BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1....

42
22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan ini dengan uraian sesuai dengan fokus kajian yang meliputi potensi bencana, pendidikan kebencanaan, modal sosial dalam mitigasi bencana, dan kebutuhan pendidikan sadar bencana berbasis modal sosial di dua kasus atau lokasi penelitian. Deskripsi lengkap masing-masing aspek disajikan berikut: 1. Kasus Desa Girikerto a) Deskripsi Desa Girikerto, Kec. Turi Girikerto adalah sebuah desa di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Pada awalnya Desa Girikerto merupakan wilayah yang terdiri dari empat kelurahan yakni Kelurahan Tanggung, Ngandong, Nangsri Lor dan Kemirikebo. Berdasarkan maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintahan Kelurahan maka kelurahan-kelurahan tersebut kemudian digabung menjadi satu desa otonom dengan nama Desa Girikerto. Desa Girikerto kemudian secara resmi ditetapkan berdasarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1948 tentang Perubahan Daerah-Daerah Kelurahan. Desa Girikerto berada di lereng gunung Merapi. Desa ini berjarak sekitar 12 km terhadap puncak Merapi dan wilayahnya termasuk zona bahaya bencana erupsi Merapi. Desa Girikerto memiliki luas wilayah sekitar 13.07 km 2 dengan jumlah penduduk 7.712 jiwa yang terbagi ke dalam 13 padukuhan. Desa Girikerto mempunyai batas daerah sebelah utara dalah Gunung Merapi, sebelah timur Desa Purwobinangun Kec. Pakem sebelah selatan desa Donokerto dan sebelah barat Desa Wonokerto. Dilihat dari potensi ekonominya, wilayah Desa Girikerto merupakan wilayah agraris yang subur sehingga hampir semua penduduk memiliki aktivitas mengelola sawah dan berkebun. Dalam aktivitas ini, tanaman yang menjadi komoditas utama adalah salak dan padi. Buah-buahan lain juga tumbuh dengan subur di wilayah ini. Selain itu, banyak warga masyarakat yang memelihara kambing etawa sebagai sumber mata pencaharian

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1....

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

22

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan dalam bab hasil

penelitian dan pembahasan ini dengan uraian sesuai dengan fokus kajian yang meliputi

potensi bencana, pendidikan kebencanaan, modal sosial dalam mitigasi bencana, dan

kebutuhan pendidikan sadar bencana berbasis modal sosial di dua kasus atau lokasi

penelitian. Deskripsi lengkap masing-masing aspek disajikan berikut:

1. Kasus Desa Girikerto

a) Deskripsi Desa Girikerto, Kec. Turi

Girikerto adalah sebuah desa di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Pada awalnya Desa Girikerto merupakan

wilayah yang terdiri dari empat kelurahan yakni Kelurahan Tanggung, Ngandong,

Nangsri Lor dan Kemirikebo. Berdasarkan maklumat Pemerintah Daerah Istimewa

Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintahan Kelurahan maka

kelurahan-kelurahan tersebut kemudian digabung menjadi satu desa otonom dengan

nama Desa Girikerto. Desa Girikerto kemudian secara resmi ditetapkan berdasarkan

Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1948 tentang

Perubahan Daerah-Daerah Kelurahan.

Desa Girikerto berada di lereng gunung Merapi. Desa ini berjarak sekitar 12 km

terhadap puncak Merapi dan wilayahnya termasuk zona bahaya bencana erupsi Merapi.

Desa Girikerto memiliki luas wilayah sekitar 13.07 km2 dengan jumlah penduduk

7.712 jiwa yang terbagi ke dalam 13 padukuhan. Desa Girikerto mempunyai batas

daerah sebelah utara dalah Gunung Merapi, sebelah timur Desa Purwobinangun Kec.

Pakem sebelah selatan desa Donokerto dan sebelah barat Desa Wonokerto. Dilihat dari

potensi ekonominya, wilayah Desa Girikerto merupakan wilayah agraris yang subur

sehingga hampir semua penduduk memiliki aktivitas mengelola sawah dan berkebun.

Dalam aktivitas ini, tanaman yang menjadi komoditas utama adalah salak dan padi.

Buah-buahan lain juga tumbuh dengan subur di wilayah ini. Selain itu, banyak warga

masyarakat yang memelihara kambing etawa sebagai sumber mata pencaharian

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

23

khususnya warga masyarakat Dusun Nganggring. Peternakan kambing sangat potensial

karena diketahui kambing ini memiliki postur yang bagus dan berukuran besar serta

menghasilkan susu yang bermanfaat bagi kesehatan.

Desa Girikerto memiliki berbagai perilaku dan budaya yang berkembang di

masyarakat. Berbagai kesenian berkembang di Girikerto misalnya tradisi kirab Budaya

ngrowod atau Ngleluri Ombyaking Warga Hametri Kuncara Desa yang merupakan

rangkaian kegiatan bersih desa untuk mensyukuri karunia dari Tuhan. Begitu pula

aktivitas sosial-budaya lainnya berkembang di desa ini seperti pentas seni, dialog

budaya, lomba kesenian dan juga kegiatan pengajian.

b) Potensi Bencana

Desa Girikerto merupakan salah satu wilayah yang terletak di penghujung utara

wilayah Provinsi Istimewa Yogyakarta. Sebagai wilayah yang berada di bawah (kaki

gunung) Merapi tidak dapat dipungkiri bahwa desa ini merupakan wilayah yang rentan

terdampak bencana erupsi Merapi. Walaupun demikian, sebagian besar wilayahnya

memiliki tanah yang subur dan dapat dikelola oleh masyarakat untuk aktivitas

perkebunan dan pertanian. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung paling aktif

yang ada di Indonesia dengan ketinggian mencapai sekitar 3 km. Jarak antara puncak

Merapi dengan desa Girikerto hanya 12 km yang menjadikan desa ini masuk de dalam

daerah rawan bencana. Dampak yang ditimbulkan oleh adanya bencana gunung Merapi

ini adalah terpapar abu vulkanik serta kerusakan kebun tanaman-tanaman salak milik

warga desa Girikerto. Sebagai contoh, erupsi Merapi yang terjadi pada tahun 2010

telah menyebabkan beragam kerusahan di masyarakat. Ribuan hektar tanaman salak

pondok hancur sehingga gagal panen karena tertimbun abu vulaktif Gunung Merapi,

matinya ratusan hewan ternak seperti kambing dan sapi akibat terhempas oleh asap

panas gunung Merapi, yang mana berbagai kerusakan terjadi menimpa warga

masyarakat Girikerto.

Bencana alam lainnya yang sering dan potensial terjadi di wilayah desa ini

adalah kebakaran hutan, kekeringan, puting beliung, dan banjir. Kebakaran hutan

sering terjadi pada saat musim kemarau yang mana musibah ini disebabkan oleh

gesekan ranting atau pohon kering yang ada di hutan. Kekeringan pun dipandang

menjadi bencana yang potensial memberikan dampak negatif yang besar terhadap

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

24

kehidupan warga masyarakat terutama penduduk yang ada di dusun yang memiliki

ketinggian lebih misalnya dusun Ngandong, Girikepuh dan Tritis. Ketiga dusun ini

berada lebih tinggi dibanding dengan dusun lainnya. Kekeringan sudah mulai dirasakan

oleh penduduk yang mana musibah ini diindikasikan dengan selama lima tahun

terakhir ini terjadi penurunan permukaan air tanah yang ada di sumur-sumur penduduk.

Menurut informan yang diwawancara penyebab kekeringan terjadi adalah praktik

ilegal dari pemanfaatan air sungai di bagian hulu (Wawancara, 10/9/2017).

Menurutnya, hulu sungai dan bagian sungai lainnya sudah tidak memiliki aliran air

karena mata air yang ada di bagian hulu sudah dieksploritasi besar-besaran oleh

perusahaan dengan memasang beragam pipa aliran yang mana melalui pipa ini air

disalurkan ke wilayah-wilayah di luar penduduk Desa Girikerto. Disebutkan pula

bahwa pengerukan pasir untuk bahan bangunan atau konstruksi yang dilakukan oleh

para pengusaha di hulu sungai merupakan penyebab terjadi potensi bencana

kekeringan. Pengerukan pasir oleh penduduk yang dilakukan secara sembarangan di

lahan-lahan pertanian pun banyak terjadi dan hal ini dapat menyebabkan kekeringan.

Banjir merupakan bencana alam yang akhir-akhir ini sangat dirasakan oleh

penduduk yang berada di wilayah lebih rendah yang ada di desa Girikerto misalnya

penduduk dusun Pancoh dan Girikerto. Selain karena curah hujan yang tinggi setiap

tahunnya, banjir pun disebabkan oleh perilaku negatif dari penduduk sekitar yang

kurang memperhatikan kelanjutan kelestarian alam misalnya membuang sampah rumah

tangga ke sungai yang ada di sekitar dan terjadi pengalihfungsian lahan pertanian

menjadi permukiman di wilayah Girikerto. Akibat dari bencana ini, walau tidak sampai

menimbulkan korban jiwa, adalah terputusnya jalan raya yang menjadi penghubung

antar dusun yang menyulitkan penduduk dalam melakukan moda transformasi. Seiring

dengan terjadinya hujan, wilayah desa ini pun sangat rentan terhadap bencana angin

puting beliung seperti telah terjadi di beberapa padukuhan yang menyebabkan

kerusakan rumah penduduk.

Bencana puting beliung pun sering terjadi di wilayah Girikerto. Wilayah-

wiyalah yang termasuk dalam dataran yang tinggi seperti dusun Pancoh, dan dusun

Nganggring sering terkena bencana ini yang menyebabkan pepohonan tumbang

merusak rumah penduduk. Terjadi bencana tidak dapat diprediksi sebelumnya dan

bersamaan terjadi dengan turun hujan yang lebat. Selain bencana alam dimaksud,

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

25

bencana sosial yang tidak dipungkiri terjadi adalah muncul berbagai masalah sosial

seperti tindakan kenakalan remaja, kriminalitas, pencurian, dan penyalanggunaan obat

terlarang terutama pada generasi muda desa ini. Masalah ini, dipandang terjadi di

seluruh dusun di Girikerto.

c) Pendidikan Kebencanaan

Dalam upaya mengembangkan masyarakat untuk memiliki kesiapsiagaan dalam

mengantisipasi bencana, beberapa aktivitas pendidikan kebercanaan tekah

diselenggarakan terhadap penduduk baik yang dilaksanakan oleh pemerintah desa,

pihak pemerintah lokal, dan masyarakat sendiri. Aktivitas pendidikan kebencanaan

yang dikukan oleh pihak pemerintah lokal dalam hal ini Badan Penanggulangan

Bencana (BPBD) Kabupaten Sleman diwujudkan dengan penyelenggaraan pelatihan-

pelatihan terhadap warga masyarakat khususnya para pemuda dan tokoh masyarakat

yang terlibat dalam kelompok sadar bencana yaitu tagana (Taruna Siaga Bencana)

Girikerto. Tagana secara struktural berada di bawah koordinasi Kecamatan Turi. Pada

masing-masing desa terdapat koordinator tagana dari aparat pemerintah desa. Pelatihan

yang diberikan lembaga ini lebih menekankan pada pemberian materi mengenai

evakuasi pasca erupsi Merapi antara lain memberikan pemahaman kepada warga

masyarakat mengenai tanda-tanda akan terjadi erupsi Merapi, jalur-jalur evakuasi,

sistem peringatan dini, dan pengelolaan logistik untuk para pengungsi, dan sebagainya.

Pelatihan dari instansi ini sering dilakukan dalam setiap tahunnya dengan melibatkan

beberapa warga Girikerto yang tergabung dalam kelompok tanggap atau siaga bencana

(tagana).

Taman Nasional Gunung Merapi sebagai pengelola hutan lindung yang berada

di wilayah Gunung Merapi ikut terlibat dalam membangun kesadaran warga

masyarakat terhadap bencana. TNGM memberikan pelatihan terhadap warga

masyarakat yang tinggal berbatasan atau berada sangat dekat dengan keberadaan hutan

lindung. Pelatihan dilakukan terhadap 30 warga masyarakat selama tiga hari yang pada

akhirnya terbentuk masyarakat peduli api (API). Walau tidak dilakukan setiap tahun,

pelatihan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman mengenai pencegahan terjadi

kebakaran hutan baik karena tindakan manusia yang tidak tanggung jawab maupun

disebabkan oleh perubahan kondisi pohon seperti gesekan ranting pohon yang sudah

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

26

kering. Warga masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk memilihara hutan

nasional dengan tetap bertindak tidak merusak, terutama ketika mencari rumput untuk

ternak di daerah sekitar hutan lindung. Warga masyarakat pun dibekali dengan teknik-

teknik sederhana dalam mengatasi kebakaran hutan misalnya dengan menggunakan

ranting atau alat sederhana dalam proses pemadaman api. Hasil pelatihan ini dipandang

mampu memberikan pemahaman mengenai pengelolaan kebakaran oleh warga

masyarakat sekitar dan kesadaran warga dalam mengelola hutan secara arif.

