BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A....

21
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Adsorben 1. Analisis Uji NaF Uji NaF dilakukan untuk mengetahui keberadaan alofan dalam sampel tanah andisol. Dari hasil uji NaF diperoleh nilai pH 10,18 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sampel tanah andisol mengandung alofan yang memadai. Munir (1996) menyatakan bahwa kandungan alofan dalam tanah dapat diketahui dengan mengukur pH dari 1 gram tanah dalam 50 ml larutan NaF 1 M selama 2 menit dan apabila nilai pH lebih besar dari 9,4 menunjukkan bahwa terdapat kandungan alofan yang tinggi dalam tanah. NaF dapat memberikan reaksi yang cepat ketika ditambahkan ke dalam sampel alofan, yaitu F dapat bereaksi dengan Al dan memecah struktur sehingga akan melepaskan OH- (Parfit and Henmi, 1980). 2. Analisis Fourier Tranform Infra-Red (FT-IR) Analisis FT-IR dilakukan bertujuan untuk mengetahui gugus fungsional utama di dalam struktur lempung dan andisol. Pengamatan sampel lempung dan andisol dilakukan pada bilangan gelombang antara 400 4000 cm -1 dengan menggunakan butiran pellet KBr. Hasil spektra FT-IR ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. Gambar 4. Spektra FT-IR andisol %T

Transcript of BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A....

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Adsorben

1. Analisis Uji NaF

Uji NaF dilakukan untuk mengetahui keberadaan alofan dalam sampel tanah

andisol. Dari hasil uji NaF diperoleh nilai pH 10,18 sehingga dapat disimpulkan

bahwa pada sampel tanah andisol mengandung alofan yang memadai. Munir

(1996) menyatakan bahwa kandungan alofan dalam tanah dapat diketahui dengan

mengukur pH dari 1 gram tanah dalam 50 ml larutan NaF 1 M selama 2 menit dan

apabila nilai pH lebih besar dari 9,4 menunjukkan bahwa terdapat kandungan

alofan yang tinggi dalam tanah. NaF dapat memberikan reaksi yang cepat ketika

ditambahkan ke dalam sampel alofan, yaitu F dapat bereaksi dengan Al dan

memecah struktur sehingga akan melepaskan OH- (Parfit and Henmi, 1980).

2. Analisis Fourier Tranform Infra-Red (FT-IR)

Analisis FT-IR dilakukan bertujuan untuk mengetahui gugus fungsional

utama di dalam struktur lempung dan andisol. Pengamatan sampel lempung dan

andisol dilakukan pada bilangan gelombang antara 400 – 4000 cm-1

dengan

menggunakan butiran pellet KBr. Hasil spektra FT-IR ditunjukkan pada Gambar 4

dan 5.

Gambar 4. Spektra FT-IR andisol

%T

2

Gambar 5. Spektra FT-IR lempung

Data hasil analisis gugus fungsi lempung dan andisol dapat dilihat pada

Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diamati perbandingan serapan bilangan

gelombang pada sampel dengan hasil analisis dari penelitian yang lain.

%T

3

Tabel 1. Data hasil analisis gugus fungsi lempung dan andisol

Gugus Fungsi Bilangan gelombang (

cm-1)

Pustaka Lempung Andisol

Uluran –OH

3700-3000 (1)

3455(2)

3697,710

3627,29

3226,08

3405,47

Vibrasi tekuk

H-O-H 1640

(3) 1640,53 1654,03

Rentangan asimetris

O-Si-O dan atau

O-Al-O

973, 1108 (2)

1039,6 (1)

1035,82

1010,74

1008,81

1004,96

Vibrasi tekuk Si-O

dan atau Al-O

470,6 (1)

485, 579 (2)

795,67

750,34 790,85

Kaolinit 3600-3800

(5)

1030 (4)

3627,29;

3697,7;

1010,74;

1035,82

1004,96;

1008,81

Gibsit

1030;

3400-3500 (5)

1025;

974 (7)

1010,74;

1035,82

3405,47;

1004,96;

1008,81

Felspar 647

(4) 690,55 666,43

Alofan

3400; 1640;

1040; 470 (2)

; 670; 430

(7)

1035,82;

1640,53;

430,14;

466,79;

690,55

3405,47;

1635,71;

1654,03;

443,65;

464,86;

1008,81;

1004,96

Keterangan: (1)

: Wijaya dalam Wogo, dkk. (2013); (2)

: Devnita, dkk. (2005); (3)

:

Permanasari,dkk. (2010), (4)

Hemamalini et al., (2011); (5)

Tan (1982); Plasvic et al.,

(1999); (7)

Iyoda et al, (2011);

Serapan-serapan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam sampel tanah

lempung maupun andisol terdapat kandungan alofan dengan ditandai adanya

gugus-gugus Si-O atau Al-O, O-Si-O atau O-Al-O, dan –OH.

