BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A....
Transcript of BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A....
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Adsorben
1. Analisis Uji NaF
Uji NaF dilakukan untuk mengetahui keberadaan alofan dalam sampel tanah
andisol. Dari hasil uji NaF diperoleh nilai pH 10,18 sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada sampel tanah andisol mengandung alofan yang memadai. Munir
(1996) menyatakan bahwa kandungan alofan dalam tanah dapat diketahui dengan
mengukur pH dari 1 gram tanah dalam 50 ml larutan NaF 1 M selama 2 menit dan
apabila nilai pH lebih besar dari 9,4 menunjukkan bahwa terdapat kandungan
alofan yang tinggi dalam tanah. NaF dapat memberikan reaksi yang cepat ketika
ditambahkan ke dalam sampel alofan, yaitu F dapat bereaksi dengan Al dan
memecah struktur sehingga akan melepaskan OH- (Parfit and Henmi, 1980).
2. Analisis Fourier Tranform Infra-Red (FT-IR)
Analisis FT-IR dilakukan bertujuan untuk mengetahui gugus fungsional
utama di dalam struktur lempung dan andisol. Pengamatan sampel lempung dan
andisol dilakukan pada bilangan gelombang antara 400 – 4000 cm-1
dengan
menggunakan butiran pellet KBr. Hasil spektra FT-IR ditunjukkan pada Gambar 4
dan 5.
Gambar 4. Spektra FT-IR andisol
%T
2
Gambar 5. Spektra FT-IR lempung
Data hasil analisis gugus fungsi lempung dan andisol dapat dilihat pada
Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diamati perbandingan serapan bilangan
gelombang pada sampel dengan hasil analisis dari penelitian yang lain.
%T
3
Tabel 1. Data hasil analisis gugus fungsi lempung dan andisol
Gugus Fungsi Bilangan gelombang (
cm-1)
Pustaka Lempung Andisol
Uluran –OH
3700-3000 (1)
3455(2)
3697,710
3627,29
3226,08
3405,47
Vibrasi tekuk
H-O-H 1640
(3) 1640,53 1654,03
Rentangan asimetris
O-Si-O dan atau
O-Al-O
973, 1108 (2)
1039,6 (1)
1035,82
1010,74
1008,81
1004,96
Vibrasi tekuk Si-O
dan atau Al-O
470,6 (1)
485, 579 (2)
795,67
750,34 790,85
Kaolinit 3600-3800
(5)
1030 (4)
3627,29;
3697,7;
1010,74;
1035,82
1004,96;
1008,81
Gibsit
1030;
3400-3500 (5)
1025;
974 (7)
1010,74;
1035,82
3405,47;
1004,96;
1008,81
Felspar 647
(4) 690,55 666,43
Alofan
3400; 1640;
1040; 470 (2)
; 670; 430
(7)
1035,82;
1640,53;
430,14;
466,79;
690,55
3405,47;
1635,71;
1654,03;
443,65;
464,86;
1008,81;
1004,96
Keterangan: (1)
: Wijaya dalam Wogo, dkk. (2013); (2)
: Devnita, dkk. (2005); (3)
:
Permanasari,dkk. (2010), (4)
Hemamalini et al., (2011); (5)
Tan (1982); Plasvic et al.,
(1999); (7)
Iyoda et al, (2011);
Serapan-serapan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam sampel tanah
lempung maupun andisol terdapat kandungan alofan dengan ditandai adanya
gugus-gugus Si-O atau Al-O, O-Si-O atau O-Al-O, dan –OH.
3. Analisis X-Ray Diffraction (XRD)
Analisis kualitatif XRD digunakan untuk menentukan jenis mineral yang
terkandung dalam lempung dan andisol. Hasil analisis tersebut ditunjukkan pada
Gambar 6.
