Bab Tiga Metode Penelitian -...

26
91 Bab Tiga Metode Penelitian Jenis Penelitian Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekan- kan analisisnya pada data-data numerikal (angka-angka) yang diolah dengan metoda statistik. Pada dasarnya pendekatan kuantitatif dilakukan pada jenis penelitian inferensial dan menyandarkan kesimpulan hasil penelitian pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif di peroleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitif merupakan penelitian dengan jumlah sampel besar. Sedangkan secara mendalam penelitian berdasarkan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian inferensial. Penelitian inferensial melakukan analisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis. Kesimpulan penelitian jauh melebihi sajian data kuantitatif saja, dan kesimpulannya dapat bersifat umum. Peubah Penelitian Dalam penelitian ini terdapat empat peubah yang akan diteliti, dimana setiap peubah ini akan diukur dengan sejumlah indikator yang

Transcript of Bab Tiga Metode Penelitian -...

91

Bab Tiga

Metode Penelitian Jenis Penelitian

Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian ini termasuk dalam

penelitian kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekan-

kan analisisnya pada data-data numerikal (angka-angka) yang diolah dengan

metoda statistik. Pada dasarnya pendekatan kuantitatif dilakukan pada jenis

penelitian inferensial dan menyandarkan kesimpulan hasil penelitian pada

suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode

kuantitatif di peroleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi

hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitif

merupakan penelitian dengan jumlah sampel besar. Sedangkan secara

mendalam penelitian berdasarkan pendekatan kuantitatif dalam penelitian

ini termasuk dalam penelitian inferensial. Penelitian inferensial melakukan

analisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis. Kesimpulan

penelitian jauh melebihi sajian data kuantitatif saja, dan kesimpulannya

dapat bersifat umum.

Peubah Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat empat peubah yang akan diteliti,

dimana setiap peubah ini akan diukur dengan sejumlah indikator yang

92

tercermin dalam instrumen dalam bentuk kuesioner yang akan diisi oleh

responden yang berisi pertanyaan. Berikut akan diuraikan definisi

operasional dan pengukuran ke empat peubah tersebut.

Peubah Knowledge Management

Knowledge management (Tiwana, 2002) adalah proses mengidenti-

fikasi, mengorganisasi penangkapan pengetahuan, menyimpan pengeta-

huan, dan mendidtribusikan pengetahuan serta menerapkan pengetahuan

dalam organisasi, dengan komponen yang memiliki peran dan persentase

yang berbeda. Peubah knowledge management dioperasionalisasikan

sebagai peubah yang dapat berpengaruh positif terhadap intellectual

capital. Pengukuran peubah ini mengacu pada dimensi yang dikemukakan

oleh Godbout (2000) yang terdiri dari tiga elemen utama yaitu: a. People

dengan indikator: merangsang berbagi pengetahun, memelihara berbagi

pengetahuan, penggunaan pengetahuan. Adapun dimensi: b. Process,

dengan indikator: mencari pengetahuan, membuat berbagi pengetahuan,

menangkap berbagi pengetahuan. Sedangkan dimensi: c. Technology,

dengan indikator: menyimpan pengetahuan, membuat pengetahuan mudah

diakses,memungkinkan orang lain bekerjasama. Dari uraian ke tiga elemen

tersebut menguatkan sebagai dasar penggunaannya dalam dimensi

knowledge management.

93

Tabel 3.1.

Definisi Konseptual, Dimensi, Indikator Empirik Knowledge Management

Definisi Konseptual Dimensi Knowledge

Management

Simbol Indikator Empirik

Knowledge

Management (KM)

merupakan proses

mengidentifikasi,

meng organisasi

penangkapan

pengetahuan,

menyimpan

pengetahuan, dan men

distribusikan

pengetahuan serta

menerapkan

pengetahuan dalam

organisasi (Tiwana,

2002)

a. People X1.1 Merangsang berbagi

pengetahuan

X1.2 Memelihara berbagi

pengetahuan

X1.3 Penggunaan

pengetahuan

b. Process X1.4 Mencari pengetahuan

X1.5 Membuat berbagi

pengetahuan

X1.6 Menangkap berbagi

pengetahuan

c. Technology X1.7 Menyimpan pengeta-

huan

X1.8 Membuat pengetahuan

mudah diakses

X1.9 Memungkinkan orang

lain bekerja sama

Peubah Modal Intelektual (Intellectual Capital)

Modal intelektual (Stewart, 1997), merupakan materi intelektual

yaitu pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual, pengalaman yang

digunakan untuk menciptakan kesejahteraan. Peubah Intellectual capital

dioperasionalisasikan sebagai peubah yang dapat berpengaruh positif

terhadap kinerja industri kreatif. Pengukuran peubah ini mengacu pada

dimensi yang dikemukakan oleh Edvinsson, dan Malone, (1997), yang

terdiri dari tiga elemen utama yaitu: a. Human capital, dengan indikator:

Attitude, competencies, education, knowledge, and skills. Sedangkan

dimensi: b. Structural capital, dengan indikator: copyright, corporate

culture, desgn rights, financial relations, information technology

94

infrastructure, management processes, service marks, trade secrets, and

trademarks. Adapun dimensi: c. Customer capital dengan indikator: brand,

company name, customers, distribution channels, franchise agreements,

license agreements, and loyalty.

Tabel 3.2.

