BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. 1 Gambaran...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. 1 Gambaran...
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4. 1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4. 1. 1 Sejarah Singkat Keluraha Tanjung Kramat
Menurut sejarah orang – orang tua bahwa pada tahun 1870 wilayah ini masih
hutan belukar dan belum ada orang yang dapat menempati pantai ini. Kemudian oleh
karena perkembangan dan perubahan zaman, maka wilayah ini dapat ditempati oleh
beberapa masyarakat yang kesemuanya adalah pendatang. Untuk mengetahui siapa
mereka, mungkin sulit untuk ditemukan tetapi kita dapat yakinkan, tinggal marga
yang masih ada. Diantaranya marga harmain, ismail, kama, koyo, gani, usman, panti,
Ibrahim, dan halada.
Kemudian pada tahun 1908 datanglah orang – orang Mindanawu bahasa
Gorontalo Mangginano, dengan tujuan mereka ingin menguasai hasil bumi dan
daerah Gorontalo. Dengan rencana demikian maka seluruh masyarakat pesisir pantai
mengadakan perlawanan, karena mereka tidak mau diperas / diperbodok.
Dan pada tahun 1910 terjadilah pertempuran antara orang – orang Mindanawu
dengan masyarakat yang ada sehingga pada saat itu orang – orang Mindanawu
banyak yang tewas dan yang lain mencari perlindungan disebelah barat dari wilayah
ini.
Olehnya itu dengan peristiwa ini maka wilayah yang ada dibagi dua. Tempat
dan diberi nama sesuai peristiwa yang ada diantaranya ialah :
60
1. Sebelah timur dinamakan Bayalomilate dengan terjemahannya adalah Muka
Mayat, dimana orang Mindanawu yang tewas, mayatnya dimasukan ke dalam
suatu lubang atau guwa dan samapi sekarang masih ada.
2. Sebelah barat dinamakan Dudetumo dengan terjemahanya adalah penjahitan,
dimana pada pertempuran itu layar kapal mereka yang hancur, dibuka di pasir
pantai dan dijahit.
Kemudian menyusul orang – orang Sulawesi Selatan yang berasal dari Raja
Gowa untuk meninjau daerah Gorontalo dan ingin bersatu melawan orang
Mindanawu (Mangginano) dan mereka masuk ke Gorontalo pertama kali berlabu di
Tanjung karena dapat melihat sinar lampu yang ada dipingir panati malam itu.
Sehingga mereka menamakan bahwa Tanjung Bayolomilate karena menurut bahasa
Bugis ialah Bayola adalah sinar atau cahaya, Milate adalah lampu. Jadi Bayolamilate
adalah sinar cahaya lampu.
Setelah keadaan/situasi sudah aman, dengan tiba – tiba datang seorang manusia
istimewa di Tanjung, dia adalah Wali atau Ta Awuliya dan beliau bernama :
LUBAYA
Dan Bapak tersebut sampai berakhir hidupnya di Tanjung itu, dan tidak
diketahui pada saat mana beliau meninggal, tinggal kuburannya yang ada, dan pada
waktu itu kubur yang ada terdapat keanehan diantaranya : Bawunya harum, disekitar
61
kubur itu bersih dan tidak dapat ditumbuhi oleh rumput atau tumbuh – tumbuhan
apapun, sehingga dinamakan :
KUBUR KRAMAT
Pada tahun 1945 sesudah merdeka, wilayah ini sudah menjadi satu Dusun yang
di Wilayahi Pemerintah Desa Pohe. Kemudian dengan adanya perubahan peraturan
Pemerintah, dimana istilah Desa untuk Kota diubah menjadi Kelurahan dan untuk
Dusun diubah menjadi Lingkungan dan Wilayah ini sudah menjadi lingkungan V
Kel. Pohe dari 1980 samapi tahun 2002.
Kemudian pada tahun 2003 dengan aturan Pemerintah mengenai Daerah
Otonom diantaranya pemekaran Daerah atau Wilayah, sehubungan dengan
berlakunya peraturan ini dan mengingat Lingkungan Kelurahan Pohe terlalu jauh
menyampaikan perintah serta menerima dan melaksanakan perintah, maka
masyarakat Lingkungan V bersatu mengajukan aspirasi mereka kepada Pemerintah
Atas, untuk menjadi satu Kelurahan tersendiri demi kelancaran tugas Pemerintahan,
Pembangunan, Kemasyarakatan, terutamanya pelayanan kepada masyarakat.
Dan oleh Pemerintah Tingkat Atas mengingat hal ini aspirasi masyarakat pada
masa reformasi maka hal ini diterima dan disetujui serta disahkan sehingga Wilayah
Lingkungan V Kelurahan Pohe berdiri sebagai satu Kelurahan yang baru, dan
akhirnya dapat diresmikan pada tanggal 12 September 2003 dengan nama Kelurahan
Tanjung Kramat.
62
4. 1. 2. Letak Geografis Kelurahan Tanjung Kramat
Kelurahan tanjung kramat merupakan bagian dari wilayah pemerintah kota
gorontalo, adalah salah satu kelurahan dari 5 (lima) kelurahan di kecamatan
hulonthalangi. Menurut data yang ada bahwa kelurahan tanjung kramat terbentuk
pada tanggal 12 september 2002 dari hasil pemekaran kelurahan pohe kecamatan kota
selatan.
Bertolak dari data kelurahan yang belum cukup dewasa tersebut, tentu tidak
sedikit hambatan dan kekurangan yang ditemui sehubungan dengan penyelenggaraan
roda pemeritahan, pembangunan dan kemasyarakatan di kelurahan ini. Namun bukan
berarti pembangunan belum dapat dilaksanakan, melainkan pembanguan tetap
berlangsung secara terencana sesuai kondisi serta kemampuan yang dimiliki.