Organisasi kemasyarakatan pun ikut berperan dalam penanganan resiko

bencana. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tertentu telah melakukan tindakan

pendidikan kebencanaan yang ditujukan kepada warga masyarakat Girikerto yang

difokuskan pada penanganan pasca bencana. LSM ini lebih memberikan pendampingan

terhadap masyarakat mengenai bagaimana membangun kesiapan warga untuk dapat

mengantisipasi bencana. Aktivitas pembelajarannya adalah dilakukan dengan

memberikan berbagai informasi mengenai kebencanaan dalam forum-forum pertemuan

di tingkat rukun tetangga maupun di tingkat desa. Contohnya adalah LSM Lingkar

Merapi yang ikut membina masyarakat untuk sadar bencana dan komunitas bolo

tetulung sebagai sebuah komunitas relawan peduli bencana yang telah secara resmi

terdaftar dalam BPBD Sleman. Banyak masyarakat di Girikerto yang tergabung dalam

komunitas bolo tetulung yang memiliki kesekretariatan di Tlogoadi, Kecamatan Mlati.

Komunitas relawan bolo tetulung berfokus selain memberikan informasi juga terkait

dengan penanganan korban pasca bencana yang terjadi di masyarakat seperti ikut

membantu mengevaluaki korban, pencarian korban, memperbaiki rumah, dan

sebagainya. Anggota komunitas relawan bolo tetulung tercatat secara resmi di BPBD

Sleman, setiap anggota yang tercatat secara resmi akan memiliki KIR (Kartu Identitas

Relawan) yang difasilitasi oleh BPBD Sleman.

Selain pihak yang disebutkan di atas, pemerintah desa Girikerto pun ikut

mengembangkan kesiapan warganya dalam menghadapi resiko bencana. Pemerintah

desa Girikerto merasa bertanggung jawab penuh atas keselamatan setiap penduduknya

apabila bencana alam erupsi Merapi khususnya terjadi. Hal ini diwujudkan dengan

tindakan pembentukan program Desa Tangguh Bencana yang dimaksudkan untuk

membangun kesiapsiagaan warga dengan melibatkan semua komponen masyarakat.

Program ini beranggotakan semua pihak yang ada di masyarakat seperti tokoh

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

27

masyarakat, pengurus organisasi pemuda atau karang taruna, dan aparat pemerintah

desa setempat yang langsung dibawah koordinasi kepala desa. Secara umum, aktivitas

kegiatan program ini lebih difokuskan kepada penanganan pasca erupsi Merapi sebagai

bencana utama untuk meminimalkan terjadinya korban baik benda, rumah, maupun

manusia. Selain itu, keberadaan pemerintah desa menguatkan kedudukan program ini

dengan menerbitkan peraturan desa mengenai pengelolaan bencana di desa Girikerto.

Aturan ini dipandang menjadi pedoman bagi proses evakuasi warga masyarakat apabila

bencana erupsi Merapi terjadi seperti siapa saja warga masyarakat yang terlibat dalam

penangan bencana, penentukan titik kumpul pengungsi, penanganan logistik,

penjemputan penduduk yang sangat rawan menjadi korban bencana seperti lansia dan

anak-anak, dan pengelolaan dapur umum dipengungsian.

d) Modal Sosial dalam Mitigasi Bencana

Modal sosial sebagai suatu hal yang positif yang dihasilkan dari relasi sosial

perlu dipahami dan dikelola dalam rangka mengembangkan masyarakat yang siap dan

mampu mengantisipasi kemungkinan terjadi bencana dan resikonya. Modal sosial yang

terdiri dari dimensi nilai dan norma, kepercayaan, relasi sosial, dan berbagi

pengetahuan. Berikut ini deskripsi masing-masing dimensi modal sosial dimaksud

yang berkembang di desa Girikerto.

Nilai, norma, dan komitmen

Nilai dan norma yang berkembang di masyarakat dalam konteks mengantisipasi

bencana alam yang terjadi yaitu nilai saling membantu sesama, nilai kebersamaan, dan

nilai melestarikan alam. Nilai saling membantu sangat berkembang di warga

masyarakat yang mana perwujudkan nilai ini terdapat dalam aktivitas bersama yaitu

aktivitas membangun rumah seorang warga masyarakat dimana dalam proses

pembangunan rumah baik rumah tradisional maupun rumah yang sudah berpola

modern, warga masyarakat lainnya memberikan bantuan sesuai kemampuannya

terutama dalam hal bantuan tenaga. Pekerjaan membangun rumah dilakukan bersama-

sama terutama pada warga masyarakat yang masih dipandang termasuk warga

masyarakat kurang beruntung (miskin). Selain membangun rumah, aktivitas

kebersamaan pun diwujudkan dalam kegiatan sosial-keagamaan yaitu pelaksanaan

kenduri. Kenduri merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Girikerto baik

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

28

dalam rangka memperingati peristiwa tertentu misalnya memperingati hari kelahiran

tokoh agama, merti dusun, dan perayaan selamatan yang dilakukan oleh salah satu

keluarga. Selain gotong royong dan kenduri, kedua nilai tersebut terwujud dalam

bentuk adanya memberikan sumbangan baik dalam acara rewangan maupun dalam

kegiatan sripahan dan pembangunan resepan air secara bersama-sama di masing-

masing wilayah dusun yang berfungsi untuk menekan terjadinya kebanjiran dan

mempercepat penyerapan air hujan agar tidak terjadi kelangkaan air tanah untuk sumur.

Norma yang berkembang di masyarakat dalam mengontrol nilai yang ada

adalah norma-norma yang bersifat laten dimana apabila ada anggota warga masyarakat

yang dipandang tidak mau ikut terlibat dalam aktivitas bersama, warga masyarakat lain

akan bertindak membiarkan apabila warga masyarakat tersebut memiliki aktivitas yang

membutuhkan pelibatan warga lain. Artinya, dalam masyarakat Girikerto berkembang

kesepakatan bersama bahwa apabila seorang warga tidak mau turut bersama dalam

kegiatan sosial, maka warga lainnya cenderung akan membiarkan apabila dirinya

memiliki kepentingan sehinggat dirinya merasakan sendiri bagaimana tidak ada

bantuan orang lain. Namun sebelumnya, para tokoh masyarakat dalam acara-acara

tertentu misalnya pertemuan rukun tetangga atau forum lainnya sering mengingatkan

akan pentingnya kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat dan tetap mengajak

pihak-pihak yang dipandang masih berbeda untuk tetap terlibat dalam aktivitas

bersama. Dalam hal ini, budaya homogen dalam aktivitas sosial-budaya sangat

ditekankan di Wilayah Girikerto.

Komitmen pun dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Girikerto dalam

rangka membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana. Untuk mencegah kebakaran

hutan, terutama pada masyarakat yang berada di wilayah atas yang dekat dengan taman

nasional, dikembangkan komitmen bersama yaitu kesepakatan dalam penggunaan

puput untuk tanaman baik pepohonan maupun untuk tanaman salak dimana setiap

warga dianjutkan tidak boleh menggunakan pupuk kimia namun pupuk alami dalam

proses pemupukan pohon atau tanaman. Penggunaan pupuk alami dipandang dapat

menguatkan tanaman untuk tetap hidup ketika terjadi musim kemarau dibanding

dengan penggunaan pupuk kimia. Komitmen bersama pun diwujudkan dalam bentuk

aktivitas memperingati tradisi adat-istiadat yang sudah berkembang lama di masyarakat

yaitu misalnya merti dusun dan peringatan hari kemerdekaan. Menurut informan,

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

29

kegiatan merti dusun dilaksanakan setiap tahun sebagai bentuk wujud terima kasih

kepada para pendahulu yang sudah berusaha memelihara kelangsungan kehidupan desa

dan memandang bahwa merti dusun harus dilestarikan sebagai bentuk kearifan lokal

masyarakat Girikerto yang memperkaya budaya Yogyakarta.

Kepercayaan

Kepercayaan yang berkembang di masyarakat Girikerto umumnya bersifat

kepercayaan umum yaitu kepercayaan yang terbangun atas keyakinan bahwa apabila

perilaku seseorang baik di kehidupan masyarakat, maka kebaikan akan ia peroleh.

Sebaliknya apabila ia bertindak buruk dalam kehidupan maka keburukan dalam

menimpa dirinya. Dalam konteks kebencanaan, kepercayaan yang dibangun oleh warga

masyarakat dalam upaya mengantisipasi atau mengurangi dampak bencana sosial

adalah tindakan pemberian sanksi sosial terhadap warga masyarakat yang melanggar

norma sosial khususnya perilaku kenakalan remaja dan kriminalitas.

Kepercayaan dalam pengantisipasian bencana alam pun ditemukan dalam hal

keberadaan kelompok pengelola air di dusun Ngandong, yang mana desa ini memiliki

ketinggian tanah relatif tinggi. Di dusun ini, pemanfaatan air mengandalkan pada

ketersediaan air yang diperoleh dari hulu sungai yang ada di kawasan hutan lindung

Taman Nasional Gunung Merapi. Melalui pipa-pipa, air disalurkan ke rumah-rumah

penduduk, yang sebelumnya air ditampung dalam bak penampungan pada titik-titik

tertentu. Setiap keluarga membayar dana sebesar Rp 5000 untuk biaya pemeliharaan

pipa dan operasional pengelolaan air. Dalam hal ini lah, dana dikelola oleh pengurus

yang tergabung dalam kelompok “Tirta Lestari”. Pengelolaan dana inilah yang tidak

dijadikan persoalan oleh para pengurus maupun pada dukuh dan warga masyarakat

setempat. Pengelolaan diserahkan sepenuhnya kepada kelompok tersebut.

Bentuk kepercayaan yang lainnya adalah adanya kepatuhan warga masyarakat

Girikerto terhadap mekanisme penanganan bencana. Apabila terjadi erupsi Merapi,

para warga masyarakat diminta mematuhi perintah dari kepada desa sebagai

koordinator Desa Tangguh Bencana. Seperti pada bencana erupsi Merapi pada tahun

2010, warga masyarakat secara umum mengikuti petunjuk dan perintah koordinator

Desa Tangguh Bencana dimana warga masyarakat berkumpul di titik pengungsian

salah satunya di depan desa Girikerto setelah diinstruksikan bahwa level erupsi sudah

mencapai level awas. Adanya kepatuhan warga ini, memudahkan proses evakuasi

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

30

warga masyarakat terutama mereka yang rentan yaitu orang tua lansia, ibu-ibu hamil

dan anak-anak.

Relasi Sosial

Relasi sosial yang terjalin dalam rangka pencegahan dampak resiko bencana

dilakukan secara informal dan formal. Komunikasi antar dukuh, dukuh dengan aparat

desa, dan aparat desa dengan instansi pemerintah lokal dilakukan secara formal melalui

mekanisme persuratan, pertemuan rutin dan komunikasi menggunakan sarana telepon.

Komunikasi antar para dukuh, dan para dukuh dengan aparat desa dilakukan dalam

forum pertemuan rutin yang dilakukan di Balai Desa Girikerto. Pertemuan ini

merupakan sarana untuk mendiskusikan berbagai permasalahan yang dihadapi warga

masyarakat termasuk dalam penanganan bencana alam yang dihadapi masing-masing

pedukuhan dan membahas mengenai pelaksanaan kegiatan pembangunan di wilayah

Girikerto. Pertemuan dilakukan setiap bulan sekali tepatnya pada hari kamis. Dengan

instansi pemerintah lokal, para dukuh dan aparat desa berhubungan secara formal yang

diwujudkan dalam bentuk tindakan rapat koordinasi untuk membahas berbagai

permasalahan yang terjadi di masyarakat dan termasuk mengenai desa siaga bencana

walau dilakukan insidental. Sedangkan, para dukuh berkomunikasi secara informal

diantara mereka dalam berbagai kesempatan di kehidupan masyarakat misalnya pada

saat bertemu dalam kegiatan kenduren, sripahan, sambatan, dan aktivitas sosial

lainnya. Sering dalam pertemuan ini mereka membicarakan berbagai persoalan

kebencanaan dan masalah lainnya.