Definisi Konseptual, Dimensi, Indikator Empirik Intellectual Capital

Definisi Konseptual Dimensi Intellectual

Capital

Simbol Indikator Empirik

Modal intelektual merupa

kan materi intelektual

yaitu pengetahuan,

informasi, kekayaan

intelektual, pengalaman

yang diguna kan untuk

menciptakan kesejahtera

an (Stewart, 1997)

a. Human Capital X2.1 Attitude

X2.2 Competencies

X2.3 Education

X2.4 Knowledge

X2.5 Skills

b.Structural Capital X2.6 Copyright

X2.7 Corporate culture

X2.8 Design rights

X2.9 Financial relations

X2.10 Information technology

Infrastructure

X2.11 Management processes

c.Customer Capital X2.12 Brand

X2.13 Company name

X2.14 Customers

X2.15 Distribution channels

X2.16 Franchise agreements

X2.17 Loyalty

Peubah Knowledge Broker

Broker pengetahuan (Dobbins et al., 2009) adalah perantara (sebuah

organisasi atau seseorang), yang bertujuan untuk mengembangkan

hubungan dan jaringan dengan, antara, dan antara produsen dan pengguna

pengetahuan dengan menyediakan hubungan, sumber-sumber

95

pengetahuan, dan dalam beberapa kasus pengetahuan itu sendiri, (misalnya

pengetahuan teknis - bagaimana, wawasan pasar, bukti penelitian) kepada

organisasi dalam jaringannya. Peubah knowledge broker dioperasionalisasi-

kan sebagai peubah yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan

antara knowledge management dan intellectual capital. Pengukuran

peubah ini mengacu pada indikator yang dikemukakan oleh Dobbins et al.,

(2009) yang terdiri: a. Membangun akses ke pengetahuan, b. Internalisasi

pengalaman; c. Menghubungkan kolam pengetahuan; d. Mendukung

pengetahuan; e. Memfasilitasi pengembangan kapasitas individu/

organisasi; f. Menerapkan pengetahuan dalam pengaturan baru.

Tabel 3.3.

Definisi Konseptual, Indikator Empirik Knowledge Broker

Definisi Konseptual Simbol Indikator Empirik

Knowledge Broker merupakan perantara

(sebuah organisasi atau seseorang),

yang bertujuan untuk mengembangkan

hubungan dan jaringan dengan, antara,

dan antara produsen dan pengguna

pengetahuan dengan menyediakan

hubungan, sumber-sumber pengeta-

huan, dan dalam beberapa kasus

pengetahuan itu sendiri, kepada

organisasi dalam jaringannya(Dobbins et

al., 2009)

X3.1 Membangun akses ke pengetahuan

X3.2 Internalisasi pengalaman

X3.3 Menghubungkan kolam pengeta-

huan yang terpisah

X3.4 Mendukung pengetahuan

X3.5 Memfasilitasi pengembangan

kappasitas individu/ organisasi

X3.6 Menerapkan pengetahuan dalam

pengaturan baru

Peubah Kinerja Industri Kreatif

Industri kreatif menurut Kementerian Perdagangan RI (2008):

“Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta

bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan

melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu

96

tersebut. Adapun kinerja industri kreatif merupakan prestasi yang berasal

dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk

menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan

dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Pengukuruan peubah kinerja industri kreatif dalam penelitian ini mengacu

pada beberapa rujukan yang perlu disesuaikan (Shepherd (2004), Bontis

(1998), Swamidass dan Newell, (1987), Kementerian Perdagangan RI (2008)

yang terdiri dari: a. pertumbuhan laba, b. pertumbuhan penjualan, c.

tingkat kesuksesan dalam peluncuranproduk baru, d. kesempatan kerja, e.

Pertumbuhan pangsa pasar.

Tabel 3.4.

Definisi Konseptual, Indikator Empirik Kinerja industri kreatif

Definisi Konseptual Simbol Indikator Empirik

Kinerja industri kreatif merupakan

prestasi yang berasal dari pemanfaatan

kreativitas, keterampilan serta bakat

individu untuk menciptakan kesejahte-

raan serta lapangan pekerjaan melalui

penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi

dan daya cipta individu tersebut

(Kementerian Perdagangan RI, (2008),

Simon, (2006)

Y1.1 Pertumbuhan laba

Y1.2 Pertumbuhan penjualan

Y1.3 Tingkat kesuksesan dalam pelun-

curan produk baru

Y1.4 Kesempatan kerja

Y1.5 Pertumbuhan pangsa pasar

Konteks Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Industri kreatif yang berada di

Jawa Timur. Jawa Timur mempunyai posisi yang strategis di bidang industri

karena diapit oleh dua provinsi besar yaitu Jawa Tengah dan Bali, sehingga

menjadi pusat pertumbuhan industri maupun perdagangan. Jawa Timur

mempunyai potensi di bidang Pertanian, Perkebunan, Niaga, Holtikultura,

Perikanan, dan Sumberdaya Egergi lainnya serta potensi industri yang cukup

bagus. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur tahun 2013

97

tumbuh sebesar 6,55 persen dibandingkan dengan tahun 2012. Semua

sektor mengalami pertumbuhan positif, dengan pertumbuhan tertinggi di

sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,43 persen, sedangkan

terendah di sektor pertanian sebesar 1,59 persen. Ekonomi kreatif semakin

tumbuh dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan

di Jawa Timur.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan industri kreatif

berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) pada urutan ke-9 dari

10 sektor lapangan usaha. Kontribusi industri kreatif terhadap PDB memang

masih relatif rendah, akan tetapi menurut Adi Suryo (Ketua Bidang Industri

Kreatif, Teknologi Informasi, dan Media Hipmi Jawa Timur, SURYA Online,

26/2/2013) "Potensi untuk industri kreatif di Jawa Timur sangat besar,

bahkan industri kreatif ini mampu memenuhi kebutuhan eksport Jawa

Timur di bidang non migas," Saat ini industri kreatif berkontribusi sekitar 7

persen dari total PDRB Surabaya.