Secara Geografis Topografi Kelurahan Tanjung Kramat adalah salah satu
kelurahan yang berada di Wilayah pesisr pantai yang di apit oleh perbukitan tepatnya
diujung barat wilayah Kecamatan Hulonthalangi dengan luas wilayah kurang lebih
196 Hektare, terbagi atas 3 (tiga) Lingkungan, 3 (tiga) RW dan 8 (delapan) RT.
Sebagian besar wilayahnya dikelilingi laut sehingga masyarakatnya mayoritas
bermata pencaharian Nelayan. Wilayah ini berbatasan dengan beberapa daerah di
sekitarnya yakni :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Pohe.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bongo Kabupaten Gorontalo.
63
4. 1. 3 Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Tanjung Kramat.
Penjabaran tugas dan fungsi sesuai Peraturan Kepala Daerah Kota Gorontalo
Nomor 11 Tahun 2005 Tentang pelaksanaan Perda Nomor 6 Tahun 2005 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan.
Kelurahan mempunyai tugas dibidag pemerintahan sesuai kewenangan yang
dilimpahkan oleh Camat berdasarkan Peraturan Perundang Undangan, maka dari itu
untuk tercipta dan tertibnya Pemerintahan di Kelurahan dengan susunan Organisasi
terdiri dari :
1. Lurah Status : terisi
2. Sekretaris Status : terisi
3. Kepala Seksi Pemerintahan Status : terisi
4. Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Status : terisi
5. Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial Status : terisi
6. Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Status : terisi
7. Staf Pegawai Kelurahan Jumlah : 5 Orang
8. Staf Honorer Kelurahan Jumlah : 3 Orang
9. Kepala Lingkungan Jumlah : 3 Orang
64
4. 1. 4 Kependudukan
Penduduk merupakan unsur terpenting dalam sebuah wilayah, keberadaan
penduduk menjadi vital karena dengan adanya penduduk maka sebuah daerah dapat
dikelolah dan dikembangkan sesuai kebutuhan dari penduduk itu sendiri. Kelurahan
Tanjung Kramat menjadi daerah yang berarti, oleh karena di tempat itu terdapat
penduduk yang terus menerus melakukan proses kehidupan. Keberadaan penduduk
bahkan menjadi syarat utama bagi pembentukan sebuah daerah otonom baik desa,
Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga Negara.
Untuk saat ini keseluruhan penduduk di Kelurahan Tanjung Kramat berjumlah
1236 jiwa, terdiri dari 622 jiwa penduduk laki – laki dan 614 jiwa penduduk
perempuan. Kejelasan mengenai jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Kramat
dapat di lihat di bawah ini :
Tabel 1 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009 sampai 2012.
Tahun Jumlah KK Laki – laki Perempuan Jumlah Jiwa
2009 275 551 532 1083
2010 297 603 591 1189
2011 305 626 588 1214
2012 309 622 614 1236
65
4. 1. 5. Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan hal yang sangat penting dalam masyarakat, oleh
karena segmen ini bersentuhan langsung dengan proses kehidupan manusia dalam
memenuhi kebutuhan pokoknya yang terdiri dari tiga bagian yaitu pangan, papan, dan
sandang. Saat ini sumber mata pencaharian semakin beragam bentuknya, mulai yang
sifatnya sangat praktis seperti petani dan nelayan hingga yang paling rumit seperti
pekerjaan pada sektor jasa. Selain beragamnya sumber mata pencaharian saat ini,
maka mata pencaharian juga sering dijadikan sebagai alat identifikasi sejauhmana
laju perkembangan perekonomian suatu kelompok masyarakat.
Di Indonesia pada umumnya mata pencaharian sangat menyesuaikan dengan
kondisi lingkungan dimana sekelompok masyarakat berdomisili. Misalnya
masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pada umumnya bekerja (memiliki mata
pencaharian) sebagai nelayan, demikian juga untuk masyarakat yang berdomisili di
wilayah pegunungan kebanyakan bekerja sebagai petani. Saat ini pada umumnya
mata pencaharian masyarakat pesisir yang ada di Kelurahan Tanjung Kramat adalah
sebagai nelayan. Hal ini karena wilayahnya terletak di pesisir pantai. Selain itu masih
ada juga mata pencaharian lain yang sesuai dengan profesi individu masyarakat
Tanjung Kramat seperti pegawai negeri sipil, petani, pedagang, dan jasa lainnya.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
66
Tabel 2 : Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Tanjung Kramat.
Jenis Pekerjaan Jumlah
Nelayan 1068 Orang
Pedagang 6 Orang
Pegawai 4 Orang
Buruh 4 Orang
Tukang 24 Orang
Pensiun PNS/POLRI/TNI 1 Orang
Jasa 176 Orang
4. 1. 6. Keadaan Pendidikan
Pendidikan pada hakekatnya merupakan salah satu kegiatan sosial dasar
manusia dalam rangka menciptakan kehidupan bangsa yang semakin maju dan
sejahtera. Pendidikan juga senantiasa memberikan andil yang cukup besar dalam
upaya turut mencerdaskan kehidupan kehidupan bangsa dari perpecahan. Dalam
upaya mengembangkan suatu daerah pada umumnya pendidikan sangat penting,
karena dengan pendidikan maka sumber daya manusia dapat dikembangkan. Untuk
67
mengetahui keadaan pendidikan di Kelurahan Tanjung Kramat maka dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Jumlah Tamatan Menurut Jenjang Pendidikan di Kelurahan Tanjung Kramat
pada Tahun 2012.
