BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi...

55
51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian 1. Letak, Luas dan Jarak Letak suatu fenomena alam atau gejala geografis yang selalu berkaitan erat dengan segala aktifitas manusia dalam mengelola dan memanfaat kan sumberdaya alam dimana sangat erat berkaitan dengan lokasi atau wilayah .“Lokasi akan memberikan penjelasan lebih jauh tentang tenpat atau daerah yang bersangkutan” (sumaatmadja ,1988). Daerah yang bersangkutan dalam penelitian ini adalah Kecamatan Plumbon (perhatikan gambar 4.1). Kecamatan Plumbon merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Cirebon dan secara astonomis berpada pada kordinat 6"42'39.28" S dan 108"28'36.21" T. Secara administratif kecamatan Plumbon memiliki 15 desa yaitu Desa Cempaka, Pamijahan, Lurah, Marikangen, Bodelor, Bodesari, Gombang, Karangmulya, Pasanggrahan, Kedungsana, Danamulya. Luas wilayahnya adalah 18.36 km². Secara geografis kecamatan Plumbon berbatasan dengan : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Klangenan. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Depok. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumber

Transcript of BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi...

Page 1: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian

1. Letak, Luas dan Jarak

Letak suatu fenomena alam atau gejala geografis yang selalu berkaitan erat

dengan segala aktifitas manusia dalam mengelola dan memanfaat kan sumberdaya

alam dimana sangat erat berkaitan dengan lokasi atau wilayah .“Lokasi akan

memberikan penjelasan lebih jauh tentang tenpat atau daerah yang bersangkutan”

(sumaatmadja ,1988). Daerah yang bersangkutan dalam penelitian ini adalah

Kecamatan Plumbon (perhatikan gambar 4.1). Kecamatan Plumbon merupakan

bagian dari wilayah Kabupaten Cirebon dan secara astonomis berpada pada kordinat

6"42'39.28" S dan 108"28'36.21" T. Secara administratif kecamatan Plumbon

memiliki 15 desa yaitu Desa Cempaka, Pamijahan, Lurah, Marikangen, Bodelor,

Bodesari, Gombang, Karangmulya, Pasanggrahan, Kedungsana, Danamulya. Luas

wilayahnya adalah 18.36 km². Secara geografis kecamatan Plumbon berbatasan

dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Klangenan.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Depok.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumber

Page 2: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

52

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Weru.

Jarak pusat pemerintahan kecamatan dengan desa terjauh adalah 3 km yaitu desa

Bodesari, Bodelor, Marikangen dengan waktu tempuh sekitar 0.4 jam. Penulis hanya

mengambil sampel wilayah di Desa Bodesari dan Desa Marikangen. Perhatikan

gambar 4.2.

a. Desa Bodesari

Desa Bodesari merupakan desa pecahan dari desa Bodelor. Luas desa ini

berkisar 1.28 km Secara astronomis desa Bodesari berada di 6"42'52.56" LS dan

108"29'15.15" BT, Dan secara geografis desa Bodesari adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tegalsari

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tegalwangi dan Desa Bodelor.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Karangsari.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Marikangen dan Desa Gombang.

Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan dengan pemerintah desa adalah 3km,

ditempuh dengan waktu 0.4 jam. Sedangkan jarak pemerintah kabupaten dengan

pemerintah desa adalah 6km, dengan waktu tempuh 0.5 jam. Berdasarkan letaknya,

desa Bodesari merupakan desa yang dilalui oleh jalan tol, sehingga akses menuju

desa ini sangat mudah dan lancar. Untuk lebih jelasnya, lihat pada gambar 4.3 (peta

administratif).

Page 3: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

53

b. Desa Marikangen

Desa Marikangen merupakan salah satu desa di Kecamatan Plumbon yang

menjadi sentra industri rotan, dengan luas wilayahnya adalah 1.08 km. Secara

astroomis desa Marikangen terletak di 6"43'25.91" LS dan 108"28'46.84" BT.

Sedangkan letak geografis untuk desa Marikangen adalah sebagi berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Gombang

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bodesari

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pamijahan

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Purbawinangun dan Desa Lurah.

Jarak pusat pemerintah kabupaten dengan pemerintah desa 5 km. Apabila di tempuh

dengan kendaraan bermotor sekitar 0.25 jam. Desa Marikangen memiliki 7 Rw dan

22 RT. Untuk lebih jelasnya, lihat pada gambar 4.4 (peta administratif).

2. Iklim

Menurut Rafi’I (1995:2) Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata yang meliputi

daerah yang luas dalam jangka waktu yang cukup lama antara 10-30 tahun. Kondisi

iklim di suatu tempat dapat berpengaruh terhadap berbagai aktivitas manusia yang

berada di tempat tersebut. Disamping itu iklim juga sangat berpengaruh terhadap

penempatan suatu industri, seperti yang dikemukakan oleh Djamari (1995:39) sebagai

berikut :

“Pengaruh iklim terhadap industri, terutama terlihat pada industri-industri yang mengolah hasil-hasil pertanian yang sangat dipengaruhi oleh iklim.

Page 4: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

54

Selain itu juga bagi industri-industri yang memerlukan sinar matahari, seperti industri krupuk, perlu ditempatkan di tempat yang relative kering. Slain itu industri yang mengeluarkan asap yang mengandung racun atau pengotoran udara perlu juga memperhatikan arah angin yang tetap.”

Adapun faktor-faktor terpenting dalam iklim untuk kehidupan didunia adalah

temperature, curah hujan, penguapan dan penyinaran (Johara T Jayadinata, 1985:45).

Ada banyak cara untuk menentukan tipe iklim suatu daerah. Diantaranya adalah

sistem klasifikasi Koppen, Thornwhite, Schmidt-Ferguson(SF), Junghun, Mohr.

Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah menurut Junghun. Untuk melihat

iklim di kawasan industri menurut Junghun, dapat kita lihat kriteria seperti yang

tercantum dalam tabel 41 dibawah ini :

Tabel 4.1 Pembagian Iklim Menurut Junghun

Ketinggian Tempat (mdpl) Kelas Iklim Temperatur

0 - 700 Panas 30° – 26° C 700 – 1500 Sedang sejuk 28° 230° C 1500 -2500 Sejuk 18° C 2500 - 3300 Dingin 20° – 15° C Diatas 3300 Dingin bersalju -

Sumber : Suryatna Rifai’I, 1995

Dengan melihat kriteria diatas dan berdasarkan data monografi, suhu udara di

kawasan industri rotan termasuk iklim tropic (panas) dengan temperature udara rata-

rata 36° – 37° C. Dengan temperature udara yang demikian, menyebabkan

ketidaknyamanan bagi para pengrajin rotan. Karena kegiatan industri rotan,

membutuhkan kondisi cuaca yang sejuk bukan panas. Sehingga hal ini menjadi

Page 5: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

55

kendala bagi pengusaha rotan apda umumnya. Sedangkan untuk curah hujan di

Kecamatan Plumbon termasuk didalamnya adalah desa Bodesari dan desa

Marikangen setiap bulannya bervariasi yaitu 110 mm sampai dengan 603 mm,

sehingga rata-rata pertahunnya berkisar 204.67 mm. Selain industri rotan, aktivitas

ekonomi yang sekarang ini sedang berlangsung diantaranya kegiatan di bidang

pertanian dan perdagangan.

3. Penggunaan Lahan

Dalam memebuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat sering memanfaatkan

lahan. Menurut Arsyad (1989: 207) bahwa “penggunaan lahan adalah suatu bentuk

campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual”. Penggunaan lahan sangat

penting dan diperlukan bagi penduduk, tidak hanya untuk kegiatan ekonomi saja

sebagai tempat tinggal penduduk itu sendiri. Namun akibat perkembangan jaman dan

kurangnya pemberdayaan manusia, terkadang pemanfaatan lahan ini tidak sesuai

dengan asas-asas etika lingkungan. Seperti yang terjadi di lapangan.

Page 6: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

56

Tabel 4.2 Penggunaan Lahan Desa Bodesari

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) % 1. 2. 3.

Sawah irigasi teknis Tanah Kering Lain-lain

65,0 62,829 62.83

34.09 32.95 32.95

Jumlah 190.659 100 Sumber : Kec. Plumbon Dalam Angka.2009

Berdasarkan data dari UPTD Pertanian Kecamatan Plumbon, luas tanah

sawah secara keseluruhan di Kecamatan Plumbon adalah 763,346 ha, yang terdiri

dari 720,046 ha adalah tanah sawah dengan pengairan irigasi dan sisanya 43,3 ha

adalah sawah tadah hujan. Sedangkan untuk desa Bodesari (lihat pada tabel 4.2 dan

grafik 4.1) dan desa Marikangen (lihat pada tabel 4.3 dan grafik 4. 2). Berikut ini :

Grafik 4.1 Penggunaan Lahan Desa Bodesari

Sumber : Hasil Perhitungan.2010

Berdasarkan grafik 4.1 diatas, kurang dari setengahnya lahan dimanfaatkan

untuk sawah irigasi teknis yaitu sebesar 34 %, kemudian kurang dari setengah lahan

adalah tanah kering dan sisanya adalah lain-lain. Dalam monografi desa tidak

Page 7: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

57

disebutkan dengan jelas lahan untuk kegiatan perindustrian khususnya industri rotan,

hal ini disebabkan pengelolaan industri tersebut dilaksanakan di rumah-rumah

pemilik usaha industri, sehingga tidak membutuhkan lahan terpisah. Untuk lebih

jelasnya, perhatikan gambar 4.5 (peta penggunaan lahan).