Mengutip harian Bisnis Indonesia dalam (http://www.enciety.

co/2015/02/06/) industri kreatif memberikan kontribusi rata-rata 7,13

persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) selama periode 2010-2014.

Pada 2010, sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB tercatat sebesar Rp

473 triliun, sementara pada 2013 jumlahnya meningkat mencapai Rp 641

triliun. Kontribusi industri ini terhadap PDRB di Surabaya dan Jawa Timur

cukup baik. Ketua Bidang Industri Kreatif, Teknologi Informasi, dan Media

Hipmi Jawa Timur menyatakan, di Surabaya tahun 2012, industri kreatif

memberikan kontribusi sebesar 7 persen atau sekitar Rp 12,3 triliun dari

total PDRB Surabaya. Di Jawa Timur, industri ini menyumbang Rp 54 triliun

per tahun terhadap PDRB Jawa Timur. Industri fesyen dan kerajinan

memiliki kontribusi besar, paling menonjol, dan mendominasi di sektor

industri kreatif nasional.

98

Industri kreatif terus menjadi trend perkembangan dunia usaha,

kekayaan dan kultur budaya jawa timur menjadi potensi industri kreatif

Jawa Timur yang berpotensi meningkat dari tahun ke tahun. Melihat

potensi ini, disperindag Jawa Timur terus berupaya mengembangkan

industri kreatif di Jawa Timur. Kearifan lokal yang terangkum dalam

kekayaan budaya Jawa Timur, akan menjadi faktor penentu usaha berbasis

industri kreatif di Jawa Timur. Sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris

Disperindag Jawa Timur, Heri Hermonoadi, pengembangan industri kreatif

di Jawa Timur menjadi salah satu cluster strategi utama. Dalam

perkembangannya, berpedoman pada Inpres Nomor 6 tahun 2009.“Jawa

Timur juga menjadi salah satu pokja di pemerintah dalam upaya

mengembangkan berbagai macam industri kreatif,” paparnya dalam

Working Grup Industri Kreatif, Kamis (29/11/2012). Pertumbuhan industri

kreatif tertinggi secara nasional masih berada di Jakarta, Jawa Barat

(Bandung), Jawa Tengah (Jogjakarta) dan Bali. Sementara Jawa Timur masih

di bawahnya, sedikit lebih rendah.

Penelitian yang mengkaji dengan penekanan pada sub sektor

industri kreatif diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengembangan ilmu pengetahuan dari hasil penelitian tersebut. Penelitian

yang terkait dengan kompetensi pemanfaatan intellectual capital dan

knowledge management masih sangat terbatas. Penelitian di industri kreatif

selama ini sebagian besar mengkaji industri kreatif secara menyeluruh pada

semua sektor. Padahal tidak semua sektor mempunyai kompetensi

keterkaitan yang langsung. Tentang hal ini dapat dirujuk penelitian yang

dilakukan oleh DCMS (Department of Culture, Media, and Sport, 1998);

Florida (2002); Pratt (2004b); Rutter (2007); Bakhshi dan Schneider (2007);

Schwartz (2007); serta Bakhshidan Simmie (2008). DCMS menyoroti

pemetaan industri kreatif secara menyeluruh di Negara Inggris. Florida

menekankan munculnya kelompok sosial baru dari pekerja pengetahuan,

99

Pratt lebih menekankan cluster kreatif menuju pemerintahan industri

kreatif. Rutter menekankan adanya inovasi yang tersembunyi dalam industri

kreatif, dan Bakhshi, and Schneider menekankan penelitiannya dalam Riset

terkait dengan Ekonomi kreatif dalam kontek ekonomi sebuah Negara.

Adapun Schwartz cenderung menekankan industri kreatif berdasarkan

regional suatu daerah. Bakhshi, and Simmie menekankan risetnya pada

menganalisis peran industri kreatif dalam mempengaruhi kinerja inovasi

ekonomi dunia.

Mengkaji penelitian-penelitian tersebut belum nampak atau masih

adanya kekosongan penelitian pada industri kreatif dalam konteks

kompetensinya yang menekankan pada kajian intellectual capital dan

knowledge management. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Andi S.

Boediman (Creative Entrepreneur, Founder of Ideosource – venture capital

for digital business & IDS (International Design School) kekuatan utama dari

industri kreatif bukanlah coverage pada bidang industrinya, tetapi menurut

terletak pada intellectual property exploitationnya. Artinya dengan

menciptakan karya, si kreator berhak atas royalti atas eksploitasi karya itu di

kemudian hari.

Uraian tersebut di atas merupakan salah satu alasan dipilihnya sub

sektor indutri kreatif yang lebih menekankan pada kompetensinya

penggunaan intellectual capital dan knowledge management dalam peneli-

tian ini. Alasan lain yang mendukung yaitu sub sektor yang kompetensinya

lebih banyak porsinya dalam tataran Intellectual Capital dan Knowledge

Management, sebagaimana dapat dipahami melalui gambar berikut.

Dimana kompetensi dalam cakupan Intangible Based (Intangible Asset) yang

merupakan ranah dalam Intellectual Capital adalah sub sektor: (Film, Video,

Foto grafi), (TV & Radio), (Musik), (Periklanan), (Game interaktif), (IT &

Software).