Tingkat Pendidikan Masyarakat Jumlah
Jumlah penduduk usia 3-6 tahun yang masuk TK dan
kelompok bermain anak
40 orang
Jumlah penduduk sedang SD/Sederajat 111 orang
Jumlah penduduk tamat SD/Sederajat 376 orang
Jumlah penduduk tidak tamat SD/Sederajat 12 orang
Jumlah penduduk sedang SLTP/Sederajat 109 orang
Jumlah penduduk tamat SLTP/Sederajat 186 orang
Jumlah penduduk tidak tamat SLTP/Sederajat 18 orang
Jumlah penduduk sedang SLTA/Sederajat 68 orang
Jumlah penduduk tamat SLTA/Sederajat 104 orang
Jumlah penduduk sedang D-1 -
Jumlah penduduk tamat D-1 2 orang
Jumlah penduduk sedang D-2 -
Jumlah penduduk tamat D-2 3 orang
Jumlah penduduk sedang D-3 -
Jumlah penduduk tamat D-3 4 orang
68
Jumlah penduduk sedang S-1 12 orang
Jumlah penduduk tamatS-1 10 orang
Jumlah penduduk sedang S-2 1 orang
Jumlah penduduk tamat S-2 1 orang
Berdasarkan tabel di atas dapat dijabarkan bahwa masyarakat Tanjung Kramat
yang belum tamat pendidikan SD jumlahnya yakni 12 orang. Sementara itu, untuk
tamatan sekolah dasar (SD) mencapai 376 orang, sekolah menengah pertama (SMP)
dan sekolah lanjut tingkat atas (SLTA) jumlah tamatanya berada pada kisaran 186
orang sampai dengan 104 orang. Hal yang nampaknya perlu mendapatkan perhatian
serius dari pemerintah adalah keinginan dari masyarakat setempat untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi yang masih rendah. Seperti yang terlihat pada
tabel di atas bahwa hingga tahun 2009 – 2012 lulusan perguruan tinggi yang ada di
Kelurahan Tanjung Kramat belum mencapai angka 50 orang.
4. 2 Hasil Penelitian
4. 2. 1 Kehidupan Masyarakat Pesisir Kota Gorontalo Secara Umum.
Kehidupan masyarakat pesisir adalah mereka – mereka yang hidup dan menetap
di kawasan pesisir dan laut. Realita sosial masyarakat pesisir, menunjukkan gambaran
tentang sebuah potret masyarakat yang relatif terbuka dan mudah menerima serta
merespon perubahan yang terjadi. Hal ini dapat dimaklumi mengingat kawasan
69
pesisir merupakan kawasan yang sangat terbuka dan memungkinkan bagi
berlangsungnya proses interaksi sosial antara masyarakat setempat dengan
masyarakat pendatang.
Hasil wawancara dengan Suman Harmain (tanggal 23 Maret 2013) mengatakan
bahwa Lingkungan pesisir berkaitan erat dengan kehidupan nelayan, laut dan nelayan
adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Nelayan merupakan profesi seseorang
yang begitu terkait erat dengan keberadaan laut dalam melangsungkan eksistensi
hidupnya. Sebaliknya gelora nuansa laut memebrikan karakter tersendiri terhadap
individu yang menyelami riak gelombang didalamnya secara total. Fenomena ini
memberikan ciri kepribadian nelayan denngan penggambaran karakter yang keras
dari pendirian, kata – kata, jasmani ataupun disiplin dengan sekeras kehidupan
dilautan lepas.
Hasil wawancara dengan Saripin Gani (tanggal, 26 Maret 2013) menjelaskan
bahwa sebagai suatu kesatuan sosial masyarakat nelayan memiliki ciri – ciri perilaku
sosial yang dipengaruhi oleh karakteristik kondisi geografis dan matapencaharian
penduduknya. Sebagian dari ciri – ciri perilaku sosial tersebut adalah sebagai berikut :
1. Etos kerja tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kemakmuran.
2. Kompetitif dan mengandalkan kemampuan diri untuk mencapai keberhasilan.
3. Apresiasi terhadap prestasi seseorang dan menghargai keahlian.
4. Terbuka dan ekspresif, sehingga cenderung “kasar”.
5. Solidaritas sosial yang kuat dalam menghadapi ancaman bersama atau
membantu sesama ketika menghadapi musibah.
70
6. Kemampuan adaptasi dan bertahan hidup yang tinggi.
7. Bergaya hidup “konsumtif”.
8. Demonstratif dalam harta-benda (emas, perabotan rumah, kendaraan,
bangunan rumah, dan sebagainya) sebagai manifestasi keberhasilan hidup.
9. Agamis, dengan sentimen keagamaan yang tinggi.
10. Temperamental, khususnya jika terkait dengan “harga diri”.
Hasil wawancara dengan Marino Hantuli (tanggal 27 Maret 2013) Menurutnya
bahwa kehidupan sosial masyarakat pesisir di Kelurahan Tanjung Kramat begitu
sangat erat. Hal ini muncul ketika ada salah seorang warga mengalami suatu musibah
misalnya kematian maka tanpa dikomando masyarakat akan datang secara sukarela
memberi bantuan baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk lainnya.
Sebaliknyapun ketika ada warga yang akan mengadakan acara pernikahan masyarakat
saling gotongroyong dan tanpa dipaksakan mereka secara suka rela membantu
masyarakat yang mengadakan acar pernikahan tersebut tanpa mengharapkan imbalan
dalam bentuk apapun.
Dari beberapa keterangan (wawancara) di atas, dapat disimpulkan bahwa
kehidupan masyarakat pesisir di Kota Gorontalo pada umumnya karakter – karakter
yang mereka miliki yaitu berkarakter keras ini disebabkan oleh kerasnya kehidupan di
pesisir pantai yang dipengaruhi oleh alam, dan masyarakat yang tinggal di pesisir
pantai memiliki rasa kekerabatan antara sesama yang sangat kental, saling
gotongroyong dalam melakukan segala sesuatu dan menjunjung tinggi norma –
norma dan adat – istiadat yang berlaku di daerah tersebut.
