BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI · PDF fileperalatan plumbing, dan menimbulkan...
Transcript of BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI · PDF fileperalatan plumbing, dan menimbulkan...
V-1
BAB V
ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI
PENGOLAHAN AIR MINUM
V.1 Umum
Pemilihan unit-unit pengolahan air minum merupakan hal yang sangat
penting dalam merencanakan suatu instalasi pengolahan air minum. Hal ini
berkaitan dengan pemenuhan kapasitas dari suatu kebutuhan air minum dan
kualitas air minum yang memenuhi baku mutu. Berbagai pertimbangan
perlu dilakukan dalam pemilihan unit-unit tersebut, seperti pemenuhan
kebutuhan akan kuantitas dan kualitas, ketersediaan lahan, dana, sumber
daya manusia, operasional, dan pemeliharaan instalasi tersebut.
V.2 Baku Mutu Air Minum
Baku mutu diperlukan sebagai standar dalam suatu perencanaan instalasi
pengolahan air minum. Di Indonesia, standar baku mutu untuk air minum
yang berlaku saat ini adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air minum. Uraian lengkap dapat dilihat pada lampiran
C.
V.3 Analisa Kualitas Air Baku Terhadap Baku Mutu Air Minum
Penilaian kualitas air didasarkan atas karakteristik fisika, kimia, dan biologi
dari air tersebut. Pemilihan unit pengolahan air minum salah satunya adalah
dengan mempertimbangkan kualitas air baku dan kualitas yang diharapkan
dari hasil pengolahan yaitu kualitas air yang memenuhi baku mutu air
minum. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa kualitas air baku terhadap
baku mutu air minum.
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-2
Sumber air di alam saat ini terdapat dalam kuantitas yang sangat besar
sehingga memiliki potensi untuk dipergunakan sebagai air baku bagi
instalasi pengolahan air minum.
Air baku tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa kelas, yaitu :
1. Air Baku yang langsung dapat digunakan sebagai air minum.
2. Air Baku yang perlu pengolahan sederhana untuk dapat digunakan
sebagai air minum.
3. Air Baku yang perlu pengolahan lengkap untuk bisa digunakan sebagai
air minum.
4. Air Baku yang tidak bisa digunakan sebagai air minum.
Berdasarkan kategori air baku di atas maka, Sungai Cimanuk yang
merupakan sumber air baku akan dianalisa dan dievaluasi agar dapat
diketahui tergolong dalam kategori yang mana. Setelah hal tersebut
diketahui, maka dapat ditentukan proses pengolahan yang sesuai bagi air
baku tersebut. Data primer kualitas air Sungai Cimanuk dibandingkan
terhadap baku mutu air minum, Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002.
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat kita lihat, terdapat tiga parameter kualitas air
baku yang tidak memenuhi baku mutu dan perlu pengolahan, yaitu
kekeruhan, warna, besi, dan mangan. Sebagai tambahan, perlu dilakukan
pengolahan pula untuk parameter total coli, hal ini didasarkan pada data
sekunder pada Tabel 4.3 yang menunjukkan bahwa rata-rata kandungannya
lebih dari 3x104 MPN 100 ml, untuk baku mutu yang seharusnya tidak
terdapat kandungan coli sama sekali.
