BAB semua
-
Upload
asep-suryana -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of BAB semua
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Polusi udara di lingkungan kerja batubara memberikan kontribusi besar
dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan (1). Masalah yang cukup
mengemuka sementara ini terutama berkenaan dengan debu batubara yang
beterbangan (2). Konsekuensi sistemik dari debu batubara yang terhisap adalah
terjadinya reaksi inflamasi pada paru-paru (3). Debu batubara yang mengandung
bahan kimiawi dapat mengakibatkan terjadinya penyakit pernapasan (2).Penyakit
pernapasan yang disebabkan oleh menghirup zat berbahaya di lingkungan
merupakan masalah yang serius (4).
Menurut International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta
kematian disebabkan oleh penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan. Diantara
penyakit akibat kerja, 10% sampai 30% adalah penyakit paru (5). Di Amerika
Serikat diperkirakan 2,4 juta yang terkena debu batubara dan silika kristal
dibidang pertambangan, dan 5% menderita penyakit pernapasan atau sekitar
100.000 pekerja (4).Di Indonesia angka kesakitan mencapai 70% dari pekerja
yang terpapar debu. Sebagian besar penyakit paru akibat kerja yaitu terjadinya
penurunan kapasitas fungsi paru dengan gejala utama sesak nafas (5).
Pekerja tambang batubara mempunyai waktu shift siang (pagi, siang, sore)
dan shift malam (6). Permasalahan lebih banyak terjadi pada pekerja shift malam
karena ritme faal tubuh manusia yang tidak dapat menyesuaikan kerja malam dan
1
2
tidur (7). Kerja shift malam merupakan sistem yang berlawanan dengan ritme
sirkadian. Kelainan pola tidur sebagai salah satu bentuk gangguan ritme sirkadian
yang dialami pekerja shift memiliki konsekuensi patologis berupa peningkatan
kadar sitokin proinflamasi dalam darah karena penurunan sistem kekebalan dan
antioksidan dalam tubuh (8).
Penelitian Sholihah pada tahun 2012 melakukan percobaan pada hewan tikus
yang dipaparkan dengan debu batubara. Hasilnya adalah paparan debu batubara
tersebut membuat penebalan dinding alveolus lebih besar pada shift malam
dibandingkan shift siang (6). Penelitian Hendryx pada tahun 2008 menyatakan
bahwa tinggi risiko yang diderita pekerja tambang batubara terhadap terjadinya
inflamasi telah dilaporkan pada berbagai penelitian yang dilakukan diberbagai
negara. Studi di Virginia Barat menunjukan bahwa produksi batubara dalam
kapasitas besar berhubungan dengan risiko gangguan fungsi paru (3).
Penelitian dilakukan di PT. Hasnur Riung Sinergi yang merupakan
perusahaan tambang batubara. Batubara yang diproduksi adalah batubara sub-
bituminus. Bagian lapangan adalah bagian yang berisiko tinggi terhadap pajanan
debu batubara karena pada bagian tersebut mencakup kegiatan seperti pengerukan
batubara, pengangkutan batubara, penempatan batubara, dan pemuatan batubara.
Hasil survei pendahuluan diketahui bahwa banyak yang mengalami sesak nafas,
common cold, batuk, dan infeksi saluran pernapasan. Angka kejadian tersebut
lebih banyak saat shift malam.
3
Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang kapasitas
fungsi paru pekerja tambang batubara antara shift siang dan shift malam pada
pekerja lapangan bagian produksi di PT. Hasnur Riung Sinergi, Rantau.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti adalah apakah terdapat perbedaan kapasitas fungsi
paru pekerja tambang batubara antara shift siang dan shift malam di PT. Hasnur
Riung Sinergi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kapasitas
fungsi paru pekerja tambang batubara antara shift siang dan shift malam di PT.
Hasnur Riung Sinergi.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Menilai kapasitas fungsi paru pekerja tambang batubara shift siang dengan
spirometer.
