BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Desa...
Transcript of BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Desa...
22
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa Karangjoho
Desa Karangjoho merupakan desa yang berada di Kabupaten Semarang.
Tepatnya di Kelurahan Samban, Kecamatan Bawen. Karangjoho adalah desa
yang berada persis di kaki Gunung Kendalisodo. Secara geografis wilayah
Desa Karangjoho. Kelurahan Samban, Kecamatan Bawen Kabupaten
Semarang memiliki batas-batas geografis sebagai berikut :
Menurut catatan dan data kepala Desa Samban pada bulan Oktober
2013 jumlah penduduk jumlah Kepala Keluarga mencapai 192 yang terdiri
dari 136 warga laki-laki dan 138 warga perempuan. Masyarakat di Desa
Karangjoho mayoritas sebagaian besar bermata pencaharian sebagai petani
dengan persawahan yang hampir mengelilingi Desa Karangjoho.
Warga Desa Karangjoho hampir keseluruhan beragama Islam walau ada
yang beragama non Islam namun mereka menjunjung tinggi nilai persatuan di
Desa Karangjoho. Contoh dari adanya persatuan diantara warga Desa
Karangjoho adalah dibentuknya adanya organisasi-organisasi di Desa
Sebelah Utara Desa Sorogenen dan Desa Samban
Sebelah Timur Desa Harjosari
Sebelah Selatan Desa Mlilir dan Desa Prampelan
Sebelah Barat Desa Poncoruso
23
Karangjoho, seperti organisasi pemuda, hingga organisasi bapak-bapak dan
ibu-ibu.
Sarana dan Prasarana yang ada di Desa Karangjoho meliputi :
1. Sarana transportasi menggunakan kendaraan bermotor melewati
Merakmati-Harjosari-Karangjoho.
2. Sarana peribadatan terdapat 1 masjid dan 1 mushola.
3. Sarana olah raga terdapat 1 buah lapangan volley.
4. Palayan keamanaan terdapat 2 buah pos kamling
5. Sarana penerangan menggunakan listrik.
6. Sarana kesehatan terdapat 1 posyandu.
7. Sarana pendidikan terdapat 1 buah, taman kanak-kanak,
sedangkan untuk sekolah dasar berada di desa sebelah dan untuk
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengan Atasa
(SMA) berada di Ibu Kota Kecamatan yang letaknya agak begitu
jauh. ( Sumber Arsip Desa Karangjoho )
B. Gunung Kendalisodo
Gunung Kendalisodo merupakan sebuah gunung yang berada di
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Gunung ini konon terbentuk karena
hasil letusan Gunung Ungaran purba. Menurut kepercayaan warga sekitar,
Gunung Kendalisodo merupakan sebuah gunung yang dijaga oleh Hanoman
dan tempat pertapaan Hanoman saat menjadi Resi Mayangkara. Hanoman
yang dikisahkan merupakan anak dari Anjani dan Bathara Guru. Menurut
warga Senggono nama lain Dari Hanoman, dahulu dimandikan di Sendang
24
Cupumanik hingga mengalami pertumbuhan dan kesaktian yang luar biasa
hingga menjadi sakti mandraguna. Dalam proses petumbuhan Senggono
mencari orang tuanya dan dengan pamannya yaitu Sugriwo dan Subali,
kemudian Sugriwo diajak mengabdi kepada Prabu Rama Wijaya.
Dalam perang Antoro, perang diantara Prabu Rama Wijaya melawan
Dasamuka, Senggono atau Hanoman mencabut tugu perbatasan di
Ngalengkodiraja dan dibantinglah tugu tersebut hingga menjadi Dewi
Windrati, Eyang dari Hanoman. Setelah Dewi Windrati menyampaikan
terimaksih kepada Hanoman lalu Dewi Windarti pulang ke kayangan. Selesai
perang Antoro kemudian Hanoman mengabdi kepada Prabu Sri Bathoro
Kresno dan oleh Prabu Sri Bathoro Kresno, Hanoman diperintahkan berada di
Gunung Kendalisodo guna menjaga manusia dari angkara murka.
