Bab ! (Repaired)b.doc..Doc1 (Autosaved).Doc11

download Bab ! (Repaired)b.doc..Doc1 (Autosaved).Doc11

of 34

Transcript of Bab ! (Repaired)b.doc..Doc1 (Autosaved).Doc11

I. PENDAHULUAN

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian di Indonesia yang cukup melimpah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton per hektar satu kali panen,atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan (Ahmad, 2008). Menurut Komar (1984) jerami padi yang dimanfaatkan sebagai bahan pakan baru sekitar 31%, sedangkan 62% dibakar atau dibenamkan dan sisanya sekitar 7% untuk keperluan industri. Rendahnya kandungan gizi terutama protein dan rendahnya tingkat kecernaan bahan kering serta tingginya kandungan serat kasar, merupakan faktor pembatas jerami sebagai pakan ternak. penggunaan jerami padi yang semula adalah limbah pertanian sebagai pakan ternak, memerlukan usaha untuk memenuhi kebutuhan gizi dan menghasilkan produksi ternak yang sesuai dengan harapan, maka jerami padi perlu diberikan perlakuan khusus guna meningkatkan nilai gizinya. Jerami padi kurang baik digunakan sebagai pakan ternak karena sebagian besar karbohidratnya membentuk lignosellulosa dan lignohemisellulosa yang sukar dicerna oleh ternak, mengandung silikat dan oksalat yang tinggi (Sutrisno, 1985). Selanjutnya dikatakan Sutrisno dkk., (1986) bahwa kandungan protein kasar sendah (3-4%) dan mineralnya juga rendah. Utomo dkk., (1997) menyatakan bahwa jerami padi kandungan serat kasarnya mencapai 32,33% dan kecernaan bahan keringnya sekitar 45,60%. Menurut Ranjhan (1986) dikutip oleh

29

Supandargono (2002) jerami mempunyai kecernaan 35-37% dengan kandungan protein kasar 3-4%, perlu adanya usaha peningkatan kualitas untuk memenuhi kebutuhan pokok sejumlah 50-55% untuk kecernaan dan kadar protein kasar 8%. Perlakuan untuk meningkatkan kandungan protein jerami padi ada

bermacam cara baik dengan cara fisik, kimia maupun biologis, namun cara- cara tersebut diatas mempunyai keterbatasan disamping membutuhkan biaya yang mahal juga kurang memuaskan yaitu cara fisik misalnya, memerlukan investasi yang cukup mahal, secara kimiawi meninggalkan residu yang mempunyai efek buruk dan cara biologis memerlukan peralatan yang mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (bau amoniak yang menyengat) (Ahmad, 2008). Cara yang relatif murah, praktis dan hasinya sangat disukai ternak adalah fermentasi yang dalam proses pembuatanya menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contoh: starbio, starbioplus, EM-4, dan lain lain). (Makarim dkk., 2007). Hasil penelitian jerami padi sebelumnya (Haryanto dkk., 2003 dikutip oleh Haryanto dkk., 2005) menunjukkan adanya pengaruh positif dalam proses fermentasi jerami padi terhadap nilai kecernaan komponen serat, dimana lama fermentasi 3 minggu dapat memberikan nilai kecernaan in vivo yang paling tinggi (53,6%) dibandingkan lama fermentasi satu atau 2 minggu (sekitar 45%). Berdasarkan hasil penelitian diatas belum merupakan hasil maksimal, sebagai dasar acuan hal tersebut maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui

29

secara pasti waktu yang optimal dalam pemeraman jerami fermentasi, apabila sudah dipastikan jumlah waktu. Hasil penelitian mengenai jerami padi fermentasi menggunakan EM4 menurut menurut Haryoto (2001) jerami yang difermentasi dengan EM4 selama 14 hari terjadi peningkatan protein kasar, protein kasar jerami meningkat menjadi 9,08 %. Sedangkan menurut Darmawan (2010) jerami yang difermentasi dengan EM4 selama 8 hari terjadi peningkatan protein kasar dari 3,50 % naik menjadi 7,05 dan kadar lemak naik dari 1,12 % menjadi 2,46 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut jerami padi dapat digunakan sebagai pakan ternak karena faktor faktor pembatas jerami digunakan sebagai pakan dapat diatasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama pemeraman dengan tingkat kualitas jerami padi, untuk mengetahui waktu yang optimal dalam pemeraman jerami padi fermentasi. jerami padi merupakan limbah yang mempunyai keterbatasan sebagai pakan ternak dengan fermentasi dapat meningkatkan nilai nutrisi secara maksimal, berdasarkan hal tersebut apabila telah diketahui pasti berapa lama waktu pemeraman dapat memperhatikan kebutuhan pakan ternak secara berkesinambungan (intensif) dengan hasil nilai nutrisi fermentasi yang paling tinggi, sehingga dapat menghemat biaya dalam memperhitungkan penyusunan formulasi ransum. Bila hasilnya positif maka hasil penelitian ini akan digunakan sebagai solusi masalah kekurangan pakan dimusim kemarau meningkatkan performan dan secara ekonomis akan mendatangkan kentungan yang lebih baik dan sebagai sumbangan informasi dan pengetahuan serta selanjutnya dapat dipertimbangkan 29

untuk dimanfaatkan dalam usaha pemeliharaan ternak ruminansia, secara umum manfaat lainya yang ingin dicapai adalah mengurangi biaya dalam pengadaan pakan, khususnya dalam penyediaan hijauan sebagai pakan utama ternak ruminasia, menghemat lahan peternakan (karena bertenak sapi tidak harus menyediakan lahan sebagai tempat menanam hijauan pakan ternak).