2. Menilai kapasitas fungsi paru pekerja tambang batubara shift malam dengan
spirometer.
3. Menganalisis perbedaan kapasitas fungsi paru shift siang dan shift malam pada
pekerja tambang batubara di PT. Hasnur Riung Sinergi.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya mengenai perbedaan
kapasitas fungsi paru pekerja tambang batubara antara shift siang dan shift
malam.
b. Dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Aplikatif.
a. Pekerja lebih taat menggunakan alat pelindung diri saat bekerja agar
mengurangi debu yang terhirup.
b. Perusahaan dapat melakukan peningkatan upaya kesehatan kerja dengan
memberikan antioksidan dari luar kepada pekerja sebagai penangkal radikal
bebas.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian Qomariyatus
Sholihah bertujuan untuk mengetahui melatonin dalam menjaga fungsi paru-paru
yang terkena debu batubara dengan mengukur dismutase superokside (SOD) dan
inflamasi alveolar paru. Subjek penelitiannya adalah tikus wistar dengan metode
eksperimental. Hasilnya adalah sel inflamasi pada shift malam lebih signifikan
dibandingkan shift siang sehingga menyebabkan penebalan dinding shift malam
lebih tebal, dan melatonin eksogen berfungsi sebagai antioksidan terhadap
peradangan paru-paru yang disebabkan oleh debu batubara.
5
Persamaan dari penelitian ini adalah paparan yang sama yaitu debu batubara
dan pembagian shiftnya sama siang dan malam. Perbedaan dari penelitian ini
adalah subjek penelitian menggunakan manusia. Kelebihannya adalah lebih
mengetahui dampak pada pernapasan manusia dengan mengukur kapasitas fungsi
paru akibat perbedaan shift kerja.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Debu Partikulat
1. Definisi Debu
Debu adalah partikel padat yang terbentuk dari proses penghancuran,
penanganan, grinding, impaksi cepat, peledakan dan pemecahan dari material
organik atau anorganik seperti batu, bijih metal, batubara, kayu dan biji-bijian.
Istilah debu yang digunakan di industri adalah menunjuk pada partikel yang
berukuran antara 0,1 sampai 25 mikron (9).
2. Debu Batubara
Mineral dan elemen-elemen kontaminan yang umum ditemukan pada debu
batubara adalah kaolin, mika, pyrite, titanium, kalsit, sulfur, sodium, magnesium,
dan silika. Metal transisi yang terkandung dalam debu batubara meliputi boron,
cadmium, copper, nikel, besi, antimon, timah, dan zinc. Beberapa jenis metal
transisi tersebut dapat bersifat sitotoksin dan karsinogenik (10).
Debu batubara mengandung radikal hidroksil. Radikal bebas tersebut
bertanggung jawab terhadap terjadinya proses inflamasi pada saluran pernafasan
dan kerentanan terhadap penyakit. Radikal hidroksil ini mengarah pada
pembentukan edema (10).
7
3. Mekanisme Penimbunan Debu Dalam Paru
Pada saat inspirasi, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-paru.
Apa yang terjadi dengan debu tersebut sangat tergantung kepada ukuran besarnya
debu (11). Partikel debu yang dapat dihirup berukuran 0,1 sampai kurang dari 10
mikron. Debu yang berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan
tertimbun pada saluran napas bagian atas, yang berukuran antara 3-5 mikron
tertahan dan tertimbun pada saluran napas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1-
3 mikron disebut debu respirabel merupakan yang paling berbahaya karena
tertahan dan tertimbun mulai dari bronkiolus terminalis sampai alveoli. Debu
yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli, debu
yang ukurannya antara 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar
masuk alveoli dan apabila membentur alveoli, debu dapat tertimbun disitu (12).