100

Gambar 3.1 Potensi Kompetensi Intensitas Tangibel/Intangible

Sumber: Menparekraf, Mari Elka Pangestu Dalam News Letter Informasi Pemasaran Pariwisata 2012

Dalam sub sektor tersebut lebih menekankan intensitas sumberdaya

mulai media, seni budaya, desain hingga IPTEK, dimana lebih terkait dengan

implementasi Intellectual Capital dan Knowledge Management yang lebih

mengacu Intangible Based daripada Tangible Based.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh usaha industri kreatif

yang ada di Jawa Timur, yang terdiri dari sektor: (1) Periklanan (2) Arsitektur

(3) Pasar barang seni (4) Kerajinan (5) Desain (6) Fesyen (7) Video, film,

fotografi (8) Permainan Interaktif (9) Musik (10) Seni pertunjukan (11)

Penerbitan dan Percetakan (12) Layanan komputer dan piranti lunak (13)

Televisi dan radio (14) Riset dan pengembangan. Lokasi penelitian ini

berada di Jawa Timur dengan sasaran Kotamadya (istilah sekarang disebut

“Kota”), sehingga terdapat 9 kota yaitu: Surabaya, Pasuruan, Probolinggo,

101

Malang, Batu, Mojokerto, Kediri, Blitar, dan Madiun. Pertimbangan

dipilihnya daerah tersebut karena secara realita industri kreatif sebagian

besar berkembang di kota Metropolis, propinsi hingga kotamadya yang

mendukung aktivitas industri kreatif yang banyak memerlukan unsur

informasi, teknologi, kreativitas, inovasi. Unit analisis dalam penelitian ini

adalah pemilik atau pengelola 6 (enam) sub sektor industri kreatif subsektor

“(Film, Video, Fotografi), (TV & Radio), (Musik), (Periklanan), (Game

interaktif), (IT & Software)” di 9 kotadari 14 sektor yang ada di Jawa Timur.

Unit sampel atau unit analisis dalam penelitian ini adalah pemilik

atau pengelola 6 (enam) sub sektor industri kreatif subsektor “(Film, Video,

Foto grafi), (TV & Radio), (Musik), (Periklanan), (Game interaktif), (IT &

Software)” di 9 kotadi Jawa Timur.

Jika SEM yang berbasis “kovarian” mengharuskan ukuran sampel

yang besar yang dapat mencakup ratusan bahkan ribuan observasi; maka

PLS SEM yang berbasis “varian”dapat menggunakan ukuran sampel yang

kecil. Ukuran sampel kecil dengan persyaratan minimal adalah (Chin dan

Newsted, 1999):

a) Sepuluh kali jumlah indikator formatif terbanyak (mengabaikan

indikator refleksif)

b) Sepuluh kali jumlah jalur (paths) yang mengarah pada model struktural

c) Sample size: 30 – 50 atau > 200

Dalam penelitian ini digunakan acuan point c. Jika mengacu point c

besarnya sampel dalam penelitian ini cenderung memilih 30 – 50 atau> 200.

Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil sebanyak 300 responden

dengan rincian sebagaimana tabel 3.5. berikut:

102

Tabel 3.5. Lokasi Penelitian Dalam sampel

No. Sub sektor

Kota Penelitian

Peri klan an

Permainan interaktif

Musik Kom puter & Piranti lunak

Film, Vide, Foto grafi

TV & Radio

JUMLAH SAMPEL

1 Surabaya 10 10 10 10 10 10 60

2. Pasuruan 5 5 5 5 5 5 30 3. Probolinggo 5 5 5 5 5 5 30

4. Malang 5 5 5 5 5 5 30

5. Batu 5 5 5 5 5 5 30

6. Mojokerto 5 5 5 5 5 5 30

7. Kediri 5 5 5 5 5 5 30

8. Blitar 5 5 5 5 5 5 30

9. Madiun 5 5 5 5 5 5 30

Jumlah sampel

50 50 50 50 50 50 300

Alasan ditentukan jumlah sampel sebanyak 300 adalah dengan

pertimbangan sebgai berikut:

a) Tempat (lokasi) penyebaran kuesioner tidaklah sedikit, namun di 9 kota

b) Konteks (objek) penelitian adalah sebanyak 6 sub sektor industri kreatif

c) Dalam penelitian kuantitatif sampel minimal antara 30-40 sampel

d) Dengan pertimbangan point a-c tersebut penelitian ini cenderung lebih

tepat menggunakan sampel besar (>200 sampel).

e) Dengan pertimbangan kuesioner yang tidak dapat diperoleh/

dikembalikan/ tidak bersedia mengisi, maka ditentukan sampel

sebanyak 300 responden.

Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini

adalah Non probability sampling, dimana tiap responden yang memenuhi

kriteria populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang sama untuk dipilih

menjadi sampel (Creswell, 2003). Sedangkan jenisnya dari Non probability

sampling adalah termasuk pada Sampling Kuota, yaitu merupakan teknik

103

sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri

tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.

Proporsi jumlah sampel di Surabaya yang demikian (10 responden)

berbeda dengan 8 kota lainnya didasarkan pertimbangan bahwa

keberadaan industri kreatif lebih banyak berada di kota-kota besar maupun

metropolis, namun tidak seluruhnya demikian. Akan tetapi industri kreatif

yang lebih banyak menekankan penggunaan IT dan komunikasi kecende-

rungannya berada di kota-kota besar.

Pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya dapat dilihat melalui indikator

laju pertumbuhan PDRB Kota Surabaya.Tingkat kesejahteraan masyarakat di

suatu daerah dapat terlihat dari nilai PDRB suatu daerah tersebut. Indikator

PDRB ini menunjukkan daya beli penduduk suatu kota. Dalam hal ini

digunakan PDRB atas harga berlaku karena bertujuan untuk mengukur

perubahan struktur ekonomi Kota Surabaya. Semakin besar PDRB suatu

daerah maka semakin tinggi tingkat kemajuan pembangunan di daerah.

