BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49...

28
47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Tempat penelitian Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo Semarang, sebagai salah satu pusat rujukan pasien dengan gangguan Jiwa di Jawa Tengah. RSJD Amino Gondohutomo Semarang merupakan milik pemerintah provinsi Jawa Tengah, dengan tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan pelayanan dan pendidikan kesehatan Jiwa kebanggaan Jawa Tengah” (Bidang keperawatan, RSJ Amino Gondo Hutomo Jateng 2014). Upaya yang sudah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo untuk pelayanan kesehatan jiwa pada pasien gangguan jiwa adalah pelayanan rawat jalan 6 hari kerja, UGD 24 jam x 7 hari kerja, pelayanan rawat inap dengan VIP kelas 1, 2, dan 3, pelayanan rehabilitasi pada klien gangguan jiwa, pelayanan family gathering, pelayanan rekreasi pada klien gangguan jiwa, pelayanan integrasi ke

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49...

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Tempat penelitian

Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino

Gondohutomo – Semarang, sebagai salah satu pusat

rujukan pasien dengan gangguan Jiwa di Jawa Tengah.

RSJD Amino Gondohutomo – Semarang merupakan

milik pemerintah provinsi Jawa Tengah, dengan tugas

pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan

jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan pelayanan

dan pendidikan kesehatan Jiwa kebanggaan Jawa

Tengah” (Bidang keperawatan, RSJ Amino Gondo

Hutomo – Jateng 2014).

Upaya yang sudah dilakukan oleh pihak

Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo untuk

pelayanan kesehatan jiwa pada pasien gangguan jiwa

adalah pelayanan rawat jalan 6 hari kerja, UGD 24 jam x

7 hari kerja, pelayanan rawat inap dengan VIP kelas 1,

2, dan 3, pelayanan rehabilitasi pada klien gangguan

jiwa, pelayanan family gathering, pelayanan rekreasi

pada klien gangguan jiwa, pelayanan integrasi ke

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

48

Rumah Sakit Umum (RSU) daerah pantura selatan dan

Utara, dan pelayanan di panti-panti sosial.

Dari data yang di dapat di RSJD Amino

Gondohutomo – Semarang, terdapat 776 pasien

gangguan jiwa yang relaps selama periode januari

sampai dengan mei 2014, pasien gangguan jiwa yang

relaps dengan berbagai sebab, di antaranya adalah

karena tidak adanya biaya berobat, pasien tersebut

sudah merasa sembuh, pasienyang tidak mau minum

obat, pasien takut ketergantungan dengan obat psikotik,

ketidaktahuan pasien dan keluarga, jarak rumah pasien

dengan pelayanan kesehatan jiwa yang cukup jauh,

kurangnya support sistem dari keluarga pasien.

RSJ Amino Gondohutomo Semarang pertama

kali berdiri pada tahun 1948 di jalan Sompok Semarang,

sebagai tempat penampungan pasien psikotik akut

(doorganshuizen). Pada tahun 1912 pindah ke

kleedingmagazjin, sebuah gedung tua yang di bangun

pada tahun 1978 di jalan cendrawasih tawang, namanya

kemudian berubah menjadi doorganshuizen tawang.

Sejak tanggal 21 Januari 1928 berganti nama menjadi

Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang

(Kranzinnigenggestichten), dan mulai menerima pasien

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

49

– pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari

1928. Tanggal 2 februari 1928 di tetapkan sebagai hari

jadi RSJ pusat Semarang.

Sejak tanggal 4 Oktober 1986, seluruh kegiatan

RSJ pusat Semarang pindah ke Jalan Brigjen Sudiarto

no 347 Semarang. Tanggal 9 februari 2001, berganti

nama menjadi RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Dr. Amino Gondohutomo sendiri adalah seorang

psikiater pertama di Indonesia yang lahir di Surakarta –

Jawa Tengah. Tangal 1 Januari 2002 RSJ pusat Dr.