Sampai saat ini Sendang Cupumanik yang berda di desa Karangjoho
masih digunakan sebagai tempat penjamasan pusaka, pusat prosesi grebeg
Gunung Kendalisodo, tempat berdoa hingga tempat penyembuhan berbagai
macam penyakit. (Rahman, 10 Januari 2014)
C. Tradisi Grebeg Kendalisodo
1. Pengertian Upacara Grebeg Kendalisodo
Grebeg Kendalisodo adalah tradisi ritual di Desa Karangjoho, Kelurahan
Samban, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang yang biasanya dilakukan
setiap tanggal 10 Suro. Gunung Kendalisodo terletak di Kecamatan Bawen,
Kabupaten Semarang. Acara ini dipusatkan di sebuah mata air yang disebut
Sendang Cupumanik dengan diadakannya penjamasan Pancasila yang
25
melambangkan negara Indonesia dan juga sabit dan cangkul sebagai lambang
pertanian sebagai sektor ekonomi penduduk sekitar Gunung Kendalisodo.
Penjamasan ini dihadiri oleh seluruh warga desa sekitar Gunung Kendalisodo.
Upacara Grebeg Kendalisodo adalah memberi doa dan sesaji bagi penunggu
Gunung Kendalisodo yang dipusatkan di Sendang Cupumanik. Di tempat ini
kerap dilakukan berbagai ritual pembersihan diri yang terkait dengan
kepercayaan bahwa Muharam atau Suro adalah bulan tepat untuk mengkoreksi
diri dan membersihkan jiwa dan batin.
Tujuan dari Upacara Grebeg Kendalisodo adalah agar masyarakat di
sekitar Gunung Kendalisodo dijauhkan dari malapetaka dan yang paling
penting adalah diberi kemakmuran, kelimpahan air dan serta hasil pertanian di
Desa Karangjoho melimpah khususnya dan dijauhkan dari konflik-konflik
nasional umumnya (Wawancara Rabin, 14 Januari 2014).
2. Sejarah singkat tradisi Grebeg Kendalisodo
Tradisi Grebeg Kendalisodo di Desa Karangjoho rutin dilakukan setiap
tanggal 10 Suro atau Muharam. Grebeg Kendalisodo yang dahulu hanya untuk
sedekah bumi tapi pada perkembanganya saat ini juga untuk memberikan doa-
doa kepada para leluhur dan penunggu gunung Kendalisodo yaitu Hanoman
agar dijauhkan dari malapetaka, dan yang paling penting adalah diberi
kemakmuran, kelimpahan air dan serta hasil pertanian yang memuaskan,
hingga diadakannya penjamasan pusaka (Pancasila, cangkul dan sabit) yang
dipusatkan di Sendang Cupumanik yang dianggap suci bagi warga sekitar
Gunung Kendalisodo.
26
Awal mula tradisi Grebeg Kendalisodo tidak lepas dari kepercayaan warga
sekitar Gunung Kendalisodo bahwa Gunung Kendalisodo merupakan gunung
yang dijaga oleh Hanoman. Tradisi Grebeg Kendalisodo adalah tradisi budaya
lokal di daerah sekitar Gunung Kendalisodo yang dilakukan setiap tanggal 10
Suro. Pada tahun 1997, dimulailah Sedekah Bumi Kendalisodo dalam rangka
memayu hayuning bawono. Memayu hayuning bawono berarti tidak mau
memaksakan diri pada sesuatu (orang, binatang, tumbuhan, batu atau sungai)
melainkan mau menghormatinya, membiarkanya dalam irama tersendiri,
mencari kebebasan. Sikap ini tidak sama dengan sikap acuh tak acuh (Frans
Magnis Suseno, 1983: 51-52). Sedekah bumi pertama terhadap Gunung
Kendalisodo bertepatan pada tanggal 10 Suro 1419 H, pada saat itu masyarakat
desa yang dipimpin oleh Eyang Marsidi, selaku juru kunci Sendang
Cupumanik dan pertapaan Gunung Kendalisodo. Dalam pelaksanaannya
warga masyarakat dengan sukarela membawa aneka sesaji dan jajan pasar
(buah buahan dan makanan tradisional) pertemuan tersebut dilakukan di tempat
di Sendang Cupumanik, tiap kepala keluarga diwakili oleh satu orang, sembari
melakukan musyawarah masalah sedekah bumi pada tahun yang akan datang.
