BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Desa Huluduotamo
Secara khusus masyarakat yang ada di Desa Huluduotamo Kecamatan
Suwawa Induk adalah masyarakat yang terbilang majemuk kalau dilihat secara
vertikal struktur masyarakat yang ada di daerah ini memiliki perbedaan dari
berbagai segi. Perbedaan tersebut dapat dilihat baik dari tingkat ekonomi serta
strata pendidikan dimana terdiri dari masyarakat lapisan bawah. Pada masyarakat
lapisan atas terdiri dari masyarakat berpendidikan memadai serta tingkat ekonomi
yang terbilang cukup sedangkan masyarakat lapisan bawah merupakan
masyarakat yang masih tertinggal dari segi pendidikan maupun ekonominya.
Perbedaan itu berpengaruh pula pada pola hidup dan pandangan hidup
(kepercayaan) masyarakat, hal ini menimbulkan pengaruh budaya yang di miliki
masyarakat tersebut. Seperti halnya masyarakat lain disekitarnya, masyarakat
Desa Huluduotamo juga mempunyai adat dan kebudayaan yang masih diupayakan
untuk dipertahankan, salah satu budaya yang dimiliki oleh masyarakat Desa
Huluduotamo adalah perkawinan secara adat.
Adat perkawinan merupakan salah satu budaya yang dimiliki oleh
masyarakat Desa Huluduotamo yang perlu dijaga kelestariannya. Sejalan dengan
perubahan sosial, ekonomi, politik dan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi seperti sekarang ini memungkinkan terjadinya perubahan dan
pergeseran terhadap nilai-nilai budaya tradisional (daerah) seperti pada
pelaksanaan modepita dilonggato karena dipengaruhi oleh budaya yang berasal
dari luar. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dikhawatirkan membawa
dampak yang mengubah pandangan masyarakat dan pada akhirnya akan
melupakan budaya leluhur khususnya generasi muda sebagai pewaris budaya
tersebut.
4.1.2 Sejarah Singkat Desa Huluduotamo
Desa Huluduotamo dahulunya masih menjadi satu dengan Desa Bube,
karena begitu luasnya Desa Bube maka di adakan pemekaran, bagian dari Desa
Bube yang di mekarkan di beri nama Desa Huluduotamo yang kemudian di
resmikan pada tahun 1985 kepala desanya yaitu Bapak Atuaji.
Adapun nama Desa Huluduotamo yang berarti Bukit yang memanjang,
yang bernama Huluduo yang berarti bukit yang memanjang dan berbatasan
dengan Desa Moutong Kecamatan Kabila yang berada di sebuah dataran yang
bernama dataran Paya.
Apapun kata Otama adalah suatu tempat yang mana air yang terkumpul
menjadi satu di bawah kaki bukit. Huluduo, yang akhirnya dipakai untuk
pengairan persawahan.
Jadi Desa Huluduotamo terdiri dari dua suku kata Huluduo adalah bukit
yang memanjang, Otama adalah air yang terkumpul menjadi satu, maka dua suku
kata tersebut di rangkaikan menjadi satu suku kata yaitu Huluduotamo.
4.1.3 Letak Geografis
Kebijakan sektoral pembangunan di Kabupaten Bone Bolango di arahkan
untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat di
segala lapisan secara merata, serta meletakkan landasan yang kuat untuk tahap
pembangunan selanjutnya. Sehingga kedepan pelaksanaan pembangunan di Desa
Huluduotamo dapat benar-benar mencerminkan keterpaduan dan keserasian antar
program-program sektoral, dengan demikian sumber-sumber potensi daerah dapat
dioptimalkan pemanfaatannya dan dapat di kembangkan secara merata.
Pelaksanaan pembangunan tentunya tidak terlepas dari upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, hal ini berkaitan dengan kondisi ekonomi dan
kemakmuran masyarakatnya. Di lihat dari tingkat ekonomi masyarakat, maka
pertumbuhan dan perkembangan kecamatan akan sangat berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan desa yang ada di sekitarnya.
Desa Huluduotamo yang secara struktural merupakan Ibukota Kecamatan
Suwawa, secara geografis Desa Huluduotamo terletak di tengah-tengah pedesaan
di wilayah Kecamatan Suwawa, memiliki potensi yang cukup strategis dengan
luas wilayah 93 Ha yang terbagi menjadi 3 dusun, yakni : Dusun Harapan, Teratai
dan Tabuliti dengan perbatasan wilayah sebagai berikut :
Utara : Berbatasan dengan Desa Ulanta
Barat : Berbatasan dengan Desa Moutong
Selatan : Berbatasan dengan Desa Helumo
Timur : Berbatasan dengan Desa Duano
Desa Huluduotamo Kecamatan Suwawa yang merupakan daerah otonom
desa dengan jumlah penduduk 655 jiwa yang terdiri dari 327 jiwa penduduk laki-
laki dan 328 jiwa penduduk perempuan dan terdiri dari 171 kepala keluarga.
Potensi Desa Huluduotamo cukup besar, baik potensi yang sudah di
manfaatkan maupun yang belum di manfaatkan secara maksimal. Potensi yang
ada baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya perlu terus di gali
dan di kembangkan untuk kemakmuran masyarakat secara umum.
4.1.4 Keadaan Penduduk
Desa Huluduotamo secara struktural merupakan Ibu kota Kecamatan
Suwawa yang terletak di tengah-tengah pedesaan di wilayah Kecamatan Suwawa
terbagi dalam 3 Dusun yaitu Dusun Harapan, Dusun Teratai, Dusun Tabuliti. Pada
aspek demografis, Desa Huluduotamo memiliki penduduk sejumlah 655 Jiwa.
Dengan jumlah penduduk perdusun adalah Dusun Harapan yakni 288 jiwa,
kemudian Dusun Teratai sejumlah 170 jiwa, dan Dusun Tabuliti sejumlah 197
Jiwa.
Dari jumlah penduduk di atas maka dapat di kategorikan berdasarkan
jumlah penduduk antar dusun seperti dalam tabel berikut:
Tabel 1 : Jumlah Penduduk Antar Dusun, Tahun 2012
No Dusun
Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Harapan 155 133 288
2 Teratai 82 88 170
3 Tabuliti 90 107 197
Jumlah 327 328 655
Sumber data : kantor Desa Huluduotamo Tahun 2012
4.1.5 Keadaan Sosial Desa
Kondisi sosial budaya masyarakat di tunjukkan masih rendahnya kualitas
dari sebagian SDM masyarakat di Desa Huluduotamo, serta cenderung masih
kuatnya budaya paternalistik. Meskipun demikian pola budaya seperti ini dapat di
kembangkan sebagai kekuatan dalam pembangunan yang bersifat mobilisasi
masa. Di samping itu masyarakat Desa Huluduotamo yang cenderung memiliki
sifat ekspretif, agamis dan terbuka dapat di manfaatkan sebagai pendorong budaya
transparansi dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksnaan
pembangunan. Munculnya masalah kemiskinan, ketenaga kerjaan dan perburuhan
menyangkut pendapatan, status pemanfaatan lahan pada fasilitas umum
menunjukkan masih adanya kelemahan pemahaman masyarakat terhadap hukum
yang ada saat ini. Kondisi ini akan dapat menjadi pemicu timbulnya benih
kecemburuan sosial dan sengketa yang berkepanjangan jika tidak di selesaikan
sejak dini.
4.1.6 Keadaan Pendidikan
Desa Huluduotamo dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini cukup
bagus, hal ini di tunjukkan dengan minimnya jumlah penduduk buta huruf.
Sedangkan sarana pendidikan formal kurang memadai dalam rangka
meningkatkan kualitas peserta didik, pemerintah desa Huluduotamo beserta warga
masyarakat kurang memperhatikan peningkatan sarana pendidikan. Hal ini dapat
berakibat pada timbulnya pengangguran yang akan berdampak pada timbulnya
menurunnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan pada desa.
Dalam kondisi seperti ini pemerintah desa harus mampu mengatasi persoalan-
persoalan yang mungkin akan timbul yaitu dengan mengadakan program-program
pemberdayaan melalui kerjasama dengan pemerintah kabupaten Bone-bolango
dan pemerintah Desa Huluduotamo perlu menyiapkan berbagai strategi kegiatan
yang sinersis atau kerjasama dengan semua institusi atau komponen baik
pemerintah maupun swasta sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing.
Berikut ini tabel dari tingkat pendidikan penduduk
Tabel 2 : Tingkat Pendidikan Penduduk
Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan
Usia 3-6 tahun yang belum
masuk TK
173 orang 10 orang
Usia 3-6 tahun yang sedang TK
/ play group
4 orang 6 orang
Usia 7-18 tahun yang sedang
sekolah
60 orang 58 orang
Usia 18-56 tahun yang tidak
pernah sekolah
2 orang -
Tamat SD / sederajat 86 orang 69 orang
Jumlah usia 12-56 tahun tidak
tamat SLTP
- 1 orang
Tamat SMP / sederajat 15 orang 25 orang
Tamat SMA / sederajat 63 orang 55 orang
Tamat S1 / sederajat 10 orang 18 orang
Jumlah 413 orang 242 orang
Jumlah total 655 orang
Sumber Data : Kantor Desa Huluduotamo, Tahun 2012
Berdasarkan data tersebut di atas, maka jumlah penduduk yang tamat SD /
sederajat lebih besar jumlahnya di bandingkan dengan yang tamat SMP /
sederajat, SMA / sederajat dan Perguruan Tinggi. Hal ini dapat di tarik
kesimpulan bahwa penduduk Desa Huluduotamo masih banyak yang tidak peduli
terhadap keberlanjutan pendidikan ke arah yang lebih tinggi.
4.1.7 Agama
Tabel 3 : Agama
Agama Laki-Laki Perempuan
Islam 323 orang 323 orang
Kristen 4 orang 5 orang
Jumlah 327 orang 328 Orang
Sumber Data : Kantor Desa Huluduotamo, Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas tersebut bahwa masyarakat Desa Huluduotamo
yaitu mayoritas agama Islam dengan jumlah 323 laki-laki dan 323 perempuan,
dan untuk beragama kristen laki-laki berjumlah 4 orang dan perempuan 5 orang.
