Bab Tiga Metode Penelitian -...
Transcript of Bab Tiga Metode Penelitian -...
91
Bab Tiga
Metode Penelitian Jenis Penelitian
Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian ini termasuk dalam
penelitian kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekan-
kan analisisnya pada data-data numerikal (angka-angka) yang diolah dengan
metoda statistik. Pada dasarnya pendekatan kuantitatif dilakukan pada jenis
penelitian inferensial dan menyandarkan kesimpulan hasil penelitian pada
suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode
kuantitatif di peroleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi
hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitif
merupakan penelitian dengan jumlah sampel besar. Sedangkan secara
mendalam penelitian berdasarkan pendekatan kuantitatif dalam penelitian
ini termasuk dalam penelitian inferensial. Penelitian inferensial melakukan
analisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis. Kesimpulan
penelitian jauh melebihi sajian data kuantitatif saja, dan kesimpulannya
dapat bersifat umum.
Peubah Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat empat peubah yang akan diteliti,
dimana setiap peubah ini akan diukur dengan sejumlah indikator yang
92
tercermin dalam instrumen dalam bentuk kuesioner yang akan diisi oleh
responden yang berisi pertanyaan. Berikut akan diuraikan definisi
operasional dan pengukuran ke empat peubah tersebut.
Peubah Knowledge Management
Knowledge management (Tiwana, 2002) adalah proses mengidenti-
fikasi, mengorganisasi penangkapan pengetahuan, menyimpan pengeta-
huan, dan mendidtribusikan pengetahuan serta menerapkan pengetahuan
dalam organisasi, dengan komponen yang memiliki peran dan persentase
yang berbeda. Peubah knowledge management dioperasionalisasikan
sebagai peubah yang dapat berpengaruh positif terhadap intellectual
capital. Pengukuran peubah ini mengacu pada dimensi yang dikemukakan
oleh Godbout (2000) yang terdiri dari tiga elemen utama yaitu: a. People
dengan indikator: merangsang berbagi pengetahun, memelihara berbagi
pengetahuan, penggunaan pengetahuan. Adapun dimensi: b. Process,
dengan indikator: mencari pengetahuan, membuat berbagi pengetahuan,
menangkap berbagi pengetahuan. Sedangkan dimensi: c. Technology,
dengan indikator: menyimpan pengetahuan, membuat pengetahuan mudah
diakses,memungkinkan orang lain bekerjasama. Dari uraian ke tiga elemen
tersebut menguatkan sebagai dasar penggunaannya dalam dimensi
knowledge management.
93
Tabel 3.1.
Definisi Konseptual, Dimensi, Indikator Empirik Knowledge Management
Definisi Konseptual Dimensi Knowledge
Management
Simbol Indikator Empirik
Knowledge
Management (KM)
merupakan proses
mengidentifikasi,
meng organisasi
penangkapan
pengetahuan,
menyimpan
pengetahuan, dan men
distribusikan
pengetahuan serta
menerapkan
pengetahuan dalam
organisasi (Tiwana,
2002)
a. People X1.1 Merangsang berbagi
pengetahuan
X1.2 Memelihara berbagi
pengetahuan
X1.3 Penggunaan
pengetahuan
b. Process X1.4 Mencari pengetahuan
X1.5 Membuat berbagi
pengetahuan
X1.6 Menangkap berbagi
pengetahuan
c. Technology X1.7 Menyimpan pengeta-
huan
X1.8 Membuat pengetahuan
mudah diakses
X1.9 Memungkinkan orang
lain bekerja sama
Peubah Modal Intelektual (Intellectual Capital)
Modal intelektual (Stewart, 1997), merupakan materi intelektual
yaitu pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual, pengalaman yang
digunakan untuk menciptakan kesejahteraan. Peubah Intellectual capital
dioperasionalisasikan sebagai peubah yang dapat berpengaruh positif
terhadap kinerja industri kreatif. Pengukuran peubah ini mengacu pada
dimensi yang dikemukakan oleh Edvinsson, dan Malone, (1997), yang
terdiri dari tiga elemen utama yaitu: a. Human capital, dengan indikator:
Attitude, competencies, education, knowledge, and skills. Sedangkan
dimensi: b. Structural capital, dengan indikator: copyright, corporate
culture, desgn rights, financial relations, information technology
94
infrastructure, management processes, service marks, trade secrets, and
trademarks. Adapun dimensi: c. Customer capital dengan indikator: brand,
company name, customers, distribution channels, franchise agreements,
license agreements, and loyalty.
Tabel 3.2.
Definisi Konseptual, Dimensi, Indikator Empirik Intellectual Capital
Definisi Konseptual Dimensi Intellectual
Capital
Simbol Indikator Empirik
Modal intelektual merupa
kan materi intelektual
yaitu pengetahuan,
informasi, kekayaan
intelektual, pengalaman
yang diguna kan untuk
menciptakan kesejahtera
an (Stewart, 1997)
a. Human Capital X2.1 Attitude
X2.2 Competencies
X2.3 Education
X2.4 Knowledge
X2.5 Skills
b.Structural Capital X2.6 Copyright
X2.7 Corporate culture
X2.8 Design rights
X2.9 Financial relations
X2.10 Information technology
Infrastructure
X2.11 Management processes
c.Customer Capital X2.12 Brand
X2.13 Company name
X2.14 Customers
X2.15 Distribution channels
X2.16 Franchise agreements
X2.17 Loyalty
Peubah Knowledge Broker
Broker pengetahuan (Dobbins et al., 2009) adalah perantara (sebuah
organisasi atau seseorang), yang bertujuan untuk mengembangkan
hubungan dan jaringan dengan, antara, dan antara produsen dan pengguna
pengetahuan dengan menyediakan hubungan, sumber-sumber
95
pengetahuan, dan dalam beberapa kasus pengetahuan itu sendiri, (misalnya
pengetahuan teknis - bagaimana, wawasan pasar, bukti penelitian) kepada
organisasi dalam jaringannya. Peubah knowledge broker dioperasionalisasi-
kan sebagai peubah yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan
antara knowledge management dan intellectual capital. Pengukuran
peubah ini mengacu pada indikator yang dikemukakan oleh Dobbins et al.,
(2009) yang terdiri: a. Membangun akses ke pengetahuan, b. Internalisasi
pengalaman; c. Menghubungkan kolam pengetahuan; d. Mendukung
pengetahuan; e. Memfasilitasi pengembangan kapasitas individu/
organisasi; f. Menerapkan pengetahuan dalam pengaturan baru.