4. Pembentukan Radikal Bebas
Salah satu gangguan paru-paru yang disebabkan oleh debu batubara adalah
akibat terbentuknya radikal bebas. Proses pembentukan reactive oxygen species
(ROS) akibat paparan debu batubara dapat terjadi secara pasif mekanik akibat
proses produksi pemecahan partikel batubara maupun secara aktif melalui reaksi
inflamasi biologis. Reactive oxygenspecies (ROS) yang terbentuk secara pasif
mekanik umumnya berbentuk hidroksil dan berasal dari partikel-partikel yang
baru mengalami proses pemecahan. Radikal hidroksil merupakan radikal bebas
yang sangat reaktif (13). Partikel-partikel yang menginduksi pembentukan ROS
umumnya berukuran 2,5-10 mikrometer. Partikel yang lebih halus dapat
8
menginduksi inflamasi di daerah alveoli. Reaksi sistem imun tubuh terhadap
inflamasi akibat adanya ROS umumnya berupa pelepasan proinflamasi (14).
B. Pekerja Shift
1. Definisi ShiftKerja
Shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja
untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan. Waktu kerja dapat diatur dalam dua
atau tiga shift: awal, akhir, dan atau shift malam. Ini berarti bahwa satu kelompok
pekerja mungkin bekerja selama pagi dan sore hari, kelompok lain akan bekerja
selama sore dan malam hari, dan kelompok ketiga (dalam sistem tiga shift) akan
bekerja pada malam hari (11).
Shift kerja ini merupakan rancangan praktek para pekerja agar pekerja dapat
mempunyai waktu istirahat setelah bekerja seharian. Shift biasanya berganti tiap 8
atau 12 jam sehari(15).
a. ShiftSiang
Individu dengan shift siang adalah individu yang bangun tidur lebih pagi dan
tidur malam lebih awal. Ketika menjalani shift siang, individu dan kelompoknya
masih memiliki konsentrasi dan tingkat kefokusan yang baik. Pada umumnya
fungsi tubuh meningkat pada siang hari (16).
b. Shift Malam
Kerja malam hari adalah kondisi yang dapat menghambat kemampuan
adaptasi pekerja baik dari aspek biologis maupun sosial (17). Fungsi tubuh sendiri
juga menurun pada malam hari (18). Konsekuensi patologis dari kehilangan tidur
9
adalah peningkatan kadar sitokin proinflamasi di darah. Respon imunpun juga
berperan sehingga lebih peka terhadap infeksi virus dan atau bakteri (7).
2. Akibat ShiftKerja
a. Efek Fisiologis (11):
1) Ritme faal
Fungsi-fungsi fisiologis tenaga kerja tidak dapat disesuaikan sepenuhnya
dengan ritme kerja. Hal ini dapat dibuktikan dari pengukuran-pengukuran suhu
badan, nadi tekanan darah, dan lain-lain.
2) Menurunnya kapasitas fisik kerja
Pada malam hari kerja saraf parasimpatis yang lebih kuat daripada saraf
simpatis. Saat bekerja, saraf simpatis harus lebih kuat dari saraf parasimpatis.
3) Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan
Alat pencernaan biasanya tidak berfungsi secara normal pada malam hari.
b. Efek Terhadap Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh defek
fisiologis dan psikologis. Kemampuan yang menurun ini dapat mengakibatkan
kemampuan mental menurun (11).
c. Efek Terhadap Kesehatan
Efek kesehatan terhadap sistem shift kerja juga dapat ditemukan seiring
bertambahnya usia. Efek tersebut timbul sekitar usia 40-45 tahun (19). Salah satu
efek yang timbul adalah gangguan gastrointestinal berupadisepsia atau ulcus
ventriculi. Sistem shift kerja dapat menimbulkan masalah keseimbangan kadar
10
gula dalam darah dengan insulin. Menurut penelitian Baker dkk, stres yang
dialami seseorang akan mengubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Stres akan
menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara
menurunkan jumlah fighting desease cells. Akibatnya, orang tersebut cenderung
sering dan mudah terserang penyakit yang cenderung lama masa
penyembuhannya. Hal ini terjadi karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel
kekebalan tubuh. Dapat juga dikatakan bahwa sel-sel antidibodi banyak yang
kalah (7).