Tabel 4.3 Penggunaan Lahan Desa Marikangen

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) % 1. 2. 3.

Tanah Sawah Tanah Kering Pekarangan

4,5 75.725 75.73

2.9 48.5 48.5

Jumlah 155.955 100 Sumber : Kec. Plumbon Dalam Angka.2009

Berdasarkan tabel dan grafik diatas, menerangkan bahwa lahan yang banyak

dimanfaatkan adalah pekarang yakni kurang dari setengahnya sebesar 49 % begitu

pula tanah kering sebanyak 48 %, sisanya adalah sebagian kecil untuk tanah sawah

sebesar 3 %. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pabrik di areal lahan persawahan.

Artinya bahwa lahan yang sekarang menjadi pabrik, dahulu merupakan lahan

persawahan. Walaupun kenyatannya warga memiliki keterampilan di kedua bidang

tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 4.6 (peta penggunaan lahan).

Page 8: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

58

Grafik 4.2 Penggunaan Lahan Desa Marikangen

Sumber : Hasil Perhitungan.2010

4. Kondisi Air

Salah satu bagian dari bumi adalah hidrosfer yang meliputi lapisan air

terdapat di permukaan bumi (air permukan) maupun di dalam bumi (air tanah), yang

berada di laut dan daratan bumi. Hidrologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang

hidrosfer. Air merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Begitu juga bagi

keberlangsungan hidup industri rotan. Karema air dapat berfungsi sebagai bahan

pendingin, pencuci dan pencampur dalam proses produksi dalam produk industri

rotan. Pada umumnya, kondisi air di Kecamatan Plumbon sudah keruh dan berwarna

kecoklatan, hal ini disebabkan karena sungai tersebut berfungsi sebagai pembuangan

limbah industri, seperti air bekas pencucuian. Namun limbah kayu yang dihasilkan

industri rotan, tidak ada yang dibuang ke sungai, karena sebagian besarnya limbah

Page 9: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

59

tersebut dibakar di lahan kosong. Ketersedian air bersih di Desa Bodesari dan Desa

Marikangen, cukup memadai. Karena air yang digunakan pengrajin rotan untuk

kebutuhan sehari-hari adalah air yang berasal dari PDAM dan air sumur pompa.

B. Kondisi Sosial Daerah Penelitian

1. Jumlah Penduduk, Sex Ratio dan Kepadatan Penduduk

Perubahan tatanan hidup masyarakat yang berpola agraris ke industri,

mendorong teknologi yang semakin maju. Industri dianggap dapat membuka

lapangan pekerjaan bagi tenaga yang mengganggur. Hal ini mendukung asumsi

bahwa dimana ada penduduk, maka terdapat kegiatan ekonomi. Sehingga penduduk

dianggap sebagai salah satu aset pembangunan yang dominan pada umumnya.

Besarnya jumlah penduduk yang akan membawa implikasi tertentu, terutama

terhadap persebarannya dan densitas atau tingkat kepadatan.

Menurut data profil desa Bodesari dan desa Marikangen, jumlah penduduk

dan kepadatannya adalah sebagai beikut :

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk T ahun 2009

No. Desa/Kelurahan L P Total 1 Bodesari 3147 3349 6496 2 Marikangen 4440 4060 8500

Jumlah 7587 7409 14.969 Sumber : Profil Kecamatan Plumbon, 2009

Adapun, untuk lebih mengetahui sex ratio dan kepadatan penduduknya dari masing-

masing desa adalah sebagai berikut :

Page 10: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

60

a. Desa Bodesari

Berdasarkan data monografi tahun 2009, penduduk Desa Bodesari yang

berjumlah 6496 jiwa terdiri atas 3147 jiwa laki-laki dan 3349 jiwa perempuan. Dari

jumlah tersebut, dapat dihitung keadaan sex ratio di desa ini. Dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Dimana : PW = Jumlah Penduduk Wanita

PL = Jumlah Penduduk Laki-Laki

100 = Nisbah

= 93.97

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, menunjukan bahwa sex ratio di Desa ini

seimbnag. Artinya dari 100 orang laki-laki terdapat 100 orang perempuan. Adapun

untuk mengetahui angka kepadatan penduduk Desa Bodesari, yaitu depat diperoleh

dari hasil perhitungan yakni perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas

wilayah. Jumlah penduduk Desa Bodesari pada tahun 2009 berkisar 6469 jiwa, dan

luas wilayahnya adalah 1,28 km². Apabila dianalogikan dalam rumus adalah sebagai

berikut :

Page 11: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

61

Jika dilihat dari hasil perhitungan kepadatan penduduk Desa Bodesari

tergolong tidak dapat. Hal ini sesuai dengan kriteria / pengelompokan kepadatan

penduduk suatu wilayah menurut UU No. 56/1960, menjadi :

1. 1 – 50 jiwa/km² = Tidak padat

2. 51 – 250 jiwa/km² = Kurang padat

3. 251 – 400 jiwa/km² = Cukup padat

4. > 400 jiwa/km² = Sangat padat

Kondisi diatas juga, menunjukan bahwa kepadatan penduduk kasar Desa Bodesari

pada tahun 2009 adalah 50.539 jiwa/km² artinya setiap satu kilometer terdapat 51

jiwa.

b. Desa Marikangen

Dalam data monografi tahun 2009, tercatat jumlah penduduk Desa

Marikangen yaitu 8500 jiwa yang terdiri atas 4440 jiwa laki-laki dan 4060 jiwa

perempuan. Dengan jumlah dan luas tersebut, dapat diketahui keadaan sex ratio nya

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana : PW = Jumlah Penduduk Wanita

Page 12: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

62

PL = Jumlah Penduduk Laki-laki

100 = Nisbah

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka diperoleh sex ratio di Desa

Marikangen adalah 109,36 berarti terdapat 109 orang laki-laki diantara 100 orang

perempuan. Dengan demikian jumlah laki-laki di Desa Marikangen lebih banyak dari

jumlah perempuannya. Adapun untuk mengetahui angka kepadatan penduduk kasar

Desa Marikangen, dimana diketahui jumlah penduduk Desa Marikangen pada tahun

2009 sebanyak 8500 jiwa dengan luas wilayahnya 1,08 km². Untuk lebih jelasnya

berikut analoginya :

Jika silihat dari hasil perhitungan diatas, diperoleh hasil sebesar 78.703 jiwa/km².

Kondisi tersebut memeberikan gamabaran bahwa Desa Marikangen tergolong kurang

padat.

2. Komposisi Penduduk

Industri rotan yang berada di Kecamatan Plumbon, banyak menyerap tenaga

kerja. Baik sebagai perkerja di pabrik, atau sebagai pengrajin Home Industry. Untuk

Page 13: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

63

mengetahui usia produktif dari tenaga kerja terlebih dahulu harus melihat komposisi

penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin. Komposisi penduduk merupakan

penggolongan penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, mata

pencaharian, agama, ras dan lain-lain. Untuk mengetahui gambaran susunan

penduduk, lebih jelasnya dibuat pengelompokan penduduk menurut karakteristik

yang sama. Berikut, komposisi penduduk Desa Bodesari dan Desa Marikangen :

a. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

Sebuah perencanaan pembangunan, apabila tidak didukung dengan sumber

daya manusia, tentunya tidak akan berjalan komposisi penduduk menurut usia sangat

penting untuk diketahui karena ada hubungannya dengan berbagai perencanaan,

seperti sarana perkonomian, sarana pendidikan, lapangan pekerjaan serta

berhubungan juga dengan produktivitas kerja. Seperti yang diutarakan diatas, bahwa

untuk mengetahui usia produktif dan non produktif terlebih dahulu harus melihat

komposisi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin. Usia produktif disini, adalah

usia produktif pengrajin dan pekerja pabrik rotan. Satu kenyataan bahwa usia dan

jenis kelamin akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi dan tingkah laku

demografi suatu masyarakat. Adapun komposisi penduduk berdasarkan usia di

Kecamatan Plumbon dapat dilihat pada tabel 4.5 dan grafik 4.3. Seperti uraian yang

dijelaskan diatas, bahwa komposisi penduduk berdasarkan usia ini, dapat diketahui

pula keberadaan penduduk produktif dan non produktifnya. Adapun ciri-ciri

Page 14: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

64

penduduk produktif dan non produktif menurut Mantra (1984:44) adalah sebagai

berikut :

“kelompok penduduk umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok yang

belum produktif secara ekonomis, kelompok penduduk umur 15-64 tahun

sebagai kelompok penduduk yang produktif dan kelompok umur 65 tahun

ketas sebagai yang tidak produktif lagi.”

