BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek...

31
64 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitian Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010 dan 2011, yang berjumlah 437 perusahaan. Sedangkan untuk penentuan sampel pada penelitian ini dilakukan secara nonrandom (non probability sampling) dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan kriteria tertentu. Prosedur pemilihan sampel dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 4.1 Pemilihan Sampel No. Kriteria Jumlah 1. Perusahaan yang terdaftar di BEI sampain akhir tahun 2011. 437 2. Perusahaan yang tidak konsisten menerbitkan laporan tahunan di webside BEI pada tahun 2010 dan 2011. (263) 3. Perusahaan yang memiliki laba negativ. (28) 4. Perusahaan yang tidak menyajikan informasi terkait variabel yang digunakan. (4) 5. Perusahaan yang menggunakan mata uang asing. (12) 6. Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember. (0) Total Sampel 130

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek...

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

64

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Diskripsi Objek Penelitian

Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah semua perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010 dan 2011, yang berjumlah

437 perusahaan. Sedangkan untuk penentuan sampel pada penelitian ini dilakukan

secara nonrandom (non probability sampling) dengan menggunakan metode

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan kriteria tertentu. Prosedur

pemilihan sampel dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 4.1

Pemilihan Sampel

No. Kriteria Jumlah

1. Perusahaan yang terdaftar di BEI sampain akhir

tahun 2011.

437

2. Perusahaan yang tidak konsisten menerbitkan laporan

tahunan di webside BEI pada tahun 2010 dan 2011.

(263)

3. Perusahaan yang memiliki laba negativ. (28)

4. Perusahaan yang tidak menyajikan informasi terkait

variabel yang digunakan.

(4)

5. Perusahaan yang menggunakan mata uang asing. (12)

6. Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan

keuangan yang berakhir pada 31 Desember.

(0)

Total Sampel 130

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

65

Berdasarkan kriteria-kriteria dari table 4.1 peneliti memperoleh sampel sebanyak

130 perusahaan. Penelitian ini menggunakan data time series yaitu pada tahun 2010

dan 2011 jadi sampel pada penelitian ini berjumlah 260 perusahaan. Alasan yang

mendasari pemilihan tahun 2010 dan 2011 adalah penelitian ini dilaksanakan pada

tahun 2013, sehingga masih sulit dalam pencarian data pada tahun 2012. Data

perusahaan sampel dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2 Statistik Diskriptif

Analisis diskriptif memberikan informasi mengenai gambaran data yang

digunakan oleh peneliti untuk diolah. Informasi tersebut meliputi nilai maksimum,

minimum, rata-rata(mean), dan standart deviasi dari masing-masing variabel yang

digunakan. Berdasarkan data diolah yang diperoleh oleh, peneliti Statistic Diskriptif

yang dihasilkan dapat dilihat dalam table 4.2, sebagai berikut:

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

66

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

IPS 260 .3200 .8700 .635808 .0894067

KM 260 .0000 .4400 .026568 .0700043

KB 260 .0000 .9818 .359874 .2832184

KP 260 .0000 .9000 .046070 .1714191

DKI 260 .2000 .8000 .413811 .1182174

UDK 260 2 10 3.87 1.358

KDK 260 .0000 1.0000 .420969 .2432073

L 260 .0100 3.2100 .517556 .3909095

FS 260 18.8856 34.9542 28.210361 2.0002846

ROA 260 .0001 .5096 .079675 .0868075

Valid N (listwise) 260

Sumber: Data Diolah Lampiran 2

Dari analisis Diskriptif pada table 4.2 menunjukkan nilai maksimum, minimum,

rata-rata (mean), dan standart deviasi dari perusahaan sampel. Dari table diatas dapat

dilihat bahwa dari total sampel 260 perusahaan Indeks Pengungkapan Sukarela (IPS)

memiliki nilai minimum 32 % dan nilai maksimum 87%. Rata-rata pengungkapan

sukarela perusahaan-perusahaan di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 63,58%, hal

ini menunujukkan perusahaan sampel sudah mematuhi peraturan yang berlaku

tentang penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik

(BAPEPAM No. Kep-134/BL/2006).

Pada variabel Kepemilikan Manajerial (KM) saham tertinggi yang dimiliki oleh

manajemen sebesar 44%, dan paling sedikit 0% yang berarti manajemen sama sekali

tidak memiliki saham perusahaan. Rata-rata saham perusahaan yang dimiliki oleh

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

67

manajemen sangat kecil sebesar 2,65% dengan standart deviasi 7%. Rendahnya

tingkat presentasi kepemilikan manajemen menunjukkan bahwa manajemen tidak

ikut merasakan sebagai pemilik perusahaan sehingga loyalitas yang diberikan juga

kurang maksimal untuk aktivitas pengungkapan sukarela laporan tahunan (Xiao dan

Yuan, 2007).

Pada variabel kepemilikan blockholder (KB), memiliki rentang yang sangat besar,

antara 0% sampai 98% dengan rata-rata sebesar 35,98%. Hal ini menunjukkan adanya

konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu. Konsentrasi kepemilikan ini

menunjukkan lemahnya praktik Good Corporate Governance (GCG), yang terikat

pada kurangnya pengawasan dari pihak blockholder dalam hal pengungkapan

sukarela laporan tahunan.

