BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM...
Transcript of BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM...
46
BAB V
PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM
PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH
Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mengembangkan segenap
potensi ekonomi yang ada di daerah yang pada gilirannya diharapkan akan
dapat memacu peningkatan aktivitas perekonomian di daerah-daerah sehingga
pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional. Otonomi daerah
memiliki banyak pengertian baik secara konstitusional maupun menurut
pendapat para ahli. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, otonomi daerah memiliki pengertian hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Otonomi daerah menghasilkan daerah otonom
selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang
menpunyai batasan- batasan wilayah yang berwenang mengatur dan mengurusi
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Uraian dalam Bab V ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni;
pertama, Peran pemerintah di masa sebelum otonomi daerah. Kedua, peran
pemerintah dalam pengendalian penduduk di era otonomi daerah.
5.1. Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk Sebelum Masa
Otonomi Daerah
Pada masa orde baru muncul pemikiran pemerintah tentang pentingnya
laju pertumbuhan penduduk terhadap perekonomian yang dihitung dengan jumlah
pendapatan perkapita. Dari hal tersebut penurunan laju pertumbuhan penduduk
47
merupakan syarat penting dari pembangunan. Sebagai pemimpin orde baru
Soeharto memberikan prioritas khusus terhadap program keluarga berencana (KB)
untuk menekan jumlah penduduk dan di ikuti dengan program transmigrasi.
Pemerintah pada masa ini sangat serius untuk menurunkan laju pertumbuhan
penduduk di mulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada
tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia.
Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood
Federation (IPPF), PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga yang
sejahtera melalui tiga macam usaha pelayanan yaitu: (1) mengatur kehamilan atau
menjarangkan kehamilan, (2) mengobati kemandulan, (3) memberi nasihat
perkawinan. Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh
Departemen Kehakiman. Kelahiran Orde Baru pada waktu itu menyebabkan
perkembangan pesat usaha penerangan dan pelayanan KB di seluruh wilayah
tanah air.
Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden Soeharto
mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri
Kesejahteraan Rakyat, yang isinya sebagai berikut: (1) Membimbing,
mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di
bidang Keluarga Berencana,(2) Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan
atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga
Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11
Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No.35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang
Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga
Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan
beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha
KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana
Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968.
48
Pada masa periode pelita I sampai periode ke VI tahun 1969-1998 mulai
dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan
Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo
Suryaningrat periode 1969-1984, kemudian pada tahun 1983-1998 di gantikan
dengan Prof. Dr. Haryono Suyono. Status BKKBN pada masa itu adalah Lembaga
Pemerintah Non Departemen dimana lembaga ini berkedudukan langsung
dibawah Presiden.
Kemudian periode pasca reformasi pada UU Nomor 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah
disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berimplikasi terhadap perubahan
kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang tersebut mengamanatkan
perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional dengan mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat
provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN. Kemudian pada tahun 2008
dengan Perda No. 05 tahun 2004 BKKBN Kab.Sumba Barat di ubah menjadi
Badan Kependudukan Dan Pencatatan Sipil dengan tujuan untuk menekan
populasi dan pengendalian penduduk di Kab. Sumba Barat.
Untuk mewujudnya misi di atas maka harus di lakukan beberapa program
unggulan yang mampu mewujudkan misi tersebut, berikut di bawah ini akan di
jelaskan program Pemerintah Kab. Sumba Barat yang dilakukan pada masa orde
baru sampai dengan masa pasca reformasi.
49
5.1.1 Program-Program yang telah dilakukan
Perubahan yang terjadi pada saat ini juga tidak terlepas dari bagaimana
hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kota. Menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan, peran dari pusat maupun provinsi dan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah, dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemerataan,
keistimewaan, keadilan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Yermias Ndapa Doda, S.Sos) dan Sekretaris Badan
Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (Fredrika A. Supusepa, SE),
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan di Kab. Sumba Barat dengan
penetapan strategi di bawah ini:
1. Peningkatan pelayanan
Pelayanan bidang pemerintahan, kemasyarakatan, dan pembangunan yang
suatu bersifat esensial guna mendorong atau menunjang dinamika interaksi
kehidupan khususnya masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat baik sebagai
sarana untuk memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban sebagai
masyarakat yang baik. Bentuk-bentuk pelayanan tersebut, antara lain meliputi
rekomendasi, perizinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan dan
kependudukan.
2. Pemberdayaan dan peran serta masyarakat
konsep pembangunan dalam rangka otonomi daerah ini, bahwa peran serta
masyarakat lebih menonjol yang dituntut kreativitas masyarakat baik pengusaha,
perencana, pengusaha jasa, pengembang, dalam menyusun konsep strategi
pembangunan daerah, di mana peran pemerintah hanya terbatas pada
memfasilitasi dan mediasi.
50
3. Peningkatan daya saing daerah (Budaya dan Wisata)
Peningkatan daya saing daerah ini, guna tercapainya keunggulan lokal
baik itu wisata dan kebudayaan yang sudah ada di Kab. Sumba Barat dengan
melakukan beberapa pembangunan-pembangunan di bidang pariwisata agar
mampu bersaing secara nasional.
Di samping itu, penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur,
bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. Unsur perangkat daerah ini adalah unsur birokratis yang ada
di daerah Kab. Sumba Barat meliputi tugas-tugas para kepala dinas, kepala badan,
unit-unit kerja di lingkungan pemerintah daerah yang sehari-harinya dikendalikan
oleh Sekretariat Daerah (SETDA).
Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa; dari pemerintah
provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. pembagian
urusan pemerintahan pada masa ini, dibagi dalam tiga kategori, yakni urusan
pemerintahan yang dikelola pemerintah pusat, urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah (provinsi); urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. urusan pemerintahan yang menjadi
urusan pemerintah, meliputi : (a). Politik luar negeri, (b). Pertahanan, (c).
