BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Orientasi...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Orientasi...
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah kerangka berpikir berhasil dibangun menggunakan teori yang
ada dan sampel serta teknik pengambilan sampel telah ditentukan, maka
penelitian akan dilanjutkan dengan pengambilan data dan mengolahnya
dengan bantuan SPSS. Bab ini akan menjelaskan secara terperinci proses
tersebut.
4.1 Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini berjudul “Pola Asuh Otoriter Orang Tua dan Konsep
Diri sebagai Prediktor Terhadap Perilaku Agresif Remaja Siswa SMA N 4
Ambon”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji apakah ada
pengaruh secara simultan dari pola asuh otoriter orang tua dan konsep diri
sebagai prediktor terhadap perilaku agresif remaja siswa SMA N 4 Ambon.
SMA N 4 Ambon adalah satu dari 34 sekolah menengah atas yang
ada di Kota Ambon. SMA N 4 terletak di Jl. Wolter Monginsidi – Lateri
Kecamatan Baguala Kota Ambon. SMA N 4 Ambon memiliki 25 kelas
dengan jumlah keseluruhan siswa 918 orang, yaitu 315 siswa kelas X, 297
siswa kelas XI dan 306 siswa kelas XII. SMA N 4 mempunyai 63 orang
guru, 7 orang tata usaha dan 3 orang cleaning service.
Pada penelitian ini, data diperoleh melalui skala psikologi yang
disebarkan pada 150 siswa kelas X dan XI SMA N 4 Ambon setelah
melewati proses try out skala psikologi pada tanggal 8 April 2015 sampai 11
April 2015 dan dilakukan penyebaran skala psikologi yang telah mempunyai
daya diskriminasi yang baik pada tanggal 21 April 2015 sampai dengan 22
April 2015. Tujuan dari diadakannya try out adalah agar skala psikologi yang
nantinya akan dibagikan telah memiliki daya diskriminasi yang baik dan
bebas dari aitem yang gugur. Try out dan penelitian dilakukan di SMA N 14
dan SMA N 4 Ambon dengan pertimbangan sama-sama mempunyai
kesamaan dalam berperilaku. Maksudnya adalah peneliti memperhatikan
perilaku agresif siswa yang sering membuat kegaduhan di sekolah maupun di
luar sekolah. Hal ini di latarbelakangi oleh pola asuh otoriter orang tua yang
selalu mengekang dan memberi hukuman sehingga membentuk konsep diri
anak dan cenderung berperilaku agresif.
4.2 Prosedur Penelitian
4.2.1 Pengambilan Data Awal
Sebelum memasuki tahap penelitian lebih lanjut, peneliti melakukan
proses mencari informasi di bagian kurikulum dan kesiswaan SMA 4
Ambon. Pencarian informasi ini bertujuan untuk melengkapi data-data yang
diperlukan. Data-data yang dimaksud adalah untuk mengetahui gambaran
tentang perilaku agresif siswa dan untuk mengetahui jumlah siswa yang ada
di SMA 4 Ambon.
4.2.2 Penyusunan Alat Ukur dan Validitas Permukaan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 skala psikologi yaitu,
skala pola asuh otoriter, skala konsep diri dan skala perilaku agresif.
a. Skala pola asuh otoriter disusun berdasarkan modifikasi dari skala
pola asuh otoriter yang dikembangkan oleh Baumrind (1991).
Aspek pola asuh otoriter yang digunakan meliputi: batasan
perilaku, kualitas hubungan emosional orang tua-anak dan perilaku
mendukung.
b. Skala konsep diri disusun oleh penulis berdasarkan dari aspek-
aspek yang dikembangkan oleh Fitts (1971). Aspek konsep diri
yang digunakan adalah: konsep diri fisik, konsep diri pribadi,
konsep diri sosial, konsep diri moral etik, konsep diri keluarga dan
konsep diri akademik.
c. Skala perilaku agresif disusun oleh penulis berdasarkan aspek-
aspek yang dikembangkan oleh Buss dan Perry (1992). Aspek
perilaku agresif yang digunakan meliputi: fisik, verbal, kemarahan,
permusuhan.
Setelah penulis memodifikasi dan menyusun item-item pernyataan,
penulis mengajukan skala tersebut kepada dosen pembimbing I dan dosen
pembimbing II untuk di review dan dilengkapi sebagai salah satu syarat lolos
uji validitas permukaan. Selain itu, penulis juga mengajukan draft skala
psikologi yang telah disusun tersebut kepada 5 siswa untuk di review apakah
bahasa yang digunakan dapat dengan mudah dimengerti.
4.2.3 Perijinan
Proses perijinan kepada SMA N 14 dan SMA 4 Ambon diawali
dengan mengajukan permohonan ijin kepada Magister Sains Psikologi
UKSW Salatiga. Setelah pihak fakultas mengeluarkan surat ijin, penulis
kembali ke Ambon untuk melakukan try out dan penelitian. Try out sendiri
dilaksanakan di Ambon mengingat banyaknya pola asuh otoriter yang
diterapkan oleh orang tua. Pertama-tama penulis membawa surat ijin try out
tersebut langsung kepada kepala sekolah SMA N 14 Ambon pada tanggal 24
April 2015 sebagai syarat melakukan proses try out. Namun try out sendiri
baru dilaksanakan pada tanggal 8-11 April 2015. Hal tersebut dikarenakan
kesibukan pihak sekolah untuk melakukan persiapan try out bagi siswa kelas
XII yang akan mengikuti ujian sekolah, sehingga proses try out penulis
mengalami penundaan. Kedua, untuk pelaksanaan penelitian, penulis
membawa surat ijin penelitian langsung kepada kepala sekolah SMA N 4
Ambon dan pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 21 April 2015
sampai dengan 22 April 2015.
4.3 Deskripsi Try Out
4.3.1 Deskripsi Data Try Out
Data try-out diolah pada penelitian ini adalah data primer dalam
bentuk skala psikologi dari hasil jawaban responden terkait pola asuh
otoriter, konsep diri dan perilaku agresif. Skala psikologi sebagai alat untuk
didistribusi langsung kepada siswa kelas X dan XI SMA N 4 Ambon yang
berjumlah 150 siswa.
