BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR...

63
179 BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ( AHL AL-KITA> B ) Pernikahan seorang muslim dengan wanita ahl al-kita>b telah disepakati kebolehannya sejumlah ulama-ulama tafsir, bedasarkan QS. Al-Maidah/5:5. Tetapi yang menjadi persoalan, bagaimana status pernikahan dengan wanita-wanita muh}s}ana>t yang berasal dari ahl al- kita> b. Dua hal yang berlawanan, antara ahl al-kita>b dan al-muh}s}ana>t, walaupun telah disepakati sejumlah ulama-ulama, akan tetapi perbedaan pendapat tentang siapa sebenarnya ahl al-kita>b dan siapa yang dimaksud al-muh}s}ana>t, tetap menjadi kriteria yang diperdebatkan, bahkan, telah memunculkan pemahaman, bahwa makna al-muh}s}ana>t yang dipahami menurut QS.Al-Maidah/5:5 yang tidak boleh dinikahi, apakah yang merdeka (al-hara> ’ir) atau yang terhormat (al-‘afa> ’if). Perdebatan itu tidak cukup sampai di situ, melainkan meluas, sampai kepada apakah istilah ahl al-kita>b mencakup, maju>si dan sa>bi’ah, bahkan agama Hindu, Budha, Konghuchu dan sebagainya. Untuk memahami lebih jelasnya, beberapa kriteria di atas, kajian seputar perbedaan-perbedaan istilah tersebut, baik ahl al-kita>b dan al-muh}s}ana>t serta istilah lainnya, sangatlah penting dan diperlukan dalam kajian ini, secara seksama. A. Pengertian al-Muh}s}ana>t Kata al-Muh}s}ana>t berakar kata, dari huruf [ha> , sa>d, dan nu>n]. Yang secara literal artinya kokoh, kuat atau suci dari perbuatan tercela. 1 Perdebatan makna tersebut, meluas sampai kepada pengertian, mereka yang merdeka (hara> ’ir) dan terpelihara, (afa> ’if). 2 Mengenai al-muh}s}ana>t dalam teks QS. al-Maidah/5:5, ات من والمحصن من قبللكتاب الذين أوتو ا كمmenurut Ibn Jari> r al-T} abari> , dimaksudkan 1 Abu> al-Husai>n Ahmad Ibn Fa>ris Ibn Zakaria, Majma’ al-Maqa>yi> s Fi> Al- Lugha>t, ( Beiru>t : Da>r al-Fikr, 1415 H/1994 M ), cet. I, 264. 2 Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya (Jakarta:Penerbit Paramadina, 1998), Cet. I, 166, Lihat. Sami>h At}i> f Zei>n, Tafsi>r Mufrada>t AlFa>dz Al-Qur’a>n Al-Kari>m, Majma’ al- Baya>n al-H}adi>th, (Beirut:Da>r al-Kita>b al-Libna>ni, 1414 H/1984 M ), cet ke-2, 241.

Transcript of BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR...

Page 1: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

179

BAB IV

PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI

TERM AL-MUHSANA>T ( AHL AL-KITA>B )

Pernikahan seorang muslim dengan wanita ahl al-kita>b telah

disepakati kebolehannya sejumlah ulama-ulama tafsir, bedasarkan

QS. Al-Maidah/5:5. Tetapi yang menjadi persoalan, bagaimana status

pernikahan dengan wanita-wanita muh}s}ana>t yang berasal dari ahl al-

kita>b. Dua hal yang berlawanan, antara ahl al-kita>b dan al-muh}s}ana>t, walaupun telah disepakati sejumlah ulama-ulama, akan tetapi

perbedaan pendapat tentang siapa sebenarnya ahl al-kita>b dan siapa

yang dimaksud al-muh}s}ana>t, tetap menjadi kriteria yang

diperdebatkan, bahkan, telah memunculkan pemahaman, bahwa

makna al-muh}s}ana>t yang dipahami menurut QS.Al-Maidah/5:5 yang

tidak boleh dinikahi, apakah yang merdeka (al-hara>’ir) atau yang

terhormat (al-‘afa>’if). Perdebatan itu tidak cukup sampai di situ,

melainkan meluas, sampai kepada apakah istilah ahl al-kita>b

mencakup, maju>si dan sa>bi’ah, bahkan agama Hindu, Budha,

Konghuchu dan sebagainya.

Untuk memahami lebih jelasnya, beberapa kriteria di atas,

kajian seputar perbedaan-perbedaan istilah tersebut, baik ahl al-kita>b

dan al-muh}s}ana>t serta istilah lainnya, sangatlah penting dan

diperlukan dalam kajian ini, secara seksama.

A. Pengertian al-Muh}s}ana>t Kata al-Muh}s}ana>t berakar kata, dari huruf [ha>’, sa>d, dan nu>n].

Yang secara literal artinya kokoh, kuat atau suci dari perbuatan

tercela.1Perdebatan makna tersebut, meluas sampai kepada

pengertian, mereka yang merdeka (hara >’ir) dan terpelihara, (afa>’if).2 Mengenai al-muh}s}ana>t dalam teks QS. al-Maidah/5:5, والمحصنات من كمالذين أوتو الكتاب من قبل menurut Ibn Jari>r al-T}abari>, dimaksudkan

1Abu> al-Husai>n Ahmad Ibn Fa>ris Ibn Zakaria, Majma’ al-Maqa>yi>s Fi> Al-

Lugha>t, ( Beiru>t : Da>r al-Fikr, 1415 H/1994 M ), cet. I, 264. 2Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya

(Jakarta:Penerbit Paramadina, 1998), Cet. I, 166, Lihat. Sami>h At}i>f Zei>n, Tafsi>r Mufrada>t AlFa>dz Al-Qur’a>n Al-Kari>m, Majma’ al- Baya>n al-H}adi>th, (Beirut:Da>r

al-Kita>b al-Libna>ni, 1414 H/1984 M ), cet ke-2, 241.

Page 2: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

180

adalah mereka yang telah memeluk agama Islam.3 Sedangkan dalam

pengertian teks [المحصنات من المؤمنات], al-muh}s}ana>t adalah mereka

yang sejak awal telah beriman, karena terlahir dari keluarga muslim.

Menurut Muja>hid adalah perempuan yang merdeka, dan menurut

Ibra>him Madku>r, al-muh}s}ana>t adalah wanita yang merdeka dan dapat

memelihara harga diri.4

B. Memahami Term Ahl al-Kita>b [Yahudi dan Nasrani ] Kata ahl [أهل ] berasal dari dua akar kata, yaitu, yang pertama

iha>lah, yang secara etimologis berarti lemak yang diiris dan

dipotong-potong menjadi kecil. Akar kata yang kedua adalah kata

ahl [أهل] itu sendiri, yang baru bisa dipahami, setelah dirangkai

dengan kata lain, sehingga membentuk suatu kata majemuk, yang

disebut dalam Al-Qur’an, sebagaimana bentuk jamaknya, yaitu

ahlun [أهلون ].5 Kata ahl [أهل], jika dirangkaikan dengan nama

tempat, memiliki arti penghuni atau penduduk yang bermukim di

tempat-tempat tertentu, seperti, ahl al-Madyan [ أهل مدين ], ahl al-Quro>’ [أهل القرى], ahl al-Qaryah [ أهل قرية], ahl al-bai>t [أهل البيت ], ahl al-Madi>nah [ أهل المدينة ] dan ahl al-na>r [أهل النار]. Kata ahl al-bai>t [ أهل sering digunakan secara khusus untuk menyebut keluarga Nabi [البيت

Muhammad SAW. 6

Kata ahl al-kita>b [أهل الكتاب ] disebutkan dalam Al-Qur’an

sebanyak 30 kali, yang berarti orang-orang yang menganut agama

samawi yang diturunkan untuk mereka, secara khusus untuk

penganut agama Yahudi dan Nasrani.7 Dua komunitas tersebut,

secara jelas diketahui memiliki hubungan erat, persambungan akidah

dengan kaum Muslimin. Bahkan Allah sendiri menegaskan bahwa

Al-Qur’an datang untuk memberikan pembenaran terhadap sebagian

ajaranTaura>t [kitab suci agama Yahudi] dan Inji>l [kitab suci agama

3Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an ( kajian kosa kata),

(Jakarta : Lentera Hati, 2007), cet. I, 415. 4Ibra>him Madku>r, al-Mu’jam al-Wasi>t} (Kairo:Majma’ al-Lughah al-

Arabiyah, 1380 H / 1960 M ), Juz I, Cet. Ke-3, 186. 5Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

62. 6Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

62. 7Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

63.

Page 3: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

181

Nasrani] serta mengoreksi sebagian yang lainnya.8 Al-Qur’an juga

menginformasikan, bahwa Nabi Isa a.s mengajak penganut agama

Yahudi untuk mengikuti ajaran yang dibawanya, karena ajaran

tersebut, merupakan, kelanjutan dari ajaran agama yang dibawa oleh

Nabi Musa a.s sekaligus menginformasikan tentang akan datangnya

Muhammad S.A.W sesudah beliau QS. al-Saff /61:6.9

Pengertian kata Yahu>d (يهود) berasal dari akar kata yang

terdiri dari huruf ( ha>’,wa>w dan da>l ), yang memiliki arti kembali.

Dari akar kata tersebut terbentuklah kata ha>da, yahu>du, haudan

هودا-يهود -هاد ) ).10

Menurut Raghi>b al-Asfaha>ni, al-Haud (الهود) artinya

(al-ruju>’ bi al-rifqi )(kembali secara perlahan-lahan).11

Tetapi menurut

A’Ra >bi, kata ha>da (هاد) dapat berarti kembali dari kebaikan kepada

kejahatan atau sebaliknya, atau dari kejahatan kepada kebaikan. Oleh

karena itu, ha>da (هاد) dapat diartikan sama dengan ta>ba’(تاب), yang

artinya taubat atau kembali, seperti dalam QS. al-’Araf /7:156 ( هدنا ا إن

Inna> Hudna> Ilaika [sesungguhnya kami kembali (bertaubat) (إليك

kepada Engkau].Yang dimaksud dengan kembali di sini adalah

bertaubat yang dilakukan oleh kaum Nabi Musa a.s dari

penyembahan anak sapi.12

Kata Yahu>d (يهود) yang diawali dengan ali>f dan la>m, yaitu al-Yahu>d (اليهود) digunakan untuk merujuk kepada

8Ruslani,Masyarakat Kitab Dan Dialog Antaragama:Studi atas Pemikiran

Mohammad Arkoen, (Yogyakarta:Yayasan Bintang Budaya, 2000), cet. I, 111,

Dan Ahl al-kitab ( pemilik kitab), mereka disebut oleh al-Qur’an sebagai orang-

orang yang menerima wahyu yang tertulis:“ Sesungguhnya orang-orang mukmin,

Yahudi, Nasrani, dan orang-orang Sabi’in, dan siapa saja di antara mereka, yang

benar-benar beriman kepada Alla S.W.T, hari akhir, dan beramal shaleh, mereka

akan menerima pahala dari Tuhan mereka. Tidak perlu ada kekwatiran dan

kesedihan dalam diri mereka (Qs. al-Baqarah/2:62,QS. al-Maidah/5:69]. Dalam al-

Qur’an, al-Hajj/22:17, bahwa penganut Maju>si, yang belakang ini, dinamakan

Zaroastrian, juga dinamakan Mazdaean oleh sebagian penafsir, kemudian

digolongkan juga, sebagai ahl al-kita>b, bersama pengikut Yahudi, Nasrani dan

Sabi’an. Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (ringkas)(penerjemah, Gufron A.

Mas’adi)( Jakarta : PT Raja Grafindo, 1999),15.

9Ruslani, Masyarakat Kitab Dan Dialog Antaragama :Studi atas Pemikiran Mohammad Arkoen, 111.

10 Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

1092. 11

Abu> Qa>shim Husain Bin Muhammad al-Ma’ru>f bi Ra>ghib al-Asfaha>ni,

Al-Mufrada>t Fi> Ghari>b Al-Qur’a >n ( Beiru>t : Da>r al-Ma’rifah, t.th ), 546. 12

Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

1092.

Page 4: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

182

bangsa Yahudi atau ditunjukan kepada suatu kelompok yang berasal

dari Syam, dan di antara mereka ada yang menamakan nama dari

anak nabi Ya’kub, yang bernama Yahuda.13

Jika kata tersebut

ditambah ya’( اليهودي) berarti maksudnya orang Yahudi, sedangkan

al-Yahu>diyah (اليهودية) diartikan sebagai ‘agama Yahudi’.14 Di dalam

al-Qur’an penyebutan kata al-Yahu>d (اليهود) dijumpai sebanyak 9 kali,

yang semuanya diungkap dengan nada yang sumbang yang

menunjukkan atas kecaman terhadap orang-orang Yahudi, dan 8 kali

disebutkan dalam bentuk al-Yahu>d ( اليهود ), yaitu dua kali dalam

surat al-Baqarah/2:113 dan120, empat kali dalam al-Ma>idah/5:18, 51,

64, dan 82 serta satu kali dalam QS. al-Taubah/9:30, dan satu kali

disebutkan dalam bentuk Yahu>diy ( يهودى ), yaitu dalam al-Qur’an

surat Ali-Imran/3:67, yang semuanya mengandung arti ’orang-orang

Yahudi.15

Selain itu juga, pengungkapan term al-Yahu>d (اليهود) antara

lain, digunakan untuk membantah klaim-klaim ahl al-kita>b yang

menganggap Nabi Ibrahim a.s adalah Yahudi atau Nasrani yang akan

memperoleh keselamatan (QS. al-Imran/3:67). Juga klaim antara

sesama ahl al-kita>b yang masing-masing menyatakan diri, sebagai

kelompok yang paling benar, termasuk kekasih Allah (QS. al-

Maidah/5:18.16

Selain itu juga, beberapa prilaku buruk yang melekat yang

ditujukkan kepada term al-Yahu>d, antara lain kecaman keras, karena

tidak hanya sering berprasangka buruk terhadap sesama manusia,

tetapi berani berprasangka buruk kepada Allah S.W.T, dengan

menyatakan, bahwa tangan Allah terbelenggu

,selain itu juga ,(QS. al-Ma>idah/5:64)[baca:kikir][يد هللا مغلولة]

kecaman terhadap mereka, atas akidah mereka yang rusak oleh

prilaku syirik, seperti menganggap’Uzair adalah putra Allah (QS.al-

Taubah/9:30. Dalam hal ini juga, al-Qur’an menyatakan, bahwa

orang-orang Yahudi tidak akan pernah merasa senang sebelum umat

Islam mengikuti cara hidup mereka (QS. al-Baqarah/2:120), karena

itu al-Qur’an mengingatkan umat Islam agar tidak menjadikan

mereka sebagai pemimpin (QS. al-Ma>idah/5:51), terutama bagi

13Ibra>him Madku>r, Al-Mu’jam Al-Wasit}, 1039. 14 Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

1092. 15

Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata),

1092. 16 Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 56.

Page 5: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

183

mereka yang diidentifikasikan Al-Qur’an sebagai Yahudi yang telah

memperlihatkan kebencian dan permusuhan yang sangat besar

terhadap umat Islam (QS. al-Ma>idah/5:82).17

Sedangkan pengertian al-Nasha>ra, adalah bentuk jamak dari

kata nashra>ni. Kata tersebut berasal dari akar kata[ nu>n, sha>d, ra>’],

yang secara literal berarti menolong.18

Term al-Nasha>ra dalam al-

Qur’an menunjuk kepada pemeluk agama Nasrani (Kristen), yaitu

agama yang diturunkan kepada Bani Israil melalui Nabi Isa. a.s.19

.

Dalam bunyi teks, ayat yang dimaksud, disebutkan kata “al-Din“,

sebagaimana dimaksudkan adalah agama Islam, sebagaimana

menurut QS. Ali Imran/3:19 [ ين عند هللا اإلسالم Sesungguhnya ][ إن الد

agama di sisi Allah hanyalah Islam ].20

Mengenai asal usul Nasha>ra atau Nasrani, menurut Muhammad Galib bersumber kepada

beberapa versi, yaitu :

17

Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 57. 18

Abu> Qa>s}im Husai>n Bin Muhammad al-Ma’ru>f bi Ra>ghib al-Asfaha>ni,

Al-Mufrada>t Fi> Ghari>b Al-Qur’a>n, 495. Istilah al-Nas>ara dalam term Arab untuk

agama Kristen, sekarang istilah resmi untuknya adalah Masihi, dari kata Masih

(Massiah) sebuah istilah yang dikembangakan oleh Missionari Kristen. Cyril

Glasse, Ensiklopedi Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999), cet. ke-2,

303. 19

Pada kenyataannya, Nabi Isa tidak pernah menyatakan sebagai pemeluk

agama Nasrani, melainkan mereka sendiri sebagai pengikut Nabi Isa a.s, yang

menyatakan atas diri mereka, sebagai Nashrani, hal itu dapat dilihat dengan bunyi

QS. al-Maidah/5: 14 dan 82 dengan ungkapan Ina> Nasha>ra dalam firman Allah

S.W.T [ ناق م نذنا مي أ نا نصنا Dan diantara orang-orang yang ][ ومنن الذنذين قنالوا نذ

mengatakan : "Sesungguhnya kami orang-orang Nasrani ", ada yang telah kami ambil perjanjian mereka ], sementara Nabi Isa a.s.datang dan menyatakan dirinya

sebagai pembawa agama Islam, dengan bunyi teks QS. Al-Syu>ra’/42:13. ن ع لكم م شاهيم وموسى وعيسى أن أقيم ينا به ب ى به نوحا والذذي أوحينآ ليك وماوصذ ين ماوصذ قنوا الد ذ ين وتتتر وا الند

ع كين ماتنندعوهم ليننه هللا يإتبنن ليننه مننن يشننآ فيننه كبنن وي نندي ليننه مننن ينيننب لننى المشنن ”. Dia telah

mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada

Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu:

Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat

bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.Allah

menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk

kepada (agama)-Nya orang yang kembali( kepada-Nya)(QS.Al-Syur’a/42:13).

Muhammad Ghalib,Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya (Jakarta:Penerbit

Paramadina, 1998), Cet. I, 57, Departemen Agama RI Jakarta, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung : Gema Risalah Press ), 785.

20Muhammad Abdusala>m Abu > Nil, Dira>sat Fi> Al-Qur’a>n Al-Kari>m:Tafsi>r Maud}u>’iy (Nasr City : Da>r al-Fikr al-H}adi>th, 1408 H/1987 M), cet. Ke-2, 179.

Page 6: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

184

(1). Berarasal dari kata nasha>ra yang berarti menolong atau

membantu. Hal yang demikian, dikarenakan mereka menolong

atau membantu orang lain, atau saling membantu di antara

mereka,

(2). Sebutan Nas}a>ra atau Nas}ra>ni dihubungkan dengan tempat atau

asal keluarga Nabi Isa a.s yang bernama Nas}i>ri, tetapi al-Bagdadi

menyatakan, Nas}i>ri adalah tempat kelahiran Nabi Isa a.s. Akan

tetapi pendapat yang popular di kalangan orang-orang Nasrani,

bahwa keluarga Nabi Isa berasal dari Nas}i>ri, tetapi beliau sendiri

lahir di Bethelhem.

(3). Sebutan Nas}a>ra atau Nas}ra>ni dikaitkan dengan pernyataan Nabi

Isa as, kepada orang-orang Hawari tentang kesediaan mereka

berjuang di jalan Allah bersama beliau. Dan hal ini, seperti

maksud dalam ayat al-S}af/61:14.21

Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai asal kata

nas}a>ra atau nas}ra>ni, tetapi pada dasarnya, terdapat persamaan kata

yang saling melengkapi. Selain, kata tersebut, dapat dikaitkan dengan

tempat atau daerah asal Nabi Isa a.s dapat juga, dikaitkan dengan

prilaku pengikut-pengikut setia beliau yang bahu-membahu dan

saling setia tolong-menolong serta bertekat bulat untuk berjuang

menegakkan kebenaran di jalan Allah SWT, seperti yang terkandung

dalam pengertian kata dasar nas}a>ra.22

Dan dalam pengertian lain,

bahwa makna nasrani adalah komunitas yang diidentikan pada

sebuah desa di negeri Syam bernama nas}i}ri atau nas}u>riyah. 23

21Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya ( Jakarta :

Penerbit Paramadina, 1998), Cet. I, 57. Terdapat beberapa alasan, dinamakan,

Nas}ara, setelah sekembalinya ibunya kepada Isa dari Misr, setelah menetap di

sebuah desa bernama ’Nas}i>rah, atau disebutkan‘ Nashiri, dan ada yang

menyubutnya,’ Nasran, karena itu sebutan, disandarkan kepada Isa as. sebagai Isa

al-Nas}i>ri. Dan ketika penyebutan itu, disandarkan kepada para pengikut nabi Isa

a.s, maka nama tersebut dikenal dengan sebutan,’Nashara’, sebagaimana

disebutkan dalam riwayat Ibn Abbas dan Qatadah, sumber penisbahan agama

mereka setelah penyebutan itu, dikenal dengan agama Nashrani. Muhammad

Abdusalam Abu Nil, Dira>sat Fi> Al-Qur’a>n Al-Kari>m : Tafsi>r Mawd}u>’iy (Nasr

City:Dar al-Fikr al-Hadits, 1408 H/1987 M ), cet. Ke-2, 190. 22

Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya

(Jakarta:Penerbit Paramadina, 1998 ), Cet. I, 58. 23Didin Hafiduddin, Al-Qur’an dalam Arus Globalisasi dan Modernitas

(Jakarta : LPSI, 2008 ), 148.

Page 7: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

185

Dalam al-Qur’an term al-Nas}a>ra disebutkan sebanyak 15 kali,

satu kali dalam bentuk tunggal al-Nasra>ni ( النصرانى ) dan 14 kali

dalam bentuk jamak al-Nas}a>ra (النصارى). Kelima belas pengungkapan

tersebut, terdapat dalam 14 ayat pada 5 surat dalam al-Qur’an, yaitu,

6 ayat dalam ayat al-Baqarah, 1 ayat dalam Ali Imran, 5 ayat dalam

surat al-Maidah, dan 1 ayat dalam surat al-Taubah dan 1 ayat lagi

dalam surat al-Hajj.24

Kelima ayat ini turun di Madinah. Hal ini yang

memberikan petunujk bahwa, kontak sosial umat Islam dan Nasrani

intensif ketika Rasulullah berada di kota tersebut. Namun bisa

mungkin, relasi sosial ini, terjadi sebelumnya, seperti tergambar

dalam surat al-Maidah/5:82, ketika umat Islam dalam perlindungan

Raja Najasyi (beragama Nasrani) di Ethiopia.25

Dalam al-Qur’an term

al-Nas}a>ra yang dalam bentuk tunggal secara umum merupakan

sanggahan Allah terhadap umat Nasrani ketika mereka mengklaim

Nabi Ibrahim a.s sebagai penganut agama mereka, sedangkan term

al-Nas}a>ra, menggambarkan prilaku sosial Nasrani yang sombong dan

inkar janji dan persahabatan. Sikap keangkuhan tersebut, tergambar

dari klaim mereka terhadap agamanya QS. al-Baqarah/2:111,135, dan

Ibrahim a.s. sebagai Bapak para Nabi, penganut agama mereka QS.

al-Baqarah/2:140. Menurut Al-Qur’an klaim mereka langsung

dibantah oleh Allah S.W.T dengan mengatakan hanya sebuah angan-

angan, sedangkan mereka menyembunyikan sesuatu, QS. al-

Maidah/5:82.26

Dalam konteks yang lain, bahwa Allah S.W.T

mengecam mereka Nasrani, karena sikap dan prilaku mereka yang

mengubah kitab suci, al-Maidah/5:13, bahkan yang lebih fatal lagi,

perubahan yang mereka lakukan, terhadap ajaran yang paling

mendasar yaitu, 'aqi>dah tauhi>d ' yang menjadi inti ajaran para nabi

dan rasul. Ajaran tauhid tersebut, mereka ubah menjadi konsep

trinitas, QS. al-Maidah/5:73, dengan menkultuskan Nabi Isa a.s dan

mengangkatnya sebagai anak Allah QS. al-Taubah/9:30. Dalam

posisi ini, Nabi Isa a.s diposisikan sebagai salah satu unsur Tuhan

QS. al-Maidah/5:72.27

Meskipun demikian, perlu dipahami bahwa al-

24Muhammad Fua>d Abdul Ba>qi, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li AlFa>zh Al-

Qur’a>n Al-Kari>m ( Kairo : Da>r-Al-Hadit>h, 1991 M/1411 H ), Cet. ke-3, 875-876. 25

Didin Hafiduddin, Al-Qur’an dalam Arus Globalisasi dan Modernitas

(Jakarta : LPSI, 2008 ), 148. 26

Didin Hafiduddin, Al-Qur’an dalam Arus Globalisasi dan Modernitas

(Jakarta : LPSI, 2008 ), 149. 27 Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 59.