Amino Gondohutomo berubah nama menjadi RSJ

daerah Dr.Amino Gondohutomo Semarang sesuai SK

Gubernur Jawa Tengah no 440/09/2002, Februari 2002.

4.1.2 Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Dr.Amino Gondohutomo Semarang pada

tanggal 16 juni 2014 – 05 july 2014 dengan probality

sampling yaitu dengan memberikan kesempatan yang

sama kepada semua populasi untuk menjadi sampel

penelitian. Selama 20 hari pengambilan data jumlah

responden yang didapat mencapai 30 sampel

penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

50

pasien gangguan jiwa yang mengalami relaps dan

sementara dirawat di rumah sakit jiwa daerah Dr.Amino

Gondohutomo – Semarang.

Penelitian dilakukan diseluruh ruangan rawat

inap, yang mencakup 12 bangsal, 2 ruang VIP dan 1

ruang HCU/ Upip. Sebelum bertemu dengan keluarga,

peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada perawat

shift disetiap ruangan, setelah itu peneliti bertemu

dengan keluarga pasien yang datang. Sebelum

memberikan kuesioner kepada calon responden,

peneliti terlebih dahulu membina hubungan saling

percaya dengan calon responden. Waktu yang

digunakan peneliti untuk pengisian kuesioner sekaligus

dengan wawancara rata-rata antara 45-60 menit per

responden.

Selama melakukan penelitian, peneliti

mengalami beberapa kendala diantaranya adalah :

1. Peneliti kesulitan dalam berbahasa jawa, sebagian

besar responden menggunakan bahasa jawa dan

sedikit menggunakan bahasa indonesia.

2. Peneliti kesulitan dalam membina hubungan

saling percaya (BHSP) dengan calon responden,

karena mereka mengatakan pusing memikirkan

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

51

keluarga yang sementara dirawat dan ada yang

tidak mau diganggu.

3. Peneliti juga kesulitan menemukan calon

responden karena tidak setiap hari keluarga

menjenguk anggota keluarga mereka yang

sementara dirawat di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Semarang..

4.1.3 Data Umum

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo – Semarang

Jenis kelamin Jumlah

Responden (f)

Persentase (%)

Laki – Laki 16 53.33%

Perempuan 14 46.67%

Jumlah Total 30 100%

Tabel 4.1 diatas menjelaskan bahwa dari 30

responden 53,33% atau 16 responden berjenis

kelamin laki – laki dan 46,67% atau 14 responden

berjenis kelamin perempuan.

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

52

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Usia di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo – Semarang

Tingkat Usia Jumlah

Responden (f)

Persentase (%)

17 - 21 tahun 1 3.33 %

21 – 40 tahun 8 26.67 %

40 – 60 tahun 19 63.33 %

> 60 tahun 2 6.67 %

Jumlah Total 30 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 menjelaskan bahwa dari 30

responden terdapat 1 responden atau 3.33 % berusia

17 - 21 tahun, sedangkan 8 responden atau 26.67 %

berada pada usia 21 - 40 tahun,19 responden atau

63.33 % berusia 40 – 60 tahun dan 2 responden atau

6.67 % berusia diatas 60 tahun.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Status Hubungan di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo – Semarang

Status

Hubungan

Jumlah

Responden (f)

Persentase (%)

Ayah / Ibu 12 40 %

Kakak / Adik 8 26.67 %

Suami / Istri 5 16.67 %

Anak 1 3.33 %

Saudara 4 13.33 %

Jumlah Total 30 100 %

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

53

Tabel 4.3 diatas menjelaskan bahwa dari 30

responden penelitian terdapat 40 % atau 12

responden yang bersatus ayah/ibu dari pasien yang

dirawat, 26.67 % atau 8 responden berstatus

kakak/adik, 16.67% atau 5 responden yang berstatus

suami/istri, 3.33% atau 1 responden yang berstatus

Anak dan 13.33 atau 4 responden merupakan saudara

dari pasien yang dirawat di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo – Semarang.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSJD Dr.