Keamanan, (d). Yustisi, (e). Moneter dan fiskal nasional,(f). Agama
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah, pemerintah
menyelenggarakan sendiri, atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintah
kepada perangkt pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat
menugaskan kepada pemerintah daerah atau pemerintah desa
Di samping itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah di luar urusan pemerintahan seperti diatas, pemerintah
dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil
pemerintah, atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/atau
51
pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan. penyelenggaraan urusan
pemerintahan dibagi dalam kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan, sebagai
suatu sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, atau antar pemerintah daerah
yang saling terkait, tergantung, dan sinergis.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah,
terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. urusan wajib, artinya penyelenggaran
pemerintahan yang berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan
secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. adapun untuk urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan,baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kapubaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota, meliputi
: Perencanaan dan pengendalian pembangunan, Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat, Penyediaan sarana dan prasarana umum,
Penanganan bidang kesehatan, Penyelenggaraan pendidikan, Penanggulangan
masalah sosial, Pelayanan bidang ketenagakerjaan, Fasilitas pengembangan
koperasi, usaha kecil, dan menengah, Pengendalian lingkungan hidup, Pelayanan
kependudukan dan catatan sipil, Pelayanan administrasi umum pemerintahan,
Pelayanan administrasi penanaman modal, Penyelenggaraan pelayanan dasar.
Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan. Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang
keuangan, meliputi pemberian sumber-sumber keuangan, pengalokasian dana
perimbangan, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah. adapun hubungan antar
pemerintahan daerah dalam bidang keuangan, meliputi bagi hasil pajak dan non
pajak antara pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
52
pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama, serta
pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah yang tergabung dalam Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan pinjaman dan/atau hibah antar pemerintah
daerah.
Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang
pelayanan umum, meliputi kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,
pemeliharan, pengendalian dampak, budi daya, pelestariaan, bagi hasil atas
pemanfaatan sumber daya alam dans umber daya lainnya, serta penyerasian
lingkungan, tata ruang dan rehabilitasi lahan. hubungan dalam bidang
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya antar pemerintahan daerah,
meliputi pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya
yang menjadi kewenangan daerah; kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta pengelolaan perizinan bersama
dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
Kontrol pusat atas daerah dilakukan dengan mekanisme pengawasan yang
kelihatannya menunjukkan formulasi cukup ketat dengan mekanisme pengawasan
preventif, represif, dan pengawasan umum. Pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah, meliputi:
a. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan
b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan
c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan
pemerintahan serta memberikan pendidikan dan pelatihan.
d. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
urusan pemerintahan.
Kordinasi yang dimaksud di atas dilaksanakan secara berkala pada tingkat
nasional, regional, atau provinsi. Pemberian pedoman dan standar tersebut
53
mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas,
pengendalian, pengawasan, pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi yang
dimaksud dilaksanakan secara berkala, baik secara menyeluruh daerah maupun
kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan
dimaksud dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala
daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala
desa.
Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi
dimaksud dilaksanakan secara berkala dengan memerhatikan susunan
pemerintahan dan dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi atau
lembaga penelitian. pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan
pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah yang di dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah.hasil
pembinaan dan pengawasan tersebut digunakan sebagai bahan pembinaan
selanjutnya oleh pemerintahdan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) provinsi dan dilanjutkan di tingkat pusat serta
memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah (Bupati) atau wakil kepala
daerah (SEKDA), PNS daerah, kepala Dinas, Kepala Desa dan anggota badan
permusyawaratan desa dan masyarakat.
Dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah,
pemerintah dapat memeberikan sanksi yang diberikan kepasa pemerintah daerah.
pemerintah dapat memberikan sanksi yang diberikan kepada pemerintah daerah,
kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa.
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang
dilakukan oleh pemerintah dan gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk
mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan
54
untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. untuk
tingkat kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur, sedangkan untuk tingkat
pemerintahan desa dikoordinasikan oleh bupati/walikota, dan dapat dilimpahkan
kepada camat untuk pembinaan dan pengawasan.
5.1.2. Model/sistem pengambilan kebijakan
Sistem pengambilan kebijakan di Kab. Sumba Barat pada masa ini dimana
semua daerah di beri kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai
kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur-prosedur
yang ditetapkan pemerintahan pada saat itu. Berikut dibawah ini adalah
penjelasan kebijakan yang telah di lakukan berdasarkan wawancara Sekretaris
Badan Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana Fredrika A. Supusepa,
SE , sebagai berikut :
A. Kebijakan Penyuluhan KB
Kebijakan mengenai pengendalian kependudukan sudah dimulai antara
tahun 1920 dan 1930, pada masa itu mulai terjadi pembatasan jumlah kelahiran,
perdebatan tersebut terjadi di benua Eropa dan Amerika. Pada masa awal program
KB yang telah di lakukan di Sumba Barat masih belum bisa dijalankan dengan
baik sebab terdapat penolakan dari sebagian masyarakat di beberapa kecamatan,
Karena pada dasarnya masyarakat Sumba adalah masyarakat yang masih sangat
kuat pemahamannya bahwa banyak anak banyak rejeki.
55
Selain itu, perkawinan di usia dini juga menjadi kendala Pemerintah
Kabupaten pada saat itu. Pada tahun 1975-1980 pelaksanaan program KB lebih
diarahkan pada upaya pembinaan menuju tahapan perlembagaan dan strategi ini
hamper semua diterima oleh masyarakat di sumba barat dan di praktekan oleh
setiap keluarga dan pada tahap ini juga mulai dilakukan model aspirasi
masyarakat melalui penyiapan kelembagaan serta peran dar masyarakat dalam
program KB nasional di tingkat Desa sampai dengan tingkat RT/RW dalam bentu
Pos KB Desa, Sub Pos KB Desa dan kelompok Aspektor, dan pada masa ini juga
dikelan mekanisme operasional yaitu Pola kerja petugas Lapangan KB (PLKB).
Konteks kebijakan Keluarga Berencana secara keseluruhan berbeda secara
signifikan pada masa orde baru dengan masa setelah orde baru. Program KB pada
masa ini (orde baru) mengalami masa kejayaan, dimana jika seorang pejabat ingin
sukses dalam berkarir, ingin cepat naik jabatan dan ingin diakui sebagai kader
pembangunan, maka pijakannya mensukseskan program KB di daerahnya. Pada
masa orde baru, program Keluarga Berencana (KB) dijadikan sebagai alat ukur
kesukssesan kepala daerah dalam membangun daerahnya, dengan menekan
tingkat rasio kependudukan.
Di Kab. Sumba Barat penyuluhan KB pada masa ini sangat berhasil,
karena pada dasarnya presiden Soeharto di sebut presiden KB Indonesia dan
menjadi program pemerintah. Hampir semua program berhasil termasuk KB ini
memiliki semboyan yaitu “ Dua Anak Lebih Baik” dan penanggung jawab umum
dalam pelaksanaan KB di daerah adalah Kepala Daerah yang bersangkutan, hal ini
karena selaku pemegang dan pelaksana Undang- undang No. 5 tahun 1974.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pelaksanaan KB Nasional khususnya
pada masa orde bari dilakukan koordinasi fungsional yang dilaksanakan secara
vertical dan horizontal antara satu instansi dan instansi yang lain, juga antara
pemerintah dan organisasi swasta dan masyarakat.