71
4. 2. 2 Kehidupan Sosial Ekonomi dan Dampak Perkembangannya Bagi Masyarakt
Pesisir Pantai di Kelurahan Tanjung Kramat.
Kehidupan sosial masyarakat pesisir pantai di Kelurahan Tanjung Kramat, telah
membawa suatu nuansa perubahan dalam masyarakat menjadi lebih meningkat baik
dari segi sosial, ekonomi dan pendidikan. Inilah yang menjadi patokan dalam suatu
perkembangan atau perubahan yang terjadi pada masyarakat pesisir.
Untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir, ditinjau dari
segi sosial, sifat kerja sama masih nampak, selain itu dari segi ekonomi pada
masyarakat nelayan, kehidupan ekonominya meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya (1985). Masyarakat pada saat itu masih menggunakan perahu dayung dan
alat – alat nelayan yang digunakanpun masih sangat tradisional sehingga hasil
tangakap mereka hanya dapat memenuhi kehidupan sehari – hari mereka. Dan
sekarang masyarakat sudah beralih menggunakan perahu dengan mesin yang dapat
menjangkau lautan bebas sehingganya hasil tangkapan mereka lebih banyak dan
mereka bisa memenuhi kebutuhan lainnya terutama pendidikan bagi anak – anak
mereka. Mengenai bantuan atau upaya pemerintah itu sudah diadakan seperti mesin
katintin, mesin tempel dan perlengkapan lainnya. Selanjutnya sosialisasi pemerintah
tak lain adalah tentang cara penangkapan ikan sehingga mendapatkan hasil tangkapan
yang lebih banyak dan memberikan motivasi bagi masyarakat. Faktor teknologi juga
sangat mempengaruhi pola hidup masyarakat nelayan, terutama adanya hendfon dan
alat informasi lainnya. Hal ini sangat mempermudah transaksi jual beli para nelayan
72
dengan pengolah ikan. (hasil wawancara dengan Sarjon Usman, tanggal 08 April
2013).
Salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan sosial ekonomi
masyarakat pesisir di Kelurahan Tanjung Kramat adalah keberhasilan usaha
penangkapan ikan. Keberhasilan tersebut banyak ditentukan oleh tersedianya
peralatan penangkapan ikan baik mengenai jumlah maupun mutunya. Peralatan yang
digunakan oleh masyarakat Tanjung Kramat dalam melakukan usaha penagkapan
ikan dapat dibagi dalam dua kategori yakni peralatan tradisional dan peralatan
moderen. (wawancara dengan Iswandi Pakaya, tanggal 10 April 2013)
Selanjutnya, beberapa jenis peralatan tradisonal yang masih digunakan oleh
nelayan di daerah ini sebagaimana diungkapkan oleh Kai Ismail (wawancara tanggal
11 April 2013).
1. Pancing, biasanya dikenal oleh para nelayan sebagai alat yang paling sederhana
yaitu serat sintetik dari ukuran yang paling halus sampai ukuran yang paling
besar diberi mata pancing serta dibantu dengan alat tarik. Dengan menggunakan
pancing maka para nelayan dapat menangkap ikan secara individu, akan tetapi
mereka sering mengalami kesulitan jika pada saat memancing mendapatkan
ikan berukuran besar sementara pancing yang digunakan tidak sesuai (kecil).
Kondisi seperti ini membuktikan bahwa kekurangan dari alat pancing tersebut
dapat mempengaruhi pendapatan dari para nelayan.
2. Jaring insang, alat ini terbuat dari serat sintetik yang halus dirakit seperti jaring
dan memiliki ukuran besar mata antara 1,5 cm sampai 2 cm, dipergunakan oleh
73
para nelayan baik didekat pantai maupun diperairan lepas pantai. Jaring ini
diberi pelampung dari kayu yang ringan yang sudah yang terbentuk atau sandal
jepit bekas/gabus yang sudah dibentuk atau di ukir sesuai dengan keinginan
para nelayan, dan dibagian bawah jaring diberi beban berat yang terbuat dari
lingkaran timah. Penggunaan jaring insang dilakukan oleh nelayan secara
individu, penagkapan ikan dengan alat ini juga tidak menetap karena sangat
dipengaruhi oleh musim. Pada musim air laut tenang maka para nelayan dapat
menjaring jenis ikan terbang.
Demikian pula (wawancara dengan Harun Usman 12 April 2013).
Mengungkapkan bahwa, untuk saat ini selain peralatan di atas maka masyarakat
Tanjung Kramat telah mengenal peralatan moderen yang dapat membeikan hasil
berlimpah bagi usaha penagkapan ikan. Penggunaan peralatan moderen dimaksud
berupa pemakaian mesin sebagai sumber tenaga bagi perahu, bahkan sudah banyak
nelayan yang beralih menggunakan perahu body (perahu kayu) dengan menggunakan
mesin tempel yang berkekutan 15 pk. Walupun telah menggunakan peralatan
moderen seperti di atas, namun untuk kelengkapan penagkapan lainnya digunakan
juga peralatan yang sifatnya masih sederhana seperti pancing dan alat – alat
tradisional lainnya.
Peralatan yang disebut di atas masih tergolong sederhana sifatnya, namun
apabila dibandingkan dengan peralatan sebelumnya (tradisional), maka alat – alat ini
telah menunjang hasil yang cukup menggembirakan oleh karena menunjukkan hasil
produksi yang cukup tinggi.