Amino Gondohutomo – Semarang

Tingkat Pendidikan Jumlah

Responden (f)

Persentase (%

SD 10 33.33 %

SMP 5 16.67 %

SMA 11 36.67 %

Perguruan Tinggi 1 3.33 %

Tidak Sekolah 3 10 %

Jumlah Total 30 100%

Tabel 4.4 menjelaskan bahwa dari 30 responden

penelitian terdapat 33.33 % atau 10 responden yang

berpendidikan sampai tingkat SD, 16.67 % atau 5

responden yang berpendidikan sampai SMP, 36.67 %

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

54

yang berpendidikan sampai dengan SMA, 3.33 % atau

1 responden yang berpendidkan sampai perguruan

tinggi dan 10 % atau 3 responden yang tidak sekolah.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Pekerjaan di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo – Semarang

Pekerjaan Jumlah

Responden (f)

Persentase (%)

Petani 11 36.67 %

Wiraswasta 11 36.67 %

Pekerjaan lain 8 26.66 %

Jumlah Total 30 100 %

Tabel 4.5 diatas menjelaskan bahwa dari 30

responden terdapat 36.67 % atau 11 responden

bekerja sebagai petani, 36.67 % atau 11 responden

bekerja sebagai wiraswasta dan 26.66 % memiliki

pekerjaan lain.

4.1.4 Data Khusus

4.1.4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga

pasien relaps ganggguan jiwa dengan melakukan

analisis data, kemudian dibuat tabel distribusi untuk

menentukan atau menggolongkan tinggi rendahnya

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

55

pengetahuan keluarga. untuk mengetahui

pengkategorian pengetahuan keluarga terhadap

anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan

jiwa digunakan rumus statistik menurut Sudjana (2002)

Panjang kelas (p) =

Rentang kelas

Banyak kelas

Dalam rumusan diatas , menjelaskan bahwa : p=

rentang/banyak kelas dan p merupakan panjang kelas,

dengan 21 item pernyataan maka, rentang kelas ( nilai

tertinggi dikurangi nilai terendah) yaitu 84 – 54 = 30 dan

banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk

pengetahuan keluarga, maka diperoleh panjang kelas

sebesar 15. Dengan p = 15 dan nilai terendah 54

sebagai batas bawah kelas pertama, maka

pengetahuan keluarga dikategorikan atas kelas sebagai

berikut :

Pengetahuan keluarga rendah : 54 – 69

Pengatahuan keluarga tinggi : 70 – 84

Berikut ini sajian data mengenai data

pengetahuan keluarga pada pasien relaps gangguan

jiwa.

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

56

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan

Keluarga

No Kategori Jumlah

Responden

(f)

persentase

1 Tinggi 16 53,33 %

2 Rendah 14 46.66 %

Jumlah Total 30 100

Berdasarkan tabel distribusi pengetahuan keluarga

diatas yang menunjukan bahwa frekuensi pengetahuan

keluarga dari pasien rawat inap di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Semarang yang memiliki pengetahuan

tinggi sebanyak 16 responden atau 53.33 % sedangkan

responden dengan pengetahuan rendah sebanyak 14

responden atau 46.67 % dari total 30 responden

penelitian.

4.1.4.2 Distribusi Frekuensi Relaps Gangguan Jiwa

Untuk mengetahui frekuensi relaps keluarga

responden penelitian dengan melakukan analisis data,

kemudian dibuat tabel distribusi untuk menentukan atau

menggolongkan tinggi rendahnya frekuensi relaps dari

pasien / keluarga responden di RSJD Dr.Amino

Gondohutomo Semarang. Penilaian frekuensi relaps

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

57

gangguan jiwa dinilai berdasarkan kejadian relaps

gangguan jiwa (Nurdiana, 2007).

Frekuensi relaps pasien gangguan jiwa

Tinggi : Bila pasien dalam satu tahun

mengalami relaps lebih dari atau

sama dengan dua kali.