29

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jerami Padi Jerami adalah bagian batang yang telah dipanen bulir-bulir buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi dengan akar atau bagian batang yang tertinggal setelah disabit (Anonimus, 1985). Selanjutnya Makarim dkk (2007) menjelaskan bahwa jerami Jerami adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Jerami padi merupakan tanaman yang dipotong setelah dituai padinya setelah ditanam selama 100-120 hari (Hartadi dkk., 1990 dikutip oleh Supandargono, 2002). Jerami padi umumnya terdiri dari batang, pelepah dan helai daun. Bagian tanaman sudah tua, maka teksturnya menjadi lebih keras, dan daunya menjadi hijau kekuningan (Nitis, 1992 dikutip oleh Supandargono, 2002). Padi bila dipanen ketika daun masih segar, saat segar atau berwarna hijau (jeraminya masih basah), kandungan air dalam jerami berkisar antara 65-75 % dari total jerami, akan tetapi bila dipanen ketika daun sudah menguning, maka jerami padi seperti ini kandungan airnya 40-50 % (Komar, 1984). Jerami padi adalah salah satu limbah pertanian yang keberadaanya cukup melimpah dan pemanfaatannya belum dimaksimalkan. dan dapat digunakan sebagai pakan ternak khususnya ruminansia. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton per hektar satu kali panen, atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan (Nashir, 2008).

29

Jerami padi merupakan bahan alternatif pakan untuk ternak ruminansia karena mudah ditemui hampir diseluruh penjuru daerah di Indonesia. Namun ketersediaan jerami padi sebagai pakan sangat dipengaruhi oleh musim, saat musim panen yang jatuh pada musim penghujan produksi jerami padi cukup melimpah, sebaliknya dimusim kemarau produksi jerami padi mengalami penurunan baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Fluktuasi produksi ini dapat mempengaruhi usaha peternakan yang memanfaatkan jerami padi sebagai pakan ternak (Susetyo dkk., 1969; Ali dan Noeryanto, 1983), maka perlu adanya pengawetan agar ketersediaan jerami ada sepanjang tahun sehingga tidak mempengaruhi usaha peternakan. Secara fisik bentuk jerami jika diperhatikan secara langsung tampak sama saja, tidak ada perbedaan yang berarti, namun kandungan nilai gizi setiap jerami pasti berbeda, kandungan nilai gizi inilah yang menentukan kualitas jerami. Makarim dkk., (2007) menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas jerami yaitu rejim padi (ketersediaan air), varietas (nisbah gabah/jerami), cara budidaya, kesuburan tanah, musim (iklim, dan tempat).

B. Kandungan gizi jerami padi Kandungan gizi jerami padi diperoleh melalui hasil analisa proksimat, diantaranya yaitu : 1. Protein Kasar Protein adalah salah satu kandungan nutrisi dari pakan ternak yang banyak dibutuhkan oleh ternak muda yang sedang dalam pertumbuhan dari

29

pada ternak dewasa karena kebanyakan protein tidak bisa di bentuk oleh tubuh, maka ternak harus diberi makanan yang cukup mengandung protein. Sumber protein khususnya untuk ternak ruminansia dapat berasal dari tanaman, hal ini disebabkan karena tanaman mampu mensintesis protein dengan cara mengkombinasikan nitrogen dan air dari dalam tanah serta CO2 dari udara (Winarno, 1989 dikutip oleh Asngad, 2005). Jerami padi

mengandung Protein kasar 3,6 % ( Arinong, 2009 dikutip oleh Putro, 2010), menurut Ranjhan (1986) dikutip oleh supandargono (2002) jerami mempunyai kandungan protein kasar 3-4 %, dan menurut NRC (1995) dukutip oleh Hutasoit (2009) kandungan protein pada jerami padi sebesar 4,5%. Kandungan protein pada jerami padi tiap varietas berbeda dijelaskan oleh Komar, (1984) tampak pada tabel. 1 2. Serat Kasar Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat yang terdapat dalam pakan, sebagian besar berasal dari sel dinding tanaman yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Suparjo, 2010). Komposisi dalam jerami padi mengandung serat kasar 32,0% ( Arinong, 2009 dikutip oleh Putro, 2010), menurut NRC (1995) dikutip oleh Hutasoit (2009) jerami padi mempunyai kandungan serat kasar 35,0%, menurut penjelasan Gunawan (2009) kandungan serat kasar jerami adalah 27,30%. Kandungan serat kasar pada jerami padi tiap varietas berbeda dijelaskan oleh Komar, (1984) tampak pada tabel. 1

29

Tabel 1. komposisi jerami tiap varietas (% bahan kering) Lokasi Daerah basah rendah Varietas IR.36 IR.38 Bulu Cisadane IR.36 IR.38 Bulu Gogo IR.26 IR.36 IR.38 IR.50 Cipunegara Semeru Gogo IR,36 Bulu Cisadase Gogo Serat Kasar 39,36 30,31 30,42 28,41 29,89 25,13 28,70 29,81 24,59 29,38 26,65 26,38 29,49 29,43 30,37 23,67 28,63 27,43 38,02 28,79 2,98 Ekstrak Protein BETN1) ether Kasar 1,44 1,57 1,69 1,29 1,80 1,99 1,26 1,75 0,87 1,89 1,88 1,56 0,78 1,33 2,04 1,48 1,44 1,78 1,36 1,51 0,34 43,36 44,40 47,23 45,70 44,37 45,74 42,84 47,40 50,78 43,91 41,15 45,42 45,95 46,50 44,49 46,82 42,54 46,44 43,99 45,21 2,17 4,79 4,43 2,91 4,22 4,53 5,67 3,99 3,66 3,07 5,59 6,08 4,73 4,07 4,81 3,89 6,85 4,06 2,43 4,87 4,51 1,01 Abu 21,05 19,39 17,7 20,38 19,39 21,47 23,21 17,36 19,15 19,64 24,84 21,91 19,71 18,43 19,22 21,18 23,33 20,19 11,75 19,97 2,77

Daerah basah tinggi

Daerah kering rendah

Daerah kering tinggi

Purata Penyimpangan baku Sumber: Komar, (1984) 3. Lemak Kasar

Lemak kasar adalah ekstrak dari eter (Anonimus, 2009). Kandungan lemak dalam tubuh ternak diperlukan untuk sumber energi dan sebagai alat distribusi vitamin yang larut dalam lemak yaitu A, D, E, dan K (Anonimus, 1993 dikutip oleh Haryoto, 2001). Secara umum bahan pakan hijauan mengandung lemak tidak lebih dari 2% (Yulianto dan C.Suparinto, 2010). Menurut Hanafi (2008), dalam komposisi kimia jerami padi mempunyai kandungan lemak kasar sejumlah 1,8 %.