4.3.2 Distribusi Frekuensi Identitas Responden Try Out
Distribusi frekuensi responden try out berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Demografi Responden Try Out Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Responden Presentase (%)
1. Laki-laki 48 siswa 48%
2. Perempuan 52 siswa 52%
TOTAL 100 siswa 100%
Tabel 4.1 di atas memberikan informasi bahwa responden try out
yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 48 siswa dengan presentase
sebesar 48% dan perempuan berjumlah 52 siswa dengan presentase sebesar
52%.
4.4 Uji Diskriminasi dan Reliabilitas Skala
Seleksi aitem dan reliabilitas skala psikologi perlu dilakukan terlebih
dahulu untuk memilih aitem yang hasil ukurnya sesuai dengan hasil ukur
skala secara keseluruhan dan sejauh mana konsistensi alat ukur yang
digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, seleksi aitem dilakukan
pada proses try out sehingga pada proses pengambilan data dengan
responden yang sebenarnya akan mendapatkan hasil yang benar-benar dapat
dipertanggung jawabkan.
4.4.1 Daya Diskriminasi dan Reliabilitas Skala Perilaku Agresif
Aitem yang digunakan untuk menjaring data perilaku agresif adalah
sebanyak 36 aitem. Setelah dilakukan diskriminasi aitem melalui corrected
diperoleh 7 aitem yang memiliki koefisien korelasi ≤ 0,30 dan dinyatakan
gugur. Adapun aitem yang gugur tersebut adalah aitem nomor: 3, 6, 11, 16,
24, 26 dan aitem 31. Berikut Tabel 4.2 dijelaskan penyebaran aitem valid
dan aitem gugur pada uji coba (try-out).
Pengujian reliabilitas instrument pada penelitian ini menggunakan
pengujian internal konsistensi dengan melihat koefisien alpha Cronbach’s.
Dalam proses try out ini diuji pula reliabilitasnya agar dapat diketahui
reliabilitas dari skala psikologi yang nantinya akan dipakai dalam
pengambilan data sebenarnya.
Tabel 4.2
Sebaran Aitem Valid dan Aitem Gugur Skala Perilaku Agresif
NO ASPEK INDIKATOR AITEM TOTAL
1. Agresi Fisik
Melukai 2, 13, 34 8, 16* 4
Menyakiti 5, 22, 36 11*, 29 4
2. Agresi Verbal Menghina 4, 33, 35 6*, 21 4
Mencaci maki 14, 30, 32 27, 4
3. Kemarahan Marah 1, 23, 31* 9, 18 4
Benci 12, 25, 28 19 4
4. Permusuhan Merasa curiga 3*, 7, 10, 15,
20, 24*, 17, 26* 5
Jumlah Aitem 21 8 29
TOTAL 29
Keterangan: tanda (*) adalah aitem yang gugur
Tabel 4.3
Hasil Uji Reliabilitas Skala Perilaku Agresif
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 4.3 diketahui bahwa
variabel perilaku agresif memiliki koefisien alpha Cronbach sebesar 0.855
dari batas minimal yang ditetapkan adalah > 0.60, sehingga skala psikologi
dalam variabel perilaku agresif ini dinyatakan reliabel.
4.4.2 Daya Diskriminasi dan Reliabilitas Skala Pola Asuh Otoriter
Aitem yang digunakan untuk menjaring data pola asuh otoriter adalah
sebanyak 32 aitem. Setelah dilakukan diskriminasi aitem melalui corrected
diperoleh 4 aitem yang memiliki koefisien korelasi ≤ 0.30 dan dinyatakan
gugur. Adapun aitem yang gugur tersebut adalah aitem nomor: 11, 15, 16
dan aitem 20. Berikut tabel 4.4 dijelaskan penyebaran aitem valid dan aitem
gugur pada uji coba (try-out).
Pengujian reliabilitas instrument pada penelitian ini menggunakan
pengujian internal konsistensi dengan melihat koefisien alpha Cronbach.
Dalam proses try out ini diuji pula reliabilitasnya agar dapat diketahui
reliabilitas dari skala psikologi yang nantinya akan dipakai dalam
pengambilan data sebenarnya.
Reliabilitas Statistik
Cronbach's Alpha N of Items
.855 29
Tabel 4.4
Sebaran Aitem Valid Dan Aitem Gugur Skala Pola Asuh Otoriter
NO. ASPEK INDIKATOR AITEM TOTAL
1. Batasan perilaku
Mengikuti aturan-aturan
yang diterapkan orang
tua tanpa memiliki
kebebasan
1,6, 14,
18 11*, 32 5
Pengontrolan orang tua
yang bersifat diktator
3, 5, 22,
30 20*, 23 5
2.
Kualitas hubungan
emosional orang tua-
anak
Mendapat hukuman jika
melanggar perintah
12, 13,
29 21, 28 5
Kurangnya komunikasi
dengan orang tua
24, 26,
31 19, 25 5
3. Perilaku mendukung
Jarang mendapatkan
hadiah dari orang tua
jika memperoleh
keberhasilan
7, 8, 9 16*, 17 4
Tidak adanya perhatian
dari orang tua akan
kebutuhan-
kebutuhannya
2, 4, 27 10, 15* 4
Jumlah Aitem 20 8 28
TOTAL 28
Keterangan : tanda (*) adalah aitem yang gugur
Tabel 4.5
Hasil Uji Reliabilitas Skala Pola Asuh Otoriter
Reliabilitas Statistik
Cronbach's Alpha N of Items
.895 28
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 4.5, diketahui bahwa
variabel pola asuh otoriter memiliki koefisien alpha Cronbach sebesar 0.895
dari batas minimal yang ditetapkan adalah > 0.60, sehingga skala psikologi
dalam variabel pola asuh otoriter ini dinyatakan reliabel.
4.4.3 Daya Diskriminasi dan Reliabilitas Skala Konsep Diri
Aitem yang digunakan untuk menjaring data konsep diri adalah
sebanyak 36 aitem. Setelah dilakukan diskriminasi aitem melalui corrected
diperoleh 6 aitem yang memiliki koefisien korelasi ≤ 0.30 dan dinyatakan
gugur. Adapun aitem yang gugur tersebut adalah aitem nomor: 31, 32, 33,
34, 35, dan 36. Berikut Tabel 4.6 dijelaskan penyebaran aitem valid dan
aitem gugur pada uji coba (try-out).
