BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM...

31
46 BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mengembangkan segenap potensi ekonomi yang ada di daerah yang pada gilirannya diharapkan akan dapat memacu peningkatan aktivitas perekonomian di daerah-daerah sehingga pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional. Otonomi daerah memiliki banyak pengertian baik secara konstitusional maupun menurut pendapat para ahli. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi daerah memiliki pengertian hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah menghasilkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang menpunyai batasan- batasan wilayah yang berwenang mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Uraian dalam Bab V ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni; pertama, Peran pemerintah di masa sebelum otonomi daerah. Kedua, peran pemerintah dalam pengendalian penduduk di era otonomi daerah. 5.1. Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk Sebelum Masa Otonomi Daerah Pada masa orde baru muncul pemikiran pemerintah tentang pentingnya laju pertumbuhan penduduk terhadap perekonomian yang dihitung dengan jumlah pendapatan perkapita. Dari hal tersebut penurunan laju pertumbuhan penduduk

Transcript of BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM...

46

BAB V

PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM

PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH

Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mengembangkan segenap

potensi ekonomi yang ada di daerah yang pada gilirannya diharapkan akan

dapat memacu peningkatan aktivitas perekonomian di daerah-daerah sehingga

pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional. Otonomi daerah

memiliki banyak pengertian baik secara konstitusional maupun menurut

pendapat para ahli. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah, otonomi daerah memiliki pengertian hak, wewenang,

dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Otonomi daerah menghasilkan daerah otonom

selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang

menpunyai batasan- batasan wilayah yang berwenang mengatur dan mengurusi

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Uraian dalam Bab V ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni;

pertama, Peran pemerintah di masa sebelum otonomi daerah. Kedua, peran

pemerintah dalam pengendalian penduduk di era otonomi daerah.

5.1. Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk Sebelum Masa

Otonomi Daerah

Pada masa orde baru muncul pemikiran pemerintah tentang pentingnya

laju pertumbuhan penduduk terhadap perekonomian yang dihitung dengan jumlah

pendapatan perkapita. Dari hal tersebut penurunan laju pertumbuhan penduduk

47

merupakan syarat penting dari pembangunan. Sebagai pemimpin orde baru

Soeharto memberikan prioritas khusus terhadap program keluarga berencana (KB)

untuk menekan jumlah penduduk dan di ikuti dengan program transmigrasi.

Pemerintah pada masa ini sangat serius untuk menurunkan laju pertumbuhan

penduduk di mulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada

tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia.

Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood

Federation (IPPF), PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga yang

sejahtera melalui tiga macam usaha pelayanan yaitu: (1) mengatur kehamilan atau

menjarangkan kehamilan, (2) mengobati kemandulan, (3) memberi nasihat

perkawinan. Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh

Departemen Kehakiman. Kelahiran Orde Baru pada waktu itu menyebabkan

perkembangan pesat usaha penerangan dan pelayanan KB di seluruh wilayah

tanah air.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden Soeharto

mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri

Kesejahteraan Rakyat, yang isinya sebagai berikut: (1) Membimbing,

mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di

bidang Keluarga Berencana,(2) Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan

atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga

Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11

Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No.35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang

Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga

Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan

beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha

KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana

Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968.

48

Pada masa periode pelita I sampai periode ke VI tahun 1969-1998 mulai

dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan

Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo

Suryaningrat periode 1969-1984, kemudian pada tahun 1983-1998 di gantikan

dengan Prof. Dr. Haryono Suyono. Status BKKBN pada masa itu adalah Lembaga

Pemerintah Non Departemen dimana lembaga ini berkedudukan langsung

dibawah Presiden.

Kemudian periode pasca reformasi pada UU Nomor 52 Tahun 2009

tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah

disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi terhadap perubahan

kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang tersebut mengamanatkan

perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional dengan mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian

penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga

berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat

provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN. Kemudian pada tahun 2008

dengan Perda No. 05 tahun 2004 BKKBN Kab.Sumba Barat di ubah menjadi

Badan Kependudukan Dan Pencatatan Sipil dengan tujuan untuk menekan

populasi dan pengendalian penduduk di Kab. Sumba Barat.

Untuk mewujudnya misi di atas maka harus di lakukan beberapa program

unggulan yang mampu mewujudkan misi tersebut, berikut di bawah ini akan di

jelaskan program Pemerintah Kab. Sumba Barat yang dilakukan pada masa orde

baru sampai dengan masa pasca reformasi.

49

5.1.1 Program-Program yang telah dilakukan

Perubahan yang terjadi pada saat ini juga tidak terlepas dari bagaimana

hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kota. Menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan, peran dari pusat maupun provinsi dan daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya

saing daerah, dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemerataan,

keistimewaan, keadilan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil (Yermias Ndapa Doda, S.Sos) dan Sekretaris Badan

Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (Fredrika A. Supusepa, SE),

penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan di Kab. Sumba Barat dengan

penetapan strategi di bawah ini:

1. Peningkatan pelayanan

Pelayanan bidang pemerintahan, kemasyarakatan, dan pembangunan yang

suatu bersifat esensial guna mendorong atau menunjang dinamika interaksi

kehidupan khususnya masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat baik sebagai

sarana untuk memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban sebagai

masyarakat yang baik. Bentuk-bentuk pelayanan tersebut, antara lain meliputi

rekomendasi, perizinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan dan

kependudukan.

2. Pemberdayaan dan peran serta masyarakat

konsep pembangunan dalam rangka otonomi daerah ini, bahwa peran serta

masyarakat lebih menonjol yang dituntut kreativitas masyarakat baik pengusaha,

perencana, pengusaha jasa, pengembang, dalam menyusun konsep strategi

pembangunan daerah, di mana peran pemerintah hanya terbatas pada

memfasilitasi dan mediasi.

50

3. Peningkatan daya saing daerah (Budaya dan Wisata)

Peningkatan daya saing daerah ini, guna tercapainya keunggulan lokal

baik itu wisata dan kebudayaan yang sudah ada di Kab. Sumba Barat dengan

melakukan beberapa pembangunan-pembangunan di bidang pariwisata agar

mampu bersaing secara nasional.

Di samping itu, penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur,

bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah. Unsur perangkat daerah ini adalah unsur birokratis yang ada

di daerah Kab. Sumba Barat meliputi tugas-tugas para kepala dinas, kepala badan,

unit-unit kerja di lingkungan pemerintah daerah yang sehari-harinya dikendalikan

oleh Sekretariat Daerah (SETDA).

Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa; dari pemerintah

provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah

kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. pembagian

urusan pemerintahan pada masa ini, dibagi dalam tiga kategori, yakni urusan

pemerintahan yang dikelola pemerintah pusat, urusan pemerintahan yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah (provinsi); urusan pemerintahan yang

dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. urusan pemerintahan yang menjadi

urusan pemerintah, meliputi : (a). Politik luar negeri, (b). Pertahanan, (c).

Keamanan, (d). Yustisi, (e). Moneter dan fiskal nasional,(f). Agama

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah, pemerintah

menyelenggarakan sendiri, atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintah

kepada perangkt pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat

menugaskan kepada pemerintah daerah atau pemerintah desa

Di samping itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan pemerintah di luar urusan pemerintahan seperti diatas, pemerintah

dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau

melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil

pemerintah, atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/atau

51

pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan. penyelenggaraan urusan

pemerintahan dibagi dalam kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi

dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan, sebagai

suatu sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah

daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, atau antar pemerintah daerah

yang saling terkait, tergantung, dan sinergis.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah,

terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. urusan wajib, artinya penyelenggaran

pemerintahan yang berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan

secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. adapun untuk urusan

pemerintahan yang bersifat pilihan,baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kapubaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara

nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi

merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota, meliputi

: Perencanaan dan pengendalian pembangunan, Penyelenggaraan ketertiban

umum dan ketenteraman masyarakat, Penyediaan sarana dan prasarana umum,

Penanganan bidang kesehatan, Penyelenggaraan pendidikan, Penanggulangan

masalah sosial, Pelayanan bidang ketenagakerjaan, Fasilitas pengembangan

koperasi, usaha kecil, dan menengah, Pengendalian lingkungan hidup, Pelayanan

kependudukan dan catatan sipil, Pelayanan administrasi umum pemerintahan,

Pelayanan administrasi penanaman modal, Penyelenggaraan pelayanan dasar.

Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan. Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang

keuangan, meliputi pemberian sumber-sumber keuangan, pengalokasian dana

perimbangan, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah. adapun hubungan antar

pemerintahan daerah dalam bidang keuangan, meliputi bagi hasil pajak dan non

pajak antara pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota;

52

pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama, serta

pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah yang tergabung dalam Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan pinjaman dan/atau hibah antar pemerintah

daerah.

Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang

pelayanan umum, meliputi kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,

pemeliharan, pengendalian dampak, budi daya, pelestariaan, bagi hasil atas

pemanfaatan sumber daya alam dans umber daya lainnya, serta penyerasian

lingkungan, tata ruang dan rehabilitasi lahan. hubungan dalam bidang

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya antar pemerintahan daerah,

meliputi pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya

yang menjadi kewenangan daerah; kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan

sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta pengelolaan perizinan bersama

dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

Kontrol pusat atas daerah dilakukan dengan mekanisme pengawasan yang

kelihatannya menunjukkan formulasi cukup ketat dengan mekanisme pengawasan

preventif, represif, dan pengawasan umum. Pembinaan atas penyelenggaraan

pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah, meliputi:

a. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan

b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan

c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan

pemerintahan serta memberikan pendidikan dan pelatihan.

d. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan

urusan pemerintahan.

Kordinasi yang dimaksud di atas dilaksanakan secara berkala pada tingkat

nasional, regional, atau provinsi. Pemberian pedoman dan standar tersebut

53

mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas,

pengendalian, pengawasan, pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi yang

dimaksud dilaksanakan secara berkala, baik secara menyeluruh daerah maupun

kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan

dimaksud dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala

daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala

desa.

Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi

dimaksud dilaksanakan secara berkala dengan memerhatikan susunan

pemerintahan dan dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi atau

lembaga penelitian. pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah

dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan

pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan

kepala daerah yang di dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah.hasil

pembinaan dan pengawasan tersebut digunakan sebagai bahan pembinaan

selanjutnya oleh pemerintahdan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) provinsi dan dilanjutkan di tingkat pusat serta

memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah (Bupati) atau wakil kepala

daerah (SEKDA), PNS daerah, kepala Dinas, Kepala Desa dan anggota badan

permusyawaratan desa dan masyarakat.

Dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah,

pemerintah dapat memeberikan sanksi yang diberikan kepasa pemerintah daerah.

pemerintah dapat memberikan sanksi yang diberikan kepada pemerintah daerah,

kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa.

Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang

dilakukan oleh pemerintah dan gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk

mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. pengawasan

atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan

54

untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah

tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. untuk

tingkat kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur, sedangkan untuk tingkat

pemerintahan desa dikoordinasikan oleh bupati/walikota, dan dapat dilimpahkan

kepada camat untuk pembinaan dan pengawasan.

5.1.2. Model/sistem pengambilan kebijakan

Sistem pengambilan kebijakan di Kab. Sumba Barat pada masa ini dimana

semua daerah di beri kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,

pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai

kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur-prosedur

yang ditetapkan pemerintahan pada saat itu. Berikut dibawah ini adalah

penjelasan kebijakan yang telah di lakukan berdasarkan wawancara Sekretaris

Badan Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana Fredrika A. Supusepa,

SE , sebagai berikut :

A. Kebijakan Penyuluhan KB

Kebijakan mengenai pengendalian kependudukan sudah dimulai antara

tahun 1920 dan 1930, pada masa itu mulai terjadi pembatasan jumlah kelahiran,

perdebatan tersebut terjadi di benua Eropa dan Amerika. Pada masa awal program

KB yang telah di lakukan di Sumba Barat masih belum bisa dijalankan dengan

baik sebab terdapat penolakan dari sebagian masyarakat di beberapa kecamatan,

Karena pada dasarnya masyarakat Sumba adalah masyarakat yang masih sangat

kuat pemahamannya bahwa banyak anak banyak rejeki.

55

Selain itu, perkawinan di usia dini juga menjadi kendala Pemerintah

Kabupaten pada saat itu. Pada tahun 1975-1980 pelaksanaan program KB lebih

diarahkan pada upaya pembinaan menuju tahapan perlembagaan dan strategi ini

hamper semua diterima oleh masyarakat di sumba barat dan di praktekan oleh

setiap keluarga dan pada tahap ini juga mulai dilakukan model aspirasi

masyarakat melalui penyiapan kelembagaan serta peran dar masyarakat dalam

program KB nasional di tingkat Desa sampai dengan tingkat RT/RW dalam bentu

Pos KB Desa, Sub Pos KB Desa dan kelompok Aspektor, dan pada masa ini juga

dikelan mekanisme operasional yaitu Pola kerja petugas Lapangan KB (PLKB).