Pada tahun 1998, bertepatan dengan 10 Suro 1420 H dalam rangka
“Memayu Hayuning Bawono”, warga masyarakat Dusun Karangjoho yang
dipimpin oleh Eyang Marsidi melakukan hal yang sama dengan tahun 1997,
namun pada tahun 1998 ini setiap keluarga diwakili oleh dua orang, acara
tersebut berlangsung di Sendang Cupumanik, tiap keluarga membawa sesaji
berupa jajan pasar (buah–buahan dan panganan tradisional), setelah warga
27
berkumpul maka doa-doapun dan sesaji diletakan di dekat sumber air sendang,
setelah peletakan sesaji dan doa, rapat dimulai, sambil bermusawarah. Dari
permusyawarahan tersebut melahirkan gagasan dan disepakati agar Sedekah
Bumi Kendalisodo diganti dengan nama Grebeg Kendalisodo dengan
mengelilingi daerah sekitar Gunung Kendalisodo serta mengarak Pancasila,
sabit dan cangkul sebagai lambang negara serta lambang pertanian dan
berakhir di Sendang Cupumanik serta mengundang warga masyarakat desa
sekitar Gunung Kendalisodo juga membuat gunungan buah atas usulan
Santoso warga RT 02 RW 04 Samban.
Pada pelaksanaan tahun 1999, bertepatan dengan 10 Suro 1421 H,
berdasarkan kesepakatan warga masyarakat Desa Karangjoho tahun 1998, yang
lalu Grebeg Kendalisodo dilakukan dengan mengelilingi daerah sekitar
Gunung Kendalisodo dengan mengarak Pancasila, sabit, cangkul serta
gunungan buah-buahan dengan diikuti warga desa sekitar Gunung
Kendalisodo. Grebeg Kendalisodo dalam perkembangan tahun berikutnya
hingga saat ini bertambah dengan diadakanya jamasan pusaka serta diaraknya
hasil pertanian dan perkebunan atau gunungan buah-buahan sebagai lambang
bahwa Desa Karangjoho diberi hasil yang melimpah, serta dibentuknya panitia
dari warga Karangjoho, karena antusias warga yang semakin bertambah tidak
hanya seluruh warga desa Karangjoho namun juga oleh warga desa sekitar
Gunung Kendalisodo yang hadir dan mengikuti Grebeg Kendalisodo.
28
3. Pelaku upacara Grebeg Kendalisodo
Yang terlibat dalam tradisi Grebeg Kendalisodo diantaranya adalah :
a. Juru Kunci Sendang Cupumanaik
Juru kunci Sendang Cupumanik adalah orang yang menjaga
sendang dan membacakan doa saat penjamasan pusaka di Sendang
Cupumanik. Juru kunci juga berperan sebagai orang yang berhak
melarang ataupun memperbolehkan seorang untuk masuk ke
Sendang Cupumanik. Juru kunci sendang biasanya adalah orang
yang mendapatkan wangsit ataupun ditunjuk oleh juru kunci
sebelumnya. Untuk saat ini juru kunci Sendang Cupumanik dipegang
oleh Bapak Rabin.
b. Modin
Modin adalah orang yang memberikan doa satu hari sebelum
acara upacara Grebeg Kendalisodo berlangsung. Namun tidak hanya
sebagai pembawa doa penghantar untuk upacara Grebeg
Kendalisodo tapi juga modin adalah orang yang berperan sebagai
pemimpin shalat jenazah dan memimpin doa-doa. Di Desa
Karangjoho modin biasanya dipilih oleh masyarakat desa,
sedangkan doa yang dipimpin modin adalah doa Islam yang
ditambah dengan doa Jawa. Tugas modin dalam Grebeg
Kendalisodo adalah memberikan doa di Sendang Cupumanik satu
29
hari sebelum Grebeg Kendalisodo berlangsung agar dapat
berlangsung dengan baik.
c. Kepala Desa Samban
Kepala desa adalah orang yang dianggap sebagai sesepuh
desa atau orang yang paling bertanggung jawab di desa. Kepala
desa ini dipilih oleh warga desa secara ikhlas tanpa paksaan.