Pengujian reliabilitas instrument pada penelitian ini menggunakan
pengujian internal konsistensi dengan melihat koefisien alpha Cronbach.
Dalam proses try out ini diuji pula reliabilitasnya agar dapat diketahui
reliabilitas dari skala psikologi yang nantinya akan dipakai dalam
pengambilan data sebenarnya
Tabel 4.6
Sebaran Aitem Valid dan Aitem Gugur Sakla Konsep Diri
NO ASPEK INDIKATOR AITEM TOTAL
1. Keluarga Kepuasan dan kedekatan
dengan keluarga 1, 2, 3, 4 5, 31* 5
2. Akademik Mampu menilai diri sendiri
dalam bidang akademik 6, 7, 8, 9 10, 32* 5
3. Fisik
Mampu menilai keadaan dirinya
antara lain, kesehatan,
penampilan, dan keadaan tubuh
11, 12, 13,
14 15, 33* 5
4. Moral
Mempresepsikan hubungan
dengan Tuhan berdasarkan
nilai-nilai moral agama
16, 17, 18,
19 20, 34* 5
5. Pribadi Kepuasan terhadap dirinya 21, 22, 23,
24 25, 35* 5
6. Sosial Interaksi dengan orang lain
maupun lingkungannya
26, 27, 28,
29 30, 36* 5
Jumlah Aitem 24 6 30
TOTAL 30
Keterangan : tanda (*) adalah aitem yang gugur
Tabel 4.7
Hasil Uji Reliabilitas Skala Konsep Diri
Reliabilitas Statistik
Cronbach's Alpha N of Items
.922 30
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 4.7, diketahui bahwa
variabel konsep diri memiliki koefisien alpha Cronbach sebesar 0.922 dari
batas minimal yang ditetapkan adalah > 0.60, sehingga skala psikologi dalam
variabel konsep diri ini dinyatakan reliabel.
4.5 Deskripsi Responden Penelitian
Reponden dalam penelitian ini adalah siswa SMA N 4 Ambon kelas
X dan XI yang berjumlah 150 orang. Terdapat juga karakteristik responden
yang digambarkan sebagai berikut:
4.5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sasaran responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam
tabal di bawah ini:
Tabel 4.8
Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Kelamin Presentase (%)
1. Laki-laki 65 siswa 43%
2. Perempuan 85 siswa 57%
TOTAL 150 siswa 100%
Tabel 4.8 menunjukan jumlah siswa sebanyak 150 orang yang terdiri
dari 65 siswa laki-laki dengan presentase 43% dan 85 siswa perempuan
dengan presentase 57%. Dapat dilihat bahwa responden perempuan lebih
banyak dari responden laki-laki.
4.5.2 Analisis Deskriptif
Tabel 4.9
Analisis Deskriptif
Deskriptif Statistik
Perilaku_Agresif N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviasi
150 59 78 137 105.01 11.276
Pola_Asuh_Otoriter 150 70 62 132 104.15 12.770
Konsep_Diri 150 61 89 150 123.37 12.289
Valid N (listwise) 150
Dari Tabel 4.9 hasil output analisis deskriptif di atas, dapat diartikan
sebagai berikut:
1. Variabel perilaku agresif memiliki rata-rata hitung sebesar 105.01 dengan
standar deviasi sebesar 11.276, artinya bahwa variabel perilaku agresif
berada pada daerah positif. Hal ini menunjukkan bahwa responden
menilai aitem skala psikologi tentang variabel perilaku agresif sesuai
dengan dirinya.
2. Variabel pola asuh otoriter memiliki rata-rata hitung sebesar 104.15
dengan standar deviasi sebesar 12.770, artinya bahwa variabel pola asuh
otoriter berada pada daerah positif. Hal ini menunjukkan bahwa
responden menilai aitem skala psikologi tentang variabel pola asuh
otoriter sesuai dengan dirinya.
3. Variabel konsep diri memiliki rata-rata hitung sebesar 123.37 dengan
standar deviasi sebesar 12.289, artinya bahwa variabel konsep diri berada
pada daerah positif. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai aitem
skala psikologi tentang variabel konsep diri sesuai dengan dirinya.
4.6 Identifikasi Skor
4.6.1 Identifikasi Skor Perilaku Agresif
Skala perilaku agresif ini menggambarkan persepsi siswa terhadap
diri mereka terkait perilaku agresif baik itu kepada diri sendiri maupun
terhadap orang lain. Artinya responden diminta untuk menilai sejauh mana
perilaku agresif mereka.
Dalam menentukan tinggi rendahnya perilaku agresif siswa,
digunakan 5 kategori yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat
rendah. Jumlah aitem yang digunakan dalam variabel ini adalah 29 aitem
valid. Skor empiris yang diperoleh bergerak dari 145 (5x29) sampai 29
(1x29). Untuk mengetahui perilaku agresif digunakan interval ukuran
sebagai berikut:
i = skor tertinggi – skor terendah
banyaknya kategori
i = 5(29) – 1 (29)
5
i = 145 – 29
5
i = 23,2.
Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya hasil dari perilaku
agresif dapat dilihat pada Tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.10
Kategori Skor Perilaku Agresif
No. Kategori Skor N Presentase (%)
1. Sangat Tinggi 121,8≤ x ≤145 10 7%
2. Tinggi 98,6≤ x < 121,8 110 73%
3. Sedang 75,4≤ x < 98,6 30 20%
4. Rendah 52,2≤ x < 74,4 - 0%
5. Sangat rendah 29≤ x <52,2 - 0%
Jumlah 150 100%
Dari Tabel 4.10 di atas diketahui bahwa perilaku agresif siswa SMA
N 4 Ambon mempunyai tingkat perilaku agresif yang dapat dikategorikan
sedang, tinggi dan sanggat tinggi. Tepatnya 7% siswa memiliki perilaku
agresif pada kategori sangat tinggi, 73% memiliki perilaku agresif pada
kategori tinggi dan 20% pada kategori sedang.