C. Ritme Sirkadian
1. Definisi Ritme Sirkadian
Ritme sirkadian merupakan osilasi dari perilaku dan reaksi biokimia
organisme yang terjadi dengan periodisasi sekitar 24 jam (20). Ritme sirkadian
mengatur beberapa aspek seperti pengaturan suhu tubuh, aktivitas kardiovaskular,
dan metabolisme hormon. Karateristik penting ritme sirkadian meliputi (21):
a. Pengaturan suhu tubuh ketika terjadi fluktuasi suhu eksternal
b. Kepekaan terhadap cahaya yang ditandai oleh sinkronisasi fase ritmedengan
siklus terang gelap.
Siklus tidur bangun merupakan salah satu bentuk ritme sirkadian yang mudah
teramati dalam kehidupan. Kelainan tidur tersebut disebabkan oleh faktor endogen
yang melibatkan disfungsi jam sirkadian. Selain itu, kelainan tidur tersebut juga
disebabkan oleh faktor eksogen, meliputi kekurangan cahaya ketika siang hari,
kelebihan cahaya ketika malam hari, dan stres psikologis (22).
11
2. Anatomi Ritme Sirkadian
Di dalam otak manusia, pusat jam sirkadian berada pada nukleus
suprakhiasmatik (NS) dan hypothalamus. Sistem jam ritme sirkadian mengandung
tiga komponen utama, meliputi lingkungan, jam yang menyokong diri sendiri, dan
jalur output untuk komunikasi kepada organ dan jaringan perifer. Kunci sinyal
lingkungan adalah cahaya. Cahaya akan diterima oleh retina dan ada tidaknya
akan disampaikan melalui satu jalur sinyal langsung dan dua sinyal neuron tidak
langsung ke NS. Asam amino eksitatori membantu informasi cahaya dari retina,
sedangkan input lain dari intergenikulatus dan raphe nukleus akan memanfaatkan
GABA, neuropeptida Y, dan serotonin (23).
NS berfungsi sebagai stasiun relay terhadap sinyal dari retina sebagai osilator
yang menyokong diri sendiri, dan juga ketika tidak adanya ritme lingkungan
(misalnya gelap yang berkelanjutan) akan tetap diekspresikan hormon dan ritme
perilaku. NS akan mentransmisikan informasi kepada tubuh melalui jalur humoral
dan jalur neural. Ada tiga protein (arginin, vasopresor, TGF-alpha, dan prokinetin)
yang disekresikan. Sinyal NS menuju tubuh akan menjalankan sistem fisiologis
terhadap photoperiodik eksternal dan menjaga sinkronitas antar organ (23).
3. Gangguan Ritme Sirkadian
Kelainan pola tidur sebagai salah satu bentuk gangguan ritme sirkadian yang
dialami pekerja shift. Kelainan waktu tidur meliputi hilangnya waktu tidur,
kurangnya waktu tidur dan penyimpangan pola tidur. Berkurangnya waktu tidur
diketahui mempengaruhi respon imunitas dan juga diketahui peningkatan kadar
sirkulasi marker-marker inflamasi seperti IL-6, TNF-α, dan C-reactive protein (24,
12
8). Mekanisme biologis yang mendasari munculnya kelainan medis akibat kerja
shift relatif belum diketahui. Mekanisme yang telah diketahui dapat memicu dan
meningkatkan kerusakan seluler adalah stres oksidatif. Dalam hal ini kerja shift
berperan sebagai stresor oksidatif dan mungkin menginduksi kelainan medis (25).
4. Respon Imunologis Pekerja Shift Malam
Bekerja shift malam berhubungan dengan tingginya risiko infeksi umum
dibandingkan bekerja normal (26).Orang-orang yang bekerja di malam hari
hingga subuh atau pagi hari ternyata mempengaruhi sistem kekebalan tubuh
khususnya pada perkembangan sel-sel rusak yang seharusnya dapat dihancurkan
oleh sel-sel imun. Mekanisme yang mendasari berubahnya sistem kekebalan
tubuhakibat gangguan ritme sirkadian yang menyebabkan penyakit masih belum
diketahui jelas. Hanya sedikit bukti yang menjelaskan efek dari ganguan ritme
sikardian yang menganggu kekebalan tubuh (27).