Proporsi saham Kepemilikan pemerintah (KP) memiliki rentang yang cukup besar

antara yaitu 0% sampai 90% dengan rata-rata yang sangat kecil yaitu 4,6%. Standart

deviasi yang lebih besar menunjukkan kepemilikan pemerintah memiliki perbedaan

yang besar diantara masing-masing perusahaan sampel karena tidak semua

perusahaan bergerak dibawah naungan pemerintah (BUMN). Dengan monitoring dan

tekanan oleh pemerintah, manajemen termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya

yang lebih baik dengan cara mengungkapkan informasi lebih transparan.

Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris

independen (DKI) paling kecil sebesar 20% dan paling besar 80%. Berdasarkan

keputusan direksi PT bursa efek Jakarta (BEJ) No. Kep 305/BEJ/07-2004 tentang

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

68

pencatatan saham dan efek bersifat ekuitas selain saham yang diterbitakan oleh

perusahaan tercatat (peratuaran no.1-A), perusahaan yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia (dahulu BEJ) harus memiliki komisarsis independen sekurang kurangnya

30% dari jajaran dewan komisaris. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa masih ada

perusahaan yang tidak menaati peraturan yang telah ditetapkan dengan adanya

perusahaan yang hanya memilik 20% dewan komisaris independen dari jajaran

dewan komisaris. Hal ini akan memengaruhi efektifitas dewan komisaris dalam hal

memonitoring kinerja direksi untuk mengungkapkan informasi sukarela.

Dari tabel 4.2 ukuran dewan komisaris (UDK) paling sedikit adalah sebanyak 2

orang dan paling banyak adalah 10 orang. Menurut UU No. 40 thn 2007 tetang

Perseroan Terbatas pasal 108 ayat 5 anggota dewan komisaris harus lebih dari 2,

dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semua perusahaan sampel sudah mentaati

peraturan yang berlaku. Dengan jumlah dewan komisaris yang sudah memenuhi

syarat maka pengawasan terhadap kinerja manajemen dapat lebih efektif, yang pada

akhirnya dapat memengaruhi pengambilan keputusan pengungkapan sukarela.

Keahlian dewan komisaris (KDK) memiliki nilai terendah 0% dan nilai tertinggi

100%, dengan nilai rata-rata 42,1%, dan standart deviasi sebesar 24,32%.

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif menunjukkan tidak semua perusahaan

memiliki dewan komisaris yang memiliki keahlian dibidang akuntansi da keuangan.

Dewan komisaris berkerja secara tim, setidaknya ada yang mempunyai keahlian

dibidang hukum, pasar modal dan tentang bisnis terkait sehingga sumbangan

pemikiran dapat lebih beragam dan bernilai tambah.

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

69

Leverage (L) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang

jangka panjangnya. Variabel leverage memiliki rentang yang sangat besar yaitu 1%

sampai 321%, dengan standart deviasi lebih kecil dari rata-rata yaitu 39,09%. Lebih

dari 50% perusahaan sampel modalnya berasal dari hutang, karena terlihat dengan

rata-rata leverage sebesar 51,75%, atau rata-rata kemampuan perusahaan sampel

dalam menjamian hutang menggunakan aktivanya sebesar 51,75%.

Pada variabel Firm Size (FZ), apabila semakin besar nilainya berarti perusahaan

tersebut semakin besar karena memiliki total asset yang lebih banyak. Total aset

dirubah dalam bentuk logaritma natural untuk memperoleh nilai yang lebih kecil dan

tidak terlalu panjang. Perusahaan dengan total asset paling kecil adalah 18,88 dan

perusahaan paling besar memiliki total aset sebesar 34,95 dengan rata-rata 28,21 dan

standart deviasi 2,00.

Profitabilitas (ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

laba. Variabel profitabilitas menunjukkan rentang yang tinggi antara 0,01% sampai

50,96%. Pada perusahaan sampel kemampuan dalam menghasilkan laba tertinggi

adalah 50,96%, namun rata-rata profitabilitas menunujukkan angka yang rendah yaitu

7,97 %. Profitabilitas memiliki variasi yang lebih besar antar perusahaan sampel

karena standart deviasinya lebih besar dari nilai rata-rata.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

70

4.3 Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian regresi berganda, dalam penelitian ini terlebih

dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Hal ini dikarenakan teknik estimasi varibel

dependen dilandasi oleh analisis regresi yang disebut Ordinary Least Square (OLS).

Menurut Ghozali (2011:96) OLS mengestimasi suatu garis regresi dengan cara

meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap garis tersebut.

Asumsi utama yang mendasari model regresi agar tidak bias adalah dengan

melakukan uji asumsi klasik, terdiri dari uji multikolinieritas, uji hetorokodestisitas,

uji autokorelasi, dan uji normalitas.