4.6.2 Identifikasi Skor Pola Asuh Otoriter
Skala pola asuh otoriter ini menggambarkan persepsi siswa terhadap
pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua. Artinya responden diminta
untuk menilai ataupun merespons sejauh mana pola asuh otoriter yang
diterapkan orang tua mereka. Dalam menentukan tinggi rendahnya variabel
pola asuh otoriter, digunakan 5 kategori yakni sangat tinggi, tinggi, sedang,
rendah, sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan dalam variabel ini
adalah 28 aitem valid. Skor empiris yang diperoleh bergerak dari 140 (5x32)
sampai,
Untuk mengetahui pola asuh otoriter digunakan interval ukuran
sebagai berikut:
i = skor tertinggi – skor terendah
banyaknya kategori
i = 5(28) – 1 (28)
5
i = 140 – 28
5
i = 22,4.
Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya hasil dari pola asuh
otoriter dapat dilihat pada tabel Tabel 4.11
Tabel 4.11
Kategori Skor Pola Asuh Otoriter
No. Kategori Skor N Presentase (%)
1. Sangat Tinggi 117,6≤ x ≤140 22 15%
2. Tinggi 95,2≤ x <117,6 92 61%
3. Sedang 72,8≤ x <95,2 35 23%
4. Rendah 50,4≤ x <72,8 1 1%
5. Sangat rendah 28≤ x <50,4 - 0%
Jumlah 150 100%
Dari tabel 4.11 di atas diketahui bahwa pola asuh otoriter mempunyai
tingkat pengasuhan yang di kategorikan rendah, sedang, tinggi dan sangat
tinggi. Tepatnya 15% siswa mendapatkan pengasuhan otoriter pada kategori
sangat tinggi, 61% pada kategori tinggi, 23% pada kategori sedang dan 1%
pada kategori rendah.
4.6.3 Identifikasi Skor Konsep Diri
Skala konsep diri ini menggambarkan persepsi siswa terhadap diri
mereka sendiri terkait dengan perilaku agresif. Artinya responden diminta
untuk menilai sejauh mana konsep diri mereka. Dalam menentukan tinggi
rendahnya variabel konsep diri, digunakan 5 kategori yakni sangat tinggi,
tinggi, sedang, rendah, sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan dalam
variabel ini adalah 30 aitem valid. Skor empiris yang diperoleh bergerak dari
150 (5x30) sampai 30 (1x20). Untuk mengetahui konsep diri digunakan
interval ukuran sebagai berikut:
i = skor tertinggi – skor terendah
banyaknya kategori
i = 5(30) – 1 (30)
5
i = 150 – 30
5
i = 24.
Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya hasil dari konsep diri
dapat dilihat pada Tabel 4.12 dibawah ini.
Tabel 4.12
Kategori Skor Konsep Diri
No. Kategori Skor N Presentase (%)
1. Sangat Tinggi 126≤ x ≤150 63 42%
2. Tinggi 102≤ x <126 84 56%
3. Sedang 78≤ x <102 3 2%
4. Rendah 54≤ x <78 - 0%
5. Sangat rendah 30≤ x <54 - 0%
Jumlah 150 100%
Dari Tabel 4.12 diketahui bahwa konsep diri siswa SMA N 4 Ambon
mempunyai tingkat konsep diri yang di kategorikan sedang, tinggi dan
sangat tinggi. Tepatnya 42% siswa mempunyai konsep diri pada kategori
sangat tinggi, 56% pada kategori tinggi, dan 2% pada kategori sedang.
4.7 Uji Asumsi Klasik
Pengujian untuk asumsi klasik digunakan diantaranya adalah uji
normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji linearitas.
4.7.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui bahwa data itu
berdistribusi normal. Selain itu dari hasil pengujian normalitas juga dapat
menunjukan bahwa sampel yang diambil berdistribusi normal atau hampir
berdistribusi normal (Arikunto, 2006). Pengujian normalitas secara statistik
dapat dilakukan dengan uji one sample Kolmogrov-smirnov dengan p > 0.05.
Sedangkan bila menggunakan metode grafik adalah melihat grafik histogram
dan P-P Plot Test. Hasil uji normalitas dengan menggunakan aplikasi SPSS
16 dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.1
Histogram
Data dikatakan berdistribusi normal apabila histogram berbentuk
lonceng (bell shaped curve) (Santoso, 2000). Gambar 4.1 menunjukan bahwa
data berdistribusi normal karena kurva membentuk lonceng (bell shaped
curve). Dengan standar deviasi sebesar 0,993. Selain menggunakan
histogram, normalitas juga dapat dilihat melalui grafik P-P Plot Test.
Gambar 4.2.
Grafik P-P Plot Test
Gambar 4.2 di atas menunjukan bahwa sebaran data berupa titik-titik
menyebar di sekitaran garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal tersebut, sehingga asumsi normalitas dapat dipenuhi.
Tabel 4.13
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
Uji Satu Sampel Kolmogorov-Smirnov
Perilaku_
Agresif
Pola_Asuh_
Otoriter
Konsep_Diri
N 150 150 150
Parameter Normal Rata-rata 105.01 104.15 123.37
Std.
Deviasi
11.276 12.770 12.289
Perbedaan yang Paling
Ekstrim
Absolut .077 .067 .087
Positif .066 .055 .087
Negatif -.077 -.067 -.058
Kolmogorov-Smirnov Z .942 .823 1.061
Asymp. Sig. (2-tailed) .337 .507 .210
a. Uji distribusi normal.
Tabel 4.13 di atas menunjukan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
untuk perilaku agresif sebesar 0.337, pola asuh otoriter 0.507, dan konsep
diri sebesar 0.210. Dikarenakan nilai signifikasi variabel terikat (perilaku
agresif) berada di atas 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi
normal.
Tabel 4.14
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Contoh Tunggal
Uji Satu Sampel Kolmogorov-Smirnov
Standardized Residual
N 150
Parameter Normal Rata-rata .0000000
Std. Deviasi .99326592
Perbedaan yang Paling
Ekstrim
Absolut .066
Positif .061
Negatif -.066
Kolmogorov-Smirnov Z .811
Asymp. Sig. (2-tailed) .526
a. Uji distribusi normal.
