BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.walisongo.ac.id/7521/5/135112034_bab4.pdf · Kop...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.walisongo.ac.id/7521/5/135112034_bab4.pdf · Kop...
84
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal
1. Sejarah Berdirinya MTs NU 07 Patebon
Berdirinya MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal
dilatarbelakangi untuk melestarikan kader-kader Nahdlatul Ulama’ di
wilayah Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Ky. Muhtas Nuri Azizi
yang pada waktu itu menjabat sebagai Ro`is Syuriyah MWC NU Patebon
mempunyai insisiatif untuk mendirikan sebuah sarana pendidikan yang
berfungsi untuk mendidik kader-kader muda Nahdlatul Ulama. Setelah
mengadakan koordinasi dengan pengurus senior di jajaran kepengurusan
MWC NU Patebon, pada tanggal 22 Desember 1977 dilaksanakan
musyawarah di rumah Ky. Muhtas Nuri Azizi di dukuh Padatan Desa Lanji
Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Musyawarah tersebut dihadiri
pengurus MWC NU Patebon dan perwakilan dari pengurus ranting NU di
wilayah Kecamatan Patebon. Hasil musyawarah tersebut disepakati
pendirian lembaga pendidikan menengah yang kini bernama MTs NU 07
Patebon (Dokumentasi, Profil Madrasah : 1).1
Tahun pertama berdirinya MTs NU 07 Patebon, kegiatan belajar
mengajar dilaksanakan pada sore hari dengan menumpang gedung di SD
Inpres Kebonharjo Patebon. Setelah berjalan selama beberapa tahun,
1 Data ini juga peneliti padukan dengan profil madrasah pada hasil penelitian terdahulu
yang tersimpan dalam dokumen di perpustakaan MTs NU 07 Patebon, seperti skripsi karya Lutfi Farid berjudul Pengaruh Keberadaan Pondok Pesantren al-Itqon terhadap Hasil Belajar Siswa MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2005-2016, halaman 75.
85
kegiatan belajar mengajar sempat mengalami kefakuman. Namun dengan
semangat dari para pengurus MWC NU Patebon dan dukungan dari semua
pihak, sekolah ini dapat berjalan aktif kembali dengan cara menumpang di
MDA (Madrasah Dinniyah Awwaliyah) al-Itqon Desa Kebonharjo Kecamatan
Patebon Kabupaten Kendal (Dokumentasi, Profil Madrasah : 1-2).
Seiring perkembangan waktu, MTs NU 07 Patebon terus berbenah diri.
Melalui musyawarah yang diperkuat Ky. Muhtas Nuri Azizi, Ky. Munawwar,
dan Ky. Dahlan Aini, disepakati mendirikan gedung madrasah secara mandiri.
Pada tanggal 3 Mei 1983 setelah turunnya SK Pendirian Madrasah Nomor
Wk/5.c/089/Pgm/Ts/1983 dan SK Ijin Operasional pada tanggal tersebut,
secara resmi pelaksanaan proses belajar mengajar menempati gedung baru
dengan sarana prasarana yang masih sederhana (Dokumentasi, Profil Madrasah
: 2).
Perubahan-perubahan terus dilakukan MTs NU 07 Patebon untuk
memenuhi kualitas pendidikan yang terus digulirkan pemerintah melalui
Departemen Agama Kabupaten Kendal dan Lembaga Pendidikan Ma`arif
Kabupaten Kendal. Pada tahun 2010 MTs NU 07 Patebon telah berstatus
terakreditasi B dengan nomor SK Akreditasi Dp.006466. Selanjutnya untuk
meningkatkan kualitas mutu pendidikan dan menampung jumlah murid yang
terus bertambah setiap tahun, pada tahun 2011 gedung madrasah direhab
berlantai II berbentuk U dengan halaman yang luas menghadap ke Utara
(Wawancara, Muchlis : 7 September 2015).
Sampai saat ini MTs NU 07 Patebon tetap eksis sebagai salah satu
lembaga pendidikan Islam di bawah yayasan Lembaga Pendidikan Ma`arif
86
Kabupaten Kendal dengan nomor NSM. 121233240033, nomor NPSM.
20364517, dan nomor NPWP. 00.420.401.2-513.000 (Dokumentasi, Data Emis
MTs NU 07 Patebon tahun 2015 : 2). Reputasi madrasah ini terus meningkat
setelah berdirinya Pondok Pesantren al-Itqon yang letaknya bersebelahan
dengan mardrasah. Sejak tahun 2014 kepemimpinan kepala Madrasah dijabat
Ibu Simyanah, S.Ag untuk terus mengawal MTs NU 07 Patebon mencetak
sumber daya manusia berkualitas.
2. Letak MTs NU 07 Patebon
MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal secara geografis terletak di
tengah-tengah pemukiman penduduk, tepatnya di jalan K.H. Abu Bakar No. 08
RT. 05 RW. I Desa Kebonharjo Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal, Kode
Pos. 51351 Jawa Tengah, email [email protected] (Dokumentasi,
Kop Surat). Posisi madrasah ini menghadap ke utara, bersebelahan dengan
Masjid al-Itqon dan Pondok Pesantren al-Itqon Kebonharjo Patebon. Bangunan
pisik madrasah ini berlantai dua dengan cat hijau daun segar menghiasi
bangunan berbentuk U. MTs NU 07 Patebon berdiri di atas tanah wakaf seluas
1775 m2, berada pada dataran rendah dengan ketinggian + 100 m di atas
permukaan air laut Utara Pulau Jawa. Jarak tempuh MTs NU 07 Patebon ini
dengan ibukota Kabupaten + 5 km di sebelah Barat Kota Kendal
(Dokumentasi, Profil Madrasah : 2).
3. Visi, Misi, dan Tujuan MTs NU 07 Patebon
a. Visi MTs NU 07 Patebon
« Religius, Ber-Aswaja, Berprestasi, dan Kreatif »
87
Adapun penjelasan tentang visi tersebut melalui rapat pengurus yang
dimotori bapak H. Raharjo, menghasilkan bidang pencapain sebagai berikut :
1) Religius, pencapainya mencakup :
a) Menguasai ilmu agama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
b) Santun dalam perkataan dan tingkah laku
c) Bersikap disiplin, jujur, adil, ikhlas dan amanah, serta berbudi pekerti
luhur.
2) Ber-Aswaja, pencapainya mencakup : Mampu dan terbiasa mengamalkan
amalan-amalan ibadah ala Ahlis Sunnah wal Jamaah.
3) Berprestasi, pencapaiannya mencakup : Prestasi akademik dan non
akademik.
4) Kreatif, pencapainya mencakup :
a) Terampil menggunakan teknologi informatika.
b) Terampil membuat kerajinan tangan.
c) Mempunyai life skill. (Raharjo, Powerpoint Sosialisasi Madrasah Tahun
Pelajaran 2015/2016 : 4-12).
b. Misi MTs NU 07 Patebon
1) Menyelenggarakan pembelajaran dan bimbingan yang mengembangkan
nilai religius secara efektif dengan berbagai pendekatan.
2) Membiasakan sikap serta perilaku akhlakul karimah.
3) Mendidik dan menyelenggarakan kegiatan keagamaan ala Aswaja.
4) Melakukan inovasi dalam pembelajaran.
5) Melakukan pengembangan SDM Pendidik dan Tenaga Pendidikan.
88
6) Melakukan pengembangan manajemen madrasah.
7) Mengembangkan kegiatan keterampilan lokal dan global (Raharjo,
Powerpoint Sosialisasi Madrasah Tahun Pelajaran 2015/2016 : 13).
c. Tujuan MTs Nu 07 Patebon
1) Menghasilkan lulusan yang rajin shalat berjamaah.
2) Menghasilkan lulusan ber-akhlakul karimah.
3) Menghasilkan lulusan yang menguasai, mencintai, dan mengamalkan
ilmu agama ala Aswaja.
4) Menghasilkan lulusan yang hafal juz Amma, Asmaul Husna, dan mampu
memimpin tahlil.
5) Menghasilkan lulusan dengan nilai akademis yang tinggi dan diterima di
sekolah favorit yang lebih tinggi.
6) Menghasilkan lulusan yang mampu menguasai Teknologi informasi.
7) Menghasilkan lulusan yang terampil menjahit.
8) Menghasilkan lulusan yang terampil dalam pengolahan limbah.
9) Menghasilkan lulusan yang terampil membuat kerajinan tangan.
(Raharjo, Powerpoint Sosialisasi Madrasah Tahun Pelajaran 2015/2016 :
14).
4. Keadaan Guru dan Karyawan di MTs NU 07 Patebon
Komitmen MTs NU 07 Patebon dalam memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat yang menitipkan putera puterinya untuk dididik
mengharuskan sekolah untuk mempersiapkan guru yang profesional dan
dikenal baik oleh masyarakat sebagai sosok yang patut diteladani. Oleh karena
89
itu dalam perekrutannya didasarkan pada kualifikasi-kualifikasi tertentu yang
mengarah pada profesialisme. Untuk kualifikasi guru MTs NU 07 Patebon di
tetapkan beberapa persyaratan di antaranya :
a. Berbadan sehat dan memiliki jiwa yang sehat.
b. Beragama Islam yang taat.
c. Memiliki kartu anggota Nahdlatul Ulama`
d. Minimal lulusan S1 dan ahli dalam bidangnya.
e. Memilki akta IV.
f. Memilki nilai IP minimal 3,0.
g. Memiliki minat dan kemampuan mengajar yang baik.
h. Memiliki keterampilan.
i. Memiliki dedikasi yang tinggi dalam masalah agama, pendidikan, dan
kemasyarakatan (Wawancara, Muhammad Isrok : 16 September 2015).
Saat ini kondisi pendidikan di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal
di dukung oleh guru-guru dengan latar belakang pendidikan sesuai dengan
mata pelajaran yang di pegangnya. Di samping itu, madrasah ini juga didukung
guru-guru dari tokoh agama/masyarakat atas pertimbangan strategis
meningkatkan kompetensi peserta didik terhadap materi pelajaran yang
dibutuhkan masyarakat dan meningkatkan kerja sama sekolah dengan
masyarakat dalam rangka penerimaan peserta didik baru. Hal ini sebagaimana
dijelaskan oleh ibu Simyanah, selaku kepala madrasah bahwa keberadaan
tokoh masyarakat dalam kegiatan pembelajaran dapat mendongkrak
kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di MTs NU 07
Patebon (Wawancara, Simyanah : 16 September 2015).
90
Jumlah guru di MTs NU 07 Patebon seluruhnya adalah berjumlah 26
orang dengan 16 guru laki-laki dan 10 guru perempuan.2 Sedangkan jumlah
karyawan sebanyak 6 orang yaitu 4 orang tenaga administrasi dan 2 orang
pembantu sekolah. Untuk lebih jelasnya berikut akan ditampilkan tabel keadaan
guru dan karyawan serta jabatan-jabatannya.
Tabel 3
Data Guru dan Karyawan MTs NU 07 Patebon.
No. Uraian PNS Non-PNS
Lk. Pr. Lk. Pr.
1. Jumlah Kepala Madrasah 1
2. Jumlah Wakil Kepala Madrasah 2 1 1
3. Jumlah Pendidik (di luar Kepala & Wakil) 11 8
4. Jumlah Pendidik Sudah Sertifikasi 2 2 5
5. Jumlah Pendidik Berprestasi Tk. Nasional
6. Jumlah Pendidik dari Tokoh Masyarakat
4 1
6. Jumlah Pendidik Sudah Ikut Bimtek K-13 2 2 4
7. Jumlah Tenaga Kependidikan 3 3
(Sumber : Data Emis MTs NU 07 Patebon Tahun 2015/2016)
Tabel 4
Daftar Nama Guru dan Karyawan MTs NU 07 Patebon
No Nama Ijazah
Terakhir Jabatan
Mata Pelajaran
1 Siti Simyanah, S.Ag S.1 Kamad PPKn
2 Mukhamad Isrok, S.Ag S.1 Wakamad Matematika
3 Inayah, S.Pd S.1 Wakamad IPA
4 H.M. Muchlis, S.Ag S.1 Wakamad Akidah Akhlak
2 Kepala madrasah dan guru dari tokoh agama/masyarakat masuk dalam daftar guru di
MTs NU 07 Patebon. Ketentuan tersebut menurut bapak Moh Lazim, selaku wakil kepala madrasah, karena status kepala madrasah bukan Pegawai Negeri Sipil dan beliau memang mengajar mata pelajaran PPKN. Adapun tokoh agama/masyarakat statusnya sudah mendapat SK dari kepala madrasah sebagai guru yang diangkat dari unsur masyarakat. Wawancara dengan ibu Inayah, tanggal 16 September 2015 di ruang tamu.
91
5 Drs. H. Muh Lazim S.1 Wakamad B. Indonesia
6 K.H. Ahmad Ayub.HM SLTA Guru/Tokoh Masyarakat
Al Quran Hadits
7 K.H. Achmad Chumaidi SLTA Guru/Tokoh Masyarakat
Fiqh
8 K.H. Fatchurrohman SLTA Guru/Tokoh Masyarakat
Al Quran Hadits
9 Mat Rokhim SLTA Guru/Tokoh Masyarakat
Fiqh
10 Umi Faizun SLTA Guru/Tokoh Masyarakat
Fiqh
11 A. Djazuli, BA D.3 Guru Seni Budaya/ Keterampilan
12 Hj. Siti Sutarni, S.Ag S.1 Guru IPA
13 Dra. Hj. Fatchiyah, M.S.I S.2 Guru SKI
14 Fitriyati, A.Md D.3 Guru B. Inggris
15 Dra. Hj. Samiah S.1 Guru Fiqih
16 Maddah Azizi, S.Pd.I S.1 Guru B. Arab
17 Drs. Muntholib S.1 Guru Al Quran Hadits
18 Rosidah Fitriyanti, S.Pd S.1 Guru Matematika
19 Slamet Misbahun, S.Pd S.1 Guru B. Inggris
20 Hari Purwanto, S.Pd S.1 Guru BK Islam
21 Siti Korina Mawaddah, S.Pd.I
S.1 Guru IPS
22 Anisa Ikhwatun, S.Pd.I S.1 Guru B. Inggris
23 Zuhria Firdausie, A.Md D.3 Guru B. Indonesia
24 Ali Usman, S.Pd.I S.1 Guru IPS
25 Imam Yulianto, S.Kom S.1 Guru TIK
26 Aditya Akbar Insani, S.Si S.1 Guru Penjaskes
27 Siti Machmudah SLTA Karyawan
28 Nur Hidayati SLTA Karyawan
29 Hasan Asari SLTA Karyawan
30 Farhatin Nihayah SLTA Karyawan
31 Muhson SLTP Karyawan
32 Muchamad Nashokib SLTA Karyawan
(Sumber : Papan Monografi di ruang tata usaha)
92
5. Kondisi Peserta Didik MTs NU 07 Patebon
Kondisi peserta didik di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal bila
dilihat dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan jumlah peserta
didiknya. Peningkatan jumlah peserta didik dari tahun ke tahun ini menunjukan
bahwa minat anak masuk di madrasah ini cukup tinggi. Hal ini lebih
disebabkan adanya sebagian besar masyarakat sekitar madrasah di lingkup
wilayah kecamatan Patebon dan sekitarnya mengakui bahwa MTs NU 07
Patebon Kabupaten Kendal memiliki keunggulan sebagaimana telah
terprogram dalam penjabaran/indikator visi, misi, dan tujuan madrasah
(Wawancara, Inayah : 16 September 2015).
Pada tahun pelajaran 2015-2016 jumlah peserta didik MTs NU 07
Patebon Kabupaten Kendal, terdapat 440 peserta didik, yang terdiri dari 237
laki-laki dan 203 perempuan. Dari jumlah tersebut tersebar mulai dari kelas VII
sebanyak 160, kelas VIII sebanyak 154, dan kelas IX sebanyak 126. Sedangkan
jumlah guru sebanyak 26 orang (Dokumentasi : Papan Monografi di ruang tata
usaha). Dari jumlah tersebut menunjukan bahwa setiap satu orang guru
memiliki beban tanggung jawab terhadap 16 sampai dengan 17 orang peserta
didik, jumlah ini cukup efektif karena banyaknya tatap muka dan atau
komunikasi antara peserta didik dengan guru, peserta didik dengan peserta
didik dapat terjalin secara komunikatif dan dinamika kelas dapat terbentuk
secara efektif.
Untuk lebih jelas dalam mengetahui jumlah peserta didik di MTs NU
07 Patebon Kabupaten Kendal pada Tahun Pelajaran 2015/2016 ini, dijabarkan
dalam tabel di bawah ini.
93
Tabel 5
Daftar Peserta didik MTs NU 07 Patebon
No Kelas Putera Puteri Jumlah
1 VII A 12 21 33
2 VII B 16 16 32
3 VII C 16 15 31
4 VII D 17 15 32
5 VII E 16 16 32
Jumlah 77 83 160
6 VIII A 21 12 33
7 VIII B 19 12 31
8 VIII C 20 11 31
9 VIII D 16 14 30
10 VIII E 17 12 29
Jumlah 93 61 154
11 X A 17 14 31
12 X B 18 14 32
13 X C 16 16 32
14 X D 16 15 31
Jumlah 67 59 126
Total 237 203 440
(Sumber : Pengolahan Data Emis Tahun Pelajaran 2015/2016)
Sedangkan kondisi lulusan yang dihasilkan MTs NU 07 Patebon hingga
saat ini telah menamatkan peserta didik dengan tingkat kelulusan 100 %
selama kepemimpinan Ibu Simyanah, S.Ag sejak tahun 2013. Representasi data
lulusan (alumni) para peserta didiknya diterima pada berbagai sekolah lanjutan
atas baik negeri maupun swasta. Adapun alumni yang dianggap telah berhasil
berkiprah dengan baik di masyarakat di antaranya adalah :
94
a. Dr. Ali Murtadho, M.Ag dari desa Donosari kecamatan Patebon yang saat
ini menjabat sebagai dosen di UIN Walisongo Semarang. Doktor alumni
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, saat ini menjabat sebagai kepala
Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) di instansi yang sama.
b. Luthfiah, M.Pd.I yang saat ini menjabat sebagai dosen di UIN Walisongo
Semarang dan sedang menempuh program doktoral di UIN Walisongo
Semarang.
c. K.H. Muhammad Idris Nor, dari desa Sukolilan kecamatan Patebon, yang
saat ini menjabat sebagai Syuriah NU Kabupaten Kendal (Dokumentasi,
Power Point Penerimaan Siswa Baru Tahun Pelajaran 2015/2016 : 13).
6. Keadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan di MTs NU 07 Patebon
Dalam rangka mencapai target kualitas sekolah yang bermutu, tentunya
tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung yang berupa sarana dan
prasarana yang memadai. Untuk sampai pada pencapaian target tersebut,
sarana dan prasarana baik secara fisik, lingkungan maupun personil yang
terkait harus bisa memberdayagunakan secara efektif dan efisien. Terkait
dengan sarana dan prasarana, tentunya tidak bisa dilupakan pula perekrutan
personil-personil yang ahli dalam bidang sarana dan prasarana penunjang
perkembangan sekolah. Sarana dan prasarana ini dapat berupa gedung,
peralatan kantor, ATK, dan sebagainya.