4.3.1 Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011:160). Model

regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Alat uji

yang digunakan dalam penelitian ini adalah grafik histogram normal probability plot

dan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

71

Gambar 4.1

Grafik Histogram

Gambar 4.2

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

72

Berdasarakan tampilan grafik histogram pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa

grafik histogram menunjukkan pola distribusi yang normal. Sedangkan grafik normal

plot pada gambar 4.3 titik titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya

mengikuti arah garis diagonal. Jadi, berdasarkan lat uji grafik histogram dan grafik

normal probability plot, dapat dinyatakan bahwa penyebaran data mendekati normal

atau memenuhi asumsi normalitas. Berikut adalah tabel uji statistik non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Tabel 4.3

Hasil uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Unstandardized Residual

N 260

Normal Parametersa Mean .0000000

Std.

Deviation .08216660

Most Extreme

Differences

Absolute .039

Positive .028

Negative -.039

Kolmogorov-Smirnov Z .634

Asymp. Sig. (2-tailed) .817

Sumber : data diolah lampiran 2

Dari tabel 4.6 besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,634 dengan tingkat

signifikansi diatas 0,05 yaitu 0,817. Dengan kata lain bahwa KS tidak signifikan,

berarti residual terdistribusi secara normal, berarti uji KS konsisten dengan grafik

histogram dan grafik normal probability plot.

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

73

4.3.2 Uji Multikolonieritas

Menurut Ghozali (2011:105) uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji

apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel

independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variable-variabel ini

tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi

antar sesama variabel independen sama dengan nol.

Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor

(VIF). Jika tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10 maka terdapat

multikolonieritas yang tidak dapat di toleransi dan variabel tersebut harus dikeluarkan

dari model regresi agar hasil yang diperoleh tidak bias.

Tabel 4.4

Hasil Uji Multikolonieritas

Variabel Collinearity Statistic

Tolerance VIF

KM .928 1.077

KB .853 1.173

KP .820 1.219

DKI .928 1.078

UDK .765 1.307

KDK .904 1.106

L .946 1.057

FZ .833 1.201

ROA .932 1.073

Sumber: Data diolah lampiran 2

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

74

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan tidak ada variabel KM, KB, KP, DKI, UDK,

KDK, L,FZ, ROA yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 begitu pula dengan

VIF tidak ada yang diatas 10. Jadi dapat disimpulkan variabel independen dan

variabel kontrol yang digunkan dalam model regresi dalam penelitian ini terbebas

dari multikolinieritas.

4.3.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier

terdapat korelasi antar kesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan

terdapat permasalahan autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Salah satu cara yang umum

digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji

Durbin Watson (DW). Suatu model regresi dinyatakan tidak terdapat permasalahan

autokorelasi apabila:

Keterangan:

dw = nilai Durbin Watson hitung

= nilai batas atas/upper Durbin Watson tabel

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

75

Tabel 4.5

Hasil Uji Autokorelasi

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .394a .155 .125 .0836325 1.902

Sumber : data diolah lampiran 2

Nilai sebesar 1,902 akan dibandingkan dengan nilai table Durbin

Watson dengan menggunakan derajat kepercayaan 5%, jumlah sampel 260 dan

jumlah variabel independen dan variabel kontrol adalah 9, maka tabel Durbin-Watson

akan diperoleh nilai:

Dl = 1.73369

= 1.86041

= 1.902

1.8604 < 1.902 < 2.1395

Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih besar daripada batas

atas 1,8604 dan lebih kecil daripada 4-du = 4-1,8604=2,1395. Dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat autokorelasi positif maupun negatif dalam model regresi.

4.3.4 Uji Heterokedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain

(Ghozali, 2011:139). Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat

melihat Grafik Plot dan menggunakan Uji Glejser. Jika ada pola tetentu, seperti titik-

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

76

titik yang membetuk pola tertentu yang teratur seperti gelombang, melebar kemudian

menyempit maka mengidentifikasikan terdapat masalah heteroskedastisitas.

Sedangkan jika tidak ada pola yang jelas, dan titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 makan dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,

2011:139).

Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresi nilai absolute residual terhadap

variabel independen (Ghozali, 2011:142). Dasar pengambilan keputusan jika

variabel-variabel independen memiliki nilai probabilitas atau signifikansi > 0,05;

maka dalam model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. Tabel dibawah ini akan

menyajikan hasil dari Grafik Plot dan Uji Glejser.

Gambar 4.3

Grafik Scetterplot

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

77

Terlihat dari tampilan grafik scatterplot di atas bahwa titik-titik tersebar dengan

acak diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Menurut Ghozali

(2011:141) analisis menggunakan grafik memiliki kelemahan yang cukup signifikan

karena jumlah pengamatan memengaruhi hasil plotting. Semakin kecil jumlah

pengamatan makan semakin sulit mengidentifikasikan hasil garfik plot. Maka peneliti

menggunakan uji statistik kedua yaitu Uji Glejser untuk meyakinkan bahwa tidak ada

masalah heteroskedastisitas dalam model regresi.

Tabel 4.6

Hasil Uji Glejser

Variabel T Sig

KM -1.768 .078

KB .972 .332

KP -.061 .952

DKI 1.004 .317

UDK -1.346 .180

KDK -.075 .940

L 1.066 .287

FZ -1.104 .271

ROA -1.631 .104

Variabel dependen: AbsUi

Sumber: Data diolah lampiran 2

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa semua variabel independen maupun

variabel kontrol (KM, KB, KP, DKI, UDK, KDK, L,FZ, ROA) memiliki tingkat

kepercayaan diatas 5%. Dapat disimpulkan dalam model regresi tidak terdapat

masalah heteroskedastisitas, hal ini konsisten dengan Uji Grafik Plot.