Sedang : Bila dalam satu tahun mengalami

relaps satu kali.

Rendah : Bila dalam satu tahun tidak pernah

mengalami relaps.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Relaps Pasien

Gangguan Jiwa

No Kategori Jumlah

Responden

(f)

Persentase

(%)

1 Tinggi 14 46.67 %

2 Sedang 10 33.3 %

3 Rendah 6 20 %

Jumlah Total 30 100 %

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, dapat dilihat bahwa

frekuensi relaps pada pasien gangguan jiwa di RSJD Dr.

Amino Gondohutomo Semarang dengan kategori tinggi

mencapai 46.67 % atau 14 pasien gangguan jiwa

sedangkan untuk kategori sedang berjumlah 10 atau

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

58

33.3 % orang pasien gangguan jiwa dan untuk kategori

rendah berjumlah 6 atau 20 % dari 30 keluarga pasien

gangguan jiwa.

4.1.5 Hasil Penelitian Uji Bivariat

4.1.5.1 Korelasi Pengetahuan Keluarga dengan Relaps

Pasien Gangguan Jiwa

Setelah seluruh data – data terkumpulkan,

kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan

menggunakan korelasi Spearman dengan bantuan

program komputer SPSS 16 ( statistical program for

social science 16). Dari hasil pengolahan data secara

statistik diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.8.1Korelasi Pengetahuan Keluarga Terhadap

Frekuensi Relaps Pasien Gangguan Jiwa

Relaps

Pengetahuan

Tinggi Sedang Rendah Jumlah

Tinggi 7 5 4 16

Rendah 7 5 2 14

Jumlah Total 14 10 6 30

Berdasarkan pada tabel 4.8.1 diketahui bahwa

pada responden yang tingkat pengetahuannya tinggi,

kejadian relaps tinggi sebanyak 7 responden, relaps

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

59

sedang 5 responden dan rendah 4 responden sedangkan

pada responden yang memiliki tingkat pengetahuan

rendah,kejadian relaps tinggi sebanyak 7 responden,

relaps sedang 5 responden dan relaps rendah 2

responden.

Tabel 4.8.2 Korelasi Pengetahuan Keluarga Terhadap

Frekuensi Relaps Pasien Gangguan Jiwa

Pengetahuan relaps

Pengetahuan pearson correlation

Sig (2-tailed)

N

1

30

-.384

.036

30

Relaps pearson correlation

Sig (2-tailed)

N

-.384

.036

30

1

30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Berdasarkan tabel 4.8.2 di atas menunjukan

bahwa nilai signifikansi (p) 0.036 < 0.05 yang berarti

terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan

keluarga terhadap relaps pasien gangguan jiwa di Rumah

Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Nilai

koefesien korelasi (p) – 0.384 tidak mendekati angka 1

yang berarti terdapat derajat hubungan yang lemah

antara pengetahuan keluarga terhadap relaps pasien

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

60

gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino

Gondohutomo Semarang.

Pada tabel 4.8.2 dapat dilihat juga bahwa nilai

signifikansi antara pengetahuan keluarga dengan relaps

pasien gangguan jiwa yaitu (p) = 0.036 pada penilaian <

0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis H0 ditolak

dan Hipotesis H1 diterima yaitu ada hubungan

pengetahuan keluarga terhadap relaps pasien gangguan

jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr.Amino Gondohutomo

Semarang.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Data Demografi

4.2.1.1 Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi

proses komunikasi , karena komunikasi merupakan

media tersampainya informasi. Keluarga dengan

jenis kelamin perempuan akan menggunakan

bahasa dalam mengungkapkan kasih sayang,

berbeda dengan laki – laki yang menggunakan

bahasa untuk hal- hal yang bersifat negosiasi dan

kebebasan (potter & perry, 2005). Hasil penelitian

menunjukan bahwa terdapat perbedaan selisih

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

61

antara jumlah responden laki – laki dan responden

perempuan. Dari 30 responden penelitian terdapat

16 responden atau 53.33 % berjenis kelamin laki-laki

dan 14 responden atau 46.67 % berjenis kelamin

perempuan.

