BAB IIeprints.ung.ac.id/3357/5/2013-1-48401-821310022-bab2... · mikroorganisme bersel satu,...

29
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Nama bakteri berasal dari bahasa yunani “bacterion” yang berarti batang atau tongkat. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme bersel satu, tubuhnya bersifat prokariotik yaitu tubuhnya terdiri atas sel yang tidak mempunyai pembungkus inti. Bakteri begitu kecil maka hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan bakteri (Pratiwi, 2008). 2.1.1 Morfologi Bakteri Pada umumnya ukuran tubuh bakteri sangat kecil, umumnya bentuk tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000 X atau lebih. Satuan ukuran tubuh bakteri adalah mikrometer atau mikron. Satu mikron sama dengan 1/1.000 milimeter. Lebar tubuh umumnya antara 1 sampai 2 mikron sedang panjangnya antara 2-5 mikron (Waluyo, 2007). Ciri khusus sel bakteri akan terungkap bila perbandingan antara luas permukaan terhadap volumenya dihitung. Bagi bakteri nilai ini sangat tinggi dibandingkan dengan mikroorganisme yang lebih besar. Dari segi praktis hal ini berarti bahwa isi suatu sel bakteri menjadi terbuka terhadap batas permukaan antara dinding sel dan nutrien disekitarnya. Sifat inilah yang merupakan salah satu penyebab tingginya laju metabolisme dan pertumbuhan bakteri (Pelczar, 2008).

Transcript of BAB IIeprints.ung.ac.id/3357/5/2013-1-48401-821310022-bab2... · mikroorganisme bersel satu,...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

Nama bakteri berasal dari bahasa yunani “bacterion” yang berarti batang

atau tongkat. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok

mikroorganisme bersel satu, tubuhnya bersifat prokariotik yaitu tubuhnya terdiri

atas sel yang tidak mempunyai pembungkus inti. Bakteri begitu kecil maka hanya

dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Bakteri adalah yang paling

berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada di mana-mana) di

tanah, air dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan

bakteri (Pratiwi, 2008).

2.1.1 Morfologi Bakteri

Pada umumnya ukuran tubuh bakteri sangat kecil, umumnya bentuk tubuh

bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran

1000 X atau lebih. Satuan ukuran tubuh bakteri adalah mikrometer atau mikron.

Satu mikron sama dengan 1/1.000 milimeter. Lebar tubuh umumnya antara 1

sampai 2 mikron sedang panjangnya antara 2-5 mikron (Waluyo, 2007).

Ciri khusus sel bakteri akan terungkap bila perbandingan antara luas

permukaan terhadap volumenya dihitung. Bagi bakteri nilai ini sangat tinggi

dibandingkan dengan mikroorganisme yang lebih besar. Dari segi praktis hal ini

berarti bahwa isi suatu sel bakteri menjadi terbuka terhadap batas permukaan

antara dinding sel dan nutrien disekitarnya. Sifat inilah yang merupakan salah satu

penyebab tingginya laju metabolisme dan pertumbuhan bakteri (Pelczar, 2008).

6

Beberapa bentuk dasar bakteri yaitu bulat (coccus), batang atau silinder

(bacillus) dan spiral yaitu bentuk batang melengkung atau melingkar-lingkar

(Pratiwi, 2008).

Gambar 1. Bentuk-bentuk bakteri

1. Kokus (coccus)

Kokus adalah bakteri yang mempunyai bentuk bulat seperti bola-bola

kecil. Kelompok ini ada yang bergerombol dan yang bergandeng-gandengan

membentuk koloni. Berdasarkan jumlah koloni, kokus dapat dibedakan

menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Monokokus (monococcus), bila kokus hidup menyendiri.

b. Diplokokus (diplococcus), bila kokus membentuk koloni terdiri dari dua

kokus.

c. Streptokokus (streptococcus), bila koloni berbentuk seprti rantai.

d. Stafilokokus (staphylococcus), bila koloni bakteri kokus membentuk

untaian seperti buah anggur.

e. Tetrakokus (tetracoccus), bila koloni terdiri dari empat kokus.

7

Gambar 2. Bakteri stafilokokus dan bakteri streptokokus

2. Basil (Bacillus)

Basil dari bacillus, merupakan bakteri yang mempunyai bentuk

tongkat pendek atau batang kecil dan silindris. Sebagian bakteri berbentuk

basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang, bergandengan dua-dua,

atau terlepas satu sama lain.

Gambar 3. Bakteri yang berbentuk batang

3. Spiril (Spirilum)

Spiril merupakan bakteri yang berbentuk bengkok atau berbengkok-

bengkok seperti spiral. Bakteri yang berbentuk spiral sangat sedikit jenisnya.

Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil jika dibandingkan

dengan golongan basil dan golongan kokus (Pratiwi, 2008).