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

78

4.4 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan model regresi berganda

(multiple regressions). Penelitian ini menggunakan tiga jenis variabel yaitu variabel

dependen, variabel independen, dan variabel kontrol. Variabel dependen adalah

Indeks Pengungkapan Sukarela (IPS). Adapun variabel independen yang digunakan

adalah kepemilikan manajerial (KM), kepemilikan blockholder (KB), kepemilikan

pemerintah (KP), komposisi dewan komisaris independen (DKI), ukuran dewan

komisaris (UDK), dan keahlian dewan komisaris (KDK). Sedangkan variabel kontrol

dalam penelitian ini adalah leverage (L), Firm Size (FS), dan Profitablitas (ROA).

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh struktur

kepemilikan dan karakteristik dewan komisaris terhadap pengungkapan sukarela.

Tabel 4.7

Hasil Pengujian Hipotesis

Variabel Koefisien Regresi Statistik t Sig.

KM .091 1.175 .241

KB -.023 -1.177 .240

KP .072 2.142 .033

DKI -.065 -1.424 .156

UDK .011 2.494 .013

KDK -.033 -1.485 .139

L -.032 -2.317 .021

FZ .006 2.039 .042

ROA .009 .141 .888

R .394

.155

Adjusted .125

F 5.111

Sig. .000

Sumber: data diolah lampiran 2

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

79

4.4.1 Uji Koefisien Determinasi (

Koefisien Determinasi ( ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan tabel 4.7

menunjukkan bahwa besarnya adjusted sebesar 0,125, hal ini berarti 12,5%

pengungkapan sukarela dapat dijelaskan oleh variasi dari enam variabel independen

dan 3 variabel control (KM, KB, KP, DKI, UDK, KDK, L, FZ, ROA). Sedangkan

sisanya (100% - 12,5% = 87,5%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.

Dalam penelitian ini menggunakan variabel kontrol, yaitu leverage, firm size, dan

profitabilitas. Sebelum ditambahkan variabel kontrol nilai adjusted adalah 10,1%

(dapat dilihat pada lampiran 2), artinya variabel independen yang digunakan dalam

model (KM, KB, KP, DKI, UDK, KDK) mampu menjelaskan sebesar 10,1% variasi

variabel dependen (pengungkapan sukarela). Fungsi dari variabel kontrol adalah

untuk menambah tingkat keakuratan penelitian yang dilakukan. Keadaan ini terbukti

dengan nilai adjusted yang semakin tinggi sebesar 12,5%.

4.4.2 Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)

Penelitian ini menggunakan tabel ANOVA atau F test, dari tabel 4.7 diperoleh

nilai F hitung sebesar 5,111 dengan probabilitas 0,000. Oleh karena probabilitas lebih

kecil daripada 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi KM, KB, KP,

DKI, UDK, KDK, F, FS, dan ROA tidak sama dengan nol, atau kesembilan variabel

secara simultan berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela perusahaan sampel.

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

80

4.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel

penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2006). Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance

level 0,05 (α = 5%). Hipotesis diterima apabila nilai probabilitas lebih kecil dari : 5%

( .

Koefisien konstanta bernilai positif menyatakan bahwa dengan mengasumsikan

ketiadaan varibel KM, KB, KP, DKI, UDK, KDK, F, FS, dan ROA, maka

pengungkapan sukarela cenderung mengalami kenaikan.

Variabel kepemilikan manajerial (KM) memiliki koefisien regresi positif sebesar

0,91. Variabel KM tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai probabilitas

lebih besar dari α : 5% yaitu 0,241. Maka, hipotesis pertama menyatakan kepemilikan

manajerial memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela ditolak.

Variabel kepemilikan blockholder (KB) memiliki koefisien regresi negatif sebesar

0,023. Variabel KM tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai

probabilitas lebih besar dari α : 5% yaitu 0,240. Maka, hipotesis kedua menyatakan

kepemilikan blockholder memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela

ditolak.

Variabel kepemilikan pemerintah (KP) memiliki koefisien regresi positif sebesar

0,072. Variabel KM memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari pada α : 5% yaitu

0,033. Hal ini berarti penambahan kepemilikan saham oleh pemerintah sebanyak 1%

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

81

akan meningkatkan tingkat pengungkapan sukarela sebesar 7,2% dengan asumsi

variabel independen lainnya dalam keadaan konstan. Maka, hipotesis ketiga

menyatakan kepemilikan pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap

pengungkapan sukarela diterima.

Variabel komposisi dewan komisaris independen (DKI) memiliki koefisien

regresi negatif sebesar 0,065. Variabel KM tidak signifikan secara statistik karena

memiliki nilai probabilitas lebih besar dari α : 5% yaitu 0,156. Maka, hipotesis

keempat menyatakan komposisi dewan komisaris independen memiliki pengaruh

positif terhadap pengungkapan sukarela ditolak.