74
Dalam perubahan yang terjadi dimasyarakat pesisir seperti yang sudah
dijelaskan pada wawancara di atas, maka kehidupan para nelayan dengan
penangkapan ikan dengan jaring lepas ada yang bersifat individu dan ada juga
kelompok. Hal senada pula (wawancara dengan Kai Ismail 13 April 2013) bahwa
“setiap kelompok nelayan terdiri dari 6 orang dengan penangkapan ikan tiap
malamnya tidak menetap tergantung musim. Organisasi dan hubungan kerjasama di
antara nelayan tidaklah terlalu ketat, tidak semata – mata didasarkan pada hubungan
ekonomi – bisnis, faktor – faktor yang bersifat “kekeluargaan” juga mewarnai pola
relasi kerjasama di antara mereka. Artinya siapapun orangnya, dia dapat masuk dalam
kelompok penagkapan ikan tanpa memihak secara sukarela, tanpa ada paksaan”.
Beberapa keterangan (wawancara) di atas, dapat disimpulkan bahwa
perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir bukan hanya satu faktor
yang mempengaruhi, seperti alat teknologi, tetapi pendidikan juga sangat mendukung
pada perkembangan atau perubahan pola pemikiran masyarakat Tanjung Kramat. Hal
ini tidak bisa dipungkiri bahwa berbagai aspek kehidupan yang berlangsung di
masyarakat, berjalan sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh aturan – aturan yang
berlaku di masyarakat tersebut.
Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa, dampak yang mempengaruhi
perkembangan kehidupan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat pesisir dalam
hal ini nelayan di Keluraan Tanjung Kramat dapat dijelaskan sebagai berikut :
75
1. Dampak dari Alam
Kondisi fisik kelurahan tanjung kramat yang terletak di pesisir pantai dengan
Topografi lahan yang membentuk perbukitan menjadi kendala bagi nelayan untuk
menjual hasil tangkapannya, bila melalui laut jarak yang harus di tempuh cukup jauh.
Hasil wawancara dengan Ridwan Ma’ruf (25 April 2013) yang menegaskan
bahwa kondisi perbukitan di Tanjung Kramat menyebabkan nelayan kurang
mendapatkan hasil jual yang maksimal. Hal ini disebabkan susahnya akses jalur darat
menuju tempat penjualan ikan hasil tangkapan mereka.
2. Dampak dari Teknologi
Faktor teknologi merupakan faktor lain yang menyebabkan perkembangan atau
perubahan sosial ekonomi masyarakat nelayan di Keluraan Tanjung Kramat. Hal ini
dapat dilihat dari perkembangan alat yang digunakan nelayan dalam meningkatkan
usahanya. Sebelumnya para nelayana masih menggunakan peralatan yang sederhana
untuk menangkap ikan, tentunya alat tersebut belum begitu menghasilkan tangkapan
ikan yang maksimal pada pendapatan para nelayan, maka hal tersebut sedikit
mengalami perubahan.
Hal ini menunjukkan, nelayan pada umumnya menyadari bahwa kesederhanaan
(tradisional) peralatan nelayan kurang memberi kontribusi yang efektif bagi
pengembangan usaha jika dibandingkan dengan penggunaan teknologi canggih. Oleh
karenanya sebagian besar masyarakat nelayan yang ada di Kelurahan Tanjung
Kramat secara kontinu sudah mulai memanfaatkan teknologi canggih dalam
penangkapan ikan.
76
Hal tersebut sesuai (hasil wawancara dengan Saripin Gani tanggal 15 April
2013) bahwa teknologi juga sangat mempengaruhi perkembangan, apalagi dengan
zaman sekaran ini, adanya handphone, itu juga memudahkan para nelayan atau
masyarakat pada umumnya untuk berkomunikasi dengan siapa saja, seperti para
pebisinis ikan, sudah jelas tentu memerlukan informasi secara langsung berbicara,
tanpa berhadapan langsung.
4. 3 Pembahasan
4. 3. 1 Kehidupan Masyarakat Pesisir Kota Gorontalo Secara Umum.
Wilayah pesisir mempunyai batasan antara pertemuan air laut dan daratan. Ada
beberapa pengertian mengenai wilayah pesisir, yaitu pesisir adalah tempat dimana
daratan dan lautan bertemu. Bila garis pertemuan ini tidak bergerak atau pindah,
mendefinisikan pesisir menjadi hal yang mudah hanya akan berarti suatu garis pada
peta, namun proses alami yang membentuk pesisir sangatlah dinamis, bervariasi baik
dalam hal ruang maupun waktu. Jadi garis yang menyatukan daratan dan lautan
bergerak atau pindah secara konstan dengan pasang surut dan lewatnya badai,
menciptakan suatu wilayah interaksi antara daratan dan lautan.
Wilayah pesisir adalah interaksi antara tujuan – tujuan dan pemanfaatan –
pemanfaatan kelautan dan terestrial, wilayah pesisir terdiri dari daratan yang
berinteraksi dengan lautan dan ruang lautan yang berinteraksi dengan daratan. Jadi
wilayah pesisir adalah :
77
Terdiri dari komponen daratan dan komponen lautan.
Memiliki batas – batas daratan dan lautan yang ditentukan oleh tingkat
pengaruh dari daratan terhadap lautan dan lautan terhadap daratan.
Tidak seragam dalam hal kelebaran, kedalaman atau ketinggian.