4.1.8 Kondisi Ekonomi Objek Penelitian
4.1.8.1 Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4 : Mata Pencaharian Pokok
Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan
Petani 87 orang -
Pegawai Negeri Sipil 12 orang 13 orang
Pedagang Keliling 3 orang 3 orang
Peternak 83 orang -
Montir 2 orang -
Pembantu Rumah Tangga - 1 orang
TNI 1 orang -
POLRI 2 orang -
Pensiunan PNS/TNI/POLRI 3 orang -
Pengusaha kecil dan menengah 1 orang -
Dukun Kampung Terlatih - 1 orang
Jumlah Total Penduduk 212 orang
Sumber Data : Kantor Desa Huluduotamo, tahun 2012
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah total 655 jiwa yang ada
di Desa Huluduotamo sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai
petani dengan jumlah 87 orang dan peternak dengan jumlah 83 orang dan
sebagian masyarakat Desa Huluduotamo yang tidak tercantum sebagian adalah
anak-anak, pelajar, mahasiswa, pengangguran dan lain-lain.
4.1.8.2 Keadaan Ekonomi Desa Huluduotamo
Perekonomian Desa Huluduotamo secara umum di dominasi pada sektor
pertanian yang sistem pengelolaannya masih sangat tradisional (pengolahan
lahan, pola tanam maupun pemilihan komoditas produk pertaniannya). Produk
pertanian desa Huluduotamo untuk lahan basah (sawah) masih monoton pada
unggulan padi dan sedikit palawija, hal ini di akibatkan adanya struktur tanah
yang mungkin belum tepat untuk produk unggulan pertanian di luar sentra padi
dan persoalan mendasar lainnya adalah sistem pengairan yang kurang baik.
Sehingga berdampak adanya kekurangan air jika pada saat musim kemarau. Oleh
karenanya harus ada langkah strategis dalam mengatasi persoalan pertanian
dengan melakukan berbagai upaya-upaya : perbaikan sistem irigasi/pengairan ;
penggunaan teknologi tepat guna ; perbaikan pola tanam dan pemilihan komoditas
alternatif dengan mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak terkait (dinas
pengairan, dinas pertanian). Sedangkan untuk lahan kering (tegal) produk
unggulan masih di dominasi oleh tanaman tebu, di samping itu masih banyak
lahan yang belum termanfaatkan secara produktif untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat. Langkah alternatif yang bisa di lakukan untuk
mengatasi hal tersebut adalah melakukan penyuluhan-penyuluhan untuk
meningkatkan pemanfaatan lahan seperti : pengadaan bibit-bibit tanaman
produktif dengan melibatkan instasi terkait (dinas kehutanan, dinas pertanian dan
perkebunan).
Pertahanan : luas wilayah pertahanan yang ada adalah + 2206 ha dengan
rincian status dan penggunaannya sebagai berikut:
Tabel 5 : Penggunaan Lahan Pertanian
NO Jenis Tanaman Luas (Ha)
1. Tanaman Padi 10 H
2. Tanaman Jagung 30 H
Hasil per ha 8.000.000
Biaya Pemupukan per ha 704.000
Biaya bibit per ha 540.000
Biaya obat per ha 500.000
Sumber Data: Kantor Desa Huluduotamo
Sesuai dengan data dari penduduk berdasarkan pekerjaan bahwa sebagian
besar masyarakat yang bermata pencaharian petani dengan 2 jenis tanaman
pertanian yaitu tanaman padi dengan luas 10 H dan tanaman jagung dengan luas
30 H yang paling banyak di tanam oleh masyarakat Desa Huluduotamo.
4.2 Pembahasan
4.2.8 Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Adat Perkawinan Gorontalo
Pernikahan adalah kewajiban yang harus di laksanakan oleh dua insan
yang berbeda jenis, selain itu dalam pernikahan harus menggunakan tahapan-
tahapan yang di tentukan. Perkawinan dianggap suci, agung, bahagia, dan
berkesan. Itu sebabnya makna perkawinan harus dirasakan oleh kedua mempelai.
Mereka tidak boleh menganggap bahwa perkawinan itu mudah, gampang dan
karena itu pula gampang untuk bercerai. Menurut adat, perkawinan secara ideal
hanya bercerai karena meninggal. Adat berharap agar pasangan suami istri akan
kekal, hidup rukun dan damai seperti yang tampak dalam nasehat (palebohu) yang
ditujukan kepada pasangan suami istri pada waktu mereka duduk dipelaminan.
Proses perkawinan itu tidak hanya sekali jadi ia melewati tahap-tahap yang
disebut proses perkawinan (lenggota lo nika). Tahap proses perkawinan bukan
dibuat untuk memperlama atau mempersulit perkawinan, tetapi semata-mata
bertujuan agar kedua calon suami istri dapat merasakan apa makna perkawinan
yang ditandai oleh perjuangan dan kerja keras.
1. Tahap Mongilalo
Tahap pertama adlah tahap mongilalo (meninjau). Pada tahapan ini dua
pasangan (biasanya laki dan istri) di utus kerumah calon pengantin perempuan.
Tahap ini penting untuk menentukan, apakah calon pengantin (=kekasih sang
pria) dapat dikawinin atau tidak. Pasangan suami istri tadi biasanya bertemu
ketetangga calon pengantin. Hal itu penting juga karena gadis zaman dahulu
biasanya di pingit, tidak mudah keluar rumah. Karena dipingit maka kadang-
kadang perjumpaan antara gadis dan jejaka hampir-hampir tidak pernah ada.
Karena itu perlu sekali mongilalo (meninjau) tersebut.
Tahapan mongilalo bertujuan mengetahui sikap dan peranggai sang gadis.
Ada tiga faktor yang menentukan langkah-langkah selanjutnya. Ketiga hal itu
adalah:
a. Sikapnya
b. Cara berpakaian
c. Kegiatannya ketika diadakan peninjauan tersebut.
Dahulu peninjauan itu dihubungkan dengan keadaan alam sekitar. Jika
dalam peninjauan itu sang gadis sedang duduk atau berdiri menghadap timur dan
utara, hal itu dinandakan bahwa sang gadis tersebut bersikap baik. Lebih baik lagi
kalau si gadis kebetulan menghadap para peninjau, seperti itu menandakan bahwa
perkawinan akan bahagia. Sebaliknya kalau gadis tersebut menghadap kearah
barat atau selatan, menandakan bahwa gadis tersebut sebaliknya jangan di kawin
karena hal itu telah menandakan kesialan.
Hal yang perlu dilihat dari cara berpakaian misalnya cara menata rambut
dan berpakaian. Kalau gadis itu ditemukan dalam keadaan rambut terurai
menandakan bahwa gadis tersebut pemalas, mengurus diripun tak mampu, bila
baju yang dipainya harus diperhatikan pula, apakah kombinasi warna sesuai atau
tidak. Kombinasi baju sesuai dengan keadaan kulit gadis. Kalau tidak hal itu
menandakan bahwa gadis tersebut kurang teliti, tidak terampil, dan tidak cakak
mengurus diri.
Selanjutnya hal yang berhubungan dengan kegiatan yakni apabila gadis itu
bekerja atau tidak. Kalau gadis tersebut dijumpai sedang tidur sedangkan
peninjauan dilaksanakan setelah azhar, itu menandakan bahwa gadis itu pemalas.
Demikian pula kalau gadis itu didapati hanya mencari kutu sambil menghadap
jalan. Sebab hal itu menandakan bahwa gadis itu bersifat suka menggunjing
(momite), suka membuang-buang waktu. Yang paling tidak disukai yakni, kalau
sang gadis didapati sedang bekerja dan memakai baju yang serasi serta
menghadap kearah timur atau utara.
Apa yang diutarakan diatas sebagiannya telah ditinggalkan orang zaman
sekarang, namun hal yang berhubungan dengan kegiatan dianggap sangat
menentukan. Hal ini terbukti dengan nasehat seorang ibu terhadap anaknya seperti
diutarakan diatas dan juga ada anjuran untuk mencari orang yang banyak
kegiatannya, banyak karya pololohelo taa okaraja (carilah orang yang mempunyai
karya atau pekerjaan).
Acara mongilalo (meninjau) kini telah ditinggalkan karena sigadis dan si
jejaka sudah sering bertemu dan bahkan sudah selalu diizinkan keluar bersama-
sama. Dengan demikian, baik si gadis maupun si jejaka sudah mengetahui lebih
dahulu sifat dan perangai bakal suami atau istri.
Kalau si peninjau merasa yakni bahwa gadis tersebut baik untuk dikawini
maka mereka melaporkan hasil peninjauan tersebut, kepada orangtua laki-laki.
Laporan tersebut yang dijadikan dasar untuk melaksanakan peminangan atau
tidak. Kalau laporan peninjauan baik,maka dilaksanakan tahap berikut yakni tahap
mohabari (mencari berita).1
2. Tahap Mohabari
Tahap mohabari dilakukan oleh kedua orangtua laki-laki secara rahasia
kepada orangtua perempuan. Kedatangan merekapun tidak diberitahukan kepada
orangtua perempuan karena kunjungan ini merupakan kunjungan tidsk resmi,
tetapi yang paling penting karena merupakan kunjungan awal untuk menentukan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan.
Pada tahap mohabari ini kedua orangtua hanya membawa sirih, pinang,
gambir, tembakau, dam kapur yang dibungkus dengan dua kain yang polos indah
serta tapahula yang berisikan 10 kati. Setelah mereka tiba dirumah sang gadis,
mereka memberi salam yang tentu akan di undang masuk dan dipersilahkan
duduk diatas tikar (dahulu belum ada kursi seperti sekarang). Mereka segera
meminta tempat sirih pinang (poamama). Sirih pinang yang mereka bawah diisi
1 Medi Botutihe. Tata upacara adat gorontalo. Gorontalo, 2003. Hal. 98
dalam tempatnya. Baik orangtua laki-laki maupun orangtua perempuan. Makanlah
sirih pinag bersama-sama.
Setelah mereka makan sirih maka orangtua laki-laki menyampaikan isi
hati dengan kata-kata sebagai berikut:
a. Wonu ito (kepada orangtua si gadis) tahu-tahu iintani, de amiaatia taa
mameqiyangomai (kalau bapak/ibu memiliki intan, biarlah kami yang
membentuknya menjadi cincin);
b. Wonu ito opolohungo, de amiaatia taa lalaaita ma meqibuhuto (kalau
bapak/ibu memelihara bunga hias, bairlah kami yang akan menyirainya,
selalu);
c. Wonu ito bia-biahe burungi; de amiaatia ta maa hemopoqaami (kalau
bapak/ibu) memelihara burung, biarlah kami yang akan memeliharanya,
memberinya makan).
