BAB IV.pdf
-
Upload
clodeyarizola -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of BAB IV.pdf
-
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok
IV.1.1. Lokasi
Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha terletak di Jalan Raya Sawangan,
Kampung Sengon, Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kodya
Depok. Letaknya cukup strategis diantara dua kecamatan, Pancoran Mas di
sebelah barat dan kecamatan Beji di sebelah utara. Cakupan wilayah pelayanan
RSU Bhakti Yudha dengan radius 10 km dari luas Kodya Depok lebih kurang
6.794.981 ha.
IV.1.2. Visi dan Misi
Visi
Pada tahun 2015 menjadi Rumah Sakit Umum terbaik di Kota Depok dengan
Unggulan Pelayanan Kesehatan keluarga Terpadu.
Misi
1. Mewujudkan kepemimpinan visioner yang mampu menghasilkan budaya
organisasi yang kompetitif dan professional.
2. Meningkatkan SDM yang berkualitas secara berkesinambungan.
3. Menyediakan pelayanan spesialistik yang berorientasi pada pelayanan
kesehatan keluarga terpadu dengan didukung oleh sarana penunjang yang
canggih.
4. Menyediakan jasa pelayanan kesehatan atas dasar paradigma sehat secara
pro aktif.
5. Memberikan pelayanan kesehatan yang bersahabat dengan pelanggan.
-
31
IV.2. Hasil Penelitian
IV.2.1. Gambaran Angka Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit
Bhakti Yudha Depok
Data yang digunakan adalah data pasien yang mengalami kejadian ketuban
pecah dini serta bayi yang lahir dari ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah
dini yang diambil dari rekam medis pasien di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok.
Jumlah kasus pasien yang mengalami kejadian ketuban pecah dini pada periode
Januari 2009 - Desember 2010 adalah sebanyak 74 kasus. Gambaran angka
kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok selama periode
4 tahun yaitu dari Januari 2008 Desember 2011 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel IV.1. Gambaran Angka Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit
Bhakti Yudha Depok Periode Januari 2008 Desember 2011
Tahun Jumlah kejadian
Ketuban Pecah Dini
Jumlah Persalinan Insidensi
2008 65 kasus 782 8,3 %
2009 36 kasus 514 7 %
2010 38 kasus 406 9,3 %
2011 28 kasus 315 8,8 %
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa selama periode 2008 hingga 2011 terjadi
penurunan jumlah persalinan di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok. Dapat dilihat
pula insidensi ketuban pecah dini paling tinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu
sebesar 9,3 % dan paling rendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 7 %.
IV.2.2. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk melihat frekuensi distribusi dari tiap-tiap
variabel yang akan diteliti. Analisis univariat yang dilakukan meliputi variabel
dependen yaitu kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm, dan variabel
independen yaitu usia ibu, paritas, dan berat bayi lahir dari ibu yang mengalami
ketuban pecah dini.
-
32
Telah didapatkan subjek penelitian yaitu 50 orang ibu yang mengalami
ketuban pecah dini periode Januari 2009 Desember 2010 yang diperoleh sesuai
dengan kriteria pembatas yang telah ditentukan. Setelah itu ditentukan sampel
subjek penelitian dengan menggunakan tabel krejcie yaitu sebesar 44 orang ibu.
Berdasarkan data yang terkumpul, didapatkan distribusi frekuensi
karakteristik ibu dan bayi terhadap kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit
Bhakti Yudha Depok periode Januari 2009 - Desember 2010 sebagai berikut.
a. Usia Ibu
Distribusi usia ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel IV.2. Distribusi Subjek penelitian berdasarkan Usia Ibu di Rumah
Sakit Bhati Yudha Depok Periode Januari 2009 Desember
2010
Usia Ibu Kasus % Kontrol %
< 35 tahun 36 81,8 74 84,1
35 tahun 8 18,2 14 15,9
Jumlah 44 100,0 88 100,0
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada kelompok kasus usia ibu terbanyak
yang mengalami kejadian ketuban pecah dini yaitu usia kurang dari 35 tahun
sebanyak 36 orang (81,8 %).
b. Paritas Ibu
Distribusi paritas ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini dapat
dilihat pada tabel 3.