Dilihat dari peran PDRB, daerah dengan basis sektor industri dan

jasa berperan lebih besar dalam pembentukan perekonomian Jawa Timur,

dibanding daerah dengan basis pertanian. "Pada tahun 2012, 75 persen

PDRB Jawa Timur hanya disumbang oleh 10 kabupaten/kota diantaranya

Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Malang, Batu, Mojokerto, Kediri, Blitar,

dan Madiun. Di Jawa Timur hanya terdapat 6 kabupaten/ kota yang

PDRBnya di atas rata-rata Jawa Timur (Rp.26.445 juta), selebihnya di bawah

rata-rata. PDRB masing-masing kabupaten/kota berkisar dari Rp.18 juta

hingga Rp.46 juta, Adapun Surabaya mempunyai PDRB sebesar 95 juta

rupiah, jauh melebihi PDRB kabupaten/ kota lainnya. Berdasarkan uraian

tersebut menjadi pertimbangan jika jumlah sampel di Surabaya dua kali

lipat dari kota lainnya sebagai indikator tingginya PDRB tersebut, semakin

104

tinggi pula pertumbuhan ekonominya yang akan mempunyai

kecenderungan semakin tinggi industri kreatif.

Pengumpulan data

Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan

wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai laporan dan

publikasi yang terkait dengan konteks penelitian. Pengumpulan data melalui

penyebaran kuesioner untuk memperoleh data lewat pengisian pertanyaan

yang diujukan kepada pelaku industri kreatif 6 sub sektor (Film, Video,

Fotografi), (TV & Radio), (Musik), (Periklanan), (Permainan interaktif),

(Komputer & piranti lunak). Dalam penyebaran kuesioner tersebut, peneliti

menyadari bahwa tidak semua pertanyaan dalam kuesioner mudah

dimengerti oleh responden. Oleh karena itu peneliti membantu responden

dalam mengartikan dan memperjelas pertanyaan dalam kuesioner.

Selain penyebaran kuesioner dilakukan juga melalui diskusi

wawancara. Dengan pendekatan diskusi wawancara dengan pimpinan/

pengelola industri kreatif dari 6 sub sektor industri kreatif, dimaksudkan

sebagai langkah pendekatan untuk memperoleh data yang lebih

komprehensif dan lebih jelas dalam upaya untuk mendapatkan informasi

yang bersifat luas, lebih jelas dan bersifat kekeluargaan namun lebih

terpercaya. Skala pengukuran variabel yang digunakan adalah skala Likert

dengan 5 poit yaitu: 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (netral), 4

(setuju), 5 (sangat setuju).

Penyebaran Kuesioner

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan penyebaran

kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang diisi oleh responden. Dalam

hal ini responden tersebut berasal dari Pemilik/ Pengelola industri kreatif

sebanyak 50 responden setiap sub sektor dari 9 kota yang berasal dari 6 sub

sektor sehingga jumlahnya sebanyak 50 x 6 = 300 responden. Akan tetapi

105

dari jumlah 300 responden tersebut tidak semuanya dapat mengisi

kuesioner. Hal tersebut di antaranya disebabkan tidak semua kota dapat

diketemukan adanya 6 sub sektor industri kreatif tersebut. Sebagaimana

ditentukan sebelumnya bahwa 6 sub sektor industri kreatif tersebut

diantaranya adalah:

a. Industri kreatif sub sektor Periklanan,

b. Industri kreatif sub sektor Film, Video, Fotografi,

c. Industri kreatif sub sektor Permainan interaktif,

d. Industri kreatif sub sektor Musik,

e. Industri kreatif sub sektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak

f. Industri kreatif sub sektor TV & Radio,

Di beberapa kota seperti Pasuruan, Probolinggo, Blitar, Batu, Kediri,

Mojokerto, Madiun, beberapa sub sektor industri kreatif jumlahnya tidak

dapat diperoleh sebagaimana yang direncanakan. Sub sektor tersebut

diantaranya sektor Periklanan, sektor Film, sektor Video, sektor fotografi,

sektor musik, dan sektor TV & Radio. Jumlah responden dari 300 tersebut

sebanyak 51 tidak dapat diperoleh datanya atau dengan kata lain dapat

diperoleh data dari penyebaran kuesioner sebanayk 249 responden, dengan

rincian:

a. Kuesioner yang disebarkan = 300 kuesioner

b. Yang tidak bersedia mengisi kuesioner = 15 kuesioner

c. Kuesioner yang obyeknya terbatas = 36 kuesioner

d. Kuesioner yang dapat diolah = 249 kuesioner

106

Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah

dengan menggunakan Partial Least Sequare (PLS). Salah satu pendekatan

yang diperkenalkan oleh Herman Wold (1982), adalah Partial Least Square

(PLS) dan sering disebut soft modeling. Dengan menggunakan PLS

dimungkinkan melakukan pemodelan persamaan structural dengan ukuran

sampel relatif kecil dan tidak membuhkan asumsi normal multivariate.

Selain permasalahan asumsi sebaran dan banyaknya data, kendala lain yang

dihadapi pemodelan structural menggunakan LISREL adalah indikator

(variabel manifest) penelitian hanya dimungkinkan bersifat reflektif

(variabel laten menjelaskan variabel manifest), tidak dimungkinkan untuk

indikator bersifat formatif (variabel manifest menjelaskan variabel laten).

Dengan menggunakan PLS dimungkinkan penelitian menggunakan indikator

bersifat reflektif ataupun formatif.

Metode PLS mempunyai keunggulan tersendiri di antaranya: data

tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala

kategori, ordinal, interval sampai rasio dapat digunakan pada model yang

sama) dan ukuran sampel tidak harus besar.

