Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang...

17
28 Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV. 1 Analisis Bahan Baku Analisis terhadap kedua bahan baku yang dilakukan di Balai Besar Selulosa, yang sekarang dikenal dengan nama Balai Besar Pulp dan Kertas, dan hasilnya disajikan pada Tabel IV.1. Tabel IV.1 Analisis Bahan Baku No. Keterangan Tongkol Jagung (% b) Tandan Kosong Sawit (% b) 1 Air 8,33 9,29 2 Hemiselulosa 31,93 22,03 3 Selulosa 33,78 31,80 4 Lignin 11,60 17,79 5 Abu 2,09 11,30 Hasil analisis di atas memperlihatkan bahwa banyaknya selulosa yang dimiliki oleh tandan kosong sawit (TKS) dan tongkol jagung hampir sama, dan kandungan lignin TKS lebih besar dari pada tongkol jagung. Tetapi sebaliknya kandungan hemiselulosanya lebih rendah. Disamping itu kedua bahan juga mengandung air, sehingga perlu dilakukan penyiapan bahan terlebih dahulu. Perlakuan yang diberikan untuk mempersiapkan bahan adalah dengan jalan pencucian berkali-kali menggunakan air. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan debu yang melekat pada bahan. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada temperatur 50 o C selama 24 jam, sekaligus juga untuk menghilangkan kandungan air pada bahan. Kondisi ini dipilih dengan tujuan agar tidak ada komponen pada bahan yang terdegradasi akibat panas yang tinggi. Setelah pengeringan bahan kemudian dilakukan pengecilan ukuran (size reduction), dimana tongkol jagung diperhalus hingga berdiameter + 3 mm ( 5 dan 6 mesh) dan TKS dipotong-potong + 5 cm. Selanjutnya bahan siap untuk diproses.

Transcript of Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang...

Page 1: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

28

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

IV. 1 Analisis Bahan Baku

Analisis terhadap kedua bahan baku yang dilakukan di Balai Besar Selulosa, yang

sekarang dikenal dengan nama Balai Besar Pulp dan Kertas, dan hasilnya

disajikan pada Tabel IV.1.

Tabel IV.1 Analisis Bahan Baku

No. Keterangan Tongkol Jagung (% b)

Tandan Kosong Sawit (% b)

1 Air 8,33 9,29 2 Hemiselulosa 31,93 22,03 3 Selulosa 33,78 31,80 4 Lignin 11,60 17,79 5 Abu 2,09 11,30

Hasil analisis di atas memperlihatkan bahwa banyaknya selulosa yang dimiliki

oleh tandan kosong sawit (TKS) dan tongkol jagung hampir sama, dan kandungan

lignin TKS lebih besar dari pada tongkol jagung. Tetapi sebaliknya kandungan

hemiselulosanya lebih rendah. Disamping itu kedua bahan juga mengandung air,

sehingga perlu dilakukan penyiapan bahan terlebih dahulu.

Perlakuan yang diberikan untuk mempersiapkan bahan adalah dengan jalan

pencucian berkali-kali menggunakan air. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan

debu yang melekat pada bahan. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan

menggunakan oven pada temperatur 50oC selama 24 jam, sekaligus juga untuk

menghilangkan kandungan air pada bahan. Kondisi ini dipilih dengan tujuan agar

tidak ada komponen pada bahan yang terdegradasi akibat panas yang tinggi.

Setelah pengeringan bahan kemudian dilakukan pengecilan ukuran (size

reduction), dimana tongkol jagung diperhalus hingga berdiameter + 3 mm ( 5 dan

6 mesh) dan TKS dipotong-potong + 5 cm. Selanjutnya bahan siap untuk diproses.

Page 2: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

29

IV.2 Proses Pengolahan Awal

Proses pretreatment (pengolahan awal) yang dilakukan terhadap bahan mencakup

dua perlakuan, yaitu: 1) perendaman dengan pelarut amoniak dan turunan

organiknya (proses delignifikasi), dan 2) hidrolisis asam menggunakan HCl 0,3 M

(proses penghilangan hemiselulosa). Masing-masing pengerjaan dilakukan secara

duplo (2 kali) dengan bahan sebanyak + 20 gram.