29

4. BETN BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) adalah karbohidrat yang larut dalam air (monosakarida, disakarida, pati, dan sebagian hemiselulosa) (Edi Riyanto dan Endang Purbowati, 2009). Menurut Hanafi (2008), dalam komposisi kimia jerami padi mempunyai kandungan BETN sejumlah 37,1% 5. Mineral Kandungan mineral dalam jerami sangat kecil yang diantaranya adalah kalsium (Ca) dan fosfor (P). Kandunga Ca dan P pada jerami rendah masingmasing 0,15% dan 0,10% (Rangkuti, 1988 disitasi oleh Sitorus 2002).

C. Fermentasi Fermentasi Fermentasi adalah suatu proses anaerob (tanpa membutuhkan udara) dengan memanfaatkan campuran beberapa bakteri seperti mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik dan lipolitik (Gunawan, 2009). Anonimus, (2000) menerangkan bahwa fermentasi yaitu proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologis sehingga bahan dari struktur yang komplek

menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien Jerami padi kurang baik digunakan sebagai pakan ternak karena sebagian besar karbohidratnya membentuk lignosellulosa dan lignohemisellulosa yang sukar dicerna oleh ternak, mengandung silikat dan oksalat yang tinggi (Sutrisno, 1985), komposisi lignin pada jerami menentukan kualitas, baik kimia maupun kecernaan jerami padi. Sehingga perlakuan untuk meningkatkan kualias jerami diutamakan pada pemutusan senyawa kompleks lignin-selulosa (delignifikasi), melarutkan silika dan meningkatkan protein (Sutardi, 1980 dikutip oleh Prihartini, 29

2007). Sehingga jerami yang difermentasi akan meningkat kualitasnya dibandingkan dengan jerami tanpa fermentasi seperti pada tabel 2. Tabel 2. Komposisi jerami padi tanpa fermentasi dan difermentasiKomponen Analisis Tanpa Fermentasi Zat Makanan (% BK) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) Abu (%) NDF ADF A 5,36 0,91 21,51 78,86 68,5 b 4,31b 40,30a 1,42a 20,07a 72,49a 53,62a Jerami Padi Fermentasi a 6,78 0,66 24,68 66,03 63,91 b 9,11a 36,52b 1,70a 19,91a 67,40b 46,62b

Keterangan : Keterangan : Superscipt yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan antar perlakuan P>0,05. (a) Sumber: Mahendri (Laporan intern Puslitbang Peternakan, 2005); Haryanto (2003) dikutip oleh Indraningsih (?) (b) Sumber: Jasmal A. Syamsu, (2001) dikutip oleh (Nista dkk., 2007)

D. Lama Fermentasi Prihartini dkk., 2007 melaporkan bahwa masa inkubasi fermentasi jerami menggunakan inokulum lignolitik TLiD dan BopR yang paling baik adalah 3 hari, ratarata BK (bahan kering) jerami padi fermentasi meningkat 40% dan PK

(protein kasar) meningkat 50% dibandingkan kontrol. Hasil penelitian jerami padi sebelumnya (Haryanto dkk., 2003) dikutip dari (Haryanto dkk., 2005) menunjukkan adanya pengaruh positif proses

fermentasi jerami padi terhadap nilai kecernaan komponen serat, dimana lama fermentasi 21 hari dapat memberikan nilai kecernaan in vivo yang paling tinggi (53,6%) dibandingkan lama fermentasi satu atau 14 hari (sekitar 45%). Hasil penelitian yang lain mengenai jerami padi fermentasi menggunakan EM4 menurut

29

Haryoto (2001) jerami yang difermentasi dengan EM4 selama 14 hari dengan terjadi peningkatan protein kasar menjadi 9,08 % dan menurut Darmawan (2010) jerami yang difermentasi dengan EM4 terjadi peningkatan protein kasar dari 3,50 % naik menjadi 7,05 dan kadar lemak naik dari 1,12 % menjadi 2,46%. Dalam proses fermentasi suatu bahan yang ditumbuhi oleh

mikroba/bakteri akan mengalami perubahan susunan kimianya. Faktor yang mempengaruhi fermentasi diantaranya : 1. Fermentor Berdasarkan penambahan starter (fermentor) menurut Rini, (2008) fermentasi dibedakan atas dua jenis, yakni fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang berjalan alami, tanpa penambahan starter, misalnya fermentasi sayuran (acar/pikel, sauerkraut dari irisan kubis), terasi, dan lain-lain. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang berlangsung dengan penambahan starter/ragi, misalnya tempe, yoghurt, roti, dan lain-lain. Fermentasi ditujukan untuk memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan metabolismenya dalam makanan. Jenis mikroorganisme yang digunakan terbatas dan disesuaikan dengan produk akhir yang dikehendaki. Zat gizi lain juga dipecah menghasilkan CO2 dan lain-lain. Hasil fermentasi tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroorganisme, dan lingkungan. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan prinsip fermentasi, yaitu mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme pembentuk alkohol dan asam

29

serta menekan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik (pemecah protein) dan mikroorganisme lipolitik (pemecah lemak), mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang, bakteri, dan ganggang (Tannenbeum dkk., 1975 dikutip oleh Yunilas, 2009), lebih lanjut Yunilas (2009) menerangkan bahwa fermentasi yang dalam proses pembuatanya menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contoh: starbio, starbioplus, EM-4, dan lain lain) Penelitian sebelumya mengenai fermentasi jerami yang dilakukan oleh Syamsu (2006) yang dikutip oleh Yunilas (2009) bahwa kandungan nutrisi jerami yang difermentasi dengan starter mikroba (starbio) sebanyak 0,06% dari berat total jerami dapat meningkatkan kadar protein jerami dari 4,23% menjadi 8,14% dan diikuti dengan penurunan kandungan serat kasar, sedangkan menurut Prihartini dkk., (?) dosis pemberian starter pada fermentasi adalah 0,05 % dari jerami kering. 2. Lingkungan fermentasi Lingkungan fermentasi disini adalah cara fermentasi berdasarkan kebutuhan oksigen (aerob dan anaerob). Sumarsih (2003) menjelaskan selama meneliti fermentasi asam butirat, Pasteur menemukan adanya proses kehidupan yang tidak membutuhkan udara. Pasteur menunjukkan bahwa jika udara dihembuskan kedalam bejana fermentasi butirat, proses fermentasi menjadi terhambat, bahkan dapat terhenti sama sekali. Dari hal ini kemudian dibuat 2 istilah, kehidupan anaerob, untuk mikroba yang tidak memerlukan 29