Page 8: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

186

Qur'an tidak pernah menyatakan, bahkan memukul rata orang-orang

Nasrani dalam katagori negatif, sebab al-Qur'an juga mengakui

bahwa di antara mereka yang diidentifikasikan sebagai al-Nas}a>ra,

karena masih terdapat kelompok yang tetap teguh melaksanakan

ajaran agamanya, walaupun jumlah mereka sedikit. Di antara mereka

adalah kelompok H}awari yang tetap setia berjuang menegakkan

agama Allah.28

Setidaknya ada tiga ayat penting (QS. al-

Baqarah/2:62, al-Maidah/5:69, al-Hajj/22:17), yang menyebutkan

term al-Nas}a>ra bersama-sama dengan orang Yahudi, bahkan orang-

orangS}a>biu>n, dan ada yang mengindetifikasikan di antara mereka,

kelompok yang tetap berpegang teguh kepada ajaran yang

disampaikan nabi Isa a.s. Dan mereka itu mendapatkan balasan dan

keselamatan di akhirat, seperti halnya orang-orang yang beriman

kepada Nabi Muhammad SAW. Bahkan al-Qur'an memproklamirkan,

mereka orang-orang yang paling akrap dan cinta kepada orang-orang

yang beriman dan mereka yang menamakan diri sebagai orang-orang

Nasrani QS. al-Maidah/5:82. Keakraban mereka, cinta dan kasih

sayang mereka dapat terwujud ketika berinteraksi dengan orang-

orang Islam. Karena ternyata, di antara mereka terdapat pendeta dan

rahib-rahib yang sangat sederhana, zuhud terhadap kehidupan

duniawi serta tidak menyombongkan diri. 29

C. Pernikahan Dengan Muh}s}ana>t [ ahl al-Kita>b ] .

Al-Kalibi menyebutkan, term al-Muh}s}anat memiliki empat

kriteria, yaitu ; Islam, perempuan, memelihara diri, dan merdeka

(bukan budak). Selanjutnya, al-Kalibi mengungkap, bahwa kata Islam

dalam ayat ini (QS. al-Maidah/5:5) tidak termasuk dalam kriteria

yang disebutkan, karena adanya kalimat [ من الذين أوتوا الكتاب ] min al-

lazi>na u>tu al-kita>b. Pengertian perempuan juga tidak sesuai, karena

perkawinan itu tidak akan terjadi kecuali dengan lawan jenis. Tetapi

kriteria al-'Iffah [ memelihara harga diri ], dan hara>'ir [merdeka] yang

bukan budak, dapat dicakup dalam ayat ini. Sehingga kata al-

muh}s}anat dipahami sebagai al-'iffah, maka pernikahan dengan ahl al-

kita>b dibolehkan baik yang merdeka ataupun budak. Tetapi jika

dipahami al-muh}s}ana>t itu adalah al-hurriyah (merdeka), maka

28 Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 60. 29 Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 60.

Page 9: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

187

dilarang menikahi seorang budak dari ahl al-Kita>>b.30

Sedangkan

pernikahan pria muslim dengan wanita ahl al-Kita>b, terdapat dua

pendapat yang sangat mencolok, di antaranya, pendapat yang

mengharamkan dan pendapat yang membolehkan.31

D. Perspektif Penafsiran Ulama Periode Sahabat, Abad I H.

Husain al-Dhahabi dan Manna >' Khali>l al-Qatta>n dalam

masing-masing kitabnya menyebutkan dua periode besar, yaitu, di

antaranya, (1).Tafsir pada masa khasik yang mencakup tafsir pada

30Abu Fadl Syihabuddin al-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi

(w. 1270 H), Ru>h al-Ma’a>ni Fi> Tafsi>r Al-Qur’>a> al-Az}i>m Wa Sab’u al-Matha>ni (Beirut : Idaroh al-Thaba’h Al-Muniriyah Da>r Ihya’ al-Turath Al-Arabi, t.th ), Juz

ke- 2, 66. 31Dalam konsep ahl al-kita>b sebagaimana dikemukakan, bahwa mereka

adalah komunitas Yahudi dan Nasrani. Menurut sebagian ulama salaf dari

kalangan sahabat Nabi S.A.W mereka adalah orang-orang musyrik. Di antara

pendapat yang mengharamkan, bersumber dari Abdullah bin Umar r.a. Berawal

dari salah satu riwayat dari Ibn Umar yang disampaikan Nafi, bahwasanya

Abdullah bin Umar, setiap kali ditanya mengenai pernikahan seorang muslim

dengan wanita Nasrani atau wanita Yahudi, berkata: Allah mengharamkan wanita-

wanita musyrik terhadap pria-pria muslim, dan aku tidak mengetahui kemusyrikan

yang lebih besar dari keyakinan orang yang berkata, bahwa Tuhannya adalah Isa

atau salah seorang dari hamba-hamba Allah. Argument yang dilontarkan Ibn Umar

adalah berdasarkan QS. al-Baqarah/2:221. Nampaknya pendapat ini, berimbas

kepada pemahaman para ulama tafsir berikutnya, di antaranya, seperti, al-T}abarshi

(w. 548 H/1154 M), dan juga oleh al-Ra>zi (w. 606 H/ 1209 M), selain

beragumentasi yang sama, ia mempertegas bahwa ahl al-kitab adalah mushrik

berdasarkana QS. al-Taubah/9:30 dan al-Maidah/5:73,[Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga ].

Namun demikian, pendapat tersebut, kurang mendapat respon kalangan sahabat

umumnya, dan kalangan tabi'in, bahkan ulama-ulama tafsir modern hingga

kontemporer. Tetapi sebaliknya, secara umum, mereka membolehkan menikahi

wanita ahl al-kita>b, sebagaimana ditunjukkan dalam QS. al-Maidah/5:5, yang

berstatus telah men-takhs}is} (mengkhushuskan) larangan itu, menurut QS. Al-

Baqarah /2:221, karena ayat al-Baqarah itu, hanya ditujukan kepada laki-laki atau

perempuan kalangan penyembah berhala dan tidak termasuk ahl al-kita>b, maka

mengawini wanita ahl al-kita>b adalah hal yang boleh dan tidaklah dilarang.

Jala>luddin Al-Suyu>t}i ( 849-911 H), Al-Du>r al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-Ma’thu>r (Kairo:Markaz Hijr Li Bu’uth Wa Al-Dira>sat Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,1424

H/2003 M), cet. I, 564, Muhammad Fakhuddi>n Ar Rāzi (544-604 H), Tafsi>r al-

Fakhri al-Ra>zi al-Mushtahīr bi al-Kita>b Al-Kabi>r Wa Mafa>tih al-Ghaib (Kairo :Dar

al-Fikr, t.th), Juz ke-5, 59-61, Muhammad Hasan al-Thaba'thaba'I, al-Miza>n Fi> Tafsi>r Al-Qur'a>n (Beiru>t : Da>r Al-Arabiyah Wa Nasr Wa Tawzi>', 1398 H), jilid. 12,

178.

Page 10: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

188

masa Nabi, sahabat dan tabi'in. (2). Tafsir pada masa pembukuan.

Akan tetapi tafsir perode klasik dapat diketahui mulai pada masa

Rasulullah S.A.W hingga munculnya tafsir masa pembukuan, yaitu,

akhir pada masa (Daulah Umayyah dan diawal Daulah Abbasiyah),

yaitu awal abad I hingga abad II H. 32

Dalam konteks penafsiran Al-Qur’an tentang pernikahan

seorang muslim dengan wanita ahl al-kita>b, yang terkandung dalam

QS. al-Ma>idah/5:5, telah disepakati Jumhur Ulama kebolehannya.

Namun beberapa istilah di dalamnya, terkait ahl al-kita>b yang

statusnya al-Muh}s}ana>t yang menjadi perdebatan ulama, apakah

dengan kriteria merdeka (al-hara>ir) atau dengan kriteria menjaga

kehormatan (al-afa>if), yang boleh dinikahi. Oleh karena itu,

penafsiran para sahabat di awal Islam menjadi rujukan penafsiran

ayat-ayat pernikahan beda agama, dengan melihat pemahaman secara

seksama, latar belakang, metodologi, pemikiran, serta alasan-alasan

masing-masing kalangan mufassir sahabat. Perbedaan-perbedaan

mendasar penafsiran itu, dapat ditelusuri secara komprehenshif,

dimulai melalui penafsiran sahabat, mereka yaitu :

1. Al-Khulafa >’ al-Ra>shidi>n (11- 40 H)/(632-661 M)

Abu Bakar r.a (w. 634 H)33

ikut berperanserta sebagai mufassir

kalangan sahabat, 34

walaupun tidak sebanyak sahabat yang lain,

32Lihat. Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n

(Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M) , cet. I, 27-73, 75-102, Manna' Khali>l

al-Qatta>n, Maba>hith Fi> ‘Ulu>m al-Qur'a>n, (Kairo : Maktabah Wahbah, 2000), cet.

ke-7, 326- 332. 33Abu Bakar al-Siddiq adalah Abdullah bin Ustman bin Amir bin Amru

bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib bin Fikr al-

Qurash al-Tamimi. Ia diberi kuniyah (penggilan), Abu Qaha>fah. Dan Pada Masa

Jahiliyah di gelari al-Ati>q. Dia seorang yang akhlaknya, sangat baik, berani, kokoh

pendirian, slalu memiliki ide cemerlang, sabar, toleransi, memiliki ‘azi>mah

(keinginan keras), faqih, bersifat wara', dan jauh dari subha>t. Ia Masuk pertama

kali Islam, setelah Khadijah. Ia terpilih menjadi khalifah setelah Rasulillah. Ia

hanya 2 tahun menjadi khalifah, dan pada tahun 634 M/13 H , ia meninggal dunia.

Aktifitasnya, dilalui dengan singkat, bahwa setelah Nabi wafat, bangsa Arab tidak

mau tunduk lagi kepada kekuasaan pemerintahan Madinah, mereka menganggap

perjalananya, yang dilakukan bersama Nabi setelah wafat batal. Karena itu

mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap mereka keras kepala dan

membahayakan negara, maka Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini, yang

dikenal dengan perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Ibn Kathir, Al-Bida>yah Wa Al-Niha>yah Masa Khulafa>' Al-Ra>shidi>n, (Terj. Abu Ihsan Al-At}ari

dari Tarti>b Wa Tahzi>b Kita>b al-Bida>yah Wa Al-Niha>yah ), (Jakarta : Darul Haq,

Page 11: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

189

dalam hal pernikahan ini, karena singkatnya waktu, serta kehidupan

perjuangan yang hanya tidak lebih dari 2 tahun, lalu estafet

kekhalifahan diteruskan oleh kahalifah Umar bin al-Khatta>b.35

Abu

Bakar membolehkan pernikahan pria muslim dengan wanita ahl al-kita>b, yang merdeka yang berstatus dhimmy dan bukan h}arbiy. Hal

tersebut, disetujui mayoritas kalangan shahabat, dan para ahl fiqh

saat itu, kecuali Ibn Umar r.a, yang menolak pernikahan semacam

ini.36

Dalam konteks pernikahan seorang muslim dengan wanita

ahl al-Kita>b terkait term al- muh}s}ana>t dalam ayat [ والمحصنات من الذين

QS. Al-Maidah/5:5, dimaksudkan adalah, bahwa [ أوتو الكتاب من قبلكم

makna al-Muh}s}ana>t adalah sebagai al-Afa>’if [wanita yang menjaga

diri].37

Pendapat itu, disetujui oleh Umar bin al-Khatta>b (13-23

H/634-644 M), sebagaimana menurut riwayat Muhammad bin Yazi>d

dari al-Shhit} bin Bahra>m dari Shaqi>q bin Salmah, Ia berkata :

Hudhaifah menikahi wanita Yahudi, lalu Umar r.a menulis surat

2004, cet. I, 13-14, 28. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000 ), 35-36.

34Al-Dhahabi mengutip dari al-Suyu>t}i ( dalam Kitabnya al-Itqa>n ), bahwa

beberapa mufasir kalangan sahabat yang terkenal adalah, selain keempat khalifah,

yaitu ; Abdullah bin Mas'u>d, Abdullah bin Abba>s, Abdullah bin Ka'ab, Zaid bin

Tha>bit, Abu> Mu>sa al-Ash'ari, dan Abdullah bin Zubair. Terdapat pendapat lain,

diantara sahabat, selain mereka, adalah, Ana>s bin Ma>lik, Abu> Hurairah, Abdullah

bin Umar, Ja>bir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin Ash, dan Siti Aishah. Lihat.

Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo:Maktabah

Wahbah, 1396 H/1976 M ) , cet. I, 49. 35Namanya Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Adi bin Abdul 'Uzzah bin

Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razzah bin Adi bin Ka’ab bin Luai, Abu Hafs

Al-Adawi. Julukan beliau adalah al-Fa>ru>q dan ada yang menyebutnya gelar itu

berasal dari ahl al-Kita>b. Sedangkan Ibunya bernama Hantamah binti Hisyam bin

Mughirah kakak dari Abu Jahal bin Hisyam. Terkait gelar al-Fa>ru>k, al-Thabri

menyebutkan, dari jalan Ibn Sa’ad dengan yang Shahih bersumber dari al-Zuhri,

dengan lafaz, ‘ telah sampai Khabar kepadaku “, dari Jalur al-Waqidi, dari Siti

Aisyah ra. Bahwa Nabi yang telah member gelar, al-Fa>ru>q kepada Umar, dan Al-

Waqidi dinilai, matru>k (ditinggalkan beritanya), oleh kalangan Muhadithi>n, tetapi

Ibn Saad mengeluarkan dengan jalan yang mursal bahwa Rasulullah bersabda:“ Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran di atas lidah Umar dan di atas hatinya,

dialah al-Faruq. Ibn Katsir, Tahzi>b Wa Tahzi>b Kita>b al-Bida>yah Wa Al-Niha>yah

Masa Khulafa’ Al-Ra>shidi>n (Bandung : Dar Al-Haq, t.th), 168. 36

Abu Bakar Ahmad al-Ra>zi al-Jas}a>s}, Ahka>m al-Qur’a>n (Beirut: Dar Fikr,

t.th ), Juz I, 461. 37

Abu Bakar Ahmad al-Razi al-Jas}a>s}, Ahka>m al-Qur’a>n, 459.

Page 12: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

190

kepadanya agar ia menceraikannya. Lalu Hudhaifah membalas

suratnya itu, dengan mengatakan, apakah maksud anda adalah

haram, hingga saya harus menceraikannya. Umar r.a menjawab:

tidak, aku tidak bermaksud mengharamkannya, melaikan aku

kwawatir bahwa umat Islam, akan menjauhkan mereka, karena ahl al-kita>b. Al-Sha’bi berkata:bahwa ayat ini, menyatakan bahwa,

diantara tepeliharanya wanita Yahudi dan Nasrani adalah mereka

bersuci dan mandi dari setiap jina>bah (hadath besar) dan

membersihkan farj-nya. Pendapat itu, berbeda dengan pendapat

Mujahid yang memaknai sebagai wanita yang merdeka (hara>’ir).38

Umar bin al-Khattab r.a selama dalam pemerintahannya, banyak

melakukan beberapa hal, terkait persoalan pernikahan ini, yaitu, Pertama, Pernikahan beberapa tentara Islam termasuk di antaranya,

Ja>bir bin Abdillah ra. dan juga Sa’ad bin Abi Waqqa >s ra. setelah

penaklukan kota Kuffah.39 Kedua, perkawinan Hudhaifah r.a. ketika

menjadi gubernur di Mada’in dengan seorang wanita Yahudi.40

38

Abu Bakar Ahmad al-Razi al-Jas}a>s}, Ahka>m al-Qur’a>n (Beirut:Dar Fikr,

t.th), Juz I, 459. 39Terdapat riwayat tentang pernikahan tentara muslim dengan wanita Al

al-kita>b, di Kuffah, Dalam hal ini Jabir menjelaskan bahwa beberapa orang

(termasuk Saa>d bin Abi> Waqqa>s ), menikahi wanita ahl al-kitab, karena pada saat

itu, hampir tidak menemukan seorang wanita muslimah. Tetapi setelah

kembalinya ke Madinah, mereka menceraikan isteri-isteri mereka. Dan keterangan

ini, menjelaskan kebolehan pernikahan dengan wanita ahl al-kitab bagi orang

Islam, namun tidak sebaliknya para wanita muslim ah tidaklah dihalalkan, bagi

pria ahl al-kitab. Lihat. Abu Bakar Abdul Raza>q ibn Hammam al-Shan’a >ni,

Mus}annaf Abdul Raza>q, (Beirut: al-Maktabah al-Isla>mi, 1403 H), cet. Ke-2, 178,

Lihat juga teksnya dalam sunan al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad bin Husain bin Ali

bin Musa Al-Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra >(Makkah Al-Mukarromah:

Maktabah Dar Baz, 1994 M), Juz VII, 172. 40

Dalam pernikahan ini, Khalifah Umar sangat jelas, ikut aktif di

dalamnya, dalam menyelesaikan antara pernikahan Hudhaifah dengan wanita

Yahudi, yang berbuntut kepada perceraian keduanya, yang di awali ceritanya,

Khalifah Umar menulis surat kepada Hudhaifah, agar segera menceraikan istrinya

itu, dan terjadilah perdebatan, sebagaimana dalam sebuah riwayat, “Umar berkirim

surat kepada Hudhaifah agar segera menceraikan istrinya (seorang Yahudi), yang

isinya, “ Saya kwawatir kalian akan meninggalkan para wanita muslimah, dan

menikahi para wanita pelacur. Dalam riwayat lain, “ Hudhaifah membalas surat

tersebut, Hudhaifah berkata : Apakah ia (wanita Yahudi) itu haram dinikahi?,

Umar r.a menjawab[dalam suratnya]:Tidak, akan tetapi, aku kwawatir akan

mengambil istri para pelacur dari mereka. Lihat. Abu Bakar Ahmad bin Husain bin

Page 13: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

191

Ketiga, beberapa pernikahan beda agama yang diputus cerai oleh

khalifah.41

Demikian menurut Umar bin al-Khatab r.a dengan

mengamalkan za>hir na>s terhadap QS. al-Maidah/5:5, bahwa pria

muslim boleh menikahi wanita ahl al-kita>b, sedangkan wanita

muslimah tidak boleh dinikahi oleh pria ahl al-kita>b, karena tidak

terdapatnya satu ayat yang secara tegas melarang bentuk pernikahan

semacam ini. Selain itu, Ia membatasi cakupan ahl al-kita>b, dengan

tidak memasukkan Nasrani Arab ke dalam katagori tersebut, bahkan

ia berjanji memperdulikan mereka, sampai mereka masuk Islam.42

Sedangkan Usman bin Affa>n ra. (w. 33 H)(644-655 M)43

,

ketika berada dalam penguasaan Madinah tempat kepemimpinannya,

Ali bin Musa Al-Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra> (Makkah Al-

Mukarromah:Maktabah Dar Baz, 1994 M), Juz VII, 172. 41Terdapat beberapa kasus yang terjadi di masa Umar, pernikahan

beberapa wanita muslimah denga pria ahl al-kita>b, baik yang berbeda agama sejak

sebelumnya atau setelah menikah yang diceraikan oleh Khalifah Umar,

diceritakan, bahwa seorang lelaki Nasrani dari Bani Tsa’lab, Ubbad bin Nu’man,

yang memiliki seorang istri seorang wanita dari Bani Tamim, Dalam perjalanan

kehidupan perkawinan mereka, sang istri masuk Islam, sedangkan Ubbad masih

dalam kadaan Nasrani, maka Umar memisahkan keduanya, karena sang suami

menolak untuk masuk Islam. Lihat. Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin

Sala>mah bin Abdul Ma>lik bin Salamah al-T}ah>awi, Sharh Ma’a>ni al-Athar (Muhaqqiq : M. Zuhri al-Najjar),(Beirut : Da>r al-Kutub Ilmiyah, 1399 H), Juz III,

cet. I, 259. 42Sikap tegas Umar juga terlihat, ketika menyatakan Nasrani bukan ahl

al-kita>b, seraya berkata, Bahwa Orang-orang Nasrani Arab bukanlah ahl al-kita>b,

dan tidaklah halal hewan-hewan sembelihan mereka, Akupun tidak akan

membiarkan mereka( menikah ), hingga mereka masuk Islam atau aku akan

memukul leher ( memerangi ) mereka “. Lihat. Muhammad bin Idri>s Abu Abdillah

al-Sha>fi’ih, Musnad al-Sha>fi’ih ( Beirut : Dar Kutub, t.th ), 309. 43 Usman bin Affan lahir pada tahun 574 M, dari golongan Bani Umayah.

Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas

ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Al-Sa>biqu>na al-Awwalu>n (golongan

yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan

Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum

muslimin. Beliau dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal

namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada

umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzu>nnurain yang berarti

yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi

puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum ). Ia

meninggal karena terbunuh, di hari Adha sedangkan ia sedang membaca Al-

Qur’an, para usia 82 tahun, pada tahun 35 H, dengan jabatan sebagai khalifah

selama 12 tahun, Ibn Katsir (701-774 H), al-Bida>yah Wa Al-Niha>yah (Tahqiq:

Page 14: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

192

yang terjadi dalam beberapa penaklukan luar Jazirah Arab, seperti

Afrika, sehingga terjalin suatu hubungan yang baik, dan ketika itu

Usman menjelang kewafatannya, pada tahun 28 H, Ia menikahi

Nailah binti al-Fara>fisah seorang waita Nasrani, dan ketika

dinikahinya, ia masih dalam keadaan Nasrani, kemudian ia masuk

Islam. Namun beberapa data sejarah, menyatakan bahwa, walaupun

Nailah pada saat (perkawinan), ia masih keadaan Nasrani, akan

tetapi, ia sudah masuk Islam sebelum digauli oleh khalifah Usman

bin Affan ra.44

Sementara Ali Bin Abi> T}a>lib ra (11-40 H/634-661 M),45

Ia

seorang yang terdekat Nabi S.A.W, kemudian menjadi khalifah

Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki)(Gizah:Markaz Bu'ut Wa Dirasat al-

Islamiyah Wa Al-Arabiyah Bi dar Hijrah, 1418 H /1998 M), cet. I, 208-213,

Syiekh Muhammad Said Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah

(I’zamu al-Islam ‘Abara Arba’ata ‘Ashar Qarnan min al-Zaman, terj. Khoirul

Amrullah Harahap dkk)(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007 ), cet. 1, 16-19. Tetapi

dalam sisi fiqhnya, beliau diantara, fara pemberi fatwa yang pertengahan, diantara

para sahabat lain, seperti, Abu Bakar al-Siddiq, Ummu Salamah, Abu Said al-

Khudri, Abu Musa al-Ash'ari, Ja>bir bin Abdullah, Muaz bin Jabal, Abdullah bin

Amr bin Ash, serta Abdullah bin Zubair. Lihat. Manna’ Al-Qatta>n, Tari>kh Tashri>’ Al-Isla>mi Al-Tashri>’ Wa Al-Fiqh ( Riyad} : Maktabah Al-Ma’arif Li Al-Nasr Wa

Tawzi’ Lis}a>hibiha Sa’ad bin Abdurahman al-Rashi>d, 1417H/1997 ), Cet. Ke-2,

242. 44Terdapat keterangan dalam al-Bida>yah Wa al-Niha>yah, bahwa Ibn

Katsir menjelaskan, bahwa Usman bin Affan, telah menikahi Nailah binti

Farafisah, yang masih dalam keadaan Nasrani, sedangkan ia (satu-satunya),

wanita Nasrani, di antara istri-istri Usman, kemudian Ia masuk Islam ditangannya,

Lihat. Abu Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Dimasqi, al-Bida>yah Wa al-Niha>yah ( Beiru>t : Makabah Ma’rif, t.th ), Jus VII, 163.

45Nama lengkapnya, Ali bin Abu T}alib bin Abdul Muthalib bin Hashim

bin Abdi Manaf bin Quraisy bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib

bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah Abu Hasan dan Husein, digelari Abu

Thurab, anak paman Rasulullah SAW dan suami putri beliau, Fatimah al-Zahra’

ra. Lahir dari seorang ibu bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi

Manaf binQushay, ibunya digelari Wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan

putera Bani Hasyim. Ayah beliau bernama Abu T}alib. Dia adalah paman kandung

Rasulullah SAW yang sangat menyayanginya. Nama sebenarnaya, adalah Abdi

Manaf. Ali bin Abi Thalib masuk Islam saat masih kanak-kanak. Ia telah menyerap

sejak usia belia, tumbuh besar dalam pangkuan kenabian dan tangan kerasulan. Ia

sadar bahwa ia anak asuh di rumah kenabian. Ia menyaksikan semua peperangan,

kecuali Tabuk, karena Rasulullah SAW, meninggalkannya di rumah. Ia telah

menyerap akhlak kenabian hingga is memadukan keutamaan-keutamaan yang

tidak dimiliki oleh yang lain. Hatinya bersinar, pemikirannya cemerlang dan

Page 15: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

193

pengganti Usman bin Affan r.a, meskipun tidak banyak yang

meriwayatkan dalam masalah pernikahan beda agama, tetapi dalam

salah satu riwayatnya, disebutkan, bahwa menurutnya, orang-orang

Arab yang beragama Nasrani, tidak ada yang tidak meminum Khamr,

oleh karena itu, Ali melarang umat Islam untuk memakan daging

hewan sembelihan mereka.46

Menurut keterangan lain, disebutkan

bahwa, Ali bin Abi T}a>lib r.a. tidak suka memakan hewan hasil

sembelihan Nasrani Arab, dan tidak mengawini para wanita

mereka.47

Pandangan Ali tentang nikah beda agama, terkait ayat al-

Maidah/5:5[bersumber dari T>awwus dan Hasan ], juga sejalan

dengan pendapat Siti Aisyah r.a dan Ibn Umar r.a, yang menyatakan,

bahwa tidak membenarkan makanan sembelihan yang dilakukan atas

dasar tidak menyebut nama Allah S.W.T, dengan alasan ayat 121

surat al-An'am, [ تأكلوا مما لم يذكر اسم هللا عليه وإنه لفسق وال ]. Tetapi dalam

hal ini, menurut Imam Maliki, bahwa Ali r.a hanya mencela atas

pernikahan tersebut, dan tidak mengharamkannya.48

Terkait dengan

ilmunya luas. Sehingga ia menjadi lautan ilmu dan hujjah pemahaman keagamaan

dan panggilan hukum. Rasulullah SAW telah mengangkatnya untuk memimpi

Yaman dan berdo’a untuknya, ” Ya, Allah kuatkanlah lidahnya dan bimbinglah hatinya ”. Dalam al-Hilyah, Abu Nua’im meriwayatkan dari jalur Abu Bakar Ibn

’Ayya’sy, dari Nashir bin Sulaiman Al-Ahmasy, dari ayahnya, dari Ali ra. Yang

berkata : ” Demi Allah, tida ada satu ayatpun yanga turun kecuali aku mengetahui

perisiwa apa berkaitan dan di mana ayat itu diturunkan. Sesungguhnya Tuhanku

menganugrahkan kepadaku hati yang cerdas ( qalban ’aqu>lan ) dan lidah yang suka

bertanya (lisa>nan sa’u>lan ). Ibn Katsir, al-Bida>yah Wa An-Niha>yah Masa Khula>fa’ Al-Rasyidi>n ( terj. Abu Ihsan Al-Atsari dari kitab Tarti>b Wa Tahzi>b Kita>b al-Bida>yah Wa Al-Niha>yah )( Jakarta : Dar al-Haq, 1424 H / 2004 ), cet. I, 415

Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo:Maktabah

Wahbah, 1396 H / 1976 M ), Jus I, cet. t.th, 66, Muhammad Ibn Alawi Al-Ma>liki

Al-Hasani, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an : Ringkasan Kitab Al-Itqa>n Fi> Ulu>m Al-Qur’a>n Karya Al-Ima>m Jala>luddin Al-Suyu>tti ( Bandung : PT Mizan Pustaka,

2003), cet. I, 287, Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur’an : Sejarah Tafsir dan

Metode Para Mufasir (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1428 H / 2007 M), Cet. I, 27 46

Abu Bakar Abdul Razaq ibn Hammam al-Shan’ani, Mus}annaf Abdul Raza>q, (Beirut: al-Maktabah al-Isla>mi,1403 H), cet. Ke-2, 186.