Tabel 3.3.
Definisi Konseptual, Indikator Empirik Knowledge Broker
Definisi Konseptual Simbol Indikator Empirik
Knowledge Broker merupakan perantara
(sebuah organisasi atau seseorang),
yang bertujuan untuk mengembangkan
hubungan dan jaringan dengan, antara,
dan antara produsen dan pengguna
pengetahuan dengan menyediakan
hubungan, sumber-sumber pengeta-
huan, dan dalam beberapa kasus
pengetahuan itu sendiri, kepada
organisasi dalam jaringannya(Dobbins et
al., 2009)
X3.1 Membangun akses ke pengetahuan
X3.2 Internalisasi pengalaman
X3.3 Menghubungkan kolam pengeta-
huan yang terpisah
X3.4 Mendukung pengetahuan
X3.5 Memfasilitasi pengembangan
kappasitas individu/ organisasi
X3.6 Menerapkan pengetahuan dalam
pengaturan baru
Peubah Kinerja Industri Kreatif
Industri kreatif menurut Kementerian Perdagangan RI (2008):
“Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta
bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan
melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu
96
tersebut. Adapun kinerja industri kreatif merupakan prestasi yang berasal
dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk
menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan
dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Pengukuruan peubah kinerja industri kreatif dalam penelitian ini mengacu
pada beberapa rujukan yang perlu disesuaikan (Shepherd (2004), Bontis
(1998), Swamidass dan Newell, (1987), Kementerian Perdagangan RI (2008)
yang terdiri dari: a. pertumbuhan laba, b. pertumbuhan penjualan, c.
tingkat kesuksesan dalam peluncuranproduk baru, d. kesempatan kerja, e.
Pertumbuhan pangsa pasar.
Tabel 3.4.
Definisi Konseptual, Indikator Empirik Kinerja industri kreatif
Definisi Konseptual Simbol Indikator Empirik
Kinerja industri kreatif merupakan
prestasi yang berasal dari pemanfaatan
kreativitas, keterampilan serta bakat
individu untuk menciptakan kesejahte-
raan serta lapangan pekerjaan melalui
penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi
dan daya cipta individu tersebut
(Kementerian Perdagangan RI, (2008),
Simon, (2006)
Y1.1 Pertumbuhan laba
Y1.2 Pertumbuhan penjualan
Y1.3 Tingkat kesuksesan dalam pelun-
curan produk baru
Y1.4 Kesempatan kerja
Y1.5 Pertumbuhan pangsa pasar
Konteks Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Industri kreatif yang berada di
Jawa Timur. Jawa Timur mempunyai posisi yang strategis di bidang industri
karena diapit oleh dua provinsi besar yaitu Jawa Tengah dan Bali, sehingga
menjadi pusat pertumbuhan industri maupun perdagangan. Jawa Timur
mempunyai potensi di bidang Pertanian, Perkebunan, Niaga, Holtikultura,
Perikanan, dan Sumberdaya Egergi lainnya serta potensi industri yang cukup
bagus. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur tahun 2013
97
tumbuh sebesar 6,55 persen dibandingkan dengan tahun 2012. Semua
sektor mengalami pertumbuhan positif, dengan pertumbuhan tertinggi di
sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,43 persen, sedangkan
terendah di sektor pertanian sebesar 1,59 persen. Ekonomi kreatif semakin
tumbuh dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan
di Jawa Timur.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan industri kreatif
berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) pada urutan ke-9 dari
10 sektor lapangan usaha. Kontribusi industri kreatif terhadap PDB memang
masih relatif rendah, akan tetapi menurut Adi Suryo (Ketua Bidang Industri
Kreatif, Teknologi Informasi, dan Media Hipmi Jawa Timur, SURYA Online,
26/2/2013) "Potensi untuk industri kreatif di Jawa Timur sangat besar,
bahkan industri kreatif ini mampu memenuhi kebutuhan eksport Jawa
Timur di bidang non migas," Saat ini industri kreatif berkontribusi sekitar 7
persen dari total PDRB Surabaya.
Mengutip harian Bisnis Indonesia dalam (http://www.enciety.
co/2015/02/06/) industri kreatif memberikan kontribusi rata-rata 7,13
persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) selama periode 2010-2014.