Perbedaan perilaku laki – laki dan

perempuan dari cara berpakaian dan melakukan

pekerjaan sehari – hari, pria berperilaku atas dasar

pertimbangan rasional atau akal sedangakan wanita

atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan

sehingga terdapat kemungkinan wanita lebih peka

terhadap munculnya tanda – tanda gangguan jiwa

pada anggota keluarganya (Sunaryo, 2004). Jenis

kelamin mempengaruhi kepekaan seseorang

terhadap munculnya tanda gangguan jiwa, sehingga

dapat dikatakan bahwa keberadaan anggota

keluarga pria ataupun wanita di rumah dapat menjadi

salah satu faktor yang mempengaruhi upaya

pencegahan relaps pasien gangguan jiwa.

4.2.1.2 Umur responden

Umur adalah lama waktu hidup atau ada

(Hoetomo,2005) sedangkan pada Wikipedia Bahasa

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

62

Indonesia Umur manusia merupakan satuan waktu

yang mengukur waktu keberadaan seseorang sejak

lahir sampai dengan waktu umur itu dihitung.

Karakteristik berdasarkan umur responden,

mayoritas responden berumur 40 – 60 tahun yaitu

sebanyak 19 responden (63.33 %), responden yang

berumur 17 – 21 tahun yaitu 1 responden (3.33 %),

responden yang berumur 21 – 40 sebanyak 8

responden (26.67 %) dan yang berumur > 60 tahun 2

responden (6.67 %) dari total 30 responden

penelitian.

Faktor umur perlu dikaji, karena faktor

kematangan yang menyangkut pertumbuhan fisik,

perkembangan psikologis dan pemenuhan

kebutuhan sosial yang dipengaruhi faktor internal

berpengaruh terhadap proses belajar. Peneliti

membagi rentang umur menjadi 4 kategori yaitu 17 -

21 tahun, 21 – 40 tahun, 40 – 60 tahun dan lebih dari

60 tahun berdasarkan tugas perkembangan dan

kemampuan fisiknya. Menurut Sunaryo (2004) Tugas

perkembangan pada rentang 20 – 60 tahun adalah

economically, intelectually dan emotionally self

sufficient yang dianggap telah menjadi pribadi

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

63

individu yang matang, sedangkan individu yang

diatas 60 tahun (lanjut usia) secara alamiah terjadi

penurunan fungsi dalam tubuh meskipun individu

dalam keadaan sehat. Hasil penelitian dengan

persentase terbesar berada pada usia 40 – 60 tahun

sebanyak 19 responden atau 63.33 % dan 21 – 40

tahun sebanyak 8 responden (26.67 %) yang artinya

kedua persentase terbesar dari 2 kategori

pembagian umur berdasarkan E.Hurlock berada

dalam rentang umur 20 – 60 tahun menunjukan

bahwa sebagian besar keluarga dianggap mampu

menerima pengetahuan tentang perawatan dan

coping mechanism terhadap pasien gangguan jiwa

beserta penerapannya dalam kehidupan sehari –

hari.

4.2.1.3 Status Hubungan Keluarga

Keluarga merupakan fondasi primer bagi

perkembangan kemampuan sosial seseorang.

Santrock (2002) menyatakan bahwa keluarga

merupakan bagian yang penting dari jaringan sosial

setiap individu. Status hubungan dalam keluarga

menjadi hal yang sangat penting dalam menjalin

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

64

hubungan antar individunya, setiap anggota keluarga

memiliki pengaruh yang berbeda pada diri individu.

