BAB jdi

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Embriologi berasal dari kata embryo dan logos. Embryo yaitu pembentukan pertumbuhan pada tingkat permulaan dan perkembangan suatu makhluk hidup. Sedangkan logos berarti ilmu. Sehingga embriologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari seluruh proses pembentukan pertumbuhan pada tingkat permulaan dan perkembangan suatu makhluk hidup. Sedngkan embriogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini merupakan tahap perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi. Embriologi sistem pencernaan merupakan tahap awal pembentukan dan perkembangan sistem pencernaan. Awal sistem pencernaan merupakan perkembangan dari pelipatan kantong kuning telur yang dilapisi endoderm ke arah sefalo kaudal membentuk usus primitif, yang akan menjadi sistem pencernaan. Perkembangan embriologi sistem pencernaan dan turunannya biasanya dibahas dalam 3 bagian, yaitu (a) Usus depan, yang terletak di sebelah kaudal tabung faring dan membentang hingga ke tunas hati; (b) Usus tengah, mulai dari sebelah kaudal tunas 1

description

bab 1 isi

Transcript of BAB jdi

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangEmbriologi berasal dari kata embryo dan logos. Embryo yaitu pembentukan pertumbuhan pada tingkat permulaan dan perkembangan suatu makhluk hidup. Sedangkan logos berarti ilmu. Sehingga embriologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari seluruh proses pembentukan pertumbuhan pada tingkat permulaan dan perkembangan suatu makhluk hidup. Sedngkan embriogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini merupakan tahap perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi.Embriologi sistem pencernaan merupakan tahap awal pembentukan dan perkembangan sistem pencernaan. Awal sistem pencernaan merupakan perkembangan dari pelipatan kantong kuning telur yang dilapisi endoderm ke arah sefalo kaudal membentuk usus primitif, yang akan menjadi sistem pencernaan. Perkembangan embriologi sistem pencernaan dan turunannya biasanya dibahas dalam 3 bagian, yaitu (a) Usus depan, yang terletak di sebelah kaudal tabung faring dan membentang hingga ke tunas hati; (b) Usus tengah, mulai dari sebelah kaudal tunas hati dan berjalan ke suatu tempat kedudukan, yang pada orang dewasa membentuk pertemuan dua pertiga kanan dan sepertiga kiri kolon tranversum; dan (c) Usus belakang, yang membentang dari sepertiga kiri kolon tranversum hingga ke memrana kloakalis. Sedangkan mesoderm akan membentuk jaringan ikat, komponen otot, dan komponen peritoneum pada sistem pencernaan.Embriologi Sistem pencernaan penting untuk dipelajari untuk mengetahui proses pembentukan berbagai organ-organ sistem pencernaan dan bagaimana organ-organ tersebut dapat berada pada posisinya masing-masing. Selain itu embriologi sistem pencernaan juga penting untuk dipelajari, sebagai dasar untuk mengetahui berbagai kelaianan kongenital yang terjadi pada sistem pencernaan. Beberapa kelainan kongenital yang dapat terjadi seperti atresia esophagus, hernia hiatus esophagus, stenosis pylorus, atresia saluran empedu ekstrahepatik, pancreas anularis,omfalokel, gastroskisis, atresia rektoanalis, dan berbagai kelainan kongenital lainnya.

B. Rumusan MasalahDari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana anatomi dan fisiologi usus besar (kolon)?2. Bagaimana perkembangan usus besar (kolon) sejak embrio?3. Apa saja kelainan pada usus besar (kolon)?

C. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Pencernaan dan mempelajari tentang perkembangan pembentukan kolon sejak dari masa embrio serta kelainan yang dapat terjadi pada kolon.

D. ManfaatDengan ditulisnya makalah ini, pembaca dapat lebih mengetahui dan memahami tentang bagaimana perkembangan pembentukan yang terjadi pada kolon sejak masa embrio dan kelainan yang dapat terjadi pada kolon.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Usus BesarUsus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum.

Gambar 1. Histologi KolonFungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi (Pieter, 2005). Kolon mengabsorpsi air sampai dengan 90% dan juga elektrolit, sehingga mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat, disebut eses. Kolon tidak memproduksi enzim, tetapi hanya mukus. Terdapat sejumlah bakteri pada kolon, yang mampu mencerna sejumlah kecil selulosa, dan menghasilkan sedikit nutrien bagi tubuh. Bakteri juga memproduksi vitamin K dan juga gas, sehingga menimbulkan bau pada feses. Secara imunologis, oleh karena banyak limfonodus terutama di aappendiks dan rektum; dan sel imun dilamina propria. Feses juga bewarna coklat yang disebabkan pigmen empedu.Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9 inci (Lindseth, 2005). Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus.Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemorroid. Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa (meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner (Taylo, 2005).