Pada 2010, sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB tercatat sebesar Rp
473 triliun, sementara pada 2013 jumlahnya meningkat mencapai Rp 641
triliun. Kontribusi industri ini terhadap PDRB di Surabaya dan Jawa Timur
cukup baik. Ketua Bidang Industri Kreatif, Teknologi Informasi, dan Media
Hipmi Jawa Timur menyatakan, di Surabaya tahun 2012, industri kreatif
memberikan kontribusi sebesar 7 persen atau sekitar Rp 12,3 triliun dari
total PDRB Surabaya. Di Jawa Timur, industri ini menyumbang Rp 54 triliun
per tahun terhadap PDRB Jawa Timur. Industri fesyen dan kerajinan
memiliki kontribusi besar, paling menonjol, dan mendominasi di sektor
industri kreatif nasional.
98
Industri kreatif terus menjadi trend perkembangan dunia usaha,
kekayaan dan kultur budaya jawa timur menjadi potensi industri kreatif
Jawa Timur yang berpotensi meningkat dari tahun ke tahun. Melihat
potensi ini, disperindag Jawa Timur terus berupaya mengembangkan
industri kreatif di Jawa Timur. Kearifan lokal yang terangkum dalam
kekayaan budaya Jawa Timur, akan menjadi faktor penentu usaha berbasis
industri kreatif di Jawa Timur. Sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris
Disperindag Jawa Timur, Heri Hermonoadi, pengembangan industri kreatif
di Jawa Timur menjadi salah satu cluster strategi utama. Dalam
perkembangannya, berpedoman pada Inpres Nomor 6 tahun 2009.“Jawa
Timur juga menjadi salah satu pokja di pemerintah dalam upaya
mengembangkan berbagai macam industri kreatif,” paparnya dalam
Working Grup Industri Kreatif, Kamis (29/11/2012). Pertumbuhan industri
kreatif tertinggi secara nasional masih berada di Jakarta, Jawa Barat
(Bandung), Jawa Tengah (Jogjakarta) dan Bali. Sementara Jawa Timur masih
di bawahnya, sedikit lebih rendah.
Penelitian yang mengkaji dengan penekanan pada sub sektor
industri kreatif diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan ilmu pengetahuan dari hasil penelitian tersebut. Penelitian
yang terkait dengan kompetensi pemanfaatan intellectual capital dan
knowledge management masih sangat terbatas. Penelitian di industri kreatif
selama ini sebagian besar mengkaji industri kreatif secara menyeluruh pada
semua sektor. Padahal tidak semua sektor mempunyai kompetensi
keterkaitan yang langsung. Tentang hal ini dapat dirujuk penelitian yang
dilakukan oleh DCMS (Department of Culture, Media, and Sport, 1998);
Florida (2002); Pratt (2004b); Rutter (2007); Bakhshi dan Schneider (2007);
Schwartz (2007); serta Bakhshidan Simmie (2008). DCMS menyoroti
pemetaan industri kreatif secara menyeluruh di Negara Inggris. Florida
menekankan munculnya kelompok sosial baru dari pekerja pengetahuan,
99
Pratt lebih menekankan cluster kreatif menuju pemerintahan industri
kreatif. Rutter menekankan adanya inovasi yang tersembunyi dalam industri
kreatif, dan Bakhshi, and Schneider menekankan penelitiannya dalam Riset
terkait dengan Ekonomi kreatif dalam kontek ekonomi sebuah Negara.
Adapun Schwartz cenderung menekankan industri kreatif berdasarkan
regional suatu daerah. Bakhshi, and Simmie menekankan risetnya pada
menganalisis peran industri kreatif dalam mempengaruhi kinerja inovasi
ekonomi dunia.
Mengkaji penelitian-penelitian tersebut belum nampak atau masih
adanya kekosongan penelitian pada industri kreatif dalam konteks
kompetensinya yang menekankan pada kajian intellectual capital dan
knowledge management. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Andi S.
Boediman (Creative Entrepreneur, Founder of Ideosource – venture capital
for digital business & IDS (International Design School) kekuatan utama dari
industri kreatif bukanlah coverage pada bidang industrinya, tetapi menurut
terletak pada intellectual property exploitationnya. Artinya dengan
menciptakan karya, si kreator berhak atas royalti atas eksploitasi karya itu di
kemudian hari.
Uraian tersebut di atas merupakan salah satu alasan dipilihnya sub
sektor indutri kreatif yang lebih menekankan pada kompetensinya
penggunaan intellectual capital dan knowledge management dalam peneli-
tian ini. Alasan lain yang mendukung yaitu sub sektor yang kompetensinya
lebih banyak porsinya dalam tataran Intellectual Capital dan Knowledge
Management, sebagaimana dapat dipahami melalui gambar berikut.
Dimana kompetensi dalam cakupan Intangible Based (Intangible Asset) yang
merupakan ranah dalam Intellectual Capital adalah sub sektor: (Film, Video,
Foto grafi), (TV & Radio), (Musik), (Periklanan), (Game interaktif), (IT &
Software).