Tabel 4.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

Usia (Tahun)

Desa Bodesari Desa Marikangen Jumlah % Jumlah %

0 – 4 5 – 6 7 – 12 13 – 15 16 – 21 22 – 59

+60

435 197 676 522 783 3507 364

6.7 3.0 10.4 8.1 12.1 54.1 5.6

588 203 896 424 732 5193 459

6.9 2.4 10.5 4.9 8.6 61.1 5.4

Jumlah 6484 100 8495 100 Sumber : Kecamatan Cirebon Dalam Angka Tahun 2009

Page 15: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

65

Grafik 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

Sumber : Hasil Perhitungan.2010

Dengan adanya batasan diatas, kita dapat menghitung besarnya angka ketergantungan

atau dependency ratio, yaitu suatu angka yang menyatakan perbandingan antara

banyaknya penduduk yang tidak produktif (dibawah usia 15 tahun dan usia 65 keatas)

dengan penduduk yang produktif (usia 15-64 tahun). Perhitungan ini dimaksudkan

untuk menghitung angka ketergantungan suatu daerah, dimana semakin rendah angka

ketergantungan suatu daerah maka semakin makmur daerah tersebut, dan sebaliknya

jika angka ketergantungan tinggi dengan demikian daerah tersebut banyak terdapat

penduduk miskin.

Berdasarkan data pada tabel 4.5, terdapat jumlah penduduk Desa Bodesari

yang paling banyak berada pada usia 22-59 yakni sebanyak 3.507 jiwa dan jumlah

penduduk yang paling sedikit berada pada usia 5-6 tahun yakni sekitar 197 jiwa.

Page 16: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

66

Sedangkan untuk kelompok penduduk usia non produktif Desa Bodesari sebanyak

2.194 jiwa. Dan kelompok penduduk usia produktifnya sebanyak 4.290 jiwa.

Tidak jauh berbeda dengan Desa Bodesari, untuk jumlah penduduk

berdasarkan usia di Desa Marikangen, yang paling banyak berada pada usia 22-59

yakni sebanyak 5.193 jiwa dan jumlah penduduk berdasarkan usia yang paling sedikit

berada pada usia 5-6, yakni sekitar 203 jiwa. Sedangkan untuk kelompok penduduk

usia non produktif Desa Marikangen sebanyak 2.111 jiwa. Dan untuk kelompok

penduduk usia produktifnya sebanyak 6.384 jiwa. Adapun untuk menghitung angka

ketergantungan penduduk, di Desa Bodesari dan Desa Marikangen, dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

A = 45,59

Dari perhitungan diatas, maka diperoleh angka ketergantungan penduduk

Desa Bodesari sebesar 46 (pembulatan dari 45,59). Dimana bahwa setiap100

penduduk produktif harus menanggung beban 46 orang penduduk yang non

produktif. Sama halnya dengan Desa Bodesari, untuk menghitung angka

ketergantungan penduduk di Desa Marikangen, dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Page 17: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

67

A = 37.75

Maka angka ketergantungan penduduk Desa Marikangen sebesar 38 (pembulatan dari

37,75). Artinya setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung 38 orang

penduduk yang non produktif.

Dengan demikian, terbukti bahwa usia produktif untuk bekerja sebagai

pengrajin rotan adalah kelompok usia 15-64 tahun. Dimana kelompok usia ini, tidak

terbatas pada satu perkerjaan saja, misalnya dalam satu produksi, dikerjakan oleh

kelompok perangka, penganyam, dalam finishing. Karena tidak ada persyaratan

khusus, untuk menjadi seorang pengrajin rotan, asalkan dia punya keahlian, kemauan

dan kerja keras untuk pengembangan industri rotan di Kecamatan Plumbon.

b. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Selain usia dan jenis kelamin, pengolongan komposisi penduduk berikutnya

adalah berdasarkan mata pencaharian. Berkenaan dengan mata pencaharian,

terkandung suatu pengertian sebagaimana yang dijelaskan oleh Idrus (1984:21)

bahwa mata pencaharian “usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

hari dengan jalan bekerja untuk memperoleh suatu hasil sehingga diharapkan dapat

terpebuhinya sebagian atau seluruh kebutuhan hidup secara layak”.

Page 18: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

68

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa tujuan utama manusia bermata

pencaharian adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. mata pencaharian

penduduk suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap daya beli. penduduk yang

memiliki daya beli tinggi akan mengakibatkan mobilitas ekonomi yang tinggi pula.

Adapun komposisi penduduk menurut mata pencaharian, dapat dilihat pada tabel 4.6

berikut ini :

Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata

Pencaharian

Desa Bodesari Desa Marikangen

Jumlah % Jumlah %

Petani

Pedagang

Pengusaha

Pengrajin

Buruh

PNS

ABRI

Pensiunan

143

101

-

17

191

64

2

3

27,4

19,4

-

3,4

36,7

12,3

0,4

0,6

164

13

22

20

354

61

7

6

25,3

2,0

3,4

3,1

54,7

9,4

1,1

0,9

Jumlah 521 100 647 100

Sumber : Monografi Kecamatan Plumbon, 2008

Page 19: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

69

Grafik 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Sumber : Hasil Perhitungan.2010 Berdasarkan tabel 4.6 diatas, Kecamatan Plumbon dalam studi Desa Bodesari

dan Desa Marikangen, mata pencaharian penduduknya cukup bervariasi, mulai dari

sektor pertanian, perdagangan, industri, dan PNS. Jika dilihat dari komposisi

penduduk berdasarkan mata pencahariannya, mata pencaharian penduduk yang

mendominasi adalah sebagai buruh kurang dari setengahnya sebesar 36,7 % untuk

Desa Bodesari dan lebih dari setengahnya sebesar 54,7 % untuk Desa Marikangen.

Buruh disini terdiri dari buruh industri dan pengrajin rotan. Banyaknya lahan

pertanian, yang berubah menjadi pabrik. Membuat mata pencaharian di Desa

Bodesari dan Desa Marikangen berubah, yang tadinya sebagai buruh tani berubah

menjadi buruh pabrik rotan dan pengrajin rotan.

Page 20: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

70

C. Industri Rotan di Desa Bodesari dan Desa Marikangen Kecamatan

Plumbon.

1. Sejarah dan Perkembangan Industri Rotan

Salah satu asumsi yang dikemukakan oleh Teori Walter Christaller bahwa

“Beberapa tempat sentral menawarkan berbagai fungsi disebut pusat pelayanan

tinggi. Yang menawarkan lebih sedikit fungsi disebut pelayanan rendah”. Jadi

menurut teori di atas bahwa tempat tertentu yang lokasinya sentral (lokasi industri)

merupakan tempat yang memungkinkan untuk partisipasi manusia yang berjumlah

maksimum, baik bagi mereka yang terlibat dalam aktivitas industri maupun yang

menjadi konsumen barang – barang dan jasa yang dihasilkan. Asumsi ini mendukung

dan sejajar dengan pertumbuhan industri rotan yang ada ditempat lokasi penelitian.

Penentuan suatu lokasi industri rotan di Kecamatan Plumbon, pada umumnya merupakan

wilayah yang seragam, dekat sumberdaya atau bahan mentah, upah buruh yang relatif

murah, jalur transportasi yang mempermudah arus perpindahan barang dan jasa. Jalur

transportasi disini adalah Kecamatan Plumbon merupakan jalur perlintasan tol Plumbon-

Kanci, selain itu juga merupakan jalur pantai utara (PANTURA). Sehingga memudahkan

dalam proses aksesbilitasnya.

Menurut sejarah perkembangan industri rotan di Kabupaten Cirebon. Dimulai

sejak abad XIV, dimana pada saat itu Cirebon sebagai satu-satunya pelabuhan yang

terdapat di Jawa Barat. Menurut manuskrip Purwaka Caruban Nagari. Pada abad XIV

di pantai laut Jawa, sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati merupakan cikal

bakal menjadi pelabuhan dagang antara VOC dan para pedagang Cina ketika itu.

Page 21: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

71

Ketika itu perdagangan rempah-rempah menjadi _ocal utama dari pelabuhan Cirebon

tersebut. Namun seiring dengan akulturasi budaya yang terjadi ketika itu maka

mulailah masyarakat diperkenalkan dengan keranjang-keranjang yang terbuat dari

rotan serta kerajinan lain yang sifatnya masih sederhana.

Pada awalnya, jauh sebelum industri berkembang seperti sekarang masyarakat

yang dahulu menggantungkan hidupnya pada sektor agraris. Kemudian setelah terjadi

transisi, dimana masyarakat akan mengalami proses peralihan dari masyarakat

tradisional menjadi masyarakat modern. Hal ini dikarenakan, kebutuhan akan barang

dana jasa semakin meningkat. Sehingga masyarakat harus pintar dalam

memanfaatkan dan mengolah bahan mentah. Demikian pula dengan Kabupaten

Cirebon yang mempunyai industri primadona yaitu barang galian bukan logam dan

industri rotan. Dengan melihat hasil ekspor non migas yang dimiliki oleh Kabupaten

Cirebon selain batik, benang tenun serta perikanan (udang beku).