Adanya dukungan Politik Penyuluhan, dukungan Pemerintah maupun
mendekatkan Tokoh formal mapun informal hal ini dilakukan, karena sebuah
56
instansi tidak akan mungkin meyelenggarakan tugasnya tanpa bantuan dan
dukungan instansi lain dan juga dukungan dari masyarakat pada umumnya, maka
dalam pelaksanaan Program KB di Kab. Sumba Barat sebagai berikut:
1. Dukungan Politik Penyuluhan Keluarga Berencana
Dukungan Politik Penyuluhan pada saat itu ditangani oleh suatu Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan mengadakan
distribusi alat kontrasepsi (Alkon) ketempet pelayanan umum serta memberikan
penyuluhan kepada masyarakat.
2. Dukungan Struktur ( Pemerintah )
Dukungan struktur selalu pimpinan Daerah ( Gubernur, Camat, Kepala
Daerah/ Lurah) sebagai pelaksana teknis politis di wilayah masing-masing.
Sedangkan PLBK dan PKB sebagai pelaksana fokus operasional di masing-
masing wilayah secara fungsional bertanggung jawab pada kepala wilayah (
Camat, Kades/ Lurah).
Rumah Sakit Umum (RSU), Puskesmas selaku pelaksana teknis pelayanan
kontrasepsi bertanggung jawab pada Dinas Kesehatan dan secara fungsional
bertanggung jawab kepada pemerintah Daerah.
3. Pendekatan Sosial dan Budaya
Pendekatan Kultur (Tokoh) pada institusi masyarakat yang berada di
tingkat Desa/Kelurahan baik tokoh Formal atau informal Ikut serta dalam
pelaksanaan kegiatan maupun dalam mendistribusikan alat kontrasepsi. Sehigga
pada masa orde baru program KB benar-benar di rasakan keberadaannya oleh
masyarakat Sumba Barat.
Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera mengutamakan bahwa
kepedulian dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil Bahagia
ssejahtera perlu terus ditingkatkan. Upaya meningkatkan kepedulian dan peran
57
serta masyarakat dapat disalurkan melalui lembaga Swadaya dan organisasi
masyarakat (LSDM). Pihak swasta dan perorangan serta institusi masyarakat lain
secara sukarela dan mandiri sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Salah satu tujuan Program Keluarga Berencana adalah untuk
mengendalikan jumlah penduduk dari kelahiran dalam rangka mewujudkan
penduduk tumbuh seimbang dan kualitas keluarga dalam hal penyenggaraan
program KB, pemerintah Kab. Sumba Barat telah menetapkan kebijakan,
diantaranya membantu para calon atau pasangan suami istri dalam mengambil
keputusan untuk menentukan usia ideal perkawinan, usia ideal untuk melahirkan,
jumlah anak ideal yang dimiliki dan jarak ideal kelahiran anak serta menjaga
kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak.
Globalisasi dan reformasi menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan
kerja yang sangat mendasar yang menyangkut demokratisisasi ( pemerintahan
yang bersih, adanya keterbukaan penanggung jawaban kepada publik, otonomi
daerah, dan kepastian hokum) hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Sebagai
konsekuensi dari tuntutan tersebut Program KB Nasional harus mampu
memosisikan diri sebagai bagian yang takterpisahkan dari pembangunan dan
mampu memenuhi tuntutan masyarakat, terutama dalam menjamin kualitas
pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang lebih baik, serta mampu
mengahargai hak reproduksi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Disamping itu
program KB nasional harus dapat menempatkan masyarakat sebagai pelaku
utamanya.
Sejak KB dijadikan sebagai program nasional pada tahun 1970, peran
petugas lapangan KB telah ikut memberikan kontribusi terhadap pelembagaan
norma keluarga kecil bahagia dan sejahterah serta terwujudnya keluarga
berkualitas pada tahun 2015, oleh karena itu keberadaan Petugas di daerah dalam
melaksanakan tugasnya makin dituntut untuk mampu melaksanakan tugas
pemerintah yang lebih provisional dan tidak hanya berkaitan dengan tugas
58
penyelenggaraan dengan program KB nasional tetapi juga menyangkut program
pembangunan yang di tugaskan oleh PEMDA.
Maka dari itu petugas penyuluhan KB mempunyai tugas yang sudah di
tetapkan sebagai berikut:
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan gerakan KB nasional di tingkat
kecamatan.
b. Pembantu teknis Camat dalam pelaksanaan dan pengendalian gerakan
KB nasional. Yang dimaksud pembantu teknis camat adalah membantu
camat sebagai penanggung gerakan KB nasional di wilayah Kecamatan.
c. Penyebarluasan ide Gerakan KB Nasional di tingkat Kecamatan.
d. Penggerak masyarakat di tingkat Kecamatan dalam pelaksanaan
Gerakan KB Nasional. Yang dimaksung dengan penggerak masyarakat
adalah dengan menggerakan tokoh formal, informal institusi masyarakat
dan keluarga-keluarga untuk berperan aktif dalam Gerakan KB Nasional
e. Penggalangan kemitra kerja di tingkat Kecamatan dengan
mengidentifikasi, mengajak, membina, kerjasama dengan petugas dari
instansi lain, pengusaha dan swasta, agar mereka memberikan dukungan
dalam pelaksanaan gerakan KB Nasional di wilayah kerja.
5.2 Peran Pemerintah Dalam Pengendalian Penduduk di masa Otonomi
Daerah
Pada masa sebelum otonomi daerah pelaksanaan KB secara structural
dikoordinasi oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Setelah otonomi daerah, KB secara penuh dilimpahkan kepada daerah.
pemerintahan pada masa orde baru jelas berbeda karna pada Masa Pemerintahan
Orde Baru, Pemerintah sebagai Penguasa dimana keputusan-keputusan yang di
59
ambil pemerintah tidak melibatkan masyarakat setempat sehingga
implementasinya hanya terbatas di kantor. Pelaksanaan otonomi daerah di Kab.