Sistem kekebalan tubuh memerlukan waktu tidur yang cukup baik. Bahan
kimia tertentu dalam tubuh yang menyebabkan tidur sangat berfungsi untuk
mengatur sel sistem kekebalan. Selnatural killer (sel NK) mengalami penurunan
selama periode kurang waktu tidur. Sel NK mempunyai peran penting dalam
pertahanan awal terhadap infeksi serta penolakan terhadap sel tumor. Sitokin juga
terpengaruh oleh kurang tidur yang dapat menyebabkan perubahan respon sistem
kekebalan tubuh yaitu peningkatan molekul proinflamasi (28). Perubahan itu
terjadi secara signifikan hanya berselang 1 jam sejak hilangnya waktu tidur
tersebut (29). Peningkatan molekul proinflamasi tersebut dapat mengakibatkan
inflamasi (8).
13
Penurunan sel NK akan mengakibatkan peningkatan sel tumor. Dalam proses
pembunuhan sel tumor, sel NK akan memproduksi sitolitik granul dan
mengaktifkan reseptor pada sel target. Faktor yang paling penting adalah faktor
sitolitik, granzim B, perforin, dan sitokin tumor necrosis factor (TNF), dan
interferon gamma (IFNγ) yang merupakan faktor dalam mengatur sel NK
membunuh sel tumor. Penurunan dari salah satu faktor tadi akan meningkatkan
risiko infeksi (30).
5. Mekanisme Kerja Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang berperan dalam pengikat radikal bebas.
Secara fungsional antioksidan terdiri dari antioksidan primer seperti superoxide
dismutase (SOD), gluthation peroxidase (GSH), katalase, dan antioksidan
sekunder seperti vitamin C, vitamin E, dan melatonin yang diketahui sebagai
antiinflamasi dan imunomodulator. Kadar antioksidan dalam sirkulasi bergantung
pada siklus harian tubuh dan peranannya dalam sistem imunitas (10).
Mekanisme perlindungan antioksidan pada tubuh berupa (31):
a. Mengkatalisis pemusnahan radikal bebas.
b. Meminimalisir ketersedian pro-oksidan.
c. Melindungi biomolekul dari kerusakan.
d. Agen dengan berat molekul rendah yang bersifat pengikat terhadap ROS.
Radikal bebas dapat bereaksi dengan pengikatan melalui beberapa cara
berbeda, baik yang disebabkan oleh pelepasan atau penambahan elektron atau
atom hidrogen. Antioksidan melatonin secara khusus bereaksi dengan radikal
hidroksil dan oksida nitrit melalui pelepasan elektron atau atom hidrogen pada
14
reaktivitas rendah dan tinggi. Hal ini menunjukan spektrum kinerja antioksidan
yang luas. Rekasi transfer elektron tunggal dipercaya sebagai langkah penting
dalam detoksifikasi radikal yang stabil. Kemampuan melatonin dalam
menetralisisasi radikal-radikal ini merupakan keunggulan yang sangat signifikan
masa radikal-radikal tersebut yang sangat lama dan stabil sehingga efek dan
jangkauan kerusakannya bisa meluas. Jadi reaksi petukaran elektron tunggal
merupakan model yang sering digunakan sebagai dasar analisis reaksi melatonin
dalam rantai respirasi mitokondrial. Proses respirasi ini lebih menitik beratkan
pada pencegahan pembentukan radikal bebas dibandingkan dengan proses
netralisasi radikal yang telah terbentuk (32).