Relasi dengan pihak luar yaitu dengan desa lain terbangun pula dalam rangka

mengantisipasi dampak erupsi Merapi terutama terhadap keselamatan penduduk dan

keberlanjutan pendidikan formal anak-anak yang menjadi korban bencana. Setelah

erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang menyebabkan berbagai dampak negatif yang

mana salah satunya adanya kesulitan anak-anak usia sekolah yang ingin bersekolah

selama periode pengungsian, pemerintah desa mengembangkan kerja sama dengan

sekolah yang ada di seluruh desa di wilayah kecamatan Turi. Kerja sama ini disebut

sebagai sister school. Sister school dibentuk untuk memberikan kemudahan kepada

anak-anak untuk memasuki kembali ke sekolah apabila sekolah awal mereka terkena

dampak erupsi Merapi. Selain kerja sama sister school, pemerintah desa pun

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

31

mengembangan kerja sama dengan semua desa di wilayah Turi dalam bentuk kegiatan

yang disebut sister village atau desa kembar, yang tujuan utamanya adalah membangun

keswadayaan desa yang tidak terdampak untuk dapat memberikan fasilitas

pengungsian, bantuan, penampungan, dan fasilitas lainnya terhadap para korban

bencana erupsi Merapi. Kedua program yang dilakukan desa tersebut diinisiatifi oleh

instansi pemerintah lokal yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Kabupaten Sleman.

Sharing Pengetahuan

Pengetahuan mengenai kebencanaan, terutama bencana gunung Merapi, terjadi

melalui kesempatan-kesempatan sosial yang ada di lingkungan masyarakat seperti

pertemuan RT, dasa wisma, dan pertemuan antar dukuh. Misalnya, pada pertemuan

rutin pengurus RT, merti dusun, dan rewangan rumah, kepala dukuh sering

menyampaian permasalahan kebencanaan yang ada di lingkungan masyarakat.

Misalnya, kepala dukuh sering menyampaikan kepada pengurus RT untuk mengajak

warga masyarakat agar mau membersihkan lingkungan sekitar, membangun resapan-

resapan air, membuang sampah pada tempatnya, dsb. dan mengingatkan untuk saling

membantu antar warga.

Pertemuan antar dukuh pun dilakukan baik rutin setiap sebulan sekali maupun

para dukuh saling berkomunikasi secara informal. Dalam pertemuan rutin dukuh di

balai desa, yang berada di bawah koordinasi kepala desa, sering disampaikan mengenai

bagaimana menyiapkan warga masyarakat untuk lebih siap dalam menghadapi

bencana. Misalnya, apabila ada program mengenai program penanganan bencanan dan

program pengembangan desa lainnya yang bersumber dari pemerintahan kabupaten

dan instansi pemerintah lainnya, pada dukuh akan diajak bermusyawarah mengenai

teknis pelaksanaan misal mengenai program school sister yang merupakan ide dari

BPBD Kabupaten Sleman. Para dukuh pun secara informal dalam kehidupan sehari-

hari sering bertukar pengalaman satu dengan lainnya. Misalnya, ketika ada tanda-tanda

alam yang menunjukkan bahwa gunung Merapi sudah berpotensi meletus, dukuh yang

mengetahuinya terlebih dahulu akan menginformasikan kepada dukuh lain. Tanda alam

pun kadang dapat bersifat irasional seperti disampaikan oleh dukuh Ngandong, walau

oleh para dukuh yang lain hal ini tidak dapat diterima secara rasional. Proses ini

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

32

dilakukan karena para dukuh secara langsung berkewajiban menyampaikan informasi

mengenai kebencanaan kepada dukuh dan pemerintah desa sebagai bentuk keaktifan

dalam komunitas tanggap bencana (tagana) yang dibangun di desa Girikerto.

Pengetahuan dan informasi kebencanaan lainnya diperoleh dari kegiatan

pelatihan yang diselenggarakan oleh BPBD. BPBD sebagai lembaga yang bertugas

untuk menjadikan individu dan warga masyarakat mampu tangguh terhadap bencana

memberikan kegiatan pendidikan dan pelatihan kepada warga masyarakat yang sangat

sering dalam waktu setahun. Pelatihan umumnya terkait dengan peningkatan

pemahaman warga masyarakat mengenai bagaimana mekanisme pengurusan logistik di

wilayah bencana, titik kumpul pengungsian, produksi makanan di dapur umum,

penggunaan jalur evakuasi, dan penanganan korban bencana. Pengetahuan mengenai

hal ini selanjutnya oleh para warga yang dilatih akan disebarluaskan kepada warga

masyarakat lainnya terutama pada tokoh masyarakat dan anggota tagana baik formal

maupun secara informal.

e) Kebutuhan Pendidikan Sadar Bencana Berbasis Modal Sosial

Peningkatkan kemampuan sadar bencana bagi warga masyarakat yang bukan

hanya atas dasar pemahaman mengenai bagaimana masyarakat harus mampu

beradaptasi secara langsung terhadap dampak bencana yang ditimbulkan melalui upaya

pencegahan dan penanganan bencana, namun didasarkan pula pada pengembangan

modal sosial sebagai upaya yang secara langsung menguatkan proses adaptasi warga

masyarakat terhadap bencana. Dalam hal ini, untuk membentuk masyarakat yang sadar

bencana diperlukan pengembangan dimensi-dimensi modal sosial baik pada sebelum

maupun setelah terjadi bencana alam.

Hasil diskusi terfokus dengan para dukuh dan aparat pemerintah desa Girikerto

menunjukkan bahwa diakui warga masyarakat Girikerto sangat rentan terhadap bahaya

bencana alam terutama erupsi Merapi dan menyadari mereka sebagai penghuni

kawasan ini harus mampu bertahan dan menyesuaikan dengan bahaya tersebut. Oleh

karena itu, warga masyarakat menginginkan berbagai tindakan pengembangan baik

mengenai aspek kebencanaan maupun pemberdayaan ekonomi masyarakat agar mereka

lebih mampu survive di bawah ancaman bencana. Mereka menyadari bahwa kegiatan

pengembangan masyarakat selama ini lebih diorientasikan kepada kesiapan dan

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

33

kemampuan dalam pengelelolaan kebencanaan. Namun, terhadap pengembangan yang

terkait untuk meningkatkan produktivitas ekonomi warga dalam mengoptimalkan

potensi sumber daya masih masih kurang dilakukan sehingga dampak erupsi berupa

kesulitan secara ekonomi sangat dirasakan setelah warga masyarakat kembali ke

tempat tinggalnya.

Seorang aparat desa, kepala urusan pemerintahan dalam forum diskusi terfokus,

menjelaskan bahwa selama ini pengembangan masyarakat lebih dilakukan untuk

membangun masyarakat sadar mengenai kebencanaan. Menurutnya, diperlukan

tindakan dari berbagai pihak termasuk perguruan tinggi. Bahkan ditambahkan bahwa

desa Girikerto dapat dijadikan sebagai laboratorium luar kampus bagi perguruan tinggi.

Masyarakat siap bekerja sama apabila pihak kampus mempunyai program-program

pemberdayaan maupun pendidikan yang langsung maupun tidak langsung terkait

dengan kebencanaan.

2. Kasus Desa Kalirejo, Kokap

a) Deskripsi Desa Kalirejo

Desa Kalirejo merupakan salah satu desa yang berada wilayah Kecamatan

Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa ini

terletak di bagian lereng selatan perbukitan Menoreh dengan ketinggian tanah

mencapai 600 meter di atas permukaan laut. Luas desa ini mencapai 12.951.500 ha

yang sebagian besar berupa tanah kering. Wilayah desa ini dimanfaatkan untuk

berbagai kepentingan antar lain secara umum sebagai pekarangan dan bangunan seluas

11.927.500 ha, untuk perladangan seluas 7.350 ha dan sisanya dipergunakan untuk

pasar, kuburan dan jalan. Jarak Desa Kalirejo dengan pusat pemerintahan Kecamatan

Kokap mencapai 3 km, dengan pusat pemerintahan Kabupaten Kulon Progo berjarak

16 km, dan jarak dengan pusat pemerintahan Provinsi berjarak 59 km.

Secara administratif Desa Kalirejo terdiri dari 9 dusun yang meliputi Dusun

Kalibuko I, Dusun Kalobuko II, Dusun Papak, Dusun Sangon I, Dusun Sangon II,

Dusun Sangir, Dusun Plampang I, Dusun Plampang II, dan Dusun Plampang III.

Wilayah Desa Kalirejo berbatasan dengan Desa Hargotirto disebelah utara, dengan

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

34

Desa Hargorejo di sebelah Timur, dengan Desa Hargomulyo di sebelah Selatan, dan

dengan wilayah Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah di sebelah Barat.

Jumlah penduduk Desa Kalirejo pada tahun 2016 mencapai 5.110 jiwa dengan

perincian laki-laki 2.574 jiwa dan perempuan 2.536 jiwa. Berikut ini rincian jumlah

penduduk Desa Kalirejo menurut kelompok umur dan jenis kelamin yang mana

penduduk produktif merupakan penduduk mayoritas.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Kalirejo

No Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Di bawah 7 Tahun 200 168 368

2 7 – 18 Tahun 396 380 776

3 19 – 55 Tahun 1.465 1.328 2.793

4 Di atas 56 Tahun 513 660 1.173

JUMLAH 2.574 2.536 5.110

Sumber: Monografi Desa Kalirejo 2016

Dilihat dari aspek ekonomi, sebagai wilayah yang terletak di daerah pegunungan

Menoreh yang memamerkan keindahan alam yang masih alami dan natural, maka

sebagian besar wilayah di Desa Kalirejo merupakan tanah kering berupa bebatuan yang

Gambar 1. Peta Desa Kalirejo

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

35

digunakan sebagai pekarangan dan ladang. Di wilayah ini pun tumbuh dengan subur

pohon-pohon kelapa sebagai potensi alam yang sangat melimpah. Akibatnya, tidak

heran, mayoritas pekerjaan masyarakat sebagai penderes nira kelapa. Kegiatan

menderes dilakukan setiap hari oleh para penduduk baik di musim kemarau maupun di

musin penghujan. Karena mayoritas penderes dengan penghasilan tidak banyak,

membuat perekonomian warga masyarakat termasuk ke dalam kategori menengah ke

bawah. Pekerjaan yang banyak digeluti oleh warga masyarakat desa ini pun adalah

sebagai buruh pertanian, buruh harian lepas dan lain sebagainya. Tabel di bawah

memaparkan keragaman pekerjanaan warga warga Desa Kalirejo.

Tabel 2. Pekerjaan Penduduk Desa Kalirejo

No Pekerjaan Jumlah

1 Petani 2.050

2 Buruh Tani 110

3 Buruh Migran 1

4 Pegawai Negeri Sipil 33

5 Pengrajin 2

6 Pedagang Barang Kelontong 26

7 Peternak 1

8 Montir 1

9 Perawat Swasta 3

10 Bidan Swasta 1

11 TNI 3

12 Pengusaha Kecil, Menengah dan Besar 2

13 Guru Swasta 22

14 Pedagang Keliling 2

15 Tukang Kayu 3

16 Tukang Batu 2

17 Pembantu Rumah Tangga 4

18 Notaris 1

19 Karyawan Perusahaan Swasta 311

20 Wiraswasta 302

21 Tidak Mempunyai Pekerjaan Tetap 33

22 Belum Bekerja 856

23 Pelajar 669

24 Ibu Rumah Tangga 374

25 Purnawirawan/ Pensiunan 25

26 Perangkat Desa 17

27 Buruh Harian Lepas 267

28 Pemilik Usaha Jasa Transportasi dan perhubungan 1

29 Pemilik Usaha Warung dan rumah makan 3

30 Sopir 6

31 Pengrajin Industri Rumah Tangga Lainnya 10

32 Jasa Konsultasi Manajemen dan Teknis 1

33 Karyawan Honorer 18

34 Tukang Cukur 6

Total 5.110

Sumber Data: Data Monografi Desa Kalirejo Tahun 2016

Dilihat dari tabel di atas, maka mata pencaharian penduduk Desa Kalirejo

bergerak di sektor primer yaitu sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

36

perkebunan. Sektor perkebunan menjadi lahan utama penduduk desa dalam bermata

pencaharian dimana mayoritas penduduk bekerja sebagai petani atau deres nira kelapa.

Selain itu, terdapat warga yang bekerja di sektor swasta seperti sebagai perawat, bidan,

dan lainnya. Selain potensi perkebunan, desa ini pun memiliki potensi alam yang dapat

dimanfaatkan untuk kesejateraan yaitu pohon bambu dan kayu untuk bahan bangunan

yang melimpah. Namun, potensi alam ini masih belum dapat dimanfaatkan optimal

misalnya dikelola menjadi barang kerajinan. Desa Kalirejo pun memiliki panorama

pegunungan yang asri dan alami sehingga dapat di manfaatkan sebagai daerah wisata

sehingga dapat menambah pendapatan masyarakat.