3. Analisis X-Ray Diffraction (XRD)

Analisis kualitatif XRD digunakan untuk menentukan jenis mineral yang

terkandung dalam lempung dan andisol. Hasil analisis tersebut ditunjukkan pada

Gambar 6.

4

Gambar 6. Difraktogram XRD lempung dan andisol

Tabel 2. Hasil Analisis XRD tanah Lempung dan Andisol

d (Å)

Gugus Fungsi Pustaka Sampel Lempung Sampel Andisol

Alofan 3,3000; 2,2500; 1,8000;

1,4000(1)

3,3280; 1,8129 3,2868; 1,7412;

1,3581

Felspar 4,00-4,20; 6,30-6,45;

3,80-3,90; 3,73-3,75;

3,64-3,67; 3,44-3,48;

3,00-3,25 (2)

3,2755;

3,2266; 3,5931;

3,7574; 3,4384; (3)

4,0260; 4,2201; 3,7400;

3,6120;

3,1987

4,0414; 3,7136;

3,7006; 6,4687;

3,2171; 3,1978;

2,9829

Gibsit 4,34; 4,83; 3,30 (2)

4,8500; 4,3600; 2,4500;

2,3800 (4)

3,4471; 2,5273; 3,4138

Kaolinit 7,10-7,20; 4,45-4,46;

4,35- 4,36; 4,17; 4,12;

3,84; 3,56-3,58 (2)

8,9059; 4,6513; 4,1447;

3,8126;

3,5100 (5)

8,3402; 7,1353; 7,0865; 3,7553;

3,8919; 4,3423

Monmorilonit 12,00-15,00; 5,90 (2)

15,00; 1,49; 2,53; 1,29;

4,05 (6)

2,5098; 1,4862 5,4808; 2,6191

Keterangan : (1)=JCPDS 38-0449, (2)=Tan (1982), (3)=JCPDS 70-1862,

(4)=JCPDS 01-0264, (5)=JCPDS 72-2300, (6)=JCPDS 02-0014

5

Hasil analisis berdasarkan Gambar 3 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel

lempung dan andisol yang akan digunakan dalam penelitian ini mengandung

beberapa mineral yang dibuktikan dengan munculnya puncak-puncak difraksi

pada d(Å) yang karakteristik. Mineral yang terkandung dalam penjerap tanah

lempung dan tanah andisol, yaitu alofan, felspar, gibsit, kaolin dan monmorilonit.

4. Analisis Luas Permukaan

Luas permukaan merupakan faktor penting dalam proses adsorpsi karena

semakin besar luas permukaan maka semakin besar pula kemampuan

adsorpsinya. Luas permukaan dinyatakan dalam jumlah total luas permukaan

sampel yang berbentuk serbuk dalam setiap massa sampel. Analisis yang

digunakan untuk menentukan luas permukaan dilakukan dengan SAA.

Tabel 3. Data penentuan luas permukaan

Sampel Luas permukaan (m2/g)

Andisol 245,7900 (1)

Lempung 56,5410

Keterangan : (1)

Sistha (2013)

Berdasarkan data pada Tabel 3 tersebut dapat dilihat bahwa luas permukan

andisol lebih besar dengan perrbedaan secara signifikan. Luas permukaan inilah

yang menyediakan luasan area pada permukaan lempung maupun andisol dalam

proses adsorpsi terhadap ion logam kadmium (Cd) yang berlangsung.

5. Analisis Keasaman

Analisis keasaman dilakukan dengan menggunakan metode adsorpsi basa

amonia, yaitu melalui pengukuran jumlah basa amonia yang bereaksi dengan

gugus asam padatan, dimana jumlah basa amonia yang diadsorpsi oleh permukaan

padatan adalah sebanding dengan jumlah asam pada permukaan padatan yang

menyerap basa tersebut.

6

Tabel 4. Data penentuan keasaman

Sampel Keasamaan (mmol/g)

Andisol 2,352

Lempung 3,529

Berdasarkan data pada Tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa keasaman lempung

lebih tinggi dibandingkan andisol. Hal tersebut menunjukkan bahwa permukaan

lempung menyediakan situs aktif yang lebih banyak daripada permukaan andisol

dimana situs aktif ini akan menjadi media dalam proses adsorpsi ion logam

kadmium (Cd).