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-3
Tabel 5.1 Perbandingan Kualitas Air Baku terhadap Baku Mutu Air
Minum
No Parameter Analisis Satuan Baku
Mutu Metode Analisis
Hasil
Analisis
Diolah
/tdk
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
FISIKA
Bau
Zat padat terlarut
Zat padat tersuspensi
Kekeruhan
Rasa
Temperatur
Warna
KIMIA
Besi (Fe)
Kesadahan (CaCO3)
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Klorida (Cl-)
Mangan (Mn)
pH
Sulfat
Bikarbonat
Seng
Tembaga
Amoniak
Klorin bebas (Cl2)
-
mg/l
mg/l
NTU
- 0C
TCU
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
-
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
-
1000
-
5
-
15
0,3
500
-
-
250
0,1
6,5-8,5
250
-
3
1
1,5
5
SMEWW 2150
SMEWW-2540-C
SMEWW-2540-D
SMEWW 2130-B
SMEWW 2160-B
SMEWW 2550
SMEWW 2120-B
SMEWW 3500-Fe-B
SMEWW-2340-C
SMEWW 3500-Ca
SMEWW 3500-Mg
SMEWW 4500-Cl--B
SMEWW 3500-Mn-B
SMEWW-4500-H+-B
SMEWW 4500-SO4-E
SNI 06-2420 1991
SMEWW-3500-Zn
SMEWW-3500-Cu
SMEWW-4500-NH3
-
Tdk berbau
116
315
113
Tdk berasa
25
30
10,91
76
19,65
6,56
12,06
0,40
7,39
41,2
39,24
0,096
0,011
0,206
0,0
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Air Program Studi TL ITB, mengacu pada baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat efisiensi penyisihan yang harus dicapai oleh
instalasi pengolahan air minum yang direncanakan sehingga air baku dapat
memenuhi baku mutu air minum yang telah ditetapkan.
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-4
Tabel 5.2 Efisiensi Pengolahan Yang Harus Dicapai
No. Parameter Analisis Satuan Baku
Mutu Hasil
Analisis Efisiensi
Pengolahan 1 Kekeruhan NTU 15 113 87% 2 Warna TCU 5 30 84% 3 Besi mg/L 0,3 10,91 98% 4 Mangan mg/L 0,1 0,4 75% 5 Total Coli MPN /100 mL 0 x104 100%
Sumber : Perhitungan
Berikut ini akan sedikit diuraikan mengenai parameter air yang tidak
memenuhi baku mutu air minum dan yang perlu diperhatikan selama proses
pengolahan :
1. Kekeruhan
Istilah keruh diaplikasikan kepada air yang mengandung materi tersuspensi
yang mengganggu lewatnya cahaya menembus air atau ketika kedalaman
visual menjadi terbatas.
Kekeruhan dapat disebabkan oleh berbagai macam materi tersuspensi yang
berukuran mulai dari koloid sampai dengan dispersi kasar, tergantung dari
derajat turbulensinya. Contoh zat-zat yang dapat menyebabkan kekeruhan
adalah lempung, lumpur, zat organik, plankton, dan zat-zat halus lainnya.
Pada musim hujan nilai kekeruhan biasanya lebih tinggi daripada pada
musim kering karena pada umumnya akan terjadi erosi di DAS.
Pembahasan mengenai kekeruhan sangat erat kaitannya dengan segi
estetika, kemudahan pengoperasian filter (filterability), dan desinfeksi
(kekeruhan sering diakibatkan oleh adanya mikroorganism, dan kekeruhan
yang tinggi dapat melindungi mikroorganisme dari pengaruh desinfeksi
sehingga dapat mendorong pertumbuhan bakteri dan menaikkan kebutuhan
klor). Pengukuran kekeruhan digunakan untuk menentukan efektivitas dosis
bahan kimia dalam unit pengolahan (Sawyer, 1965).
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-5
2. Warna
Material yang menyebabkan warna pada air adalah sebagai akibat dari
adanya kontak antara air dengan bahan organik, seperti daun dan kayu yang
telah terdekomposisi pada berbagai tahap.Tannin, humic acid, dan humate
hasil dekomposisi lignin merupakan penyebab utama terjadinya warna. Besi
dalam bentuk ferric humate juga berpotensi tinggi menimbulkan warna.
Pada dasarnya dikenal dua jenis warna pada air permukaan, yaitu :
a. Warna Semu
Warna semu ini biasanya berasal dari unsur-unsur yang dapat
tersuspensi di dalam air.
b. Warna Sejati
Warna sejati biasanya berasal dari ekstrak tumbuhan atau bahan
organik yang bersifat koloid.