2.1.2 Struktur Sel Bakteri

Sel pada mikroba juga mempunyai ciri-ciri morfologis dan anatomi yang

unik dibandingkan dengan sel jasad hidup lainnya. sehingga bila membicarakan

8

sifat dan kehidupan sel mikroba harus merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan. Pada umumnya para ahli menggolongkan struktur sel bakteri menjadi

dinding luar, sitoplasma, dan bahan inti (Waluyo, 2007).

Gambar 4.

Struktur dasar sel bakteri

1. Struktur Luar

a. Flagel atau bulu cambuk

Bakteri dapat bergerak kemana-mana dengan menggunakan flagel

(dari kata flagellum yang berarti bulu cambuk). Bakteri golongan kokus

tidak banyak bergerak. Golongan spiril banyak yang dapat bergerak,

karena mempunyai flagel pada salah satu atau kedua ujungnya. Golongan

basil yang dapat bergerak mempunyai flagel yang terbesar baik pada

ujung-ujung maupun pada sisi. Berdasarkan tempat kedudukan flagel

maka dapat diklasifikasikan sebagau berikut:

a) Monotrik, jika flagel hanya satu dan melekat pada ujung sel.

b) Lofotrik, jika flagel yang melekat pada salah satu ujung sel banyak.

c) Amfitrik, jika flagel yang melekat pada kedua ujung sel.

d) Feritrik, jika flagel tersebar dari ujung sampai kesisi-sisi sel.

9

Gambar 5. Berbagai macam kedudukan flagel

b. Pili atau fimbriae

Pili merupakan benang-benang halus yang keluar atau menonjol dari

dinding sel, dan hanya diketemukan pada bakteri berbentuk batang bersifat

gram negative. Benang-benag halus tidak berlekuk-lekuk dan lebih halus

daripada flagel. Benang-benag disebut pili (pilus=rambut), dan jumlahnya

ratusan. Pili termasuk golongan protein yang disebut lektin, yang melekat

pada residu gula yang khusus pada polisakarida permukaan sel. sehingga

mempunyai kecenderungan saling melekat satu sama lain. Kemampuan

organisme tertentu seperti Neisseria gonorhoeae dan Escherichia coli yang

enterotoksigen menyebabkan keracunan dalam saluran usus halus.

Timbulnya penyakit ini berkaitan dengan fimbriae, karena adanya mutasi

yang menyebabkan hilangnya sifat virulen (keganasan) (Waluyo, 2007).

c. Kapsula atau lapisan lendir

Lapisan lendir menyelubungi dinding sel seluruh bakteri. Bila lapisan

lendir cukup tebal maka bungkus itu disebut kapsula. Lapisan lendir terdiri

atas karbohidrat. Pada spesies tetentu lendir itu juga mengandung unsure N

atau P. lendir ini bukan suatu bagian integral dari sel melainkan hasil

pertukaran zat. Kapsula berfungsi untuk melindungi sel terhadap kehadiran

10

faktor luar yang tidak menguntungkan, sedangkan bagi manusia

digunakaan untuk mengenal spesies yang berguna untuk identifikasi.

Kapsul bakteri penting artinya baik bagi bakterinya mapun bagi

organisme lain. Bagi bakteri, kapsul merupakan penutup lindung dan juga

berfungsi sebagai gudang makanan cadangan satunya (Pelczar, 2008).

d. Diding sel

Dinding sel bakteri merupakan struktur kompleks dan berfungsi

sebagai penentu bentuk sel, pelindundung sel dari kemungkinan pecah

ketika tekanan air didalam sel lebih besar dibandingkan diluar sel serta

pelindung isi sel dari perubahan lingkungan diluar sel. Dinding sel bakteri

tersusun dari peptidoglikan yang menyebabkan kakunya dinding sel.

Peptidoglikan merupakan polimer (molekul besar) yang terdiri atas

perulangan disakarida yang tersusun atas monosakarida N-

acetylglucosamine (NAG) dan N-acetylmuramic (NAM) (Pratiwi, 2008).

Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak lapisan

peptidoglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku, dan asam

teikoat (theichoic acid) yang mengandung alkohol (gliserol atau ribotol)

dan fosfat. Dinding sel bakteri gram negatif tidak mengandung asam

terikoat dan karena hanya mengandung sejumlah kecil peptidoglikan,

maka dinding sel bakteri gram negatif ini relatif lebih tahan terhadap

kerusakan mekanis.

11

Gambar 6. Struktur dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif

2. Susunan Dalam Sel Bakteri

a. Membran sitoplasma

Bagian ini merupakan bungkus dari sitoplasma, terletak dibagian

bawah dinding sel tetapi tidak terikat. Nama lain membran sitoplasma

adalah plasmolema atau lapisan hialin. Membran sitoplasma tersusun oleh

senyawa protein, lipida, serta asam nukleat. Membran sitoplasma yang

terdiri dari protein ini mudah sekali mengisap warna yang bersifat alkalis.

sifat selektif membran ini diperlukan sebagai merkanisme pengangkutan

nutrient dan sisa metabolisme yang dilakukan dengan bantuan enzim

permiase (Waluyo Lud, 2007).

b. Membran plasma

Membran plasma adalah struktur tipis yang terdapat disebelah dalam

dinding sel dan menutup sitoplasma sel. Membran plasma berfungsi

sebagai sekat selektif material yang ada didalam dan diluar sel (bersifat

selektif permeabel bagi transfor material ke dalam dan ke luar sel).