100
Gambar 3.1 Potensi Kompetensi Intensitas Tangibel/Intangible
Sumber: Menparekraf, Mari Elka Pangestu Dalam News Letter Informasi Pemasaran Pariwisata 2012
Dalam sub sektor tersebut lebih menekankan intensitas sumberdaya
mulai media, seni budaya, desain hingga IPTEK, dimana lebih terkait dengan
implementasi Intellectual Capital dan Knowledge Management yang lebih
mengacu Intangible Based daripada Tangible Based.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh usaha industri kreatif
yang ada di Jawa Timur, yang terdiri dari sektor: (1) Periklanan (2) Arsitektur
(3) Pasar barang seni (4) Kerajinan (5) Desain (6) Fesyen (7) Video, film,
fotografi (8) Permainan Interaktif (9) Musik (10) Seni pertunjukan (11)
Penerbitan dan Percetakan (12) Layanan komputer dan piranti lunak (13)
Televisi dan radio (14) Riset dan pengembangan. Lokasi penelitian ini
berada di Jawa Timur dengan sasaran Kotamadya (istilah sekarang disebut
“Kota”), sehingga terdapat 9 kota yaitu: Surabaya, Pasuruan, Probolinggo,
101
Malang, Batu, Mojokerto, Kediri, Blitar, dan Madiun. Pertimbangan
dipilihnya daerah tersebut karena secara realita industri kreatif sebagian
besar berkembang di kota Metropolis, propinsi hingga kotamadya yang
mendukung aktivitas industri kreatif yang banyak memerlukan unsur
informasi, teknologi, kreativitas, inovasi. Unit analisis dalam penelitian ini
adalah pemilik atau pengelola 6 (enam) sub sektor industri kreatif subsektor
“(Film, Video, Fotografi), (TV & Radio), (Musik), (Periklanan), (Game
interaktif), (IT & Software)” di 9 kotadari 14 sektor yang ada di Jawa Timur.
Unit sampel atau unit analisis dalam penelitian ini adalah pemilik
atau pengelola 6 (enam) sub sektor industri kreatif subsektor “(Film, Video,
Foto grafi), (TV & Radio), (Musik), (Periklanan), (Game interaktif), (IT &
Software)” di 9 kotadi Jawa Timur.
Jika SEM yang berbasis “kovarian” mengharuskan ukuran sampel
yang besar yang dapat mencakup ratusan bahkan ribuan observasi; maka
PLS SEM yang berbasis “varian”dapat menggunakan ukuran sampel yang
kecil. Ukuran sampel kecil dengan persyaratan minimal adalah (Chin dan
Newsted, 1999):
a) Sepuluh kali jumlah indikator formatif terbanyak (mengabaikan
indikator refleksif)
b) Sepuluh kali jumlah jalur (paths) yang mengarah pada model struktural
c) Sample size: 30 – 50 atau > 200
Dalam penelitian ini digunakan acuan point c. Jika mengacu point c
besarnya sampel dalam penelitian ini cenderung memilih 30 – 50 atau> 200.
Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil sebanyak 300 responden
dengan rincian sebagaimana tabel 3.5. berikut:
102
Tabel 3.5. Lokasi Penelitian Dalam sampel
No. Sub sektor
Kota Penelitian
Peri klan an
Permainan interaktif
Musik Kom puter & Piranti lunak
Film, Vide, Foto grafi
TV & Radio
JUMLAH SAMPEL
1 Surabaya 10 10 10 10 10 10 60
2. Pasuruan 5 5 5 5 5 5 30 3. Probolinggo 5 5 5 5 5 5 30
4. Malang 5 5 5 5 5 5 30
5. Batu 5 5 5 5 5 5 30
6. Mojokerto 5 5 5 5 5 5 30
7. Kediri 5 5 5 5 5 5 30
8. Blitar 5 5 5 5 5 5 30
9. Madiun 5 5 5 5 5 5 30
Jumlah sampel
50 50 50 50 50 50 300
Alasan ditentukan jumlah sampel sebanyak 300 adalah dengan
pertimbangan sebgai berikut:
a) Tempat (lokasi) penyebaran kuesioner tidaklah sedikit, namun di 9 kota
b) Konteks (objek) penelitian adalah sebanyak 6 sub sektor industri kreatif
c) Dalam penelitian kuantitatif sampel minimal antara 30-40 sampel
d) Dengan pertimbangan point a-c tersebut penelitian ini cenderung lebih
tepat menggunakan sampel besar (>200 sampel).
e) Dengan pertimbangan kuesioner yang tidak dapat diperoleh/
dikembalikan/ tidak bersedia mengisi, maka ditentukan sampel
sebanyak 300 responden.
Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini
adalah Non probability sampling, dimana tiap responden yang memenuhi
kriteria populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang sama untuk dipilih
menjadi sampel (Creswell, 2003). Sedangkan jenisnya dari Non probability
sampling adalah termasuk pada Sampling Kuota, yaitu merupakan teknik
103
sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri
tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.
Proporsi jumlah sampel di Surabaya yang demikian (10 responden)
berbeda dengan 8 kota lainnya didasarkan pertimbangan bahwa
keberadaan industri kreatif lebih banyak berada di kota-kota besar maupun
metropolis, namun tidak seluruhnya demikian. Akan tetapi industri kreatif
yang lebih banyak menekankan penggunaan IT dan komunikasi kecende-
rungannya berada di kota-kota besar.
Pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya dapat dilihat melalui indikator
laju pertumbuhan PDRB Kota Surabaya.Tingkat kesejahteraan masyarakat di
suatu daerah dapat terlihat dari nilai PDRB suatu daerah tersebut. Indikator
PDRB ini menunjukkan daya beli penduduk suatu kota. Dalam hal ini
digunakan PDRB atas harga berlaku karena bertujuan untuk mengukur
perubahan struktur ekonomi Kota Surabaya. Semakin besar PDRB suatu
daerah maka semakin tinggi tingkat kemajuan pembangunan di daerah.