Adapun alasan digunakan teknik analis PLS adalah tidak harus

menggunakan sampel dalam jumlah besar, hal tersebut didasari

pertimbangan bahwa pelaku industri kreatif jumlahnya tidak begitu besar,

kondisi demikian sebagai akibat keluarnya Instruksi Presiden (INPRES) yang

terkait dengan industri kreatif baru dikeluarkan pada tahun 2009, serta

sektor industri kreatif merupakan salah satu sektor dari 10 sektor yang baru

dimasukkan dalam sektor pemberi kontribusi terhadap PDRB. Data Badan

Pusat Statistik (BPS) menyebutkan industri kreatif berkontribusi terhadap

produk domestik bruto (PDB) pada urutan ke-9 dari 10 sektor lapangan

usaha. Kontribusi industri kreatif terhadap PDB memang masih relatif

rendah, akan tetapi menurut Adi Suryo (Ketua Bidang Industri Kreatif,

107

Merancang Model Pengukuran (Outer Model)

Mengkonstruksi Diagram Jalur

Konversi Diagram Jalur ke Sistem Persamaan

Estimasi: Weight, Koefisien, Jalur dan

Loading

Evaluasi Goodness of Fit

Pengujian Hipositesis

(Resampling Bootstraping)

Teknologi Informasi, dan Media Hipmi Jawa Timur, SURYA Online,

26/2/2013).

Langkah-langkah Analisis PLS (Partial Least Square)

Langkah-langkah pemodelan persamaan structural PLS dengan software

adalah seperti dapat dilihat pada gambar. 3.2.berikut:

Gambar.3.2.Langkah-langkah Anaisis Partial Least Square (PLS)

1.

2.

3.

4.

5.

6..

7

Merancang Model Struktural (Inner Model)

108

Langkah Pertama: Merancang Model Struktural (inner model)

Perancangan model struktural hubungan antar variabel laten pada

PLS didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian.

a. Teori, kalau sudah ada

b. Hasil penelitian empiris

c. Analogi, hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain

d. Normatif, missal peraturan pemerintah, undang-undang dan lain

sebagainya.

e. Rasional

Oleh karena itu, pada PLS memungkinkan dalam melakukan

eksplorasi hubungan antar variabel laten, sehingga dasar perancangan

model struktural bisa berupa proposisi. Hal ini tidak direkomendasikan

didalam SEM yaitu perancangan model berbasis teori, sehingga pemodelan

didasarkan pada hubungan antar variabel laten yang ada di dalam hipotesis.

Langkah kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)

Pada PLS perancangan model pengukuran (outer model) menjadi

sangat penting, yaitu terkait dengan apakah indikator bersifat refleksif atau

formatif. Merancang model pengukuran yang dimaksud didalamPLS adalah

menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah

refleksif atau formatif. Kesalahan dalam menentukan model pengukuran ini

akan bersifat fatal, yaitu akan memberikan hasil analisis yang salah. Dasar

yang dapt digunakan sebagai rujukan untuk menentukan sifat indikator

apakh refleksif atau formatif adalah teori, penelitian empiris sebelumnya,

atau kalau belum ada adalah rasional. Pada tahap awal penerapan PLS,

tampaknya rujukan berupa teori atau penelitian empiris sebelumnya masih

jarang, atau belum ada. Oleh karena itu, dengan merujuk pada definisi

konseptual dan definisi operasional variabel, diharapkan sekaligus dapat

dilakukan identifikasi sifat indikatornya, yaitu bersifat refleksif atau formatif.

109

Langkah Ketiga: Mengkonstruksi Diagram Jalur

Bilamana langkah satu dan dua sudah dilakukan, maka agar hasilnya

lebih mudah dipahami, hasil perancangan inner model dan outer model

tersebut selanjutnya dinyatakan dalam bentuk diagram jalur.

Langkah Keempat: Konversi Diagram Jalur ke dalam Sistem Persamaan

a. Outer model, yaitu spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan

indikatornya, disebut juga dengan outer relation atau measurement

model yang mendfinisikan karakteristik variabel laten dengan

indikatornya.

Model indikator reflektif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

X = Λx ξ + εx

Y = Λy η + εy

Dimana X dan Y adalah indikator untuk varibel laten eksogen (ξ)

dan endogen (η). Sedangkan Λx dan Λy merupakan matriks loading yang

menggambarkan seperti koefisien regresi sederhana yang

menghubungkan variabel laten dengan indikatorya. Residual ang diukur

dengan εx dan εy dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran

atau noise.

Model indikator formatif persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

ξ = Πx Xi + δx

η = Πy Yi + δy

Dimana ξ, η, X dan Y sama dengan persamaan sebelumnya. Πx

dan Πy adalah seperti koefisien regresi berganda dari variabel late

terhadap indikator, sedangkan δx dan δy adalah residual dari regresi.

Pada PLS Gambar 3.2 terdapat outer model sebagai berikut:

Untuk variabel laten eksogen 1 (reflektif)

x1 = λx1 ξ1 + δ1

x2 = λx2 ξ1 + δ2

110

x3 = λx3 ξ1 + δ3

Untuk variabel laten eksogen 2 (formatif)

ξ2 – λX4X4 + λX5X5 + λX6X6 + δ4

Untuk variabel laten endogen 1 (reflektif)

y1 = λy1 η1 + ε1

y2 = λy2 η1 + ε2

Untuk variabel laten endogen 2 (reflektif)

y3 = λy3 η2 + ε3

y4 = λy4 η2 + ε4

b. Inner model, yaitu spesifikasi hubungan antar variabel laten (structural

model) disebut dengan inner relation, menggambarkan hubungan antar

variabel laten berdasarkan teori substansif penelitian. Tanpa kehilangan

sifet umumnya, diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau

variabel manifest di skala zero means dan unit varian sama dengan satu,

sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat dihilangkan dari

model. Model persamaannya dapat ditulis seperti dibawah ini:

η = βη + Γ ξ + ζ

Dimana η menggambarkan vervektor variabel endogen

(dependen), ξ adalah vecktor variabel laten eksogen dan ζ adalah vektor

residual (unexplained variance).