Adapun sarana prasarana pendidikan di MTs NU 07 Patebon Kabupaten
Kendal dijabarkan secara rinci dan terpisah mulai dari kondisi bangunan,
sarana pendukung pembelajaran dan sarana pendukung lainnya pada tabel di
bawah ini:
95
Tabel 6
Jumlah dan Kondisi Bangunan MTs NU 07 Patebon
No. Jenis Bangunan Jumlah Ruang Menurut Kondisi (Unit)
Baik Rusak Ringan Rusak Berat
1. Ruang Kelas 7 7
2. Ruang Kepala Madrasah 1
3. Ruang Guru 1
4. Ruang Tata Usaha 1
5. Laboratorium Biologi 1
6. Laboratorium Komputer 1
7. Ruang Perpustakaan 1
8. Ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
1
9. Toilet Guru 1
10. Toilet Peserta didik 5
11. Ruang Bimbingan Konseling (BK)
1
12. Ruang OSIS 1
13. Masjid 1
14. Gedung/Ruang Olahraga 1
15. Kantin 1
(Sumber : Observasi, 27 Oktober 2015)
Tabel 7
Sarana dan Prasarana Pendukung Pembelajaran
No. Jenis Sarana Prasarana
Jumlah Unit Menurut Kondisi
Jumlah Ideal Yang
Seharusnya Ada Baik Rusak
1. Kursi Peserta didik 406 42 448
2. Meja Peserta didik 212 12 224
3. Loker Peserta didik 14 0 14
4. Kursi Guru dalam Kelas 14 0 14
5. Meja Guru dalam Kelas 14 0 14
6. Papan Tulis 14 0 14
7. Lemari dalam Kelas 7 0 14
96
8. Alat Peraga PAI 1 0 5
9. Alat Peraga Biologi 1 0 2
10. Bola Voli 1 0 3
11. Bola Basket 1 0 2
12. Meja Pingpong (Tenis Meja)
1 0 2
13. Lapangan Sepakbola/Futsal 1 0 1
(Sumber : Data Emis Madrasah Tahun 2015/2016)
Tabel 8
Sarana dan Prasarana Pendukung Lainnya
No. Jenis Sarana Prasarana Jumlah Sarpras Menurut Kondisi (Unit)
Baik Rusak
1. Laptop 1 0
2. Personal Komputer 4 0
3. Printer 3 0
4. Televisi 1 0
5. Mesin Scanner 1 0
6. LCD Proyektor 3 0
7. Layar (Screen) 2 0
8. Meja Guru & Tenaga Kependidikan
32 0
9. Kursi Guru & Tenaga Kependidikan
32 0
10. Lemari Arsip 4 0
11. Kotak Obat (P3K) 1 0
12. Pengeras Suara 2 0
(Sumber : Data Emis Madrasah Tahun Pelajaran 2015/2016)
7. Struktur Kurikulum di MTs NU 07 Patebon
Kurikulum adalah rancangan pengajaran yang akan diajarkan atau
diterapkan kepada peserta didik. Adapun kurikulum yang dipakai MTs NU 07
Patebon mengacu kepada Kurikulum Nasional (KTSP) sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pengajaran. Sedangkan kurikulum lokalnya diterapkan dalam
97
bidang keagamaan seperti Fiqh, al-Quran Hadits, dan Bahasa Arab
(Wawancara, M. Isrok : 16 September 2015).
Struktur kurikulum di MTs NU 07 Patebon disusun berdasarkan
Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Berikut
ini garis besar struktur kurikulum rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan umum di MTs NU 07 Patebon dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP 2006
b. Alokasi waktu 1 jam pelajaran adalah 40 menit.
c. Jam belajar mulai pukul 07.00 – 13.00 WIB
d. Buku penunjang pembelajaran terdiri dari :
1) Buku teks guru (kondisi: lengkap).
2) Buku teks peserta didik (kondisi: lengkap).
3) Buku referensi lainnya (kondisi; kurang lengkap).
e. Minggu efektif dalam dua semester adalah 34 – 38 minggu.
f. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dialokasikan minimal 2 jam per minggu.
g. Penambahan jam di luar jam pelajaran rumpun mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam untuk materi yang berkaitan dengan masyarakat, seperti : seni
kaligrafi, latihan tahlil, latihan khitobah, latihan maulid nabi, tilawatil
Qur`an, shalat qiyamul lail, dan lain-lain.
h. Kegiatan rutin keagamaan antara lain : Pesantren kilat, shalat berjamaah,
baca tulis al-Quran, tadarus al-Quran dan asmaul husna, khitobah dan lain-lain.
i. Program bidang keterampilan lain yang diselenggarakan antara lain : tata
busana, teknologi informasi, dan kegiatan kewirausahaan.
98
j. Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dalam rangka menggali dan melatih
potensi sesuai bakat dan minat peserta didik (Dokumentasi, Kurikulum MTs
NU 07 Patebon : 7).
Adapun rincian jenis kegiatan ekstrakurikuler dan prestasi yang pernah
diperoleh sebagai berikut :
Tabel 9
Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler di MTs NU 07 Patebon
Tahun Pelajaran 2015/2016
No. Jenis Ekstrakurikuler Jumlah Siswa
Yang Mengikuti Prestasi Yang Pernah Diraih
1. Pramuka 203 Juara Tingkat
Kabupaten
2. Palang Merah Remaja (PMR) 32
3. Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa
33
4. Marching Band 50
5. Sepakbola / Futsal 43
6. Bulutangkis 10 Juara Tingkat
Kabupaten
7. Olahraga Bela Diri (Pencak Silat Pagar Nusa)
48 Juara Tingkat
Kabupaten
8. Tenis Meja 14
9. Seni Suara/Paduan Suara 45 Juara Tingkat
Kabupaten
10. Marawis/Nasyid 26
11. Kaligrafi 24
12. Seni Baca Al-Quran 20 Juara Tingkat
Kecamatan dan Kabupaten
13 Baca Tulis Al-Quran 95
14 FALUBI (Fariq al-Lughah al-Arabiyah)
35
15 English Club 20
16 MC Bahasa Jawa 10
17. Menjahit 26
(Sumber : Data Emis Madrasah Tahun Pelajaran 2015/2016)
99
B. Paparan Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti melakukan reduksi data
dengan tujuan untuk dapat menarik kesimpulan akhir. Reduksi data dilakukan
dengan menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak diperlukan
dan mengorganisir data tersebut, secara berkelanjutan selama proses penelitian
berlangsung.
1. Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran Rumpun
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs NU 07 Patebon
Pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) di
MTs NU 07 Patebon mulai diterapkan sejak pergantian kepala madrasah,
sekitar bulan Juli 2014 (Wawancara, Ahmad Ayyub : 23 Oktober 2015).
Inisiatif pertama untuk menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat
muncul pada saat rapat komite dan pengurus madrasah menghadapi tahun
ajaran baru 2014/2015. Pembahasan utama rapat tersebut yang pertama
adalah mencari konsep pembelajaran yang dapat mendukung terealisasinya
visi, misi, dan tujuan MTs NU 07 Patebon yang baru sebagai hasil dari
perbaikan visi, misi, dan tujuan yang lama tahun 2010, dan persiapan
semester gasal tahun ajaran 2014/2015. Hasil rapat tersebut disepakati
menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat. Pihak sekolah segera
menindaklanjuti terkait dengan sosialisasi, perencanaan, dan petunjuk teknis
pelaksanaannya mulai semester gasal tahun ajaran 2014/2015.3
3 Rapat Pengurus dan Komite Madrasah dilaksanakan Kamis, 24 Juli 2014 dihadiri oleh
pengurus dan komite madrasah dengan hasil pembahasan, menerapan pembelajaran berbasis masyarakat dalam rangka merealisasikan butir-butir dalam tujuan madrasah seperti : 1) menghasilkan lulusan yang rajin shalat berjamaah ; 2) menghasilkan lulusan ber-akhlakul karimah ; 3) menghasilkan lulusan yang menguasai, mencintai, dan mengamalkan ilmu agama ala Aswaja ; dan 4) menghasilkan lulusan yang hafal juz Amma, Asmaul Husna, dan mampu memimpin tahlil (Dokumentasi, Buku Notulen Rapat MTs NU 07 Patebon : 12 Agustus 2015).
100
Menindaklanjuti hasil rapat pengurus dan komite di atas, MTs NU 07
Patebon mengadakan sosialisasi terkait dengan petunjuk teknis pelaksanaan
pembelajaran berbasis masyarakat kepada para guru dan orang tua peserta didik
dalam rapat wali murid pada hari Rabu, 27 Agustus 2014. Dalam rapat tersebut
Ibu Simyanah selaku kepala madrasah, didampingi ketua pengurus dan komite
madrasah secara rinci menjelaskan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran Fiqh dan Al-Quran Hadits di MTs NU 07
Patebon mulai semester gasal tahun pelajaran 2014/2015.4
Pada rapat tersebut ketua pengurus yakni bapak Subari Syam,
menyebutkan tokoh agama/masyarakat yang dilibatkan dalam pembelajaran
berbasis masyarakat yaitu : KH. Ahmad Ayyub, yang merupakan pengasuh
pondok pesantren al-Itqon Kebonharjo, KH. Fatkhurrohman yang merupakan guru
senior di bidang seni baca al-Quran dan seni kaligrafi, KH. Chumaidi Umar yang
merupakan Rois Syuriah MWC Patebon, H. Mat Rokhim yang merupakan modin
desa Purwosari, dan Umi Maizun yang merupakan ibu modin dari desa Sukolilan.
Semua tokoh agama/masyarakat yang telah disebutkan sengaja dihadirkan pihak
sekolah untuk diperkenalkan kepada guru dan orang tua wali. (Dokumentasi,
Buku Agenda Rapat : 12 Agustus 2015).
Pada awal diperkenalkan dan mempelajari pembelajaran berbasis
masyarakat pendidik agak merasa berat terutama guru mata pelajaran Fiqh dan al-
Quran Hadits, karena adanya rasa sungkan (menghormati) terhadap beberapa
4 Rapat Wali Murid dilaksanakan hari Rabu, 27 Agustus 2014 dihadiri oleh ketua
pengurus, ketua komite madrasah, seluruh jajaran pimpinan, guru, dan karyawan di MTs NU Patebon, tokoh agama/masyarakat, dan orang tua wali murid, dengan agenda dasar : 1) Sosialisasi persiapan semester gasal tahun pelajaran 2014/2015; dan 2) Sosialisasi program pembelajaran berbasis masyarakat kepada guru, karyawan, dan orang tua wali murid (Dokumentasi, Buku daftar hadir dan buku Notulen Rapat MTs NU 07 Patebon : 12 Agustus 2015)
101
tokoh yang nantinya harus bekerja sama dengan dirinya. Akan tetapi setelah
berjalan pada kelas berbeda (kelas selanjutnya, misalnya dari kelas VII A ke VII
B, dan seterusnya) perasaan tersebut semakin berkurang, meskipun perasaan itu
tetap ada sampai sekarang. Hal tersebut sebagaimana yang diutarakan oleh ibu
Samiyah dan bapak Muntalib kepada peneliti (PPBM-PLK-GR-B.6).5
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, penerapan pembelajaran
berbasis masyarakat di MTs NU 07 Patebon hanya pada mata pelajaran Fiqh dan
al-Quran Hadits dengan materi pelajaran tertentu. Adapun pelaksanaannya
terintegrasi dalam pembelajaran di kelas dan di luar kelas, melalui kegiatan
intrakulikuler dan ekstrakulikuler.6 Berikut ini dijelaskan deskripsi penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits
di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal.
a. Mata Pelajaran Fiqih
Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh
di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal dapat didiskripsikan melalui
beberapa kegiatan meliputi : 1) Perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat
mata pelajaran Fiqh; 2) Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat mata
pelajaran Fiqh; dan 3) Evaluasi pembelajaran berbasis masyarakat mata
pelajaran Fiqh.
5 Wawancara ini peneliti lakukan kepada kedua tokoh tersebut pada wal penelitian yakni
tanggal 4 Agustus 2015. Menurut pernyataan ibu Samiah dan bapak Muntalib, rasa sungkan itu muncul karena rasa hormat terhadap tokoh agama/masyarakat terutama kepada bapak Chumaidi Umar yang merupakan ketua Syuriah MWC NU Kecamatan Patebon dan bapak Ahmad Ayub, yang merupakan pengasuh pondok pesantren al-Itqon Patebon. Dalam budaya Nahdliyin, sosok seorang kyai memang punya kharismatik di masyarakat. Adapun terhadap modin karena keduanya merupakan alumni madrasah ini, jadi kesannya biasa saja.
6 Observasi dilaksanakan peneliti terhadap proses pembelajaran Fiqh berbasis masyarakat di kelas dan di luar kelas baik kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler berupa kegiatan pengembangan diri yang dilaksanakan pada hari Jumat dan Sabtu sore. Dalam seluruh kegiatan observasi ini peneliti menggunakan peralatan kamera photo dan film untuk mendukung data ceklist.
102
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan awal yang sangat penting sebelum
memulai kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat. Suatu kegiatan yang
tidak diawali dengan perencanaan yang baik bukan tidak mungkin kegiatan
berjalan tidak sesuai rencana, lebih-lebih pembelajaran melibatkan masyarakat.
Menurut kepala madrasah, pelaksanaan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas (PPBM-FQ-PRC-KM-
A.1). Adapun materi yang diajarkan seperti perawatan jenazah, penguasaan
bacaan tahlil, penguasaan gerakan dan bacaan shalat, dan shalat jamak (PPBM-
FQ-PRC-KM-A.2).
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, guru, tokoh
agama/tokoh masyarakat, orang tua, peserta didik dan hasil observasi peneliti
selama proses pengambilan data penelitian di MTs NU 07 Patebon, bahwa
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh diawali dengan
pembuatan perencanaan oleh guru mata pelajaran Fiqh dengan melibatkan
tokoh agama/masyarakat sebagai bahan pertimbangan (PPBM-FQ-PRC-KM-
A.5). Perencanaan tersebut dibuat berdasarkan standar minimal BSNP yang
meliputi Identitas, SK, KD, Indikator, Tujuan Pembelajaran, Materi, Desain
Pembelajaran, Metode, Media, Peraga, Buku Sumber, dan Evaluasi
Pembelajaran yang pembelajarannya melibatkan masyarakat (PPBM-FQ--
PRC-KM-A.6).
Adapun tokoh agama atau masyarakat yang dilibatkan ada empat
orang dengan pembagian sebagai berikut :
103
a) KH. Chumaidi Umar untuk materi penguasaan bacaan dan gerakan shalat
serta pembiasaan shalat berjamaah dhuhur yang di dampingi guru Fiqh.
b) KH. Ahmad Ayub untuk materi shalat jamak dan penguasaan bacaan Tahlil
yang didampingi guru Fiqh
c) H. Mat Rokhim untuk materi perawatan jenasah pada peserta didik laki-laki
yang didampingi guru Fiqh.
d) Umi Maizun untuk materi perawatan jenazah pada peserta didik perempuan
yang didampingi guru Fiqh.
Dalam pembuatan perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat,
guru sudah melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-FQ-PRC-GR-
A.2). Adapun bentuk keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat dalam
penyusunan perencanaan pembelajaran adalah pemberian masukan sebelum
guru menuangkannya dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) (PPBM-
FQ-PRC-GR-A.5).
Dengan perencanaan yang sudah melibatkan tokoh agama/tokoh
masyarakat tersebut diharapkan dalam penerapannya di lapangan tidak terjadi
kendala. Kendala yang harus diantisipasi dalam kegiatan penyusunan
perencanaan pembelajaran adalah berkaitan dengan tugas dan fungsi
keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat tersebut sehingga pembelajaran
berbasis masyarakat bisa berjalan dengan baik. Penyusunan RPP tersebut siap
digunakan sebagai pedoman penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada
mata pelajaran Fiqh setelah ditandatangani guru Fiqh, tokoh agama/masyarakat
yang dilibatkan, dan disahkan kepala madrasah (PPBM-FQ-PRC-KM-A.3)
(PPBM-FQ-PRC-GR-A.3).
104
Perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
Fiqh di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal yang menjadi fokus penelitian
ini adalah persiapan mengajar yang dibuat oleh guru bersama tokoh
agama/masyarakat dan pelaksanaan pembelajaran oleh guru itu sendiri bersama
dengan tokoh agama/tokoh masyarakat. Secara garis besar rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru dengan melibatkan tokoh
agama/tokoh masyarakat harus meliputi komponen sebagai berikut : Identitas,
Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Indikator, Tujuan
Pembelajaran, Materi, Desain Pembelajaran, Metode/Media/Peraga, Buku
Sumber, Evaluasi Pembelajaran (sesuai dengan ketentuan Badan Nasional
Standar Pendidikan) (PPBM-FQ-PRC-KM-A.6).
Berdasarkan hasil wawancara, studi dokumen, dan observasi yang
dilaksanakan peneliti bahwa guru mata pelajaran Fiqh MTs NU 07 Patebon
sudah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan melibatkan
tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-FQ-PRC-GR-A.2). Rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) tersebut sudah ditandatangani oleh Kepala
Madrasah dengan mengacu komponen rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) yang ditentukan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP)
(PPBM-FQ-PRC-GR-A.6). Media atau alat peraga yang akan digunakan dalam
pembelajaran Fiqh sudah disediakan oleh sekolah dan diusahakan sendiri dari
tokoh agama/masyarakat serta kelengkapan lainnya disediakan sendiri oleh
peserta didik. Rencana penilaian guru mata pelajaran Fiqh sudah membuat
perencanaan secara lengkap sampai dengan pedoman penskoran dan rumusan
nilai akhir (PPBM-FQ-PRC-GR-A.6).
105
2) Pelaksanaan
Berdasarkan pengamatan peneliti, pelaksanaan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon Kabupaten
Kendal telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang disusun bersama
antara guru dan tokoh agama/tokoh masyarakat. Keterlibatan tokoh
agama/tokoh masyarakat dalam proses pembelajaran Fiqh adalah
menyampaikan langsung materi pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar
yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan yang direncanakan dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Adapun peranan guru bidang studi
Fiqh membantu proses pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
Fiqh di MTs NU 07 Patebon sebagaimana telah dijelaskan di atas hanya
mencakup materi penguasaan bacaan dan gerakan shalat, materi shalat jamak,
dan perawatan jenasah dan tahlil.
a) Materi penguasaan bacaan dan gerakan shalat
Peneliti melakukan observasi pada tanggal 16 September 2015
terhadap pelaksanaan pembelajaran Fiqh dengan materi pokok ibadah shalat
dengan sub tema penguasaan bacaan dan gerakan shalat. Tujuan
pembelajaran ini adalah agar peserta didik dapat menguasai gerakan dan
bacaan shalat dengan benar. Proses pembelajaran melibatkan guru bidang
studi Fiqh yakni ibu Samiah dan tokoh agama/masyarakat yakni KH.
Chumaidi Umar. Alokasi waktu pembelajaran adalah 2 x 40 menit.
Guru Fiqh mengawali pertemuan dengan mengucapkan salam
kepada semua peserta didik, dilanjutkan dengan menyampaikan kompetensi
yang akan dicapai sebelum masuk pada penjelasan materi, guru melakukan
106
apersepsi dan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sedikit materi
sebagai pengantar.
Setelah penyampain materi selesai, guru Fiqh menjelaskan kepada
peserta didik tentang strategi pembelajaran menggunakan metode demonstrasi
berbasis tutor sebaya. Selanjutnya guru membagi peserta didik menjadi 3
kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 9 - 10 peserta didik serta
membagikan LKK kepada masing-masing kelompok.
Selanjutnya pembelajaran diserahkan kepada KH. Chumaidi Umar.
Guru meminta peserta didik memperhatikan demontrasi gerakan dan bacaan
shalat Subuh yang diperagakan tokoh agama/masyarakat. Setelah demonstrasi
selesai, kemudian guru meminta secara bergiliran salah satu wakil dari
kelompok maju ke depan kelas bersama kelompoknya untuk mempresentasikan
bacaan dan gerakan shalat dihadapan kelompoknya, guru memberi bimbingan
dengan benar ketika presentasi dari peserta didik berlangsung sampai semua
kelompok selesai demonstrasi di depan kelas.