Sumba Barat menjadi titik fokus penting dalam memperbaiki kesejatraan rakyat,
berikut akan di jelaskan progam-program yang telah dilakukan oleh pemerintah
Kab. Sumba Barat.
Pada masa ini Pemerintah Kab. Sumba Barat merupakan aktor yang
menentukan berhasil atau tidaknya implementasi berbagai kebijakan KB yang
ada. Oleh karena itu, dituntut pemimpin yang menguasai teknis, konsepsi dan
kemampuan interpersonal agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara
baik.
5.2.1 Program-program yang telah di lakukan
Pada masa sebelum otonomi daerah Kab.Sumba Barat eselon 4A dan Sub
bagian pada bagian social pada Sekda Kabupaten Sumba Barat digabung menjadi
satu dan pada tahun 2008 eselon 4A langsung menjadi 2B yaitu Badan
Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (BPPKB) dan pada akhir tahun
2016 terpisah dan berdiri sendiri sampai dengan sekarang. Ada beberapa program
yang sering dilaksanakan oleh BPPKB yaitu antara lain program ( KKBPK ) :
1. Kependudukan
2. Keluarga Berencana (KB)
3. Pembangunan Keluarga
Pelaksanakan program-program ( KKBPK ) di atas yang di laksanakan
oleh BPPKB yaitu di lakukan oleh 4 bidang terkait :
1. Bidang Penyuluhan
2. Bidang Keluarga Berencana
3. Bidang K3 ( Ketahanan Kesejatraan Keluarga )
4. Pendataan.
60
Untuk mendukung program-program dari BPPKB dibutuhkan data tentang
penduduk Kab. Sumba Barat yaitu berupa hasil sensus yang telah dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rentang waktu 10 tahun sekali.
BPS mempunyai 3 Kegiatan yang sering di lakukan pada tahun-tahun
berikut:
1. Sensus Penduduk
Sensus penduduk di laksanakan 10 tahun sekali dalam tahun yang
berakhiran 0.
2. Sensus Pertanian
Sensus pertanian di laksanakan 10 sekali dalam tahun yang
berakhiran 3.
3. Sensus Ekonomi
Sensus ekonomi di laksanakan 10 tahun sekali dalam tahun yang
berakhiran 6.
Kegiatan Setiap Tahun yang telah dilakukan BPS antara Lain :
1. SUSENAS (Survei Ekonomi Nasional)
2. SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja Nasional)
3. SUPAS (Survei Antar Penduduk)
Selain kegiatan di atas ada kegiatan yang di sebut kegiatan komplikasi
produk administrasi yaitu mengambil data penduduk dari semua instansi lain yang
ada di Kab. Sumba Barat dan di sajikan dalam Publikasi Sumba Barat Dalam
Angka.
Dari program-program diatas perlu data penduduk dari instansi Dinas
Kependuduka dan Pencatatan Sipil. Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil
dibentuk dengan Perda No 2 Tahun 2016 terbaru tentang Rukunisasi Perangkat
daerah dengan Tugas sebagai Pelayan Administrasi Kependudukan Dan
Administrasi Pencatatan Sipil.
Administrasi Kependudukan sendiri ada 3 yaitu :
61
1. Kartu Keluarga
2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik
3. Mutasi Penduduk
Administrasi Pencatatan sipil ada 3 yaitu:
1. Akta Kelahiran
2. Akta Kematian
3. Akta Perkawinan
Ada Beberapa Program inti dari Dinas Kependudukan Dan Pencatatan
Sipil antara lain :
1. Program Penataan Administrasi Kependudukan
2. Program Peningkatan Dan Pengembangan system pelaporan
kinerja.
Kegiatan dari program-program diatas antara lain:
1. Percepatan Pelayanan Kartu Keluarga
2. Percepatan Pelayanan Kartu Kelahiran
3. Percepatan Pelayanan Kartu Elektronik
Program-program yang di lakukan oleh Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Mengalami Perubahan dalam kepemilikan kependudukan
contohnya; dalam hal kepemilikan akta kelahiran dimana dulu Anak usia 0 – 18
Tahun yang memiliki akta kelahiran sebanyak ( 20% ) dan sekarang 0 – 18 Tahun
mencapai ( 56% ). Sementara itu juga dalam pola pelayanan sudah lebih
transparan karna di setiap momen pelayanan melakukan sosialisasi baik itu
Formal maupun Non formal sehingga masyarakat merasa penting tentang
kepemilikan identitas.
Berikut akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan
program Keluarga Berencana (KB) di Kab. Sumba Barat sebagai berikut:
1. Pengetahuan Masyarakat
62
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi
pengetahuan. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang
lebih rasional dari pada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih
terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan yang bersifat positif. Ia juga lebih
dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial, secara langsung
maupun tidak langsung dalam hal ini program Keluarga Berencana. Pengetahuan
KB secara umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata
pelajaran kesehatan, pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, semakin tinggi
proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan alat kontrasepsi untuk
membatasi jumlah anaknya dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas.
Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku
sesuai keyakinan tersebut.
2. Sosial Budaya Masyarakat
Nilai budaya Masyarakat Sumba Barat seperti pandangan terhadap banyak
anak adalah banyak rejeki, preferensi jenis kelamin anak, dan pandangan agama
yang dianut secara inferensi tidak menunjukan pengaruh yang signifkan. Adat
kebiasaan atau adat dari masyarakat Sumba Barat perlu diluruskan karena tidak
banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusian, di
antaranya adalah memberikan nilai anak laki-laki lebih baik dari anak perempuan
atau sebaliknya, dan hal ini akan memungkinkan suatu keluarga mempunyai anak
banyak, sementara keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan
kemungkinan akan memengaruhi suami untuk menceraikan istrinya dan mencari
pasangan lagi terpenuhi keinginannya memiliki anak laki-laki ataupun
perempuan.
Di sinilah norma atau adat istiadat masyarakat Sumba Barat terkadang
masih mempunya pola pikir yang cenderung primitif seperti timbulnya
kepercayaan bahwasanya menggunakan KB merupakan tindakan haram atau
tindakan yang dilarang oleh agama. Rato (tokoh agama marapu) biasanya menjadi
63
sosok yang diagungkan atau menjadi panutan di desa/kampung, fakta yang ada
bahwa banyak Rato dan penganut agama Marapu yang tidak menggunakan KB,
sehingga masyarakat di desa/kampung khususnya pasangan suami istri pun
banyak yang tidak melaksanakan Program KB sehingga pertumbuhan penduduk
di desa/kampung yang berada di Kab. Sumba Barat tersebut cukup tinggi. Masih
ada anggapan bahwa cara yang murah untuk mencegah kehamilan dengan
menggunakan metode alami (kalender atau ramuan tradisional).