Oleh karena PLS didesain untuk model rekursif, maka hubungan

antar variabel laten, berlaku bahwa setiap variabel laten dependen η,

atau sering disebut casual chain system dari variabel laten dapat

dispesifikasikan sebagai berikut:

ηj = Σi βji ηi + Σi γjb ξb + ζ1

Di mana γjb (dalam bentuk matriks dilambangkan dengan Γ) adalah

koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η) dengan

eksogen (ξ). Sedangkan βji (dalam bentuk matriks dilambangkan β) adalh

koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η) dengan

111

endogen (η); untuk range indeks i dan b. Parameter ζj adalah variabel

inner residual.

Pada model PLS gamabr.3.2. inner model dinyatakan dalam sistem

persamaan sebagai berikut:

η1 = γ1 ξ1 + γ2 ξ2 + ζ1

η2 = β1 η1 + γ4 ξ2 + ζ1

c. Weight relation, estimasi nilai variabel laten. Inner dan outer model

memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight relation

dalam alogaritma PLS:

ξb = Σkb Wkb Xkb

ηi = Σki Wki Xki

Dimana Wkb dan Wki adalah kweight yang digunakan untuk

membentuk estimasi variabel laten ξb dan ηi. Estimasi data variabel laten

adalah linier agregat dari indikator yang nilai weight-nya didapat dengan

prosedur estimasi PLS.

Langkah Kelima: Estimasi (Weight, Koefisien, Jalur dan Loading)

Metode pedugaan parameter (estimasi) didalalm PLS adalah

metode kuadrat terkecil (least square methode). Proses perhitungan

dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah

tercapai kondisi konvergen.

Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi tiga hal, yaitu:

a. Weight estimate, yang digunakan untuk menghitung antar variabel

laten

b. Estimasi jalur (path estimate), yang menghubungkan antar variabel

laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya

c. Means dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk

indikator dan variabel laten.

112

Sebagai langkah awal iterasi, alogaritmanya adalah menghitung

aproksimasi outside dari variabel laten dengan cara menjumlahkan indikator

dalam setiap kelompok indikator dengan bobot yang sama (equal weight).

Bobot untuk setiap iterasi diskalakan untuk mendapat unit varian dari skor

variabel laten untuk N kasus dalam sampel. Dengan menggunakan skor

untuk setiap variabel laten yang telah diestimasi, kemudian digunakan

untuk pendugaan aproksimasi inside variabel laten.

Ada tiga skema bobot aproksimasi inside yang telah dikembangkan

untuk mengkombinasikan variabel laten tetangga (neighboring LV) untuk

mendapatkan estimasi variabel laten tertentu yaitu: centroid, factor, dan

path weighting. Skema weighting dengan centroid erupakan prosedur asli

yang digunakan oleh Wold. Metode ini hanya mempertimbangkan tanda

korelasi antara variabel laten dengan variabel laten tetangganya

(neighboring LV). Nilai kekuatan korelasi dan arah model struktural tidak

mempertimbangkan.

Skema weighting dengan faktor menggunakan koefisien korelasi

antara variabel latendengan variabel tetangga sebagai pembobot (weight).

Variabel laten menjadi principal component (komponen utama) dari

variabel laten tetangganya. Skema weighting dengan memaksimumkan

varian dari komponen utama varabel laten ketika jumlah variabel laten

menjadi tak terhingga jumlahnya. Skema dengan path weighting

membobot variabel laten tetangga dengan cara berbeda tergantung

apakah variabel laten tetangga merupakan anteseden atau konsekuen dari

variabel laten yang ingin kita estimasi.

Dengan hasil estimasi variabel laten dari aproksimasi inside, maka

didapatkan suatu set pembobot baru dari aproksimasi outside. Jika skor

aproksimasi inside dibuat tetap (fixed), maka dapat dilakukan regresi

sederhana atau regresi berganda tergantung apakah indikator dari variabel

laten bersifat refleksif ataukah model berbentuk formatif. Oleh karena X1,

X2, dan X3 berbentuk refleksif dengan arah hubungan kausalitas seolah-olah

113

dari variabel laten ke indikator maka setiap indikator dalam setiap

kelompok indikator dari variabel laten secara individu diregresikan terhadap

estimasi variabel latennya (skor aproksimasi inside).

Dalam kasus X2 yang berbentuk formatif dimana arah hubungan

kausalitas seolah-olah dari indikator ke variabel laten, maka dilakukan

regresi berganda untuk mengestimasi X2 terhadap indikatornya. Koefisien

regresi sederhana dan regesi berganda kemudian degunakan sebagai

pembobot baru untuk aproksimasi outside setiap variabel laten. Setelah

skor vaiabel laten diestimasi pada tahap satu, maka hubungan jalur (path

relation) kemudian diestimasi dengan OLS (Ordinary Least Square) pada

tahap dua.

Setiap variabel dependen dalam model (baik variabel laten endogen

maupun indikator dalam model refleksif) diregresikan terhadap variabel

independen (variabel laten lainnya atau indikator dalam bentuk formatif).

