BAB IV DESKRIPSI PERTUNJUKAN TAYUB A. Sejarah Tayub di … · 2016. 3. 16. · 19 BAB IV DESKRIPSI...
Transcript of BAB IV DESKRIPSI PERTUNJUKAN TAYUB A. Sejarah Tayub di … · 2016. 3. 16. · 19 BAB IV DESKRIPSI...
19
BAB IV
DESKRIPSI PERTUNJUKAN TAYUB
A. Sejarah Tayub di Kabupaten Grobogan
Tayub merupakan salah satu kesenian yang ada maupun berkembang di
Jawa Tengah. Kesenian ini biasa digunakan pada acara syukuran, antara lain
: pernikahan, khitanan, ulang tahun, bersih desa. Namun tari tayub juga
ditampilkan pada acara kenegaraan seperti ulang tahun Republik Indonesia.
Sifat dari tayub sendiri pun adalah sebuah hiburan pribadi.
Pertunjukan jenis ini dinikmati oleh penontonnya, karena penonton harus
melibatkan diri di dalam pertunjukan (art of participation). Tak ada aturan yang
ketat untuk tampil di atas pentas. Asal penonton bisa mengikuti irama lagu
yang mengiringi tari serta merespons penari wanita pasangannya, kenikmatan
pribadi akan tercipta1.
Penelitian tentang Tayub sudah banyak dilakukan oleh para ahli
(Dandang Ahmad Dahlan, 2005; Endang Ruth et al, 2005; Agus Cahyono,
2006; and Sri Rochana Widyastutieningrum, 2007). Penelitian tersebut
menggunakan pendekatan tekstual dan kontekstual. Sebelumnya, penelitian
terdahulu telah dilakukan oleh Ben Suharto pada tahun 1999.
Kesenian tayub dicatat dalam berbagai karya sastra oleh para budayawan
selama zaman penjajahan Inggris, seperti pada History of Java (Thomas
Stamford Raffles, 1965) dan The Religion of Java (Clifford Geertz, 1960).
Seorang penari ronggeng menjadi tokoh utama dalam sebuah novel berjudul
1 R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gajahmada University
Press, 2002, 199.
20
Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari, 1982). Sudarsono, seorang ahli
budaya, telah memimpin banyak penelitian yang menelaah tayub sebagai
sebuah kesenian. Lewat hal-hal tersebut diketahuilah bahwa tayub
berhubungan dengan sejarah, simbol, perbedaan jenis kelamin dan juga
produksi kesenian.
Gambar 4.1. Kejadian Pertunjukan Tayub di atas Panggung
Umumnya pertunjukan tayub lebih diminati oleh komunitas-komunitas
yang ada di pelosok desa daripada di kota-kota besar. Di provinsi Jawa
Tengah, kesenian tayub terkenal di daerah Pati, Blora, Jepara, Sragen,
Grobogan, dan Wonogiri (Soedarsono, 2002; Dandang Achmad Dahlan,
2005; Sri Rochana Widyastutieningrum, 2007). Pada pertengahan tahun
21
2013, diadakan Festival Tayub di Kabupaten Grobogan yang pesertanya
datang dari berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua yang ada di
Jawa Tengah dengan Purwodadi sebagai ibukota kabupaten. Sebagai kota
penghubung dari kota-kota di pantai utara bagian timur, yaitu Kudus, Jepara,
Pati, Rembang, dan Blora menuju kota Solo. Oleh karena itu, selain di daerah
Grobogan, di daerah pantai utara lainnya pun kesenian tayub menjadi
kesenian yang paling diminati.
Gambar 4.2. Peta Kabupaten Grobogan
Kabupaten Grobogan terbagi dalam 19 kecamatan. Setiap kecamatan
memiliki sebuah paguyuban (perkumpulan) bagi seniman tayub. Di tingkat
kabupaten, terdapat paguyuban Larasati yang mewadahi seluruh paguyuban
tingkat kecamatan. Paguyuban ini berdiri di bawah naungan Unit Pelayanan
Terpadu Daerah (UPTD) . Hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah turut
22
serta menjaga tradisi kesenian tayub. Melalui UPTD para seniman tayub
dikumpulkan untuk diberikan dukungan dan juga berbagai penyuluhan agar
kualitas para seniman dapat meningkat. Tayub Grobogan merupakan aset
bagi pemerintah setempat, sehingga sering pertunjukan tayub ini digunakan
untuk menyambut tamu seperti pejabat. Selain itu, dari segi hukum pun tayub
sudah terlindungi. Setiap penampilan tayub menggunakan ijin pentas yang
dapat diurus di kantor Dinas Pariwisata. Jika terjadi keributan, akan ada
petugas yang menangani.