Besarnya pengaruh seorang anggota keluarga

bergantung pada hubungan emosional yang terdapat

pada anggota keluarga yang satu dengan yang

lainnya. Menurut Cicirelli 1996, bukan saja peran

orang tua yang sangat penting dalam perkembangan

anak atau anggota keluarga lainnya namun,

hubungan dengan anggota keluarga lain juga

memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap

anggota keluarga yang lain. Hasil penelitian status

hubungan responden dengan pasien gangguan jiwa

di RSJD Dr. Amino Gondohutomo dari 30 responden

terdapat 12 responden (40 %) yang memiliki

hubungan sebagai ayah/ibu dari pasien, 8 responden

(26.67 %) sebagai kakak/adik dari pasien, 5

responden (16.67) sebagai suami/istri dari pasien, 1

responden (3.33 %) sebagai anak dari pasien dan 4

responden (13.33) memiliki hubungan sebagai

saudara dari pasien gangguan jiwa yang rawat inap

di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas

keluarga yang membesuk pasien gangguan jiwa

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

65

adalah orang tua, ini dikarenakan sebagian besar

pasien gangguan jiwa yang dirawat adalah pasien

dengan status belum menikah sehingga masih

merupakan tanggung jawab orang tua dalam

memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan sehari

– hari maupun kebutuhan kesehatan yang diperlukan

oleh pasien.

4.2.1.4 Pendidikan Responden

Pendidikan merupakan usaha terencana

untuk mewujudkan proses pembelajaran agar

seseorang secara efektif mengembangkan potensi

dirinya. Hasil penelitian berdasarkan tingkat

pendidikan, dari 30 responden didapatkan 10

responden (33.33 %) yang pernah menjalani

pendidikan tingkat SD, 5 responden (16.67 %) yang

menjalani pendidikan tingkat SMP, 11 responden

(36.67 %) yang menjalani pendidikan tingkat SMA

sedangkan 1 responden (3.33 %) yang menjalani

pendidikan sampai perguruan tinggi dan 3

responden lainnya tidak pernah bersekolah.

Pendidikan pada dasarnya berupa interaksi

individu dengan lingkungannya, baik pendidikan

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

66

secara formal maupun informal. Notoadmojo 2010

mengatakan bahwa hasil pendidikan adalah

perubahan kemampuan, penampilan atau perilaku

yang didasari oleh penambahan pengetahuan, sikap

dan keterampilan namun perubahan pengetahuan

belum menjamin adanya perubahan perilaku sebab

perilaku baru tersebut terkadang memerlukan

material. Oleh karena itu untuk adanya perubahan

perilaku keluarga terhadap anggota keluarga mereka

yang merupakan pasien gangguan jiwa diperlukan

dukungan dari segi pengetahuan yang diimbangi

dengan faktor fisik (pendapatan) dan nonfisik

(pendidikan, sikap, keterampilan) yang seimbang.

4.2.1.5 Pekerjaan Responden

Dalam Yosep (2009), menyatakan bahwa

masalah ekonomi merupakan masalah yang paling

dominan sebagai pencetus gangguan jiwa di

Indonesia, berdasarkan pada fungsi keluarga

menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008)

mengatakan bahwa salah satu fungsi keluarga

adalah fungsi ekonomi. Fungsi ekomoni adalah

keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

67

keluarga secara finansial dan menjadi tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu dalam

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga. Hasil penelitian berdasarkan

pada pekerjaan responden dari 30 responden

terdapat 11 responden (36.67 %) memiliki pekerjaan

sebagai petani sedangkan 11 responden (36.67 %)

bekerja sebagai wiraswasta dan 8 responden (26.66

%) memiliki pekerjaan lain. Menurut sulistyono

dalam Zulkifli 2004 menyatakan bahwa pekerjaan

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan

status ekonomi. Hasil penelitian juga menunjukan

bahwa mayoritas responden memiliki pekerjaan

sebagai petani dan wiraswsasta sehingga faktor

ekonomi (pendapatan) mempengaruhi pelayanan

dan perawatan pasien gangguan jiwa.