4
Gambar 6. Difraktogram XRD lempung dan andisol
Tabel 2. Hasil Analisis XRD tanah Lempung dan Andisol
d (Å)
Gugus Fungsi Pustaka Sampel Lempung Sampel Andisol
Alofan 3,3000; 2,2500; 1,8000;
1,4000(1)
3,3280; 1,8129 3,2868; 1,7412;
1,3581
Felspar 4,00-4,20; 6,30-6,45;
3,80-3,90; 3,73-3,75;
3,64-3,67; 3,44-3,48;
3,00-3,25 (2)
3,2755;
3,2266; 3,5931;
3,7574; 3,4384; (3)
4,0260; 4,2201; 3,7400;
3,6120;
3,1987
4,0414; 3,7136;
3,7006; 6,4687;
3,2171; 3,1978;
2,9829
Gibsit 4,34; 4,83; 3,30 (2)
4,8500; 4,3600; 2,4500;
2,3800 (4)
3,4471; 2,5273; 3,4138
Kaolinit 7,10-7,20; 4,45-4,46;
4,35- 4,36; 4,17; 4,12;
3,84; 3,56-3,58 (2)
8,9059; 4,6513; 4,1447;
3,8126;
3,5100 (5)
8,3402; 7,1353; 7,0865; 3,7553;
3,8919; 4,3423
Monmorilonit 12,00-15,00; 5,90 (2)
15,00; 1,49; 2,53; 1,29;
4,05 (6)
2,5098; 1,4862 5,4808; 2,6191
Keterangan : (1)=JCPDS 38-0449, (2)=Tan (1982), (3)=JCPDS 70-1862,
(4)=JCPDS 01-0264, (5)=JCPDS 72-2300, (6)=JCPDS 02-0014
5
Hasil analisis berdasarkan Gambar 3 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel
lempung dan andisol yang akan digunakan dalam penelitian ini mengandung
beberapa mineral yang dibuktikan dengan munculnya puncak-puncak difraksi
pada d(Å) yang karakteristik. Mineral yang terkandung dalam penjerap tanah
lempung dan tanah andisol, yaitu alofan, felspar, gibsit, kaolin dan monmorilonit.
4. Analisis Luas Permukaan
Luas permukaan merupakan faktor penting dalam proses adsorpsi karena
semakin besar luas permukaan maka semakin besar pula kemampuan
adsorpsinya. Luas permukaan dinyatakan dalam jumlah total luas permukaan
sampel yang berbentuk serbuk dalam setiap massa sampel. Analisis yang
digunakan untuk menentukan luas permukaan dilakukan dengan SAA.
Tabel 3. Data penentuan luas permukaan
Sampel Luas permukaan (m2/g)
Andisol 245,7900 (1)
Lempung 56,5410
Keterangan : (1)
Sistha (2013)
Berdasarkan data pada Tabel 3 tersebut dapat dilihat bahwa luas permukan
andisol lebih besar dengan perrbedaan secara signifikan. Luas permukaan inilah
yang menyediakan luasan area pada permukaan lempung maupun andisol dalam
proses adsorpsi terhadap ion logam kadmium (Cd) yang berlangsung.
5. Analisis Keasaman
Analisis keasaman dilakukan dengan menggunakan metode adsorpsi basa
amonia, yaitu melalui pengukuran jumlah basa amonia yang bereaksi dengan
gugus asam padatan, dimana jumlah basa amonia yang diadsorpsi oleh permukaan
padatan adalah sebanding dengan jumlah asam pada permukaan padatan yang
menyerap basa tersebut.
6
Tabel 4. Data penentuan keasaman
Sampel Keasamaan (mmol/g)
Andisol 2,352
Lempung 3,529
Berdasarkan data pada Tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa keasaman lempung
lebih tinggi dibandingkan andisol. Hal tersebut menunjukkan bahwa permukaan
lempung menyediakan situs aktif yang lebih banyak daripada permukaan andisol
dimana situs aktif ini akan menjadi media dalam proses adsorpsi ion logam
kadmium (Cd).
B. Uji Kinerja Adsorben terhadap Ion Logam Kadmium (Cd)
Aktivasi dilakukan pada tanah lempung dan andisol untuk meningkatkan
karakter fisika kimia. Aktivasi dilakukan secara kimia hanya untuk tanah andisol
yang mengandung alofan, yaitu dengan perendaman NaOH 3M selama 5 jam,
karena aktivasi kimiawi menggunakan larutan basa mampu melarutkan pengotor
yang dapat larut dalam basa yang berada dibagian luar kerangka dan yang
menutupi pori-pori permukaan. Penambahan NaOH juga berfungsi untuk
melarutkan pengotor-pengotor organik maupun anorganik yang mengisi rongga
dan pori-pori pada tanah andisol sehingga pori-pori pada permukaannya menjadi
terbuka. Dengan berkurangnya pengotor pada rongga-rongga tanah andisol maka
permukaan padatannya menjadi bersih dan luas serta keasamannya juga
meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Husna
(2012) yang mengalami peningkatan luas permukaan sebesar 22,661% dan
keasaman sebesar 63,704% pada tanah andisol alam setelah diaktivasi dengan
NaOH. Secara fisik, tanah andisol yang telah diaktivasi dengan NaOH
mempunyai warna yang lebih terang dibandingkan tanah andisol tanpa aktivasi.