Setelah selesai, guru mengajak peserta didik berdiskusi untuk
mengevaluasi hasil pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk tetap
belajar di rumah dan menerapkan gerakan dan bacaan shalat yang diperoleh
hari ini dalam praktik shalat di rumah atau di masjid, kemudian guru menutup
pertemuan dan mengucapkan salam (Observasi, 16 September 2015).
b) Materi Shalat Jamak
Peneliti melakukan observasi pada tanggal 1 September 2015 terhadap
pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh
materi shalat jamak. Pelaksanaan pembelajaran di luar kelas, yakni di Masjid
107
al-Itqon yang terletak di sebelah barat MTs NU 07 Patebon. Pembelajaran
dengan materi shalat berjamaah ini dipimpin oleh tokoh agama/masyarakat
yakni bapak KH. Ahmad Ayyub dengan didampingi guru bidang studi Fiqh
yakni ibu Samiyah. Semua peserta didik mengenakan pakaian shalat. Adapun
alokasi waktu 2 x 40 menit.
Sebelum pembelajaran dimulai, guru Fiqh mengatur peserta didik agar
berdiri berbaris rapi di halaman dalam masjid. Guru Fiqh menjelaskan kegiatan
pembelajaran hari ini, dan meminta peserta didik betul-betul memperhatikan
dan melarang membuat kegaduhan dan keributan di dalam masjid. Selanjutnya
menjelaskan kepada peserta didik bahwa tokoh agama/masyarakat yang akan
memimpin proses pembelajaran Fiqh. Setelah dirasa cukup, guru Fiqh
mempersilahkan KH. Ahmad Ayyub untuk memimpin pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan mengucapkan salam, yang
dijawab serentak oleh peserta didik. Kemudian tokoh agama/masyarakat
mengajak peserta didik berdoa bersama. Setelah doa selesai, tokoh
agama/masyarakat memberikan motivasi kepada peserta didik tentang
kegunaan, tata cara, dan pentingnya shalat jamak selama 10 menit.
Adapun kegiatan inti pembelajaran berlangsung selama 70 menit,
dengan rincian sebagai berikut :
(1) Tokoh agama/masyarakat menyampaikan hasil yang akan dicapai setelah
pembelajaran kepada peserta didik.
(2) Pembelajaran dibagi dalam empat kelompok, dengan materi I shalat jamak
takdim pada shalat dhuhur dan ashar, materi II shalat jamak takhir pada
shalat dhuhur dan ashar, materi III shalat jamak takdim pada shalat
108
maghrib dan isyak, dan materi IV shalat jamak takhir pada shalat maghrib
dan isyak.
(3) Tokoh agama/masyarakat mempresentasikan semua materi shalat jamak
kepada peserta didik dengan perlahan-lahan (masing-masing kelompok
melihat dan mendengarkan).
(4) Tokoh agama/masyarakat membagi peserta didik menjadi empat kelompok
dan meminta peserta didik bergabung/berkumpul sesuai kelompoknya.
(5) Tokoh agama/masyarakat bersama peserta didik membagi masing-masing
peran kelompok untuk mendemonstrasikan shalat jamak sesuai dengan
materi yang telah dibagikan sebelumnya.
(6) Tokoh agama/masyarakat meminta kelompok I mendemonstrasikan materi
shalat jamak takdim pada shalat dhuhur dan ashar. Selanjutnya kelompok
II mendemontrasikan materi shalat jamak takhir pada shalat dhuhur dan
ashar, kelompok III mendemonstrasikan materi shalat jamak takdim pada
shalat maghrib dan isyak, dan kelompok IV mendemonstrasikan materi
shalat jamak takhir pada shalat maghrib dan isyak.
(7) Tokoh agama/masyarakat dan guru Fiqh mengamati sekaligus memberikan
bimbingan dan penilaian terhadap hasil kerja peserta didik mempraktikan
masing-masing peran melaksanakan shalat jamak. Setelah demonstrasi
selesai, jumlah nilai yang ditulis di papan tulis kecil oleh guru Fiqh
dijumlah untuk mengetahui perolehan nilai sementara dari peserta didik.
(8) Setelah semua kelompok selesai mendemonstrasikan kaifiyah shalat jamak
dilanjutkan diskusi singkat untuk menyimpulkan hasil pembelajaran yang
baru saja selesai.
109
(9) Tokoh agama/masyarakat menyimpulkan hasil pembelajaran dan
menyampaikan beberapa materi yang belum dikuasai peserta didik.
(10) Pembelajaran Fiqh materi shalat jamak telah selesai, guru menutup
pelajaran dengan doa bersama dilanjutkan dengan salam dan menyerahkan
kembali kepada guru Fiqh.
(11) Guru Fiqh menyimpulkan materi pembelajaran dan setelah memberikan
pesan kemudian menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam
(Observasi, 1 September 2015).
c) Perawatan Jenasah
Pembelajaran berbasis masyarakat pada materi perawatan jenazah ini
dilaksanakan kelas IX pada semester II. Peneliti tidak dapat mengamati
langsung proses pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat dengan materi
perawatan jenasah. Oleh karena itu, pada materi ini, peneliti hanya
mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Fiqh materi perawatan jenazah ini
berdasarkan data hasil interviu kepada guru Fiqh, peserta didik, dan guru dari
tokoh agama dan masyarakat yang pernah memberikan pembelajaran
perawatan jenasah. Di samping interviu, digunakan juga dokumentasi terkait
proses pembelajaran berbasis masyarakat materi perawatan jenasah yang
disediakan oleh tata usaha yang berupa foto-foto kegiatan pembelajaran, dan
dari guru Fiqh berupa daftar hadir dan catatan harian guru.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat materi perawatan
jenazah dilaksanakan di luar kelas yakni di aera parkir sepeda peserta didik
yang terletak di sebelah timur laut MTs NU 07 Patebon. Adapun alokasi waktu
selama 4 jam pelajaran, yaitu dengan menggabungkan jam pelajaran Fiqh yang
110
terpisah pada hari berbeda menjadi satu hari secara berurutan. Adapun jam
pada mata pelajaran lain yang digunakan untuk materi ini dipindahkan ke mata
pelajaran Fiqh semula.7
Pembelajaran dengan materi perawatan jenazah ini dipimpin oleh tokoh
agama/masyarakat yakni bapak H. Mat Rokhim8 untuk peserta didik laki-laki
yang didampingi guru yakni bapak Muhlis. Sedangkan untuk pembelajaran
merawat jenasah bagi peserta didik perempuan dipimpin oleh tokoh
agama/masyarakat yakni ibu Umi Maizun9 dengan didampingi guru bidang
studi Fiqh yakni ibu Samiyah. Semua peserta didik mengenakan pakaian
muslim sebagaimana telah diberitahukan satu minggu sebelumnya oleh guru
Fiqh. Sesuai pemberitahuan sebelumnya, peserta didik laki-laki memakai
sarung, baju lengan panjang, memakai peci, dan alas kaki serandal. Peserta
didik perempuan memakai kebaya, baju kurung lengan panjang, memakai
kerudung/jilbab, dan alas kaki serandal. Adapun alokasi waktu 2 x 40 menit.
Adapun media atau peralatan yang digunakan untuk demontrasi
perawatan jenazah menggunakan boneka plastik seukuran manusia, kemudian
bak air sebanyak 3 buah, gayung, handuk, sabun, sampo, bahan-bahan untuk
ramuan pewangi khusus mayat, pakaian pembalut biasa, kain kafan, dan lain-
lain. Semua media tersebut sudah disiapkan di lokasi pembelajaran berdasarkan
7 Berdasarkan wawancara dengan Muchamad Nashokib, selaku penjaga parkir, setiap
ada kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat materi perawatan jenasah, guru mata pelajaran Fiqh telah mengkonfikarsikan kegiatan tersebut dua atau tiga hari sebelumnya kepadanya untuk mengkondisikan area parker sebagai tempat pembelajaran. Oleh karena itu sejak pagi, parkir sepeda dipindah ke halaman madrasah (Wawancara, 10 Oktober 2015).
8 H. Mat Rokhim merupakan pejabat modin di Desa Purwosari Kecamatan Patebon yang sengaja didatangkan oleh pihak MTs NU 07 Patebon untuk memberikan pembelajaran Fiqh materi perawatan jenasah, talqin, dan tahlil.
9 Umi Maizun merupakan isteri pejabat modin dari desa Sukolilan Kecamatan Patebon yang sengaja didatangkan oleh pihak MTs NU 07 Patebon untuk memberikan pembelajaran Fiqh materi perawatan jenasah, talqin, dan tahlil.
111
kelompok peserta didik laki-laki dan perempuan (Ibu Samiah, Wawancara, 12
Oktober 2015).
Berdasarkan hasil interviu kepada kepala madrasah, guru Fiqh,
tokoh/masyarakat, dan peserta didik, serta didukung dokumentasi foto dan
catatan harian guru, proses pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan secara
singkat sebagai berikut :
Sebelum pembelajaran dimulai, guru Fiqh mengatur peserta didik
untuk berkumpul berdasarkan jenis kelamin menghadapi media yang sudah
disediakan. Pada masing-masing kelompok, didampingi guru mata pelajaran
Fiqh dan modin desa. Untuk kelompok peserta didik laki-laki, didampingi guru
Muntalib dan modin dari desa Purwosari yakni bapak H. Mat Rokhim. Adapun
untuk kelompok peserta didik perempuan, didampingi guru Ibu Hj. Samiyah
dan isteri modin dari desa Sukolilan yakni Ibu Umi Maizun.
Pembelajaran dimulai setelah peserta didik tenang, guru mengabsen
kehadiran peserta didik, membuka pelajaran dengan salam, dan doa bersama
yang dilanjutkan pemberian apersepsi kepada peserta didik. Selanjutnya guru
menjelaskan rancangan pembelajaran hari ini, tujuan yang hendak dicapai, dan
memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Sebelum
guru Fiqh menyerahkan pembelajaran kepada tokoh masyarakat (yakni H. Mat
Rokhim yang selanjutnya disebut modin), peserta didik diperkenalkan kepada
tokoh masyarakat yang membimbing langsung pembelajaran Fiqh materi
perawatan jenazah hari ini (Dokumen, Catatan harian guru Fiqh).
Adapun kegiatan inti pembelajaran perawatan jenazah berlangsung
selama 140 menit, dengan deskripsi singkat sebagai berikut :
112
Kegiatan pembelajaran Fiqh materi perawatan jenazah diawali oleh
bapak atau ibu modin dengan mengucapkan salam melalui pengeras suara yang
sudah disediakan. Kemudian dilanjutkan apersepsi dan penyampaian tujuan
pembelajaran Fiqh materi perawatan jenazah. Selanjutnya modin
memperkenalkan satu persatu bahan-bahan yang perlu dipersiapkan pada
perawatan jenazah. Semua peserta didik tampak antusias memperhatikan
penjelasan dari modin. Sementara guru bidang studi Fiqh mengamati kegiatan
pembelajaran sambil sesekali berkeliling untuk mengontrol keaktivan peserta
didik selama proses pembelajaran berlangsung.
Pada awal pelaksanaan pembelajaran, modin dengan seksama
menjelaskan kepada peserta didik hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum
jenazah dimandikan, seperti menyiapkan air sabun, air bersih, meramu bahan
pewangi alami, mengukur dan memotong kain kafan dan menjahitnya agar siap
pakai setelah jenazah dimandikan. Modin dengan teliti memperagaan proses
awal penyiapan bahan-bahan tersebut, yang selanjutnya diserahkan kepada
peserta didik untuk mengerjakannya. Secara bergantian modin mengamati
kegiatan peserta didik sambil memberikan bimbingan yang diperlukan.
Sementara guru Fiqh juga terlibat membantu membimbing peserta didik
sebagaimana dilakukan modin, sampai proses penyiapan selesai.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan pada pemandian jenazah. Modin
terlebih dahulu menjelaskan detail pemandian jenazah kepada peserta didik.
Kemudian guru mendemonstrasikan pemandian jenazah dari awal sampai
selesai. Selanjutnya modin membimbing empat orang peserta didik untuk
praktik mendemonstrasikan pemandian jenazah. Setelah demonstrasi selesai,
113
dilanjutkan empat orang peserta didik yang lain, sampai semua peserta didik
secara kelompok berpartisipasi dalam kegiatan pemandian jenazah.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan memindahkan jenasah dari
tempat pemandian ke tempat yang sudah disediakan, memberikan mewangian
dan menutup atau membungkus mayat dengan kafan. Adapun rincian kegiatan
ini sama seperti kegiatan sebelumnya. Modin menjelaskan terlebih dahulu
detail kegiatan menutup jenazah dan kemudian dilanjutkan demonstrasi peserta
didik secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat orang peserta
didik untuk bergantian praktik menutup jenasah dengan bimbingan modin.
Pada akhir pembelajaran, guru dan modin bersama-sama mengevaluasi
jalannya proses pembelajaran, memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk bertanya, menjelaskan kompetensi yang belum dikuasi peserta didik,
menyimpulkan hasil pembelajaran, dan menutup pelajaran dengan salam
(Wawancara, Mat Rokim dan Umi Maizun : 1 September 2015).
d) Materi Tahlil
Peneliti melakukan observasi pada tanggal 6 Oktober 2015 terhadap
pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh
materi Tahlil. Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran dengan
materi bacaan tahlil ini dipimpin oleh tokoh agama/masyarakat yakni bapak
KH. Chumaidi Umar dengan didampingi guru Fiqh yakni ibu Samiyah.
Pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas. Alokasi waktu 2 x 40 menit.
Guru Fiqh mengawali pertemuan dengan mengucapkan salam kepada
semua peserta didik, dilanjutkan dengan menyampaikan kompetensi yang akan
dicapai sebelum masuk pada penjelasan materi, guru melakukan apersepsi dan
kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sedikit materi sebagai pengantar.
114
Setelah penyampain materi selesai, guru Fiqh menjelaskan kepada
peserta didik tentang strategi pembelajaran menggunakan metode demonstrasi
berbasis tutor sebaya. Selanjutnya guru membagi peserta didik menjadi 2
kelompok berdasarkan jenis kelamin serta membagikan buku pedoman tahlil
berukuran kecil kepada semua peserta didik.
Selanjutnya pembelajaran diserahkan kepada KH. Chumaidi Umar
(tokoh agama/masyarakat). Tokoh agama/masyarakat meminta peserta didik
memperhatikan dan menirukan demontrasi bacaan tahlil yang diperagakan
tokoh agama/masyarakat. Setelah demonstrasi selesai, kemudian tokoh
agama/masyarakat meminta secara bergiliran dua orang peserta didik maju ke
depan kelas untuk memimpin pembacaan tahlil dan meminta semua peserta
didik menirukan bacaan tahlil tersebut. Selanjutnya tokoh agama/masyarakat
duduk di belakang berbaur dengan peserta didik dan memberi bimbingan
dengan benar ketika presentasi dari peserta didik berlangsung sampai selesai.
Sementara guru Fiqh yakni ibu Samiyah mengamati dan memberikan penilaian
terhadap kompetensi peserta didik pada saat presentasi membaca tahlil di
depan kelas.
Setelah selesai, tokoh agama/masyarakat mengajak peserta didik
berdiskusi untuk mengevaluasi hasil pembelajaran dan memotivasi peserta
didik untuk menghafalkan bacaan tahlil di rumah dan menerapkannya ketika
mengirimkan doa kepada orang tua/saudara/orang lain yang sudah meninggal.
Sebelum menutup pelajaran guru kelas membagikan kartu kontrol kepada
setiap peserta didik yang harus diisi setiap melaksanakan kegiatan tahlil dan
ditanda tangani orang tua sebelum diserahkan kepada guru Fiqh setiap satu
115
bulan, setelah selesai guru dan tokoh agama/masyarakat menutup pelajaran
dengan mengucapkan salam (Observasi, 6 Oktober 2015).
3) Evaluasi
Evaluasi dilasanakan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan
pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) atau tidak. Evaluasi juga berfungsi untuk mengetahui sejauh mana
peserta didik menguasai kompetensi dasar mata pelajaran Fiqh yang diajarkan
bersama guru dan tokoh agama/tokoh masyarakat. Berdasarkan pengamatan
peneliti selama proses pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
Fiqh, evaluasi telah dilaksanakan sesuai rencana, namun sebagian besar hanya
oleh guru, sedangkan tokoh agama/tokoh masyarakat hanya memberikan
masukan saja dalam penilaian (PPBM-FQ-EVS-KM-C.1 dan 2).
Adapun penilaian yang digunakan dalam pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon sebagai berikut :
a) Materi perawatan jenazah.
Evaluasi pada materi perawatan jenazah berbentuk tes kognitif dan
tes praktik. Pada evaluasi praktik, penilaian bersifat individu berdasarkan
kinerja kelompok berjumlah 4 orang peserta didik. Pelaksanaan evaluasi
praktik perawatan jenazah ini dilakukan oleh guru Fiqh bersama tokoh
agama/masyarakat. Pemberian nilai dilakukan oleh guru Fiqh sementara
tokoh agama/masyarakat hanya memberi masukan saja. Adapun evaluasi
kognitif, dilaksanakan secara individual yang dilakukan oleh guru Fiqh
melalui tes ulangan harian yang dilaksanakan di kelas dan penugasan
melalui hasil pekerjaan siswa (Wawancara, Samiyah : 12 Oktober 2015).
116
b) Materi Tahlil
Evaluasi pada materi tahlil berbentuk tes lisan hafalan tahlil.
Penilaian ini bersifat individu terhadap kemampuan peserta didik memimpin
tahlil di depan kelas. Pelaksanaan evaluasi hafalan tahlil ini dilakukan oleh
guru Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat. Pemberian nilai dilakukan oleh
guru Fiqh. Peserta didik yang belum hafal tahlil dinyatakan belum tuntas
(KKM mata pelajaran Fiqh = 75). Remidi dilakukan melalui penugasan di
rumah yang dipandu dengan buku kontrol yang harus ditandatangani orang
tua dan diadakan tes ulang sampai peserta didik hafal sehingga memenuhi
ketuntasan minimal (Observasi, 6 Oktober 2015).
c) Materi Penguasaan Bacaan dan Gerakan Shalat
Evaluasi pada materi penguasaan bacaan dan gerakan shalat
berbentuk tes praktik. Pada evaluasi praktik, penilaian bersifat individu
berdasarkan kinerja kelompok yang terdiri dari 10 orang peserta didik.
Pelaksanaan evaluasi praktik penguasaan bacaan dan gerakan shalat ini
dilakukan oleh guru Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat. Pemberian nilai
dilakukan oleh guru Fiqh (Observasi, 16 September 2015)..
d) Materi Shalat Jamak
Evaluasi pada materi shalat jamak berbentuk tes praktik. Pada
evaluasi praktik, penilaian bersifat kelompok yang terdiri dari 10 orang
peserta didik setelah mendemonstrasikan shalat jamak kemudian diberikan
skor oleh guru Fiah. Pelaksanaan evaluasi praktik shalat jamak ini dilakukan
oleh guru Fiqh bersama tokoh agama/masyarakat. Pemberian nilai dilakukan
oleh guru Fiqh (Observasi, 1 September 2015).
117
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits
Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-
Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon didiskripsikan melalui beberapa kegiatan:
1) Perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat; 2) Pelaksanaan pembelajaran
berbasis masyarakat; dan 3) Evaluasi pembelajaran berbasis masyarakat.
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan awal yang sangat penting
sebelum memulai suatu kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat. Suatu
kegiatan yang tidak diawali dengan perencanaan yang baik bukan tidak
mungkin kegiatan berjalan tidak sesuai dengan rencana, lebih-lebih
pembelajaran dengan melibatkan masyarakat.
Menurut kepala madrasah, pelaksanaan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.
Adapun materi yang diajarkan seperti hafalan/tartil al-Quran juz `Amma,
Qiroatul Quran, dan seni kaligrafi (PPBM-QH-PRC-KM-A.1).