47Lihat. Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufi, al-Mus}annaf Fi al-Ah}a>dits Wa Al-Athar (Riyad : Maktabah al-Rusyd, 1409 H), Juz

III, cet. I, 478. 48

Abu Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Qut}ubi

(w. 671), al-Ja>mi’ li Al-Ah}ka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tad}ammanahu Min al-Sunnah Way Al-Furqa>n (Tahqiq:Mua’sasah Al-Risa>lah, 1427 H/2006 M), Cet. I,

Juz : I, 316.

Page 16: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

194

na>sikh dan mansu>kh yang merupakan sebagai dasar pemahaman

ajaran Islam, terutama memahami isi kandungan al-Qur’an, sebagai

salah satu cara mengetahui tentang yang halal dan yang haram hingga

tidak bercampurnya antara kedua hal tersebut, menurut Ali r.a

mengetahui na>sikh dan mansu>kh dalam bagian kajian ini, sangatlah

penting. Tetapi terkait pernikahan beda agama QS. al-Baqarah/2:221

dan QS. al-Maidah/5:5, sebagaimana disampaikan al-Suyut}i, bahwa

ayat Al-Baqarah di atas, telah di-nasakh dengan ayat al-Maidah.

Dengan melihat ungkapan itu, Ali bin Abi T}alib telah jelas,49

memahami apa yang dimaksudkan kedua ayat di atas dalam hal

pelarangan menikahi wanita musyrik, dan membolehkan menikahi

wanita ahl al-kita>b. 50

2. Abdullah Bin Abba>s ( w. 68 H/ 687 M )

Menyimak penafsiran Ibn Abbas r.a, telah membenarkan

seorang muslim menikahi wanita ahl al-Kita>b, sebagai bentuk

pengecualian (istisna>’) terhadap ayat 221 surat al-Baqarah dengan

ayat 5 surat Al-Ma>idah.51

Dalam hal ini, Ibn Abbas, berkata : Bahwa

49 Sebagaimana yang ditulis oleh Al-Zarkashi (w. 794 H) dalam al-Burha>n

dan juga al-Suyut}i (w. 911 H) dalam kitabnya Al-Itqa>n Al-Imam Jalaluddin Al-

Suyu>t}i (w. 911 H), sebuah atsar Ali bin Abi Thalib mengungkapkan terhadap

seorang Hakim. ” Tidak diperkenankan seseorang untuk menafsirkan Al-Qur’an,

kecuali ia telah mengetahui nasikh dan mansukh . Dan Ali bin Abi Thalib telah

berkata kepada seorang Hakim, ” Apakah anda mengetahui yang nasikh dari yang

mansukh ? Hakim menjawab : Tidak, jawab seorang hakim itu. Lalu Ali berkata :

Celakalah anda dan mencelakai orang lain ”. Sebagaimana yang ditulis oleh Al-

Zarkasyi (w. 794 H) dan juga al-Suyu>t}i (w. 911 H) dalam kitabnya Al-Itqa>n . Al-

Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah Al-Zarkasyi (w. 794 H), Al-Burha>n Fi> Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo:Maktabah Dar Al-Turath, t.th), Jilid I, 29,Al-Imam

Jalaluddin Al-Suyu>t}i (w. 911 H), Al-Itqa>n Fi> ’Ulu>m Al-Qur’a>n (tahqiq : Said al-

Mandu>r )( Beirut : Dar al-Fikr Li Thaba’ah Wa Nasr Wa Nasr Wa Tawzi’, 1416 H/

1996), jilid. II, cet. I, 59.

50Al-Imam Jalaluddin Al-Suyutti (w. 911 H), Al-Itqa>n Fi> ‘Ulu>m Al-

Qur’a>n (tahqiq:Said al-Mandur)(Beirut:Dar al-Fikr Li Thaba’ah Wa Nasr Wa Nasr

Wa Tawzi’, 1416 H/1996 ), jilid. II, cet. I, 59. 51Pendapat Ibn Abbas sebagaimana yang dikutip al-Suyutti dalam

tafsirnya, bahwa ia melalui Ibn Jarir, Ibn Munzir, Ibn Abi Hatim, serta al-Nuha>s

(dalam Nasikh-nya), dan Al-Baihaqi (dalam Sunan-nya) berpendapat, bahwa

larangan menikahi wanita musyrik merupakan bentuk pengecualian (istina>’a >t) khusus terhadap wanita ahl al-Kitab, sementara menurut Abu Daud dan Al-

Baihaqi yang bersumber dari Said bin Zubair itu adalah bentuk nasakh, Jalaluddin

al-Suyutti (879-911 H), al-Du>rr al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-Ma’thu>r

Page 17: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

195

Allah mengecualikan wanita ahl al-kitab dari ketentuan di atas.

Sedangkan menurut Abdullah bin Jubayr, mengutip keterangan

hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, [ اء أهل الكتاب واليتزوج نتزوج نس

-Kitab boleh menikahi wanita-wanita ahl al-kitab, namun laki ][نساءنا

laki mereka tidak boleh menikahi wanita kita].Walaupun sanadnya,

diperselisihkan, namun subtansinya, disepakati para ulama.52

Tetapi

terdapat pengecualian menurut Ibn Abbas r.a tentang al-muh}s}ana>t wanita ahl al-kita>b yang berstatus dhimmi boleh dinikahi, sedangkan

yang berstatus h}arbi tidak boleh dinikahi.53

Pendapat tersebut

didukung atas dasar firman Allah QS. Al-Mujadilah/58:22, yang

menyatakan tidak akan pernah ada seorang mukmin bisa menjalin

hubungan cinta-kasih dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan

Rasul-Nya, tetapi sebaliknya bahwa hubungan perkawinan dapat

melahirkan rasa cinta dan kasih-sayang antara sang suami dan istri,

sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur’an surat al-Ru>m/30:21.54

(Tahqiq:Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky)(Kairo:Markaz Hijr Li a-Bu’uth Wa

Al-Dirathat al-Arabiyah Wa al-Islamiyah, 1424 H/2003 M), cet. I, 562-563. 52Abdul Wahab Abdul Muhaimin, Ayat-Ayat Perkawinan Dan Perceraian

Dalam Kajian Ibnu Katsir ( Jakarta : Gaung Persada (GP) Press, 2010 ), Cet. I, 20-

21. 53Kafir Istilah harbi dan zimmi, kafir harbi adalah kafir yang

disyari’atkan, boleh diperangi. Sedangkan kafir dimmi, yaitu orang kafir yang

membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya

mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh

selama ia masih mentaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka.

http.Islambukanteroris.com. Disadur, 11 Juni 2011. Menurut Muhammad Quraish

Shihab, pengertian Kafir ( secara bahasa ), adalah tidak percaya kepada Allah dan

Rasul-Nya ( Nabi Muhammad S.A.W ), kafir Majusi, kafir karena menyembah api,

kafir mushrik, kafir karena menyekutukan Tuhan, percaya akan adanya tuhan

selain Allah atau mempersama-samakan Allah dengan tuhan yang lain, J.S Badudu

dan Sutan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Jakarta : Pustaka

Sinar Harapan, 2001 ),cet. ke-4, 595, Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur’an (kajian kosa kata), (Jakarta : Lentera Hati, 2007), cet. I, 415-417, 560-561.

54Terjemahan QS. al-Rum/30:21, “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. Departemen Agama RI Jakarta, Al-Qur’an Dan Terjemahnya ( Bandung : Gema Risalah Press ), 644, Abu al-Fadl Syihab al-

Din al-Sayyid Mahmud Al-Alusi al-Baghdadi, Ru>hul al-Baya>n Fi> al-Qur’a>n al-Az}i>m Wa Sab’ul Matha>ni ( Beirut : Dar Ihya al-Turast Al-Arabi, t.th ), Juz VI, 65-

Page 18: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

196

3. Abdulla>h bin Mas’u>d ( w. 32 H )

Menurut Abdullah bin Mas’ud r.a dalam konteks pernikahan

beda agama ini, keterangan, ini tidak berbeda dengan pandangan

para sahabat pendahulunya atau sahabat yang lain, maka dalam

kasus pernikahan ini, terlihat jelas, mayoritas para ulama mulai dari

kalangan sahabat, tabi’in bahkan ulama masa awwal Islam sampai

moder-kontemporer, sependapat membolehkan status pernikahan

dengan wanita ahl al-Kita>b, berdasarkan firman Allah S.W.T QS. al-

Maidah/5:5. walaupun berbeda ada dianatara mereka, yang tidak

sejalan karena alasan dan pandangan yang berbeda.55

4. Abdullah Bin Umar ( w. 72 H )

Menurut Abdullah bin Umar56

terkait pernikahan dengan

wanita al-muh}s}ana>t, misalnya, terhadap QS. Baqarah/2:221 atau QS.

66. Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya (Jakarta : Penerbit

Paramadina, 1998 ), Cet. I, 167.

55Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya (Jakarta :

Penerbit Paramadina, 1998 ), Cet. I, 171. 56Abdullah bin Umar r.a putra khalifah kedua Umar bin Khattab bin

Naufel al-Quraisyal-Al-Adawi saudara kandung Sati Hafsah Ummul Mukminin.

Dia di lahirkan tidak lama setelah Nabi diutus menjadi Rasul, ketika itu ia baru

berumur 10 tahun. Ia ikut masuk Islam bersama ayahnya. Kemudian ia mendahului

ayahnya hijrah ke Madinah. Pada saat perang Uhud ia masih terlalu kecil untuk

ikut perang, dan Rasulullah tidak mengizinkannya. Tetapi setelah selesai perang

Uhud ia banyak mengikuti peperangan, diantaranya, perang Qadisiyah, Yarmuk,

Khandak, Penaklukan Afrika, Mesir dan Persia, serta penyerbuan Basrah dan

Madain. Al-Zuhri tidak pernah meninggalkan pendapat Ibn Umar r.a untuk beralih

kepada pendapat orang lain. Imam Malik dan al-Zuhri berkata : ” Sungguh, tak ada satupun dari urusan Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang tersembunyi bagi Ibn Umar ”. Ia seorang yang banyak meriwayatkan hadits setelah Abu Hurairah. Ia

meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Siti Aisyah, saudari kandungnya

Hafsah dan Abdullah bin Mas’ud. Yang meriwayatkan dari Ibn Umar banyak

sekali, dinataranya, Sa’id bin Musayyab, al-Hasan al-Basri, Ibn shihab al-Zuhri,

Ibn Sirin, Nafi’, Mujahid, Thawus dan Ikrimah. Ia dikenal seorang yang Zuhud,

shaleh, bertaqwa, seketika berkata Rasulullah tentang dirinya, ”Sebaik-baik pemuda adalah Abdullah bin Umar, dan jika ia shalat malam, jarang waktu malamnya terbuang untuk tidur, keculai sedikit sekali ”. Ia wafat di Makkah

setelah haji pada tahu 73 H dengan usia 84 tahun. Manna’ Al-Qattan, Tari>kh Tasyri>’ Al-Isla>mi Al-Tasyri>’ Wa Al-Fiqh ( Riyad} : Maktabah Al-Ma’arif Li Al-

Nasyr Wa Tawzi’ Lishahibiha Sa’ad bin Abdurahman al-Rasyid, 1417 H/1997),

Cet. Ke-2, 25, Ibn H}ajar Al-Atsqalani (w.852 H),Taqri>b al-Tahzi>b (Beirut :

Mu’asasah Al-Rislah, 1420 h/ 1999 M ), cet. I, 256-257.

Page 19: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

197

al-Maidah/5:5, sebagaimana telah disebutkan dalam beberapa bab

sebelumnya, Ibn Umar r.a kurang menyetujui adanya pernikahan

semacam ini. Hal itu bisa dipahami, karena Ia memandang, bahwa

ahl al-kita>b adalah musyrik, sebagaimana dimaksudkan QS. al-

Baqarah/2:221, karena alasan itulah, Ia mengharamkan pernikahan

seorang mu’min dengan wanita ahl al-Kita>b. Jika demikian, tentu,

menikahi wanita al-muh}s}ana>t, tidak berarti apa-apa baginya.

Bertentangan dengan beberapa pendapat para sahabat umumnya,

yang secara historis, pernikahan semacam ini telah dilakukan

kalangan sahabat, seperti, Usman bin Affan r.a menikahi Nailah binti

Fara>fisah seorang wanita Nasrani, kemudian ia masuk Islam,

demikian dilakukan Hudhaifah menikah dengan perempuan Yahudi,

juga beberapa sahabat yang lain, seperti, Ibn Abba>s, T}alhah, Jabir

dan lainnya. Juga dilakukan kalangan para tabi’in, seperti, Sayyid bin

Musayyab, Muja>hid, Said bin Jubayr, Ra>bi’ bin Ana>s, Ikri>mah, al-

Sha’bi, D}ahak, serta beberapa kalangan ulama fiqh lainnya.57

Pendapat Ibn Umar r.a tersebut, memiliki landasan riwayat, yang

disampaikan Al-Bukhari dan Al-Nuhas, yang bersumber dari Na>fi’

ان عبد هللا بن عم , عن نافع ( ناسه ) والنحاس فى , وأج البا م هللا : قال . كان ذا سئل عن نكاح الإل النصانية أو الي ودية ح

وت أعف شيئا من اإلشاك أعظم من أن تقول , المشكات على المؤمنين . ب ا عيسى أو عبد من عباد هللا: المأة

Dari Al-Bukhari dan Al-Nuhas dalam kitab ( Nasikh ), dari Nafi’,

bahwasanya Abdullah bin Umar, setiap kali ditanya tentang pernikahan seorang

pria muslim dengan wanita Nasrani atau wanita Yahudi. Ia berkata : Allah

mengharamkan wanita-wanita musyrik terhadap pria-pria muslim, dan aku tidak

57Lihat. Ibn Abdi Al-Ba>r (368 H/463 M), Al-Istizkar al-Jami’ Li Mazahib

Fiqaha>’ Al-Ams}a>r Wa Ulama Al-Aqt}a>r Fi>ma Tadmanahu “ Al-Muwatt}a }’ “Min

Ma’a >ni al-Ra’yi Wa Al-thar Wa Sharhu Zalika Kullihi bi Al-I>za>z wa Ikhtis}ar Ma

‘Ala Z}ahri Al-Ard ba’da kita >billah As}ahhu min Kitab Ma>lik al-Ima>m al-Sha>fi’ih,

(Bairu>t:Da>r Kutaibah Li Thaba’ah Wa Nasr, tth), Jilid ke-16, 72, Lihat. Al-Imam

Al-Jali>l al-Ha>fidz Imaduddin Abi Al-Fida’ Ismail Ibn Kathi>r al-Dimasq (w. 774

H), Tafsi>r Al-Qur’an Al-Azi>m (Gizah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah, 1421 H/2000 M),

cet.I, 296.

Page 20: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

198

mengetahui kemusyrikan yang lebih besar dari keyakinan seseorang yang berkata,

baha Tuhannya adalah Isa atau salah seorang dari hamba-hamba Allah.58

Dari keterangan-keterangan di atas, menjadi dasar pelarangan

pria muslim menikahi wanita musyrik menurut Qs al-Baqarah/2:221,

yang disamakan dengan pelarangan menurut QS.al-Maidah/5:5,

karena itu status mereka disamakan, dengan status musyrik. 59

Kesimpulan pendapat ulama-ulama kalangan sahabat, baik

kalangan Khulafa>' Al-Ra>shidi>n, seperti, Abu Bakar r.a membolehkan

pernikahan dengan ahl al-kita>b yang merdeka yang berstatus zimmy

yang bukan h}arby, sedangkan Umar bin al-Khattab r.a, juga

membolehkan menikah dengan wanita ahl al-kita>b yang statusnya

afa>'if (terpelihara) dari kalangan wanita al-muh{s}ana>t, sedangkan

Usman bin Affan r.a sependapat dengan pendapat mereka yang

membolehkan, kecuali Ali r.a yang hanya mencela dan tidak

mengharamkannya. Sedangkan selain Khulafa' Al-Rashidin, seperti

Abdullah bin Abbas r.a dan juga Abdullah bin Mas'ud r.a tidak

melarang, melainkan Abdullah bin Umar r.a yang mengharamkan

menikah dengan wanita al-muh}s}ana>t (ahl al-kita>b), dengan alasan,

karena mereka adalah musyrik.

E. Penafsiran Perspektif Ulama Salaf (Periode Klasik : 650-

1250M)(Abad IV-VI H atau abad X M)

Setelah masa kepemimpinan Khulafa > al-Ra>shidi>n berakhir,

dilanjutkan kepemimpinan oleh generasi selanjutnya, baik sahabat,

tabi’in dan para pengikutnya. Selain itu juga, perkembangan

keilmuan umat Islam mulai maju, hingga dipertengahan abad II H ini,

membuat beberapa karya-karya tafsir tidak sampai semuanya kepada

umat, melainkan hanya sedikit sekali. Tetapi karya-karya tafsir para

ulama, mulai dikenal di tengah masyarakat setelah petengahan abad

ke-4 H ini, di antaranya karya-karya tafsir mereka adalah, seperti,

tafsir Ja>mi’ al-Baya>n ’An Ta’wil Ay al-Qur’a>n, karya al-Imam al-

T}abari> (w. 310 H), Tafsir Ahka>m al-Qur’a>n, karya al-Jas}a>s} (w. 370

58Jalaluddin Al-Suyu>t}i (849-911 H), Al-Du>r al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-Ma’thu>r (Kairo:Markaz Hijr Li Bu’uth Wa Al-Dira>sat Al-Arabiyah Wa Al-

Isla>miyah, 1424 H / 2003 M), cet. I, 564. 59Al-Imam Al-Jalil al-Hafidz Imaduddin Abi Al-Fida’ Ismail Ibn Katsir

al-Dimasqi (w. 774 H), Tafsi>r Al-Qur’an Al-Az}i>m (Gi>zah:Mua’sasah Al-Qurt}ubah,

1421 H / 2000 M ), cet.I, 299.

Page 21: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

199

H), Tafsir Ma’a>lim Tanzi>l, karya al-Baghawi> (w. 510 H/1122 M),

dan lain sebagainya.

1. Ibn Jari>r Al-T}abari (w. 310 H/925 M), Dalam Kitab Tafsirnya,

Ja>mi’ al- Baya>n an Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n

Ibn Jari>r al-T}abari60

menafsirkan mengenai penikahan pria

muslim dengan wanita ahl al-kita>b, dalam teks QS. al-Maidah/5:5

sudah jelas status kebolehannya, walaupun menjadi persoalan di

dalamnya bagi wanita yang statusnya al-muh}s}ana>t yang merdeka [al-

60Ibn Jari>r al-T}abari seorang fakar tafsir di Abad ke-4 H. Nama

lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin

Ghalib Al-Thabari. Dilahirkan di kota Thabaristan di Persia ( Iran ) sekitar akhir

tahun 224 H atau awal tahun 225 (839 M). Ia adalah seorang Imam, Mujtahid, dan

pengarang kitab-kitab terkenal, diantara kitabnya yang sangat fenomenal, adalah

tafsir Ja>mi’u Baya>n An Ta’wil Ay Al-Qur’a>n yang terdiri dari 15 jilid yang dinilai

sebagai literatur terpenting dalam bidang tafsir bi al-ma’tsur, bahkan dalam

bidang tafsir bi al-ra’yi (akal dan logika), karena memadukan pendapat-pendapat

dan mencari pendapat yang paling kuat, disamping memuat istinbath dan wajah-

wajah i’rab. Karena itu kitabnya, merupakan kitab yang paling agung paling sahih

dan paling lengkap, karena memuat pendapat para sahabat dan tabi’in. Para

pengkaji Al-Qur’an, menilai bukunya itu, sebuah kitab yang tiada duanya di

bidang tafsir. Al-Nawawi berkata, belum ada karya yang ditulis semisal dengan

kitab tafsir Ibn Jarir al-Thabari. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat rapih dan

disiplin slalu menjaga kesehatan dan penampilan. Al-Thabari menjalani hidup

dengan prilaku zuhud, tak sedikitpun ia silau dengan kenikmatan duniawi, sikap

ini dibuktikan dengan penolakannya terhadap tawaran jabatan strategis di

pemerintahan. Ia menampik imbalan harta yang disodorkan kepadanya. Selain itu,

ia mampu menghafal Al-Qur’an di usia yang sangat muda, pada usia 7 tahun. Dan

di usia delapan tahun ia menjadi seorang imam shalat, menulis hadits-hadits Nabi

SAW. Dan dalam kehidupan secara sosial, ia juga seorang yang senang melanglang

buana, berpindah-pindah tempat dalam rangka menuntut ilmu, seperti Mesir,

Syam, Irak, kemudian ia terakhir singgah dan menetap di Bagdad hingga akhir

hayatnya. Kurun kehidupan al-Thabari di kancah politik, ia hidup di masa

keemasan di panggung peradaban, yaitu zaman kebangkitan Daulah Abbasiyah

(750 M-1242M) yang berpusat di Bagdad. Ketika ia lahir yang menjadi penguasa

adalah al-Wasiq Billah atau Harun bin Muhammad al-Mu’tashim sebagai khalifah

IX(842-847 M). Jika dilihat perkembangannya, selama ia hidup terdapat sekitar 10

kali pergantian khalifah, hingga khalifah XVIII, yaitu al-Muqtadir (908 -934 M).

Dan Ia wafat pada tahun 310 H. Yunus Hasan Abidu,Tafsir Al-Qur’an ; Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1428 H/1428 H),

Cet. I, 68-69, Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo :

Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M), Juz. I, cet. Ke-6, 147, Saiful Amin Ghafur,

Profil Para Mufasir Al-Qur’an (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2008), 64-65.

Page 22: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

200

hara>'ir] atau yang terpelihara [ al-Afa>'if ], merupakan suatu hal yang

masih samar, karena di antara mereka ada yang memasukkan katagori

ahl al-kita>b yang boleh dan tidak boleh dinikahi.61

Selain itu juga Ia

menafsirkan ayat, dengan menjelaskan, tentang halal-nya sembelihan

ahl al-kita>b [Yahudi dan Nasrani], karena mereka berpegang teguh

kepada ajaran kitab Taurat dan Injil yang diturunkan kepada nabi-

nabi mereka. Maka disepakati status sembelihan mereka adalah hala>l, walaupun, masih dipersangsikan antara hasil sembelihan orang

musyrik Arab, yang tidak memiliki kitab suci. Namun dengan jelas,

Ibn Jari>r, dalam konteks ini, sependapat sama dengan para mufassir

lainnya, yang sedikit membatasi pemahaman ahl al-kita>b yang tidak

dimaksudkan untuk semua agama Yahudi dan Nasrani dari kalangan

Bani Isralil, melainkan mereka yang hanya benar-benar memiliki

kitab suci (Taurat dan Injil ).62

Ibn Jari>r menyatakan dengan tegas pendapatnya, bahwa ahl

al-Kita>b itu bukan musyrik, selain itu juga berpendapat, bahwa

wanita ahl al-Kita>b yang boleh dinikahi oleh orang-orang Islam

adalah yang berstatus merdeka [al-Hara>'ir] dan terpelihara

kehormatannya (afa >if), baik dari kelompok agama Yahudi atau

Nasrani yang memiliki ketaatan terhadap ajaran agamanya, baik yang

berasal dari Bani Israil ataupun yang bukan.63

Bahkan dengan tegas

lagi, Ibn Jari>r r.a, membolehkan menikahi wanita muh}s}}ana>t yang

beriman, bukan yang berstatus budak, berdasarkan QS. Al-Nisa'/4:25,

walaupun secara tekstual dalam ayat [والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب ]

telah disinggung sebagai wanita ahl al-kita>b yang terpelihara [afa>'if], tetapi jika ia beriman, boleh dinikahi. Selain itu, menurutnya bahwa,

wanita yang merdeka dari ahl al-kita>b, apakah telah berbuat zina atau

tidak, dari kalangan zimmi atau harby yang bukan ka>fir,64

61

Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H),Tafsi>r Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n ’An Ta’wi>l Ay Al-Qur’an (tahqiq:Abdullah bin Muhsin al-Turki),

Cet. I, Juz VIII, 130. 62

Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n ’An Ta’wi>l Ay Al-Qur’a>n , 129 63 Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H), Tafsi>r Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n ’An Ta’wi>>l Ay Al-Qur’a> >n (ditahqi>q:Abdullah bin Muhaisin

al-Turki)(Kairo: Markaz al-Buhu>th Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah W a Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M), Cet. I, 134-138. 64

Pengertian Kafir, secara bahasa berasal dari akar kata ka>f, fa>, ra>’ yang

berarti menutupi. Abu Qa>shim Husain Bin Muhammad al-Ma’ru>f bi Ra>ghib al-

Asfaha>ni, Al-Mufrada>t Fi> Ghari>b Al-Qur’an (Beiru>t : Da>r al-Ma’rifah, t.th ), 433-

Page 23: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

201

berdasarkan ayat di atas, maka boleh dinikahi, dan juga tidak

memperdulikan, apakah berasal dari Bani Israil atau bukan, walaupun

hal itu keluar dari pendapat Jumhur, maka Ia menghalalkan

pernikahan dengan ahl al-kita>b dari semua agama, baik Yahudi atau

Nasrani. 65

Terkait penafsiran QS. al-Maidah/5:5, ( محصنين غير مسافحين وال

dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud)( متخذى أخذان

berzina dan tida pula menjadikan gundik-gundik), al-Tabari

membolehkan menikah pria muslim dengan wanita muh}s}ana>t, juga

juga boleh pria ahl al-Kitab yang muh}s}in yang terpelihara, dan tidak

434, Dari pengertian tersebut, munculah beberapa pengertian lain, yang dapat

dikembalikan kepadanya, misalnya, malam disebut ka>fir, karena menutupi, ia

menutupi siang, petani disebut ka>fir, karena pekerjaannya menutupi benih dengan

tanah (QS. Al-Hadid/57:20), demikian pula awan disebut kafir, karena menutupi

matahari, bahkan tempat yang terisolir dari keramaian juga disebut kafir, karena

keterisolirannya menjadikan tempat tersebut tetutup dari dunia luar. Term al-kufr dalam al-Qur’an, ditemukan sebanyak 525 kali. Dan bila difahami secara umum,

kata kufr dapat dikembalikan kepada pengertian secara bahasa, misalnya, (1).