Tanah andisol tanpa aktivasi berwarna coklat gelap, sedangkan setelah aktivasi
warna coklat gelap memudar menjadi warna coklat terang.
7
Lempung yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan aktivasi
secara kimia. Hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
oleh Lihin, dkk. (2012) dimana lempung yang diaktivasi kimia dan lempung tanpa
aktivasi kimia memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang tidak berbeda signifikan.
Kemampuan lempung ini dapat ditingkatkan dengan cara aktivasi fisik maupun
kimia (Talaat et al., 2011). Oleh karena itu, pada penelitian ini lempung tidak
dilakukan aktivasi secara kimia.
Tanah andisol dilakukan aktivasi secara kimia, selanjutnya dilakukan
pembuatan variasi komposisi perbandingan lempung:tanah andisol (0:100, 20:80,
40:60, 50:50, 60:40, 80:20 dan 100:0). Masing-masing campuran tersebut
selanjutnya dilakukan aktivasi secara fisika menggunakan variasi suhu kalsinasi,
yaitu 100, 200, dan 4000C. Sama halnya dengan aktivasi kimia, aktivasi fisika ini
juga berfungsi untuk melarutkan pengotor-pengotor organik maupun anorganik
yang mengisi rongga dan pori-pori pada adsorben sehingga pori-pori pada
permukaannya menjadi terbuka.
Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu tingkat
keasaman (pH), waktu kontak, ukuran partikel, dan suhu. Pada penelitian ini,
faktor yang ingin diketahui pengaruhnya adalah komposisi penyusun adsorben,
suhu kalsinasi adsorben, dan waktu kontak adsorpsi terhadap ion logam kadmium
(Cd) dimana akan dibuktikan dengan nilai kapasitas adsorpsi atau % adsorpsi
yang diperoleh.
Adsorben yang telah diaktivasi selanjutnya digunakan dalam proses
adsorpsi terhadap larutan kadmium (Cd) 6 ppm dengan variasi waktu kontak 30,
60, dan 120 menit menggunakan metode batch. Hasil kurva standar untuk ion
logam kadmium (Cd) dapat dilihat pada Lampiran 6. Adsorben dengan variasi
komposisi lempung:tanah andisol, suhu kalsinasi, dan waktu kontak adsorpsi
terbaik ditentukan dari nilai kapasitas adsorpsi atau % adsorpsi yang tertinggi.
Data hasil adsorpsi yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 7-8. Berdasarkan
data hasil adsorpsi tersebut dapat disimpulkan bahwa variasi adsorben terbaik
diperoleh pada perbandingan lempung:tanah andisol 60:40 dengan suhu kalsinasi
200⁰C menggunakan waktu kontak adsorpsi 60 menit.
8
Variasi komposisi adsorben terbaik diperoleh pada perbandingan lempung
dan tanah andisol 60:40. Jika dilihat dari gugus aktif keduanya, lempung dan
tanah andisol termasuk dalam kelompok mineral alumino silikat alam yang
memiliki gugus aktif berupa Si-OH, Al-OH, dan –OH sehingga keduanya dapat
menyediakan muatan elektronegatif pada permukaannya yang memungkinkan
terjadinya pertukaran kation maupun proses adsorpsi ion logam kadmium (Cd).
Sifat lempung yang lekat sewaktu basah membantu melekatnya tanah andisol
pada lempung sehingga semakin banyak kandungan lempung dari pada tanah
andisol pada perbandingan lempung dan tanah andisol tersebut menyebabkan
daya adsorp optimal. Tingginya perbandingan komposisi lempung pada kondisi
ini juga didukung dengan suhu kalsinasi yang hanya 200⁰C dimana lempung
memiliki ketahanan terhadap panas dan kapasitas adsorpsi optimum pada suhu
100 ≤ T ≤ 200⁰C (Igbokwe, et al., 2011). Dari segi praktisnya, preparasi lempung
lebih mudah dilakukan karena pada penelitian ini lempung yang digunakan tidak
perlu diaktivasi secara kimia untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya
sedangkan tanah andisol diaktivasi secara kimia. Selain itu, keberadaan lempung
juga lebih melimpah dibandingkan tanah andisol dimana tanah andisol merupakan
bagian kecil yang terkandung dalam mineral lempung (Sajidu, et al., 2006).