Dilihat dari peran PDRB, daerah dengan basis sektor industri dan
jasa berperan lebih besar dalam pembentukan perekonomian Jawa Timur,
dibanding daerah dengan basis pertanian. "Pada tahun 2012, 75 persen
PDRB Jawa Timur hanya disumbang oleh 10 kabupaten/kota diantaranya
Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Malang, Batu, Mojokerto, Kediri, Blitar,
dan Madiun. Di Jawa Timur hanya terdapat 6 kabupaten/ kota yang
PDRBnya di atas rata-rata Jawa Timur (Rp.26.445 juta), selebihnya di bawah
rata-rata. PDRB masing-masing kabupaten/kota berkisar dari Rp.18 juta
hingga Rp.46 juta, Adapun Surabaya mempunyai PDRB sebesar 95 juta
rupiah, jauh melebihi PDRB kabupaten/ kota lainnya. Berdasarkan uraian
tersebut menjadi pertimbangan jika jumlah sampel di Surabaya dua kali
lipat dari kota lainnya sebagai indikator tingginya PDRB tersebut, semakin
104
tinggi pula pertumbuhan ekonominya yang akan mempunyai
kecenderungan semakin tinggi industri kreatif.
Pengumpulan data
Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan
wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai laporan dan
publikasi yang terkait dengan konteks penelitian. Pengumpulan data melalui
penyebaran kuesioner untuk memperoleh data lewat pengisian pertanyaan
yang diujukan kepada pelaku industri kreatif 6 sub sektor (Film, Video,
Fotografi), (TV & Radio), (Musik), (Periklanan), (Permainan interaktif),
(Komputer & piranti lunak). Dalam penyebaran kuesioner tersebut, peneliti
menyadari bahwa tidak semua pertanyaan dalam kuesioner mudah
dimengerti oleh responden. Oleh karena itu peneliti membantu responden
dalam mengartikan dan memperjelas pertanyaan dalam kuesioner.
Selain penyebaran kuesioner dilakukan juga melalui diskusi
wawancara. Dengan pendekatan diskusi wawancara dengan pimpinan/
pengelola industri kreatif dari 6 sub sektor industri kreatif, dimaksudkan
sebagai langkah pendekatan untuk memperoleh data yang lebih
komprehensif dan lebih jelas dalam upaya untuk mendapatkan informasi
yang bersifat luas, lebih jelas dan bersifat kekeluargaan namun lebih
terpercaya. Skala pengukuran variabel yang digunakan adalah skala Likert
dengan 5 poit yaitu: 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (netral), 4
(setuju), 5 (sangat setuju).
Penyebaran Kuesioner
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan penyebaran
kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang diisi oleh responden. Dalam
hal ini responden tersebut berasal dari Pemilik/ Pengelola industri kreatif
sebanyak 50 responden setiap sub sektor dari 9 kota yang berasal dari 6 sub
sektor sehingga jumlahnya sebanyak 50 x 6 = 300 responden. Akan tetapi
105
dari jumlah 300 responden tersebut tidak semuanya dapat mengisi
kuesioner. Hal tersebut di antaranya disebabkan tidak semua kota dapat
diketemukan adanya 6 sub sektor industri kreatif tersebut. Sebagaimana
ditentukan sebelumnya bahwa 6 sub sektor industri kreatif tersebut
diantaranya adalah:
a. Industri kreatif sub sektor Periklanan,
b. Industri kreatif sub sektor Film, Video, Fotografi,
c. Industri kreatif sub sektor Permainan interaktif,
d. Industri kreatif sub sektor Musik,
e. Industri kreatif sub sektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak
f. Industri kreatif sub sektor TV & Radio,
Di beberapa kota seperti Pasuruan, Probolinggo, Blitar, Batu, Kediri,
Mojokerto, Madiun, beberapa sub sektor industri kreatif jumlahnya tidak
dapat diperoleh sebagaimana yang direncanakan. Sub sektor tersebut
diantaranya sektor Periklanan, sektor Film, sektor Video, sektor fotografi,
sektor musik, dan sektor TV & Radio. Jumlah responden dari 300 tersebut
sebanyak 51 tidak dapat diperoleh datanya atau dengan kata lain dapat
diperoleh data dari penyebaran kuesioner sebanayk 249 responden, dengan
rincian:
a. Kuesioner yang disebarkan = 300 kuesioner
b. Yang tidak bersedia mengisi kuesioner = 15 kuesioner
c. Kuesioner yang obyeknya terbatas = 36 kuesioner
d. Kuesioner yang dapat diolah = 249 kuesioner
106
Teknik Analisis
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan Partial Least Sequare (PLS). Salah satu pendekatan
yang diperkenalkan oleh Herman Wold (1982), adalah Partial Least Square
(PLS) dan sering disebut soft modeling. Dengan menggunakan PLS
dimungkinkan melakukan pemodelan persamaan structural dengan ukuran
sampel relatif kecil dan tidak membuhkan asumsi normal multivariate.
Selain permasalahan asumsi sebaran dan banyaknya data, kendala lain yang
dihadapi pemodelan structural menggunakan LISREL adalah indikator
(variabel manifest) penelitian hanya dimungkinkan bersifat reflektif
(variabel laten menjelaskan variabel manifest), tidak dimungkinkan untuk
indikator bersifat formatif (variabel manifest menjelaskan variabel laten).
Dengan menggunakan PLS dimungkinkan penelitian menggunakan indikator
bersifat reflektif ataupun formatif.
Metode PLS mempunyai keunggulan tersendiri di antaranya: data
tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala
kategori, ordinal, interval sampai rasio dapat digunakan pada model yang
sama) dan ukuran sampel tidak harus besar.