3. Komunikasi
Kurangnya komunikasi dari Petugas Penyuluhan Keluarga Berencana
(PLKB), serta kader KB kepada target/sasaran program atau masyarakat. Jumlah
PLKB di Kab. Sumba Barat adalah 26 orang PNS dan 25 orang adalah tenaga
kontak Daerah, dengan jumlah klinik Keluarga Berencana (KB) 11 unit dan Pos
Pelayanan Keluarga Berencana Desa (PPKBD) sebanyak 73 unit. Selama ini
penyuluhan hanya diberikan kepada masyarakat dengan frekuensi yang sangat
minim sekali, di mana petugas KB hanya melakukan sosialisasi di daerah yang
dekat saja dan dapat dikatakan jarang sekali untuk menjangkau daerah yang jauh
dari pusat kota. Selain itu minimnya petugas menjadikan sosialisasi atau
komunikasi antara petugas dengan masyarakat kurang efektif. Faktor lainya
adalah kurangnya pengetahuan kader yang berasal dari masyarakat tentang alat
kontrasepsi, mengakibatkan tidak dapat menentukan sikap dan memberikan
pengetahuan yang benar kepada masyarakat, karena kader sendiri takut apabila
terjadi sesuatu sebagai akibat negatif melakukan KB.
4. Timbulnya Rasa Pesimis
Rasa pesimis atau takut terhadap pemakaian alat kontrasepsi menjadikan
pelaksanaan KB tidak optimal. Faktor penghambat ini datang dari masyarakat
yang tergolong pasangan usia uubur yang mana sebelumnya sudah melakukan KB
dan kemudian berhenti memakai dikarenakan ketidak cocokan akan suatu alat
kontrasepsi. Hal tersebut yang menjadi penghambat pelaksanaan program KB di
Kab. Sumba Barat.
64
5. Biaya Alat Kontrasepsi
Bagi beberapa masyarakat desa/kampung di Kab. Sumba Barat
beranggapan bahwa cari makan saja susah apa lagi harus datang ke dokter untuk
mengikuti program KB. Sebagian besar masyarakat yang ada di Kab. Sumba
Barat bekerja sebagai petani dan kemajuan program Keluarga Berencana tidak
lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan
untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Masyarakat dengan penghasilan
cukup akan lebih mampu mengikuti program KB dari pada masyarakat yang tidak
mampu, karena bagi masyarakat yang kurang mampu, KB bukan merupakan
kebutuhan pokok. Biaya akan pemakaian alat kontrasepsi seperti hanya alat
kontasepsi hormonal yaitu penggunaan implan/susuk serta untuk kategori non-
hormonal seperti IUD, Vasektor/Tumbektomi memerlukan biaya yang cukup
mahal sehingga masyarakat pada umumnya enggan melakukan KB karena faktor
tersebut.
6. Banyak Anak Banyak Rezeki
Fenomena yang terjadi saat ini adalah masyarakat Sumba Barat pada
umumnya begitu meyakini bahwa mempunyai anak yang banyak akan
berpengaruh pada perekonomian mereka. dengan kata lain banyak anak, banyak
rezeki. Ketika pemerintah membawa program yang mengajak masyarakat untuk
mengikuti Keluarga Berencana, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat
dengan cukup memiliki dua anak, masyarakat bersikap bahwa urusan anak adalah
urusan pribadi mereka dan bukan menjadi urusan pemerintah. Banyak masyarakat
yang menolak penggunaan KB dengan mengabaikan penundaan kehamilan.
Budaya dan tradisi telah membentuk pola pikir masyarakat sedemikian rupa,
sehingga sistem pengetahuan mereka lebih kepada menjalankan tradisi yang sudah
ada daripada mencari tahu kebenaran dari program Keluarga Berencana serta
tanpa memikirkan apa dampak yang akan dirasakan untuk masyarakat itu sendiri
dan juga untuk pemerintah.
65
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Program Keluarga
Berencana diatas dapat dilihat bahwa pada umumnya masyarakat di Kab. Sumba
Barat masih belum siap untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah di
selenggarakan oleh Badan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
(BPPKB). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingginya angka pertumbuhan
penduduk yang terjadi di Kab. Sumba Barat. Berikut akan di jelaskan faktor-
faktor yang mempengaruhi angka pertumbuhan di Kab. Sumba Barat.
Tabel 4.9
Jumlah laju pertumbuhan (r) penduduk di rinci perkecamatan Kabupaten
Sumba Barat Tahun 2015
No.
Kecamatan
PENDUDUK
2011 2012 2013 2014 2015
r
r
r
r
r
1. Lamboya 1,26 1,36 0,00 1,79 2,61
2. Loli 2,36 3,06 1,51 1,80 1,21
3. Lamboya Barat 1,51 1,62 1,78 1,80 0,76
4. Tana Righu 1,40 2,86 0,88 1,79 1,78
5. Wanokaka 1,25 2,50 0,50 1,79 2,06
6. Waikabubak 2,72 3,21 1,22 1,79 1,55
7. Total Sumba Barat 3.02 3,02 1,00 1,79 1,66
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Sumba Barat Tahun 2015
66
Dilihat dari tabel 4.9 diatas bahwa angka pertumbuhan penduduk di Kab.
Sumba Barat tidak stabil. Dilihat bahwa pada akhir tahun 2015 total jumlah
pertumbuhan penduduk Kab. Sumba Barat 1.66 persen, pertumbuhan paling tinggi
terjadi di Kecamatan Lamboya dengan jumlah 2,61 persen kemudian diikuti
Kecamatan Wanokaka 2,06 persen, dan Pertumbuhan paling rendah ada pada
Kecamatan Lamboya Barat 0,76 persen. Apabila dilihat dari tabel 4.9 diatas data
Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa dari tahun 2011-2015 jumlah
pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kab. Sumba Barat mengalami perubahan
yang sangat tinggi dan tidak signifikan, hal ini terlihat pada tahun 2011-2012
pertumbuhan penduduk 3.02 persen dan pada tahun 2013 mengalami penurunan
yang sangat jauh, kemudian pada tahun 2014 naik menjadi 1.97 persen dan
menjadi 1,66 persen pada tahun 2015. Hal ini terjadi oleh beberapa faktor-faktor
yang akan dijelaskan di bawah ini sebagai berikut:
a. Faktor Kelahiran
Dalam hal pertumbuhan penduduk, kelahiran (fertilitas) mempunyai peran
dalam penambahan jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
angka kelahiran yang terjadi di Kab. Sumba Barat.