Adsorben tanah lempung dan andisol mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap ion logam karena keduanya mempunyai gugus-gugus aktif Si-OH, Al-
OH dan –OH sehingga keduanya mampu menyediakan muatan elektronegatif
pada permukaannya yang memungkinkan terjadinya pertukaran kation dalam
proses adsorpsi ion logam kadmium (Cd) dalam larutan (Itou et al., 2009;
Schulze, 2005). Kemampuan jerapan mineral silikat berasal dari banyaknya
muatan negatif pada struktur mineral silikat. Muatan negatif tersebut akan
dinetralkan dengan penjerapan ion terjerap bermuatan positif, misalnya kation
logam berat (Visekruna et al., 2011). Berdasarkan data hasil adsorpsi pada
lampiran di bawah ini menunjukkan bahwa kedua adsorben tanah lempung dan
andisol keduanya mempunyai kemampuan menjerap ion logam dengan kapasitas
adsorben yang berbeda.
9
Gambar 7. Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Berbagai Variasi Suhu Aktivasi
dan Waktu Kontak terhadap Komposisi Adsorpsi
Penjerap dengan komposisi 100% tanah andisol (0:100) mempunyai
kapasitas jerapan yang lebih besar dibandingkan penjerap tanah lempung 100%
(100:0). Jumlah ion logam yang teradsorp semakin berkurang dengan
meningkatnya prosentase penjerap lempung dalam komposisi penjerap campuran
tanah lempung dan andisol. Hal ini memperlihatkan bahwa keberadaan tanah
lempung dalam campuran adsorben kurang mendukung kemampuan penjerap
dalam menjerap ion logam kadmium (Cd). Berkurangnya kemampuan adsorpsi
dari campuran tanah lempung dan andisol ini dapat dijelaskan berdasarkan data
luas permukaan maupun bilangan keasaman dari masing-masing penjerap.
Luas permukaan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam
proses adsorpsi karena luas permukaan inilah yang menyediakan luasan area pada
permukaan adsorben dalam proses adsorpsi terhadap ion logam kadmium (Cd).
Sehingga semakin besar luas permukaan adsorben maka kapasitas adsorpsinya
semakin besar pula. Tanah lempung mempunyai luas permukaan sebesar
245,7900 m2/gram, sedangkan tanah andisol mempunyai luas permukaan jauh
lebih besar, yaitu 56,5410 m2/gram. Sanchez et al., (1999) telah membuktikan
bahwa luas permukaan berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi. Hasil
penelitiannya menjelaskan bahwa adsorben sepiolite dengan ukuran partikel kecil
10
mempunyai kapasits jerapan yang lebih baik dibanding dengan penjerap dengan
ukuran partikel lebih besar. Ukuran partikel yang kecil mampu menyediakan
bidang adsorpsi yang lebih besar dibanding partikel dengan ukuran yang lebih
besar oleh karena itu interaksinya dengan ion logam lebih maksimal. Penelitian
lain juga menjelaskan bahwa keberadaan material lain dalam campuran adsorben
dengan alofan dapat meningkatkan kapasitas adsorpsinya atau justru menurunkan
kapasitas adsorpsinya.
Efektivitas perbandingan komposisi lempung:tanah andisol pada kondisi
terbaik tersebut terhadap ion logam kadmium (Cd) dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Perbandingan kapasitas adsorpsi adsorben terbaik dengan komposisi
lempung:andisol 200 C dan waktu kontak 60 menit.
Berdasarkan diagram pada Gambar 8 dapat ditunjukkan bahwa kapasitas
adsorpsi komposisi lempung dan tanah andisol pada kondisi terbaik (60:40)
sebesar 18,2092. Kemudian jika dibandingkan antara komposisi lempung:tanah
andisol 0:100 dan 100:0 terdapat perbedaan yang cukup signifikan dengan
kapasitas adsorpsi 16,9113 dan 11,0652. Hal ini membuktikan bahwa besarnya
prosentase tanah andisol dalam campuran penjerap berpengaruh besar terhadap
kapasitas jerapannya terhadap ion logam kadmium (Cd).