Dari aspek sosial-budaya, di desa Kalirejo berkembang seni tradisi yang sudah

lama ada di masyarakat. Seni tradisi dan adat istiadat masih dijaga dan dilestarikan

sampai saat ini. Kesenian yang masih berkembangn di desa ini antara lain kesenian

Ketoprak, Karawitan, Gejog Lesung, Jathilan, Anggok dan Krompyong. Baik para

kaum Bapak maupun para pemuda, seni tradisi tersebut dilestarikan yang diwujudkan

dalam kehadiran kelompok hadroh, campur cari, dsb di beberapa dusun. Kelestarian

budaya-tradisi tersebut selain karena kecintaan masyarakat terhadap budaya juga

didukung oleh perhatian pemerintah setempat dalam melestarikan budaya dengan

menghadirkan tenaga pembina budaya masyarakat. Selain itu, kegiatan tradisi yang

tepat dikembangkan adalah merti desa atau bersih dusun, kenduren, sripahan, saparan,

yang dilakukan oleh mayoritas penduduk yang berada di 9 pedusunan.

b) Potensi Kebencanaan

Sebagai wilayah yang berada di sebelah bara laut Daerah istimewa Yogyakarta,

desa Kalirejo dihadapkan pada beberapa masalah kebencanaan yang sering terjadi dan

memberikan dampak negatif terhadap kehidupan warga masyarakat. Potensi bencana

yang ada adalah tanah longsor, kekeringan, angin kencang, dan wabah penyakit.

Bencana-bencana ini sudah mendapatkan perhatian serius dan menjadi fokus garapan

berbagai sektor baik dari lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan

masyarakat sendiri. Bencana alam harus dikelola dengan baik untuk meminimalkan

kerugian baik harta benda maupun jiwa karena bencana alam sudah menjadi kodrat

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

37

alamiah. Oleh sebab itu, pengelolaan dan antisipasi terhadap bencana harus dilakukan

secara terus menerus.

Berikut ini dideskripsikan bencana-bencana yang potensial terjadi di kawasan

wilayah Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap.

Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan peristiwa jatuhnya tanah dari permukaan tinggi ke

permukaan yang lebih rendah. Saat ini penyebab utama terjadi tanah longsor di Desa

Kalirejo adalah struktur tanah serta kondisi wilayah daerah desa Kalirejo yang

berbukit-bukit dan curam. Hasil wawancara kepada salah satu tokoh masyarakat

menunjukkan bahwa masyarakat sudah dapat memahami akan masalah tanah longsor

dan warga masyarakat telah berupaya melakukan berbagai cara untuk mencegah terjadi

longsor misalnya dengan peremajaan pepohonan penahan tanah longsor, terasering,

dan membuat tanggul. Namun demikian, bencana tanah longsor sampai sekarang ini

sangat sering terjadi.

Gambar... Longsor di perbukitan

Penyebab tanah longsor menurut informasi dari tokoh masyarakat yang

diwawancarai adalah kondisi geogragi wilayah desa merupakan wilayah perbukitan

atau dataran tinggi dengan tingkat kemiringan yang sangat tinggi. Kemiringan inilah

yang sangat berpotensi terjadi pergerakan tanah terutama pada musim penghujan. Jika

hujan turun dengna intensitas tinggi atau deras terjadi dalam waktu 3-4 jam, dapat

dipastikan ada tanah longsor baik dengan intensitas tidak berbahaya, sedang, maupun

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

38

berbahaya. Kemiringan tanah, dilihat dari komposisi bebatuan, wilayah Kalirejo

merupakan tanah yang terdiri dari batu-batu yang berbentuk pasir sehingga memiliki

sifat mudah menyerap air. Apabila air yang ada menggenang maka air memiliki energi

untuk merembas ke dalam tanah dan inilah yang menyebabkan tanah longsong. Selain

kemiringan tanah, pola pemanfaatan lahan untuk bangunan pun dapat menyebabkan

longsor. Informasi yang diperoleh memberikan gambaran bahwa pembuatan

pemukiman misal rumah, pertokoan, dan bangunan lainnya dilakukan dengan terlebih

dahulu memotong kemiringan tanah sehingga kekuatan tanah menjadi terkurangi.

Hampir sebagian besar rumah-rumah penduduk dibangun dengan kondisi ini yang

mana permukinan berada di bawah dari tanah.

Gambar... Pola pembangunan permukiman

Wilayah yang paling rentan terjadi bencana longsor adalah wilayah pedusunan

yang terletak di dataran yang lebih tinggi. Dalam hal ini, titik-titik kelongsoran yang

paling besar adalah daerah Plampang I, Plampang II, Plampang III, dan Sengon yang

merupakan daerah teratas dari Desa Kalirejo. Data terakhir mulai tanggal 7 Desember

2015 – 7 Maret 2017 telah terjadi tanah longsor sejumlah 31 kejadian. Walau sampai

saat ini belum ada korban meninggal karena masyarakat sudah sadar bencana, terdapat

beberapa dampat negatif yang meliputi kerusakan rumah, kerusahan pepohonan, jalan

penghubung dusun terputus, dan karang kerusakan kendaraan bermotor.

Kekeringan

Kekeringan merupakan bencana lain yang terjadi di Desa Kalirejo. Jika pada

musim penghujan desa Kalirejo mengalami tanah longsor, maka di musim kemarau

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

39

yang berkepanjangan di sebagian besar wilayah ini mengalami kekeringan.

Kekeringan disebabkan oleh kurang ketersediaan sumber air untuk memenuhi

kebutuhan hidup warga masyarakat sebagai akibat sedikit sumber air yang terdapat di

wilayah ini. Akibat yang ditimbulkan dari bencana ini adalah warga masyarakat

kesulitan dalam mencari air untuk melakukan aktivitas sehari-hari misalnya untuk

mandi, memasak, dan memberi makan ternak. Untuk mengatasi permasalahan ini

pemerintah melalui PDAM sejak tahun 2013 telah mendirikan PAM baik bersifat

bantuan maupun berbayar. Air PDAM yang disediakan oleh pemerintah dengan

memanfaatkan air dari Waduk Sermo. Akan tetapi karena banyaknya pengguna ketika

musim kemarau dan pengurangan debit air di waduk Sermo, masyarakat masih sering

mengalami kekurangan air bersih karena PDAM sering memberlakukan PAM bergilir.

Walau demikian diketahui bahwa masyarakat di Padukuhan Plampang III yang sampai

saat ini menggunakan sumber air yang masih aktif dan menjadi alternatif utama ketika

kekeringan.

Puting Beliung

Puting beliung merupakan bencana yang potensi dan terjadi bersamaan dengan

tanah longsor yang terjadi pada musim penghujan. Walau tidak sering terjadi, angin

kencang telah menyebabkan berbagai kerugian yakni kerusakan pumah warga,

pepohonan tumbang merintangi jalan-jalan penghubung antar dusun, bahkan konsleting

listrik. Besarnya peluang terjadi bencana ini tidak lepas dari kondisi wilayah desa

Kalirejo yang sangat rimbun dengan pepohonan tinggi di hampir semua pedusunan.

Diketahui dalam kurun waktu Desember 2015 – 7 Maret 2017 telah terjadi bencana

angin kencang sebanyak 9 kali dengan disertai longsor.

Wabah Penyakit Malaria

Wabah penyakit yang berbahaya yang sering terjadi di kawasan Desa Kalirejo

adalah wabah malaria sebagai konsekuensi wilayah yang ada di perbukitan dengan

pepohonannya yang rimbun. Wabah ini biasa terjadi ketika musim pancaroba,

pergantian antara musim kemarau dan musim penghujan. Dalam sepuluh tahun

terakhir, diketahui telah terjadi sekitar 4 periode kasus yang mana sudah menelan

sebanyak 4 korban dengan 1 korban meninggal. Guna mengurangi dan mencegah

wabah ini, instansi pemerintah dalah hal ini dinas kesehatan menggarakan program

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

40

pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang secara teknis program ini dilaksanakan

oleh Kader Jumantik (Juru Pemantauan Jentik). Selain wabah malaria, wabah penyakit

yang disebabkan oleh hewan liar seperti tikus dan kelelawar yaitu penyakit

leptospirosis juga beberapa kali terjadi di desa ini. Berdasarkan hasil wawancara, tahun

2010 terdapat 3 warga yang terkena wabah penyakit ini 2 di antaranya selamat dan satu

meninggal dunia karena penanganan pengobatan yang terlambat.

Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja yang terjadi di Desa Kalirejo paling utama adalah jatuh dari

pohon kelapa. Mengambil nira merupakan kegiatan utama mayoritas masyarakat di

Desa Kilirejo. Dalam sehari, biasanya bapak-bapak pemanjat pohon bisa memanjat tiga

sampai lima pohon kelapa pada pagi hari untuk meletakkan wadah nira, dan

memanjatnya kembali pada sore hari untuk mengambil hasil nira yang diperoleh.

Untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja, pemerintah kelurahan pernah memberikan

pelatihan keselamatan kerja dan pemberian sabuk pengaman (savety belt) kepada para

pemanjat pohon kelapa, akan tetapi banyak warga yang tidak menggunakan sabuk

tersebut dengan alasan ribet dan mengurangi gerak.

c) Pendidikan Kebencanaan

Aktivitas pendidikan yang dalam rangka mengurangi resiko bencana yang

ditujukan bagi masyarakat Kalirejo saat ini telah/sedang dilaksanakan oleh Pemerintah,

Lembaga Swadaya Masyarakat, dan organisasi masyarakat setempat. Berbagai elemen

tersebut terkoordinasi dengan baik dan solid sebagai bentuk kesadaran sebagai desa

rawan bencana. Adapun berbagai program/organisasi yang telah turut serta dalam

mitigasi bencana sebagai berikut:

Si Bejo (Siaga Bencana Kalirejo)

Siaga Bencana Kalirejo (Si Bejo) merupakan suatu program yang diinisiasi oleh

warga masyarakat setempat. Kehadiran program disebabkan oleh keprihatinan warga

mengenai susahnya mendapatkan akses dan bantuan ketika terjadi bencana. Awal

berdirinya program ini adalah keikutsertaan lima orang warga Kalirejo dapat

Organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI). Warga tersebut beranggapan

bahwa dengan adanya radio ini, masyarakat dapat dengan mudah membagikan

informasi bencana ke masyarakat lain. Akses radio dianggap mudah dan dapat cepat

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

41

tersebar luas pada masa tersebut. Berbekal keanggotaan RAPI dan kerelawanan

menanggulangi bencana di daerahnya, organisasi ini masih berdiri dan tetap eksis

sampai sekarang. Kegiatan yang dilakukan Si Bejo yakni pemantauan apabila ada

bencana, pemantauan informasi dari daerah-daerah, dan melakukan perkumpulan

kelompok sebagai ajang aspirasi tanggap bencana. Selain melakukan kegiatan

kerelawanan di Desa Kalirejo, anggota Si Bejo pun ikut terlibat melakukan kegiatan

kerelawanan di daerah lain-lainnya yang terdampak bencana.

Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI)

RAPI berfungsi sebagai pusat informasi dan sebagai wadah masyarakat yang

memiliki jiwa kerelawanan sosial tinggi. RAPI menghubungkan tidak hanya antar

warga masyarakat wilayah Desa Kalirejo akan tetapi antar Kabupaten dalam Provinsi.

Saat ini, kehadiran RAPI telah membantu penyebaran informasi baik untuk masyarakat

internal maupun eksternal. RAPI telah dihubungkan dengan pihak-pihak pemerintah

seperti Aparat Kecamatan, Kelurahan, Kabupaten, BPBD, Kepolisian, dan Tagana.

Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)

Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) merupakan orgnanisasi sosial yang

didirikan di Desa Kalirejo khususnya di Padukuhan Sengon II. Kehadiran lembaga ini

pada awalnya diinisiasi oleh salah seorang warga masyarakat yang berstatus sebagai

mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dirinya dipandang memiliki

jaringan luas mengenai tata cara memperoleh dana sosial. Kegiatan lembaga ini adalah

memberikan bantuan kepada warga yang mengalami bencana, misalnya kebakaran

rumah, kecelakaan kerja, korban tanah longsor, yatim piatu, dan warga masyarakat

yang membutuhkan lainnya. Kehadiran lembaga ini dipandang bagus dalam membantu

mengembangkan warga masyarakat dan dikarenakan sumber daya manusianya yang

sangat memiliki pengalaman dalam penanganan masalah sosial dan membangun

jaringan.