D. Kapasitas Fungsi Paru
1. Definisi
Kapasitas fungsi paru (FEV1%) yaitu besarnya volume udara yang
dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi pertama pada orang normal
berkisar antara 4-5 detik dan pada detik pertama orang normal dapat
mengeluarkan udara pernapasan sebesar 80% dari nilai Volume capacity (33).
2. Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Fungsi Paru
Faktor utama yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru adalah kemampuan
paru-paru itu sendiri, elastisitas paru-paru,jenis kelamin, ukuran bagian-bagian
dalam paru, sikap seseorang, dan umur (33).
15
Faktor yang mempengaruhi penurunan kapasitas paru adalah :
a. Umur
Usia berhubungan dengan bertambahnya umur atau proses penuan. Semakin
tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan kapasitas
paru. Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah
usia tahun, berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan menurunnya
kekuatan fisik (34).
b. Jenis kelamin
Kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20-25% lebih kecil daripada pria
(33).
c. Riwayat penyakit
Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas fungsi paru seseorang.
Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit. Seperti asma, pasca
Tuberculosis (TB), dan penyakit paru obstruktif kronik (35).
d. Status gizi
Status gizi dapat mempengaruhi kapasitas paru, orang kurus panjang biasanya
kapasitas vital paksanya lebih besar dari orang gemuk pendek. Salah satu akibat
kekurangan zat gizi dapat menurunkan sistem imunitas dan antibodi sehingga
orang mudah terserang infeksi (36).
e. Riwayat pekerjaan
Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat
kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan
gangguan paru (11).
16
f. Kebiasaan merokok
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran
pernapasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan
faal paru.Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar
mukus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang
ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada
jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radangdan kerusakan alveoli
(37).
g. Masa kerja
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah
terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja (38).
17
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA
A. Landasan Teori
Debu batubara mengandung radikal hidroksil. Radikal bebas tersebut
bertanggung jawab terhadap terjadinya proses inflamasi pada saluran pernapasan
dan kerentanan terhadap penyakit. Jumlah radikal bebas di dalam tubuh
berlebihan maka akan menimbulkan masalah (10). Pekerja tambang batubara
adalah orang yang secara langsung terpapar debu batubara, sehingga merekalah
yang mempunyai risiko paling besar untuk menderita gangguan paru-paru (16).
Pekerja tambang batubara terbagi menjadi shift siang dan shift malam (6).
Pekerja tambang shift malam merupakan sistem kerja yang berlawanan dengan
ritme sirkadian (10). Gangguan terhadap ritme sirkadian dapat mengakibatkan
desinkronisasi fungsi alamiah yang mungkin dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan tubuh (16). Bentuk gangguan ritme sirkadian yang dialami pekerja shift
memiliki konsekuensi patologis berupa peningkatan kadar sitokin proinflamasi
dalam darah karena penurunan sistem kekebalan dan antioksidan dalam tubuh (8).
Faktor utama yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru salah satunya adalah
ukuran bagian dalam paru-paru. Ukuran bagian dalam paru-paru yang menjadi
lebih kecil akibat inflamasi dapat menyebabkan penurunan dalam kecepatan aliran
ekspirasi maksimum yang mempengaruhi nilai kapasitas fungsi paru (31).
18
Secara ringkas kerangka konsep penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1.
Keterangan:
: diteliti langsung : tidak diteliti
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Perbedaan Kapasitas Fungsi Paru Pekerja Tambang Batubara Antara Shift Siang dan Shift Malam.
Tidak terganggu irama sirkadian Terganggu irama sirkadian
Risiko peningkatan proinflamasi minimal
Risiko peningkatan proinflamasi lebih besar
Risiko penurunan kapasitas fungsi paru lebih rendah
Risiko penurunan kapasitas fungsi paru lebih besar
Penebalan dinding alveoli minimal
Debu batubara
Penebelan dinding alveoli lebih besar
Shift Siang Shift Malam
Pekerja Tambang
Radikal bebas tidak berlebih
Radikal bebas berlebih
Sistem imun baik
Sistem imun menurun
Antioksidan normal
Antioksidan menurun
19
B. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah kapasitas fungsi paru pekerja tambang
batubara shift siang lebih baik dibandingkan yang shift malam.