Gambar IV.1 Peralatan yang digunakan, (a) reaktor delignifikasi, (b) peralatan refluks , dan (c) penyaringan.

Perendaman dengan pelarut (proses delignifikasi) menggunakan gelas kimia

(beaker glass) sebagai reaktor. Untuk mencegah terjadinya penguapan maka

reaktor ini ditutup dengan menggunakan alumunium foil (Gambar IV.1.a). Proses

ini dilakukan pada kondisi ruang, yaitu temperatur 25oC dan tekanan 1 atm selama

24 jam. Perlakuan kedua, yaitu hidrolisis asam menggunakan peralatan refluks

berpengaduk, terdiri atas batang pengaduk, motor penggerak, kondensor, labu

distilasi, jaket pemanas, dan termometer (Gambar IV.1.b). Proses ini dilakukan

pada temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang

diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam

derajat delignifikasi pada perlakuan 1 dan derajat hidrolisis pada perlakuan 2.

Derajat delignifikasi adalah persentase berat yang berkurang setelah proses

delignifikasi (perlakuan 1) dibagi dengan persentase lignin bahan baku. Derajat

hidrolisis adalah persentase berat yang berkurang setelah proses hidrolisis asam

(perlakuan 2) dibagi dengan persentase hemiselulosa bahan baku.

(a) (b) (c)

Page 3: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

30

Tabel IV.2 Hasil Akhir Pengolahan Awal

Derajat Delignifikasi

Bahan Amoniak 2,9 M

Amoniak 4,542 M

Dietilamina 2,9 M

Isopropilamina

1,751 M

Derajat Hidrolisis

Tongkol jagung 80 – 90 % - - - > 95%

Tandan kosong sawit

50 – 55 % 65 – 70 % 55 – 60 % 65 – 75 % > 80 %

IV.2.1 Perendaman Dengan Larutan Amoniak dan Turunannya

Pemakaian tongkol jagung sebagai bahan baku dimaksudkan untuk memverifikasi

penelitian yang dilakukan oleh Cao (1996). Oleh karena itu tongkol jagung hanya

dikenai perlakuan dengan menggunakan amoniak pada konsentrasi 2,9 M (5%

berat). Hal ini disebabkan karena perendaman dengan amoniak 2,9 M sudah

memberikan hasil yang maksimal dan juga sesuai dengan apa yang diperoleh Cao

(ditunjukan oleh Tabel II.5 dan Tabel IV.2).

Gambar IV.2 Pretreatment tongkol jagung, (a) proses perendaman tongkol jagung menggunakan amoniak, (b) tongkol jagung setelah pretreatment, dan (c) amoniak setelah perendaman tongkol jagung Gambar IV.2.b memperlihatkan tongkol jagung yang sudah diberi perlakuan

mempunyai warna yang lebih terang dari pada bahan awal. Hal ini disebabkan

oleh proses delignifikasi sekaligus juga menghilangkan warna pada bahan. Ini

dapat dilihat dari bekas pelarut yang berwarna coklat kehitaman (Gambar IV.2.c).

Dengan menggunakan distilasi, maka diperoleh lignin yang berwarna coklat gelap

(dark brown) dan larutan amoniak yang tidak berwarna (Gambar IV.3).

(a) (b) (c)

Page 4: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

31

Gambar IV.3 Proses pemisahan lignin dari pelarutnya, (a) Peralatan untuk proses distilasi, (b) distilat amoniak, (c) lignin yang masih bercampur sedikit pelarut, dan (d) lignin setelah pengeringan.

Berikutnya digunakan bahan baku utama, yaitu tandan kosong sawit (TKS). Pada

perlakuan pertama, TKS direndam dengan menggunakan 3 (tiga) macam pelarut,

yaitu: amoniak, dietilamina, dan isopropilamina.