Sejarah tayub sendiri tidak diketahui asal mulanya, sama seperti pada
kesenian lokal pada umumnya. Namun menurut data yang ada, kesenian
tayub telah ada dan berkembang di daerah Pantai Utara bagian Timur sejak
zaman penjajahan Inggris. Menurut cerita turun temurun di Grobogan, tayub
sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Dalam perkembangannya,
kesenian tayub setiap daerah memiliki corak khasnya masing-masing,
misalnya dari gendhing yang dibawakan oleh para penari yang disebut ledhek
atau joged.2 Sebagai contoh, gendhing atau lagu pengiring di daerah
Grobogan belum tentu sama dengan yang ada di daerah Pati.
Dalam kesenian tayub, tidak ada regenerasi joged secara resmi dalam
bentuk kursus atau sekolah. Regenerasi dilakukan oleh joged senior (joged
mbok-mbokan) yang kerap mengajak joged junior (Joged wurukan) ikut dalam
pentas, proses regenerasi ini biasa disebut dengan nyantrik. Sedangkan joged
2 Di antara masyarakat, penari tayub sering disebut joged atau ledhek atau waranggana. Pada kalangan para
penari, sebutan joged lebih terhormat daripada sebutan ledhek. Waranggana itu sebutan untuk penyanyi yang posisi menyanyinya duduk bersila. Untuk itu, sebutan penari di dalam tulisan ini disebut joged.
23
wurukan awalnya belajar menyanyikan gendhing dan berjoged lewat kaset
video atau dengan menonton pertunjukan tayub. Regenerasi yang tidak
terstruktur ini mengakibatkan beberapa daerah mulai kehilangan penerus
kesenian tayub, seperti di daerah Pati dan Blora.
B. Pertunjukan Tayub
Pertunjukan tayub diadakan dalam sebuah acara syukuran (pernikahan,
ulang tahun, khitanan, atau bersih desa), biasanya dimulai pada malam hari
pukul 22.00 hingga pukul 02.00 dini hari. Hadirin yang datang di dominasi oleh
kaum pria. Pertunjukan ini membutuhkan seperangkat alat karawitan dan
pemain sebagai pengiring dengan jumlah rata-rata 16 orang pemain.
Gambar 4.3. Tiga Joged dengan Pengarih Tamu
Dalam penyelenggarannya tari tayub minimal terdiri dari tiga joged, enam
penghibing, dua pangarih tamu (manajer panggung), dan satu pranata cara
24
(pembawa acara). Jumlah tersebut tidak mengikat karena dapat disesuaikan
dengan dana yang ada. Ada juga acara tayub yang menggunakan delapan
joged, sehingga jumlah penghibingnya pun menyesuaikan.3 Busana yang
biasa dikenakan oleh joged adalah kebaya. Warna dan jenis kebaya mereka
pun seragam, biasanya hal ini didiskusikan dengan tuan rumah terlebih dahulu,
warna kebaya apa yang akan dikenakan oleh para joged. Busana dua pangarih
tamu bernuansa Jawa atau tokoh legenda Jawa, seperti dengan menggunakan
pakaian kebesaran pria Jawa, beskap. Namun dalam perkembangannya,
pemakaian beskap pun bergeser menggunakan pakaian reog. Hal tersebut
hanya semata untuk nilai praktisnya saja.
Diawali dengan tradisi ritual medot kupat luar yang dilakukan oleh
pembawa acara, yaitu tuan rumah yang sedang mengadakan syukuran akan
menyampaikan nazarnya kepada para hadirin. Tuan rumah setelah
mengucapkan alasan diselenggarakan acara tersebut, akan melepaskan
ayaman kupat yang berisi beras kuning sebagai simbol nazar tersebut telah
terlaksana.4 Barulah pertunjukan tayub dimulai dengan tarian Gambyong dan
tarian Sliring.