Kafir, berarti kelompok yang menutupi buah (QS. al-Insan/76:5),(2). Kuffa>r (bentuk jamak dari ka>fir), QS. al-Hadid/57:20 yang berarti para petani. (3).

Kaffa>rah, berti denda penebus dosa atas kesalahan tertentu. Term ini, muncul 4

kali dalam al-Qur’an surat al-Maidah/5:45,89 dan 95. Dan kaffa>rah dalam ayat

tersebut diartikan, dalam bentuk sedekah atau berpuasa. (4). Kaffara

(Yukaffiru),berarti menutupi, menghapus atau menghilangkan. Kata tersebut

terulang sebanyak 14 kali dalam al-Qur’an, yang semuanya berarti penghapusan

dosa. Empat pengertian tersebut, tidak memcerminkan, makna pengingkaran

terhadap Tuhan dan Rasul-rasul-Nya. Tetapi dalam penyebutan terakhir, antara

lain mengisyaratkan, bahwa orang-orang yang menutupi nikmat Allah atau tidak

berterimakasih atas nikmatnya yang dianugrahkan kepadanya dalam hidup ini,

bisa disebut kufr nikmat. Dan secara terminologi, tidak sepakat para ulama

menetapkan batasan kufr, hal itu dikarenakan, adanya perbedaan batasan tentang

iman. Salah satu batasannya, yang paling umum, khususnya adalah padangan

syari’ah, iman diartikan, sebagai pembenaran atas kerasulan Nabi Muhammad

SAW, serta ajaran-ajaran yang dibawanya. Sedangkan kufr adalah kebalikan dari

itu, yakni pendustaan(penolakan) terhadap Rasulullah serta ajaran-ajaran beliau.

Dengan pengertian tersebut, bahwa predikat ka>fir itu dapat dinyatakan tepat,

apabila seseorang telah mendustakan kerasulan Muhammad SAW dan ajaran-

ajaran yang dibawanya Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya

(Jakarta : Penerbit Paramadina, 1998), Cet. I, 62-64, 415-416. 65

Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H),Tafsi>r Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n ’An Ta’wi>l Ay Al-Qur’an (ditahqi>q:Abdullah bin Muhsin al-

Turki)(Kairo:Markaz al-Buhuth Wa Al-Dira>sah Al-Arabiyah Wa Al-Isla>miyah,

1422H/2001 M), Cet. I, Juz ke VIII,147.

Page 24: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

202

bermaksud melakukan maksiat apalagi menjadikan gundik-gundik,

kekasih hidup tanpa ikatan sebuah pernikahan. Selain itu juga

mengutip pendapat Ibn Abbas, bahwa boleh menikah dengan

membayar mahar dan saksi. Kemudian, penjelasan ini, ditutup

dengan ayat ( ومن يكفر باإليمان فقد حبط عمله وهو فى األخرة من الخاسرين ).

Bahwa orang yang inkar dengan tidak beriman kepada Allah SWT

dan apa yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah sesuatu yang

benar, ancaman bagi mereka ancaman, dan hapusnya pahala serta

kerugian di akhirat. 66

2. Al-Jas}a>s} ( w. 370 H ), Tafsir Ahka>m Al-Qur’a>n

Al-Jashash menyetujui kebolehan menikahi wanita Ahl al-

Kita>b atas dasar QS. Al-Maidah/5:5, sebagai pengecualian (istisna >'), terhadap QS.al-Baqarah/2:221, yang berkatagori al-muh}s}ana>t yang

terpelihara dan menjaga kehormatannya.67

Walaupun demikian, Ia

tidak meyetujui pendapat Ibn Umar r.a yang tidak membenarkan

dengan pernikahan semacam ini, karena alasan kemusyrikan, baik

dari ahl al-Kita>b maupun non ahl al-Kita>b. Meskipun demikian,

mengenai penafsiran QS.al-Maidah/5:5, Ia berpendapat sama dengan

mufassir lainnya, seperti, Ibn Jari>ral-T}abari, dan sebagainya, yang

menyatakan, bahwa makna al-Muh}s}ana>t adalah wanita afa>if , yaitu

makna yang tertuju kepada wanita ahl al-kita>b yang terpelihara

segala kehormatannya, dan juga berstatus merdeka [hara>’ir ].68

66

Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r Al-T}abari (224-310 H),Tafsi>r Al-T}abari Ja>mi’ al- Baya>n ’An Ta’wi>l Ay Al-Qur’an, Cet. I, 149-150.

67Abu Bakar Ahmad al-Ra>zi al-Jas}as}, Ahka>m al-Qur’a>n (Beirut:Dar Fikr,

t.th ), Juz I, 454. 68Dikatakan oleh Abu Bakar, bahwa makna al-Muh}s}ana>t adalah al-afa>’if,

sependapat demikian Umar bin Khattab. Walaupun ia sedikit keras terhadap

pernikahan Hudhaifah denan wanita Yahudi, namun hal itu karena kekwatirannya

saja, sehingga ia marah, namun kenyataannya ia tidak mengharamkan. Berkata

Abu Bakar : terjaganya wanita Yahudi dan Nasrani, karena mereka melakukan

mandi jina>bah (hadats besar), dengan demikian berarti mereka menjaga

kehormatannya. Abu Bakar Ahmad al-Ra>zi al-Jas}a>s, Ahka>m al-Qur’a>n (Beirut :

Dar Fikr, t.th), Juz II, 459.

Page 25: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

203

3. Al-Baghawi > ( w. 510 H / 1122 M ), Dalam Tafsir Ma’a>lim

Tanzi>l Dalam penjelasan QS.al-Maidah/5:5, al-Baghawi

69

menyebutkan, bahwa ahl al-kita>b itu adalah Yahudi dan Nasrani.

Dalam menjelaskan pernikahan beda agama, al-Baghawi mengutip

pendapat-pendapat mayoritas ulama di antaranya, pendapat Muja>hid

yang membolehkan pernikahan dengan wanita al-Muh}s}ana>t yang

merdeka, baik ia beriman atau dari kalangan ahl al-Kita>b, baik itu

wanita terpelihara (afi>fah) ataupun tidak. Meskipun demikian ada di

antara mereka, yang tidak membolehkannya, prihal pria muslim

menikahi budak wanita ahl al-kitab berdasarkan QS. An Nisa’/4:25

(Famima> Malakat Ayma>nukum Min Fataya>tikum al-Mu’mina>t). meski berbeda pandangan dengan Ibn Abbas r.a yang tidak

membenarkan pernikahan dengan wanita (ahl al-kitab), sampai ia

membayar pajak, QS. al-Taubah/9:29[ حتى يعطوا الجزية ]. Setuju al-

Baghawi juga dengan pandangan al-Hasan tentang, al-muhs}ana>t, yaitu sebagai wanita terpelihara, baik yang berstatus merdeka atau

sebagai budak. Dan menurut perkataan Al-Sya’bi, bahwa

terpeliharanya ahl al-kita>b itu, karena mereka bersih dari tuduhan

perbuatan zina dan bersuci dari hadas besar (Jina>bah).70

69Nama lengkapnya adalah al-Imam al-Hafidz al-Shahir al-Muhyi al-

Sunnah Abu Muhammad bin Husin Ibn Mas’ud Muhammad bin Farra’ al-Baghawi

al-Syafi’ih. Dia diberi gelar Muhyi al-Sunnah ( penghidup al-Sunnah) dan Rukn al-Din (Penegak Agama). Ia dilahirkan di Baghshur sebuah kota kecil yang terletak di

antara Hazzah, Moro dan al-Rudz dari kota Khurasan. Ia wafat di bulan Syawwal

di Moro dan Rudz tahun 510 H pada usia 80 tahun. Selengkapnya, Lihat. Indeks.

Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo :Maktabah

Wahbah, 1396 H/1976 M), Jilid I, 168-169, Al-Imam Muhyi al-Sunnah Abu

Muhammad al-Husai bin Mas’ud al-Baghawi (w. 516 H), Tafsir Al-Baghawi “ Ma’a>lim al-Tanzi>l “ (Riyad} : Dar Tibah, 1409 H), Jilid I, 15, 72-73, Mani’ Abdul

Halim Mahmud, Metodologi Tafsir : Kajian Komprehnshif Metode Para Ahl Tafsir (Terj. Faisal Saleh dan Syahdianor) Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

2006), 292, Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur’an : Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), cet. I, 72-73.

70Al-Ima>m Muhyi al-Sunnah Abi Muhammad al-Husain bin Mas’u >d al-

Baghawi (w. 516 H), Tafsi>r Al-Baghawi : “ Ma’a >lim al-Tanzi>l “, (Riyad : Dar

Thibah,1409 H ), jilid III, 19.

Page 26: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

204

4. Al-Zamakshari (467-538 H/1075-1144 H), Tafsi>r Al-Kashsha>f Al-Zamakshari

71menafsirkan QS.al-Maidah/5:5 terkait ahl al-

kita>b sebagai wanita al-Muh}s}ana>t, yaitu sebagai wanita yang

merdeka dan terjaga kehormatannya. Sepakat al-Zamakhsyari dengan

para ulama pada umumnya, dengan memposisikan, bahwa al-muh}s}ana>t sebagai wanita yang layak untuk dinikahi. Tetapi bagi yang

tidak berstatus merdeka, mengutip pendapat Abu Hanifah sama

dengan orang-orang Islam lainnya, walaupun hal itu bertentangan

dengan Mazhab al-Sya>fi’i, dengan mengutip pendapat Ibn Umar ra.

yang tidak memandang bahwa pernikahan itu ada, karena mereka

menyatakan, bahwa ahl-Kita>b adalah musyrik bersadarkan QS. Al-

Baqarah/2:221. Terlepas dari kedua pendapat yang berbeda itu Al-

Zamakhshari, menyatakan pendapatnya, bahwa persyaratan menjadi

sebuah ketentuan untuk memilih, dan yang terpenting, adalah bahwa

bagi seorang muslim agar slalu berhat-hati dalam memilih calon istri,

dan oleh karena itu, kebolehan untuk melakukan pernikahan dengan

wanita ahl al-Kita>b hanyalah merupakan keringanan (rukhs}ah ) saja,

dan bukan tujuan, karena apapun alasannya, orang-orang beriman

lebih baik dari ahl al-kita>b.72

71Al-Zamakhshari dikenal sebagai ilmuan besar dalam bidang bahasa dan

retorika, dia juga diberikan julukan al-Ima>m al-Kabi>r (maha guru), disandangnya

karena kedalaman ilmunya, dibidang tafsir, hadits, gramatika, filologi, seni

deklamasi, sya’ir bahasa Arab meski dia berasal dari Persia. Al-Zamakhshari

adalah penulis yang produktif, hingga ia wafat di hari Arafah tanggal 09

Dzulhijjah tahun 538 H. Dan karya Al-Zamakhshari yang terkenal dalam tafsir,

adalah Al-Kasya>f ’an Haqa>’iq Ghawa>mid al-Tanzi>l Wa Uyu>n al-Aqa>wil Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l, tetapi karyanya lebih terkenal dengan sebutan kitab tafsir al-Kasha>f yang merupakan salah satu kitab tafsir bi al-Ra’yi (rasio). Al-Ala>mah Ja>rullah Abu>

Al-Qa>shim Mahmu>d bin Umar Al-Zamakhshari (467-538 H), Al-Kasha>f ‘An Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l ( Riyad} :

Maktabah Abikah), Juz I, 5, 12-14, Mani Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehenshif Metode Para Ahli Tafsir (Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, 2006), 224, Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M ), Juz. I, cet. Ke-6, 304-

305, Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an (Yogyakarta : Pustaka

Insan Madani, 2008 ), 73-75. 72Dalam hal ini, telah dikutip pernyataan, Atha bin Abi Rabbah, “ dengan

semakin banyaknya wanita muslimah, maka tidak perlu untuk menikahi wanita ahl al-Kita>b, Al-Ala>mah Ja>rullah Abu> Al-Qa>s}im Mahmu>d bin Umar Al-Zamakhshari

(467-538 H),Al-Kasha>f ‘An Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l ( Riyad} : Maktabah Abi>kah, ), Juz II, 200.

Page 27: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

205

Beberapa kesimpulan penafsiran ulama klasik abad ini (IV

hingga VI H), tentang pernikahan dengan wanita muh}s}ana>t, dapat

ditarik kesimpulan, yaitu, (1). Menurut Ibn Jari>r al-T}}abari, bahwa,

ahl al-Kita>b bukanlah musyrik. Selain itu juga al-Tabari menegaskan,

bahwa wanita ahl al-Kita>b yang boleh dinikahi oleh orang Islam

adalah yang berstatus merdeka (al-Hara>'ir), dan terpelihara

kehormatannya (afa >if ), baik dari kalangan Yahudi atau Nasrani yang

memiliki ketaatan terhadap ajaran agamanya, baik yang berasal dari

Bani Israil ataupun yang bukan. (2). Pendapat al-Jas}a>s} sejalan dengan

al-T}abari, wanita yang boleh dinikahi adalah wanita muh}s}ana>t yang

terpelihara segala kehormatannya. (3). Berbeda dengan pandangan al-

Baghawi, yang mengutip pendapat Muja>hid, bahwa Ia membolehkan

menikahi wanita muh}s}ana>t yang berstatus merdeka, yang beriman

dari ahl al-Kita>b, baik itu wanita terpelihara (af>ifah) atau tidak. (4).

Sementara menurut al-Zamakshari menyatakan pendapatnya, wanita

al-Muh}s}ana>t adalah wanita yang merdeka dan terjaga kehormatannya

yang layak dinikahi.

F. Perspektif Ulama Tafsir Abad Pertengahan I (Masa

Kemunduran I/1250-1500 M)73

Dalam kancah sejarah-sosial, terkait perkembangan ilmu dan

pengetahuan di bidang tafsir, baik pemikiran, karya tulis ulama-

ulama terdahulu, di antaranya, Imam Fakhruddin Al-Ra>zi ( w.606 H),

al-Qurt}ubi (w. 671 H), al-Baid}a>wi (w.791 H), al-Kha>zin (w.741 H),

menjadi sangatlah penting dan diperlukan untuk mengetahui

pandangan serta alasan mereka tentang pernikahan beda agama,

yaitu:

73Sejarah perkembanga Islam, abad pertengan ini berkisar antara tahun

1250 hingga 1500 M yang berpusat di Baghdad. Secara sejarah sosial umar Islam

pada masa kekuasaan atau pada khalifahan Abbasiyah, di saat umat Islam sudah

mulai maju dan berkembang dengan pesat, dengan banyaknya bangsa-bangsa

Eropah yang masuk di wilayah Asia Tengah, terutama masuknya kerjaan besar,

seperti, Mongol, Tartar, dan sebaginya, yaitu, pada abad ke-5 H, Badri Yatim,

Sejarah Kebudayaan Islam (Dirasah Islamiyah II)(Jakrta : PT Raja Grafindo

Persada, 2000 ), cet. Ke-10, 111.

Page 28: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

206

1. Al-Imam Fakhruddi>n Al-Ra>zi ( w. 606 H/1209 M),Tafsir Mafa>tih

Al-Ghaib/Tafsi>r al-Fakhru al-Ra>zi / Tafsi>r al-Kabi>r. Al-Ra>zi menafsirkan QS. al-Maidah/5:5 membolehkan

pernikahan dengan wanita ahl al-kita>b, dengan makna yang

terkandung di dalamnya adalah wanita al-muh}s}ana>t, yaitu

mengandung makna al-hara>’ir (merdeka) dan makna al-Afa>’if (terhormat). Secara langsung juga Ia memasukkan kriteria di

dalamnya sebagai budak wanita ('amah).74

Dua kriteria makna

tersebut, mengandung dua pendapat, (1). Ada yang membolehkan

dengan syarat membayar mahar kepada tuannya [ إذا أتيتموهن أجورهن ].

Ke (2), dengan merujuk pada pemahaman ayat al-Nisa’/4:25 [ فمناملكت أيمانكم من فتياتكم المؤم املكت أيمانكم من فتياتكم ]ayat al-Nisa’/4: 25مذ فمن م ,bahwa, dibolehkannya menikahi mereka dengan syarat,[ المؤمنات

telah memiliki waktu yang cukup lama sebagai budak, karena

kwawatir akan berbuat dosa. Jika syarat yang dimaksudkan telah

terpenuhi, maka menikahi wanita afa>’if (terpelihara) tidaklah

dilarang. Berdasarkan dua pendapat tersebut, maka jatuh pilihan al-

Ra>zi terhadap kriteria wanita al-muh}s}ana>t yang berstatus merdeka

(al-hara>ir), dibanding wanita yang berstatus budak (‘amah),

walaupun sama-sama terpelihara statusnya, kerena ketidakbebasan

wanita ‘amah dalam beraktifitas yang sangat terbatas, apalagi

berinteraksi di luar lingkungan, dibanding wanita yang merdeka,

maka menurut al-Ra>zi, mereka lebih utama dan lebih baik, sehingga

pernikahan dengan wanita muh}s}ana>t yang merdeka menjadi pilihan

utama dan dibolehkan.75

74

Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n ( Kairo :

Maktabah Wahbah, 1396 H / 1976 M ), cet. I, 206, Ma’a >ni Abdul Hali>m Mahmu>d,

Metodologi Tafsir : Kajian Komprehenshif Metode para Ahli Tafsir ( Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2006), 320, Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H / 1976 M, cet. I, 206.

75Alasan Al-Ra>zi, memilih al-Hara>’ir, karena beberapa alasan, di

antaranya,(1).Sebagaimana lanjutan ayat, menyatakan bahwa dibenarkan

mengawini wanita ahl al-Kitab yang merdeka ( hara>'ir ), padahal ketika dipahami,

bahwa yang dapat menerima hanya orang yang merdeka, sedangkan budak, tidak s,

padahal ketika dipahami, bahwa yang dapat menerima hanya orang yang merdeka,

sedangkan budak, tidak sama sekali mempunyai hak. (2). Penyetujuan pada makna

al-Afa>’if akan menafenyetujuan pada makna al-Afa’if akan menafikan perkawinan

pelaku zina, padahal pelaku zina masih bias dikawini, Lihat. Al-Zamakhshari, Al-Kasha>f ‘An Haqa>’iq Ghawa>mid Al-Tanzi>l Wa ‘Uyu>n al-Aqa>’wil Fi> Wuju>h al-Ta’wi>l (Riya>d} : Maktabah Abi>kah), Juz II, 200, sedangkan alasan lain, bedasrkan

Page 29: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

207

2. Al-Qurt}ubi> ( w. 671 H/1273 M ), al-Ja>mi’ Li Ah}ka>m Al-Qur’a>n

Menurut Al-Qurt}ubi dalam penjelasan QS. Al-Maidah/5:5 ini,

hanya berbicara tentang pernikahan seorang muslim dengan wanita

ahl al-Kita>b, yang hanya sekedar kriteria al-muh}s}ana>t, tanpa

memberikan kriteria status lain. Al-Qurtubi banyak mengutip

perdebatan beberapa ulama lain, dengan menjelaskan potongan

beberapa ayat. Di antaranya perdebatan, tentang kriteria ahl al-

Kita>b, yang berstatus kafir harbi atau kafir mu’ahad. Menyinggung

kriteria al-muh}s}ana>t, ia mengutip pendapat, Ibn Abbas r.a yang

menyatakan, bahwa mereka adalah termasuk para wanita yang terjaga

dan berakal sehat (afi>fat dan aqi>la>t). Sedangkan menurut al-Sha’bi,

mereka adalah wanita yang menjaga diri dari perbuatan zina, dan

membersihkan diri dengan mandi jika berhadats besar (Jina>bah),

sedangkan menurut Muja>hid menganggapnya sebagai wanita

merdeka. Berdasarkan atas pendapat-pendapat inilah, Abu > Ubaid

menyatakan bahwa, menikahi budak ahl al-kita>b hukumnya haram,

karena tidak sesuai dengan ketentuan QS.al-Maidah/5:25, demikian

pendapat yang dianut al-Ra>zi.76

Tetapi diakhir keterangan dari

pendapat-pendapat tersebut, al-Qurt}ubi menyatakan pendapatnya, ”

riwayat yang berasal dari Atha’, bahwa mengawini wanita ahl al-kitab adalah

rukhshah, ketika jumlah wanita muslimah sedikit. Dan dengan jumlahnya yang

semakin banyak, maka tidak lagi berlaku rukhs}ah. Dan menurut al-Ra>zi juga,

adanya ayat yang memerintahkan untuk menjauhi orang-orang kafir dan beberapa

aktifitasnya (La Tattakhizu> ‘Aduwi >Wa Aduwakum Awliya>a’), QS. al-

Mumtahanah/60:1, yang dengan kecintaan yang dibangun, akan memalingkan

kecintaan dengan mengikuti apa keinginan sang istri, dan sang suami akan lebih

mudah untuk beralih agama, dan mungkin akan bertambah, jikaanak-anak mereka

lahir dan tumbuh dewasa atas asuhan dari sang istri dari ahl al-kitab tersebut. [3].

Betapa besarnya kesalahan dalam perkawinan, yang diawali dari perselisihan,

meskipun boleh mengawini mereka, namun akibat yang akan terjadi itu muncul,

maka status pernikahan menjadi tidak boleh (ghar ja>iz). Lihat. Al-Ima>m

Muhammad al-Ra>zi Fakhruddi>n Ibn D}iya>uddin Umar al-Muashtahi>r bi al-Khati>b

al-Rayy (544-604 H), Tafsir al-Fakhri al-R>azi (Beiru>t : Da>r al-Fikr, 1401 H/1981

M ), cet. I, Jilid ke-11, 150. 76Abu Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Qut}ubi

(w. 671), al-Ja>mi’ li Al-Ah}ka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tad}ammanahu Min al-Sunnah Way Al-Furqa>n ( Tahqi>q : Mua’sasah Al-Risa>lah, 1427 H/2006 M), Cet.

I, Juz : I, 320, Lihat. Al-Imam Muhammad al-Ra>zi Fakhruddi>n Ibn D}iya>uddin

Umar al-Muashtahi>r bi al-Khati>b al-Rayy (544-604 H), Tafsir al-Fakhri al-Ra>zi (Beiru>t : Da>r al-Fikr, 1401 H /1981 M), cet. I, Jilid ke-11, 149.

Page 30: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

208

demikian pendapat-pendapat ulama besar ”. Tanpa ada tarjih atau

tanggapan terhadap pendapat mereka. Dengan melihat adanya

indikasi dan syarat tertentu, hanya sekedar al-muh}s}ana>t-lah al-

Qurt}ubi, terlihat lebih jelas pendapatnya, bahkan ketika menjelaskan

ayat ”Wa man yakfur bi al-I>ma>n ”, dengan redaksi ayat ” Wa al-

Muh}s}ana>tu Min al-Ladhi>na Utu > al-Kita>b ”, para wanita ahl al-kitab

berkata : ” Jika Allah tidak rid}a atas agama kami, maka Dia (Allah)

tidak akan mengizinkan untuk menikahi kami ”. Kemudian setelah

itu, turun redaksi ayat, ” wa man yakfur bi al-i>ma>n ”, [yakni, barang

siapa yang kufur dengan apa yang dibawa Nabi Muhammad S.A.W,

maka amal perbuatannya akan sirna]. Dengan melihat keterangan-

keterangan tersebut, dapatlah disimpulkan, bahwa al-Qurt}ubi,

sebenarnya ingin menyatakan, bahwa ahl al-kita>b [yang berstatus

muh}s}ana>t], dan yang tidak mengingkari ajaran Islam, walaupun ia

ingkar kepada nabi pembawanya, maka boleh dinikahi.77

3. Al-Baid}a>wi (w.791 H/1191 M ),dalam kitabnya, Tafsir Anwa>r al-Tanzi>l Wa Asra>r al-Ta’wi>l

Al-Baid}a>wi dalam menafsirkan,QS.al-Ma>idah/5:5 ini dengan

sangat rinci, menurutnya, bahwa kebolehan pernikahi ahl al-kita>b

adalah yang berstatus al-muh}s}ana>t.78Lalu Al-Baid}a>wi mendefinisikan

kata al-Muh}s}anat adalah wanita yang merdeka (al-h}ara>’ir) dan

terpelihara (al-Afa>’if ) dari perbuatan zina. Kemudian Ia menegaskan

kedudukan wanita ahl al-kita>b itu yang statusnya wanita al-harbiya>t

77

Abu > Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Abu > Bakar Al-Qut}ubi

(w. 671), al-Ja>mi’ li Al-Ah}ka>m Al-Qur’a>n Wa Al-Mubi>n Lima> Tad}ammanahu Min al-Sunnah Way Al-Furqa>n (Tahqiq :Mua’sasah Al-Risalah, 1427 H/2006 M ), Cet.