Membran plasma juga berfungsi untuk memcah nutrien dan memproduksi

energi (Pratiwi, 2008).

12

c. Inti atau nucleus

Nucleus merupakan lokasi utama bahan genetic, dan berfungsi sebagai

pusat pengendalian sel. bakteri mempunyai inti yang terdiri atas AND

(asam deoksiribonukleat) atau DNA (deoxyribonucleic acid) dan ARN

(asam ribonukleat) atau RNA (ribonucleic acid). Inti dari dari bakteri tidak

mempunyai membran atau selaput inti. Inti yang tidak bermembran

inilahyang dinamakan prokarion, sedangkan inti yang bermembran disebut

eukarion (Waluyo, 2007).

2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Bakteri

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau

masa zat suatu organisme. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih

diartikan sebagai pertumbuhan koloni yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran

koloni yang semakin besar atau subtansi atau massa mikroba dalam koloni

tersebut semakin banyak. pertumbuhan pada mikroorganisme lebih ditunjukan

oleh adanya peningkatan jumlah mikroorganisme dan bukan peningkatan ukuran

sel individu (Pratiwi, 2008).

Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor-faktor

tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri atau kondisi

untuk pertumbuhan optimum adalah (Anonim, 2010):

1. Suhu

Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi 3 golongan:

a. Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°-

30°C, dengan suhu optimum 15°C.

13

b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15°-55°C,

dengan suhu optimum 25°-40°C.

c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi

antara 40° - 75°C, dengan suhu optimum 50°-65°C.

2. Kelembapan

Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan yang cukup tinggi, kira-

kira 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan

metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.

3. Cahaya

Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya

cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet

dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat

menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya

terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan

bahan makanan.

Jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi,

kekeringan atau zat-zat kimia tertentu, beberapa spesies dari Bacillus yang aerob

dan beberapa spesies dari Clostridium yang anaerob dapat mempertahankan diri

dengan spora. Spora tersebut dibentuk dalam sel yang disebut endospora.

Endospora dibentuk oleh penggumpalan protoplasma yang sedikit sekali

mengandung air. Oleh karena itu endospora lebih tahan terhadap keadaan

lingkungan yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan bakteri aktif.

14

Bakteri umumnya melakukan reproduksi atau berkembang biak secara

aseksual (vegetatif = tak kawin) dengan membelah diri. Pembelahan sel pada

bakteri adalah pembelahan biner yaitu setiap sel membelah menjadi dua.

Reproduksi bakteri secara seksual yaitu dengan pertukaran materi genetik dengan

bakteri lainnya. Pertukaran materi genetik disebut rekombinasi genetik atau

rekombinasi DNA (Anonim, 2010).

Rekombinasi genetik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu (Pratiwi,

2008):

1. Transformasi adalah pemindahan sedikit materi genetik, bahkan satu gen saja

dari satu sel bakteri ke sel bakteri yang lainnya.

Gambar 7. Transformasi

2. Transduksi adalah pemindahan materi genetik satu sel bakteri ke sel bakteri

lainnnya dengan perantaraan organisme yang lain yaitu bakteriofage (virus

bakteri).

Gambar 8. Transduksi

15

3. Konjugasi adalah pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung

melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua

sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri gram negatif.

Gambar 9. Konjugasi

2.1.4 Peranan Bakteri

2.1.4.1 Bakteri menguntungkan (Anonim, 2010)

1. Bakteri pengurai

Bakteri saprofit menguraikan tumbuhan atau hewan yang mati, serta

sisa-sisa atau kotoran organisme. Bakteri tersebut menguraikan protein,

karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan

senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Oleh karena itu keberadaan

bakteri ini sangat berperan dalam mineralisasi di alam dan dengan cara ini

bakteri membersihkan dunia dari sampah-sampah organik.

2. Bakteri nitrifikasi

Bakteri nitrifikasi adalah bakteri-bakteri tertentu yang mampu

menyusun senyawa nitrat dari amoniak yang berlangsung secara aerob di

dalam tanah. Dalam bidang pertanian, nitrifikasi sangat menguntungkan

karena menghasilkan senyawa yang diperlukan oleh tanaman yaitu nitrat.

Tetapi sebaliknya di dalam air yang disediakan untuk sumber air minum,

16

nitrat yang berlebihan tidak baik karena akan menyebabkan pertumbuhan

ganggang di permukaan air menjadi berlimpah.