B. Perkembangan Usus Besar (Kolon)Secara embriologik , kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit (T.W.Sadler, 2000).Pada minggu ke-5, usus tengah menggantung pada dinding dorsal abdomen dorsal oleh sebuah mesentrium pendek dan berhubungan dengan kantung kuning telur melalui duktus vitelinus atau tangkai kuning telur. Pada orang dewasa, usus tengah dimulai tepat di sebelah distal muara dukus biliaris ke dalam duodenum dan berahkir di antara dua pertiga proksimal kolon transversum dan sepertiga distalnya. Seluruh panjang usus tengah diperdarahi oleh arteri mesentrika superior.

Gambar 2. Lokasi Usus TengahPerkembangan usus tengah ditandai dengan pemanjangan cepat usus dan mesentriumnya sehingga terbentuk gelung usus primer. Di bagian puncaknya, saluran usus ini tetap berhubungan langsung dengan kanong kuning telur melalui duktus vitelinus yang sempit. Bagian kranial dari lengkung berkembang menjadi bagian distal duodenum,jejunum,dan sebagian ileum. Sedangkan bagian kaudal menjadi bagian bawah ileum,sekum,apendiks, kolon ascendens,dan dua pertiga proksimal kolon transversum.

Gambar 3. Pembentukan Gelung Usus Primer pada Usus TengahPerkembangan gelung usus primer ditandai oleh pemanjangan yang pesat, terutama dibagian kranial. Sebagai akibat pertumbuhan yang cepat ini dan membesarnya hati yang terjadi secara serentak, rongga abdomen untuk sementara menjadi terlalu kecil untuk menampung semua usus,dan gelung tersebut masuk ke rongga selom ekstraembrional di dalam tali pusat selama minggu ke-6 (hernia umbilikalis fisiologis). Bersamaan dengan pertumbuhan panjangnya, gelung usus primer berputar melalui sebuah poros yang dibentuk oleh arteri mesentrika superior. Apabila diihat dari depan, perputaran ini berlawanan arah dengan jarum jam. Perputaran yang terjadi selama proses herniasi kira-kira 90.

Gambar 4. Herniasi Umbilikalis Fisiologis dan Rotasi Gelung Usus PrimerPada minggu ke-10, menghilangnya mesonefros, berkurangnya pertumbuhan hati, dan bertambah luasnya rongga abdomen membuat gelung usus yang mengalami herniasi kembali ke dalam rongga abdomen. Kembalinya gelung usus ke dalam rongga abdomen juga diikuti dengan perputaran gelung usus sebesar 180o. Sehingga total rotasi yang terjadi pada gelung usus selama proses herniasi umbilikalis dan kembali lagi ke dalam rongga abdomen adalah sebesar 270o.Bagian proksimal jejunum, merupakan bagian pertama yang masuk kembali ke dalam rongga abdomen, kemudian mengambil tempat di disisi kiri. Gelung usus yang masuk berikutnya secara bertahap semakin ke sisi kanan. Tunas sekum yang muncul pada minggu ke-6 sebagai suatu pelebaran kecil berbentuk kerucut pada bagian kaudal gelung usus primer adalah bagian terakhir usus yang masuk ke dalam rongga abdomen. Untuk sementara bagian ini berada pada kuadaran kanan atas tepat dibawah lobus kanan hati. Dari sini, bagian tersebut bergerak turun ke dalam fosa iliaka kanan, sehingga membuat kolon asendens dan fleksura hepatika menjadi terletak di sebelah kanan rongga abdomen .Selama proses ini ujung distal tunas sekum membentuk sebuah divertikulum yang sempit, yang disebut Appendiks primitif.

Gambar 5. Pandangan Anterior Gelung-Gelung Usus yang Masuk Kembali ke Dalam Rongga Perut setelah Proses Herniasi Umbilikalis FisiologisMesentrium pada gelung usus primer, mesentrium proprius, mengalami perubahan yang banyak sekali bersama dengan peristiwa rotasi dan pemutaran gelung usus. Ketika bagian kaudal usus tersebut bergerak ke sisi kanan rongga perut, mesentrium dorsal melilit di sekitar pangkal arteri mesentrika superior. Kemudian ketika bagian asendens dan desendens mulai menapatkan kedudukan yang sebenarnya, mesentriumnya didesak menempel ke peritoneum di dinding abdomen posterior. Setelah penyatuan lapisan-lapisan ini, kolon asendens dan desendens tertambat permanen di sisi retroperitonium. Sedangkan apendiks ujung bawah sekum dan kolon sigmoid tetap mempertahankan ujung bebasnya.