I, Juz : I, 321. 78

Ungkapan Ibn Suhbah al-Baid}a>wi, adalah seorang yang produktif,

karya-karyanya terlihat, misalnya, menyusun rangkuman ( mukhtas}ar ) tafsir al-Kassha>f karya al-Zamakhshari, menjelaskan al-Mukhtas}ar karya Ibn Ha>jib di

bidang ilmu Usu>l Fiqh, mensyarahi juga kitab al-mukhtakha>b fi al-Ushu>l karya al-

Imam Fakhruddin al-Ra>zi, al-Tawalli Fi> al-Kala>m, al-Gha>yah al-Quswah fi Dira>yah al-Fatwa li Fiqh al-Sya>fi’ih dan menulis sebuah kitab tafsir yang

merupakan karya terbaiknya, al- Anwa>r al-Tanzi>l Wa al-Asra>r al-Ta’wi>l, yang

kemudian tafsir ini terkenal dengan sebutan nama Tafsi>r al-Baidha>wi. Al-Baid}awi

wafat pada tahun 791H/1286 M. Al-Imam Al-Qa>dhi Nas}iruddin Abu Said

Abdullah Abu Umar Muhammad al-Shaira>zi Al-Baid}a>wi (w. 791 H ), Tafsir al-Baid}a>wi al-Musamma al-Tafsi>r Anwa>r al-Tanzi>l Wa Asra>r al-Ta'wi>l ( Beirut : Dar

Al-Fikr, 1416 H/1996 M ), Juz ke-1, 3.

Page 31: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

209

atau dalam pengertian sebagai wanita musyrik yang dalam status

ka>fir h}arbi, maka menikahi wanita seperti ini dilarang.79

Selain

menyinggung persoalan makanan, terkait dengan para penganut

Yahudi dan Nasrani, Ia mengutip pendapat Ali bin Abi T}alib, bahwa

mereka tidak masuk dalam katagori Nasrani Bani Tagallub, karena

dalam hal ini, khusus mereka yang hanya berstatus peminum khamar

saja. Demikian dengan maju>si, yang pada kenyataannya, mereka

telah disepakati kewajiban membayar Jizyah (upeti), dengan

Sabdanya Nabi S.A.W, [Sannu> Bihim Sunnata Ahli al-Kita>bi][perlakukanlah mereka seperti halnya memperlakukan ahl al-

Kita>b], tetapi dalam hal pernikahan dengan wanita mereka (maju>si) atau memakan makanan hasil sembelihan mereka, tetap tidak berlaku

dan tidak diperkenankan bagi orang-orang muslim.80

4. Imam Al-Kha>zin ( w. 741 H/1341 M ), Tafsir Luba>bu al-Ta’wi>l Fi Ma’a>ni al-Tanzi>l

Al-Kha>zin dalam menjelaskan QS. al-Baqarah/2:221ini,

menyatakan, bahwa status musyrik adalah berlaku untuk semua jenis

kemusyrikan, para penyembah berhala (al-wathaniyah), penyembah

api (al-maju>si), beragama Yahudi dan Nasrani. Al-Kha>zin juga setuju

dengan pendapat, bahwa ayat al-Baqarah itu dikhusushkan untuk

para wanita yang merdeka dari kalangan ahl-al-kita>b berdasarkan

QS. Al-Maidah/5:5. Mengutip pendapat, Ibn Abbas r.a, bahwa makna

’muh}s}ana>t’ yang dimaksudkan dalam ayat al-Maidah ini, Ia adalah

khusus bagi wanita bangsa Arab penyembah berhala (al-wathaniya>t), atau sebagaimana menurut Qata>dah, adalah wanita bangsa Arab yang

tidak mempunyai kitab suci yang dibaca. Pendapat-pendapat tersebut

disetujui Jumhur Ulama, dengan menyatakan, bahwa stastus

perbuatan al-shirk masih bersifat umum, maka sifatnya bisa masuk

katagori ahl al-Kita>b yang mencakup wanita Yahudi dan Nasrani,

para penyembah berhala, yang beragama maju>si, berdasarkan QS. al-

79

Al-Imam Al-Qa>dhi Nas}iruddin Abu Said Abdullah Abu Umar

Muhammad al-Shaira>zi Al-Baid}a>wi (w. 791 H), Tafsir al-Baid}a>wi al-Musamma al-Tafsi>r Anwa>r al-Tanzi>l Wa Asra>r al-Ta'wi>l (Beirut : Dar Al-Fikr, 1416 H/1996 M),

Juz ke-1, 297-298 .

80Al-Imam Al-Qa>dhi Nas}i>ruddin Abu Said Abdullah Abu Umar

Muhammad al-Shaira>zi Al-Baid}a>wi (w. 791 H), Tafsir al-Baid}a>wi al-Musamma al-Tafsi>r Anwa>r al-Tanzi>l Wa Asra>r al-Ta'wi>l (Beirut : Dar Al-Fikr, 1416 H/1996

M), Juz ke-1, 298.

Page 32: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

210

Taubah/9:30, [ ابن هللا وقالت النصارى المسي بن هللاااليهود عزير وقالت ].81

Dan

larangan itu berlaku juga bagi wanita muslimah, yang akan dinikahi

pria musyrik, walaupun Ia sebagai pria kaya raya, dengan alasan

karena untuk menghidari fitnah dan menghindari ajakan mereka jalan

menurju ke Neraka [ يدعوا إلى النار ].82

Berbeda dengan larangan

menikahi wanita ahl zimmy dan bukan harby, terdapat adanya

pendapat ulama yang membolehkannya dengan alasan, mereka

adalah wanita ahl al-kita>b (Yahudi dan Nasrani), yang muh}s}ana>t terjaga dari perbuatan zina.

83

Kesimpulan penafsiran ulama-ulama abad pertengahan I ini,

di antaranya, menurut, al-Ra>zi, bahwa menikahi wanita al-muh}s}ana>t yang merdeka (al-hara>ir), lebih baik dan menjadi pilihan dibanding

menikahi wanita yang berstatus budak (‘amah), walaupun sama-sama

statusnya terpelihara, namun kemerdekaan wanita ‘amah dari semua

aktifitasnya terbatas, apalagi berinteraksi di luar rumah, maka wanita

yang merdeka yang tidak terbatas, lebih menjadi pilihan. Sedangkan

menurut al-Qurt}ubi membolehkan menikah dengan wanita ahl al-

Kita>b, yang hanya sekedar kriteria al-muh}s}ana>t [terpelihara] secara

umum, tanpa adanya kriteria lain dan batasan. Menurut al-Baid}a>wi,

boleh menikah dengan wanita al-muh}s}ana>t yang merdeka, terpelihara

dari perbuatan zina. Tetapi berbeda dengan al-Kha>zin, wanita al-

muh}s}ana>t itu yang berstaus zimmi bukan harbi, baik Ia Yahudi atau

Nasrani yang terpelihara dari perbuatan zina yang boleh dinikahi.

81Terkait dengan kriteria ahl al-kita>b, Ibn Abba>s, menjelaskan, kata

muh}s}ana>t berlaku untuk wanita yang merdeka (hara>’ir ), al-Hasan, al-Sha’bi, dan

al-Nakha>’i serta al-D}aha>q setuju dengan wanita terjaga dan terpelihara (afa>’if), oleh kerana itu Ibn Abba>s melarang pernikahan dengan budak wanita dari

kalangan Ahl al-Kita>b, demikian pndapat ini, diikuti mazhab Sha>fi’ih, karena

alasan, memiliki dua kekekurangan, yaitu, berpredikat kufur (kafir) dan juga

sebagai budak sahaya. Berbeda dengan mazhab H}anafi membolehkan, karena

alasan pelarangan terhadap ayat yang masih bersifat umum. Alauddi>n Ali bin

Muhammad bin Ibra>him al-Bagda>di (Kha>zin, w. 725 H), Tafsi>r al-Kha>zin al-Musamma Luba>bu al-Ta’wi >l Fi> Ma’a>ni al-Tanzi>l (Beiru>t : Da>r Fikr, t.th), 147.

82Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibra>him al-Bagda>di ( Kha>zin, w. 725

H ), Tafsi>r al-Kha>zin al-Musamma Luba>bu al-Ta’wi>l Fi Ma’a >ni al-Tanzi>l )(Beiru>t :

Da>r Fikr, t.th ), 148. 83Alauddi>n Ali bin Muhammad bin Ibra>him al-Bagda>di (Kha>zin, w. 725 H

), Tafsi>r al-Kha>zin al-Musamma Luba>bu al-Ta’wi>l Fi> Ma’a>ni al-Tanzi>l (Beiru>t:

Da>r Fikr, t.th), 432-433.

Page 33: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

211

G. Perspektif Penafsiran Ulama Tafsir Abad Pertengahan II

(Masa Kemajuan dan Kemunduran II/1500-1800 M)

Dalam kancah persoalan sejarah atau sejarah-sosial, terkait

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang tafsir, pemikiran serta

karya tafsir ulama-ulama tafsir abad ini, dapatlah dikaji ulang,

seperti, karya Ibn Kathi>r (w.774 H), Jala>luddin Al-Mahalli (w. 864

H/1455 M), Jala>luddin Al-Suyu>t}i (w. 911 H/1505 M), al-Alu>si (w.

1270 H), dan sebagainya, untuk mengetahui bagaimana pendapat-

pendapat mereka tentang penafsiran ayat-ayat pernikahan beda

agama, yaitu :

1. Ibn Kathi>r (w. 774 H/1372 M), dalam Tafsi>r al-Qur’an al-Az}i>m.

Penafsiran Ibn Kathi>r menyebutkan beberapa riwayat yang

disampaikan Ibn Jari>r al-T}abari dari Muja>hid, dalam menjelaskan

QS.al-Maidah/5:5 ini, terkait persoalan al-muh}s}ana>t ayat [ والمحصنات

sebagai kriteria wanita yang terpelihara ,[من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم

(afi>fah) dan merdeka (hurrah), bukan sebagai seorang budak belian.

Sesungguhnya yang dimaksudkan Mujahid dengan istilah muh}s}ana>t, adalah wanita-wanita merdeka. Dapat pula dimaksudkan, bahwa yang

dimaksud dengan al-hurrah (wanita merdeka), mereka adalah wanita

yang menjaga kehormatn, seperti yang disebutkan dalam riwayat

(lain) yang bersumber dari Mujahid. Dan hal ini, merupakan pendapat

yang disepakati Jumhur ulama dan merupakan pendapat yang lebih

mendekati kebenaran. Dengan demikian akan terhindar dari

pengertian yang menunjukkan kepada wanita zimmi, yang kriteria

mereka tidak memelihara kehormatannya. Tetapi menurut zahir ayat,

makna yang dimaksud muh}s}ana>t, ialah wanita yang menjaga

kehormatan dari perbuatan zina, sama halnya dengan makna yang

terkandung dalam ayat QS. al-Nisa’/4:25 محصنات غير مسافخات والمتخذات

sedangkan merekapun wanita-wanita yang memelihara diri)( أخذان

bukan pezina dan buka pula wanita yang mengambil laki-laki sebagai

piaraannya). 84

Kemudian para ulama berselisih pendapat mengenai makna

yang dimaksud dengan firmannya QS. al-Maidah/5:5 ( والمحصنات من

dan wanita-wanita yang menjaga)(الذين أوتوا الكتاب من قبلكم

84

Ima>duddin Abi Fida>’i Ismail Ibn Kathi>r al-Dimasqi (w. 774 H), Tafsi>r Al-Qura>n Al-Az}i>m (Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}u>bah, 1421 H/2000 M), Jilid 2, Cet.

I, 82.

Page 34: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

212

kehormatannya di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum

kalian). Mempertegas hal itu, menurut Ibn Kathi>r, apakah yang

dimaksud dalam ayat itu mencakup semua wanita ahl al-Kita>b yang

memelihara kehormatan, baik yang statusnya merdeka ataupun

budak? Mengutip riwayat Ibn Jari>r al-T}abari yang menceritakan, dari

sekelompok ulama salaf menafsirkan al-muh}s}ana>t dengan pengertian

adalah wanita yang memelihara kehormatannya. Dan menurut

pendapat lain yang dimaksud ahl al-kita>b adalah wanita-wanita

isra>iliyat, seperti yang dikatakan kalangan Mazhab Sha>fi'i. Dan

menurut yang lain lagi, yang dimaksud ahl al-kita>b adalah wanita

yang muh}s}ana>t yang zimmi bukan harbi, karena berdasarkan firman

Allah S.W.T QS. al-Taubah/9:29, mennyatakan ( الذين اليؤمنون باهلل قاتلوا

األخروالباليوم )(perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada

Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian).85

Dari Ibn Abi> Ha>tim berkata: bercerita bapakku, bercerita

Muhammad bin Ha>tim bin Sulaiman al-Mu’addib, bercerita kepada

kami Qa>sim bin Ma>lik (al-Ma>zini), bercerita Isma >’il bin Sa>mi' dari

Ma>lik al-Ghifari, dari Ibn Abbas r.a, berkata : ketika diturunkannya

ayat al-Baqarah/2:221[ وال تنكحوا المشركات حتى يؤمن ], berkata Ibn Abbas

r.a, bahwa masyarakat saat itu menahan diri untuk tidak melakukan

pernikahan semacam ini, hingga diturunkan QS. al-Maidah/5:5

,lalu setelah turunnya ayat ini ,[ والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم ]

orang-orang mulai melakukan pernikahan dengan wanita ahl al-kita>b,

seperti yang dilakukan kalangan sahabat, seperti, H}udhaifah dan

T}alhah,86

karena mereka beralasan, tidak ada lagi larangan.

85

Ima>duddin Abi Fida >’i Ismail Ibn Kathi>r al-Dimasqi ( w. 774 H ), Tafsi>r Al-Qura>n Al-Az}i>m (Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}u>bah, 1421 H/2000 M), Jilid 2, Cet.

I, 82. 86

Terkait Pernikahan sahabat di maksud, seperti yang diceritakan Ibn

Jarir, yaitu telah menceritakan kepadaku Ubaid bin Adam bin Iyaz al-Asqalani,

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul

Hamid bin Bahran al-Faza>ri, telah menceritakan kepada kami Syahr bin Hausyab

yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Abdullah bin Abbas mengatakan

hadits berikut ini, ”Rasulullah melarang menikahi berbagai macam wanita, kecuali wanita-wanita yang mukmin dari kalangan Muhajirin dan mengharamkan mengawini wanita-wanita beragama selain Islam " . Allah SWT telah berfirman : ”

Barangsiapa yang kafir sesudah beriman, maka hapuslah amal-amalnya ”.Telah

menikah T}alhah bin Abaidillah seorang wanita Yahudi, dan H}udhaifah bin Yaman

menikahi wanita Nasrani, maka Umar bin al-Khattab sangat marah

mendengarnya, hampir-hampir ia menghajar keduanya. Tetapi keduanya

Page 35: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

213

Sekaligus turunnya ayat al-Maidah/5:5, merupakan pengkhususan

terhadap ayat al-Baqarah/2:221, karena alasan, bahwa ahl al-kita>b

berbeda dengan orang musyrik, seperti yang disebutkan dalam QS.

al-Bayyinah/98:1[ين حتى يأ تي نفك وا من أهل الكتب والم شركين م لم يك ن الذين كفر

(Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik

(mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya)

sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata).87

Dengan maksud

yang demikian, menurut penafsiran QS.al-Maidah/5:5 ini, menurut

Ibn Kathi>r, bahwa halal pernikahan dengan wanita ahl al-kita>b yang

muslimah merdeka [ hara>’ir ] dan terpelihara[afi>fah ].88

Dalam ketentuan lain, kebolehan menikahi wanita ahl al-kita>b yang muh}s}ana>t, disamakan dengan status pria ahl al-kita>b

dengan isyarat dalam kata ihsa>n (إحصان), yakni laki-laki yang

menjaga diri dari perbuatan zina, bukan saja untuk para wanita,

tetapi juga bagi para laki-laki, yaitu laki-laki yang menjaga

kehormatan dari perbuatan zina. Karena itu disebutkan dalam teks

dalam kata musa>fihin yang artinya (محصنين غير مسافحين وال متخذى أخذان)

laki-laki tukang zina yang tidak pernah kapok melakukan maksiat

dan tidak pernah menolak terhadap wanita yang datang kepadanya.

Dan tidak pula menjadikan gundik-gundik, yaitu para kekasih yang

hidup bagaikan suami-istri tanpa ikatan pernikahan. Karena alasan

itulah Imam Ahmad Ibn Hanbal rahimahullah berpendapat bahwa

mengatakan, ”Wahai Amirul Mukminin janganlah engkau marah kami akan menceraikannya ", Khalifah Umar menjawab, ” Kalau boleh ditalak, berarti halal dinikahi. Tidak, aku akan mencabut mereka dari kalian, secara hina dina ”.

Imaduddin Abi Fida>’i Isma>il Ibn Kathir al-Dimasqi ( w. 774 H ), Tafsi>r Al-Qura>n Al-Azi>m ( Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}u>bah, 1421 H/2000 M ), Jilid 2, cet. I, 296.

87Ima>duddin Abi Fida>’i Isma>il Ibn Kathi>r al-Dimasqi ( w. 774 H ), Tafsi>r Al-Qura>n Al-Azi>m (Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}ubah, 1421 H/2000 M), Jilid 2,

cet. I, 83. 88Ibn Kathi>r, menjelaskan, bahwa maksud al-Muh}s}ana>t adalah al-Hara>’ir

(wanita merdeka) dan bukan budak sahaya (’amah), berdasarkan teks (Wa al-Muhshanat min al-mu’minat)(wanita yang mu’min dan merdeka), berbeda dengan

mazhab Sha>fi’i, yang statusnya al-afi>fah (terjaga, terpelihara), apakah Ia wanita

merdeka (hurrah) ataupun budak sahaya (’amah), berdasarkan QS. al-Taubah/9:29,

dan menurut Jumhur mereka adalah yang terjaga atas perbuatan zina (muh}s}ana>tun ghairu musa>fiha>t Wala> mutakhiza>t akhza>n ). Berbeda lagi dengan Ibn Umar r.a

yang menolak pernikahan dengan wanita Nasrani, berlandaskan atas keumuman

ayat QS.al-Baqarah/2:221 ini. Imaduddin Abu Fida’ Isma >il Ibn Kathi>r al-Dimasqi

(w. 774 H), Tafsi>r Al-Qura>n Al-Az}i>m (Gi>zah : Mua’sasah Al-Qurt}u>bah, 1421

H/2000 M), Jilid 5, cet. I, 83-84.

Page 36: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

214

tidak sah menikahi wanita pezina sebelum ia bertobat dari

perbuatannya itu. Dan bilamana wanita itu masih tetap berprilaku

seperti itu, sebagai pelacur, maka tidak sah dikawini oleh laki-laki

yang menjaga kehormatannya, demikian juga menurut pandangan

Imam Ahmad, bagi laki-laki pezina tidak melakukan akad nikah

kepada wanita yang memlihara kehormatannya.89

Jadi kesimpulan Ibn Kathir, menyatakan kebolehan menikah

baik, bagi laki-laki muslim kepada wanita yang (muh}s}ana>t), atau

bagi laki-laki yang muh}s}ini>n menikah dengan wanita muslimah.

2. Jala>luddin Al-Mahalli ( w. 864 H / 1455 M ), Tafsi>r Jala>lain Jala>luddi>n Al-Mahalli bersama muridnya Jala>luddi>n al-

Suyu>t}i,90

menafsirkan Qs. Al-Baqarah/2:221 ini, sejalan dengan

beberapa mufassir pada umumnya yang melarang seorang muslim

menikah dengan wanita musyrik (Ka>fir), dan pelarangan itu, tidak

diperuntukkan kepada wanita ahl al-kita>b, sebagaimana menurut ayat

al-Maidah/5:5[ والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم ], dengan alasan

pengecualian terhadap wanita muh}s}ana>t yang merdeka, yang

terpelihara dari tuduhan perbuatan zina.91

Demikian hal itu berlaku

larangan terhadap wanita muslimah yang ingin dinikahi pria musyrik

atau pria kafir (al-Kufa>r), dengan alasan demi menghidari ajakan-

ajakan mereka, yang membawa kepada jalan ke menuju Neraka [ يدعوا

karena Islam datang, berdakwa dan menyerukan kepada ,[ إلى النار

jalan menuju Surga. 92

89Lihat pembahasan Bab III, tentang larangan Umar bin Khattab, dengan

ketidak setujuannya, menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki ahl al-kita>b,

karena bersumber hadith Nabi, ” Kitab boleh menikahi wanita ahl al-Kitab, tetapi

pria mereka tidak boleh menikah dengan laki-laki ahl al-Kitab ”. Hal itu, karena

rasa kekwatiran Umar r.a terhadap pernikahan Talhah, dan itu bukan berdasarkan

teks al-Qur’an. Imaduddin Abu Fida’ Isma>il Ibn Kathi>r al-Dimasqi (w. 774 H),

Tafsi>r Al-Qura>n Al-Az}i>m , 84, 297. 90Jala>luddin Al-Mahalli dan Jala>luddin al-Suyuti, Al-Qur’an al-Kari>m Wa

Biha>misihi Tafsir al-Imamain al-Jala>lain (t.tp : Dar Ibn Katsir, t.th), 9-10 91 Jala>luddin bin Muhammad bin Ahmad bin Muhamad Al-Mahalli dan

Jala>luddi>n Abdurahaman bin Abu Bakar al-Suyu>t}i, Al-Qur’an al-Karim Wa Bihamisihi Tafsir al-Imamain al-Jalalain ( tahqiq : Abdul Qa>dir al-Arfaut} )( t.tp :

Dar Ibn Katsir, t.th ), 107. 92 Pada abad ke 10 H ini, dalam perkembangan studi al-Qur’an ( ilmu al-

Qur’an ), sedang dalam mengalami kemunduran, hanya salah satu pengarang, yaitu

al-Suyuti yang muncul, yang kurang lebih telah menghasilkan karyanya sekita

enam kitab, salah satunya, Tafsi>r Al-Du>rr Mantsu>r FiTafsi>r Bi Al-Ma’tsu>r.

Page 37: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

215

3. Jala>luddin Al-Suyu>t}i ( w. 911 H/1505 M), Tafsi>r Al-Du>r Manthu>r Fi Tafsi>r Bi Al-Ma’thu>r

Al-Suyuti,93

dalam menafsirkan QS. al-Maidah/5:5 ini,

membolehkan bagi seorang muslim menikah dengan wanita ahl-al-

Kita>b, tidak sebaliknya. Akan tetapi al-Suyut}i tidak menetapkan

kriteria al-muh}s}ana>t, melainkan hanya menyebutkan, dua kriteria ahl

al-kita>b yang disebutkan dalam al-Qur’an, sebagaimana yang

dikutipnya dari riwayat Qata>dah, di antaranya, yaitu, (1). Makna al-

Muh}s}ana>t yang dimaksudkan adalah wanita yang beriman dari ahl al-

kita>b, yang terpelihara kehormatannya, dan ke (2). Membersihkan

diri dari setiap hadath besar (Jina>bah). Dengan mengutip pendapat

Ibn Abba>s r.a, bahwa Ahl al-Kita>b itu halal untuk dinikahi, karena

mereka beriman kepada kitab Taurat dan Injil.94

Pendapat tersebut,

dibenarkan sesuai dengan perkataan Rasulullah SAW yang

membolehkan pernikahan semacam ini dengan sabdanya,[ ج نساء نتزو

وجون نساءنا <Natazawaju Nisa>’a ahl al-kita>bi, Wala”[أهل الكتاب وال يتز Yatazawwaju>na Nisa>’ana>”,[ kita boleh menikahi wanita ahl al-kita>b,

sedangkan mereka tidak boleh menikahi wanita-wanita

kita(muslimah)].95

Naman lengkapnya adalah Jaluddin Abu Fadl Abdur Rahman bin Abu Bakar Al-

Suyu>t}i. Dilahirkan di Kairo pada tahun 849 H/1445 M . Dan Ia wafat pada tahun

911 H di kota Kairo. Jalaluddin bin Muhammad bin Ahmad bin Muhamad Al-

Mahalli dan Jalaluddin Abdurahaman bin Abu Bakar al-Suyu>t}i, Al-Qur’an al-Kari>m Wa Biha>misihi Tafsir al-Imamain al-Jalalain (tahqiq : Abdul Qadir al-

Arfauth)(t.tp : Dar Ibn Kathir, t.th), 35, Syeikh Muhammad Said Mursi,Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah (Idzamu al-Islam Abara Arba’ata ‘Ashar

Qarnan Min al-Zaman, terj. Khoirul Amrullah Harahap dkk)(Jakarta : Pustaka Al-

Kautsar, 2007), cet. 1, 349-350. 93Jala>luddi>n al-Suyu>t}i (879-911 H), al-Du>r al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-

Ma’thu>r (tahqi>q : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky)(Kairo : Markaz Hijr Li a-

Bu’uth Wa Al-Dira>sa>t al-Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/ 2003 M), cet. I, Juz

2, 565. 94Jala>luddin al-Suyu>t}i (879-911 H), al-Du>rr al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-

Ma’thu>r (tahqi>q : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky)(Kairo : Markaz Hijr Li a-

Bu’uth Wa Al-Dira>sa>t al-Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/2003 M), cet. I, Juz

ke-5, 198-199. 95

Diriwayatkan Ibn Jarir yang bersumber dari Ibn Abbas tentang halalnya

pernikahan.

ل لنا طعامهم ونساءهم : أخرج ابن جرير عن ابن عباس فى األية قال وأخرج . أح

من . إنما أحلت ذبائ اليهود والنصارى : ال حه عن ابن عباس قوالحاكم وصح , الطبرانى

Page 38: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

216

4. Al-Alu>si (w. 1270 H ), dalam kitab tafsirnya, Ru>h al-Ma'a>ni Fi Tafsi>r al-Qur'a>n al-Az}i>m Wa al-Sab'u al-Matha>ni.