4.2.2. Identifikasi Variabel Penelitian

4.2.2.1 Tingkat Pengetahuan Responden

Pengetahuan tentang kesehatan adalah

segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang

terhadap cara – cara memelihara kesehatan.

Pengetahuan keluarga dapat diukur dengan

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

68

mengajukan pertanyaan secara langsung (wawancara)

atau perntanyaan tertulis (kuesioner) indikator

pengetahuan kesehatan adalah tingginya

pengetahuan ressponden tentang variabel atau

komponen kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Hasil

penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan

responden ditempat penelitian terbagi atas 2 tingkat.

Responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah

sebanyak 14 responden (46.67 %) dan yang memiliki

tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 16 responden

(53.33 %) dari total 30 responden.

Menurut Notoatmodjo (2005) mengatakan

bahwa pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki

seseorang merupakan faktor yang sangat berperan

dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh.

Pengalaman atau apa yang telah dipelajari

sebelumnya akan menyebabkan terjadi perbedaan

interpretasi yang kemudian berpengaruh terhadap

perilaku keluarga dalam bertindak dan memperlakukan

pasien gangguan jiwa, yang berarti keluarga berada

pada tingkatan amplikasi sesuai dengan tingkatan

pengetahuan (Notoatmodjo,2007).

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

69

4.2.2.2 Frekuensi Relaps Gangguan Jiwa

Penelitian ini mengukur frekuensi relaps

pasien gangguan jiwa selama pasien mengalami

gangguan jiwa. Frekuensi relaps yang digunakan yaitu

frekuensi relaps dari Nurdiana (2007) yang

mengatakan bahwa frekuensi relaps tinggi bila pasien

dalam satu tahun mengalami relaps lebih dari atau

sama dengan dua kali sedangkan sedang bila dalam

satu tahun mengalami relaps satu kali dan rendah

bila dalam satu tahun tidak pernah mengalami relaps.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 30 responden

terdapat 14 responden (46.67 %) yang anggota

keluarganya mengalami relaps pada tingkatan tinggi,

sedangkan 10 responden (33.33 %) anggota

keluarganya mengalami relaps pada tingkatan sedang

dan 6 responden (20 %) anggota keluarga responden

yang mengalami relaps tingkat rendah di RSJD

Dr.Amino Gondohutomo Semarang.

Salah satu faktor penyebab terjadinya relaps

adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan

sosial yang paling dekat dengan dengan pasien,

Notoatmodjo (2005) juga mengatakan bahwa proses

penyembuhan dan pemulihan bukan hanya dari faktor

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

70

rumah sakit saja, tetapi juga dari faktor keluarga.

Peran serta keluarga dalam proses penyembuhan dan

perawatan pasien gangguan jiwa dari berapa kali

pasien dirawat atau mengalami relaps. Tomb 2004

menyatakan bahwa pasien gangguan jiwa yang paling

beresiko untuk mengalami relaps adalah pasien yang

berasal dari keluarga yang tidak memberikan

kebebasan kepada penderita dan mensituasikan

pasien seolah – olah dalam keadaan sakit, dan tidak

adanya kepercayaan yang diberikan keluarga pada

pasien.

4.2.3 Korelasi Pengetahuan Keluarga Terhadap Relaps

Pasien Gangguan Jiwa

Data tingkat pengetahuan dan frekuensi relaps

pasein gangguan jiwa telah didapatkan kemudian dicari

korelasi antar kedua variabel dengan bantuan program

komputer SPPS versi 16, menggunakan uji korelasi Rank

Spearman didapatkan nilai signifikasi (p) 0.036, < 0.05

yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara

pengatahuan keluarga terhadap relaps pasien gangguan

jiwa.