Cirebon sebagai pelabuhan dagang pada waktu jaman VOC. Memiliki peran

yang berarti hingga sekarang. Karena sebagai pintu masuk bahan baku rotan Sentra

industri rotan berada di Bekasi, Cirebon, Solo, Pasuruan dan Bali. Sementara yang

paling banyak pengrajinnya berada di kabuapten Cirebon, dimana masyarakat

Cirebon telah mengenal kerajinan rotan dengan jenis dan produksi barang-barang

anyaman yang masih sederhana seperti keranjang dan mebel.Pada tahun 1965-an,

rotan diperkenalkan oleh masyarakat Desa Tegalwangi rotan, Salah satu tokoh yang

merupakan pencetus dan orang pertama pengrajin rotan bernama Samaun. Selain

Page 22: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

72

pembuatannya yang masih sederhana, pemasaran hasil produksi rotan masih sangat

terbatas pada daerah-daerah tertentu. tidak hanya di Desa Tegalawangi, masyarakat

yang berada disekitarnya pun, ikut mengolah rotan ini, hingga menjadi barang-barang

mebel dan keranjang, hal ini terjadi di tahun 1970.

Kemudian pada tahun 1975, industri ini berkembang dengan jenis produksi

yang lebih bervariatif dan inovatif namun prosesnya masih mengandalkan sistem

manual dan belum menggunakan mesin. Hingga tahun 1978, UPT Rotan didirikan di

Desa Tegalwangi Kecamatan Weru Kabupaten Cirebon. Semenjak UPT ini berdiri

terjadi pengembangan disain produk dan perbaikan proses produksi furnitur rotan

dengan sasaran pasar lokal dan internasional. Baru pada tahun 1982, proses produksi

barang jadi rotan sudah mengandalkan tenaga mesih hingga finishing. Bahan baku

yang diperoleh pada saat itu berupa seuti, seel (sejenis rotan lokal khas Cirebon).

Keterampilan dalam pembuatan kerjianan rotan, diperoleh masyarakat dari warisan

turun-menururn, dan terkadang belajar secara otodidak. Hingga pada akhirnya IKM

mulai dapat melakukan ekspor (1985).

Semenjak kerajinan rotan berubah bentuk menjadi industri dan mulai

dikomersilkan. Seiring dengan perkembangan pasar barang jadi maka kebutuhan

rotan sebagai bahan baku telah disuplay dari luar daerah termasuk dari luar Jawa.

Persedian bahan baku ini, membuat pmerintah mengeluarkan kebijakan, yaitu

kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan (1987). Hal ini dapat memepermudah

IKM memperoleh bahan baku dan Harga bahan baku dalam negeri turun. Sehingga

Page 23: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

73

memaksa PMA (penanaman modal asing) masuk di Cirebon dan terjadi persaingan

antar IKM rotan (1996). Kondisi seperti ini berlangsung hingga tahun 1999 dan pada

akhirnya kran ekspor bahan baku rotan dibuka, sehingga menyebabkan harga bahan

baku membaik. Di tahun 2004, kebijakan baru muncul yaitu kebijakan larangan

ekspor bahan baku rotan. Akibat kebijakan ini, volume ekspor turun, harga bahan

baku turun, dan terjadi gejolak di daerah penghasil bahan baku. Tahun 2005, kran

ekspor bahan baku rotan dibuka. Hal ini tidak memberikan perubahan, justru

berdampak pada kelangkaan bahan baku, hingga volume ekspor kembali menurun,

dan gejolak meningkat dikalangan penghasil dan pengolahan bahan baku.

2. Karakteristik Industri Rotan di Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon.

Hasil produksi kerajinan rotan, pada awalnya, terutama untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat desa Tegalwangi. Kemudian kebutuhan suatu industri

kerajinan rotan sekarang ini ternyata semakin hari semakin meningkat dengan cepat,

dalam memenuhi jumlah pembeli lokal maupun non lokal. Hal ini, meunjukan

eksistensi masyarakat pengrajin rotan terhadap industri kerajian rotan sampai

sekarang. Pada kesempatan ini, penulis mengambil sampel di Kecamatan Plumbon,

dimana memiliki 15 desa yang bergerak di sektor industri rotan. Dari ke-15 desa

tersebut, tedapat 2 desa yang menjadi sampel penelitian. Desa tersebut adalah Desa

Bodesari dan Desa Marikangen.

Page 24: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

74

Semenjak kerajinan rotan diperkenalkan oleh masyrakat Desa tegalwangi,

masyarakat Desa Bodesari dan Desa Marikangen pun ikut mengolah kerajinan rotan

ini. Karena industri kerajinan rotan ini termasuk salah satu industri yang

dikategorikan ke dalam industri yang mengolah hasil alam. Dengan kondisi topografi

di setiap desa yang relatif datar, lahan yang cukup luas, dan aksesibilitas yang relatif

baik. Membuat industri kerajianan rotan berkembang dengan pesat di kedua

desa ini.

Tabel 4.7 Perusahaan Industri Rotan di Desa Bodesari

No. Nama

Perusahaan/Pengusaha Tenaga Kerja Keterangan

1 CV. Pesona Rotan Nusantara 75 Aktif 2 CV. Aida Rattan Industri 70 Aktif 3 CV. Cakra Buana Jaya 65 Aktif 4 CV. Felladhiva Furniture 60 Pasif 5 CV. Indogrand - Pasif 6 CV. Putra Harapan Jaya 40 Aktif 7 PT. Dwipamas Internatioal - Pasif 8 CV. Visindo Rattanesia - Pasif 9 CV. Indoteak Tridaya - Pasif 10 CV.Canary Furniture - Pasif 11 CV. Gandasari Rattan - Pasif 12 PT. Citra Rotan Mandiri - Pasif 13 CV. Cantik Rattan 50 Aktif

Sumber : Data Perusahaan dan Tenaga Kerja Kec. Plumbon dan

Hasil Penelitian, 2010

Sampai saat ini, terhitung sejak sebelum tahun 2005 ada beberapa perusahaan rotan

yang masih bertahan hingga sekarang (sesudah tahun 2005). Adapun perusahaan

rotan tersebut, dapat dilihat pada tabel 4.7 dan tabel 4.8. Berdasarkan hasil penelitian,

Page 25: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

75

dapat dilihat beberapa perusahan yang pasif artinya tidak terdapat kegiatan industri,

terjadi penurunan volume produksi, banyak tenaga kerja yang di PHK. Akibatnya,

gedung yang semula terawat. Kini tidak berfungsi lagi, dan menjadi pemandangan di

antara areal persawahan, hal ini terjadi di Desa Bodesari. Keberadaan perusahaan

rotan ini, dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung yang menjadi karakteristik

industri rotan di Kecamatan Plumbon, diantaranya adalah

Tabel 4.8 Perusahaan Industri Rotan di Desa Marikangen

No. Nama

Perusahaan/Pengusaha Tenaga Kerja Keterangan

1 CV. Indonesia Consept 80 Aktif 2 CV. Wiker Kane Industri 95 Aktif 3 CV. Imaeda Jatindo 200 Aktif 4 CV. Prima Jaya 75 Aktif 5 CV. Anggun Rotan 60 Aktif 6 CV. Jaka Rotan 57 Aktif 7 PT. Bines Jaya 150 Aktif 8 CV. Deco Craft Indonesia - Pasif 9 CV. Aksen 47 Aktif 10 CV. Mustika Mandiri - Pasif 11 CV. Cakra Buana - Pasif 12 CV. Dipta Hikarjaya - Pasif 13 CV. Chandra Rotan - Pasif

Sumber : Data Perusahaan dan Tenaga Kerja Kec. Plumbon

a. Bahan Baku

Dalam kegiatan ekonomi, khususnya pada sektor industri, bahan baku atau

bahan mentah merupakan salah satu faktor pendukung yang penting sebagai sumber

daya alam. Bahan baku untuk kegiatan industri rotan yang digunakan adalah rotan

yang masih panjang dan belum diolah menjadi barang setengah jadi atau rotan asalan.

Di Indonesia, tanaman rotan hanya tumbuh di hutan-hutan rimba yang lebat dan

Page 26: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

76

beriklim tropis. Kebanyakan hutan tempat rotan ini tumbuh adalah hutan-hutan alam

yang belum pernah dijamah oleh manusia. Untuk tumbuh dengan baik, tanaman rotan

memerlukan tempat yang teduh dan berudara lembab. Oleh sebab itu, di hutan-hutan

yang beriklim kering seperti hutan-hutan di Jawa Timur jarang sekali dijumpai

tanaman rotan.

Pada awal berdirinya industri kerajinan rotan ini, berasal dari penduduk

setempat yaitu itu berupa seuti, seel (sejenis rotan lokal khas Cirebon). Namun, saat

ini rotan lokal tersebut, tidak dipergunakan lagi oleh para pengrajin. Karena semakin

baik mutu rotan tersebut, semakin baik pula kerajinan yang akan dihasilkan. Sehingga

pada akhirnya, pengrajin harus memperolehnya dari luar daerah. Adapun cara

memperoleh bahan baku berdasarkan 7 responden pengusaha rotan yang ada di Desa

Bodesari dan Desa Marikangen, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 4.9. Cara

memperoleh bahan baku, yang dilakukan pengrajin berdasarakan tabel 4.9, lebih dari

setengahnya (71,43 %) membeli dari luar daerah. Kemudian sebagian kecil Hal ini,

dikarenakan kualitas rotan yang bagus dan jenisnya beragam. Adapun bahan baku

yang dipasok dari laur daerah ini berasal dari Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Jakarta

dan Surabaya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel 4.10. Dan gambar 4.9.