Tabel 4.14 di atas menunjukkan bahwa koefisien Kolmogorov-
Smirnov sebesar 0, 811 dengan signifikansi 0, 526 (p> 0.05), maka dapat
disimpulkan data nilai residual terdistribusi normal.
Secara keseluruhan dengan menggunakan metode statistik maupun
grafik histogram dan grafik normal P-P Plot menunjukkan bahwa data dalam
penelitian ini berdistribusi secara normal sehingga dapat dinyatakan bahwa
asumsi normalitas dalam penelitian ini terpenuhi dan model regresi layak
digunakan untuk menjadi alat penganalisa perilaku agresif berdasarkan pola
asuh otoriter dan konsep diri.
4.7.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan
Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai tolerance
≤ 0,10 dan VIF ≥ 10 (Ghozali, 2009). Berikut ini adalah tabel uji
multikolinieritas.
Tabel 4.15
Hasil Uji Multikolinieritas
Koefisiena
Model
Koefisien Tak
Standar
Koefisien
Standar
t Sig.
Statistik
Kolinearitas
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 52.957 9.391 5.639 .000
Pola_Asuh_Otoriter .340 .069 .385 4.961 .000 .894 1.118
Kosep_Diri .135 .071 .147 1.890 .061 .894 1.118
a. Dependent Variable: Perilaku_Agresif
Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa kedua variabel bebas yang
digunakan memiliki nilai toleransi 0.894 > 0.10 dan nilai VIF sebesar 1.118
< 10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
multikolinieritas pada variabel bebas yang digunakan.
1.7.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakan sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari pengamatan residual satu ke
pengamatan yang lain tetap maka terjadi masalah heteroskedastisitas yaitu
homoskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
yaitu melihat scatterplot (nilai prediksi dependen ZPRED dengan residual
SRESID). Apabila titik pada grafik scatterplot menyebar secara acak di atas
dan di bawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas (Santoso, 2000).
Gambar 4.3
Scatterplot
Scatterplot menunjukkan titik-titik terpencar dengan tidak
membentuk pola-pola tertentu di sekitar garis diagonal, tetapi titik-titik
tersebut menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Gambar 4.3
menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi
dapat dipakai untuk memprediksi perilaku agresif berdasarkan pola asuh
otoriter dan konsep diri.
4.7.4 Uji Lineritas
Uji lineritas dilakukan untuk mengetahui hubungan linear antar
variabel bebas dan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi
penyimpangan dari linearitas dengan p > 0, 05. Maka suatu data dikatakan
adanya hubungan linear apabila nilai p < 0,05.
Tabel 4. 16
Hasil Uji Lineritas Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif
Tabel ANOVA
Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
Perilaku_Agresif
*Pola_Asuh_
Otoriter
Antar
Kelompok
(Gabungan)
Linearitas
6384.545 38 168.014 1.485 .058
3552.981 1 3552.981 31.396 .000
Simpangan
dari
Linearitas
2831.564 37 76.529 .676 .913
Dalam
Kelompok
12561.428 111 113.166
Total 18945.973 149
Dari Tabel 4.16 di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi linearitas
sebesar 0.00 (p < 0,05) dan nilai signifikansi penyimpangan linearitas
sebesar 0.913 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
linear antara pola asuh otoriter dan perilaku agresif.
Tabel 4.17
Hasil Uji Linearitas Konsep Diri dengan Perilaku Agresif
Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
Perilaku_Agresif*
Konsep_Diri
Antar
Kelompok
(Gabungan)
Linearitas
8077.696 42 192.326 1.893 .005
1402.311 1 1402.31
1
13.806 .000
Simpangan
dari Linearitas
6675.385 41 162.814 1.603 .028
Dalam
Kelompok
10868.277 107 101.573
Total 18945.973 149
Dari Tabel 4.17 di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi lineritas
adalah 0.000 (p < 0.05) dan nilai penyimpangan linearitas sebesar 0.28
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang linear antara konsep diri
dan perilaku agresif.
Selain melihat tabel statistik, uji linearitas juga dapat dicek dengan
melihat residual scatterplot sebagai bagian dari perhitungan regresi
berganda. Residual scatterplot harus menunjukan garis lurus sebagai
indikator bahwa pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
bersifat linier (Pallant, 2007).
Gambar 4.4
Residual Scatterplot
Linearitas antara Pola Asuh Otoriter (X1) dan Perilaku Agresif (Y)
Gambar 4.5
Residual Scatterplot
Linearitas antara Konsep Diri (X2) dan Perilaku Agresif (Y)
Berdasarkan kedua scatterplot pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 di
atas, terlihat bahwa garis lurus (arah positif) yang menandakan bahwa
pengaruh pola asuh otoriter dan pengaruh konsep diri terhadap perilaku
agresif bersifat linier.
4.7.5 Analisis Regresi Berganda
Tabel 4.18
Hasil Regresi Nilai Koefisien Beta Dan Nilai t Variabel Bebas Terhadap
Variabel Terikat
Koefisisena
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 52.957 9.391 5.639 .000
Pola
_Asuh_Otoriter
.340 .069 .385 4.961 .000
Konsep_Diri .135 .071 .147 1.890 .061
a. Dependent Variable: Perilaku_Agresif
Berdasarkan Tabel 4.18 di atas diperoleh persamaan regresi yang
dapat disusun, yaitu:
Y = a + b1 X1 + b2 X2, sehingga dapat ditulis
Y = 52.957+ 0.385 X1 + 0.147 X2.
Dapat dilihat bahwa koefisien regresi menunjukkan tanda positif (+),
hal ini menunjukkan bahwa ada suatu kondisi yang searah yaitu peningkatan
variabel bebas (Pola Asuh Otoriter dan Konsep Diri) akan menyebabkan
peningkatan variabel terikat (Perilaku Agresif). Persamaan regresi berganda
dapat diartikan sebagai berikut:
1. Konstansa (a) sebesar 52.957 mengandung arti bahwa jika variabel
bebas dianggap konstan, maka nilai variabel perilaku agresif sebesar
52.957.
2. Koefisien regresi pola asuh sebesar 0.340 memberikan pemahaman
bahwa setiap penambahan satu satuan atau tingkatan pola asuh otoriter
akan berdampak pada meningkatnya perilaku agresif sebesar 0.340.