1. Kawin pada usia muda, karena pada umumnya masyarakat Kab. Sumba Barat
berprofesi sebagai petani maka kemungkinan kawin pada usia muda menjadi
tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik yang di publikasikan dalam Sumba
Barat Dalam Angka Tahun 2015 jumlah bayi lahir 591 jiwa.
2. Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki dan di anggap sebagai sumber
tenaga untuk membantu orang tua dan menjadi kebanggaan bagi orang tua.
3. Pada umumnya masyarakat Sumba Barat beranggapan bahwa penerus
keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila dalam proses persalinan belum
mendapatkan anak lakin-laki maka keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki
terus muncul, hal inilah yang menyebabkan Program-program KB tidak berjalan
sesuai harapan.
67
b. Migrasi
Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke
tempat yang lain yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini:
1. Terjadinya Perang/Konflik merupakan faktor umum yang mendorong orang
untuk berpindah tempat tinggal dari suatu tempat ke tempat yang lebih damai.
Perlu diketahui bahwa mayasyarakat di Sumba Barat sering terjadi peperangan
antara suku.
2. Pemekaran wilayah adalah faktor yang paling mendorong masyarakat untuk
berpindah ke tempat yang baru untuk memudahkan dalam hal pekerjaan, sumber
daya alam dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa pemekaran wilayah Kab. Sumba
Barat mekar menjadi Kab. Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang
diresmikan pada tahun 2007. Hal ini menyebabkan banyaknya perpindahan
penduduk yang begitu besar dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
melakukan perubahan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).
5.2.2 Sistem/Model Kebijakan
Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling
berhungungan (termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak) yang bibuat oleh
badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam bidang-bidang isu sejak
pertahan, energy dan kesehatan sampai ke pendidikan kesejatraan dan kejahatan.
Sistem/model pengambilan kebijakan di harapkan mampu meningkatkan
kesejatraan masyarakat, mengentaskan masalah-masalah yang di hadapi oleh
masyarakat Kab. Sumba Barat.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan
Musrenbang telah dilakukan di Kab. Sumba Barat yang dilakukan setiap tahun
sebelum memasuki tahun anggaran baru. Musrenbang Kabupaten Sumba Barat
diawali dengan musrenbang pada tingkat desa dan selanjutnya tingkat kecamatan.
Pada tahap ini setiap kecamatan akan melaksanakan musyawarah Perencanaan
Pembangunan tingkat Kecamatan, yang akan menampung aspirasi masyarakat
68
yang diusulkan dan diakomodir melalui program dan kegiatan yang dilakukan
oleh masing-masing Desa yang bersangkutan. Usulan ini disusun dan disampaikan
secara berjenjang/ bertingkat mulai dari level RT/RW, Desa/Kelurahan dan
Kecamatan. Data usulan dari semua Desa/Kelurahan yang telah terkumpul, akan
digodok dan dimusyawarahkan, hasil musyawarah kecamatan ini dituangkan
dalam satu dokumen berupa daftar usulan kegiatan Kecamatan yang akan
diusulkan pada musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat
Kab. Sumba Barat.
Pada tahap Musrenbang Kab. Sumba Barat, semua aspirasi yang masuk
melalui musrenbang Kecamatan akan ditampung bersamaan dengan usulan
kegiatan dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kab. Sumba Barat.
Forum ini merupakan pembahasan usulan–usulan yang masuk, juga merupakan
sarana dan fasilitas untuk melakukan koordinasi antara Kecamatan dengan SKPD
yang bersangkutan khususnya untuk melakukan singkronisasi terhadap usulan-
usulan kegiatan setiap kecamatan yang akan diakomodir dalam program dan
usulan kegiatan SKPD terkait.
Usulan kecamatan akan dikelompokkan dan disesuaikan dengan jenis
kegiatan SKPD yang berwenang untuk mengakomodir usulan tersebut. Pada tahap
ini SKPD akan melakukan verifikasi terhadap usulan kecamatan sebelum
dituangkan dalam daftar usulan kegiatan SKPD. Program /usulan kegiatan yang
telah lolos pada tahap verifikasi akan dituangkan dalam Rencana Kerja Satuan
Kerja Perangkat daerah (Renja-SKPD).
Rencana Kerja SKPD (Renja-SKDP) merupakan gabungan rencana kerja
antara program kerja SKPD terkait, Usulan Kecamatan dan Usulan hasil reses
DPRD. Renja yang telah masuk dari semua SKPD akan diverifikasi sebelum
dituangkan dalam rancangan Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD). Verifikasi yang dilakukan antara lain :
1. Kesesuaian usulan kegiatan SKPD dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM).
69
2. Kesesuaian jenis dan pengkodean kegiatan
3. Kesesuaian jenis dan pengkodeaan mata anggaran maupun plafond
pagu indikatif yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah
Usulan yang telah lolos dalam verifikasi tahap ini akan dituangkan dalam
rancangan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Rancangan-RKPD) untuk
kemudian diusulkan dan dibahas oleh Eksekutif (Pemerintah Daerah) dengan
Legislatif (DPRD). Hasil pembahasan yang telah disetujui akan disyahkan
menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dengan demikian rencana
kerja ini akan memiliki kekuatan Hukum sesuai dengan peratuan perundang-
undangan yang berlaku. RKPD ini oleh Pemerintah Daerah akan dijadikan
sebagai salah satu dasar untuk penyusunan rencana Kebijakan Umum Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA).
Sistem/model pengambilan kebijakan dalam hal ini Hal-hal yang
mengenai kebijakan teknis sebagai berikut:
1. Upaya agar seluruh masyarakat yang ada di Sumba Barat ini
memperoleh hak-hak sipil karena masih banyak masyarakat di Sumba
Barat yang belum memahami pentingnya kepemilikan dokumen
kependudukan, dalam hal ini masyarakat yang ada di Sumba ada yang
masuk kategori beragama dan tidak beragama,contohnya : agama local
Sumba (MARAPU). Dalam Kasus ini pemerintah Kab. Sumba Barat
sedang memperjuangkan Hak-hak masyarakat yang masih menganut
agama marapu supaya di akui secara Nasional maupun Internasional.