Oksigen, dan kehidupan aerob, untuk mikroba yang memerlukan Oksigen. Secara fisiologis adanya fermentasi dapat digunakan untuk mengetahui beberapa hal. Oksigen umumnya diperlukan mikroba sebagai agensia untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi CO2. Kandungan air dalam proses fermentasi sangat penting karena berfungsi untuk menunjang siklus hidup mikroba baik dalam keadaan an aerob maupun aerob. Kandungan air dalam jerami dalam proses fermentasi agar menghasilkan hasil yang optimal adalah 60% menurut Anonim (2001); Nista dkk., (2007) 3. Reaksi kimia dalam fermentasi Selama fermentasi terjadi beberapa perubahan reaksi kimia. Rini, (2008) menerangkan bahwa mikroorganisme fermentatif yang mengubah karbohidrat menjadi alkohol, asam, dan CO2 (karbondioksida) pertumbuhannya cukup tinggi, sedangkan mikroorganisme proteolitik yang menyebabkan kebusukan dan mikroorganisme lipolitik penyebab ketengikan pertumbuhannya

terhambat. Mikroorganisme proteolitik dapat memecah protein menjadi komponen yang mengandung nitrogen misalnya NH3 (amonia) dan menimbulkan bau busuk, selain itu bakteri lipolitik bersifat untuk memecah lemak sampai batas waktu tertentu, karena pemecah berlanjut akan menimbulkan aroma yang tidak diinginkan (Martani dan Sebastian Margino, 1989). Selama proses fermentasi terjadi pemutusan ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa jerami padi. Mikroba lignolitik dalam starter mikroba 29

membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignose, terlihat dari hasil fermentasi yaitu menurunya kandungan lignin dan selulosa jerami fermentasi (Yunilas, 2009)

E. EM-4 EM4 merupakan probiotik cair yang mengandung sebagian besar bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas spp), bakteri asam laktat (Lactobacillus spp), Yeast (Saccharomyces spp), dll yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi ternak. (R. Kukuh, 2010). EM4 mengandung bakteri Laktobacillus, dan Azotobacter, serta bakteri fotosintetik, Streptomyces sp., ragi, dan Actinomycetes (Wididana, 1994 dikutip oleh Suwastika, 2007) Bakteri fotosintesis (Rhodopseudomonas spp) ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintetis senyawa nitrogen, gula dan substansi bioaktif lainnya. Hasil metabolik yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangan mikroorganisme yang

menguntungkan pembentukan jasad yang fakultatif anaerob (Anif dkk., 2007). Proses fermentasi berawal dari lingkungan aerob yang semula zat-zat masih mengandung oksigen, segera setelah oksigen habis barulah proses an aerob dimulai, pada tahap ini yang sangat aktif adalah bakteri-bakteri yang membentuk asam-asam organik yang mudah menguap (Wahyudi dan Abdul Malik, 2006) , sehingga apabila lingkungan an aerob tidak terpenuhi maka asam-asam organik akan menguap sehingga hasil fermentasi tidak sesuai harapan

29

Menurut Kunaepah (2008) proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor yang mempengaruhi fermentasi adalah substrat (medium), suhu, asam, oksigen, mikroba, lebih lanjut Kunaepah (2008) menjabarkan sebagai berikut: 1. Substrat (Medium) Substrat/medium fermentasi menyediakan zat gizi yang diperlukan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesa produk-produk metabolisme. 2. Suhu Suhu fermentasi menentukan jenis mikroba yang dominan selama

fermentasi. Contohnya Lactobacillus bulgaricus yang termasuk dalam kelompok bakteri asam laktat, pada umumnya suhu pertumbuhan optimum 400450C, sedangkan khamir mempunyai suhu pertumbuhan optimum pada 200300C. 3. Asam Makanan yang mengandung asam pada umumnya dapat bertahan lama. Beberapa hasil fermentasi terutama asam dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang beracun di dalam makanan misalnya Clostridium botulinum yang pada pH di bawah 4,6 tidak dapat tumbuh dan membentuk toksin. Tetapi jika oksigen cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus, maka daya awet dari asam tersebut akan hilang. 4. Oksigen

29

Oksigen selama proses fermentasi diatur untuk memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap mikroba memerlukan oksigen yang jumlahnya berbeda untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru, dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) akan tumbuh lebih baik pada keadaan aerob, tetapi akan melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat pada keadaan anaerob (Winarno dkk., 1980) dikutip oleh Kunaepah (2008) 5. Mikroba Proses fermentasi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan kultur murni. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan, misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat untuk membuat keju. Kadangkadang tidak digunakan kultur murni untuk fermentasi, tetapi menggunakan starter atau larutan (Winarno et al., 1980) dikutip oleh Kunaepah (2008). Penjelasan yang lain dikemukakan Tahir dkk., (2008) Fermentasi asam laktat telah banyak dipelajari oleh peneliti terdahulu dengan menggunakan berbagai jenis mikroorganisme, sumber karbon, sumber nitrogen, dan kondisi operasi ( pH, suhu, volume dan konsentrasi inokulum). Bakteri asam laktat adalah bakteri gram positif, tidak membentuk spora, dan berfungsi menguraikan bahan organik dengan cara fermentasi membentuk asam laktat dan glukosa. Asam laktat akan bertindak sebagai sterilizer atau menekan mikroorganisme yang merugikan serta meningkatkan perombakan bahan-bahan organik dengan cepat (Anif dkk., 2007).