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

71

Relaps merupakan indikator yang menunjukan

kondisi kesehatan pasien, termasuk pada pasien

gangguan jiwa . Blum tahun 1974 dalam Notoatmodjo

2003 menegaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi sehat atau tidaknya seseorang yakni

faktor keturunan, lingkungan, faktor pelayanan kesehatan

dan faktor perilaku. Blum menyimpulkan bahwa

lingkungan mempunyai peran yang paling besar terhadap

status kesehatan, yang disusul oleh perilaku, pelayan

kesehatan, keturunan dan selanjutnya pengetahuan

berada diarea lingkungan dan perilaku. Lingkungan yang

dalam lingkup terkecil adalah keluarga , dianggap paling

berperan penting dalam proses penyembuhan pasien,

bukan hanya obat dan terapi medis saja. Anggota

keluarga dalam rentang umur 20 – 60 tahun dianggap

mampu menerima pengetahuan tentang perawatan

pasien dan coping mechanism keluarga terhadap pasien

gangguan jiwa serta penerapanya dalam kehidupan

sehari – hari, berkaitan dengan fungsi ekonomi,

intelektual, dan emosional yang telah terpenuhi.

Faktor jenis kelamin juga mempengaruhi

tindakan perawatan yang dilakukan keluarga.

Keberadaan anggota keluarga laki – laki ataupun

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

72

perempuan mempengaruhi kepekaan keluarga atas

munculnya tanda gangguan jiwa yang berpengaruh pada

ada -tidaknya upaya pencegahan relaps pasien

gangguan jiwa. Kedua faktor diatas apabila didukung

dengan pendidikan keluarga dapat memperkuat upaya

keluarga dalam berprilaku kepada anggota keluarga

mereka yang mengalami gangguan jiwa. Hasil pendidikan

adalah perubahan kemampuan, sikap dan keterampilan

Oleh karena itu keluarga sebagai bagian dari lingkungan

memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan

kesehatan. Semakin tingginya tingkat pendidikan

diharapkan akan semakin luas pula pengetahuan

responden serta semakin mudah dan cepat dalam

menerima informasi dari berbagai media tentang

kesehatan/gangguan jiwa. Hal ini didukung oleh pendapat

Santoso 1994 yang menyatakan semakin tinggi tingkat

pendidikan yang ditempuh maka semakin mudah dalam

menyerap informasi baru.

Faktor penyebab terjadinya relaps diantaranya

adalah keluarga, bagian terpenting dari keluarga adalah

pengetahuan tentang gangguan jiwa dan pencegahan

relaps bagi pasien gangguan jiwa, keluarga memiliki

tanggung jawab yang besar dalam proses perawatan

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

73

pasien. Berdasarkan hasil uji korelasi antara

pengetahuan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa

bahwa terdapat hubungan yang lamah antar kedua

variabel tersebut yang berarti bukan saja pengetahuan

keluarga yang menjadi satu – satunya penyebab

terjadinya relaps tetapi bisa dipengaruhi oleh faktor lain

yaitu pasien sendri maupun dari pelayanan kesehatan

yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan

korelasi pengetahuan keluarga terhadap relaps pasien

gangguan jiwa di RSJD Dr.Amino Gondohutomo, namun

peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan , antara

lain :

1. Peneliti hanya menggunakan alat instrumen

penelitian yaitu kuesioner yang diberikan kepada

responden sehingga dimungkinkan jawaban

responden tidak konsisten atau tidak jujur. Hal ini

mungkin dipengaruhi oleh situasi dan kondisi saat

pelaksanaan pengisian kuesioner

2. Peneliti hanya mengukur faktor pengetahuan

keluarga sebagai variabel yang berpengaruh

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9060/4/T1...49 – pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari 1928. Tanggal 2 februari

74

terhadap relaps pasien gangguan jiwa, padahal

masih banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya

relaps , baik dari keluarga, lingkungan maupun dari

pasien sendri.

3. Keterbatasan waktu dalam pelaksanan penelitian ini

yang menyebabkan hasil penelitian yang tidak

maksimal.

4. Keterbatasan bahasa yang digunakan, dikarenakan

peneliti berasal dari Indonesia Timur sehingga

Peneliti kesusahan dalam menyusun dan menulis

dengan bahasa yang sempurna.