Program Dompet Dhuafa

Program Dompet Dhuafa merupakan program salah satu Lembaga Swadaya

Masyarakat yang menyasar beberapa wilayah di Kabupaten Kulonprogo salah satunya

kecamatan Kokap. Program ini telah berjalan sekitar tiga tahun dengan tujuan utama

adalah memberdayakan warga masyarakat di bidang ekonomi. Lembaga ini memiliki

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

42

fokus pada pemberdayaan ekonomi warga masyarakat Kalirejo dengan

mengoptimalkan berbagai potensi alam yang ada di lingkungan sekitar seperti

pemberikan bantuan modal usaha, pelatihan pemelihataan kambing etawa, pelatihan

pengolahan gula jawa, dan pengolahan kuliner berbahan baku lokal. Adanya kegiatan

ini, dipandang bagus oleh warga masyarakat yang mana hal ini ditandai dengan sudah

terbentuk koperasi yang membantu masyarakat menjual hasil industri rumahannya

seperti gula semut dan gula jawa dan kelompok-kelompok usaha mikro.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Sebagai instansi pemerintah yang bertugas membentuk warga masyarakat

menjadi masyarakat yang tangguh bencana, BPBD menyelenggarakan berbagai

kegiatan edukatif maupun non-edukatif terhadap warga masyarakat. Kegiatan edukatif

diwujudkan dengan menyelenggarakan kegiatan pelatihan mitigasi bencana bagi warga

masyarakat desa Kalirejo misalnya pelatihan tentang evaluasi bencana, pencegahan

bencana, dan penggunaan alat-alat keselamatan dalam kondisi bencana. Pelatihan ini

dilakukan hanya terhadap perwakilan dari warga masyarakat dan anggota Si Bejo.

Pelatihan dilakukan hampir setiap tahun walau waktu pelaksanaannya tidak menentu

dalam bulan tertentu. Hasil pelatihan yang telah diikuti oleh warga masyarakat akan

disampaikan baik melalui media HT maupun dalam pertemuan-pertemuan informal

yang ada di masyarakat misalnya pertemuan rukun tetangga, pertemuan para dukuh,

dan kesempatan lainnya. Selain memberikan pelatihan, BPBD secara aktif memberikan

informasi mengenai kebencanaan terhadap warga masyarakat melalui pemerintah desa

dan bantuan penanganan korban bencana apabila di Kalirejo terjadi bencana.

d) Modal Sosial dalam Kebencanaan

Modal sosial yang terdiri atas enam aspek yakni nilai, norma, dan komitmen,

saling percaya, jejaring sosial, dan saling berbagi informasi dalam rangka membangun

ketahanan warga masyakat dalam menghadapi bencana yang ada di Desa Kalirejo

dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Nilai, norma dan komitmen

Lokasi Desa Kalirejo termasuk daerah pedesaan yang terletak di lereng

pegunungan dengan letak rumah-rumah warga berjauhan. Namun demikian, warga

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

43

masyarakatnya masih memegah kuat kebudayaan desa sampai sekarang seperti

beberapa seni tradisi kebudayaan yang sampai saat ini masih dianut yakni: kenduri,

jathilan, slametan, selawatan, merti desa dan merti dusun, karawitan, dan semangat

gotong royong. Berbagai budaya tersebut telah dilaksanakan dan dianut secara turun

temurun oleh warga masyarakat. Pengaruh dengan adanya budaya tersebut adalah

seringnya masyarakat melakukan interaksi dengan masyarakat lain yang menimbulkan

adanya kepedulian sosial. Terkait dengan kebudaya ini, masyarakat Kalirejo memiliki

nila-nilai baik dalam mencegah bencana sebagai berikut:

Nilai kegotongroyongan sampai saat ini dianut oleh masyarakat. Bentuk

kegotongroyongan tersebut berupa perbantuan bagi warga yang rumahnya terkena

bencana longsor atau angin kencang, perbantuan pembuatan rumah, pembuatan sarana

dan prasarana umum seperti makam, jalan, masjid, dan tanggul. Bentuk perbantuan

tersebut dilakukan secara terus menerus tanpa adanya paksaan. Beberapa kali Desa

Kalirejo memberlakukan denda bagi warga masyarakat yang tidak ikut membantu

khususnya dalam memperbaiki sarana untuk kepentingan umum, akan tetapi dengan

adanya denda mengakibatkan kesenjangan antara yang kaya memilih membayar dan

yang miskin tidak ada pilihan lain. Karena kesenjangan tersebut, akhirnya saat ini tidak

menggunakan denda, cukup dengan kesadaran saja. Kegotongroyongan selain

dilakukan oleh mayarakat luas juga digalakkan oleh para anggota Si Bejo. Bentuknya

adalah guna untuk mendirikan tower sinyal pemancar, para anggota Si Bejo gotong

royong bersama-sama dengan mengumpulkan uang. Sampai saat ini Si Bejo belum

memiliki uang kas, akan tetapi kesadaran bersama-sama untuk rela menggunakan uang

pribadi masih berjalan dengan suka rela.

Rasa kerelawanan dan kepedulian terhadap sesama ditunjukkan melalui

kerelaan masyarakat Desa Kalirejo untuk memberikan bantuan baik moriil maupun

materiil kepada masyarakat lain yang membutuhkan, terutama korban bencana. Bentuk

kerelawanan sudah berjalan dengan baik dibuktikan adanya organisasi yang menaungi

kerelawanan masyarakat yaitu Si Bejo dan RAPI. Organisasi tersebut tidak hanya

memberikan bentuk kepedulian kepada masyarakat Desa Kalirejo tetapi juga terhadap

masyarakat lain yang membutuhkan. Bentuk kepedulian yang diberikan oleh organisasi

Si bejo sebagai organisasi swadaya di bidang kebencanaan diwujudkan dalam kegiatan

penanganan bencana longsor. Jika hujan lebat terjadi, tanpa diminta masyarakat

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

44

anggora Si Bejo langsung memantau perkembangan lingkungan melalui HT (Handy

Talkie) yang terhubung dengan sesama anggota maupun individu yang ada di luar

Kalirejo bahkan lintas kabupaten. Relawan Si Bejo pun terbiasa ke luar rumah untuk

memantau keadaan sekitar terutama jalan-jalan, daerah rawan longsor dan angin

kencang. Selain itu, kerelawanan dan kepedulian pun diwujudkan dalam bentuk

kegiatan berupa iuran sebanyak Rp 3.000,00 per bulan khusus untuk dana KAS

kebencanaan, dan beberapa kali anggota Si Bejo melakukan kegiatan kerelawanan di

daerah luar Desa Kalirejo yakni menolong warga yang hanyut terbawa ombak di

pantai, dan menolong korban letusan Gunung Api di Sleman.

Aktivitas lain yang dilandasi nilai ini adalah perilaku warga masyarakat yang

sangat mudah memberikan bantuan kepada sesama yang menjadi korban bencana alam

longsor atau puting beliung. Sebagai contoh, pernah di Dusun Papak, terjadi kebakaran

rumah yang menyebabkan kerugian material yang cukup besar. Kebakaran terjadi

karena kelalaian pemilik rumah dalam beraktivitas memasak. Para warga sekitar tidak

lama setelah kejadian bahu-membahu memadamkan api dan memberikan sumbangan

sesuai kemampuan berupa kayu, makanan, dan dana. Hal serupa terjadi di dusun Kali

Duko II, Jamprang I dan Jamprang II dimana warga yang rumahnya tertimbun longsor

dibantu oleh warga masyarakat lainnya baik dana maupun material selain bantuan dari

pihak pemerintah.

Nilai senasib sepenanggungan tumbuh dalam kehidupan masyarakat Kalirejo

yang mana ini didukung oleh berbagai aspek sebagai berikut: pertama, masyarakat

mayoritas memiliki keadaan ekonomi yang homogen yakni berada pada kelas

menengah ke bawah. Meskipun berada dalam tingkat kesejahteraan ekonomi yang

rendah, masyarakat mampu dengan kesehajaannya hidup dengan layak dan mampu

memenuhi kebutuhan fisiknya. Hal ini disebabkan ketesediaan sumber daya untuk

memenuhi kebutuhan pokok mencukupi misal beras, singkong, sayur-sayuran dan

lainnya. Kedua, pekerjaan masyarakat sekitar hampir sama yakni pemanen nira,

membuat gula jawa, buruh, dan lahan pekarangan. Dengan pekerjaan yang sama

tersebut, masyarakat sering berbagi pengalaman dan berinteraksi dengan masyarakat

yang lain. Ketiga, mobilitas masyarakat rendah. Sulitnya akses ke kota membuat

masyarakat lebih sering berada di rumah dan melakukan pekerjaan di rumah misalnya

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

45

mengolah lahan dan merawat ternak. Terakhir, memiliki trauma dan permasalahan

bencana yang sama sehingga meningkatkan rasa senasib.

Nilai kesederhanaan warga mayarakat menjalani kehidupan pun tampak dalam

perilaku mereka. Hampir semua warga masyarakat berperilaku bersahabat dan

sederhana seperti sebagaimana pada waktu peneliti bertamu. Warga masyarakat dalam

hal ini para narasumber menunjukkan sikap kesederhanaan seperti yang diungkapkan

oleh Dukuh Sengir dengan kalimat “keadaan kami opo anane pak, nyuwun ngapunten”

(Wawancara, 29/10/2017). Kesederhanaan yang dibentuk oleh masyarakat menjadikan

mereka beranggapan bahwa tidak adanya jarak antara masyarakat satu dengan yang

lainnya. Mereka memandang kehidupan yang telah dijalani cukup lama sebagai

penghuni wilayah Kalirejo merupakan suatu karunia yang diberikan Tuhan dan mereka

dituntut untuk mampua menyesuaikan dengan kondisi alam yang ada di sekitarnya.

Walau disadari bahwa terjadi pergeseran pandangan di kalangan generasi mudanya

dimana pemuda Kalirejo banyak yang merantau ke luar daerah dan ke kota-kota besar

di Indonesia seperti Jakarta dan Bandung.

Selain nilai yang ada di masyarakat Kalirejo, berkembang pula norma sosial

dalam rangka meningkatkan kesadaran terhadap resiko bencana. Norma tersebut

yaitu norma hukum alam, yang diwujudkan dalam bentuk aktivitas terjadi

permasalahan bahwa ada salah satu atau beberapa masyarakat yang tidak mematuhi

peraturan yang ada di masyarakat. Misalnya apabila masyarakat yang tidak mengikuti

gotong royong atau kegiatan kemasyarakatan lainnya, para tokoh desa seperti kepala

dukuh, takmir, maupun ketua pemuda tidak memberikan sanksi kepada mereka.

Langkah yang dilakukan hanya menegur atau menyindir secara halus saja, dan apabila

tetap orang tersebut tidak merespon dan berubah maka sanksi yang diberlakukan

adalah sanksi alam. Ketika orang tersebut memiliki hajat atau kesulitas tertentu, warga

masyarakat lainnya cenderung tidak akan dibantu.

Norma lainnya adalah norma menghormati jabatan. Masyarakat Kalirejo

menganggap bahwa tokoh masyarakat yang ada memiliki peran sangat penting dalam

mengurusi kegiatan kemasyarakatan. Oleh sebab itu, kepala dukuh, ketua Si Bejo,

ketua pemuda, takmir masjid memiliki status sosial tinggi dan dihormati oleh

masyarakat. Bentuk menghormatan ini diwujudkan melalui patuh jika ada instruksi dari

tokoh masyarakat. Misalnya jika kepada dukuh meminta warga untuk berkumpul,

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

46

warga dengan sukarela melakukannya. Selain itu, antar tokoh masyarakat juga saling

menghormati jabatan masing-masing dalam melaksanakan tugasnya. Ketika ada

bencana, Si Bejo melaksanakan tugas kerelawanannya sesuai wewenangnya yang lebih

pada perbantuan di lapangan saat evakuasi bencana. Sedangkan kepala dukuh

melakukan fungsinya berupa menginformasikan kepada aparat pemerintah desa

mengenai kondisi bencana. Kedua pihak ini dipandang saling berkerja sama dan

berintegrasi.

Selain nilai dan norma sebagamana diungkapkan di atas, dimensi modal sosial

berupa komitmen bersama pun terbangun dalam kehidupan masyarakat. Komitmen

bersama dimaknai sebagai suatu keadaan dimana seseorang anggota masyarakat

memihak organisasi dan tujuan organisasinya dan memiliki keinginan untuk

mempertahankan keanggotaannya. Bentuk komitmen yang berkembang di massyarakat

Kalirejo yakni: pertama,

Komitmen menjaga kelestarian budaya

Sampai saat ini budaya dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat masih

dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh masyarakat. Budaya dan adat istiadat dianggap

sebagai kekayaan masyarakat yang perlu dilestarikan. Hasil wawancara dengan tokoh

masyarakat menyatakan bahwa dengan menjujung tinggi serta melaksanakan adat

istiadat dan budaya dapat meningkatkan kekompakan masyarakat.