29

Bakteri asam laktat berfungsi untuk merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dihasilkan asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produk fermentasi (Rostini, 2007). Ohshima et al. (1997) dikutip oleh (Santoso, ?) yang menemukan bahwa fermentasi suatu bahan pakan dengan bakteria asam laktat menurunkan berat bahan kering. Hanafiah (1995) dikutip oleh (Santoso, ?) menemukan bahwa pemecahan karbohidrat oleh mikroorganisme akan dibarengi oleh hilangnya energi dalam bentuk panas, CO2 dan air, sehingga menurunkan berat bahan kering. Penurunan berat bahan kering disebabkan antara lain oleh penggunaan karbohidrat, mineral dan zat gizi lainnya untuk pertumbuhan mikroorganisme (Santoso, ?) Yeast (Saccharomyces spp) adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari mould (kapang) karena berbentuk uniseluler. Dibandingkan dengan kapang dalam pemecahan bahan komponen kimia yeast lebih efektif memecahnya dan lebih luas permukaan serta volume hasilnya lebih banyak, yeast dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula (glukosa menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan karbondioksida dan air. Keduanya bagi Yeast adalah dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang melalui fermentasi (Fardiaz, 1992 dikutip oleh Balia, 2004). 29

Saccharomyces spp mengekskresikan enzim ekstraseluler (selulase) yang dapat menguraikan rantai karbon selulosa, sehingga senyawa yang tidak terlarut dalam air ini menjadi karbohidrat sederhana yang larut dan dapat diabsorbsi oleh mikroorganisme (Manahan, 1993; Gloyna, 1991 dikutip oleh Harini dan O.P Astirin, 2001). Kadar protein dalam fermentasi dapat meningkat dapat disebabkan karena adanya peningkatan mikroba pengurai yang mati karena tidak tahan hidup dalam suasana asam (Asngat, 2005). Indrawan (2005) dikutip oleh arif dkk,.(2008) bahwa mikroba merupakan protein sel tunggal sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kandugan protein kasar. Menurut Darmono (1993) dikutip oleh Asngat (2005) pada waktu hijauan pakan ternak difermentasi, bakteri berkembang biak dengan cepat dan memfermentasi karbohidrat menjadi asam organik terutama asam laktat, sehingga pH turun. Lebih lanjut Asngat (2005) menjelaskan bahwa dalam kondisi asam ini pertumbuhan bakteri terhenti.

F. Urea Urea merupakan sumber NPN (Nitrogen bukan protein) mudah didapat dan relatif murah harganya, namun demikian pemberiannya tidak terlalu banyak karena dapat menimbulkan keracunan, jadi dalam pemberiannya kurang lebih 4% (Nista dkk., 2007), menurut SNI 2801 (2010) kandungan nitrogen dalam urea mencapai 46 %. lebih lanjut Nista dkk (2007) menjelaskan bahwa urea digunakan sebagai pensuplai NH3 (amoniak), dimana NH3 ini digunakan sebagai sumber

29

energi bagi mikroba dalam proses fermentasi tidak sebagai penambah nutrisi pakan, disamping itu urea merupakan senyawa nitrogen yang sangat sederhana dan dapat diubah oleh mikroorganisme rumen, sebagian atau seluruhnya menjadi protein dan dapat meningkatkan intake pakan. Pernyataan diatas berbeda dengan pendapat menurut Anonimus (2001) dosis penggunaan urea yang dianjurkan dalam proses fermentasi adalah 0,6% dari total berat bahan yang difermentasi. Menurut Soejono (1996) yang mengamati struktur jerami yang diberi perlakuan urea 4% dan 6% dengan diinkubasi cairan rumen, jerami yang diberi urea dengan kadar 4% mulai menunjukan adanya peruraian pada jaringan parenkimnya, sedangkan jerami yang diberi urea dengan kadar 6% tidak hanya jaringan parenkim yang terombak tetapi disertai perombakan pembuluh batang, sehingga jerami padi menjadi hancur menjadi kompos.

G. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah lama fermentasi meningkatkan nilai gizi jerami padi sehingga dapat digunakan sebagai pakan alternatif pengganti hijauan

29

III. MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Waktu Pemeraman Terhadap Kualitas Jerami Padi yang Difermentasi Dengan Starter EM4 selama 5 minggu pada tanggal 4 Oktober 8 November 2010 di UPT Akademi Peternakan Karanganyar.

A. Materi Jerami padi yang dipotongpotong 5-10 cm dengan berat 5 kg yang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, masing masing perlakuan terdiri 5 kg jerami. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Bahan-bahan penelitian adalah : a. b. c. EM4 Urea Air Jumlah kadar EM4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05 dari bahan kering jerami sesuai dengan pernyataan Prihartini dkk., (?) bahwa dosis pemberian starter pada fermentasi adalah 0,05 % dari jerami kering. Jumlah air yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1:1 dengan kandungan jerami, sesuai dengan pendapat perbandingan antara air yang digunakan untuk melarutkan urea dengan bahan kering jerami padi adalah 1 : 1 (susila dan Ida Bagus Gaga Partama, ?), sedangkan penggunaan urea sesuai dengan Anonimus (2001) bahwa dosis penggunaan urea yang dianjurkan dalam proses fermentasi adalah 0,6% dari total berat bahan yang difermentasi. 29

2. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah : a. b. c. d. e. f. g. Ember 2 buah Kantong plastik 9 lembar dengan ukuran 1x1,5 m Timbangan Digital Computing SCALE merk Ds-682EL Alat tulis terdiri dari 1 bolpoint dan 1 buku tulis Lakban Gelas ukur Sprayer ukuran 2 liter