Page 27: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

77

Tabel 4.9 Cara Memperoleh Bahan Baku

Cara Memperoleh Bahan Baku F %

1. Membeli dari penduduk setempat

2. Membeli dari luar daerah. 3. Langsung mengambil

dari alam.

2 5 -

28,57 %

71,43 %

Jumlah 7 100 Sumber : Hasil penelitian, 2010

Tabel 4.10 Asal Bahan Baku

Asal Bahan Baku F % 1. Kalimantan 2. Sulawesi 3. Sumatra 4. Jakarta, Surabaya

3 2 1

42,86 % 28,57 %

14,29 %

Jumlah 7 100 Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel diatas, bahan baku rotan yang diperoleh dari 7 responden,

kurang dari setengahnya (42,86%) berasal dari Kalimantan, kemudian sebesar (28,57

%) berasal dari Sulawesi, sebagian kecil (14,29 %) berasal dari Jakarta dan Surabaya.

Rotan-rotan ini, masuk melalui pelabuhan Cirebon. Kemudian para pemasok bahan

baku atau depot bahan baku, mengolahnya menjadi batang rotan yang siap pakai.

Adapun batang rotan yang siap pakai ini sangat kasar, sehingga terlebih dahulu

direndam dari air dingin agar batangnya lemas dan mudah dikupas. Dengan

Page 28: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

78

menggunakan alat yang masih tradisional, rotan ini dikupas agar terpisah dari

kulitnya. Jenis-jenis rotan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut :

1. Rotan Batangan, digunakan untuk Rangka dan Siku

2. Core ( diameter 5 mm – 16 mm ) rotan batangan dengan diamter kecil.

Digunakan untuk Jari-jari

3. Pitrit (diameter 1 mm – 5 mm ) berasal dari rotan batangan yang diolah

menjadi berdiameter kecil. Digunakan untuk anyaman meubel dan keranjang

4. Lasio/Ikatan,berasal dari sayatan kulit luar rotan batangan digunakan untuk

ikatan

Anatomi rotan selain batangnya, kulitnya yang sudah kering, juga dapat

dipergunakan sebagai pengikat antara potongan batang-batang rotan yang sudah

dibentuk dan menjadi rangka dasar pembuatan mebel. Bahan baku rotan ini, apabila

dijual dipasaran saat ini (sesudah tahun 2005) mencapai Rp. 11.500 – Rp. 15.000 per

kilogram untuk jenis rotan dengan kualitas “AB”. Pada awalnya (sebelum tahun

2005), bahan baku rotan hanya Rp. 5000 per kilogram. Rata-rata tiap tahunnya, bahan

baku yang digunakan berkisar lebih dari 3000/kgs. Lihat pada tabel 4.11

Saat ini, bahan baku rotan sulit didapat. Dalam arti, hanya bahan baku rotan

yang kualitasnya jelek saja yang tersisanya. Karena sebagaian besar, bahan baku

rotan yang berkualitas bagus, di ekspor ke luar negri, seperti Jepang, Cina. Kejadian

seperti ini, sedikit banyak dipengaruhi dari segi politisi yang berkembang pada saat

itu, yakni di tahun 2005. Akibat bahan baku yang langka, membuat pengrajin

Page 29: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

79

kesulitan. Sehingga, pengrajin mengambil jalan inisiatif untuk menggunakan bahan

baku campuran, seperti eceng gondok dan plastik. Adanya perubahan ini, berdampak

pada pendapatan yang diperoleh setiap pemngrajin (lihat halaman 93). Adapun jenis

rotan yang banyak digunakan dan diperdagangan ke luar negri.

1. Rotan Taman/Rotan Sega/Rotan Poei (Calamus Caesius Bl)

2. Rotan Irit/Rotan Jahab/Rotan Jahab Pelari (Calamus Trachycileus Becc).

3. Rotan Tohiti/Rotan Tahiti (Calamus Inop Becc).

4. Rotan Semambu/Rotan Lolo/Rotan Buyung/Rotan Kertas (Calamus

Spicionum Becc).

5. Rotan Manau/Rotan Maoring (calamus Manau Riq).

6. Rotan Koobo (Frayeinetia Javanensis).

Tabel 4.11 Realisasi Bahan Baku yang Digunakan

di Kecamatan Plumbon tiap Tahun

Tahun Volume (Kgs) 2004 4.295 2005 4.134 2006 4.004 2007 3.980 2008 4.212 2009 3.557

Sumber : Asmindo, 2010

Page 30: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

80

Grafik 4.5

Timgkat Volume Bahan Baku

Sumber : Asmindo, 2010

b. Kualitas Tenaga Kerja

Faktor pendukung kegiatan industri yang kedua adalah sumber daya manusia

(tenaga kerja). Sama halnya dengan bahan baku, tenaga kerja juga merupakan faktor

manusia yang penting dalam kegiatan industri, dimana yang akan menjalankan mesin,

menangani bahan, dan mengatur jalannya produksi. Berdirinya industri, di suatu

daerah akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut. Namun,

penyerapan tenaga kerja juga tergantung dari kualitas tenaga kerja itu sendiri. Karena

berkaitan dengan nilai produksi, yang dihasilkan dari suatu pabrik atau perusahaan

industri. Kualitas tenaga kerja ini, salah satunya ditunjang oleh tingkat pendidikan

yang dibutuhkan dan keterampilan yang dikuasai. Karena dalam industri rotan, baik

itu dari mulai pengrajin, hingga karyawan setingkat menajer, harus disesuaikan

Page 31: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

81

berdasarkan keterampilan yang dimiliki. Walaupun pada dasarnya, sebagian besar

pengrajin tamatan sekolah dasar, tetapi karyawan pabrik lebih kepada orang yang

memiliki skill (keterampilan) sesuai dengan bidang yang dibutuhkan. Adapun untuk

lebih jelasanya, perhatikan tabel 4.12, sebagai berikut :

Tabel 4.12 Pendidikan Terakhir

Pendidikan Desa Bodesari Desa Marikangen F % F %

SD - - - SMP - - - SMA 3 42,86 2 28,58

Perguruan Tinggi 4 57,14 5 71,43 Jumlah 7 100 7 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Menurut tabel 4.12, diketahui tingkat pendidikan terakhir pengusaha Desa Bodesari

adaalah lebih dari setengahnya sampai jenjang perguruan tinggi (57,14 %) dan kurang

dari setengahnya sampai tamatan SMA yakni 42,86 %. Sedangkan Desa Marikangen,

sebagian besar adalah sampai pada jenjang perguruan tinggi (71,43%), kemudian

kurang dari setengahnya adalah tamatan SMA yakni 28,58 %.

Setiap pengusaha rotan yang ada di Kecamatan Plumbon, tidak mengharuskan

tenaga kerja nya berasal dari penduduk setempat saja, akan tetapi bisa sampai luar

desa. Adapun asal tenaga kerja, apabila dilihat secara keseluruhan jumlah tenaga

kerja yang berada di sampel penelitian pada tabel 4.13 berikut ini :

Page 32: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

82

Tabel 4.13 Jumlah Tenaga Kerja, Nilai Produksi Rotan

Desa Tahun 2007

Tenaga Kerja

% Nilai Produksi

%

Bodesari

Marikangen

1.200

985

54,92 %

45,08 %

13.912.000,00

6.237.000,00

69,05 %

30,95 %

Jumlah 2185 100 20.149.000,00 100 Sumber : DISPERINDAG, 2007

Grafik 4.6 Jumlah Tenaga Kerja, Nilai Produksi Tahun 2007

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Berdasarkan grafik 4.6 diatas, diketahui jumlah tenaga kerja industri rotan dengan

jumlah nilai produksi pada tahun 2007. Terdapat lebih dari setengahnya tenaga kerja

berada di Desa Bodesari, sebesar 54,92 %, dan kurang dari setengahnya, jumlah

tenaga kerja berada di Desa Marikangen. Berbicara soal nilai produksi dalam sebuah

Page 33: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

83

industri, berkenaan dengan harga jual dipasaran. Untuk industri rotan sendiri, harga

jualnya mengikuti kurs dollar.

c. Modal

Pada hakekatnya, industri dikatakan kecil, menengah dan besar itu tergantung

dari modal usaha nya. Modal dianggap sebagai faktor pendukung yang mempunyai

keududukan dan arti yang sangat penting dalam melaksanakan kegiatan ekonomi

industri. Ada dua jenis modal, yaitu modal sendiri dan modal asing (hutang). Untuk

usaha industri rotan sendiri berasal dari modal sendiri, karena industri rotan pada

sampel peneltian adalah industri kecil hingga menengah. Lebih jelasnya, perhatikan

tabel 4.14, dibawah ini :