Kata-kata intan, iintani, polohungo, bunga hias dan dan kata burung hanya
merupakan simbol belaka. Kata iintani menandakan bahwa orangtua si gadis yang
dihadapi adalah raja, kata polohungo menandakan orangtua gadis yang dihadapi
adalah rakyat biasa. Pada waktu dahulu, pada masa pemerintah raja-raja, wuku
Gorontalo mengenal golongan penduduk yakni : A. Olanggiya (raja) dan
keluarganya. B. Wali-wali (bangsawan). C. Wato (budak).
Mendengar kata-kata seperti yang diuraikan diatas, ayah (orangtua) si
gadis berkata: „‟amiaatia mohile maqapu‟‟. Wonu maali amiaatia donggo
moqoota-awapo wolo u ngaalaqa. Sababu bo donggo to delomo ombongo walao
ta duulato, dobo toqu maa yilumualai ode dunia, tio ma loali walao ta daadaata
(kami minta maaf. Kalau dapat kami bermusyawarah lebih dahulu dengan
keluarga. Sebab dalam ketika masih berada di dalam kandungan, anak itu adalah
anak kami berdua, tetapi setelah lahir maka anak itu sudah merupakan milik
keluarga). Dari jawaban ini perkawinan bukan saja urusan si gadis dan si jejaka,
bukan saja urusan orangtua kedua belah pihak, tetapi menjadi kurusan seluruh
keluarga bahkan umum.2
3. Tahapan Momatata U Pilo’otawa
Pihak laki-laki mencari penghubung (ti utoliya). 3 hari kemudian si utoliya
kembali ke rumah orangtua perempuan dengan membawa amanat denganembawa
alamat dari kedua orangtua laki-laki. Si utoliya hanya membawa selembar kain
yang indah yang di isi dalam tapahula dan tonggu. Tahap ini di sebut tahapan
momatata u pilo‟otawa (meminta ketegasan).
Kedatangan utoliya di tunggu oleh kedua orangtua si gadis dengan
keluarga terdekat karena sifatnya masih merupakan rahasia. Setelah di persilahkan
duduk „‟amiaatia INSYA ALLAH loqotapu izini lonto Allahu Taqaala u mai
mototalua wolo mongowutata wau mongodulaqa. Amiaatia loqotapu hihile lonto
oli (di sebut namanya dengan nama sapaannya) u mei peqihabarialio maqo
heeluma li (di sebut nama orangtua laki-laki) to ombongi mongolio‟‟. Artinya :
(insya allah kami beroleh izin allah untuk berjmpa dengan saudara-saudara dan
bapak/ibu disini. Kami beroleh permintaan dari bapak........ untuk datang kesini
memohonan kabar tentang permufakatan antara bapak dan ibu.... dan bapak......
mengenai anak anda yang akan direncanakan akan di jadikan menantu mereka”.
2 Ibid. Hal. 102
Orang tua perempuan menjawab : botiitieli da bolo bilo-bilohulo wau
molameta yiyintu lemei..... wau lilei.... (disebut nama orang tua laki-laki dengan
sapaannya) yi ma moali ooliamai dequ polelemai diaalu, de wolua, polelemai
woluo de diaahu, artinya “dikatakan tidak ada padahal ada, dikatakan ada padahal
tidak ada”. Ini berarti permintaan pihak laki-laki disetujui.
Mendengar jawaban seperti itu, si utolia berkata ” allhamdulilah amiaatia
mosukuru, potala bolo woluwo umuru ito mohu-mohualia moali masahuru (kami
bersyukur dan berdoa semoga ada umur dan kita menyebarkan kabar perkawinan
ini pada orang banyak).3
4. Acara Motolobalango
Rombongn pihak laki-laki yang dipimpin oleh utolia (penghubung)
mendatangi rumah pihak perempuan. Si utolia dari pihak laki-laki disebut Utolia
Luntu dulungo laiqo dan di pihak perempuan disebut ti utolia luntu dulungo
walato. Mereka membawa sirih-pinang, tembakau, gambir, kapur, kain sutra indah
yang diisi ditapaula dan tonggu, mereka diterima oleh pihak keluarga permpuan.
Kedua belah pihak duduk beralaskan tikar atau permadani sambil duduk
berhadap-hadapan.4
5. Tahap Monga’ata Dalalo
Istilah monga‟ata dalalo disini yakni suatu rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan sebelum hari perkawinan yang di maksud untuk meratakan proses
perkawinan. seperti telah dikatakan di atas bahwa tahap motolobalango (sama
3 Ibid. Hal. 109
4 Ibid. Hal. 115
dengan meminang) bermakna permintaan secara resmi dari pihak laki-laki kepada
pihak perempuan mengenai calon istri. Telah dijelaskan di atas bahwa persetujuan
telah ada ketika orangtua laki-laki telah bertamu ke rumah orangtua perempuan.
Persetujuan tersebut kemudian diresmikan pada tahap motolabalango di mana
hadir keluarga terdekat terutama pada pihak perempuan. Persetujuan ini diperluas
lagi secara resmi akan di saksikan oleh anak atau anak-saudara, pemerintah dan
pegawai syara. Persiapannya perlu usaha meratakan proses tersebut. Usaha
meratakan jalan tersebut yang di sebut monga‟ata dalalo.
Tahap monga‟ata dalalo rombongan si utoliya membawa (a) sirih, pinang
dan 5 macam (tembakau, sirih, pinang, gambir dan kapur), (b) 10 kati, (c) tonggu,
yang semuanya di bungkus pada kain yang indah kemudian di payungi. Orang
yang melihat bawaan seperti ini pasti akan mengetahui hal itu adalah simbol dan
rombongan sedang mengadakan apa yang di sebut tahap monga‟ata dalalo yang di
antar di kediaman pihak perempuan.5
6. Tahap Molenilo
Kata molenilo datang dari kata tenilo yakni alat yang dipergunakan untuk
mengalirkan atau menampung air pada sambungan rumah. Tenilo merupakan alat
penghubung antara bagian rumah dan bagian yang lain. Jadi molenilo berarti
menampung atau mengalirkan air dari 2 tahap bahagian rumah. Hal ini bermakna
bahwa molenilo menghubungkan antara kedua keluarga.
Yang di bawah pada tahapan molenilo adalah (a) seperangkat kain untuk
calon pengantin perempuan, sebagai lambang cinta kasih kasih kekasihnya yang
5 Ibid. Hal. 134
bakal menjadi suami, (b) tonggu, dan (c) sirih pinang. Acara di dahului oleh
pemberitahuan tentang kedatangan rombongan yang akan melaksanakan acara
tahap molenilo. Rombongan tetap di pimpin oleh si utoliya tadi. Rombongan
pihak laki-laki di sebut tetap terdiri dari keluarga terdekat pihak laki-laki. Mereka
datang tanpa di iringi bunyi-bunyian.
Rombongan pihak laki-laki di tunggu oleh keluarga terdekat dari pihak
perempuan. Mereka belum boleh mengundang pemerintah dan pegawai sya‟riah
sebab acara ini baru pada tahap memantapkan hubungan antara keluarga laki-laki
dan keluarga perempuan.
Pertemuan di laksanakan secara kekeluargaan tanpa kata-kata yang puitis
sudah jelas si utoliyo menyampaikan bingkisan tersebut dengan kata-kata yang
tersusun baik, demikian pula si utoliya dari pihak perempuan akan menggunakan
kata dan kalimat yang baik. Dalam setiap pertemuan dalam proses perkawinan,
tonggu yang akan lebih dahulu di serahkan sebagai petanda bahwa acara segera di
mulai. Kalau tonggu telah di terima si otoliya dari pihak laki-laki dengan leluasa
menyampaikan amanat yang mereka bawa.
Seperangkat kain tentu saja di teruskan kepada calon pengantin
perempuan, sirih pinang menjadi bagian mereka yang hadir. Sebelum rombongan
pihak laki-laki kembali maka segera di beritahukan kapan tahap momuo nagango
membuka maksud kepada keluarga, pemerintah dan pegawai syara yang akan di
laksanakan.6
6 Ibid. Hal. 138
7. Tahap Momu’o Ngango
Rombongan kola-kola dari pihak keluarga laki-laki, turun 25 meter dari
pintu masuk pintu rumah orangtua perempuan, atau rumah tempat menunggu
untuk pelaksanaan acara tersebut. Si balaanga (penghubung), memberitahukan
kepada keluarga pihak perempuan bahwa perangkat Hu‟o Lo Ngango telah tiba.
Dengan di pimpin oleh Utoliya Luntu Dulungo Layi‟o, maka rombongan
berjalan perlahan-lahan, juga para pembawa baki, dengan urutan baki sirih pinang
di depan dan buah-buahan di belakang, berbanjar empat-empat dengan iringan
hantalo. Utoliya Walato, telah menunggu di depan pintu masuk (pintu gerbang
arkus), maka Utoliya Luntu Dulungo Layi‟o mengucapkan tuja‟i.
Acara momu‟o ngango atau modutu, adalah pengresmian / pengukuhan
secara umum, dengan di saksikan oleh pemerintah setempat, bahwa pesta
pernikahan akan berlangsung dengan waktu dekat. Pelaksanaan gemblengan,
kedua calon pengantin, untuk persiapan mereka memasuki gerbang perkawinan.7
8. Tahapan Modepita Maharu
Acara di dahului oleh pemberitahuan tentang kedatangan rombongan yang
akan melaksanakan adat Modepita Maharu. Rombongan tetap di pimpin oleh si
Utoliya, tanpa Hantalo. Setibanya di rumah pihak perempuan rombongan di
persilahkan duduk di atas tikar atau permadani. Di atas alas kain berhias, di
letakkan semua perlengkapan berupa benda-benda yang menjadi atribut adat,
sejumlah 13 macam. Tonggu di sodorkan sebagai tanda Utoliya Luntu Dulungo
Layi‟o akan memulai pembicaraan. Pembicaraan di mulai dengan maksud
7 Ibid. Hal. 142
kedatangan mereka sebagai mukaddimah, lalu di lanjutkan dengan mengundang
Utoliya dan orangtua perempuan yang akan menerimanya, kecuali Tonelo yang di
terima langsung oleh kedua orangtua perempuan / walinya. Selesai Utoliya Luntu
Dulungo Layi‟o, menyerahkan perangkat adat tersebut, pembicaraan di alihkan
pada penetapan hari untuk mengantar Dilanggato, atau perlengkapan di dapur
yang terdiri dari jenis-jenis rempah-rempah yang di pakai untuk mengolah
makanan pada hari H (pesta pernikahan). Acara di akhiri dengan minum teh teh /
kopi dan makan kue bersama, setelah itu Utoliya dan rombongan dari pihak laki-
laki kembali.