Pada umumnya penyebab timbulnya warna dalam air adalah warna semu,
tetapi ketika jumlah zat oranik di dalam air sangat tinggi, maka warna sejati
juga akan tinggi. Hal lain yang mempengaruhi intensitas warna air adalah
pH, pada umumnya intensitas warna akan meningkat dengan meningkatnya
pH.
3. Besi
Air yang mengandung besi tersebut ketika mengalami kontak dengan udara
akan menjadi keruh dan tidak memenuhi segi estetika. Hal ini terjadi, karena
oksidasi besi menjadi bentuk Fe(III) yang membentuk presipitat koloid.
Besi bisa mengganggu proses pencucian pakaian, menghasilkan noda pada
peralatan plumbing, dan menimbulkan kesulitan pada sistem distribusi
karena mendukung tumbuhnya bakteri. Besi juga menghasilkan rasa pada
air yang terdeteksi pada konsentrasi yang sangat rendah.
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-6
4. Mangan
Mangan biasanya ditemukan dalam air bersama-sama dengan besi. Sama
halnya dengan besi, mangan juga dapat mempengaruhi rasa air jika
konsentrasinya melebihi 0,5 mg/L. Kandungan mangan dalam air pencucian
dapat menyebabkan warna baju menjadi kekuningan.
5. Total Coli
Kehadiran bakteri coliform pada air minum tidak diinginkan, karena bakteri
coliform merupakan indikator tercemarnya sumber air oleh air limbah
domestik. Selain itu, keberadaan bakteri coliform biasanya disertai dengan
bakteri/virus patogen lainnya
6. Agresifitas
Agresifitas merupakan tingkat korosifitas air terhadap logam atau bahan,
yang ditentukan oleh kandungan CO2 agresif dan pH. Nilai agresifitas suatu
air baku diperlukan untuk menentukan jenis bahan yang dapat digunakan
pada bagian transmisi atau struktur instalasi pengolahan dan kebutuhan
bahan kimia pada proses pengolahan sebagai kontrol korosi. Agresifitas
dapat dihilangkan dengan melakukan pembubuhan kapur.
Agresifitas dapat diketahui dengan menggunakan Langelier Index (LI) yang
dapat dihitung menggunakan persamaan-persamaan berikut ini :
pHspHLI 1)
dimana : pH = pH air baku
pHs = pH jenuh
TH4 2)
dimana : H = Kesadahan Total (mol/L)
T = Bikarbonat (mol/L)
3
21
1logHCOCOKpH
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-7
5.0
5.0
111
4.11pKpK 4)
5.0
5.0
221
4.112pKpK 5)
5.0
5.01
9.314
ss pKpK 6)
ss pKpHCOpCapKpH 13
22
1 7)
Berdasarkan persamaan yang tercantum di atas dapat dihitung nilai
Langelier Index dan kemudian dapat ditentukan agresifitas air dengan
kriteria sebagai berikut :
LI < 0 : Air bersifat agresif
LI = 0 : Air berada pada kesetimbangan
LI > 0 : Air bersifat oversaturated
V.4 Lokasi Instalasi Pengolahan Air Minum
Penetapan lokasi instalasi pengolahan air minum bergantung pada beberapa
faktor, yaitu jarak lokasi dari intake, layout dari unit pengolahan, dampak
terhadap lingkungan dari instalasi, dan metode pendistribusian air (secara
gravitasi atau pemompaan).