IV.2.1.1 Perendaman Dengan Amoniak

Data pada Tabel IV.1 menunjukkan bahwa pada konsentrasi amoniak 2,9 M,

lignin yang terlarut hanya 50 – 55 %. Ini menunjukkan bahwa hanya setengah dari

kandungan lignin yang ada pada bahan mampu dilarutkan oleh pelarut. Untuk itu

perlu dilakukan suatu tindakan yang dapat meningkatkan hasil perolehan. Secara

teoritis, untuk meningkatkan hasil perolehan dapat dilakukan dengan beberapa

cara, diantaranya ialah dengan meningkatkan konsentrasi pelarut dan/atau dengan

pemanasan. Oleh karena itu dilakukan variasi konsentrasi amoniak dan perbedaan

temperatur (pemanasan). Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan

penambahan pelarut segar selama waktu proses, tetapi karena keterbatasan waktu

hal ini tidak dikerjakan.

IV.2.1.1.1 Variasi Konsentrasi Pelarut

Data hasil perendaman TKS dengan amoniak pada beberapa konsentrasi

ditunjukan oleh Tabel IV.3.

(a) (b) (c) (d)

Page 5: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

32

Tabel IV.3 Perendaman dengan Amoniak pada Berbagai Konsentrasi No. Konsentrasi Amoniak Derajat Delignifikasi 1 2,900 M 50 – 55 % 2 4,542 M 65 – 70 % 3 5,083 M 65 – 70 % 4 5,624 M 40 – 50 %

Hasil-hasil yang diperoleh tesebut menunjukan bahwa konsentrasi amoniak 4,542

M (8% berat) dan 5,083 M (9% berat) memberikan hasil yang tertinggi yaitu 65 –

70 % lignin terikut pada pelarut. Namun hasil ini belum semaksimal seperti pada

tongkol jagung. Kemungkinan besar adalah diakibatkan oleh struktur ligninnya

yang berbeda dari struktur lignin yang ada pada tongkol jagung. Secara fisik kita

dapat melihat bahwa TKS berupa serat yang cukup keras, karena itu struktur

masing-masing komponennya berbeda dengan struktur pada tongkol jagung.

Tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan analisa terhadap struktur ligninnya.

Dengan penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi (5,624 M ≈ 10% berat)

perolehan lignin justru berkurang. Penurunan hasil ini memerlukan kajian lebih

lanjut, terutama terhadap struktur lignin

IV.2.1.1.2 Variasi Temperatur

Seperti yang telah diuraikan di atas, salah satu cara untuk memperoleh hasil yang

tinggi adalah dengan menaikkan temperatur proses, dimana proses ini tidak

terlepas dari data fisik berupa titik didih dan tekanan uap bahan tersebut.

Terutama untuk bahan-bahan yang mempunyai titik didih di bawah kondisi

lingkungan karena akan terjadi penguapan. Karena itu diambil variasi temperatur

50oC. Untuk variasi ini digunakan pelarut amoniak 4,542 M (8% berat). Peralatan

yang digunakan tetap reaktor yang sama dan ditutup dengan bahan yang sama.

Sebagai pemanas digunakan penangas air (water bath) dengan kontrol temperatur

pada temperatur 50oC seperti yang ditunjukkan oleh Gambar IV.4. Hasilnya

ditunjukan oleh Tabel IV.4.

Page 6: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

33

Gambar IV.4 Peralatan pemanasan, (a) water bath sebagai sumber panas, dan (b) reaktor yang terisi bahan dalam water bath.

Tabel IV.4 Hasil Perolehan dengan Variasi Temperatur

No. Temperatur Derajat Delignifikasi 1 25oC 65 – 70 % 2 50oC 60 – 70 %

Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kenaikkan temperatur

terhadap derajat delignifikasi.

IV.2.1.2 Perendaman Dengan Dietilamina

Dietilamina dengan rumus molekul (C2H5)2NH, merupakan turunan organik dari

amoniak dimana dua atom H pada NH3 diganti dengan dua gugus etil (C2H5).