Konteks kebijakan Keluarga Berencana secara keseluruhan berbeda secara

signifikan pada masa orde baru dengan masa setelah orde baru. Program KB pada

masa ini (orde baru) mengalami masa kejayaan, dimana jika seorang pejabat ingin

sukses dalam berkarir, ingin cepat naik jabatan dan ingin diakui sebagai kader

pembangunan, maka pijakannya mensukseskan program KB di daerahnya. Pada

masa orde baru, program Keluarga Berencana (KB) dijadikan sebagai alat ukur

kesukssesan kepala daerah dalam membangun daerahnya, dengan menekan

tingkat rasio kependudukan.

Di Kab. Sumba Barat penyuluhan KB pada masa ini sangat berhasil,

karena pada dasarnya presiden Soeharto di sebut presiden KB Indonesia dan

menjadi program pemerintah. Hampir semua program berhasil termasuk KB ini

memiliki semboyan yaitu “ Dua Anak Lebih Baik” dan penanggung jawab umum

dalam pelaksanaan KB di daerah adalah Kepala Daerah yang bersangkutan, hal ini

karena selaku pemegang dan pelaksana Undang- undang No. 5 tahun 1974.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pelaksanaan KB Nasional khususnya

pada masa orde bari dilakukan koordinasi fungsional yang dilaksanakan secara

vertical dan horizontal antara satu instansi dan instansi yang lain, juga antara

pemerintah dan organisasi swasta dan masyarakat.

Adanya dukungan Politik Penyuluhan, dukungan Pemerintah maupun

mendekatkan Tokoh formal mapun informal hal ini dilakukan, karena sebuah

56

instansi tidak akan mungkin meyelenggarakan tugasnya tanpa bantuan dan

dukungan instansi lain dan juga dukungan dari masyarakat pada umumnya, maka

dalam pelaksanaan Program KB di Kab. Sumba Barat sebagai berikut:

1. Dukungan Politik Penyuluhan Keluarga Berencana

Dukungan Politik Penyuluhan pada saat itu ditangani oleh suatu Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan mengadakan

distribusi alat kontrasepsi (Alkon) ketempet pelayanan umum serta memberikan

penyuluhan kepada masyarakat.

2. Dukungan Struktur ( Pemerintah )

Dukungan struktur selalu pimpinan Daerah ( Gubernur, Camat, Kepala

Daerah/ Lurah) sebagai pelaksana teknis politis di wilayah masing-masing.

Sedangkan PLBK dan PKB sebagai pelaksana fokus operasional di masing-

masing wilayah secara fungsional bertanggung jawab pada kepala wilayah (

Camat, Kades/ Lurah).

Rumah Sakit Umum (RSU), Puskesmas selaku pelaksana teknis pelayanan

kontrasepsi bertanggung jawab pada Dinas Kesehatan dan secara fungsional

bertanggung jawab kepada pemerintah Daerah.

3. Pendekatan Sosial dan Budaya

Pendekatan Kultur (Tokoh) pada institusi masyarakat yang berada di

tingkat Desa/Kelurahan baik tokoh Formal atau informal Ikut serta dalam

pelaksanaan kegiatan maupun dalam mendistribusikan alat kontrasepsi. Sehigga

pada masa orde baru program KB benar-benar di rasakan keberadaannya oleh

masyarakat Sumba Barat.

Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera mengutamakan bahwa

kepedulian dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil Bahagia

ssejahtera perlu terus ditingkatkan. Upaya meningkatkan kepedulian dan peran

57

serta masyarakat dapat disalurkan melalui lembaga Swadaya dan organisasi

masyarakat (LSDM). Pihak swasta dan perorangan serta institusi masyarakat lain

secara sukarela dan mandiri sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Salah satu tujuan Program Keluarga Berencana adalah untuk

mengendalikan jumlah penduduk dari kelahiran dalam rangka mewujudkan

penduduk tumbuh seimbang dan kualitas keluarga dalam hal penyenggaraan

program KB, pemerintah Kab. Sumba Barat telah menetapkan kebijakan,

diantaranya membantu para calon atau pasangan suami istri dalam mengambil

keputusan untuk menentukan usia ideal perkawinan, usia ideal untuk melahirkan,

jumlah anak ideal yang dimiliki dan jarak ideal kelahiran anak serta menjaga

kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak.

Globalisasi dan reformasi menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

kerja yang sangat mendasar yang menyangkut demokratisisasi ( pemerintahan

yang bersih, adanya keterbukaan penanggung jawaban kepada publik, otonomi

daerah, dan kepastian hokum) hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Sebagai

konsekuensi dari tuntutan tersebut Program KB Nasional harus mampu

memosisikan diri sebagai bagian yang takterpisahkan dari pembangunan dan

mampu memenuhi tuntutan masyarakat, terutama dalam menjamin kualitas

pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang lebih baik, serta mampu

mengahargai hak reproduksi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Disamping itu

program KB nasional harus dapat menempatkan masyarakat sebagai pelaku

utamanya.

Sejak KB dijadikan sebagai program nasional pada tahun 1970, peran

petugas lapangan KB telah ikut memberikan kontribusi terhadap pelembagaan

norma keluarga kecil bahagia dan sejahterah serta terwujudnya keluarga

berkualitas pada tahun 2015, oleh karena itu keberadaan Petugas di daerah dalam

melaksanakan tugasnya makin dituntut untuk mampu melaksanakan tugas

pemerintah yang lebih provisional dan tidak hanya berkaitan dengan tugas

58

penyelenggaraan dengan program KB nasional tetapi juga menyangkut program

pembangunan yang di tugaskan oleh PEMDA.

Maka dari itu petugas penyuluhan KB mempunyai tugas yang sudah di

tetapkan sebagai berikut:

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan gerakan KB nasional di tingkat

kecamatan.

b. Pembantu teknis Camat dalam pelaksanaan dan pengendalian gerakan

KB nasional. Yang dimaksud pembantu teknis camat adalah membantu

camat sebagai penanggung gerakan KB nasional di wilayah Kecamatan.

c. Penyebarluasan ide Gerakan KB Nasional di tingkat Kecamatan.

d. Penggerak masyarakat di tingkat Kecamatan dalam pelaksanaan

Gerakan KB Nasional. Yang dimaksung dengan penggerak masyarakat

adalah dengan menggerakan tokoh formal, informal institusi masyarakat

dan keluarga-keluarga untuk berperan aktif dalam Gerakan KB Nasional

e. Penggalangan kemitra kerja di tingkat Kecamatan dengan

mengidentifikasi, mengajak, membina, kerjasama dengan petugas dari

instansi lain, pengusaha dan swasta, agar mereka memberikan dukungan

dalam pelaksanaan gerakan KB Nasional di wilayah kerja.