2. Selain itu Masyarakat yang bekerja sebagai Petani, nelayan masih
menganggap bahwa kepemilikan dokumen kependudukan tidak perlu. oleh
sebab itu sekarang Pemerintah Kab. Sumba Barat sedang memperjuangkan
Hak-hak kepemilikan tersebut karna kepemilikan dokumen kependudukan
harus di miliki oleh seluruh masyarakat Sumba Barat karena sangat di
perlukan dalam hal pencatatan sipil.
70
3. Sistem yang digunakan oleh Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil
dalam hal ini Instansi yang berhubungan atau yang menyelenggarakan
kegiatan terkait dengan kepemilikan hak sipil yaitu menggunakan sistem
yang sering di sebut sistem jemput bola (Mendatangi Masyarakat) yaitu
dengan cara mendatangi setiap rumah tangga agar masyarakat mengetahui
pentingnya memiliki dokumen kependudukan.
Selain itu juga ada Pola Percepatan yaitu di mana masyarakat yang
memiliki tempat tinggal yang jauh, dalam hal ada kecamatan di Kab. Sumba Barat
yang memiliki lokasi paling jauh dengan Kantor Dinas kependudukan Dan
Pencatatan Sipil dengan jarak 60 km yaitu di Kecamatan Lamboya Barat dengan
kondisi jalan dan transportasi yang kurang memadai . dengan melihat kondisi
masyarkat yang lokasinya jauh, Dinas Kependudukan dan Pancatatan sipil
mengambil kebijakan dengan cara mengumpulkan seluruh berkas-berkas dalam
hal administrasi Ke kepala desa selanjutnya Di Verifikasii kemudian di Input dan
di tandatangan selanjutnya dibagikan kembali ke masyarakat.
5.2.3 Partisipasi Masyarakat
Proses pembentukan kebijakan publik dilakukan melalui suatu proses yang
sering disebut perumusan kebijakan publik. proses ini dimulai adanya
input(masukan) berupa tuntutan dan dukungan dari masyarakat yang berkaitan
dengan kehidupan bermasyarakat. Input tersebut dikelompokkan atau
diidentifikasi satu per satu sehingga menjadi usulan. usulan atau input yang telah
terekomendasi dibahas bersama oleh pembuat kebijakan pulik seperti pemerintah,
DPR/DPRD, tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun akademisi yang ada di
Kab. Sumba Barat. Pembahasan tersebut menghasilkan keputusan bersama yang
disebut kebijakan atau output(keluaran). Output atau keluaran tersebut kemudian
diterapkan dan dievaluasi.
Hasil evaluasi itu dijadikan masukan untuk memperbaiki kebijakan
tersebut. pembentukan kebijakan publik tersebut berawal dari pembuatan agenda,
formulasi dan legitimasi, implementasi, evaluasi kinerja, dan dampak kebijakan
71
serta koreksi, dan pembuatan kebijakan baru .pembuatan agenda adalah langkah
pertama yang sangat penting dalam pembuatan suatu kebijakan.
Tahap formulasi dan legitimasi merupakan tahap teknis untuk
merumuskan masalah yang telah diagendakan, dicari pemecahannya, dan
disahkan menjadi kebijakan publik. untuk memperoleh hasil yang tepat, formulasi
kebijakan harus dilakukan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam
dan memadai. Tahap implementasi adalah tahap penerapan atau pelaksanaan
sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. pada tahap ini kebijakan publik diuji
apakah kebijakan itu dapat memecahkan permasalahan atau tidak. Tahap evaluasi
kebijakan publik dapat dibagi menjadi evaluasi proses, evaluasi dampak, dan
evaluasi analisis strategi.
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik di
Kab. Sumba Barat merupakan hasil kerja sama baik pemerintah, masyarakat, para
ahli, maupun lembaga-lembaga sosial lainnya. Peran Masyarakat sangat di
perlukan dalam Pengambilan Keputusan tersebut karena system yang digunakan
di Kab. Sumba Barat ini adalah system Top Down yaitu dimana semua masalah-
masalah yang ada di Desa kemudian di lanjutkan di Kecamatan dan Kabupaten.
Contoh khasus dalam hal ini misalnya pembentukan Kelompok agama local
Sumba (Marapu) di mana ada forum-forum yang di buka oleh pemerintah desa
maupun kabuputen dan saling bertukar pendapat terkait dengan pembentukan
Marapu sehingga masyarakat merasa memiliki.
Perlu diketahui bahwa dalam system/model pengambilan kebijakan di era
orde baru dan reformasi sangat berbeda dengan otonomi daerah , berdasarkan
hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pak
Yermias Ndapa Doda mengatakan bahwa dalam mengimplementasikan jelas
berbeda karena pada masa pemerintahan orde baru/reformasi pemerintah sebagai
penguasa sehingga pengaduan atau masalah-masalah yang di alami langsung oleh
masyarakat tidak di tindak lanjuti dengan baik oleh pemerintah saat itu dan pada
masa otonomi pemerintahsebagai pelayan mayarakat sehingga implementasi tidak
72
terbatas di kantor yaitu di mana pada masa ini prosesnya sampai di titik
pemukiman masyarakat. Tuntutan dalam system/model pengambilan keputusan
pasca otonomi daerah juga bagamaimana pengambilan keputusan selalu melihat
public/masyarakat dan melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat itu
sendiri sehingga partisipasi masyarakat sangat penting dalam pengambilan
keputusan.
5.2.4 Peran pemerintah daerah ( PEMDA) Kab Sumba Barat
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah daerah adalah penyelenggara
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peran Pemerintah Kab. Sumba Barat juga tidak terlepas dari peran
perangkat daerah dan hubungan antara dinas-dinas yang terkait yang mempunyai
tugas pokoknya masing-masing. Pada masa sebelum otonomi di sebut Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sering berjalannya otonomi daerah SKPD di
ubah menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Berdasarkan hasil wawancara
dari salah satu dinas yang tergabung dalam OPD yaitu Sekretaris Badan
Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (BPPKB) Fredrika A.
Supusepa, SE menyampaikan bahwa sebelum otonomi daerah BPPKB yang
sering dulu adalah Badan Kepandudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) yang sekarang manjadi BPPKB.