Acara adat Modepito Maharu, adalah merupakan inti pelaksanaan
perkawinan karena sesuai yang telah di syare‟atkan. Besar kecilnya Tonelo, di
serahkan pada kemampuan pihak laki-laki. Tonelo bukan saja berupa uang, tetapi
dapat juga berupa benda seperti sebidang sawah, pohon-pohon kelapa, Al-Qur‟an
dan sajadah dan lain-lain.8
9. Tahap Modepita Dilonggato
Acara Modepita Dilanggato, adalah penyempurnaan dari acara adat
sebelumnya yang menyangkut bahan-bahan persiapan konsumsi dan
pemberitahuan acara kesenian daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan adat
perkawinan. Dengan adanya Dilanggato bagian konsumsi sudah dapat mengetahui
kekurangan yang perlu di perbaiki untuk lancarnya pelaksanaan konsumsi pada
acara perkawinan.
8. Ibid. Hal. 154
Dilonggato ialah bahan-bahan konsumsi lengkap untuk pesta pernikahan
yang di siapkan oleh keluarga calon pengantin pria kemudian di antarkan ke
rumah keluarga calon pengantin wanita pada saat H-2 atau H-1 atau bersamaan
dengan acara penghantaran adat harta pernikahan „dutu‟ apabila dutu tersebut di
laksanakan saat H-2 atau H-1.
Bahan konsumsi di paparkan di ruang belakang atau peralatan dapur terisi
benda piring dan di letakkan di atas baki, setiap baki @ 3 atau 4 piring sesuai
dengan pemaparan bahan hantaran adat pernikahan, maksudnya kalau dutu 3 baki
setiap jenis maka dilonggato 3 piring setiap 1 baki dan seterusnya.
Bahan dilonggato terdiri dari:
1. Beras
2. Ikan berupa sapi / kambing (tidak di paparkan)
3. Rica 3 atau 4 piring 1 baki
4. Tomat 3 atau 4 piring 1 baki
5. Bawang merah 3 atau 4 piring 1 baki
6. Lengkuas 3 atau 4 piring 1 baki
7. Serey 3 atau 4 piring 1 baki
8. Lemon nipis 3 atau 4 piring 1 baki
9. Garam 3 atau 4 piring 1 baki
10. Lombok 3 atau 4 piring 1 baki
11. Bawang putih 3 atau 4 piring 1 baki
12. Jahe / geraka 3 atau 4 piring 1 baki
13. Kunyit 3 atau 4 piring 1 baki
14. Pala 3 atau 4 piring 1 baki
15. Kayu manis 3 atau 4 piring 1 baki
16. Gintar 3 atau 4 piring 1 baki
17. Ketumbar 3 atau 4 piring 1 baki
18. Aneis (denggu-denggu) 3 atau 4 piring 1 baki
19. Lada 3 atau 4 piring 1 baki
20. Cingkeh 3 atau 4 piring 1 baki
21. Laksa 3 atau 4 piring 1 baki
22. Makaroni 3 atau 4 piring 1 baki
23. Bahan penyedap 3 atau 4 piring 1 baki
24. Minyak kelapa 3 atau 4 botol
25. Kue kering 3 atau 4 toples
26. Kopi 3 atau 4 bungkus
27. Teh 3 atau 4 bungkus
28. Gula 3 atau 4 Kg
29. Susu 3 atau 4 blek
30. Pepaya 3 atau 4 buah
31. Pisang 3 atau 4 sisir
32. Alat dapur (totalu‟o dan o‟aahu)
33. Kelapa sengearo (bode‟o) 3 atau 4 bungkus 1 piring
34. Kelapa biji 6 atau 8 buah
35. Kayu api 3 atau 4 ikat.
Utusan keluarga calon pengantin pria terdiri dari seorang kimalaha atau taa
uda‟a kalau pelaksanaannya secara biasa di sertai 2 orang ibu dan berapa orang
sikili atau remaja sebagai pembawa bahan dilonggato.
Setelah selesai di paparkan utusan calon pengantin pria mempersilahkan
kepada wakil keluarga calon pengantin wanita untuk memperhatikan dan
menerima adat dilonggato tersebut dengan ungkapan sebagai berikut:
Dilonggato maa hilandalo dilonggato sudah terpapar
Toduwolo ito mongilalo silahkan untuk memperhatikan
Potala maa odi-odiyalo mudah-mudahan sudah sesuai.
Di jawab oleh wakil keluarga calon pengantin wanita dengan kata-kata
sebagai berikut:
Eleponu didu ilolowalo biarlah kami tidak memperhatikan lagi
Debo maa odi-odiyalo sudah tepat dan sesuai.
Kemudian salah seorang ibu (juru masak) dari keluarga calon pengantin
wanita menyalin bahan-bahan tersebut dan membawanya masuk ke dapur. Para
pengantar di suguhi minum lalu pamit pulang.9
4.2.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Adat Perkawinan
Pelaksanaan adat perkawinan di Desa Huluduotamo sebagian besar masih
menggunakan Adat Gorontalo. Karena penduduk yang ada di Desa Huluduotamo
seluruhnya masih suku Gorontalo dan sebagian besar memeluk agama Islam dan
yang lainnya memeluk agama Kristen . Untuk itu ada semboyan yang selalu di
pegang oleh masyarakat Huluduotamo, yaitu „‟Adati hula-hula Sareate-sareati
9 Ibid. Hal. 162
Hula-hula to Kitabullah‟‟ yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara
Bersendikan Kitabullah. Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Desa
Huluduotamo sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan
bersendikan Islam. Prosesi pernikahan di laksanakan menurut Upacara adat yang
sesuai tahapan-tahapan atau Lenggota Lo Nikah.
Pernikahan adalah kewajiban yang harus di laksanakan oleh dua insan
yang berbeda jenis, selain itu dalam pernikahan harus menggunakan tahapan-
tahapan yang di tentukan. Yang menjadi tujuan utama dalam pernikahan ialah
memiliki keluarga sakina, mawada, warohma. Berdasarkan hasil wawancara
dengan bapak Amin Urusi ialah:
“Kalau untuk pernikahan setiap daerah punya adatnya sendiri,
maka kalau dilaksanakan pernikahan harus sesuai dengan adat yang
sudah ada supaya rumah tangga bisa mo jadi samawa, di samping
itu tujuannya mendapatkan keturunan.”10
Adat pernikahan merupakan salah satu ciri khas dari daerah itu sendiri,
sehingga adat pernikahan ini wajib di laksanakan, selain itu tujuan utama di
laksanakan adat ini adalah untuk memperbaiki rumah tangga yang sakina,
mawada, warohma dan juga untuk mendapatkan keturunan.
Namun dengan melihat perkembangan yang sudah modern maka untuk
pelaksanaan pernikahan menyesuaikan dengan perkembangan sekarang. Seperti
halnya yang di katakan oleh bapak Nani Pi‟inga:
“Kalau saya lihat anak muda sekarang yang sudah gaul sebagian
besar mereka itu sudah melupakan budaya dari nenek moyang kita,
pelaksanaan adat pernikahan yang dulu dengan sekarang so
10
Wawancara. Amin Urusi. 15 Maret 2013
berbeda padahal ini merupakan kebudayaan yang di wariskan
secara turun temurun.”11
Anak muda sekarang ini sudah tidak memperhatikan lagi adat warisan dari
nenek moyang dulu, mereka lebih mengutamakan perubahan-perubahan yang
sekarang tanpa melihat lagi adat yang sudah di jalankan sejak dulu.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh bapak Edi Harun:
“Kalau mo di lihat pelaksanaan perkawinan skarang itu so tidak
menggunakan lagi pelaksanaan perkawinan yang memang
sebenarnya, rata-rata mereka tinggal menyesuaikan saja dengan
perkembangan zaman dan perkembangan masyarakat yang
sekarang, makanya adat yang memang sebenarnya yang memang
dari nenek moyang kita so mulai di lupakan”12
Generasi muda sekarang tidak dapat lagi melaksanakan adat yang
sebenarnya, karena anak muda sekarang ini sudah terpengaruh oleh
perkembangan zaman, jadi mereka tinggal menyesuaikan saja dengan adat yang
di jalankan sekarang. Sehingga adat Gorontalo yang ada di Desa Huluduotamo
kini mulai terlupakan.
Ada kekhawatiran tersendiri serta rasa pesimis dari segelintir orang
mengenai kejadian ini, seperti halnya bapak Dirwan Todolo yang mengemukakan
bahwa:
“Saya melihat pelaksanaan pernikahan sekarang ini memang so ada
perubahan, bagaimana tidak mo ada perubahan orang tua saja tidak
menggunakan adat yang sebenarnya apalagi generasi muda,
padahal kalau mo di bilang adat ini memang warisan dari nenek
11
Wawancara. Nani Pi’inga. 16 Maret 3013 12
Wawancara. Edi Harun. 25 Maret 2013
moyang kita yang dulu, dan adat tetap adat dan itu harus di
laksanakan”13
Jangankan generasi muda orangtua sekarang saja sudah tidak
menggunakan lagi adat yang sebenarnya, apalagi generasi muda. Padahal adat ini
merupakan warisan dari nenek moyang yang menjadi turun temurun yang
mempunyai nilai dan makna tersendiri.
“Sebenarnya sebuah perkawinan ini punya nilai yang sangat tinggi,
dan mungkin saja karena ada pengaruh besar dari luar maka
masyarakat terikut arus sehingga nilai ini mulai memudar”14
Semua tahap-tahap dalam perkawinan secara adat di Desa Huluduotamo
sebenarnya punya nilai sosial yang tinggi akan tetapi mungkin karena ada
pengaruh-pengaruh dari luar sehingga nilai-nilai itu sekarang sudah jarang di
perhatikan.