B. Metode Metode yang akan digunakan dalam Penelitian ini adalah eksperimen, dengan memberikan perlakuan pada jerami padi pada proses fermentasi 15 kg jerami padi yang sudah dipotong-potong 510 cm. Jerami padi difermentasi dengan perbandingan jerami; air; urea; EM4 = 5 kg; 5 liter; 30 gr; 2,5 ml. Kemudian dimasukan pada kantong plastik dengan lapisan mencapai 20 cm, kemudian plastik ditutup rapat sehingga hampa udara direkatkan dengan lakban. Setelah selesai masing-masing siap difermentasi dengan waktu yang berbeda yaitu : (T0), tanpa perlakuan (T1), lama waktu pemeraman 3 minggu ( 21 hari ) (T2), lama waktu pemeraman 4 minggu ( 28 hari ) (T3), lama waktu pemeraman 5 minggu ( 35 hari ) 29

Variabel yang diamati adalah Kualitas kimiawi berupa kadar PK (Protein Kasar), SK (Serat Kasar), dan LK (Lemak Kasar), dengan cara pengambilan sampel pada bagian atas, tengah, dan bawah sehingga diperoleh 3 sampel pada setiap perlakuan. Data yang diperoleh (PK, SK, dan LK) diuji secara statistik dengan analisa varian ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan untuk melihat ada tidaknya pengaruh lama pemeraman terhadap kualitas jerami padi fermentasi. Apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan Uji Duncan dilaporkan secara diskriptif.

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan fermentasi jerami yang telah kering diurutkan serat seratnya kemudian dipotong menggunakan sabit, pemotongan diukur dengan panjang antara 5 10 cm lalu ditimbang sampai sejumlah 15 kg plastik dengan ukuran 1 X 1,5 m salah satu ujungnya dilakban kemudian bagian yang didalam dibalik keluar mempersiapkan air 15 liter,kemudian dibagi 3 bagian sehingga masing masing 5 ltr air 5 liter kemudian dibagi menjadi 2, 1 bagian dicampur dengan urea 30 ml, dan air yang satu bagian ditambahkan EM4 2,5 ml.

29

2. Cara fermentasi Larutan urea, larutan EM4, dan Jerami padi yang telah dipotong potong dengan ukuran 510 cm dibagi menjadi 3 kemudian masing masing ditumpuk, dimasukan pada plastik, dengan tumpukan 20 cm disiram dengan air larutan urea secara merata kemudian disemprot dengan EM4 yang sudah diencerkan dengan air, setelah selesai udara dikeluarkan, ujung plastik dilipat kemudian dilakban dan diberi label berdasarkan lama pemeraman.

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Pengaruh Waktu Pemeraman Terhadap Kualitas Jerami Padi yang Difermentasi Dengan Starter EM4 selama 5 minggu, pada tanggal 4 Oktober sampai dengan 8 November 2010 di UPT Akademi Peternakan Karanganyar. Hasil data yang diperoleh dilakukan pembahasan sebagai berikut :

1.

Protein Kasar Hasil penelitian mengenai protein kasar dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3. Kandungan protein kasar (%) Ulangan Perlakuan T2 T3 7,13 7,07 7,01 6,97 6,97 6,89 7,04b 6,98b pada baris yang sama menunjukkan

T0 T1 1 6,46 6,97 2 6,46 7,06 3 6,46 7,34 Rata rata 6,46a 7,12b Keterangan : Superscipt yang berbeda perbedaan antar perlakuan

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa rata- rata kandungan protein kasar perlakuan T0, T1, T2, dan T3 berturut turut adalah 6,46%; 7,12%; 7,02%; dan 6,98% hasil ini setelah diuji statistik (lampiran 1) menunjukkan bahwa protein kasar selama penelitian berbeda sangat nyata. T0 mempunyai kandungan protein 6,46% sesuai dengan pendapat Komar (1984) bahwa protein jerami tanpa perlakuan dapat mencapai 5-6% yang diperoleh dari daerah kering. T1 dengan hasil rata-rata 7,12% samadengan T2 dan T3.

29

Hasil

rata-rata

perlakuan

7,05%

sesuai

dengan

hasil

yang

dikemukakan Darmawan (2010) bahwa fermentasi jerami selama 21 hari didapatkan hasil 7,05. Namun hasil ini tidak setinggi temuan Jasmal A. Syamsu (2001) yang dikutip oleh Nista dkk., 2007 yaitu fermentasi jerami selama 21 hari mencapai 9,11% yang dapat disebabkan karena suplementasi urea (NH3) pada jerami yang difermentasi dengan EM4, diperjelas Anonim (2009) bahwa dalam pengujian kadar protein bahan makanan dihitung berdasarkan kandungan nitrogen secara kimiawi, selain itu bahwa mikroba merupakan protein sel tunggal sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kandugan protein kasar (Indrawan, 2005 dikutip oleh Arif dkk,. 2008). 2. Lemak Kasar Kandungan lemak kasar yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Kandungan Lemak Kasar (%) Ulangan Perlakuan

T0 T1 T2 T3 1 0,48 1,07 1,13 1,04 2 0,48 1,24 1,09 1,08 3 0,48 1,58 1,27 1,17 a b b Rata- rata 0,48 1,30 1,16 1,1 b Keterangan : Superscipt yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan antar perlakuan. Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan lemak kasar perlakuan T0, T1, T2, dan T3 berturut turut adalah 0,48 %; 1,30 %; 1,16 %; dan 1,1 % . Setelah diuji statistik (lampiran 2) menunjukkan bahwa

29

kandungan lemak kasar dalam jerami padi selama penelitian didapatkan hasil berbeda nyata (P0,05) Berdasarkan tabel 6 menujukkan bahwa rata rata kandungan serat kasar pada perlakuan T0; T1; T2; dan T3 adalah berturut turut 35,84 %; 35,42%; 34,90%; dan 35,86%. T0 dengan rata-rata 35,84% nilai ini sesuai dengan NRC (1995) dikutip oleh Hutasoit (2009) jerami padi mempunyai kandungan serat kasar mencapai 35,0%, namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan pendapat Arinong (2009) dikutip oleh Putro (2010) bahwa jerami mengandung serat kasar sebesar 32,0%. Hasil analisis statistik (lampiran 3) kandungan serat kasar menunjukan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa lama fermentasi meggunakan starter EM4 tidak berpengaruh terhadap kandungan serat kasar. Selama proses fermentasi urea digunakan sebagai pensuplai NH3 (amoniak), dimana NH3 ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba dalam proses fermentasi (Nista dkk, 2007). Dalam hal ini bakteri yang

terkandung dalam EM4 (Rhodopseudomonas spp) menggunakan kandungan urea (NH3) sebagai sumber energy sesuai dengan yang dijelaskan Anif dkk., (2007) bahwa bakteri fotosintesis (Rhodopseudomonas spp) ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintetis senyawa nitrogen, gula dan substansi bioaktif lainnya. 29