Variabel ukuran dewan komisaris (UDK) memiliki koefisien regresi positif

sebesar 0,011. Variabel UDK memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari pada α : 5%

yaitu 0,013. Hal ini berarti penambahan dewan komisaris sebanyak 1 orang akan

meningkatkan rasio tingkat pengungkapan sukarela sebesar 1,1% dengan asumsi

variabel independen lainnya dalam keadaan konstan. Maka, hipotesis kelima

menyatakan ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh positif terhadap

pengungkapan sukarela diterima.

Variabel keahlian dewan komisaris (KDK) memiliki koefisien regresi negatif

sebesar 0,033. Variabel KM tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai

probabilitas lebih besar dari α : 5% yaitu 0,139. Maka, hipotesis keenam menyatakan

keahlian dewan komisaris memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela

ditolak.

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

82

Variabel leverage (L) memiliki koefisien regresi negatif sebesar 0,032. Variabel L

memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari pada α : 5% yaitu 0,021. Hal ini berarti

penurunan nilai leverage sebanyak 1% akan meningkatkan rasio tingkat

pengungkapan sukarela sebesar 3,2% dengan asumsi variabel independen lainnya

dalam keadaan konstan. Hal ini berarti leverage memiliki pengaruh negative

signifikan terhadap pengungkapan sukarela.

Variabel firm size (FS) memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,006. Variabel

FS signifikan secara statistik karena memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari α:5%

yaitu 0,042. Maka, firm size memiliki pengaruh terhadap pengungkapan sukarela

perusahaan.

Variabel profitabilitas (ROA) memiliki koefisien regresi negatif sebesar 0,009.

Variabel ROA tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai probabilitas

lebih besar dari α : 5% yaitu 0,888. Maka, profitabilitas tidak mempunyai pengaruh

terhadap pengungkapan sukarela.

4.5 Pembahasan

Pada subbab ini akan dibahas tentang pengaruh masing-masing variabel bebas

terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil uji regresi berganda bahwa dengan

tingginya kepemilikan pemerintah dan ukuran dewan komisaris maka pengungkapan

sukarela akan semakin tinggi. Sedangkan kepemilikan manajerial, kepemilikan

blockholder, dewan komisaris independen, dan keahlian dewan komisaris tidak

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

83

berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela. Untuk variabel kontrol leverage yang

kecil dan ukuran perusahaan yang besar maka, pengungkapan sukarela akan semakin

tinggi. Namun profitabilitas yang dihitung dengan ROA tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan sukarela.

4.5.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Tingkat Pengungkapan

Sukarela.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, hipotesis pertama yang menyatakan

kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela adalah

ditolak. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sheu et al (2007), Purwandari (2012), Syafitri (2009) dan Diyanti (2011) yang

menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial menunjukkan hubungan positif

signifikan terhadap pengungkapan sukarela. Sedangkan penelitian ini konsisten

dengan penelitian yang dilakukan oleh Xiao dan Yuan (2007), Pupitaningrum (2012),

Pramunia (2010) dan Irmayanti (2011) yang menyatakan bahwa kepemilikan saham

oleh pihak manajemen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela.

Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela

karena proporsi kepemilikan manajerial di perusahaan sampel relative masih sangat

kecil, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kepemilikan hanya 2,65% (table 4.2).

Dengan rendahnya proporsi kepemilikan manajer hal ini berakibat kepentingan

pribadi manajemen belum dapat diselaraskan dengan kepentingan pemilik maupun

perusahaan, sehingga belum mampu mengurangi perilaku oportunistik secara

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

84

menyeluruh. Dengan adanya perbedaan tujuan antara pemilik dan manjemen tentu

saja akan menimbukan agency cost.

Menurut Xiao dan Yuan (2007), rendahnya tingkat presentase proporsi

kepemilikan saham manajemen cenderung mengakibatkan pihak manajemen tidak

ikut merasakan sebagai pemilik perusahaan sehingga kurangnya kesadaran dari pihak

manajemen dalam hal pengorbanan sumber daya untuk aktivitas pengungkapan

sukarela laporan tahunan, sehingga pengungkapan informasi akan semakin sedikit.

Hasil penelitian ini didukung oleh Baskaraningrum dan Merkusiwati (2013).

4.5.2 Pengaruh Kepemilikan Blockholder Terhadap Tingkat Pengungkapan

Sukarela.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, hipotesis kedua yang menyatakan bahwa

kepemilikan blockholder berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela adalah

ditolak. Hasil penelitian ini didukung oleh Eng dan Mak (2003) yang menyatakan

bahwa kepemilikan blockholder tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela.

Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Puspitaningrum (2012) dan Oktaviana

(2009) yang menyatakan bahwa kepemilikan blockholder tidak mampu memengaruhi

tingkat pengungkapan sukarela.