Menurut Rakhmat Hidayat (2008) Nelayan sebagai bagian dari masyarakat
pesisir merupakan salah satu kelompok sosial yang masih perlu diberdayakan dan
harkat hidup mereka perlu diangkat. Lebih-lebih pada krisis ekonomi yang terus
berlangsung dewasa ini nelayan tradisional kian terkucil dari lahan mereka. Fakta itu
tak terbantahkan jika melihat posisi Indonesia yang dikenal sebagai negara maritim
sejak berabad-abad silam. Namun kesadaran sebagai bangsa maritim masih jauh dari
harapan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki perairan terpanjang. Dari
total perairan 5,8 juta km2, lebih dari separo atau 3,1 juta km2 merupakan perairan
Nusantara (laut wilayah dan teritorial). Adapun sisanya, sekitar 2,7 juta km2, adalah
wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Mengingat lebih dari 20 juta
kilometer persegi luasnya berupa laut. Bahkan sebanyak lebih kurang 50 juta
penduduknya tinggal di kawasan pesisir pantai.
Dalam kaitan ini, pengembangan masyarakat pantai merupakan bagian integral
dari pengelolaan sumber pesisir dan laut bagi kemakmuran masyarakatnya, sehingga
perlu digunakan suatu pendekatan dimana masyarakat sebagai obyek sekaligus
sebagai subyek pembangunan. Sementara, ketertinggalan dalam strategi
pengembangan masyarakat pantai, tidak hanya dilihat sebagai masalah sosial dan
78
budaya sehingga perlu perubahan ekstrem dalam sistem sosial atau nilai-nilai budaya,
melainkan lebih sebagai masalah integral. Oleh karena itu, penyelesaiannya perlu
dilakukan melalui strategi yang komprehensif dengan menempatkan sistem sosial-
ekonomi dan nilai budaya yang sudah melekat didalam masyarakat sebagai faktor
pendorong perubahan.
Salah satu karakteristik masyarakat nelayan adalah ketergantungan yang kuat
terhadap lingkungan pesisir. Baik dan buruknya lingkungan pesisir akan berdampak
secara langsung terhadap kehidupan mereka. Hal ini terkait dengan sumber daya
perikanan yang ada di Tanjung Kramat seperti ikan tuna, lajang, cumi – cumi dan
sebagainya. Hal ini membentuk hubungan atau relasi timbal balik antara manusia dan
alam. Dan sistem kekerabatan masyarakat Tanjung Kramat yang tinggal di pesisir
pantai masih sangat kental. Dan itu menjadi salah satu hal utama mengapa
masyarakat Tanjung Kramat selalu hidup rukun dan tidak pernah terjadi bentrok atau
konflik yang berskala besar. Sistem kemasyarakatan yang terus terpelihara dan
berjalan dengan baik hingga saat ini adalah hidup bergotong-royong dan
menyelesaikan masalah atau persoalan secara bersama-sama, musyawarah dan
mufakat.
Sebagai suatu kesatuan sosial – budaya, masyarakat nelayan memiliki ciri - ciri
perilaku sosial yang dipengaruhi oleh karakteristik kondisi geografis dan
matapencaharian penduduknya. Sebagian dari ciri – ciri perilaku sosial tersebut
adalah sebagai berikut :
79
1. Etos kerja tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kemakmuran.
2. Kompetitif dan mengandalkan kemampuan diri untuk mencapai keberhasilan.
3. Apresiasi terhadap prestasi seseorang dan menghargai keahlian.
4. Terbuka dan ekspresif, sehingga cenderung “kasar”.
5. Solidaritas sosial yang kuat dalam menghadapi ancaman bersama atau
membantu sesama ketika menghadapi musibah.
6. Kemampuan adaptasi dan bertahan hidup yang tinggi.
7. Bergaya hidup “konsumtif”.
8. Demonstratif dalam harta – benda (emas, perabotan rumah, kendaraan,
bangunan rumah, dan sebagainya) sebagai manifestasi keberhasilan hidup.
9. Agamis, dengan sentimen keagamaan yang tinggi.
10. Temperamental, khususnya jika terkait dengan “harga diri”.
Salah satu ciri perilaku sosial dari masyarakat pesisir yang terkait dengan sikap
temperamental dan harga diri tersebut dapat disimak dalam pernyataan antropolog
Belanda di bawah ini Boelaars (dalam Kusnadi) : Orang pesisir memiliki orientasi
yang kuat untuk merebut dan meningkatkan kewibawaan atau status sosial. Mereka
sendiri mengakui bahwa mereka cepat marah, mudah tersinggung, lekas
menggunakan kekerasan, dan gampang cenderung balas – membalas sampai dengan
pembunuhan. Orang pesisir memiliki rasa harga diri yang amat tinggi dan sangat
peka. Perasaan itu bersumber pada kesadaran mereka bahwa pola hidup pesisir
memang pantas mendapat penghargaan yang tinggi.
80
Ciri – ciri perilaku sosial di atas memiliki relevansi dengan ciri – ciri
kepemimpinan sosial masyarakat pesisir. Berdasarkan kajian filologis atas naskah -
naskah klasik (kuno) yang banyak dipengaruhi oleh ajaran agama Islam, seperti Kitab
Sindujoyo Pesisiran dan Babad Gresik Pesisiran, syarat-syarat pemimpin di kalangan
masyarakat pesisir adalah sebagai berikut (Widayati, 2001:3):
1. Siap menolong siapa saja yang meminta bantuan.
2. Mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.
3. Dermawan kepada semua orang.
4. Selalu menuntut ilmu dunia dan akhirat untuk keseimbangan kehidupan.
5. Tidak berambisi terhadap jabatan atau kedudukan walaupun banyak berjasa.
6. Rendah hati (tidak sombong), tetapi tidak rendah diri (minder).
7. Sangat benci penindasan dan berbuat adil kepada siapa saja.
8. Rajin bekerja dan beribadah, khususnya shalat lima waktu.
9. Sabar dan bijaksana.
10. Berusaha membahagiakan orang lain.
Sebagian nilai-nilai perilaku sosial di atas merupakan modal sosial yang sangat
berharga jika didayagunakan untuk membangun masyarakat nelayan atau masyarakat
pesisir. Demikian juga, syarat-syarat pemimpin dan kepemimpinan masyarakat
pesisir memiliki relevansi yang baik untuk merekonstruksi kepemimpinan bangsa dan
negara Indonesia. Penjelajahan terhadap nilai – nilai budaya kepesisiran ini tentu saja
memiliki kontribusi yang sangat strategis untuk membangun masa depan bangsa yang
berbasis pada potensi sumber daya kemaritiman nasional.