Tabel 4.14 Asal Modal Usaha

Asal Modal Desa Bodesari Desa Marikangen Modal Sendiri 6 85,71 7 100 Pinjaman 1 14,28 - - Bantun Pemerintah - - - -

Jumlah 7 100 7 100 Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Menurut tabel 4.13, bahwa benar sebagian besar modal usaha yang dikelola

pengusaha, berasal dari modal sendiri yakni sebesar 85,71 % responden yang

menjawab di Desa Bodesari, dan 100 % responden yang menajwab di Desa

Marikangen.

d. Teknologi

Perkembangan industri, diiringi dengan kemajuan teknologi yang ada. Karena

secara tidak langsung, industri membutuhkan alat dan mesin sebagai penggerak

Page 34: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

84

dalam proses produksi. Industri rotan yang berkembang di kecamatan Plumbon,

sudah banyak mengalami kemajuan, dari segi teknologinya. Pengelolaan rotan, pada

awalnya hanya menggunakan alat-alat sederhana seperti gergaji dan palu. Tapi

semenjak UPT diperkenalkan, masyarakat pengrajin rotan merasa terbantu dengan

adanya alat-alat yang lebih banyak. Seperti SIGMT yang digunakan untuk mengukur

diameter rotan, STEAM UP digunakan untuk memanaskan bahan baku agar mudah

dibentuk, Kompor digunakan untuk melunakan bahan baku dan mengilangikan bulu-

bulu, Catok digunakan untuk membengkokan / membentuk bahan baku, Pola / mal

aalah sebagai patokan / standar ukuran dan bentuk. Adapun perlengkap lain seperti :

Spray gun digunakan untuk proses pewarnaan, Kompesor digunakan sebagai tenaga

penggerak. Sedangkan untuk peralatan finishing seperti : Bak perendam digunakan

untuk pemutihan bahan baku, dan Oven digunakan untuk proses pemanasan.

Gambar 4.10

Bagan Alur Proses Produksi Rotan

Pengupasan Rotan batang (Core, Pitrit)

Pemotongan Pengovenan

Pembuatan Rangka

Penganyaman Finishing Ampelas Kasar

Amprlas Halus

Pengecetan

Packing

Page 35: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

85

Adapun penjelasan dari bagan pada gambar 4.10, adalah sebagai berikut :

a. Pengupasan.

Bahan baku rotan yang masih kasar, terlebih dahulu direndam dalam air

selama beberapa jam. Kemudian dijemur hingga kering. Dan dikupas

menggunakan alat manual, agar batang dan kulitnya terlepas. Batang ini

disebut core dan pitrit.

b. Pemotongan

Bahan baku yang dipotong adalah bahan baku yang mempunyai stndar

kualitas yang telah ditentukan Pemotongan dilakukan sesuai dengan ukuran,

model, dan jenis kerajinan yang akan dibuat.

c. Pengovenan

Setelah dilakukan pengovenan, kemudian tahap berikutnya yaitu pengovenan.

Pada tahap ini hanya sebagian rotan saja yang dioven dengan kata lain,

potongan rotan rotan yang perlu dibentuk seperti lengkungan dan lingkaran.

Pengovenan dilakukan pada tingkat derajat panas tertentu.

d. Pembuatan Rangka

Rotan yang telah dipotong dan dioven tadi, kemudian dirakit menjadi sebuah

kerangka yang disesuaikan dengan bentuk yang diinginkan. Selanjutnya

penyatuan kerangka dilakukan dengan pemakuan dan pengikatan. Sehingga

membentuk kerangka yang diinginkan dan sesuai dengan model dan jenisnya.

Page 36: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

86

e. Penganyaman

Dalam tahap ini kerangka yang telah dibentuk diberi anyaman atau jeruji

sesuai dengan model dan jenis produk yang akan dikeluarkan sehingga bentuk

/model yang diinginkan telah terlihat wujudnya.

f. Finishing

Dalam proses finishing ini ada beberapa tahap yang harus diselesaikan, yaitu :

1. Ampelas Kasar

Dalam tahap ini produk yang sudah terlihat wujudnya setelah melalui

tahap penganyaman diampelas, untuk menghilangkan bulu-bulu rotan

yang menempel agar memperoleh hasil yang baik.

2. Ampelas Halus

Tujuan dari ampelas halus ini adalah agar warna yang dihasilkan menjadi

lebih sempurna dan halus.

3. Pengecetan

Produk yang telah melalui proses pengampelasan halus tadi, selanjutnya

siap untuk dilakukan pengecetan sesuai dengan warna yang diinginkan.

Bahan yang digunakan untuk pengecetan ini adalam melamin/cat khusus

rotan ataupun dengan politer agar menghasilkan warna yang alami dan

mengkilat.

Page 37: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

87

g. Packing

Proses ini hanya dilakukan untuk barang yang akan dimasukan ke dalam

container untuk keperluan ekspor. Bahan yang dipakai dalam pengepakan ini

menggunakan jenis kertas khusus untuk dapat melindungi kerangka warna

dari produk tersebut.

e. Pemasaran

Kegiatan ekonomi tidak hanya mencakup produksi. Tetapi untuk sampai ke

tangan masyarakat. Produk hasil produksi ini harus didistribusikan dengan kata lain

harus dipasarkan. Potensi pasaran sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya

belinya (buy power). Dalam kondisi dilapangan, yang paling berperan dalam

pemasaran produk jadi rotan adalah pengusaha rotan itu sendiri. Pengrajin disini,

hanya sebagai pengesub barang setengah jadi. Selanjutnya, pada tahap fisihing dan

packing, dilakukan di pabrik rotan.

Lihat gambar 4.11. Pengesub disini adalah pengrajin yang berada di rumah-

rumah (home industry), antara pabrik dan pengesub saling bekerjasama. Artinya,

bahan baku dipasok dari pabrik langsung kepada pengesub I, pengesub I mengerjakan

proses membuat rangka, kemudian proses penganyaman dilakukan oleh pengesub II.

Namun ada beberapa pengrajin rumahan, yang mengerjakan proses membuat

Page 38: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

88

Gambar 4.11

Bagan Alur Pengerjaan Rotan

rangka hingga menganyam di satu tempat. Setelah semua pesanan dikerjakan

selanjutnya pada tahap fisihing dan packing dilakukan di pabrik rotan. Dari pabrik

inilah, kemudian produk jadi rotan akan dipasarkan, baik luar daerah maupun luar

negri. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel 4.14 dibawah ini :

Tabel 4.15 Sistem Pemasaran dan Tujuan Pemasaran

Sistem Pemasaran

Desa Bodesari Desa Marikangen Tujuan

Pemasaran F % F %

Konsumen dating sendiri

4 57,14 3 42,86 Jerman, Jepang,

Singapura, Korea, Selandia baru, Amerika.

Ada Perantara 1 14,29 2 28,57 Dipasarkan sendiri

- - - -

Pameran 2 28,57 2 28,57 Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 4.14 diatas, diketahui sistem pemasaran yang dilakukan

responden pengusaha rotan di Desa Bodesari dan Desa Marikangen adalah lebih dari

Pabrik Rotan

Pengesub I (Pengrajin rangka)

Pengesub II (Penganyam)

Buyer (Konsumen)

Page 39: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

89

setengahnya (57,14 %) dan kurang dari setengahnya (42,86%) konsumen dating

sendiri, konsumen disini adalah buyer. Buyer biasanya berasal dari luar negri.

Kemudian ada beberapa pengusaha, yang mengikuti pameran, di pameran ini, biasa

buyer datang. Sekitar kurang dari setengahnya (28,57%) responden memilih pameran.

Kemudian selanjutnya, sebagian kecil melalui perantara yakni sebesar 14,29 %. Pada

dasarnya peran pengusaha disini sangat penting, karena sebagai pintu gerbang hasil

produksi rotan.

D. Perubahan Kondisi Sosial Ekonomi Pengrajin Rotan di Kecamatan

Plumbon.

1. Identitas Pengrajin Rotan

Usaha pembuatan produk kerjinan rotan yang tersebar di Desa Bodesari dan

Desa Marikangen merupakan mata pencaharian pokok bagi para pekerja, buruh dan

yang belum bekerja. Sampel yang diambil dalam pemilihan responden adalah

pengrajin rotan yang hampir seluruhnya berasal dari desa tersebut. Pengrajin rotan

disini adalah pelaku industri yang menuangkan ide dan gagasan untuk mengolah

bahan baku menjadi barang hasil produksi. Pada umumnya komposisi penduduk di

Desa Bodesari dan Desa Marikangen termasuk kedalam usia produktif yaitu 21-31

tahun kurang dari setenganhya (35 %) sebagai pengrajin rotan karena untuk menjadi

seorang pengrajin tidak memerlukan batasan pendidikan tertentu. Untuk lebiih

jelasnya, perhatikan tabel 4.15 komposisi pengrajin rotan berikut ini :

Page 40: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

90

Tabel 4.16 Komposisi Pengrajin Rotan Berdasarkan Usia Desa Bodesari

Usia (Tahun) Σ (Jiwa) % 15-19 19-23 1 2,5 23-27 10 25 27-31 14 35 31-35 2 5 35-39 3 7,5 39-44 9 22,5 >45 1 2,5 Jumlah 40 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Sedangkan untuk Desa Marikangen, setengah dari responden yang menjawab

termasuk kedalam usia produktif yaitu sebesar 50 % dan sebagian kecilnya responden

yang berusia 35-39 tahun yakni sebanyak 3,33 %. Untuk lebih lengkapnya,

perhatikan tabel 4.16 dibawah ini :

Tabel 4.17 Komposisi Pengrajin Rotan Berdasarkan Usia Desa Marikangen

Usia (Tahun) Σ (Jiwa) % 15-19 19-23 2 6,66 23-27 15 50 27-31 2 6,66 31-35 1 3,33 35-39 2 6,66 39-44 8 26,66 >45 Jumlah 40 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Page 41: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

91

Berdasarkan komposisi pengrajin rotan di Desa Bodesari dan Desa

Marikangen, pada umumnya laki-laki dan perempuan menekuni bidang pekerjaan ini

karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Karena tidak ada persyaratan

khusus, untuk menjadi seorang pengrajin rotan, asalkan dia punya keahlian, kemauan

dan kerja keras untuk pengembangan industri rotan di Kecamatan Plumbon.

