusan, atau bahkan ribuan, sejatinya

merupakan potensi finansial yang sangat besar jika pemberdayaannya

tepat. Masing-masing santri pasti memiliki kebutuhan keseharian,

makanan, minuman, pakaian,dan lainnya. Konsepnya sederhana saja;

bagaimana agar uang santri tetap berputar didalam pondok.

Gus Malik sebagai pimpinan Pondok Pesantren dan juga elit

pesantren yang lain seharusnya bisa mengoptimalkan unit-unit usaha

pondok dengan cara mulai dari penggilingan padi, percetakan buku, toko

besi, toko buku, sentral fotokopi, apotik, wartel, toko kelontong, pabrik

es, pabrik roti, pabrik air minum, budidaya dan penyembelihan ayam

potong, pasar sayur, jasa angkutan, kerajinan sandal, hingga warung

bakso, hingga koperasi pondok. Tapi kenyataannya para elit pesantren

sibuk dengan konflik dan bertengkar untuk memperebutkan sesuatu yang

mestinya tidak diperebutkan, dan para elit pesantren karena sibuk dengan

kepentingan mereka masing-masing. sehingga keadaan perekonomian

pondok terutama keuangan mengalami penurunan yang signifikan

sehingga berimplikasi pada keberlangsungan aktifitas pondok

pesantren.303

2. Memberi ilmu atau modal bukan hasil

Suatu hal yang patut disyukuri adalah semakin tumbuhnya

kesadaran orang-orang yang dikaruniai Allah SWT kelebihan harta untuk

303

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

244

menyisihkan sebagian hartanya guna membesarkan pesantren. Bahkan

tidak sedikit di antara mereka yang seakan tidak pernah menghitung

sumbangan yang digelontorkan ke pondok pesantren Al Ichsan.

Barangkali perlu untuk mulai dipikirkan oleh elit pesantren Al

Ichsan bagaimana pemberian sumbangan dari para donatur,untuk

pemberdayaan pesantren, bukan untuk dihabiskan untuk kepentingan

pribadi atau keluarga sebagaimana observasi yang penulis lakukan

terhadap para elit pesantren Al Ichsan. Tujuannya: menumbuhkan

kemandirian pondok dan mengurangi ketergantungan kepada bantuan

para donatur.304

3. Pengelola Sumber Ekonomi

Pengurus yang mengatur sumber-sumber ekonomi pondok tentu

sebaiknya bukan para ustad. Selain bukan bidang keahlian mereka,

waktu para ustad juga sudah habis untuk pendidikan dan pengajaran

santri.Namun, dalam hal ini perlu diberdayakan SDM yang ahli di

bidangnya. Meskipun demikian tetap perlu kehati-hatian, kearifan dan

kepiawaian berinteraksi dalam proyek pekerjaan bersama seperti itu.

Sebab, sering terjadi kerenggangan yang berujung kepada karamnya kapal

kerjasama akibat dari kekuranghati-hatian dalam bertutur atau bersikap,

dan juga karena kurang ‘memanusiakan’ manusia.

Di Pondok Pesantren Al Ichsan karena tidak ada santrinya maka

tidak ada pengurus yang mengatur sumber ekonomi sehingga tidak perlu

304

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

245

SDM yang ahli, yang mengatur sumber ekonomi dan sumbangan donatur

adalah para elit pesantren terutama keluarga Gus Malik, dan hal ini

menyebabkan terjadinya fitnah diantara para elit pesantren sehingga

terjadi konflik dan berimplikasi terhadap disfungsinalnya pesantren dan

perpecaahan keluarga inti.305

4. Program Wakaf dan Memberdayakannya

Wakaf merupakan salah satu aset umat Islam yang luar biasa yang

mampu memecahkan banyak masalah, jika diberdayakan dengan baik dan

profesional. Sebagian kalangan mengira bahwa wakaf itu hanya berupa

masjid dan yang serupa. Padahal sebenarnya pengertian wakaf lebih luas

dari itu. Bisa berupa wakaf kebun,sawah atau bahkan sumur sekalipun.