81
4. 3. 2 Kehidupan Sosial Ekonomi dan Dampak Perkembangannya Bagi Masyarakt
Pesisir Pantai di Kelurahan Tanjung Kramat.
Kelurahan Tanjung Kramat merupakan daerah yang letaknya tepat dibagian
pesisir pantai. Dengan berbagai perkembangan yang terjadi saat ini, yang menjadi
permasalah yang dihadapi masyarakat pesisir di Kelurahan Tanjung Kramat adalah
beralihnya peralatan tradisional ke moderen serta sistem kehidupan lainnya yang
terjadi di masyarakat pesisir Tanjung Kramat, seperti ekonomi, sosial, pendidikan dan
politik.
Sebelum perubahan terjadi, pada umumnya masyarakat di wilayah pesisir
masih sangat terbelakang, baik dari segi ekonomi, sosial, pendidikan dan politik.
Sistem adat – istiadatpun masih sangat terlihat dikalangan masyarakat. Seperti tradisi
gotongroyong dalam bahasa asli masyarakat Gorontalo dikenal dengan huyula/ti’ayo.
Pada pemerintahan yang sentralistik, kebanyakan masyarakat pesisir pantai
kurang diperhatikan oleh pemerintah. Sehingga kemiskinan yang terjadi dikalangan
masyarakat pesisir pantai sangat nampak, baik dibidang ekonomi, sosial dan
pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa ternyata sebelum perubahan, terjadi
kemisikinan masyarakat nelayan di pesisir Tanjung Kramat pada khusunya dan
masyarakat pesisir pantai di Indonesia pada umumnya.
Dari segi kehidupan sosial, kepadatan penduduk terus berkembang., sedangkan
program keluarga berencana belum ada pada saat itu. Sehingga bertambahnya
penduduk sangat mempengaruhi perkembangan di wilayah pesisir pantai, baik
82
dipandang dari segi negatif atau segi positif. Seharusnya pemerintah merencanakan
program keluarga berencana (KB), sehingga masyarakat pesisir tidak mengalami
kepadatan penduduk dan kemiskinan dapat diatasi pemerintah. Selain itu kebanyakan
masyarakat pesisr pantai (orang tua dulu) mempunyai pemahaman bahwa “banyak
anak banyak rezeki” itu dalam segi positifnya. Kemudian dalam pemahaman orang
zaman sekarang bahwa kepadatan penduduk dapat mempengaruhi lapangan kerja
sangat menyempit (segi negatifnya). Dalam segi positifnya, kepadatan penduduk juga
dapat menciptakan hal – hal atau pekerjaan baru.
Berbagai perubahan yang terjadi dilingkungan masyarakat pesisir pantai
mengakibatkan masalah sosial ekonomi yang harus selalu diperhatikan oleh
pemerintah. Seperti alat teknologi yang merupakan salah satu pendukung
perkembangan atau perubahan yang berlangsung dimasyarakat nelayan Tanjung
Kramat saat ini. Oleh karena itu selayaknya pemerintah memperhatikan kebutuhan
masyarakat pesisir pantai khususnya pada sarana penunjang dalam penagkapan ikan.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Irianto 2011), dampak berarti
pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif), secara
ekonomi dampak berarti pengaruh suatu penyelenggaraan kegiatan terhadap
perekonomian yaitu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Secara
sosial mendatangkan akibat, atau melanggar, menumbuk, membentur aturan – aturan
yang sudah baik menjadi rusak. Dampak yang mempengaruhi perkembangan
kehidupan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat pesisir dalam hal ini nelayan
di Keluraan Tanjung Kramat dapat dijelaskan sebagai berikut :
83
1. Dampak dari Alam
Menurut Syarif Moeis (2008) faktor sumber alam dalam ekosistem masyarakat
pesisir adalah yang berhubungan dengan berbagai komponen di lingkungan sekitar
pesisir itu, dan keterlibatan manusia dengan ekosistem tersebut tentunya berkisar
pada aspek lingkungan yang berfungsi untuk memenuhi seperangkat kebutuhan
masyarakat pesisir itu sendiri. Salah satu kebutuhan pokok dari masyarakat pesisir
adalah mencari dan mendapatkan ikan dari sumber kelautan, yaitu untuk kebutuhan
konsumsi sendiri selain dari komoditi penjualan (ekonomi).
Aktivitas kerja untuk mencari dan mendapatkan ikan ini sebenarnya menujuk
pada pola kerja berburu dan meramu (food gatherings economics), pola mana bila
dilihat dalam proses evolusi matapencaharian hidup hampir sama dengan pola
berburu dan meramu yang hidup pada masyarakat yang masih sangat sederhana,
hanya tingkatannya lebih tinggi karena teknologi yang dikembangkan lebih kompleks
Koentjaraningrat dalam Syarif Moeis (2008 ). Dengan melihat polanya, aktivitas
masyarakat pesisir ini dapat digolongkan sebagai bentuk kehidupan yang masih
tradisional, walaupun teknologi dan peralatan yang dikembangkan telah modern.
Disebutkan taraf tradisional karena pada hakekatnya masyarakat pesisir itu hanya
melakukan kegiatan pengumpulan, mencari dan mendapatkan segala apa yang telah
ada di alam, tanpa ada usaha untuk membudidayakannya kemudian.