Pemanasan penjerap pada berbagai suhu aktivasi dilakukan untuk
membersihkan pengotor organik dan anorganik sehingga permukaan rongga lebih
bersih dan pori akan terbuka. Hal ini menyebabkan luas permukaan spesifik
penjerap menjadi lebih besar sehingga meningkatkan kapasitas jerapan dalam
11
menyerap molekul adsorbat. Pemanasan pada campuran penjerap tanah lempung
dan andisol juga dimaksudkan untuk membebaskan molekul air, baik air yang
terikat secara fisik maupun yang terikat secara kimia dalam bentuk terhidrat
(Hartopo, 2014).
Pembebasan molekul air yang terikat secara lemah (fisik) dapat dilakukan
dengan pemanasan pada temperatur diatas titik didih air. Namun pada
pembebasan molekul air terhidrat, diperlukan temperatur yang lebih tinggi (400 –
500°C) dan dikenal dengan istilah kalsinasi. Pada penelitian ini aktivasi penjerap
dilakukan pada variasi suhu 100, 200 dan 400°C. Melalui aktivasi pada ketiga
variasi suhu tersebut akan diketahui pengaruh perbedaan suhu terhadap
kemampuan penjerap dalam menyerap ion logam kadmium (Cd).
Gambar 9. Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Berbagai Komposisi Adsorben dan
Waktu Kontak terhadap Suhu Aktivasi
Berdasarkan Gambar 9, adsorben dengan suhu aktivasi 100°C dan 200°C
mempunyai kapasitas adsorpsi yang relatif sama dengan sebagian besar variasi
komposisi campuran adsorben. Kapasitas adsorpsi semakin turun dengan
meningkatnya suhu aktivasi menjadi 400°C. Tingginya kapasitas adsorpsi pada
variasi suhu aktivasi 100°C dan 200°C, dan semakin berkurangnya kapasitas
adsorpsi pada variasi suhu aktivasi 400°C dapat dijelaskan berdasarkan luas
permukaan spesifiknya. Peningkatan suhu aktivasi mampu membebaskan molekul
air yang terperangkap dalam matrik tanah lempung dan andisol sehingga
12
meninggalkan struktur rongga berpori dan meningkatkan luas permukaan bidang
adsorpsinya. Suhu aktivasi yang lebih tinggi dari pada suhu optimum
menyebabkan rusaknya struktur adsorben dan menyebabkan penurunan luas
permukaannya sehingga media jerapannya terbatas (Alemayehu et al., 2012).
Gambar 10 menunjukkan bahwa pada perbandingan antara lempung dan
tanah andisol 0:100 mengalami penurunan kapasitas adsorpsi dengan
meningkatnya variasi suhu kalsinasi dan waktu kontak adsorpsi atau dengan kata
lain nilai kapasitas adsorpsi yang terbaik diperoleh dengan suhu 200⁰C dan waktu
60 menit. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya proses desorpsi ketika suhu
ditingkatkan menjadi 400⁰C serta waktu kontak ditingkatkan menjadi 90 menit.
Gambar 10. Perbandingan kapasitas adsorpsi variasi komposisi lempung:tanah
andisol dan suhu kalsinasi terhadap variasi waktu kontak.
Perbandingan antara lempung dan tanah andisol 0:100, 20:80, 40:60, 50:50,
60:40, 80:20 dan 100:0 pada suhu 200⁰C memiliki kapasitas adsorpsi yang
meningkat dengan bertambahnya waktu kontak. Sedangkan ketika suhu kalsinasi
ditingkatkan menjadi 400⁰C dan dengan bertambahnya waktu kontak,
perbandingan lempung:andisol tersebut memiliki kapasitas adsorpsi yang semakin
menurun. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada suhu 200⁰C, pengotor sudah
hilang dan pori-pori pada permukaan lempung maupun tanah andisol sudah dapat
terbuka sehingga menyediakan luasan area untuk terjadinya proses adsorpsi,
sedangkan suhu yang lebih tinggi kemungkinan sudah melebihi batas ketahanan
13
suhu dari lempung tanah andisol sehingga mengakibatkan kurang optimalnya
proses adsorpsi.
Disamping itu, waktu kontak juga sangat menentukan dalam proses
adsorpsi. Perbandingan lempung:tanah andisol 0:100 dan 100:0 atau dengan kata
lain komposisi ini hanya terdiri dari tanah andisol dan lempung saja memiliki
waktu kontak optimum 60 menit. Selama 60 menit terjadi proses difusi dan
penempelan ion logam kadmium (Cd) pada gugus aktif yang dimiliki tanah
andisol maupun lempung. Akan tetapi, konsentrasi ion logam kadmium (Cd) akan
mengalami penurunan ketika waktu kontaknya telah cukup. Ketika waktu kontak
telah cukup atau bahkan berada pada titik jenuh, maka akan terjadi peristiwa
desorpsi atau ion logam kadmium (Cd) tidak diterima lagi oleh permukaan
adsorben melainkan akan dilepas kembali ke dalam larutan. Oleh karena itu, nilai
kapasitas adsorpsinya menurun ketika waktu ditambah menjadi 120 menit.