Dari hasil wawancara dapat di simpulkan bahwa di lokasi penelitian telah
terjadi pergeseran perkawinan secara adat. Adapun pergeseran pelaksanaan
upacara perkawinan secara adat di masyarakat Desa Huluduotamo tersebut telah
dapat terlihat dari sudah tidak dipakainya tahapan dalam prosesi perkawinan
sekarang yang sebenarnya mengandung nilai luhur yang bermanfaat seperti
modepita dilanggato. Tahapan penting yang ditinggalkan ini sebenarnya memiliki
nilai-nilai sosial kehidupan yang tinggi sehingga apabila di laksanakan maka akan
membawa dampak positif baik bagi kelangsungan hidup kedua mempelai yang
melakukan pernikahan maupun pihak sanak keluarga dan masyarakat sekitar.
Namun demikian di tengah makin merosotnya pamahaman tentang nilai-nilai adat
13
Wawancara. Dirwan Todolo. 1 April 2013 14
Wawancara. Suwardi Wartabone. 30 April 2013
tersebut, masih ada segelintir masyarakat yang merasa prihatin dengan kondisi ini.
Ada suatu kekhawatiran tersendiri bahwa lama-kelamaan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam upacara perkawinan secara adat akan lenyap sehingga di
butuhkan semacam upaya untuk tetap melestarikannya sehingga kelestarian serta
kemurnian adat dapat tetap terpelihara dengan baik.
4.2.3 Tingkat Ekonomi Masyarakat Pada Pelaksanaan Perkawinan
Pernikahan di anggap suci, agung, bahagia dan berkesan. Itu sebabnya
makna pernikahan harus dirasakan oleh kedua mempelai, mereka tidak boleh
menganggap bahwa pernikahan itu mudah, gampang dan karena itu pula gampang
untuk bercerai. Menurut adat pernikahan secara ideal hanya bercerai karena
meninggal. Adat berharap agar pasangan suami istri akan tetap kekal, hidup rukun
dan damai seperti yang tampak dalam nasihat (palebohu) yang di tujukan kepada
pasangan suami istri pada waktu mereka duduk di pelaminan. Untuk itulah proses
pernikahan itu hanya sekali jadi ia melewati tahap-tahap yang di sebut prose
pernikahan (lenggota lo nikah). Tahap proses pernikahan bukan di buat untuk
memperlama atau mempersulit pernikahan, tetapi semata-mata bertujuan agar
kedua calon suami istri dapat merasakan apa makna pernikahan yang di tandai
oleh perjuangan dan kerja keras.
Persoalan ekonomi merupakan persoalan yang sangat penting sehubungan
dengan kelangsungan hidup manusia. Dimana persoalan ini menyentuh langsung
dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. Di dalam penggunaan kebutuhan hidup
terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat mendalam karena tidak semua
masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik (layak) tetapi
disesuaikan dengan kemampuan dan status sosialnya seperti halnya Desa
Huluduotamo yang sebagian besar masyarakatnya merupakan masyarakat yang
tingkat ekonominya tergolong lemah dan merasa tidak mampu untuk
melaksanakan pernikahan dengan baik dan sempurna.
4.2.3.1 Pelaksanaan Perkawinan Bagi Masyarakat Yang Mampu
Dari hasil penelitian di lapangan bahwa masyarakat yang ada di Desa
Huluduotamo pada pelaksanaan perkawinan untuk masyarakat yang mampu
masih menggunakan adat yang sebenarnya yang sesuai dengan tahapan-tahapan
perkawinan. Hal ini seperti yang di katakan oleh Bapak Abdullah Mahmud selaku
pemangku adat yaitu:
“Kalo yang mampu ini kalo tahapan perkawinan pada mongilalo
masih tetap berlaku karena ini hak wali dari perempuan, artinya
mongilalo ini memperhatikan. Kalo yang mohabari masih sama
tetap masih menggunakan karena ini menentukan pada
pelaksanaan perkawinan, begitu juga dengan momatata u
pilo‟otawa masih tetap ada itu kalo ada acara perkawinan. Setelah
itu molenilo masih ada juga. Begitu juga pada tahapan yang lain
tetap masih ada itu, karena kan orang yang mampu orang yang
punya banyak kelebihan jadi tidak masalah pa dorang kalau
melaksanakan acara perkawinan yang sesuai dengan tahapan
perkawinan yang ada, karena ini juga adat yang musti di
jalankan.”15
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa untuk masyarakat
yang mampu pastinya melalui tahapan-tahapan pelaksanaan perkawinan. Karena
semuanya membutuhkan biaya dan cukup banyak dan masyarakat yang mampu
dapat memenuhinya.
15
Wawancara. Abdullah Mahmud. 16 Juli 2013
Hal yang sama juga di katakan oleh Bapak Ali Tune yakni :
“Io, masyarakat yang mampu itu masih menggunakan tahapan
mongilalo, itu kan memang perlu skali itu jadi masyarakat yang
mampu masih tetap menggunakan. Tahapan mohabari hampir sama
dengan mongilalo, yang mo dilia di mohabari itu biasanya
keturunan dari mana, keluarganya dari mana karena itu yang
penting dan itu yang menentukan, karena yang kita kawin itu yang
mo di lia dalam perkawinan itu yang perempuan yang di kawini itu
yang dia cantik, asal dari keluarga mana, dan punya akhlak yang
bagus atau tidak, agama, punya harta, tapi biasa harta itu tidak
begitu menunjang Cuma akhlak dan agama itu yang penting, jadi
alangkah baiknya itu semuanya mo di nilai. Karena itu memang
dalam agama itu yang kita kawini seperti yang saya katakan tadi.
Tahapan momatata u pilo‟otawa memang ada itu, karena memang
harus melalui tahapan ini, yang pertama musyawarah dulu,
musyawarah itu untuk mempertemukan artinya permintaan atau
persetujuan dari kedua belah pihak begitu, kalau misalnya
permintaan itu di setujui oleh kedua belah pihak maka itulah jadi
itu, dari musyawarah itu abis itu peminangan, peminangan itu antar
harta. Nah itulah tolobalango itu so itu peminangan, depe tahapan
selanjutnya itu. Monga‟ata dalalo tetap juga masih ada itu,
peminangan dengan antar harta itu, biasanya orang yang di atas itu
lebe dulu di laksanakan dari akad nikah, biasanya di ambil dari
jauh hari itu peminangan dan antar harta itu lain kali masih 1 bulan
sebelum hari H begitu. Tahap molenilo tetap saja masih
menggunakan. Tahap momu‟o ngango juga masih menggunakan.
Modepita maharu yang di dalamnya berisi hiasan-hiasan
perempuan, baju-baju perempuan, alat kosmetik pengantin
perempuan, ada cipu dan lain-lain, pokonya kalau orang yang
sanggup itu lengkap skali depe isi itu. Dilonggato ada dan tetap
masih ada mereka memang sempurnakan itu misalnya seperti
ongkos 50 juta dia antar dulu baru mereka mengantar konsumsi itu
3 hari sebelum hari H ada beras, ada sapi, ada rempah-rempah
genap dan pokoknya untuk alat masak di dapur semua.”16
Dari hasil wawancara di atas tetap saja masih menggunakan adat
perkawinan yang sebenarnya sampai pada masa sekarang, dan belum ada
16
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013
pergeseran atau perubahan baik dalam 1 tahapan perkawinan. seperti yang di
katakan oleh pemangku adat di Desa Huluduotamo ialah berikut:
“Yang kalau masyarakat mampu masih ada tahap mongilalo kan
yang mampu jadi samua adat ada, karena mongilalo itu kan mo lia
itu perempuan bagimana mo raba-raba bagitu. Tetap masih ada itu
kalau mohabari pada masyarakat yang mampu. Tetap ada
pelaksanaan momatata u pilo otawa alasannya kita selaku
pemangku adat mo hubungi orangtua yang mana di mana mo baku
tau akan. Tolobalango tetap juga masih ada karena kekuatannya itu
tolobalango. Monga‟ata dalalo itu tetapa ada juga, misalnya ada 4
emplop yang di dalamnya berisi uang. Lanjut yang molenilo masih
di pakai, yang membawa sirih, tonggu pinang itu tetap masih ada.
Momu‟o ngango itu tonggu lo adati. Antar harta dia antar waktu
dia modutu, mongaata dalalo dulu habis satu minggu tolobalango 2
minggu kemudian lagi mo dutu, baru mo dutu baru pelaksanaan
kawin. Modepita dilonggato, ada sapi, beras, rempah-rempah, ada
minyak, ada kelapa, ada kue lagi pokoknya samua kurang mo ba
rampah dorang di sana, laki-laki itu yang ba antar itu samua.”17
Tetap saja masih menggunakan adat yang sebenarnya baik dalam tahapan
mongilalo, mohabari, momatata u pilo‟otawa, motolobalango, monga‟ata dalalo,
molenilo, momu‟o ngango, modepita maharu, dan modepita dilonggato tetap saja
masyarakat di Desa Huluduotamo masih menggunakan adat tersebut.
Dari hasil penelitian saya di lapangan bahwa pada masyarakat Desa
Huluduotamo masih menggunakan adat yang sebenarnya dan itu belum adanya
pergeseran atau perubahan, namun semua ini berlaku pada masyarakat yang
mampu atau masyarakat yang status sosialnya tingkat atas.