Kepala desa adalah orang yang mengerti seluk beluk desa
kepemimpinanya, serta dijadikan orang yang memimpin acara-
acara. Dalam Grebeg Kendalisodo kepala desa dijadikan sebagai
orang yang melakukan jamasan serta sebagai orang yang
mengsahkan Grebeg Kendalisodo.
d. Ketua Panitia Grebeg Kendalisodo
Ketua panitia adalah orang yang dianggap mengetahui asal
mula Grebeg Kendalisodo dan juga dianggap budayawan setempat.
Dalam pemilihan ketua panitia, masyarakat memilih dengan
dibantu oleh juru kunci Sendang Cupumanik. Tugas ketua panitia
ini adalah mengatur acara grebeg dari tahap persiapan hingga
selesai. Ketua panitia juga berperan sebagai orang yang mengantar
sesaji ke sendang Cupumanik dibantu oleh orang yang dia tunjuk.
e. Empat orang pembawa sesaji dan menghantar ke sendang.
Empat orang yang ditugaskan membawa sesaji biasanya
adalah warga Desa Karangjoho yang ditunjuk oleh ketua panitia.
Mereka dengan ikhlas membawa dan akan meletakanya di samping
30
sendang, sedangkan tiga orang lainya mengawal di belakang,
mereka membawa kemenyan. Tugas mereka dimulai saat pawai
diberhentikan di Desa Karangjoho, sesaat akan menuju sendang
untuk prosesi jamasan.
f. Peserta upacara Grebeg Kendalisodo
Peserta Grebeg Kendalisodo adalah sebagian besar adalah
warga Desa Karangjoho dan warga sekitar Gunung Kendalisodo
yang bersedia hadir saat Grebeg berlangsung, baik anak-anak,
remaja maupun orang tua yang menggunakan baju adat Jawa. Pada
saat grebeg berlangsung tampak masyarakat sangat antusias saat
mengikuti.
4. Wujud Sesaji
a. Sesaji makanan.
Sesaji dalam Grebeg Kendalisodo diambil dari hasil bumi di
Karangjoho yang banyak dimiliki warga. Sesaji ini dibagi menjadi
dua, yaitu sesaji untuk diletakan di sendang dan sesaji dari
masyarakat yang berupa makanan yang akan dimakan dan
diperebutkan setelah prosesi jamasan selesai. Sesaji tersebut
dibawa menggunakan tampah atau nampan rajutan dari bambu,
disertai bunga dan kemenyan, sedangkan pada sesaji yang akan
dimakan tanpa kemenyan dan dupa biasanya berupa tumpeng,
sayuran beserta buah-buahan. Pada acara grebeg kali ini sesaji
yang dibawa dan diletakan di sendang beserta kemenyan adalah
31
berwujud buah pisang, sedangkan yang akan dimakan adalah nasi
beserta lauk pauk,sayuran dan buah-buahan.
b. Kemenyan atau Dupa
Kemenyan adalah alat yang digunakan untuk mengirim doa
kepada roh-roh yang ada di Desa Karangjoho dan kepada
penunggu Gunung Kendalisodo. Kemenyan ini dibakar oleh ketua
panitia bersamaan saat sesaji akan dibawa menuju sendang.