Pada waktu kontak 60 menit, sebagian besar situs aktif pada permukaan
tanah lempung dan andisol telah ditempati oleh ion logam kadmium (Cd) dan
terjadi gaya tolak antar ion logam kadmium (Cd) terjerap dan ion logam dalam
larutan untuk menempati situs-situs aktif sehingga dengan adanya gaya tolak dan
persaingan antar ion logam kadmium (Cd) tersebut menyebabkan kapasitas
jerapan ion logam kadmium (Cd) menjadi berkurang (Alemayehu et al.,2012; Eba
et al., 2010). Penyebab lainnya, dengan bertambahnya waktu kontak maka
semakin banyak terbentuk kation terhidrat dengan jari-jari yang lebih besar dari
pada jari-jari ion logamnya sehingga menghalangi proses jerapan (Hartopo, 2014 ;
Muhdarina, dkk., 2010).
C. Penentuan Isoterm Adsorpsi
Penentuan jenis adsorpsi dilakukan melalui penentuan isoterm adsorpsi.
Penentuan ini dilakukan dengan melakukan adsorpsi ion logam kadmium (Cd)
dengan adsorben terbaik pada perbandingan komposisi lempung dan andisol
60:40 pada suhu 200⁰C dan waktu kontak 60 menit terhadap variasi konsentrasi
larutan kadmium (Cd) 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm.
14
Berdasarkan data pada Lampiran 12 tersebut kemudian dilakukan uji secara
regresi linear sederhana dengan menggunakan persamaan Langmuir dan
Freundlich. Persamaan isoterm Langmuir ditentukan dengan menggunakan
persamaan isoterm Langmuir lalu dibuat kurva
Ce vs dengan hasil kurva isoterm yang diperoleh seperti dibawah ini:
Gambar 11. Kurva Isoterm Langmuir Ion Logam Kadmium (Cd)
Selanjutnya, persamaan isoterm Freundlich ditentukan dengan menggunakan
persamaan isoterm Freundlich Log Q = Log K + Log C lalu dibuat kurva Log C
vs Log Q dengan hasil kurva isoterm yang diperoleh seperti dibawah ini:
Ce
Qe
1
K Qmax
Ce
Qmax
+
=
y = -0,110x+1,703
Ce
Qe
1
n
Ce/Q
e
Ce
15
Gambar 10. Kurva Isoterm Freundlich Ion Logam Kadmium (Cd)
Dari hasil perhitungan keduanya, diperoleh kurva linear antara
Ce dan untuk persamaan Langmuir dan kurva linear antara log Ce dan Log
Qe untuk persamaan Freundlich. Untuk melihat persamaan isoterm yang sesuai
untuk penelitian ini, maka dapat dibuktikan melalui koefisien korelasi (R2) yang
ditunjukkan pada grafik linear masing-masing persamaan dimana nilai R2 yang
mendekati 1 maka dapat dikatakan jenis isoterm adsorpsi mengikuti persamaan
isoterm tersebut.
Berdasarkan Gambar 9 dan 10 serta Tabel 5 menunjukkan bahwa persamaan
isoterm Langmuir memiliki R2 sebesar 0,979 dengan persamaan garisnya
y = -0,110x+1,703. Sedangkan untuk persamaan Freundlich diperoleh nilai R2
sebesar 0,998 dengan persamaan garisnya y = 0,761x+0,201. Jika dilihat dari nilai
R2 keduanya, nilai R
2 dari persamaan Freundlich lebih besar daripada nilai R
2 dari
persamaan isoterm Langmuir, sehingga dapat disimpulkan jenis isoterm pada
penelitian ini mengikuti persamaan Freundlich dengan harga konstanta dapat
dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
y = 0,761x+0,201
Ce
Qe
Lo
g (
Xe/
m)
Log Ce
16
Tabel 5. Harga konstanta Freundlich
Jenis Isoterm Konstanta Harga
Freundlich k 1,59
n 1,314
Isoterm Freundlich merupakan isoterm yang menggambarkan proses
adsorpsi secara fisika. Persamaan isoterm Freundlich menjelaskan bahwa jerapan
terjadi pada lebih dari satu permukaan (multilayer) dan penjerap mempunyai
bidang permukaan heterogen dengan energi pengikat yang berbeda-beda. Jerapan
ion logam kadmium (Cd) oleh penjerap campuran tanah lempung dan andisol
terjadi secara fisisorpsi. Jenis jerapan ini cocok untuk mekanisme jerapan yang
membutuhkan proses regenerasi karena zat yang terjerap hanya terikat lemah pada
permukaan penjerap. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai k sebesar 1,59
dan n sebesar 1,314 dengan isoterm Freundlich. Sebagai perbandingan, adsorpsi
ion logam kadmium (Cd) oleh adsorben cangkang telur bebek mengikuti isoterm
Freundlich dengan nilai k sebesar 1,4077 mg/g dan nilai n sebesar 0,9969
(Krisnawati dkk, 2013).