Selain itu, hal-hal berikut ini perlu juga ikut dipertimbangkan untuk
melakukan penetapan lokasi instalasi pengolahan air minum :
1. Lokasi geografis
2. Kondisi geologi dan topografi
3. Ketersediaan tenaga listrik dan peralatan lainnya
4. Lokasi memiliki akses jalan yang baik
5. Aman dari bencana alam seperti banjir dan gempa bumi
6. Jarak antara daerah pelayanan dengan instalasi
7. Kemungkinan untuk pengembangan di masa yang akan datang
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-8
Lokasi instalasi pengolahan air minum yang baik dapat memanfaatkan
ketinggian sebagai energi untuk mendistribusikan air minum yang
dihasilkan oleh instalasi pengolahan air minum.
Lokasi yang akan digunakan dalam perencanaan instalasi pengolahan ini
terletak di dekat instalasi eksisting yaitu di samping PDAM Cabang Garut
Kota. Lokasi ini berjarak ± 270 m dari rencana lokasi intake. Lokasi juga
langsung memiliki akses ke jalan raya.
V.5 Kapasitas Instalasi Pengolahan Air Minum
Instalasi Pengolahan Air Minum ini direncanakan akan beroperasi selama
20 tahun mendatang, serta akan melayani penduduk Kecamatan Garut Kota,
Kecamatan Tarogong Kaler, dan Kecamatan Tarogong Kidul yang selama
ini telah dilayani oleh PDAM Cabang Garut Kota. Pada Tabel 5.3 adalah
jumlah kebutuhan air minum selama 20 tahun yang akan datang.
Tabel 5.3 Debit Kebutuhan Air
Jenis Kebutuhan Air Faktor 2018
(L/detik) 2028
(L/detik) Debit Rata-rata 1 359,40 521,07 Debit Jam Puncak 1.5 539,10 781,61 Debit Hari Maks 1.1 395,34 573,18
Sumber : Perhitungan
Saat ini, 3 kecamatan yang menjadi wilayah perencanaan telah menerima
suplai air dari PDAM Cabang Garut Kota dengan kapasitas produksi 170
L/detik yang tidak dapat memenuhi kebutuhan air penduduk. Debit yang
akan diolah instalasi pengolahan adalah debit yang belum terpenuhi.
Kapasitas pengolahan yang direncanakan akan didasarkan pada debit harian
maksimum untuk mengantisipasi fluktuasi penggunaan air minum pada saat
maksimum, sehingga untuk memenuhi debit perencanaan pada tahun 2028.
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-9
Debit pengolahan IPAM direncanakan sebesar 105% dari kebutuhan air
minum tak terpenuhi, dengan kelebihan sebesar 5% dipergunakan untuk
kebutuhan air internal IPAM.
Tabel 5.4 Debit Pengolahan IPAM
Jenis Kebutuhan Air 2018 (L/detik)
2028 (L/detik)
Kebutuhan Air Total 395,34 573,18
Kapasitas Terpasang PDAM 170 170
Kebutuhan Air Tak Terpenuhi 225,34 403,18
Kebutuhan Air Bersih u/ IPAM
11,27
20,16
Debit Pengolahan IPAM 236,61 423,34
Sumber : Perhitungan
Instalasi Pengolahan Air Minum direncanakan akan dibangun dalam 2
tahap, yaitu tahap I pada tahun 2007 s.d. 2018 dan tahap II pada tahun 2018
s.d. 2028. Berdasarkan perhitungan besar debit pengolahan air minum pada
masing-masing tahapnya adalah sebesar 237 L/detik dan 187 L/detik. Debit
perencanaan akan ditetapkan sama pada tiap tahap yaitu sebesar 212
L/detik, untuk mempermudah perencanaan.
Tabel 5.5 Rencana Kapasitas IPAM
Debit Air Minum Debit L/detik
Debit Tahap I 212 Debit Tahap II 212 Debit Total IPAM 424
Sumber : Perhitungan
Berikut ini adalah rencana pembangunan yang akan dilakukan pada setiap
tahapnya:
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-10
Tahap I
Intake : Untuk kapasitas total 424 L/detik
Transmisi : Untuk kapasitas total 424 L/detik
Instalasi : Untuk memenuhi debit Tahap I 212 L/detik
Tahap II
Instalasi : Untuk memenuhi debit Tahap II 212 L/detik
Instalasi Pengolahan Air Minum yang akan direncanakan pada Tugas akhir
ini adalah perencanaan pada Tahap I yang mencakup pembangunan intake
dan sistem transmisi untuk debit total 424 L/detik, serta pembangunan
instalasi pengolahan dengan debit pengolahan 212 L/detik.