Komposisi dalam EM4 juga terdapat Saccharomyces spp yang mengekskresikan enzim ekstraseluler (selulase) yang dapat menguraikan rantai karbon selulosa, sehingga senyawa yang tidak terlarut dalam air ini menjadi karbohidrat sederhana yang larut dan dapat diabsorbsi oleh mikroorganisme. (Manahan, 1993; Gloyna, 1991 dikutip oleh Harini dan O.P Astirin, 2001). Menurut Darmono (1993) dikutip oleh Asngat, (2005) pada waktu hijauan pakan ternak difermentasi, bakteri berkembang biak dengan cepat dan memfermentasi karbohidrat menjadi asam organik terutama asam laktat, sehingga pH turun. Lebih lanjut Asngat, (2005) menjelaskan bahwa dalam kondisi asam ini pertumbuhan bakteri Terhambat dan akhirnya mati. Pada saat inilah jerami tidak dapat berinteraksi terhadap serat kasar sehingga kandungan serat kasar tidak berubah. Wahyudi dan Abdul Malik (2006) menerangkan bahwa pada proses fermentasi berawal dari lingkungan aerob yang semula zat-zat masih mengandung oksigen, segera setelah oksigen habis barulah proses an aerob dimulai, pada tahap ini yang sangat aktif adalah bakteri-bakteri yang

membentuk asam-asam organik yang mudah menguap, sehingga apabila lingkungan an aerob tidak terpenuhi, maka asam-asam organik akan menguap sehingga fermentasi sesuai yang diharapkan.

29

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemeraman selama 21 hari dengan starter EM4 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap protein kasar dan lemak kasar jerami tetapi belum berpengaruh terhadap serat kasar jerami.

B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka disarankan agar dalam pelaksanaan fermentasi menggunakan EM4 dengan waktu selama 21 hari, karena dengan penambahan waktu pemeraman setelah 21 hari hasilnya tidak menunjukan peningkatan.

29

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad M, Nashir, 2008. Pembuatan Jerami Fermentasi. Lembar informasi pertanian (Liptan) IP2TP Mataram No. 02/Liptan/2000. Instalasi Penelitian dan Pengkajian teknologi Pertanian. Mataram. Andadari, Lincah dan Diana Prameswari, 2005. Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Produksi Dan Mutu Daun Murbei (Morus sp). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Anif, Sofyan., Triastuti Rahayu dan Mukhlissul Faatih, ?. Pemanfaatan Limbah Tomat Sebagai Pengganti Em-4 Pada Proses Pengomposan Sampah Organik The Use Of Tomato Waste As The Substitute Of Em-4 In The Composting Process Of Organic Trash. Jurusan Pendidikan Biologi FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A.Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Surakarta 57102, Telp. (0271) 717417, Fax. (0271) 715448. Anonim, 1985. Hijauan Makanan Ternak dan Cara Pengawetannya, Departemen Pertanian, Jakarta. Anonim, 1985. Kawan Beternak. Yayasan Kanisius. Yogyakarta. Anonim, 2000. Pembuatan Jerami Permentasi.Lembar informasi pertanian, (Liptan) IP2TP Mataram No. 02/Liptan/2000, Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Mataram. Anonim, 2001. Perbaikan Kualitas Jerami Padi dan Pucuk Tebu Sebagai Pakan Ternak. Liptan (lembar informasi pertanian) departemen pertanian. BPTP Yogyakarta. Anonim, 2003. Jerami Padi Fermentasi sebagai Ransum Dasar Ternak Ruminansia. Warta, Penelitian dan pengembangan Pertanian, vol. 25 no.3, ISSN 0216-4427, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Http://pustaka.bogor.net. Anonim, 2009. Penuntun praktikum analisa bahan pakan pada matakuliah ilmu nutrisi ternak dasar. Laboratorium nutrisi dan makanan ternak program studi peternakasn fakultas pertanian Universitas sebelas maret. Surakarta. Anonim, 2010. Teknologi Fermentasi Untuk Meningkatkan kualitas Pakan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, BPTP Jawa Barat. Arief, Muhamad., Enika kusumaningsih dan Boedi setya Rahardja. 2008. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Pada Pakan Buatan yang 29

Difermentasi Probiotik. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya. Asngad, Aminah, ?. Perubahan Kadar Protein pada Fermentasi Jerami Padi dengan Penambahan Onggok untuk Makanan Ternak (Change of protein degree in the dried rice Stalks fermentation by adding heaps To livestock food). Jurusan Pendidikan Biologi FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Balia, Roostita L dan Udju D. Rusdi. 2004. Studi Pendahuluan pada Isolasi dan Identifikasi Yeast dalam Susu Kuda yang Beredar di Wilayah Bandung. Preliminary Study on The Isolation and Identification of Yeasts in HorseMilks.Distributed in Bandung Region Jurusan Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. Darmawan, I Ketut, 2010. Jerami Fermentasi Pakan Sapi Alternatif Fakultas Peternakan Univ. Udayana. Gunawan, Agus dan Muhamad. 2009. Jerami Fermentasi.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, BPTP Jawa Barat. Hanafi, Nevy Diana. 2008. Teknologi pengawetan Pakan Ternak. Depertemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan. Harini, Marti dan O.P. Astirin. 2001. Efektivitas Pengurangan Kadar Warna Limbah Cair Industri Batik dengan Ekstrak Khamir (Saccharomyces spp.). Jurusan Biologi FMIPA UNS, Surakarta. Haryanto, Budi., Supriyanti, amilus Thalib, sri Nastiti Jarmani, 2005. Peningkatan Nilai Hayati Jerami Padi Melalui Bio-Proses Fermentatif Dan Penambahan Zinc Organik. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Balai Penelitian Ternak, Bogor. Haryoto, 2001. Meningkatkan Protein Kasar Jerami Padi dengan teknologi em4. Laporan Tugas Akhir, Akademi Peternakan Karanganyar, Karanganyar Hutasoit, Sudiyanto. 2009. Uji Ransum Berbasis Pelepak dan Daun Sawit, Jerami Padi dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian.Universitas Sumatra Utara, Medan. Indraningsih, R. Widiastuti dan Y. Sani. ?. Limbah Pertanian dan Perkebunan Sebagai Pakan Ternak: Kendala dan Prospeknya. Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar Balai Penelitian Veteriner PO Box 151 Bogor 16114. 29