5.2 Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk di masa Otonomi

Daerah

Pada masa sebelum otonomi daerah pelaksanaan KB secara structural

dikoordinasi oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Setelah otonomi daerah, KB secara penuh dilimpahkan kepada daerah.

pemerintahan pada masa orde baru jelas berbeda karna pada Masa Pemerintahan

Orde Baru, Pemerintah sebagai Penguasa dimana keputusan-keputusan yang di

59

ambil pemerintah tidak melibatkan masyarakat setempat sehingga

implementasinya hanya terbatas di kantor. Pelaksanaan otonomi daerah di Kab.

Sumba Barat menjadi titik fokus penting dalam memperbaiki kesejatraan rakyat,

berikut akan di jelaskan progam-program yang telah dilakukan oleh pemerintah

Kab. Sumba Barat.

Pada masa ini Pemerintah Kab. Sumba Barat merupakan aktor yang

menentukan berhasil atau tidaknya implementasi berbagai kebijakan KB yang

ada. Oleh karena itu, dituntut pemimpin yang menguasai teknis, konsepsi dan

kemampuan interpersonal agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara

baik.

5.2.1 Program-program yang telah di lakukan

Pada masa sebelum otonomi daerah Kab.Sumba Barat eselon 4A dan Sub

bagian pada bagian social pada Sekda Kabupaten Sumba Barat digabung menjadi

satu dan pada tahun 2008 eselon 4A langsung menjadi 2B yaitu Badan

Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (BPPKB) dan pada akhir tahun

2016 terpisah dan berdiri sendiri sampai dengan sekarang. Ada beberapa program

yang sering dilaksanakan oleh BPPKB yaitu antara lain program ( KKBPK ) :

1. Kependudukan

2. Keluarga Berencana (KB)

3. Pembangunan Keluarga

Pelaksanakan program-program ( KKBPK ) di atas yang di laksanakan

oleh BPPKB yaitu di lakukan oleh 4 bidang terkait :

1. Bidang Penyuluhan

2. Bidang Keluarga Berencana

3. Bidang K3 ( Ketahanan Kesejatraan Keluarga )

4. Pendataan.

60

Untuk mendukung program-program dari BPPKB dibutuhkan data tentang

penduduk Kab. Sumba Barat yaitu berupa hasil sensus yang telah dilakukan oleh

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rentang waktu 10 tahun sekali.

BPS mempunyai 3 Kegiatan yang sering di lakukan pada tahun-tahun

berikut:

1. Sensus Penduduk

Sensus penduduk di laksanakan 10 tahun sekali dalam tahun yang

berakhiran 0.

2. Sensus Pertanian

Sensus pertanian di laksanakan 10 sekali dalam tahun yang

berakhiran 3.

3. Sensus Ekonomi

Sensus ekonomi di laksanakan 10 tahun sekali dalam tahun yang

berakhiran 6.

Kegiatan Setiap Tahun yang telah dilakukan BPS antara Lain :

1. SUSENAS (Survei Ekonomi Nasional)

2. SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja Nasional)

3. SUPAS (Survei Antar Penduduk)

Selain kegiatan di atas ada kegiatan yang di sebut kegiatan komplikasi

produk administrasi yaitu mengambil data penduduk dari semua instansi lain yang

ada di Kab. Sumba Barat dan di sajikan dalam Publikasi Sumba Barat Dalam

Angka.

Dari program-program diatas perlu data penduduk dari instansi Dinas

Kependuduka dan Pencatatan Sipil. Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil

dibentuk dengan Perda No 2 Tahun 2016 terbaru tentang Rukunisasi Perangkat

daerah dengan Tugas sebagai Pelayan Administrasi Kependudukan Dan

Administrasi Pencatatan Sipil.

Administrasi Kependudukan sendiri ada 3 yaitu :

61

1. Kartu Keluarga

2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik

3. Mutasi Penduduk

Administrasi Pencatatan sipil ada 3 yaitu:

1. Akta Kelahiran

2. Akta Kematian

3. Akta Perkawinan

Ada Beberapa Program inti dari Dinas Kependudukan Dan Pencatatan

Sipil antara lain :

1. Program Penataan Administrasi Kependudukan

2. Program Peningkatan Dan Pengembangan system pelaporan

kinerja.

Kegiatan dari program-program diatas antara lain:

1. Percepatan Pelayanan Kartu Keluarga

2. Percepatan Pelayanan Kartu Kelahiran

3. Percepatan Pelayanan Kartu Elektronik

Program-program yang di lakukan oleh Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Mengalami Perubahan dalam kepemilikan kependudukan

contohnya; dalam hal kepemilikan akta kelahiran dimana dulu Anak usia 0 – 18

Tahun yang memiliki akta kelahiran sebanyak ( 20% ) dan sekarang 0 – 18 Tahun

mencapai ( 56% ). Sementara itu juga dalam pola pelayanan sudah lebih

transparan karna di setiap momen pelayanan melakukan sosialisasi baik itu

Formal maupun Non formal sehingga masyarakat merasa penting tentang

kepemilikan identitas.

Berikut akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan

program Keluarga Berencana (KB) di Kab. Sumba Barat sebagai berikut:

1. Pengetahuan Masyarakat

62

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi

pengetahuan. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang

lebih rasional dari pada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih

terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan yang bersifat positif. Ia juga lebih

dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial, secara langsung

maupun tidak langsung dalam hal ini program Keluarga Berencana. Pengetahuan

KB secara umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata

pelajaran kesehatan, pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, semakin tinggi

proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan alat kontrasepsi untuk

membatasi jumlah anaknya dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas.

Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku

sesuai keyakinan tersebut.

2. Sosial Budaya Masyarakat

Nilai budaya Masyarakat Sumba Barat seperti pandangan terhadap banyak

anak adalah banyak rejeki, preferensi jenis kelamin anak, dan pandangan agama

yang dianut secara inferensi tidak menunjukan pengaruh yang signifkan. Adat

kebiasaan atau adat dari masyarakat Sumba Barat perlu diluruskan karena tidak

banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusian, di

antaranya adalah memberikan nilai anak laki-laki lebih baik dari anak perempuan

atau sebaliknya, dan hal ini akan memungkinkan suatu keluarga mempunyai anak

banyak, sementara keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan

kemungkinan akan memengaruhi suami untuk menceraikan istrinya dan mencari

pasangan lagi terpenuhi keinginannya memiliki anak laki-laki ataupun

perempuan.