Hubungan dengan dinas-dinas lain sangat terkait karna saling
membutuhkan kerja sama antar sektor karna Dinas Pengendalian Penduduk Dan
Keluarga Berencana ( DPPKB) tidak saja berbicara tentang jarak kelahiran tetapi
juga tentang penjarangan kelahiran melalui alat kontrasepsi dan bagaimana suatu
rumah tangga itu bisa menghasilkan keluarga yang sejahterah. Pembangunan
keluarga juga bisa di lihat dari Ekonomi dan pendidikan anak karna sekarang
73
ukuran keluarga sejaterah dilihat dari kualitas/kecerdasan seorang anak bukan lagi
dari kuantitas.
Contoh lain bentuk kerja sama dengan Perusahaan Umum (PU) dalam hal
pengadaan MCK, bagaimana PU sebagai penyedia MCK dan DPPKB
menjalankan tugasnya yaitu untuk menghimbau dan mengajak masyarakat dalam
hal ini mayarakat yang masih belum terlalu merasa bahwa kesehatan itu sangat
penting. oleh sebab itu peranan dari Organisasi Perangkat Daerah ( OPD ) sangat
di butuhkan karena saling keterkaitan dan mempunyai fungsi yang saling
membutuhkan. Program-proram OPD yang telah dirancang bersama juga tidak
terlepas dari peran media yang digunakan.
Media yang digunakan oleh OPD dalam mensosialisasikan Program-
program yang telah dirangcang bersama dan yang telah disepakati sebagai berikut
;
1. Mensosialisasikan secara langsung ( mendatangi masyarakat)
2.Membagikan brosur kepada masyarakat.
3. Pemutaran film ( sesuai dengan kepentingan program)
4. Pelayanan-pelayanan yang lain terkait dengan rancangan program
yang sudah disepakati bersama.
5.3 Refleksi Penelitian
Peran Pemerintah Kab. Sumba Barat untuk pengendalian penduduk telah
dilakukan melalui pecancangan kampong KB yang telah dilakukan di dua
Kacamatan yaitu di Kecamatan Loli kampung Tanarara dan Kecamatan
Wanokaka kampong Baliloku. Kedua kampong ini merupakan pendocobaan dari
kampung KB dimana tujuan dibentuknya kampung KB ini adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara
melalui program KKBPK serta pembangunan sektor terkait lainnya dalam rangka
74
mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Sedangkan secara khusus, kampung KB
ini dibentuk selain untuk meningkatkan peran serta pemerintah, lembaga non
pemerintah dan swasta dalam memfasilitasi, mendampingi dan membina
masyarakat untuk menyelenggarakan program KKBPK dan pembangunan sektor
terkait, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pembangunan
berwawasan kependudukan.
Pada dasarnya ada tiga hal pokok yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan sebagai syarat dibentuknya kampung KB dalam suatu wilayah,
yaitu: Pertama, tersedianya data kependudukan yang akurat, kedua, dukungan dan
komitmen Pemerintah Daerah dan yang ketiga, partisipasi aktif masyarakat.
kampung baliloku dan kampung Tanarara di pilih karena sudah memenuhi kriteria
bahwa layak untuk dijadikan kampung KB.
Kriteria umum dalam terbentuknya kampung KB adalah sebagai berikut;
kriteria wilayah: kumuh, pesisir, Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan miskin
(termasuk Miskin Perkotaan), Terpencil, Perbatasan, Kawasan, kawasan wisata,
padat penduduk. Berdasarkan hasil rapat perdana pencanangan kampung KB yang
diselenggarakan oleh BPKKB pada tanggal 10 agustus 2017 pada saat itu penulis
mengahadiri langsung jalannya rapat tersebut, di mana pada rapat terdapat
beberapa undangan yang hadir yaitu Camat Loli Dinas Kesehatan, Dinas
Pertanian, LSM.
Berikut beberapa hasil rapat perdana dari pencanangan kampung KB di
Kecamatan Loli kampung Tanarara dan di Kecamatan Wanokaka kampung
Baliloku dan beberapa ususalan program yang sudah direncanakan oleh OPD
yang hadir pada saat itu.
1. Usulan Camat Loli
Program yang di susun oleh hadir pada saat itu Camat Kecamatan Loli
Samuel Lango Manupele S.sos menyampaikan dalam hal pembangunan dan
pendidikan untuk kedua kampung tersebut dimana pada diskusi yang telah
dilakukan oleh Camat dengan tokoh-tokoh adat yang ada di kampung Tanarara
75
Kecamatan Loli dimana masyarakat menghibahkan tanah kepemerintah untuk di
jadikan tempat untuk pendidikan dalam hal ini yang sudah disepakati akan di
bangun sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
2. Dinas Kesehatan
Program yang ingin di jalankan oleh dinas kesehatan yaitu pemnfaatan
kotoran ternak (biogas) bagaimana kotoran hewan ternak misalnya kerbau,sapi
untuk diolah menjadi pupuk yang berkualitas dan dapat digunakan untuk pupuk
tanaman yang berkualitas.
Program tersebut disusun melihat dari kebiasaan masyarakat sumba yang
pada umunnya memelihara hewan ternak. Selain itu juga ada program Hijauan
Makanan Ternak (HMT) hijauan atau rumpu-rumputan yang memiliki angka
kecukupan gizi yang tepat untuk ternak non ruminansia, tidak semua rumput dapat
dikategorikan hijauan makanan ternak. untuk itu peternak perlu menanam sendiri
rumput-rumput unggul yang dikategorikan sebagai HMT tersebut.
3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Terkait dengan pengadaan pembangunan sekolah PAUD pihak LSM
berencana membuat untuk meningkatkan mutu belajar dari kampung KB yaitu
membuat perpustakaan keliling dan kampong gemar membaca, hal ini di
karenakan tingkat membaca masyarakat yang ada di Kab. Sumba Barat khususnya
keduakampong masih sangat kurang. Sejauh ini pihak dari LSM telah menjalin
kerja sama dengan salah satu warga Australia dalam hal pengadaan buku, tinggal
mempersiapkan pengolah dan bagamaimana cara meyakinkan masyarakat bahwa
membaca sangat penting.
Kelemahan dari pencangan kampung KB di kedua Kecamatan adalah
dalam hal rancangan program, seluruh OPD yang hadir pada saart itu hanya
beberapa saja dari undangan yang sudah disebarkan oleh BKKBP kepada OPD
yang sebenarnya harus hadir dan terlibat dalam pencanangan program tersebut,
hal ini sangat berpengaruh terhadap pada perspektif masyarakat yang ada di kedua