-
33
Tabel IV.3. Distribusi Paritas Ibu yang mengalami Kejadian Ketuban Pecah
Dini di Rumah Sakit Bhati Yudha Depok Periode Januari 2009
Desember 2010
Paritas Ibu Kasus % Kontrol %
1 34 77,3 64 72,7
> 1 10 22,7 24 27,3
Jumlah 44 100,0 88 100,0
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada kelompok kasus paritas ibu
terbanyak yang mengalami kejadian ketuban pecah dini yaitu ibu dengan paritas
kurang dari sama dengan satu sebanyak 34 orang (77,3%).
c. Berat bayi lahir
Distribusi berat bayi lahir dari ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah
dini dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel IV.4. Distribusi berat bayi lahir dari ibu yang mengalami kejadian
ketuban pecah dini di Rumah Sakit Bhakti Yudha pada periode
Januari 2009 - Desember 2010
BB bayi Kasus % Kontrol %
3500 gr 42 95,5 83 94,3
> 3500 gr 2 4,5 5 5,7
Jumlah 44 100,0 88 100,0
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada kelompok kasus berat bayi lahir dari
ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini terbanyak yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari sama dengan 3500 gram yaitu sebanyak 42orang
(95,5%).
-
34
IV.2.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen dan variabel independen untuk membuktikan hipotesis penelitian.
Variabel dependen yaitu ketuban pecah dini akan dihubungkan dengan variabel
independen yaitu usia ibu, paritas ibu dan berat badan bayi yang dilahirkan dari
ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini. Untuk itu dilakukan analisis
bivariat dengan uji statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan 5 % ( = 0,05).
Berikut merupakan hasil analisis bivariat antara kejadian ketuban pecah dini
dengan karakteristik ibu yaitu usia dan paritas dan juga karakteristik bayi berupa
berat bayi lahir.
a. Hubungan Antara Usia Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Bhakti Yudha periode Januari 2009 sampai dengan
Desember 2010
Tabel IV.5. Proporsi Usia Ibu pada Kasus dan Kontrol
Kelompok
Usia
Ketuban Pecah Dini Jumlah
OR
(95%CI)
P-
value Kasus Kontrol
N % N % N % 0,851
(0,327-
2,214)
0,934 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini. Dari
tabel tersebut juga kita dapat melihat nilai Odd Rasio (OR) yaitu sebesar 0,851
-
35
dengan batas bawah sebesar 0,327 dan batas atas sebesar 2,214. Nilai OR 1 10 22,7 24 27,3 34 25,8
Jumlah 44 100 88 100 132 100
Pada tabel 6 terlihat bahwa proporsi ibu yang mengalami kejadian ketuban
pecah dini dengan paritas 1 sebesar 77,3%. Jumlah ini jauh lebih besar bila
dibandingkan dengan ibu-ibu yang mengalami ketuban pecah dini dengan paritas
>1 yaitu sebesar 22,7%. Untuk kelompok kontrol, proporsi ibu yang mengalami kejadian
ketuban pecah dini dengan paritas 1 sebesar 72,7% dan yang memiliki paritas > 1
yaitu sebesar 27,3%. Setelah dianalisis dengan menggunakan uji statistik chi
square ternyata didapatkan nilai p = 0,725 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini.
Dari tabel tersebut juga kita dapat melihat nilai OR yaitu sebesar 1,275 dengan
batas bawah sebesar 0,547 dan batas atas sebesar 2,974. Nilai OR >1 berarti
paritas ibu merupakan faktor risiko untuk terjadinya kejadian ketuban pecah dini
pada ibu hamil. Namun interval kepercayaannya mencakup angka 1, maka faktor
risiko tersebut kurang bermakna dan juga bisa mendukung kesimpulan bahwa
paritas tidak mempunyai hubungan dengan dengan kejadian ketuban pecah dini.
-
36
c. Hubungan Antara Berat Bayi Lahir dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Bhakti Yudha periode Januari 2009 sampai
dengan Desember 2010
Tabel IV.7. Proporsi Berat Bayi Lahir pada Kasus dan Kontrol
Kelompok
BB bayi
Ketuban Pecah Dini Jumlah
OR
(95%CI)
P-
value Kasus Kontrol
N % N % N % 1,265
(0,235-
6,797)
1,00 3500 gram 42 95,5 83 94,3 125 94,7
>3500 gram 2 4,5 5 5,7 7 5,3
Jumlah 44 100 88 100 132 100
Pada tabel 7 terlihat bahwa proporsi berat bayi yang lahir dari ibu yang
mengalami kejadian ketuban pecah dini dengan berat 3500 gram yaitu sebesar
95,5%. Jumlah ini sangat jauh lebih besar bila dibandingkan dengan berat bayi
yang lahir dari ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini dengan berat >
3500 gram yaitu sebesar 4,5%. Untuk kelompok kontrol, proporsi berat bayi yang
lahir dari ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini dengan berat 3500
gram yaitu sebesar 94,3% dan berat bayi yang lahir dari ibu yang mengalami
kejadian ketuban pecah dini dengan berat > 3500 gram yaitu sebesar 5,7%.