Adapun alasan digunakan teknik analis PLS adalah tidak harus
menggunakan sampel dalam jumlah besar, hal tersebut didasari
pertimbangan bahwa pelaku industri kreatif jumlahnya tidak begitu besar,
kondisi demikian sebagai akibat keluarnya Instruksi Presiden (INPRES) yang
terkait dengan industri kreatif baru dikeluarkan pada tahun 2009, serta
sektor industri kreatif merupakan salah satu sektor dari 10 sektor yang baru
dimasukkan dalam sektor pemberi kontribusi terhadap PDRB. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) menyebutkan industri kreatif berkontribusi terhadap
produk domestik bruto (PDB) pada urutan ke-9 dari 10 sektor lapangan
usaha. Kontribusi industri kreatif terhadap PDB memang masih relatif
rendah, akan tetapi menurut Adi Suryo (Ketua Bidang Industri Kreatif,
107
Merancang Model Pengukuran (Outer Model)
Mengkonstruksi Diagram Jalur
Konversi Diagram Jalur ke Sistem Persamaan
Estimasi: Weight, Koefisien, Jalur dan
Loading
Evaluasi Goodness of Fit
Pengujian Hipositesis
(Resampling Bootstraping)
Teknologi Informasi, dan Media Hipmi Jawa Timur, SURYA Online,
26/2/2013).
Langkah-langkah Analisis PLS (Partial Least Square)
Langkah-langkah pemodelan persamaan structural PLS dengan software
adalah seperti dapat dilihat pada gambar. 3.2.berikut:
Gambar.3.2.Langkah-langkah Anaisis Partial Least Square (PLS)
1.
2.
3.
4.
5.
6..
7
Merancang Model Struktural (Inner Model)
108
Langkah Pertama: Merancang Model Struktural (inner model)
Perancangan model struktural hubungan antar variabel laten pada
PLS didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian.
a. Teori, kalau sudah ada
b. Hasil penelitian empiris
c. Analogi, hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain
d. Normatif, missal peraturan pemerintah, undang-undang dan lain
sebagainya.
e. Rasional
Oleh karena itu, pada PLS memungkinkan dalam melakukan
eksplorasi hubungan antar variabel laten, sehingga dasar perancangan
model struktural bisa berupa proposisi. Hal ini tidak direkomendasikan
didalam SEM yaitu perancangan model berbasis teori, sehingga pemodelan
didasarkan pada hubungan antar variabel laten yang ada di dalam hipotesis.
Langkah kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)
Pada PLS perancangan model pengukuran (outer model) menjadi
sangat penting, yaitu terkait dengan apakah indikator bersifat refleksif atau
formatif. Merancang model pengukuran yang dimaksud didalamPLS adalah
menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah
refleksif atau formatif. Kesalahan dalam menentukan model pengukuran ini
akan bersifat fatal, yaitu akan memberikan hasil analisis yang salah. Dasar
yang dapt digunakan sebagai rujukan untuk menentukan sifat indikator
apakh refleksif atau formatif adalah teori, penelitian empiris sebelumnya,
atau kalau belum ada adalah rasional. Pada tahap awal penerapan PLS,
tampaknya rujukan berupa teori atau penelitian empiris sebelumnya masih
jarang, atau belum ada. Oleh karena itu, dengan merujuk pada definisi
konseptual dan definisi operasional variabel, diharapkan sekaligus dapat
dilakukan identifikasi sifat indikatornya, yaitu bersifat refleksif atau formatif.
109
Langkah Ketiga: Mengkonstruksi Diagram Jalur
Bilamana langkah satu dan dua sudah dilakukan, maka agar hasilnya
lebih mudah dipahami, hasil perancangan inner model dan outer model
tersebut selanjutnya dinyatakan dalam bentuk diagram jalur.
Langkah Keempat: Konversi Diagram Jalur ke dalam Sistem Persamaan
a. Outer model, yaitu spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan
indikatornya, disebut juga dengan outer relation atau measurement
model yang mendfinisikan karakteristik variabel laten dengan
indikatornya.
Model indikator reflektif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:
X = Λx ξ + εx
Y = Λy η + εy
Dimana X dan Y adalah indikator untuk varibel laten eksogen (ξ)
dan endogen (η). Sedangkan Λx dan Λy merupakan matriks loading yang
menggambarkan seperti koefisien regresi sederhana yang
menghubungkan variabel laten dengan indikatorya. Residual ang diukur
dengan εx dan εy dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran
atau noise.
Model indikator formatif persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
ξ = Πx Xi + δx
η = Πy Yi + δy
Dimana ξ, η, X dan Y sama dengan persamaan sebelumnya. Πx
dan Πy adalah seperti koefisien regresi berganda dari variabel late
terhadap indikator, sedangkan δx dan δy adalah residual dari regresi.
Pada PLS Gambar 3.2 terdapat outer model sebagai berikut:
Untuk variabel laten eksogen 1 (reflektif)
x1 = λx1 ξ1 + δ1
x2 = λx2 ξ1 + δ2
110
x3 = λx3 ξ1 + δ3
Untuk variabel laten eksogen 2 (formatif)
ξ2 – λX4X4 + λX5X5 + λX6X6 + δ4
Untuk variabel laten endogen 1 (reflektif)
y1 = λy1 η1 + ε1
y2 = λy2 η1 + ε2
Untuk variabel laten endogen 2 (reflektif)
y3 = λy3 η2 + ε3
y4 = λy4 η2 + ε4
b. Inner model, yaitu spesifikasi hubungan antar variabel laten (structural
model) disebut dengan inner relation, menggambarkan hubungan antar
variabel laten berdasarkan teori substansif penelitian. Tanpa kehilangan
sifet umumnya, diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau
variabel manifest di skala zero means dan unit varian sama dengan satu,
sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat dihilangkan dari
model. Model persamaannya dapat ditulis seperti dibawah ini:
η = βη + Γ ξ + ζ
Dimana η menggambarkan vervektor variabel endogen
(dependen), ξ adalah vecktor variabel laten eksogen dan ζ adalah vektor
residual (unexplained variance).