V.6 Dasar-Dasar Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
Pemilihan alternatif proses pengolahan didasarkan kepada karakteristik air
baku dan kulitas akhir dari air yang diinginkan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pemilihan unit Pengolahan Air Minum, diantaranya adalah
faktor teknis, dan ekonomis. Pemilihan dilakukan dengan
mengkombinasikan faktor-faktor tersebut sehingga didapatkan kombinasi
unit pengolahan yang paling efesien dan optimal.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pemilihan unit
pengolahan dari segi teknis dan ekonomis adalah sebagai berikut :
1. Segi Teknis
a. Efisiensi unit pengolahan terhadap parameter kualitas air yang
akan diturunkan.
b. Fleksibilitas sistem terhadap kualitas air yang berfluktuasi
c. Kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu
yang panjang.
d. Kemudahan konstruksi
2. Segi Ekonomis
a. Biaya investasi awal, operasional, dan pemeliharaan
b. Luas lahan yang dibutuhkan
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-11
c. Optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan
parameter kualitas air yang hendak diturunkan.
Keefektifan unit-unit pengolahan yang dipilih dapat diperoleh berdasarkan
pengalaman dari instalasi pengolahan air minum yang telah lebih dulu ada.
Apabila tidak didapatkan pengalaman sebelumnya keefektifan dapat pula
dipastikan dengan melakukan studi skala laboratorium.
Menurut Kawamura (1991), terdapat tiga bentuk dasar proses pengolahan
air minum dan dua bentuk modifikasi, yaitu :
1. Instalasi pengolahan konvensional lengkap
2. Direct filtration
3. In-line filtration
4. High level complete filtration
5. Two stage filtration
Pemilihan unit-unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan
model prediksi (JICA) yang dikombinasikan dengan analisis mengenai
pengaruh yang diberikan oleh proses pengolahan air (Fair, Geyer, & Okun,
1968).
Menurut JICA (1991), proses pengolahan air untuk menghilangkan
parameter pencemar dalam air dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Tahap Pra Pengolahan
Tahap Pra Pengolahan merupakan tahap pengolahan air baku
sebelum air baku diolah pada unit-unit pengolahan utama yang
umum digunakan seperti koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi,
dan desinfeksi yang terjadi pada akhir pengolahan. Pra Pengolahan
memiliki fungsi utama untuk menurunkan parameter tertentu yang
dapat mengganggu proses selanjutnya.
2. Tahap Pengolahan Utama
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-12
Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum
diperlukan untuk mengolah air baku sehingga pada akhirnya menjadi
air minum, seperti misalnya pengolahan kesadahan, koagulasi, dan
flokulasi yang diikuti oleh proses sedimentasi, filtrasi, dan
desinfeksi.
3. Tahap Pengolahan Khusus
Pengolahan khusus adalah tambahan yang benar-benar diperlukan
apabila pada air baku terdapat parameter pencemar yang spesifik,
sehingga memerlukan pengolahan yang spesifik pula.