Malik (2002) menyatakan bahwa koefisien adsorpsi k secara kasar dapat
digunakan sebagai indikator kapasitas adsorpsi dan adalah intensitas adsorpsi.
Secara umum, semakin tinggi nilai k, semakin tinggi juga kapasitas adsorpsi.
Sementara itu, nilai eksponen memberikan indikasi yang mendukung adsorpsi,
nilai n >1 merupakan adsorpsi yang disukai.
D. Teknologi Penjernih Air
Air di bumi umumnya tidak dalam keadaan murni (H2O), melainkan
mengandung berbagai zat baik terlarut maupun tersuspensi termasuk mikroba,
oleh karena itu sebelum dikonsumsi, air arus diolah terlebih dahulu untuk
menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar sampai tingkat yang
aman untuk dikonsumsi. Menurut definisi, air bersih adalah air jernih yang tidak
berwarna dan tidak berbau belum tentu aman untuk dikonsumsi. Persyaratan
kualitas air minum (air yang aman dikonsumsi langsung) diatur dalam Peraturan
1
n
1
n
17
Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/Per/IV/2010 (Menteri Kesehatan RI,
2010). Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa air minum harus memenuhi
persyaratan fisik, kimia dan mikrobiologi. Pada penelitian ini bahan pencemar
yang dianalisis adalah logam kadmium (Cd) dan parameter airnya adalah bakteri
E Coli dan Koliform.
Hasil awal uji bakteri dan logam yang terkandung pada air sumur
berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Baristand Industri Samarinda
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Data hasil pemeriksaan awal air sumur
No Parameter Hasil Kadar maksimum
yang
diperbolehkan
Keterangan
1 E Coli 10 0 TMS
2 Total Koliform 30 0 TMS
3 Kadmium (Cd) 0,1 0,003 TMS
Standar menurut PERMENKES NO. 492/MENKES/Per/IV/2010
Keterangan: MS (Memenuhi Syarat), TMS (Tidak Memenuhi Syarat)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa air bersih yang diuji
mengandung logam kadmium (Cd) dan bakteri Escherichia Coli dan Koliform.
Kandungan adanya logam kadmium (Cd), bakteri E.Coli dan Koliform di dalam
makanan/minuman menunjukan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat
enteropatogenik dan toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri E.Coli
dan Koliform dalam jumlah tertentu dapat menjadi indikator suatu kondisi yang
bahaya dan adanya kontaminasi bakteri patogen (Balia dkk, 2011).
RO (Reverse Osmosis) dengan menggunakan filter keramik berbahan
campuran lempung dan andisol diharapkan dapat menghilangkan 90-99% dari
patogen dan kandungan logam yang ditemukan dalam air. Metode Reverse
Osmosis (RO) adalah teknik penjernihan air dengan membran reverse osmosis
yang mempunyai ukuran pemfilteran sebesar 0.0001 mikron, yang akan berfungsi
menurunkan Total Dissolved Solids (TDS) dalam air. Membran ini terbuat dari
bahan semi permeable dan mampu menyaring kandungan logam, virus dan bakteri
dalam air (Endarko dkk, 2013). Selain itu ditambahkan dengan filter keramik
18
berbahan campuran lempung dan andisol pada reserve osmosis. Li and Lee (2009)
menjelaskan bahwa sifat-sifat istimewa membran keramik berpori, seperti
kestabilan terhadap suhu tinggi, kekuatan mekanis dan mudah dalam hal
regenerasi. Bahan-bahan untuk membuat filter keramik dapat bervariasi namun
sebagai bahan utamanya adalah tanah liat karena kemampuannya untuk dibentuk
dan tahan pada suhu tinggi.