4.2.3.2 Pelaksanaan Perkawinan Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu
Dari hasil penelitian di lapangan bahwa masyarakat yang ada di Desa
Huluduotamo pada pelaksanaan perkawinan untuk masyarakat yang kurang
17
Wawancara. Niko Kiayi. 17 Juli 2013
mampu sebagian masih menggunakan sesuai tahapan dan ada juga yang tidak
menggunakannya lagi. Hal ini seperti yang di katakan oleh Bapak Abdullah
Mahmud selaku pemangku adat, yaitu
“Kalo mongilalo tetap masih ada sampe sekarang itu, kalo yang
mohabari sama juga tetap masih saja berlaku, yang berikut
momatata u pilo‟otawa pelaksanaannya sudah sederhana
tergantung dari jumlah uang juga cuma pelaksanaannya masih
sederhana karena dorang pe dana hanya sedikit, kalo yang
motolobalango masih saja menggunakan tetapi hanya sederhana,
kalo yang monga‟ata dalalo so jarang di gunakan itu yang
masyarakat yang kurang mampu, yang intinya semua itu
tergantung dari kemampuan pihak laki-laki itu semua.”18
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan untuk masyarakat kurang
mampu bahwa pada tahapan perkawinan masih sederhana, karena tergantung dari
kemampuan. Hal yang sama juga di sampaikan oleh Bapak Ali Tune, seperti :
“Mongilalo itu sama deng meraba-raba, perempuan ini bisa di
kawini atau tidak, mongilalo itu sama saja menilai perempuan ini
apa perempuan ini baik, punya akhlak yang baik, punya keturunan
yang bagaimana, itu namanya mongilalo itu. Tahapan mohabari
kalo yang masyarakat kurang mampu tetap masih ada juga itu,
kalau memang sama-sama sederhana saling pengertian saja. Kalo
tahapan momatata u pilo‟otawa macam peminangan memang
masih ada itu kalo masyarakat yang kurang mampu. Tahapan
selanjutnya tolobalango tetap masih menggunakan adat itu pada
masyarakat kurang mampu namanya kalu kawin melalui adat
semuanya menggunakan itu.Tetap masih ada juga tahap monga‟ata
dalalo cuman pelaksanaannya sederhana kan masyarakat yang
kurang mampu, kalau orang yang sederhana yang ingin artinya
tidak supaya satu kali acara artinya pembiayaan begitu supaya
tidak banyak kali pengeluaran, artinya mereka ambil satu kali pada
hari akad nikah waktu hari H nya itu. Masyarakat yang sederhana
pun tetap melaksanakan tahapan molenilo, dan sesuai kemampuan
dari pihak laki-laki. Namanya kalau orang kawin secara ada
walaupun hanya sederhana tetap masih menggunakan dan melalui
tahapan-tahapan perkawinan itu. Momu‟o ngango seperti antar
harta tetap ada pada masyarakat yang kurang mampu. Modepita
18
Wawancara. Abdullah Mahmud. 16 Juli 2013
maharu untuk masyarakat yang kurang mampu tetap ada hanya
saja ukuran dan isi dari maharu itu tidak lengkap, karena hanya
sesuai kemampuan mereka. Dilonggato untuk masyarakat kurang
mampu biasanya sudah di uangkan satu kali itu artinya sudah di
satukan dalam biaya ongkos.”19
Dari hasil wawancara di atas tahapan yang bergeser seperti tahapan
monga‟ata dalalo pada pelaksanaannya yang masih sederhana, tahapan molenilo
juga masih sederhana karena sesuai dengan kemampuan, modepita maharu
perubahan dalam bentuk ukuran dan isi dari maharu tersebut tidak lengkap karena
sesuai dengan kemampuan dan tahapan modepita dilonggato di mana untuk
bahan-bahan dapur sudah di uangkan yang sudah di satukan dalam biaya ongkos,
semua tahapan ini masih ada namun yang pelaksanaannya hanya sederhana saja
dan ukurannya yang berbeda.
Berikut hasil wawancara oleh Bapak Niko Kiayi selaku pemangku adat di
Desa Huluduotamo, yaitu:
“Yang kalau kurang mampu paling kurang akad nikah saja, kalau
yang kurang mampu dengan yang tidak mampu itu sama.
Pelaksanaan momatata u pilo‟otawa untuk masyarakat yang kurang
mampu sederhana depe pelaksanaan. Masyarakat yang kurang
mampu motolobalango masih ada, pokox yang sesuai dengan
kemampuan itu. Untuk monga‟ata dalalo itu emplop atau sedekah
cuman 1 saja. Modepita maharu itu so satu kali itu depe
pelaksanaan cuma di bikin satu hari itu. Yang kurang mampu so
tidak ada lagi modepita dilonggato alasannya karena orang lia ini
kasihan yang tidak mampu mo bekeng apa lagi ini, jadi so di
uangkan semua, umpamanya qt laki-laki kita antar kasana itu uang
yang 5 juta jadi so satu kali itu.”20
19
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013 20
Wawancara. Niko Kiayi. 17 Juli 2013
Untuk masyarakat yang kurang mampu pelaksanannya masih saja
sederhana terkecuali untuk tahapan modepita dilonggato yang sudah bergeser atau
berubah karena sudah di uangkan di biaya ongkos.
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan pada tahapan pelaksanaan
perkawinan di Desa Huluduotamo untuk masyarakat yang kurang mampu
pelaksanaannya masih ada namun ukurannya saja yang berbeda dan pelaksanaan
yang masih sederhana, adapula yang sudah bergeser seperti pada tahapan
modepita dilonggato di mana masyarakat sudah tidak menggunakannya lagi.
4.2.3.3 Pelaksanaan Perkawinan Bagi Masyarakat Yang Tidak Mampu
Adapun pelaksanaan perkawinan untuk masyarakat yang tidak mampu
yang pada prosesi pernikahannya sudah tidak menggunakan lagi adat yang
sebenarnya atau dalam pelaksanaannya yang masih sederhana, ini di karenakan
kurangnya dana atau kemampuan mereka belum mampu. Hal ini sesuai di
ungkapkan oleh bapak Abdullah Mahmud selaku pemangku adat, yaitu:
“Kalo yang mongilalo tetap saja masih menggunakan karena
tahapan ini artinya memperhatikan jadi memang masih ada ini
tahap mongilalo, berikut tahap mohabari sama masih ada itu di
Desa Huluduotamo, baru kalo yang momatata u pilo‟otawa sudah
tidak menggunakan lagi karena ini menggunakan dana yang cukup
banyak kasian masyarakat yang miskin kan dorang tidak ada
kelebihan, yang motolobalango masih ada itu cuman acaranya
hanya sekedar karena tergantung dari keuangan, paling banyak
sekarang itu sudah di laksanakan di kantor agama yang ada cuma
wali sekalian juga meringankan beban kepada kedua orang tua.
Deng pelaksanaan yang tidak mampu ini kasiang bo biasa-biasa,
bagi mereka itu asal depe anak so selamat kasana tidak penting
gaga atau tidak itu pesta yang penting so kaweng. Deng masih
banyak dari realita sekarang mereka itu so terburu-buru karena ada
kesalahan (hamil duluan) yang terjadi antara dua insan, apalagi so
zaman skarang anak-anak skarang beda dengan yang lalu-lalu, kalo
sekarang dorang salalu kaluar malam jadi banyak kesempatan
untuk pacaran, kalo lalu ini tidak ada ini anak-anak cewe mo
dapalia di jalan kalo malam-malam, sehingga kalo pelaksanaan
perkawinan sekarang itu so tidak lagi mengikuti tahapan
perkawinan yang seharusnya di lakukan.”21
Kebanyakan untuk masyarakat yang tidak mampu pelaksanaannya hanya
biasa-biasa yang sesuai dengan kecukupan mereka, dan ada juga mengambil
langkah yang cepat yaitu paling banyak untuk masyarakat tingkat bawah
melaksanakan perkawinan di laksanakaan di kantor agama dan yang hadir hanya
wali dengan tujuan meringankan beban kepada kedua orangtua mereka. Dan
sekarang banyak realita bahwa pelaksanaan perkawinan hanya terburu-buru di
akibatkan adanya terjadi kesalahan atau sudah hamil duluan, sehingga
pelaksanaan perkawinan sekarang sudah tidak mengikuti lagi pelaksanaan
perkawinan yang sebenarnya.
Berikut hasil wawancara dari Bapak Ali Tune yaitu:
“Masyarakat yang di bawah itu biasanya so tidak menggunakan,
ada juga yang so ta salah duluan itu lagi so tidak pake adat
mongilalo, mongilalo ini meraba-raba bagimana kalo so ta salah ini
biasanya orang yang menggunakan mongilalo ini orang yang blum
ta salah atau masih bae-bae, biasanya begitu. Tahapan mohabari
pada masyarakat yang tidak mampu tetap saja masih ada itu sampe
sekarang. Tetap masih ada itu pada tahapan momatata u pilo‟otawa
biar pada masyarakat yang tidak mampu tetap masih menggunakan
itu. Selanjutnya tolobalango tetap masih ada itu, masih
menggunakan terkecuali orang yang kawin sirih itu yang tidak
menggunakan hal-hal yang seperti itu. Monga‟ata dalalo tetap juga
masih ada, kalau masyarakat yang tidak mampu pelaksanaannya
hanya sederhana, biasanya kasian orang yang tidak mampu mereka
ambil satu kali itu sekalian dengan akad nikah dengan tujuan untuk
mengurangi biaya agar tidak banyak yang mo kaluar. Tahap
molenilo juga masih tetap ada, cuman pelaksanaannya tetap saja
21
Wawancara. Abdullah Mahmud. 16 Juli 2013
sederhana karena itu sesuai kemampuan dari pihak laki-laki. Yang
momu‟o ngango tetap ada juga namun pelaksanaannya juga masih
saja sederhana. Modepita maharu tetap ada juga namun isi dari
maharu itu hanya secukupnya sesuai kemampuan. Dilonggato
untuk ekonomi di bawah biasanya di uangkan satu kali itu dalam
ongkos misalnya 20 juta so di situ semua begitu.22
Untuk masyarakat yang tidak mampu pada pelaksanaan perkawinan untuk
tahapan mongilalo masih tetap ada, selanjutnya tahapan mohabari tetap saja masih
ada, momatata u pilo‟otawa juga masih di gunakan, untuk tolobalango masih tetap
ada, untuk monga‟ata dalalo, molenilo dan momu‟o ngango juga masih ada
namun pelaksanaannya hanya sederhana, modepita maharu juga ada namun isi
dari mahar hanya secukupnya sesuai dengan kemampuan dari pihak laki-laki,
selanjutnya modepita dilonggato sudah sekalian dengan biaya ongkos.
Berikut hasil wawancara dengan Bapak Niko Laiya:
“Yang tidak mampu juga bagitu kurang akad nikah saja tidak ada
pelaksanaannya itu berbeda-beda, bedanya yang tidak mampu
kasihan kurang langsung akad nikah saja. Begitu juga yang cuma
sederhana depe pelaksanaan momatata u pilo‟otawa. Begitu juga
masyarakat yang tidak mampu masih ada itu tolobalango cuma
sederhana juga depe pelaksanaan. Kalau motolobalango emplop itu
cuman 1, cuman ayahanda yang dapat itu. Begitu juga yang tidak
mampu dia so bekeng satu kali itu artinya 1 hari itu dia mo bekeng
itu pelaksanaan. So tidak lagi modepita dilonggato, samua itu
bahan-bahan dapur pada saat hari H itu so diuangkan semuanya.”23
Untuk masyarakat yang kurang mampu pelaksanaan perkawinannya hanya
se sederhana mungkin karena melihat status sosialnya yang masih di bawah,
sehingga pelaksanaan perkawinannya hanya akad nikah saja.