Hasil penelitian tidak mampu mendukung pernyataan Jansen and Mackling

(1976) yang mengemukakan bahwa pemegang saham potensial mempunyai kekuasan

yang lebih besar dalam memonitoring manejemen, kerena kinerja mereka terkait erat

dengan kinerja keuangan perusahaan. Kepemilikan blockholder yang tinggi

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

85

seharusnya dapat meningkatkan pengawasan oleh pihak luar terhadap kinerja

manajemen. Dengan adanya pengawasan oleh pihak luar, maka akan membuat

manajemen lebih terdorong dalam pengungkapan informasi yang lebih transparan

sehingga akan mengurangi perilaku oportunistik. Namun pada kenyataannya,

kepemilikan saham potensial pada perusahaan sampel tidak mendorong pengawasan

yang lebih ketat terhadap kinerja perusahaan untuk lebih transparan dalam

pengungkapan sukarela. Hal ini dapat terjadi kemungkinan besar karena pengawasan

oleh blockholder belum maksimal.

Belum maksimalnya pengawasan oleh blockholder menurut Chau dan Gray

(2002) sebagaimana yang dikutip oleh Oktaviana (2009) karena, struktur kepemilikan

perusahaan Indonesia cenderung terkonsentrasi, sesuai dengan ciri-ciri bentuk

kepemilikan perusahaan yang ada di Asia, termasuk Indonesia. Berdasarkan temuan

mereka, dengan adanya struktur kepemilikan terkonsentrasi maka perusahaan-

perusahaan tersebut tidak termotivasi untuk melakukan pengungkapan selain

pengungkapan wajib. Hal ini terjadi karena pemegang saham mayoritas akan semakin

menguasai perusahaan dan semakin memengaruhi pengambilan keputusan (termasuk

keputusan untuk tidak mengungkapkan informasi selain pengungkapan wajib). Selain

itu, pemegang saham mayoritas akan berpandangan bahwa bukan menjadi

kepentingan mereka lagi mengenai perlindungan kepada para pemegang saham

minoritas dan mekanisme good corporate governance. Dengan sedikitnya

kepemilikan saham oleh pihak outsider (minoritas) dibandingkan dengan kepemilikan

pihak blockholder sehingga menyebabkan permintaan akan pengungkapan sukarela

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

86

perusahaan tidak begitu besar dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikan

sahamnya tersebar (kepemilikan outsider yang tinggi). Keadaan ini sesuai dengan

faktor-faktor yang memengaruhi lemahnya praktik GCG di perusahaan-perusahaan

Indonesia menurut Bacellius (2000) dan Herwidayatmo (2002) dalam penjelasan bab

sebelumnya (Bab 1).

Menurut Nuryaman (2009), pemegang saham mayoritas tidak terlalu tertarik

dengan pengungkapan yang dilakukan perusahaan pada laporan tahunan karena: (1)

pemegang saham pengendali dapat mengakses informasi yang mereka butuhkan

secara langsung keperusahaan tanpa melalui laporan tahunan; dan (2) sebagai strategi

persaingan, beberapa informasi penting sengaja ditahan oleh manajemen dan atau

pemegag saham mayoritas untuk menghindari pemanfaatan informasi oleh pesaing

perusahaan.

4.5.3 Pengaruh Kepemilikan Pemerintah Terhadap Tingkat Pengungkapan

Sukarela.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, hipotesis ketiga yang menyatakan

kepemilikan pemerintah berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela adalah

diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Eng

dan Mak (2003), yang menemukan bukti empiris adanya pengaruh positif antara

kepemilikan pemerintah dengan pengungkapan sukarela. Hasil berbeda diungkapkan

oleh Xiao dan Yuan (2007) dan Kurniawan (2013), bahwa kepemikikan pemerintah

tidak terpengaruh oleh pengungkapan sukarela.

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

87

Adanya hubungan antara kepemilikan saham pemerintah dengan luas

pengungkapan sukarela mengandung arti semakin besar kepemilikan pemerintah

maka semakin banyak informasi yang akan diungkapkan oleh perusahaan. Keadaan

ini terjadi karena apabila suatu perusahaan memiliki persentase kepemilikan saham

oleh pemerintah yang tinggi, maka keberadaan perusahaan tersebut akan lebih disorot

oleh stakeholder-nya termasuk pemerintah. Perhatian dan tekanan pemerintah yang

besar akan membuat perusahaan tendorong untuk menunjukkan kinerja yang lebih

baik dengan melakukan pengelolaan secara transparan. Perusahaan menggunakan

laporan tahunan sebagai salah satu media pelaporan pertanggungjawaban manajemen.

Pengungkapan yang lebih besar merupakan wujud akuntabilitas atas pengelolaan

perusahaan.

4.5.4 Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris Independen Terhadap Tingkat

Pengungkapan Sukarela.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, hipotesis keempat yang menyatakan

komposisi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan

sukarela adalah ditolak. Hasil penelitian ini konsisten dengan Shau et al (2007,

Nuryaman et al (2010), Puspitaningrum (2012), Yuniasih et al (2011).

Eng dan Mak (2003) menemukan hasil yang berdeda, bahwa komposisi dewan

komisaris independen mempunyai pengaruh negative terhadap pengungkapan

sukarela. Namun hasil berbeda diungkapkan oleh Ismoyowati (2007), yang

menemukan bukti empiris adanya pengaruh positif signifikan antara komposisi

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

88

dewan komisaris independen terhadap pengungkapan sukarela. Dengan kata lain

semakin besar proporsi komisaris independen maka tingkat pengawasan manajerial

akan semakin efektif dan kemudian perusahaan lebih banyak melakukan

pengungkapan sukarela. Penelitian ini didukung oleh beberapa peneliti lainnya yaitu

Diyanti (2011), Nuryaman et al (2011).