Komitmen melestarikan gotong royong

Seperti halnya komitmen menjaga kelestarian budaya, gotong royong pun dapat

meningkatkan kekompakkan masyarakat. Dalam kehidupan, gotong royong telah

dilaksanakan paling sedikit dua kali dalam satu tahun. Wujudnya adalah mulai dari

gotong royong mendirikan rumah warga, membersihkan saluran air, membersihkan

makam, membersihkan jalan, maupun membersihkan sarana dan prasarana. Sampai

saat ini dari seluruh masyarakat ikut terlibat dan hanya satu dua yang tidak mengikuti

gotong royong dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Komitmen sadar bencana

Komitmen sadar bencana dapat dilihat melalui rasa kerelawanan dan tidak

trauma oleh bencana. Bencana yang dialami oleh masyarakat Desa Kalirejo dianggap

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

47

sebagai kepastian yang sudah dialami secara rutin. Masyarakat tidak mengalami

traumatic yang berlebihan, tetapi menggap bahwa bencana tersebut adalah suatu bagian

dari masyarakat itu sendiri. Mereka menyadari bahwa mereka tinggal di wilayah

bencana dan bencana tersebut bukanlah musuh, tetapi dapat dikurangi resikonya jika

masyarakat selalu kompak dan menghadapi bersama-sama. Terkait dengan ini, sebagai

upaya mengantisipasi kemungkinan dampak bencana yang lebih besar, warga

masyarakat Kalirejo pada kesempatan tertentu membersihkan saluran air,

membersihkan sampah yang ada di sekitar rumah, dan menanam tanaman yang dapat

memecah angin. Para dukuh pun mengajak dan menyampaikan himbauan untuk

melakukan aktivitas-aktivitas tersebut dalam forum pertemuan rutin pengelola dukuh,

dan secara informal kepada warga masyarakat untuk selalu terus berperilaku bersih,

menanam pepohonan yang produktif, dan melakukan kegiatan kerja bakti bersama.

Saling Percaya

Kepercayaan merupakan salah satu aspek yang penting dalam membentuk

masyarakat sadar bencana. Bentuk kepercayaan yang tampak pada Desa Kalirejo

dibuktikan oleh interaksi dari berbagai lapisan masyarakat yakni:

Kepercayaan pemerintah desa kepada organisasi masyarakat. Contoh bentuk

kepercayaan ini adalah pemberian wewenang kepada organisasi Si Bejo untuk

menjalankan organisasinya. Pemerintah memberikan kepercayaan berupa

pelegalan organisasi Si Bejo, merespon dan menerima informasi yang diberikan

oleh Si Bejo dengan baik, memberikan ruang khusus bagi Si Bejo dalam rapat-

rapat permasalahan bencana, dan apabila ada program terkait kebencanaan

misalnya dari BPBD, Tagana, maupun RAPI, Si Bejo diberikan informasi terlebih

dahulu. Kepercayaan yang terbangun ini memberikan manfaat berupa adanya

kesiapsiagaan kelompok dan warga masyarakat dalam mengantisipasi bencana

alam, hubungan kekeluargaan yang lebih terasa akrab dan dekat, serta terbangun

kerja sama dalam penanggulangan bencana misalnya perilaku saling membantu

atau memberikan bantuan baik tenaga dan dana semampunya bagi keluarga yang

terkena bencana longsor.

Kepercayaan pemerintah terhadap tokoh mayarakat. Pemerintah memberikan

kepercayaan melalui penerimaan informasi dan pemberian sarana dan prasarana.

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

48

Saat ini para kepala dukuh diberi fasilitas alat komunikasi berupa seperangkat

hand talky agar dapat terlibat dalam komunikasi kebencanaan. Selain itu pada

kepala dukuh dalam kegiatan kumpul dukuh diberikan wewenang untuk

menyampaikan aspirasinya.

Kepercayaan sesama tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat di Desa Kalirejo

memiliki peran yang sangat besar dalam aktivitas kemasyarakatan. Tokoh

masyarakat yang berada di Desa Kalirejo yakni Kepala Desa, Ketua RT, Ketua

Ogranisasi Si Bejo, Ketua Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS), Ketua Takmir

Masjid (Kaum). Kepercayaan yang terjalin sampai saat ini dapat berjalan dua arah

sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.

Kepercayaan masyarakat kepada tokoh masyarakat. Bentuk kepercayaan ini

ditunjukkan dengan kemauan warga masyarakat untuk mengikuti kebijakan yang

diberikan oleh tokoh masyarakat tanpa menimbulkan kecurigaan. Sebagai contoh

ketika kepala desa mematok dana kas untuk kebencanaan sebesar Rp. 3.000,00

dalam satu bulan, masyarakat mempercayainya tanpa mempertanyakan detail

penggunaan data tersebut.

Jaringan Sosial

Jaringan merupakan bentuk interaksi sosial antara individu atau keompok satu

dengan yang lainnya. Jaringan yang terbentuk di Desa Kalirejo dalam konteks

kebencanaan telah berjalan dengan lama dan baik. Setiap pelaku yang terkait dan

peduli terhadap bencana alam berinteraksi dengan harmonis. Gambar 1. Menunjukkan

hubungan yang dinamis antar lapisan masyarakat. Warna merah menunjukkan

organisasi atau kelompok masyarakat yang memiliki peran berpengaruh dalam

terbentuknya jaringan yakni organisasi Si Bejo, Kepala Desa dan Pemerintah Desa.

Aktor-aktor ini memiliki fungsi yang sangat strategis dalam membentuk warga

masyarakat yang tangguh terhadap bencana dimana Si Bejo sangat aktif dalam

membangun kesadaran warga terhadap potensi bencana melalui pemberian informasi

yang penting dan pemerintah desa yang berfungsi bertanggung jawab dan sebagai

koordinir kegiatan peningkatan sadar bencana masyarakat Kajirejo.

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

49

Gambar 1. Jaringan yang terbentuk di Desa Kalirejo

Saling berbagi pengetahuan

Proses saling berbagai pengetahuan atau informasi terkait dengan kebencanaan

dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, kehadiran Si Bejo sebagai forum yang

berfungsi untuk memberikan respon cepat terhadap kejadian bencana memberikan

manfaat kepada warga masyarakat seperti warga masyarakat sudah menyadari akan

kondisi wilayah yang perpeluang terjadi bencana dan memahami bahwa bencana tidak

akan dapat dihilangkan namun hanya dapat diantisipasi. Masyarakat dengan adanya Si

Bejo lebih sadar akan potensi bencana yang dapat muncul dengan terlebih dahulu

memahami tanda-tanda yang dapat potensial menyebabkan bencana. Informasi dari Si

Bejo, yang mana sumber informasi dapat diperoleh dari para relawan RAPI se-

Yogyakarta, cepat menyebar ke masyarakat Kalirejo sehingga masyarakat lebih

tanggap terhadap kondisi bencana. Kedua, pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan

Penanggulangan Bencana Daerah setempat seperti mengenai evakuasi korban

dipandang bermanfaat terutama bagi para rekalawan desa tangguh bencana (destana)

dan para anggota Si Bejo. Ketiga, Yayasan Damar memberikan pemahaman kepada

warga masyarakat terutama penderes untuk berperilaku aman (safety) dalam bekerja

memproduksi nira/gula melalui pemberian pelatihan keselamatan dan keamanan kerja.

Namun sayang, banyak penderes tidak mempraktikkan pengetahuan yang diperolehnya

dalam melaksanakan pekerjaannya. Terakhir, aparat pemerintahan desa melalui para

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

50

dukuh menyampaikan informasi resmi terkait dengan kebencanaan kepada pihak lain

atau instansi pemerintah lainnya misalnya terkait dengan kejadian bencana, penerima

bantuan, dan kebijakan pemerintah desa.

Nilai, norma, komitmen, kepercayaan, jejaring, dan berbagi pengetahuan yang

didayagunakan dalam kehidupan bermasyarakat di Kalirejo mampu memberikan

manfaat positif dalam membentuk kesiapsiagaan warga menghadapi bencana. Walau

terjadi bencana di Desa Kalirejo yang menyebabkan berbagai kerugian baik moril,

materiil, maupun dari aspek psikologi, warga masyarakat sampai saat ini memiliki

perasaan nyaman, tidak memiliki perasaan ingin pindah, dan menganggap bahwa

bencana tersebut merupakan suatu hal yang sudah lumrah. Beberapa informan

menyatakan bahwa dengan potensi bencana yang ada, komunikasi antar individu

berjalan baik, kepedulian antara warga satu dan lainnya menjadi meningkat, dan

muncul relawan-relawan baik pemuda maupun dewasa yang sigap dan memiliki

kepekaan sosial yang tinggi. Kepedulian pun merambah pada warga masyarakat yang

terkena bencana di luar Kalirejo. Masyarakat Kalirejo dipandang kompak dalam

mencegah terjadinya bencana.

e) Kebutuhan Pendidikan Kebencanaan Berbasis Modal Sosial

Modal sosial yang berkembang dan dipelihara oleh masyarakat selayaknya

dapat dimanfaatkan dalam rangka membentuk ketahanan masyarakat terhadap bencana.

Agar keberadaan modal sosial mampu memberikan peran penting secara optimal, maka

perlu ada upaya pengoptimalan modal sosial. Salah satunya adalah dengan

menyelenggarakan berbagai bentuk pendidikan yang bertujuan mengembangkan,

memelihara, dan menstranformasikan dimensi-dimensi modal sosial secara terstruktur

dan terencana dalam konteks membangun masyarakat yang tangguh terhadap bencana.

Terkait dengan pernyataan di atas, hasil penelitian menunjukkan bahwa proses

pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah, khususnya Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), lebih memberikan pada peningkatan

pengetahuan, keterampilan dan sikap terkait langsung dengan pencegahan dan

penanggulangan bencana misalnya para anggota tagana di Desa Girikerto dilatih

dengan materi mengenai evakuasi korban bencana, mengenai tanda-tanda bencana

erupsi Merapi, sistem memasak di dapur umum, dan penggunaan alat teknis lainnya.

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

51

Hal ini ungkapkan oleh salah satu dukuh yang menyatakan bahwa “pelatihan dari BPB

lebih banyak mengenai mitigasi bencana” (Wawancara, 29/10/2017). Sedangkan pada

aspek pengembangan modal sosial dalam konteks mitigasi bencana, BPBD belum

melakukannya.

Hasil diskusi terfokus menunjukkan bahwa pengembangan pendidikan sadar

bencana yang mengandung substansi pendidikan berupa pemanfaatan dan

pengembangan modal sosial dipandang dapat dilakukan sebagaimana diungkapkan

oleh Kepala Seksi Pemerintahan Desa Girikerto bahwa pada prinsipnya, pendidikan

untuk mengembangkan warga masyarakat agar mampu menghadapi masalah bencana

bisa saja dilakukan oleh siapa pun. Menurutnya, selama ini pengembangan masyarakat

sadar bencana dilakukan dengan membentuk tagana desa Girikerto, berkoordinasi

dengan BPBD. Hal serupa dikemukakan oleh Kepa Seksi Pembangunan bahwa “kami

siap bermitra, apabila kampus menyelenggarakan program pendidikan bagi masyarakat

kami, bahkan apabila wilayah kami dapat dijadikan laboratorium kampus untuk

kebencanaan silahkan saja” (Wawancara, 13/10/2017). Hal ini menunjukkan bahwa

pendidikan sadar bencana bagi masyarakat dipandang perlu dilaksanakan di Desa

Girikerto.

3) Analisis Lintas Kasus

Mendasarkan pada uraian mengenai fokus penelitian yang dikaji, dapat

dilakukan analisis lintas kasus sebagai berikut:

a) Potensi Bencana

Potensi bencana yang muncul pada desa Girikerto berbeda dengan potensi

bencana yang muncul di Desa Kajirejo. Di Girikerto, bencana yang sangat dominan

adalah bencana letusan Gunung Merapi, kekeringan, dan banjir. Sedangkan di desa

Kalirejo, bencana longsong, kekeringan, dan kebakaran, dan wabah penyakit malaria

merupakan bencana yang berpotensi tinggi terjadi. Semua bencana bagi warga

masyarakat di kedua desa tersebut dipandang sebagai sesuatu yang akan tetap ada, dan

tidak dapat dihilangkan, namun hanya perlu diantisipasi.