Sebab definisi wakaf itu sendiria dalah menjaga asetdan mengalirkan

penghasilannya.

Pondok Pesantren Al Ichsan eksis pada waktu zamannya kiai

Chusein itu di sebabkan adanya kewibaan dan kharisma beliau yang

berupa infak dan sodaqoh serta usaha yang dilakukan oleh beliau serta

mahar barang barang magik yang dinginkan oleh pejabat, masyarakat atau

seseorang yang memesannya, bukan karena wakaf, artinya program wakaf

dan pemberdayaannya tidak ada sama sekali apalagi di zaman Gus Malik

ini306

5. Memberdayakan Energi Santri

305

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014 306

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

246

Kumpulan orang banyak memang memiliki energi besar, jika

diberdayakan dengan baik dan sistematis. Dengan memanfaatkan tenaga

santri, sebenarnya banyak pengeluaran pondok yang bisa diirit. Tukang

sapu, tukang kebun, satpam, penjaga dapur, penunggu kantin,

sebenarnya bisa ditangani oleh santri. Sehingga pondok memiliki

puluhan ‘karyawan sukarela’.

Pada zaman kiai Chusen Ichsan para santri diajarkan tentang

enterpreneur atau keahlian hidup berupa ilmu pertukangan, sehingga

seluruh bangunan Pondok Pesantren yang mengerjakan seluruh santri

sehingga pondok efisien dalam hal gaji karyawan bangunan, belajar ilmu

meubeler serta ukirnya yang diajari oleh ustad atau profesional dari jepara

sehingga para santri mempunyai ilmu tentang meubeler juga para santri

diajarkan tentang pertanian, oleh karena itu ada sebagian santri ynag

sehabis mengaji langsung pergi ke ladang atau sawah untuk bercocok

tanam yang hasilnya digunakan untuk keseharian hidup santri. Dan hal ini

berlanjut sampai kepemimpinan Gus Samsul, tetapi pada waktu dipimpin

oleh Gus Malik hal ini tidak berjaln sebagaimana biasanya, karena Gus

Malik tidak mempunyai skill dan manajemen yang baik dalam

organisasi.307

Menarik untuk dicermati, kumpulan orang banyak memang

memiliki energi besar, jika diberdayakan dengan baik dan sistematis.

Dengan memanfaatkan tenaga santri, sebenarnya banyak pengeluaran

307

Wawancara, Ibnu Falah, mojokerto, 14 Agustus 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

247

pondok yang bisa diirit. Tukang sapu, tukang kebun, satpam, penjaga

dapur, penunggu kantin, sebenarnya bisa ditangani oleh santri.

Sehingga pondok memiliki puluhan ‘karyawan sukarela’.308

Kalimat ‚diberdayakan dengan baik‛ perlu dicetak tebal di sini.

Kita bukan akan membebani santri 24 jam mengurusi tetek-bengek

tersebut di atas. Jelas itu akan merubah tujuan utama kedatangan mereka

ke pesantren. Namun dengan pembagian jadwal yang baik dan pemerataan

tugas, paling- paling, satu santri hanya akan kebagian menyapu satu

jam dalam satu minggu, namun jangan lupa, harus ada monitoring

dari pengurus. Supaya jadwal tersebut tidak berubah menjadi hiasan

dinding belaka, alias tidak jalan.

Memberdayakan santri untuk menjalankan ‘pekerjaan rumah

tangga’bukanlah suatu hal yang hina. Justru itu akan mendidik mereka

menurunkan gengsi dan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi tuntutan

keadaan. Seorang santri yang terjun ke dunia nyata dakwah tertuntut

untuk bisa melakukan transformasi diri. Ia harus bisa beradaptasi

terhadap tuntutan tugas dakwahnya.

Di kehidupan nyata, kerap da’i harus dihadapkan dengan kondisi

yang menuntut dia menjadi ustad, plus tukang sapu, menggarap sawah,

dan pekerjaan- pekerjaan lain, yang barangkali tidak terbayangkan sama

sekali saat dulu duduk di bangku pesantren. Dan itu merupakan salah

satu tantangan dakwah yang harus dihadapi bukan dihindari.