3. Bakteri fermentasi

Beberapa makanan hasil fermentasi dan mikroorganisme yang

berperan:

Tabel 2.1 Hasil fermentasi dan mikroorganisme yang berperan (Pelczar, 2008) No. Nama produk

atau makanan Bahan baku Bakteri yang berperan

1. Yoghurt Susu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus

2. Mentega Susu Streptococcus lactis 3. Terasi Ikan Lactobacillus sp. 4. Asinan buah-

buahan buah-buahan Lactobacillus sp.

5. Sosis Daging Pediococcus cerevisiae 6. Kefir Susu Lactobacillus bulgaricus dan

Srteptococcus lactis

4. Bakteri usus

Bakteri Eschereria coli hidup di kolon (usus besar) manusia, berfungsi

membantu membusukkan sisa pencernaan juga menghasilkan vitamin B12,

dan vitamin K yang penting dalam proses pembekuan darah. Dalam organ

pencernaan berbagai hewan ternak dan kuda, bakteri anaerobik membantu

mencernakan selusosa rumput menjadi zat yang lebih sederhana sehingga

dapat diserap oleh dinding usus.

2.1.4.2 Bakteri Yang Merugikan

Pada umumnya bahan makanan seperti telur, daging, sayuran dan buah-

buahan akan sangat cepat membusuk kalau dibairkan/disimpan tanpa aturan.

Karena ligkungan dimana bahan makanan tersebut berada merupakan gudang

mikroba pembusuk bagi bahan makanan tersebut dengan mudah akan tercium bau

17

yang khas sehingga tidak mungkin untuk dikonsumsi. Adapun bakteri yang

merugikan yang merupakan bakteri penyakit asal makanan adalah:

1. Salmonella

Salmonella adalah ifeksi oleh bakteri genus salmonella yang menyerang

saluran gastroinintestin yang mencakup perut, usus halus dan usus besar.

Penjangkitan salmonella eksplosit. Salah satu bakteri gram negatif berbentuk

batang, tidak berbentuk spora dan bersifat patogen. Bakteri ini dapat tumbuh

baik pada suhu kamar 370C. Beberapa jenis salmonella dapat menyebabkan

infeksi makanan termasuk didalamnya adalah S. Enteritidis var thypimurium

dan varietas lainnya adalah S.Cholraesuis. Bakteri ini dapat menyebabkan

demam entrik contohnya adalah demam tifus yang disebabkan oleh S. Thypi

dan S. Pharatypi. Pangan yang sering tercemar oleh bakteri adalah ikan, susu

segar, es krim, coklat susu dan pangan yang dibuat dari telur ( Irianto, 2006).

2. Eschericia coli

E. coli adalah bakteri berbetuk batang, bersifat gram negatif, tidak

berkapsul dan tidak bergerak aktif. Eschericia coli umumnya diketahui terdapat

secara normal dalam alat pencernaan manusia dan hewan. Eschericia coli yang

menyebabkan penyakit pada manusia disebut Entero Phatogenik Eschericia

Coli (EPEC) (Nurwantoro, 1997).

3. Staphylococcus aureus

Peracun makan yang umumnya terjadi karena termakannya toksin yang

dihasilkan oleh galur-galur toksigenetik. Staphylococcus aureus merupakan

bakteri gram positif, tidak dapat bergerak, tidak membentuk spora, selnya

18

berbentuk kokus (bulat). Staphylococcus aureus menghasilkan toksik yang

disebut enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan gastroenteristis.

Disamping cemaran oleh pangan seperti daging unggas , daging merah, ikan,

susu, namun organisme juga disebabkan dari orang yang mengelolah makanan

yang merupakan penular (Irianto, 2006).

Tabel 2.2 Penyakit yang akibatkan oleh bakteri (Pelczar, 2008) No. Nama bakteri Penyakit yang ditimbulkan

1. Salmonella typhosa Tifus

2. Shigella dysenteriae Disentri basiler 3. Vibrio comma Kolera 4. Haemophilus influenza Influensa 5. Diplococcus pneumoniae Pneumonia (radang paru-paru) 6. Mycobacterium tuberculosis TBC paru-paru 7. Clostridium tetani Tetanus 8. Neiseria meningitis Meningitis (radang selaput

otak) 9. Neiseria gonorrhoeae Gonorrhaeae (kencing nanah) 10. Treponema pallidum Sifilis atau Lues atau raja singa 11. Mycobacterium leprae Lepra (kusta) 12. Treponema pertenue Puru atau patek

2.2 Pengendalian Mikroba dan Jasad Renik lain (Syarief Rizal, 2003)

2.2.1 Pengaturan Kadar Air

Pengeringan bahan pangan sampai suatu tingkat kadar air atau aw yang

aman untuk disimpan sangat diperlukan. Menyimpan bahan pangan pada aw di

bawah 0,62 aman dari kemungkinan pertumbuhan jasad renik. Tindakan

pengendalian dengan cara pengemasan dan penyimpanan yang tepat ditujukan

untuk mempertahankan kadar air serta mencegah migrasi air dari suatu bagian ke

bagian lainnya.