B. Uji Kinerja Adsorben terhadap Ion Logam Kadmium (Cd)

Aktivasi dilakukan pada tanah lempung dan andisol untuk meningkatkan

karakter fisika kimia. Aktivasi dilakukan secara kimia hanya untuk tanah andisol

yang mengandung alofan, yaitu dengan perendaman NaOH 3M selama 5 jam,

karena aktivasi kimiawi menggunakan larutan basa mampu melarutkan pengotor

yang dapat larut dalam basa yang berada dibagian luar kerangka dan yang

menutupi pori-pori permukaan. Penambahan NaOH juga berfungsi untuk

melarutkan pengotor-pengotor organik maupun anorganik yang mengisi rongga

dan pori-pori pada tanah andisol sehingga pori-pori pada permukaannya menjadi

terbuka. Dengan berkurangnya pengotor pada rongga-rongga tanah andisol maka

permukaan padatannya menjadi bersih dan luas serta keasamannya juga

meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Husna

(2012) yang mengalami peningkatan luas permukaan sebesar 22,661% dan

keasaman sebesar 63,704% pada tanah andisol alam setelah diaktivasi dengan

NaOH. Secara fisik, tanah andisol yang telah diaktivasi dengan NaOH

mempunyai warna yang lebih terang dibandingkan tanah andisol tanpa aktivasi.

Tanah andisol tanpa aktivasi berwarna coklat gelap, sedangkan setelah aktivasi

warna coklat gelap memudar menjadi warna coklat terang.

7

Lempung yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan aktivasi

secara kimia. Hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan

oleh Lihin, dkk. (2012) dimana lempung yang diaktivasi kimia dan lempung tanpa

aktivasi kimia memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang tidak berbeda signifikan.

Kemampuan lempung ini dapat ditingkatkan dengan cara aktivasi fisik maupun

kimia (Talaat et al., 2011). Oleh karena itu, pada penelitian ini lempung tidak

dilakukan aktivasi secara kimia.

Tanah andisol dilakukan aktivasi secara kimia, selanjutnya dilakukan

pembuatan variasi komposisi perbandingan lempung:tanah andisol (0:100, 20:80,

40:60, 50:50, 60:40, 80:20 dan 100:0). Masing-masing campuran tersebut

selanjutnya dilakukan aktivasi secara fisika menggunakan variasi suhu kalsinasi,

yaitu 100, 200, dan 4000C. Sama halnya dengan aktivasi kimia, aktivasi fisika ini

juga berfungsi untuk melarutkan pengotor-pengotor organik maupun anorganik

yang mengisi rongga dan pori-pori pada adsorben sehingga pori-pori pada

permukaannya menjadi terbuka.

Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu tingkat

keasaman (pH), waktu kontak, ukuran partikel, dan suhu. Pada penelitian ini,

faktor yang ingin diketahui pengaruhnya adalah komposisi penyusun adsorben,

suhu kalsinasi adsorben, dan waktu kontak adsorpsi terhadap ion logam kadmium

(Cd) dimana akan dibuktikan dengan nilai kapasitas adsorpsi atau % adsorpsi

yang diperoleh.

Adsorben yang telah diaktivasi selanjutnya digunakan dalam proses

adsorpsi terhadap larutan kadmium (Cd) 6 ppm dengan variasi waktu kontak 30,

60, dan 120 menit menggunakan metode batch. Hasil kurva standar untuk ion

logam kadmium (Cd) dapat dilihat pada Lampiran 6. Adsorben dengan variasi

komposisi lempung:tanah andisol, suhu kalsinasi, dan waktu kontak adsorpsi

terbaik ditentukan dari nilai kapasitas adsorpsi atau % adsorpsi yang tertinggi.

Data hasil adsorpsi yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 7-8. Berdasarkan

data hasil adsorpsi tersebut dapat disimpulkan bahwa variasi adsorben terbaik

diperoleh pada perbandingan lempung:tanah andisol 60:40 dengan suhu kalsinasi

200⁰C menggunakan waktu kontak adsorpsi 60 menit.

8

Variasi komposisi adsorben terbaik diperoleh pada perbandingan lempung

dan tanah andisol 60:40. Jika dilihat dari gugus aktif keduanya, lempung dan

tanah andisol termasuk dalam kelompok mineral alumino silikat alam yang

memiliki gugus aktif berupa Si-OH, Al-OH, dan –OH sehingga keduanya dapat

menyediakan muatan elektronegatif pada permukaannya yang memungkinkan

terjadinya pertukaran kation maupun proses adsorpsi ion logam kadmium (Cd).