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, guru, tokoh
agama/tokoh masyarakat, orang tua, peserta didik dan hasil observasi
peneliti selama proses pengambilan data penelitian di MTs NU 07 Patebon,
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits
diawali pembuatan perencanaan oleh guru. Perencanaan tersebut dibuat
berdasarkan pemetaan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
pembelajarannya melibatkan masyarakat. Adapun tokoh agama/masyarakat
yang dilibatkan ada dua orang dengan pembagian sebagai berikut :
118
a) KH. Ahmad Ayub untuk hafalan/tartil al-Quran juz `Amma dengan
didampingi guru al-Quran Hadits.
b) H. Fatkhurrahman untuk materi Qiro`atul Quran dan seni kaligrafi
dengan didampingi guru al-Quran Hadits.
Dalam pembuatan perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat,
guru sudah melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-QH-PRC-
KM-A.5). Adapun bentuk keterlibatan tokoh agama/tokoh masyarakat
dalam penyusunan perencanaan pembelajaran adalah pemberian masukan
sebelum guru menuangkannya dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) (PPBM-QH-PRC-GR-A.5). Dengan perencanaan yang sudah
melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat tersebut diharapkan dalam
penerapannya di lapangan tidak terjadi kendala. Kendala yang harus
diantisipasi dalam kegiatan penyusunan perencanaan pembelajaran adalah
berkaitan dengan tugas dan fungsi keterlibatan tokoh agama/tokoh
masyarakat tersebut sehingga pembelajaran berbasis masyarakat bisa
berjalan dengan baik.
Perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal yang menjadi
fokus penelitian adalah persiapan mengajar yang dibuat oleh guru dan
pelaksanaan pembelajaran oleh guru itu sendiri bersama dengan tokoh
agama/tokoh masyarakat. Secara garis besar rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru dengan melibatkan tokoh
agama/tokoh masyarakat harus meliputi komponen sebagai berikut :
Identitas, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Indikator,
119
Tujuan Pembelajaran, Materi, Desain Pembelajaran, Metode/Media/Peraga,
Buku Sumber, Evaluasi Pembelajaran (sesuai dengan ketentuan BNSP)
(PPBM-QH-PRC-GR-A.6).
Berdasarkan hasil wawancara, studi dokumen, dan observasi yang
dilaksanakan peneliti pada tanggal 6 Oktober 2015 (dengan instrumen
terlampir) diperoleh data bahwa guru mata pelajaran al-Quran Hadits MTs
NU 07 Patebon sudah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
dengan melibatkan tokoh agama/tokoh masyarakat (PPBM-QH-PRC-KM-
A.5). Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tersebut sudah
ditandatangani oleh Kepala Madrasah dengan mengacu komponen RPP
yang ditentukan oleh BNSP (PPBM-QH-PRC-GR-A.3). Media atau alat
peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran al-Quran Hadits sudah
disediakan oleh sekolah dan diusahakan sendiri dari tokoh
agama/masyarakat serta kelengkapan lainnya disediakan sendiri oleh peserta
didik. Rencana penilaian guru mata pelajaran al-Quran Hadits sudah
membuat perencanaan secara lengkap sampai dengan pedoman penskoran
dan rumusan nilai akhir (PPBM-QH-PRC-GR-A.6).
2) Pelaksanaan
Berdasarkan pengamatan dan hasil interviu peneliti, pelaksanaan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs
NU 07 Patebon Kabupaten Kendal telah dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan yang disusun bersama antara guru dan tokoh agama/tokoh
masyarakat (PPBM-QH-PLK-GR-B.1). Keterlibatan tokoh agama/tokoh
masyarakat dalam proses pembelajaran al-Quran Hadits adalah menyampaikan
120
langsung materi pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai peserta didik sesuai dengan yang direncanakan dalam RPP (PPBM-
QH-PLK-GR-B.4). Meskipun dalam penerapannya, kadang-kadang ada
pengembangan di lapangan, misalnya ketika muncul pertanyaan atau permintaan
dari peserta didik yang memerlukan penjelasan (PPBM-QH-PLK-GR-B.5).
Adapun peranan guru bidang studi al-Quran Hadits membantu proses
pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-
Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal sebagaimana telah
dijelaskan di atas hanya mencakup materi hafalan al-Quran juz `Amma, Qiro`atul
Qur`an, dan seni kaligrafi.
a) Materi Hafalan al-Quran (Tartil al-Quran)
Peneliti melakukan observasi pada tanggal 6 Oktober 2015 terhadap
pelaksanaan pembelajaran al-Quran Hadits dengan materi pokok hafalan juz
`Amma. Proses pembelajaran melibatkan guru bidang studi al-Quran Hadits
yakni bapak Muntalib dan tokoh agama/masyarakat yakni KH. Ahmad Ayyub.
Alokasi waktu pembelajaran adalah 2 x 40 menit.
Guru al-Quran Hadits mengawali pertemuan dengan mengucapkan
salam kepada semua peserta didik, dilanjutkan dengan menyampaikan
kompetensi yang akan dicapai sebelum masuk pada penjelasan materi, guru
melakukan apersepsi dan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sedikit
materi sebagai pengantar.
Setelah penyampain materi selesai, guru al-Quran Hadits menjelaskan
kepada peserta didik tentang strategi pembelajaran menggunakan metode
121
demonstrasi. Pada tahun ajaran 2014/2015 pembelajaran berbasis masyarakat
masih berbentuk ektra kurikuler yaitu pada hari sabtu sore dan semua peserta
didik dari kelas tujuh sampai kelas sembilan terjadwal kelas tujuh dari jam 1-
jam 2, kelas delapan dari jam 2- jam 3, dan untuk kelas sembilan dari jam 3-
jam 4. Tokoh masyarakat di dampingi oleh guru mata pelajaran al-Quran
Hadits walikelas masing yang melaksanakan pembelajaran tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran di atas, setelah dievaluasi hasilnya kurang
maksimal dan kurang efektif, sehingga pada tahun pelajaran 2015/2016
pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat mata pelajaran al-Quran Hadits
masing-masing dibagi tiga kelompok. Kelas tujuh dari surat an-Nas sampai ad-
Dhuha, kelas delapan dari surat as-Samsi sampai surat at-Buruuj, dan kelas
sembilan dari surat al-Insyiqoq sampai surat an Naba. Pelaksanaannya
terjadwal setiap kelas perminggu satu jam dan masuk pada jadwal pelajaran.
Adapun pelaksanaanya guru al-Quran Hadits memberi contoh cara
membaca setiap ayat sesuai tajwid dan makhorijul khuruf-nya, selanjutnya
pembelajaran diserahkan kepada KH. Ahmad Ayyub. Guru meminta peserta
didik memperhatikan demontrasi hafalan yang sudah dikuasai. Setelah
demonstrasi selesai, guru meminta secara bergiliran satu persatu peserta didik
untuk maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hafalan yang telah
dikuasainya. Guru memberi bimbingan dengan benar ketika presentasi dari
peserta didik berlangsung sampai semua kelompok selesai demonstrasi di
depan kelas.
Setelah selesai, guru mengajak peserta didik berdiskusi untuk
mengevaluasi hasil pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk tetap
122
belajar menghafal sesuai dengan bacaan yang benar di rumah dan menerapkan
hafalan tersebut dalam bacaan shalat di rumah atau di masjid. Apabila masing
peserta didik sesuai dengan target dan kelas belum mampu menguasai hafalan
sesuai dengan ketentuan, peserta didik diremidi setiap hari Sabtu, dan apabila
tidak tepenuhi juga, peserta didik dalam masa 3 tahun tidak menyelesaikan
hafalan juz amma atau juz ke-30 maka ijazah dan rapot tidak bisa diberikan
sampai peserta didik yang remedial memenuhi target menghafal juz amma.
Kemudian guru menutup pertemuan dan mengucapkan salam (Observasi, 6
Oktober 2015).
b) Materi Qiroa`tul Quran
Peneliti melakukan observasi kembali di MTs NU 07 Patebon pada
tanggal 1 September 2015 terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran al-Quran hadits materi Qiroatul Qur`an.
Pelaksanaan pembelajaran di luar kelas yakni di Masjid al-Itqon di sebelah
barat madrasah. Pembelajaran dengan materi Qiro`atul Quran ini dipimpin oleh
tokoh agama/masyarakat yakni bapak H. Fatkhurrrahman didampingi guru
bidang studi tokoh agama/masyarakat yakni bapak Muntalib. Adapun alokasi
waktu 2 x 40 menit.
Sebelum pembelajaran dimulai, guru mengucapkan salam dan meminta
peserta didik mengeluarkan kitab al-Quran yang sudah dipesankan
sebelumnya. Guru al-Quran Hadits menjelaskan kegiatan pembelajaran hari ini,
dan meminta peserta didik untuk betul-betul memperhatikan dan memahami
materi pembelajaran hari ini. Selanjutnya guru mempersilahkan kepada tokoh
agama/masyarakat untuk meimpin pembelajaran.
123
Kegiatan pembelajaran diawali tokoh agama/masyarakat mengucapkan
salam. Kemudian tokoh agama/masyarakat mengingatkan kepada peserta didik
untuk berwudlu terlebih dahulu sebelum memegang kitab al-Quran. Beberapa
peserta didik berlarian keluar untuk mengambil air wudlu dan masuk kelas
kembali. Setelah keadaan tenang, tokoh agama/masyarakat memberikan
motivasi kepada peserta didik tentang kegunaan, tata cara, dan pentingnya
Qiroatul Qur`an selama 5 menit.
Adapun kegiatan inti pembelajaran berlangsung selama 70 menit,
dengan rincian sebagai berikut :
Tokoh masyarakat bersama guru mengawali pertemuan dengan
membaca sholawat atas nabi Muhammad saw., yang kemudian dilanjutkan
dengan membaca dasar-dasar lagu Qiroatul Quran. Setelah itu tokoh agama
atau masyarakat membacakan satu contoh lagu nahawan setelah diulang
beberapa kali, peserta didik mengikuti secara bersama-sama dan diulang juga
beberapa kali. Selanjutnya tokoh agama/masyarakat menunjuk satu persatu
peserta didik berdasarkan nomor urut absen. Banyak peserta didik yang
mengikuti dengan mudah, banyak pula peserta didik yang belum bisa
mengikuti sesuai harapan. Apabila peserta didik ada yang belum bisa
mengikuti sesuai dengan harapan, tokoh masyarakat memberikan remedial
kepada peserta didik tersebut dengan cara peserta didik membaca perkata
dengan memperjelas cengkokan bacaan yang sulit secara perlahan-lahan.
Selanjutnya apabila sampai pada akhir pertemuan, peserta didik dalam
penguasaan materi tetap tidak sesuai harapan, guru memberikan tugas kepada
peserta didik untuk lebih banyak latihan di rumah.
124
Setelah pembelajaran al-Quran Hadits materi Qiroatul Qur`an dari
tokoh agama/masyarakat selesai, guru mengumumkan peserta didik yang
remidi dan belajar di rumah. Selanjutnya guru mengevaluasi pembelajaran Fiqh
materi Qiroatul Quran hari ini, dan memotivasi peserta didik untuk lebih giat
berlatih di rumah, musholla, masjid, organisasi sosial keagamaan, dan di
masyarakat. Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengutarakan permasalahan atau kesulitan yang mungkin dihadapi
terkait pembelajaran seni baca al-Quran. Pada akhir pelajaran, guru menutup
pertemuan dengan mengucapkan salam (Observasi, 1 September 2015).
c) Seni Kaligrafi
Peneliti melakukan observasi di MTs NU 07 Patebon pada tanggal 7
September 2015 terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada
mata pelajaran al-Quran Hadits materi seni kaligrafi. Pelaksanaan
pembelajaran di luar kelas yakni di gedung madrasah diniyah pondok pesantren
al-Itqon Patebon yang letaknya bersebelahan dengan sekolah. Peralatan
kaligrafi telah disedikan oleh pondok pesantren, adapun peserta didik cukup
menyediakan sendiri kertas manila sebagai tempat menulis/melukis kaligrafi.
Pembelajaran dengan materi seni kaligrafi ini dipimpin oleh bapak Muntalib
selaku guru al-Quran Hadits dan didampingi tokoh agama/masyarakat yakni
bapak H. Fatkhurrrahman. Adapun alokasi waktu 2 x 40 menit.
Guru al-Quran Hadits memberikan salam dan memberikan arahan
tentang alat dan bahan yang harus disediakan. Kemudian guru menyerahkan
kepada tokoh agama/masyarakat melanjutkan pembelajaran kaligrafi. Tokoh
agama/masyarakat menjelaskan materi khot dan cara menulis kaligrafi.
125
Selanjutnya tokoh agama/masyarakat menyuruh peserta didik menirukan cara
memegang pensil khot dengan benar, beberapa saat guru al-Quran Hadits
memberikan bimbingan kepada peserta didik yang merasa kesulitan memegang
pensil. Setelah semua peserta didik siap, tokoh agama/masyarakat memberi
contoh satu huruf yang kemudian diikuti oleh peserta didik dan kemudian
dilanjutkan menulis satu kata yang juga diikuti peserta didik.
Tokoh agama/masyarakat dalam pembelajaran seni menulis kaligrafi ini
dengan sabar menjelaskan kepada peserta didik bahwa setiap huruf harus
memiliki ketebalan yang berbeda, dan menyuruh peserta didik untuk belajar
menulis huruf maupun kata sesuai dengan arahan dari tokoh
agama/masyarakat. Kemudian tokoh agama/masyarakat memberikan beberapa
contoh tulisan kaligrafi dan beberapa kertas kosong yang diedarkan guru al-
Quran Hadits kepada setiap peserta didik. Tokoh agama/masyarakat
memberikan tugas agar peserta didik membuat kaligrafi sebagaimana contoh.
Setelah sepuluh menit, hasil kerja peserta didik dikumpukan untuk dikoreksi
tokoh agama/masyarakat.
Pada akhir pembelajaran, tokoh agama/masyarakat melakukan sharing
dengan guru al-Quran hadits dalam menghadapi hasil kerja peserta didik.
Setelah selesai, tokoh agama/masyarakat memberikan apresiasi kepada peserta
didik untuk terus mengasah kemampuannya dalam kaligrafi. Selanjutnya tokoh
agama/masyarakat menyerahkan pembelajaran kembali kepada guru al-Quran
Hadits. Setelah mengucapkan terima kasih kepada tokoh agama/masyarakat,
guru al-Quran Hadits memberikan motivasi kepada peserta didik agar mau
berlatih secara serius di rumah. Guru memberikan tugas membuat kaligrafi di
126
rumah dan menyerahkannya pada pertemuan yang akan datang, akhirnya guru
mengakhiri pertemuan dengan ucapan salam (Observasi, 7 September 2015).
3) Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui kegiatan pembelajaran
dilaksanakan sesuai rencana atau tidak. Evaluasi juga berfungsi mengetahui
peserta didik menguasai kompetensi dasar mata pelajaran al-Quran Hadits yang
diajarkan bersama guru dan tokoh agama/tokoh masyarakat. Berdasarkan
pengamatan peneliti selama proses pembelajaran berbasis masyarakat, dan juga
berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala madarasah, guru, tokoh
agama/masyarakat, peserta didik, dan orang tua, evaluasi telah dilaksanakan
sesuai rencana (PPBM-QH-EVS-GR-C.2). Guru bersama-sama tokoh
agama/masyarakat memberikan evaluasi terhadap kompetensi peserta didik,
memberikan remidi. Adapun penilaian dilakukan oleh tokoh agama/msyarakat,
adapun guru al-Quran Hadits hanya memberikan masukan saja (PPBM-QH-
EVS-GR-C.1).
Adapun bentuk evaluasi dan penilaian yang digunakan dalam
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs
NU 07 Patebon sebagai berikut :
a) Materi Hafalan Juz `Amma.
Evaluasi pada materi hafalan juz `Amma berbentuk tes lisan/praktik.
Pada evaluasi praktik/lisan, penilaian bersifat individu berdasarkan
kompetensi peserta didik dalam menghafal juz `Amma disertai dengan
tartilnya. Pelaksanaan evaluasi praktik hafalan juz `Amma ini dilakukan
oleh tokoh agama/masyarakat dengan cara memanggil peserta didik untuk
127
presentasi hafalan dengan tartil di depan kelas berhadapan dengan tokoh
agama/masyarakat dan disaksikan oleh seluruh kelas. Pemberian nilai
dilakukan oleh tokoh agama/masyarkat. Adapun ketuntasan belajar (KKM)
mata pelajaran al-Quran Hadits adalah 75. Peserta didik yang belum tuntas
wajib mengikuti remidi melalui kegiatan pengembangan diri pada kegiatan
ekstrakurikuler Baca Tulis al-Quran yang dilaksanakan oleh tokoh
agama/masyarakat yang bersangkutan di pondok pesantren al-Itqon Patebon.
(Observasi dan dokumentasi Film, 18 September 2015).
b) Materi Qiro`tul Qur`an (seni baca al-Qur`an)
Evaluasi pada materi Qiro`tul Qur`an berbentuk tes lisan/praktik.
Penilaian ini bersifat individu terhadap kemampuan (keindahan dan
kefasihan) peserta didik mengalunkan ayat-ayat suci al-Qur`an di hadapan
tokoh agama/masyarakat. Pelaksanaan evaluasi Qiro`tul Qur`an ini
dilakukan oleh tokoh agama/masyarakat dengan didampingi guru al-Quran
Hadits (pendampingan dilakukan seperlunya saja). Pemberian nilai awal
dilakukan oleh tokoh agama/masyarakat dan selanjutnya oleh tokoh
agama/masyarakat diserahkan sepenuhnya kewenangan pemberian nilai
peserta didik kepada guru al-Quran Hadits.
Adapun bentuk penilaian awal dari tokoh agama/masyarakat
berbentuk Skala Linkert yaitu baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang
sekali. Peserta didik yang belum fasih, harus mengikuti kegiatan
pengembangan diri pada ekstrakurikuler Qiro`atul Quran yang dilaksanakan
setiap Sabtu sore oleh tokoh agama/masyarakat yang bersangkutan
(Wawancara, Munthalib : 16 September 2015).
128
c) Materi Seni Kaligrafi
Evaluasi pada materi seni kaligrafi berbentuk tes praktik. Pada
evaluasi praktik, penilaian bersifat individu berdasarkan kemampuan peserta
didik menulis keindahan dan kehalusan ayat-ayat al-Quran. Pelaksanaan
evaluasi praktik seni kaligrafi ini dilakukan oleh tokoh agama/masyarakat
dengan didampingi guru al-Quran Hadits. Pemberian nilai dilakukan oleh
tokoh agama/masyarakat dengan pedoman penilaian mengacu pada standar
aturan seni kaligrafi. Berdasarkan pedoman penilian tersebut, kemudian
tokoh agama/masyarakat memberikan peringkat juara I, juara II, dan juara
III kepada peserta didik sesuai dengan jumlah skor yang diperoleh masing-
masing peserta didik (Observasi, 16 September 2015).
2. Dampak Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran
Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs NU 07 Patebon
a. Mata Pelajaran Fiqh
Dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon berdasarkan hasil wawancara peneliti
dengan kepala madrasah, guru, tokoh agama/tokoh masyarakat, orang tua
dan peserta didik dapat peneliti simpulkan sebagai berikut :
1) Pembelajaran berbasis masyarakat sangat bermanfaat bagi peserta didik
dalam memperoleh pengalaman langsung terkait materi pelajaran Fiqh
dari masyarakat.
2) Peserta didik menjadi lebih bersemangat dalam belajar, karena suasana
belajar yang berbeda, seperti guru, strategi pembelajaran, media yang
digunakan, dan pembelajaran yang sering dilaksanakan di luar kelas.
129
3) Peserta didik memperoleh pengalaman langsung tentang penerapan
materi pelajaran Fiqh yang belum tentu diperoleh dari gurunya.
4) Meningkatnya pemahaman dan keterampilan peserta didik terhadap
materi pelajaran Fiqh yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis
masyarakat yang nantinya dapat menunjang kompetensi peserta didik
pada materi yang lain.
5) Masyarakat sekitar sekolah mengetahui proses pembelajaran yang
dilangsungkan dan dapat memberikan masukan.