19

2.2.2 Pengaturan Suhu

Untuk beberapa jenis bahan pengaturan suhu selama penyimpanan sangat

diperlukan. Penyimpanan dingin atau beku selain untuk pengendalian jasad renik

juga mencegah berbagai penyebab kerusakan lainnya. Suhu penyimpanan yang

digunakan tergantung pada jenis bahan pangan dalam hubungan jenis kerusakan

(mikroorganisme) yang dicegah.

2.2.3 Penggunaan Garam dan Gula

a. Garam

Penggaraman bahan pangan akan membatasi jumlah dan jenis jasad renik

yang dapat tumbuh. Hal ini juga dapat disebabkan karena pengurangan

aktivitas air bahan pangan disamping oleh garamnya itu sendiri. Penyimpanan

ikana asin pada kadar air 15% dengan kadar garam 5-20 % dapat

mempertahankan daya simpan hingga lebih dari 1 tahun. Beberapa jenis bakteri

yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi bahkan tidak dapat tumbuh bila

kadar garam pada bahan pangan kurang dari 10 %.

b. Gula

Fungsi pencegahan mikroba pada makanan yang mempunyai kadar gula

tinggi juga karena adanya penurunan aktivitas air. Bakteri tidak akan tumbuh

pada selai atau manisan. Pertumbuhan kapang baru akan terjadi bila aw

berkisar 0,7 atau lebih.

20

2.3 Analisis Kuantitatif

Mikroba dapat dijumpai pada berbagai jenis bahan makanan, baik

makanan yang berbentuk padat maupun makanan yang berbentuk cair. Untuk

mengetahui jumlah bakteri yang terkandung 1 gram sampel bahan makanan padat

atau 1 ml bahan makanan cair yang diperiksa, maka perlu dilakukan pengenceran

sampel tersebut. Hasil pengenceran ini kemudian diinokulasi pada medium

lempeng dan diinkubasikan. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni bakteri

dihitung dengan memperhatikan faktor pengencernya. Metode hitungan ini

didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang

menjadi satu koloni (Hastuti, 2012).

Analisis kuantitatif dapat dilakukan metode hitungan mikroskopik

langsung, metode cawan dan metode Most Probable Number ( MPN ), hitungan

mikroskopik sering digunakan untuk menguji bakteri dalam jumlah yang tinggi

(Widodo, 2006).

2.3.1 Hitungan Mikroskopik Langsung

Perhitungan jumlah mikroba secara langsung dapat untuk menentukan

jumlah mikroba keseluruhan, baik yang mati maupun yang hidup. Cara ini secara

keseluruhan menggunakan counting chamber. Alat atau metode dapat

menggunakan Petroff-Hausser, Haemacytometer, Bacteria Counter, Colony

Counter atau alat-alat sejenis. Dasar perhitungannya adalah dengan cara

menempatkan 1 tetes suspense bahan atau biakan mikroba pada alat tersebut.

Kemudian ditutup dengan kaca penutup lalu diamati dengan mikroskop. Dengan

21

menentukan jumlah sel rata-rata setiap petak (ruangan) yang telah diketahui

volumenya dari alat tersebut dapat ditentukan jumlah sel mikroba setiap ml.

Hitungan mikroskopik merupakan metode yang cepat dan murah tetapi

mempunyai kelemahan antara lain :

a. Sel-sel mikroba yang telah mati tidak dapat dibedakan dari sel yang hidup

karena itu keduanya terhitung.

b. Sel-sel yang berukuran kecil sukar dilihat dibawah mikroskop sehingga kalau

tidak teliti tidak terhitung.

c. Untuk mempertinggi ketelitian, jumlah sel di dalam suspense harus cukup

tinggi, minimal untuk bakteri 106 sel/ml. hal ini disebabkan dalam setiap

bidang pandang yang diamati harus terdapat sejumlah sel yang dapat dihitung.

d. Tidak dapat digunakan untuk menghitung sel mikroba di dalam bahan pangan

yang banyak mengandung debris atau ekstrak makanan karena hal tersebut

akan menganggu dalam perhitungan sel (fardiaz, 1993).

2.3.2 Hitungan Cawan

Prinsip metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih hidup

ditumbuhkan pada media agar maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak

dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa

menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling

sensitif karena memiliki keuntungan sebagai berikut :

a. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung

b. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus

22

c. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang

terbentuk mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penampakan

pertumbuhan spesifik.

Metode hitungan cawan juga memiliki bebeapa kekurangan antara lain:

a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya

karena beberapa sel yang berdekatan mungkin akan membentuk satu koloni

b. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda

c. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan

membentuk koloni yang kompak dan jelas tidak menyebar

d. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga

pertumbuhan koloni dapat dihitung (Pelczar, 2008).

Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu :

a) Metode Tuang/Penuangan (Pour Plate)

Dari pengenceran sebanyak 1 ml atau 0,1 ml dimasukkan kedalam cawan

petri, sebaiknya waktu antara dimulainya pengenceran sampai menuangkan ke

dalam cawan petri tidak boleh lebih dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan

petri tersebut dimasukkan agar cair steril yang telah didinginkan sampai 50ºC

sebanyak kira-kira 15 ml. selama penuangan medium, tutup cawan tidak boleh

dibuka terlalu lebar untuk menghindari terjadi kontaminasi dari luar. Setelah

penuangan cawan petri segera digerakkan secara hati-hati agar sel-sel mikroba

menyebar secara merata. Hal ini dilakukan dengan gerakan melingkar atau

gerakan seperti angka delapan, setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut

dapat diinkubasikan di dalam inkubator dengan posisi terbalik. Pada

23

pemupukan dengan metode permukaan terlebih dahulu dibuat agar cawan

tersebut kemudian sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada

permukaan agar-agar tersebut. Kemudian diratakan dengan batang gelas

melengkung yang steril. Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung dengan

cara :

Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu tertentu sesuai dengan jenis

mikroba yang akan dihitung. Medium agar yang digunakan juga disesuaikan

dengan jenis mikroba yang akan ditumbuhkan. Selama inkubasi, sel-sel yang

masih hidup akan tumbuh dan membentuk koloni yang dapat terlihat langsung

oleh mata.

Setiap akhir masa inkubasi, koloni yang terbentuk dihitung. Setiap koloni

dapat dianggap berasal dari satu sel yang membelah menjadi banyak sel

meskipun mungkin juga berasal dari lebih dari satu sel yang letaknya

berdekatan. Perhitungan jumlah koloni dapat dilakukan dengan menggunakan

“Quebec Colony Counter “ (Pelczar, 2008).

b) Metode Sebar/Permukaan (Surface/Spread Plate)

Pada pemupukkan dengan metode permukan, agar steril terlebih dahulu

dituangkan kedalam cawan petri steril dan dibiarkan membeku. Setelah

membeku dengan sempurna kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah

diencerkan dipipet pad permukaan agar tersebut. Sebuah batang gelas

melengkung ( hockey stick ) dicelupkan kedalam alcohol 95 % dan dipijarkan

Koloni per ml = jumlah koloni per x 1

Atau per gram cawan faktor pengenceran

24

sehingga alkohol habis terbakar. Setelah dingin, batang gelas tersebut

digunakan untuk meratakan contoh diatas medium agar dengan cara

memutarkan cawan petri di atas meja. Selanjutnya, inkubasi dilakukan seperti

pada metode tuang. Tetapi harus di ingat bahwa jumlah contoh yang

ditumbuhkan hanya 0,1 ml tidak boleh 1 ml. Jadi harus dimasukkan ke dalam

perhitungan pengenceran untuk mendapatkan Total Count (Anonim, 2010).

Untuk menghitung jumlah koloni maka diperlukan suatu standar

perhitungan. Standar ini berfungsi untuk melaporkan suatu hasil analisis

mikrobiologi dan menjelaskan mengenai cara menghitung koloni pada cawan

serta cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni didalam

suatu contoh. Standar yang digunakan adalah “Standard Plate Count (SPC)“.

Cara menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut :

1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang memiliki jumlah koloni 30

dan 300.

2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan

koloni yang besar dapat dihitung menjadi satu koloni walaupun jumlah

koloninya masih diragukan

3. Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal

dihitung sebagai satu koloni.

Menurut Fardiaz (1993) data yang laporkan sebagai SPC harus mengikuti

peraturan-peraturan sebagai berikut:

1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama

didepan koma dan angka kedua di belakang koma. Jika angka yang ketiga

25

sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih

tinggi pada angka yang kedua.

2) Jika semua pengenceran yang di buat untuk pemupukan menghasilkan

angka kurang dari 30 koloni pada cawan petri, hanya jumlah pada

pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang

dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran tetapi jumlah yang

sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.

3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan

lebih dari 300 koloni pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada

pengenceran yang tertinggi yang dihitung, misalnya dengan cara

menghitung jumlahnya pada 1/4 bagian cawan petri, kemudian hasilnya

dikalikan empat.hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan

dengan besarnya pengenceran tetapi jumlah yang sebenarnya harus

dicantumkan dalam tanda kurung.

4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan

jumlah antara 30 dan 300 dan perbandingan antara hasil tertinggi dan

terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan 2.

Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari 2

yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.

5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang

diambil harus dari kedua cawan tersebut tidak boleh diambil salah satu

meskipun salah satu dari cawan duplo tersebut tidak memenuhi syarat

diantara 30 dan 300.

26

Berdasarkan pada cara inkubasinya, cara perhitungan koloni mikroba

dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :

a. Hitungan Psikotrofik.