Sifat lempung yang lekat sewaktu basah membantu melekatnya tanah andisol

pada lempung sehingga semakin banyak kandungan lempung dari pada tanah

andisol pada perbandingan lempung dan tanah andisol tersebut menyebabkan

daya adsorp optimal. Tingginya perbandingan komposisi lempung pada kondisi

ini juga didukung dengan suhu kalsinasi yang hanya 200⁰C dimana lempung

memiliki ketahanan terhadap panas dan kapasitas adsorpsi optimum pada suhu

100 ≤ T ≤ 200⁰C (Igbokwe, et al., 2011). Dari segi praktisnya, preparasi lempung

lebih mudah dilakukan karena pada penelitian ini lempung yang digunakan tidak

perlu diaktivasi secara kimia untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya

sedangkan tanah andisol diaktivasi secara kimia. Selain itu, keberadaan lempung

juga lebih melimpah dibandingkan tanah andisol dimana tanah andisol merupakan

bagian kecil yang terkandung dalam mineral lempung (Sajidu, et al., 2006).

Adsorben tanah lempung dan andisol mempunyai afinitas yang tinggi

terhadap ion logam karena keduanya mempunyai gugus-gugus aktif Si-OH, Al-

OH dan –OH sehingga keduanya mampu menyediakan muatan elektronegatif

pada permukaannya yang memungkinkan terjadinya pertukaran kation dalam

proses adsorpsi ion logam kadmium (Cd) dalam larutan (Itou et al., 2009;

Schulze, 2005). Kemampuan jerapan mineral silikat berasal dari banyaknya

muatan negatif pada struktur mineral silikat. Muatan negatif tersebut akan

dinetralkan dengan penjerapan ion terjerap bermuatan positif, misalnya kation

logam berat (Visekruna et al., 2011). Berdasarkan data hasil adsorpsi pada

lampiran di bawah ini menunjukkan bahwa kedua adsorben tanah lempung dan

andisol keduanya mempunyai kemampuan menjerap ion logam dengan kapasitas

adsorben yang berbeda.

9

Gambar 7. Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Berbagai Variasi Suhu Aktivasi

dan Waktu Kontak terhadap Komposisi Adsorpsi

Penjerap dengan komposisi 100% tanah andisol (0:100) mempunyai

kapasitas jerapan yang lebih besar dibandingkan penjerap tanah lempung 100%

(100:0). Jumlah ion logam yang teradsorp semakin berkurang dengan

meningkatnya prosentase penjerap lempung dalam komposisi penjerap campuran

tanah lempung dan andisol. Hal ini memperlihatkan bahwa keberadaan tanah

lempung dalam campuran adsorben kurang mendukung kemampuan penjerap

dalam menjerap ion logam kadmium (Cd). Berkurangnya kemampuan adsorpsi

dari campuran tanah lempung dan andisol ini dapat dijelaskan berdasarkan data

luas permukaan maupun bilangan keasaman dari masing-masing penjerap.

Luas permukaan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam

proses adsorpsi karena luas permukaan inilah yang menyediakan luasan area pada

permukaan adsorben dalam proses adsorpsi terhadap ion logam kadmium (Cd).

Sehingga semakin besar luas permukaan adsorben maka kapasitas adsorpsinya

semakin besar pula. Tanah lempung mempunyai luas permukaan sebesar

245,7900 m2/gram, sedangkan tanah andisol mempunyai luas permukaan jauh

lebih besar, yaitu 56,5410 m2/gram. Sanchez et al., (1999) telah membuktikan

bahwa luas permukaan berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi. Hasil

penelitiannya menjelaskan bahwa adsorben sepiolite dengan ukuran partikel kecil

10

mempunyai kapasits jerapan yang lebih baik dibanding dengan penjerap dengan

ukuran partikel lebih besar. Ukuran partikel yang kecil mampu menyediakan

bidang adsorpsi yang lebih besar dibanding partikel dengan ukuran yang lebih

besar oleh karena itu interaksinya dengan ion logam lebih maksimal. Penelitian

lain juga menjelaskan bahwa keberadaan material lain dalam campuran adsorben

dengan alofan dapat meningkatkan kapasitas adsorpsinya atau justru menurunkan

kapasitas adsorpsinya.

Efektivitas perbandingan komposisi lempung:tanah andisol pada kondisi

terbaik tersebut terhadap ion logam kadmium (Cd) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Perbandingan kapasitas adsorpsi adsorben terbaik dengan komposisi

lempung:andisol 200 C dan waktu kontak 60 menit.