Perendaman dengan menggunakan pelarut dietilamina dengan berbagai

konsentrasi pada temperatur 25oC memberikan hasil seperti yang terlihat pada

Tabel IV.5.

Tabel IV.5 Perendaman dengan Dietilamina pada Berbagai Konsentrasi

No. Konsentrasi Dietilamina Derajat Delignifikasi 1 1,422 M 50 – 60 % 2 1,706 M 50 – 60 % 3 2,900 M 55 – 60 %

Untuk pelarut dietilamina, konsentrasi yang digunakan adalah 1,422 M (15%

berat), 1,706 M (18% berat), dan 2,9 M (30,301% berat). Dengan pertimbangan

bahwa pada konsentrasi 2,9 M, dari perhitungan, dibutuhkan senyawa dietilamina

(a) (b)

Page 7: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

34

dalam jumlah yang lumayan banyak (153,034 ml), harganya lebih mahal dari

amoniak, dan senyawa organik lebih kuat sebagai pelarut dari pada senyawa

anorganik, maka digunakan konsentrasi yang lebih kecil.

Tabel IV.5 menunjukkan derajat delignifikasi berbagai konsentrasi mendekati

nilai yang sama berkisar antara 50 – 60 %. Walaupun pada konsentrasi 1,422 M

sudah memberikan hasil yang sama, tetapi karena range (jarak) antara pada

konsentrasi 2,9 M lebih dekat, maka diambil kesimpulan bahwa konsentrasi inilah

yang memberikan hasil terbaik.

Jika dibandingkan dengan pelarut amoniak pada konsentrasi yang sama (Tabel

IV.3) yaitu 2,9 M, maka dietilamina memberikan hasil yang sedikit lebih baik.

Hal ini dapat disebabkan oleh sifat dietilamina yang lebih stabil pada kondisi

lingkungan, dimana dietilamina memiliki titik didih 56,3oC atau jauh diatas

temperatur lingkungan. Jika memakai konsentrasi yang lebih kecil, maka volume

pemakaian zat juga akan lebih sedikit dibandingkan amoniak dengan hasil yang

sama.

Sama halnya dengan amoniak, maka disini juga dilakukan pemanasan yang

dimaksudkan untuk meningkatkan hasil. Variasi temperatur ini juga dilakukan

pada temperatur 50oC, artinya kondisi yang dipakai masih dibawah titik didih zat

tersebut. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel IV.6.

Tabel IV.6 Hasil Perolehan dengan Variasi Temperatur

No. Temperatur Derajat delignifikasi 1 25oC 55 – 60 % 2 50oC 60 – 70 %

Tabel di atas memperlihatkan terjadinya peningkatan hasil dengan menggunakan

pemanasan. Ini berarti pemanasan memberikan pengaruh terhadap pelarutan lignin

oleh dietilamina. Tetapi disini terjadi permasalahan dimana alumunium foil yang

digunakan sebagai penutup menghitam, meleleh, dan kemudian berlobang-lobang,

Page 8: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

35

sehingga ditarik kesimpulan bahwa penutupnya ikut beraksi dengan dietilamina.

Akhirnya pada tempuhan percobaan ini, alumunium foil diganti dengan plastik.

IV.2.1.3 Perendaman Dengan Isopropilamina

Isopropilamina mempunyai rumus molekul (CH3)2CHNH2 juga merupakan

turunan organik dari amoniak. Dan dengan alasan yang sama dengan dietilamina,

maka konsentrasi pelarut yang digunakan adalah 1,4 M (12% berat), 1,751 M

(15% berat), dan 2,9 M (24,84% berat). Hasilnya ditunjukan oleh Tabel IV.7.