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

52

Tabel Potensi Bencana

Jenis Bencana Potensi

Desa Girikerto Desa Kalirejo

Alam Erupsi Gunung Merapi

Kekeringan

Banjir

Kebakaran

Puting beliung

Longsor

Kekeringan

Kebakaran

Puting beliung

Biologis - Wabah malaria

Leptoporosis

Sosial Narkoba

Kriminalitas

Kecelakaan kerja penderes

b) Pendidikan Kebencanaan

Dalam upaya membentuk masyarakat tangguh bencana, di kedua desa yang

diteliti menunjukkan bahwa kegiatan pendidikan kebencanaan sudah dilaksanakan oleh

pihak-pihak yang berkepentingan. Pada dasarnya, kegiatan pendidikan kebencanaan di

kedua desa tidak jauh berbeda pelaksanaannya dimana pihak pemerintah melalui

BPBD lebih dominan memberikan berbagai kegiatan pendidikan kebencanaan bagi

warga masyarakat, yang umumnya berupa pendidikan mitigas bencana melalui

pelatihan-pelatihan dan pembentukan desa tangguh bencana (tagana). Namun, terdapat

perbedaan pada kedua desa tersebut yaitu di desa Girikerto, pendidikan kebencanaan

sudah dilaksanakan secara terpusat oleh pemerintah desa. Dalam hal ini, pemerintah

desa sudah membangun suatu mekanisme penanganan bencana erupsi merapi yang

melibatkan semua warga masyarakat dalam bentuk standar operasi penanganan

kebencanaan. Sedangkan di desa Kalirejo, peran foum komunikasi yaitu Si Bejo

nampaknya memiliki pengaruh besar terhadap kesiapsiagaan warga masyarakat dalam

menangani masalah bencana. Begitu pula lembaga pemberdayaan sosial, dan program

dompet dhuafa dilaksanakan di desa ini dikarenakan bencana sosial yang dipandang

lebih tinggi dibanding desa Girikerto dimana mayoritas penduduk desa ini memiliki

tingkat kesejahteraan yang masih rendah.

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

53

Tabel Wujud pendidikan kebencanaan

Aktor Penyelenggara Wujud Pendidikan Kebencanaan

Desa Girikerto Desa Kalirejo

Pemerintah BPBD memberikan pelatihan

mitigas bencana

Taman Nasional memberikan

pelatihan pencegahan kebakaran

BPBD memberikan pelatihan

mitigasi bencana

Dinas Kesehatan/Puskesmas

memberikan penyuluhan

penanganan malaria

Masyarakat Desa membentuk desa Tagana di

tingkat desa secara terpusat

Si Bejo dan RAPI sebagai forum

komunikasi kebencanaan

Desa membentuk desa tangguh

bencana

Lembaga LSM memberikan pelatihan

mitigas bencana

LPS dan dompet dhuafa sebagai

pemberdayaa ekonomi masyarakat

Yayasan damar memberikan

pelatihan keselamatan kerja bagi

penderes

c) Modal Sosial dalam Penanganan Kebencanaan

Dilihat dari aspek pendayagunaan modal sosial dalam membangun warga

masyarakat yang tahan bencana dapat dikemukakan bahwa di dua desa yang dikaji,

modal sosial sudah dapat diwujudkan dan dimanfaatkan dalam aktivitas mitigasi

bencana walau keberadaan modal sosial pada kedua desa dimaknai dan diwujudkan

dalam aktivitas yang berbeda antar kedua desa dimaksud. Pertama, nilai dan norma

yang berkembang di kedua desa tidak jauh berbeda yaitu nilai kebersamaan,

kekeluargaan dan gotong royong, serta kepedulian. Di Girikerto, nilai-nilai ini

berkembang diwujudkan dalam aktivitas pembangunan rumah, merti dusun,

penggunaan pupuk alam, dan pembuatan resapan air. Sedangkan di Kalirejo nilai-nilai

tersebut berkembang dalam bentuk aktivitas membantu warga yang terdampak

bencana, pembersihan saluran-saluran air, merti dusun atau nyekar. Terkait dengan

nilai ini, berkembang norma di masyarakat dalam bentuk aturan sosial yang terbangun

alamiah yang memandang bahwa apabila seseorang tidak saling membantu akan

menerima akibat yaitu tidak akan dibantu oleh warga yang lain. Hukum karma

berkembang di kedua desa ini.

Kedua, dimensi komitmen dalam penanggulangan kebencanaan diwujudkan

oleh warga masyarakat di kedua desa tidak jauh berbeda. Warga masyarakat Girikerto

diminta untuk memelihara tradisi merti dusun dan menggunakan pupuk alami dalam

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

54

berkebun, sedangkan di Kalirejo ditanamkan komitmen bahwa mencegah lebih baik

dari pada mengobati dan menjaga kebersihan lingkungan.

Ketiga, perilaku saling percaya di kedua desa memiliki kesamaan yaitu

berkembang sanksi sosial. Sanksi sosial yang terwujud secara alamiah dalam proses

interaksi sosial dalam bentuk adanya perilaku “hukum karma”, siapa yang memanen

akan mendapatkan hasilnya. Tidak ada sanksi-sanksi material kepada warga

masyarakat yang tidak mau terlibat dalam kegiatan penanggulangan bencana atau

aktivitas sosial lainnya. Saling percaya antar warga masyarakat di kedua desa dimaksud

berakar dari pandangan atau nilai bahwa bencana merupakan musibah bersama yang

perlu disiasati bersama dan atas nilai senasib sepenanggulangan. Hal berbeda di kedua

desa ini dalam hal perilaku saling percaya adalah di desa Girikerto, warga masyarakat

terutama di dusun Ngandong tidak mempersoalkan mengenai pengelolaan penyaluran

air oleh pengurus dan perilaku patuh terhadap aturan atau mekanisme yang diomondo

oleh kepada desa. Perilaku-perilkau tersebut disebabkan mereka menyakini besar yang

dihasilkan melalui penyaluran air tidak begitu banya, cukup untuk pengelolaan dan

pemeliharaan pipa saluran dan pandangan bahwa kepala desa adalah orang yang

bertanggung jawab penuh dalam situasi bencana. Sedangkan di desa Kalirejo, perilaku

percaya diwujudkan dalam bentuk keterbukaan pada penyaluran bantuan. Menurut

kadus Kalidoso II, penerima bantuan sosial dilakukan secara objektif, tidak direkasa,

dan disaksikan oleh orang lain.

Keempat, jejaring yang terjadi dalam konteks penanggulangan bencana di

kedua desa memiliki perbedaan dalam hal jejaring formal dibanding jejaring informal.

Di desa Girikerto, jejaring formal terbentuk antar aparat desa, para dukuh, dan BPBD,

Babinsa, dan Polsek dan pihak lain yang berkepentingan dalam kebencanaan serta para

dukuh dengan aparat di dusunnya. Jejaring ini diwujudkan dengan adanya peraturan

desa mengenai mekanisme penanggulangan bencana di Girikerto. Jejaring formal pun

terjadi dengan antara pemerintah desa Girikerto dengan desa yang ada di sekitarnya

dalam bentuk kesepakatan “sister village” dan “sister school”. Kesepakatan ini

dimaksudkan untuk memfasilitasi warga Girikerto yang apabila terkena musibah erupsi

gunung terutama anak sekolah dapat kembali bersekolah di sekolah-sekolah yang ada

di desa tetangga. Sedangkan jejaring formal kebencanaan di desa Kalirejo lebih

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

55

cenderung menghubungkan pihak pemerintah desa dengan para aparatnya dan/atau

instansi pemerintah lainnya.

Jejaring informal dalam konteks kebencanaan yang terbentuk pada kedua desa

tersebut tidak jauh berbeda dimana jejaring ini terjadi sebagai bentuk interaksi sosial

sehari-hari. Dalam kehidupan bermasyarakat, kesempatan untuk bertemu sesama warga

diwadahi dalam bentuk pertemuan-pertemuan rutin warga masyarakat misalnya forum

arisan dan dasa wisma untuk para ibu, pertemuan karang taruna, paguyuban seni

budaya, dsb. Informasi mengenai kebencanaan sering disampaikan dalam forum-forum

ini. Jejaring informal pun terbangun dalam wujud hubungan para aparat desa dan/atau

para dukuh yang selalu berkomunikasi atau berinteraksi dengan baik kepada warga di

lingkungan sekitarnya. Individu-individu tersebut diminta atau tidak diminta oleh

warga menyampaikan informasi-informasi penting kebencanaan kepada warga

masyarakat dan sekaligus mendengarkan masukan dari warga masyarakat.

Tabel dimensi modal sosial di desa rawan bencana

Dimensi Modal

Sosial

Girikerto Kalirejo

Nilai dan norma Kebersamaan

Gotong royong

Kelestarian

Hukum karma

Kebersamaan

Gotong royong

Kepedulian

Hukum karma

Komitmen Penggunaan pupuk alami

Memelihara tradisi merti dusun

Menjaga kebersihan lingkungan

Mencegah lebih baik dari pada

mengobati

Memelihara tradisi merti dusun

Saling percaya Mematuhi aturan desa

Sanksi sosial

Tidak mencampuri pengelolaan air

oleh organisasi lokal

Sanksi sosial

Keterbukaan penyaluran bantuan

Jejaring Terbangun village sister dan school

sister

Terkoordinasi oleh pemerintah desa

Pertemuan rutin para dukuh

Serawung antar warga dan

kesempatan lainya

Terkoordinasi oleh pemerintah desa

Serawung antar warga dan

kesempatan lainya

Sharing pengetahuan Pelatihan formal

Pertemuan rutin warga

Mitos/kearifan lokal masih

dipercaya

Pelatihan formal

Komunikasi Si Bejo

Pertemuan rutin warga

Dimensi terakhir adalah sharing pengetahuan/informasi. Mendasarkan pada

sumber informasi yang diperoleh dapat dikemukakan bahwa informasi mengenai

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

56

kebencanaan seperti mitigasi bencana, teknik evaluasi, jenis bencana, resiko bencana,

dan pengurusan logistik lebih banyak bersumber dari pihak luar terutama pihak

pemerintah dalam hal ini BPBD, dan dinas kesehatan/Puskesmas setempat. Pelatihan-

pelatihan lebih banyak dilakukan oleh BPBD sebagai lembaga yang bertugas

membangun kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Hasil pelatihan akan

disampaikan oleh individu yang terlibat baik dalam forum pertemuan rutin maupun

dalam kesempatan informal di masyarakat. Sedangkan informasi yang bersumber dari

masyarakat sebagai bentuk kearifan lokal lebih berwujud mitos tentang tanda-tanda

kebencanaan alam khusus di sebagian masyarakat Girikerto walau bagi sebagian warga

lainnya mitos tersebut tidak dapat diterima.

Apabila dilihat dari kebermanfaatan modal sosial sesuai dengan terjadi bencana

terjadi yaitu pada sebelum, ketika, dan setelah bencana, hasil penelitian pada kedua

desa tersebut menunjukkan pemanfaatan modal sosial lebih dominan dilakukan

sebelum terjadi bencana. Aktivitas warga masyarakat di desa Kalirejo seperti gotong

royong memperbaiki jalan umum, saluran air, dan penataan lingkungan dilakukan

untuk mencegah terjadi bencana. Begitu pula beberapa aktivitas bersama warga

masyarakat Girikerto seperti pembuatan resapan air, penggunaan pupuk alami,

kesepakatan tentang sister village dan school sister, dan pembuatan aturan mekanisme

evakuasi dimaksudkan untuk mencegah dampak negatif baik secara langsung maupun

tidak langsung. Namun, pada kedua desa dimaksud pemanfaatan modal sosial yang

diperuntukkan untuk meminimalkan kerugian terutama dalam aspek ekonomi atau

pemenuhan kebutuhan hidup setelah pasca bencana belum terbangun. Misalnya di desa

Girikerto, apabila terjadi letusan Merapi, biaya pemenuhan kebutuhan selama di

wilayah pengungsian menghandalkan harga benca sendiri atau ragat dewe, dan dari

bantuan pemerintah atau masyarakat. Begitu pula di desa Kalirejo, warga masyarakat

yang terkena tanah longsor lebih mengandalkan pada bantuan insidental dari tetangga

atau pemerintah.

Pemanfaatan modal sosial seperti dikemukakan di atas, memberikan manfaat

yang positif terhadap kesiapan warga masyarakat dalam mengantisipasi dan menangani

bencana. Walau diketahui bahwa perilaku mengutamakan kepentingan sendiri dan

orientasi materialistik, dan penyalahgunaan wewenang dapat menghancurkan

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

57

keberfungsian modal sosial di masyarakat. Berikut tabel di bawah mengenai manfaat

modal sosial yang ada di kedua desa yang diteliti.