308

Wawancara, Ibnu Falah, mojokerto, 14 Agustus 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

248

Toh, dahulu nabi Muhammad juga berbaur dengan para

sahabatnya dalam pekerjaan keseharian mereka dan tidak bersikap

eksklusif.

Pemberdayaan seperti ini mengandung pendidikan mental dan

karakter yang sangat dibutuhkan saat terjun ke masyarakat, dan

ditengarai menjadi titik kelemahan banyak lembaga pendidikan salaf

yang cenderung unggul dalam bidang keilmuan

6. Subsidi Silang

Saling tolong-menolong dalam kebaikan merupakani badah yang

amat mulia dalam Islam. Allah ta’ala berfirman,

ـى كىال اذلىدمى كىال أىيػهىا الذينى يا لوا شىعىائرى اللو كىال الشهرى احلىرىا آمىنيوا ال تيم كىرضوىاننا كىإذىا ـى يػىبتػىغيوفى فىضال من رىهبن القىالئدى كىال آمننيى البػىيتى احلىرىا

لىلتيم فىاصطىاديكا كىال يىرمىنكيم شىنىآفي قػىوـو أىف صىدككيم عىن المىسجد حىاحلىرىاـ أىف تػىعتىديكا كىتػىعىاكىنيوا عىلىى الربن كىالتػقوىل كىال تػىعىاكىنيوا عىلىى اإلث

كىالعيدكىاف كىاتػقيوا اللوى إف اللوى شىديدي العقىاب ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-

syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,

jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-

binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang

mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridaan

dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,

maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu)

kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari

Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan

tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

249

Allah amat berat siksa-Nya.‛309

Diantara potret indah saling membantu adalah subsidi silang dalam

dunia pesantren. Kelebihan yang dimiliki wali santri kaya dialirkan

untuk membantu santri yang kekurangan. Entah itu dalam kemasan

beasiswa bagi santri yang berprestasi atau dalam bentuk lainnya.

Merupakan suatu hal yang menggembirakan bahwa tidak sedikit pondok-

pondok yang telah menerapkan konsep ini. Hanya saja barangkali

kuantitasnya masih perlu untuk ditingkatkan.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menjalankan subsidi silang

adalah urgensi transparasi dalam penyaluran dana tersebut. Seyogyanya

seluruh wali santri, apalagi yang bersangkutan, bisa mengetahui aliran

pendanaan tersebut. Semua harus jelas, rapi, terang dan tidak ada yang

ditutup-tutupi. Pada waktu zamannya kiai Chusein banyak para wali

santri dan para tamu dan pejabat yang mempunyai dana yang berlebihan,

mereka dengan suka rela untuk mensubsidi santri-santri yang miskin

untuk biaya pendidikan dan makan dan hal ini berjalan dengan baik dan

lancar, tetapi ketika zamannya Gus Samsul sudah terdapat persoalan dan

berjalan dengan lambat dan ketika periode kepemimpinan Gus Malik

keadaan ini tambah parah dengan banyak para pensubsidi yang menarik

diri untuk tibak menyumbang lagi dikarenakan banyak dari pensubsidi ini

yang menganggap Gus Malik tidak amanah dan sumbangan itu hanya

untuk kepentingan pribadi dan keluarganya saja, karena Gus Malik tidak

309

Alqur an, 5: 2.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

250

mempunyai aktifitas yang menghasilkan dan merupakan pengangguran.310

7. Menggeliatkan Gerakan OrangTua Asuh

Banyak anak cerdas yang sebenarnya ingin sekali masuk ke

pesantren, namun karena keterbatasan ekonomi orang tuanya, mereka

terhalang untuk meraih impian indah tersebut. Dalam kondisi seperti

inilah empati orang-orang yang dikaruniai kelebihan harta seharusnya

ditumbuhsuburkan.Pembangunan fisik perlu diiringi dengan pencetakan

Sumber Daya Manusia yang mumpuni.