3. Koefisien regresi konsep diri sebesar 0.135 memberikan pemahaman
bahwa setiap penambahan satu satuan atau tingkatan konsep diri akan
berdampak pada meningkatnya perilaku agresif sebesar 0.135.
4.8 Uji Hipotesis
Hipotesis;
1. Terdapat pengaruh secara simultan pola asuh otoriter dan konsep
diri terhadap perilaku agresif siswa SMA N 4 Ambon.
2. Terdapat perbedaan jenis kelamin terhadap perilaku agresif siswa
SMA N 4 Ambon.
4.8.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Hasil uji statistik secara simultan untuk variabel independen (pola
asuh otoriter dan konsep diri) terhadap variabel dependen (perilaku agresif)
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.19
Hasil Uji Signifikansi (Uji F) ANOVAb
Model Jumlah Square Df
Rata-rata
Square F Sig.
1 Regresi 3918.101 2 1959.050 19.163 .000a
Residual 15027.872 147 102.230
Total 18945.973 149
a. Predictors: (Constant), Konsep_Diri, Pola_Asuh_Otoriter
b. Dependent Variable: Perilaku_Agresif
Berdasarkan Tabel 4.19, diketahui Fhitung sebesar 19.163 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05) dan Ftabel sebesar 3.06 (α = 5%) yang
berarti ada pengaruh yang signifikan pola asuh otoriter dan konsep diri
terhadap perilaku agresif. Dari hasil perhitungan ini, maka hipotesis dalam
penelitian ini diterima.
4.8.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Hasil uji statistik secara parsial untuk variabel bebas (pola asuh
otoriter dan konsep diri) terhadap variabel terikat (perilaku agresif) diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 4.20
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Koefisiena
Model Koefisien Tak
Standar
Koefisien
Standar
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 52.957 9.391 5.639 .000
Pola_Asuh_
Otoriter .340 .069 .385 4.961 .000
Konsep_Diri .135 .071 .147 1.890 .061
a. Dependent Variable: Perilaku_Agresif
Dari hasil Tabel 4.20 maka pengujian diketahui bahwa nilai thitung
pola asuh otoriter sebesar 4. 961 (ttabel = 1,97) dengan tingkat signifikansi
0.000 (p<0.05). Hasil ini memberikan arti bahwa variabel bebas pola asuh
otoriter secara parsial mempunyai pengaruh terhadap perilaku agresif.
Sedangkan dari hasil pengujian diketahui bahwa nilai thitung konsep
diri sebesar 1. 890 (ttabel = 1,97) dengan tingkat signifikansi 0.061 (p<0.05).
Hasil ini memberikan arti bahwa variabel bebas konsep diri secara parsial
tidak mempunyai pengaruh terhadap perilaku agresif.
4.8.3 Koefisien Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh antara pola asuh otoriter dan konsep diri terhadap
perilaku agresif remaja siswa SMA N 4 Ambon. Berdasarkan pengolahan
secara statistik, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.21
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Jumlahb Model
Model R R Square
R Kuadrat yang
Disesuaikan
Std. Error Kira-kira
1 .455a .207 .196 10.111
a. Predictors: (Constant), Konsep_Diri, Pola_Asuh_Otoriter
b. Dependent Variable: Perilaku_Agresif
Tabel 4.21 di atas menunjukan nilai R sebesar 0,455 dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ada pengaruh pola asuh otoriter dan konsep
diri terhadap perilaku agresif dengan koefisien determinasi (R2) sebesar
0.207. Dengan demikian variabel pola asuh otoriter dan konsep diri
memberikan pengaruh terhadap perubahan variabel perilaku agresif sebesar
20,7%. Sedangkan sisanya sebesar 79,3% dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Dari hasil analisis di atas, diketahui bahwa variabel pola asuh otoriter
dan konsep diri dapat dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku
agresif.
4.8.4 Sumbangan Prediktor
Sumbangan efektif tiap variabel digunakan untuk mengetahui bebas
(Pola Asuh Otoriter dan Konsep Diri). Sumbangan efektif semua variabel
independen sama dengan koefisien determinasi (Budiono, 2004). Sumbangan
efektif dapat dihitung dengan rumus:
Koefisien korelasi dari variabel pola asuh otoriter dan konsep diri
dapat dilihat di bawah ini:
Sumbangan variabel pola asuh otoriter dapat dihitung sebagai berikut:
SE (X1)% = 0,385 × 0,433 × 100%
= 16,7 %.
Sumbangan variabel konsep diri dapat dihitung sebagai berikut:
SE (X2)% = 0,147 × 0,272 × 100%
= 4%.
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa besarnya sumbangan
efektif variabel pola asuh terhadap perilaku agresif adalah sebesar 16,7%
sedangkan sumbangan efektif variabel konsep diri terhadap perilaku agresif
adalah sebesar 4%. Berdasarkan hasil analisis sumbangan efektif diketahui
bahwa variabel pola asuh otoriter memberikan sumbangan yang lebih besar
terhadap perilaku agresif. Jadi jumlah sumbangan dari masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebesar 20,7%.
Jenis kelamin merupakan hal yang menarik untuk diteliti guna
mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap perilaku agresif. Peneliti
menggunakan uji beda t-test untuk mengetahui perbedaan perilaku agresif
pada siswa laki-laki dan perempuan. Adapun analisisnya sebagai berikut:
SE (X)% = βX × rxy × 100%
Tabel 4.22
Hasil Uji t Untuk Perilaku Agresif Siswa Laki-laki dan Perempuan
Grup Statistik
Gender N Rata-rata
Std.
Deviation Std. Error Mean
Perilaku_Agresif Laki-laki 65 109.92 9.468 1.174
Perempuan 85 101.26 11.151 1.209
Tabel 4.22 menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
perbedaan perilaku agresif yang signifikan. Laki-laki cenderung lebih agresif
dibandingkan perempuan. Dimana nilai rata-rata untuk laki-laki sebesar
109.92, sedangkan perempuan memiliki nilai rata-rata sebesar 101.26.