22
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013 23
Wawancara. Niko Kiayi. 17 Juli 2013
Selanjutnya pergeseran atau perubahan pernikahan di lihat dari beberapa
segi tujuan, ekonomi, adat dan kesenian pada pelaksanaan dahulu hingga masa
kini menurut Bapak Rilli Abudi:
“Kalau mo dilihat dari segi tujuan dahulu orang yang melakukan
pernikahan karena mo kase banyak keturunan dan dorang pe
pegangan makin banyak anak makin banyak rezeki, sekalian
dengan hubungan keluarga tidak akan putus, sehingga banyak anak
yang nikah dengan keluarga saja, dan itu harta tidak akan terbagi
pa orang lain, kalau sekarang kan orang yang bekeng pernikahan
dengan di dasari oleh motivasi kebahagiaan dan lebih suka
memakai KB dan di masyarakat yang mampu juga itu sama itu
begitu juga yang tidak mampu dengan yang kurang mampu. Kalo
di lihat dari segi ekonomi waktu dulu biaya nikah dan mahar di
tentukan dengan benda-benda seperti tanah, pohon kelapa, sawah
atau ternak namun sekarang di tentukan dengan uang, semua
masyarakat itu sama begitu cuma yang bedanya di ukuran,
masyarakat yang mampu uangnya lebih banyak dan sebaliknya.
Trus di lihat dari segi adat dahulu itu adat dupito atau wo’opo
(seorang nenek tidur bersama dengan pengantin baru pada waktu
malam pertama pernikahan), dan kalo sekarang adat itu so hilang
di masyarakat yang mampu. Kurang mampu maupun tidak mampu
memang so ilang itu adat. Dari segi kesenian pengiring dahulu itu
acara di ramaikan dengan kesenian seperti sulunani dan buruda,
tapi kalau sekarang apa lagi sudah zaman modern di ramaikan
dengan band atau alat elektronika lainnya, kalo masyarakat yang
mampu ada itu biasa pake organ karna dorang bisa ba bayar tapi
kalau masyarakat yang kurang mampu biasa ada pake dan biasa
tidak ada, masyarakat yang tidak mampu tidak ada lagi begitu,
karena kasihan tidak ada biaya untuk ba bayar akan.”24
Dari hasil penelitian di lapangan dapat di simpulkan bahwa pelaksanaan
perkawinan pada masyarakat yang tidak mampu pelaksanaannya tidak terlalu
begitu mewah hanya ada sesederhana mungkin, karena dengan melihat tingkat
ekonomi yang masih di bawah dan status sosialnya pun masih di bawah.
24
Wawacara. Rilli Abudi. 17 Juli 2013
4.2.4 Pergeseran Tahapan Perkawinan Pada Modepita Dilanggato
Pergeseran atau perubahan nilai-nilai pada suatu daerah atau desa
merupakan salah satu faktor yang melanda satu kelompok masyarakat dan turun
temurun yang akan berpengaruh pada sistem nilai dan serta pola tingkah laku
kelompok masyarakat tertentu. Desa Huluduotamo merupakan salah satu desa
yang di pandang mengalami pergeseran nilai pernikahan secara adat, salah satu
pergeseran nilai adat pernikahan di Desa Huluduotamo yaitu Modepita
Dilonggato dimana modepita dilonggato ini merupakan satu adat yang sudah
mulai mengalami pergeseran. Masyarakat Desa Huluduotamo sudah tidak
menggunakan lagi Modepita Dilonggato, jadi di sini sangat jelas sekali bahwa
pelaksanaan adat pernikahan yang ada di Desa Huluduotamo sekarang ini sudah
terjadi perubahan atau pergeseran.
Berikut hasil wawancara dengan pemangku adat Desa Huluduotamo yaitu
bapak Niko Kiayi:
“Kalau modepita dilanggato kan berarti penghantaran harta,
dilanggato itu sekalian dengan harta uang, kalau zaman sekarang
pokoknya ada ba jalan dua-dua ini tolo-tolobalango lomao, dutu-
dutu lomao, nikah-nikah lomao, tapi penghantaran harta lagi satu
minggu pernikahan sebelumnya dia somo antar harta sekalian
dengan dilonggato itu, kalau yang dulu tolobalango dulu lalu dutu,
tolobalango dengan harta satu kali dutu dengan dilonggato. Jadi
untuk perubahannya sudah terjadi, ini ada dua tahapan ada yang
masih di bawah kasiank kalau pelaksanaan masyarakat yang di
bawah tolo-tolobalango loma‟o, dutu-dutu loma‟o, nikah-nikah
loma‟o, tapi satu minggu sebelumnya sudah di antar itu harta tapi
semua itu sudah di uangkan”.25
25
Wawancara Niko Kiayi. 5 April 2013
Modepita dilonggato berarti penghantaran harta. Pelaksanaannya masih
tetap berjalan tapi semua tergantung dari kemampuan masyarakat, kalau untuk
yang dulu tolobalango dulu lalu dutu, tolobalango dengan harta satu kali dutu
dengan dilonggato. Kalau untuk pelaksanaannya sekarang tolo-tolobalango
lomao, dutu-dutu lomao, nikah-nikah lomao, tapi penghantaran harta lagi satu
minggu pernikahan sebelumnya di antar antar harta sekalian dengan dilonggato,
namun semua itu sudah di uangkan dari pihak laki-laki.
Hal yang sama di katakan oleh bapak Ali Tune,yaitu:
“Biasanya kalau misalnya zaman dahulu itu antar harta boleh satu
minggu sebelum pesta di antar dilanggato seperti rempah-rempah,
sapi semua itu sudah termasuk di situ, lalu kalau misalnya sudah
zaman sekarang itu sudah langsung itu biasanya cuman uang yang
di antar misalnya sekitar 10 juta di situ sudah dari pihak
perempuan yang atur itu, semua sudah termasuk beli rempah-
rempah, beli ikan, daging di siapkan perempuan semua itu. Semua
itu sesuai dengan persetujuan dari kedua belah pihak atau
persetujuan dari musyawarah. Kalo tanggapan saya tidak adanya
modepita dilanggato ini sebenarnya tidak boleh di tinggalkan itu
kalau kita kembalikan pada masa dulu itu harus di lestarikan
sekarang itu karena sekarang sudah mulai hilang skarang kan orang
sudah mengambil langsung.”26
Pelaksanaan perkawinan pada modepita dilonggato ini terdapat perbedaan
pelaksanaan dari yang zaman dahulu dengan sekarang. Perbedaannya kalau untuk
zaman dahulu pada pihak laki-laki mengantarkan dilonggato atau bahan-bahan
dapur yang sesuai dengan berapa hewannya di antarkan pada pihak perempuan.
Namun untuk pelaksanaan sekarang sudah di uangkan semuanya. Tapi semuanya
sesuai dengan persetujuan dari musyawarah kedua belah pihak. Namun sebagian
besar pada pelaksanaan pernikahan di Desa Huluduotamo dari hasil musyawarah
26
Wawancara Ali Tune. 15 April 2013
dari pihak laki-laki sudah di uangkan saja, jadi pihak perempuan yang mengatur
untuk bahan-bahan dapur.
“Dilonggato merupakan ongkos perkawinan misalnya uang yang di
bicarakan misalnya 20 juta kemudian ada beras, sapi dan bahan-
bahan dapur. Pelaksanaan modepita dilonggato di antar sesudah
pada acara peminangan dan dutu. Kalau untuk masyarakat yang
mampu pelaksanaannya sesuai dengan tahapan perkawinan dan
untuk masyarakat yang ekonominya di bawah pelaksanaannya
berbeda, dalam artian pelaksanaan perkawinan masyarakat di
bawah dan masyarakat di atas sama cuma perbedaannya dalam
bentuk dan ukurannya saja yang berbeda.”27
Dilonggato merupakan ongkos perkawinan, untuk prosesi adatnya tetap
ada cuman perbedaan pelaksanaan pada masyarakat tingkat atas dan tingkat
bawah ialah bentuk dan ukuran.
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa pernikahan adat
Gorontalo yang ada di Desa Huluduotamo ini perlu di lestarikan karena
mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi. Adat Gorontalo yang ada di Desa
Huluduotamo ini semakin hari semakin terkontaminasi dengan perubahan zaman.
Terlihat di mana-mana pernikahan di Desa Huluduotamo tanpa melewati lagi
prosesi adat Gorontalo yang sebenarnya.
4.2.5 Perubahan Hantaran
4.2.5.1 Pelaksanaan Perkawinan Masyarakat Yang Masih Melaksanakan
Dari hasil penelitian di lapangan bahwa masyarakat yang masih
melaksanakan pelaksanaan perkawinan yang sebenarnya pada dutu (hantaran adat
harta pernikahan).
27
Wawancara Udin Maksum. 28 April 2013
Berikut hasil wawancara dari Bapak Ali Tune, seperti:
“Hantaran artinya dutu, antar harta dan dilonggato untuk
masyarakat yang sanggup itu biasanya permintaan dari perempuan
misalnya 50 juta sama laki-laki semua, di luar dilonggato jadi laki-
laki adakan semua itu, semuanya itu harus ada beras 100 kilo, ada
sapi 1 ekor, hiburan, organ, tempat duduk, dari laki-laki itu
tanggungan dari laki-laki itu namanya, laki-laki yang ongkos itu
begitu namanya kalau ini, itu sesuai persetujuan dari musyawarah,
karena musyawarah itu yang menentukkan semua begitu.
Sedangkan ada yang mengisi kamar kalau ada yang kawin dengan
orang kaya, dia mo beli akan koi dan lemari jadi kalau orang
memang mampu itu no‟u, misalnya seperti orang luar dan mereka
kawin dengan orang gorontalo, mereka kan cari adat gorontalo
bagaimana nah mereka adakan itu semua, baru ada lagi yang
permintaan dari laki-laki itu kalau pa parampuan tidak ada yang
namanya menghidupkan api artinya dorang yang adakan konsumsi
semua itu, tidak ada lagi kerepotan dari perempuan semua itu dari
laki-laki jadi perempuan memang so tidak kase kaluar uang lagi
kurang terima bersih, itu memang kawin dengan orang mampu
yang memang orang kaya.”28
Untuk memenuhi hantar tersebut kebanyak pada masyarakat yang status
sosialnya di atas, yang dapat mengadakan semuanya yang sesuai dengan
persetujuan dari hasil musyawarah kedua belah pihak.