Pada waktu hidupnya kiai Chusein banyak orang yang ingin beramal

untuk anak-anak yatim di pondok dan jumlahnya banyak, mereka ingin

agar anak–anak ini mempunyai masa depan yang membanggakan dan hal

ini direspon oleh kiai Chusein dengan menjalankan amanat ini dengan

baik, yaitu seluruh santri pondok pesantren Al Ichsan mendapat

pendidikan dan makan tiga kali sehari gratis tanpa dipungut biaya

sepeserpun, tetapi keadaan ini berubah terbalik seratus persen pada waktu

kepemimpinan Gus Malik sekarang, jarang sekali wali santri atau donatur

yang beramal,karena pengasuhnya kurang amanah dan kurang transparan

sehingga santri habis dan kegiatan pendidikan mandeg alias mati suri.311

8. Menyuburkan Ruh Pengorbanan dalam Jiwa Tenaga Pengajar.

Keberhasilan suatu pondok tidak bisa dilepaskan dari taufik Allah

ta’a>la>. Taufik ini akan diturunkan Allh SWT, antara lain, manakala

310

Wawancara, Hasanudin, mojokerto, 14 Agustus 2014 311

Wawancara, Hasanudin, mojokerto, 14 Agustus 2014

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

251

pengasuh pondok dan para tenaga pembantunya ikhlas dalam

menjalankan amanah yang diemban.

Konsep keikhlasan dalam Islam bukan berarti ustad diterlantarkan,

mengajar tanpa ada gaji yang memadai. Bagaimanapun juga mereka juga

memiliki kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarganya.Tidak

selayaknya para ustad terjangkiti budaya hedonisme. Gemar gonta-ganti

kendaraan, laptop atau hp, tanpa ada kebutuhan yang mendesak. Namun

semata mengikuti trend yang berkembang di masyarakat. Selain hal itu

akan menggelembungkan pengeluaran mereka, juga akan menimbulkan

imej negatif di masyarakat sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi

tingkat keberhasilan dalam berdakwah.

Kata keikhlasan harus selalu dihembuskan ke telinga

seluruhanggota pesantren, mulai dari ‘top manager’ hingga ‘akar

rumput’, dan disuntikkan ke hati mereka. Namun hendaknya kata mulia

ini tidak digunakan sebagai tameng oleh ‘top manager’ untuk

menutupi kekurangannya. Manakala mereka tidak mampu memenuhi

kesejahteraan para ustad, dikarenakan belum berusaha maksimal.

Di pondok pesantren Al Ichsan, para ustad sudah banyak terjangkiti

masalah duniawi dan hedonisme, dengan menghilangkan sifat zuhud dan

keikhlasan mereka, makanya ketika mereka mendapat dana insentif dari

DEPAG dan akan diberikan oleh Gus Malik sesuai dengan jam mengajar

mereka, terjadi protes oleh mereka dengan mengambil sikap yang tidak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

252

baik yaitu protes dengan kebijakan pimpinan dan tidak masuk untuk

mengajar sehingga pembelajaran di pondok pesantren mandeg dan mati.

Begitu juga yang terjadi dalam tataran elit pesantren, pada dasarnya

mereka konflik hanya merebutkan sumber ekonomi, dan hal ini

merupakan sesuatu yang bersfat materialistis, yang selayaknya tidak

dilakukan oleh elit pesantren yang merupakan kelompok religius yang

mempunyai sifat zuhud da wara’312

Tabel 8, manajemen pondok pesantren yang ideal terhadap SDM dan SDA

No Tentang

1 Memberdayakan unit usaha pesantren

2 Memberikan bantuan berupa ilmuaau modal bukan hasil

3 Dapat mengelola sumber ekonomi

4 Menggiatkan program wakaf dan memberdayakannya

5 Memberdayakan Energi Santri / kelebihan-kelebihan santri

6 Mengadakan subsidi Silang

7 Menggeliatkan gerakan orang tua asuh

8 Menyuburkan ruh pengorbanan dalam jiwa tenaga pengajar

312

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 12 mei 2014