Tabel IV.7 Perendaman dengan Isopropilamina pada Berbagai Konsentrasi

No. Konsentrasi Isopropilamina Derajat Delignifikasi 1 1,400 M 55 – 65 % 2 1,751 M 65 – 75 % 3 2,900 M 60 – 70 %

Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil yang terbaik diberikan oleh

isopropilamina pada konsentrasi 1,751 M. Jika dibandingkan dengan amoniak,

maka hasil yang diperoleh oleh isopropilamina pada konsentrasi 1,751 M sama

dengan hasil yang diperoleh pada amoniak konsentrasi 4,542 M. Dengan merujuk

pada Tabel II.5, isopropilamina mempunyai derajat kebasaan yang lebih

mendekati dibandingkan dietilamina terhadap amoniak. Isopropilamina juga

mempunyai titik didih 32,4oC atau sedikit diatas temperatur lingkungan, sehingga

zat ini bersifat lebih stabil dibandingan amoniak pada kondisi lingkungan,

sehingga proses pelarutannya lebih baik dari amoniak.

Pada penggunaan konsentrasi 2,9 M terjadi penurunan hasil perolehan. Seperti

halnya pada amoniak, maka penyebab penurunan hasil ini perlu dikaji lebih lanjut.

Tabel IV.8 Hasil Perolehan dengan Variasi Temperatur

No. Temperatur Derajat delignifikasi 1 25oC 65 – 70 % 2 50oC 70 – 75 %

Page 9: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

36

Tabel di atas menunjukan hasil derajat delignifikasi dengan menaikkan temperatur

proses hingga 50oC. Disini terjadi peningkatan hasil dengan adanya pemanasan.

Artinya panas yang diberikan dapat mempengaruhi dan meningkatkan proses

pelarutan lignin oleh isopropilamina. Seperti halnya dietilamina, penutup reaktor

yang digunakan pada isopropilamina yang dipanaskan juga mengalami perubahan,

sehingga penutupnya diganti dengan plastik.

Dari ketiga jenis pelarut yang digunakan, baik pada kondisi ruang ataupun dengan

pemanasan, persentase lignin yang dapat dipisahkan dari TKS berkisar antara 60 –

75 % dari total kandungan lignin yang ada pada TKS. Artinya TKS masih

mengandung lignin yang cukup besar pada proses selanjutnya.

IV.2.2 Hidrolisis Asam

Hidrolisis asam menggunakan asam klorida encer (HCl 0,3 M), dimaksudkan

untuk memisahkan hemiselulosa yang ada pada bahan lignoselulosa.

Hemiselulosa juga bernilai ekonomis yang tinggi, dimana hemiselulosa dapat

difermentasi menjadi alkohol, dirubah menjadi furfural, dan ksilosa pada

hemiselulosa dapat dijadikan ksilitol, zat yang bermanfaat bagi tubuh.

Hidrolisis asam dilakukan pada temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama

1 jam. Hasilnya dilaporkan dalam Tabel IV.9.

Tabel IV.9 memperlihatkan bahwa tongkol jagung yang dihidrolisis memberikan

hasil yang maksimal. Hal ini diakibatkan oleh pemisahan lignin yang besar seperti

yang diuraikan di atas pada Tabel IV.1, sehingga asam klorida lebih mudah

menghidrolisis hemiselulosa yang sudah terbebas dari lignin.

Page 10: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

37

Tabel IV.9 Persentase Pemisahan Hemiselulosa Menggunakan HCl 0,3 M

Bahan No Pelarut Basa Derajat Hidrolisis Tongkol jagung 1 Amoniak 2,9 M > 99%

2 Amoniak - 2,9 M > 90% - 4,542 M > 80% - 5,083 M > 80% - 5,624 M > 80%

3 Dietilamin - 1,422 M > 85% - 1,706 M > 85% - 2,9 M > 85%

4 Isopropilamin - 1,4 M > 90%

- 1,751 M > 90%

TKS

- 2,9 M > 90%

Pada TKS nilainya bervariasi atau secara umum dapat disimpulkan proses ini

hanya mampu menghidrolisis hemiselulosa dengan kisaran nilai > 80%. Hal ini

disebabkan oleh kemampuan pelarut basa yang tidak optimal dalam melarutkan

lignin yang membebat hemiselulosa dan selulosa. Maksudnya didalam serat TKS

masih mengandung lignin yang cukup besar, yang diperkirakan akan menghambat

proses-proses yang akan dilakukan selanjutnya terhadap serat TKS tersebut.