Menangkap ikan di laut ternyata membutuhkan seperangkat pengetahuan yang
berhubungan dengan sifat jenis penangkapan, mekanisme penangkapan ikan dari
84
berbagai pengaruh alam lainnya, sehingga kegiatan ini sekurangnya melibatkan
unsure – unsur yang berhubungan dengan antara lain yaitu :
1. Jenis dan sifat ikan
Dengan pertimbangan tertentu nelayan menentukan jenis ikan apa yang akan
ditangkap dan bagaimana sifat dari ikan tersebut, karena ini tentu disesuaikan dengan
kemampuan, peralatan yang ada, tenaga kerja, prospek jual, konsumsi serta berbagai
pantangan tentangnya.
2. Waktu dan masa (musim) penangkapan
Ini berkaitan dengan penentuan saat – saat yang tepat untuk mendapatkan ikan.
Waktu dan masa ini berhubungan dengan kondisi lingkungan alam, iklim, cuaca,
angin, keadaan air laut, tanda – tanda keberadaan ikan serta tumbuhan tertentu, tidak
sembarang waktu nelayan dapat menangkap ikan, karena pengalaman yang
mengajarkan mereka untuk tahu keberadaan ikan itu dalam lingkup ekosistem yang
berlaku di sana.
3. Lokasi penangkapan
Dari sisterm pengetahuan yang berkembang disana, nelayan dapat menduga di
tempat mana sebaiknya mereka menangkap ikan; unsur peralatan juga amat
menentukan smapai batas kejauhan mana mereka dapat melakukan aktivitasnya.
Pola kerja yang dikembangkan masyarakat pesisir menunjukkan bahwa faktor
ketergantungan manusia terhadap alam sangat besar, kehidupan manusia relatif
mengikuti ritme alam. Perputaran alam yang lambat diterapkan dalam kehidupan
manusia, waktu yang mulur bukan merupakan massalah untuk bentuk masyarakat ini.
85
Ketergantungan terhadap alam, keterbatasan kemampuan fisik manusia dan rumitnya
proses kerja menyebabkan keterlibatan invidu lain dalam suatu aktivitas sangat
diperlukan, baik sebagai pengendali kegiatan, tenaga pembantu, mitra kerja, lembaga
penampung hasil tangkapan maupun sosok individu yang memberikan petunjuk gaib.
Walaupun pola matapencaharian hidup yang dikembangkan masyarakat pesisir
tergolong tradisional, namun teknologi, peralatan serta pendistrbusian kerja tidak
termasuk termasuk dalam sistem ekonomi tradisional. Prinsip – prinsip yang
mengacu pada pola pertukaran barang (barter) ataupun „kesama rataan‟ (share of
poverty) yang kerap hidup dalam komusitas sederhana kurang berkembang pada
masyarakat pesisir ini, satu sebabnya kerena faktor kemajemukan etnis dan interaksi
soial yang relatif terbuka denngan masyarkat lain sebagai pengaruh dari
pengembangan daerah wisata. Pola hubungan kerja berjalan menurut sistem ekonomi
yang relatif maju, disamping ketatnya pembagian kerja juga disertai dengan
pengelolaan managerial yang sistemik. Banyak nelayan yang berusaha untuk mandiri,
mendorong pola hubungan kerjanya bersifat kontraktual baik dalam bentuk sewa
menyewa maupun jual beli, pola yang sedikit demi sedikit menyisihkan peranan
pemilik modal yang sebelumnya mengembangkan pola hubungan kerja yang bersifat
feodal yang didalamnya terwujud hubungan majikan-buruh dengan prinsip patron –
klien.
Ketatnya pola hubungan kerja yang dikembangkan pada kehidupan nelayan ini
tidak seluruhnya menunjukkan kecenderungan hubungan business – like, terutama
bagi nelayan yang sama-sama melaut. Hubungan antar manusia disini secara
86
emosional lebih erat dan terikat satu sama lain, karena pada dasarnya mereka satu
nasib dengan sama-sama bergumul di laut, keselamatan dan keberuntungan seseorang
berarti keselamatan dan keberuntungan anggota lainnya, demikian sebaliknya.
2. Dampak dari Teknologi
Menurut Syarif Moeis (2008) Teknologi penangkapan ikan memang agak
kompleks, karena di dalamnya akan terkandung berbagai hal yang bersifat teknis dan
nonteknis. Hal-hal yang bersifat teknisdiantaranya berupa peralatan, cara menangkap
ikan, dan jenis-jenis ikan hasil tangkapan. Adapun unsur-unsur nonteknis tidak lain
berupa tradisi yang turut mewarnai kegiatan mereka di laut. Aktivitas nelayan di laut
ternyata tidak lepas dari unsur kepercayaan dan tradisi yang menyertainya, walaupun
tidak dilakukan secara kolektif oleh para nelayan, sekurangnya nelayan yang akan
pergi ke laut melalkukan secamam upacara ritual secara perorangan. Sebelum melaut
mereka menyimpan sesaji di perahu atau di tempat-tempat tertentu yang tujuannya
adalah untuk memohon kepada Tuhan dan „penguasa laut‟ untuk keselamatan daan
keberhasilan mereka dalam mendapatkan ikan.
Masyarakat nelayan Tanjung Kramat mengembangkan beberapa cara dalam
menangkap ikan; sekurangnya ada dua tipe penangkapan, (1) penangkapan di tengah
laut, dan (2) penangkapan di pinggir pantai; masing-masing cara memerlukan
mekanisme dan perangkat kerja yang berbeda, tergantung dari lokasi penangkapan
dan jenis ikan.
87