Gambar 5. Kedudukan Akhir Gelung-Gelung Usus Dalam Rongga AbdomenPada mesokolon tranversum, usus ini menyatu dengan dinding posterior omentum mayus tetapi tetap mempertahankan mobilitasnya garis perlekatannya membentang dari fleksura hepatica kolon asendens sampai ke fleksura lienalis kolon desendens. Sedangkan mesentrium gelung usus jejunoileal mula-mula bersambungan dengan mesentrium kolon asendens. Ketika mesentrium mesokolon asendens menyatu dengan dinding abdomen posterior, mesentrium gelung jejunoileal mendapatkan garis perlekatan baru, yang berjalan dari daerah dimana duodenum terletak intraperitoneum sampai ke persambungn ileosekalis.

C. Kelainan-kelainan pada Usus Besar (Kolon)1. Kolitis Ulserosa

Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada mukosa kolon yang dapat meluas ke bagian proksimal bersifat difus, ulseratif dan sering kambuh setelah dalam periode tertentu secara klinis tenang. Pada kolitis ulserosa berat, semua mukosa usus besar terkena dan ileum termanilis ikut meradang yang disebut back wash ileitis. Kolitis ulcerosa terjadi pada garis antara rektum dan kolon yang dapat menyebabkan nekrosis (kematian sel). Hal ini sering terjadi pada daerah kolon yang mengakibatkan perdarahan dan pengeluaran pus. Peradangan ini mengakibatkan diarhea yang akibatnya kolon sering dalam keadaan kosong. Jika peradangan terjadi pada rektum dan bagian bawah dari kolon disebut proctitis ulcerosa, sedangkan jika terkena daerah kolon disebut juga pankolitis. Kolitis ulserosa secara umum adalah penyakit oleh karena radang pada usus halus dan usus besar. Kesulitan diagnosa karena gejala pada penyakit ini harus dapat dibedakan, dengan tipe yang lain yaitu Crohn disease. Penyakit Crohn berbeda karena peradangan lebih dalam pada dinding usus dan dapat mengenai pada bagian lain dari sistem percernaan termasuk usus halus, mulut, osephagus dan lambung.Etiologi dan patogenesis dari kolitis ulserosa juga diperkirakan dari banyak hal, contoh: merokok sebagai penghalang, apendektomi berisiko ringan terbentuknya penyakit ini. Secara signifikan peningkatan jumlah HLA-A11 dan HLA-A7 terjadi disini.Pemeriksaan Penunjang dari kolitis ulserasi yaitu pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk pemeriksaan anemia yang disebabkan adanya perdarahan dari kolon atau rektum, juga peningkatan leukosit merupakan tanda adanya radang. Pemeriksaan feses dapat juga menunjukkan adanya leukosit, yang mana hal ini menunjukkan adanya indikasi kolitis ulserosa atau penyakit yang disebabkan oleh peradangan. Sebagai tambahan, sampel dari faeces menunjukkan bahwa perdarahan atau radang dari kolon/rektum disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit. 2. Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus (Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000).Sampai tahun 1930-an etiologi Penyakit Hirschsprung belum jelas di ketahui. Penyebab sindrom tersebut baru jelas setelah Robertson dan Kernohan pada tahun 1938 serta Tiffin, Chandler, dan Faber pada tahun 1940 mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung primer disebabkan oleh gangguan peristalsis usus dengan defisiensi ganglion di usus bagian distal. Sebelum tahun 1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan apakah defek ganglion pada kolon distal menjadi penyebab penyakit Hirschsprung ataukah defek ganglion pada kolon distal merupakan akibat dilatasi dari stasis feses dalam kolon. Dari segi etiologi, Bodian dkk. Menyatakan bahwa aganglionosis pada penyakit Hirschsprung bukan di sebabkan oleh kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh lesi primer, sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi. Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang agangloinik terbatas pada rektosigmoid pada 75 % penderita, 10% seluruh kolonnya tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi. Secara histologi, tidak di dapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertrofi dengan konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di antara lapisan-lapisan otot dan pada submukosa (Wyllie, 2000).Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia, dan gejala klinis yang mulai terlihat pada :a. Periode NeonatalManifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus cukup bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Pada lebih dari 90% bayi normal, mekonium pertama keluar dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90% kasus penyakit Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.b. Anak Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. 3. ApendiksitisEtiologi apendiksitis bersifat multifaktorial. Apendiksitis disebabkan oleh adanya abstruksi, iskemi, infeksi dan faktor herediter. Obstruksi seringkali menjadi petanda penting dalam patogenesis apendiksitis. Akan tetapi obstruksi hanya ditemukan dalam 30 40% kasus. Berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi pada apendiks antara lain batu (fecalith), makanan, mukus, parasit, tumor, endometriosis, badan asing, dan hiperplasia limfoid.Inflamasi dan edema yang menyertai menjadi faktor predisposisi berkembangnya apendiksitis menjadi gangren, perforasi, dan peritonitis. Pada apendiksitis yang berkembang perlahan,bagian terminal dan ileum,sekum, dan omentrrum dapat terkena, sehingga terbentuk abses.Sistem saraf saluran pencernaan diperkirakan memiliki peran dalam patogenesis apendiksitis akut, pada appendiksitis akut dijumpai peningkatan jumlah serabut saraf, sel schwan, dan pembesaran ganglia.Hiperplasia neural seringkali ditemukan pada daerah yang memiliki insidens apendiksitis tinggi.Diagnosis appendiksitis ditegakan melalui gejala klinis adanya nyeri berdurasi singkat pada region kuadran kanan bawah abdomen, kekakuan dinding perut, anoreksia, muntah, dan mual. Nyeri pada apendiksitis merupakan gejala awalnya terdapat pada periumbikal, lalu terlokalisasi di abomen kuadran kanan bawah(titik Mc Burney).Nyeri yang dialami pasien merupakan nyeri viseral yang sedang,seringkali terasa seperti kram, disebabkan oleh kontraksi apendiks atau distensi lumen. Nyeri berlangsung 4-6 jam, namun seringkali tidak disadari seseorang yang berada dalam keadaan tidur.Dari hasil pemeriksaan laboratorium, dapat dijumpai leukositosis, 15.000 - 20.000 sel/. Sebanyak 90% pasien yang didiagnosis apendiksitis akut mengalami leukositosis. Jumlah leukosit lebih dari 20.000 sel dapat menandakan telah terjadi perforasi. Leukositosis pada umumnya tidak terjadi pada pasien dengan HIV. Hasil pemeriksaan hitung jenis menunjukan adanya neutrofilia pada 75% pasien yang didiagnosis apendisitis akut.