20
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja tambang batubara bagian
produksi di PT. Hasnur Riung Sinergi yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu
sebesar 189 orang.
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi target yang diambil secara
purposive sampling di bagian produksi PT. Hasnur Riung Sinergi yang sesuai
dengan kriteria inklusi sebagai berikut, yaitu:
1. Bersedia menjadi subjek penelitian.
2. Masa kerja < 5 tahun.
3. Berusia 20-45 tahun.
4. IMT normal ( ≥ 18,00-25,00).
5. Tidak mempunyai riwayat penyakit paru kronik.
Jumlah sampel penelitian ditentukan berdasarkan Gay and Diehl untuk
penelitian kausal perbandingan yaitu minimal sebesar 30 subjek per masing-
masing kelompok (39). Pekerja tambang shift siang diambil minimal 30 orang
dan untuk pekerja tambang shift malam diambil minimal 30 orang.
21
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Lembar isian (data identitas dan kuesioner) dengan disertai persetujuan
menjadi subjek penelitian.
2. Alat uji fungsi paru (Spirometri) merek BLT-08 Spiro Pro Meter® dan
mouthpiece.
3. Timbangan berat badan untuk mengukur berat badan.
4. Meteran untuk mengukur tinggi badan.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah shift kerja pekerja tambang
batubara.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kapasitas fungsi paru.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu berasal dari subjek penelitian adalah kebiasaan
merokok. Variabel pengganggu yang berasal dari subjek penelitian ini tidak dapat
dikendalikan.
22
E. Definisi Operasional
Tabel 4.1 Definisi operasional shift kerja dan kapasitas fungsi paru.
No VariabelDefinisi
OperasionalAlat Ukur Hasil Ukur Skala Data
1. Shift kerja Pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan.
Lembar identitas
a. Shift kerja siang
b. Shift kerja malam
Kategorik (nominal)
2. Kapasitas fungsi paru (FEV1%)
Besarnya volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama.
SpirometriBLT-08
Spiro Pro Meter®
a. Normal (FEV1 ≥ 80%)
b. Tidak normal (FEV1 <80%)
Kategorik (ordinal)
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Pengajuan ijin penelitian ke PT. Hasnur Riung Sinergi, Rantau, Kalimantan
Selatan.
b. Obervasi tambang ke PT. Hasnur Riung Sinergi, Rantau, Kalimantan Selatan.
c. Pengisian lembar isian (data identitas dan kuesioner) dengan disertai
persetujuan menjadi subjek penelitian.
23
2. Tahap Pelaksanaan
Subjek yang diambil sebagai sampel akan diuji fungsi paru di minggu
terakhir jadwal yang bersangkutan sebelum pindah shift siang atau malam.
Pengukuran indeks masa tubuh (IMT) dan uji fungsi paru dilakukan pada waktu
istirahat kerja.
a. Menghitung indeks masa tubuh (IMT)
Mengetahui status gizi sampel penelitian dalam batas normal dengan cara
menghitung IMT. Langkah mengetahui berat badan dan tinggi badan sampel
yaitu, pertama memposisikan sampel dalam keadaan diam, tegak lurus, dan
pandangan menghadap ke depan. Alat pengukur tinggi ditarik dan diletakkan
ujungnya tepat di puncak kepala sampel (vertex). Lihat tinggi badan sampel.