Secara fisik TKS yang telah direndam dengan basa dan kemudian dilanjutkan

dengan hidrolisis asam, seratnya menjadi lebih rapuh. Sehingga ukuran bahan

menjadi lebih kecil dan luas permukaan bahan yang akan kontak dengan enzim

menjadi lebih besar, yang berarti dapat lebih mempermudah proses kerja dari

enzim dalam menghidrolisis bahan tersebut.

IV.3 Uji Hidrolisis Enzimatik Selulosa Hasil Pretreatment

Hidrolisis enzimatik dimaksudkan untuk menguji keefektifan proses-proses yang

telah dilakukan sebelumnya (pretreatment) untuk memperoleh glukosa melalui

hidrolisis selulosa oleh enzim. Disini digunakan enzim cellulase, yang merupakan

Page 11: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

38

suatu jenis enzim yang kompleks, yang mengandung endo 1-4-β-glukanase, exo

1-4-β-glukanase, dan β-glukosidase (cellobiase) (Chaplin, 2004).

Sebelum hidrolisis enzimatik terlebih dahulu dilakukan uji aktifitas terhadap

enzim seperti yang telah diuraikan pada Bab III. Hidrolisis ini dilakukan selama

48 jam pada temperatur 50oC dan pH 4,8. Peralatan yang digunakan diperlihatkan

oleh Gambar IV.5. Disini digunakan panangas air (Gambar IV.5.a) yang

dilengkapi dengan pengerak (sheaker). Hal ini dimaksudkan agar proses

enzimatiknya berlangsung sempurna. Reaktor yang digunakan adalah erlenmeyer

200 ml yang disusun didalam penangas tersebut (Gambar IV.5.b). Bahan yang

digunakan adalah sebanyak 2 gram; 50 ml larutan buffer sitrat untuk

mempertahankan pH 4,8; dan 5 ml enzim.

Gambar IV.5 Peralatan hidrolisis enzimatik, (a) water bath yang dilengkapi sheaker, (b) erlenmeyer sebagai reaktor.

Gambar IV.6 Hasil hidrolisis enzimatik, dari kiri ke kanan: tanpa treatment, NH3, HCl, Isopropilamina, Dietilamina, NH3 (2,9 M) + HCl, NH3 (4,542 M) + HCl, Isoropilamina + HCl, Dietilamina + HCl, tongkol jagung, dan kertas saring.

(a) (b)

Page 12: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

39

Gambar IV.6 memperlihatkan hasil enzimatik dari berbagai pretreatment yang

dilakukan. TKS yang tidak diberi perlakuan apa-apa hasilya berwarna

kekuningan. Demikian juga dengan TKS yang hanya dikenai satu macam

perlakuan saja, hasil enzimatik juga berwarna sedikit kekuningan. Tetapi TKS

yang diberi perlakuan perendaman dengan basa dan dilanjutkan dengan hidrolisis

asam memberikan hasil glukosa yang tidak berwarna (bening). Kertas saring dan

tongkol jagung juga memberikan hasil berupa glukosa yang tidak berwarna.

Pengujian kadar glukosa dilakukan pada empat titik yakni pada jam ke-12, 24, 36,

dan 48. Penentuan kadar glukosa yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan

metode Shaffer-Somogyi.

Gambar IV.7 Pengujian kadar glukosa dengan metode Shaffer-Somogyi, (a) dari kiri ke kanan titik akhir titrasi; larutan yang mengandung glukosa ditandai dengan timbulnya warna merah bata setelah dilakukan pemanasan; dan larutan yang tidak mengandung glukosa, (b) larutan dengan kadar glukosa yang tinggi, (c) perubahan warna sebagai titik akhir titrasi.

Gambar IV.8 TKS setelah dienzimatik selama 48 jam, (a) tanpa treatment; NH3; HCl; Isopropilamina; Dietilamina; dan NH3 (2,9 M) + HCl, (b) NH3 (4,542 M) + HCl; Isoropilamina + HCl; Dietilamina + HCl; tongkol jagung; dan kertas saring.