2. Pendidikan dan Keterampilan Pengrajin Rotan

Pendidikan dalam masyarakat industri sangatlah penting karena sebagai upaya

peningkatan kualitas tenaga kerja, sebagaimana industri memerlukan keterampilan

khusus dan beragam. Akan tetapi pendidikan pada masyarakat pengrajin rotan hanya

sebatas sekolah sampai tingkat sekolah menengah pertama. Keterbatasan biaya dan

sulitnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menyebabkan banyak pengrajin

yang tidak meneruskan sekolahnya.

Tabel 4.18 Pendidikan Terakhir Pengrajin Rotan

Pendidikan Desa Bodesari Desa Marikangen F % F %

SD 18 45 20 66,66 SMP 17 42,5 9 30 SMA 5 12,5 1 3,33

Perguruan Tinggi - - - - Jumlah 40 100 30 100

Sumber : Hasil Penelitian. 2010

Berdasarkan tabel 4.17, diketahui jenjang pendidikan yang dilalui oleh

pengrajin, adalah untuk Desa Bodesari, kurang dari setengahnya hanya sampai tamat

SD yaitu sebesar 45%, sedangkan pengrajin di Desa Marikangen lebih dari

Page 42: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

92

setengahnya, tamatan SD yaitu 66,66 %. Kemudian pada jenjang pendidikan SMP,

untuk Deasa Bodesari, kurang dari setengahnya yakni sebesar 42,5 % dan begitu pula

dengan Desa Marikangen sebesar 30 %. Dan hanya sebagian kecil sampai jenjang

SMA.

Pada umunya, pengrajin rotan lebih mudah mendapatkan pendidikan non

formal dibandingkan dengan pendidikan formal nya. Karena pengetahuan dan

ketarampilan tidak harus duduk dibangku sekolah. Tetapi lebih kepada praktek dan

pengalaman. Sebagian besar pengrajin mendapatkan keterampilanya melihat dan

meniru orang lain, dan belajar secara otodidak (sendiri),. Untuk lebih jelasnya,

perhatikan tabel 4.18, berikut ini :

Tabel 4.19 Keterampilan Yang Diperoleh Pengrajin Rotan

Keterampilan Desa Bodesari Desa Marikangen F % F %

Warisan 5 12,5 3 10 Kursus - - - -

Belajar sendiri 35 75 27 90 Pelatihan - - - - Jumlah 40 100 30 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Diketahui bahwa di Desa Bodesari, sebagian besar (75%) pengrajin rotan

mendapatkan ketermapilannya secara otodidak/ belajar sendiri, begitu pun dengan

pengrajin di Desa Marikangen, sebagian besar atau sebanyak 90% respondennya

belajar sendiri. Kemudian sebagian kecil nya, merupakan warisan turun-menurun.

Dengan semakin beragamnya model / desain kerajinan rotan, banyak memotivasi

Page 43: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

93

pengrajin untuk lebih belajar. Berdasarkan survey dan observasi lapangan, pengrajin

rotan hanya melihat contoh atau gambar desain model yang diinginkan, kemudian

sudah bisa langsung dikerjakan. Hal ini, berarti keterampilam yang dimiliki setiap

pengrajin sudah dibilang professional. Apalagi, didukung dengan tenaga kerja yang

masih produktif.

Untuk masalah pendidikan anak pengrajin rotan, perhatikan pada tabel 4.19,

dibawah ini :

Tabel 4.20 Kondisi dalam Menyekolahkan Anak

Kondisi Menyekolahkan

Anak

Sebelum Tahun 2005 Desa Bodesari Desa Marikangen

F % F % Mudah 27 67,5 25 83,33

Mudah Sekali - Sulit 13 32,5 5 16,66

Sulit Sekali - jumlah 40 100 30 100

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Berdasarkan hasil perhitungan persentase pada tabel 4.19, bahwa sebelum

tahun 2005 dan sesudah tahun 2005, yaitu lebih dari setengahnya sekitar 67,5 %

Kondisi Menyekolahkan

Anak

Setelah Tahun 2005 Desa Bodesari Desa Marikangen

F % F % Mudah 25 62,5 20 66,66

Mudah Sekali - Sulit 15 37,5 10 33,33

Sulit Sekali - jumlah 40 100 30 100

Page 44: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

94

menjadi 62, 5 %, pengrajin rotan di Desa bodesari dapat menyekolahkan anaknya.

Hal ini berarti terdapat perbedaan sekitar 5 %. Apabila dihitung berdasarkan analisis

chi kuadrat, di dapat hasil hitung chi kuadrat sebesar 4,9. (4,9 >3,481). Sesuai dengan

ketentuan kalau harga Chi Kuadrat hitung lebih besar dari tabel maka Ho ditolak dan

Ha diterima. Sama halnya dengan Desa Bodesari, pengrajin rotan di Desa

Marikangen, lebih dari setengahnya sekitar 83,33 % menjadi 66,66 % dapat

menyekolahkan anaknya. Hal ini berarti terdapat perbedaan sekitar 16,67 %, artinya

semakin menurun. Apabila dihitung berdasarkan analisis chi kuadrat, di dapat hasil

hitung chi kuadrat sebesar 15,84. (15,84 >3,481). Sesuai dengan ketentuan kalau

harga Chi Kuadrat hitung lebih besar dari tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Untuk lebih jelasnya, lihat grafik 4.7 dan 4.8 dibawah ini :

Grafik 4.7 Kemudahan Dalam Menyekolahkan Anak Pengrajin Desa Bodesari

Sumber : Hasil Perhitungan. 2010

Page 45: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

95

Grafik 4.8 Kemudahan Dalam Menyekolahkan Anak Pengrajin Desa Marikangen

Sumber : Hasil Perhitungan. 2010

3. Mata Pencahariaan Pengrajin Rotan

Seperti dijelaskan pada halaman 15, bahwa untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya manusia melakukan kegiatan dengan jalan bekerja, sehingga dapat

tercapainya kehidupan yang layak. Sebelum adanya industri, masyarakat pedesaan

cenderung berpola hidup agraris, yaitu bercocok tanam, berkebun, dl. Namun, akibat

perkembangan akan kebutuhan barang, industri masuk dan berkembang sampai

sekarang. Namun, untuk bertumpu pada satu pekerjaan saja tidak cukup. Karena dari

tahun ke tahun kebutuhan akan semakin meningkat. Hal ini, juga terjadi pada

pengrajin rotan. Sebelum bahan baku di ekspor ke luar negri, kehidupan pengrajin

bisa dikatakan terpenuhi, disamping pendapatan yang cukup, kebutuhan akan barang

Page 46: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

96

pun murah. Namun setelah bahan baku di ekspor ke luar, kehidupan pengrajin belum

terpenuhi semua. Terutama dalam masalah pendidikan anak. Sehingga, pengrajin

tidak seharusnya hanya mengandalkan satu pekerjaan saja, tetapi harus ada pekerjaan

sampingan. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel 4.20, seperti dibawah ini :

Tabel 4.20 Pekerjaan Sampingan Pengrajin Rotan

Pekerjaan

Sebelum Tahun 2005

Desa Bodesari Desa Marikangen

F % F % Bertani 10 25 Pedagang 10 25 Wirausaha 5 12,5 5 16,66 Tidak Ada 15 37,5 25 83,33

Jumlah 40 100 30 100

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Gambar 4.9 menunjukan presentasi responden dalam pekerjaan

sampingan yang dimiliki selain sebagai pengrajin rajin. Sebelum tahun 2005

dan sesudah tahun 2005, terdapat perbedaan yang ditekuni pengrajin rotan.

Yaitu hampir kurang dari setengahnya (37,5) sebelum tahun 2005 tidak

Pekerjaan

Setelah Tahun 2005

Desa Bodesari Desa Marikangen

F % F % Bertani 10 25 Pedagang 5 12,5 5 16,66 Wirausaha 5 12,5 5 16,66 Tidak Ada 20 50 20 66,66

Jumlah 40 100 30 100

Page 47: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

97

memiliki pekerjaan sampingan, hal ini terjadi pada pengrajin Desa Bodesari

kemudian sesudah tahun 2005, justru naik sekitar 12,5 % menjadi 50 %

pengrajin rotan yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Sisanya hanya

sebagian kecil yang memiliki pekerjaan sampingan seperti berdagang dan

wirausaha.