6) Selama dua tahun dilaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat,
kepercayaan masyarakat terhadap mutu sekolah meningkat. Hal ini
dibuktikan dengan animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di
MTs NU 07 Patebon meningkat (DPBM-FQ--KM-GR-TM-OTS-PD).
Menurut kepala madrasah, dampak pembelajaran berbasis masyarakat
pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon adalah tokoh masyarakat
terlibat dalam pemberian materi sesuai dengan kompetensi dasar yang
diajarkan, dalam rangka pencapaian kompetensi peserta didik. Melalui
pembelajaran berbasis masyarakat, peserta didik memiliki banyak pengalaman
dan pengetahuan praktis dalam penerapan atau implementasi materi pelajaran
Fiqh di sekolah dan di masyarakat (DPBM-FQ-KM-2). Dampak pembelajaran
masyarakat bagi guru mata pelajaran Fiqh adalah guru menjadi tambah
pengalaman dalam teknis penyampaian materi pelajaran dan meningkatkan
hubungan personal guru dengan tokoh agama/masyarakat (DPBM-FQ-KM-3).
Menurut kepala madrasah, dampak pembelajaran berbasis masyarakat
bagi masyarakat sekitar adalah masyarakat sekitar bisa mengetahui proses
130
pembelajaran yang dilaksanakan oleh sekolah bersama tokoh agama/tokoh
masyarakat terkait dengan materi Fiqh yang nantinya dapat diterapkan dan
sesuai dengan budaya dan kebiasaan masyarakat (DPBM-FQ-KM-4).
Berdasarkan penjelasan tersebut, masyarakat juga dapat memberikan
masukan agar pembelajaran mata pelajaran Fiqh yang akan datang semakin
baik dan lebih kontekstual. Selain itu, yang juga sangat penting adalah dengan
program pembelajaran berbasis masyarakat ini memudahkan sekolah menjalin
kerjasama dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
eksistensi dan mutu sekolah. Kerja sama ini nantinya sangat penting dalam
proses penerimaan peserta didik baru di awal tahun ajaran baru. Sejak dua
tahun MTs NU 07 menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah
penerimaaan peserta didik baru meningkat, kalau dahulu hanya 4 kelas, sejak
diterapkan pembelajaran berbasis masyarakat menjadi 5 kelas. Selain itu juga,
akses informasi terhadap mutu pembelajaran di masyarakat menjadi lebih luas.
Hal ini dibuktikan dari asal daerah peserta didik yang mendaftar sudah
merambah luas di wilayah Kendal dan Batang (DPBM-FQ-KM-5).
Dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh
menurut orang tua dapat dideskripsikan sebagai berikut : Anak saya menjadi
tahu bagaimana mengkafani orang yang sudah meninggal dunia. Anak saya
juga sudah dapat mengerjakan shalat jamak sendiri ketika ada studi tour yang
diselenggarakan MTs NU 07 Patebon di akhir tahun pelajaran. Anak saya juga
sudah dapat membaca tahlil, hal ini sangat menggembirakan kami, karena doa
anak yang saleh melalui tahlil dalam tradisi NU sudah dapat dilakukan anak,
fakta ini dapat membuat perasaan orang tua menjadi tenang. Anak juga lebih
131
banyak melakukan shalat berjamaah. Masjid di sekitar tempat tinggal menjadi
ramai karena banyak anak yang melakukan shalat berjamaah (DPBM-FQ-
OTW-1).
Adapun menurut guru mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon,
dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh sangat
bagus dalam mengantarkan peserta didik menguasai kompetensi yang diajarkan
(DPBM-FQ-GR-1). Peserta didik memiliki penguasaan kompetensi yang lebih
baik dibandingkan dengan pembelajaran tidak melibatkan tokoh agama/tokoh
masyarakat (DPBM-FQ-GR-2). Guru semakin termotivasi untuk melaksanakan
pembelajaran berbasis masyarakat agar lebih baik lagi. Masyarakat menjadi
terbantu dalam memberikan perannya untuk ikut mendidik anak (DPBM-FQ-
GR-3). Bagi madrasah, pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap madrasah dan untuk menunjang penerimaan
siswa baru (DPBM-FQ-GR-4). Adapun bagi masyarakat, pembelajaran
berbasis masyarakat dapat meningkatkan peran masyarakat dalam mendidik
anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal (DPBM-FQ-GR-5).
Selanjutnya dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran Fiqh menurut peserta didik di MTs NU 07 Patebon adalah peserta
didik memiliki pengetahuan semakin banyak karena tidak hanya dari guru saja,
tetapi juga dari tokoh agama/tokoh masyarakat (DPBM-FQ-PD-1). Peserta
didik juga antusias dalam mengikuti proses pembelajaran Fiqh disebabkan
pembelajaran tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Peserta didik
juga mudah memahami materi pelajaran, karena proses pembelajaran sering
dilakukan dengan peragaan dan praktik (DPBM-FQ-PD-2).
132
Berdasarkan pendapat responden tentang dampak pembelajaran
berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon dapat
disimpulkan bahwa peserta didik memiliki penguasaan kompetensi materi Fiqh
yang lebih baik dibanding dengan pembelajaran tidak melibatkan masyarakat.
Peserta didik memiliki pengetahuan yang semakin banyak dan beragam seperti
peserta didik mampu menguasai tata cara perawatan jenazah, menguasai
ucapan dan gerakan shalat dengan benar, mampu mengikuti shalat secara
berjamaah dengan benar, dan peserta didik mampu melaksanakan shalat jamak
dengan benar. Beragamnya pengetahuan peserta didik seperti telah disebutkan
di atas diperoleh peserta didik tidak hanya dari guru saja, tetapi juga dari tokoh
agama/tokoh masyarakat.
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits
Dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran al-Quran Hadits berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala
madrasah, guru, tokoh agama/masyarakat, orang tua dan peserta didik yaitu :
1) Pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits
memudahkan madrasah dalam mewujudkan tercapainya visi, misi, dan
tujuan madrasah, seperti menghasilkan peserta didik yang hafal juz amma,
asmaul husna, rajin shalat berjamaah, berakhlakul karimah, menguasai,
mencintai, dan mengamalkan ilmu agama ala Aswaja.
2) Pembelajaran berbasis masyarakat dapat memenuhi harapan masyarakat,
orang tua peserta didik, dan instansi terkait hubungannya dengan materi
pelajaran al Quran Hadits yang diadukan pada rapat pengurus dan rapat
orang tua wali pada setiap awal tahun ajaran baru.
133
3) Pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan prestasi belajar
peserta didik pada mata pelajaran al-Quran Hadits, baik pada aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
4) Pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan kepuasan
masyarakat terhadap produk pembelajaran al-Quran Hadits.
5) Pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan hubungan personal
dan interpersonal penyelenggara pendidikan di madrasah dengan pengurus,
komite madrasah, orang tua, dan tokoh agama/masyarakat.
6) Pembelajaran berbasis masyarakat sangat bermanfaat bagi peserta didik
dalam memperoleh pengalaman langsung terkait materi pelajaran al-Quran
Hadits dari masyarakat.
7) Pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits
memudahkan peserta didik menempatkan diri sebagai bagian dari anggota
masyarakatnya.
8) Peserta didik memperoleh pengalaman langsung tentang penerapan materi
pelajaran al-Quran Hadits dari tokoh agama/masyarakat yang belum tentu
diperoleh dari gurunya.
9) Memudahkan peserta didik dalam menghafalkan al-Quran juz 30 (juz
`Amma) yang nantinya digunakan dalam bacaan shalat.
10) Memudahkan peserta didik dapat membaca kitab suci al-Quran dengan
fasih dan benar sesuai dengan ilmu tajwid dan makhorijul hurufnya.
11) Peserta didik memperoleh keterampilan tentang seni menulis khot dan seni
membaca al-Quran yang dapat dibanggakan di masyarakat.
134
12) Masyarakat sekitar mengetahui proses pembelajaran yang dilangsungkan
dan dapat memberikan masukan terkait materi pelajaran al-Quran Hadits.
13) Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu pendidikan
madrasah.
14) Meningkatkan jumlah pendaftaran peserta didik baru pada setiap tahun
ajaran. (DPBM-QH--KM-GR-TM-OTS-PD).
Menurut kepala madrasah, dampak pembelajaran berbasis masyarakat
pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon adalah
memudahkan madrasah dalam mewujudkan tercapainya visi, misi, dan tujuan
madrasah (DPBM-QH-KM-1), seperti menghasilkan peserta didik yang hafal
juz amma, asmaul husna, rajin shalat berjamaah, berakhlakul karimah,
menguasai, mencintai, dan mengamalkan ilmu agama ala Aswaja.
Pembelajaran berbasis masyarakat juga dapat memenuhi harapan masyarakat,
orang tua peserta didik, dan instansi terkait seperti sekolah lanjutan atas
(seperti MAN Kendal yang menuntut kompetensi bacaan al-Quran dan bahasa
Arab yang baik) hubungannya dengan materi pelajaran al Quran Hadits yang
diadukan pada rapat pengurus dan rapat orang tua wali pada setiap awal tahun
ajaran baru.
Menurut kepala madrasah, pembelajaran berbasis masyarakat dapat
meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap produk pembelajaran al-Quran
Hadits (DPBM-QH-KM-4). Pembelajaran berbasis masyarakat dapat
meningkatkan hubungan personal dan interpersonal penyelenggara pendidikan
di madrasah dengan yayasan/pengurus, komite madrasah, orang tua, dan tokoh
agama/masyarakat (DPBM-QH-KM-3). Tokoh masyarakat terlibat dalam
135
pemberian materi sesuai dengan kompetensi dasar yang diajarkan, dalam
rangka pencapaian kompetensi peserta didik. Melalui pembelajaran berbasis
masyarakat, peserta didik memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan
praktis dalam penerapan atau implementasi materi pelajaran al-Quran Hadits di
sekolah (DPBM-QH-KM-2).
Adapun dampak pembelajaran berbasis masyarakat bagi masyarakat
sekitar adalah masyarakat sekitar bisa mengetahui proses pembelajaran yang
dilaksanakan oleh sekolah bersama tokoh agama/tokoh masyarakat terkait
dengan materi al-Quran Hadits yang nantinya dapat diterapkan dan sesuai
dengan budaya dan kebiasaan masyarakat. Masyarakat juga dapat memberikan
masukan agar pembelajaran mata pelajaran al-Quran Hadits yang akan datang
semakin baik dan lebih kontekstual (DPBM-QH-KM-4).
Selain itu, yang juga sangat penting adalah dengan program
pembelajaran berbasis masyarakat ini memudahkan sekolah menjalin
kerjasama dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
eksistensi dan mutu sekolah. Pembelajaran berbasis masyarakat juga dapat
memenuhi harapan masyarakat, orang tua peserta didik, dan instansi terkait
hubungannya dengan materi pelajaran al Quran Hadits yang diadukan pada
rapat pengurus dan rapat orang tua wali pada setiap awal tahun ajaran baru.
Selain itu, pembelajaran berbasis masyarakat dapat meningkatkan hubungan
personal dan interpersonal penyelenggara pendidikan di madrasah dengan
yayasan/pengurus, komite madrasah, orang tua, dan tokoh agama/masyarakat
(DPBM-QH-KM-3). Pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-
136
Quran Hadits juga memudahkan peserta didik menempatkan diri sebagai
bagian dari anggota masyarakatnya.
Dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-
Quran Hadits menurut orang tua dapat dideskripsikan sebagai berikut : Anak
saya menjadi rajin membaca al-Quran, semakin lancar dan fasih. Anak saya
juga semakin aktif dalam kegiatan organisasi, karena di sana disuruh menjadi
MC, atau menjadi qori (DPBM-QH-PD-2). Anak saya juga lebih sering
menyanyikan lagu-lagu islami atau melantunkan ayat suci al-Quran. Pada
bulan suci Ramadhan kemarin, anak saya sering ikut tadarus di masjid (DPBM-
QH-OTW-1).
Adapun menurut guru al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon, dampak
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits sangat
bagus dalam mengantarkan peserta didik menguasai kompetensi yang diajarkan
(DPBM-QH-GR-1). Peserta didik memiliki penguasaan kompetensi yang lebih
baik dibandingkan dengan pembelajaran tidak melibatkan tokoh masyarakat.
Kompetensi yang diajarkan pada pembelajaran berbasis masyarakat menunjang
peningkatan pestasi belajar peserta didik (DPBM-QH-GR-2). Institusi
madrasah dapat menjalin hubungan yang baik dengan tokoh
agama/masyarakat, karena tokoh tersebut merupakan pengurus/komite sekolah
dan tokoh agama yang dihormati di masyarakat (DPBM-QH-GR-4). Guru
semakin termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat
agar lebih baik lagi (DPBM-QH-GR-3). Masyarakat menjadi terbantu dalam
memberikan perannya untuk ikut mendidik anak di MTs NU 07 Patebon
(DPBM-QH-GR-5).
137
Selanjutnya dampak pembelajaran berbasis masyarakat (Qommunity
Based Learning) pada mata pelajaran al-Quran Hadits menurut peserta didik
MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal adalah peserta didik memiliki
pengetahuan yang semakin banyak karena tidak hanya dari guru saja, tetapi
juga dari tokoh agama/ masyarakat (DPBM-QH-PD-2). Peserta didik juga
antusias mengikuti proses pembelajaran al-Quran Hadits disebabkan
pembelajaran tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Alasan
utamanya adalah agar peserta didik juga mudah memahami materi pelajaran,
karena proses pembelajaran sering dilakukan dengan peragaan dan praktik
(DPBM-QH-PD-1).
Berdasarkan pendapat responden di atas tentang dampak pembelajaran
berbasis masyarakat (Qommunity Based Learning) pada mata pelajaran al-
Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal dapat disimpulkan
bahwa peserta didik memiliki penguasaan kompetensi materi al-Quran Hadits
yang lebih baik dibanding dengan pembelajaran tidak melibatkan masyarakat.
Peserta didik memiliki pengetahuan yang semakin banyak dan beragam seperti
peserta didik mampu menghafal al-Quran juz 30 (juz `Amma), dapat membaca
al-Quran dengan tartil, fasih dan benar sesuai dengan ilmu tajwid, memiliki
kompetensi seni baca al-Quran, memiliki kompetensi seni kaligrafi, dan hafal
asmaul husna. Beragamnya pengetahuan peserta didik seperti telah disebutkan
di atas diperoleh peserta didik tidak hanya dari guru saja, tetapi juga dari tokoh
agama/tokoh masyarakat.
138
3. Faktor Penghambat dan Pendukung Penerapan Community Based
Learning dalam Pembelajaran Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam di MTs NU 07 Patebon
a. Mata Pelajaran Fiqih
1) Faktor Penghambat Penerepan Community Based Learning dalam
Pembelajaran Fiqh
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala madrasah,
guru, tokoh agama/masyarakat, orang tua, dan peserta didik, faktor
penghambat penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal antara lain :
menurut kepala madrasah salah satunya terbatasnya dana, dan untuk
mengatasinya, dana yang ada dan tersedia di madrasah harus digunakan
seefisien mungkin (P3BM-FQ-FPHB-KM-A.2).
Selanjutnya menurut guru mata pelajaran Fiqh, faktor
penghambat pembelajaran berbasis masyarakat di MTs NU 07 Patebon
adalah tidak ada, kalaupun ada tentu tidak mengganggu pelaksanaan
pembelajaran, karena semua telah terprogram dan adanya kerja sama
dengan pihak masyarakat. Kalau ada yang menghambat biasanya diatasi
dengan mengadakan koordinasi antar panitia maupun dengan masyarakat
(P3BM-FQ-FPHB-GR-A.1-4).
Selanjutnya menurut tokoh agama/masyarakat, tidak ada karena
sudah terjadwal sebelumnya. Seandainya ada faktor penghambatnya
biasanya diatasi dengan mengadakan kordinasi dengan pihak panitia
sekolah (P3BM-FQ-FPHB-MS-A.1-4).
139
2) Faktor Pendukung Penerepan Community Based Learning dalam
Pembelajaran Fiqh
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, guru, tokoh
agama/masyarakat, orang tua dan peserta didik, faktor pendukung penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh menurut kepala
madrasah adalah dengan tersedianya fasilitas di masyarakat, dan dukungan
dari tokoh agama/masyarakat (P3BM-FQ-FPDK-KM-B.2). Sedangkan
menurut pendapat guru, faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis
masyarakat adalah adanya dukungan kepala madrasah dan masyarakat.
Kepala sekolah memberikan dukungan sepenuhnya, termasuk pendanaan
(P3BM-FQ-FPDK-GR-B.3). Sedangkan menurut pendapat tokoh
agama/masyarakat, faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran Fiqh adalah adanya dukungan sekolah,
masyarakat, dan orang tua. Masyarakat memberikan dukungan dalam
bentuk kesediaan menjadi guru, penceramah, memberikan contoh, dan lain-
lain (P3BM-FQ-FPDK-MS-B.3).
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits
1) Faktor Penghambat Penerepan Community Based Learning dalam
Pembelajaran al-Quran Hadits
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala madrasah,
guru, tokoh agama/masyarakat, orang tua, dan peserta didik, faktor
penghambat penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (community
Based learning) pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs NU 07
Patebon Kabupaten Kendal antara lain : menurut kepala madrasah salah
140
satunya terbatasnya dana, untuk mengatasinya dana yang ada harus
digunakan seefisien mungkin (P3BM-QH-FPHB-KM-A.3). Selanjutnya
menurut guru adalah tidak ada, kalaupun ada tentu tidak mengganggu
pelaksanaan pembelajaran, karena semua telah terprogram dan adanya kerja
sama dengan pihak masyarakat. Kalau ada yang menghambat penerapan
biasanya diatasi dengan mengadakan koordinasi antar panitia maupun
dengan masyarakat (P3BM-QH-FPHB-GR-A.4). Selanjutnya menurut tokoh
agama/masyarakat tidak ada karena sudah terjadwal sebelumnya.
Seandainya ada faktor penghambatnya yang biasanya diatasi dengan
mengadakan kordinasi dengan pihak panitia sekolah di MTs NU 07 Patebon
(P3BM-QH-FPHB-MS-A.4).
2) Faktor Pendukung Penerepan Community Based Learning dalam
Pembelajaran al-Quran Hadits
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala madrasah, guru, dan
tokoh agama/masyarakat, bahwa faktor pendukung penerapan pembelajaran
berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits menurut kepala
madrasah adalah tersedianya fasilitas di masyarakat, dan dukungan dari
tokoh agama/masyarakat (P3BM-QH-FPDK-KM-B.2). Menurut guru,
faktor pendukung penerapan pembelajaran berbasis masyarakat adalah
dukungan kepala madrasah dan masyarakat. Kepala madrasah memberikan
dukungan sepenuhnya, termasuk pendanaan, sedangkan masyarakat juga
memberikan dukungan dalam bentuk kesediaan menjadi guru, penceramah,
memberikan contoh, dan menyediakan tempat atau fasilitas belajar (P3BM-
QH-FPDK-MS-B.4).
141
C. Pembahasan Hasil Temuan
1. Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran Rumpun
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs NU 07 Patebon
MTs NU 07 Patebon merupakan salah satu dari sembilan sekolah
tingkat lanjutan pertama (SLTP) di kecamatan Patebon Kendal.10 Madrasah
ini terus berupaya mengembangkan kualitas pembelajaran melalui
perpaduan beberapa metode pembelajaran, salah satunya adalah
pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) pada
rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Tujuan diterapkannya
pembelajaran berbasis masyarakat ini adalah untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
kondusif dalam upaya menghasilkan lulusan yang berkualitas dan sinergi
dengan kebutuhan masyarakat.
Pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di MTs NU 07 Patebon mulai diterapkan pada
tahun pelajaran 2014/2015. Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat
tersebut muncul dari kebijakan kepala madrasah yang baru bersama komite
dan pengurus madrasah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan
madrasah yang baru saja mengalami perubahan. Kebijakan ini berdasarkan
beberapa pertimbangan yaitu :
Pertama, tujuan pembelajarannya, bahwa proses pembelajaran
selama ini belum sesuai dengan kondisi kebutuhan perkembangan peserta
10 Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Menengah Pertama di kecamatan Patebon adalah :
1) MTs NU 07 Patebon; 2) MTs NU 012 Pidodowetan Patebon; 3) MTs Darul Hikmah Lanji Patebon; 3) SMP Unggulan Pondok Modern Selamat Patebon; 4) SMP Negeri 1 Patebon; 5) SMP Negeri 2 Patebon; 6) SMP Negeri 3 Patebon; 7) SMP PGRI 08 Patebon; 8) SMP Darul Muqorrobin Purwokerto Patebon; dan 9) SMP Pondok Modern Selamat Patebon Kendal.
142
didik dan kebutuhan masyarakatnya. Kedua, karakteristik pembelajaran rumpun
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam harus dapat mengintegrasikan berbagai
materi pelajaran sebagai persiapan penerapan kurikulum 2013, dan ini memberi
ruang bagi guru untuk mengembangkannya termasuk dengan mengintegrasikan
rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagai ciri khas lembaga
pendidikan Islam. Realita di lapangan, guru sangat mengharapkan inovasi-inovasi
pembelajaran dengan metode/strategi yang bervariasi, untuk dapat membantu
mereka dalam meningkatkan kualitas pembelajaran rumpun mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Ketiga, tuntutan masyarakat terhadap madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam untuk menghasilkan lulusan yang siap pakai sesuai dengan
tradisi dan karakteristik keagamaan masyarakatnya.
Keempat, kondisi objektif MTs, khususnya keberadaan sarana prasarana
penunjang pembelajaran di kelas awal yang masih minim, terutama dalam
ketersediaan media dan sumber belajar sehingga membutuhkan perhatian yang
cukup dari pengelola pendidikan dan masyarakat untuk mempermudah para
peserta didik mengikuti setiap tahapan pengalaman belajarnya.
Implikasi kajian di atas terhadap penerapan pembelajaran berbasis
masyarakat adalah bagaimana agar pembelajaran rumpun mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dapat secara kondusif mengembangkan potensi peserta
didik secara optimal dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana peserta
didik tersebut berasal. Salah satu alternatif pemecahan adalah dengan menerapkan
pembelajaran multi metode yang melibatkan peran guru dan masyarakat berporos
pada tema agama yang kondusif di masyarakat.
143
Di samping itu, pembelajaran berbasis masyarakat dapat dijadikan
alternatif pembelajaran berbasis karakter/akhlak yang ada dalam kurikulum dan
sesuai kebutuhan perkembangan peserta didik, di mana pembelajaran
mengedepankan penguasaan bahan ajar yang bermakna bagi kehidupan peserta
didik di masyarakatnya dan sebagai bekal melanjutkan pendidikan pada jenjang
berikutnya di SLTA.
Madrasah merupakan lembaga sosial, yang wujud perkembangannya
bergantung dengan gerak kehidupan di masyarakatnya. Madrasah sebagai media
pendidikan bagi generasi muda, ditentukan oleh beberapa faktor yang di antaranya
pendidik profesional. Pendidik profesional tidak hanya mampu mengajar mata
pelajaran tertentu tetapi juga dituntut mampu mengembangkan nilai dan sikap,
pengetahuan, dan kemahiran kepada peserta didik melalui mata pelajaran yang
diajarkan. Suasana pembelajaran menjadikan peserta didik merasa senang dan
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Hal ini
tidak akan tercapai jika tanpa didukung kurikulum sekolah yang bagus yang
mampu mengenai sasaran, metode pembelajaran dengan berbagai model dan
bahan-bahan pembelajaran serta alat penilaiannya. Oleh karena itu, agar
pembelajaran itu berjalan efektif, pendidik dalam pembelajaran harus pandai
memilih dan mempraktikkan metode dengan materi yang akan disampaikan.
Lebih-lebih kalau menyangkut dengan materi-materi pendidikan agama Islam
yang sesuai dengan karakteristik masyarakatnya. Dimana materi agama yang
diajarkan di madrasah dengan tradisi agama di masyarakat harus
berkesinambungan dan menuntut peserta didik untuk selalu dan mampu
memahami serta mempraktikkan secara sempurna.
144
Tuntutan kesinambungan materi dengan kurikulum tadi tidak terkecuali
dengan materi pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Sebagaimana telah dijelaskan berdasarkan hasil
observasi pada awal bab ini bahwa kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat di
MTs NU 07 Patebon dilaksanakan dalam 4 (empat) strategi, yaitu: (1) Penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat melalui kegiatan belajar di dalam kelas yang
melibatkan peran masyarakat dalam kegiatan pembelajaran; (2) Memadukan
pembelajaran berbasis masyarakat dengan aktivitas ekstrakurikuler yaitu kegiatan
belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata
pelajaran, (3) Ditautkan dengan kegiatan ekstrakurikuler semisal seni baca al-
Quran, seni kaligrafi, baca tulis al-Quran, dan kegiatan ekstrakuler lainnya di
madrasah, dan (4) Pembelajaran berbasis masyarakat melibatkan orang tua peserta
didik dan tokoh agama/masyarakat sekitar untuk ikut berpartisipasi dalam
membimbing dan membangun pembiasaan yang selaras dengan yang
dikembangkan di madrasah. Oleh karenanya, pembelajaran berbasis masyarakat
harus seyogyanya masuk dalam setiap aspek pembelajaran di ruang kelas, praktik
keseharian di madrasah, dan terintegrasi dengan setiap kegiatan ekstrakurikuler.
Setelah itu setiap peserta didik diharapkan mampu menerapkan di rumah dan
lingkungan sekitarnya. Semua aspek pendidikan mulai dari ruang kelas hingga
lingkungan tempat tinggal harus tetap berkesinambungan dalam menjaga
humanisasi nilai-nilai agama yang diajarkan di madrasah dengan yang hidup di
masyarakat.
Berdasarkan keunggulan yang dimiliki pembelajaran berbasis
masyarakat, diyakini bahwa alternatif pembelajaran berbasis masyarakat yang
145
diterapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran rumpun mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Indikator keberhasilan yang diharapkan dari penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam akan berdampak pula pada meningkatnya motivasi belajar peserta
didik dan meningkatnya kompetensi peserta didik pada ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Adapun dalam penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada
rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tersebut, disesuaikan dengan
pesan-pesan yang terdapat pada kurikulum KTSP di MTs NU 07 Patebon
menyangkut materi pelajaran agama yang mempunyai implikasi praktis di
masyarakat seperti mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits.
Beradasarkan pembahasan di atas, agar dapat memperbaiki kondisi yang
ada di lapangan, maka orientasi pembelajaran berbasis masyarakat di madrasah
lebih mengutamakan hal-hal berikut : 1) Kinerja guru dalam perencanaan
pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam adalah dengan melibatkan tokoh agama/masyarakat dalam proses
pembelajaran dengan fokus pada pengembangan kompetensi peserta didik pada
mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits; 2) Proses pembelajaran berbasis
masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dengan fokus
pada pelibatan tokoh agama atau masyarakat yang kondusif untuk
menumbuhkembangkan kompetensi peserta didik pada mata pelajaran Fiqh dan
al-Quran Hadits; 3) Dampak pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah berkembangnya kompetensi peserta
didik terhadap materi pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits yang sinergi dengan
karakteristik dan kebutuhan masyarakat; 4) Daya dukung dan kendala penerapan
146
pembelajaran berbasis masyarakat pada rumpun mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik
dalam menguasai kompetensi pembelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits.
a. Mata Pelajaran Fiqih
Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh
di MTs NU 07 Patebon telah rencanakan sebelumnya dalam kurikulum
madrasah. Adapun pada pelaksanaannya melibatkan peran tokoh agama atau
masyarakat dalam kegiatan perencanaan, proses pembelajaran dan evaluasinya.
Pada kegiatan perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada
mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon dengan cara melibatkan tokoh
agama/masyarakat dalam menyusun silabus, pemilihan materi pelajaran,
pemetaan kompetensi dasar, penyusunan RPP, pemilihan media/sumber
belajar, dan evaluasinya.
Penyusunan silabus pada pembelajaran berbasis masyarakat mata
pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon menggunakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan hasil rapat penyempurnaan kurikulum
KTSP yang dituangkan dalam kebijakan kepala madrasah, menghasilkan
beberapa pedoman penting terkait pelaksanaan pembelajaran berbasis
masyarakat. Melalui pedoman tersebut pelibatan tokoh agama/masyarakat
dalam pembelajaran Fiqh hanya pada materi tertentu seperti perawatan jenazah
dan materi shalat. Selain itu, peran tokoh agama/masyarakat juga dilibatkan
dalam kegiatan pengembangan diri dan kegiatan ekstrakurikuler. Peran yang
kedua ini dalam rangka menunjang penguasaan peserta didik terhadap materi
pelajaran di kelas agar peserta didik dapat mengembangkan bakatnya secara
147
optimal. Beberapa prestasi yang diraih di tingkat kecamatan dan kabupaten
merupakan hasil pembinaan kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler
dari tokoh agama/masyarakat.
Pada prinsipnya pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada
mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon mengacu pada penerapan metode
yang tepat. Ketepatan metode yang digunakan untuk membahas materi
pelajaran Fiqh yang sedang berlangsung. Pada prinsipnya pembelajaran
dilakukan agar peserta didik mengenal dan menerima norma-norma hukum
Islam sebagai milik peserta didik dan bertanggung jawab atas keputusan yang
diambil. keputusan itu tentu melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan,
menentukan pendirian, menerapkan dan membiasakan, dan selanjutnya
menjadikan suatu nilai sebagai keyakinan diri. Keyakinan diri ini merupakan
refleksi keimanan peserta didik terhadap ajaran Islam.
Prinsip tersebut, menjadikan peserta didik belajar melalui proses
berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menerapkan ajaran Islam
dalam kehidupan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri
sebagai makhluk sosial (Wawancara, Samiyah : 15 September 2015).
Berangkat dari hal di atas, maka MTs NU 07 Patebon dalam proses
pelaksanaan pembelajaran di kelas selalu mengarah kepada ketiga hal tersebut.
Sedangkan yang terkait dengan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran Fiqh, langkah yang ditempuh guru bidang studi Fiqh bersama tokoh
agama/masyarakat melalui 3 (tiga) kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
148
Tahap pertama, kegiatan awal (persiapan, apersepsi) biasanya
dilakukan oleh guru Fiqh. Terlebih dahulu guru Fiqh memberikan salam,
mengabsen, mengkondisikan kelas, dan memberi semangat kepada peserta
didik untuk mengikuti proses pembelajaran. Setelah itu guru Fiqh
memperkenalkan dan menjelaskan kehadiran tokoh agama/masyarakat dalam
proses pembelajaran. Guru Fiqh juga mengkomunikasikan tujuan, materi, hasil
akhir yang diharapkan dan penilaian yang diterapkan seperti yang terkandung
dalam SK dan KD.
Tahap kedua, pelaksanaan pembelajaran, setelah terjadi kesepakatan
tentang materi yang akan disampaikan atau dibahas antara guru bidang studi
Fiqh, tokoh agama/masyarakat dan peserta didik. Kemudian pendidik dari
tokoh agama/masyarakat menerangkan atau memberikan teori yang telah
digariskan dalam kurikulum MTs NU 07 Patebon tentang materi Fiqh yang
diajarkan melalui pembelajaran berbasis masyarakat. Materi tersebut seperti
shalat jamak, keseuaian gerakan dan bacaan shalat, atau perawatan jenazah
dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan metode ceramah,
demonstrasi, tanya jawab, dan latihan. Sehingga dengan beberapa metode
tersebut (yang ditentukan dengan materi) peserta didik mampu belajar untuk
melakukan, sehingga mampu mencapai SK dan KD yang telah digariskan.
Beberapa metode tersebut ditempuh agar peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran merasa senang dan tidak bosan serta lebih aktif, dan kreatif.
Kemudian peserta didik melakukan eksplorasi terhadap materi yang
dikaji dengan berbagai cara, seperti: membaca, observasi, melakukan
demonstrasi (praktik atau percobaan), dan sebagainya. Langkah ini mampu
149
merangsang keingintahuan peserta didik sehingga mampu memacu kreativitas
belajarnya. Sebelum melakukan latihan peserta didik terlebih dahulu diberikan
penjelasan tentang hal-hal yang terkait dengan materi Fiqh yang diajarkan.
Sehingga peserta didik mampu melatih keterampilan melaksanakan ibadah
dalam kehidupan sehari-hari, mampu memperoleh pemahaman tentang suatu
konsep atau prinsip, dan peserta didik terlatih untuk mengembangkan sikap
disiplin dalam menjalankan hukum Islam.
Langkah pada tahap pembelajaran ini berdasarkan analisis peneliti
secara umum dapat diilustrasikan sebagai berikut: (1) Pendidik memberikan
menyampaikan ilustrasi materi yang akan diajarkan; (2) pendidik memberikan
pemahaman terhadap materi yang akan diajarkan; (3) pendidik
mendemonstrasikan keterampilan mengerjakan materi dengan baik dan benar
di hadapan peserta didik; (4) pendidik menyuruh peserta didik
mendemonstrasikan sesuai contoh dengan baik dan benar; (5) pendidik
memberikan tugas dalam bentuk lembar kerja yang harus diisi oleh peserta
didik; (4) pendidik memberikan penguatan kepada peserta didik terhadap
materi dan menjelaskan bahwa materi tersebut diperdalam lagi melalui
kegiatan pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler; (5)
pendidik bersama peserta didik membuat kesimpulan dari materi yang telah
diajarkan; dan (6) langkah penutup, pendidik atau guru Fiqh memberi tugas
kepada peserta didik untuk mengamalkan dan membiasakan dalam kehidupan
sehari-hari di rumah, tempat-tempat ibadah dan di masyarakat.
Tahap ketiga evaluasi pembelajaran, yaitu tahap ”penilaian” tentang
sejauhmana materi yang diberikan mampu diterima peserta didik, yaitu dengan
150
cara mengamati kompetensi peserta didik dalam pemahaman, sikap dan
keterampilan peserta didik berkaitan dengan materi pelajaran yang dihasilkan
peserta didik. Adapun kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada saat
persiapan pembelajaran. Dalam hal penilaian, guru Fiqh bersama tokoh
agama/masyarakat melakukan penilaian secara berkala dan berkesinambungan
secara menyeluruh baik dari proses dan hasil pembelajaran. Untuk mencapai
hal itu, digunakan model penilaian berbasis portofolio dengan tujuan untuk
memperoleh berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan
menyeluruh tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan
pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik bersumber dari catatan dan
dokumentasi pengalaman belajarnya.
Berdasar pada uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07
Patebon sudah berjalan dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan kenyataan
bahwa peserta didik mampu dan mengerti tentang materi pelajaran Fiqh yang
khusus diajarkan dengan melibatkan masyarakat seperti:
1) Keserasian bacaan dan gerakan shalat, mulai dari bacaan dalam shalat
dengan yang benar, melakukan gerakan shalat dengan benar, dan
keterpaduan antara bacaan dengan gerakan shalat. Kompetensi ini telah
diujikan dan dinilai pada saat peserta didik melakukan demonstrasi pada
proses pembelajaran Fiqh oleh guru dan tokoh agama/masyarakat.
2) Mampu mengerjakan shalat jamak, kompetensi peserta didik ini mulai dari
mampu melaksanakan shalat jamak taqdim pada shalat dhuhur dan ashar,
jamak ta`khir pada shalat dhuhur dan ashar, jamak taqdim pada shalat
151
maghrib dan isyak, dan jamak ta`khir pada shalat maghrib dan isyak.
Kompetensi ini sudah dibuktikan pada saat demonstrasi dihadapan guru
dan tokoh agama/masyarakat pada proses pembelajaran Fiqh. Di samping
itu juga dibuktikan pada saat peserta didik melakukan shalat jamak ketika
mengikuti studi tour pada akhir tahun pelajaran.
3) Rajin shalat berjamaah, peserta didik sudah dibiasakan melaksanakan
shalat dhuhur berjamaah bersama guru dan masyarakat di Masjid al-Itqon
dipimpin oleh K.H. Ahmad Ayyub yang merupakan pendidik dari tokoh
agama/masyarakat mata pelajaran Fiqh dan al-Quran Hadits. Di samping
itu berdasarkan catatan dari kartu dan buku penghubung yang
ditandatangani orang tua, peserta didik sudah rajin mengerjakan shalat
berjamaah di mushola atau di masjid di tempat tinggalnya masing-masing.
4) Shalat tepat waktu, kompetensi tepat waktu dalam mengerjakan shalat lima
waktu ini diperoleh dari kartu dan buku penghubung yang ditandatangani
orang tua peserta didik.
5) Mampu merawat jenazah, mulai dari persiapan bahan yang diperlukan
untuk merawat jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah,
mengerjakan shalat untuk jenazah, serta menguburkan jenazah.
Berdasarkan hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa MTs NU
07 Patebon telah melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran Fiqh baik di kelas maupun di luar kelas dalam kegiatan kurikuler dan
dalam kegiatan pengembangan diri di luar mata pelajaran yang
diselenggarakan madrasah yang masih terkait dengan materi pelajaran Fiqh
(Muhammad Isrok, wawancara: 10 Nopember 2015).
152
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
Fiqh di MTs NU 07 Patebon yang dilakukan oleh guru Fiqh secara kolaboratif
dengan tokoh agama/masyarakat selaras dengan apa yang telah digariskan
dalam landasan teori, bahwa dalam penerapan pembelajaran berbasis
masyarakat di sekolah/madrasah, tokoh agama/masyarakat dilibatkan dalam
kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, dan evaluasi dalam kegiatan
kurikuler, serta pelibatan dalam kegiatan pengembangan diri terkait materi
pelajaran Fiqh.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
Fiqh di MTs NU 07 Patebon selaras dengan 4 (empat) pilar pendidikan yang
ditetapkan UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to know), menjadi
dirinya sendiri (learning to be), belajar bekerja (learning to do) dan belajar
hidup bersama (learning to live together).
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits
Penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-
Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon telah direncanakan sebelumnya dalam
kurikulum madrasah. Adapun pada pelaksanaannya melibatkan peran tokoh
agama atau masyarakat dalam kegiatan perencanaan, proses pembelajaran dan
evaluasinya.
Pada kegiatan perencanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada
mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon dengan cara melibatkan
tokoh agama/masyarakat dalam menyusun silabus, pemilihan materi pelajaran,
pemetaan kompetensi dasar, penyusunan RPP, pemilihan media/sumber
belajar, dan evaluasinya.
153
Penyusunan silabus pada pembelajaran berbasis masyarakat mata
pelajaran al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon menggunakan KTSP.
Berdasarkan hasil rapat penyempurnaan kurikulum KTSP yang dituangkan dalam
kebijakan kepala madrasah, menghasilkan beberapa pedoman penting terkait
pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat. Melalui pedoman tersebut
pelibatan tokoh agama/masyarakat dalam pembelajaran al-Quran Hadits hanya
pada materi tertentu seperti baca tulis al-Quran, hafalan al-Quran, Qiro`atul
Qur`an, dan seni kaligrafi. Selain itu, peran tokoh agama/masyarakat juga
dilibatkan dalam kegiatan pengembangan diri dan kegiatan ekstrakurikuler seperti
kegiatan setoran hafalan al-Quran dan seni kaligrafi setiap hari Sabtu sore, serta
seni membaca al-Quran setiap Jumat sore.