Hasil uji bakteri dan logam yang terkandung pada air sumur sesudah melalui
teknologi penjernih air sistem reserve osmosis dengan menggunakan filter
keramik dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Data hasil pemeriksaan air sumur melalui teknologi penjernih air
No Parameter Hasil Kadar maksimum
yang
diperbolehkan
Keterangan
1 E Coli 0 0 MS
2 Total Koliform 0 0 MS
3 Kadmium (Cd) <0,001 0,003 MS
Standar menurut PERMENKES NO. 492/MENKES/Per/IV/2010
Keterangan: MS (Memenuhi Syarat), TMS (Tidak Memenuhi Syarat)
Dari hasil yang ditunjukan di atas, terlihat bahwa air bersih hasil pengolahan
melalui teknologi penjernih air sistem reserve osmosis dengan menggunakan filter
keramik telah memenuhi standard air minum PERMENKES. Setelah mengalami
perlakuan kandungan logam kadmium (Cd), bakteri E.Coli dan Koliform
mengalami penurunan menjadi 0 sesuai dengan kadar maksimum yang telah
ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi penjernih air sistem reserve
osmosis menggunakan filter keramik mempunyai keefektifan dalam menurunkan
kadar logam kadmium (Cd) dan bakteri patogen dalam air sumur. Filter keramik
mampu menurunkan berbagai bahan pencemar fisik, kimia dan biologi sehingga
diperoleh air bersih yang dapat ditoleransi untuk air minum. Hartopo (2014)
menyatakan bahwa filter keramik efektif dalam menurunkan kadar ion logam Mn
dalam air dengan tingkat keefektifan sebesar 98,9%.
Penelitian ini, penyerapan ion logam kadmium (Cd) terhadap lempung dan
tanah andisol dibuktikan pada larutan model melalui metode batch dengan
19
persentase 97,9%, hal ini dikarenakan air sumur tidak mengandung ion logam
kadmium (Cd). Partikel tanah lempung memilki kemampuan untuk mengembang
apabila kontak dengan air serta memilki kapasitas pertukaran ion yang tinggi
sehingga mampu menahan kation pada partikelnya dalam jumlah besar
(Bhatacharya and Gupta, 2006; Zhao et al., 2011; Grasi et. al., 2012). Selain itu,
adanya partikel tanah andisol yang mempunyai porositas, luas permukaan dan
daya tukar kation yang tinggi (Pranoto et al., 2013; Heraldy, dkk., 2004; Munir,
1996) menyebabkan kemampuan menurunkan ion logam kadmium (Cd)
meningkat.
Osmosis merupakan proses perpindahan air dari larutan yang konsentrasinya
rendah menuju larutan yang konsentrasinya tinggi dikarenakan adanya tekanan
osmosis. Proses perpindahan ini melalui membran semipermeabel, dimana proses
perpindahan air akan berhenti setelah konsentrasi kedua larutan sama. RO
membutuhkan tekanan hidrostatik lebih besar daripada perbedaan tekanan
osmotiknya sehingga air bisa mengalir dari larutan yang konsentrasinya lebih
tinggi melalui membran semipermeabel. Sistem RO umumnya terdiri dari 4
proses, yaitu :
1. Pengolahan Awal (pretreatment)
Air umpan terlebih dahulu diolah agar sesuai dengan kondisi membran
dengan menghilangkan padatan tersuspensi, menyesuaikan pH operasi dan
menambahkan inhibitor untuk control scaling yang disebabkan konstituen-
konstituen seperti kalsium sulfat.
2. Pemberian Tekanan
Air umpan yang sudah diolah dinaikkan tekanannya dengan pompa sampai
tekanan operasi yang diinginkan agar sesuai dengan membran dan kadar garam air
umpan.
3. Separasi Membran
Membran semipermeabel menghambat jalannya air umpan yang
melewatinya. Air hasil keluaran dari membran berupa air bersih yang disebut
permeate, dan yang tertahan pada membran disebut concentrate. Namun, karena
20
tidak ada membran yang dapat bekerja 100% sempurna, maka ada sebagian kecil
garam yang masih dapat melewati membran.
4. Stabilisasi
Air hasil keluaran membran (air produk) biasanya disesuaikan pHnya terlebih
dahulu sebelum ditransfer ke sistem distribusi.