Tabel 4.23
Hasil uji Signifikansi Perilaku Agresif Ditinjau dari Jenis Kelamin
Independent Samples Test
Uji Levene
Kesamaan
Varians
Uji t Kesamaan Nilai Rata-rata
F Sig. T Df Sig. (2-
tailed)
Perilaku_Agresif Asumsi Varians
yang Sama 3.636 .058 5.029 148 .000
Asumsi Varians
yang tak Sama
5.140 146.336 .000
Dari Tabel 4.23 di atas dapat diketahui bahwa uji homogenitas
dengan Levenes Test memperoleh Fhitung sebesar 3,636 dengan signifikansi
0.058 (p>0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa varian dari kedua kategori
homogen. Hasil uji t yaitu t = 5.029 dengan signifikansi 0. 000 (p<0.05) yang
bermakna ada perbedaan perilaku agresif antara siswa laki-laki dan
perempuan. Hipotesis penelitian diterima.
4.9 Diskusi
Berdasarkan hasil pengukuran analisis data di atas, maka diketahui
bahwa pola asuh otoriter dan konsep diri secara simultan mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perilaku agresif. Besarnya
pengaruh pola asuh otoriter dan konsep diri terhadap perilaku agresif
tercermin dalam hasil penelitian dengan uji F (uji signifikansi simultan)
dengan nilai Fhitung sebesar 19.163 pada taraf signifikansi sebesar 0.000 (p
< 0.005). Temuan ini juga didukung dengan pembuktian nilai R Square (R²)
sebesar 0.207 yang berarti 20,7% dari total varians perilaku agresif dapat
dijelaskan secara simultan oleh pola asuh otoriter dan konsep diri sisanya
sebesar 79,3% dipengaruhi oleh variabel lain. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara
pola asuh otoriter dan konsep diri terhadap perilaku agresif.
Kekuatan pola asuh otoriter dan konsep diri sebagai pengaruh
perilaku agresif pada remaja siswa SMA N 4 Ambon juga dapat dilihat
melalui hasil analisis regresi menunjukkan tanda positif (searah) yang berarti
semakin tinggi pola asuh otoriter orang tua dan konsep diri, maka semakin
tinggi perilaku agresif siswa. Penelitian Ahmed & Braithwaite (2004)
tentang pola asuh otoriter dan Stuart dan Sundeen (1998) secara terpisah
mengungkapkan bahwa pola asuh otoriter orang tua dan konsep diri
merupakan faktor pendorong anak untuk berperilaku agresif.
Dari determinasi parsial dapat dilihat bahwa pola asuh otoriter
memberikan sumbangan efektif sebesar 16,7% dengan determinasi parsial
sebesar 0,385. Nilai signifikansi pola asuh otoriter secara parsial sebesar
0,000 (p > 0,05). Itu berarti variabel pola asuh otoriter orang tua secara
parsial berpengaruh secara parsial terhadap perilaku agresif siswa SMA N 4
Ambon. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola asuh otoriter orang
tua berpengaruh terhadap perilaku agresif siswa. Adanya hubungan yang
signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif remaja seperti
telah dikemukakan di atas berarti pola asuh otoriter orang tua dapat
memprediksi tingkat agresivitas remaja. Hasil penelitian ini juga didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Lewin dan Muller (dalam
Gerungan, 1983), yang menemukan bahwa anak-anak dari orang tua otoriter
banyak yang menunjukkan ciri-ciri pasif (sikap menunggu) dan
menyerahkan segala-galanya kpada pemimpin. Disamping pasif itu terdapat
pula ciri-ciri agresivitas, kecemasan dan mudah putus asa. Hasil penelitian
ini sejalan pula dengan teori belajar dari Bandura (dalam Rakhmat, 1986)
dimana perlakuan orang tua yang agresif baik verbal, fisik maupun benda
dapat menjad model bagi individu dalam bersikap dan berperilaku. Semua
hal yang dilihat dan dialami anak dari orang tuanya, baik secara sadar
maupun tidak, akan ditiru anak-anaknya. Cara meniru anak dari perilaku
orang tua menghasilkan tiga jenis respons yang berbeda, yaitu pertama
menghasilkan perilaku baru atau unik, kedua menghambat atau
memperlancar respon yang telah diperoleh sebelumnya, dan ketiga pemicu
atau pencetus respon yang sebelumnya agak terbengkalai dalam persediaan
respon anak (Hartuti, 2000). Oleh karena itu sampai remaja pun anak-anak
yang dididik dan diasuh secara otoriter oleh orang tua akan cenderung untuk
berperilaku yang agresif pula. Hal itu sejalan pula dengan pendapat Pohan
(1986), yang menyatakan bahwa perbuatan kejam pada diri anak-anak
dikarenakan mereka sudah terbiasa melhat atau menonton perbuatan kejam
yang dilakukan oleh orang tuanya.
Orang Ambon lebih banyak dikenal sebagai orang yang berwatak
keras dan lain-lain, dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam menghadapi
masalah. Orang Ambon memiliki kebiasaan berbicara dengan nada yang
kasar atau dengan volume yang keras. Kedengarannya seperti sedang
melampiaskan kemarahan dengan kata-kata, padahal sebetulnya tidak. Gaya
berucapnya yang memang kasar. Orang Ambon, khususnya yang berasal dari
daerah di pesisir pantai pasti memiliki ciri berbicara dengan dialek
bergelombang, aksen yang tegas dan volume yang tinggi. Ada pula yang
berbicara dengan mimik yang tidak sejalan dengan perkataan; berbicara
dengan sikap yang manis tetapi wajah seperti sedang marahan. Hal ini juga
didukung oleh bentuk wajah orang Ambon yang menampakkan kesan kasar
atau sangar. Apalagi lelaki dengan kumis yang hitam tebal, rambut keriting,
tatapan mata yang tajam, warna kulit yang gelap membungkus tubuh yang
kekar. Falsafah Jawa mengajarkan untuk bersikap seperti padi, “Padi
semakin tua semakin merunduk” yang menggambarkan tentang sikap rendah
hati seseorang dalam mengarungi hidup ini, sedangkan orang Ambon
memakai sagu sebagai falsafah hidup mereka. Sagu “selalu berdiri dengan
tegak”. Dimana hal tersebut menggambarkan karakter atau tabiat orang
Ambon yang sangat keras dan tegas dalam menghadapi apapun. Hal
demikian juga berpengaruh pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tua.