Metode ini menggunakan suhu inkubasi 9ºC atau selama kurang dari 3-5

hari dengan cara menghitung jumlah mikroba yang bersifat psikotrofik.

b. Hitungan Mesotrofik.

Metode ini dengan menggunakan suhu inkubasi 25-35ºC selama selama 2-

3 hari, dimana sebagian besar bakteri yang tumbuh bersifat mesofilik.

c. Hitungan Termofilik.

Metode ini menggunakan suhu inkubasi 55ºC selama 1-2 hari yakni

dengan menghitung jumlah bakteri termofilik (Anonim, 2010).

2.3.3 Metode MPN ( Most Probable Number )

Metode hitungan cawan menggunakan medium padat sedangkan pada

metode MPN menggunakan medium cair di dalam tabung reaksi. Perhitungan

MPN berdasarkan jumlah tabung reaksi yang positif yakni ditumbuhi oleh

mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang

positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya

gas di dalam tabung kecil (tabung durham) yang diletakkan pada posisi terbalik

yaitu untuk jasad renik yang membentuk gas. Untuk setiap pengenceran pada

umumnya dengan menggunakan 3 atau 5 seri tabung. Lebih banyak tabung yang

digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi tetapi alat gelas (tabung

reaksi) yang digunakan juga lebih banyak.

27

Dalam metode MPN, pengenceran sampel harus lebih tinggi daripada

pengenceran pada hitungan cawan, sehingga beberapa tabung yang berisi medium

cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut mengandung 1

jasad renik. Beberapa tabung mungkin mengandung lebih dari satu sel sedangkan

tabung yang lain tidak mengandung sel sama sekali. Dengan demikian, setelah

inkubasi diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapa tabung yang dinyatakan

sebagai tabung positif sedangakan tabung lainnya negatif.

Metode MPN biasanya digunakan untuk menghitung jumlah mikroba di

dalam sampel yang berbentuk cair, meskipun dapat juga digunakan untuk sampel

yang berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspense 1:10 dari sampel

tersebut. Kelompom jasad renik yang dapat dihitung dengan metode MPN juga

bervariasi tergantung dari medium yang digunakan untuk pertumbuhan (Anonim,

2010).

2.4 Fermentasi

Pada mulanya yang dimaksud dengan proses fermenasi adalah pemecahan

karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida (CO2). Tetapi banyak proses

yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat karbohidrat sebagai

media fermentasi yang menghasilkan alkohol dan CO2 saja. Selain karbohidrat,

protein, dan lemak dapat juga di pecah oleh mikroba atau enzim tertentu untuk

menghasilkan asam amino, asam lemak dan zat-zat lainnya (Timoryana, 2007).

Organisme aerobik juga menghasilkan energi yaitu melalui reaksi-reaksi

yang disebut fermentasi yang menggunakan bahan organik sebagai donor dan

akseptor elektron. Bakteri aerobik fakultatif dan bakteri anaerobik obligat

28

menggunakan berbagai macam fermentasi untuk menghasilkan energi. Salah satu

contohnya yang khas fermentasi laktat. Streptococcus lactis, bakteri yang

menyebabkan masamnya susu, menguraikan glukose menjadi asam laktat yang

berakumulasi didalam medium sebagai produk fermentasi satu-satunya (Pelczar,

2008).

Pada prinsipnya fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang

kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim

dan mikroba dalam keadaan yang terkontrol, dimana bahan-bahan atau komponen

yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk. Fermentasi

adalah suatu proses penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks

menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol atau

teratur. Selain menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan,

perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi buruk (Timoryana, 2007).

Beberapa asam organik seperti asam asetat, asam glukonat, asam sitrat,

asam itakonat, asam giberelat dan asam laktat dihasilkan melalui fermentasi

mikroorganisme. Asam organik antara lain digunakan dalam industri makanan

misalnya sebagai pengawet makanan (Pratiwi, 2008).

Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, maka

fermentasi makanan dapat dibedakan atas 2 kelompok yaitu fermentasi spontan

dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang

pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba

yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan

karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya.

29

Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam

pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter, dimana

mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang

difermentasi menjadi produk yang diinginkan.

Menurut suriawiria (1980) dalam Timoryana (2007), proses fermentasi

merupakan proses biokimia dengan menggunakan kelompok bakteri asam laktat

sehingga hasilnya bukan saja dapat dijadikan sebagai salah satu cara pemanfaatan

sumber bahan makanan tetapi juga sebagai usaha pengawetan bahan makanan

yang sampai saat ini dianggap paling murah, mudah sederhana serta tidak

tergantung pada tempat dan musim. Selain itu fermentasi juga memberikan sifat-

sifat tertentu yang khas, seperti bau spesifik yang dapat menjadi daya tarik bagi

konsumen.

2.4.1 Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang

2.4.1.1 Pengertian Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang

Fermentasi jeroan ikan cakalang (bakasang) adalah produk fermentasi ikan

yang dihasilkan menggunakan metode konvensional pada industri rumah tangga.