5. Peralatan upacara Grebeg Kendalisodo
a. Daun muda kelapa
Daun muda kelapa yang sering masyarakat Karangjoho
menyebutnya janur digunakan sebagai alas sesaji yang akan
diletakan bersama bunga dan kemenyan di sendang cupumanik.
b. Gerabah
Gerabah yang digunakan adalah berukuran kecil, yang
digunakan untuk meletakan kemenyan untuk dibakar oleh juru kunci
sendang cupumanik.
c. Daun pisang
Daun pisang digunakan sebagai tempat warga untuk
mengambil makanan atau saat makan bersama setelah prosesi
penjamasan selesai.
d. Pancasila, sabit dan cangkul.
Pancasila sebagai lambang pemersatu Negara Indonesia
digunakan sebagai pusaka yang akan dijamas, dengan harapan agar
32
bangsa Indonesia dijauhkan dari berbagai macam konflik yang
akan memecah persatuan bangsa. Sabit dan cangkul dilambangkan
sebagai perwakilan dari ekonomi warga Karangjoho yang
berprofesi sebagai petani. Penjamasan sabit dan cangkul
diharapkan agar sektor pertanian warga Karangjoho khususnya dan
seluruh pertanian di Indonesia maju dan terus berkembang.
e. Empat bambu berukuran sedang
Empat bambu berukuran sedang ini disusun seperti tempat
duduk raja. Bambu digunakan sebagai tempat menaruh pusaka
yang akan dijamas.
D. Prosesi Grebeg Kendalisodo
1. Tahap Persiapan
Dalam upacara Grebeg Kendalisodo perlu diadakanya persiapan
yang matang, agar dalam pelaksanaanya dapat berjalan dengan lancar,
persiapan tersebut mencakup persiapan sarana dan prasarana serta spiritual
agar nanti dalam prosesi grebeg tidak ada hambatan berupa kurangnya
sarana yang digunakan. Orang yang menyiapkan sarana dan prasarana ini
adalah warga Desa Karangjoho laki-laki maupun perempuan, sedangkan
persiapan spiritual adalah melakukan doa-doa satu malam sebelum Grebeg
Kendalisodo berlangsung di Sendang Cupumanik. Persiapan ini dipimpin
langsung oleh juru kunci sendang beserta modin desa di Sendang
Cupumanik hingga warga yang ingin datang dipersilahkan. Pada acara
grebeg tahun ini, banyak warga yang datang dalam tahap persiapan
33
spiritual di Sendang Cupumanik, hingga bupati Kabupaten Semarang
datang langsung mengikuti tahap ini dan memberikan sambutan dengan
kesimpulan adalah beliau mendukung tradisi Grebeg Kendalisodo, karena
ini bisa merupakan salah satu aset wisata budaya serta wisata religi di
Kabupaten Semarang.
2. Pelaksanaan upacara Grebeg Kendalisodo
Pelaksanaan Grebeg Kendalisodo dilaksanakan tanggal 10 Suro
tanggal jawa. Warga desa memilih tanggal itu karena itu sudah turun
temurun dari awal mulainya grebeg hingga saat ini. Warga percaya jika
Suro adalah bulan yang baik dan bersih, dan warga tetap setuju jika
Grebeg Kendalisodo dilakukan setiap tanggal 10 Suro.
a. Pawai
Prosesi Grebeg Kendalisodo dimulai saat warga mulai berkumpul
yang ditempatkan di desa Secang. Ketika semua warga dan panitia
berkumpul beserta Pancasila, sabit, cangkul dan sesaji yang akan
diarak,dan kepala desa Samban mengsahkan grebeg dengan sirinenya
dimulailah Grebeg Kendalisodo. Masyarakat sekitar juga suka menyebut
arak-arakan ini juga sebagai pawai. Warga mulai mengarak Pancasila,
sabit, cangkul, serta sesaji yang dipimpin oleh ketua panitia dari Desa
Secang menuju Sendang Cupumanik yang berada di Desa Karangjoho
untuk melakukan jamasan. Walau saat tahap ini terjadi hujan lebat namun
tidak mengurangi semangat dan antusias warga untuk mengikuti.