Tabel 5.6 Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum dengan Model Prediksi
Parameter Konsentrasi Pra Pengolahan Pengolahan Pengolahan Khusus S PC PS A LS CS RSF SSF P SC AC SCT SWT
Coliform (MPN/100ml)
0-20 E
20-100 O O O O E 100-5000 E E E O E
>5000 E O E E E O
Turbiditas (NTU)
0-10 O O 10-200 O E
>200 O O E
Warna (Unit Pt-Co)
20-70 E O O
>70 O E O
Kesadahan (mg/l CaCO3)
>200 E E E E
Fe, Mn (mg/l)
<0.3 O O E
0.3-1 O E E O
>1 E E E E O
Sumber : JICA, 1990 Keterangan : S=Screening ; PC=Prechlorination ; PS=Plain Settling ; A=Aeration ; LS=Lime Softening ; CS=Coagulation-Sedimentation ; RSF=Rapid Sand Filtration ; SSF=Slow Sand Filtration ; P=Post Chlorination ; SC=Special Chlorination ; AC=Activated Carbon ; SCT=Special Chemical Treatment ; O=Optional ; E=Essential
Pada Tabel 5.6 dapat dilihat jenis unit-unit pengolahan dan parameter-
parameter pencemar yang dapat disingkirkan oleh masing-masing unit
pengolahan tersebut menurut JICA. Unit-unit pengolahan yang terdapat
dalam satu rangkaian Instalasi Pengolahan Air Minum akan saling
memberikan pengaruh terhadap penurunan parameter-parameter pencemar
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-13
yang terdapat di dalam air. Pada Tabel 5.7 dapat dilihat pengaruh yang
diberikan oleh proses pengolahan air.
Tabel 5.7 Pengaruh yang Diberikan oleh Proses Pengolahan Air
Parameter Aerasi Koagulasi
dan Sedimentasi
Pelunakan (kapur soda)
+ Sedimentasi
SSF tanpa Koagulasi
dan Sedimentasi
RSF dengan Koagulasi
dan Sedimentasi
Desinfeksi
Bakteri 0 ++ (+++)1,2 ++++ ++++ ++++ Warna 0 +++ 0 ++ ++++ 0
Kekeruhan 0 +++ (++)2 ++++3 ++++ 0
Bau dan Rasa ++4 (+) (++)2 ++ (++) ++++5
--6
Kesadahan + (--)7 ++++11 0 (--)7 0
Korosif +++8 (--)10 0 (--)10 0
---9
Fe & Mn +++ +12 (++) ++++12 0 Sumber : Fair, Geyer, & Okun, 1968 Keterangan : 1. pH yang dihasilkan oleh kelebihan kapur sangat tinggi 2. Dihitung dalam presipitat 3. Terjadi penyumbatan yang sangat cepat pada kekeruhan tinggi 4. Tidak termasuk rasa chlorophenol 5. Jika menggunakan BPC/Superklorinasi diikuti dechlorinasi 6. Bila tidak menggunakan (5) dalam kehadiran rasa dan bau yang keras 7. Beberapa koagulan merubah karbonat menjadi sulfat 8. Dengan menghilangkan karbondioksida 9. Penambahan oksigen jika sangat rendah 10. Beberapa koagulan membebaskan CO2 11. Beberapa logam diserap pada pH 12. Setelah aerasi
Berdasarkan karakteristik air baku yang akan digunakan, unit-unit
pengolahan yang dipilih harus bisa menurunkan parameter-parameter
pencemar dalam air baku, yaitu : kekeruhan, warna, besi, mangan, dan total
coli. Sehingga pemilihan unit-unit pengolahan yang akan digunakan
berdasarkan model prediksi dari JICA dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-14
Tabel 5.8 Unit Pengolahan Terpilih berdasarkan Model Prediksi JICA
No. Parameter Analisis Satuan Baku
Mutu Hasil
Analisis Unit Pengolahan
1 Kekeruhan TCU 15 113 Koagulasi Sedimentasi 2 Warna NTU 5 30 Koagulasi Sedimentasi
3 Besi mg/L 0,3 10,91 Preklorinasi,
Koagulasi-Sedimentasi, RSF
4 Mangan mg/L 0,1 0,4 Preklorinasi,
Koagulasi-Sedimentasi, RSF
5 Total Coli MPN / 100 mL 0 4
Screening, Koagulasi-Sedimentasi, RSF, Post Chlorination
Sumber : Analisa
V.7 Kebutuhan Bahan Kimia
Pada instalasi pengolahan air minum yang bertujuan untuk mengubah air
baku menjadi air minum akan diperlukan bahan kimia untuk memperbaiki
kualitas air baku yang ada. Penggunaan bahan kimia ini dilakukan pada
beberapa proses, antara lain unit preklorinasi, koagulasi, desinfeksi, dan
netralisasi.