Komar, A., 1984. Teknologi Pengolalahan Jerami Sebagai Makanan Ternak. Cetakan Pertama. Yayasan Grahita. Bandung. Kunaepah, Uun. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa Terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Totaldan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah. Magister Gizi Masyarakat, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Makarim, Karim. A., Sumarno., Suyatmo, 2007. Jerami: Pengelolaan dan Pemanfaatan. Pusat Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pangan Bogor. Martini, Erni dan sebastian margin, 1989. Isolasi dan Karakterisasi Mikrobia Minyak Kelapa Secara Fermentasi. Ilmu pertanian (Agric. Sci.) 4(5), Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. Nista, delly., Hesty Natalia., A. Taufik. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan (Ummb, Fermentasi Jerami, Amoniasi Jerami, Silage, Hay). Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam. Sembawa. Nur, Hasrul Satria., A. Meryandini dan Hamim. 2008. Pemanfaatan Bakteri Selulolitik dan Xilanolitik yang Potensial untuk Dekomposisi Jerami Padi. J. Tanah Trop., Vol. 14, No. 1, 2009: 71-80 ISSN 0852-257X. Unlam Kalimantan Selatan. Prihartini, I (1*)., Soebarinoto (2)., S Chuzaemi (2) dan M Winugroho (3), ?. Karakteristik Nutrisi dan Degradasi Jerami Padi Fermentasi oleh Inokulum Lignolitik TLiD dan BOpR.(Nutrient Characteristics and Fermented Rice S traw Degradation by Lignolitic TLiD and BopR Inoculums). (1)Fakultas Pet ernakan, Perikanan UMM Malang, (2)Fakultas Peternakan UB Malang, (3) Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor,*Penulis korespondensi email : indahp [email protected] Prihartini, Indah., S.Chuzaemi dan O. Sofjan, 2007. Parameter Fermentasi Rumen dan Produksi Gas In Vitro Jerami Padi Hasil Fermentasi Inokulum Lignochloritik. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Malang. Putro, Galih Aryo. 2010. Pengaruh Suplementasi Probiotik Cair Em4 Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Domba Lokal Jantan. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

29

R, Hafied Kukuh. 2010. Pengaruh Suplementasi Probiotik Cair Em4 Terhadap Performan Domba Lokal Jantan. Jurusan/Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Rini, Sri Dwiari, Danik Dania Asadayanti., Nurhayati., Mira Sofyaningsih., Sandi Frida A.R. Yudhanti dan Ida Bagus Ketut Widyana Yoga. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Riyanto, Edi dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar swadaya, Jakarta. Rostini, Iis. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Plantarum)Terhadap Masa Simpan Filet Nila Merah Pada Suhu Rendah. Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jatinangor. Santoso, U dan I. Aryani, ?. Change In Chemical Composition Of Cassava Leaves Fermented By Em4. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,Universitas Bengkulu, Bengkulu. Sitorus, Tunggul Ferry. 2002. Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Dengan Ragi Isi Rumen. Program Studi Magister Ilmu Ternak, Program Pasca SarjanaFakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. SNI 2801, 2010. Pupuk Urea. Badan Standarisasi Nasional Indonesia, jakarta. Sukma, Lingga Nurul., Zackiyah dan Gun Gun Gumilar. 2010. Pengkayaan Asam Lemak Tak Jenuh Dengan Cara Fermentasi Padat Dengan Aspergillus Terreus. Jurusan Kimia. FPMIPA UPI, Bandung. Sumarsih, Sri. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UPNVETERAN, Yogyakarta. Supandargono, 2002. Pengaruh Penggunaan Aras Sumber Probiotik Komersial Terhadap Nilai Gizi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak Sapi Potong. Program Studi Magister Ilmu Ternak, Program Pasca Sarjana, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Suparjo, 2010, Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan Analisis Serat. Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Jambi Susila, Tjok Oka Gde dan Ida Bagus Gaga Partama, ?. Penggunaan Nitrogen pada sapi Bali Penggemukan yang Diberi Ransum Berbasis Jerami Padi 29

Dengan Amoniasi Urea dan Suplementasi Mineral. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Susila., Tjok Oka Gde, ?. Evaluasi Nilai Hayati Rumput Lapangan dan Jerami Padi Amoniasi Urea yang Disuplementasi Konsentrat pada Kambing Peranakan Etawah.Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Udayana. Suwastika, A.A.N.G. dan Ni W. Sri Sutari. 2009. Perlakuan Aktivator dan Masa Inkubasi Terhadap Pelapukan Limbah Jerami Padi. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Utomo, Ristianto. 2001. Pengaruh Tingkat Pemberian Dedak Halus Pada Pakan Pasal Jerami Padi Terhadap Konsumsi, Kecernaan, dan Kandungan Mineral Darah Pada Sapi Peranakan Ongole. Buletin Peternakan Vol.25(3), Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Wahyudi, Ahmad dan Abdul Malik. 2006. Pengembangan Starter Fermentasi Produksi Gas Bio Dengan Reformulasi Isolate Fibrolitik Asal Rumen dan Kolon Domba (Upaya Efisiensi Produksi Gas Metan Sebagai Sumber Energy Alternatif ). Universitas Muhamadiyah Malang. Yulianto, Purnawan Dan C. Suparinto 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta. Yunilas, 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian.Universitas Sumatra Utara, Medan.

29