Tabel manfaat modal sosial dalam penanganan bencana

Fungsi Modal

Sosial

Wujud Pendidikan Kebencanaan

Desa Girikerto Desa Kalirejo

Bonding Kepedulian sosial

Kekeluargaan

Sumbangan material

Kepedulian sosial

Kekeluargaan

Sumbangan material

Bridging Penyebaran informasi penanganan

bencana cepat

Kemudahan evakuasi dengan sister

village

Keberlanjutan pendidikan anak

dengan sister village

Penyebaran informasi

penanganan bencana cepat

Linking Mekanisme penanganan bencana

tersentral

Penyebaran informasi penanganan

bencana cepat

Peningkatan pengetahuan sadar

bencana

Penyebaran informasi

penanganan bencana cepat

Peningkatan pengetahuan sadar

bencana

d) Kebutuhan Pendidikan Sadar Bencana berbasis Modal Sosial

Pendidikan sadar bencana yang dikembangkan oleh pihak-pihak yang memiliki

kepentingan mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan beradaptasi,

menanggulangi, dan mencegah bencana. Pendidikan sadar bencana dapat dilakukan

dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal. Terkait ini, hasil penelitian

pada kedua masyarakat dapat diketahui bahwa proses pendidikan sadar bencana

dilakukan dalam bentuk kegiatan pendidikan nonformal yang mencakup pendidikan

dan pelatihan. Di Desa Girikerto, berbagai pendidikan dan pelatihan telah dilakukan

oleh instansi pemerintah seperti BPBD yang memberikan pelatihan evakuasi bencana,

dan pihak Taman Nasional Gunung Merapi yang memberikan pelatihan tentang

pencegahan dan penanganan kebakaran hutan. Pelatihan yang diberikan oleh instansi-

instansi ini memfokuskan pada proses mitigasi bencana dilakukan. Sedangkan pada

desa Kalirejo, tidak jauh berbeda pendidikan dan pelatihan dilaksanakan oleh instansi

pemerintah yaitu PBPD dan dinas kesehatan setempat yang memberikan pelatihan dan

pendidikan mengenai pencegahan penyakit.

Selain pendidikan nonformal, pendidikan sadar bencana yang berlangsung

dalam nuansa informal terjadi pula di kedua lingkungan masyarakat dimaksud. Hasil

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

58

pelatihan dan pendidikan yang telah diikuti oleh warga masyarakat (anggota tagana,

anggota Si Bejo, aparat desa, dan pemuda) akan tersampaikan kepada warga

masyarakat lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Forum pertemuan warga

masyarakat, rapat-rapat koordinasi para aparat desa dan dukuh, aktivitas sosial

kemasyarakatan dan komunikasi sehari-hari menjadi sarana proses penyampaian

informasi mengenai kebencanaan baik di Girikerto maupun di Kalirejo.

Dilihat dari substansi modal sosial dalam proses pendidikan, hasil penelitian

menunjukkan bahwa pendidikan sadar bencana yang dilaksanakan oleh pihak

eksternal/instansi pemerintah bagi warga masyarakat di kedua desa lebih fokus pada

pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan mencegah, mengantisipasi, dan

menanggulangi bencana. Substansi pendidikan kebencanaan lebih dominan

disampaikan kepada warga belajar dan sangat kurang terdapat substansi pendidikan

sadar bencana yang membekali warga masyarakat dengan kemampuan memperkuat

institusi sosial, jejaring sosial, dan sebagaianya dalam rangka menciptakan warga

masyarakat yang sadar dan antisipatif terhadap bencana. Hal ini seperti disampaikan

oleh aparat desa Girikerto yaitu kepala urusan pembangunan dan kepala urusan

pemerintahan serta, kepala dusun Ngandong. Hal serupa disampaikan oleh informan di

desa Kalirejo seperti kepala dusun Papak, ketua Si Bejo, dan ketua dusun Sengir.

Mendasarkan pada hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

pendidikan sadar bencana yang dilaksanakan lebih menekankan pada pengembangan

kompetensi kesiapsiagaan terhadap bencana.

B. Pembahasan

a. Pendidikan sadar bencana

Bencana akan selalu menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat

walau disadari dalam waktu yang panjang dapat memberikan manfaat. Masyarakat

yang hidup di wilayah rawan bencana alam memiliki konsekuensi bahwa mereka harus

selalu mempersiapkan diri dan mengantisipasi berbagai dampak yang ditimbulkan dari

terjadi bencana. Oleh karena itu, resiliensi terhadap bencana menjadi sebuah keharusan

bagi warga masyarakat agar mampu bertahan, mengantisipasi, dan mencegah terjadi

bencana sehingga bencana yang terjadi tidak menimbulkan kerugian yang besar atau

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

59

kerusakan masif dalam aspek-aspek kehidupan. Kemampuan resiliensi memungkinkan

masyarakat merespon dan mengelola kebencanaan dengan baik dan akuntabel.

Membentuk kemampuan warga masyarakat ini idealnya tidak mengandalkan

proses pengembangan yang berjalan secara alamiah sesuai dengan kehidupan

bermasyarakat, namun memerlukan tindakan yang dapat mempercepat

pembentukannya yaitu melalui pendidikan sadar bencana. Pendidikan sadar bencana

merupakan proses pendidikan yang bertujuan memberikan nilai, sikap, pengetahuan

dan keterampilan mencegah, mengantisipasi, dan menangani bencana yang terjadi di

masyarakat.

Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam rangka membangun masyarakat yang

tangguh bencana, pendidikan sadar bencana pada masyarakat yang diteliti sudah

dilakukan dalam beberapa tahun ini. Penyelenggaran pendidikan sadar bencana baik di

Girikerto maupun Kalirejo dominan dilakukan oleh instansi pemerintah yang memiliki

perhatian besar terhadap kebencanaan yaitu Badan Penanggulangan Bencana, Dinas

Kesehatan, dan lainnya. Proses pendidikan ini dilakukan sesuai kebijakan dan sumber

daya yang dimiliki lembaga. Sasaran pendidikan ini adalah warga masyarakat yang

memiliki peran penting dalam mitigasi bencana seperti aparat pemerintah, anggota

kelompok pemuda, anggota komunitas sadar bencana seperti komunitas Si Bejo di

Kalirejo, dan para anggota tagana (taruna siaga bencana). Dilihat dari substansi

pendidikan, proses pendidikan sadar bencana tersebut lebih menitikberatkan pada

pembentukan keterampilan mengelola bencana seperti mengenali tanda-tanda dan

resiko terjadi bencana, penanganan bencana, dan evakuasi korban bencana. Sedangkan

untuk pendidikan sadar bencana yang dimaksudkan untuk mengembangkan

kswadayaan ekonomi dan sosial-budaya masyarakat sebagai solusi preventif dan

kuratif dampak negatif bencana belum dikembangkan. Dilihat dari bentuknya, proses

pendidikan sadar bencana di kedua masyarakat menekankan pada pendidikan

nonformal dan pendidikan informal (Shaw, Takeuchi & Mulyasari, 2011:29).

Pendidikan nonformal diwujudkan dalam bentuk pelatihan mitigasi bencana, dan hasil

dari pelatihan tersebut oleh kelompok sasaran akan disampikan kepada warga

masyaraka lain secara informal dalam kesempatan-kesempat tertentu di masyarakat

misalnya pada saat merti dusun, kenduri, pertemuan rukun tangga, dan komunikasi

informal lainnya.

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

60

2. Modal Sosial dalam kebencanaan

Pendidikan sadar bencana pun sebaiknya dilakukan atas pandangan bahwa

masyarakat memiliki energi sosial sebagai potensi yang muncul karena hubungan

timbal balik yang ajeg dan menguntungkan yaitu modal sosial (social capital). Modal

sosial dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk lebih mampu mengantisipasi

dan menangani bencana baik sebelum dan sesudah bencana. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa keberadaan modal sosial di kedua desa yang mencakup dimensi

nilai, norma, dan komitmen, kepercayaan, jejaring, dan sharing pengetahun dan/atau

informasi pada masyarakat yang diteliti mampu memberikan manfaat. Modal sosial

yang bersifat mengikat (bonding) mampu memberikan kontribusi pada peningkatan

kepedulian sosial, kekeluargaan, kebersamaan, dan sumbangan material. Bridging

social capital mampu memberikan manfaat berupa peningkatan pengetahuan mengenai

kebencanaandan perilaku saling membantu, dan linking social capital mampu

menghasilkan kebijakan, meningkatkan koordinasi yang baik dalam penanganan

bencana, dan peningkatan pengetahuan kebencanaan warga masyarakat. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian lain bahwa modal sosial berkontribusi pada

kehidupan masyarakat rawan bencana (Hawkins & Maurer, 2010; Bhandari, 2014;

Bankoff, 2015; Namun sayang, modal sosial yang berkembang di masyarakat dalam

membangun masyarakat tangguh bencana belum disadari keberadaannya oleh warga

sebagian warga masyarakat dan adanya perilaku yang mengutamakan kepentingan

pribadi atau kelompok.

Pendidikan sadar bencana dapat berfungsi sebagai proses mengtransformasi dan

melestarikan setiap dimensi modal sosial masyarakat rawan bencana. Dengan

peningkatan kualitas nilai, norma dan komitmen, kepercayaan, jejaring dan berbagi

pengetahuan, maka masyarakat rawan bencana akan memiliki ketahanan yang kuat

terhadap bencana yang didasari keyakinan dan kekuatan masyarakat sendiri. Terkait

dengan ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan sadar bencana yang

berbasis pada penguatan dan pengembangan modal sosial dipandang dibutuhkan oleh

masyarakat. Pendidikan sadar bencana perlu diarahkan pada pengembangan selain

substansi pendidikan yang mengembangkan dimensi-dimensi modal sosial sebagai

Comment [J1]: Cari hasil penelitian mengenai manfaat modal sosial dalam kebencanaan

Comment [J2]: Cari jurnal penyebab rusaknya modal sosial dlm mitigasi bencana

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

61

muatan pendidikan dan pelatihan sadar bencana. Dengan kata lain, pendidikan sadar

bencana bagi warga masyarakat di wilayah rawan bencana harus berorientasi pada

penciptakan dan pengembangan tindakan kolektif dalam masyarakat rawan bencana.

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

62

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Mendasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan

bahwa pendayagunaan modal sosial di masyarakat rawan bencana sudah dapat

dilakukan walau tidak tidak disadari keberadaan dan prosesnya oleh para aktor dalam

rangka membangun warga masyarakat yang tangguh bencana. Secara rinci

dikemukakan bahwa: (a) nilai dan norma terbangun dalam aktivitas bersama yang

dilandasi kebersamaan, saling menolong, dan kepedulian serta mekanisme hukum

karma sebagai norma sosial; (b) komitmen terbangun dalam bentuk perilaku

memelihara tradisi dan lingkungan agar tidak menimbulkan bencana, (c) kepercayaan

terbangun dalam bentuk kepatuhan terhadap aturan desa, keterbukaan dalam

penyaluran bantuan dan pengelolaan sumber daya air, disertai keberadaa sanksi sosial,

(d) jejaring pada terbangun antar pelaku baik melalui akad kerja sama/kesepakatan dan

komunikasi informal, dan (d) berbagi pengetahuan mengenai kebencanaan terjadi

melalui pendidikan nonformal yang diselenggarakan instansi pemerintah dan

pendidikan informal dalam kehidupan bermasyarakat misalnya melalui pertemuan

rutin. Kedua, terdapat kebutuhan pendidikan sadar bencana yang mengoptimalkan

keberadaan modal sosial dalam rangka meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap

bencana.

B. Saran-saran

Mendasarkan pada hasil penelitian dan kesimpulan yang dikemukakan, dapat

disampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Masyarakat perlu lebih mengembangkan hubungan harmonis dan positif antar

sesama warga, dengan pemerintah desa, dan pihak lainnya dalam rangka

meningkatkan komitmen dan tindakan bersama dalam mengantisipasi dan

mengatasi masalah bencana.

2. Masyarakat perlu memiliki atau mengoptimalkan fungsi komunitas sadar

bencana yang berfungsi untuk menyadarkan, melatih, dan mendidik warga

masyarakat agar memiliki ketahanan terhadap bencana.

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. 1. a)pls.pps.uny.ac.id/sites/pls.pps.uny.ac.id/files/laporan... · 2019. 10. 14. · 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

63

3. Masyarakat perlu membangun suatu lembaga ekonomi misal koperasi simpan

pinjam yang dapat berfungsi untuk menyiapkan warga masyarakat menjadi

mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan hidup pasca bencana.

4. Pemerintah desa perlu melakukan tindakan tegas kepada warga masyarakat atau

organisasi yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

5. Pemerintah, instansi pemerintah, atau organisasi masyarakat perlu

mengembangkan kegiatan pendidikan sadar bencana yang berorientasi pada

penguatan modal sosial dan kearifan lokal dalam rangka membangun resiliensi

masyarakat terhadap bencana.