Kebanyakan orang tua di Ambon mendidik dan mengasuh anak dengan
menerapkan pola asuh otoriter yang berkarakter keras dan kasar. Hal ini
juga dilatarbelakangi oleh para Kapitan yang mempunyai karakter yang
keras dan kasar saat melawan bangsa penjajah. Karakter tersebut terpelihara
dari generasi ke generasi hingga kini dan berpengaruh juga dalam hal
mendidik dan mengasuh anak. Inilah yang membuat sehingga orang tua-
orang tua di Ambon mendidik anak dengan keras atau otoriter.
(www.kompasiana.com)
Sebagian orang tua di Ambon mendidik anak dengan menggunakan
pola asuh otoriter. Para orang tua yang otoriter ini menanamkan sikap
disiplin berlebihan terhadap anak dan tidak segan-segan untuk memberikan
hukuman fisik. Hal tersebut dikarenakan orang Ambon berwatak keras dan
lain-lain sehingga orang tua sangat keras dan tegas dalam mendidik anak
baik secara verbal, maupun nonverbal. Kadang jika anak melakukan
kesalahan, orang tua memarahi anak, memberikan hukuman fisik bahkan
mengeluarkan kata-kata yang menyakiti perasaan anak sehingga anak merasa
bahwa mereka adalah orang yang bodoh, tidak berguna dan lain sebagainya.
Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa konsep diri menunjukkan
bahwa konsep diri memberikan sumbangan efektif sebesar 4% dengan
determinasi parsial sebesar 0,385. Nilai signifikansi konsep diri secara
parsial sebesar 0,061 (p > 0,05) itu berarti variabel konsep diri secara parsial
tidak mempunyai hubungan secara signifikan dengan perilaku agresif siswa
SMA N 4 Ambon. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep diri
tidak berpengaruh terhadap perilaku agresif mereka. Stuart dan Sundeen
(1998) menunjukkan bahwa konsep diri berperilaku positif dengan perilaku
agresif. Konsep diri adalah semua persepsi seseorang terhadap aspek diri
yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis yang didasarkan
pada pengalaman dan interaksi dengan orang lain (Brooks, dalam Sobur,
2003). Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku
yang positif, sedangkan individu yang mempunyai pandagan negatif juga
akan melakukan perilaku agresif. individu yang mempunyai konsep diri
positif cenderung untuk bersikap optimistik dan sangat percaya diri untuk
menghadapi situasi apa saja di luar diri individu, sebaliknya individu yang
mempunyai konep diri yang negatif menimbulkan rasa tidak percaya diri dan
hal ini dapat mengundang kompensasi dengan bertindak agresif pada objek-
objek yang ada di sekitar diri individu yang bersangkutan yang dilandasi
oleh rasa keidakberdayaan yang berlebihan. Jadi konsep diri berhubungan
dengan perilaku agresif. individu yang mempunyai konsep diri negatif akan
mempunyai pandangan negatif dan hal ini akan berpengaruh pada
perilakunya.
Sebagai informasi tambahan hasil penelitian ini, secara demografi
jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.22 dan 4.23 bahwa ada perbedaan
perilaku agresif antara laki-laki dan perempuan siswa SMA N 4 Ambon,
dilihat dari nilai signifikansi sebesar ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam hal agresivitas, dimana laki-laki lebih agresif bila
dibandingkan dengan perempuan. Hasil ini mendukung penelitian Maccoby
& Jacklin (Santrock 2003) yang menyatakan bahwa kebanyakan laki-laki
lebih aktif dan lebih agresif bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan
ini sudah ditemukan/tampak jelas sejak usia yang cukup dini, yaitu sejak usia
prasekolah. Anak laki-laki cenderung lebih agresif daripada anak perempuan
seusianya. Kalaupun anak perempuan menunjukkan tindak agresi,
kecenderungan adalah agresi verbal dan tidak langsung, sementara anak laki-
laki lebih menunjukkan agresi fisik secara langsung.
Laki-laki dianggap lebih agresif bila dibandingkan dengan
perempuan. Laki-laki lebih agresif secara fisik bila dibandingkan dengan
perempuan, hal ini dikarenakan secara fisik laki-laki lebih kuat bila
dibandingkan dengan perempuan. Secara rata-rata, laki-laki bertumbuh 10
persen lebih tinggi dari pada perempuan. Hormon laki-laki meningkatkan
pertumbuhan tulang yang panjang. Sehingga secara fisik laki-laki lebih kuat
dari pada perempuan. Laki-laki cenderung memilih reaksi penyerangan
secara fisik terhadap target yang menimbulkan tekanan bagi dirinya, reaksi
tersebut dapat berupa tindakan yang melukai atau mencelakakan orang lain
secara fisik seperti memukul, menendang dll. Disamping itu adanya
intepretasi peran sosial yang menyebutkan bahwa laki-laki secara sosial dan
budaya lebih diharapkan lebih asertif dan berjiwa penguasa(agresif),
sehingga dalam konteks sosial budaya laki-laki tidak banyak mengalami
hambatan dan dapat secara langsung mengekspresikan dorongan agresifnya
secara fisik. Hal ini sesuai dengan pendapat Menurut Osterman dkk (dalam
Krahe, 2005) mengindikasikan bahwa laki-laki lebih cenderung agresif
daripada perempuan untuk terlibat dalam berbagai bentuk agresi langsung
tindakan yang ditujukan secara langsung pada target dan secara jelas seperti
kekerasan fisik, mendorong.
Dalam konteks sosial perempuan harus mencari cara yang lebih
tersembunyi dan terselubung, meskipun intensitas dorongan agresi yang
dimiliki laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Perempuan
menggunakan penyelesaian permasalahan dengan tidak berhadapan secara
langsung dengan individu/ kelompok lain yang menjadi targetnya. Tindakan
ini termasuk melakukan penyerangan secara verbal (kata-kata). Menurut
Osterman dkk (dalam Krahe, 2005) perempuan lebih cenderung dari pada
laki-laki untuk terlibat dalam berbagai bentuk agresi tidak langsung-
tindakan ini termasuk menyebarkan rumor mengenai target, mengarang
cerita sehingga target mendapat masalah.