Berdasarkan diagram pada Gambar 8 dapat ditunjukkan bahwa kapasitas

adsorpsi komposisi lempung dan tanah andisol pada kondisi terbaik (60:40)

sebesar 18,2092. Kemudian jika dibandingkan antara komposisi lempung:tanah

andisol 0:100 dan 100:0 terdapat perbedaan yang cukup signifikan dengan

kapasitas adsorpsi 16,9113 dan 11,0652. Hal ini membuktikan bahwa besarnya

prosentase tanah andisol dalam campuran penjerap berpengaruh besar terhadap

kapasitas jerapannya terhadap ion logam kadmium (Cd).

Pemanasan penjerap pada berbagai suhu aktivasi dilakukan untuk

membersihkan pengotor organik dan anorganik sehingga permukaan rongga lebih

bersih dan pori akan terbuka. Hal ini menyebabkan luas permukaan spesifik

penjerap menjadi lebih besar sehingga meningkatkan kapasitas jerapan dalam

11

menyerap molekul adsorbat. Pemanasan pada campuran penjerap tanah lempung

dan andisol juga dimaksudkan untuk membebaskan molekul air, baik air yang

terikat secara fisik maupun yang terikat secara kimia dalam bentuk terhidrat

(Hartopo, 2014).

Pembebasan molekul air yang terikat secara lemah (fisik) dapat dilakukan

dengan pemanasan pada temperatur diatas titik didih air. Namun pada

pembebasan molekul air terhidrat, diperlukan temperatur yang lebih tinggi (400 –

500°C) dan dikenal dengan istilah kalsinasi. Pada penelitian ini aktivasi penjerap

dilakukan pada variasi suhu 100, 200 dan 400°C. Melalui aktivasi pada ketiga

variasi suhu tersebut akan diketahui pengaruh perbedaan suhu terhadap

kemampuan penjerap dalam menyerap ion logam kadmium (Cd).

Gambar 9. Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Berbagai Komposisi Adsorben dan

Waktu Kontak terhadap Suhu Aktivasi

Berdasarkan Gambar 9, adsorben dengan suhu aktivasi 100°C dan 200°C

mempunyai kapasitas adsorpsi yang relatif sama dengan sebagian besar variasi

komposisi campuran adsorben. Kapasitas adsorpsi semakin turun dengan

meningkatnya suhu aktivasi menjadi 400°C. Tingginya kapasitas adsorpsi pada

variasi suhu aktivasi 100°C dan 200°C, dan semakin berkurangnya kapasitas

adsorpsi pada variasi suhu aktivasi 400°C dapat dijelaskan berdasarkan luas

permukaan spesifiknya. Peningkatan suhu aktivasi mampu membebaskan molekul

air yang terperangkap dalam matrik tanah lempung dan andisol sehingga

12

meninggalkan struktur rongga berpori dan meningkatkan luas permukaan bidang

adsorpsinya. Suhu aktivasi yang lebih tinggi dari pada suhu optimum

menyebabkan rusaknya struktur adsorben dan menyebabkan penurunan luas

permukaannya sehingga media jerapannya terbatas (Alemayehu et al., 2012).

Gambar 10 menunjukkan bahwa pada perbandingan antara lempung dan

tanah andisol 0:100 mengalami penurunan kapasitas adsorpsi dengan

meningkatnya variasi suhu kalsinasi dan waktu kontak adsorpsi atau dengan kata

lain nilai kapasitas adsorpsi yang terbaik diperoleh dengan suhu 200⁰C dan waktu

60 menit. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya proses desorpsi ketika suhu

ditingkatkan menjadi 400⁰C serta waktu kontak ditingkatkan menjadi 90 menit.

Gambar 10. Perbandingan kapasitas adsorpsi variasi komposisi lempung:tanah

andisol dan suhu kalsinasi terhadap variasi waktu kontak.

Perbandingan antara lempung dan tanah andisol 0:100, 20:80, 40:60, 50:50,

60:40, 80:20 dan 100:0 pada suhu 200⁰C memiliki kapasitas adsorpsi yang

meningkat dengan bertambahnya waktu kontak. Sedangkan ketika suhu kalsinasi

ditingkatkan menjadi 400⁰C dan dengan bertambahnya waktu kontak,

perbandingan lempung:andisol tersebut memiliki kapasitas adsorpsi yang semakin

menurun. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada suhu 200⁰C, pengotor sudah

hilang dan pori-pori pada permukaan lempung maupun tanah andisol sudah dapat

terbuka sehingga menyediakan luasan area untuk terjadinya proses adsorpsi,

sedangkan suhu yang lebih tinggi kemungkinan sudah melebihi batas ketahanan

13

suhu dari lempung tanah andisol sehingga mengakibatkan kurang optimalnya

proses adsorpsi.