34
b. Sambutan-sambutan
Setelah pawai atau arak-arakan dari desa Secang menuju sendang
Cupumanik sampai di Desa Karangjoho ketua Panitia menghentikan
sejenak di pertigaan desa Karangjoho. Tidak tanpa alasan ketua panitia
menghentikan sejenak. Setelah semua warga beserta panitia berkumpul,
ketua panitia memberikan sambutan yang pula dihadiri oleh budayawan
dari Bali (Ibu Dayu) yang teryata juga berpatisipasi pada grebeg tahun ini.
Dalam sambutannya ini ketua panitia (Rahman) kepada selurh warga yang
hadir yang intinya adalah sangat berterima kasih kepada Tuhan YME dan
juga berterima kasih kepada warga yang telah hadirdan berpartisipasi, dan
kepada para pemuda agar Grebeg dapat dilestarikan agar tidak hilang.
c. Peletakan Sesaji
Setelah pawai dihentikan di pertigaan desa dan selesai ketua panitia
memberikan sambutan-sambutan, acara dilanjutkan dengan pembakaran
kemenyan untuk sesaji. Kemudian ada 4 orang yang membawa sesaji
beserta kemenyan untuk dibawa ke Sendang Cupumanik dengan jalan kaki
karena jarak antara pertigaan desa dan sendang tidak begitu jauh. Setelah
sampai di Sendang Cupumanik maka 4 orang tersebut meletakan sesaji
dan dupa di sebuah batu besar yang memang khusus untuk peletakan sesaji
dan kemenyan. Setelah peletakan sesaji maka selanjutnya adalah
pembacaan doa jawa oleh pembawa sesaji tersebut. Sedangkan para warga
serta peserta grebeg yang lainya masih dipertigaan desa sembari
menunggu waktu untuk persiapan di sendang dan beristirahat sejenak
35
karena perjalanan dari Desa Secang menuju Desa Karangjoho agak begitu
jauh dan dan jalanan yang menanjak. Doa yang dipanjatkan oleh seorang
yang membawa sesaji tersebut intinya adalah agar seluruh warga desa
Karangjoho dan semua warga sekitar Gunung Kendalisodo terhindar dari
malapetaka dan diberi kemakmuran.
d. Jamasan Pusaka
Setelah sekiranya persiapan di Sendang Cupumanik selesai, ketua
panitia memulai kembali pawai menuju Sendang Cupumanik untuk
melakukan prosesi jamasan. Warga sangat antusias untuk mengikuti
puncak acara Grebeg Kendalisodo di Sendang Cupumanik. Setelah sampai
di Sendang Cupumanik, yang pertama akan dijamas adalah Pacasila yang
langsung diletakan diatas mata air sendang. Sedangkan sesaji yang akan
dimakan bersama diletakan di dalam bangunan sendang. Hanya juru kunci
sendang, panitia dan sedikit peserta yang diperbolehkan masuk di area
Sendang Cupumanik. Suasana menjadi hening, ketika juru kunci mulai
menyuruh semua untuk diam dan tenang. Pada Grebeg Kendalisodo tahun
ini, prosesi yang seharusnya dipimpin oleh juru kunci Sendang Cupumanik
(Rabin) memberikan kehormatan kepada budayawan Bali (Ibu Dayu)
untuk memimpin jamasan pusaka, dan beliau menerima dengan baik.
Kemenyan kembali dibakar, dan Ibu Dayu mulai melakukan prosesi
dengan membaca mantra-mantra. Suasana semakin mencekam ketika salah
seorang dari anggota panitia kerasukan, namun hal itu dapat di atasi
dengan baik oleh juru kunci sendang. Di sisi lain juru kunci sendang
36
memberikan doa-doa kepada sesaji makanan yang akan diperebutkan oleh
warga. Setelah Ibu Dayu dan juru kunci sendang Bapak Rahman selesai
melakukan doa-doa, selanjutnya Ibu Dayu dibantu salah seorang panitia
mengambil bunga dari sesaji untuk ditaburkan di dalam sendang, dan tiba-
tiba air sendang mengeluarkan gelembung-gelembung. Setelah itu
dimulailah penjamasan pancasila. Pancasila atau yang dilambangkan
dengan burung garuda dibasuh oleh kepala Desa Samban yang diteruskan
dengan sabit dan cangkul, didampingi oleh juru kunci Sendang
Cupumanik Bapak Rabin yang sebelumnya telah didoakan.
e. Makan Bersama
Sesudah acara penjamasan pusaka, maka acara dilanjutkan dengan
makan bersama seluruh masyakat dengan perebutan sesaji makanan dan
hasil pertanian warga Karangjoho yang telah ikut diarak dan didoakan.