Jika hasil esimasi pada tahap dua menghasilkan nilai yang berarti

(perbedaan nilai means, skala, varian memberikan hasil berarti), maka

parameter means dan lokasi untuk indikator dan variabel laten diestimasi

padatahap ketiga.

Hal ini dilakukan dengan cara setiap means indikator dihitung

terlebih dahulu dengan menggunakan data asli, kemudian menggunakan

bobot yang didapat dari tahap satu, means untuk setiap variabel laten

dihitung. Dengan nilai means untuk setiap variabel laten dan koefisien path

dari tahap kedua, maka lokasi parameter untuk setiap variabel dependen

dihitung sebagai perbedaan antara means yang baru saja dihitung dengan

Systematic Part Accounted oleh variabel laten independen yang

mempengaruhinya.

114

Langkah Keenam: Evaluasi Goodness of Fit

Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif

dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya

dan composite realibility untuk keseluruhan indikator. Sedangkan outer

model dengan indikator formatif dievaluasi berdasarkan pada substantive

content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan

melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut.

Model struktural atau inner model dievaluasi dengan melihat

prsentase varian yang dijelaskan yaitu dengan melihat R2 untuk variabel

laten dependen dengan menggunakan ukuran Stone-Geisser (XX) square

test dan juga melihat besarnya koefisien jalur strukturnya. Stabilitas dari

estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat

lewat prosedur bootstrapping.

a. Outer Model

Outer model, bilamana indikator refleksif maka diperlukan evaluasi

berupa kalibrasi instrument, yaitu dengan pemeriksaan validitas dan

reliabilitas instrument. Penerapan PLS pada prinsipnya adalah suatu

kegiatan kalibrasi instrument penelitian, yaitu pelaksanaan uji valiitas dan

reliabilitas. Dengan kata lain, PLS dapat digunakan untuk uji validitas dan

reliabilitas instrumen penelitian seperti halnya SEM.

1) Convergent validity

Korelasi antara skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya.

Untuk hal ini loading 0.5 sampai 0.6 diangga cukup, pada jumlah

indikator per variabel latentidak besar, berkisar antara 3 – 7 indikator.

2) Diskriminant validity

Pengukuran indikator refleksif berdasarkan cross loading dengan

variabel latennya. Blamana nilai cross loading setiap indikator pada

variabel bersangkutan terbesar dibandingan dengan cross loading pada

variabel laten lainnya maka dikatakan valid. Metode lain dengan

115

membandingkan nilai Square Root of Average Variance Extracted (AVE)

setiap variabel laten dengan korelasi antar variabel laten lainnya dalam

model, jika Square Root of Average Variance Extracted (AVE) variabel

laten lebih besar dari korelasi dengan seluruh variabel laten lainya

maka dikatakan memiliki diskriminant validity yang baik.

Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih besar dari 0.50.

3) Composite Reliability (pc)

Kelompok indikator yang mengukur sebuah variabel memiliki

reliabilitas komposit yang baik jika memiliki composite reliability ≥ 0.7,

walaupun bukan merupakan standard absolute

b. Outer model

Goodness of Fit Model diukur menggunakan R-Square variabel

dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi Q-Square

predictive relevance untuk model structural. Mengukur seberapa baik nilai

observasi yang dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai

Q-Square > 0 menunjukkan model memiliki predictive relevance, sebaliknya

jika nilai Q-Square ≤ 0 menunjukkan model kurang memiliki predictive

relevance. Perhitungan Q-Square dilakukan denga rumus:

Q2 = 1 – ( 1 – R12 ) ( 1 – R2

2 ) … ( 1 – Rρ2 )

Dimana R12 , R2

2 … Rρ2 adalah R-Square variabel endogen dalam

model persamaan . besaran Q2 memiliki nilai engan rentang 0 < Q2< 1,

dimana semakin mendekati 1 berarti model semakin baik, besaran Q2 ini

setara dengan koefisien determinasi total Rm2 pada analisis jalur (path

analiysis).

116

Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis (β, γ, dan λ) dilakukan dengan metode

Resampling Bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser & Stone. Statistik uji

yang digunakan adalah statistik t atau uji t, dengan hipotesis statistik

sebagai berikut:

Hipotesis statistic untuk outer model adalah:

H0 :λi = 0 lawan HI : λi > 0

Sedangkan hipotesis staistik untuk inner model: pengaruh variael

laten eksogen terhadap endogen adalah:

H0 :γi = 0 lawan HI : γi > 0

Sedangkan hipotesis statistic untuk inner model: pengaruh

variabel laten endogen terhada endogen adalah

H0 :βi = 0 lawan HI : βi > 0

Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data

terdistribusi bebas (distribution free), tidak memerlukan asumsi distribusi

normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (direkomendasikan

sampel minimum 30). Pengujian dilakukan dengan t-test, bilamana

diperoleh p-value ≤ 0,05 (alpha 5%), maka disimpulkan signifikan. Dan

sebaliknya bilamana hasil pengujian hipotesis pada outer model signifikan,

hal ini menunjukkan bahwa indikator dipandang dapat digunakan sebagai

instrument pengukur variabel laten terhadap variabel lainnya.

Sampel bootstrap disarankan sebesar 500, hal ini didasarkan

beberapa kajian yang ada pada literature bahwa dengan sampel bootstrap

500 sudah dihasilkan penduga parameter yang bersifat stabil. Sedangkan

besar sampel pada masing-masing sampel bootstrap disarankan lebih kecil

sedikit dari sampel orisinal. Misal jika data yang dianalisis dengan sampel n

= 40, maka sampel bootstrap sebesar 500 (number of samples) dam sampel

pada masing-masing sampel bootstrap sebesar 35 (case per sample).