Peran tokoh agama/masyarakat dalam kegiatan pengembangan diri ini
dalam rangka menunjang penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran di
kelas agar peserta didik dapat mengembangkan bakatnya secara optimal. Prestasi
yang dihasilkan dari kegiatan pengembangan ini sangat baik. Pada kejuaraan
lomba MTQ pelajar tingkat kabupaten Kendal memperoleh juara I untuk kategori
pelajaran putera tahun 2014 dan 2015, dan memperoleh juara II untuk kategori
puteri tahun 2014 dan 2015 (lihat tabel 9).
Sedangkan pada lomba MTQ pelajar di tingkat kecamatan memperoleh
juara I. Adapun untuk lomba menulis kaligrafi baik di tingkat kabupaten maupun
di tingkat kecamatan belum memperoleh juara. Namun untuk kegiatan lomba-
lomba di tingkat desa yang biasanya diselenggarakan dalam acara peringatan
HUT Kemerdekaan Repubik Indonesia, peserta didik MTs NU 07 Patebon banyak
menorehkan prestasi sebagai juara. Beberapa prestasi yang diraih di tingkat
154
kecamatan dan kabupaten sebagaimana telah disebutkan di atas, merupakan hasil
pembinaan kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler dari tokoh
agama/masyarakat.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-
Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon masih mengacu pada penerapan metode
mengajar konvensional seperti metode hafalan dan demonstrasi. Hal ini karena
latar belakang materi pelajaran hafalan juz `Amma, seni baca al-Qur`an, dan seni
kaligrafi memang lebih menekankan pada kemampuan hafalan dan latihan
keterampilan dasar motorik halus. Namun demikian, peserta didik tetap antusias
mengikuti proses pembelajaran.
Pada prinsipnya pembelajaran dilakukan agar peserta didik mampu
menguasai tata cara membaca dan menulis al-Quran dengan baik dan benar sesuai
dengan kaidah ilmu tajwid. Dalam pembelajaran menghafal al-Quran (juz
`Amma) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi di dalam menerapkan suatu
metode pembelajaran, sebenarnya cukup sulit untuk menetapkan metode yang
paling baik dan harus dipakai pada kegiatan pembelajaran agar berhasil. Metode
pembelajaran ada yang dianggap kurang baik dengan guru tertentu tetapi
diterapkan guru yang lainnya menjadi baik. Sebaliknya ada metode pembelajaran
yang baik akan gagal diterapkan guru yang tidak mengetahui teknik
pelaksanaannya. Pada dasarnya, metode pembelajaran yang baik adalah metode
mengajar yang dapat menumbuhkan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif,
dan menyenangkan bagi peserta didik, dan upaya guru dalam memilih metode
yang baik merupakan upaya mempertinggi mutu pembelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya sebagai seorang guru profesional.
155
Berangkat dari hal di atas, maka MTs NU 07 Patebon dalam proses
pelaksanaan pembelajaran al-Quran Hadits selalu mengarah kepada ketiga hal
tersebut. Sedangkan yang terkait dengan pembelajaran berbasis masyarakat
pada mata pelajaran al-Quran Hadits, langkah yang ditempuh guru bidang studi
al-Quran Hadits bersama tokoh agama/masyarakat melalui 3 (tiga) kegiatan,
yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Tahap pertama, kegiatan awal (persiapan, apersepsi) biasanya
dilakukan oleh guru al-Quran Hadits. Terlebih dahulu guru al-Quran Hadits
memberikan salam, mengabsen, mengkondisikan kelas, dan memberi semangat
kepada peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran. Setelah itu guru al-
Quran Hadits memperkenalkan dan menjelaskan kehadiran tokoh
agama/masyarakat dalam proses pembelajaran. Guru al-Quran Hadits juga
mengkomunikasikan tujuan, materi, hasil akhir yang diharapkan dan penilaian
yang diterapkan seperti yang terkandung dalam SK dan KD.
Tahap kedua, pelaksanaan pembelajaran, setelah terjadi kesepakatan
tentang materi yang akan disampaikan atau dibahas antara guru bidang studi al-
Quran Hadits, tokoh agama/masyarakat dan peserta didik. Kemudian pendidik
dari tokoh agama/masyarakat menerangkan atau memberikan teori yang telah
digariskan dalam kurikulum MTs NU 07 Patebon tentang materi al-Quran
Hadits yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masyarakat. Materi
tersebut seperti cara membaca al-Quran dengan baik dan benar, bagaimana
menghafal juz `Amma dengan baik dan lancar sehingga dapat diterapkan dalam
bacaan shalat lima waktu dan dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang
digunakan adalah metode ceramah, demonstrasi, tanya jawab, dan
156
latihan/demonstrasi. Sehingga dengan beberapa metode tersebut (yang
ditentukan dengan materi) peserta didik mampu belajar untuk melakukan,
sehingga mampu mencapai SK dan KD yang telah digariskan. Beberapa
metode tersebut ditempuh agar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran
merasa senang dan tidak bosan serta lebih aktif, dan kreatif.
Kemudian peserta didik melakukan eksplorasi terhadap materi yang
dikaji dengan berbagai cara, seperti: membaca, observasi, melakukan
demonstrasi (praktik atau percobaan), dan sebagainya. Langkah ini mampu
merangsang keingintahuan peserta didik sehingga mampu memacu kreativitas
belajarnya. Sebelum melakukan latihan peserta didik terlebih dahulu diberikan
penjelasan tentang hal-hal yang terkait dengan materi al-Quran Hadits yang
diajarkan. Sehingga peserta didik mampu melatih keterampilan membaca ayat-
ayat al-Quran dengan fasih dan benar dan peserta didik mampu menghafal juz
`Amma dengan benar dan lancar.
Langkah pada tahap pembelajaran ini berdasarkan analisis peneliti
secara umum dapat diilustrasikan sebagai berikut: (1) Pendidik memberikan
menyampaikan ilustrasi materi yang akan diajarkan; (2) pendidik memberikan
pemahaman terhadap materi yang akan diajarkan; (3) pendidik
mendemonstrasikan keterampilan mengerjakan materi dengan baik dan benar
di hadapan peserta didik; (4) pendidik menyuruh peserta didik
mendemonstrasikan sesuai contoh dengan baik dan benar; (5) pendidik
memberikan tugas dalam bentuk lembar kerja yang harus diisi oleh peserta
didik; (4) pendidik memberikan penguatan kepada peserta didik terhadap
materi dan menjelaskan bahwa materi tersebut diperdalam lagi melalui
157
kegiatan pengembangan diri dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler; (5)
pendidik bersama peserta didik membuat kesimpulan dari materi yang telah
diajarkan; dan (6) langkah penutup, pendidik atau guru al-Quran Hadits
memberi tugas kepada peserta didik untuk rajin berlatih dengan cara
mengamalkan dan membiasakan dalam kehidupan sehari-hari di rumah,
tempat-tempat ibadah dan di masyarakat.
Tahap ketiga evaluasi pembelajaran, yaitu tahap ”penilaian” tentang
sejauhmana materi yang diberikan mampu diterima peserta didik, yaitu dengan
cara mengamati kompetensi peserta didik dalam pemahaman, sikap dan
keterampilan peserta didik berkaitan dengan materi pelajaran yang dihasilkan
peserta didik. Adapun kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada saat
persiapan pembelajaran.
Dalam hal penilaian, guru al-Quran Hadits bersama tokoh
agama/masyarakat melakukan penilaian secara berkala dan berkesinambungan
secara menyeluruh baik dari proses dan hasil pembelajaran. Untuk mencapai
hal itu, digunakan model penilaian berbasis portofolio dengan tujuan untuk
memperoleh berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan
menyeluruh tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta didik bersumber dari catatan dan
dokumentasi pengalaman belajarnya.
Berdasar pada uraian di atas, dapat diketahui bahwa penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs
NU 07 Patebon sudah berjalan dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan
158
kenyataan bahwa peserta didik mengerti tentang materi pelajaran al-Quran
Hadits yang khusus diajarkan dengan melibatkan masyarakat seperti:
1) Kemampuan membaca ayat-ayat al-Quran dengan fasih dan benar sesuai
dengan kaidah ilmu tajwid. Kompetensi ini telah diujikan dan dinilai pada
saat peserta didik melakukan demonstrasi pada proses pembelajaran al-
Quran Hadits oleh guru dan tokoh agama/masyarakat.
2) Mampu menghafalkan ayat-ayat pendek dalam al-Quran, kegiatan ini
dikembangkan melalui kegiatan pengembangan diri setiap hari Sabtu sore
yang bertempat di Masjid al-Itqon. Setiap siswa secara berpasangan saling
menguji kemampuan hafalannya sebelum setoran hafalan di hadapan guru
al-Quran Hadits dan pendidik dari tokoh agama/masyarakat (KH. Ahmad
Ayyub). Kompetensi ini sudah dibuktikan pada saat demonstrasi dihadapan
guru dan tokoh agama/masyarakat pada proses pembelajaran al-Quran
Hadits di kelas dan di Masjid setiap Sabtu sore. Di samping itu juga
dibuktikan pada saat peserta didik menerapkannya dalam shalat wajib lima
waktu atau dalam kegiatan mengaji di rumah sebagaimana catatan orang
tua dalam buku kontrol dari madrasah.
3) Mampu menulis ayat-ayat al-Quran dengan seni tinggi. Kegiatan seni
kaligrafi ini merupakan bagian dari pengembangan diri dari mata pelajaran
al-Quran Hadits yang diselenggarakan pada setiap Jumat sore.
4) Mampu membaca ayat-ayat al-Quran dengan seni khusus. Kegiatan seni
qiro`atil Qur`an ini merupakan bagian dari pengembangan diri dari mata
pelajaran al-Quran Hadits yang diselenggarakan pada setiap Sabtu sore.
159
Berdasarkan hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa MTs NU
07 Patebon telah melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran al-Quran Hadits baik di kelas maupun di luar kelas dalam kegiatan
kurikuler dan dalam kegiatan pengembangan diri di luar mata pelajaran yang
diselenggarakan madrasah yang masih terkait dengan materi pelajaran al-Quran
Hadits (Muhammad Isrok, wawancara: 10 Nopember 2015).
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
al-Quran Hadits yang dilakukan oleh guru al-Quran Hadits secara kolaboratif
dengan tokoh agama/masyarakat selaras dengan apa yang telah digariskan
dalam landasan teori (Fajarwati, 2012 : 6), bahwa dalam penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat di sekolah, tokoh agama/masyarakat
dilibatkan dalam kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, dan evaluasi
dalam kegiatan kurikuler, serta pelibatan dalam kegiatan pengembangan diri
terkait materi pelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran
al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon selaras dengan 4 (empat) pilar
pendidikan yang ditetapkan UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to
know), menjadi dirinya sendiri (learning to be), belajar bekerja (learning to do)
dan belajar hidup bersama (learning to live together).
2. Dampak Penerapan Community Based Learning dalam Pembelajaran
Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs NU 07 Patebon
a. Mata Pelajaran Fiqh
Berdasarkan paparan data terkait dampak penerapan pembelajaran
berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon
160
Kabupaten Kendal di atas, dapat dianalisis bahwa penerapan pembelajaran
berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh berdampak positif bagi siswa, guru,
institusi madrasah, orang tua, dan masyarakat.
Bagi peserta didik, pembelajaran berbasis masayarakat sangat bermanfaat
dalam memperoleh pengalaman langsung terkait materi pelajaran Fiqh dari
masyarakat. Peserta didik menjadi lebih bersemangat dalam belajar, karena
suasana belajar yang berbeda seperti guru, strategi pembelajaran, media yang
digunakan, dan suasana pembelajaran yang sering dilaksanakan di luar kelas.
Peserta didik memperoleh pengalaman langsung tentang penerapan materi
pelajaran Fiqh yang belum tentu diperoleh dari gurunya. Peserta didik memiliki
pengetahuan semakin banyak karena tidak hanya dari guru saja, tetapi juga dari
tokoh agama/tokoh masyarakat.
Peserta didik juga mudah memahami materi pelajaran, karena proses
pembelajaran sering dilakukan dengan peragaan dan praktik sehingga dapat
meningkatnya pemahaman dan keterampilan peserta didik terhadap materi
pelajaran Fiqh yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masyarakat yang
nantinya dapat menunjang kompetensi peserta didik pada materi yang lain, dan
sebagai persiapan mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Selain itu,
dengan kompetensi yang dimilikinya, dapat memudahkan peserta didik berbaur
dengan masyarakatnya dalam rangka mencari dan membentuk identitas diri demi
masa depannya yang lebih baik.
Adapun kompetensi yang dimiliki peserta didik sebagai dampak
pembelajaran berbasis masyarakat yaitu : 1) Kompetensi keserasian bacaan dan
gerakan shalat, mulai dari bacaan dalam shalat dengan yang benar, melakukan
161
gerakan shalat dengan benar, dan keterpaduan antara bacaan dengan gerakan
shalat; 2) Peserta didik mampu mengerjakan shalat jamak, mulai dari mampu
melaksanakan shalat jamak taqdim pada shalat dhuhur dan ashar, jamak ta`khir
pada shalat dhuhur dan ashar, jamak taqdim pada shalat maghrib dan isyak, dan
jamak ta`khir pada shalat maghrib dan isyak; 3) Peserta didik rajin mengerjakan
shalat berjamaah, peserta didik sudah dibiasakan melaksanakan shalat dhuhur
berjamaah bersama guru dan masyarakat di Masjid al-Itqon. Peserta didik juga
rajin mengerjakan shalat berjamaah di mushola atau di masjid di tempat
tinggalnya masing-masing; 4) Kedisiplinan mengerjakan shalat; dan 4) Mampu
merawat jenazah, mulai dari persiapan bahan yang diperlukan untuk merawat
jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, mengerjakan shalat untuk
jenazah, serta menguburkan jenazah.
Bagi orang tua, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran Fiqh memiliki dampak positip untuk mendukung pendidikan agama
dalam keluarga yang telah ditanamkan sejak dini. Sinergitas materi yang diajarkan
di madrasah dengan materi yang diajarakan dalam keluarga akan menciptakan
kontinuitas program pendidikan yang dibina orang tua dalam keluarga. Kenyataan
seperti ini dapat membuat perasaan orang tua menjadi tenang dan semakin
percaya dengan program pendidikan madrasah. Berdasarkan kondisi seperti ini,
dapat memudahkan kerjasama madrasah dengan orang tua peserta didik dalam
rangka mewujudkan ketercapaian visi, misi, dan tujuan MTs NU 07 Patebon.
Bagi masyarakat, dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat
pada mata pelajaran Fiqh adalah turut melestarikan budaya dan karakteristik
masyarakat di bidang pengamalan ajaran-ajaran Islam. Masyarakat di lingkungan
162
MTs NU 07 Patebon memiliki basis keagamaan Nahdlatul Ulama. Output dari
sekolah seyogyanya sinergi dengan ajaran Nahdlatul Ulama. Melalui penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Fiqh, masyarakat sekitar
mengetahui proses pembelajaran yang dilangsungkan dan dapat memberikan
masukan terkait dengan tata cara dan tradisi dalam mengerjakan ibadah yang
sesuai dan selama ini diterapkan di masyarakat.
Melalui kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat tersebut, kompetensi
terkait dengan materi Fiqh yang dimiliki peserta didik dapat mudah diterapkan di
dalam masyarakatnya. Kompetensi yang dimiliki dan diamalkan peserta didik
dalam aktivitas kehidupan di masyarakat, akan membuahkan penilaian masyarakat
terhadap output sekolah. Dalam posisi seperti ini, dapat menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap produk sekolah/madrasah. Selama dua tahun
dilaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat, kepercayaan masyarakat
terhadap mutu sekolah meningkat. Hal ini dibuktikan dengan animo masyarakat
untuk menyekolahkan anaknya di MTs NU 07 Patebon meningkat.
Bagi institusi madrasah, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat
pada mata pelajaran Fiqh memiliki dampak penting terhadap hubungan madrasah
dengan masyarakat. Program pembelajaran berbasis masyarakat ini memudahkan
sekolah menjalin kerjasama dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap eksistensi dan mutu sekolah. Kerja sama ini nantinya sangat penting
dalam proses penerimaan peserta didik baru di awal tahun ajaran baru. Sejak dua
tahun MTs NU 07 menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah
penerimaaan peserta didik baru meningkat, kalau dahulu hanya 4 kelas, sejak
diterapkan pembelajaran berbasis masyarakat menjadi 5 kelas. Selain itu juga,
163
akses informasi terhadap mutu pembelajaran di masyarakat menjadi lebih luas.
Hal ini dibuktikan dari asal daerah peserta didik yang mendaftar sudah
merambah luas di wilayah Kendal dan Batang.
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning)
pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal
mempunyai dampak yang positip bagi peserta didik, guru Fiqh, orang tua,
masyarakat, dan institusi Madrasah.
b. Mata Pelajaran al-Quran Hadits
Dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (Community
Based Learning) pada mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon
Kabupaten Kendal berdasarkan paparan data hasil penelitian berdampak positip
bagi peserta didik, guru mata pelajaran al-Quran Hadits, masyarakat, orang tua
dan institusi madrasah.
Bagi peserta didik, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada
mata pelajaran al-Quran Hadits dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam membaca ayat-ayat al-Quran dengan fasih dan benar sesuai dengan
kaidah ilmu tajwid. Mampu menghafalkan ayat-ayat pendek dalam al-Quran
(juz `Amma). Mampu menulis ayat-ayat al-Quran dengan seni tinggi. Mampu
membaca ayat-ayat al-Quran dengan seni khusus. Prestasi peserta didik di
bidang ini mampu menjuarai lomba MTQ pelajar tingkat kecamatan Patebon
dan kabupaten Kendal pada tahun 2014 dan 2015. Kompetensi yang dimiliki
peserta didik sebagaimana disebutkan di atas sangat bermanfaat bagi peserta
didik dalam kehidupan di masyarakat, karena kompetensi tersebut sangat
164
dibutuhkan dalam aktivitas keagamaan di masyarakat, sehingga memudahkan
peserta didik untuk menempatkan diri sebagai bagian dari anggota
masyarakatnya.
Dampak lain terkait dengan proses pembelajaran melalui penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat menjadikan peserta didik antusias dalam
mengikuti proses pembelajaran al-Quran Hadits. Hal tersebut disebabkan
pembelajaran al-Quran Hadits tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar
kelas. Peserta didik juga mudah memahami materi pelajaran, karena proses
pembelajaran sering dilakukan dengan peragaan dan praktik. Melalui
pembelajaran berbasis masyarakat, peserta didik memiliki banyak pengalaman
dan pengetahuan praktis dalam penerapan atau implementasi materi pelajaran
al-Quran Hadits di madrasah.
Bagi guru al-Quran Hadits, penerapan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits dapat meningkatkan
hubungan yang baik antara guru dengan tokoh agama/masyarakat, karena
tokoh tersebut merupakan pengurus/komite sekolah dan tokoh di masyarakat.
Keberadaan tokoh agama/masyarakat sebagai patner guru dalam proses
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas dengan sendirinya memacu guru
untuk meningkatkan kompetensinya sebagai guru yang profesional. Munculnya
motivasi dari guru tersebut disebabkan tokoh agama/masyarakat yang menjadi
patner tersebut berasal dari komite atau pengurus madrasah, atau bahkan dari
tokoh yang dihormati di masyarakat. Kondisi demikian berdampak positip bagi
guru sehingga semakin termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran berbasis
masyarakat agar lebih baik lagi.
165
Bagi orang tua, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada
mata pelajaran al-Quran Hadits memiliki dampak positip bagi orang tua. Orang
tua merasa puas dengan kompetensi yang dimiliki anak di bidang baca tulis al-
Quran. Perasaan puas tersebut muncul ketika anak dapat membaca al-Quran
dengan baik dan benar ketika mengaji setiap hari setelah shalat maghrib, ketika
tadarus bulan puasa di mushola atau masjid, atau ketika tampil sebagai qori
atau sari tilawah pada kegiatan-kegiatan organisasi di masyarakat dan
sebagainya. Kompetensi yang dicapai peserta didik tersebut merupakan
dampak penerapan pembelajaran berbasis masyarakat untuk mendukung
pendidikan agama dalam keluarga.