Oleh karena PLS didesain untuk model rekursif, maka hubungan
antar variabel laten, berlaku bahwa setiap variabel laten dependen η,
atau sering disebut casual chain system dari variabel laten dapat
dispesifikasikan sebagai berikut:
ηj = Σi βji ηi + Σi γjb ξb + ζ1
Di mana γjb (dalam bentuk matriks dilambangkan dengan Γ) adalah
koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η) dengan
eksogen (ξ). Sedangkan βji (dalam bentuk matriks dilambangkan β) adalh
koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η) dengan
111
endogen (η); untuk range indeks i dan b. Parameter ζj adalah variabel
inner residual.
Pada model PLS gamabr.3.2. inner model dinyatakan dalam sistem
persamaan sebagai berikut:
η1 = γ1 ξ1 + γ2 ξ2 + ζ1
η2 = β1 η1 + γ4 ξ2 + ζ1
c. Weight relation, estimasi nilai variabel laten. Inner dan outer model
memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight relation
dalam alogaritma PLS:
ξb = Σkb Wkb Xkb
ηi = Σki Wki Xki
Dimana Wkb dan Wki adalah kweight yang digunakan untuk
membentuk estimasi variabel laten ξb dan ηi. Estimasi data variabel laten
adalah linier agregat dari indikator yang nilai weight-nya didapat dengan
prosedur estimasi PLS.
Langkah Kelima: Estimasi (Weight, Koefisien, Jalur dan Loading)
Metode pedugaan parameter (estimasi) didalalm PLS adalah
metode kuadrat terkecil (least square methode). Proses perhitungan
dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah
tercapai kondisi konvergen.
Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi tiga hal, yaitu:
a. Weight estimate, yang digunakan untuk menghitung antar variabel
laten
b. Estimasi jalur (path estimate), yang menghubungkan antar variabel
laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya
c. Means dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk
indikator dan variabel laten.
112
Sebagai langkah awal iterasi, alogaritmanya adalah menghitung
aproksimasi outside dari variabel laten dengan cara menjumlahkan indikator
dalam setiap kelompok indikator dengan bobot yang sama (equal weight).
Bobot untuk setiap iterasi diskalakan untuk mendapat unit varian dari skor
variabel laten untuk N kasus dalam sampel. Dengan menggunakan skor
untuk setiap variabel laten yang telah diestimasi, kemudian digunakan
untuk pendugaan aproksimasi inside variabel laten.
Ada tiga skema bobot aproksimasi inside yang telah dikembangkan
untuk mengkombinasikan variabel laten tetangga (neighboring LV) untuk
mendapatkan estimasi variabel laten tertentu yaitu: centroid, factor, dan
path weighting. Skema weighting dengan centroid erupakan prosedur asli
yang digunakan oleh Wold. Metode ini hanya mempertimbangkan tanda
korelasi antara variabel laten dengan variabel laten tetangganya
(neighboring LV). Nilai kekuatan korelasi dan arah model struktural tidak
mempertimbangkan.
Skema weighting dengan faktor menggunakan koefisien korelasi
antara variabel latendengan variabel tetangga sebagai pembobot (weight).
Variabel laten menjadi principal component (komponen utama) dari
variabel laten tetangganya. Skema weighting dengan memaksimumkan
varian dari komponen utama varabel laten ketika jumlah variabel laten
menjadi tak terhingga jumlahnya. Skema dengan path weighting
membobot variabel laten tetangga dengan cara berbeda tergantung
apakah variabel laten tetangga merupakan anteseden atau konsekuen dari
variabel laten yang ingin kita estimasi.
Dengan hasil estimasi variabel laten dari aproksimasi inside, maka
didapatkan suatu set pembobot baru dari aproksimasi outside. Jika skor
aproksimasi inside dibuat tetap (fixed), maka dapat dilakukan regresi
sederhana atau regresi berganda tergantung apakah indikator dari variabel
laten bersifat refleksif ataukah model berbentuk formatif. Oleh karena X1,
X2, dan X3 berbentuk refleksif dengan arah hubungan kausalitas seolah-olah
113
dari variabel laten ke indikator maka setiap indikator dalam setiap
kelompok indikator dari variabel laten secara individu diregresikan terhadap
estimasi variabel latennya (skor aproksimasi inside).
Dalam kasus X2 yang berbentuk formatif dimana arah hubungan
kausalitas seolah-olah dari indikator ke variabel laten, maka dilakukan
regresi berganda untuk mengestimasi X2 terhadap indikatornya. Koefisien
regresi sederhana dan regesi berganda kemudian degunakan sebagai
pembobot baru untuk aproksimasi outside setiap variabel laten. Setelah
skor vaiabel laten diestimasi pada tahap satu, maka hubungan jalur (path
relation) kemudian diestimasi dengan OLS (Ordinary Least Square) pada
tahap dua.
Setiap variabel dependen dalam model (baik variabel laten endogen
maupun indikator dalam model refleksif) diregresikan terhadap variabel
independen (variabel laten lainnya atau indikator dalam bentuk formatif).
Jika hasil esimasi pada tahap dua menghasilkan nilai yang berarti
(perbedaan nilai means, skala, varian memberikan hasil berarti), maka
parameter means dan lokasi untuk indikator dan variabel laten diestimasi
padatahap ketiga.