(a) (b) (c)

(a) (b)

Page 13: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

40

Hasil hidrolisis terhadap TKS, tongkol jagung dan kertas saring, ditunjukan oleh

Tabel IV.10 dan Gambar IV.9. Gambar IV.9 hanya menunjukkan hasil dari kedua

perlakuan, hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.

Tabel IV.10 Perolehan Glukosa

[Glukosa] (mg/ml) 0 jam 12 jam 24 jam 36 jam 48 jam

Tandan Kosong Sawit Tanpa treatment 0 0.04 0.20 0.49 0.49 HCl 0 0.26 0.49 0.71 0.99 NH3 4,542 M 0 0.31 0.76 0.83 0.99 Dietilamina 2,9 M 0 0.56 0.73 0.80 1.07 Isopropilamina 1,751 M 0 0.71 0.95 0.99 1.02 NH3 2,9 M + HCL 0 0.60 0.76 0.86 1.18 NH3 4,542 M + HCL 0 0.69 0.79 1.03 1.11 Dietilamina 2,9 M + HCl 0 0.75 0.83 0.88 1.39 Isopropilamina 1,751 M + HCl 0 0.72 0.91 1.02 1.35 Tongkol Jagung 0 2.05 2.27 3.12 3.26 Kertas saring 0 2.36 3.34 3.5 3.5

Gambar IV.9 Hidrolisis enzimatik tongkol jagung dan TKS pada berbagai proses pretreatment dibandingkan dengan kertas saring.

Page 14: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

41

Kertas saring yang digunakan adalah kertas saring Whitman No. 1 dan dalam hal

ini dijadikan pembanding, karena kertas saring dianggap sebagai selulosa murni.

Dalam waktu 48 jam, enzim hanya mampu menghasilkan 3,5 mg/ml glukosa dari

kertas saring tersebut. Ini diakibatkan oleh aktifitas enzim yang sangat kecil

(0,396 FPU/ml).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukannya pretreatment pada

bahan yang mengandung lignoselulosa, dapat mempermudah hidrolisis enzimatik

dalam merubah selulosa menjadi glukosanya. Dari gambar IV.9 terlihat bahwa

tongkol jagung memberikan hasil kadar glukosa yang mendekati nilai kertas

saring (3,26 mg/ml), artinya setelah pretreatment dilakukan terhadap tongkol

jagung maka kandungan terbesar yang dimilikinya hanyalah selulosa. Dan

membuat enzim lebih mudah menghidrolisis selulosa tersebut menjadi monomer

glukosanya.

Tetapi pada TKS hasilnya tidak seperti yang diharapkan, dimana enzim hanya

mampu menghidrolisis sedikit selulosa. Ini mungkin saja disebabkan oleh

beberapa hal:

(a) Penghilangan lignin (delignifikasi) yang tidak maksimal

(b) Aktifitas enzim yang kecil

Bagaimanapun juga pretreatment mampu meningkatkan kadar glukosa yang

diperoleh setelah enzimatik, jika dibandingkan tanpa perlakuan.

Karena kertas saring dianggap mewakili selulosa 100%, maka hasil perolehan

glukosa dari kertas saring dijadikan pembanding untuk mengukur derajat

kemudahan hidrolisis enzimatik terhadap tongkol jagung dan TKS, baik yang

telah diberi perlakuan awal ataupun tanpa perlakuan awal. Hasilnya dapat dilihat

pada Tabel IV.11, dimana tongkol jagung memberikan hasil yang jauh lebih

tinggi dibandingkan TKS dengan berbagai macam perlakuan. Namun dari sini

juga terlihat bahwa dengan memberikan perlakuan awal, maka enzim akan lebih

mudah menghidrolisis selulosa dibandingkan tanpa perlakuan.