Grafik 4.9

Pekerjaan Sampingan Pengrajin Rotan Desa Bodesari

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Lain hal nya, kondisi di Desa Marikangen, dimana hampir sebagian besar

pengrajin (83,33) tidak memiliki pekerjaan sampingan. Seperti terlihat dalam grafik

4.10, hanya sebagian kecil dari responden yang memiliki pekerjaan, yaitu berdagang

dan wirausaha.

Page 48: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

98

Grafik 4.10 Pekerjaan Sampingan Pengrajin Rotan Desa Marikangen

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

4. Kesehatan Pengrajin

Kesehatan pengrajin rotan disni, adalah sehat dalam fisik. Karena untuk

melakukan perkerjaan, Pengrajin harus tekun dan teliti, terutama pada proses

penganyaman. Selaijn itu, kondisi kesehatan juga ahrus mendukung, seperti

ketersedian air bersih, jarak ke tempat berobat, dan kondisi cuaca. Adapun untuk

lebih mengetahui kendala kensehatan, perhatikan tabel 4.21 dibawah ini :

Page 49: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

99

Tabel 4.22 Kendala Kesehatan Yang Dialami Pengrajin Rotan

Kendala Kesehatan

Sebelum Tahun 2005 Desa Bodesari Desa Marikangen F % F %

Air Bersih Jarak ke tempat berobat

5 12,5 6 20

Cuaca 35 87,5 23 76,66 Penyakit Menular

1 3,33

Jumlah 40 100 30 100

Kendala Kesehatan

Sesudah Tahun 2005 Desa Bodesari Desa Marikangen F % F %

Air Bersih Jarak ke tempat berobat

6 15 7 23,33

Cuaca 34 85 21 70 Penyakit Menular

2 6,66

Jumlah 40 100 30 100 Sumber : Hasil Perhitungan 2010

Page 50: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

100

Grafik 4.11 Kendala Kesehatan Pengrajin Rotan Desa Bodesari

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Berdasarkan tabel 4.21 dan grafik 4.11 & 4.12 bahwa sebelum dan sesudah

tahun 2005, sebagian besar pengrajin mangalami kendala kesehatan karena cuaca.

Hal ini disebabkan kab. Cirebon berikmlim iklim tropic (panas) dengan temperature

udara rata-rata 36° – 37° C. Terdapat 87,5 % menjadi 85 % untuk Desa Bodesari,

artinya terdapat perbedaan sekitar 2,5 %. Kemudian kurang dari setengahnya yakni

sebesar 12,5 % menjadi 15%, responden memilih karena jauh dari tempat berobat.

Apabila diliahat dari perhitungan chi kuadrat, didapat hasil hitung chi kuadrat sebesar

164,2. Ternyata harga Chi Kuadrat hitung lebih besar dari tabel (164,2 > 3,418),

sesuai ketentuan kalau harga Chi Kuadrat hitung lebih besar dari tabel maka Ho

ditolak dan Ha diterima. Sama halnya dengan Desa Bodesari, kendala kesehatan di

Desa Marikangen pun demikian. Terdapat prsentasi responden sebesar76,66 %

Page 51: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

101

menjadi 70 %. Kemudian sebagian kecil responden mengeluh, karena jarak ke tempat

berobat yang jauh yakni 6 % menjadi 7 %. Dan apabila dilihat dari perhitungan chi

kuadrat, didapat hasil hitung chi kuadrat sebesar 84.02. Ternyata harga Chi Kuadrat

hitung lebih besar dari tabel (84,02 > 3,418), sesuai ketentuan kalau harga Chi

Kuadrat hitung lebih besar dari tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Grafik 4.12 Kendala Kesehatan Pengrajin Rotan Desa Marikangen

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Dengan demikian, terdapat perbedaan kendala kesehatan pengrajin, sebelum

dan sesudah tahun 2005. Walaupun perbedaan ini tidak signifikan,artinya hanya 2,5

% dan 6,66 % saja. Kondisi cuaca yang tidak menentu, menyebabkan musim yang

tidak menentu pula. Hal ini disebabkan karena pemanasan global yang kian hari kian

tinggi.

Page 52: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

102

5. Pendapatan Pengrajin

Besar kecilnya pendapatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain faktor modal, faktor pekerjaan dan faktor pengetahuan masyarakat itu sendiri.

Pendapatan merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan hidup

masyarakat. Sektor industri tidak terlepas dari adanya pendapatan / penghasilan,

dimana dalam hal ini ditinjau dari segi ekonomi pengrajin rotannya. Penelitian yang

dilakukan disini sendiri, mengacu pada faktor pekerjaan. Dimana rata-rata mata

pencaharian penduduknya adalah sebagai pengrajin. Perhatikan tabel 4.22. Pada tabel

ini, diperoleh tingkat pendapatan pengrajin tiap kali bekerja. Karena menurut hasil

wawancara, bahwa diketahui rata-rata sistem penggajiannya adalah borongan.

Artinya, pengrajin memperoleh upah ketika ada pesanan / order saja.

Menurut tabel 4.13, bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan yakni

sebelum dan sesudah tahun 2005. Sebelum tahun 2005, kurang dari setenganya (47,5

%) pendapatan pengrajin rotan Desa Bodesari adalah berkisar Rp. 100.000 – Rp.

150.000, kemudian sesudah tahun 2005 pendapatannya menjadi sekitar 27,5 %.

Artinya terjadi perubahan sekitar 20 % per tahunnya. Apabila dilihat dari perhitungan

chi kuadrat didapat hasil hitung chi kuadrat sebesar 31,96. Berdasarkan dk =1 dan

taraf kesalahan yang ditetapkan 5 % maka harga Chi Kuadrat tabel 7,815. Ternyata

harga Chi Kuadrat hitung lebih besar dari tabel (31,96 > 7,815), sesuai ketentuan

kalau harga Chi Kuadrat hitung lebih besar dari tabel maka Ho ditolak dan Ha

Page 53: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

103

diterima. Kesimpulannya, hipotesis nol yang diajukan bahwa tidak terdapat

pendapatan pengrajin sebelum dan sesudah tahun 2005. Hasil penelitian menunjukan

bahwa di Desa Bodesari terdapat perbedaan pendapatan pengrajin sebelum tahun

2005 dan setelah tahun 2005. Lebih jelasnya perhatikan grafik 4.13.

Tabel 4.23 Pendapatan Pengrajin Rotan Desa Bodesari dan Desa Marikangen

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Pendapatan SesudahTahun 2005

Desa Bodesari Desa Marikangen F % F %

10.000-50.000 18 45 18 60 50.000-100.000 11 27,5 4 13,3 100.000-150.000 7 17,5 5 16,7

> 150.000 4 10 3 10 Jumlah 40 100 30 100

Pendapatan Sebelum Tahun 2005

Desa Bodesari Desa Marikangen F % F %

10.000-50.000 0 0 4 13,3 50.000-100.000 16 40 16 53,3 100.000-150.000 19 47,5 7 23,3

> 150.000 15 37,5 3 10 Jumlah 40 100 30 100

Page 54: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

104

Grafik 4.13 Pendapatan Pengrajin Rotan Desa Bodesari

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010

Sedangkan untuk Desa Marikangen, sebelum tahun 2005 lebih dari

setengahnya (53,3 %) pendapatn pengrajin rotan berkisar Rp. 50.000 – Rp. 100.000.

kemudian sesudah tahun 2005, hanya sebagian kecil saja yang naik yakni berkisar 16,

7 %. Sisanya masih tetap dengan pendapatan dibawah Rp. 100.000, yakni 13,3 % nya

pengrajin rotan. Apabila dilihat dari hasil chi kuadrat didapat hasil hitung chi kuadrat

sebesar 33,88. Hal ini bila di peroleh dk =1 dan taraf kesalahan yang ditetapkan 5 %

maka harga Chi Kuadrat tabel 7,815. Ternyata harga Chi Kuadrat hitung lebih besar

dari tabel (33,88 > 7,815), sesuai ketentuan kalau harga Chi Kuadrat hitung lebih

besar dari tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi kesimpulannya, hipotesis nol

yang diajukan bahwa tidak terdapat perbedaan perkembangan industri rotan terhadap

Page 55: BAB IVa-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0603191_chapter4(1).pdf · sistem klasifikasi Koppen, ... (SF), Junghun, Mohr. Sistem klasifikasi iklim dalam peenlitian ini adalah

105

pendapatan pengrajin sebelum dan sesudah tahun 2005. Hasil penelitian menunjukan

bahwa di Desa Marikangen terdapat pendapatan pengrajin sebelum tahun 2005 dan

setelah tahun 2005. Perhatikan grafik 4.14, dibawah ini :

Grafik 4.14 Pendapatan Pengrajin Rotan Desa Marikangen

Sumber : Hasil Perhitungan, 2010