Disamping itu, waktu kontak juga sangat menentukan dalam proses

adsorpsi. Perbandingan lempung:tanah andisol 0:100 dan 100:0 atau dengan kata

lain komposisi ini hanya terdiri dari tanah andisol dan lempung saja memiliki

waktu kontak optimum 60 menit. Selama 60 menit terjadi proses difusi dan

penempelan ion logam kadmium (Cd) pada gugus aktif yang dimiliki tanah

andisol maupun lempung. Akan tetapi, konsentrasi ion logam kadmium (Cd) akan

mengalami penurunan ketika waktu kontaknya telah cukup. Ketika waktu kontak

telah cukup atau bahkan berada pada titik jenuh, maka akan terjadi peristiwa

desorpsi atau ion logam kadmium (Cd) tidak diterima lagi oleh permukaan

adsorben melainkan akan dilepas kembali ke dalam larutan. Oleh karena itu, nilai

kapasitas adsorpsinya menurun ketika waktu ditambah menjadi 120 menit.

Pada waktu kontak 60 menit, sebagian besar situs aktif pada permukaan

tanah lempung dan andisol telah ditempati oleh ion logam kadmium (Cd) dan

terjadi gaya tolak antar ion logam kadmium (Cd) terjerap dan ion logam dalam

larutan untuk menempati situs-situs aktif sehingga dengan adanya gaya tolak dan

persaingan antar ion logam kadmium (Cd) tersebut menyebabkan kapasitas

jerapan ion logam kadmium (Cd) menjadi berkurang (Alemayehu et al.,2012; Eba

et al., 2010). Penyebab lainnya, dengan bertambahnya waktu kontak maka

semakin banyak terbentuk kation terhidrat dengan jari-jari yang lebih besar dari

pada jari-jari ion logamnya sehingga menghalangi proses jerapan (Hartopo, 2014 ;

Muhdarina, dkk., 2010).

C. Penentuan Isoterm Adsorpsi

Penentuan jenis adsorpsi dilakukan melalui penentuan isoterm adsorpsi.

Penentuan ini dilakukan dengan melakukan adsorpsi ion logam kadmium (Cd)

dengan adsorben terbaik pada perbandingan komposisi lempung dan andisol

60:40 pada suhu 200⁰C dan waktu kontak 60 menit terhadap variasi konsentrasi

larutan kadmium (Cd) 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm.

14

Berdasarkan data pada Lampiran 12 tersebut kemudian dilakukan uji secara

regresi linear sederhana dengan menggunakan persamaan Langmuir dan

Freundlich. Persamaan isoterm Langmuir ditentukan dengan menggunakan

persamaan isoterm Langmuir lalu dibuat kurva

Ce vs dengan hasil kurva isoterm yang diperoleh seperti dibawah ini:

Gambar 11. Kurva Isoterm Langmuir Ion Logam Kadmium (Cd)

Selanjutnya, persamaan isoterm Freundlich ditentukan dengan menggunakan

persamaan isoterm Freundlich Log Q = Log K + Log C lalu dibuat kurva Log C

vs Log Q dengan hasil kurva isoterm yang diperoleh seperti dibawah ini:

Ce

Qe

1

K Qmax

Ce

Qmax

+

=

y = -0,110x+1,703

Ce

Qe

1

n

Ce/Q

e

Ce

15

Gambar 10. Kurva Isoterm Freundlich Ion Logam Kadmium (Cd)

Dari hasil perhitungan keduanya, diperoleh kurva linear antara

Ce dan untuk persamaan Langmuir dan kurva linear antara log Ce dan Log

Qe untuk persamaan Freundlich. Untuk melihat persamaan isoterm yang sesuai

untuk penelitian ini, maka dapat dibuktikan melalui koefisien korelasi (R2) yang

ditunjukkan pada grafik linear masing-masing persamaan dimana nilai R2 yang

mendekati 1 maka dapat dikatakan jenis isoterm adsorpsi mengikuti persamaan

isoterm tersebut.

Berdasarkan Gambar 9 dan 10 serta Tabel 5 menunjukkan bahwa persamaan

isoterm Langmuir memiliki R2 sebesar 0,979 dengan persamaan garisnya

y = -0,110x+1,703. Sedangkan untuk persamaan Freundlich diperoleh nilai R2

sebesar 0,998 dengan persamaan garisnya y = 0,761x+0,201. Jika dilihat dari nilai

R2 keduanya, nilai R

2 dari persamaan Freundlich lebih besar daripada nilai R

2 dari

persamaan isoterm Langmuir, sehingga dapat disimpulkan jenis isoterm pada

penelitian ini mengikuti persamaan Freundlich dengan harga konstanta dapat

dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

y = 0,761x+0,201

Ce

Qe

Lo

g (

Xe/

m)