Menurut Al-Alu>si96

dalam menafsirkan QS. al-Maidah/5:5,

adalah masih umum dalam hal kebolehan menikahi wanita ahl al-

kita>b, dengan catatan, bahwa Ia berstatus telah beriman. Al-Alu>si

tidak menyetujui pernikahan pria muslim dengan wanita harbiya>t, berdasarkan QS. al-Muja>dilah/58:22, dengan alasan mereka sebagai

musuh orang-orang Islam. Akan tetapi ketidaksetujuan itu, bukan

berarti suatu keharaman atas pernikahan, melainkan hanyalah bersifat

tercela, karena tujuan dalam suatu pernikahan, menciptakan rasa

قال رسول : وأخرج ابن جرير عن جابر بن عبد هللا قال . أجل أنهم أمنوا بالتوراة واإلنجيل

ج نساء أهل الكتاب : هللا صلى هللا عليه وسلم وجون نساءنا, نتزو وال يتز Dikeluarkan oleh ibn Jarir dari Ibn Abbas dalam salah satu ayat, ia

berkata : dihalalkan bagi kita makanan sembelihan Yahudi dan Nasrani, dan boleh

menikahi wanita mereka. Dalam riwayat yang lain, dikelurkan oleh al-T}abra>ni dan

al-Ha>kim dan telah ditashihnya, dari Ibn Abbas r.a berkata : sesungguhnya telah

dihalalkan sembelihan dari Yahudi dan Nasrani, karena alasan, bahwa mereka beriman terhadap kitab taurat dan injil. Dan Ibn jarir meriwayatkan yang

bersumber dari Jabir bin Abdullah, berkata, Nabi Bersabda : Kita boleh menikahi

wanita ahl al-kitab, dan mereka tidak boleh menikahi wanita-wanita kita.

Jala>luddin al-Suyu>t}i (879-911 H), al-Du>rr al-Manthu>r Fi> Tafsi>r bi Al-Ma’thu>r (tahqi>q : Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turky)(Kairo:Markaz Hijr Li a-Bu’uth

Wa Al-Dira>sa>t al-Arabiyah Wa al-Isla>miyah, 1424 H/2003 M), cet. I, Juz ke-5,

198. 96

Al-Alusi dikenal seorang yang sangat cerdas, berwawasan luas, dan

berfikiran jernih. Dan pada usia 13 tahun sudah mulai belajar dan berkarya, yaitu

mulai beraktifitas tulis-menulis, sambil bersekolah di lembaga pendidikan dekat

rumahnya, sebuah universitas yang didirikan oleh Abdullah al-Aquli di daerah

Rasafah. Ia sangat menguasai masalah perbedaan mazhab, agama dan aliran-aliran,

seorang yang menganut mazhab salaf dalam bidang aqidah, dan mazhab Shafi'ih

dalam bidang fiqh. Hanya saja ia juga betaqlid kepada Abu Hanifah dalam banyak

masalah, namun pada akhir usianya ia lebih cenderung berijtihad dengan sendiri. Ia

telah meninggalkan khazanah keilmuan yang luar biasa, di antaranya yang sedang

kita bicarakan, yaitu Tafsir Ru>h al-Ma'a>ni Fi Tafsi>r al-Qur'a>n al-Azhi>m Wa al-Sab'u al-Matha>ni. H}a>shiyah Ala> al-Qat}r, Sharh al-Sulam fi al-Mantiq, al-Ajwibah al-Ira>qiyah Ala al-As’ilah Ira>niyah, Durah al-Ghawa>sy Fi Awham al-Khawa>s}, al-Nufaha>t al-Qudsiyah Fi> Maba>hith al-Ima>miyah, al-Fawa>’id al-Sunniyah Fi ilmi Adab al-Bahs. Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an (Yogyakarta :

Pustaka Insan Madani, 2008 ), 121, Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H /1976 M), Juz. I, cet. Ke-6, 251.

Page 39: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

217

kedamaian dan kasih sayang menurut QS.al-Taubah/30:20.97

Akan

tetapi terhadap wanita al-muh}s}ana>t, Alu>si membolehkannya menikah

dengan wanita-wanita yang telah masuk Islam atau yang asalnya

telah beriman. Bertentangan memang dengan pendapat Ibu Umar,

yang menafsirkan secara zahir ayat, karena Ibn Umar r.a

mengharamkan pernikahan tersebut, berdasarkan hadits Nabi SAW,

yang bersumber dari Ibn Abbas, bahwa Nabi bersabda:” Rasulullah

telah melarang menikahi berbagai macam wanita, kecuali wanita-

wanita yang beriman di antara muhajirin, dan mengharamkan wanita-

wanita selain yang beragama Islam.98

Selain alasan di atas, diperkuat dengan hadith lain, yang

bersumber dari Abdullah bin Ja>bir r.a.

أنه سئل عن نكاح " , بن عبد هللا وابن المنذر عن جابر, أخرج عبد الرزاق

جناهن زمن الفت ونحن النكاد نجد : المسلم اليهودية والنصرانية فقال تزو

. المسلمات كثيرا فلما رجعنا طلقناهن

Diriwayatkan oleh Abdu Razaq, dan Ibn Munzir dari Jabir bin Abdullah,

ketika Rasulullah ditanya, tentang menikahi wanita Yahudi dan Nasrani,

Rasulullah SAW menjawab : Kita menikahi mereka ketika zaman fath (Fathu

Makkah), karena sulit mendapatkan wanita-wanita muslim, namun setelah selesai

peperangan, kami menceraikan mereka. 99

Dari keterangan-keterangan di atas, al-Alu>si membolehkan,

menikahi wanita muh}s}ana>t (ahl al-kitab), karena alasan, tidak

mendapatkan wanita lain (muslimah), selain mereka, akan tetapi

setelah peristiwa Fathu Makkah tidak lagi dibolehkan. Bagaimana

tentang pernikahan dengan pria ahl al-kita>b ? Hampir, semua

97Abu Fadl Syihabuddin al-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi

(w. 1270 H), Ru>h al-Ma’a>ni Fi> Tafsi>r Al-Qur’>a>n al-Azhi>m Wa Sab’u al-Matsa>ni (Beirut : Ida>rah al-Thaba’h Al-Muniriyah Dar Ihya’ al-Turats Al-Arabi, t.th), Juz

ke- 6, 66. 98

Lihat. Pembahasan Ibn Jarir al-T}abari dalam Bab III, Lihat. Abu Fadl

Shiha>buddin al-Sayyid Mahmu>d al-Alu>si al-Baghda>di (w. 1270 H), Ru>h al-Ma’a>ni Fi> Tafsi>r Al-Qur’>a>n al-‘Az}i>m Wa Sab’u al-Matha>ni, 66.

99Abu Fadl Shiha>buddin al-Sayyid Mahmu>d al-Alu>si al-Baghda>di

(w. 1270 H), Ru>h al-Ma’a >ni Fi> Tafsi>r Al-Qur’>a>n al-Az}i>m Wa Sab’u al-Matha>ni, 6,

66. 99

Abu Fadl Shiha>buddin al-Sayyid Mahmu>d al-Alu>si al-Baghda>di

(w. 1270 H), Ru>h al-Ma’a>ni Fi> Tafsi>r Al-Qur’>a>n al-Azi>m Wa Sab’u al-Matha>ni, 66.

Page 40: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

218

keterangan mufassir tidak menjelaskan, secara rinci tentang menikah

dengan pria ahl al-Kita>b, karena menurut mereka telah sepakat

dengan paham itu, sebagaimana dengan hadith Nabi S.A.W, dan telah

bersepakat Jumhur dengan Ijma’, bahwa menikahi pria ahl al-kita>b

tidaklah dibolehkan. Sebagaimana bunyi hadith Nabi S.A.W. ” (

kita boleh menikahi wanita ahl)(نتزوج نساء أهل الكتاب وال يتزوجون نساءنا

al-kitab, sedangkan mereka tidak boleh menikahi wanita-wanita kita

(muslimah)”.100

Sebagai kesimpulan dari beberapa penafsiran ulama-ulama

tafsir abad pertengahan II di atas, yaitu, menurut Ibn Kathir, Ia

membolehkan menikah dengan wanita ahl al-Kita>b yang beriman,

merdeka [hara>’ir ], dan terpelihara dari tuduhan zina. Demikian juga

menurut Jala>luddin al-Mahalli, yang hanya menambahkan alasannya,

karena kwawatir terhadap ajakan mereka, yang dapat berpengaruh

kepada jalan sesat (neraka), sementara menurut al-Suyu>t}i, boleh

nikah dengan wanita muh}s}ana>t, karena mereka wanita terhormat, dan

menjaga diri dari sifat tercela dan mandi hadath dari setiap Jina>bah.

Sedangkan menurut Al-Alu>si membolehkan menikahi mereka, ketika

tidak mendapati wanita muslim, di zaman perang, tetapi setelah

Fathu Makkah, tidaklah berlaku lagi status pernikahan itu.

H. Perspektif Penafsiran Ulama Tafsir Modern-Kontemporer

Karya-karya tafsir ulama-ulama tafsir modern-kontemporer,

seperti Muhammad Abduh (w. 1332 H/1905 M), Muhammad Rashi>d

Rid}a> (w. 1354 H/1935 M), Al-Mara>ghi (w. 1371 H/1945 M), Sayyid

Qutb (w. 1386 H/1966 M), Ali Al-S}a>bu>ni (w. 1406 H/1986 M) dan

sebagainya, perlu dipelajari dan dikaji kembali untuk mengetahui

lebih jelas, sejarah sosial, pemikiran, serta metodologi penafsiran

mereka, tarkait penafsiran ayat-ayat pernikahan beda agama, antara

pernikahan muslim dengan wanita al-muh}s}ana>t [ahl al-Kita>b],

sebagaimana yang terkandung dalam QS. Al-Maidah/5:5. Lalu

pandangan menurut ulama tafsir abad ke 20 M ini atau abad ke-14 H,

dapat ditelusuri juga melalui pandangan-pandangan ulama tafsir,

seperti Abu > al-'Ala> Al-Maudu>di (w. 1979 M), Syeikh Mohammad

Shaltu>t (w. 1963 M), dan sebagainya, yaitu :

100

Lihat. Ibn Kathi>r, ‘Umdatu al-Tafsi>r An al-Ha>fidh Ibn Kathi>r Mukhtas}ar Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az}i>m, (Tahqiq: Syeikh Ahmad Syakir), Mansu>rah:

Da>r al-Wafa>’ Lit}aba>’ah Wa Nasr Wa Tawzi>’, 1426H/2005), Cet II, 265 .

Page 41: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

219

1. Muhammad Abduh (1266-1332 H / 1849-1905 M) dan Rashi>d

Rid}a (1282-1354 H/1865-1935), dalam kitabnya, Tafsi>r Al-

Mana>r Sebagai seorang mufassir yang lahir di era kebangkitan Islam,

Muhammad Abduh dan Rashi>d Rid}a 101

dalam kitab tafsirnya mereka

mengangkat isu-isu kontemporer dengan mencoba menjelaskan

beberapa persoalan, yang terkandung dalam QS. Al-Maidah/5:5,

salah satunya, mengenai makna al-Muh}s}ana>t, yang terkandung

dalam ayat [Wal al-Muh}s}ana>t Mina Al-Mu’mina >t, Wa al-Muh}s}ana>t Mina al-Lazi>na utu> al-Kita>b…...]. Menurut Rashi>d Rid}a terdapat dua

pengertian makna muh}s}ana>t, yaitu al-Hara>’ir (merdeka) dan al-Afa>if (terpelihara). Akan tetapi dalam hal ini Rashi>d Rid}a, lebih memilih

makna al-muh}s}ana>t dalam pengertian al-afa>'if (terpelihara), yang

berbeda dengan pandangan ulama-ulama sebelumnya, seperti Ibn

Jari>r al-T}abari yang merupakan penafsiran yang bersumber dari para

ulama kalangan sahabat, seperti, Ibn Abba>s, Muja>hid, yang lebih

memilih makna al-hara>'ir sebagai wanita merdeka.102

Alasan itu

dikemukakan Rashi>d Rid}a, karena menurutnya, lebih kuat, yaitu

seorang pria atau wanita bila telah menikah, maka harus saling

101

Muhammad Abduh dan Rashi>d Rid}a adalah sosok ulama tafsir yang

sangat idealis dan moderat, keduanya memiliki kemampuan yang berbeda dalam

menafsirkan kitab al-Qur’an. Selain, keduanya memiliki kemampuan yang

berbeda, tetapi tujuannya sama-sama ingin menjadikan Al-Qur’an, sebagai kitab

petunjuk dan pemberi jalan keluar dari problematika umat, sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, intelektual masyarakat, dan memerangi taqli>d, memberantas kurafa>t, dengan mengedepankan akal dan fikiran serta alasan-alasan

yang logis, sesuai petunjuk-petunjuk Al-Qur’an, Rasyid Ridha dikenal sebagai

Mufasir, sekaligus ilmuwan yang sangat luas, walaupun terdapat beberapa

perbedaan pendapat dengan pendahulunya, bahkan kepada gurunya sekalipun,

Syeikh Muhammad Abduh, Ia tetap konsisten dan kritis terhadap pandangan-

pandangan pribadinya, sehingga dengan sikapnya yang kritis tersebut, wajarlah ia

menerima gelar dari gurunya, dan juga restu dari kalayak ramai, dengan sebutan,

al-Ustadz al-Imam. Al-Sayyid Muhammad Ali Iya>zi, Al-Mufassirun Hayatuhum Wa Minhajuhum (Teheran : Mu'asasah al-T}aba>'ah Wa Nasyr, 1415 H), 664-665,

Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Kairo : Maktabah

Wahbah, 1396 H/1976 M), Juz. I, cet. Ke-6. 405-407,M. Quraish Shihab,

Rasionalitas Al-Qur’an, Studi Kritis Atas Tafsir Al-Manar (Jakarta : Lentera Hati,

2006), 143-144, 182-183. 102Al-Sayyid Muhammad Rashi>d Rid}a, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-H}aki>m al-

Mashhu>r bi Tafsi>r al-Mana>r (Beiru>t : Da>r al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th), Jilid 6, 151.

Page 42: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

220

menjaga diri dan memelihara dari perbuatan tercela, apalagi berbuat

zina. Demikian makna yang terkandung dalam kata muhsisni>n

ندان ] sebagaimana bunyi teks [ محصننين] نذي أ مسنافحين وت متذ ين ,[محصننين

menurut Qs.al-Maidah/5:5.103

Akan tetapi bagi yang memaknai al-muh}s}ana>t, bermakna al-h}ara>'ir (merdeka), maka menikahi wanita ahl al-kita>b, tidaklah dibolehkan, bedasarkan QS.al-Nisa’/4:24[ والمحصنات

ااو ء كالكام أن توت او لايكم وأحال لكام م سآء إال ماملكت أيمانكم كتاا ا واموالكم من النيا مساافحين 104.[محصانين

Demikian juga menurut pendapat Mazhab al-

Syafi’i, sebagaimana yang dianut sebagian ulama kalangan sahabat,

seperti, Ibn Abba>s, Muja>hid, yang juga diikuti oleh Ibn Jari>r al-

T}abari, dari keterangan Sofyan Thauri, al-Sha’bi, al-Hasan, al-Suddi

dan al-D}aha>q, yang berpendapat, bahwa mereka mandi setiap

berhadats besar [jina>bah]. 105 Sedangkan menikahkan wanita muslimah dengan pria ahl al-

kita>b, telah dijelaskan menurut ayat al-Maidah5/:5, yang menurut

Rashid Rid}a, telah bersepakat ulama, baik menurut al-Sunnah atau

Ijma’, diqiyaskan sebagaimana larangan menikahi pria musyrik,

karena alasan, seorang pria ahl al-kita>b, lebih kepada wilayah

kepemimpinan. Seorang pria sebagai pemimpin dalam keluarga dan

kaum wanita (istri). Sebaik-baik perlakuan adalah contoh yang

dilakukan seorang suami terhadap istrinya. Namun dalam pernikahan

seorang wanita lemah dan tidak kuat dalam hal kepemimpinan dari

pria, maka dalam pernikahan semacam ini, tidak nanpak sisi

103 Al-Sayyid Muhammad Rashi>d Rid}a>, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-H}aki>m al-

Mashhu>r bi Tafsi>r al-Mana>r ( Beiru>t : Da>r al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th ), Jilid 6, 151. 104 Terjemahan QS./5:24, [Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita

yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki ( Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.]. Departemen Agama RI Jakarta, Al-Qur’an Dan Terjemahnya

(Bandung : Gema Risalah Press), 158. 105Sejumlah Mufassir Sahabat berselisih pendapat antara arti kata al-

Muh}s}ana>t yang berarti al-Hara>’ir (merdeka), sementara yang lain memahami al-Afa>’if (terjaga). Rasyid Rida mengambil jalam tengah, dengan maksud makna

mushtarik lafdzi, atau jika tidak, maka menurutnya, pendapat yang terpilih adalah

makna al-Hara>ir, mereka orang merdeka, yang terpelihara dari perbuatan zina.

Dengan demikian, larangan menikahi wanita ahl al-kitab (yang merdeka), jika

demikian pasti tidak berlaku, bagi yang hanya sekedar terjaga (al-Afa’if ) karena,

alasan mereka lebih lemah dari yang merdeka. Al-Sayyid Muhammad Rasyid

Ridha, Tafsi>r Al-Qur’a>n al-H}aki>m al-Mashhu>r bi Tafsi>r al-Mana>r (Beirut : Dar al-

Kutub Al-Ilmiyah, t.th ), Jilid 6, 351.

Page 43: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

221

positipnya, maka statusnya disamakan, seperti menikahi pria

musyrik, sebagai landasan pemahaman dalil yang terkandung dalam

nas}, bukan berdasarkan teks. Selain karena beralasan, bahwa seorang

pria lebih berhak mengurus pernikahannya sendiri yang berbeda

dengan seorang wanita, yang tidak bisa dilakukannya, melainkan atas

dasar persetujuan orang tua atau walinya.106

2. Al-Mara>ghi ( 1300-1371 H )/( 1883-1952 M ), dalam Tafsir Al-

Mara>ghi Al-Mara>ghi

107 dalam menafsirkan QS. al-Maidah/5:5, setelah

selesai menjelaskan status kebolehan atas sembelihan yang

dilakukan ahl al-kita>b, kemudian menjelaskan ketidakbolehannya

menikahi wanita mereka. Akan tetapi bila hal itu terjadi, Ia hanya

106 Lihat. Al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha,Tafsi>r Al-Qur’a>n al-H}aki>m

al-Mashhu>r bi Tafsi>r al-Mana>r (Beirut:Dar al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th ), Jilid 2, 283. 107 Al-Mara>ghi merupakan sosok ulama yang mengabdikan hampir seluruh

waktunya untuk kepentingan ilmu. Di sela-sela kesibukannya mengajar, ia

menyisihkan waktunya untuk menulis, diantara karyanya yang populer benama

Tafsi>r Al-Qur’a>n al-Kari>m yang dikenal denganTafsir al-Mara>ghi. Gaya penafsiran

Al-Mara>ghi tercermin dalam karya penulisan Muhammad Abduh dan Rashi>d Rid}a>,

dalam tafsir al-Mana>r, baik dari sisi metodologi serta pemikirannya, yang

mengikuti ilmuan serta pembaharu kedua tokoh tersebut, sehingga ada sebagian

yang menilainya, tafsir al-Mara>ghi adalah penyempurna tafsir al-Mana>r. Nama

lengkap Ahmad Must}afa al-Mara>ghi adalah Ahmad Must}afah bin Muhammad bin

Abdul Mun’im al-Mara>ghi. Dia adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh. Dia saudara

kandung Muhammad Musthafa Al-Mara>ghi, Sheikh al-Azhar. Dia lahir di kota

Mara>ghah, sebuah kota yang terletak di pinggiran sungai Nil, kira-kira 70 km, arah

selatan kota Kairo, pada tahun, 1300 H/1883 M. Ia lebih dikenal dengan sebutan

al-Maraghi karena dinisbahkan pada kota kelahirannya, Al-Mara>ghi menetap di

Hilwan, sebuah kota sekitar 25 km dari Kairo, hingga ahkir hayatnya, pada usia 69

tahun (1371 H/1952 M). Dia telah menghafal al-Qur’an sejak ia tinggal di

kampungnya, menimba ilmu dari Bapaknya, kemudia ia masuk al-Azhar. Ia belajar

juga dari Mohammad Abduh, sehingga menguasai metodologi islahnya. Dia

meraih sertifikasi International pada tahun 1904 M, dan termasuk diantara

mahasiswa termuda di kalangannya, ditunjuk sebagai Ketua Pengadilan Tinggi

Syari’ah, kemudian menjadi Hakim Agung di sudan setelah mampuh menguasai

bahasa Inggris. Syiekh Muhammad Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah (’Iz}amu al-Islam ’Abara Arba’ata ‘Ashar Qarnan Min al-

Zaman, terj. Khoirul Amrullah Harahap dkk)(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007),

cet. 1, 389, Ali Iya>zi, Al-Mufassirun Hayatuhum Wa Minhajuhum (Teheran :

Mu'asasah al-T}aba>'ah Wa Nasyr, 1415 H ), 357-358, Saiful Amin Ghafur, Profil Para Penafsir Al-Qur’an (Yogjakarta : Pustaka Insan Madani, 2008),146-149, 151-

152, 156.

Page 44: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

222

menetapkan sebagai syarat mutlaknya, adalah bahwa wanita ahl al-kita>b yang boleh dinikahi adalah yang berstatus muh}s}ana>t, merdeka

(hara>’ir), beriman, halal menikahi wanita mereka baik yang berasal

dari Bangsa Yahudi setelah membayar mahar kepada mereka.108

Akan tetapi apabila, ahl al-kita>b itu tidak beriman atau

musyrik, maka secara zahir na>s}, baik menurut al-sunnah maupun

Ijma’, telah sepakat ulama mengharamkan menikahi pria mereka,

karena dibalik hikmah, rahasia pengharaman itu, kedudukan seorang

wanita tidak sebanding haknya dengan seorang pria dalam rumah

tangga. Karena pada kenyataan yang terjadi dalam pernikahan,

kedudukan pria lebih kuat dibanding wanita dalam hal

kepemimpinan, dan seorang suami yang non muslim lebih dominan

membawa kemusyrikan, karena timbulnya sama>hah [toleransi] yang

berlebihan, seperti dalam hal beribadah dan sebagainya. Jika

demikian, dalam pandangan ini, harapan untuk mencapai keluarga

saki>nah, mawaddah dan rahmah, akan sulit dicapai, melainkan akan

munculnya banyak perselisihan dan perpecahan, bahkan

perceraian.109

Demikian Al-Maraghi juga menyebutkan pendapat Abu

Hanifah dengan beberapa seleksi ketat, bila syarat tersebut telah

disepakati, tak lain tujuannya menjaga kehormatan mereka, baik pria

ahl al-kita>b atau wanita ahl al-kita>b yang akan dinikahi, dengan

terpeliharanya dari perbuatan keji. Apabila mereka melanggar

ketentuan yang telah ditetapkan atau melanggar syari’at Islam, maka

108Ahmad Must}afa Al-Mara>ghi,Tafsi>r Al-Mara>ghi, (Kairo : Shirkah

Maktabah Wa Mat}ba’ah Must}afa Al-Ba>bi al-Halabi Wa Awla>duhu, 1365 H/1945

M ),Juz ke-6, cet. I, 59. 109Berpengaruh hubungan pernikahan wanita muslimah dengan pria

musyrik, di masyarakat Mesir.Bahwa pernikahan Wanita Muslim Mesir dengan

pria Inggris, menjalin hubungan keluarga yang tidak layak, rusaknya hubungan

antara keluarga, dengan berpindahnya tempat, selain, agama dan masyarakat,

bahkan pengarus keimanan terhadap hubungan suami-istri dalam beberapa hal,

sehingga keharmonisan dengan tujuan hidup berkeluarga sulit tercapai. Dengan

demikian, tidak akan terlihat, hikmah dari pernikahan semacam ini. Karena dasar

pernikahan menumbuhkan kasih sayang yang dasarnya dasar cinta karena Allah,

dan ketentraman tercipta dengan meninggalkan perbuatan maksiat dan dosa.

Lihat. Ahmad Mus}t}afa Al-Mara>ghi, Tafsi>r Al-Mara>ghi, (Kairo : Shirkah Maktabah

Wa Mat}ba’ah Mus}t}afa Al-Ba>bi al-Halabi Wa Awla>duhu, 1365 H/1945 M), Juz ke-

2, Cet. I, 154.

Page 45: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

223

akan batal-lah status pernikah itu, [ عملنه حنبط فقند باإليمنان يكفنر ومنن ], dan

akan hapus segala amal baik yang telah diperbuatnya.110

Dengan kata lain, menurut al-Mara>ghi, bahwa telah dibolehkan

menikahi wanita ahl al-kitab atau pria ahl al-kitab, yang statusnya

telah beriman, menjaga kehormatan dan terpelihara dari perbuatan

keji.

3. Muhammad Sayyid Qutb (1326-1386 H)/(1906-1966 M),

dalam Tafsi>r Fi > Z}ila>l Al-Qur’a>n.