Warga mulai memperebutkan sesaji serta gunungan buah-buahan, karena
dipercaya bagi yang memakan akan mendapatkan berkah. Terlihat setiap
warga sangat antusias dan tidak dalam waktu lama, sesaji makanan serta
gunungan buah-buahan habis diperebutkan oleh warga untuk langsung
dimakan ataupun dibagikan kembali kepada saudara dan warga lain yang
belum mendapatkan.
f. Penutupan
Setelah menikmati makanan yang ada Bapak Rahman selaku ketua
panitia mengucapkan terima kasih khususnya untuk warga Karangjoho dan
seluruh warga yang telah datang untuk mengikuti serta meramaikan
37
Grebeg Kendalisodo tahun ini, dan berharap Grebeg Kendalisodo tahun
depan dapat lebih meriah. Bapak Rahman kemudian mengucapkan
hamdalah: Allhamdullilah hi rabil’allamin dan warga mulai pulang
kerumah masing-masing.
E. Makna Upacara Grebeg Kendalisodo
Makna penting dalam pelaksanaan upacara Grebeg Kendalisodo dapat
dilihat dari bebrbagai aspek, diantaranya adalah :
1. Makna Upacara Grebeg Kendalisodo dalam Kehidupan Sosial
Kehidupan masyrakat Karangjoho diwarnai oleh sikap solidaritas
warganya, karena situasi sosial tersebut menuntut adanya sikap
kebersamaan dalam menghadapi tantangan hidup di masyarakat. Gotong
royong merupakan salah satu ciri kehidupan sosial warga Karangjoho
dalam mengadakan Grebeg Kendalisodo.
Pelaksanaan upacara Grebeg Kendalisodo merupakan kegiatan yang
selalu mengedepankan sikap maupun perilaku saling membantu atau
kegotong-royongan, kerukunan yang hadir tanpa memandang status sosial,
pendidikan dsb. Hal inilah dapat dibuktikan dalam pelaksanaan upacara
ini, setiap warga masyarakat dengan antusias mempererat hubungan sosial
antar warga Karangjoho dan seluruh warga sekitar Gunung Kendalisodo
yang hadir dalam upacara tersebut.
Dengan demikian terlihat jelas bahwa tradisi Grebeg Kendalisodo
mempunyai makna sebagai pemersatu atau jembatan antara warga untuk
38
menjalin suatu hubungan sosial yang dapat menumbuhkan persatuan dan
persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Makna Upacara Grebeg Kendalisodo dalam Membina Kerukunan
Hidup Masyarakat Desa Karangjoho
Tradisi Grebeg Kendalisodo dilihat dari tahap persiapan tampak
bahwa mereka membina persatuan dan kesatuan masyarakat Desa
Karangjoho dan mereka juga bersatu tanpa memandang status soial saat
mereka membuat gunungan hingga tempat peletakan pusaka untuk dijamas
yang mereka buat secara sederhana. Kerukunan warga Karangjoho dan
warga sekitar nampak juga pada saat mereka akan memulai Grebeg
Kendalisodo. Mereka sangat antusias dan berbondong-bondong dan saling
sapa, bercanda jika mereka bertemu di jalan, para orang tua, remaja, anak-
anak baik laki-laki maupun perempuan.
Rasa kebersamaan terlihat nampak sangat kental saat upacara selesai
yaitu saat mereka memperebutkan gunungan walaupun akhirnya dibagikan
kembali bagi yang belum medapatkan hingga akhirnya mereka
memakanya besama tanpa memandang status apapun.