Log Ce

16

Tabel 5. Harga konstanta Freundlich

Jenis Isoterm Konstanta Harga

Freundlich k 1,59

n 1,314

Isoterm Freundlich merupakan isoterm yang menggambarkan proses

adsorpsi secara fisika. Persamaan isoterm Freundlich menjelaskan bahwa jerapan

terjadi pada lebih dari satu permukaan (multilayer) dan penjerap mempunyai

bidang permukaan heterogen dengan energi pengikat yang berbeda-beda. Jerapan

ion logam kadmium (Cd) oleh penjerap campuran tanah lempung dan andisol

terjadi secara fisisorpsi. Jenis jerapan ini cocok untuk mekanisme jerapan yang

membutuhkan proses regenerasi karena zat yang terjerap hanya terikat lemah pada

permukaan penjerap. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai k sebesar 1,59

dan n sebesar 1,314 dengan isoterm Freundlich. Sebagai perbandingan, adsorpsi

ion logam kadmium (Cd) oleh adsorben cangkang telur bebek mengikuti isoterm

Freundlich dengan nilai k sebesar 1,4077 mg/g dan nilai n sebesar 0,9969

(Krisnawati dkk, 2013).

Malik (2002) menyatakan bahwa koefisien adsorpsi k secara kasar dapat

digunakan sebagai indikator kapasitas adsorpsi dan adalah intensitas adsorpsi.

Secara umum, semakin tinggi nilai k, semakin tinggi juga kapasitas adsorpsi.

Sementara itu, nilai eksponen memberikan indikasi yang mendukung adsorpsi,

nilai n >1 merupakan adsorpsi yang disukai.

D. Teknologi Penjernih Air

Air di bumi umumnya tidak dalam keadaan murni (H2O), melainkan

mengandung berbagai zat baik terlarut maupun tersuspensi termasuk mikroba,

oleh karena itu sebelum dikonsumsi, air arus diolah terlebih dahulu untuk

menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar sampai tingkat yang

aman untuk dikonsumsi. Menurut definisi, air bersih adalah air jernih yang tidak

berwarna dan tidak berbau belum tentu aman untuk dikonsumsi. Persyaratan

kualitas air minum (air yang aman dikonsumsi langsung) diatur dalam Peraturan

1

n

1

n

17

Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/Per/IV/2010 (Menteri Kesehatan RI,

2010). Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa air minum harus memenuhi

persyaratan fisik, kimia dan mikrobiologi. Pada penelitian ini bahan pencemar

yang dianalisis adalah logam kadmium (Cd) dan parameter airnya adalah bakteri

E Coli dan Koliform.

Hasil awal uji bakteri dan logam yang terkandung pada air sumur

berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Baristand Industri Samarinda

dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Data hasil pemeriksaan awal air sumur

No Parameter Hasil Kadar maksimum

yang

diperbolehkan

Keterangan

1 E Coli 10 0 TMS

2 Total Koliform 30 0 TMS

3 Kadmium (Cd) 0,1 0,003 TMS

Standar menurut PERMENKES NO. 492/MENKES/Per/IV/2010

Keterangan: MS (Memenuhi Syarat), TMS (Tidak Memenuhi Syarat)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa air bersih yang diuji

mengandung logam kadmium (Cd) dan bakteri Escherichia Coli dan Koliform.

Kandungan adanya logam kadmium (Cd), bakteri E.Coli dan Koliform di dalam

makanan/minuman menunjukan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat

enteropatogenik dan toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri E.Coli

dan Koliform dalam jumlah tertentu dapat menjadi indikator suatu kondisi yang

bahaya dan adanya kontaminasi bakteri patogen (Balia dkk, 2011).

RO (Reverse Osmosis) dengan menggunakan filter keramik berbahan

campuran lempung dan andisol diharapkan dapat menghilangkan 90-99% dari

patogen dan kandungan logam yang ditemukan dalam air. Metode Reverse

Osmosis (RO) adalah teknik penjernihan air dengan membran reverse osmosis

yang mempunyai ukuran pemfilteran sebesar 0.0001 mikron, yang akan berfungsi

menurunkan Total Dissolved Solids (TDS) dalam air. Membran ini terbuat dari

bahan semi permeable dan mampu menyaring kandungan logam, virus dan bakteri

dalam air (Endarko dkk, 2013). Selain itu ditambahkan dengan filter keramik

18

berbahan campuran lempung dan andisol pada reserve osmosis. Li and Lee (2009)

menjelaskan bahwa sifat-sifat istimewa membran keramik berpori, seperti

kestabilan terhadap suhu tinggi, kekuatan mekanis dan mudah dalam hal

regenerasi. Bahan-bahan untuk membuat filter keramik dapat bervariasi namun

sebagai bahan utamanya adalah tanah liat karena kemampuannya untuk dibentuk

dan tahan pada suhu tinggi.