Semua penari tayub, joged dan juga pangarih tamu naik ke panggung
diiringi gending oleh tim karawitan. Mereka naik di atas panggung dengan
menari bersama hingga gending selesai. Setelah itu semua duduk di kursi yang
telah tersedia di atas panggung bersama dengan tuan rumah. Pembawa acara
3 Pengibing adalah penonton yang menari bersama penari. 4 Kupat adalah makanan khas Indonesia yang berbentuk kotak segi panjang yang disusun dari anyaman
daun kelapa muda. Isi dari kupat dalam kondisi mentah adalah beras yang telah diramu dengan bumbu dan siap untuk dimasak hingga beras matang.
25
akan menyebutkan gending yang akan digunakan, dan pengiring yaitu tim
karawitan otomatis memainkan. Joged saat mendengarkan genting dan
panduan dari pembawa acara, otomatis akan melaksanakan, yaitu menari
Gambyong.
Setelah joged tersebut menari Gambyong, pangarih tamu dipersilakan
menari tari Sliring sambil mengucapkan selamat datang dan salam kepada
para hadirin. Kemudian mempersilakan tuan rumah untuk mengibing (menari
bersama joged), tahapan ini disebut “Beksan Babar Wayang”. Saat tuan rumah
mengibing, kedua pangarih tamu berbagi tugas yaitu satu berada di atas
panggung dan satunya di bawah panggung. Tugas yang di atas panggung
adalah untuk mengatur posisi para pengibing saat menari bersama joged.
Pengarih tamu juga memberikan selendang kepada pengibing yang dipasang
bebas di leher mereka. Pengarih tamu yang di atas panggung juga
menggumpulkan uang kertas yang diselipkan oleh penggibing dalam
selendang. Pengarih tamu yang berada di bawah panggung bertugas untuk
membagikan urutan menari kepada para penghibing yang ingin menayub.
Setelah tuan rumah mengibing, urutan selanjutnya dilakukan
berdasarkan tahapan “Beksan Keprajan” yaitu mempersilakan pejabat seperti
kepala dusun dan perangkat desa lainnya, dan tahap ketiga adalah
“Pakurmatan Tamu” yaitu mempersilakan tamu untuk ngibing. Biasanya ada
tanda beksa itu kartu yang disebut keplek. Keplek tersebut dibagikan kepada
para tamu oleh pangarih tamu yang di bawah panggung pada saat tuan rumah
sedang menayub dengan para waranggana. Saat penghibing ingin menari,
26
maka terlebih dahulu diberi sampur (selendang) untuk menari. Sambil menari
pun, seorang joged menyanyikan dua jenis gendhing, yakni gendhing alus dan
gendhing gacul (gurauan).
Ini adalah sebuah posisi joged dan pengibing dari atas. Satu joged diapit
oleh dua pengibing. Supaya tidak menimbulkan kecemburuan di antara kedua
deretan pengibing, maka setiap satu gendhing berakhir, posisi joged langsung
berbalik arah menghadap pengibing satunya.
Para pengibing pun dapat bergeser searah jarum jam supaya para
pengibing yang lain dapat menari bersama joged yang lain.
: joged
: penghibing
27
Dua gending tersebut berlangsung selama kurang lebih sepuluh menit,
kemudian bergantian dengan tamu yang lain. Sebelum turun dari panggung
terlebih dahulu para pengibing memberikan uang secara sukarela yang
diselipkan di dalam lipatan selendang yang dipakai menari tadi. Uang yang
diselipkan di dalam lipatan selendang berkisar lima ribu rupiah hingga lima
puluh ribu rupiah. Seusai dua gending selesai, selendang dikembalikan kepada
pangarih tamu yang berada di atas panggung. Pangarih tamu menata ulang
selendang yang akan digunakan oleh pengibing berikutnya dan
mengumpulkan uang dalam selipan selendang.
Gambar 4.4. Sajian untuk Hadirin
28
Dalam sebuah hajatan tayuban terdapat jamuan yang disediakan oleh
tuan rumah, antara lain: rokok, makanan ringan, makan malam, dan minuman
keras. Jenis rokok yang disediakan beragam yaitu berjenis filter dan kretek, hal
ini bertujuan supaya bisa mengakomodir minat masing-masing tamu dalam
merokok. Makan ringan, bisa dalam bentuk kacang tanah, criping atau
singkong goreng tipis, pisang goreng, pisang mentah dan ragam makanan
ringan yang mudah ditemui. Makan malam biasanya disajikan saat seremonial
sebelum pertunjukan dilakukan. Ibu-ibu yang menyiapkannya akan membagi
secara berantai satu piring berisi nasi dengan lauknya. Minuman gelas
kemasan juga dibagikan. Minuman keras yang turut menjadi jamuan bagi para
tamu disediakan oleh tuan rumah biasanya berjumlah 40-60 liter. Bila tamu
terlalu banyak minum minuman keras, mereka bisa dalam kondisi mabuk atau
tidak sadar diri, tak ayal dalam sebuah pertunjukan tayub bisa berakhir ricuh.