Setelah itu sampel berdiri di atas timbangan berat badan, dan lihat berapa berat
badan sampel yang ditunjukan jarum timbangan (dipakai hitungan dalam
kilogram). Kemudian hasil yang didapat dimasukkan ke dalam rumus (IMT=
Berat badan (kilogram)/Tinggi badan (meter2)). Hasil IMT normal berkisar 18,00-
25,00 yang dijadikan sampel penelitian.
b. Pemeriksaan kapasitas fungsi paru
Uji kapasitas fungsi paru yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan
menggunakan spirometri merk BLT-08 Spiro Pro Meter® dan mouthpiece,
dengan prosedur sebagai berikut:
24
1) Persiapan alat
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap responden memastikan alat telah
terhubung ke aliran listrik dan hidupkan alat dengan menekan tombol on. Memilih
profil rekam cetak – menu – profile set up – forced dan ikuti petunjuk pada layar
di alat. Masukkan nama dan data pasien (tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan,
tinggi badan, dan ras). Menekan tombol pasien kemudian periksa kejernihan
sensor spirometri dan selanjunya tekan tombol start.
2) Pelaksanaan pengeluaran udara paksa
Membersihkan bagian untuk menghembuskan nafas (mouthpiece) pada alat
spirometri. Meminta pasien untuk menarik napas secara maksimal, segera setelah
bagian untuk hembuskan nafas (mouthpiece) dari spirometri terpasang pada bibir
pasien, kemudian meminta pasien untuk menghembuskan napas secara maksimal
dengan cepat. Hembusan napas dilakukan melalui mulut (bukan hidung).
Pengambilan data berakhir secara otomatis sesudah waktu tertentu atau dengan
menekan tombol stop. Tepat setelah prosedur pertama berhasil dilakukan,
menekan tombol accept dan melanjutkan pemeriksaan dengan menekan tombol
start. Selanjutnya menekan tombol analyse (ada pada sebelah bawah layar sentuh)
untuk melihat rekaman dari pemeriksaan pertama, setelah menekan tombol accept
dan dilakukan pemeriksaan sebanyak 3 kali.
3. Tahap Pelaporan
Setelah tahap pelaksanaan, kemudian dilakukan pengolahan data hasil
penelitian dan penyusunan laporan.
25
G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu:
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu pengamatan secara langsung terhadap responden. Dalam
penelitian ini yang diamati adalah kondisi lapangan bagian produksi tambang
batubara dan keluhan-keluhan yang dialami pekerja tambang.
b. Pengisian lembar isian (data identitas dan kuesioner) oleh responden dimana
peneliti mendapatkan keterangan seperti nama, umur, jenis kelamin, masa
kerja, alamat, shift kerja, dan riwayat penyakit kronik.
c. Pengisian surat pernyataan persetujuan untuk mengikuti penelitian fungsi paru
dengan spirometri oleh responden yang terpilih dari hasil kriteria inklusi.
d. Pengukuran IMT dan kapasitas fungsi paru dengan spirometri.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari perusahaan guna melengkapi penelitian yang
meliputi gambaran umum perusahaan, jumlah pekerja, jenis pekerjaan, rerata lama
kerja, proses produksi dari perusahaan tersebut, dan shift kerja.
Kemudian data yang diperoleh tersebut akan diolah dengan menggunakan
program SPSS, setelah itu disajikan dalam bentuk tabel 2x2 dan dievaluasi secara
statistik.
26
H. Cara Analisis Data
Data hasilujifungsi paru dievaluasi secara statistik dengan uji chi-square yang
memiliki tingkat kepercayaan 95%. Jika syarat uji chi-square tidak terpenuhi,
maka dipakai uji Fisher.
I. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Hasnur Riung Sinergi, Rantau.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014.
Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan Penelitian.
KegiatanBulan
Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt
Penyusunan Proposal
Konsultasi
Seminar KTI 1
Perbaikan
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan dan Analisa Data
Seminar KTI 2
Perbaikan
27
J. Biaya Penelitian
Penelitian ini memerlukan dana sebesar Rp. 950.000,00 dengan perincian.
1. Transportasi Rp. 400.000,00
2. Konsumsi Rp. 100.000,00
3. Penginapan Rp. 200.000,00
4. Print, penggandaan dan penjilidan proposal dan KTI Rp. 100.000,00
5. Penggandaan informed consentdan lembar isian Rp. 100.000,00
6. Alcohol pad Rp. 50.000,00
Total Rp. 950.000,00