Penafsiran Sayyid Qutb,111

QS. Al-Maidah/5:5, sejalan

dengan penafsiran umumnya para ulama. Bentuk toleransi yang

diajarkan Islam dan interaksi yang dibangun merupakan sebagai

tujuan dari ajaran syariat ini.112

Dalam konteks dan interaksi sosial,

110Dalam ketentuan ini, Al-Maraghi mengutip riwayat Ibn Jari>r yang

berasal dari Qata>dah, Ia berkata: bertanya seseorang muslim, bagaimana menikahi

wanita ahl al-kitab yang jelas tidak beragama Islam ? Ia hanya menyebutkan

jawabanya dengan membacakan ayat ( عمله حبط فقد باإليمان يكفر ومن ). Ahmad

Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi,(Kairo: Shirkah Maktabah Wa Mat}ba’ah

Must}afa Al-Ba>bi al-Halabi Wa Awla>duhu, 1365 H/1945 M ),Juz ke-6, cet. I, 60 111

Nama lengkapnya adalah Sayyid Qutub bin Ibrahim bin Husein al-

Syazili. Ia dilahirkan di kampung Muwa>syah, kota Asyut, Mesir pada tahun 1906

M. Ia menyelesaikakan pendidikan sarjanya di Dar ulum pada tahun 1933 M,

sebuah universitas terkemuka di Kairo, dengan bidang Pengkajian Ilmu Islam dan

Sastra Arab dan di tempat tersebut dimana Imam Hasan al-Banna menuntut ilmu

sebelumnya. Ia seorang adalah anak tertua dari lima bersaudara, dua laki-laki dan

tiga perempuan. Nama ayahnya adalah Al-Hajja Qutub Ibrahim anggota Hizbul Wathan, dan seorang penulis di majalah The Banner (al-Liwa’), dan pada saat

Qutub lahir kondisi ekonomi keluarganya dalam kondisi krisis. Shahrough Akhavi,

Sayyid Qutub, dalam John L. Espo Sito (Ed), el.al. The Expord Encyclopedia Of The Modern Word, Vol III, (New York : Expord Univercity Press, 1995 ), 400-

404, Abdul Qadir Muhammad Shaleh, Al-Tafsi>r Wa Al-Mufassiru>n Fi> Tafsi}r al-Ashr Al-H}ad>ith, Ard Wa Dira>sah Mufas}alah Li Ahka>m Kutub a-Tafsi>r Al-Mu’a>shir (Bairut : Dar Al-Mairifah, 1424 H / 2003 H), cet. I, 347.

112Sayyid Qutub merupakan sosok Mufasir di abad ke-19 M, yang

menghiasi beberapa lembaran pemikiran Islam abad modern, karena itu, ia

dimasukan ke dalam barisan tokoh-tokoh pembaharu Islam lainnya, seperti,

Muhammad Abduh, Syeikh Hasan Al-Banna, Syeikh Muhammad Sayyid Ridha,

dan lain sebagainya. Di dalam dunia akademis, Sayyid Qutb, banyak menghasilakn

karya-karya ilmiah, salah satu karyanya yang fenomenal di bidang tafsir, yaitu,

tafsir Fi> Z}ilal al-Qur’an (Dibawah Naungan Al-Qur’an). Dalam beberapa

pemikiran tafsirnya, Sayyid Qutb lebih dikenal kepada pemikir pembaharu dalam

gerakan-gerakan yang Islami, dan itu dapat terlihat, karena banyak terinspirasi

kepada pemikir-pemikir sebelumnya, seperti Al-Maududi, karena itu, sejarah

Page 46: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

224

maka berinteraksi dengan ahl al-kita>b dibolehkan, walaupun Islam

menolak kebebasan beragama. Lalu dengan itu, tidak berarti boleh

meninggalkan akan pentignya kerjasama, baik hubungan muslim

dengan non muslim, seperti, hubungan pernikahan. Maka Sayyid

Qutb dalam persoalan pernikahan semacam ini, sependapat dengan

kebolehan menikahi wanita yang muh}s}ana>t dari ahl al-kita>b yang

telah beriman, terpelihara dan terjaga (afa>’if), selain harus bertsatus

merdeka (hara >’ir). Karena itu, Sayyid Qutb, juga menyetujui dengan

hubungan pernikahan semacam ini, selain, karena mereka memiliki

ikatan aqidah yang sama yang dibawanya dalam ajaran-ajaran agama

samawi. Sebagai suatu syarat yang harus terpenuhi adalah

membayarkan mahar kepada mereka, selain tidak bermaksud berbuat

tercela atau keji, dan tidak bertujuan menjadikan wanita piaraan atau

gundik. Karena pandangan itu dipahami banyaknya terjadi di masa

Jahiliyah, yang dikenal oleh masyarakat Arab sebelum datangnya

agama Islam. Kemudian datang Islam membolehkan pernikahan demi

mengangkat martabat mereka, untuk tarap kehidupan yang lebih baik

lagi. Lalu bagaimana dengan pernikahan para sahabat dengan wanita

kitabiya>t di awal Islam ?. Sayyid Qutb mengutip, perkataan Ibn

Kathir dalam kitab tafsirnya, “ Berkata Ibn Jarir al-Tabari

rahimahullah, bahwa setelah menjadi kesepakatan (ijma’) ulama,

tentang kebolehan menikahi wanita ahl al-kita>b, ia menyatakan,

sesungguhnya hal itu hanyalah tercela dan sebuah kekwatiran Umar

ra. saja atas pernikahan ini, yang berakibat bagi umat Islam akan

meninggalkan wanita-wanita muslimah untuk tidak menikahi mereka.

Telah diriwayatkan, bahwa Hudhaifah menikahi wanita Yahudi, lalu

Umar bin al-Khattab r.a menulis surat kepadanya, “Ceraikan dia“,

lalu Hudhaifah membalas suratnya itu, dengan berkata : “Apakah

menikahi wanita Yahudi itu haram hingga saya harus

menceraikannya ? Umar r.a menjawab : Aku tidak mengatakan hal

kehidupan sosialnya, mewarnai pemikiran tafsirnya. Dan di antara beberapa warna

tafsirnya, mengagkat masalah-masalah sosial kemasyaralatan (al-Adab al-Ijtima’i), yang banyak dibutuhkan generasi muslim sekarang ini, oleh karena

keunggulan inilah, menjadi nilai positip dalam pemikiran Sayyid Qutb, sebagai

sosok mufasir kontemporer yang telah mewarnai corak penafsiran al-Qur’an.

http://ranah damaiku.blogspot.com.pemikiran Sayyid Qutb, disadur tanggal 10

Nopember 2011, http://www. mediamuslim.net. disadur, tanggal, 10 Nopember

2011. 112Sayyid Qut}b, Fi> Z}ila>l al-Qur’an (Beiru>t : Dar Al-Arabiyah Li T}aba’ah

Wa Nasyr Wa Tawzi’, t.th ), cet. Ke-4, 176.

Page 47: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

225

itu haram, akan tetapi, aku kwawatir akan umat Islam meninggalkan

wanita muslim karena demi wanita Yahudi itu. Di dalam riwayat

lain, Umar mengatakan: Pria muslim boleh menikahi wanita Nasrani,

tetapi mereka tidak boleh menikahi wanita-wanita muslimah “. 113

Kemudian, diakhir penjelasannya, Sayyid Qutb, menyatakan

dalam ( ومن يكفر باإليمان فقد حبط علمه وهو فنى األخنرة منن الخسنرين ), bahwa itu

adalah sejalan dengan ajaran (syariat) Islam, yang dasarnya adalah

keimanan, sedangkan yang tidak beriman, maka tidak ada jalan atas

keselamatan mereka di dunia, dan kesengsaraan dalam kehidupan

akhirat nanti, bagi pernikahan terhadap yang bukan beragama

Islam.114

4. Muhammad Ali Al-S}a>bu>ni (w. 1406 H/1986 M)

Dalam menafsirkan ayat al-Maidah/5:5 ini, Al-S}a>bu>ni sepakat

membolehkan pria muslim menikah dengan wanita ahl al-kita>b,

sebagai bentuk takhs}i>s} terhadap QS. Al-Baqarah/2:221, dengan

alasan, bahwa al-mushrika>t dalam ayat ini, adalah al-wathaniyah

(penyembah berhala), yang tidak dihalalkan sembelihan mereka dan

tidak dihalalkan menikahi wanita-wanita mereka.115

Sementara

pandangan lain dari Al-Sa>bu>ni, terkait menikahi wanita ahl al-kita>b,

dengan terpenuhinya syarat dengan status sebagai wanita yang

beriman, merdeka (hara>’ir) dan terpelihara (afa>’if) dari perbuatan

zina, dan membolehkan menikahi mereka, setelah membayarkan

mahar mereka. Kemudian, dalam keterangan al-S}a>bu>ni, mengenai

pernikahan dengan pria ahl al-kita>b berbeda pandangan, yang

menurutnya, bahwa dalam aspek makanan (وطعامكم حل لهم),

mempunyai dua tujuan, yaitu halal untuk kedua pihak, baik untuk

pihak mereka dan untuk orang Islam, sementara dalam pernikahan

hanya, dibolehkan menikahi wanita mereka (ahl al-kitab) dan tidak

sebaliknya. Karena jika dibolehkan menikah antara pria ahl al-Kita>b dengan wanita muslimah, maka berlaku wilayah kepemimpinan, dan

Allah S.W.T telah melarang hal itu dan tidak menjadikan mereka

orang-orang kafir, sebagai pemimpin terhadap orang-orang beriman.

113

Sayyid Qut}b, Fi> Z}ila>l al-Qur’an (Beiru>t : Dar Al-Arabiyah Li T }aba’ah

Wa Nasyr Wa Tawzi’, 1398H/1978M ), cet. Ke-7, Jilid I, 241. 114

Sayyid Qut}b, Fi> Z}ila>l al-Qur’an (Beiru>t : Dar Al-Arabiyah Li T }aba’ah

Wa Nasyr Wa Tawzi’, 1398H/1978M ), cet. Ke-7, jilid I, 848. 115Muhammad Ali al-S}a>bu>ni, Tafsi>r Aya>t Al-Ah}ka>m Min al-Qur’a>n

(Bairut : Dar Al-Qur’an Al-Karim, 1420 H/1999), cet. I, 383.

Page 48: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

226

Berbeda dengan masalah makanan, yang tidak banyak berpengaruh

serta tidak banyak mendatangkan mudarat.116

Kemudian Al-S}a>bu>ni menyebutkan, pandangan Ulama yang

membolehkan pernikahan, dengan menyebutkan pendapat Jumhur

ulama fiqh, dengan alasan telah dibolehkan menikahi wanita

zimmiyah dari Yahudi dan Nasrani, dengan landasan QS. Al-

Maidah/5:5, selain menyebutkan pandangan ulama yang menolak,

termasuk Ibn Umar r.a, karena beralasan dengan QS. Al-

Baqarah/2:221 itu, dengan ungkapan, bahwa tidak ada kemusyrikan

yang lebih besar dari perkataan seorang wanita, tuhannya adalah Isa,

juga berlandasan untuk slalu menjahui terhadap orang-orang yang

memusuhi Islam ( كم أوليآء دو ي و دو .QS. Al-Mumtahanah/60:1 ) التتخكوا

Tetapi diakhir keterangannya, Ia hanya mengkritik pandangan itu,

bahwa ayat al-Maidah secara sari>kh (tegas) telah mengizinkan

kebolehannya, akan tetapi bagi yang menolaknya, karena Ibn Umar

r.a merasa kwawatir dengan pernikahan yang membawa dampak

negatip dan menimbulkan fitnah terutama pada suami dan anak-anak.

Karena pernikahan menumbuhkan rasa kecintaan, dan lebih dari itu,

besarnya kecintaan itu dapat membawa pengaruh pada kehidupan

rumahtangga, yang berdampak pula pada kehidupan anak-anak

khususnya, karena seorang anak biasanya lebih dekat kepada ibunya

ketimbang kepada ayahnya. Dan karena alasan itulah dasar

pengharaman itu dilontarkan. Dan apabila sudah tidak ada lagi

hambatan selain fitnah yang akan ditimbulkan, maka tak ada alasan

bagi ulama untuk menolak pernikahan semacam ini.117

5. Wahbah al-Zuhaili (1351 H/1932 M), dalam kitabnya, Tafsir

al-Muni>r. Menurut Wahbah Zuhaili

118 dalam kitabnya, Tafsir al-Muni>r,

menafsirkan QS. Al-Maidah/5:5 ini, sejalan dengan para mufasir

116 Muhammad Ali al-S}a>bu>ni,Tafsi>r Aya>t Al-Ah}ka>m Min al-Qur’a>n

(Bairut : Dar Al-Qur’an Al-Karim, 1420 H/1999), cet. I, 381. 117

Muhammad Ali al-S}a>bu>ni,Tafsi>r Aya>t Al-Ah}ka>m Min al-Qur’a>n, 384 118Dia lahir di Dair At}iyyah, yang terletak di pelosok kota Damascus,

Syria pada tahun 1351 H/ 1932 M. Nama lngkapnya Wahbah bin Musthafa al-

Zuhaili. Seorang putra syeikh Must}afa al-Zuhaili, seorang petani sederehana yang

sangat alim, hafal al-Qur'an, rajin beribadah, dan gemar berpuasa. Sejarah

keilmuannya, dimualai dari bimbingan ayathnya, Wahbah, mengajarkan dasar-

dasar agama Islam. Pendidikan formalnya, ia jalani hingga mecapai pendidikan di

bangku kuliah dan meraih gelar sarjananya pada tahun 1953 M di fakultas Syariah

Page 49: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

227

pendahulunya, seperti, al-T}abari, al-Zamakhshari, al-Qurt}ubi, al-

Ra>zi, Abu Hayyan dan sebagainya. Dalam penafsirannya, Ia sepakat

dengan Jumhur Ulama, membolehkan makanan hasil sembelihan ahl

al-kita>b dan menurutnya juga, ahl al-kita>b adalah orang-orang

Yahudi dan Nasrani yang diturunkan Allah kepada mereka, melalui

para nabi, yang menyampaikan ajaran Taurat dan Injil.119

Selain itu

Wahbah Zuahili menegaskan, bahwa halalnya, sembelihan ahl al-

kita>b, berlaku pula hukum timbal balik, yaitu halal sembelihan

mereka bagi orang-orang Islam. Tetapi dalam hal pernikahan,

tidaklah sebaliknya, bahwa laki-laki muslim boleh menikahi wanita

ahl al-kita>b, sementara bagi pria ahl al-kita>b tidak boleh menikahi

wanita-wanita muslimah.120

Wahbah Zuhaili juga, setuju dengan

menikahi wanita al-muh}s}ana>t, 121 yang dipahami sebagai wanita

beriman dari kalangan ahl al-kita>b yang merdeka lagi terpelihara dari

perbuatan zina, yang tidak terkecuali, apakah Ia berasal dari bangsa

Yahudi atau Nasrani, dan tidak membedakan antara status mereka

Universitas Damascus. Dan pada tahun 1956 M, ia meraih gelar doktornya, dalam

bidang syariah dari Universitas Al-Azhar, Kairo. Ia mengajar di salah satu fakultas

Syariah di Universitas Damascus, pada tahun 1963 M, dan kariernya terus melaju,

sampai menjadi salah satu dekan di salah satu jurusan Fiqh al-Islami, hingga

menjadi guru besar. Keilmuan Wahbah berbanding dengan hasil karya-karyanya,

himpir sekitar 30 buku, dianatarnya, karya dibidang tafsir, bernama, al-Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-Aqi>dah Wa Al-Shari>'ah Wa al-Manhaj (16 jilid), lengkap di mulai dari

surat al-Fatiha hingga surat al-Nas. Dalam pemikiran tafsirnya, ia sebagaimana

disebutkan oleh Ali Iyazi dalam kitabnya, al-Mufassirun Haytuhum Wa Minhajuhum, ia mengatakan, bahwa Wahbah dalam tafsirnya, menggabungkan

antara tafsir bi ra'yi (berdasarkan akal ) dan tafsir bi iwayah ( berdasarkan

riwayat), serta menggunkan bahasa kontemporer yang lugas serta mudah

dimengerti. Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an (Yogyakarta :

Pustaka Insan Madani, 2008), 174-175, al-Sayyid Muhammad Ali Iya>zi, al-Mufassiru>n H}aya>tuhum Wa Manhajuhum (Teheran:Mu'asasah al-T}aba>'ah Wa

Nasyr, 1415 H ), 684-690. 119Wahbah Zuhaili, al-Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-Aqi>dah Wa Al-Shari>'ah Wa

al-Manhaj (Beiru>t ; Da>r Fikr al- Mu'as}ir, t.th), Juz ke-5, 94. 120

Wahbah Zuhaili, al-Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-Aqi>dah Wa Al-Shari>'ah Wa al-Manhaj (Beiru>t ; Da>r Fikr al- Mu'as}ir, t.th ), Juz ke-5, 94.

121Pendapat Zuhaili, terkait al-Muhs}ana>t yang dipahami sebagai wanita

merdeka (hara’ir), sebagaimana dimaksudkan Mujahid dan Jumhur Ulama dan

juga setuju, bila pahami adalah wanita yang terpelihara (afa’if), lagi cerdas dan

berakal, yang terhindar dari tuduhan berbuat zina, dalam pandangan Ibn Abbas.

Wahbah Zuhali, al-Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-Aqi>dah Wa Al-Shari>'ah Wa al-Manhaj (Beiru>t ; Da>r Fikr al- Mu'asir, t.th ), Juz ke-5, 99.

Page 50: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

228

yang zimmi atau harbi, yang terpenting menjadi syarat adalah telah

membayar mahar mereka. Menurutnya juga, sebagai persyaratan

mutlak, bahwa, terkait pemberian mahar, wajib didahulukan, alasan

menurut mazhab Hanafi sebagai mazhab anutannya, karena selain

boleh menikahi wanita selain yang bertatus merdeka, maka tidak

mengapa menikahi wanita yang berstatus budak, asalkan ia beriman,

sebagaimana kesepakatan menurut pandangan Abu Hanifah.122

6. Mutawwalli Sha’ra>wi, dalam kitabnya, Tafsir al-Sha’ra>wi (Tafsir Sha’ra >wi, Renungan Seputar Kitab Suci)

Mutawalli al-Sha’ra>wi123

menafsirkan ayat al-Maidah/5:5 ini,

terkait al-Muh}s}ana>t, dengan merujuk kepada dua pengertian, yaitu

(1). wanita yang merdeka, dan ke (2). wanita yang telah menikah.

Dalam kata ihs}a>n (إحصان) terkandung arti memelihara diri dari

pergaulan yang tidak baik. Karena di masa Jahiliyah, wanita-wanita

merdeka tidak perna terdengan melakukan perbuatan zina. Perbuatan

zina, hanya terbatas pada hamba sahaya, karena hamba sahaya tidak

memiliki seorang ayah-ibu, atau saudara, sehingga mereka dianggap

tidak memiliki kehormatan. Oleh sebab itu, ketika Hindun seorang

istri Abu Sofyan, mendengar tentang peruatan zina, dia bertanya

kepada Rasulullah, apakah ada wanita merdeka yang melakukan itu ?

Seakan-akan wanita merdeka di zaman Jahiliyah tidak pernah

terdengar melakukan perbuatan zina, karena mereka dapat menahan

diri.124

Mutawwali Al-Sha’ra>wi lebih memilih, makna al-muh}s}ana>t dengan pengertian wanita yang telah menikah, karena Allah S.W.T

122Wahbah Zuhali, al-Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-Aqi>dah Wa Al-Shari>'ah Wa al-

Manhaj (Beiru>t ; Da>r Fikr al- Mu'asi>r, t.th), Juz ke-5, 95. 123

Nama lengkapnya, Muhammad Mutawalli al-Sha’ra>wi,[Sheikh al-Sha'ra>wi ] lahir di hari Ahad, Rabiusthani tahun 1329 H /16 April 1911 M di desa

Daqadus Mait Ghamair kabupaten Dakhaliyah. Wafat tanggal 22 Syafar 1419

H/17 Juni 1998 M, dimakamkan di desa Daqadus. Berasal dari keturunan ahl bait, yang merupakan keturunan dari cucu Nabi SAW, yaitu Hasan ra. Dan Husein r.a.

ada yang dari nama Qabilah Bangsa Arab, yang berdomisili di daerah Hijaz

bagian Selatan, wilayah Tabuk sampai Yaman, kemudian pindah ke desa Dakadus,

Mesir. Abdul Qadir Muhammad Shaleh, Al-Tafsi>r Wa Al-Mufasiru>n Fi> Tafsi>r al-Ashr Al-H}ad>ith, Ard Wa Dira>sah Mufasalah Li Ah}ka>m Kutu>b a-Tafsi>r Al-Mu’a>shir (Bairut : Dar Al-Mairifah, 1424 H / 2003 H), cet. I, 220, Muhammad Ali

Iya>zi, al-Mufasiru>n H}aya>tuhum Wa Manhajuhum (Teheran:Mu’asasah al-T}aba>’ah

Wa Nasr Wa Wiza>rah al-Tsaqa>fah Al-Irsha>d al-Isla>mi,1373 H ), 268-274. 124 Muhammad Mutawalli Sha’ra>wi, Tafsir Sha’ra>wi, Renungan Seputar

Kitab Suci Al-Qur’an ( Medan : Duta Azhar, 2006 ), Jilid 3, Juz V dan VI, 536.

Page 51: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

229

telah menyamakan, makna muh}s}ana>t yang mukmin sama dengan

muh}s}ana>t yang berasal dari ahl al-Kita>b, karena mereka sama-sama

dapat menjauhkan diri dari perbuatan zina. Dan yang tepenting

menurut al-Sha’rawi, sebagai penekanannya telah menjadi syarat

mutlak yaitu harus memberi mahar kepada mereka.125

7. Abu > Al-‘Ala > Al-Maudu>di (w. 1979 M), Tafsir Tafhi>m al-

Qur’an

Menurut Al-Maudu>di menafsirkan ayat al-Maidah/5:5 ini,

bahwa setelah dihalalkannya makanan atas sembelihan ahl al-kita>b,

dan juga halal makanan orang mukmin bagi mereka. Lalu al-Maudu>di

menjelaskan kebolehan orang muslim menikahi wanita-wanita non-

muslim, yang berasal dari agama Kristen atau Yahudi yang jelas

statusnya muh}s}ana>t. Pendapat al-Maudu>di tentang al-muhsana>t, mengutif pendapat Ibn Abbas r.a, bahwa muh}s}ana>t adalah orang yang

telah diberi kitab (al al-Kita>b), yang hidup dibawah perlindungan

kekuasaan Negara Islam (Da>r al-Islam). Maka larangan berlaku juga,

bagi wanita-wanita dari Yahudi (Jews), Nasrani (Kristians) yang

tinggal wilayah perang (Da>r al-Harb), atau di negara non-Islam (Da>r al-Kufr).

126 Bertolak belakang al-Maudu>di dengan Mazhab Hanafi,

yang pada akhirnya, Ia menyetujui, atas penolakan menikahi wanita-

wanita (ahl al-kita>b), yang tidak berarti, hal itu telah melanggar

hukum. Al-Mawdu>di, mengutip Said Ibn Musayyab dan Hasan Basri

yang menurut mereka, tidak ada perbedaan antara yang berstatus ahl

al-dhimmah(orang-orang non muslim dibawah kekuasaan Negara

Islam) atau yang bukan.127

Karena adanya perbedaan definisi tentang

al-Muh}s}ana>t, menurut Umar bin al-Khattab, yaitu wanita yang

menjaga kesucian diri dan memiliki karakter akhlak yang baik. Maka

jika demikian, makna al-muh}s}ana>t, menurut al-Maudu>di, penikahan

dengan kriteria wanita tersebut dibolehkan.128

Menurut pandangan al-

125 Muhammad Mutawalli Sha’ra>wi, Tafsir Sha’ra>wi, Renungan Seputar

Kitab Suci Al-Qur’an ( Medan : duta Azhar, 2006 ), Jilid 3, Juz V dan VI, 536. 126Sayyid Abu> Al A’la> Al- Mawdu>di, Towards Understanding The Qur’an

(Tafhim Al-Qur’an)(Traslated by : Zafar Ishaq Ansari)(London:The Islamic

Foundation, 1409 H/1989 M ), Vol. 2, Surahs 4-6, 137. 127Sayyid Abu> Al A’la> Al- Mawdu>di,Towards Understanding The Qur’an

(Tafhim Al-Qur’an)(Traslated by : Zafar Ishaq Ansari ), 138. 128Sayyid Abu Al A’la > Al- Mawdu>di, Towards Understanding The Qur’an

(Tafhim Al-Qur’an)(Traslated by : Zafar Ishaq Ansari ),138.

Page 52: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

230

Maudu>di juga, bahwa pernikahan semacam ini, sebagai bentuk

kebolehan dalam situasi yang mendesak, dan bukan sekedar karena

rasa cinta, sehingga melupakan kesadaran, yang menyebabkan

berpengaruhnya keyakinan, apalagi berpindah agama, jika hal

demikian terjadi, maka pernikahan yang dilakukan itu tidak sesuai

dengan pandangan Islam.129

8. Muhammad Shaltu>t (1893-1963 M), Tafsir Al-Qur’an Wa al-

Mar’ah. Dalam menafsirkan QS. Al-Maidah/5:5 ini, Muhammad

Shaltu>t setuju dengan pendapat para ulama, atas kebolehan menikahi

wanita ahl al-Kita>b. Muhammad Shaltut membedakan antara ayat al-

Mushrika>t QS. al-Baqarah/2:221 dan ayat ahl al-Kita>b QS. Al-

Maidah/5:5, karena itu Ia membolehkan laki-laki muslim menikahi

wanita ahl al-Kita>b, atas dasar ayat al-Maidah 5, selain karena

mereka memiliki kesamaan pandangan dengan ajaran samawi dan isi

kitab suci yang diturunkan kepada mereka.130

Berbeda pandangan

ulama yang menolak secara mutlak, karena alasan kemusyrikan,

sebagaimana menurut Abdullah bin Umar r.a dan beberapa kalangan

sahabat lain, dengan alasan, karena mereka telah merubah isi ajaran

yang disampaikan nabi-nabi mereka dan mengingkari ajaran yang

dibawa Nabi Muhammad SAW, karena alasan itulah menurut Ibn

Umar r.a memandangnya mereka sebagai musyrik, walaupun mereka

beriman kepada Allah, tetapi mengingkari ajaran yang disampaikan

Nabi Muhammad SAW menurut QS.Yusuf/12:106, dan atas dasar

itulah perintah untuk menjauhi orang-orang kafir menurut QS. al-

Maidah/5:51, al-Imrah/3:118, dan QS.al-Mumtahanah/60:1. Oleh

karena itulah, mereka keluar dari isi kandungan ayat al-Maidah/5:5

ini. Perbedaan menjadi alasan yang tidak dapat dipungkiri, baik

menurut ulama yang membolehkan maupun menurut ulama yang

menolak, karena perbedaan dalam memahami Mas}dar al-Taysri>’i. Karena alasan setiap pria sebagai pemimpin dalam keluarga, dan

sebagai pemimpin lazimnya megajak keluarganya berprilaku sesuai

dengan ajaran Islam. Dibolehkannya, menikahi wanita ahl al-kita>b,

129Sayyid Abu Al A’la > Al- Mawdu>di, Towards Understanding The Qur’an

(Tafhim Al-Qur’an )(Traslated by : Zafar Ishaq Ansari ),139. 130 Muhammad Shaltu>t, Al-Fata>wa Dira>satun Li Mushkila>ti al-Muslim al-

Mua>’s}ir Fi> H}aya>tihi al-Yaumiyah al->Amah (Kairo : Da>r Syuruk, 1405 H/1987),

Cet. Ke-14, 239.