Page 15: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

42

Tabel IV.11 Derajat Kemudahan Hidrolisis Selulosa

Derajat Kemudahan Hidrolisis Selulosa

(dibandingkan dengan kertas saring) %

Tandan Kosong Sawit Tanpa treatment 14,00 HCl 28,29 NH3 4,542 M 28,29 Dietilamina 2,9 M 30,57 Isopropilamina 1,751 M 29,14 NH3 2,9 M + HCL 33,71 NH3 4,542 M + HCL 31,71 Dietilamina 2,9 M + HCl 39,71 Isopropilamina 1,751 M + HCl 38,57 Tongkol Jagung 93,14 Kertas saring 100.00

Tabel diatas juga menunjukkan bahwa TKS yang diberi perlakuan berupa

perendaman dengan amoniak dan turunan organiknya, dilanjutkan dengan

perlakuan hidrolisis asam, memberikan hasil yang lebih baik dari pada tanpa

perlakuan ataupun hanya satu jenis perlakuan saja. Hasil terbaik diberikan oleh

pretreatment menggunakan dietilamina dan isopropilamina yang dilanjutkan

dengan hidrolisis asam menggunakan HCl.

IV.4 Analisa Konsentrasi Pelarut Bekas Pakai

Pelarut amoniak dan turunannya yang telah digunakan pada proses delignifikasi

dapat peroleh kembali dengan jalan distilasi, seperti yang ditunjukan oleh Gambar

IV.3. Karena harga pelarut yang cukup mahal, maka tentunya harus ada upaya

agar pelarut bekas ini dapat kembali digunakan. Untuk itu perlu dilakukan suatu

analisa konsentrasi pelarut bekas, dengan tujuan untuk mengetahui berapa banyak

pelarut segar yang diperlukan agar supaya pelarut ini kembali mencapai

konsentrasi yang diinginkan pada proses perendaman, sehingga dapat kembali

digunakan.

Page 16: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

43

Analisa ini menggunakan metoda titrasi asam basa dimana HCl 1 M sebagai

pentiter. Tetapi HCl distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar primer,

yaitu larutan Boraks, dan diperoleh konsentrasi HCl yang sebenarnya adalah

0,460 M.

Tabel IV.12 Analisis Konsentrasi Pelarut Bekas Pakai

No. Pelarut Konsentrasi 1 Amoniak 2,9 M 0,885 2 Amoniak 4,542 M 0,754 3 Dietilamin 2,9 M 0,650 4 Isopropilamin 1,751 M 0,937

Tabel IV.12 memperlihatkan hasil analisis terhadap ketiga jenis pelarut yaitu:

amoniak, dietilamina, dan isopropilamina. Disini terjadi penurunan konsentrasi

yang diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Sebelum pemakaian, konsentrasi pelarut tidak dianalisis terlebih dahulu,

maksudnya pelarut langsung digunakan berdasarkan data yang tersedia

pada kemasan. Ada kemungkinan selama penyimpanan konsentrasinya

telah berkurang karena ketiga pelarut bersifat mudah menguap.

2. Selama pelaksanaan proses, dimulai dari pengenceran larutan hingga

proses distilasi, kemungkinan juga terjadi penguapan dan menurunkan

konsentrasi pelarut.

3. Pada proses penyaringan tidak semua pelarut yang dapat dipisahkan dari

bahan, hal ini ditunjukan oleh air cucian bahan setelah perendaman yang

masih berwarna kecoklatan (Gambar IV.10). Artinya masih ada pelarut

yang tertinggal dalam bahan (+ 10% pelarut).

Gambar IV.10 Hasil cucian pertama dari bahan yang telah direndam dengan amoniak.

Page 17: Bab IV Hasil Dan Pembahasan temperatur 98 – 100 oC dan tekanan 1 atm selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dari kedua perlakuan ini ditunjukan oleh Tabel IV.2, dinyatakan dalam derajat

44

4. Analisis tidak segera dilakukan setelah pelarut dipakai, sehingga

diasumsikan selama penyimpanannya mengalami penguapan yang

mengakibatkan turunnya konsentrasi larutan.