Di sinilah norma atau adat istiadat masyarakat Sumba Barat terkadang

masih mempunya pola pikir yang cenderung primitif seperti timbulnya

kepercayaan bahwasanya menggunakan KB merupakan tindakan haram atau

tindakan yang dilarang oleh agama. Rato (tokoh agama marapu) biasanya menjadi

63

sosok yang diagungkan atau menjadi panutan di desa/kampung, fakta yang ada

bahwa banyak Rato dan penganut agama Marapu yang tidak menggunakan KB,

sehingga masyarakat di desa/kampung khususnya pasangan suami istri pun

banyak yang tidak melaksanakan Program KB sehingga pertumbuhan penduduk

di desa/kampung yang berada di Kab. Sumba Barat tersebut cukup tinggi. Masih

ada anggapan bahwa cara yang murah untuk mencegah kehamilan dengan

menggunakan metode alami (kalender atau ramuan tradisional).

3. Komunikasi

Kurangnya komunikasi dari Petugas Penyuluhan Keluarga Berencana

(PLKB), serta kader KB kepada target/sasaran program atau masyarakat. Jumlah

PLKB di Kab. Sumba Barat adalah 26 orang PNS dan 25 orang adalah tenaga

kontak Daerah, dengan jumlah klinik Keluarga Berencana (KB) 11 unit dan Pos

Pelayanan Keluarga Berencana Desa (PPKBD) sebanyak 73 unit. Selama ini

penyuluhan hanya diberikan kepada masyarakat dengan frekuensi yang sangat

minim sekali, di mana petugas KB hanya melakukan sosialisasi di daerah yang

dekat saja dan dapat dikatakan jarang sekali untuk menjangkau daerah yang jauh

dari pusat kota. Selain itu minimnya petugas menjadikan sosialisasi atau

komunikasi antara petugas dengan masyarakat kurang efektif. Faktor lainya

adalah kurangnya pengetahuan kader yang berasal dari masyarakat tentang alat

kontrasepsi, mengakibatkan tidak dapat menentukan sikap dan memberikan

pengetahuan yang benar kepada masyarakat, karena kader sendiri takut apabila

terjadi sesuatu sebagai akibat negatif melakukan KB.

4. Timbulnya Rasa Pesimis

Rasa pesimis atau takut terhadap pemakaian alat kontrasepsi menjadikan

pelaksanaan KB tidak optimal. Faktor penghambat ini datang dari masyarakat

yang tergolong pasangan usia uubur yang mana sebelumnya sudah melakukan KB

dan kemudian berhenti memakai dikarenakan ketidak cocokan akan suatu alat

kontrasepsi. Hal tersebut yang menjadi penghambat pelaksanaan program KB di

Kab. Sumba Barat.

64

5. Biaya Alat Kontrasepsi

Bagi beberapa masyarakat desa/kampung di Kab. Sumba Barat

beranggapan bahwa cari makan saja susah apa lagi harus datang ke dokter untuk

mengikuti program KB. Sebagian besar masyarakat yang ada di Kab. Sumba

Barat bekerja sebagai petani dan kemajuan program Keluarga Berencana tidak

lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan

untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Masyarakat dengan penghasilan

cukup akan lebih mampu mengikuti program KB dari pada masyarakat yang tidak

mampu, karena bagi masyarakat yang kurang mampu, KB bukan merupakan

kebutuhan pokok. Biaya akan pemakaian alat kontrasepsi seperti hanya alat

kontasepsi hormonal yaitu penggunaan implan/susuk serta untuk kategori non-

hormonal seperti IUD, Vasektor/Tumbektomi memerlukan biaya yang cukup

mahal sehingga masyarakat pada umumnya enggan melakukan KB karena faktor

tersebut.

6. Banyak Anak Banyak Rezeki

Fenomena yang terjadi saat ini adalah masyarakat Sumba Barat pada

umumnya begitu meyakini bahwa mempunyai anak yang banyak akan

berpengaruh pada perekonomian mereka. dengan kata lain banyak anak, banyak

rezeki. Ketika pemerintah membawa program yang mengajak masyarakat untuk

mengikuti Keluarga Berencana, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat

dengan cukup memiliki dua anak, masyarakat bersikap bahwa urusan anak adalah

urusan pribadi mereka dan bukan menjadi urusan pemerintah. Banyak masyarakat

yang menolak penggunaan KB dengan mengabaikan penundaan kehamilan.

Budaya dan tradisi telah membentuk pola pikir masyarakat sedemikian rupa,

sehingga sistem pengetahuan mereka lebih kepada menjalankan tradisi yang sudah

ada daripada mencari tahu kebenaran dari program Keluarga Berencana serta

tanpa memikirkan apa dampak yang akan dirasakan untuk masyarakat itu sendiri

dan juga untuk pemerintah.

65

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program Keluarga

Berencana diatas dapat dilihat bahwa pada umumnya masyarakat di Kab. Sumba

Barat masih belum siap untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah di

selenggarakan oleh Badan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana

(BPPKB). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingginya angka pertumbuhan

penduduk yang terjadi di Kab. Sumba Barat. Berikut akan di jelaskan faktor-

faktor yang mempengaruhi angka pertumbuhan di Kab. Sumba Barat.

Tabel 4.9

Jumlah laju pertumbuhan (r) penduduk di rinci perkecamatan Kabupaten

Sumba Barat Tahun 2015

No.

Kecamatan

PENDUDUK

2011 2012 2013 2014 2015

r

r

r

r

r

1. Lamboya 1,26 1,36 0,00 1,79 2,61

2. Loli 2,36 3,06 1,51 1,80 1,21

3. Lamboya Barat 1,51 1,62 1,78 1,80 0,76

4. Tana Righu 1,40 2,86 0,88 1,79 1,78

5. Wanokaka 1,25 2,50 0,50 1,79 2,06

6. Waikabubak 2,72 3,21 1,22 1,79 1,55

7. Total Sumba Barat 3.02 3,02 1,00 1,79 1,66

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Sumba Barat Tahun 2015

66

Dilihat dari tabel 4.9 diatas bahwa angka pertumbuhan penduduk di Kab.