Hal ini dilakukan dengan cara setiap means indikator dihitung
terlebih dahulu dengan menggunakan data asli, kemudian menggunakan
bobot yang didapat dari tahap satu, means untuk setiap variabel laten
dihitung. Dengan nilai means untuk setiap variabel laten dan koefisien path
dari tahap kedua, maka lokasi parameter untuk setiap variabel dependen
dihitung sebagai perbedaan antara means yang baru saja dihitung dengan
Systematic Part Accounted oleh variabel laten independen yang
mempengaruhinya.
114
Langkah Keenam: Evaluasi Goodness of Fit
Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif
dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya
dan composite realibility untuk keseluruhan indikator. Sedangkan outer
model dengan indikator formatif dievaluasi berdasarkan pada substantive
content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan
melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut.
Model struktural atau inner model dievaluasi dengan melihat
prsentase varian yang dijelaskan yaitu dengan melihat R2 untuk variabel
laten dependen dengan menggunakan ukuran Stone-Geisser (XX) square
test dan juga melihat besarnya koefisien jalur strukturnya. Stabilitas dari
estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat
lewat prosedur bootstrapping.
a. Outer Model
Outer model, bilamana indikator refleksif maka diperlukan evaluasi
berupa kalibrasi instrument, yaitu dengan pemeriksaan validitas dan
reliabilitas instrument. Penerapan PLS pada prinsipnya adalah suatu
kegiatan kalibrasi instrument penelitian, yaitu pelaksanaan uji valiitas dan
reliabilitas. Dengan kata lain, PLS dapat digunakan untuk uji validitas dan
reliabilitas instrumen penelitian seperti halnya SEM.
1) Convergent validity
Korelasi antara skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya.
Untuk hal ini loading 0.5 sampai 0.6 diangga cukup, pada jumlah
indikator per variabel latentidak besar, berkisar antara 3 – 7 indikator.
2) Diskriminant validity
Pengukuran indikator refleksif berdasarkan cross loading dengan
variabel latennya. Blamana nilai cross loading setiap indikator pada
variabel bersangkutan terbesar dibandingan dengan cross loading pada
variabel laten lainnya maka dikatakan valid. Metode lain dengan
115
membandingkan nilai Square Root of Average Variance Extracted (AVE)
setiap variabel laten dengan korelasi antar variabel laten lainnya dalam
model, jika Square Root of Average Variance Extracted (AVE) variabel
laten lebih besar dari korelasi dengan seluruh variabel laten lainya
maka dikatakan memiliki diskriminant validity yang baik.
Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih besar dari 0.50.
3) Composite Reliability (pc)
Kelompok indikator yang mengukur sebuah variabel memiliki
reliabilitas komposit yang baik jika memiliki composite reliability ≥ 0.7,
walaupun bukan merupakan standard absolute
b. Outer model
Goodness of Fit Model diukur menggunakan R-Square variabel
dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi Q-Square
predictive relevance untuk model structural. Mengukur seberapa baik nilai
observasi yang dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai
Q-Square > 0 menunjukkan model memiliki predictive relevance, sebaliknya
jika nilai Q-Square ≤ 0 menunjukkan model kurang memiliki predictive
relevance. Perhitungan Q-Square dilakukan denga rumus:
Q2 = 1 – ( 1 – R12 ) ( 1 – R2
2 ) … ( 1 – Rρ2 )
Dimana R12 , R2
2 … Rρ2 adalah R-Square variabel endogen dalam
model persamaan . besaran Q2 memiliki nilai engan rentang 0 < Q2< 1,
dimana semakin mendekati 1 berarti model semakin baik, besaran Q2 ini
setara dengan koefisien determinasi total Rm2 pada analisis jalur (path
analiysis).
116
Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis (β, γ, dan λ) dilakukan dengan metode
Resampling Bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser & Stone. Statistik uji
yang digunakan adalah statistik t atau uji t, dengan hipotesis statistik
sebagai berikut:
Hipotesis statistic untuk outer model adalah:
H0 :λi = 0 lawan HI : λi > 0
Sedangkan hipotesis staistik untuk inner model: pengaruh variael
laten eksogen terhadap endogen adalah:
H0 :γi = 0 lawan HI : γi > 0
Sedangkan hipotesis statistic untuk inner model: pengaruh
variabel laten endogen terhada endogen adalah
H0 :βi = 0 lawan HI : βi > 0
Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data
terdistribusi bebas (distribution free), tidak memerlukan asumsi distribusi
normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (direkomendasikan
sampel minimum 30). Pengujian dilakukan dengan t-test, bilamana
diperoleh p-value ≤ 0,05 (alpha 5%), maka disimpulkan signifikan. Dan
sebaliknya bilamana hasil pengujian hipotesis pada outer model signifikan,
hal ini menunjukkan bahwa indikator dipandang dapat digunakan sebagai
instrument pengukur variabel laten terhadap variabel lainnya.
Sampel bootstrap disarankan sebesar 500, hal ini didasarkan
beberapa kajian yang ada pada literature bahwa dengan sampel bootstrap
500 sudah dihasilkan penduga parameter yang bersifat stabil. Sedangkan
besar sampel pada masing-masing sampel bootstrap disarankan lebih kecil
sedikit dari sampel orisinal. Misal jika data yang dianalisis dengan sampel n
= 40, maka sampel bootstrap sebesar 500 (number of samples) dam sampel
pada masing-masing sampel bootstrap sebesar 35 (case per sample).