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai minipun dewan komisaris independen

dari jajaran dewan komisaris sebesar 20%. Keadaan ini tidak konsisten dengan

Keputusan Direksi PT bursa efek Jakarta (BEJ) No. Kep 305/BEJ/07-2004 tentang

Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitakan Oleh

Perusahaan Tercatat (Peratuaran No.1-A), perusahaan yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia (dahulu BEJ) harus memiliki komisarsis independen sekurang kurangnya

30% dari jajaran dewan komisaris. Dengan kata lain masih ada perusahaan sampel

yang tidak mematuhi peraturan yang telah berlaku, ini merupakan salah satu

penyebab mengapa komposisi dewan komisaris independen tidak berpengaruh

terhadap pengungkapan sukarela.

Alasan lain tidak adanya hubungan antara dewan komisaris independen dengan

pengungkapan sukarela karena tidak adanya pengawasan yang efektif oleh dewan

komisaris independen terhadap perusahaan, sesuai dengan penyebab lemahnya GCG

di Indonesia menurut Becelius (2002) dan Herwidayatmo (2000). Pengangkatan

dewan komisaris independen hanya didasarkan pada persyaratan formalitas

sebagaimana disebutkan dalam perundang-undangan (BEJ No. Kep 305/BEJ/07-

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

89

2004), sehingga dewan komisaris bisa dikatakan kurang berpihak kepada perusahaan

dan tidak memiliki kemampuan yang diperlukan.

Menurut FCGI (2001: 7) konsentrasi kepemilikan dalam satu kelompok atau satu

keluarga dapat memengaruhi independensi dewan komisaris, karena pemberian

jabatan dewan komisaris, berdasarkan rasa penghargaan semata maupun berdasarakan

hubungan keluarga atau kenalan dekat. Di Indonesia, mantan pejabat pemerintahan

ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris

Independen suatu perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke instansi

pemerintah yang bersangkutan. Sehingga integritas dan independensi dewan

komisaris diragukan karena adanya hubungan istimewa, dengan kata lain ada atau

tidaknya dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap perusahaan.

4.5.5 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Tingkat Pengungkapan

Sukarela.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, hipotesis kelima yang menyatakan ukuran

dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela adalah

diterima. Penelitian ini konsisten dengan Aktaruddin (2009), Karagul dan Yonet

(2010), Sheu et al 2007), Janadi (2013), Budianawati (2009), Utami et al (2012) dan

Sambiring (2005).

Sheu et al (2007), berpendapat bahwa ukuran dewan komisaris yang diproksikan

dengan jumlah dewan komisaris menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap

voluntary disclosure. Hal ini berarti semakin banyak jumlah dewan komisaris maka

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

90

perusahaan akan semakin transparan dalam pengungkapan informasi. Ukuran dewan

komisaris yang lebih besar akan mencakup tenaga professional yang berlatar

belakang berbeda-beda sehingga sumbangan pemikiran yang diberikan akan lebih

beragam dan bernilai tambah. Perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris

yang besar akan lebih kecil kemungkinan dalam kegagalan bisnis.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Teori Agensi, dewan komisaris dianggap

sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk

memonitor tindakan manajemen. Karagul dan Yonet (2010), menyatakan bahwa

semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk

mengendalikan direksi dan monitoring yang dilakukan semakin efektif, sehingga

pengungkapan informasi dalam laporan tahunan semakin tinggi.

4.5.6 Pengaruh Keahlian Dewan Komisaris Terhadap Tingkat Pengungkapan

Sukarela.

Berdasarkan hasil hipotesis ke enam, yang menyatakan keahlian dewan komisaris

berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela, adalah ditolak. Dengan kata

lain penelitian ini tidak mampu memberikan bukti empiris adanya pengaruh keahlian

dewan komisaris terhadap pengungkapan sukarela.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan peneltian yang dialakukan oleh

Nuryaman et al (2010), yang menyatakan bahwa kompetensi dewan komisaris

memiliki hubungan positif terhadap pengungkapan sukarela, makna dari penelitian ini

adalah kehadiran anggota dewan komisaris yang memiliki keahlian di bidang

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

91

akuntansi dan keuangan dapat meningkatkan pengawasan dewan kepada manajemen

dalam praktik transparansi dan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan.

Namun penelitian ini konsisten dengan penelitian Yuniasih (2011), yang menyatakan

bahwa kompetensi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan

informasi.

Tidak adanya pengaruh antara keahlian dewan komisaris terhadap pengungkapan

sukarela disebabkan karena, pendidikan tidak hanya diperoleh melalui jalur formal.

Kemampuan anggota dewan komisaris juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman

yang dimiliki. Selain itu, pelatihan dan kursus juga dapat memengaruhi keputusan

seseorang untuk mengungkapkan suatu informasi termasuk pengungkapan informasi.

Oleh karena itu, latar belakang pendidikan formal bukan merupakan satu-satunya

faktor yang akan memengaruhi keputusan untuk melakukan pengungkapan informasi.