BAB IIIKESIMPULANA. KesimpulanSusunan pencernaan manusia mulai terbentuk pada kehidupan mudigah hari ke-22 sebagai akibat dari pelipatan mudigah kearah sefalokaudal dan lateral. Sebagian dari rongga kuning telur yang dilapisi endoderm bergabung ke dalam mudigah dan membentuk usus primitif. Perkembangan embriologi sistem pencernaan dan turunannya biasanya dibahas dalam 3 bagian, yaitu (a) Usus depan, yang terletak di sebelah kaudal tabung faring dan membentang hingga ke tunas hati; (b) Usus tengah, mulai dari sebelah kaudal tunas hati dan berjalan ke suatu tempat kedudukan, yang pada orang dewasa membentuk pertemuan dua pertiga kanan dan sepertiga kiri kolon tranversum; dan (c) Usus belakang, yang membentang dari sepertiga kiri kolon tranversum hingga ke memrana kloakalis. Sedangkan mesoderm akan membentuk jaringan ikat, komponen otot, dan komponen peritoneum pada sistem pencernaan.Pada proses perkembangan selanjutnya, usus depan akan membentuk esophagus, lambung, duodenum, hati, limpe, dan pancreas. Usus tengah akan membentuk jejunum, ileum, sekum, apendiks, dan kolon asendens, dan dua per tiga proksimal kolon tranversum. Sedangkan Usus belakang akan membentuk sepertiga distal kolon tranversum, kolon desendens, kolon sigmoid, rectum, dan anus.B. Saran Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca mampu memahami tentang bagaimana perkembangan pembentukan kolon sejak masa embrio serta kelainan yang dapat terjadi pada kolon. Selain itu, pembaca juga diharapkan dapat memberikan kritik membangun untuk makalah ini.15