Dosis bahan kimia yang diperlukan bagi masing-masing proses ditentukan
melalui uji laboratorium atau melalui perhitungan matematis. Perhitungan
matematis dilakukan terhadap penentuan dosis pada proses preklorinasi dan
netralisasi, sedangkan uji laboratorium dilakukan terhadap penentuan dosis
pada proses koagulasi dan desinfeksi.
Percobaan laboratorium yang dilakukan antara lain :
1. Jar Test
Jar Test adalah percobaan laboratorium yang dilakukan untuk
mengetahui dosis koagulan yang optimum. Pada percobaan ini
digunakan koagulan berupa Alum (Al2(SO4)3). Dosis koagulan yang
diperoleh melalui percobaan ini adalah 25 mg/L. Percobaan ini
diikuti dengan percobaan kolom sedimentasi untuk memperoleh
efisiensi penyisihan dari pengendapan.
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-15
Tabel 5.9 Kualitas air baku setelah proses koagulasi skala
laboratorium
No. Parameter Analisis Satuan Baku
Mutu Hasil
Analisis 1 Kekeruhan NTU 15 1,2 2 Warna TCU 5 0 3 pH 6,5-8,5 7,12
2. Percobaan DPC
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui dosis desinfektan yang
dibutuhkan untuk mengolah air baku. Pada percobaan ini digunakan
desinfektan berupa kaporit (Ca(OCl)2). Dosis desinfektan yang
diperoleh melalui percobaan ini adalah 4 mg/L kaporit.
Bahan-bahan kimia yang dibutuhkan pada instalasi pengolahan air minum
sesuai dengan karakteristik air baku yang dipergunakan adalah :
Kaporit (Ca(OCl)2), sebagai pengoksidasi dalam proses
penghilangan besi mangan dan desinfektan pada proses desinfeksi.
Alum (Al2(SO4)3), sebagai koagulan.
Kapur (CaO), sebagai kontrol agresifitas.
Ketiga bahan kimia yang digunakan di atas diperoleh dalam bentuk padat,
sehingga diperlukan proses pelarutan sebelum ketiga bahan kimia tersebut
digunakan. Pelarutan ini dilakukan pada suatu bak tersendiri yang selain
berfungsi sebagai tempat pelarutan juga sebagai tempat penampung bahan
kimia tersebut.
V.8 Skema Pengolahan Air Minum
Berdasarkan Tabel 5.8 maka, unit-unit yang dipilih sebagai unit pengolahan
utama dalam perencanaan instalasi pengolahan air minum ini terdiri dari
unit Screening, Preklorinasi (Unit Penyisihan Besi dan Mangan), Koagulasi,
Sedimentasi, Rapid Sand Filter, dan Posklorinasi. Bangunan lainnya juga
akan direncanakan untuk mendapatkan instalasi penglahan air minum yang
Analisa dan Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
V-16
lengkap seperti bangunan intake, bak penenang, reservoir, menara air,
bangunan pembubuh bahan kimia, dan pengolahan lumpur. Skema unit-unit
instalasi pengolahan air dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Skema Pengolahan Air Minum
Intake
Bak Penenang
Preklorinasi
Koagulasi
Flokulasi
Sedimentasi
Filtrasi
Desinfeksi
Reservoir
Distribusi
Pengolahan Lumpur
kaporit
alum
kaporit
kapur