Sinergitas materi yang diajarkan di madrasah dengan materi yang
diajarakan dalam keluarga akan menciptakan kontinuitas program pendidikan
yang dibina orang tua dalam keluarga. Kenyataan seperti ini dapat membuat
perasaan orang tua menjadi tenang dan semakin percaya dengan program
pendidikan madrasah. Berdasarkan kondisi seperti ini, dapat memudahkan
kerjasama madrasah dengan orang tua peserta didik dalam rangka mewujudkan
ketercapaian visi, misi, dan tujuan MTs NU 07 Patebon.
Bagi masyarakat, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada
mata pelajaran al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon dapat memenuhi
harapan masyarakat terhadap produk pembelajaran al-Quran Hadits yang
diselenggarakan madrasah. Pembelajaran berbasis masyarakat dapat
meningkatkan hubungan personal dan interpersonal penyelenggara pendidikan
di madrasah dengan yayasan/pengurus, komite madrasah, orang tua, dan tokoh
agama/masyarakat. Masyarakat sekitar sekolah dapat mengetahui proses
166
pembelajaran yang dilangsungkan dan dapat memberikan masukan terkait
materi pelajaran al-Quran Hadits. Kondisi pembelajaran yang demikian
tentunya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu
pendidikan madrasah.
Bagi institusi madrasah, penerapan pembelajaran berbasis masyarakat
pada mata pelajaran al-Quran Hadits memudahkan madrasah dalam
mewujudkan tercapainya visi, misi, dan tujuan madrasah, seperti menghasilkan
peserta didik yang hafal juz amma, asmaul husna, rajin shalat berjamaah,
berakhlakul karimah, menguasai, mencintai, dan mengamalkan ilmu agama ala
Aswaja. Melalui penerapan pembelajaran berbasis masyarakat dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu pembelajaran al-Quran
Hadits pada khususnya dan institusi madrasah pada umumnya.
Kepercayaan masyarakat merupakan modal utama madrasah swasta
pada program pendaftaran siswa baru. Oleh karena itu, penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat di MTs NU 07 Patebon mempunyai
implikasi positif meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi
madarasah sehingga dapat mendorong meningkatnya minat masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya ke MTs NU 07 Patebon. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebelum diterapkan pembelajaran berbasis masyarakat,
jumlah penerimaan siswa baru memperoleh empat kelas, dan setelah
menerapkan pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah siswa yang masuk
bertambah satu kelas sehingga menjadi lima kelas (Lihat tabel 5).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) pada mata
167
pelajaran al-Quran Hadits di MTs NU 07 Patebon mempunyai dampak positip
bagi peserta didik, guru mata pelajaran al-Quran Hadits, orang tua peserta
didik, masyarakat dimana peserta didik tinggal, dan institusi MTs NU 07
Patebon Kabupaten Kendal.
3. Faktor Penghambat dan Pendukung Penerapan Community Based
Learning dalam Pembelajaran Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam di MTs NU 07 Patebon
a. Mata Pelajaran Fiqih
1) Faktor Penghambat Penerepan Community Based Learning dalam
Pembelajaran Fiqh
Berdasarkan paparan data hasil penelitian terkait dengan faktor
penghambat penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal, bahwa kendala
terbut relatif minim. Sebagian besar responden justeru menganggap tidak
ada kendala yang berarti terkait penerapan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran Fiqh. Satu-satunya kendala yang muncul
terkait dengan penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata
pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon adalah masalah pembiayaan.
Kendala tersebut diungkapkan kepala madrasah, karena kepala madrasah
sebagai kepala manager mengetahui kebutuhan dana dan pembagian
aloasi dana di setiap lini program kerja pada madrasah yang dipimpinnya.
Sebagaimana telah dituturkan pada paparan data hasil penelitian
di atas bahwa faktor penghambat penerapan pembelajaran berbasis
masyarakat pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon adalah
168
faktor terbatasnya dana. Mengundang tokoh agama/masyarakat untuk mengajar
memang memerlukan dana khusus agar program dalam terlaksana sesuai
target. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, selama ini kepala madarasah
menganggarkanya dari anggaran BOS.
Madrasah perlu memikirkan kebijakan anggaran dari sumber yang lain
untuk mensuplai anggaran program pembelajaran berbasis masyarakat. Hal ini
sangat penting, mengingat honor untuk tokoh masyarakat umumnya lebih
tinggi dari guru bidang studi. Alasan ini masuk akal, karena tokoh
agama/masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu menyangkut, kompetensi,
kharisma, kedudukan, dan popularitas di masyarakat yang dibutuhkan
madrasah (pengguna).
Di samping honor guru, dana juga dibutuhkan untuk penyediaan alat
atau sumber belajar pada pembelajaran berbasis masyarakat. Sebagai contoh,
pada materi perawatan jenazah, alat, bahan, dan media yang dibutuhkan seperti
boneka, kain kafan tiga lapis, pewangi, sabun, shampo, jarus, bak mandi,
gayung, bunga, papan untuk peti mayat, paku, handuk, pakaian basah, dan
sebagainya, memerlukan anggaran dana yang berbeda dengan dengan
pembelajaran di kelas.
Berdasarkan kendala yang saat ini dihadapi terkait anggaran dana
penerapan pembelajaran berbasis masyarakat tersebut. Kepala madrasah telah
menganggarkan dana khusus dari sumbangan orang tua/wali siswa yang akan
dialokasikan pada pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat, termasuk
untuk materi perawatan jenazah yang pelaksanaannya (sesuai kalender
akademik) pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016.
169
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kendala
penerapan pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning)
pada mata pelajaran Fiqh di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal hanya
pada penganggaran dana saja.
2) Faktor Pendukung Penerepan Community Based Learning dalam
Pembelajaran Fiqh
Berdasarkan paparan data hasil penelitian bahwa faktor pendukung
penerapan pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran fiqh di MTs
NU 07 Patebon Kabupaten Kendal meliputi : 1) dukungan kepala madrasah ; 2)
dukungan dari masyarakat; 3) tersedianya fasilitas di masyarakat; 4) dukungan
dari tokoh agama/masyarakat; dan 5) dukungan dari orang tua.
Kepala madrasah merupakan desain maker atau perancang program
kegiatan di madrasah. Segala keputusan terhadap kegiatan di madrasah yang
bertanggung jawab adalah kepala madrasah. Kebijakan pelaksanaan
pembelajaran berbasis masyarakat merupakan implikasi terwujudnya kerja
sama pendidikan antara sekolah, orang tua murid, masyarakat dan negara
dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan Islam. Sehingga visi, misi,
dan tujuan madrasah sebagai bagian dari dinamika masyarakat tercapai.
Lembaga pendidikan menjadi lebih membumi dan output pendidikan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Melalui perubahan seperti ini madrasah sebagai lembaga pendidikan
Islam memperoleh kepercayaan dari masyarakat karena dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran melibatkan peran masyarakat.
Menurut Mulyasa, (2005 : 3) jika sudah ada sinergi antara sekolah, orang tua
170
murid, pemerintah, dan masyarakat, maka transformasi pendidikan Islam akan
cepat bisa terealisir. Dengan begitu tujuan madrasah untuk mencetak generasi
muslim yang berguna bagi agama dan bangsanya terasa lebih mudah tercapai.
Dukungan dari masyarakat juga turut mempengaruhi pelaksanaan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajara Fiqh. Salah satu bentuk
dukungan masyarakat adalah menyediakan sarana atau sumber belajar bagi
kegiatan pembelajaran Fiqh seperti perawatan jenazah, shalat berjamaah di
masjid, dan sebagainya sebagai bentuk rasa memiliki masyarakat terhadap
program pendidikan di madrasah.
Dukungan dari masyarakat yang lain adalah menyediakan sumber
daya manusia yang dibutuhkan bagi pengembangan madrasah. Sumber daya
tersebut dapat berasal dari tokoh agama/masyarakat yang punya keahlian di
bidang Fiqh seperti para pengasuh pondok pesantren atau modin di desa untuk
berpartisipasi memberikan ilmu dan pengalamannya dalam proses
pembelajaran Fiqh kepada peserta didik. Hal ini sejalan dengan konsep
pembelajaran berbasis masyarakat merupakan yang dikemukakan Suharto
(2005 : 325) bahwa kegiatan pembelajaran berbasis masyarakat adalah
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan.
Atas dasar tersebut pembelajaran berbasis masyarakat yang bertumpu
pada tiga pilar utama yaitu “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat”, artinya pendidikan merupakan jawaban dari kebutuhan
masyarakat. Pembelajaran oleh masyarakat artinya masyarakat merupakan
pelaku atau subjek pendidikan yang aktif, bukan hanya sekedar sebagai objek
pendidikan sehingga masyarakat betul-betul memiliki, bertangungjawab dan
171
peduli terhadap pendidikan. Pembelajaran untuk masyarakat artinya
masyarakat secara aktif terlibat dalam program pembelajaran seperti
perencanaan, implementasi, pengelolaan, dan evaluasi yang dirancang untuk
menjawab kebutuhan masyarakat.
c. Mata Pelajaran al-Quran Hadits
1) Faktor Penghambat Penerepan Community Based Learning dalam
Pembelajaran al-Quran Hadits
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan pada bab sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat penerapan pembelajaran
berbasis masyarakat pada mata pelajaran al-Quran Hadits hampir sama
dengan mata pelajaran Fiqh salah satunya terbatasnya dana dan minat
peserta didik dalam mengikuti pembelajaran al-Quran Hadits.
Seperti telah peneliti jelaskan sebelumnya terkait kendala dana.
Madrasah melalui beberapa kebijakan kepala madrasah disertai dukungan
dari komponen sekolah, orang tua dan masyarakat, telah mengalokasikan
pos-pos sumber dana untuk anggaran peningkatan program pembelajaran
berbasis masyarakat pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 ini.
Pos-pos tersebut berasal dari sumbangan orang tua, sisa anggaran BOS, dan
sumbangan dari donatur masyarakat. Berdasarkan pengakuan dari kepala
madrasah, banyak mahasiswa yang meneliti di MTs 07 Patebon
memberikan kenang-kenangan yang mendukung pembelajaran berbasis
masyarakat seperti satu paket kitab tahlil, satu paket kitab juz `Amma, dan
terakhir mahasiswa dari Unisula memberikan seperangkat alat untuk
menulis kaligrafi yang ditaksir seharga Rp. 700.000 rupiah.
172
Terlepas dari dari mana sumber dana tersebut diperoleh, perlu kiranya
madrasah untuk mengajak masyarakat turut ambil bagian dalam mendanai
penyelenggaraan pembelajaran berbasis masyarakat. Dalam konteks inilah
kegiatan kehumasan di madrasah menjadi bagian penting. Menurut Iriantara
(2013 : iv), humas sekolah bertujuan membangun komunikasi dan relasi
dengan stakeholder-nya untuk membangun saling pengertian dan
mengembangkan kemaslahatan bersama. Kegiatan kehumasan juga menunjang
kegiatan utama lembaga pendidikan yaitu pembelajaran. Berdasarkan konsep
tersebut, kegiatan kehumasan secara teoritik maupun aplikatif mempunyai
peran sentral mendukung kelancaran dan kesuksesan program pembelajaran
berbasis masyarakat yang diselenggarakan madrasah.
2) Faktor Pendukung Penerepan Community Based Learning dalam
Pembelajaran al-Quran Hadits
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor pendukung penerapan
pembelajaran berbasis masyarakat pada mata pelajaran Al Quran Hadits di
MTs NU 07 Patebon adalah dukungan kepala madrasah, guru, tokoh
agama/masyarakat, orang tua, dan masyarakat.
Dukungan tersebut merupakan salah satu bentuk kepemilikan
masyarakat terhadap MTs NU 07 Patebon seperti menyediakan sumber daya
yang berkualitas di bidang ilmu-ilmu al Quran seperti tajwid, seni kaligrafi dan
seni tiwatil Quran. Secara teknis tokoh masyarakat tersebut bekerja sama
dengan guru Al Quran Hadits membuat perencanaan pembelajaran,
memberikan materi pelajaran, menyediakan saran pembelajaran, dan
mengadakan evaluasi berkelanjutan seperti pemberian remidi bagi yang belum
173
tuntas, membimbing siswa dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
seperti dalam shalat, dalam acara-acara khusus organisasi sosial keagamaan,
serta dalam kejuaraan MTQ baik di tingkat desa, kecamatan, maupun
kabupaten. Dukungan tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Suharto
(2012 : vii) bahwa dukungan masyarakat terhadap pembelajaran di madrasah
adalah dalam bentuk pelibatan menyusun kurikulum, membantu pendanaan
sekolah, dan melayani pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya
sendiri (Suharto, 2012 : vii).
Dukungan masyarakat di atas juga mendukung prinsip-prinsip
pembelajaran berbasis masyarakat sebagaimana diungkapkan Kerezi (2013 : 8)
bahwa bentuk-bentuk partisipasi masyarakat terhadap lembaga pendidikan
yaitu : komitmen bersama memajukan mutu sekolah, memberikan informasi
dan menjaga komunikasi, menjadi patner, membantu pengadaan sarana dan
teknologi pendidikan yang dibutuhkan sekolah, bekerja sama dalam
pembelajaran, bekerja sama memecahkan problem sekolah dan lain-lain.
Hasil penelitian Juma Abdu Wamaungo, menunjukkan siinergitas
antara sekolah atau madrasah, masyarakat, dan pemerintah sangat potensial
untuk memajukan kualitas pendidikan dan menggirahkan masyarakat untuk
menjalin hubungan dengan sekolah. Melalui hasil penelitiannya Wamaungo
(2014 : 98) menemukan ada tiga jenis partisipasi masyarakat yaitu partisipasi
pasif, partisipasi pemberian informasi, dan partisipasi konsultasi. Berdasarkan
hasil temuan tersebut apabila diterapkan pada madrasah harus sering
melakukan sosialisasi program-program yang sudah, sedang dan akan
dilaksanakan. Gambaran dan kondisi madrasah harus senantiasa
174
diinformasikan kepada masyarakat agar masyarakat memahami betul
perkembangan dan dinamika madrasah. Cara seperti ini merupakan salah satu
media untuk menarik dan mengikutsertakan masyarakat dalam proses
pendidikan dan pembelajaran di madrasah (Jhonson, 2007 : 47).
Hubungan madrasah dengan masyarakat idealnya harus terjaga. Jika
hubungan tersebut sudah terjaga secara harmonis, akan tercipta saling
pengertian antara madrasah, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada
di masyarakat. Hal ini pada gilirannya akan membantu terciptanya jalinan
kerjasama dan saling membantu antara madrasah dan masyarakat karena
mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing. Strategi ini
pada dasarnya dimaksudkan agar masyarakat merasa ikut bertanggung jawab
atas sukses dan tidaknya pendidikan di madrasah.
Pembelajaran berbasis masyarakat di MTs NU 07 Patebon juga sangat
potensial dikembangkan dalam rangka penerimaan siswa baru. Di tengah
persaingan yang kompetitif dengan beberapa sekolah negeri dan swasta yang
lain, program pembelajaran berbasis masyarakat ternyata dalam segi ini
memiliki nilai potensial mengembangkan jalinan sosial yang luas di
masyarakat di wilayah kabupaten Kendal dan Batang. Sejak diterapkannya
program pembelajaran berbasis masyarakat, jumlah siswa yang masuk di
madrasah bertambah satu kelas. Masyarakat yang merasa sudah memiliki dan
membutuhkan madrasah dengan sendirinya memiliki kepercayaan untuk
menyekolahkan anaknya. Hal ini sejalan temuan Waras Kamdi, dalam salah
satu penelitiannya terhadap sekolah/madrasah yang menyelenggarakan
pembelajaran berbasis masyarakat di Malang ditemukan memiliki jaringan
175
kerja sosial yang luas dan mengembangkan kerja sama dengan pos-pos
organisasi penting di masyarakat, sehingga setiap penerimaan siswa baru setiap
tahun pelajaran tetap melimpah dan tetap menyelenggarakan seleksi siswa baru
dengan proporsional (Kamdi, 2014 : 218-219).
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, maka konsep
pembelajaran berbasis masyarakat yang ideal menurut peneliti adalah sebagai
berikut :
a. Guru bersama masyarakatan melakukan pemetaan materi pelajaran rumpun mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam yakni mata pelajaran Fiqh dan al-Quran
Hadits sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
memerlukan pembelajaran berbasis masyarakat
b. Guru bersama masyarakat membuat perencanaan pelaksanaaan pembelajaran
(RPP), di mana dalam menyusun perencanaan pembelajaran ini, masyarakat
benar-benar terlibat secara aktif tidak hanya sekedar memberi masukan,
sehingga mulai dari strategi pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan tindak
lanjutnya, masyarakat benar-benar mengetahui perencanaannya.
c. Sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditentukan guru bersama-sama dengan
masyarakat melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat dengan mengacu
pada rencana yang telah disusun bersama (RPP). Mengingat pentingnya
tahapan ini bagi keberhasilan pembelajaran berbasis masyarakat, maka antara
guru dan masyarakat harus benar-benar terjadi kerja sama yang baik untuk
melaksanakan setiap tahapan dalam perencanaan.
d. Penilaian untuk mencapai kompetensi peserta didik dalam pembelajaran
berbasis masyarakat harus dilakukan secara bersama-sama oleh guru dan
176
masyarakat. Dalam hal ini masyarakat benar-benar ikut menilai, tidak
sekedar memberikan masukan kepada guru, atau sebaliknya tokoh
masyarakat yang memberi nilai, sementara guru hanya memberi masukan
saja. Melalui kerjasama dalam penilaian ini antara guru dan masyarakat
sehingga penilaian berjalan objektif.
e. Analisa hasil penilaian untuk mengetahui ketuntasan belajar peserta didik
sesuai KKM harus dilaksanakan bersama antara guru dan masyarakat.
f. Dalam melaksanakan tindak lanjut hasil analisa penilaian, guru harus
melibatkan masyarakat dalam bentuk masyarakat memberikan pertimbangan
g. Evaluasi pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat dalam rangka
untuk peningkatan pelaksanaan pembelajaran berbasis masyarakat pada
tahun berikutnya, guru harus meminta masukan dari masyarakat, sehingga
perencanaan semakin baik dan diharapkan pelaksanaannya juga semakin
baik.
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian yang penulis lakukan, terdapat keterbatasan-
keterbatasan di antaranya:
1. Keterbatasan waktu penelitian, ada beberapa materi pelajaran di MTs NU 07
Patebon seperti perawatan jenasah yang tidak dapat diamati secara langsung
oleh peneliti. Hal ini disebabkan materi pelajaran tersebut diberika pada
akhir semester II. Untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran berbasis
masyarakat pada materi perawatan jenazah tersebut diperoleh hanya dari
data intervieu dan dokumentasi.
177
2. Keterbatasan dokumen pendukung. Ada beberapa dokumen yang diperlukan
sebagai pendukung tidak dapat peneliti peroleh di lapangan. Hal ini
disebabkan karena ketidaktahuan siapa yang menyimpan data atau di tempat
mana data tersebut disimpan.
3. Adanya rasa sungkan dari peneliti ketika mengadakan wawancara
mendalam kepada para tokoh agama/masyarakat. Hal ini tentunya
mengurangi kekuatan atau respek peneliti dalam memberikan persepsi dan
umpan balik dari hasil proses wawancara tersebut. Meskipun demikian,
peneliti tetap melakukan intervieu sesuai pedoman wawancara yang telah
disusun sebelumnya.
4. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang hanya menjelaskan hasil
penelitian berdasarkan data deskriptif. Peneliti berharap di masa yang akan
datang diadakan penelitian pengembangan agar ditemukan model
pembelajaran berbasis masyarakat (Community Based Learning) yang lebih
baik kualitasnya.