Sumba Barat tidak stabil. Dilihat bahwa pada akhir tahun 2015 total jumlah

pertumbuhan penduduk Kab. Sumba Barat 1.66 persen, pertumbuhan paling tinggi

terjadi di Kecamatan Lamboya dengan jumlah 2,61 persen kemudian diikuti

Kecamatan Wanokaka 2,06 persen, dan Pertumbuhan paling rendah ada pada

Kecamatan Lamboya Barat 0,76 persen. Apabila dilihat dari tabel 4.9 diatas data

Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa dari tahun 2011-2015 jumlah

pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kab. Sumba Barat mengalami perubahan

yang sangat tinggi dan tidak signifikan, hal ini terlihat pada tahun 2011-2012

pertumbuhan penduduk 3.02 persen dan pada tahun 2013 mengalami penurunan

yang sangat jauh, kemudian pada tahun 2014 naik menjadi 1.97 persen dan

menjadi 1,66 persen pada tahun 2015. Hal ini terjadi oleh beberapa faktor-faktor

yang akan dijelaskan di bawah ini sebagai berikut:

a. Faktor Kelahiran

Dalam hal pertumbuhan penduduk, kelahiran (fertilitas) mempunyai peran

dalam penambahan jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

angka kelahiran yang terjadi di Kab. Sumba Barat.

1. Kawin pada usia muda, karena pada umumnya masyarakat Kab. Sumba Barat

berprofesi sebagai petani maka kemungkinan kawin pada usia muda menjadi

tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik yang di publikasikan dalam Sumba

Barat Dalam Angka Tahun 2015 jumlah bayi lahir 591 jiwa.

2. Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki dan di anggap sebagai sumber

tenaga untuk membantu orang tua dan menjadi kebanggaan bagi orang tua.

3. Pada umumnya masyarakat Sumba Barat beranggapan bahwa penerus

keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila dalam proses persalinan belum

mendapatkan anak lakin-laki maka keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki

terus muncul, hal inilah yang menyebabkan Program-program KB tidak berjalan

sesuai harapan.

67

b. Migrasi

Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke

tempat yang lain yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini:

1. Terjadinya Perang/Konflik merupakan faktor umum yang mendorong orang

untuk berpindah tempat tinggal dari suatu tempat ke tempat yang lebih damai.

Perlu diketahui bahwa mayasyarakat di Sumba Barat sering terjadi peperangan

antara suku.

2. Pemekaran wilayah adalah faktor yang paling mendorong masyarakat untuk

berpindah ke tempat yang baru untuk memudahkan dalam hal pekerjaan, sumber

daya alam dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa pemekaran wilayah Kab. Sumba

Barat mekar menjadi Kab. Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang

diresmikan pada tahun 2007. Hal ini menyebabkan banyaknya perpindahan

penduduk yang begitu besar dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

melakukan perubahan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).

5.2.2 Sistem/Model Kebijakan

Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling

berhungungan (termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak) yang bibuat oleh

badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam bidang-bidang isu sejak

pertahan, energy dan kesehatan sampai ke pendidikan kesejatraan dan kejahatan.

Sistem/model pengambilan kebijakan di harapkan mampu meningkatkan

kesejatraan masyarakat, mengentaskan masalah-masalah yang di hadapi oleh

masyarakat Kab. Sumba Barat.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan

Musrenbang telah dilakukan di Kab. Sumba Barat yang dilakukan setiap tahun

sebelum memasuki tahun anggaran baru. Musrenbang Kabupaten Sumba Barat

diawali dengan musrenbang pada tingkat desa dan selanjutnya tingkat kecamatan.

Pada tahap ini setiap kecamatan akan melaksanakan musyawarah Perencanaan

Pembangunan tingkat Kecamatan, yang akan menampung aspirasi masyarakat

68

yang diusulkan dan diakomodir melalui program dan kegiatan yang dilakukan

oleh masing-masing Desa yang bersangkutan. Usulan ini disusun dan disampaikan

secara berjenjang/ bertingkat mulai dari level RT/RW, Desa/Kelurahan dan

Kecamatan. Data usulan dari semua Desa/Kelurahan yang telah terkumpul, akan

digodok dan dimusyawarahkan, hasil musyawarah kecamatan ini dituangkan

dalam satu dokumen berupa daftar usulan kegiatan Kecamatan yang akan

diusulkan pada musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat

Kab. Sumba Barat.

Pada tahap Musrenbang Kab. Sumba Barat, semua aspirasi yang masuk

melalui musrenbang Kecamatan akan ditampung bersamaan dengan usulan

kegiatan dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kab. Sumba Barat.

Forum ini merupakan pembahasan usulan–usulan yang masuk, juga merupakan

sarana dan fasilitas untuk melakukan koordinasi antara Kecamatan dengan SKPD

yang bersangkutan khususnya untuk melakukan singkronisasi terhadap usulan-

usulan kegiatan setiap kecamatan yang akan diakomodir dalam program dan

usulan kegiatan SKPD terkait.

Usulan kecamatan akan dikelompokkan dan disesuaikan dengan jenis

kegiatan SKPD yang berwenang untuk mengakomodir usulan tersebut. Pada tahap

ini SKPD akan melakukan verifikasi terhadap usulan kecamatan sebelum

dituangkan dalam daftar usulan kegiatan SKPD. Program /usulan kegiatan yang

telah lolos pada tahap verifikasi akan dituangkan dalam Rencana Kerja Satuan

Kerja Perangkat daerah (Renja-SKPD).

Rencana Kerja SKPD (Renja-SKDP) merupakan gabungan rencana kerja

antara program kerja SKPD terkait, Usulan Kecamatan dan Usulan hasil reses

DPRD. Renja yang telah masuk dari semua SKPD akan diverifikasi sebelum

dituangkan dalam rancangan Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD). Verifikasi yang dilakukan antara lain :

1. Kesesuaian usulan kegiatan SKPD dengan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM).

69

2. Kesesuaian jenis dan pengkodean kegiatan

3. Kesesuaian jenis dan pengkodeaan mata anggaran maupun plafond

pagu indikatif yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah

Usulan yang telah lolos dalam verifikasi tahap ini akan dituangkan dalam

rancangan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Rancangan-RKPD) untuk

kemudian diusulkan dan dibahas oleh Eksekutif (Pemerintah Daerah) dengan

Legislatif (DPRD). Hasil pembahasan yang telah disetujui akan disyahkan

menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dengan demikian rencana

kerja ini akan memiliki kekuatan Hukum sesuai dengan peratuan perundang-

undangan yang berlaku. RKPD ini oleh Pemerintah Daerah akan dijadikan

sebagai salah satu dasar untuk penyusunan rencana Kebijakan Umum Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA).

Sistem/model pengambilan kebijakan dalam hal ini Hal-hal yang

mengenai kebijakan teknis sebagai berikut:

1. Upaya agar seluruh masyarakat yang ada di Sumba Barat ini

memperoleh hak-hak sipil karena masih banyak masyarakat di Sumba

Barat yang belum memahami pentingnya kepemilikan dokumen

kependudukan, dalam hal ini masyarakat yang ada di Sumba ada yang

masuk kategori beragama dan tidak beragama,contohnya : agama local

Sumba (MARAPU). Dalam Kasus ini pemerintah Kab. Sumba Barat

sedang memperjuangkan Hak-hak masyarakat yang masih menganut

agama marapu supaya di akui secara Nasional maupun Internasional.