Ijong dan Ohta (1996) dalam Lawalata (2012), menyatakan cara pengolahannya

yaitu memanfaatkan ikan-ikan kecil dari jenis sardin atau isi perut ikan cakalang

yang didapatkan dari pengolahan ikan asap.

Fermentasi yang dilakukan secara tradisional berlangsung secara spontan

yaitu dengan melibatkan mikroba yang ada di dalam bahan mentah sehingga

terdapat berbagai jenis mikroba yang tumbuh sesuai dengan perubahan

30

lingkungannya. Dengan demikian, tumbuhnya mikroba yang tidak diharapkan

akan dapat menyebabkan kegagalan dalam proses fementasi.

Ouwehand (1998) dalam Lawalata (2012) menyatakan pada proses

fermentasi ikan, Bakteri Asam Laktat (BAL) akan menghasilkan asam organik

sebagai produk metabolisme karbohidrat dan asam organik tersebut akan

menurunkan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang hidup

pada kondisi netral. Di samping asam organik, Bakteri Asam Laktat (BAL) juga

menghasilkan berbagai komponen yang bersifat antagonistik yaitu hidrogen

peroksida, diasetil, dan bakteriosin.

Tabel 2.3 Karakteristik kimia jeroan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis Linn) Komposisi Nilai

Kadar air (%) 70,38 Kadar protein (% bk) 52,23 Nilai pH 6,02 TVB (mg N/100 g) 22,61 Histamin 17,10

(Lawalata, 2012).

Umumnya derajat kesegaran bahan pangan mempunyai hubungan dengan

air yang dikandungnya. Sebagian besar bahan pangan segar mengandung air

sebesar 70% atau lebih. Nilai pH yang didapatkan dari pengukuran jeroan ikan

cakalang masing berada pada kisaran pH ikan segar dimana ikan yang baru saja

mati memiliki pH netral mendekati basa dan mencapai nilai pH terendah sekitar

5,8-6,2. Berdasarkan tingkat kesegarannya, jeroan ikan cakalang tergolong segar.

Nilai Total Volatile Bases (TVB) < 30 mg N/100 g (Lawalata, 2012).

31

Tabel 2.4 Persyaratan mutu dan keamanan pangan Jenis uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik Angka (1-9) b. Cemaran mikroba

- ALT Koloni/g Maksimal 5,0 x 105 - Esherichia coli APM/g Maksimal < 2 - Salmonela APM/25 g Negatif - Vibrio cholerae APM/25 g Negatif

c. Cemaran kimia - Raksa (Hg) Mg/kg Maksimal 0,5 - Timbal (Pb) Mg/kg Maksimal 0.4 - Histamin Mg/kg Maksimal 100 - Cadmiun (Cd) Mg/kg Maksimal0,1

d. Parasit* Ekor Maksimal 0 * bila diperlukan

SNI (2009)

Produk fermentasi menggunakan bakteri asam laktat merupakan cara

fermentasi yang relatif mudah, murah, dan aman. Dalam pembuatan produk-

produk fermentasi ikan semacam ini juga ditambahkan garam dalam jumlah yang

optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Oleh karena itu

fermentasi laktat pada ikan seringkali merupakan gabungan antara fermentasi

garam dengan fermentasi laktat. Garam dalam fermentasi ikan disamping untuk

meningkatkan citra rasa juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol

pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk dan patogen (Timoryana, 2007).

2.4.1.2 Proses Pembuatan Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang

Proses Pembuatan Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang (Bakasang) di industri

rumah tangga dapat dilihat di bawah ini (Lawalata, 2012):

32

Skema 1. Proses Pembuatan Fermentasi Jeroan Ikan Cakalang

Produk akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus.

Prinsip pengawetan pada produk fermentasi ikan disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya penurunan aktifitas air oleh garam, gula, pengeringan dan

dikombinasikan dengan penurunan pH karena pembentukan asam oleh bakteri

pembentuk asam. Hasil fermentasi ikan dapat dibedakan oleh golongan yang

Bahan mentah ikan cakalang

Pemisahan bagian isi perut dari daging ikan cakalang

Pencucian jeroan ikan cakalang dalam wadah

Penirisan dalam ayakan sampai agak kering

Pemberian garam sebanyak 20% dari berat jeroan

Pemeraman selama 5 hari pada suhu 34 0C

Pemasakan pada suhu 104 0C selama 12 menit

Pembotolan

Bakasang

33

menghasilkan senyawa-senyawa yang secara nyata mempunyai kemampuan

mengawet seperti pada pengolahan bekasem. Proses fermentasi lainnya terjadi

banyak penguraian atau transformasi yang menghasilkan produk-produk yang

mempunyai sifat sama sekali berbeda, misalnya pada terasi, kecap ikan, dan peda

(Timoryana, 2007).