Namun kini dengan semakin ketatnya peraturan yang ada, kericuhan dapat
dikurangi.
Pertunjukan tayub selain dilakukan pada acara-acara syukuran juga
mengikut pada kalender Jawa. Seperti misalnya pada bulan Sawal dan Besar
banyak diadakan pertunjukan sedangkan pada bulan Apit dan bulan Suri tidak
ada pertunjukan tayub. Hal tersebut berkaitan dengan adat dan kepercayaan
setempat.
29
C. Elemen Pertunjukan
Dalam sebuah pertunjukan tayub dibutuhkan beberapa orang pangarih
tamu, waranggana atau joged, pemain karawitan, dan MC. Di balik layar
pertunjukan tersebut diperlukan juga MC, operator lighting dan sound system
sekaligus penyewa panggung. Pengibing pun termasuk elemen penting dalam
pertunjukan tayub.
Selain menari, pengarih tamu bertugas untuk menghantarkan
waranggana sampai ke panggung, menyiapkan kartu urutan (keplek) dan
selendang (sampur), kemudian memasukan uang yang diselipkan di sampur
ke dalam bonang, juga mengkoordinir pertunjukan tayub agar tidak terjadi
kericuhan.
Gambar 4.5. Pengarih Tamu
30
Pengarih tamu diharapkan mengenal tamu-tamu yang hadir dan
mengerti keinginan para tamu. Selain itu, jika pengibing menari terlalu dekat
dengan joged, tugas pangarih tamu untuk mengatur agar menjadi lebih jauh.
Joged adalah bintang dalam pertunjukan tayub ini. Wanita yang dapat
menyanyikan berbagai gendhing dan tarian. Dalam sebuah pertunjukan
biasanya dibutuhkan 3 waranggana, bisa juga lebih. Biasanya terdiri atas joged
mbok-mbokan dan joged wurukan.
Gambar 4.6. Kelompok Karawitan
Untuk mengiringi tarian waranggana dan pengarih tamu, iringan musik
dimainkan oleh kelompok karawitan (gamelan). Jumlah pemain karawitan
dapat mencapai 16 orang untuk satu kali pertunjukannya. Gendhing-gendhing
yang dimainkan berlaras slendro dan pelog tergantung pada permintaan.
31
Gambar 4.7. Dua Pembawa Acara yang Bergantian
Pembawa acara bertugas untuk membuka acara syukuran, menerima
pesanan gendhing dan juga menutup acara. Selain itu untuk mengatur jalannya
acara agar acara tidak ricuh.
32
Gambar 4.8. Layar TV di Tengah Pengunjung
Pertunjukan tayub dimainkan di atas panggung dan sejalan dengan
perkembangan zaman, digunakan juga lighting dan sound system. Biasanya, alat-
alat ini disewakan oleh satu persewaan. Kadang kala tuan rumah juga menyewa
operator rekaman video untuk acara syukuran tersebut.
D. Pengelolaan Keuangan
Pertunjukan tayub membutuhkan banyak elemen seperti waranggana,
pengarih tamu, MC, karawitan, sewa lighting, sound system, panggung, dan
konsumsi hadirin. Semuanya itu membutuhkan biaya yang cukup besar. Berikut
dilampirkan jumlah pengeluaran yang akan dikeluarkan oleh tuan rumah dalam
skala kecil dan skala besar kegiatan. Kedua skala tersebut didapat dari
33
membandingkan jumlah waranggana, pengarih tamu, dan konsumsi yang
disediakan oleh tuan rumah.
Skala disusun dengan melihat rasionalitas kondisi di Kabupaten Grobogan
sehingga memunculkan skala kecil dengan tiga orang joged dan skala besar
dengan dua belas joged. Jumlah joged menjadi pertimbangan utama karena
semakin banyak penari joged maka akan semakin tinggi pembiayaannya.