2. Selain itu Masyarakat yang bekerja sebagai Petani, nelayan masih

menganggap bahwa kepemilikan dokumen kependudukan tidak perlu. oleh

sebab itu sekarang Pemerintah Kab. Sumba Barat sedang memperjuangkan

Hak-hak kepemilikan tersebut karna kepemilikan dokumen kependudukan

harus di miliki oleh seluruh masyarakat Sumba Barat karena sangat di

perlukan dalam hal pencatatan sipil.

70

3. Sistem yang digunakan oleh Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil

dalam hal ini Instansi yang berhubungan atau yang menyelenggarakan

kegiatan terkait dengan kepemilikan hak sipil yaitu menggunakan sistem

yang sering di sebut sistem jemput bola (Mendatangi Masyarakat) yaitu

dengan cara mendatangi setiap rumah tangga agar masyarakat mengetahui

pentingnya memiliki dokumen kependudukan.

Selain itu juga ada Pola Percepatan yaitu di mana masyarakat yang

memiliki tempat tinggal yang jauh, dalam hal ada kecamatan di Kab. Sumba Barat

yang memiliki lokasi paling jauh dengan Kantor Dinas kependudukan Dan

Pencatatan Sipil dengan jarak 60 km yaitu di Kecamatan Lamboya Barat dengan

kondisi jalan dan transportasi yang kurang memadai . dengan melihat kondisi

masyarkat yang lokasinya jauh, Dinas Kependudukan dan Pancatatan sipil

mengambil kebijakan dengan cara mengumpulkan seluruh berkas-berkas dalam

hal administrasi Ke kepala desa selanjutnya Di Verifikasii kemudian di Input dan

di tandatangan selanjutnya dibagikan kembali ke masyarakat.

5.2.3 Partisipasi Masyarakat

Proses pembentukan kebijakan publik dilakukan melalui suatu proses yang

sering disebut perumusan kebijakan publik. proses ini dimulai adanya

input(masukan) berupa tuntutan dan dukungan dari masyarakat yang berkaitan

dengan kehidupan bermasyarakat. Input tersebut dikelompokkan atau

diidentifikasi satu per satu sehingga menjadi usulan. usulan atau input yang telah

terekomendasi dibahas bersama oleh pembuat kebijakan pulik seperti pemerintah,

DPR/DPRD, tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun akademisi yang ada di

Kab. Sumba Barat. Pembahasan tersebut menghasilkan keputusan bersama yang

disebut kebijakan atau output(keluaran). Output atau keluaran tersebut kemudian

diterapkan dan dievaluasi.

Hasil evaluasi itu dijadikan masukan untuk memperbaiki kebijakan

tersebut. pembentukan kebijakan publik tersebut berawal dari pembuatan agenda,

formulasi dan legitimasi, implementasi, evaluasi kinerja, dan dampak kebijakan

71

serta koreksi, dan pembuatan kebijakan baru .pembuatan agenda adalah langkah

pertama yang sangat penting dalam pembuatan suatu kebijakan.

Tahap formulasi dan legitimasi merupakan tahap teknis untuk

merumuskan masalah yang telah diagendakan, dicari pemecahannya, dan

disahkan menjadi kebijakan publik. untuk memperoleh hasil yang tepat, formulasi

kebijakan harus dilakukan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam

dan memadai. Tahap implementasi adalah tahap penerapan atau pelaksanaan

sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. pada tahap ini kebijakan publik diuji

apakah kebijakan itu dapat memecahkan permasalahan atau tidak. Tahap evaluasi

kebijakan publik dapat dibagi menjadi evaluasi proses, evaluasi dampak, dan

evaluasi analisis strategi.

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik di

Kab. Sumba Barat merupakan hasil kerja sama baik pemerintah, masyarakat, para

ahli, maupun lembaga-lembaga sosial lainnya. Peran Masyarakat sangat di

perlukan dalam Pengambilan Keputusan tersebut karena system yang digunakan

di Kab. Sumba Barat ini adalah system Top Down yaitu dimana semua masalah-

masalah yang ada di Desa kemudian di lanjutkan di Kecamatan dan Kabupaten.

Contoh khasus dalam hal ini misalnya pembentukan Kelompok agama local

Sumba (Marapu) di mana ada forum-forum yang di buka oleh pemerintah desa

maupun kabuputen dan saling bertukar pendapat terkait dengan pembentukan

Marapu sehingga masyarakat merasa memiliki.

Perlu diketahui bahwa dalam system/model pengambilan kebijakan di era

orde baru dan reformasi sangat berbeda dengan otonomi daerah , berdasarkan

hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pak

Yermias Ndapa Doda mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan jelas

berbeda karena pada masa pemerintahan orde baru/reformasi pemerintah sebagai

penguasa sehingga pengaduan atau masalah-masalah yang di alami langsung oleh

masyarakat tidak di tindak lanjuti dengan baik oleh pemerintah saat itu dan pada

masa otonomi pemerintahsebagai pelayan mayarakat sehingga implementasi tidak

72

terbatas di kantor yaitu di mana pada masa ini prosesnya sampai di titik

pemukiman masyarakat. Tuntutan dalam system/model pengambilan keputusan

pasca otonomi daerah juga bagamaimana pengambilan keputusan selalu melihat

public/masyarakat dan melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat itu

sendiri sehingga partisipasi masyarakat sangat penting dalam pengambilan

keputusan.

5.2.4 Peran pemerintah daerah ( PEMDA) Kab Sumba Barat

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah daerah adalah penyelenggara

urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peran Pemerintah Kab. Sumba Barat juga tidak terlepas dari peran

perangkat daerah dan hubungan antara dinas-dinas yang terkait yang mempunyai

tugas pokoknya masing-masing. Pada masa sebelum otonomi di sebut Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sering berjalannya otonomi daerah SKPD di

ubah menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Berdasarkan hasil wawancara

dari salah satu dinas yang tergabung dalam OPD yaitu Sekretaris Badan

Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (BPPKB) Fredrika A.

Supusepa, SE menyampaikan bahwa sebelum otonomi daerah BPPKB yang

sering dulu adalah Badan Kepandudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) yang sekarang manjadi BPPKB.