Berikut hasil wawancara dengan Bapak Niko Kiayi:
“hantaran itu antar harta karena itu memang harus, paling banyak
kalau yang masih melaksanakan itu kebanyakan orang-orang yang
mampu”29
Hantaran di katakan antar harta dan itu merupakan suatu kewajiban dan
keharusan, biasanyan yang melaksanakan pada masyarakat-masyarakat yang
mampu.
28
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013 29
Wawancara. Niko Kiayi. 17 Juli 2013
4.2.5.2 Pelaksanaan Perkawinan Yang Sudah Tidak Melaksanakan Atau
Menggantinya Dengan Uang
Adapun hantaran yang sudah tidak melaksanakan lagi atau di katakan di
ganti dengan uang. Berikut hasil wawancara dari Bapak Ali Tune:
“Dilonggato biasa sudah sekalian dengan ongkos so satu kali itu,
sudah menjadi keputusan pada musyawarah itu biasanya begitu,
macam itu beras, sapi dan bahan-bahan konsumsi so satu kali itu
semuanya di situ, kan kasihan masyarakat yang di bawah dorang
pe kemampuan cuma sampe begitu.”30
Hantaran bisa di katakan modepita dilonggato, adapun yang sudah tidak
melaksanakan karena semuanya sudah di uangkan untuk bahan-bahan konsumsi.
“Yang menggantinya dengan uang artinya borongan itu,
dilonggato juga bisa dikatakan hantaran yang so di uangkan itu
masyarakat yang tidak mampu itu, biasa juga untuk mengurangi
kerepotan dan mempersingkat waktu.”31
Menggantinya dengan uang di katakan borongan, dilonggato juga
dikatakan hantaran yang tidak menggunakan lagi karena sudah di uangkan
semuanya, dengan tujuan mengurangi kerepotan dan mempersingkat waktu.
“Orang yang mengurangi biaya orang yang mengurangi
pengeluaran yang banyak cukup saja mereka itu menyiapkan uang
akad nikah uang pencatatan dan langsung mereka cuman mo suruh
akad sama KUA (Kantor Urusan Agama) dan itu halal itu tercatat
begitu, kalau yang tidak tercatat itu seperti kawin lari itu biasanya
yang kawin lari itu ada masalah, tempat pelarian mereka itu di
sana, misalnya sudah beristri kemudian ingin beristri lagi da tidak
mendapatkan izin dari istrinya maka jalan mereka itu kesana
begitu. Tapi dalam agama mereka itu halal namun dalam hukum di
larang karena tidak mendapatkan buku nikah.”32
30
Wawancara. Ali Tune. 16 Juli 2013 31
Wawancara. Niko Kiayi. 17 Juli 2013 32
Wawancara. Rilli Abudi. 17 Juli 2013
Ada juga untuk mengurangi biaya dan pengeluaran yang banyak biasanya
akad nya di Kantor Urusan Agama sebab mereka fikir itu suatu yang halal, dan
ada juga yang mengambil langkah cepat seperti kawin lari, sehingga sudah tidak
ada lagi untuk melalui pelaksanaan. Jadi untuk pelaksanaan hantaran sudah tidak
ada lagi.
4.2.6 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pergeseran
Adapun faktor-faktor penyebab yang terjadinya pergeseran sebagai
berikut:
4.2.6.1 Faktor Perkembangan Zaman Dan Teknologi
Salah faktor penyebab terjadinya pergeseran yaitu dngan adanya
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi seperti
yang sudah ada sekarang ini tentu membawa banyak perubahan yang begitu baik
dan kurang baik terhadap kehidupan manusia. Perkembangan itu baik adanya jika
sesuai dengan apa yang di harapkan. Berikut ini hasil wawancara oleh bapak Edi
Harun:
“Menurut saya adanya perkembangan teknologi yang sangat
berpengaruh negatif di dalam kehidupan sehari-hari, saking
moderennya teknologi sekarang masyarakat begitu banyak pilihan,
jadi teknologi ini memang sangat berpengaruh pada terjadinya
pergeseran perkawinan.”33
33
Wawancara Edi Harun. 25 Maret 2013
Perkembangan teknologi saat ini juga membawa pengaruh kurang baik
atau negatif dalam kehidupan manusia. Kehadiran teknologi yang begitu canggih
membuat masyarakat umum begitu banyak pilihan untuk memilih apa yang di
kehendakinya, perkembangan teknologi ini juga merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya pergeseran terhadap pelaksanaan adat pernikahan Gorontalo
yang ada di Desa Huluduotamo.
Menurut ki Hadjar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia
yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap 2 pengaruh yang kuat yaitu
alam dan zaman (kodrat dan masyarakat). Sesuai dengan teori di atas maka
berikut ini hasil wawancara dari bapak Amin Urusi:
“Masyarakat sekarang untuk prosesi adat pernikahannya mengikuti
adat yang di jalankan sekarang. Dalam artian masyarakat telah
terpengaruh oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi,
dan dengan adanya faktor ini maka adat yang sebenarnya telah
pudar.”34
Salah satu penyebab terjadinya perubahan atau pergeseran yang ada di
Desa Huluduotamo yaitu di karenakan perkembangan zaman dan kemajuan
teknologi, dengan adanya kemajuan teknologi ini maka adat pernikahan yang
sebenarnya sudah mulai terlupakan karena masyarakat Desa Huluduotamo sudah
mengikuti adat yang di jalankan sekarang.
“Anak-anak muda sekarang ini so tidak mampu lagi menjaga nilai-
nilai luhur, karena zaman yang lebih modern lagi sehingga mereka
cepat terkontaminasi oleh pengaruh yang berasal dari budaya luar.
Biasanya yang menjadi pengaruh bagi mereka itu pada negara yang
sudah maju atau yang lebih modern”.35
34
Wawancara Amin Urusi. 15 Maret 2013 35
Wawancara Kamelia Pakaya 27 Maret 2013
Faktor yang menyebabkan adanya pergeseran nilai budaya masyarakat
Desa Huluduotamo adalah ketidakmampuan generasi muda sebagai generasi
penerus dalam menjaga nilai-nilai leluhur. Hal ini di sebabkan karena adanya
pengaruh dari budaya luar / modern yang secara tidak langsung atau tidak telah
mengontaminasi masyarakat terutama para pemuda yang merupakan golongan
yang muda dengan cepat menerima pengaruh dari budaya luar. Biasanya yang di
jadikan tuntutan oleh para pemuda ini adalah budaya pada negara maju / modern
sehingga individualitas mewarnai kehidupan masyarakat saat ini.
Terjadinya perubahan ini hanya sebagian dari masyarakat Desa
Huluduotamo yang melaksnakan adat pernikahan yang sudah berjalan sekarang
dan yang lainnya masih menggunakan adat yang sebenarnya, adat yang
bersendikan syara, syara bersendikan kitabullah mereka adalah masyarakat yang
masih memahami pelaksnaan adat yang sebenarnya yang merupakan adat turun
temurun. Dan tidak menutup kemungkinan adat yang sebenarnya ini bisa
berkembang atau di pertahankan karena masyarakat sekarang ini sudah mulai
terpengaruh oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi begitu juga
kepada generasi muda tidak menutup kemungkinan bisa melanjutkan adat yang
sebenarnya.
4.2.6.2 Faktor Ekonomi
Persoalan ekonomi juga merupakan salah satu persoalan yang sangat
penting demi kelangsungan hidup manusia. Di mana persoalan ekonomi ini sangat
menyentuh langsung dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. Seperti halnya di
Desa Huluduotamo yang sebagian besarnya masyarakatnya merupakan
masyarakat yang tingkat ekonominya tergolong lemah dan merasa tidak mampu
untuk melaksanakan pernikahan dengan baik sempurna. Hal ini sesuai dengan
pengakuan bapak Niko Kiayi:
“Karena kasihan masyarakat yang di bawah artinya masyarakat
yang tidak mampu, jadi pelaksanaannya di ambil satu kali. Kalau
yang memang tingkat atas artinya yang mampu mereka
motolobalango dulu habis itu 1 minggu sebelum pesta modutu
dengan dilonggato kemudian dengan pelaksanaan perkawinan,
kasihan ekonomi yang lemah itu dia buat begitu, karena mereka ini
mo ba undang ayah handa kan mo kase makan, kase minum, kase
rokok, mo sadakah lagi. Tapi kalo biasanya ada juga yang
ekonominya di atas ada juga yang buat begitu, karena mereka itu
menghilangkan kerepotan”.36
Masyarakat yang ekonominya di bawah pada pelaksanaan pernikahan
prosesinya di laksanakan satu kali atau satu hari. Karena jika di laksnakan berhari-
hari maka biayanya mahal di samping itu juga mereka ingin menghilangkan
kerepotan. Kalau untuk masyarakat yang tingkat atas prosesinya bertahap karena
mereka mampu.
Hal yang sama juga di katakan oleh Maryam Mahmud:
“Kami tidak mampu kalau di laksanakan adat yang sebenarnya,
jangankan untuk adat untuk makan sehari-hari saja kami masih di
cari-cari. Kalau yang adat sebenarnya itu khusus untuk orang-
orang yang mampu karena biayanya sangat mahal.”37
Kami merasa belum mampu untuk melaksanakan adat perkawinan tersebut
karena faktor ekonomi kami yang lemah, untuk makan saja masih di cari-cari.
Adat perkawinan tersebut sebaiknya di lakukan oleh orang-orang atau masyarakat
yang ekonominya sudah tinggi dan tidak mampu untuk melaksanakan karena
upacara tersebut membutuhkan biaya yang sangat banyak.
36
Wawancara Niko Kiayi. 5 April 2013 37
Wawancara Maryam Mahmud. 21 April 2013
Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana yang telah di sebutkan di atas
maka peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan adat pernikahan yang ada di
Desa Huluduotamo Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone-Bolango ini sudah
terjadi pergeseran atau perubahan.
Penyebab terjadinya perubahan atau pergeseran dalam pelaksanaan adat Di Desa
Huluduotamo Kecamatan Suwawa di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1. Perkembangan zaman dan teknologi
2. Kurangnya perekonomian
Ke dua inilah penyebab terjadinya perubahan atau pegeseran dalam
pelaksanaan adat pernikahan yang ada di Desa Huluduotamo.