Tabel 4.1. Pengeluaran Pertunjukan Tayub Skala Kecil
PENGELUARAN Harga Unit Jumlah
Sekretariat Rp 50,000.00 kali 1 kali Rp 50,000.00
Buat undangan Rp 500,000.00 kali 1 kali Rp 500,000.00
Publikasi Rp - Rp -
Program Acara Rp - Rp -
Dokumentasi Video Rp 1,000,000.00 kali 1 kali Rp 1,000,000.00
Dokumentasi Foto Rp - Rp -
Sewa tata suara Rp 1,900,000.00 kali 1 kali Rp 1,900,000.00
Sewa tratag Rp 1,500,000.00 kali 1 kali Rp 1,500,000.00
Dekorasi
Karawitan Rp 3,500,000.00 grup 1 grup Rp 3,500,000.00
Konsumsi . Makan malam (nasi+sayur) Rp 5,000.00 kali 75 kali Rp 375,000.00
. Bir/oplosan Rp 100,000.00 liter 50 liter Rp 5,000,000.00
Fee :
1. Waranggana Rp 1,500,000.00 orang 3 orang Rp 4,500,000.00
2. MC Rp 400,000.00 orang 1 orang Rp 400,000.00
3. Pangarih tamu Rp 50,000.00 orang 2 orang Rp 100,000.00
4. Broker Rp 500,000.00 orang 1 orang Rp 500,000.00
Sub Total Rp 19,325,000.00
34
Gambar 4.2. Dua Belas Joged dengan Dua Pengarih Tamu
Tabel 4.2. Pengeluaran Pertunjukan Tayub Skala Kecil
PENGELUARAN Harga Unit Jumlah
Sekretariat Rp 100,000.00 kali 1 kali Rp 100,000.00
Buat undangan Rp 5,000.00 buah 500 buah Rp 2,500,000.00
Publikasi Rp - Rp -
Program Acara Rp - Rp -
Dokumentasi Video
Rp 2,000,000.00 paket 1 paket Rp 2,000,000.00
Dokumentasi Foto
Sewa tata suara Rp 3,000,000.00 buah 1 buah Rp 3,000,000.00
Sewa tratag Rp 3,000,000.00 buah 1 buah Rp 3,000,000.00
Sewa tata lampu Rp 1,500,000.00 buah 1 buah Rp 1,500,000.00
Karawitan Rp 3,500,000.00 grup 1 grup Rp 3,500,000.00
Dekorasi Rp 1,500,000.00 kali 1 kali Rp 1,500,000.00
Konsumsi
makan malam Rp 10,000.00 orang 300 Rp 3,000,000.00
Bir Rp 100,000.00 liter 100 Rp 10,000,000.00
Fee :
1. Waranggana Rp 1,200,000.00 orang 12 orang Rp 14,400,000.00
2. MC Rp 400,000.00 orang 1 orang Rp 400,000.00
3. Pangarih tamu Rp 50,000.00 orang 4orang Rp 200,000.00
4. Broker Rp 500,000.00 orang 1 orang Rp 500,000.00
Sub Total Rp 45,600,000.00
35
Setelah mencermati data di atas, pertunjukan tayub bukanlah sesuatu yang
murah. Padahal, mayoritas penduduk kecamatan Grobogan adalah petani.
Menurut seorang sumber, untuk mempertunjukan sebuah pertunjukan tayub, tuan
rumah sampai harus merelakan hewan ternak miliknya untuk dijual. Apakah
dengan menjual ternak saja cukup? Tentu tidak. Ternyata pemasukan dalam
pertunjukan tayub terbagi atas dua jenis, pemasukan kas dan bukan kas.
Pemasukan kas didapat dari uang yang tuan rumah miliki atas penjualan hewan
ternak atau tabungan. Terdapat juga sistem arisan dalam menggelar pertunjukan
tayub. Orang-orang yang gemar tayub mengumpulkan uang setiap bulannya agar
ketika salah satu dari mereka hendak mengadakan acara syukuran, pertunjukan
tayub dapat dilaksanakan dengan meminjam uang tersebut. Sedangkan
pemasukan bukan kas berupa sumbangan dari tetangga sekitar dalam berbagai
macam bentuk benda, misalnya beras, teh, gula, mie kering, kacang, pisang, dan
makanan atau bahan makanan lainnya. Hal itu disebut dengan sinoman, yaitu
memberikan donasi kepada tuan rumah. Donasi itu akan dikembalikan dengan
barang yang sama dengan jumlah sama atau lebih ketika si pemberi donasi
menggelar pertunjukan tayub. Tuan rumah akan mencatat segala bentuk donasi
yang diterimanya, sehingga dapat dikembalikan nantinya.