Hubungan dengan dinas-dinas lain sangat terkait karna saling

membutuhkan kerja sama antar sektor karna Dinas Pengendalian Penduduk Dan

Keluarga Berencana ( DPPKB) tidak saja berbicara tentang jarak kelahiran tetapi

juga tentang penjarangan kelahiran melalui alat kontrasepsi dan bagaimana suatu

rumah tangga itu bisa menghasilkan keluarga yang sejahterah. Pembangunan

keluarga juga bisa di lihat dari Ekonomi dan pendidikan anak karna sekarang

73

ukuran keluarga sejaterah dilihat dari kualitas/kecerdasan seorang anak bukan lagi

dari kuantitas.

Contoh lain bentuk kerja sama dengan Perusahaan Umum (PU) dalam hal

pengadaan MCK, bagaimana PU sebagai penyedia MCK dan DPPKB

menjalankan tugasnya yaitu untuk menghimbau dan mengajak masyarakat dalam

hal ini mayarakat yang masih belum terlalu merasa bahwa kesehatan itu sangat

penting. oleh sebab itu peranan dari Organisasi Perangkat Daerah ( OPD ) sangat

di butuhkan karena saling keterkaitan dan mempunyai fungsi yang saling

membutuhkan. Program-proram OPD yang telah dirancang bersama juga tidak

terlepas dari peran media yang digunakan.

Media yang digunakan oleh OPD dalam mensosialisasikan Program-

program yang telah dirangcang bersama dan yang telah disepakati sebagai berikut

;

1. Mensosialisasikan secara langsung ( mendatangi masyarakat)

2.Membagikan brosur kepada masyarakat.

3. Pemutaran film ( sesuai dengan kepentingan program)

4. Pelayanan-pelayanan yang lain terkait dengan rancangan program

yang sudah disepakati bersama.

5.3 Refleksi Penelitian

Peran Pemerintah Kab. Sumba Barat untuk pengendalian penduduk telah

dilakukan melalui pecancangan kampong KB yang telah dilakukan di dua

Kacamatan yaitu di Kecamatan Loli kampung Tanarara dan Kecamatan

Wanokaka kampong Baliloku. Kedua kampong ini merupakan pendocobaan dari

kampung KB dimana tujuan dibentuknya kampung KB ini adalah untuk

meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara

melalui program KKBPK serta pembangunan sektor terkait lainnya dalam rangka

74

mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Sedangkan secara khusus, kampung KB

ini dibentuk selain untuk meningkatkan peran serta pemerintah, lembaga non

pemerintah dan swasta dalam memfasilitasi, mendampingi dan membina

masyarakat untuk menyelenggarakan program KKBPK dan pembangunan sektor

terkait, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pembangunan

berwawasan kependudukan.

Pada dasarnya ada tiga hal pokok yang dapat dijadikan bahan

pertimbangan sebagai syarat dibentuknya kampung KB dalam suatu wilayah,

yaitu: Pertama, tersedianya data kependudukan yang akurat, kedua, dukungan dan

komitmen Pemerintah Daerah dan yang ketiga, partisipasi aktif masyarakat.

kampung baliloku dan kampung Tanarara di pilih karena sudah memenuhi kriteria

bahwa layak untuk dijadikan kampung KB.

Kriteria umum dalam terbentuknya kampung KB adalah sebagai berikut;

kriteria wilayah: kumuh, pesisir, Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan miskin

(termasuk Miskin Perkotaan), Terpencil, Perbatasan, Kawasan, kawasan wisata,

padat penduduk. Berdasarkan hasil rapat perdana pencanangan kampung KB yang

diselenggarakan oleh BPKKB pada tanggal 10 agustus 2017 pada saat itu penulis

mengahadiri langsung jalannya rapat tersebut, di mana pada rapat terdapat

beberapa undangan yang hadir yaitu Camat Loli Dinas Kesehatan, Dinas

Pertanian, LSM.

Berikut beberapa hasil rapat perdana dari pencanangan kampung KB di

Kecamatan Loli kampung Tanarara dan di Kecamatan Wanokaka kampung

Baliloku dan beberapa ususalan program yang sudah direncanakan oleh OPD

yang hadir pada saat itu.

1. Usulan Camat Loli

Program yang di susun oleh hadir pada saat itu Camat Kecamatan Loli

Samuel Lango Manupele S.sos menyampaikan dalam hal pembangunan dan

pendidikan untuk kedua kampung tersebut dimana pada diskusi yang telah

dilakukan oleh Camat dengan tokoh-tokoh adat yang ada di kampung Tanarara

75

Kecamatan Loli dimana masyarakat menghibahkan tanah kepemerintah untuk di

jadikan tempat untuk pendidikan dalam hal ini yang sudah disepakati akan di

bangun sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

2. Dinas Kesehatan

Program yang ingin di jalankan oleh dinas kesehatan yaitu pemnfaatan

kotoran ternak (biogas) bagaimana kotoran hewan ternak misalnya kerbau,sapi

untuk diolah menjadi pupuk yang berkualitas dan dapat digunakan untuk pupuk

tanaman yang berkualitas.

Program tersebut disusun melihat dari kebiasaan masyarakat sumba yang

pada umunnya memelihara hewan ternak. Selain itu juga ada program Hijauan

Makanan Ternak (HMT) hijauan atau rumpu-rumputan yang memiliki angka

kecukupan gizi yang tepat untuk ternak non ruminansia, tidak semua rumput dapat

dikategorikan hijauan makanan ternak. untuk itu peternak perlu menanam sendiri

rumput-rumput unggul yang dikategorikan sebagai HMT tersebut.

3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Terkait dengan pengadaan pembangunan sekolah PAUD pihak LSM

berencana membuat untuk meningkatkan mutu belajar dari kampung KB yaitu

membuat perpustakaan keliling dan kampong gemar membaca, hal ini di

karenakan tingkat membaca masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat khususnya

keduakampong masih sangat kurang. Sejauh ini pihak dari LSM telah menjalin

kerja sama dengan salah satu warga Australia dalam hal pengadaan buku, tinggal

mempersiapkan pengolah dan bagamaimana cara meyakinkan masyarakat bahwa

membaca sangat penting.

Kelemahan dari pencangan kampung KB di kedua Kecamatan adalah

dalam hal rancangan program, seluruh OPD yang hadir pada saart itu hanya

beberapa saja dari undangan yang sudah disebarkan oleh BKKBP kepada OPD

yang sebenarnya harus hadir dan terlibat dalam pencanangan program tersebut,

hal ini sangat berpengaruh terhadap pada perspektif masyarakat yang ada di kedua

76

kampung percontohan tersebut. Perlu diketahui bahwa program-program yang

telah disusun akan dimulai pada awal 2018.