Menurut Alijoyo (2003) dalam Purwandari (2008), menyatakan bahwa agar

kinerja dewan komisaris semakin efektif, maka dewan komisaris harus memiliki

akuntabilitas yang tinggi. Dewan komisaris secata tim setidaknya mempunyai

keahlian di bidang hukum, peraturan pasar modal, dan dengan proses bisnis terkait.

Dengan demikian adanya kompetensi dewan komisaris dalam bidang akuntansi dan

keuangan saja tidak cukup maksimal dalam melaksanakan mekanisme GCG. Jadi

kompetensi dewan komisaris tidak memengaruhi pengambilan keputusan dalam

pengungkapan sukarela.

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

92

4.5.7 Pengaruh Leverage Terhadap Tingkat Pengungkapan Sukarela.

Leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang jangka

panjangnya. Dari hasil analisis data, leverage berpengaruh negative signifikan

terhadap pengungkapan perusahaan sampel. Hal ini berarti semakin kecil tingkat

leverage, berarti semakin besar tingkat pengungkapan sukarela. Hasil penelitian ini

konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2010).

Penelitian ini tidak konsisten dengan penelian Oktaviana (2009), yang

menyatakan bahwa ada pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sukarela.

Semakin tinggi tingkat leverage maka semakin tinggi informasi yang diungkapkan

oleh perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi maka

akan diikuti dengan biaya pengawasan (monitoring cost) yang tinggi karena ketatnya

pengawsan dari pihak kreditur. Oleh sebab itu perusahaan yang mempunyai proporsi

hutang dalam struktur modalnya akan menyajikan informasi yang memadai bagi

kreditur untuk meningkatkan tingkat kepercayaan kreditur terhadap perusahaan.

Hasil penelitian ini juga tidak konsisten dengan teori Jansen dan Mackling (1976)

yang menyatakan pengaruh yang positif ini dikarenakan berdasarkan teori keagenan

memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan

mengungkapkan lebih banyak informasi dikarenakan biaya keagenan perusahaan

dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Keadaan ini bisa terjadi karena

perusahaan cenderung menutupi informasi-informasi yang menjadi kekurangan

perusahaan agar para kreditur dan pemegang saham tidak mengetahui kekurangan

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

93

tersebut. Perusahaan dianggap tidak dapat mengelola perusahaan dengan baik.

(Fitriah, 2007 dalam Purwandari, 2012).

4.5.8 Pengaruh Firm Size Terhadap Tingkat Pengungkapan Sukarela.

Banyak yang meneliti variabel Firm Size atau ukuran perusahaan terhadap

pengungkapan sukarela, variabel ini merupakan variabel yang cukup konsisten

hasilnya. Berdasarkan hasil analisis regresi ukuran perusahaan mempunya pengaruh

positif terhadap pengungkapan sukarela. Penelitian ini konsisten dengan Oktaviana

(2009), Diyanti (2011), Nuryaman (2009) dan Puspitaningrum (2012).

Menurut Teory Agency perusahaan besar mempunyai biaya keagenan yang lebih

tinggi daripada perusahaan kecil (Jansen dan Meckling, 1976). Tingginya biaya

keagenan dikarenan perusahaan besar mempunyai mempunyai shareholder yang

banyak dan tersebar. Adanya hubungan keagenan anatar principal dan agent telah

membebani manajemen untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya

(Puspitaningrum, 2012). Maka, untuk mengurangi biaya keagenan, perusahaan besar

dapat melakukan pengungkapan lebih transparan guna mengurangi biaya keagenan.

Menurut Oktaviana (2012), perusahaan besar umumnya menjadi sorotan banyak

pihak, baik dari masyarakat secara umum maupun pemerintah, perusahaan dengan

ukuran relative besar lebih diawasi oleh lembaga-lembaga pemerintah, sehingga

mereka berupaya menjadi lebih baik untuk meminimalisir tekanan-tekanan dari

pemerintah. Oleh karena itu perusahaan-prusahaan besar lebih banyak

pengungkapkan informasi lebih daripada perusahaan kecil.

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskripsi Objek Penelitianrepository.ub.ac.id/107233/5/BAB_IV.pdf · 1.8604 < 1.902 < 2.1395 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai lebih

94

4.5.8 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Tingkat Pengungkapan Sukarela.

Profitabilitas (ROA) berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hubungan

positif tidak signifikan. Hal ini berarti profitabilitas tidak mempunyai hubungan

terhadap pengungkapan sukarela, semakin tinggi tingkat profitabilitas maka semakin

sedikit informasi yang diungkapkan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian

Purwandari (2008).

Tingkat profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela

karena kondisi perekonomian yang kurang stabil. Banyak perusahaan yang

profitabilitasnya menurun sehingga informasi mengenai profitabilitas tidak terlalu

diperhatikan. Terlebih lagi rata-rata tingkat profitabilitas sangat kecil yaitu 7,96 %.

Oleh karena itu profitabilitas yang rendah tidak menghambat perusahaan dalam

mengungkankan informasi sukarela dengan tujuan untuk menunjukkan keterbukaan

manajemen perusahaan dalam melaporkan informasi keuangan perusahaan

(Purwandari, 2012).