Page 53: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

231

dengan satu harapan dapat menjadi panutan, suami mencintai ajaran

rasulnya, sebagai panutan, sebagai contoh teladan bagi sang istri,

contoh prilaku teladan dan kebebasan beragama yang disandangnya,

tanpa harus ada paksaan, sebagai suatu bentuk sama>hah (toleransi)

dalam ajaran Islam. Karena itulah hikmah dibalik dibolehkannya

pernikahan semacam ini, dalam pandangan ulama yang

membolehkan atas dasar ajaran tasyri' ini.131

Tetapi, jika seorang

suami yang lemah pandangannya tentang Islam, lemah akidah, serta

mudah mengikuti ajakan yang tidak Islami, toleransi berlebihan, tentu

kondisi yang seperti ini bertentangan dengan tujuan syari’at Islam.

Maka kondisi seperti ini, menurut pandangan Islam, status

pernikahan menjadi diharamkam.132

Tetapi Muhammad Shaltut berpandangan lebih tegas lagi, jika

nyatanya seorang suami dalam hal ini, tidak sanggup memimpin

rumah tangga (keluarga), maka lazimnya, bagi seorang pemimpin,

atau dalam suatu pemerintahan harus meniadakan terjadinya

pernikahan serupa di masa yang akan datang, sebagaimana yang di

alami umat Islam dewasa ini, dengan mengawini wanita-wanita

Eropa yang non Muslim. Maka dengan kondisi seperti ini, pernikahan

menjadi batal.133

Kesimpulan dari penafsiran ulama-ulama modern-

kontemporer ini, seperti Muhammad Abduh dan Rashi>d Rid}a lebih

memilih makna al-muh}s}anat dengan pengertian al-afa>'if, yaitu

terpelihara dengan alasan lebih kuat, atau pria atau wanita bila sudah

menikah, harus saling menjaga diri dan memelihara atas perbuatan

tercela, apalagi melakukan zina. Al-Mara>ghi tidak membolehkan

menikahi wanita muh}s}ana>t, melainkan setelah memenuhi syarat

mutlak, ia merdeka(hara>’ir) dan beriman. Sedangkan Sayyid Qutub

membolehkan menikahi wanita muh}s}ana>t yang yang beriman,

terpelihara dan terjaga (afa>’if) dan merdeka (hara >’ir), demikian

menurut Ali al-S}a>bu>ni, akan tetapi Al-Sha’ra>wi lebih memilih, al-

muh}s}ana>t dengan arti wanita yang telah menikah, menyamakan,

131Muhammad Shaltu>t, Al-Fata>wa Dira>satun Li Musykila>ti al-Muslim al-

Mua>’s}ir Fi> H}aya>tihi al-Yaumiyah al->Amah (Kairo:Dar Syuruk, 1405 H/1987 M),

Cet. Ke-14, 240. 132Muhammad Shaltu>t, Al-Fata>wa Dira>satun Li Mushkila>ti al-Muslim al-

Mua>’s}ir Fi> H}aya>tihi al-Yaumiyah al->Amah, 240. 133Muhammad Shaltu>t, Al-Fata>wa Dira>satun Li Mushkila>ti al-Muslim al-

Mua>’s}ir Fi> H}aya>tihi al-Yaumiyah al->Amah, 241.

Page 54: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

232

makna muh}s}ana>t yang mukmin dengan muh}s}anat yang berasal dari

ahl al-Kita>b, yang menjauhkan diri dari perbuatan buruk dengan

syarat mutlak, telah memberi mahar.

Kemudian pandangan ulama tafsir lain, seperti, Al-Maudu>di,

membolehkan pernikahan terhadap non-muslim [Kristen dan Yahudi]

dan sebagainya, yang berstatus muh}s}ana>t atau wanita-wanita yang

tidak memiliki kitab suci, dibawah kekuasaan Islam [ da>r Islam ],

yang hanya dalam situasi mendesak, serta memiliki karakter yang

baik dan menjaga keimanan. Sementara Shaltu>t, membolehkan

dengan bersyarat, jika pria sebagai suami, sebagai pemimpin yang

kuat, yang dapat menjunjung tinggi karakter yang Islami, menjadi

panutan dalam keluarga [kepada Istri khususnya dan anak-anaknya ],

kebebasan beragama, tanpak harus ada pemaksaan, merupakan

sebuah contoh toleransi ajaran Islam. Maka, penikahan dengan

wanita muhsana>t, dibolehkan.

I. Penafsiran Ulama-ulama Tafsir Indonesia dan Cendekiawan

Muslim134

Para Ulama Tafsir Indonesia turut mengambil perannya,

dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, terkait penafsiran, ayat-ayat

pernikahan beda agama, di antaranya, menurut Mahmud Yunus (w.

1399 H/1982M), Hamka (Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah)

(w.1981M), Muhammad Quraish Shihab serta beberapa pandangan

Sarjana Muslim dan Cendekiawan Muslim Indonesia.

1. Mahmud Yunus (w. 1399 H/1982 M)( Tafsir Qur’an Indonesia,

1935 M

Menurut Mahmud Yunus dalam tafsirnya, dalam menafsirkan

QS. Al-Maidah/5:5, selain membolehkan memakan makanan hasil

sembelihan ahl al-kita>b (Yahudi dan Nasrani), juga membolehkan

mengawini perempuan yang muh}s}ana>t, yaitu, perempuan-perempuan

beriman dari ahl al-kita>b, setelah membayarkan maskawin mereka,

dan tidak bertujuan berzina dan tidak pula untuk mengambil teman

134Untuk kriteria ini, Para Ulama Tafsir Indonesia adalah ahli tafsir yang

menafsirkan al-Qur’an, selain itu mereka meiliki karya-karya tafsir yang dapat

dijadikan acuan, sedangkan selain itu, mereka adalah seorang ulama atau sebagai

cendekiawan muslim yang ikut berbicara mengenai tafsir al-Qur’an dan bukan

sebagai Mufassir.

Page 55: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

233

rahasia.135

Demikian senada pandangan Mahmud Yunus, dengan Tim

Departemen Agama, yang menyatakan kebolehannya, dengan

mengawini perempuan beriman, yang merdeka dan bukan budak dari

perempuan ahl al-Kita>b. Dan menurutnya, mempertegas dalam

tafsirannya, al-muh}s}ana>t adalah perempuan-perempuan yang

menjaga kehormatan diri. Dalam hal ini, Tim Departemen Agama,

telah membolehkan laki-laki muslim mengawini perempuan ahl al-

Kita>b, dengan kewajiban harus memberi nafkah, dengan tidak

bermaksud, seperti yang tersirat untuk berzina dan bukan pula

menjadikan sebagai wanita piaraan. Sebaliknya bagi wanita-wanita

muslimah, tidaklah dibolehkan kawin dengan laki-laki ahl al-Kita>b

yang statusnya kafir dan bukan dari ahl al-Kitab.136

2. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka)(w.1981M),

Dalam Tafsir Al-Azhar, 1973

Hamka menjelaskan ayat QS. Al-Maidah/5:5, setelah

menjelaskan status halalnya sembelihan ahl al-kita>b, dan

dihalalkannya menikahi wanita mereka, setelah belaku larangan

menikahi wanita musyrik, sebagai pengkhususan. Juga Ia

menegaskan, mengawini perempuan yang mu'minat dan mengawini

perempuan ahl al-kita>b, setelah usai membayarkan mahar mereka.

Dalam hal ini, pandangan Hamka, bagi seorang mu'min selain boleh

mengawini perempuan sesama Muslim, dibolehkan juga mengawini

perempuan ahl al-kita>b, dari wanitaYahudi atau Nasrani, dengan

tidak harus masuk Islam terlebih dahulu, atau tanpa adanya paksaan,

sebagaimana disebutkan menurut QS.al-Baqarah/2:256 (La Ikra>ha Fi > al-Din). Yang demikian adalah salah satu faham toleransi [tasa>muh]

dalam Islam, yang sangat besar, yaitu, dengan dua izin kebolehan,

pertama, kebolehan memakan sembelihan ahl al-kita>b dan yang

kedua kebolehan mengawini perempuan mereka.137

Hamka juga menegaskan, bahwa bagi seorang muslim telah

memiliki cahaya tauhid dalam dirinya, maka sekiranya mereka orang

yang baik, bertetangga dengan beragama lain, dan tidak kwawatir,

135Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim ( Jakarta : PT. Hidakarya Agung

Jakarta, 1414 H / 1993 M ), Cet. Ke-31, 146.

136Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, ( Jakarta : Depag RI,

1990 /1991 M ), Juz 4-5-6, 379. 137 Hamka, Tafsir Al-Azhar ( Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas, 1982 ),

Juz 1-3, 143-144.

Page 56: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

234

akan goyahnya agama, karena menikahi wanita yang berlainan agama

dengannya, dia akan menjadi pemimpin dalam rumahtangga, menjadi

contoh kesalihan dan keta’atan kepada Tuhannya, merupakan contoh

teladan yang baik, terhadap istri dan keluarga.138

Lalu menurut

Hamka dalam penafsiran kata, al-muh}s}ana>t, dipahami sebagai

perempuan-perempuan yang merdeka, baik muhshana>t yang

mu’minat, atau muh}s}ana>t dari ahl al-kita>b. Sebagaimana dipahami

kata al-muh}s}ana>t itu adalah perempuan yang terbentengi, perempuan

merdeka, perempuan baik-baik dan terhormat, bukan pezina, dan

bukan pula sebagai budak. Maka derajat wanita beriman atau dari ahl

al-kita>b sebagai istri-istri dari laki-laki Muslim disamakan status

hukumnya dalam ayat ini, [محصنين غير مسافحين وال متخذي أخذان ][dalam

keadaan menikah, bukan pezinah dan bukan mengambil piaraan ].139

Lalu penafsiran ayat itu ditutup dengan ( ومن يكفر باإليمان فقد حبط عمله

barangsiapa yang menolak keimanan maka( (وهو فى األخرة من الخاسرين

sesungguhnya percumalah amalan, dan adalah dia di akhirat termasuk

golongan yang rugi), QS. al-Maidah/5:5. Diakhir keterangan Hamka

menutup penjelasannya, jika seorang lelaki muslim yang lemah

imannya, maka dilarang menikahi wanita ahl al-kita>b, karena alasan

tadi, dan toleransi yang berlebihan, akan berpengaruh pada akidah,

dan dapat berpengaruh kepada kemurtadan, bila demikian, maka

status hukum pernikahan yang dikehendaki, hendaklah dihalangi.140

3. Muhammad Quraish Shihab (Tafsir Al-Misba>h, 1990 M)

Menurut Quraish Shihab, penjelasan mengenai kawin dengan

ahl al-Kita>b, menjelaskan status al-muh}s}ana>t dalam penggalan ayat

al-Maidah/5: 5 ini [ والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتو الكتاب من

adalah wanita-wanita yang menjaga kehormatannya yang harus ,[ قبلكم

didahulukan untuk dinikahi, baik berstatus mukminah atau dari ahl

al-kita>b. Pandangan lain, tentang al-muh}s}anat, bahwa kata tersebut,

bila dirangkai dengan kata utu> al-kita>b, maka bisa berarti wanita-

wanita yang merdeka dan terpelihara kehormatan. Karena dengan

itulah, menurut Quraish Shihab rahasia didahulukannya penyebutan

wanita-wanita mukminat dari ahl al-kita>b dalam teks [ والمحصنات من

138 Hamka, Tafsir Al-Azhar ( Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas, 1982 ),

Juz 1-3, 144. 139

Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta:Penerbit Pustaka Panjimas, 1982 ),

Juz 1-3, 144. 140 Hamka, Tafsir Al-Azhar, 145.

Page 57: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

235

,dapat memberi isyarat ,[ المؤمنات والمحصنات من الذين أوتو الكتاب من قبلكم

bahwa persamaan agama dan pandangan hidup, sangatlah membantu

melahirkan ketentraman, bahkan sangat menentukan atas

kelanggengan dalam rumah tangga. Kemudian Quraish Shihab dalam

penafsirannya, menghalalkan sembelihan ahl al-kita>b dan

menghalalkan perkawinan pria muslim dengan wanita ahl al-kita>b,

baik dari Yahudi atau Nasrani, akan tetapi menurutnya, tetap menjadi

suatu ancaman, bahwa kekufuran, merupakan peringatan kepada

setiap individu yang akan merencanakan perkawinan dengan mereka,

maka hendaknya berhati-hati dengan pernikahan semacam ini, karena

akibatnya adalah siksaan di akhirat nanti.141

4. Sarjana dan Cendekiawan Muslim Indonesia.

Beberapa Sarjana dan Cendekiawan Muslim Indonesia

bebicara tentang persoalan nikah beda agama, terkait al-muh}s}ana>t dalam teks QS. al-Maidah/5:5 ini.

Pertama, Menurut Nurchalis Madjid ayat ini, merupakan ayat

revolusi, sebagai jawaban atas keraguan orang-orang muslim, prihal

menikahi non muslim. Ayat pertama, yang turun dalam masalah ini,

adalah QS. al-Baqarah/2:221, terkait orang musyrik, yang dimaknai

sebagai pelarangan untuk semua non-muslim. Lalu datanglah ayat

kedua, sebagai ayat revolusi membuka jalan, bagi wanita Kristen dan

Yahudi (ahl al-Kita>b) untuk melakukan pernikahan dengan orang-

orang muslim. Sehingga ayat tersebut memilik dua fungsi sekaligus,

yaitu, (1). sebagai penghapus (na>sikh) dan (2). sebagai pengkhusuh

(mukhas}is}) dari ayat sebelumnya, yang merupakan pelarangan

menikah dengan orang-orang musyrik. Tanpaknya, Nurchalis Madjid

tidak menyinggung tentang muh}s}ana>t, karena intinya, telah masuk

dalam kriteria ahl al-kita>b. Dengan kesimpulan, bahwa, Nurchalis

menyatakan, bahwa dalam kaidah fiqh, bila terdapat dua ayat yang

bertentangan, maka menurut metodologi tafsir, pendekatan nasakh

sebagai alternatif diberlakukan, dengan mengambil ayat yang lebih

akhir turun, untuk menyelesaikan persoalan ini, dan ayat al-Maidah

me-nasakh status hukum ayat al-Baqarah. Dengan demikian, melalui

141Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan

Keserasian Al-Qur’an ( Jakarta : Lentera Hati, 2000 ), Volume 1, cet. I, 29.

Page 58: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

236

pendekatan na>sikh dan mansu>kh, maka hukum dalam menyelesaikan

persoalan ini menjadi pilihan.142

Menurut Nurchalis tidak cukup sampai di situ, berlanjut

sampai kepada status bolehan menikahi wanita muslimah dengan

laki-laki non-Muslim (Kristen dan Yahudi), atau agama-agama non-

semitik lainnya. Dengan kata lain, Nurchalis Madjid, membolehkan

pernikahan beda agama, dengan alasan, karena tidak terdapatnya

ayat yang s}ari>kh [jelas] atas larangan pernikahan wanita muslimah

dengan laki-laki non Muslim, baik Yahudi, Nasrani, atau lainnya.

Justru Nurchalis menyangkal, status hadits Nabi S.A.W yang

menyatakan, sebagai pelarangan itu, yaitu ” Kami boleh menikahi

wanita-wanita Ahl al-Kitab dan laki-laki Ahl al-Kitab tidak boleh

menikahi wanita-wanita kami (muslimah). Dan menurutnya, dalam

ungkapan Umar bin al-Khattab, ” Bahwa seorang muslim boleh

menikahi wanita Nasrani, tetapi laki-laki Nasrani tidak boleh

menikahi wanita Muslimah ”. Hadits di ini, menurut penelitian Sudqi

Jamil al-At}t}ar sebagai status hadits yang tidak sahih. Bahkan

menurutnya juga, hadith yang disebutkan itu termasuk dalam katagori

hadi>th mauqu>f,143 yaitu sebagai hadith yang sanadnya terputus hingga

Ja>bir, demikian menurut Nurchalis Majid. Lalu mengutip penjelasan,

sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-’Umm, al-Imam al-Sha>fi’i,

mengungkapkan hal yang sama. Sementara ungkapan Umar bin al-

Khatab, menyatakan hanya sebuah kekwatiran saja, bila wanita-

wanita Muslim yang dinikahi pria non-Muslim akan berpindah agama

dengan perkawinan semacam ini, sementara dalam dakwah, umat

Islam membutuhkan kuantitas dan jumlah yang banyak dari pengikut-

pengikutnya yang setia.144

142

Nurcholis Madjid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.)

Mun'im Sirry, Fiqh Lintas Agama : Membangun Masyarakat : Inklusif-Pluralis

(Jakarta : Paramadina, 2004 ),162. 143

H}adi>th Mauqu>f, menurut al-Nawawi sebagaiman dikutip al-Suyuti,

hadits yang diriwayatkan dari sahabat dalam bentuk perkataan beliu, perbuatan,

atau taqrir, baik sanadnya muttashil (bersambung) atau munqathi'(terputus).

Sedangkan al-Thahhan, mendefinisikan,sesuatu yang disandarkan kepada sahabat,

berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapan (taqri>r). Mahmud al-T}ahha>n, Taysi>r Mus}t}alah al-Hadi>th ( Riyad:Maktabah Ma'arif, 1405 H/1985 M), cet. Ke-7, Nawir

Yuslem, Ulul al-Hadits (Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 2001 ), 130, 284. 144

Madjid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.) Mun'im Sirry,

Fiqh Lintas Agama:Membangun Masyarakat : Inklusif-Pluralis ( Jakarta :

Paramadina, 2004 ),164.

Page 59: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

237

Sebagai, kesimpulan, bahwa pernikahan laki-laki non Muslim

dengan wanita muslimah, merupakan wilayah Ijtihad, maka amat

mungkin bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita muslimah

boleh menikah dengan laki-laki non-muslim atau pernikahan beda

agama secara luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran

kepercayaan mereka.145

Kedua, Menurut Muhammad Ghalib, bahwa ayat al-

Maidah/5:5 berbicara, tentang bolehnya laki-laki muslim menikah

dengan wanita ahl al-Kita>b dan tidak menyinggung sebaliknya.

Pernyataan Muhammad Ghalib itu, bila seandainya perkawinan

semacam ini dibolehkan, maka pasti ayat al-Maidah tersebut akan

menegaskan tentang kebolehannya. Oleh karena itu, Galib

menyetujui dengan pengertian, bahwa laki-laki muslim boleh

menikahi wanita ahl al-kita>b, dengan sedikit syarat, bahwa statusnya

harus sebagai wanita yang muh}s}ana>t. Menurut Ghalib juga, bahwa

kata al-Muh}s}ana>t, sebagaimana dikutip dari pendapat al-T}abari,

adalah wanita yang telah memeluk agama Islam, atau mereka yang

sejak awalnya telah beriman, karena terlahir dari keluarga muslim.146

Maka, menurut Galib, makna al-muh}s}ana>t, adalah wanita-wanita

beriman, yang memelihara kehormatan. Jika demikain, maksud

wanita al-muh}s}ana>t adalah wanita ahl al-Kita>b yang ditujukan al-

Qur’an, adalah seorang wanita yang berperangai baik, yang boleh

dinikahi oleh pria muslim.147

Ketiga, Menurut Nashruddin Baidan dalam penafsirannya

terhadap QS.al-Maidah/5:5, Ia menyebutnya dengan sebutan

perkawinan campuran.148

Ia menyatakan, bahwa para ulama tidak

memiliki kata sepakat dalam pengertian al-mushrika>t atau ahl al-

kita>b dalam teks QS.al-Baqarah/2:221 maupun QS. al-Maidah/5:5.

Walaupun secara explisit telah tersirat, kebolehan pernikahan dengan

wanita ahl al-kita>b. Pendapat lain, menurut Nashruddin Baidan, yang

mengutip pendapat ulama Mazhab Shafi’i, bahwa wanita-wanita ahl

145

Nurcholis Majid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer (edit.)

Mun'im Sirry, Fiqh Lintas Agama:Membangun Masyarakat:Inklusif-Pluralis

(Jakarta : Paramadina, 2004),164. 146Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya (Jakarta :

Penerbit Paramadina, 1998 ), Cet. I, 166. 147Muhammad Ghalib, Ahl Al-Kitab Makna dan Cakupannya, 167. 148 Nashruddin Baidan, Tafsir Madhu'i, Solusi Qur'ani atas Masalah Sosial

Kontemporer (Yogjakarta:Pustaka Pelajar, 2001), cet. I, 38.

Page 60: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

238

al-kita>b, yang halal dinikahi adalah dari keturunan nenek moyang

yang beragama, sebelum nabi Muhammad S.A.W diutus. Tegasnya,

bagi mereka yang memeluk agama setelah diutusnya Nabi

Muhammad SAW, tidak lagi dihalalkan. Singkatnya, menurut

pendapat ini, maka bagi mereka yang masuk dalam katagori agama

Yahudi atau Nasrani setelah diutusnya Muhammad S.A.W, tidak

halal lagi dinikahi. Kemudian, Nashruddin Baidan, mengutip

pendapat Prof. Ibrahin Husein, yang mempertegas penganut pendapat

semacam ini, dengan memperjelas kata al-Muh}s}ana>t QS. Al-

Maidah/5:5, [ أوتوا الكتاب من قبلكم من الذين توالمحصنا ], yang mencakup

ruang-lingkupnya, dibatasi dengan lafaz [ من قبلكم ], yang terletak

sesudah kata [المحصنات]. Maka pengertiannya, ahl al-Kita>b, adalah

mereka-mereka yang beragama nenek moyang sebelum Nabi

Muhammad S.A.W diutus.149

Uraian di atas, sebagai kesimpulan, dapat digaris bawahi,

bahwa perkawinan yang dibolehkan adalah perkawinan seorang pria

muslim dengan wanita non muslim, tidak sebaliknya. Pendapat yang

lebih tegas lagi, seperti yang dianut oleh Ibn Umar, melarang sama

sekali, pernikahan semacam ini. Akan tetapi, menjadi beralasan bagi

yang membolehkan, dengan ungkapan bersyarat, jika sang suami

tidak merasa khawatir akan terpengaruh dari sang istri yang bukan

Islam, sebagaimana difatwakan Muhamad Shaltut, maka pernikahan

semacam ini menjadi dibolehkan.150

Sementara pendapat kalangan

Mazhab Shafi’i membolehkan menikahi wanita al-kita>biya>t, yang

merupakan anak cucu dari pemeluk agama ahl al-kita>b sebelum Nabi

Muhammad S.A.W diutus, dan sebaliknya mengharamkan menikah

dengan wanita ahl al-kita>b setelah diutusnya Nabi Muhammad

S.A.W.151

Kesimpulan akhir menurut penafsiran ulama tafsir Indonesia,

bahwa Hamka membolehkan menikahi wanita al-muh}s}ana>t atas dasar

sama>hah (toleransi ), terhadap perempuan yang terbentengi, merdeka,

149

Nashruddin Baidan,Tafsir Maudhu'i, Solusi Qur'ani atas Masalah Sosial Kontemporer, 39.

150Muhammad Shaltut, Al-Fata>wa Dira>satun Li Musykila>ti al-Muslim al-Mua>’shir Fi> Haya>tihi al-Yaumiyah al->Amah (Kairo : Dar Syuruk, 1405 H/1987 M),

Cet. Ke-14, 240. 151Nashruddin Baidan, Tafsir Mawd}u>'i, Solusi Qur'ani atas Masalah Sosial

Kontemporer , 40.

Page 61: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

239

dan terhormat, bukan pezina, dan bukan sebagai budak. Sedangkan

menurut Quraish Shihab, boleh menikahi wanita-wanita yang

merdeka, terpelihara kehormatannya, dengan satu syarat persamaan

agama dan pandangan hidup, sangatlah membantu dalam melahirkan

ketentraman, kelanggengan rumah tangga. Sedangkan menurut

Sarjana dan cendekiawan Muslim Indonesia, seperti, Nurchalis

Madjid, memahami, QS. al-Maidah/5:5 ini, sebagai ayat revolusi,

pembuka jalan bagi wanita Kristen, Yahud (ahl al-kita>b), untuk

melakukan pernikahan dengan orang Islam, yang secara, dwi fungsi,

sebagai penghapus dan pengkhususan, terhadap larangan pria muslim

menikahi wanita musyrik, berdasarkan QS.al-Baqarah/2:221.

Sedangkan pendapat Nashruddin Baidan, yang mengutip pendapat

Mazhab Shafi’i, menyatakan, wanita-wanita ahl al-kita>b, yang halal

dinikahi adalah dari keturunan nenek moyang mereka yang

beragama, sebelum nabi Muhammad S.A.W diutus, sedangkan, bagi

mereka yang memeluk agama setelah diutusnya Nabi Muhammad

S.A.W, tidak lagi dobolehkan. Sedangkan menurut Muhammad

Galib, menikahi wanita al-muh}s}ana>t, yang beriman, dan terpelihara

kehormatan hukumnya dibolehkan. *

Page 62: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

240

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikanAl-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula

bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan

maksud berzina dan tidak (pula) menjadikan gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerina hukum-hukum Islam). Maka hapuslah

amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (QS. Al-Maidah/5:5)

Page 63: BAB IV PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL ... · PERBEDAAN PANDANGAN ULAMA TAFSIR MENGENAI TERM AL-MUHSANA>T ... surat al-Baqarah/2:113 dan120, ... Al-Syu>ra’/42:13.

241