Setelah dianalisis dengan menggunakan uji statistik chi square ternyata
didapatkan nilai p = 1,00 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara berat bayi lahir dengan kejadian ketuban pecah dini. Dari tabel
tersebut juga kita dapat melihat nilai OR yaitu sebesar 1,265 dengan batas bawah
sebesar 0,235 dan batas atas sebesar 6,797. Nilai OR >1 berarti berat bayi lahir
merupakan faktor risiko untuk terjadinya kejadian ketuban pecah dini pada ibu
hamil. Namun interval kepercayaannya mencakup angka 1, maka faktor risiko
tersebut kurang bermakna dan juga bisa mendukung kesimpulan bahwa berat bayi
lahir tidak mempunyai hubungan dengan dengan kejadian ketuban pecah dini.
-
37
d. Rekapitulasi Hasil Uji Chi Square dari Hubungan Variabel-Variabel Bebas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
Tabel IV.8. Rekapitulasi Hasil Uji Chi Square dari Hubungan Variabel -
Variabel Bebas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
No. Variabel Bebas P-value Odds Ratio
1.
2.
3.
Usia Ibu
Paritas Ibu
Berat bayi lahir
0,05
0,05
0,05
0,934
0,725
1,00
0,851 (0,327-2,214))
1,275 (0,547-2,974)
1,265 (0,235-6,797)
IV.3. Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas hasil-hasil dari penelitian Hubungan
Karakteristik Ibu dan Bayi Terhadap Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada
Kehamilan Aterm di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok Periode Januari 2009
Desember 2010.
IV.3.1. Besarnya Kejadian Ketuban Pecah Dini dan Distribusi
Karakteristiknya di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok
Angka kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha
Depok dalam 4 tahun terakhir ini secara umum tidak terlalu besar. Dalam periode
kurun waktu 2008 2011 insidensi tertinggi terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar
9,3% dan insidensi terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 7 %.
Dalam periode 2009 2010, jumlah ibu bersalin di Rumah Sakit Umum
Bhakti Yudha Depok berjumlah sekitar 920 orang dengan 74 orang mengalami
kejadian ketuban pecah dini. Untuk distribusi karakteristik ibu hamil yang
menderita kejadian ketuban pecah dini secara garis besar adalah untuk umur ibu
paling banyak terdapat pada umur < 35 tahun, paritas paling banyak terdapat pada
paritas 1, dan berat bayi yang lahir dari ibu yang mengalami kejadian ketuban
pecah dini paling banyak yaitu bayi dengan berat bayi 3500 gram.
-
38
IV.3.2. Pembahasan Hasil Analisis Bivariat
a. Hubungan antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa proporsi ibu yang mengalami
kejadian ketuban pecah dini dengan usia < 35 tahun pada kelompok kasus yaitu
81,8% lebih besar dari proporsi ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini
pada usia 35 tahun. Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa tidak
ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini. Hasil OR juga
memperlihatkan jika usia ibu bukan merupakan faktor risiko dari kejadian ketuban
pecah dini. Hal ini terjadi dimungkinkan karena variabel baik pada kasus maupun
kontrol tidak berbeda bermakna sehingga pengaruhnya terhadap variabel tersebut
tidak ada.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina Eli
Setiyawati di RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga Tahun
2009 2010 yang membahas tentang karakteristik ibu bersalin dengan ketuban
pecah dini di rumah sakit tersebut yang hasilnya menunjukkan bahwa jumlah ibu
yang mengalami kejadian ketuban pecah dini yaitu lebih besar terjadi pada usia <
35 tahun dibandingkan dengan usia 35 tahun.
Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan teori yang mengatakan
bahwa angka kejadian ketuban pecah dini biasanya meningkat pada ibu dengan
usia tua karena usia yang lebih tua menyebabkan ketuban kurang kuat daripada
ibu muda. Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun.
Juga bertentangan dengan teori bahwa usia kehamilan yang dipandang memiliki
risiko saat melahirkan adalah ibu dengan usia > 35 tahun, karena dari hasil
penelitian didapatkan ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini adalah ibu
dengan usia < 35 tahun.
Hal tersebut diatas bisa terjadi dikarenakan sepanjang tahun 2009 2010
jumlah ibu bersalin di RS Bhakti Yudha Depok usia terbanyak yaitu ibu dengan
usia < 35 tahun sehingga hal ini juga yang mengakibatkan terjadinya perbedaan
hasil penelitian dengan teori yang ada.
-
39
b. Hubungan antara paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa proporsi ibu yang mengalami
kejadian ketuban pecah dini dengan paritas 1 pada kelompok kasus yaitu 77,3%
lebih besar dari proporsi ibu yang mengalami kejadian ketuban pecah dini dengan
paritas > 1. Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa tidak ada
hubungan antara paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini. Hasil OR juga
memperlihatkan jika paritas ibu juga bukan merupakan faktor risiko dari kejadian
ketuban pecah dini. Hal ini terjadi dimungkinkan karena variabel baik pada kasus
maupun kontrol tidak berbeda bermakna sehingga pengaruhnya terhadap variabel
tersebut tidak ada.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina Eli
Setiyawati di RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga Tahun
2009 2010 yang membahas tentang karakteristik ibu bersalin dengan ketuban
pecah dini di rumah sakit tersebut yang hasilnya menunjukkan bahwa paritas
terbanyak yang mengalami kejadian ketuban pecah dini adalah paritas 1
dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas >1.
Namun, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Atik Lina
Ihda Kumala yang dilakukan di Rumah Sakit Bhakti Rahayu Surabaya Januari
Mei 2011. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara
paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini yaitu ibu dengan paritas tinggi
berpotensi mengalami kejadian ketuban pecah dini. Hal tersebut bisa terjadi
dikarenakan perbedaan jumlah sampel yang diambil dan juga lokasi penelitian
yang diambil sehingga jumlah faktor-faktor karakteristik ibu dapat mengalami
perbedaan dalam hasil uji statistik.
Hal ini juga bertentangan dengan teori yang mengatakan bahwa ketuban
pecah dini akan meningkat kejadiannya pada ibu dengan paritas multipara dan
grandemultipara. Dalam teori tersebut dikatakan bahwa kehamilan yang terlalu
sering akan mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang
terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan selaput ketuban dapat pecah
sebelum terdapat tanda-tanda inpartu.
Hal-hal tersebut diatas dapat terjadi dikarenakan pada saat dilakukan
penelitian, ibu bersalin di RS Bhakti Yudha Depok terbanyak memiliki paritas 1.
-
40
c. Hubungan antara berat bayi lahir dengan kejadian ketuban pecah dini Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa berat bayi lahir dari ibu yang
mengalami kejadian ketuban pecah dini dengan berat 3500 gram pada kelompok
kasus yaitu 95,5% sangat jauh lebih besar dari berat bayi lahir dari ibu yang
mengalami kejadian ketuban pecah dini dengan berat > 3500 gram. Hasil uji
statistik chi-square memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan antara berat bayi
lahir dengan kejadian ketuban pecah dini. Hasil OR juga memperlihatkan jika
berat bayi lahir bukan merupakan faktor risiko dari kejadian ketuban pecah dini.
Hal ini terjadi dimungkinkan karena variabel baik pada kasus maupun kontrol
tidak berbeda bermakna sehingga pengaruhnya terhadap variabel tersebut tidak
ada.
Hal tersebut diatas tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa salah
satu faktor penyebab ketuban pecah dini adalah bayi dengan berat badan berlebih
atau giant baby karena bayi dengan berat badan yang berlebih akan menyebabkan
keadaan overdistensi pada uterus. Keadaan ini akan menyebabkan tekanan pada
intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang dan
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
Distribusi berat bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami kejadian
ketuban pecah dini pada periode dilakukannya penelitian lebih banyak yaitu bayi
yang dilahirkan dengan berat 3500 gram sehingga hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya perbedaan hasil penelitian dengan teori yang ada.