Hasil uji bakteri dan logam yang terkandung pada air sumur sesudah melalui

teknologi penjernih air sistem reserve osmosis dengan menggunakan filter

keramik dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Data hasil pemeriksaan air sumur melalui teknologi penjernih air

No Parameter Hasil Kadar maksimum

yang

diperbolehkan

Keterangan

1 E Coli 0 0 MS

2 Total Koliform 0 0 MS

3 Kadmium (Cd) <0,001 0,003 MS

Standar menurut PERMENKES NO. 492/MENKES/Per/IV/2010

Keterangan: MS (Memenuhi Syarat), TMS (Tidak Memenuhi Syarat)

Dari hasil yang ditunjukan di atas, terlihat bahwa air bersih hasil pengolahan

melalui teknologi penjernih air sistem reserve osmosis dengan menggunakan filter

keramik telah memenuhi standard air minum PERMENKES. Setelah mengalami

perlakuan kandungan logam kadmium (Cd), bakteri E.Coli dan Koliform

mengalami penurunan menjadi 0 sesuai dengan kadar maksimum yang telah

ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi penjernih air sistem reserve

osmosis menggunakan filter keramik mempunyai keefektifan dalam menurunkan

kadar logam kadmium (Cd) dan bakteri patogen dalam air sumur. Filter keramik

mampu menurunkan berbagai bahan pencemar fisik, kimia dan biologi sehingga

diperoleh air bersih yang dapat ditoleransi untuk air minum. Hartopo (2014)

menyatakan bahwa filter keramik efektif dalam menurunkan kadar ion logam Mn

dalam air dengan tingkat keefektifan sebesar 98,9%.

Penelitian ini, penyerapan ion logam kadmium (Cd) terhadap lempung dan

tanah andisol dibuktikan pada larutan model melalui metode batch dengan

19

persentase 97,9%, hal ini dikarenakan air sumur tidak mengandung ion logam

kadmium (Cd). Partikel tanah lempung memilki kemampuan untuk mengembang

apabila kontak dengan air serta memilki kapasitas pertukaran ion yang tinggi

sehingga mampu menahan kation pada partikelnya dalam jumlah besar

(Bhatacharya and Gupta, 2006; Zhao et al., 2011; Grasi et. al., 2012). Selain itu,

adanya partikel tanah andisol yang mempunyai porositas, luas permukaan dan

daya tukar kation yang tinggi (Pranoto et al., 2013; Heraldy, dkk., 2004; Munir,

1996) menyebabkan kemampuan menurunkan ion logam kadmium (Cd)

meningkat.

Osmosis merupakan proses perpindahan air dari larutan yang konsentrasinya

rendah menuju larutan yang konsentrasinya tinggi dikarenakan adanya tekanan

osmosis. Proses perpindahan ini melalui membran semipermeabel, dimana proses

perpindahan air akan berhenti setelah konsentrasi kedua larutan sama. RO

membutuhkan tekanan hidrostatik lebih besar daripada perbedaan tekanan

osmotiknya sehingga air bisa mengalir dari larutan yang konsentrasinya lebih

tinggi melalui membran semipermeabel. Sistem RO umumnya terdiri dari 4

proses, yaitu :

1. Pengolahan Awal (pretreatment)

Air umpan terlebih dahulu diolah agar sesuai dengan kondisi membran

dengan menghilangkan padatan tersuspensi, menyesuaikan pH operasi dan

menambahkan inhibitor untuk control scaling yang disebabkan konstituen-

konstituen seperti kalsium sulfat.

2. Pemberian Tekanan

Air umpan yang sudah diolah dinaikkan tekanannya dengan pompa sampai

tekanan operasi yang diinginkan agar sesuai dengan membran dan kadar garam air

umpan.

3. Separasi Membran

Membran semipermeabel menghambat jalannya air umpan yang

melewatinya. Air hasil keluaran dari membran berupa air bersih yang disebut

permeate, dan yang tertahan pada membran disebut concentrate. Namun, karena

20

tidak ada membran yang dapat bekerja 100% sempurna, maka ada sebagian kecil

garam yang masih dapat melewati membran.

4. Stabilisasi

Air hasil keluaran membran (air produk) biasanya disesuaikan pHnya terlebih

dahulu sebelum ditransfer ke sistem distribusi.

21